erosi tanah

advertisement
BAHAN KAJIAN
MK. Dasar Ilmu Tanah
EROSI TANAH
www.marno.lecture.ub.ac.id
EROSI TANAH
Erosi adalah peristiwa pengikisan
padatan (sedimen, tanah, batuan,
dan partikel lainnya) akibat
transportasi angin, air atau es,
karakteristik hujan, “rayapan”
pada tanah dan material lain di
bawah pengaruh gravitasi, atau
oleh makhluk hidup seperti hewan
yang membuat liang, dalam hal ini
disebut bio-erosi.
Erosi tidak sama dengan
pelapukan akibat cuaca,
pelapukan merupakan
proses penghancuran
mineral batuan dengan
proses kimiawi maupun
fisik, atau gabungan
keduanya.
EROSI TANAH
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali,
namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas
manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan,
kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan
konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan
pembangunan jalan.
Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian
biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan
vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian
meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat
mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman
pertanian yang lebih lemah.
Praktek tata guna lahan yang intensif dapat membatasi erosi,
menggunakan teknik terrasering, praktek konservasi lahan dan
penanaman pohon permanen.
DAMPAK EROSI TANAH
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah
bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan
lahan (degradasi lahan).
Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk
meresapkan air (infiltrasi).
Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan
tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai.
Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada
akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya
akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan
sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Sumber: diunduh dari:
FAKTOR-FAKTOR EROSI TANAH
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor.
Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan /
presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula
musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi
termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan
permeabilitasnya, kemiringn lahan.
Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan, makhluk
yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh
manusia.
Sumber: diunduh dari:
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan
curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin
atau badai tentunya lebih banyak erosinya.
Tanah yang kaya kandungan pasir atau debu, terletak pada area
dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula
area dengan batuan lapuk atau batuan pecah.
Porositas dan permeabilitas tanah berdampak pada kecepatan erosi,
berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah.
Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang
terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan.
Tanah yang mengandung banyak liat cenderung lebih mudah
tererosi daripada pasir atau debu.
Sumber: diunduh dari:
TUTUPAN LAHAN
Jumlah dan tipe tutupan lahan sangat
dinamis.
Pada lahan hutan yang tak terjamah, “tanah” dilindungi oleh
seresah-hutan di permukaan tanah.
Lapisan seresah-hutan melindungi
muka-tanah dengan meredam
dampak tetesan hujan; lapisan
serasah ini bersifat porus dan mudah
meresapkan air hujan (infiltrasi),
sehingga runoff minimum.
Apabila Pepohonan
dihilangkan (kebakaran atau
penebangan), runoff menjadi
banyak dan erosi menjadi
lebih intensif.
Kebakaran hutan yang parah mengakibatkan
peningkatan runoff dan erosi tanah.
TUTUPAN LAHAN
Kegiatan konstruksi atau pembangunan
jalan.
Topsoil dihilangkan
atau dipadatkan, tanah
mudah tererosi.
Adanya jalan --------Menghilangkan tutupan lahan,
Menghambat infiltrasi,
Mengubah pola drainase
Erosi tanah (soil erosion)
Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan
gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan.
Erosi semacam itu melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga
tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan. Erosi tanah berubah
menjadi bahaya jika prosesnya berlangsung lebih cepat dari laju pembentukan
tanah.
Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur akan menipiskan tanah,
bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan induk tanah atau batuan dasar ke
permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya merusak lahan daerah hulu
(upland) yang terkena erosi langsung, tetapi juga berbahaya bagi daerah hilir
(lowland).
Material tanah (hasil erosi) yang diendapkan di hilir berakibat buruk thd
bangunan atau tubuh-alam penyimpanan /penyalur air , pendangkalan
dapat berakibat kapasitas tampung menurun.
Oleh karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus
menjadi bagian yang utama dari setiap rencana penggunaan lahan.
PENYEBAB EROSI TANAH
Erosi tanah dapat terjadi karena beberapa sebab :
1. Tanah gundul atau tidak ada tanamannya;
2. Tanah miring tidak dibuat teras–teras dan guludan sebagai
penyangga air dan tanah yang lurus;
3. Tanah tidak dibuat tanggul pasangan sebagai penahan erosi;
4. Pada tanah di kawasan hutan rusak karena pohon–pohon
ditebang secara liar sehingga hutan menjadi gundul;
5. Pada permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk
pengembalaan liar sehingga tanah atas semakin rusak.
Sumber: diunduh dari:
Proses terjadinya Erosi dan Sedimentasi
Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah (detached) dan
kemudian tanah tersebut dipindahkan ke tempat lain oleh
kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi.
Di Indonesia erosi yang terpenting adalah disebabkan oleh air.
Di daerah beriklim tropika basah, aliran merupakan penyebab
utama erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh
yang berarti.
Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang
berurutan :
1. Pengelupasan (detachment),
2. Pengangkutan (transportation), dan
3. Pengendapan (sedimentation).
EROSI-TANAH OLEH AIR
Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses
yaitu :
Penghancuran struktur tanah
menjadi butir-butir primer
oleh energi tumbuk butirbutir hujan yang menimpa
tanah dan perendaman oleh
air yang tergenang, dan
pemindahan (pengangkutan)
butir-butir tanah oleh
percikan hujan, dan
Penghancuran struktur
tanah diikuti pengangkutan
butir-butir tanah tersebut
oleh air yang mengalir
dipermukaan tanah. Secara
skematis proses terjadinya
erosi diperlihatkan pada
bagan berikut ini.
Sumber: diunduh dari:
Skema proses terjadinya Erosi Tanah (Arsyad, 1989)
Penghancuran
tanah oleh
energi kinetik
hujan
Pemindahan
butir-butir
tanah oleh
percikan
hujan
Butir-butir
tanah yg
terlepas
Butir-butir
tanah yg
terlepas
Sumber: diunduh dari:
Pengangkut
an oleh air
yg mengalir
EROSI TANAH OLEH AIR HUJAN
Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan
tanah terdispersi.
Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas
permukaan tanah.
Banyaknya air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah
tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan
dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air
tanah.
Kekuatan perusak air yang mengalir diatas
permukaan tanah akan semakin besar dengan
semakin curam dan makin panjang lereng
permukaan tanah.
Gaya-gaya yang terlibat dalam proses erosi.
Erosion is caused by rainfall,
which displaces soil particles on
inadequately protected areas and
by water running over soil,
carrying some soil particles away
in the process. The rate of soil
particle removal is proportional
to the intensity and duration of
the rainfall and to the volume
and characteristics of the water
flow and soil properties.
Deposisi sedimen terjadi
kalau kecepatan aliran air
menurun dan kapasitas
transpor air yg mengalir
tidak cukup kuat untuk
mengangkut semua muatan
sedimen.
(sumber:
http://onlinemanuals.txdot.gov/txdotmanuals/hyd/soil_erosion_control_considerations.htm)
Hujan – vegetasi - erosi
Tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas permukaan tanah dapat
memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan angkut aliran
air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang
diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya
akan menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau
menjadi rusak.
Hubungan antara erosi oleh hujan di daerah tangkapan dan besarnya
sedimentasi yang terpantau di aliran sungai di bagian bawah daerah
tangkapan air tersebut erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS.
Hujan sebagai masukan dalam sistem hidrologi DAS setelah
mengalami proses akan menghasilkan keluaran berupa debit
aliran dan muatan sedimen.
Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran dalam
sistem hidrologi DAS terkait satu sama lain.
Output DAS dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi.
. Keterkaitan hujan, runoff, erosi dan debit sungai (sumber:
http://nicholasmahendra.files.wordpress.com)
EROSI TANAH - MUATAN SEDIMEN
Tetesan hujan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya
memasuki aliran sungai menjadi muatan sedimen
Air Hujan :
Infiltrasi ke dalam tanah,
Aliran permukaan
Air hujan menjadi aliran
permukaan (overland flow)
mengikis dan mengangkut
partikel tanah memasuki
aliran aliran.
Faktor fisik DAS:
lereng, tanah,
vegetasi, landuse
Output:
Aliran sungai :
Transport sedimen
Erosi tebing sungai
Sumber: diunduh dari:
Debit aliran,
Muatan sedimen,
Unsur hara.
MUATAN SEDIMEN
Berdasarkan transportasinya, muatan sedimen dibagi dua
yaitu:
MUATAN DASAR:
partikel yang bergerak
pada dasar sungai atau
dekat dasar sungai dengan
pergerakan meloncat,
menggelinding atau
bergeser pada dasar
sungai.
MUATAN SUSPENSI:
Partikel yang melayang
dalam air, bergerak
disebabkan oleh aliran
turbulen.
Sumber: diunduh dari:
Muatan suspensi (suspended load)
Muatan suspensi (suspended load) merupakan material yang
melayang dalam aliran sungai, minim berinteraksi dengan dasar
sungai karena didorong ke atas oleh turbulensi aliran.
Penentuan muatan suspensi :
Pengambilan sampel, Penyaringan, Penimbangan,
Kadar suspensi, dan Perhitungan debit suspensi.
Metode pengambilan sampel
dapat dilakukan dengan cara:
Depth integrating , atau
Point integrating.
MUATAN SUSPENSI - SUSPENDED LOADS
Partikel muatan suspensi bergerak melayang dalam aliran yang turbulen.
Pada aliran yang laminer, konsentrasinya akan berkurang dari waktu ke waktu
seiring berkurangnya kecepatan aliran, dan akan diendapkan pada suatu tempat.
Dengan demikian dimungkinkan terdapat hubungan antara debit aliran dengan
kadar muatan suspensi, serta secara lanjut terdapat hubungan antara debit aliran
dengan debit suspensi.
Hubungan antara debit aliran dengan debit suspensi dapat
berupa kurva lengkung suspensi (suspended rating curve). Kurva
lengkung suspensi (suspended rating curve) ini digunakan dalam
perhitungan debit muatan suspensi pada saat tidak ada
pengukuran.
Debit muatan suspensi dapat ditentukan dengan persamaan
lengkung suspensi yang dihasilkan dari kurva melalui regresi
kurva berpangkat (power curve).
Hasil penentuan debit suspensi digunakan untuk menentukan berat
suspensi total (Sy).
Muatan suspensi (suspended load)
Muatan suspensi dipengaruhi oleh:
Tebal hujan (P) , Debit puncak (Qp), Volume direct runoff
(DRO)
Hujan menentukan proses
erosi-tanah, energi kinetik
tetesan-hujan
menghancurkan agregat
tanah.
Karakteristik aliran air:
Energi pengangkut
partikel tanah hasil erosi.
Besarnya muatan suspensi menjadi indikator
intensitas erosi tanah di daerah aliran sungai
Jenis-jenis Erosi oleh Air
1. Pelarutan. Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di
daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah
tanah.
2. Erosi percikan (splash erosion). Curah hujan yang jatuh
langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah
sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang berlereng,
tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di
bawahnya.
Rain splash erosion is caused by the impact of water striking the
surface. Rain splash erosion generally takes place in two steps.
As precipitation is absorbed by the surface it fills the pore spaces,
loosening soil particles and driving them apart.
The impact of subsequent rain drops hitting the surface splash the
particle away from the point of impact.
The effect is to give the surface a dimpled-like appearance.
EROSI PERCIK (PERCIKAN AIR HUJAN)
Raindrop erosion is a result of
rain splash - the direct impact
of falling drops of rain on soil
particles. The raindrop
dislodges soil particles, making
them more susceptible to
movement by overland water
flow. The loosened particles that
are not washed away can form a
muddy slick that clogs pores in
the ground surface. The sealed
surface further reduces
inflitration and increase runoff.
The magnitude of soil loss
resulting from rain splash can
best be seen on a gravelly or
stony soil.
(sumber: http://www.vbco.org/planningeduc0042.asp)
Erosi lembar (sheet erosion) – Erosi Permukaan
Pemindahan tanah terjadi
lembar demi lembar (lapis
demi lapis) mulai dari
lapisan yang paling atas.
Erosi ini sepintas lalu tidak
terlihat, karena kehilangan
lapisan-lapisan tanah
seragam, tetapi dapat
berbahaya karena pada
suatu saat seluruh top soil
akan habis.
Surface runoff forms when the
rainfall intensity of a storm exceeds
the infiltration capacity of the soil.
Sheet erosion is caused by the
unconfined flow of water running
across the surface.
The effects of sheet erosion are
often hard to distinguish because
such thin layers of soil are being
removed.
It isn't until several years later that
significant degradation is
perceived.
EROSI PERMUKAAN (SHEET EROSION)
Erosi tanah ini dicirikan
oleh pengangkutan partikel
tanah menuruni lereng
dalam selapis tipis air
runoff.
Erosi ini terjadi kalau
seluruh permukaan lahan
terkikis secara seragam.
Proses erosi ini bertahap
dan kehilangan tanah tidak
mudah dilihat.
(sumber:
http://www.nda.agric.za/docs/ero
sion/erosion.htm)
Sumber: diunduh dari:
Erosi Alur (rill erosion)
Proses erosi ini dimulai dengan
genangan-genangan kecil setempatsetempat di suatu lereng, maka bila
air dalam genangan itu mengalir,
terbentuklah alur-alur bekas aliran
air tersebut. Alur-alur itu mudah
dihilangkan dengan pengolahan
tanah biasa.
Rill erosion is caused by water
concentrating into
innumerable, closely-spaced
small channels. Left
unchecked, rills can cut
vertically and horizontally
and when joined form gullies.
Rill erosion refers to the development of small, ephemeral concentrated flow paths,
which function as both sediment source and sediment delivery systems for erosion
on hillslopes. Generally, where water erosion rates on disturbed upland areas are
greatest, rills are active. Flow depths in rills are typically on the order of a few
centimeters or less and slopes may be quite steep.
These conditions constitute a very different hydraulic environment than typically
found in channels of streams and rivers. Eroding rills evolve morphologically in
time and space. The rill bed surface changes as soil erodes, which in turn alters the
hydraulics of the flow.
Erosi Jurang (gully erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan
dari erosi alur.
Alur – alur terus menerus
digerus oleh aliran air terutama
di daerah-daerah yang banyak
hujan, maka alur-alur itu
menjadi dalam dan lebar
dengan aliran air yang lebih
kuat.
Alur-alur tersebut tidak dapat
hilang dengan pengolahan
tanah biasa.
Gullies are steep-sided
trenches formed by the
coalescence of many
rills. Once started they
are difficult to stop.
Gully erosion, also
called ephemeral gully
erosion, occurs when
water flows in narrow
channels during or
immediately after
heavy rains.
A gully is sufficiently deep that it would not be routinely destroyed by tillage
operations, whereas rill erosion is smoothed by ordinary farm tillage.
The narrow channels, or gullies, may be of considerable depth, ranging
from 1 to 2 feet (0.61 m) to as much as 75 to 100 feet (30 m).
Tipe-tipe
erosi
permukaan
(sumber:
http://www.ecy.w
a.gov/programs)
Sumber: diunduh dari:
Erosi parit (channel erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama
setelah hujan berhenti.
Aliran air dalam parit ini dapat
mengikis dasar parit atau dindingdinding tebing parit di bawah
permukaan air, sehingga tebing di
atasnya dapat runtuh ke dasar
parit.
Gejala meander aliran-sungai dapat meningkatkan
pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
. Stream dan channel erosion disebabkan oleh peningkatan volume
dan kecepatan aliran air runoff dan aliran air sungai
(sumber: http://www.civil.ryerson.ca/stormwater/)
Empat tipe erosi tanah pada lereng yang terbuka
(sumber: http://www.cep.unep.org/)
Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi karena
gaya gravitasi. Biasanya
karena tanah di bagian
bawah tanah terdapat lapisan
yang licin dan kedap air
(sukar ketembus air) seperti
batuan liat. Dalam musim
hujan tanah diatasnya
menjadi jenuh air sehingga
berat, dan bergeser ke bawah
melalui lapisan yang licin
tersebut sebagai tanah
longsor.
Sumber: diunduh dari: Main parts of a general landslide. (sumber:
Kepekaan Tanah terhadap Erosi dan Longsor
Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor
dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari
pengambil keputusan, penanggung jawab lapangan, teknisi, penyuluh dan
organisasi kemasyarakatan dalam menyusun program dan melaksanakan
teknik penanggulangan longsor dan erosi di daerah kewenangannya.
Longsor dan erosi merupakan proses berpindahnya tanah atau batuan
dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat
dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Proses tersebut melalui tiga
tahapan, yaitu pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan
pengendapan.
Perbedaan fenomena longsor dan erosi adalah volume tanah yang
dipindahkan, waktu yang dibutuhkan, dan kerusakan yang ditimbulkan.
Longsor memindahkan massa tanah dengan volume yang besar, adakalanya disertai
oleh batuan dan pepohonan, dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan erosi tanah
adalah memindahkan partikel-partikel tanah dengan volume yang relatif lebih kecil
pada setiap kali kejadian dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah pegunungan
adalah:
1. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam
dengan gaya bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi
sampai sangat tinggi. Bentuk longsor ini terjadi pada lereng yang
sangat curam ( >100%).
2. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume
besar akibat keruntuhan gesekan antara bongkahan bagian atas
dan bagian bawah tanah. Bentuk longsor ini umumnya terjadi
apabila terdapat bidang luncur pada kedalaman tertentu dan
tanah bagian atas dari bidang luncur tersebut telah jenuh air.
Sumber: diunduh dari:
Bentuk longsor yang terjadi di Indonesia:
(a) guguran, dan (b) peluncuran.
Sumber: diunduh dari: Main parts of a general landslide. (sumber:
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
Keterkaitan antara daerah aliran sungai (DAS) hulu, tengah, dan
hilir dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penggundulan hutan di DAS hulu atau zona tangkapan hujan akan mengurangi
resapan air hujan, dan karena itu akan memperbesar aliran permukaan. Aliran
permukaan adalah pemicu terjadinya longsor dan/atau erosi dengan mekanisme yang
berbeda.
2. Budidaya pertanian pada DAS tengah atau zona konservasi yang tidak tepat akan
memicu terjadinya longsor dan/atau erosi. Pengendalian aliran permukaan merupakan
kunci utama. Pada daerah yang tidak rawan longsor, memperbesar resapan air dan
sebagai konsekuensinya adalah memperkecil aliran permukaan merupakan pilihan
utama. Sebaliknya, jika daerah tersebut rawan longsor, aliran permukaan perlu
dialirkan sedemikian rupa sehingga tidak menjenuhi tanah dan tidak memberbesar
erosi.
3. Air yang meresap ke dalam lapisan tanah di zona tangkapan hujan dan konservasi akan
keluar berupa sumber-sumber air yang ditampung di badan-badan air seperti sungai,
danau, dan waduk untuk pembangkit listrik, irigasi, air minum, dan penggelontoran
kota.
. Toposekuen suatu DAS yang menunjukkan keterkaitan antara
DAS hulu, tengah, dan hilir (modifikasi dari Information Kit FAO,
1995).
FAKTOR TANAH-LONGSOR DAN EROSI
Faktor
Alam
Faktor
Manusia
Kondisi
Iklim
Faktor manusia
adalah semua
tindakan
manusia yang
dapat
mempercepat
terjadinya erosi
dan longsor.
Sifat
Tanah
Bahan
Induk Tanah
Elevasi
dan
Lereng
Sumber: diunduh dari:
Iklim - HUJAN
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjenuhi
tanah menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian erosi, air
limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi.
Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu
singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan
curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (> 1 jam). Namun curah
hujan yang sama tetapi berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan
longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air
yang meningkatkan massa tanah.
Intensitas hujan menentukan besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan
oleh kondisi jenuh tanah oleh air hujan dan keruntuhan gesekan bidang luncur.
Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi pada sebagian besar wilayah
Indonesia.
Kondisi ini berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi di wilayah
pegunungan yang lahannya didominasi oleh berbagai jenis tanah.
SIFAT TANAH: Kedalaman, tekstur dan struktur tanah
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah
menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan
laju penjenuhan tanah oleh air.
Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan
penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke
dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan
permukaan.
Pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air
hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi
aliran permukaan
Bahan induk tanah
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi
yang berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan longsor. Di daerah pegunungan,
bahan induk tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan volkanik, sedimen,
dan metamorfik.
Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat berkapur
atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan longsor. Batuan
volkanik umumnya tahan erosi dan longsor.
Salah satu ciri lahan peka longsor adalah adanya rekahan tanah selebar >2 cm
dan dalam >50 cm yang terjadi pada musim kemarau. Tanah tersebut mempunyai
sifat mengembang pada kondisi basah dan mengkerut pada kondisi kering, yang
disebabkan oleh tingginya kandungan mineral liat tipe 2:1 seperti yang dijumpai
pada tanah Grumusol (Vertisols).
Pada kedalaman tertentu dari tanah Podsolik atau Mediteran terdapat akumulasi
liat (argilik) yang pada kondisi jenuh air dapat juga berfungsi sebagai bidang
luncur pada kejadian longsor.
Sumber: diunduh dari:
Elevasi
Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas
permukaan laut.
Lahan pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas dataran
medium (350-700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl).
Elevasi berhubungan erat dengan jenis komoditas yang sesuai untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan.
Badan Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian di
atas 1000 m dpl dan lereng >45% sebagai kawasan usaha terbatas,
dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung.
Departemen Kehutanan menetapkan lahan dengan
ketinggian >2000 m dpl dan/atau lereng >40% sebagai
kawasan lindung.
Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi
dan longsor di lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin
besar dengan makin curamnya lereng.
Semakin curam lereng makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan
yang berpotensi menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga
menentukan besarnya longsor dan erosi.
Semakin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar.
Pada lereng >40% longsor sering terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh
gaya gravitasi.
1.
2.
3.
4.
5.
Kondisi wilayah/lereng dikelompokkan :
Datar : lereng <3%, dengan beda tinggi <2 m.
Berombak : lereng 3-8%, dengan beda tinggi 2–10 m.
Bergelombang : lereng 8-15%, dengan beda tinggi 10–50 m.
Berbukit : lereng15-30%, dengan beda tinggi 50–300 m.
Bergunung : lereng >30%, dengan beda tinggi >300 m.
Kemiringan dan panjang lereng mempengaruhi runoff yang terjadi
kalau hujan jatuh di permukaan lahan.
(sumber: http://www.uwsp.edu/geo/).
PENDUGAAN EROSI
Pendugaan erosi diperlukan untuk meramalkan besar erosi yang telah dan/atau
akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu. Selain itu
juga digunakan untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti luas yang
mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Pendugaan erosi dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan:
1. Pendekatan Laboratorium
Pendugaan erosi di laboratorium adalah dengan melakukan
pengukuran erosi tanah yang ditempatkan pada petak-petak kecil
dan diberi perlakuan hujan buatan (rainfall simulator).
Perilaku erosi di laboratorium tidak sama dengan keadaan alami di
lapangan. Namun demikian pengetahuan tentang erosi dapat
bertambah secara cepat, karena penelitian untuk mempelajari
dan/atau menduga erosi di laboratorium lebih mudah, lebih praktis,
sehingga dapat dilaksanakan setiap waktu.
PENDEKATAN LAPANGAN
Pengukuran erosi dapat dilakukan di lapangan dengan
menggunakan sistem petak kecil atau sistem petak besar.
Pendugaan erosi dengan menggunakan petak percobaan, memang
mendekati kondisi alami yang sebenarnya.
Cara ini membutuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu.
Untuk mengetahui laju dan jumlah erosi yang terjadi pada
berbagai jenis penggunaan lahan dan berbagai jenis
penggunaan tanaman pada berbagai jenis tanah dan topografi
(kemiringan dan panjang lereng) juga dibutuhkan biaya yang
sangat besar, tenaga kerja yang banyak, dan waktu yang
relatif lama.
Pendekatan Lapangan
Salah satu penyebab utama kerusakan tanah pertanian adalah erosi, selain
merusak lahan yang tererosi juga akan menimbulkan masalah lain di hilirnya
berupa pendangkalan sungai, saluran irigasi, waduk dan lain-lain. Penyebab
utama erosi lahan adalah air hujan dan limpasan pennukaan.
Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap erosi dan runoff adalah iklim, tanah,
topografi, kemiringan lereng, vegetasi dan kegiatan manusia.
Empat faktor pertama lebih banyak di tentukan oleh alam, sedangkan faktor
vegetasi dapat di atur oleh manusia.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi dan runoff adalah
pengaturan vegetasi penutup muka lahan.
Setiap jenis tanaman mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap erosi tanah dan limpasan permukaan, sehingga
perlu diketahui karakteristik jenis-jenis tanaman yang
ditanam oleh petani.
Pendekatan Gabungan
Pendekatan ini dilakukan melalui interprestasi data dengan
penginderaan jauh (remote sensing images) misalnya foto udara dan
citra satelit.
Dengan metode ini erosi bentang lahan pada areal yang luas dapat
dilakukan dengan mudah dan efektif.
Metode ini dapat terlaksana dengan baik bila tersedia sarana dan
prasarana yang memadai terutama peralatan untuk pemrosesan
citra (image processor) dan juga alat untuk interpretasi potret udara
meliputi stereoskop dari yang sederhana sampai yang lebih canggih.
Sumber: diunduh dari:
Pendekatan Permodelan:
MODEL PENDUGAAN EROSI
Model adalah “kumpulan hukum-hukum fisik dan atau pengamatan empirik yang ditulis
dalam bentuk persamaan-persamaan matematik dan dikombinasikan sedemikian rupa
untuk menghasilkan sekumpulan hasil berdasarkan pada sekumpulan kondisi yang sudah
diketahui atau diasumsikan”. Hubungan dengan erosi tanah, permodelan merupakan
penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi
partikel tanah di atas permukaan lahan (Nearing et al., 1994).
Ada dua macam model penduga erosi yang sekarang ini banyak dipakai yakni model
berbasis empirik (empirically based model) dan model berbasis proses (process based model).
Model berbasis empirik mengaitkan langsung keluaran dari model (output) dengan input
(misalnya penggunaan lahan, luas, dan lereng) dengan menggunakan model-model
statistik.
Model empirik umumnya membutuhkan lebih sedikit input dan perhitungan yang
lebih sederhana dibanding model berbasis proses (ICRAF, 2001; Schmitz dan
Tameling, 2000).
Umumnya model empirik ini memprediksi rata-rata tahunan aliran permukaan
dan erosi berdasarkan prediksi jangka panjang.
Model ini tidak mempertimbangkan distribusi spasial dari input parameter dan
interaksinya yang akan mempengaruhi output.
Model USLE
Pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan
matematika, yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978),
rumus ini pertama kali dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi
adalah fungsi erosivitas dan erodibilitas.
Rumus ini dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah
(PUKT) atau Universal Soil-Loss Equation (USLE).
Rumus ini digunakan di suatu wilayah dimana curah
hujan dan jenis tanahnya relatif sama sedangkan yang
beragam adalah faktor panjang lereng, kemiringan
lereng, serta pengelolaan lahan dan tanaman (L, S, P, C).
Model USLE
Rumus USLE tersebut adalah sebagai berikut (Wischmeir dan Smith, 1978):
A = R K LS C P
dimana :
A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilangan tanah atau erosi dalam hal ini hanya
terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak
termasuk sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar.
R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu, umumnya diwujudkan dalam bentuk indeks
erosi rata-rata (El). Faktor R juga merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang
dapat menyebabkan terjadinya erosi.
K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu, dan merupakan kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks
erosivitas tertentu. Faktor K adalah indeks erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya
partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan atau air larian.
L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya
kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft.
S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara
besarnya kehilangan tanah untuk tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk
kemiringan 9%.
C = Faktor pengelolaan (cara bercocok tanam) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan
antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya
kehilangan tanah pada keadaan tilled continuous fallow.
P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan
perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik
penanaman sejajar garis kontur, penanaman dengan teras, penanaman dalam larikan) dengan besarnya
kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.
FAKTOR-FAKTOR EROSI MENURUT USLE
Faktor Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas adalah kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi. Untuk
menentukan faktor erosivitas dapat diukur dengan menggunakan rumus yang
dipakai oleh Soemarwoto 1991 berikut:
R = 0,41 x H 1.09
dimana: R : Besarnya Erosivitas; H : Curah Hujan Tahunan.
Bols (1978) mengemukakan rumus untuk menghitung besarnya erosivitas hujan
dengan menggunakan ombrometer sederhana pada daerah tropika basah adalah
dengan memadukan parameter curah hujan bulanan dalam cm (Rb), jumlah hari
hujan (D) dan curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut (M)
dengan persamaan :
R = 6,119Rb1,21D-0,47M0,53
Sumber: diunduh dari:
Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi.
Faktor K (erodibiltas) merupakan faktor kepekaan erosi tanah yang
menyatakan kerawanan tanah terhadap erosi, dan dipengaruhi oleh
beberapa parameter fisik tanah yaitu ukuran partikel atau tekstur
tanah (M), struktur tanah (b), permeabilitas tanah (c) dan
kandungan bahan organik (a).
Penentuan nilai erodibilitas (K) suatu jenis tanah adalah
berdasarkan rumus:
100K = 1,2M1,14(10-4)(12-a)+ 3,25(b-2)+ 2,5(c-3)
Rumus ini dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith, (1978).
Sumber: diunduh dari:
Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
Dalam USLE faktor panjang dan kemiringan lereng digabung
menjadi satu. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume
limpasan permukaan, semakin curam suatu lereng persentase
kemiringan semakin tinggi sehingga makin cepat laju limpasan
permukaan.
Dengan singkatnya waktu infiltrasi, maka volume limpasan semakin
besar. Jadi dengan meningkatnya persentase kemiringan, erosi yang
terjadi juga semakin besar.
Untuk menghitung nilai LS digunakan rumus:
LS = √ L . (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138)
Keterangan: L = Panjang lereng (m); S = Kemiringan lereng (%)
Sumber: diunduh dari:
Untuk karakteristik DAS, kemiringan lereng pada setiap satuan lahan
perlu diklasifikasikan, klasifikasi kemiringan lereng adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Nilai Kemiringan Lereng
No
Nilai
Klasifikasi
1
Kelas
Lereng
I
0–8%
Datar
2
II
8 – 15 %
Landai
3
III
15 – 25 %
Agak cuiram
4
IV
25 – 45 %
Curam
5
V
>45 %
Sangat curam
Sumber: diunduh dari:
Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor C adalah faktor pengelolaan tanaman. Faktor pengelolaan
tanaman merupakan gabungan antara jenis tanaman, pengelolaan
sisa-sisa tanaman, tingkat kesuburan, dan waktu pengelolaan tanah.
Adanya tanaman dapat menekan laju limpasan permukaan dan
erosi.
Tanaman mampu mempengaruhi laju erosi karena:
1) adanya intersepsi air hujan oleh tajuk daun
2) adanya pengaruh terhadap limpasan permukaan.
3) adanya pengaruh terhadap sifat fisik tanah.
4) adanya peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.
Dengan adanya tanaman menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung
memukul massa tanah, tetapi terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman.
Selanjutnya tidak semua air hujan tersebut diteruskan ke permukaan tanah
karena sebagian akan mengalami evaporasi.
Kejadian ini akan mengurangi jumlah air yang sampai ke permukaan tanah yang
disebut hujan lolos tajuk.
Sumber: diunduh dari:
Tabel . Prakiraan Nilai C
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Macam Penggunaan
Tanah terbuka tanpa tanaman
Sawah
Tegalan tidak dispesifikan
Ubi kayu
Jagung
Kedelai
Kentang
Kacang Tanah
Padi
Tebu
Pisang
Akar wangi (sereh wangi)
Rumput bede (tahun pertama)
Rumput bede (tahun kedua)
Kopi dengan penutup tanah buruk
Sumber: diunduh dari:
Nilai Faktor C
1,000
0,010
0,700
0,800
0,700
0,399
0,400
0,200
0,561
0,200
0,600
0,400
0,287
0,002
0,200
Tabel . Prakiraan Nilai C
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Talas
Kebun campuran
- Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
- Kerapatan rendah
Perladangan
Hutan alam
- Seresah banyak
- Seresah sedikit
Hutan Produksi
- Tebang habis
- Tebang Pilih
Semak belukar/ padang rumput
Ubi kayu + kedelai
Ubi kayu + kacang tanah
Padi – Sorgun
Padi – kedelai
Kacang tanah + gude
Sumber: diunduh dari:
0,850
0,100
0,200
0,500
0,400
0,001
0,005
0,500
0,200
0,300
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
Tabel . Prakiraan Nilai C
27.
28.
Kacang tanah + Kacang tunggak
Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha
0,571
0,049
29.
Padi + mulsa jerami 4 ton/ ha
0,096
30.
Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ ha
0,128
31.
Kacang tanah + mulsa clotaria 3 ton/ ha
0,136
32.
Kacang tanah + mulsa kacang tunggak
0,259
33.
Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ ha
0,377
34.
Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ ha
0,387
35.
Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami
0,079
36.
Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman
0,357
37.
Alang-alang murni subur
0,001
38.
Karet *
0,200
39.
Permukiman **
0,500
. Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973 – 1981) tidak dipublikasikan
*) Morgan, 1987 dalam Rahim, 2000
*) Setya Nugraha, 1997
Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P)
Faktor P adalah faktor tindakan konservasi tanah.
Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk
membatasi semaksimal mungkin pengaruh erosi terhadap
lahan.
Untuk penilaian faktor P di lapangan akan lebih mudah
bila digabungkan dengan faktor C, sebab kenyataannya
kedua faktor tersebut berkaitan erat.
Faktor-faktor pada Model USLE (Model PUKT) masingmasing telah tersedia pada banyak referensi.
Tabel 3. Prakiraan Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi
Keterangan: 1) Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar dan keadaan
talud teras
No
Tindakan Konservasi Tanah
1.
Teras Bangku1)
Nilai P
Konstruksi Baik
0,04
Konstruksi Sedang
0,15
Konstruksi Kurang Baik
0,35
Teras Tradisional
0,40
2.
Strip tanaman rumput bahia
0,40
3.
Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur
4.
Kemiringan 0-8 %
0,50
Kemiringan 9-8 %
0,75
Kemiringan lebih dari 20 %
0,90
Tanpa tindakan konservasi
1,00
Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989: 259)
Konservasi Tanah dan Air
Erosi yang dipercepat (accelerated erosion) timbul sejak manusia
mengenal budidaya pertanian.
Erosi menjadi masalah sejak pengelolaan lahan dilakukan secara
lebih intensif, sehubungan dengan peningkatan kebutuhan sandang,
pangan, papan dan lainnya sejalan dengan pesatnya pertambahan
jumlah penduduk.
Sejak beberapa dekade yang lalu erosi diakui secara luas sebagai
suatu permasalahan global yang serius.
Menurut United Nations Environmental Program (UNEP),
produktivitas lahan seluas ± 20 juta ha setiap tahun mengalami
penurunan ke tingkat nol atau menjadi tidak ekonomis lagi
disebabkan oleh erosi atau degradasi yang disebabkan oleh erosi.
Sumber: diunduh dari:
KERUGIAN AKIBAT EROSI-TANAH
Penurunan produktivitas lahan akibat erosi-tanah,
merupakan on-site effect, sedangkan off-site effect dapat berupa
sedimentasi sungai, waduk, jaringan irigasi dan kerusakan
lainnya.
Di Amerika Serikat, kerusakan akibat erosi-tanah
secara nominal :
Kerusakan on-site berkisar antara US$ 500 juta US$ 1.2 milyar
Kerusakan off-site berkisar antara US$3.4 milyar US$ 13 milyar (Colacicco et al., 1989)
Di daerah tropis, potensi erosi-tanah snagat besar, sehingga
kerugian yang diakibatkannya juga snagat besar.
FAKTOR ALAMI PENYEBAB EROSI-TANAH
Karakteristik sumberdaya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erosi
tanah, terutama tiga faktor berikut:
(1) curah hujan yang tinggi, baik kuantitas maupun intensitasnya,
(2) lereng yang curam, dan
(3) tanah yang peka erosi, terutama terkait dengan genesa tanah.
Data BMG (1994) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayah Indonesia
memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500
mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah hujan tahunan < 2.000 mm.
Curah hujan merupakan faktor pendorong terjadinya erosi berat, dan mencakup
areal yang luas.
Lereng merupakan penyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan.
Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi
datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung.
Lahan datar (lereng < 3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat
wilayah Indonesia (Subagyo et al. 2000).
Lahan berlereng (> 3%) di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%).
Sumber: diunduh dari:
PERTANIAN YANG TIDAK KONSERVASI
Tingginya kebutuhan hasil-hasil pertanian menyebabkan tanaman semusim juga
dibudidayakan pada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan
untuk tanaman tahunan atau hutan.
Lahan kering datarberombak meliputi luas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani
2002), penggunaannya meliputi sektor-sektor pertanian, pemukiman, industri,
pertambangan.
Daya saing petani dan pertanian lahan kering jauh lebih rendah dibanding sektor
lainnya, sehingga pertanian terdesak ke lahan yang semakin curam.
Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanian yang
tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada beberapa sistem
perladangan berpindah.
Penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan
kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian
penting dari sistem pertaniannya.
FAKTOR KEBIJAKAN DAN SOSIAL - EKONOMI
Rendahnya adopsi teknologi konservasi bukan karena keterbatasan
teknologi, tetapi lebih kuat disebabkan oleh masalah nonteknis. Kondisi
seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara
lain.
Hudson (1980) menyatakan bahwa walaupun masih ada kekurangan
dalam teknologi konservasi dan masih ada ruang untuk perbaikan teknis,
hambatan yang lebih besar adalah masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Kebijakan dan perhatian pemerintah sangat menentukan efektivitas dan
keberhasilan upaya pengendalian degradasi tanah. Berbagai kebijakan
yang ada belum memadai dan efektif, baik dari segi kelembagaan maupun
pendanaan.
Selaras dengan tantangan yang dihadapi, selama ini prioritas utama
pembangunan pertanian lebih ditujukan pada peningkatan produksi dan
pertumbuhan ekonomi secara makro, sehingga aspek keberlanjutan dan
kelestarian sumber daya lahan agak tertinggalkan.
FAKTOR KEBIJAKAN DAN SOSIAL - EKONOMI
Selain kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masalah sosial
juga sering menghambat penerapan konservasi tanah, seperti sistem
kepemilikan dan hak atas lahan, fragmentasi lahan, sempitnya
lahan garapan petani, dan tekanan penduduk.
Kondisi ekonomi petani yang umumnya rendah sering menjadi
alasan bagi mereka untuk mengabaikan konservasi tanah.
Konversi lahan pertanian sering disebabkan oleh faktor ekonomi
petani, yang memaksa mereka menjual lahan walaupun
mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian.
Faktor alami, terjadinya kebakaran hutan dan lahan terutama
terkait dengan lemahnya peraturan dan sistem
perundangundangan.
Faktor teknis dan ekonomi juga menjadi pemicu utama kebakaran
hutan dan lahan dengan alasan mudah dan murah.
Strategi Konservasi Tanah dan Air
Upaya konservasi tanah dan air tidak dapat diserahkan hanya kepada inisiatif dan
kemampuan petani, karena berbagai keterbatasannya, terutama aspek ekonomi, selain
kurang memahami pentingnya konservasi. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat
penting dan menentukan. Demikian juga strategi yang dipilih untuk mensukseskan
implementasinya di lapangan sangat menentukan keberhasilan.
Strategi Konservasi Tanah dan Air meliputi lima hal:
Strategi 1. Penyiapan Teknologi Konservasi
Teknologi konservasi tanah yang tepat guna, berupa teknologi pengendalian erosi dan
longsor, sudah tersedia. Beberapa di antaranya telah dipublikasikan dalam berbagai
media cetak berupa buku, jurnal, dan prosiding.
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan dan menyusunnya dalam buku
teknologi atau menyediakan file elektronis, sehingga dapat diakses dengan mudah oleh
penyuluh dan calon pengguna lainnya.
Teknologi untuk mengendalikan pencemaran kimiawi, kebakaran hutan, polusi oleh
limbah pertambangan dan industri, serta konversi lahan masih perlu diteliti dan
dikembangkan lebih lanjut.
Strategi 2. Percepatan Diseminasi
Upaya penelitian konservasi tanah selama ini belum didukung oleh sistem
diseminasi yang handal.
Teknologi pengendalian erosi lebih banyak diterapkan pada proyek reboisasi dan
penghijauan yang dikelola oleh Departemen Kehutanan.
Sasaran utaman proyek tersebut adalah kawasan hutan, terutama pada DAS
bagian hulu, sedangkan konservasi wilayah pertanian hanya terbatas pada
penghijauan lahan pertanian di DAS hulu. Oleh karena itu, diperlukan
pembenahan terhadap materi, program, dan kelembagaan penyuluhan pertanian
di tingkat pusat dan daerah.
Untuk mendukung pembenahan ini, penelitian
konservasi tanah perlu diarahkan kepada pencarian
metode diseminasi teknologi yang tepat, di samping
penelitian teknologinya sendiri.
Strategi 2. Percepatan Diseminasi
PRIMA TANI: program Departemen Pertanian yang dapat dijadikan wadah
percepatan diseminasi teknologi konservasi TANAH dan AIR, yang salah satu
tujuannya adalah mempercepat diseminasi inovasi pertanian.
Prima Tani merupakan model pembangunan pedesaan yang mengintegrasikan
berbagai program pertanian, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
secara sinergis, yang juga bertujuan untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi desa berupa sumber daya manusia dan lahan. Jadi secara filosofis,
semangat Prima Tani sangat dekat dengan semangat konservasi sumber daya.
Oleh karena itu, melalui Prima Tani, teknologi konservasi tanah berpeluang
diterapkan di lahan petani sebagai percontohan.
Lebih jauh, Menteri Pertanian menganggap Prima tani sebagai suatu model
pembangunan pertanian yang berawal dari desa, dan merupakan tonggak baru
sejarah pembangunan pertanian.
Sumber: diunduh dari:
Strategi 2. Percepatan Diseminasi
Teknologi konservasi dapat pula didiseminasikan melalui peraturan,
seperti dengan penetapan Permentan 47 tahun 2006 tentang
Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan.
Dalam Permentan tersebut dengan tegas ditetapkan strategi dan
teknologi konservasi tanah dan air menurut karakteristik lahan dan
iklim secara spesifik lokasi.
Secara substansial, Permentan tersebut disusun dan
merupakan kristalisasi serta sari pati hasil
pembelajaran dari berbagai program penelitian dan
pengembangan konservasi sejak puluhan tahun yang
lalu.
Strategi 3. Reformasi Kelembagaan Konservasi Tanah
Semakin cepatnya laju degradasi lahan pertanian,
mengancam keberlanjutan dan produksi pertanian,
menuntut adanya kebijakan yang lebih tegas; misalnya
kebijakan posisi kelembagaan konservasi tanah.
Mandat konservasi tanah seyogianya dilaksanakan oleh
suatu kelembagaan yang powerfull.
Kelembagaan khusus yang bertugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang konservasi tanah, yang meliputi seluruh wilayah
Indonesia.
Strategi 4. Revitalisasi Program Konservasi Tanah
Program konservasi tanah selama ini dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan,
dengan nama Reboisasi dan Penghijauan. Kemudian digalakkan gerakan
masyarakat yang disebut Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Nasional
(Gerhan).
Hingga tahun 2006, untuk merehabilitasi lahan 2,1 juta ha digunakan anggaran
Rp 8,586 triliun atau Rp4 juta/ha, yang bersumber dari dana reboisasi
(Kartodihardjo 2006). Namun, hanya 2,1% dari anggaran tersebut yang
digunakan untuk pembuatan konstruksi teknis konservasi mekanis, seperti teras
dan saluran drainase, sehingga dampak program tersebut tampaknya belum
cukup berarti, terutama untuk konservasi lahan pertanian.
Program konservasi lahan pertanian dikelola oleh kelembagaan konservasi di
Kementerian Pertanian yang disinergikan dengan program Dinas Pertanian di
provinsi dan kabupaten.
Konservasi lahan pertanian akan mendapat perhatian lebih besar, dan
Kementerian Kehutanan dapat fokus pada penanganan konservasi lahan di
kawasan hutan.
Sumber: diunduh dari:
Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung
Upaya konservasi lahan pertanian perlu didukung perbaikan perencanaan dan
implementasi programnya, antara lain berupa program sebagai berikut.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pedesaan telah mengenal
beberapa jenis fungsi lahan pertanian, yaitu penghasil produk pertanian,
pemelihara pasokan air tanah, pengendali banjir, dan penyedia lapangan kerja.
Padahal sebenarnya fungsi lahan pertanian bagi kemanusiaan banyak sekali.
Sehubungan dengan hal tersebut, penggalakan konservasi tanah harus meliputi
pula advokasi pentingnya pertanian beserta fungsi gandanya.
Dalam jangka pendek, promosi dapat dilakukan melalui seminar dan simposium
serta media cetak dan elektronis. Dalam jangka panjang, sasaran advokasi bukan
saja masyarakat umum, tetapi juga pelajar dan mahasiswa melalui kurikulum
pokok dan ekstra-kurikuler.
Sumber: diunduh dari:
Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung
Penguatan Kelembagaan Penyuluhan
Kondisi kelembagaan penyuluhan saat ini kurang kondusif untuk
pembangunan pertanian secara umum, lebih-lebih untuk pengembangan
konservasi tanah.
Hal ini terjadi terutama setelah diberlakukannya UU No. 32/2004 tentang
otonomi daerah, yang antara lain mengalihkan pengelolaan urusan
penyuluhan pertanian dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Kabupaten. Namun dengan diterbitkannya UU No 16/2006 tentang
penyuluhan diharapkan fungsi penyuluhan akan lebih baik, apalagi
dengan digabungnya penyuluhan pertanian, perkebunan, dan peternakan
dalam satu wadah.
Salah satu hal yang perlu diupayakan adalah pengadaan tenaga penyuluh
konservasi tanah lapangan yang terlatih dan dibekali pengetahuan dan
teknologi konservasi yang memadai.
Sumber: diunduh dari:
Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung
Penegakan Peraturan-perundangan
Peraturan-perundangan tentang konservasi tanah dan air sudah banyak
dibuat pada berbagai tingkatan.
Berbagai peraturan/perundangan yang berkaitan dengan masalah
kerusakan lahan pertanian, terutama konversi lahan ke nonpertanian,
sudah banyak diberlakukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri, dan Peraturan Daerah. Masalah yang mengemuka
adalah lemahnya penegakan hukum terutama karena penerapan lawenforcement yang kurang tegas.
Advokasi Penanggung Jawab
Advokasi secara intensif kepada masyarakat luas dilakukan untuk menjelaskan
bahwa penyelamatan sumber daya lahan dan lingkungan bukan hanya tugas
pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh warga masyarakat.
METODE
PENDUGAAN
RISIKO EROSI
Applicability of various
Erosion Risk Assessment Methods
for Engineering Purposes
D-r Ivan Blinkov1, Full Professor
D-r Stanimir Kostadinov2, Full Professor
BALWOIS - Ohrid, Macedonia 25-29.5.2010
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Pendahuluan
1. Bahaya (Hazard): Situasi yg mengandung tingkat
ancaman tertentu bagi kehidupan, kesehatan,
property atau lingkungan.
2. Risiko: Peluang efek buruk dalam suatu sistem yang
menghadapi ancaman.
3. Pendugaan Risiko: Proses menghitung atau
estimasi risiko bagi suatu sistem, setelah
menghadapi suatu ancaman tertentu.
4. Kerentanan (Vulnerability): kemampuan
menghadapi kerusakan.
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Pendahuluan
Erosi-tanah dianggap sebagai salah satu
ancaman serius bagi kelestarian
sumberdaya tanah di penjuru dunia
(Communication on Soil Protection –
“Towards a Thematic Strategy for Soil
Protection”, CEC, 2002).
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Pendahuluan
1. Berbagai metode pendugaan risiko erosi telah digunakan
di penjuru dunia.
2. Umumnya, ada tiga tipe pendekatan untuk identifikasi
area risiko (Eckelmann et al., 2006): Pendekatan
kualitatif, Pendekatan kuantitatif, dan Pendekatan
Model,
3. Metode-medote ini beragam karakteristik dan
aplikasinya.
4. Semua metode ini disempurnakan dengan
memanfaatkan data geospatial yg didukung oleh
teknologi GIS.
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
References
• Grimm. M., R.J.A.Jones, Montanarella L., 2002 Soil erosion risk
assessment in Europe, EC, ESB, JRC, 2002 (revised)
• Graedts, L., Rectala-Boix. L., Ano-Vidal. C., Ritsema J. 2006, Risk
Assessment methods of Soil Erosin by water, RAMSOIL FP6 project,
EC, report, 2006
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Landasan Teori
Kerusakan akibat erosi berdampak pada berbagai sektor
pembangunan.
Kerusakan erosi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok:
: Efek internal (on-site) dan Efek eksternal (off-site).
• Kerusakan On-site (Kehilangan tanah, Kehilangan hara,
Degradasi bentang lahan, Gangguan rezim hidrologis…..)
• Kerusakan Off-site (Sedimentasi, Siltasi pada waduk, Banjir,
Pencemaran air.)
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
METODE PENDUGAAN RISIKO EROSI
1. RIVM
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
(1992): ……..
CORINE approach (EEA-1985): ……..
The Hot Spots approach (EEA – 2000: Based on previous maps by FavisMortlock and Boardman, 1999; de Ploey, 1989, and other data);
USLE method : Universal Soil Loss Equation - Wischmeier & Smith,
1978).
The INRA: ………
PESERA approach (Gobin et al. -1999): …………..
EUROSEM: The European Soil Erosion Model (Morgan et al., 1998),
USEM: Limburg Soil Erosion Model (De Roo et al., 1996a and 1996b;
Takken et al., 1999),
WEPP : Water Erosion Prediction Project
KINEROS: …………..
EPM: Erosion Potential Model established by Gavrilovic (1972),
CREAMS (Knisel,1980; Foster et al., 1981): …………….
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Pentingnya Risiko Erosi
1. Pengelolaan air: Pembangunan yg direncanakan
sebelumnya, distribusi dan penggunaan sumberdaya air.
2. Pengelolaan air banyak berkepentingan pada kerusakan
“on-site” akibat erosi fluvial (terutama pada tebing
sungai), erosi abrasif dan kerusakan “off-site” (intensitas
muatan sedimen tahunan yg memasuki sungai, intensitas
siltasi waduk, kuantitas sedimen yg diendapkan di bagian
bawah (muara).
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Land
Use/Cover
Relief
Soil /
Rocks
Vegetation
Erodibility
Erosion Risk
Climate
• Pengelolaan DAS :
the planned use of
drainage basins in
accordance with
predetermined
objectives. Watershed
management consist
of: analysis,
protection,
development,
operation or
maintenance of the
land, vegetation, &
water resources of a
drainage basin for the
conservation of all its
resources for the
benefit of its
residents.
• Ini sektor paling
komprehensif yg
memperhatikan
semua tipe erosi.
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Evaluasi berbagai ERAM tergantung pada:
• Melaksanakan berbagai tugas (Pendugana pola risiko erosi;
identification of high risk areas; identification of hot spots; location of
depositional and major concentrated flow areas; detailed erosion and
deposition pattern and effects of conservation measure; Dampak
erosi pada jalan)
• Sekala (petakan lahan; DAS kecil; DAS besar)
• Solusi berbagai tipe erosi (erosi permukaan; rill erosion; gully
erosion; fluvial erosion; Tanah longsor; Deposisi)
• Sektor terkait (Pertanian, Kehutanan, Manajemen Air; Manajemen
DAS)
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
WEPP
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Estimation of
total transported
material
detailed impact of
erosion on roads
(on-site)
effects of
conservation
measures
and deposition
pattern
location of
depositional and
major
concentrated flow
areas
detailed
erosion
identification of
hot spots
identification of
high risk areas
assessment of
average pattern of
erosion risk
Evaluasi berbagai ERAM tgt pada “fulfilling” berbagai tugas
USLE
+
+
+
+
PESERA
+
KINEROS
+
+
+
+
EUROSEM
+
+
+
+
+
+
WEPP
+
+
+
+
+
+
+
EPM
+
+ metode+yg paling+ komprehensif:
+
+ EUROSEM
+dan
Dari sudut pandang
ini,
EPM,
Evaluasi berbagai ERAM tgt pada sekala
Method (Model)
USLE
(MUSLE,RUSLE)
PESERA
KINEROS
EUROSEM
WEPP
EPM
On field
(parcel)
+
+
+
+
-
Small
Large
watershed watershed
+
-
+
+
+
+
+
+
notice
On - site
damages - yes;
Off - site
damages - no
Grid 1km
Tidak ada satu metode yg dapat dipakai untuk semua sekala. Banyak
metode berguna untuk analisis-lapangan atau DAS kecil.
Metode EPM hanya untuk sekala DAS.
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Evaluasi berbagai ERAM tgt pd solusi berbagai tipe
erosi
Metode
(Model)
Rosi permukaan
Erosi
alur/parit
Erosi
Jurang
Erosi
Fluvial
Tnh
Longsor
Deposisi
USLE
+
+
-
-
-
-
PESERA
+
-
-
-
-
-
KINEROS
+
+
-
+
-
?
EUROSE
M
+
+
+
+
-
+
WEPP
+
+
-
-
-
+
EPM
+
+
+
+
+
+
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Evaluasi berbagai ERAM tgt pada Sektor terkait
Metode (Model)
USLE
Pertanian
Kehutanan Manajemen Manajemen
Air
DAS
+++
+
PESERA
>+<
-
-
-
KINEROS
>+<
+
+
-
EUROSEM
+
+
+
+
WEPP
++
+
-
-
EPM
-
+
+
+
Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010
Lapisan topsoil menjadi tipis karena erosi-tanah
Sumber: Louis Philor & Samira H. Daroub . 2011. Erosion Impacts on Soil and Environmental Quality: Vertisols
in the Highlands Region of Ethiopia. University of Florida . Soil and Water Science Department.
Sumber:
Download