HIPOTESIS MENGENAI SEJARAH TUMBUKAN LEMPENG ZAMAN

advertisement
HIPOTESIS MENGENAI SEJARAH TUMBUKAN LEMPENG ZAMAN KAPUR DI
INDONESIA BAGIAN BARAT
Oleh :
1)
Iyan Haryanto , Edy Sunardi 1), Adjat Sudradjat 1) dan Suparka2)
1)FTG – UNPAD, 2)LIPI
Abstrak
Peristiwa tumbukan lempeng Zaman Kapur di Indonesia Bagian Barat masih
menjadi bahan perdebatan terutama mengenai kedudukan dan sejarah
pembentukannya. Makalah ini bertujuan memberikan alternatif lain yang sifatnya
hipotesis berkenaan dengan mekanisme peristiwa tumbukan lempeng pada saat itu.
Beberapa pemecahan masalah dilakukan dengan kegiatan lapangan dan sebagian
besar data lainnya menggunakan data sekunder yang telah dipublikasikan oleh
beberapa peneliti sebelumnya.
Tumbukan lempeng Zaman Kapur di sepanjang Jawa-Kalimantan diawali oleh
subduksi ganda yang berlawanan arah. Pada saat itu Benua Eurasia dan benua
Australia dipisahkan oleh kerak samudra yang sempit dan masing-masing batasnya
merupakan jalur subduksi. Menjelang Akhir Kapur, kerak samudra semakin
menyempit seiring dengan mendekatnya kedua lempeng benua tersebut. Pada
akhirnya aktivitas subduksi ganda berakhir dan sebagai gantinya berlangsung collition
antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Australia. Tumbukan kedua lempeng
tersebut menghasilkan jalur tinggian regional, yaitu tinggian Ciletuh, tinggian
Rajamandala, tinggian Billiton, tinggian Bawean dan tinggian Meratus.
Kata kunci : subduksi ganda, colisi, lempeng Eurasia
Abstract
Cretaceous subduction in West java is still remains unclear, especially in the history of
processes. This paper intends to disscuss the mechanism possibility of those plates
subduction. This interpretation was come from field data set and previous publications
in this area.
The Cretaceous subduction is believed along Java and Kalimantan, which is in our
interpretation, was started by a double subduction that was opposite each others. The
Eurasion Plate and Australian Plate were separated in between by a narrow oceanic
plate. Both margins of oceanic and continental blocks were subductions that become
a collision in between Eurasian and Australian Plates. These processes were producing
the highs such as Ciletuh, Rajamandala, Billiton, Bawean and Meratus.
Keywords : double subduction, collision, Eurasian plate
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
47
Pendahuluan
Dari berbagai rekaman data
geologi di Indonesia bagian Barat,
diyakini jalur subduksi Kapur tidak
berada pada posisinya seperti
sekarang. Namun demikian masih
terdapat
perbedaan
pendapat
mengenai sejarah dan kedudukan jalur
subduksinya.
Digambarkan oleh
Hamilton (1979), jalur subduksi di Jawa
pada waktu umur Kapur, melengkung
mulai dari daerah Ciletuh (SukabumiJawa Barat) dan terus berlanjut ke arah
timur
laut
hingga
mencapai
Pegunungan Meratus (Kalimantan
Timur). Peneliti lainnya menarik jalur
subduksi Kapur di Jawa Barat, mulai
dari daerah Ciletuh menerus ke arah
timur menuju daerah Karangsambung
(Kebumen-Jawa Tengah), dan mulai
berbelok ke arah timurlaut menuju
Pegunungan Meratus (Katili, 1973;
Asikin, 1974; Martodjojo, 1984).
Selanjutnya
disimpulkan
oleh
beberapa peneliti bahwa selama
periode waktu Kapur hingga sekarang,
kedudukan jalur subduksi di Indonesia
Bagian Barat telah mengalami
beberapa kali pergeseran ke arah
selatan (Katili, 1973; Asikin, 1974;
Martodjojo, 1984), sementara peneliti
lainnya menyimpulkan hanya terjadi
satu kali yaitu jalur subduksi Kapur
seperti yang dijelaskan di atas, dan
jalur subduksi modern seperti
kedudukannya sekarang.
Adanya perbedaan pendapat di
atas, menunjukan bahwa sejarah
tumbukan lempeng
di Indonesia
Bagian Barat masih terbuka untuk
didiskusikan. Atas dasar ini, kami
mengajukan hipotsesis yang berbeda
dengan sebelumnya mengenai sejarah
tektonik tumbukan lempeng pada
waktu Zaman Kapur khususnya di
sepanjang Pulau Jawa-Kalimantan.
Pola Struktur Regional
Dalam berbagai conto sistem
tumbukan lempeng di dunia, struktur
sesar utama yang terbentuk langsung
oleh aktivitas tumbukan lempeng,
dicirikan dengan ukurannya yang
bersifat regional serta kedudukannya
yang sejajar dengan jalur subduksinya.
Pola sesar tersebut dapat terbentuk di
dalam sistem tumbukan lempeng yang
sejenis ataupun berlainan, baik secara
frontal (normal subduct/collution)
ataupun miring (obilque subduct/
collution). Kondisi seperti ini dapat
dilihat, antara lain di Pegunungan
Himalaya, Sumatra dan Jawa. Di Pulau
Jawa pola sesar utama berarah barattimur sejajar dengan jalur subduksi
Tersier, sedangkan pola struktur
berarah timurlaut-baratdaya sejajar
dengan kedudukan jalur subduksi
Kapur (Gambar 1).
Di Pulau Jawa, pola struktur
timurlaut-baratdaya
membentuk
suatu
jalur
tinggian
dan
menyingkapkan batuan pra-Tersier
dan batuan sedimen Paleogen, antara
lain di daerah Ciletuh, Lembah
Cimandiri, Pegunungan Rajamandala,
Bayat dan Karangsambung. Di laut
Jawa membentuk tinggian Biliton;
sedangkan di Kalimantan Timur
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
48
membentuk tinggian Meratus dan
tinggian Bantimala.
Granit dan Formasi Batuan Sedimen
Kuarsa Umur Paleogen
Granit di Indonesia Bagian Barat
berasal dari Benua Asia (Hamilton,
1979) dan sebagian granit lainnya
seperti yang ditemukan di Jawa Timur
berasal dari Benua Australia (Smyth,
dkk., 2005). Lebih lanjut dijelaskan
bahwa granit di daerah ini merupakan
pecahan kecil benua Australia
(Australia
microcontinent)
yang
terpisah dan bergerak ke utara
menumbuk Eurasia pada waktu Kapur
(Sribudiyani, dkk., 2003).
Penelitian
lapangan
terhadap
singkapan granit dilakukan di beberapa
lokasi berbeda (Gambar 2), antara lain
di Pulau Bangka (Pantai Paray dan
Pasar Rebo), Pulau Sumatra (Ogan IlirSumatra Selatan, Ombilin-Sumatra
Barat)
dan
Pulau
Kalimantan
(Pembuang- Kalimantan Tengah).
Singkapan granit di daerah tersebut
berasal dari Benua Asia
dan di
dilaporkan oleh peneliti sebelumnya
memiliki umur yang berlainan. Granit
inilah yang kemudian bertastus
sebagai batuan induk untuk batuan
sedimen klastik berumur Eosen,
seperti Formasi Bayah/Formasi Walat
(Jawa Barat dan Banten), Formasi
Talang Akar (Jawa Barat Utara dan
Sumatra), Formasi Nanggulan (Jawa
Timur), Formasi Sihapas (Sumatra)
atau Formasi Tanjung (Kalimantan
Selatan dan Kalimantam Timur).
Di Jawa Timur batuan sedimen
Paleogen yang diyakini berasal dari
lapukan granit adalah sebagai Formasi
Nanggulan
(Eosen
Bawah).
Selanjutnya di Indonesia Bagian Timur,
seperti
di Kepulauan Tanimbar
(Maluku Selatan), batuan sedimen
dengan kandungan kuarsa yang
melimpah ditemukan pada Formasi
Unggar yang berumur Kapur Atas
(Gambar 2). Ekivalen Formasi Unggar,
batuan sedimen ini ditemukan di
Kepulauan Nusatenggara hingga ke
Australia.
Beberapa sebaran granit di pulau
tersebut tidak hanya berstatus sebagai
batuan induk untuk batuan sedimen
Paleogen saja, namun juga sebagai
batuan sumber untuk batuan sedimen
berumur
Akhir
Tersier-Kuarter,
misalnya Formasi Dahor (Plistosen) di
Kalimantan Tengah atau Formasi Kasai
(Plio-Plistosen) di Sumatra Selatan
yang posisinya menumpang langsung
secara tidak selaras di atas granit praTersier. Data ini menunjukan bahwa
konfigurasi topografi granit selama
waktu Kenozoikum, sebagian bersatus
sebagai daerah rendahan purba
(paleo-low) dan sebagian lainnya
sebagai tinggian purba (paleo-hight).
Atas dasar penjelasan di atas, maka
ada beberapa kemungkinan mengenai
sebaran granit di Indonesia Timur,
yaitu :
1. Granit sebagai mikro kontinen yang
terpisah dari Benua Australia
2. Granit Benua Australia masih terus
melampar luas (satu kesatuan)
hingga masuk ke wilayah Indonesia
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
49
Bagian Timur, bahkan masih
menerus hingga ke wilayah Pulau
Jawa Bagian Timur. Seperti halnya
yang terjadi di Pulau Sumatra atau
Pulau Kalimantan, formasi batupasir
Kuarsa umur Paleogen di Jawa
Timur, juga berasal dari hasil
pelapukan tinggian granit setempat.
Melange
dan
Magmatisma/
Volkanisma
Jejak-jejak
hasil
tumbukan
lempeng Zaman Kapur di Indonesia
Bagian Barat, salah satunya dibuktikan
dengan tersingkapnya batuan bancuh
di beberapa lokasi berbeda, antara lain
di daerah Ciletuh (Sukabumi),
Karangsambung dan Bayat (Jawa
Tengah),
Pegunungan
Meratus
(Kalimantan Timur) dan Bantimala
(Sulawesi Barat).
Kedudukan mélange Ciletuh dengan
mélange
Karangsambung
relatif
berjauhan, yaitu sekitar 500 km dan
masing-masing memiliki pola struktur
geologi yang relatif sama yaitu berarah
timurlaut-baratdaya.
Atas
dasar
kedudukan,
umur
dan
pola
strukturnya, keduanya tidak mungkin
berada pada jalur tumbukan yang
sama. Fenomena yang sama juga
terjadi pada mélange Meratus dan
mélange Bantimala, keduanya berada
pada jalur subduksi yang berlainan.
Aktivitas tumbukan lempeng Zaman
Kapur-Awal Tersier, menghasilkan
untaian gunugapi di Pulau Jawa.
Berdasarakan data geokimia dan umur
batuan plutonik/volkanik, diketahui
aktivitas magmatisma/volkanisma di
Pulau Jawa selama Mesozoikum hingga
Kenozoikum, umumnya berhubungan
dengan sistem tumbukan lempeng
(subduct related) (Soria-Atmadja,
1994).
Batuan
volkanik/plutonik
dengan umur Kapur hingga Eosen
ditemukan di beberapa lokasi (Gambar
3),
antara
lain
di
daerah
Karangsambung (Jawa tengah), Jawa
Barat Utara, Pangandaran dan Banten.
Di daerah Karangsambung berumur
67.7 jtl, 117-124 jtl (Hamilton, 1979;
Suparka, M.E, dkk., 198?); Di daerah
Jawa Barat Utara diwakili oleh Formasi
Jatibarang berumur 58.0 (Hamilton,
1979); Di daerah Banten yang diwakili
oleh Formasi Cikotok umurnya setara
dengan Formasi Jatibarang (Sukamto,
1975; Martodjojo, 1984); Di daerah
Subang (Gunung Cupunagara-Subang)
berumur 58.999 ± 1.94 jtl (Bronto,
2004) dan batuan volkanik di daerah
Pangandaran (Ciamis) berumur 68.30 ±
3.4 jtl (Suparka, M.E, dkk., 198?).
Jalur gunungapi mulai dari umur
Paleogen hingga Kuarter berada pada
jalur yang sama, yaitu berada pada
lingkungan busur violkanik. Hal ini
dibuktikan dari data umur batuan
volkanik yang memiliki umur berbeda
namun berada pada lokasi yang relatif
sama (Sunardi dan Kosoemadinata,
2009; Bronto, 2006). Fenomena ini
menunjukan
bahwa
aktivitas
volkanisma dapat terjadi secara
berulanag (multiple eruption) di
tempat yang sama atau terjadi secara
tumpang tindih (super imposed)
(Bronto, 2006). Atas dasar penjelasan
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
50
ini dapat disimpulkan, yaitu selama
waktu Kenozoikum di Pulau Jawa tidak
pernah terjadi pergeseran jalur
subduksi.
Aktivitas tumbukan lempeng Tersier
di Jawa, membentuk jalur volkanik
Kuarter tidak lebih dari 100 km, itupun
diketahui gunungapi Kuarter yang
berada di Jawa Utara tidak
berhubungan
langsung
dengan
aktivitas subduksi, seperti Gunung
Muria yang berada di Jawa Tengah
Utara, sebagai gunungapi belakang
busur (back arc volcanism) (SoriaAtmadja, 1988) yang keberadaannya
dikontrol oleh sesar mendatar MuriaKebumen (Setyana, 2007). Selanjutnya
untuk batuan batuan plutonik/volkanik
pra-Tersier dapat mencapai lebih dari
150 km, sehingga tidak mungkin
terbentuk hanya dari satu jalur
subduksi.
Analisis Tektonik
Pada waktu Mesozoikum atau lebih
tua lagi, di kawasan Indonesia Bagian
Barat berkembang dua jalur tumbukan
lempeng yang saling sejajar dengan
arah TL-BD. Subduksi yang pertama
terletak di bagian barat yang
dinamakan sebagai jalur subduksi
Kapur
Ciletuh-Meratus
dan
pasangannya
di
bagian
timur
dinamakan sebagai jalur subduksi
Kapur
Karangsambung-Bantimala
(Gambar 3).
Jalur subduksi Ciletuh-Meratus
merupakan batas selatan dari sebaran
kerak Benua Eurasia, sedangkan jalur
subduksi Karangsambung - Bantimala
merupakan batas baratlaut kerak
Benua Australia. Daerah yang terletak
diantara dua jalur subduksi Kapur
tersebut berupa kerak samudra yang
sempit.
Masing-masing
zona
subduksinya miring ke arah yang saling
menjauh. Model tumbukan ganda
seperti ini digunakan oleh Hall dan
Smyth, (2008), ketika menjelaskan
tektonik di Sulawesi-Maluku.
Menjelang Akhir Kapur, kerak
samudra semakin menyempit dan
akhirnya tenggelam pada Akhir Kapur
(Gambar 4 dan 5). Pada saat itulah
mulai berlangsung tumbukan lempeng
sejenis (collosion) antara Lempeng
Benua Eurasia dan Benua Australia.
Peristiwa tumbukan lempeng ini
menghasilkan sejumlah tinggian di
sepanjang jalur kolosi Kapur, yaitu di
bagian barat menyingkapkan tinggian
Ciletuh, tinggian Rajamandala, tinggian
Billiton dan Tinggian Meratus;
sedangkan
di
bagian
timur
menyingkapkan
mélange
karangsambung-Bayat,
tinggian
Bawean dan mélange Bantimala.
Peristiwa tersebut terjadi sebelum
Kalimantan berotasi dan kedudukan
mélange Bantimala masih merupakan
bagian dari Pulau Kalimantan Bagian
Timur. Pada waktu Oligo-Miosen,
Kalimantan mulai berotasi dan di
bagian timurnya disertai rifting
membentuk Selat Makasar. Mélange
Bantimala yang pada saat itu masih
berada di Pulau Kalimantan, mulai
bergeser dan terpisah menjadi bagian
Pulau Sulawesi Bagian Barat.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
51
Kesimpulan
- Granit Benua Australia melampar
jauh hingga masuk ke wilayah
Indonesia Bagian Timur. Mulai
terpisah dari induknya menjelang
Kapur.
- Terdapat dua jalur subduksi pada
waktu Zaman Kapur di Indonesia
bagian Barat, masing-masing jalur
subduksi Ciletuh-Meratus dan jalur
subduksi
KarangsambungBantimala
- Pada Akhir Kapur aktivitas subduksi
ganda berakhir digantikan dengan
peristiwa collition antara Pecahan
Benua Australia dengan Benua
Eurasia.
Pustaka
Asikin, S., 1974. Evolusi Geologi Jawa
Tengah dan sekitarnya ditinjau
dari segi teori Tektonik dunia
yang baru : Promosi Doktor ITB.
Bronto, S., Achnan,K. & Utoyo, H.,
2004. Penemuan Sumber Baru
Mineralisasi
Di
Daerah
Cupunagara,
Kecamatan
Cisalak, Kabupaten Subang,
Jawa Barat. IAGI 33rd.
Hall, R. and Smyth, H.R., 2008.
Cenozoic arc processes in
Indonesia: Identifi cation of the
key
influences
on
the
stratigraphic record in active
volcanic arcs. SE Asia Research
Group, Department of Geology,
Royal Holloway University of
London, Egham, Surrey, TW20
0EX, UK. The Geological Society
of America, Special Paper 436
Hamilton, W. 1979. Tectonics of the
Indonesian Region: Geological
Survey Professional Paper 1078,
US. Government Printing Office.
Katili, J.A. 1975. Volcanism and Plate
Tectonics in The Indonesian
Island Arcs, Tectonophysics, h.
165-188.
Martodjojo S. 1984. Evolusi Cekungan
Bogor, Jawa Barat, Tesis
Doktor, Pasca Sarjana ITB.
(tidak dipublikasikan).
Sribudiyani, dkk. 2003. The Collision of
The East Java Microplate and
Its Implication for Hydrocarbon
Occurences in The East Java
Basin. Indonesian Petroleum
Association, Proceedings 29th
Annual Convention.
Suparka, M.E., Martodjojo, S., SoeriaAtmadja, R. 199?. Jalur
Magmatik Zaman Kapur-Tersier
Awal di Jawa dan Sekitarnya.
Prosiding Persidangan Sains
Bumi
dan
Masyarakat,
Malaysia, h 81-91.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
52
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
53
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
54
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
55
Download