BAB I LATAR BELAKANG BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH Peradaban dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para sahabat (Khulafaur Rasyidin), dan sejarah kekhalifahan Islam hingga kehidupan umat Islam dewasa ini. Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber pada peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam memang berbeda dari agama-agama lain, sebagaimana pernah diungkapkan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither Islam kemudian dikutip M.Natsir, bahwa, “Islam is andeed much more than a system of theology, it is a complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama. Jadi, dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama “bumi” (non-samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan. Maju mundurnya peradaban Islam tergantung dari sejauh mana dinamika umat Islam itu sendiri. Dalam sejarah Islam tercatat, bahwa salah satu dinamika umat Islam itu dicirikan oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Islam, diantaranya Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Terlebih lagi Dinasti Abbasiyah, karena memiliki peradaban yang tinggi. Salah satu indikasinya adalah munculnya ilmuwan-ilmuwan dan para pemikir muslim. Atas dasar itulah, kami merasa penting untuk mengusung pembahasan mengenai bani Abbasiyah, demi memenuhi tugas makalah kuliah “Sejarah Peradaban Islam”. Adapun topik bahasan yang kami ketengahkan adalah latar 1|Dinasti Abbasiyah belakang berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, pemerintahan dinasti Abbasiyah, dan kemajuan dan kemunduran pada masa ini, baik dari aspek ekonomi, politik, dan sosial. Latar belakang berdirinya dinasti abbasiyah. Nabi Muhammad SAW. telah meletakkan dasar-dasar Islam di Mekkah dengan penuh tantangan dari kaum Qurays. Pada periode Mekkah ini, Nabi Muhammad SAW belum berhasil membentuk komunitas Islam, karena jumlah pengikutnya masih sedikit.Dengan demikian, pada periode Mekkah ini beliau hanya berfungsi atau hanya memfungsikan perannya sebagai seorang pemimpin agama. Akan tetapi, setelah hijrah ke Madinah pada tahun 1 H./622 M., jumlah pengikutnya mulai bertambah sehingga beliau perlu meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam1 Di Madinah inilah Nabi Muhammad SAW mulai melakukan kegiatan dan strategi untuk membangun masyarakat Islam.Kegiatan yang dilakukannya diantaranya membangun masjid sebagai sarana ibadah dan social.Kemudian meningkatkan rasa ukhuwah Islamiyah dalam rangka mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Selanjutnya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang non-muslim dimana pada waktu itu, masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri dari tiga kelompok besar yaitu kelompok muslim, KelompokArab yang belum masuk Islam Kelompok Yahudi. Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang kemudian dalam sejarah dikenal denganKonstitusi Madinah.2 1 [1] Teori ini pada umumnya disepakati oleh beberapa sejarawan, lihat diantaranya Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj., Jakarta: Rajawali Press, 1996; Marshal G. Hodgson, The Venture of Islam, terj., Jakarta: Paramadina, 1999; Nourouzzaman Shiddiqie, Jeram-Jeram Peradaban Islam, Yogyakarta: LKiS, 1993; Ismail Raji al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 1985 2 [2] Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal. Dari pasal-pasal tersebut dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa komunitas itu memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama dijamin bagi semua 2|Dinasti Abbasiyah Dengan adanya Konstitusi Madinah tersebut, hal ini memperlihat kan bahwa masyarakat Madinah pada waktu itu telah membentuk satu kekuatan politik bentuk baru yang bernama ummah atau komunitas3 Bentuk ummah inilah yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan akhirnya menjadi Negara. Di Madinah ini keadaan nabi Muhammad SAW dan ummat Islam mengalami perubahan yang cukup signifikan.Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupakan ummat yang lemah dan tertindas, maka setelah hijrah ke Madinah, mereka memiliki kedudukan yang baik dan menjadi ummat yang kuat dan mandiri secara social-politik.Nabi Muhammad SAW sendiri kemudian menjadi pemimpin dari masyarakat yang baru terbentuk tersebut, yang pada giliran selanjutnya, komunitas ini menjelma menjadi suatu entitas Negara. Negara itu pada masa Nabi Muhammad SAW meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa di Madinah Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai Rasulullah (pemimpin agama), akan tetapi juga merupakan kepala Negara. Pada diri Nabi Muhammad SAW terhimpun dua kekuasaan yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.4 Setelah nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H./8 Juni 632 M., fungsinya sebagai pemimpin agama tidak dapat digantikan oleh siapapun karena penggantian Nabi Muhammad SAW itu didasarkan pada otoritas mutlak dan penegasan Illahi dan tidak dapat dialihfungsikan oleh manusia5 akan tetapi funsgi Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin politik harus dan mesti ada yang menggantikannya. komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada Madinah. Keempat, Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin tertinggi masyarakat Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social bagi setiap komunitas. Bandingkan juga dengan Umar Syarif, Fi al-Nizham al-Hukm alIslam, Kairo: Mathba’ah, 1979, hal. 23; Ibn Hisyam, al-Shirah al-Nabawiyyah, Jilid I, Kairo: Mathba’ah, tt, hal, 501; Muhammad Hussein Haikal,Sejarah Hidup Muhammad, terj., Jakarta: Litera Antar Nusa, 1970; Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 27 3 William Montgomerry Watt, Muhammad Prophet and Stateman, New York: Oxford University Press, 1969, hal. 94 4 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, hal. 92 5 William Montgomerry Watt, Kejayaan Islam : Kajian Kritis Dari Orientalis, terj., Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990, hal. 8 3|Dinasti Abbasiyah Oleh sebab itu, setelah nabi Muhammad SAW wafat, persoalan pertama yang muncul adalah persoalan politik yaitu persoalan siapa yang berhak menggantikan beliau sebagai kepala Negara.Ada tiga golongan yang bersaing dalam perebutan kepemimpinan yaitu kaum Anshar, kaum Muhajirin dan keluarga Hasyim.6Persoalan ini muncul karena tidak ada wasiat dari Nabi Muhammad SAW. Kaum Anshar :Dan kata Anshar berasal dari kata 'nashara' yang artinya menolong.Sedangkan kaum Anshar berati kaum penolong.Dalam sejarah islam, kata anshar biasanya dimaksudkan kepada umat islam Madinah yang membantu Rasulullah s.a.w dan sahabatnya yang hijrah ke Madinah. Kaum Muhajirin :Kata muhajirin berasal dari kata 'hajara', yang berarti berhijrah. Sedangkan muhajirin berati orang-orang yang berhijrah.Dalam sejarah islam, kata muhajirin biasanya dimaksudkan kepada orang2 orang yang berhijrah bersama Rasulullah s.a.w dari kota Mekkah ke kota Madinah. Bani Hasyim :Bahasa Arab:Hasyimiyah; (bahasa Inggris: Hashemites)) adalah salah satu marga/klan dalam suku Quraisy yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim adalah ayah dari kakek Nabi Muhammad SAW. Anggota dari marga ini disebut Hasyimiyah. Bani Hasyim merupakan anggota dari marga Bani Abdul Manaf, marga yang paling terhormat dalam suku Quraish. Selain Bani Hasyim, cabang lainnya dari marga Bani Abdul Manaf adalah Bani Muththalibdan Bani Abdus Syams yang menurunkan Bani Umayyah. Selain itu Bani Hasyim juga menurunkan Bani Abbasiyah yang kemudian menjalankan kekhalifahan setelah mengalahkan Bani Umayyah. Proses pemilihan pemimpin politik sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW sangat menegangkan dan hampir saja menimbulkan pertumpahan darah, karena masing-masing golongan merasa dan mengklaim paling berhak sebagai 6 Amin Said, Nasy’ah al-Dawlah al-Islamiyyah, Mesir: Isa al-Halabi, tt., hal. 193. Lihat juga Syed Mahmudunnasir, Islam : Its Concepts and History, Bandung: Rosda Karya, 1994, hal. 158 4|Dinasti Abbasiyah pengganti Nabi. Namun setelah melalui musyawarah dan pertimbanganpertimbangan logis-rasional, maka terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama.7 Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar tidak begitu lama (11-13 H./632634 M.). Kemudian berturut-turut yang memerintah adalah ‘Umar bin Khattab (13-23 H./634-644 M.), ‘Utsman bin Affan (23-35 H./644-656 M.) dan ‘Ali bin Abi Thalib (35-40 H./656-661 M.).8Dalam sejarah Islam keempat orang pengganti Nabi Muhammad SAW tersebut adalah pemimpin yang adil dan benar.Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari Rasulullah SAW bagi kemajuan Islam dan ummatnya.Karena itu, kepada mereka diberi gelar alKhulafa al-Rasyidin.Pada masa Nabi Muhammad SAW., negara Islam baru meliputi Kota Madinah yang merupakan City State atau Stadstaat.Akan tetapi pada masa Khulafa al-Rasyidin, kekuasaan Islam telah meluas.Negara Islam telah menjadi A World State.9 Dengan meninggalnya ‘Ali bin Abi Thalib, maka berakhir pula kekuasaan Khulafa al-Rasyidin. Pada masa ini, Gubernur Syam yaitu Mu’awiyyah bin Abi Syofyan tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal dari kedaulatan Dinasti Umayyah. Mu’awiyyah bin Abi Syofyan adalah pembangun Dinasti Umayyah sekaligus menjadi khalifahnya yang pertama. Beliau memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Kuffah ke Damaskus.10 Dengan naiknya Mu’awiyyah bin Abi Syofyan ini sebagai penguasa Dinasti Umayyah tersebut, hal ini merupakan tahapan peralihan yang menyimpangkan Negara Islam atau al-awlah al-Islamiyyah dari system khilafah menjadi pemerintahan yang monarchiheredetis (kerajaan turun 7 M.A. Shaban, Sejarah Islam Penafsiran Baru, terj., Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, hal. 25 8 Lebih detail, secara kronologis dan deskriptif ringkas lihat CE.Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj. Bandung: Mizan, 1994 9 Mengenai perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Khulafa al-Rasyidin ini dpata dilihat dalam Ali Mufrodi, Islam ……, hal. 67; Harun Nasution, sejarah Ringkas Islam, Jakarta: Djambatan, 1980, hal. 5 10 ] Ali Mufrodi, Islam …., hal. 69 5|Dinasti Abbasiyah temurun)11 Dinasti Ummayyah ini berkuasa dari tahun 41-132 H./661-750 M. dengan 14 orang khalifah12 Masa pemerintahan Dinasti Umayyah ini dikenal sebagai era agressif dalam sejarah peradaban Islam. Stressing kebijakan politik tertumpu pada perluasan wilayah kekuasaan.Dinasti ini melakukan ekspansi besar-besaran, baik ke bahagian barat maupun ke bahagian belahan timur dunia. Wilayah kekuasannya menjadi sangat luas, diantaranya meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Jazirah Arabia, Palestina, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Uzbekistan, Turkistan dan Kyrghistan di Asia Tengah. 13Kebesaran yang telah diraih oleh Dinasti Umayyah ini ternyata tidak mampu membuatnya bertahan lama. Dinasti ini hanya mampu bertahan selama lebih kurang 90 tahun, dan setelah itu hancur ditelan sejarah Diantara penyebab langsungnya antara lain dengan munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‘Abbas bin ‘Abd al-Muthalib. Dalam hal ini sebenarnya terdapat beberapa factor yang mendukung keberhasilan mereka dalam menggulingkan Dinasti Umayyah, antara lain : a) Meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Dinasti Umayyah. b) Pecahnya persatuan diantara suku-suku bangsa Arab c) Munculnyakekecewaan masyarakat agamais dan keinginan mereka untuk memiliki pemimpin kharismatik serta perlawanan Syi’ah14 11 Abu A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, terj., Bandung: Mizan, 1996, hal. 188 12 CE.Bosworth, Dinasti ……., hal. 37-41 13 Harun Nasution, Islam ………, hal. 62 14 Kelompok Mawali yaitu non-Arab yang telah memeluk agama Islam.Mereka kecewa karena diperlakukan secara diskriminatif oleh penguasa Dinasti Umayyah.Perpecahan antara suku-suku Arab menyebabkan munculnya kembali fanatisme Arab Utara dan Arab Selatan.Hal ini juga mengakibatkan munculnya gerakan Hasyimiyah.Menurut mereka, idealnya Negara harus dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas agama dan politik. Sedangkan orang-orang Syi’ah memiliki dendam histories dan mereka tidak bias melupakan tragedy Karbala yang memilukan tersebut dan perlakuan kejam Dinasti Umayyah terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib. Lebih lanjut lihat J.J. Sounder, A History of Medieval Islam, London: tt., hal. 96 6|Dinasti Abbasiyah Penyebab-penyebab lainnya antara lain : 1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya, 2. Merendahkan kamum muslimin yang bukan keturunan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan. 3. Pelanggaran pada ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia secara teranterangan. Oleh karena itu logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan gerakan rahasia untuk menumbangakan Dinasti Umawiyah . Gerakan ini menghimpun : a) Keturunan Ali (Alawiyah) pemimpinnya Abu Salamah. b) Keturunan Abbas (Abasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman c) Ketuarunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany. Mereka membagi tiga poros (Humairah, Kufah dan Khurrasan) yang merupakan pusat kegiatan, antar satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memaikan perannya utuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah daulah Umawiyah dengan terbunuhnya Marwan mulalah berdiri daulah abbasiyah dengan diangkatnya khalifah pertama, Abdullah bin Muhammad, dengan gelar Abu alAbbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/750-754M.Setelah hancurnya Dinasti Umayyah ini, muncullah Dinasti Abbasiyah sebagai penggantinya. Dinasti ini didirikan oleh salah seorang keturunan paman Nabi Muhammad SAW yang bernama ‘Abdullah al-Saffah bin Muhammad Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas. Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Dinasti Umayyah.Mereka dapat mencapai hasil yang lebih banyak karena landasannya infrastruktur dan supra strukturnya telah dipersiapkan oleh Dinasti Umayyah.Dengan berdirinya Dinasti Abbasiyah ini pusat pemerintahannya kemudian dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah 7|Dinasti Abbasiyah ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama yaitu dari tahun 132-656 H./750-1258 M15 Antara dinasti Umawiyah dan dinasti Abbasiyah terdapat beberapa perbedaan : 1. Umawiyah masih mempertahankan dan mengagungkan keturunan Arab murni, baik khalifah atau pegawai dan rakyatnya. Akibatnya,terjadilah semacam kasta dalam Negara yang masih Arab murni menduduki tertainggi disamping keturunan campuran dari orang-orang asing yang disebut mawali. Abbasiyah tidak seketat itu lagi , hanya khalifah yang dari Arab sehingga istilah mawali lenyap, bahkan para menteri, gubernur, panglima dan pegawai diangkat dari golongan Mawali, terutama keturunan Persia. 2. Ibu kota Umawiyah, Damaskus, masih bercorak adat jahiliyah yang ditaburi oleh kemegahan Byanzitum dan Persia. Sedangaknibu kota Abbasiyahm Baghdad, sudah beracelup Persia secar keseluruhan dan dijadikan kota internasional. 3. Umawiyah bukan keluarga Nabi, sedangkan Abbasiyah mendasarkan kekhalifahan pada keluarga Nabi (Abbas adalah paman Nabi). Pada awal pergerakannya meraka membentuk gerakan Hasyimiyah yang meanghimpun keturunan bani Hasyim yang terdiri dari awaliyah dan abbasiyah, walaupun pada akhirnya yang menjadi khalifah adalah keturunan Abbas sedangkan keturunan Ali ditindas. 4. Kebudayaan Umawiyah masih bercorak Arab jahiliyah dengan kemegahan bersyair dan berkisah. Sedangkan kebudayaan Abbasiyah membuka pintu terhadap semua kebudayaan yang maju sehingga berasimilasilah kebudayaan Arab,Persia, Yunani dan Hindu. 5. Khalifah Umawiyah gemar kepada syair dan kasidah seperti pada zaman kemegahan kesusasteraan Arab jahiliyah. Sedangkan khalifah Abbasiyah, terutama pada masa Abbasiyah I, gemar kepada ilmu pengetahuan 15 Bojena Gajane Stryzewska, tarikh al-Dawlah al-Islamiyyah, Jilid III, Beirut: Al-Maktab al-Islamiyyah, tth., hal. 360 8|Dinasti Abbasiyah akibatnya ilmu pengetahuan menjadi pesat bahkan mencapai masa keemasannya.16 Periodisasi Pemerintahan Daulah Abbasiyah a. Periode Dinasti Abbasiyah kesatu Periode pemerintahan Abbasiyah kesatu memakan waktu kira-kira satu abad lamanya (132-232H=750-847M). Periode ini dianggap sebagai periode kejayaan daulah Abbasiyah sebab dalam periode ini kekuasaan masih sepenuhnya dipegang oleh khalifah serta kebudayaan dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Tulang punggung kekuatan pada masa ini adalah orang-orang Persia. Sedangkan khalifah-khalifah pada masa ini adalah: 1. As-Saffah (132-136H=750-847M). Sejarawan memberi gelar Abdul Abbas “As-Saffah”, karena beliau adalah seorang khalifah yang banyak menumpahkan darah, tetapi ada juga yang mengatakan, beliau adalah khalifah yang pemurah dan dermawan. 2. Al-Manshur (136-158H=745-775M). Abu Ja’far diberi gelar Almanshur karean beliau memperoleh kemenangan dalam banyak pertempuran yang beliau ikuti. Ibu kota Baghdi bangun dengan mengambil lokasi didaerah pinggir belahan timur sungai Tigris, agak sebelah utara Madain dan daulah bani Umayyah kedua berdiri di Andalusia, mereka dari kekuasaan daulah Abbasiyah. 3. .Al-Mahdi (158-169H=775-785M). Sejak al-Mahdi menjadi khalifah Abbasiyah mulailah bermewah-mewahan, berbeda dengan as Saffah dan al-Manshur yang mencerminkan kesederhanaannya serta tidak mau minum-minuman keras atau main perempuan. Panglima perang daulah Abbasiyah saat itu adalah Harun ar Rasyid. Harun ar rasyid berserta tentara dan armadanya berhasil mengepung ibu kota Konstantinopel, yang membuat empress Irene penguasa Byzantium 16 Ahmads Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1972), jilid I, h. 290 9|Dinasti Abbasiyah pada tahun 782 memohon perdamaian kepada al-Mahdi dan bersedia membayar upeti tahunan sebesar 70.000 ringgit. 4. .Al-Hadi (169-170H=785-786M). al-Hadi adalah Musa bin Muhammad al-Mahdi. Kedaan istanan khalifah Abbasiyah al-Mahdi yang kacau, al-Mahdi mengengkat putranya, al-Hadi, sebagai khalifah jauh dari Irak (di Jurjan dekat Laut Qazwin). Karena tekanan-tekanan dar istrinya, al-Khayzuran, ibunda Haarun ar Rosyid yang mengiginkan agar Harun menjadi khalifah sepeninggalan ayahnya. Walaupun demikian,al-Mahdi telah memaksa al-Hadi agar turun dari kekuasaannya di Jurjan, tapi al-Hadi menolak hal itusehingga ayahnya berangkat untuk menemuinya. Namun al-Mahdi meningal atau dibunuh dengan racun atau senjata. Analisis sejarah menyimpulkan bahwa putranya, al-Hadi, berada dibalik aksitersebut. Karen ia merasa terancam oleh ayahnya. Setalah itu al-Hadi pergi ke Baghda untuk menerima kursi kekuasaan karena ia adalah putra mahkota resmi. Kekhalifahan al-Hadi tidak lebih dari satu tahun. 5. Ar rasyid (170-193H=786-809M). Ar rasyid adalah Harun bin Humammad al-Mahdi. Beliau diberi gelar ar Rasyid karena kecendikiawannya ketika beliau melakukan perundingan dengan Irene pada masa ayahnya, al-Mahdi. Kaisar Nicephorus yang mengantikan Irene kalah perang melawan tentara Abbasiyah, sehinga menyerah dan bersedia menyerahkan upeti tahunan kepada Harun ar Rasyid. Karena ide dan hasutan orang yang dengki maka Harun ar Rasyid menjatuhkan hukuman mati terhadap keluarga Barmaki (berdarah Persia) yang sebenarnya merupakan tulang pungung kekuasaan daulah Abbasiyah sejak al-Manshur sampai ar Rasyid. 6. Al-Amin (170-193H=786-809M). Al-min adalah Muhammad putra Harun ar Rasyid dari istrinya yang keturunan bani Hasyim. Memecat saudaranya, al-Ma’mun sebagai putra mahkota atas desakan orangorang dekatnya. Oleh sebab itu, terjadilah perang saudara yang berakhir dengan kemenangan dipihak al-Ma’mun. 10 | D i n a s t i A b b a s i y a h 7. Al Ma’mun (198-218H=813-833M). al-Ma’mun adalah Abdullah putra Harun ar Rasyid dari istrinya yang keturunan Persia. Beliau sebagai khalifah berkedudukan di kota Merv, ibu kota Khurasan. Pada masanya dipandang sebagai puncak gemilang kebudayaan Islam, beliau mengikuti paham Mu’tazilah yang menggap al-Qur’an adalah mahluk dan membasmi orang suni yang dipelopori oleh imam Ahmad bin Hambal yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu qadim. Saat itu tokoh-tokoh suni mengalami ujian yang dikenal al-Mihnah. Al-Mihnah ini menimpa mereka sampai masa khalifah al-Mu’tashim dan alWatsiq. Al-ma’sum berkeinginan menyerahkan khalifa Ali bin abi Thalib, dengan cara, mengawinkan putrinya dengan ar Ridha, seorang imam Syiah Istna Asyariah. Gagasan itu dipengaruhi oleh wazir besar Fadl bin sahal (keturunan Persia), tetapi ditentang oleh kalangan Abbasiyah, sehingga penduduk bagdad memecatnya dan mengantinya dengan Mubarak. Namun, soal ini dapat diatasi oleh al-Ma’mun setelah ar Ridha wafat. 8. Al-Mu’tashim (218-227H=833-842M). Al-Mu’tashim adalah Muhammad bin Harun ar Rasyid. Al-Ma’mum berwasiat kepada alMu’tashim, yaitu: a. Melanjutkan al-Mihnah, dan b.Bersikap lunak kepada kelompok Alawiyah .Wasiat itu dilaksanakan dengan baik, pada masanya beliau mendirikan kota Samarra dan beliau mulai mengantikan orang-orang Persia dengan orang-orang Turki, terutama dalam tentaraan, sebab ibunya keturunan bangsa Turki. Sejak itu orang-orang turki mulai berpengaruh didalam kekuasaan daulah Abbasiyah. 9. Al-Watsiq (227-232H=842-847M). al-Watsiq adalah Harun bin Muhammad al-Mu’tashim. Pada masanya terjadi peristiwa besar yaitu perpindahan penduduk Jazirah Arab bagian selatan ke pesisir Afrika bagian timur. Disana mereka membuka bandar-bandar baru sebagai 11 | D i n a s t i A b b a s i y a h perdagangan. Peristiwa ini diramal oleh sejarawan terkenal Toynbee sebagai awal proses Islamisasi bagi seluruh Afrika hitam. b.Periode Daulah Abbasiyah kedua Priode Abbasiyah kedua, yaitu sejak masa khalifah al-Mutawakil (232H=847M) sampai dengan berdirinya daulah Bulwaihi (334H=945M). Pada masa itu ditandai dengan besarnya pengaruh orang-orang Turki dan pulihnya pengaruh aliran Sunni. Al-Mutawakil sendiri mati terbunuh atas persekongkolan orang-orang turki dengan putra al-Mutawakil sendiri. Al-Mutawakil digantikan putranya itu yang diberi gelar al-Mutashir. Ia berkuasa hanya enam bulan lamanya. Daulah Abbasiyah sepenuhnya berada dalam kuasaan orang-orang turki. Sedangkan khalifah-khalifah Abbasiyah hanya sebagai simbol belaka. Pada priode Abbasiyah kedua ini lebih banyak lagi wilayahwilayah berdiri sendiri sehinga kekuasaan daulah Abbasiyah tinggal daerah Baghdad dan sekitarnya. Khalifah-khalifah Abbasiyah pada masa Abbasiyah kedua ialah: 10. Al-Mutawakkil (242-247H=847-861M) 11. Al-Mutasyir (247-248H=861-862 M) 12. Al-Mustain (248-252H=862-866 M) 13. Al-Mu’tazz (252-255H=866-869 M) 14. Al-Muqtadi (255-256H=869-870 M) 15. Al-Mu’tamid (256-279H=870-892 M) 16. Al-Mu’tadhid (279-289H=892-902 M) 17. Al-Muqtqfi (289-295H=908-908 M) 18. Al-Qahir (320-322H=908-934M) 19. Al-Radhi (322-329H=934- 940M) 20. AL-Muttaqi(329-333H=940-944M) 21. Al-Mustakfi(333-334H=944-946M) c. Periode Daulah Abbasiyah Ketiga 12 | D i n a s t i A b b a s i y a h Periode Abbasiyah ketiga, yaitu sejak tahun 334H sampai dengan tahun 447H. Khalifah Abbasiyah yang ke dua puluh dua ialah alMustakfi Billah. Ia diangkat sebagai khalifah atas usaha seorang sahaya Turki, bernama Illam. Pada masanya Ahmad bin Buwaihi menyatakan dirinya sebagai Muizzud daulah. Dengan kekuasaannya itu Muizzud daulah mesahkan wilayah fars tetap pada kekuasaan saudaranya, Ali bin Buwaihi dengan gelar Imadud-daulah dan wilayah Isfahan tetap pada kekuasaan saudarnya, Hasan bin Buwaihi dengan gelar Ruknud-daulah. Al-mustakfi diganti oleh al-Muthi’illah. Al-Muthi’illah sebagai khalifah hanya mempunyai wewenang khutbah pada waktu shalat jumat dan hari raya serta cap stempel khalifah untuk surat-surat remi tertentu. Sedangkan kekuasaan pemerintahannya sepenuhnya berada ditangan muizzud daulah. Pada masa muizzud daulah sebagai Amirul Umara’ wilayah wewenang daulah Abbasiyah pulih kembali, kecuali wilayah Andalusia yang berada dalam kekuasaan bani Umayyah, wilayah Afrika barat dan utara yang berada dalam kekuasaan Fathimiyah dan daerah pedalaman Jazirah Arabiyah yang berada dalam kekuasaan Qaramithah. Bani Buwaihi beraliran syiah, sedangkan khalifah tetap berpegang pada madzahab Suni. Ibu kota resmi bani buwahi di Shiraz, sedangkan Bagdad menempati ibu kota ke dua. Pada masa Muizzud daulah yang berkuasa dua puluh tahun lamanya itu pembangunan berjalan dengan baik, rakyat merasa aman dan Hajar Aswad yang pada tahun 317 H diambil kembali oleh Qaramithah dapat ditempatkan kembali ke tempat semula. Muizzud Daulah diganti oleh putranya, Izzud daulah. Karena Izzud Daulah lebih mementingkan kemewahan dan berfoya-foya, maka kekuasaannya itu diambil oleh saudara sepupunya, Idhud Daulah. Pada masa Idhud Daulah ini pembangunan materil dan perkembangan ilmu 13 | D i n a s t i A b b a s i y a h pengetahuan amat digalakan. Sehingga simpati rakyat amat besar kepadanya dan ia sendiri mengangkat dirinya sebagai al-Mulk, sebuah gelar baru dalam sejarah Islam. Khalifah-khalifah Abbasiyah pada masa Abbasiyah Ketiga ialah: 22. Al-Mustakfi (333-334H=944-946M) 23. Al-Muthi’ (334-363H=946-974M) 24. Al-Thai (363-381H=974-991M) 25. Al-Qadir (381-422H=991-1031M) 26. Al-Qaim (422-467H=1031-1075M) d. Periode Daulah Abbasiyah Keempat Periode Daulah Abbasiyah keempat, yaitu sejak tahun 447H=1055M sampai dengan tahun 656H=1258M. Periode ini ditandai besarnya pengaruh keluarga bani saljuk. Khalifah-khalifah pada masa Abbasiyah keempat ini adalah: 27. Al-Qaim (422-467H=1031-1075M) 28. Al-Muqtadi (467-487H=1075-1094M) 29. Al-Mustazhir (487-512H=1094-1118M) 30. Al-Mustarsyid (512-529H=1118-1134M) 31. Ar-Rasyid (529-530H=1134-1135M) 32. Al-Muktafi (530-555H=1135-1160M) 33. Al-Mustanjid (555-566H=1160-1170M) 34. Al-Mustandhi` (566-575H=1170-1179M) 35. An-Nashr (575-622H=1179-1225M) 36. Az-Zahir (622-623H) 37. Al-Muntanshir(623-640H=1225-1243M) 38. Al-Musta’shim (640-656H=1243-1258) Pada masa saat itu ada dua peristiwa besar yang melanda umat Islam. Pertama, perang salib, antara dunia Islam dengan dunia barat Nasrani dan penyerbuan bangsa Mongol ke Baghdad yang membuat 14 | D i n a s t i A b b a s i y a h berakhirnya daulah Abbasiyah. Setelah peristiwa ini, kedudukan khalifah Abbasiyah pindah ke mesir. 15 | D i n a s t i A b b a s i y a h BAB II MASA KEEMASAN DINASTI ABBASIYAH Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah Dinasti Abbasiyah adalah suatu dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (negara) Islamiah pada masa klasik dan pertengahan Islam. Daulat Islamiah ketika berada di bawah kekuasaan dinasti ini disebut juga dengan Daulat Abbasiyah. Daulat Abbasiyah adalah daulat (negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulat Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas as-Saffah, nama lengkapnya yaitu Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn alAbbas.Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik, sosial , dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan pola politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: 1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia Pertama. 2. Periode Kedua (232 H/847 M – 234 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki Pertama. 3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M, masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia Kedua. 4. Periode Keempat (447 H/1055 M/ - 590 H/1194 M), masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki Kedua. 5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa Khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad. 16 | D i n a s t i A b b a s i y a h Dalam zaman Daulah Abbasiyah, masa meranumlah kesusasteraan dan ilmu pengetahuan, disalin ke dalam bahasa Arab, ilmu-ilmu purbakala. Lahirlah pada masa itu sekian banyak penyair, pujangga, ahli bahasa, ahli sejarah, ahli hukum, ahli tafsir, ahli hadits, ahli filsafat, thib, ahli bangunan dan sebagainya. Zaman ini adalah zaman keemasan Islam, demikian Jarji Zaidan memulai lukisannya tentang Bani Abbasiyah. Dalam zaman ini, kedaulatan kaum muslimin telah sampai ke puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan, ataupun kekuasaan. Dalam zaman ini telah lahir berbagai ilmu Islam, dan berbagai ilmu penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam mengembangkan ilmu pengetahuan, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum pernah ada dalam sejarah.Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat pada alam pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia. Permulaan yang disebut serius dari penerjemahan tersebut adalah sejak abad ke-8 M, pada masa pemerintahan Al-Makmun (813 –833 M) yang membangun sebuah lembaga khusus untuk tujuan itu, “The House of Wisdom / Bay al-Hikmah”. Dr. Mx Meyerhof yang dikutip oleh Oemar Amin Hoesin mengungkapkan tentang kejayaan Islam ini sebagai berikut: “Kedokteran Islam dan ilmu pengetahuan umumnya, menyinari matahari Hellenisme hingga pudar cahayanya. Kemudian ilmu Islam menjadi bulan di malam gelap gulita Eropa, mengantarkan Eropa ke jalan renaissance. Karena itulah Islam menjadi biang gerak besar, yang dipunyai Eropa sekarang. Dengan demikian, pantas kita menyatakan, Islam harus tetap bersama kita.” (Oemar Amin Hoesin) Adapun kebijaksanaan para penguasa Daulah Abbasiyah periode 1 dalam menjalankan tugasnya lebih mengutamakan kepada pembangunan wilayah seperti: Khalifah tetap keturunan Arab, sedangkan menteri, gubernur, dan panglima perang diangkat dari keturunan bangsa Persia. Kota Bagdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan ekonomi dan sosial serta politik segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya, ada bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi, Hindi dan 17 | D i n a s t i A b b a s i y a h sebagainya.Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu hal yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada umumnya khalifah adalah para ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan benar-benar dari belenggu taklid, hal mana menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang aqidah, falsafah, ibadah dan sebagainya.Para menteri keturunan Persia diberi hak penuh untuk menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun/peradaban Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaannya untuk memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan ilmu pengetahuan, sehingga karena banyaknya keturunan Malawy yang memberikan tenaga dan jasanya untuk kemajuan Islam. A. Pendidikan Zaman Abbasiyah Masa keemasan Abbasiyah adalah zaman keemasan peradaban (pendidikan) Islam yang berpusat di Baghdad yang berlangsung selama kurang lebih lima abad (750-1258 M). Hal ini dibuktikan oleh keberhasilan tokoh-tokoh Islam dalam menjalani keilmuan dan dengan karya-karyanya. Mulai dari aliran fiqih, tafsir, ilmu hadis, teologi, filsafat sampai dengan bidang keilmuan umum seperti matematika, astronomi, sastra sampai ilmu kedokteran. Keberhasilan dalam bidang keilmuan tersebut disebabkan adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk sebuah peradaban. Mereka memahami bahwa sebuah kekuasaan tidak akan kokoh tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan.17 Hal itu dapat ditunjukkan melalui antusias mereka dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama’, para 17 Yusuf Qardhawi, Meluruskan Sejarah Umat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.123. 18 | D i n a s t i A b b a s i y a h pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, dan banyaknya perpustakaan yang dibuka, salah satunya adalah Bait al-Hikmah. Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (768-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M).18 Masa pemerintahan Harun al-Rasyid yang 23 tahun itu merupakan permulaan zaman keemasan bagi sejarah dunia Islam bagian timur. Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Al-Ma’mun pengganti al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.19 Kehidupan intelektual di zaman dinasti Abbasiyah diawali dengan berkembangnya perhatian pada perumusan dan penjelasan panduan keagamaan terutama dari dua sumber utama yaitu al-Qur’an dan Hadis. Dalam bidang pendidikan di awal kebangkitan Islam lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat: 1. Maktab/ kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anakanak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa. 2. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan biasanya berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan mendatangkan ulama ahli. 18 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 52. 19 Ibid, hlm. 53. 19 | D i n a s t i A b b a s i y a h Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan berdirinya perpustakaan dan akademik. Kemajuan dalam bidang keilmuan tersebut dikarenakan oleh: 1. Keterbukaan budaya umat Islam untuk menerima unsur-unsur budaya dan peradaban dari luar, sebagai konsekuensi logis dari perluasan wilayah yang mereka lakukan. 2. Adanya penghargaan, apresiasi terhadap kegiatan dan prestasi-prestasi keilmuan.20 3. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. 4. Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif. Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Banyak menterjemahkan karya-karya bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua, masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Perhatian masyarakat sangat tinggi di bidang sastra dan sejarah, dalam periode awal Abbasiyah telah didapati banyak terjemahan dari bahasa Pahleli atau adaptasi dari bahasa Persia. Berkembangnya pemikiran intelektual dan keagamaan pada periode ini antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan khazanah peradaban besar dan mengembangkannya secara kreatif, ditambah dengan dukungan dari khalifah pada waktu itu dengan memfasilitasi terciptanya iklim intelektual yang kondusif. Tradisi yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/ kebebasan berfikir, penelitian 20 M. Masyhur Amin, Dinamika Islam, (Yogyakarta: LKPSM, 1995), hlm. 55. 20 | D i n a s t i A b b a s i y a h serta pengabdian mereka akan keilmuan yang mereka kuasai. Bagi mereka adalah kepuasan tersendiri bisa mempunyai kekayaan ilmu. Tradisi intelektual terlihat dari kecintaan mereka akan buku-buku yang hal itu dibarengi dengan adanya perpustakaan-perpustakaan baik atas nama pribadi yang diperuntukkan kepada khalayak umum atau disponsori oleh khalifah. Hasil membaca mereka kemudian didiskusikan dan dikembangkan lagi, mereka menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai tempat berdiskusi. Dari sinilah memunculkan ide/ keilmuan baru, tercipta tradisi menulis, menyadarkan kebutuhan untuk berkarya yang sangat tinggi. Tradisi penelitian juga kita lihat dari temuan-temuan (eksperimen) ilmu dalam bidang sains, matematika, kedokteran, astronomi, dan lain-lain. Kemajuan Bidang Pengetahuan dan Teknologi Pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan para khalifah memfokuskan pada pengembangan pengetahuan dan teknologi. Mereka menterjemahkan berbagai karya-karya baik dari bahasa Yunani, Persia, dan lainlain. Kemajuan bidang pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai meliputi: 1. Geometri, perhatian cendekiawan muslim terhadap geometri dibuktikan oleh karya-karya matematika. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi telah menciptakan ilmu Aljabar. Kata al-Jabar berasal dari judul bukunya, alJabr wa al-Muqoibah. Ahli geometri muslim lain abad itu ialah Kamaluddin ibn Yunus, Abdul Malik asy-Syirazi yang telah menulis sebuah risalah tentang Conics karya Apollonius dan Muhammad ibnul Husain menulis sebuah risalah tentang “Kompas yang sempurna dengan memakai semua bentuk kerucut yang dapat digambar”. Juga al-Hasan alMarrakusy telah menulis tentang geometri dan gromonics. 2. Trigonometri, pengantar kepada risalah astronomi dari Jabir ibnu Aflah dari Seville, ditulis oleh Islah al-Majisti pada pertengahan abad, berisi 21 | D i n a s t i A b b a s i y a h tentang teori-teori trigonometrikal. Dalam bidang astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani yang dikenal di Eropa dengan nama al-Faragnus menulis ringkasan ilmu astronomi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. 3. Musik, banyak risalah musikal telah ditulis oleh tokoh dari sekolah Maragha, Nasiruddin Tusi dan Qutubuddin asy-Syirazi, tetapi lebih banyak teoritikus besar pada waktu itu adalah orang-orang Persia lainnya. Safiuddin adalah salah seorang penemu skala paling sistematis yang disebut paling sempurna dari yang pernah ditemukan.21 4. Geografi, al-Mas’udi ahli dalam ilmu geografi diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma’aadzin al-Jawahir. 5. Antidote (penawar racun), ibnu Sarabi menulis sebuah risalah elemen kimia penangkal racun dalam versi Hebrew dan Latin. Penerjemahan dalam bahasa Latin (mungkin suatu adaptasi atau pembesaran) terbukti menjadi lebih populer dan lebih berpengaruh daripada karya aslinya dalam bahasa Arab. Di bidang kimia terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan sesuatu zat tertentu. 6. Ilmu kedokteran dikenal nama al-Razi dan ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya ilmu kedokteran berada di tangan ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosuf berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qanun fi al-Thibb yang merupakan 21 Mehdi Nakasteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hlm. 245 22 | D i n a s t i A b b a s i y a h ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah. Bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitami, yang di Eropa dikenal dengan nama alHazen. Dia terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata. 7. Filsafat, tokoh yang terkenal adalah al-Farabi, ibn Sina dan ibn Rusyd. AlFarabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah alSyifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah Para ilmuwan yang lahir dari peradaban abbasiyah adalah para ilmuwan yang sangat dikenal di berbagai pelosok dunia. Buku-buku karya mereka juga menjadi acuan utama bagi para ilmuwan lainnya, baik di Barat maupun di Timur.22 1. Bidang Astronomi: Al-Fazari, Al- Fargani (Al-Faragnus), Jabir Batany, Musa bin Syakir, dan Abu Ja’far Muhammad. 2. Bidang Kedokteran: Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Masiwaihi, Ibnu Sahal, Ali bin Abbas, Al-Razi, Ibn Rusyd, dan Al-Zahawi. 3. Bidang Optika: Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen). 4. Bidang Kimia: Jabir ibn Hayyan dan Ibn Baitar. 5. Bidang Matematika: Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Tsabit ibn Qurrah al-Hirany, dan Musa bin Syakir. 6. Bidang Sejarah: Al-Mas’udi dan Ibn Sa’ad. 7. Bidang Filsafat: Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan Musa bin Syakir. 22 Yusuf Qardhawi, Ibid, hlm. 120. 23 | D i n a s t i A b b a s i y a h 8. Bidang Tafsir: Ibn Jarir ath Tabary, Ibn Athiyah al-Andalusy, Abu Bakar Asam, dan Ibn Jaru al-Asady. 9. Bidang Hadis: Imam Bukhori (karyanya adalah kitab al-Jami’ al-Shahih yang merupakan kumpulan hadis)23, Imam Muslim, Ibn Majah, Baihaqi, dan At-Tirmizi. 10. Bidang Kalam: Al-Asy’ari, Imam Ghozali, dan Washil bin Atha. 11. Bidang Geografi: Syarif Idrisy dan Al-Mas’udi. 12. Bidang Tasawuf: Shabuddin Sahrawardi, Al-Qusyairi, dan Al-Ghozali (karya terpentingnya adalah Ihya ‘Ulum al-Din.24 13. Munculnya empat madzhab: Al-Syafi’i (peletak dasar ilmu ushul fiqih dan pencetus teori ijma’ (konsensus) yang menjadi salah satu sumber syari’ah)25, Imam Maliki, Imam Hambali, dan Imam Hanafi. B. Sistem Politik Adapun sistem politik yang dijalankan pada masa Dinasti Abbasiyah I antara lain: a) Para khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para mentri,gubernur,panglima, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali turunan Persia. b) Kota Baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai agama bisa bermukim diwilayah tersebut. c) Ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluasluasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. d) Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya. 23 Bahruddin Fanani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 90 24 Ibid, hlm. 177 25 Ibid, hlm. 66 24 | D i n a s t i A b b a s i y a h e) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memiliki peranan yang penting dalam membina peradaban Islam.26 Sedangkan sistem politik yang dijalankan oleh Dinasti Abbasiyah II, III dan IV antara lain: a) Kekuasaan kekhalifahan sudah lemah bahkan kadang-kadang hanya sebagai lambang saja. b) Kota Baghdad bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar, karena masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. c) Kalau keadaan politik dan militer merosot, ilmu pengetahuan tambah maju dengan pesatnya. Hal ini disebabkan karena masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuan, para pengarang, para penerjemah dan memberikan kedudukan terhormat kepada ulama dan pujangga.27 26 27 Samsul Nizar, op. cit., hal. 67-68. Musyarifah Susanto, op. cit., hal. 51-53. 25 | D i n a s t i A b b a s i y a h BAB III MASA KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH Akhir dari kekuasaan Bani Abbasiyah adalah saat Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (656 H/1258 M). Ia adalah saudara dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina sampai ke Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayahwilayah sebelah barat dari Cina kepangkuannya. Baghdad dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan mengirim suatu tawaran kepada Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir Al-Mu'tashim billah untuk bekerja sama menghancurkan gerakan Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi oleh khalifah. Oleh karena itu timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada bulan september 1257 M, Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah Khurasan, dan mengadakan penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan memberikan ultimatum kepada khalifah untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan pada tanggal 17 Januari 1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan. Pada waktu penghancuran kota Baghdad, khalifah dan keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah. Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya. Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi Tigris sehingga berubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi hitam kelam karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.Sebab-sebab kemunduran dinasti abbasiyah antara lain yaitu 1. Pengaruh Mamluk Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang disebut. Mamluk pada abad ke-9. Dibentuk oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa 26 | D i n a s t i A b b a s i y a h Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki. Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik berhasil berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah waktu itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini mendirikan kesultanan sendiri di Mesir dan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah berbagai serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sebagai kepala negara. 2. Pengaruh Bani Buwaih Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di antara faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa 27 | D i n a s t i A b b a s i y a h berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah. 3. Pengaruh Bani Seljuk Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan kedudukan khalifah Abbasiyah sedikit lebih baik, paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan untuk membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah: 1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah. 2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi. 28 | D i n a s t i A b b a s i y a h 3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad. Berikut dibawah ini juga merupakan sebab kemunnduran dinasti abbasiyah 1. Masa Disintegrasi (1000-1250 M. Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, provinsiprovinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerahdaerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak. Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah: a. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, b. Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. 29 | D i n a s t i A b b a s i y a h Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara: a. Seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko. b. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan. Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsiprovinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakanpergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di antaranya bahkan berusaha menguasai khalifah itu sendiri. Menurut Ibnu Khaldun, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsiprovinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti Arab). 30 | D i n a s t i A b b a s i y a h Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada di antara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu. Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan. Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala 31 | D i n a s t i A b b a s i y a h pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 2. Persaingan antar Bangsa Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya samasama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. a. Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. b. Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam). Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah. 32 | D i n a s t i A b b a s i y a h Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu. Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah: Yang berbangsa Persia: 1. Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M). 2. Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M). 3. Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M). 4. Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M). 5. Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M). Yang berbangsa Turki: 1. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M). 2. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M). 33 | D i n a s t i A b b a s i y a h 3. Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M). 4. Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya: a. Seljuk besar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib ArselanRahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar Romanus IV dan berhasil menawannya. b. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M). c. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M). d. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M). e. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia), (470700 H/1077-1299 M). Yang berbangsa Kurdi: 1. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M). 2. Abu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M). 3. al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan Shalahuddin al-ayyubi setelah keberhasilannya memenangkan Perang Salib periode ke III. Yang berbangsa Arab: 1. Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M). 2. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M). 3. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M). 4. 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M). 5. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M). 6. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M). 7. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M). 8. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M). 34 | D i n a s t i A b b a s i y a h Yang mengaku dirinya sebagai khilafah: 1. Umayyah di Spanyol. 2. Fatimiyah di Mesir. Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara Arab, Persia dan Turki. Di samping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang Syi'ah maupun Sunni. 1. Kemerosotan Ekonomi Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. 2. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan. Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan 35 | D i n a s t i A b b a s i y a h mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Mansur berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu. Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali 36 | D i n a s t i A b b a s i y a h naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran alGhazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang. Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: “ Agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti juga agama Isa ‘alaihis salaam, terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga 3. ” Ancaman dari Luar Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Di samping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. a. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. 37 | D i n a s t i A b b a s i y a h b. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang KristenEropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orangorang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerusalem. 4. Perang Salib Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan Alp ArselanRahimahullah tahun 464 H (1071 M), yang hanya berkekuatan 20.000[1] – 30.000 [2] prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000[2] – 70.000[3], terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah 38 | D i n a s t i A b b a s i y a h kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad. 5. Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk". Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat 39 | D i n a s t i A b b a s i y a h kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut. Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah 750 - Abu al-Abbas al-Saffah menjadi Khalifah pertama Bani Abbasiyah. 752 - Bermulanya Kekhalifahan Bani Abbasiyah. 755 - Pemberontakan Abdullah bin Ali. Pembunuhan Abu Muslim. 756 - Abd ar-Rahman I mendirikan kerajaan Bani Umayyah di Spanyol. 763 - Pembangunan kota Bagdad. Kekalahan tentara Abbasiyyah di Spanyol. 786 - Harun ar-Rasyid menjadi Khalifah. 792 - Serangan ke utara Perancis. 800 - Kaidah keilmuan mulai terbentuk. Aljabar diciptakan oleh AlKhawarizmi. 805 - Kampanye melawan Byzantium. Merebut Pulau Rhodes dan Siprus. 809 - wafatnya Harun ar-Rasyid. al-Amin dilantik menjadi khalifah. 814 - Perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun. al-Amin terbunuh dan al-Ma'mun menjadi khalifah. 1000 - Masjid Besar Cordoba dibangun. 1005 - Multan dan Ghur ditawan. 1055 - Baghdad dikuasai oleh tentara Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyah-Seljuk dimulai sampai sekitar tahun 1258 ketika tentara Mongol menghancurkan Baghdad. 1071 - Peristiwa Manzikert. Sulthan Alp Arselan beserta pasukannya yang hanya berjumlah 15.000 tentara berhasil mengalahkan gabungan tentara salib yang dipimpim oleh Kaisar Romanus IV yang berjumlah 200.000 tentara. 1072 - Sulthan Alp Arselan berhasil menguasai Asia Tengah (Anatolia). dan meneruskan kepungannya terhadap kerajaan Byzantium. 1085 - Tentara Kristen menawan Toledo, Spanyol. 40 | D i n a s t i A b b a s i y a h 1091 - Bangsa Norman merebut Sisilia, pemerintahan Muslim di sana berakhir. 1095 - Perang Salib pertama dimulai. 1099 - Tentara Salib merebut Baitulmuqaddis. Mereka membunuh semua penduduknya. 1144 - Nur al-Din merebut Edessa dari tentara Salib. Perang Salib Kedua dimulai. 1187 - Salahuddin Al-Ayubbi merebut Baitulmuqaddis dari tentara Salib. Perang Salib Ketiga dimulai. 1194 - Tentara Muslim merebut Delhi, India. 1236 - Tentara Salib merebut Cordoba, Spanyol. 1258 - Tentara Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh. Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah di Baghdad. Menurut W. Montgomery, bahwa beberapa faktor penyebab kemunduran Bani Abbasiyah adalah : 1. Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya antara penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah. 2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi. 3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat iu kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad. Setelah berakhir kekuasaan Dinasti Saljuk atas Bagdad atau Khilafah Abbasiyah, merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, sehigga 41 | D i n a s t i A b b a s i y a h banyak sekali dinasti-dinasti Islam yang berdiri.28[25] Pada masa inilah, Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Internal Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan.Oleh karena itu, terjadilah banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun, dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Sementara itu, kejauhan wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian didorong oleh para khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi khalifah.29[26] Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-ganti putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi kesatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Di samping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memicu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.30[27] 28[25] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 1993), h. 79-80 29[26] M. Abdul Karim, op.cit., h. 162. 30[27] Ibid., h. 163. 42 | D i n a s t i A b b a s i y a h Dalam buku yang ditulis Abu Su’ud31[28], disebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah menjadi lemah kemudian hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak sehat di antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2) terjadi perselisihan pendapat di antara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) muncul dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik. 2. Eksternal Di samping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang menyebabkan dinasti ini terjun kejurang kehancuran total, yaitu serangan Bangsa Mongol.Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Bagdad, salah satu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M.) dipegunungan Alamut, Iraq.Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di Wilayah Persia dan sekitarnya.Baik di Wilayah Islam maupun di Wilayah Mongol tersebut.32[29] Setelah beberapa kali penyerangan terhadap Assasin, akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut, kemudian menuju ke Bagdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Bagdad selama dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800.000 orang.33[30] 31[28] Abu Su’ud, op. cit., h. 81. 32[29] M. Abdul Karim, op. cit., h. 166-167 33[30] Ibid., h. 166. 43 | D i n a s t i A b b a s i y a h Abu Su’ud34[31] mengemukakan bahwa faktor ekstern yang menyebabkan hancurnya Dinasti Abbasiyah, adalah : (1) berlangsung Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Bagdad. Dinasti Kecil di Barat dan Timur Abu Su’ud35[32] dalam bukunya mengemukakan, bahwa lima tahun setelah berdiri kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman Muda, satu-satunya keturunan Dinasti Umayyah yang selamat dari pembantaia massal. Satu tahun kemudian, tahun 756 M., dia mendirikan sebuah dinasti yang kemudian menjadi dinasti besar. Selanjutnya pada 785 M., Idris ibn Abdullah, cicit alHasan ikut serta dalam salah satu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke Maroko (al-Maghrib). Di sana berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974 M.), berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan Fez sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syi’ah pertama dalam sejarah. Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika Utara, Aglabiyah Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrika kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada tahun 800 M. telah mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri dalam memerintah. Dinasti selanjutnya adalah Ziyadat Allah, merupakan penerus Ibrahim.Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar Asia dan Eropa.Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan kawasan pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia. 34[31] Abu Su’ud, op. cit., h. 81-82. 35[32] Abu Su’ud, op. cit., h. 81-82. 44 | D i n a s t i A b b a s i y a h Tidak lama setelah tuntas pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan Suriah, muncul lagi dinasti Turki lain yang masih keturunan Faghanah yakni Iksidiyah yang didirikan di Fushtat, pendirinya adalah Muhammad ibn Thughj (935-946 M.). Dinasti sebelum Iksidiyah adalah dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905 M.), di Mesir dan Suriah adalah Ahmad ibn Thulun. Ke wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah yang Syi’ah, dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul sebagai ibu kota, mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Thalib, di bawah pimpinan Syaf al-Dawlah. Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia. Dinasti yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah timur Bagdad adalah orang yang pernah dipercaya al-Ma’mun untuk menduduki jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia pendiri dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872 M, dan digantikan oleh Dinasti Saffariyah, bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun (867-908 M.), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar. Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad (874-892). Salah seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah,serta dianugerahi pos penting dalam pemerintahan adalah Alptigin. Pada 962 M., dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan berkembang menjadi imperium Ghaznawi,.Wilayahnya meliputi Afghanistan dan Punjab (962-1186 M.), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah Subuktigin. Enam belas raja Ghaznawi yang kemudian menggantikannya adalah keturunan langsung darinya.36[33] 36[33] Ibid., h. 82 45 | D i n a s t i A b b a s i y a h 46 | D i n a s t i A b b a s i y a h DAFTAR PUSTAKA https://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/pendidikan-pada-masa-abbasiyah/ http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/sejarah-peradaban-islam-dinastiabbasiyah/ http://staid-tarbiyah.blogspot.com/2014/04/perkembangan-islam-baniabbasiyah.html. 47 | D i n a s t i A b b a s i y a h