ADA APA DENGAN RUSIA ? Analisis Terhadap Upaya Rusia Membangun Aliansi Dengan Dunia Islam Surwandono1 Rusia, negara beruang merah sedang melakukan politik pendekatan yang masif terhadap komunitas Islam. Berbagai manuver Rusia untuk menunjukkan emphati kepada dunia Islam diawali dengan upaya gigihnya membela Iran dalam persoalan nuklir yang melilitnya. Kemudian dilanjutkan dengan mengundang para pemimpin gerakan dan negara di dunia Islam ke Moskow untuk melakukan Konferensi dalam membangun tata dunia baru yang lebih ramah. Dan kasus yang terakhir, Rusia mengundang regim baru di Palestina, Ismail Haniyya untuk memberikan dukungan terhadap pemerintahannya. Politik ramah Rusia terhadap dunia Islam ini menimbulkan tanda tanya yang besar bagi kaum muslimin berseiring dengan kebijakan asimilatif-represif Rusia terhadap wilayah Chechnya yang hendak memisahkan diri dari Rusia. Demikian pula dengan kebijakan regim Putin yang belum memberikan ruang apresiasi yang besar terhadap komunitas Muslim di Rusia dalam menjalankan prinsip keberagamaannya. Tulisan ini melakukan pemetaan kepentingan Rusia dibalik sikap ramah dan advokatifnya terhadap komunitas Islam di luar Rusia. Problem Rusia Rusia sebagai sebuah negara besar ternyata mengalami persoalan ekonomi yang cukup serius. Hal ini tercermin dalam konteks indikator makro ekonomi Rusia yang cenderung belum menunjukkan karakter sebagai negara besar, minimal income per kapita Rusia tidak menempati 20 besar negara termakmur. Artinya Rusia sebuah raksasa politik, belum menunjukan diri sebagai raksasa ekonomi. Kalaupun struktur industri ekonomi yang berkembang adalah industri militer-antariksa sebagai bagian tak terpisahkan dari bangunan prestise politik. Rusia belum mampu mengubah teknologi industri strategis militer menjadi industri strategis sipil. Sehingga teramat sulit untuk menemukan produk alat transportasi sipil darat, perlengkapan rumah tangga, elektronik sebagai produk Rusia. Sangatlah berbeda dengan AS sebagai sebuah raksasa politik-militer juga telah menjadi 1 Dosen Fisipol UMY dan Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik dan Hubungan Internasional UGM raksasa di bidang ekonomi, perbankan, elektronik dan industri sipil lainnya. Inilah yang kemudian menjadi problem pertama. Akan sangat berbeda jika kita membandingkan dengan China sebagai salah satu patron regim komunis di luar Rusia juga tidak mau terjebak pola pembangunan politik dan ekonominya seperti struktur Rusia. China sekarang ini telah tumbuh menjadi raksasa baru politik-militer dan sekaligus sebagai raksasa ekonomi Asia bahkan dunia. Politik dumping yang dahulunya dilakukan oleh Jepang telah diadop oleh China untuk merajai pasar. Penetrasi produk China ke pasaran dunia telah menyebabkan regim moneter internasional memaksa China untuk melakukan revaluasi terhadap nilai tukar Yuan terhadap dollars untuk mengurangi angka kekompetitifan produk China. Problem kedua yang serius dialami Rusia adalah problem di dalam negeri, terutama dalam konteks penataan wilayah Kaukasia. Lebih dari 15 tahun konflik di wilayah Kaukasia cenderung diselesaikan dengan menggunakan pendekatan otonomi. Namun dalam tingkat tertentu malah menjadi bumerang yang signifikan bagi Rusia sendiri. Alihalih bisa mengurangi dan meredam konflik, malah menjadi faktor semakin memanasnya konflik. Dalam batas tertentu Rusia justru menghadapi etnisitas Islam yang secara kuat melakukan resistensi terhadap berbagai ragam kebijakan yang represif Rusia yang kemudian cenderung kontraproduktif. Tindakan represif Rusia terhadap gerilyawan Chechen di bawah komando Shamil Benshayef telah menyulut reaksi internasional khususnya dunia Islam yang sangat merugikan prestise politik Rusia di mata kaum muslimin. Sedangkan populasi kaum muslimin di Rusia menunjukan angka peningkatan yang signifikan. Ketidakmampuan Rusia mengelola konflik terhadap komunitas Islam justru akan menyebabkan Rusia menjadi “musuh baru” dunia Islam setelah Amerika Serikat. Ketiga, sebagai sebuah bagian utama dari poros struktur politik internasional , posisi Rusia semakin terancam oleh masifnya China untuk melakukan politik oportunistiknya dalam menghadapi dan memenangkan terhadap penetrasi negara AS dan Rusia. Hal ini ditandai dengan kebijakan one nations two system, ataupun dengan kebijakan ekonomi dumping dan duplikasi produk murah. China telah tumbuh menjadi kekuatan penetratif di Asia bahkan dunia. Bukan tidak mungkin jika Rusia tidak melakukan proses pembenahan diri yang signifikan justru Rusia akan dikendalikan oleh China. Potret Dunia Islam Bagi Rusia, dunia Islam merupakan wilayah yang semakin solid. Fragmentasi idiologis sudah mulai berkurang dengan sangat signifikan, hal ini ditandai persoalan idiologis klasik konflik Sunni-Syiah sudah semakin mereda. Iran sebagai negara dengan mazhab terbesar Syiah tidak dikucilkan dalam pergaulannya di OKI. Demikian pula, regim Hamas sebagai representasi regim Sunni di Palestina sedemikian hangat dengan Iran. Issue terakhir yang menunjukan dunia Islam sebagai area yang memiliki solidaritas yang tinggi adalah seputar pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW yang menimbulkan reaksi yang seragam di belahan dunia Islam. Dunia Islam sebagai sebuah entitas yang sedang akan berkembang cenderung mengalami restriksi dari regim Barat, terutama aspek ekonomi, dan militer-strategis. Barat yang selama ini menjadi patron ekonomi dan militer ada kecenderungan tidak ingin melepaskan sphere of influence-nya terhadap dunia Islam. Ibarat sebagai satelit, maka dunia Islam harus mengorbit kepada kepentingan regim Barat. Tatkala terdapat sekelompok dari komunitas dunia Islam hendak keluar dari orbit Barat, maka berbagai manipulasi dan ancaman mulai dipertontonkan. Kasus mutakhir dalam bidang ekonomi adalah keinginan dunia Islam untuk memiliki sistem uang yang seragam dengan sistem dinar-dirham cenderung dilemahkan oleh struktur ekonomi internasional. Demikian pula terjadi terhadap regim Euro di Eropa juga sempat dilemahkan oleh regim dollars. Sedangkan dalam bidang politik-militer, upaya dunia Islam untuk memperkaya penguasaan teknologi nuklir cenderung dikonstruksi negatif. Potret inilah yang dibaca dengan sangat kuat oleh Rusia sebagai sebuah peluang yang sangat prospektif. Aliansi Longgar dan Simetris Terkait dengan problem yang dihadapi oleh Rusia yang akut, terdapat kecenderungan pola hubungan aliansi dunia Islam dan Rusia cenderung bersifat aliansi yang longgar dan simetris. Artinya Rusia menyadari bahwa dengan membangun aliansi yang longgar maka akan mengurangi kekhawatiran dunia Islam terhadap kemungkinan penetrasi idiologi komunisme dibalik aliansi. Sebab ada kecenderungan mitra aliansi dari dunia Islam cenderung diwakili regim pemikiran keagamaan yang concern dengan Islam bahkan sampai regim fundamentalis yang kental dengan semangat din wa daulah. Hal ini ditandai dengan tidak ditandatangi sebuah traktat aliansi yang sedemikian ketat yang mengikat satu sama lain. Regim di dunia Islam yang membangun aliansi dengan Rusia cenderung sebagai regim yang membangun kekuatannya dengan fondasi izzah (harga diri) Islam. Sangat berbeda sekali tatkala Uni Soviet membangun aliansi dengan Indonesia, Sudan, Mesir, Pakistan, Afghanistan di dekade 1960-an yang cenderung didominasi semangat patron-klien. Jika format aliansinya berbasis patron-klien maka bisa dipastikan bahwa dunia islam akan menolak dengan tegas, karena ibarat keluar dari mulut Harimau masuk kembali dalam mulut Buaya. Rusia tak ubahnya sebagau regim AS yang eksploatatif dan intervensionis. Format aliansi yang simetris ini memungkinkan terjadi tukar menukar teknologi, informasi, ekonomi bahkan rasa saling pengertian. Bagi Rusia, posisi penerimaan dunia Islam terhadap Rusia merupakan keuntungan politik yang sangat besar guna menghindari kesalahfahaman dan iritasi sejarah aliansi komunisme dan Islam yang traumatik. Berjaraknya dunia Islam dengan regim kapitalis-liberalis bagi Rusia merupakan sebuah batu loncatan untuk menggerem laju pertumbuhan idiologi kompetitornya. Karena hampir selama satu abad ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan politik dari negara Barat cenderung mempergunakan energi dunia Islam sebagai basis akselerasinya, baik dalam konteks mengeksploatasi sumber daya alam dan eksploatasi pasar. Bagi dunia Islam, format aliansi yang longgar dan simetris ini harus senantiasa dijaga. Sebab beraliansi dengan negara besar adalah seperti bermain api ataupun air. Jika tidak bisa memanage dengan baik, alih-alih bukan manfaat yang diperoleh malah kemadlaratan yang diterima. Wallohu A’lam.