BAHAN KAJIAN MK. Dasar Ilmu Tanah EROSI TANAH www.marno.lecture.ub.ac.id EROSI TANAH Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, “rayapan” pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup seperti hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, pelapukan merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. EROSI TANAH Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Praktek tata guna lahan yang intensif dapat membatasi erosi, menggunakan teknik terrasering, praktek konservasi lahan dan penanaman pohon permanen. DAMPAK EROSI TANAH Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Sumber: diunduh dari: FAKTOR-FAKTOR EROSI TANAH Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia. Sumber: diunduh dari: Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih banyak erosinya. Tanah yang kaya kandungan pasir atau debu, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. Porositas dan permeabilitas tanah berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Tanah yang mengandung banyak liat cenderung lebih mudah tererosi daripada pasir atau debu. Sumber: diunduh dari: TUTUPAN LAHAN Jumlah dan tipe tutupan lahan sangat dinamis. Pada lahan hutan yang tak terjamah, “tanah” dilindungi oleh seresah-hutan di permukaan tanah. Lapisan seresah-hutan melindungi muka-tanah dengan meredam dampak tetesan hujan; lapisan serasah ini bersifat porus dan mudah meresapkan air hujan (infiltrasi), sehingga runoff minimum. Apabila Pepohonan dihilangkan (kebakaran atau penebangan), runoff menjadi banyak dan erosi menjadi lebih intensif. Kebakaran hutan yang parah mengakibatkan peningkatan runoff dan erosi tanah. TUTUPAN LAHAN Kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan. Topsoil dihilangkan atau dipadatkan, tanah mudah tererosi. Adanya jalan --------Menghilangkan tutupan lahan, Menghambat infiltrasi, Mengubah pola drainase Erosi tanah (soil erosion) Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan. Erosi tanah berubah menjadi bahaya jika prosesnya berlangsung lebih cepat dari laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur akan menipiskan tanah, bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan induk tanah atau batuan dasar ke permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya merusak lahan daerah hulu (upland) yang terkena erosi langsung, tetapi juga berbahaya bagi daerah hilir (lowland). Material tanah (hasil erosi) yang diendapkan di hilir berakibat buruk thd bangunan atau tubuh-alam penyimpanan /penyalur air , pendangkalan dapat berakibat kapasitas tampung menurun. Oleh karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus menjadi bagian yang utama dari setiap rencana penggunaan lahan. PENYEBAB EROSI TANAH Erosi tanah dapat terjadi karena beberapa sebab : 1. Tanah gundul atau tidak ada tanamannya; 2. Tanah miring tidak dibuat teras–teras dan guludan sebagai penyangga air dan tanah yang lurus; 3. Tanah tidak dibuat tanggul pasangan sebagai penahan erosi; 4. Pada tanah di kawasan hutan rusak karena pohon–pohon ditebang secara liar sehingga hutan menjadi gundul; 5. Pada permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk pengembalaan liar sehingga tanah atas semakin rusak. Sumber: diunduh dari: Proses terjadinya Erosi dan Sedimentasi Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah (detached) dan kemudian tanah tersebut dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah disebabkan oleh air. Di daerah beriklim tropika basah, aliran merupakan penyebab utama erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan : 1. Pengelupasan (detachment), 2. Pengangkutan (transportation), dan 3. Pengendapan (sedimentation). EROSI-TANAH OLEH AIR Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butirbutir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang, dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan, dan Penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah. Secara skematis proses terjadinya erosi diperlihatkan pada bagan berikut ini. Sumber: diunduh dari: Skema proses terjadinya Erosi Tanah (Arsyad, 1989) Penghancuran tanah oleh energi kinetik hujan Pemindahan butir-butir tanah oleh percikan hujan Butir-butir tanah yg terlepas Butir-butir tanah yg terlepas Sumber: diunduh dari: Pengangkut an oleh air yg mengalir EROSI TANAH OLEH AIR HUJAN Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin panjang lereng permukaan tanah. Gaya-gaya yang terlibat dalam proses erosi. Erosion is caused by rainfall, which displaces soil particles on inadequately protected areas and by water running over soil, carrying some soil particles away in the process. The rate of soil particle removal is proportional to the intensity and duration of the rainfall and to the volume and characteristics of the water flow and soil properties. Deposisi sedimen terjadi kalau kecepatan aliran air menurun dan kapasitas transpor air yg mengalir tidak cukup kuat untuk mengangkut semua muatan sedimen. (sumber: http://onlinemanuals.txdot.gov/txdotmanuals/hyd/soil_erosion_control_considerations.htm) Hujan – vegetasi - erosi Tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan angkut aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak. Hubungan antara erosi oleh hujan di daerah tangkapan dan besarnya sedimentasi yang terpantau di aliran sungai di bagian bawah daerah tangkapan air tersebut erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS. Hujan sebagai masukan dalam sistem hidrologi DAS setelah mengalami proses akan menghasilkan keluaran berupa debit aliran dan muatan sedimen. Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran dalam sistem hidrologi DAS terkait satu sama lain. Output DAS dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi. . Keterkaitan hujan, runoff, erosi dan debit sungai (sumber: http://nicholasmahendra.files.wordpress.com) EROSI TANAH - MUATAN SEDIMEN Tetesan hujan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya memasuki aliran sungai menjadi muatan sedimen Air Hujan : Infiltrasi ke dalam tanah, Aliran permukaan Air hujan menjadi aliran permukaan (overland flow) mengikis dan mengangkut partikel tanah memasuki aliran aliran. Faktor fisik DAS: lereng, tanah, vegetasi, landuse Output: Aliran sungai : Transport sedimen Erosi tebing sungai Sumber: diunduh dari: Debit aliran, Muatan sedimen, Unsur hara. MUATAN SEDIMEN Berdasarkan transportasinya, muatan sedimen dibagi dua yaitu: MUATAN DASAR: partikel yang bergerak pada dasar sungai atau dekat dasar sungai dengan pergerakan meloncat, menggelinding atau bergeser pada dasar sungai. MUATAN SUSPENSI: Partikel yang melayang dalam air, bergerak disebabkan oleh aliran turbulen. Sumber: diunduh dari: Muatan suspensi (suspended load) Muatan suspensi (suspended load) merupakan material yang melayang dalam aliran sungai, minim berinteraksi dengan dasar sungai karena didorong ke atas oleh turbulensi aliran. Penentuan muatan suspensi : Pengambilan sampel, Penyaringan, Penimbangan, Kadar suspensi, dan Perhitungan debit suspensi. Metode pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara: Depth integrating , atau Point integrating. MUATAN SUSPENSI - SUSPENDED LOADS Partikel muatan suspensi bergerak melayang dalam aliran yang turbulen. Pada aliran yang laminer, konsentrasinya akan berkurang dari waktu ke waktu seiring berkurangnya kecepatan aliran, dan akan diendapkan pada suatu tempat. Dengan demikian dimungkinkan terdapat hubungan antara debit aliran dengan kadar muatan suspensi, serta secara lanjut terdapat hubungan antara debit aliran dengan debit suspensi. Hubungan antara debit aliran dengan debit suspensi dapat berupa kurva lengkung suspensi (suspended rating curve). Kurva lengkung suspensi (suspended rating curve) ini digunakan dalam perhitungan debit muatan suspensi pada saat tidak ada pengukuran. Debit muatan suspensi dapat ditentukan dengan persamaan lengkung suspensi yang dihasilkan dari kurva melalui regresi kurva berpangkat (power curve). Hasil penentuan debit suspensi digunakan untuk menentukan berat suspensi total (Sy). Muatan suspensi (suspended load) Muatan suspensi dipengaruhi oleh: Tebal hujan (P) , Debit puncak (Qp), Volume direct runoff (DRO) Hujan menentukan proses erosi-tanah, energi kinetik tetesan-hujan menghancurkan agregat tanah. Karakteristik aliran air: Energi pengangkut partikel tanah hasil erosi. Besarnya muatan suspensi menjadi indikator intensitas erosi tanah di daerah aliran sungai Jenis-jenis Erosi oleh Air 1. Pelarutan. Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah tanah. 2. Erosi percikan (splash erosion). Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di bawahnya. Rain splash erosion is caused by the impact of water striking the surface. Rain splash erosion generally takes place in two steps. As precipitation is absorbed by the surface it fills the pore spaces, loosening soil particles and driving them apart. The impact of subsequent rain drops hitting the surface splash the particle away from the point of impact. The effect is to give the surface a dimpled-like appearance. EROSI PERCIK (PERCIKAN AIR HUJAN) Raindrop erosion is a result of rain splash - the direct impact of falling drops of rain on soil particles. The raindrop dislodges soil particles, making them more susceptible to movement by overland water flow. The loosened particles that are not washed away can form a muddy slick that clogs pores in the ground surface. The sealed surface further reduces inflitration and increase runoff. The magnitude of soil loss resulting from rain splash can best be seen on a gravelly or stony soil. (sumber: http://www.vbco.org/planningeduc0042.asp) Erosi lembar (sheet erosion) – Erosi Permukaan Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis. Surface runoff forms when the rainfall intensity of a storm exceeds the infiltration capacity of the soil. Sheet erosion is caused by the unconfined flow of water running across the surface. The effects of sheet erosion are often hard to distinguish because such thin layers of soil are being removed. It isn't until several years later that significant degradation is perceived. EROSI PERMUKAAN (SHEET EROSION) Erosi tanah ini dicirikan oleh pengangkutan partikel tanah menuruni lereng dalam selapis tipis air runoff. Erosi ini terjadi kalau seluruh permukaan lahan terkikis secara seragam. Proses erosi ini bertahap dan kehilangan tanah tidak mudah dilihat. (sumber: http://www.nda.agric.za/docs/ero sion/erosion.htm) Sumber: diunduh dari: Erosi Alur (rill erosion) Proses erosi ini dimulai dengan genangan-genangan kecil setempatsetempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Rill erosion is caused by water concentrating into innumerable, closely-spaced small channels. Left unchecked, rills can cut vertically and horizontally and when joined form gullies. Rill erosion refers to the development of small, ephemeral concentrated flow paths, which function as both sediment source and sediment delivery systems for erosion on hillslopes. Generally, where water erosion rates on disturbed upland areas are greatest, rills are active. Flow depths in rills are typically on the order of a few centimeters or less and slopes may be quite steep. These conditions constitute a very different hydraulic environment than typically found in channels of streams and rivers. Eroding rills evolve morphologically in time and space. The rill bed surface changes as soil erodes, which in turn alters the hydraulics of the flow. Erosi Jurang (gully erosion) Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur. Alur – alur terus menerus digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur itu menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa. Gullies are steep-sided trenches formed by the coalescence of many rills. Once started they are difficult to stop. Gully erosion, also called ephemeral gully erosion, occurs when water flows in narrow channels during or immediately after heavy rains. A gully is sufficiently deep that it would not be routinely destroyed by tillage operations, whereas rill erosion is smoothed by ordinary farm tillage. The narrow channels, or gullies, may be of considerable depth, ranging from 1 to 2 feet (0.61 m) to as much as 75 to 100 feet (30 m). Tipe-tipe erosi permukaan (sumber: http://www.ecy.w a.gov/programs) Sumber: diunduh dari: Erosi parit (channel erosion) Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dindingdinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing di atasnya dapat runtuh ke dasar parit. Gejala meander aliran-sungai dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu. . Stream dan channel erosion disebabkan oleh peningkatan volume dan kecepatan aliran air runoff dan aliran air sungai (sumber: http://www.civil.ryerson.ca/stormwater/) Empat tipe erosi tanah pada lereng yang terbuka (sumber: http://www.cep.unep.org/) Tanah Longsor Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di bagian bawah tanah terdapat lapisan yang licin dan kedap air (sukar ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah diatasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor. Sumber: diunduh dari: Main parts of a general landslide. (sumber: Kepekaan Tanah terhadap Erosi dan Longsor Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil keputusan, penanggung jawab lapangan, teknisi, penyuluh dan organisasi kemasyarakatan dalam menyusun program dan melaksanakan teknik penanggulangan longsor dan erosi di daerah kewenangannya. Longsor dan erosi merupakan proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Proses tersebut melalui tiga tahapan, yaitu pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan pengendapan. Perbedaan fenomena longsor dan erosi adalah volume tanah yang dipindahkan, waktu yang dibutuhkan, dan kerusakan yang ditimbulkan. Longsor memindahkan massa tanah dengan volume yang besar, adakalanya disertai oleh batuan dan pepohonan, dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan erosi tanah adalah memindahkan partikel-partikel tanah dengan volume yang relatif lebih kecil pada setiap kali kejadian dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah pegunungan adalah: 1. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam dengan gaya bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai sangat tinggi. Bentuk longsor ini terjadi pada lereng yang sangat curam ( >100%). 2. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar akibat keruntuhan gesekan antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah tanah. Bentuk longsor ini umumnya terjadi apabila terdapat bidang luncur pada kedalaman tertentu dan tanah bagian atas dari bidang luncur tersebut telah jenuh air. Sumber: diunduh dari: Bentuk longsor yang terjadi di Indonesia: (a) guguran, dan (b) peluncuran. Sumber: diunduh dari: Main parts of a general landslide. (sumber: DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) Keterkaitan antara daerah aliran sungai (DAS) hulu, tengah, dan hilir dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penggundulan hutan di DAS hulu atau zona tangkapan hujan akan mengurangi resapan air hujan, dan karena itu akan memperbesar aliran permukaan. Aliran permukaan adalah pemicu terjadinya longsor dan/atau erosi dengan mekanisme yang berbeda. 2. Budidaya pertanian pada DAS tengah atau zona konservasi yang tidak tepat akan memicu terjadinya longsor dan/atau erosi. Pengendalian aliran permukaan merupakan kunci utama. Pada daerah yang tidak rawan longsor, memperbesar resapan air dan sebagai konsekuensinya adalah memperkecil aliran permukaan merupakan pilihan utama. Sebaliknya, jika daerah tersebut rawan longsor, aliran permukaan perlu dialirkan sedemikian rupa sehingga tidak menjenuhi tanah dan tidak memberbesar erosi. 3. Air yang meresap ke dalam lapisan tanah di zona tangkapan hujan dan konservasi akan keluar berupa sumber-sumber air yang ditampung di badan-badan air seperti sungai, danau, dan waduk untuk pembangkit listrik, irigasi, air minum, dan penggelontoran kota. . Toposekuen suatu DAS yang menunjukkan keterkaitan antara DAS hulu, tengah, dan hilir (modifikasi dari Information Kit FAO, 1995). FAKTOR TANAH-LONGSOR DAN EROSI Faktor Alam Faktor Manusia Kondisi Iklim Faktor manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan longsor. Sifat Tanah Bahan Induk Tanah Elevasi dan Lereng Sumber: diunduh dari: Iklim - HUJAN Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap kejadian longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjenuhi tanah menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian erosi, air limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi. Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (> 1 jam). Namun curah hujan yang sama tetapi berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah. Intensitas hujan menentukan besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan oleh kondisi jenuh tanah oleh air hujan dan keruntuhan gesekan bidang luncur. Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi di wilayah pegunungan yang lahannya didominasi oleh berbagai jenis tanah. SIFAT TANAH: Kedalaman, tekstur dan struktur tanah Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan Bahan induk tanah Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan metamorfik. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat berkapur atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan longsor. Batuan volkanik umumnya tahan erosi dan longsor. Salah satu ciri lahan peka longsor adalah adanya rekahan tanah selebar >2 cm dan dalam >50 cm yang terjadi pada musim kemarau. Tanah tersebut mempunyai sifat mengembang pada kondisi basah dan mengkerut pada kondisi kering, yang disebabkan oleh tingginya kandungan mineral liat tipe 2:1 seperti yang dijumpai pada tanah Grumusol (Vertisols). Pada kedalaman tertentu dari tanah Podsolik atau Mediteran terdapat akumulasi liat (argilik) yang pada kondisi jenuh air dapat juga berfungsi sebagai bidang luncur pada kejadian longsor. Sumber: diunduh dari: Elevasi Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut. Lahan pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas dataran medium (350-700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl). Elevasi berhubungan erat dengan jenis komoditas yang sesuai untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Badan Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian di atas 1000 m dpl dan lereng >45% sebagai kawasan usaha terbatas, dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. Departemen Kehutanan menetapkan lahan dengan ketinggian >2000 m dpl dan/atau lereng >40% sebagai kawasan lindung. Lereng Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi dan longsor di lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin besar dengan makin curamnya lereng. Semakin curam lereng makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor dan erosi. Semakin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar. Pada lereng >40% longsor sering terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi. 1. 2. 3. 4. 5. Kondisi wilayah/lereng dikelompokkan : Datar : lereng <3%, dengan beda tinggi <2 m. Berombak : lereng 3-8%, dengan beda tinggi 2–10 m. Bergelombang : lereng 8-15%, dengan beda tinggi 10–50 m. Berbukit : lereng15-30%, dengan beda tinggi 50–300 m. Bergunung : lereng >30%, dengan beda tinggi >300 m. Kemiringan dan panjang lereng mempengaruhi runoff yang terjadi kalau hujan jatuh di permukaan lahan. (sumber: http://www.uwsp.edu/geo/). PENDUGAAN EROSI Pendugaan erosi diperlukan untuk meramalkan besar erosi yang telah dan/atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu. Selain itu juga digunakan untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti luas yang mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Pendugaan erosi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan: 1. Pendekatan Laboratorium Pendugaan erosi di laboratorium adalah dengan melakukan pengukuran erosi tanah yang ditempatkan pada petak-petak kecil dan diberi perlakuan hujan buatan (rainfall simulator). Perilaku erosi di laboratorium tidak sama dengan keadaan alami di lapangan. Namun demikian pengetahuan tentang erosi dapat bertambah secara cepat, karena penelitian untuk mempelajari dan/atau menduga erosi di laboratorium lebih mudah, lebih praktis, sehingga dapat dilaksanakan setiap waktu. PENDEKATAN LAPANGAN Pengukuran erosi dapat dilakukan di lapangan dengan menggunakan sistem petak kecil atau sistem petak besar. Pendugaan erosi dengan menggunakan petak percobaan, memang mendekati kondisi alami yang sebenarnya. Cara ini membutuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu. Untuk mengetahui laju dan jumlah erosi yang terjadi pada berbagai jenis penggunaan lahan dan berbagai jenis penggunaan tanaman pada berbagai jenis tanah dan topografi (kemiringan dan panjang lereng) juga dibutuhkan biaya yang sangat besar, tenaga kerja yang banyak, dan waktu yang relatif lama. Pendekatan Lapangan Salah satu penyebab utama kerusakan tanah pertanian adalah erosi, selain merusak lahan yang tererosi juga akan menimbulkan masalah lain di hilirnya berupa pendangkalan sungai, saluran irigasi, waduk dan lain-lain. Penyebab utama erosi lahan adalah air hujan dan limpasan pennukaan. Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap erosi dan runoff adalah iklim, tanah, topografi, kemiringan lereng, vegetasi dan kegiatan manusia. Empat faktor pertama lebih banyak di tentukan oleh alam, sedangkan faktor vegetasi dapat di atur oleh manusia. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi dan runoff adalah pengaturan vegetasi penutup muka lahan. Setiap jenis tanaman mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap erosi tanah dan limpasan permukaan, sehingga perlu diketahui karakteristik jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh petani. Pendekatan Gabungan Pendekatan ini dilakukan melalui interprestasi data dengan penginderaan jauh (remote sensing images) misalnya foto udara dan citra satelit. Dengan metode ini erosi bentang lahan pada areal yang luas dapat dilakukan dengan mudah dan efektif. Metode ini dapat terlaksana dengan baik bila tersedia sarana dan prasarana yang memadai terutama peralatan untuk pemrosesan citra (image processor) dan juga alat untuk interpretasi potret udara meliputi stereoskop dari yang sederhana sampai yang lebih canggih. Sumber: diunduh dari: Pendekatan Permodelan: MODEL PENDUGAAN EROSI Model adalah “kumpulan hukum-hukum fisik dan atau pengamatan empirik yang ditulis dalam bentuk persamaan-persamaan matematik dan dikombinasikan sedemikian rupa untuk menghasilkan sekumpulan hasil berdasarkan pada sekumpulan kondisi yang sudah diketahui atau diasumsikan”. Hubungan dengan erosi tanah, permodelan merupakan penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas permukaan lahan (Nearing et al., 1994). Ada dua macam model penduga erosi yang sekarang ini banyak dipakai yakni model berbasis empirik (empirically based model) dan model berbasis proses (process based model). Model berbasis empirik mengaitkan langsung keluaran dari model (output) dengan input (misalnya penggunaan lahan, luas, dan lereng) dengan menggunakan model-model statistik. Model empirik umumnya membutuhkan lebih sedikit input dan perhitungan yang lebih sederhana dibanding model berbasis proses (ICRAF, 2001; Schmitz dan Tameling, 2000). Umumnya model empirik ini memprediksi rata-rata tahunan aliran permukaan dan erosi berdasarkan prediksi jangka panjang. Model ini tidak mempertimbangkan distribusi spasial dari input parameter dan interaksinya yang akan mempengaruhi output. Model USLE Pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan matematika, yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978), rumus ini pertama kali dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi adalah fungsi erosivitas dan erodibilitas. Rumus ini dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau Universal Soil-Loss Equation (USLE). Rumus ini digunakan di suatu wilayah dimana curah hujan dan jenis tanahnya relatif sama sedangkan yang beragam adalah faktor panjang lereng, kemiringan lereng, serta pengelolaan lahan dan tanaman (L, S, P, C). Model USLE Rumus USLE tersebut adalah sebagai berikut (Wischmeir dan Smith, 1978): A = R K LS C P dimana : A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilangan tanah atau erosi dalam hal ini hanya terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak termasuk sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar. R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu, umumnya diwujudkan dalam bentuk indeks erosi rata-rata (El). Faktor R juga merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu, dan merupakan kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks erosivitas tertentu. Faktor K adalah indeks erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan atau air larian. L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft. S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk kemiringan 9%. C = Faktor pengelolaan (cara bercocok tanam) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya kehilangan tanah pada keadaan tilled continuous fallow. P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik penanaman sejajar garis kontur, penanaman dengan teras, penanaman dalam larikan) dengan besarnya kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur. FAKTOR-FAKTOR EROSI MENURUT USLE Faktor Erosivitas Hujan (R) Erosivitas adalah kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi. Untuk menentukan faktor erosivitas dapat diukur dengan menggunakan rumus yang dipakai oleh Soemarwoto 1991 berikut: R = 0,41 x H 1.09 dimana: R : Besarnya Erosivitas; H : Curah Hujan Tahunan. Bols (1978) mengemukakan rumus untuk menghitung besarnya erosivitas hujan dengan menggunakan ombrometer sederhana pada daerah tropika basah adalah dengan memadukan parameter curah hujan bulanan dalam cm (Rb), jumlah hari hujan (D) dan curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut (M) dengan persamaan : R = 6,119Rb1,21D-0,47M0,53 Sumber: diunduh dari: Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi. Faktor K (erodibiltas) merupakan faktor kepekaan erosi tanah yang menyatakan kerawanan tanah terhadap erosi, dan dipengaruhi oleh beberapa parameter fisik tanah yaitu ukuran partikel atau tekstur tanah (M), struktur tanah (b), permeabilitas tanah (c) dan kandungan bahan organik (a). Penentuan nilai erodibilitas (K) suatu jenis tanah adalah berdasarkan rumus: 100K = 1,2M1,14(10-4)(12-a)+ 3,25(b-2)+ 2,5(c-3) Rumus ini dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith, (1978). Sumber: diunduh dari: Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) Dalam USLE faktor panjang dan kemiringan lereng digabung menjadi satu. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan, semakin curam suatu lereng persentase kemiringan semakin tinggi sehingga makin cepat laju limpasan permukaan. Dengan singkatnya waktu infiltrasi, maka volume limpasan semakin besar. Jadi dengan meningkatnya persentase kemiringan, erosi yang terjadi juga semakin besar. Untuk menghitung nilai LS digunakan rumus: LS = √ L . (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138) Keterangan: L = Panjang lereng (m); S = Kemiringan lereng (%) Sumber: diunduh dari: Untuk karakteristik DAS, kemiringan lereng pada setiap satuan lahan perlu diklasifikasikan, klasifikasi kemiringan lereng adalah sebagai berikut: Tabel 1. Nilai Kemiringan Lereng No Nilai Klasifikasi 1 Kelas Lereng I 0–8% Datar 2 II 8 – 15 % Landai 3 III 15 – 25 % Agak cuiram 4 IV 25 – 45 % Curam 5 V >45 % Sangat curam Sumber: diunduh dari: Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor C adalah faktor pengelolaan tanaman. Faktor pengelolaan tanaman merupakan gabungan antara jenis tanaman, pengelolaan sisa-sisa tanaman, tingkat kesuburan, dan waktu pengelolaan tanah. Adanya tanaman dapat menekan laju limpasan permukaan dan erosi. Tanaman mampu mempengaruhi laju erosi karena: 1) adanya intersepsi air hujan oleh tajuk daun 2) adanya pengaruh terhadap limpasan permukaan. 3) adanya pengaruh terhadap sifat fisik tanah. 4) adanya peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Dengan adanya tanaman menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung memukul massa tanah, tetapi terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman. Selanjutnya tidak semua air hujan tersebut diteruskan ke permukaan tanah karena sebagian akan mengalami evaporasi. Kejadian ini akan mengurangi jumlah air yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan lolos tajuk. Sumber: diunduh dari: Tabel . Prakiraan Nilai C No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Macam Penggunaan Tanah terbuka tanpa tanaman Sawah Tegalan tidak dispesifikan Ubi kayu Jagung Kedelai Kentang Kacang Tanah Padi Tebu Pisang Akar wangi (sereh wangi) Rumput bede (tahun pertama) Rumput bede (tahun kedua) Kopi dengan penutup tanah buruk Sumber: diunduh dari: Nilai Faktor C 1,000 0,010 0,700 0,800 0,700 0,399 0,400 0,200 0,561 0,200 0,600 0,400 0,287 0,002 0,200 Tabel . Prakiraan Nilai C 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Talas Kebun campuran - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah Perladangan Hutan alam - Seresah banyak - Seresah sedikit Hutan Produksi - Tebang habis - Tebang Pilih Semak belukar/ padang rumput Ubi kayu + kedelai Ubi kayu + kacang tanah Padi – Sorgun Padi – kedelai Kacang tanah + gude Sumber: diunduh dari: 0,850 0,100 0,200 0,500 0,400 0,001 0,005 0,500 0,200 0,300 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 Tabel . Prakiraan Nilai C 27. 28. Kacang tanah + Kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,571 0,049 29. Padi + mulsa jerami 4 ton/ ha 0,096 30. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ ha 0,128 31. Kacang tanah + mulsa clotaria 3 ton/ ha 0,136 32. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259 33. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ ha 0,377 34. Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ ha 0,387 35. Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,079 36. Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357 37. Alang-alang murni subur 0,001 38. Karet * 0,200 39. Permukiman ** 0,500 . Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973 – 1981) tidak dipublikasikan *) Morgan, 1987 dalam Rahim, 2000 *) Setya Nugraha, 1997 Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P) Faktor P adalah faktor tindakan konservasi tanah. Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi semaksimal mungkin pengaruh erosi terhadap lahan. Untuk penilaian faktor P di lapangan akan lebih mudah bila digabungkan dengan faktor C, sebab kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Faktor-faktor pada Model USLE (Model PUKT) masingmasing telah tersedia pada banyak referensi. Tabel 3. Prakiraan Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Keterangan: 1) Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar dan keadaan talud teras No Tindakan Konservasi Tanah 1. Teras Bangku1) Nilai P Konstruksi Baik 0,04 Konstruksi Sedang 0,15 Konstruksi Kurang Baik 0,35 Teras Tradisional 0,40 2. Strip tanaman rumput bahia 0,40 3. Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur 4. Kemiringan 0-8 % 0,50 Kemiringan 9-8 % 0,75 Kemiringan lebih dari 20 % 0,90 Tanpa tindakan konservasi 1,00 Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989: 259) Konservasi Tanah dan Air Erosi yang dipercepat (accelerated erosion) timbul sejak manusia mengenal budidaya pertanian. Erosi menjadi masalah sejak pengelolaan lahan dilakukan secara lebih intensif, sehubungan dengan peningkatan kebutuhan sandang, pangan, papan dan lainnya sejalan dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Sejak beberapa dekade yang lalu erosi diakui secara luas sebagai suatu permasalahan global yang serius. Menurut United Nations Environmental Program (UNEP), produktivitas lahan seluas ± 20 juta ha setiap tahun mengalami penurunan ke tingkat nol atau menjadi tidak ekonomis lagi disebabkan oleh erosi atau degradasi yang disebabkan oleh erosi. Sumber: diunduh dari: KERUGIAN AKIBAT EROSI-TANAH Penurunan produktivitas lahan akibat erosi-tanah, merupakan on-site effect, sedangkan off-site effect dapat berupa sedimentasi sungai, waduk, jaringan irigasi dan kerusakan lainnya. Di Amerika Serikat, kerusakan akibat erosi-tanah secara nominal : Kerusakan on-site berkisar antara US$ 500 juta US$ 1.2 milyar Kerusakan off-site berkisar antara US$3.4 milyar US$ 13 milyar (Colacicco et al., 1989) Di daerah tropis, potensi erosi-tanah snagat besar, sehingga kerugian yang diakibatkannya juga snagat besar. FAKTOR ALAMI PENYEBAB EROSI-TANAH Karakteristik sumberdaya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erosi tanah, terutama tiga faktor berikut: (1) curah hujan yang tinggi, baik kuantitas maupun intensitasnya, (2) lereng yang curam, dan (3) tanah yang peka erosi, terutama terkait dengan genesa tanah. Data BMG (1994) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayah Indonesia memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500 mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah hujan tahunan < 2.000 mm. Curah hujan merupakan faktor pendorong terjadinya erosi berat, dan mencakup areal yang luas. Lereng merupakan penyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng < 3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia (Subagyo et al. 2000). Lahan berlereng (> 3%) di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%). Sumber: diunduh dari: PERTANIAN YANG TIDAK KONSERVASI Tingginya kebutuhan hasil-hasil pertanian menyebabkan tanaman semusim juga dibudidayakan pada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan untuk tanaman tahunan atau hutan. Lahan kering datarberombak meliputi luas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002), penggunaannya meliputi sektor-sektor pertanian, pemukiman, industri, pertambangan. Daya saing petani dan pertanian lahan kering jauh lebih rendah dibanding sektor lainnya, sehingga pertanian terdesak ke lahan yang semakin curam. Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada beberapa sistem perladangan berpindah. Penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari sistem pertaniannya. FAKTOR KEBIJAKAN DAN SOSIAL - EKONOMI Rendahnya adopsi teknologi konservasi bukan karena keterbatasan teknologi, tetapi lebih kuat disebabkan oleh masalah nonteknis. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Hudson (1980) menyatakan bahwa walaupun masih ada kekurangan dalam teknologi konservasi dan masih ada ruang untuk perbaikan teknis, hambatan yang lebih besar adalah masalah politik, sosial, dan ekonomi. Kebijakan dan perhatian pemerintah sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan upaya pengendalian degradasi tanah. Berbagai kebijakan yang ada belum memadai dan efektif, baik dari segi kelembagaan maupun pendanaan. Selaras dengan tantangan yang dihadapi, selama ini prioritas utama pembangunan pertanian lebih ditujukan pada peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi secara makro, sehingga aspek keberlanjutan dan kelestarian sumber daya lahan agak tertinggalkan. FAKTOR KEBIJAKAN DAN SOSIAL - EKONOMI Selain kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masalah sosial juga sering menghambat penerapan konservasi tanah, seperti sistem kepemilikan dan hak atas lahan, fragmentasi lahan, sempitnya lahan garapan petani, dan tekanan penduduk. Kondisi ekonomi petani yang umumnya rendah sering menjadi alasan bagi mereka untuk mengabaikan konservasi tanah. Konversi lahan pertanian sering disebabkan oleh faktor ekonomi petani, yang memaksa mereka menjual lahan walaupun mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian. Faktor alami, terjadinya kebakaran hutan dan lahan terutama terkait dengan lemahnya peraturan dan sistem perundangundangan. Faktor teknis dan ekonomi juga menjadi pemicu utama kebakaran hutan dan lahan dengan alasan mudah dan murah. Strategi Konservasi Tanah dan Air Upaya konservasi tanah dan air tidak dapat diserahkan hanya kepada inisiatif dan kemampuan petani, karena berbagai keterbatasannya, terutama aspek ekonomi, selain kurang memahami pentingnya konservasi. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat penting dan menentukan. Demikian juga strategi yang dipilih untuk mensukseskan implementasinya di lapangan sangat menentukan keberhasilan. Strategi Konservasi Tanah dan Air meliputi lima hal: Strategi 1. Penyiapan Teknologi Konservasi Teknologi konservasi tanah yang tepat guna, berupa teknologi pengendalian erosi dan longsor, sudah tersedia. Beberapa di antaranya telah dipublikasikan dalam berbagai media cetak berupa buku, jurnal, dan prosiding. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan dan menyusunnya dalam buku teknologi atau menyediakan file elektronis, sehingga dapat diakses dengan mudah oleh penyuluh dan calon pengguna lainnya. Teknologi untuk mengendalikan pencemaran kimiawi, kebakaran hutan, polusi oleh limbah pertambangan dan industri, serta konversi lahan masih perlu diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Strategi 2. Percepatan Diseminasi Upaya penelitian konservasi tanah selama ini belum didukung oleh sistem diseminasi yang handal. Teknologi pengendalian erosi lebih banyak diterapkan pada proyek reboisasi dan penghijauan yang dikelola oleh Departemen Kehutanan. Sasaran utaman proyek tersebut adalah kawasan hutan, terutama pada DAS bagian hulu, sedangkan konservasi wilayah pertanian hanya terbatas pada penghijauan lahan pertanian di DAS hulu. Oleh karena itu, diperlukan pembenahan terhadap materi, program, dan kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat pusat dan daerah. Untuk mendukung pembenahan ini, penelitian konservasi tanah perlu diarahkan kepada pencarian metode diseminasi teknologi yang tepat, di samping penelitian teknologinya sendiri. Strategi 2. Percepatan Diseminasi PRIMA TANI: program Departemen Pertanian yang dapat dijadikan wadah percepatan diseminasi teknologi konservasi TANAH dan AIR, yang salah satu tujuannya adalah mempercepat diseminasi inovasi pertanian. Prima Tani merupakan model pembangunan pedesaan yang mengintegrasikan berbagai program pertanian, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran secara sinergis, yang juga bertujuan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi desa berupa sumber daya manusia dan lahan. Jadi secara filosofis, semangat Prima Tani sangat dekat dengan semangat konservasi sumber daya. Oleh karena itu, melalui Prima Tani, teknologi konservasi tanah berpeluang diterapkan di lahan petani sebagai percontohan. Lebih jauh, Menteri Pertanian menganggap Prima tani sebagai suatu model pembangunan pertanian yang berawal dari desa, dan merupakan tonggak baru sejarah pembangunan pertanian. Sumber: diunduh dari: Strategi 2. Percepatan Diseminasi Teknologi konservasi dapat pula didiseminasikan melalui peraturan, seperti dengan penetapan Permentan 47 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Dalam Permentan tersebut dengan tegas ditetapkan strategi dan teknologi konservasi tanah dan air menurut karakteristik lahan dan iklim secara spesifik lokasi. Secara substansial, Permentan tersebut disusun dan merupakan kristalisasi serta sari pati hasil pembelajaran dari berbagai program penelitian dan pengembangan konservasi sejak puluhan tahun yang lalu. Strategi 3. Reformasi Kelembagaan Konservasi Tanah Semakin cepatnya laju degradasi lahan pertanian, mengancam keberlanjutan dan produksi pertanian, menuntut adanya kebijakan yang lebih tegas; misalnya kebijakan posisi kelembagaan konservasi tanah. Mandat konservasi tanah seyogianya dilaksanakan oleh suatu kelembagaan yang powerfull. Kelembagaan khusus yang bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang konservasi tanah, yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Strategi 4. Revitalisasi Program Konservasi Tanah Program konservasi tanah selama ini dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan, dengan nama Reboisasi dan Penghijauan. Kemudian digalakkan gerakan masyarakat yang disebut Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Nasional (Gerhan). Hingga tahun 2006, untuk merehabilitasi lahan 2,1 juta ha digunakan anggaran Rp 8,586 triliun atau Rp4 juta/ha, yang bersumber dari dana reboisasi (Kartodihardjo 2006). Namun, hanya 2,1% dari anggaran tersebut yang digunakan untuk pembuatan konstruksi teknis konservasi mekanis, seperti teras dan saluran drainase, sehingga dampak program tersebut tampaknya belum cukup berarti, terutama untuk konservasi lahan pertanian. Program konservasi lahan pertanian dikelola oleh kelembagaan konservasi di Kementerian Pertanian yang disinergikan dengan program Dinas Pertanian di provinsi dan kabupaten. Konservasi lahan pertanian akan mendapat perhatian lebih besar, dan Kementerian Kehutanan dapat fokus pada penanganan konservasi lahan di kawasan hutan. Sumber: diunduh dari: Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung Upaya konservasi lahan pertanian perlu didukung perbaikan perencanaan dan implementasi programnya, antara lain berupa program sebagai berikut. Peningkatan Kesadaran Masyarakat Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pedesaan telah mengenal beberapa jenis fungsi lahan pertanian, yaitu penghasil produk pertanian, pemelihara pasokan air tanah, pengendali banjir, dan penyedia lapangan kerja. Padahal sebenarnya fungsi lahan pertanian bagi kemanusiaan banyak sekali. Sehubungan dengan hal tersebut, penggalakan konservasi tanah harus meliputi pula advokasi pentingnya pertanian beserta fungsi gandanya. Dalam jangka pendek, promosi dapat dilakukan melalui seminar dan simposium serta media cetak dan elektronis. Dalam jangka panjang, sasaran advokasi bukan saja masyarakat umum, tetapi juga pelajar dan mahasiswa melalui kurikulum pokok dan ekstra-kurikuler. Sumber: diunduh dari: Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung Penguatan Kelembagaan Penyuluhan Kondisi kelembagaan penyuluhan saat ini kurang kondusif untuk pembangunan pertanian secara umum, lebih-lebih untuk pengembangan konservasi tanah. Hal ini terjadi terutama setelah diberlakukannya UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah, yang antara lain mengalihkan pengelolaan urusan penyuluhan pertanian dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten. Namun dengan diterbitkannya UU No 16/2006 tentang penyuluhan diharapkan fungsi penyuluhan akan lebih baik, apalagi dengan digabungnya penyuluhan pertanian, perkebunan, dan peternakan dalam satu wadah. Salah satu hal yang perlu diupayakan adalah pengadaan tenaga penyuluh konservasi tanah lapangan yang terlatih dan dibekali pengetahuan dan teknologi konservasi yang memadai. Sumber: diunduh dari: Strategi 5. Pelaksanaan Program Pendukung Penegakan Peraturan-perundangan Peraturan-perundangan tentang konservasi tanah dan air sudah banyak dibuat pada berbagai tingkatan. Berbagai peraturan/perundangan yang berkaitan dengan masalah kerusakan lahan pertanian, terutama konversi lahan ke nonpertanian, sudah banyak diberlakukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Peraturan Daerah. Masalah yang mengemuka adalah lemahnya penegakan hukum terutama karena penerapan lawenforcement yang kurang tegas. Advokasi Penanggung Jawab Advokasi secara intensif kepada masyarakat luas dilakukan untuk menjelaskan bahwa penyelamatan sumber daya lahan dan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh warga masyarakat. METODE PENDUGAAN RISIKO EROSI Applicability of various Erosion Risk Assessment Methods for Engineering Purposes D-r Ivan Blinkov1, Full Professor D-r Stanimir Kostadinov2, Full Professor BALWOIS - Ohrid, Macedonia 25-29.5.2010 Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Pendahuluan 1. Bahaya (Hazard): Situasi yg mengandung tingkat ancaman tertentu bagi kehidupan, kesehatan, property atau lingkungan. 2. Risiko: Peluang efek buruk dalam suatu sistem yang menghadapi ancaman. 3. Pendugaan Risiko: Proses menghitung atau estimasi risiko bagi suatu sistem, setelah menghadapi suatu ancaman tertentu. 4. Kerentanan (Vulnerability): kemampuan menghadapi kerusakan. Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Pendahuluan Erosi-tanah dianggap sebagai salah satu ancaman serius bagi kelestarian sumberdaya tanah di penjuru dunia (Communication on Soil Protection – “Towards a Thematic Strategy for Soil Protection”, CEC, 2002). Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Pendahuluan 1. Berbagai metode pendugaan risiko erosi telah digunakan di penjuru dunia. 2. Umumnya, ada tiga tipe pendekatan untuk identifikasi area risiko (Eckelmann et al., 2006): Pendekatan kualitatif, Pendekatan kuantitatif, dan Pendekatan Model, 3. Metode-medote ini beragam karakteristik dan aplikasinya. 4. Semua metode ini disempurnakan dengan memanfaatkan data geospatial yg didukung oleh teknologi GIS. Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 References • Grimm. M., R.J.A.Jones, Montanarella L., 2002 Soil erosion risk assessment in Europe, EC, ESB, JRC, 2002 (revised) • Graedts, L., Rectala-Boix. L., Ano-Vidal. C., Ritsema J. 2006, Risk Assessment methods of Soil Erosin by water, RAMSOIL FP6 project, EC, report, 2006 Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Landasan Teori Kerusakan akibat erosi berdampak pada berbagai sektor pembangunan. Kerusakan erosi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: : Efek internal (on-site) dan Efek eksternal (off-site). • Kerusakan On-site (Kehilangan tanah, Kehilangan hara, Degradasi bentang lahan, Gangguan rezim hidrologis…..) • Kerusakan Off-site (Sedimentasi, Siltasi pada waduk, Banjir, Pencemaran air.) Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 METODE PENDUGAAN RISIKO EROSI 1. RIVM 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. (1992): …….. CORINE approach (EEA-1985): …….. The Hot Spots approach (EEA – 2000: Based on previous maps by FavisMortlock and Boardman, 1999; de Ploey, 1989, and other data); USLE method : Universal Soil Loss Equation - Wischmeier & Smith, 1978). The INRA: ……… PESERA approach (Gobin et al. -1999): ………….. EUROSEM: The European Soil Erosion Model (Morgan et al., 1998), USEM: Limburg Soil Erosion Model (De Roo et al., 1996a and 1996b; Takken et al., 1999), WEPP : Water Erosion Prediction Project KINEROS: ………….. EPM: Erosion Potential Model established by Gavrilovic (1972), CREAMS (Knisel,1980; Foster et al., 1981): ……………. Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Pentingnya Risiko Erosi 1. Pengelolaan air: Pembangunan yg direncanakan sebelumnya, distribusi dan penggunaan sumberdaya air. 2. Pengelolaan air banyak berkepentingan pada kerusakan “on-site” akibat erosi fluvial (terutama pada tebing sungai), erosi abrasif dan kerusakan “off-site” (intensitas muatan sedimen tahunan yg memasuki sungai, intensitas siltasi waduk, kuantitas sedimen yg diendapkan di bagian bawah (muara). Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Land Use/Cover Relief Soil / Rocks Vegetation Erodibility Erosion Risk Climate • Pengelolaan DAS : the planned use of drainage basins in accordance with predetermined objectives. Watershed management consist of: analysis, protection, development, operation or maintenance of the land, vegetation, & water resources of a drainage basin for the conservation of all its resources for the benefit of its residents. • Ini sektor paling komprehensif yg memperhatikan semua tipe erosi. Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Evaluasi berbagai ERAM tergantung pada: • Melaksanakan berbagai tugas (Pendugana pola risiko erosi; identification of high risk areas; identification of hot spots; location of depositional and major concentrated flow areas; detailed erosion and deposition pattern and effects of conservation measure; Dampak erosi pada jalan) • Sekala (petakan lahan; DAS kecil; DAS besar) • Solusi berbagai tipe erosi (erosi permukaan; rill erosion; gully erosion; fluvial erosion; Tanah longsor; Deposisi) • Sektor terkait (Pertanian, Kehutanan, Manajemen Air; Manajemen DAS) Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 WEPP Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Estimation of total transported material detailed impact of erosion on roads (on-site) effects of conservation measures and deposition pattern location of depositional and major concentrated flow areas detailed erosion identification of hot spots identification of high risk areas assessment of average pattern of erosion risk Evaluasi berbagai ERAM tgt pada “fulfilling” berbagai tugas USLE + + + + PESERA + KINEROS + + + + EUROSEM + + + + + + WEPP + + + + + + + EPM + + metode+yg paling+ komprehensif: + + EUROSEM +dan Dari sudut pandang ini, EPM, Evaluasi berbagai ERAM tgt pada sekala Method (Model) USLE (MUSLE,RUSLE) PESERA KINEROS EUROSEM WEPP EPM On field (parcel) + + + + - Small Large watershed watershed + - + + + + + + notice On - site damages - yes; Off - site damages - no Grid 1km Tidak ada satu metode yg dapat dipakai untuk semua sekala. Banyak metode berguna untuk analisis-lapangan atau DAS kecil. Metode EPM hanya untuk sekala DAS. Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Evaluasi berbagai ERAM tgt pd solusi berbagai tipe erosi Metode (Model) Rosi permukaan Erosi alur/parit Erosi Jurang Erosi Fluvial Tnh Longsor Deposisi USLE + + - - - - PESERA + - - - - - KINEROS + + - + - ? EUROSE M + + + + - + WEPP + + - - - + EPM + + + + + + Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Evaluasi berbagai ERAM tgt pada Sektor terkait Metode (Model) USLE Pertanian Kehutanan Manajemen Manajemen Air DAS +++ + PESERA >+< - - - KINEROS >+< + + - EUROSEM + + + + WEPP ++ + - - EPM - + + + Sumber: Ivan Blinkov & Stanimir Kostadinov, 2010 Lapisan topsoil menjadi tipis karena erosi-tanah Sumber: Louis Philor & Samira H. Daroub . 2011. Erosion Impacts on Soil and Environmental Quality: Vertisols in the Highlands Region of Ethiopia. University of Florida . Soil and Water Science Department. Sumber: