BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Geografis Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas 11 Kecamatan, dan 123 Desa
dengan jumlah penduduk 106.407 jiwa (data BPS 2011) serta luas 1.230,07 km²
sehingga tingkat kepadatan penduduknya adalah 84,60 jiwa/km². Kabupaten
Gorontalo Utara terletak di Wilayah pesisir pantai utara Provinsi Gorontalo.
Adapun luas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah 1676,15 Km2 atau
12,94 % dari luas wilayah Propinsi Gorontalo dengan posisi geografis pada 00
30’ - 10 02’ Lu dan 1210 59’ – 1230 02’ BT. Panjang garis pantai 320 km yang
menjadi garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo yang berhadapan dengan
Samudra Pasifik.
Adapun batas-batas Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi
Sulawesi Utara.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten
Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara sebagian besar perbukitan rendah dan
dataran tinggi dan tersebar pada ketingian 0-1800 m diatas permukaan laut serta
keadaan Tofografi didomonasi oleh kemiringan 150 - 400 (60% - 70%). Kondisi
dan struktur utama geologi adalah patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan
tektonik, menyebabkan rawan bencana alam.
a. Curah Hujan
Tipe iklim di suatu daerah didasarkan atas komponen curah hujan dan
temperature suatu daerah yang bersangkutan. Iklim merupakan faktor lingkungan
fisik yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keadaan fisik suatu
daerah.
Pada daerah tropis, unsur cuaca yang sangat berpengaruh pada proses
terjadinya longsor adalah curah hujan. Hujan memainkan peranan penting dalam
erosi tanah dan batuan melalui pelepasan dari tumbukan butir-butir hujan pada
permukaan tanah dan batuan dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran
(Suripin, 2002).
Curah hujan di Kabupaten Gorontalo Utara dipengaruhi oleh keadaan
iklim, keadaan geografi dan perputaran /pertemuan arus udara. Oleh karena itu
jumlah curah hujan dan hari hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun
pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi di tahun 2012 berkisar 322 mm dan
jumlah hari hujan 230.
Tabel 4. Rata-rata jumlah hujan dan cura hujan setiap bulan tahun 2012
Bulan
Jumlah hujan (hari)
Cura hujan (mm)
(1)
(2)
(3)
Januari
21
59
Februari
26
322
Bulan
Jumlah hujan (hari)
Cura hujan (mm)
Maret
27
302
April
26
113
Mei
20
116
Juni
16
205
Juli
8
27
Agustus
13
7
September
13
44
Oktober
20
182
November
22
91
Desember
18
186
(Sumber Data: Stasiun meteorologi jalaludin gorontalo Tahun 2012).
b. Topografi
Topografi Kabupaten Gorontalo Utara umumnya adalah dataran rendah,
dan dataran tinggi sebagian kecil berbukit dan bergunung. Tingkat kemiringan,
yakni 0 – 30 %, sedangkan ketinggiannya berkisar antara 0 - 1800 dari permukaan
laut (dpl).
c. Jenis Tanah
Tanah didaerah kepulauan umumnya terbentuk dari bahan induk tanah
berupa batu gamping, napal, aluvium dan sedikit granit, kuarsit dan filit. Sesuai
dengan hasil uji lapangan, daerah penelitian memiliki beberapa jenis tanah yaitu
Andosol, Litosol, Pedsolik, Aluvial, Regosol, Grumosol.
1. Grumusol.
Tanah
ini umumnya berwarnah hitam dan abu-abu
dan mempunyai
horison kambik (kerapatan limbak) kurang dari 0,85g/cm. Umumnya dijumpai
didaerah lereng atas dan banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60%
terdiri dari abu vulkanik vitrik. Tanah ini umumnya dapat dijumpai disekitar
Kecamatan Gentuma Raya Desa: langke, Dumolodo, Durian, Bosuhami, dan
Pasalae.
2. Latosol
Tanah latosol banyak terdapat pada dataran tinggi yang mempunyai
kemiringan lereng landai hingga agak curam, sehingga berdasarkan ketersediaan
air/lengas tanah (soil moisture), daerah dengan tanah ini sesuai untuk
pengembangan perkebunan jagung, padi kelapa, cengkeh, lada dan lain-lain.
Tanah dengan kadar liat lebih dari 60% remah sampai gumpal, gembur, warnah
tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, kejenuhan basa kurrang
dari 50% umumnya mempunyai epidon umbrik. Jenis tanah ini banyak dijumpai
di Kecamatan Monano, Kecamatan Gentuma Raya, dan Kecamatan Atinggola,
Desa : Zuriati, Tudi, Dunu, Pilohulata, Desa Sogu,Imana, Bintana, sigaso, Kota
jin Utara, Posono, Tombulilato, dan desa Ipilo.
3. Pedsolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kwarsa, tersebar didaerah Kabupaten
Gorontalo Utara dengan tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan sedang
hingga rendah, warnah merah dan kering, Jenis tanah ini tersebar disekitar
Kecamatan Kuandang, Desa: Pontolo, Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo,
Moluo dan Katialada. Kecamatan Tomilito, Desa: Dambalo, Molantadu, Tanjung
karang,Jembatan merah, Leyao, Bulango raya, dan Desa Mutiara laut.
4. Aluvial.
Tanah
alluvial
pantai
yang
berlumpur
memiliki
potensi
untuk
pengembangan budidaya tambak ikan karena potensi dan frekuensi inundasi yang
tinggi, seperti yang ditemukan disebagian besar pesisir kecamatan Anggrek, Desa:
Putiana, Ilangata, Tolango,Popalo,Tolongio, Dudepo,Motilango,Iloheluma, Ibarat,
Datahu,
helumo,Tutuwoto.
Dan
Kecamatan
Kuandang,
Desa:
Pontolo,
Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo, Moluo dan Katialada.
5. Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah
yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari batuan beku yang belum
mengalami proses pelapukan secara sempurnah. Jenis tanah ini banyak ditemukan
di Kecamatan Sumalata, Desa: Buloila, Bulontia barat, Bulontio Timur, Kikia,
Kasia, Lelato, Tumba, Mebongodan, Puncak mandiri, Wubudu, Buladu, Deme,
Dulukapa, dan Motiheluma. Kecamatan Biau, Desa: Potanga, Potanga, Windu,
Didinga dan Sembihingan serta Kecamatan Tolinggula, Desa: Limbato,
Papualangi, Ilotunggula, Tolite jaya, Ilomangga, dan SP Sumalata lll.
d. Kondisi Batuan.
Salah satu aspek geologi yang berperan terhadap proses geomorfik adalah
Litologi. Oleh sebab itu pembahasan geologi pada bagian ini
keadaan litologi
dibatasi pada
penelitian. Deskripsi formasi batuan penyusun Kabupaten
Gorontalo Utara didasarkan pada hasil uji sampel batuan dilaboratorium.
Kabupaten Gorontalo Utara tersusun atas batuan yang berumur tersier dan kuarter.
Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk dari magma yang
berada pada permukaan bumi atau dikenal dengan batuan vulkanik. ciri-ciri dari
batuan vulkanik adalah permukaan.
Geologi pada area studi terdiri dari jenis volkanik dan batuan sedimen.
Vulkanik dan batuan sedimen pembentuk utama ke jenis susupan merupakan
metamorphose ringan ke tinggi dan kondisi asli dari batuan metamorphose tinggi
sedikit tidak dapat dibedakan. Sebagian batuan sedimen adalah ke granitan dan
metamorphosean/lapukan. Strata (lapisan) awal tampak membentuk batuan dasar
diarea studi. Jenis-jenis batuan granit dan granodiarites mudah dibedakan dari satu
dengan lainnya. kemudian batuan tersebut dapat dipetakan secara terpisah pada
peta geologi dari area studi. Batuan sedimen dari akhir tersier tidak tampak ke
permukaan pada area studi, akan tetapi terdapat kondisi kristalisasi dari batuan
kapur yang dapat mengindikasikan penyebaran batuan sedimen. Kondisi
kristalisasi batuan kapur tampak dibentuk oleh aktifitas hidrothermal saat itu.
Aktifitas vulkanik telah membentuk kerangka dari topographi saat ini didalam
area studi. Andestic dan dacific lavas menyebar pada puncak tinggi dari area. Tuft
lepas (tidak terikat) juga dapat diobservasi sepanjang tebing.
e. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan untuk pemukiman terutama terdapat didaerah dataran
rendah yang mempunyai akses bebas kearah perairan dan pusat perkotaan.
Intensitas penggunaan lahan sebagai pemukiman memperlihatkan kecenderungan
kearah dataran rendah sepanjang pesisir pantai anggrek dengan konsentrasi tinggi
terdapat di Kecamatan kwandang yang merupakan ibukota kabupaten gorontalo
utara. Selain digunakan sebagai
lahan pemukiman, dataran rendah juga
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan, terutama pada dataran rendah yang
mempunyai infrastruktur terbatas untuk akses ke perairan
1. Pertanian, tanaman pangan, dan perkebunan
Secara keluasan luas lahan pertanian yang termaksud luas areal produksi
padi (panel) 6,918.0 ha, luas areal produksi tanaman jagung sebesar 12,128.0 ha,
luas produksi (panen) kacang-kacangan mencapai 925.0 ha, luas areal persawahan
mencapai 4690 ha. Lahan pertanian yang sebagian besar digunakan masyarakat
untuk dimanfaatkan sebagai sawah dan ladang dengan tanaman tanaman utama
padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.
Sedangkan lahan perkebunan beberapa komoditi yang cocok yakni kelapa, dengan
luas areal 1.152,4 ha dengan jumlah produksi 324 ton, luas areal cengkeh 471,77
ha, luas areal pala 18,00 ha, lauas areal jambu mente 341,42 ha, luas areal kakao
800,36 ha, lauas areal kopi 119,10 ha, dan luas areal aren mencapai 93,55 ha.
4.2 Hasil Penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara untuk tiap Desa
terdapat perbedaan kondisi dan tempat terjadinya longsor antara desa yang satu
dengan Desa yang lainnya, Hal ini didasarkan pada kondisi topografi, kondisi
tanah, kondisi curah hujan, jenis batuan dan aktifitas penduduk setempat serta
jumlah Desa yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara. Diantara 123 Desa hanya
terdapat 10 Desa yang mengalami longsoran yang lebih parah sepanjang hasil
pengamatan dilapangan.
Adapun sepuluh titik longsor yang dimaksud dapat dilihat pada table
hasil penelitian berikut.
Tabel 1: Hasil Penelitian Sebaran Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara.
Faktor
Yang
Jenis
Jenis
X
Y
Desa
Penggunaan
Mempengaruhi
Tanah
Longsoran
Lahan
Longsoran
122.7861 0.818617 Putiana
Lereng terjal
Aliran
Pertanian
Aluvial
122.7519 0.850778 Ilangata
Curah Hujan
Aliran
Perkebunan
Aluvial
122.0027 0.933458 Langke
Tata guna lahan
Aliran
Perkebunan
Grumusl
122.9503 0.884831 Dambalo
Getaran
Aliran
Pemukiman
Grunusl
122.2349 0.966858 Sembihingan 1
Curah hujan
Aliran
Hutan
Andosol
122.2524 0.967869 Sembihingan 2
Curah hujan
Runtuhan
Hutan
Andosol
122.2524 0.984639 Lelato
Lereng terjal
Aliran
Hutan
Litosol
122.3335 0.98475
Lereng terjal
Aliran
Perkebunan
Litosol
Batuan kurang
Aliran
Pertanian dan
Pedsolik
puncak
mandiri
122.6846 0.88475
Zuriati
kuat
122.6846 0.852517 Tudi
Tata guna lahan
Sumber : Hasil Penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara
perkebuman
Aliran
Hutan
Pedsolik
4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian.
Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan
penelitian kemudian membandingkan antara teori dengan hasil penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian tentang sebaran titik longsor yang ada di
Kabupaten Gorontalo Utara.
4.2.2 Sebaran Longsoran
Sebaran longsoran adalah munculnya titik-titik longsor dipermukaan bumi
yang terjadi secara alami maupun buatan yang disebabkan oleh faktor lain seperti
: batuan yang kurang kuat, kemiringan lereng, curah hujan dan aktifitas manusia
yang sifatnya merugikan.
Sebaran titik-titik longsor yang terjadi di Kabupaten Gorontalo Utara sangat
berfariasi. Titik longsor tersebut terdapat dibeberapa desa dan memiliki
karakreristi yang berbeda. Adapun penjelasan terhadap titik longsor tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Longsor di Desa Putiana..
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Putiana.
a. Kemiringan Lereng.
Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang
membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%).
Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat
kompas geologi. Desa Putiana merupakan daerah miring dengan kemiringan
mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.
b. Jenis Tanah.
Tanah adalah
lapisan terluar kulit bumi yang berhubungan langsung
dengan kehidupan mahluk hidup. Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan
induk dan sisa-sisa organisme hidup yang telah lapuk. Tanah terdiri dari beberapa
fraksi yaitu liat, Debu, pasir, kerikil, dan batuan induk. Peranan tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di
Desa Putiana merupakan tanah Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru
berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya
terdapat epipedon atau sulfrik dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.
c. Curah Hujan.
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini
dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat
menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di
Desa Putiana terjadi pada saat musim hujan.
2. Longsor di Desa Ilangata.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Ilangata.
a. Curah hujan.
Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini di karenakan titik
air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan
menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di desa Ilangata terjadi
pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi
dan pencucian tanah.
b. Jenis Tanah.
Tanah adalah tubuh alam yang mengandung air ,udara, bahan-bahan mineral
dan organik serta jasad-jasad hidup yang membentuk morfologi khas dan
berdeferiansi membentuk horison-horison yang beragam dan berbeda sifat dengan
bahan induknya. Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan
tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Ilangata
merupakan tanah
Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik
jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya terdapat epipedon atau sulfrik
dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.
c. Penggunaan Lahan.
Penggunaan lahan
adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan
lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang
menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal
pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat
kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata
guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan
lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi
merupakan
kunci
dari
pembangunan
berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan.
3. Longsor di Desa Langke.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Langke.
a. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan lahan di Desa Langke
dapat menyebabkan terjadinya longsor, kondisi lereng yang terjal dapat
mempercepat aliran permukaan. Penduduk Desa Langke memanfaatkan setiap
jengkal lahannya sebagai perkebunan sehinnganya seringkali terjadi longsor
karena lahan di pegunungan semakin gundul.
b. Jenis Tanah.
Tanah yang ada di Desa Langke merupakan jenis tanah grumusol dengan kadar
liat lebih dari 30 % yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim
kering tanah retak dan mengerut kalau musim basah tanah menjadi lengket.
c. Curah Hujan.
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan
horizontal bila tidak terjadi evaporasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah
hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah
hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat
yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak
satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul
dalam rentang waktu kumulatif tersebut.
4.Longsor di Desa Dambalo.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di DesaDambalo.
b. Kemiringan lereng.
Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang
membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%).
Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat
Kompas Geologi. Desa Dambalo merupakan daerah miring dengan kemiringan
mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.
c. Jenis tanah
Tanah yang ada di Desa Dambalo merupakan jenis tanah Grumusol, dengan
kadar liat lebih dari 30% yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim
kering tanah retak dan mengerut kalau basah tanah menjadi lengket.
d. Penggunaan Lahan.
Masyarakat setempat mendirikakan bangunan dengan melakukan pengikisan
pada tebing, tanpa memperhatikan kondisi kemiringan lereng, hal ini akan
memicu terjadinya tanah longsor sehingganya bila musim hujan di Desa Dambalo
sering terjadilongsor baik itu jenis longsor dalam skala kecil maupun dalam skala
besar.
5. Longsor di Desa Sembihingan 1
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan.
a. Curah hujan.
Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik air
yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan
menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 1
terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan
erosi dan pencucian tanah.
b. Kemiringan lereng.
Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk
vertkal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase
kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat kompas
geologi. Desa Sembihingan 1. merupakan daerah sangat miring dengan
kemiringan mencapai 30 - 45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat
besar.
c. Jenis Tanah
Tanah di Desa Sembihingan 1 merupakan tanah Andosol, Tanah andosol
umumnya berwarnah hitam dan dengan pelapukan lanjut. Fraksi liat dengan
aktifitas rendah. Kapasitas tukar katio sangat rendah , tanah ini juga mempunyai
batas-batas horison yang tidak jelas.
6. Longsor di Desa Puncak Mandiri
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan 2.
a. Curah Hujan.
Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik
air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan
menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 2,
terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan
erosi dan pencucian tanah.
b. Jenis Tanah
Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung
dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Sembihingan 2. merupakan tanah Latosol.
Tanah latosol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku, sedimen dan
metamorf. Tanah latosol memiliki ciri-ciri yaitu merupakan jenis tanah yang telah
berkembang ,solum dalam, tekstur lempuing, warna coklat tersebar didaerah iklim
basah.
c. Kemiringan Lereng.
Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan.
Leeng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu
kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar
pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang
dapat merusak lahan secara fisik, kimia dan biologi, sehingga akan
membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman.
7. Longsor di Desa Lelato,
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Lelato.
a. Curah Hujan.
Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi.
Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah
semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah
dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap
akar tanaman.
b. Jenis Tanah.
Tanah yang terdapat di Desa lelato merupakan jenis tanah litosol. Tanah litosol
memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur, warnah tanah
seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah mencapai 150 cm.
Tanah jenis ini mudah tererosi oleh
mencapai 9-15 %.
8.
Longsor di Desa Sembihingan 2.
aliran permukaan. Kemiringan lereng
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Puncak Mandiri.
a. Kemiringan lereng
Kemiringan merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk
vertical. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase
kemiringan suatu lokasi dapatdi peroleh dengan menggunakan alat kompas
geologi. Desa Puncak mandiri merupakan daerah miring dengan kemiringan
mencapai +45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.
b. Jenis Tanah.
Tanah yang terdapat di Desa Puncak Mandiri merupakan jenis tanah litosol.
Tanah litosol memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur,
warnah tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah
mencapai 150 cm. Tanah jenis ini mudah tererosi oleh aliran permukaan.
c. Lereng Terjal.
Lereng terjal sangat mendominasi lokasi penelitian, Desa sembihingan 2
memiliki kemiringan lereng yang berkisar 30 %. desa tersebut merupakan Desa
yang sering terkena longsor.
9. Longsor di desa Zuriati.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Zuriati.
a. Curah Hujan
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini
dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat
menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di
Desa Zuriati terjadi pada saat musim hujan.
b. Jenis Tanah
Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik berasal dari bahan
induk batuan kuarsa. terdapat penimbunan liat dihorison bawahnya dan
mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm
dari permukaan tanah. Tanah pedsolik umumnya berwarnah gelap dan memiliki
tekstur tanah yang mudah mengalami pencucian oleh air sehingganya
memudahkan untuk terjadinya longsor.
10. Longsor di Desa Tudi.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Tudi.
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh kepermukaan bumi.
Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah
semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah
dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap
akar tanaman.
b. Jenis Tanah
Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik terdapat
penimbunan liat dihorison bawahnya dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu
lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Tanah pedsolik
umumnya berwarnah gelap kecoklatan dan memiliki tekstur tanah yang mudah
mengalami pencucian oleh air sehingganya memudahkan untuk terjadinya
longsor.
c. Kemiringan Lereng.
Pengaruh kemiringan lereng terhadap proses terjadinya longsoran sangat besar,
posisi lahan yang miring mempermudah penurunan material tanah kearah bawah
yang mengikuti gaya gravitasi, selain jenis tanah dan curah hujan faktor pemicu
terjadinya longsor di Desa Tudi adalah kemiringan lereng.
4.2.3 Jenis - jenis Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara.
Berdasarkan hasil penelitian sebaran longsoran di Kabupaten Gorontalo
Utara terdapat 2 jenis longsoran yaitu aliran dan runtuhan.
Dapat dilihat bahwa 9 Desa merupakan hasil dari aliran bahan rombakan.
Aliran dalam gerakan permukaan adalah berpindahnya partikel yang bergerak
dalam pergerakan massa. Material tersebut mungkin merupakan batuan dengan
retakan yang banyak dan menghasilkan runtuhan yang tertanam dalam matrik atau
materi yang berukuran halus. Longsoran ini terjadi pada tanah atau pasir yang
memiliki kandungan air yang besar. Longsoran ini terjadi terus-menerus seperti
air yang mengalir dalam jumlah besar dengan densitas cairan yang besar pula.
Adapun nama Desa yang termasuk longsoran aliran bahan rombakan yaitu Desa
Langke, Dea Putiana, Desa Ilangata, Desa Dambalo, Desa Sembihingan 1, Desa
Zuriati, Desa dan Desa puncak Mandiri. Dan terdapat satu desa yang memiliki
jenis longsoran runtuhan batu yaitu Desa sembihingan 2.
4.2.4 Klasifikasi Kerentanan Desa Terhadap Longsoran.
Dalam melakukan klasifikasi kelas kerentanan longsoran untuk setiap desa
perlu diadakan identifikasi terhadap desa yang terkena dampak. Adapun
identifikasi tersebut bertujuan untuk mengetahui Desa-Desa yang rawan terhadap
tanah longsor. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
klasifiksi yaitu :
a. mengetahui jenis batuannya.
b. mengetahui jenis tanahnya.
c. mengetahui tekstur tanahnya.
d. mengamati penggunaan lahannya.
e. mengetahui derajat kemiringan lerengnya.
f. mengamati kerapatan vegetasinya.
g. mengetahui curah hujan untuk setiap Desa, karena didaerah yang sama terjadi
perbedaan curah hujan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka setiap desa dilokasi penelitian di
Kabupaten Gorontalo Utara yang rentan terhadap bencana longsor dapat
dikelompokan menjadi beberapa kelas kerentanan yaitu :
1. Kelas kerentanan sedang yaitu terdiri dari 3 (tiga) Desa yakni Desa
Dambalo, Desa Tudi, dan Desa Lelato.
2. Kelas kerentanan tinggi yaitu terdiri dari 7 Desa yaitu Desa
Putiana, Desa Zuriati, Desa Sembhingan 1, Desa Sembihingan 2,
Desa Ilangata, Desa Puncak mandiri dan Desa Langke.
4.2.5 Pemetaan Sebaran Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara.
Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan
abstrak yang dipilih dari permukaan bumi atau benda-benda angkasa dan
umumnya digambarkan pada satu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan .
Dengan kalimat sederhana, pengertian peta merupakan pengecilan dari permukaan
bumi atau benda angkasa yang digambarkan pada bidang datar, dengan
menggunakan ukuran, simbol dan sistem generalisasi (penyederhanaan).
Pemetaan sebaran longsoran merupakan suatu proses pengukuran, perhitungan
dan penggambaran dengan menggunakan cara atau metode tertentu sehingga
didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta sebaran longsoran yang
berbentuk data spasial vektor maupun raster.
4.2.5.1 Proses Pemetaan
Proses pemetaan yaitu tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan
peta. Adapun tahap proses pemetaan yang dilakukan yaitu :
a) Tahap pengumpulan data
Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data
merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan data
sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis evaluasi
tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat berupa data primer
atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah data yang bersifat spasial,
artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar secara keruangan pada suatu
wilayah tertentu. Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan kemudian
dikelompokkan dahulu menurut jenisnya seperti kelompok data kualitatif atau
data kuantitatif.
Pengenalan sifat data sangat penting untuk simbolisasi atau penentuan dan
pemilihan bentuk simbol, sehingga simbol tersebut akan mudah dibaca dan
dimengerti. Setelah data dikelompokkan dalam tabel-tabel, sebelum diolah
ditentukan dulu jenis simbol yang akan digunakan. Untuk data kuantitatif dapat
menggunakan simbol batang, lingkaran, arsir bertingkat dan sebagainya, lakukan
perhitungan-perhitungan untuk memperoleh bentuk simbol yang sesuai.
b) Tahap penyajian data
Langkah pemetaan kedua berupa panyajian data/tahap pemetaan/ pembuatan
peta. Tahap ini merupakan upaya melukiskan atau menggambarkan data dalam
bentuk simbol, supaya data tersebut menarik, mudah dibaca dan dimengerti oleh
pengguna. Penyajian data pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan benar
supaya tujuan pemetaan dapat tercapai.
c)
Tahap penggunaan peta
Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting karena menentukan
keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan dapat
digunakan/dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk melakukan
komunikasi, sehingga pada peta harus terjalin interaksi antar pembuat peta (map
maker) dengan pengguna peta (mapusers). Oleh karena itu peta hasil sebaran
longsoran dapat di lihat pada gambar peta yang tercantum pada bab 111 Hal 19.
Download