BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Geografis Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas 11 Kecamatan, dan 123 Desa dengan jumlah penduduk 106.407 jiwa (data BPS 2011) serta luas 1.230,07 km² sehingga tingkat kepadatan penduduknya adalah 84,60 jiwa/km². Kabupaten Gorontalo Utara terletak di Wilayah pesisir pantai utara Provinsi Gorontalo. Adapun luas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah 1676,15 Km2 atau 12,94 % dari luas wilayah Propinsi Gorontalo dengan posisi geografis pada 00 30’ - 10 02’ Lu dan 1210 59’ – 1230 02’ BT. Panjang garis pantai 320 km yang menjadi garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo yang berhadapan dengan Samudra Pasifik. Adapun batas-batas Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato; dan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara sebagian besar perbukitan rendah dan dataran tinggi dan tersebar pada ketingian 0-1800 m diatas permukaan laut serta keadaan Tofografi didomonasi oleh kemiringan 150 - 400 (60% - 70%). Kondisi dan struktur utama geologi adalah patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan tektonik, menyebabkan rawan bencana alam. a. Curah Hujan Tipe iklim di suatu daerah didasarkan atas komponen curah hujan dan temperature suatu daerah yang bersangkutan. Iklim merupakan faktor lingkungan fisik yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keadaan fisik suatu daerah. Pada daerah tropis, unsur cuaca yang sangat berpengaruh pada proses terjadinya longsor adalah curah hujan. Hujan memainkan peranan penting dalam erosi tanah dan batuan melalui pelepasan dari tumbukan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan batuan dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran (Suripin, 2002). Curah hujan di Kabupaten Gorontalo Utara dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran /pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan dan hari hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi di tahun 2012 berkisar 322 mm dan jumlah hari hujan 230. Tabel 4. Rata-rata jumlah hujan dan cura hujan setiap bulan tahun 2012 Bulan Jumlah hujan (hari) Cura hujan (mm) (1) (2) (3) Januari 21 59 Februari 26 322 Bulan Jumlah hujan (hari) Cura hujan (mm) Maret 27 302 April 26 113 Mei 20 116 Juni 16 205 Juli 8 27 Agustus 13 7 September 13 44 Oktober 20 182 November 22 91 Desember 18 186 (Sumber Data: Stasiun meteorologi jalaludin gorontalo Tahun 2012). b. Topografi Topografi Kabupaten Gorontalo Utara umumnya adalah dataran rendah, dan dataran tinggi sebagian kecil berbukit dan bergunung. Tingkat kemiringan, yakni 0 – 30 %, sedangkan ketinggiannya berkisar antara 0 - 1800 dari permukaan laut (dpl). c. Jenis Tanah Tanah didaerah kepulauan umumnya terbentuk dari bahan induk tanah berupa batu gamping, napal, aluvium dan sedikit granit, kuarsit dan filit. Sesuai dengan hasil uji lapangan, daerah penelitian memiliki beberapa jenis tanah yaitu Andosol, Litosol, Pedsolik, Aluvial, Regosol, Grumosol. 1. Grumusol. Tanah ini umumnya berwarnah hitam dan abu-abu dan mempunyai horison kambik (kerapatan limbak) kurang dari 0,85g/cm. Umumnya dijumpai didaerah lereng atas dan banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik vitrik. Tanah ini umumnya dapat dijumpai disekitar Kecamatan Gentuma Raya Desa: langke, Dumolodo, Durian, Bosuhami, dan Pasalae. 2. Latosol Tanah latosol banyak terdapat pada dataran tinggi yang mempunyai kemiringan lereng landai hingga agak curam, sehingga berdasarkan ketersediaan air/lengas tanah (soil moisture), daerah dengan tanah ini sesuai untuk pengembangan perkebunan jagung, padi kelapa, cengkeh, lada dan lain-lain. Tanah dengan kadar liat lebih dari 60% remah sampai gumpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, kejenuhan basa kurrang dari 50% umumnya mempunyai epidon umbrik. Jenis tanah ini banyak dijumpai di Kecamatan Monano, Kecamatan Gentuma Raya, dan Kecamatan Atinggola, Desa : Zuriati, Tudi, Dunu, Pilohulata, Desa Sogu,Imana, Bintana, sigaso, Kota jin Utara, Posono, Tombulilato, dan desa Ipilo. 3. Pedsolik Tanah ini berasal dari batuan pasir kwarsa, tersebar didaerah Kabupaten Gorontalo Utara dengan tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan sedang hingga rendah, warnah merah dan kering, Jenis tanah ini tersebar disekitar Kecamatan Kuandang, Desa: Pontolo, Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo, Moluo dan Katialada. Kecamatan Tomilito, Desa: Dambalo, Molantadu, Tanjung karang,Jembatan merah, Leyao, Bulango raya, dan Desa Mutiara laut. 4. Aluvial. Tanah alluvial pantai yang berlumpur memiliki potensi untuk pengembangan budidaya tambak ikan karena potensi dan frekuensi inundasi yang tinggi, seperti yang ditemukan disebagian besar pesisir kecamatan Anggrek, Desa: Putiana, Ilangata, Tolango,Popalo,Tolongio, Dudepo,Motilango,Iloheluma, Ibarat, Datahu, helumo,Tutuwoto. Dan Kecamatan Kuandang, Desa: Pontolo, Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo, Moluo dan Katialada. 5. Litosol Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurnah. Jenis tanah ini banyak ditemukan di Kecamatan Sumalata, Desa: Buloila, Bulontia barat, Bulontio Timur, Kikia, Kasia, Lelato, Tumba, Mebongodan, Puncak mandiri, Wubudu, Buladu, Deme, Dulukapa, dan Motiheluma. Kecamatan Biau, Desa: Potanga, Potanga, Windu, Didinga dan Sembihingan serta Kecamatan Tolinggula, Desa: Limbato, Papualangi, Ilotunggula, Tolite jaya, Ilomangga, dan SP Sumalata lll. d. Kondisi Batuan. Salah satu aspek geologi yang berperan terhadap proses geomorfik adalah Litologi. Oleh sebab itu pembahasan geologi pada bagian ini keadaan litologi dibatasi pada penelitian. Deskripsi formasi batuan penyusun Kabupaten Gorontalo Utara didasarkan pada hasil uji sampel batuan dilaboratorium. Kabupaten Gorontalo Utara tersusun atas batuan yang berumur tersier dan kuarter. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk dari magma yang berada pada permukaan bumi atau dikenal dengan batuan vulkanik. ciri-ciri dari batuan vulkanik adalah permukaan. Geologi pada area studi terdiri dari jenis volkanik dan batuan sedimen. Vulkanik dan batuan sedimen pembentuk utama ke jenis susupan merupakan metamorphose ringan ke tinggi dan kondisi asli dari batuan metamorphose tinggi sedikit tidak dapat dibedakan. Sebagian batuan sedimen adalah ke granitan dan metamorphosean/lapukan. Strata (lapisan) awal tampak membentuk batuan dasar diarea studi. Jenis-jenis batuan granit dan granodiarites mudah dibedakan dari satu dengan lainnya. kemudian batuan tersebut dapat dipetakan secara terpisah pada peta geologi dari area studi. Batuan sedimen dari akhir tersier tidak tampak ke permukaan pada area studi, akan tetapi terdapat kondisi kristalisasi dari batuan kapur yang dapat mengindikasikan penyebaran batuan sedimen. Kondisi kristalisasi batuan kapur tampak dibentuk oleh aktifitas hidrothermal saat itu. Aktifitas vulkanik telah membentuk kerangka dari topographi saat ini didalam area studi. Andestic dan dacific lavas menyebar pada puncak tinggi dari area. Tuft lepas (tidak terikat) juga dapat diobservasi sepanjang tebing. e. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan untuk pemukiman terutama terdapat didaerah dataran rendah yang mempunyai akses bebas kearah perairan dan pusat perkotaan. Intensitas penggunaan lahan sebagai pemukiman memperlihatkan kecenderungan kearah dataran rendah sepanjang pesisir pantai anggrek dengan konsentrasi tinggi terdapat di Kecamatan kwandang yang merupakan ibukota kabupaten gorontalo utara. Selain digunakan sebagai lahan pemukiman, dataran rendah juga dimanfaatkan sebagai lahan persawahan, terutama pada dataran rendah yang mempunyai infrastruktur terbatas untuk akses ke perairan 1. Pertanian, tanaman pangan, dan perkebunan Secara keluasan luas lahan pertanian yang termaksud luas areal produksi padi (panel) 6,918.0 ha, luas areal produksi tanaman jagung sebesar 12,128.0 ha, luas produksi (panen) kacang-kacangan mencapai 925.0 ha, luas areal persawahan mencapai 4690 ha. Lahan pertanian yang sebagian besar digunakan masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai sawah dan ladang dengan tanaman tanaman utama padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Sedangkan lahan perkebunan beberapa komoditi yang cocok yakni kelapa, dengan luas areal 1.152,4 ha dengan jumlah produksi 324 ton, luas areal cengkeh 471,77 ha, luas areal pala 18,00 ha, lauas areal jambu mente 341,42 ha, luas areal kakao 800,36 ha, lauas areal kopi 119,10 ha, dan luas areal aren mencapai 93,55 ha. 4.2 Hasil Penelitian. Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara untuk tiap Desa terdapat perbedaan kondisi dan tempat terjadinya longsor antara desa yang satu dengan Desa yang lainnya, Hal ini didasarkan pada kondisi topografi, kondisi tanah, kondisi curah hujan, jenis batuan dan aktifitas penduduk setempat serta jumlah Desa yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara. Diantara 123 Desa hanya terdapat 10 Desa yang mengalami longsoran yang lebih parah sepanjang hasil pengamatan dilapangan. Adapun sepuluh titik longsor yang dimaksud dapat dilihat pada table hasil penelitian berikut. Tabel 1: Hasil Penelitian Sebaran Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara. Faktor Yang Jenis Jenis X Y Desa Penggunaan Mempengaruhi Tanah Longsoran Lahan Longsoran 122.7861 0.818617 Putiana Lereng terjal Aliran Pertanian Aluvial 122.7519 0.850778 Ilangata Curah Hujan Aliran Perkebunan Aluvial 122.0027 0.933458 Langke Tata guna lahan Aliran Perkebunan Grumusl 122.9503 0.884831 Dambalo Getaran Aliran Pemukiman Grunusl 122.2349 0.966858 Sembihingan 1 Curah hujan Aliran Hutan Andosol 122.2524 0.967869 Sembihingan 2 Curah hujan Runtuhan Hutan Andosol 122.2524 0.984639 Lelato Lereng terjal Aliran Hutan Litosol 122.3335 0.98475 Lereng terjal Aliran Perkebunan Litosol Batuan kurang Aliran Pertanian dan Pedsolik puncak mandiri 122.6846 0.88475 Zuriati kuat 122.6846 0.852517 Tudi Tata guna lahan Sumber : Hasil Penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara perkebuman Aliran Hutan Pedsolik 4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian. Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan penelitian kemudian membandingkan antara teori dengan hasil penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian tentang sebaran titik longsor yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara. 4.2.2 Sebaran Longsoran Sebaran longsoran adalah munculnya titik-titik longsor dipermukaan bumi yang terjadi secara alami maupun buatan yang disebabkan oleh faktor lain seperti : batuan yang kurang kuat, kemiringan lereng, curah hujan dan aktifitas manusia yang sifatnya merugikan. Sebaran titik-titik longsor yang terjadi di Kabupaten Gorontalo Utara sangat berfariasi. Titik longsor tersebut terdapat dibeberapa desa dan memiliki karakreristi yang berbeda. Adapun penjelasan terhadap titik longsor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Longsor di Desa Putiana.. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Putiana. a. Kemiringan Lereng. Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Putiana merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar. b. Jenis Tanah. Tanah adalah lapisan terluar kulit bumi yang berhubungan langsung dengan kehidupan mahluk hidup. Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan induk dan sisa-sisa organisme hidup yang telah lapuk. Tanah terdiri dari beberapa fraksi yaitu liat, Debu, pasir, kerikil, dan batuan induk. Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Putiana merupakan tanah Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya terdapat epipedon atau sulfrik dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %. c. Curah Hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Putiana terjadi pada saat musim hujan. 2. Longsor di Desa Ilangata. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Ilangata. a. Curah hujan. Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini di karenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di desa Ilangata terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah. b. Jenis Tanah. Tanah adalah tubuh alam yang mengandung air ,udara, bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup yang membentuk morfologi khas dan berdeferiansi membentuk horison-horison yang beragam dan berbeda sifat dengan bahan induknya. Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Ilangata merupakan tanah Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya terdapat epipedon atau sulfrik dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %. c. Penggunaan Lahan. Penggunaan lahan adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. 3. Longsor di Desa Langke. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Langke. a. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan lahan di Desa Langke dapat menyebabkan terjadinya longsor, kondisi lereng yang terjal dapat mempercepat aliran permukaan. Penduduk Desa Langke memanfaatkan setiap jengkal lahannya sebagai perkebunan sehinnganya seringkali terjadi longsor karena lahan di pegunungan semakin gundul. b. Jenis Tanah. Tanah yang ada di Desa Langke merupakan jenis tanah grumusol dengan kadar liat lebih dari 30 % yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim kering tanah retak dan mengerut kalau musim basah tanah menjadi lengket. c. Curah Hujan. Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. 4.Longsor di Desa Dambalo. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di DesaDambalo. b. Kemiringan lereng. Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat Kompas Geologi. Desa Dambalo merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar. c. Jenis tanah Tanah yang ada di Desa Dambalo merupakan jenis tanah Grumusol, dengan kadar liat lebih dari 30% yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim kering tanah retak dan mengerut kalau basah tanah menjadi lengket. d. Penggunaan Lahan. Masyarakat setempat mendirikakan bangunan dengan melakukan pengikisan pada tebing, tanpa memperhatikan kondisi kemiringan lereng, hal ini akan memicu terjadinya tanah longsor sehingganya bila musim hujan di Desa Dambalo sering terjadilongsor baik itu jenis longsor dalam skala kecil maupun dalam skala besar. 5. Longsor di Desa Sembihingan 1 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan. a. Curah hujan. Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 1 terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah. b. Kemiringan lereng. Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertkal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Sembihingan 1. merupakan daerah sangat miring dengan kemiringan mencapai 30 - 45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar. c. Jenis Tanah Tanah di Desa Sembihingan 1 merupakan tanah Andosol, Tanah andosol umumnya berwarnah hitam dan dengan pelapukan lanjut. Fraksi liat dengan aktifitas rendah. Kapasitas tukar katio sangat rendah , tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas. 6. Longsor di Desa Puncak Mandiri Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan 2. a. Curah Hujan. Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 2, terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah. b. Jenis Tanah Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Sembihingan 2. merupakan tanah Latosol. Tanah latosol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku, sedimen dan metamorf. Tanah latosol memiliki ciri-ciri yaitu merupakan jenis tanah yang telah berkembang ,solum dalam, tekstur lempuing, warna coklat tersebar didaerah iklim basah. c. Kemiringan Lereng. Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Leeng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang dapat merusak lahan secara fisik, kimia dan biologi, sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman. 7. Longsor di Desa Lelato, Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Lelato. a. Curah Hujan. Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap akar tanaman. b. Jenis Tanah. Tanah yang terdapat di Desa lelato merupakan jenis tanah litosol. Tanah litosol memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah mencapai 150 cm. Tanah jenis ini mudah tererosi oleh mencapai 9-15 %. 8. Longsor di Desa Sembihingan 2. aliran permukaan. Kemiringan lereng Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Puncak Mandiri. a. Kemiringan lereng Kemiringan merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertical. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapatdi peroleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Puncak mandiri merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai +45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar. b. Jenis Tanah. Tanah yang terdapat di Desa Puncak Mandiri merupakan jenis tanah litosol. Tanah litosol memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah mencapai 150 cm. Tanah jenis ini mudah tererosi oleh aliran permukaan. c. Lereng Terjal. Lereng terjal sangat mendominasi lokasi penelitian, Desa sembihingan 2 memiliki kemiringan lereng yang berkisar 30 %. desa tersebut merupakan Desa yang sering terkena longsor. 9. Longsor di desa Zuriati. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Zuriati. a. Curah Hujan Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Zuriati terjadi pada saat musim hujan. b. Jenis Tanah Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik berasal dari bahan induk batuan kuarsa. terdapat penimbunan liat dihorison bawahnya dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Tanah pedsolik umumnya berwarnah gelap dan memiliki tekstur tanah yang mudah mengalami pencucian oleh air sehingganya memudahkan untuk terjadinya longsor. 10. Longsor di Desa Tudi. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Tudi. a. Curah Hujan Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh kepermukaan bumi. Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap akar tanaman. b. Jenis Tanah Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik terdapat penimbunan liat dihorison bawahnya dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Tanah pedsolik umumnya berwarnah gelap kecoklatan dan memiliki tekstur tanah yang mudah mengalami pencucian oleh air sehingganya memudahkan untuk terjadinya longsor. c. Kemiringan Lereng. Pengaruh kemiringan lereng terhadap proses terjadinya longsoran sangat besar, posisi lahan yang miring mempermudah penurunan material tanah kearah bawah yang mengikuti gaya gravitasi, selain jenis tanah dan curah hujan faktor pemicu terjadinya longsor di Desa Tudi adalah kemiringan lereng. 4.2.3 Jenis - jenis Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara. Berdasarkan hasil penelitian sebaran longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 2 jenis longsoran yaitu aliran dan runtuhan. Dapat dilihat bahwa 9 Desa merupakan hasil dari aliran bahan rombakan. Aliran dalam gerakan permukaan adalah berpindahnya partikel yang bergerak dalam pergerakan massa. Material tersebut mungkin merupakan batuan dengan retakan yang banyak dan menghasilkan runtuhan yang tertanam dalam matrik atau materi yang berukuran halus. Longsoran ini terjadi pada tanah atau pasir yang memiliki kandungan air yang besar. Longsoran ini terjadi terus-menerus seperti air yang mengalir dalam jumlah besar dengan densitas cairan yang besar pula. Adapun nama Desa yang termasuk longsoran aliran bahan rombakan yaitu Desa Langke, Dea Putiana, Desa Ilangata, Desa Dambalo, Desa Sembihingan 1, Desa Zuriati, Desa dan Desa puncak Mandiri. Dan terdapat satu desa yang memiliki jenis longsoran runtuhan batu yaitu Desa sembihingan 2. 4.2.4 Klasifikasi Kerentanan Desa Terhadap Longsoran. Dalam melakukan klasifikasi kelas kerentanan longsoran untuk setiap desa perlu diadakan identifikasi terhadap desa yang terkena dampak. Adapun identifikasi tersebut bertujuan untuk mengetahui Desa-Desa yang rawan terhadap tanah longsor. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan klasifiksi yaitu : a. mengetahui jenis batuannya. b. mengetahui jenis tanahnya. c. mengetahui tekstur tanahnya. d. mengamati penggunaan lahannya. e. mengetahui derajat kemiringan lerengnya. f. mengamati kerapatan vegetasinya. g. mengetahui curah hujan untuk setiap Desa, karena didaerah yang sama terjadi perbedaan curah hujan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka setiap desa dilokasi penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara yang rentan terhadap bencana longsor dapat dikelompokan menjadi beberapa kelas kerentanan yaitu : 1. Kelas kerentanan sedang yaitu terdiri dari 3 (tiga) Desa yakni Desa Dambalo, Desa Tudi, dan Desa Lelato. 2. Kelas kerentanan tinggi yaitu terdiri dari 7 Desa yaitu Desa Putiana, Desa Zuriati, Desa Sembhingan 1, Desa Sembihingan 2, Desa Ilangata, Desa Puncak mandiri dan Desa Langke. 4.2.5 Pemetaan Sebaran Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara. Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi atau benda-benda angkasa dan umumnya digambarkan pada satu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan . Dengan kalimat sederhana, pengertian peta merupakan pengecilan dari permukaan bumi atau benda angkasa yang digambarkan pada bidang datar, dengan menggunakan ukuran, simbol dan sistem generalisasi (penyederhanaan). Pemetaan sebaran longsoran merupakan suatu proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran dengan menggunakan cara atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta sebaran longsoran yang berbentuk data spasial vektor maupun raster. 4.2.5.1 Proses Pemetaan Proses pemetaan yaitu tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan peta. Adapun tahap proses pemetaan yang dilakukan yaitu : a) Tahap pengumpulan data Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan data sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis evaluasi tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat berupa data primer atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah data yang bersifat spasial, artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar secara keruangan pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dahulu menurut jenisnya seperti kelompok data kualitatif atau data kuantitatif. Pengenalan sifat data sangat penting untuk simbolisasi atau penentuan dan pemilihan bentuk simbol, sehingga simbol tersebut akan mudah dibaca dan dimengerti. Setelah data dikelompokkan dalam tabel-tabel, sebelum diolah ditentukan dulu jenis simbol yang akan digunakan. Untuk data kuantitatif dapat menggunakan simbol batang, lingkaran, arsir bertingkat dan sebagainya, lakukan perhitungan-perhitungan untuk memperoleh bentuk simbol yang sesuai. b) Tahap penyajian data Langkah pemetaan kedua berupa panyajian data/tahap pemetaan/ pembuatan peta. Tahap ini merupakan upaya melukiskan atau menggambarkan data dalam bentuk simbol, supaya data tersebut menarik, mudah dibaca dan dimengerti oleh pengguna. Penyajian data pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan benar supaya tujuan pemetaan dapat tercapai. c) Tahap penggunaan peta Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting karena menentukan keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan dapat digunakan/dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk melakukan komunikasi, sehingga pada peta harus terjalin interaksi antar pembuat peta (map maker) dengan pengguna peta (mapusers). Oleh karena itu peta hasil sebaran longsoran dapat di lihat pada gambar peta yang tercantum pada bab 111 Hal 19.