PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN FORGIVENESS TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi) Disusun oleh: NUR FAIZAH 1110070000093 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M Motto Bermimpilah, makaTuhanakanmemelukmimpi-mimpi mu -Andrea Hirata- Persembahan abah, ibu, and all of my beloved person. and the victims of child sexual abuse, Please, stay strong. Even when everything’s begin to fall a part, stay strong! iii ABSTRAK a. b. c. d. Fakultas Psikologi 2015 Nur Faizah Pengaruh dukungan sosial dan forgivenes sterhadap kekerasan seksual pada remaja. e. 65 Halaman + lampiran f. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. Sampel penelitian ini adalah korban kekerasan seksual dipanti-panti sosial di bawah naungan Kementerian Sosial di Jakarta sebanyak 92 orang. Terdapat 3 alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Betrayal Trauma Inventory (BTI), Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), dan TransgressionRelated Interpersonal Motivation (TRIM-14). Tekhnik sampling yang digunakan yaitu non-probability sampling. Analisis data yang digunakan yaitu multiple regression analysis pada taraf signifikansi 0.005. Berdasarkan pengujian hipotesis didapatkan nilai R2 sebesar 17,7 % . Artinya pengaruh independent variable terhadap dependent variable adalah sebesar 17,7% sedangkan 82.3% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan nilai sig. didapatkan nilai sig. 0.002 yang berarti ada pengaruh yang signifikan dari dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support) dan forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada remaja. Kata Kunci: Dukungan sosial, forgiveness, kekerasan seksual anak. g. Bahan bacaan:39 (1977-2014) 8 buku + 27jurnal + 3 disertasi + 4 website. v ABSTRACT a. b. c. d. Faculty of Psychology 2015 NurFaizah The impact of social support and forgiveness of sexual violence in adolescent. e. 65 page + appendix f. This study aimed to determine the impact of social support and forgiveness to effect of sexual violence in adolescent. Samples were victim of sexual violence in social institution under the auspices of the Ministry of Social Affairs in Jakarta, as many as 92 people. There are 3 measuring instrument used in this study, namely Betrayal Trauma Inventory (BTI), Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) and Transgression-Related Interpersonal Motivation (TRIM-14). The sampling technique used nonprobability sampling. Analysis of the data used multiple regression analysis at 0.05 significance level. Based on the hypothesis testing obtained R2 value of 17.2%. This means that the effect of the independent variable on the dependent variable is equal to 17.2% while 82.8% are influenced by other variables. Based on the sig. obtained sig. 0.002 which means that there is a significant impact of social support (appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support) and forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, and benevolence motivation). Keyword: Social support, forgiveness, sexual abuse. g. Source: 39 (1997-2014) 8 Book + 27 Journal + 3 Dissertation + 4 website. vi Kata Pengantar Assalamu’alaikumWr.Wb Alhamdulillahirabilalamin. Rasa syukur yang luar biasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh DukunganSosial dan Forgiveness terhadap Kekerasan Seksual pada Remaja.”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Ag., M. Si. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Muti’ah, M.Si.,Wakil dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Layyinah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I . Penulis sangat berterimakasih dan merasa sangat beruntung telah dibimbing oleh beliau. 3. Miftahuddin, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas bimbingannya selama menjalani perkuliahan. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan pelajaran berharga kepada penulis. 5. Seluruh karyawan FakultasPsikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis. 6. Para Pekerja Sosial dipanti-panti sosial yang penulis kunjungi, terutama Kak Alif, Kak Dendy, Mba Nova, Pak Ujang, Kak Neni, Kak Udin, Kak Isqi dan Kak Mayang yang telah banyak memberikan informasi mengenai anak-anak. 7. Abahku Suyono dan buku Siti Muallimah yang senantiasa mendoakan penulis dan tak pernah lupa untuk mengingatkan penulis dalam hal-hal yang bermanfaat. Adikku, Muhammad Jauharil Firdaus, Kakak-kakak vii Sepupuku, Nurdin Lubis, Mufidatul Awwaliyah, M. Zahfi Abdillah, M. Ziyad Hubbilah. Mama dan Pakdhe. Serta dua keponakanku Aqila Farhatun Najla dan Aisya Tsania AlMahira. Serta keluarga besarku yang tak pernah putus memberikan dorongan, bimbingan cinta, dan kasih saying kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat penulis yang telah menemani penulis selama masa perkuliahan dan semoga sampai kakek-nenek kelak, Fidia Hanan Zahara, Aulya Milatushifa, dan Devi Irma Wardhani. 9. Sahabat-sahabat D’Kosan Brader Kak Ibnu Salim, Kak Galih Ihsan, Kak Rizam Nuruzzaman, Kak Yusuf Sayudi, Kak Mitsny Choiry, M. Reiza, dan Rifka Triasari. 10. Sahabat-sahabat Kosan Anggrek. Nisa Sri Rizki, Aliefya Ainul F, Kak Yuri. 11. Sahabat-sahabat DEMA-U dan SEMA-U. Kak Didin Shirojuddin, Kak Awal, Kak Fuad Basyir, Kak Linda, Kak Ahmad Yusuf, Ahmad Naufal, M. Ulum, Eko Agus Nurhadi, Erwin P. 12. Geng Baper 96, Ajeng, Cipa, Rahma, Pute, Vina, Bedil, Ila, Sky, Qory, Uqon, Hilmi, Dwi, Intan, Dian, Nashwa, Shofi, Winda, Eno, Mae, Mitha, Lily, dan Deny. Terimakasih untuk selalu sabar dan memberikan support dalam melewati masa baper ini. 13. Sahabat-sahabat UIN FASHION FAIR 2014. Samia Puspa Juwita, Mira Muhana, Rahmania Fauzia, Koko, Quthby, Bunga, Mei, Meike, Alhadar, Afni, Safira. 14. Kawan-kawan Psikologi UIN C 2010, tetimakasih atas kebersamaannya selama ini, serta untuk tawa yang ada dan diskusi yang bermanfaat. Dan dukungan yang selalu diberikan. 15. Kawan-kawan Psikologi UIN 2010. Terimakasih untuk kebersamannya selama 4 tahun ini. Juga untuk diskusi singkat namun bermakna setiap berpapasan. 16. Kanda, Yunda dan Dinda di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Psikologi, Iqbal, Bagja, Jerry, Salma, Widad, Kevin, Nurul, Nova viii dan kanda, yunda, dinda yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 17. Dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih. Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para pembaca dan seluruh pihak terkait. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Jakarta, 28 Januari 2015 ix DAFTAR ISI Halaman Judul.......................................................................................................... i Halaman Persetujuan ............................................................................................... ii Halaman Persembahan ........................................................................................... iii Motto ..................................................................................................................... iii Halaman Pernyataan............................................................................................... iv Abstrak .....................................................................................................................v Kata Pengantar ...................................................................................................... vii Daftar Isi................................................................................................................. ix Daftar Gambar ........................................................................................................ xi Daftar Tabel...………………………………………………………………........xii Daftar Lampiran ................................................................................................... xiv Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................. 1-12 1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1 1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ....................................................8 1.2.1 Perumusan masalah .................................................................8 1.2.2 Pembatasan masalah................................................................9 1.3 Tujuan penelitian……...……………………………………………...10 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………....10 1.5 Sistematika Penulisan………………………………………………...11 Bab 2 LandasanTeori………………………………………………………...13-28 2.1 Efek Kekerasan SeksualAnak…...…...………………………………13 2.1.1 Definisi kekerasan seksual anak….………………………..13 2.1.2 Betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual.14 2.1.3 Pengukuran Betrayal Trauma……………………………...15 2.1.4 Faktor yang mempengaruhi efek kekerasan seksual……….16 2.2 Dukungan Sosial……………………………………………………..17 2.2.1 Definisi dukungan sosial .......................................................17 2.2.2 Dimensi dan sumber dukungan sosial ...................................18 2.2.3 Pengukuran dukungan sosial .................................................19 2.3 Forgiveness ..........................................................................................20 2.3.1 Definisi forgiveness...............................................................20 2.3.2 Dimensi dan proses forgiveness ............................................21 2.3.3 Pengukuran forgiveness ........................................................24 2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................24 2.5 Hipotesis...............................................................................................27 x Bab 3 Metode Penelitian .................................................................................. 29-53 3.1 Pendekatan PenelitiandanJenisPenelitian.............................................29 3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................29 3.2.1 Tekhnik Pengambilan Sampel.……………………………..30 3.3 Variabel Penelitian ...............................................................................31 3.3.1 Definisi Operasional Variabel ...............................................31 3.4 Pengumpulan Data ...............................................................................32 3.4.1 Metode pengumpulan Data…………………………….......32 3.4.2 Instrumen Penelitian..............................................................32 3.5 Uji Validitas Alat ukur .........................................................................34 3.5.1 Uji Validitas Skala Betrayal Trauma ....................................35 3.5.2 Uji Validitas Skala Dukungan Sosial ....................................36 3.5.3 Uji Validitas Skala Forgiveness ............................................43 3.6 Prosedur Penelitian…..……..………………………………………..47 3.7 Tekhnik Analisis data ...........................................................................49 Bab 4 Hasil Penelitian………………………………………….…………..…51-61 4.1 Gambaran Subjek .................................................................................51 4.2 Hasil Analisa Deskriptif .......................................................................52 4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……………………..53 4.3 Uji Hipotesis Penelitian........................................................................54 4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian .....................................54 4.3.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-Masing IV…………….59 Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, Saran ................................................................... 62-68 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................62 5.2 Diskusi……………………………………………………….……….63 5.3 Saran .....................................................................................................67 5.3.1 Saran Metodologis ................................................................67 5.3.2 Saran Praktis……………………….……………………….67 xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Berpikir……………………………………………....27 Gambar 3.1 Path Diagram Betrayal Trauma ...…………………………………..35 Gambar 3.2 Path Diagram Appraisal Support…………………………………….37 Gambar 3.3 Path Diagram Tangible Asisstance…………………………………..39 Gambar 3.4 Path Diagram Emotional Support……………………………………40 Gambar 3.5 Path Diagram Informational Support……………………………….42 Gambar 3.6 Path Diagram Avoidance Motivation…………………………….…43 Gambar 3.7 Path Diagram Revenge Motivation………………………………….45 Gambar 3.8 Path Diagram Benevolence Motivation…………………………….46 xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Blue Print Skala Betrayal Trauma Inventory……………………….33 Tabel 3.2 Blue Print Skala DukunganSosial……………………………..34 Tabel 3.3 Blue Print Skala Forgiveness………………………………………..34 Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Betrayal Trauma……………………………….36 Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Appraisal Support……………………………..38 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Tangible Asisstance……………………………39 Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Emotional Support…………………………….41 Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Informational Support………………………...42 Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Avoidance Motivation………………………...44 Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Revenge Motivation……………………………45 Tabel 3.11 Muatan faktor Item Benevolence Motivation……………………….47 Tabel 4.1 Karakteristik Responden…………………………………………51 Tabel 4.2 Analisa Deskriptif………………………………………………..52 Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor………………………………………53 Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel………………………………………53 Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi………………………………..55 Tabel 4.6 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV…………………55 Tabel 4.7 Koefisien Regresi………………………………………………..56 Tabel 4.8 Kontribusi Varian IV Terhadap DV…………………………..…60 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2 Alat Ukur Penelitian………………………………………………ii Lampiran 3 Analisa Konfirmatori Betrayal Trauma.…………………………iii Analisa Konfirmatori Appraisal Support…………………………….iv Analisa Konfirmatori Tangible Asisstance…………………………...v Analisa Konfirmatori Emotional Support……………………………vi Analisa Konfirmatori Informational Support………………………vii Analisa Konfirmatori Avoidance Motivation………………………viii Analisa Konfirmatori Revenge Motivation………………………..…ix Analisa Konfirmatori Benevolence Motivation……………..………xi xiv BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan pada anak-anak kini menjadi headline di beberapa media cetak maupun elektronik. Tindak kekerasan pada anak seperti sebuah fenomena gunung es, dimana hanya tampak sedikit saja yang muncul dipermukaan tetapi banyak pula yang tidakdipublikasikan. Mengapa demikian? Karena keluarga merasa bahwa menjadi korban kekerasan adalah sebuah aib. Hal ini yang menyebabkan banyaknya korban kekerasan pada anak yang tidak melaporkan kejahatan tersebut pada pihak yang berwajib. Selain itu, ketakutan si korban terhadap pelaku juga membuat kasus tindak kekerasan seksual pada anak kian tidak terkuak. Baru-baru ini kita dikejutkan oleh banyaknya kasus tentang kekerasan seksual anak. Diantaranya adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS, kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sukabumi oleh Emon yang korbannya sampai saat ini sekitar 100 orang, serta kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tegal dan kasus kekerasan seksual anak yang terjadi di Surabaya yang dilakukan oleh seorang guru silat.Sepanjang tahun 2013 hingga awal 2014 ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri melaporkan temuan bahwa sekurangnya terjadi 1600 kasus kekerasan asusila mulai pencabulan dan kekerasan fisik pada anak. Berdasarkan laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang kuartal pertama ditahun 2014 mencatat ada 450 lebih 1 2 kasus kekerasan yang terjadi dengan kecenderungan kasus kekerasan seksual. (Detik.com, September 2014) Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual pada anak yang sedang marak terjadi di Indonesia, hal ini diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh Pemerintah RI yakni Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan teknis dari UNICEF dan Center for Disease Control and Prevention (CDC) tentang kekerasan pada anak ditahun 2014. Jumlah sampel responden diambil secara acak dari 25 provinsi, 108 kabupaten, dan 125 kecamatan dan didapatkan 11.250 responden berusia 13-24 tahun. Berdasarkan hasil survey ini didapatkan kesimpulan bahwa remaja berusia 13-17 tahun mengalami kekerasan selama 1 tahun terakhir. 1 dari 3 laki-laki diestimasikan pada populasi sekitar 4,1 juta telah mengalami kekerasan. Begitupun dengan perempuan, 1 dari 4 perempuan atau diestimasikan pada populasi sekitar 2,7 juta mengalami kekerasan. Dengan rinciannya sebagai berikut: 1. 1 dari 12 laki-laki atau diestimasikan 900 ribu dari populasi dan 1 dari 19 perempuan diestimasikan 600 ribu dari populasi mengalami kekerasan seksual. Dari sekian banyaknya kasus yang terjadi, lalu siapakah pelakunya? Ironisnya, pelaku adalah orang terdekat korban, berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, bahwa 60% pelaku adalah 3 orang yang dikenal korban. Sedangkan 40% pelaku lainnya adalah keluarganya sendiri. Sebuah studi pada tahun 2006-2007 di Idaho dari 430 kasus yang ditemukan bahwa 82% dari pelaku kejahatan seksual anak-anak dikenal oleh korban, 46% kenalan, dan 36% oleh kerabat. Pelanggaran pada umumnya lebih banyak dilakukan laki-laki daripada perempuan, meskipun persentasenya bervariasi antara satu studi dengan studi lainnya (The Office of the Governor C.L. Butch Otter; The office of the Attorney General Lawrence Wasden, 2007). Penelitian serupa yang dilakukan oleh Julia Whealin (2007) mengatakan bahwa sebagian besar pelaku pelecehan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki seperti ayah, paman, atau sepupu; sekitar 60% adalah kenalan lainnya seperti teman dari keluarga, pengasuh, atau tetangga; sekitar 10% pelaku merupakan orang asing. Sebenarnya pelecehan seksual terhadap anak sudah menjadi isu publik pada 1970-an dan 1980-an. Sebelum tahun ini pelecehan seksual yang terjadi masih dirahasiakan dan menurut masyarakat hal ini merupakan hal yang buruk. Dari tahun 1970 telah diakui bahwa pelecehan seksual terhadap anak diakui sebagai sesuatu yang sangat merusak. Karena hal ini pula, secara signifikan menjadi perhatian para ilmuwan untuk diteliti. Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang memungkinkan 4 mengakibatkan memar, trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan dalam perkembangan, dan perampasan hak. Sedangkan kekerasan pada anak adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau orang lain yang membahayakan atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Sedangkan kekerasan seksual anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, menampilkan hal yang tidak senonoh seperti pornografi, memperlihatkan kelaminnya, melakukan hubungan seksual, kontak fisik dengan alat kelamin anak, atau mengeksploitasi anak untuk memproduksi pornografi (Pfohl, 2008). Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah djelaskan diatas, hal ini jelas meninggalkan masalah yang sulit sekali diselesaikan oleh korban. Ketika kekerasan seksual terjadi pada masa anak-anak, hal ini akan menghambat pertumbuhan sosial korban, dan akan menimbulkan banyak masalah psikososial (Maltz, 2002, dalam Hall & Hall, 2011). Studi yang dilakukan oleh Molnar, Buka, dan Kessler (2001) mengatakan bahwa kekerasan seksual anak dihubungkan denganpermasalahan emosi dan perilaku, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi, kecemasan, penyalahgunaan zat, agresi, masalah akademik, dan pelecehan seksual. Studi lain yang mengkaji tentang dampak jangka panjang dari kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh Melissa Hall dan Joshua Hall (2011) diantaranya adalah meningkatnya resiko terkena depresi mayor, kejahatan, adiksi, 5 PTSD, disosiasi, gangguan kecemasan, antisocial-personality disorder, serta perilaku lain yang berkaitan dengan identitas seksual. Studi serupa yang membahas tentang kondisi kejiwaan yang dikaitkan dengan kekerasan seksual meliputi: depresi mayor, gangguan bipolar, gangguan somatisasi, penyalahgunaan zat terlarang, bulimia, borderline personality dan PTSD (Putnam, 2003). Selain masalah-masalah psikososial, ada 4 trauma yang menyertai pengalaman kekerasan seksual, yaitu: trauma sexualisation merupakandisfungsi interpersonal dan sikap seksual yang tidak pantas, betrayal atau amnesia psikogenik, powerlessness adalah kecemasan yang disertai rasa sakit, dan stigmatization berupa menyalahkan diri sendiri dan menganggap citra diri buruk (Finkelhor & Browne, 1985). Sebuah studi yang dilakukan oleh Luo (1998, dalam Allard, 2007) pada 19 Survivor dari kekerasan seksual anak di Taiwan menemukan, umumnya wanita yang melaporkan bahwa dia mengalami perasaan dikhianati atau sense of betrayal dan adanya reaksi psikologis yang menyertai. Reaksi psikologisnya berupa kesedihan, depresi, self-esteem yang rendah, mudah marah, ada reaksi kebencian atau permusuhan, ketergantungan yang ekstrem, berkurangnya kemampuan dalam menilai kepercayaan dari orang lain, dan kurangnya kepercayaan terhadap orang lain terutama laki-laki. Sedangkan manifestasi perilaku dari perasaan dikhianati atausense of betrayal trauma berupa berkurangnya ketidaknyamanan dalam hubungan intim, dan perilaku agresif. kelekatan, isolasi, 6 Sebut saja Bunga (13 tahun) salah satu korban kekerasan seksual di salah satu panti sosial mengatakan bahwa ada beberapa memori yang diingatnya soal kekerasan seksual yang dialami. Namun, ada beberapa memori yang tidak bisa diingatnya. Selain memori tentang kekerasan seksual yang hilang, Bunga pun juga sering menganggap bahwa dirinya sudah tidak suci lagi, dan berpikir bahwa dirinya itu buruk sehingga membuat rasa percaya diri dan self-esteem-nya rendah. Bunga juga mengungkapkan bahwa dukungan yang diterima dari orang terdekatnya membuat Bunga sedikit demi sedikit kembali menjadi ceria. Senada dengan DePrince, et al., (2012) yang mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang merupakan salah satu efek dari kekeraan seksual pada remaja. Diantaranya adalah motivasi untuk melupakan seperti forgiveness atau memaafkan, misremembering, mekanisme kognitif atau cognitive appraisal, attention, attachment style dan dukungan sosial. Menurut penelitian yang dilansir oleh Protective Service for Children and Young people Departement of Health and Community Service, keberadaan dan peranan keluarga sangat penting dalam membantu anak serta remaja memulihkan diri pasca pengalaman kekerasan seksual mereka (Testa, et. al., 1992) Penelitian serupa juga menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kemungkinan terkena sebuah penyakit, mempercepat penyembuhan baik itu penyakit fisik maupun psikologis, dan mengurangi resiko kematian karena penyakit serius (House, Landis, Umberson, 1998 dalam Taylor, 2003). Penelitian lain juga mengungkapkan, pemberian dukungan sosial untuk korban kekerasan 7 seksual mengurangi derajat stress korban, namun seseorang korban dengan ibu yang pemarah memiliki rasa rendah diri dan gangguan perilaku yang besar. (Hall, Tice, Beresford, Wooley & Hall, 1989 dalam Testa&Downs, 1992) Feiring et al., (dalam Razak, Manaf, & Mokhtar, 2013) menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diterima korban kekerasan seksual dapat membantu korban dalam menjalani proses pemulihan dan me-manage pengalaman traumatik secara bersamaan. Selain dukungan sosial yang diperlukan oleh korban kekerasan seksual, forgivenessjuga sering digunakan dalam proses terapi sebagai salah satu cara penyembuhan dan cukup sukses dalam menyembuhkan berbagai macam kondisi seperti marah dan depresi, rasa bersalah, marital dysfunction dan juga kekerasan seksual (Enright & Fitzgibbon, 2000 dalam Walton, 2005). Forgiveness juga memiliki kaitan dengan rendahnya level depresi dan kecemasan. Karena ketika unforgiveness, hal itu berkorelasi dengan stress dan memiliki dampak yang negatif pada kesehatan fisik seperti meningkatnya level kortisol (Brooks, 2007). Senada dengan hal di atas, Freedman (1999, dalam Walton, 2005) melaporkan bahwa forgiveness merupakan intervensi yang efektif untukdiberikan kepada korban kekerasan seksual meskipun intervensi ini memiliki keterbatasan untuk konseling kelompok dan pendekatan psikoedukasi. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka perlu adanya penelitian mengenai dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual, agar dijadikan acuan untuk para korban dalam meminimalisir dampak yang terjadi akibat kekerasan seksual. Maka dari itu, untuk merealisasikan hal tersebut peneliti 8 melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.1.1 Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variable predictor, yaitu dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. Adapun pengertian tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu: 1. Kekerasan seksual yang dimaksud merupakan trauma-trauma yang didapatkan korban setelah terjadi peristiwa kekerasan seksual. 2. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini, di mana individu merasa bahwa dirinya disayangi, diperhatikan dan dimengerti oleh orang yang ada disekitarnya. 3. Forgiveness dimana individu mampu memaafkan dan melupakan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku terhadap dirinya. 4. Dalam penelitian ini subjek merupakan korban kekerasan seksual yang berada pada usia remaja dengan rentang usia 12-18 tahunyang berada di panti-panti sosial (Santrock, 2007). 1.1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pada variabel dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, informational support, danemotional support) dan forgiveness (avoidance motivation, revenge 9 motivation, dan benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada remaja? 2. Mana saja proporsi varian dari dukungan sosial dan forgiveness yang memberikan kontribusi terhadap kekerasan seksual pada remaja? 3. Apakah prediktor terbaik dari dimensi dukungan sosial dan forgiveness yang dapat memprediksi kekerasan seksual pada remaja? 4. Apa saja variabel-variabel dari dimensi dukungan sosial dan forgiveness yang berpengaruh secara signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja? 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh forgiveness dan dukungan sosial terhadap kekerasan seksual remaja. Studi pada panti-panti sosial di bawah naungan Kementerian Sosial di Jakarta. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak khususnya pembaca, antara lain: a. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori psikologi perkembangan dan klinis, khususnya yang berhubungan dengan dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual remaja. 10 b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Bagi korban, memberikan sumbangan pikiran agar korban bisa memaafkan dan mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya untuk mengurangi tingkat trauma pada korban. 2. Selain itu, perlunya korban untuk mempelajari forgiveness agar tingkat stress korban berkurang sehingga korban tidak terus menerus memikirkan peristiwa yang menimpanya. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori meliputi efek kekerasan, definisi kekerasan seksual, betrayal, definisi betrayal; definisi forgiveness, dimensi-dimensi forgiveness, faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness; definisi dari dukungan sosial keluarga , dimensi-dimensi dukungan sosial keluarga, faktor-faktor yang mempengaruhidukungan sosial keluarga; kerangka berpikir, hipotesis mayor, hipotesis minor. 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi pendekatan penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, instrument pengumpulan data, skala forgiveness, skala dukungan sosial, skala betrayal trauma inventory, uji validitas konstruk, uji validitas skala forgiveness, uji validitas skaladukungan sosial keluarga, uji validitas skala betrayal trauma inventory. Tekhnik analisis data, dan prosedur penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN Hasil penelitian meliputi analisa deskriptif, deskripsi hasil penelitian, kategorisasi variabel penelitian, uji hipotesis penelitian, uji regresi berganda, dan pengujian proporsi varian masing-masing variabel. BAB V PENUTUP Penutup meliputi kesimpuan, diskusi, dan saran. BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan pada penelitian yaitu, teori tentang kekerasan betrayal trauma, dukungan sosial, forgiveness, kerangka berpikir, dan hipotesis. 2.1 Kekerasan Seksual Anak 2.1.1 Definisi kekerasan seksual anak Kekerasan seksual pada remaja sulit sekali didefinisikan karena memiliki banyak versi yang berbeda tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Menurut Encyclopedia of Social Problems, kekerasan seksual anak merujuk pada kontak seksual yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak dibawah umur. Sedangkan Maltz (dalam Pfohl, 2008) mendefinisikan bahwa kekerasan seksual terjadi karena adanya salah satu pihak yang mendominasi dan mengekploitasi oranglain untuk melakukan aktifitas seksual. Ratican (dalam Pfohl, 2008) mengatakan bahwa kekerasan seksual anak adalah beberapa perilaku seksual, baik perilaku yang terlihat atau yang tersembunyi antara seorang anak dan orang dewasa dimana anak tersebut melakukannya dengan paksaan. Meskipun tidak semua bentuk dari kekerasan seksual meliputi disentuh secara langsung, tetapi penting untuk terapis memahami bahwa kekerasan seksual pada anak memiliki beberapa bentuk yang berbeda. Diantaranya adalah mengeksploitasi anak dengan memperkenalkannya pada pornografi sebelum waktunya atau memanipulasi seorang anak untuk melakukan pose-pose seksual. 12 13 2.1.2 Betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual Ungkapan betrayal trauma mengacu pada sebuah trauma pengkhianatan dimana individu atau lembaga tempat individu tersebut bergantung membahayakan atau membuat suatu kejahatan dalam beberapa cara. (Freyd, Klest, Allard, 2005). Betrayal trauma melibatkan sebuah lembaga atau individu yang melanggar kesepakatan sosial, sehingga rasa kepercayaan menghilang. Ini tergantung sifat hubungan antara pelaku dan korban. Seorang korban yang tidak mampu memutuskan hubungan dengan pelaku, maka korban dipaksa untuk menerima tindak pelanggaran tersebut (Freyd, 2001). Secara umum betrayal trauma theory (Freyd, 2005) adalah sebuah teori yang dikembangkan untuk menjelaskan mengapa seseorang cenderung memiliki gangguan memori untuk beberapa pengalaman traumatis, dan korban kekerasan seksual lebih memiliki kecenderungan untuk memiliki gangguan memori dibanding trauma yang disebabkan oleh bencana alam. Senada dengan Freyd, et al., (2010) dalam mendeskripsikan betrayal trauma adalah dengan memahami kerangka berpikir tentang trauma interpersonal yang disebabkan oleh kejahatan yang dilakukan oleh orang terdekat, orang yang bergantung, atau korban sangat dekat dengan pelaku dimana korban memiliki konflik antara usual need (kesadaran terhadap betrayal, disini merupakan keinginan untuk menghindari pelaku) dan particular need (keharusan untuk menjaga sebuah hubungan, khususnya proximity dan closeness). Merujuk dari konteks betrayal trauma theory (BTT) respon korban untuk kejahatan yang terjadi 14 adalah dengan avoiding awareness, hal ini dilakukan dengan melupakan atau menekan hal tersebut sehingga terjadi proses forgetting dan missremembering. Dari pola diatas yang telah dijelaskan, akan terjadi sebuah fenomena yang disebut Freyd et al., (2010) knowledege isolation atau missremembering. Knowledge isolation merujuk pada sebuah cara berbeda dimana sebuah informasi disembunyikan, dan adanya bias dalam mengingat, bisa jadi hal itu merupakan kejadian yang sifatnya positif atau negatif. Sedangkan term forgetting merujuk kepada konsep “unawareness”, yang menggambarkan situasi dimana informasi tentang kejahatan tersebut tidak dapat diakses dalam recall conscious. Betrayal trauma theory juga merujuk pada amnesia psikogenik yang merupakan respon adaptif terhadap kekerasan dimasa anak-anak. Ketika orang tua atau figur kuat lainnya dalam keluarga melakukan kejahatan, seorang korban membutuhkan forgetting (proses melupakan dan menekan hal tersebut kedalam alam bawah sadar) sehingga terjadi proses lupa atau tidak dapat me-recall memori tentang pengalaman kekerasan yang dialami. Betrayal trauma mungkin tidak mengancam kematian atau luka fisik, tetapi bisa merusak well-being seseorang, hubungannya dengan orang lain, konsep diri, dan keyakinannya terhadap orang lain. Menurut Freyd (dalam Freyd, Klest, Allard, 2005) mengatakan bahwa trauma meliputi peristiwa membangkitkan rasa takut yang intens, pengkhianatan sosial, atau kombinasi keduanya. Sebuah trauma bisa jadi melibatkan sebuah pengkhianatan tapi bisa juga tidak. Hal yang harus digarisbawahi disini adalah secara kualitatif betrayal trauma dan takut merupakan dua hal yang sangat berbeda. Sebuah trauma yang melibatkan unsur 15 pengkhianatan memiliki hasil yang berbeda dibanding trauma yang hanya didasari rasa takut. Berdasarkan definisi-definisi diatas peneliti menggunakan pengertian dari J.J. Freyd bahwa betrayal trauma adalah sebuah trauma yang terjadi ketika seseorang atau lembaga tempat kita bergantung membahayakan atau membuat suatu kejahatan dalam beberapa cara. 2.1.3 Pengukuran kekerasan seksual anak Ada beberapa skala yang bisa digunakan dalam mengukur efek kekerasan seksual pada remaja, di antaranya adalah Brief Betrayal Trauma Survey (BBTS), Abuse Perpetration Inventory (API), Life Stressor Checklist Revised (LSC-R). Dalam mengukur efek kekerasan seksual pada remaja serta betrayal trauma sebagai salah satu efek dari kekerasan seksual, maka digunakanlah skala yang diadaptasi dari skala Betrayal Trauma Inventory yang dikembangkan oleh Jennifer Freyd dan Anne DePrince pada tahun 1997 (Freyd, et. al., 2001).Skala ini terdiri dari 18 pertanyaan yang mendeskripsikan betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual. Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi dalam alat ukurnya menggunakan teori yang sama yaitu betrayal trauma sebagai salah satu efek kekerasan seksual. Selain itu alat ukur ini juga lebih bebas gender karena itemnya bisa digunakan untuk perempuan. Karena ada beberapa alat ukur yang hanya diperuntukkan untuk responden laki-laki. Berdasarkan penelitian dari Freyd, DePrince dan Zurbriggen (2001) didapat nilai validitas dari alat ukur ini berkisar dari 0.60 sampai 0.80. 16 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan seksual Menurut DePrince, et al., (2012) ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang merupakan salah satu efek dari kekerasan seksual pada remaja. Diantaranya adalah: 1. Dukungan sosial Menurut Feiring et al., (2013) dukungan sosial yang diterima korban kekerasan seksual dapat membantu korban dalam menjalani proses pemulihan dan me-manage pengalaman traumatik secara bersamaan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Horwitz (2005) mengatakan bahwa remaja yang mengalami trauma paska kejadian yang menyakitkan disebabkan kurangnya dukungan sosial yang diterimanya. Selain itu, rendahnya dukungan sosial dari orang terdekatnya dikaitkan dengan tingginya level stress seseorang. 2. Forgiveness Forgiveness seringkali dihubungkan dengan kesehatan mental dan fisik. Forgiveness juga seringkali dikaitkan dengan rendahnya level depresi dan kecemasan seseorang. Berdasarkan beberapa literatur yang ada, forgiveness merupakan terapi yang efektif untuk korban kekerasan seksual (Freedman, 1999 dalam Walton, 2006). 3. Coping strategy Coping strategy merupakan elemen yang penting untuk mengurangi efek kekerasan seksual yang dialami oleh seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan Himelein and McElrath (1996) mengatakan bahwa korban 17 kekerasan seksual yang memiliki coping strategy yang baik akan menyesuaikan diri dengan baik. Penelitian senada juga diungkapkan oleh Walsh et al,. (2007) menemukan bahwa para mahasiswa yang merupakan korban kekerasan seksual yang mengembangkan positive coping strategy seperti problem focused coping, seeking support, dan berfokus pada hal yang positif dan memiliki internal focus control yang rendah memiliki penyesuaian yang baik saat memiliki pasangan serta memiliki kepercayaan dalam membangun hubungannya dengan lawan jenis. 2.2 Dukungan Sosial 2.2.1 Definisi dukungan sosial Dalam menghadapi peristiwa traumatik yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Siegel (dalam Taylor, 2003) mengatakan dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah informasi bahwa seseorang itu dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dianggap penting, juga merupakan bagian dari jaringan komunikasi di sekitarnya dan merupakan bagian dari sebuah jaringan hubungan seperti hubungan timbal-balik orang tua, sepasang suami istri, teman, dan masyarakat. Sarafino (2011) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan bentuk penerimaan dari seseorang atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam diri bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong. Sedangkan menurut Cohen, Underwood dan Gothlieb (2000) istilah dukungan sosial mengacu pada sumber daya sosial yang tersedia bagi seseorang atau yang benar-benar diberikan kepada orang tersebut oleh seorang yang bukan 18 professional baik berupa dukungan informasi, empati, dukungan materil dan pemberian nasehat. Pendapat senada juga diungkapkan Sarason (2001) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orangorang yang dapat diandalkan, dapat menghargai dan dapat menyayangi korban. Berdasarkan uraian diatas peneliti menggunakan definisi dari Cohen, Underwood dan Gothlieb (2000) yaitu dukungan sosial mengacu pada sumber daya sosial yang tersedia bagi seseorang atau yang benar-benar diberikan kepada orang tersebut oleh seseorang yang bukan profesional baik berupa dukungan informasi, empati, dukungan materil dan pemberian nasehat. Serta orang yang menerima dukungan sosial memahami makna dukungan sosial yang diterimanya, dan begitupun sebaliknya. 2.2.2 Dimensi dan sumberdukungan sosial Menurut Cohen (dalam Taylor, 2003), terdapat 4 bentuk dukungan sosial, yaitu: a. Appraisal Support Dukungan ini membantu korban untuk memahami lebih baik lagi sebuah stressor dari trauma yang dialami dan strategi koping apa yang harus dilakukan untuk berdamai dengan hal itu. Melalui pertukaran appraisal yang terjadi, korban yang menghadapi peristiwa traumatik dapat menentukan bagaimana mengelola stressor saat pemicu peristiwa tersebut datang. b. Tangible Assistance Dalam hal ini fungsi dukungan sosial adalah adanya bantuan yang bersifat material, finansial atau pelayanan. Dukungan ini merupakan bentuk dukungan 19 yang terlihat dan biasanya bersifat bantuan langsung. Seperti memberikan semangat, meminjaminya uang, menemaninya saat terapi berlangsung, dan memberikan energi positif saat korban mengingat kejadian traumatiknya. c. Informational Support Informational support adalah suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran, penghargaan, bimbingan atau pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan individu guna memecahkan masalah yang terjadi. d. Emotional Support Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stress, memberi bantuan dalam bentuk semangat dan cinta. Sarafino (2011) mengemukakan bahwa sumber-sumber dukungan sosial dapat berasal dari beberapa hal, yaitu: 1. Orang-orang sekitar individu atau significant other seperti: keluarga, teman dekat, atau rekan. Dalam hubungan ini menempati bagian terbesar dari kehidupan seorang individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang sangat potensial. 2. Kalangan profesional seperti psikolog atau dokter, yang berguna untuk menganalisa secara klinis maupun psikis. 3. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support group) 20 2.2.3 Pengukuran dukungan sosial Ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur dukungan sosial seperti, Social Support Questionnaire (SSQ), Student Social Support Scale, dan Multidimensional Scale of Perceived Social (MSPSS). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) berdasarkan teori Cohen, McKay, &Sarason (2000) yang terdiri dari 40 item dengan menggunakan skala likert dari 1-4. Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi yang diukur oleh alat ukur ini merupakan dimensi yang cocok dengan teori dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian dari Kamau, Olson, Zipp, and Clark (2011) didapat nilai validitas dari alat ukur ini berkisar dari 0.30 sampai 0.46. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, didapatkan nilai realibilitas alpha’s cronbach dari alat ukur ini adalah berkisar dari 0.88 sampai 0.90. 2.3 Forgiveness 2.3.1 Definisi forgiveness Forgiveness adalah kesedian menanggalkan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang telah menyakiti hati atau melakukan suatu perbuatan salah pada individu lain (McCullough, 2001). Forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku. Sebaliknya muncul keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti, walaupun orang yang telah 21 menyakiti telah berbuat hal yang menyakitkan terhadap kita. (McCullough, et. al, 1998). Selain itu, McCullough (2001) menjelaskan bahwa forgiveness adalah proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap pelaku. Dikatakan bahwa forgiveness merupakan peningkatan motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) pelaku, rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations) terhadap pelaku, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali (benevolence motivations) terhadap pelaku. Berdasarkan definisi-definisi di atas peneliti menggunakan pengertian dari McCullough (2001) bahwa forgiveness adalah peningkatan dorongan dari arah yang negatif untuk berperilaku ke arah yang lebih baik, yang ditandai dengan rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan kembali. 2.3.2 Dimensi dan proses forgiveness Dimensi forgiveness yang dikemukakan merupakan penjelasan lebih jauh mengenai definisi McCullough (2001). Forgiveness merupakan proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap transgressor. Tiga dorongan tersebut adalah avoidance motivations, revenge motivations, dan benevolence motivations, yang selanjutnya juga menjadi dimensi forgiveness. Penjelasan dari ke tiga dimensi yang mendasari forgivenesssadalah sebagai berikut: 22 1. Avoidance motivations Ditandai dengan individu yang menghindar atau menarik diri (withdrawal) dari pelaku. 2. Revenge motivations Ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang ditujukan kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan berkeinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu dilukai oleh individu lain (pelaku), maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar (avoidance) dan membalas dendam (revenge). 3. Benevolence motivations Ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan adanya kehadiran benevolence, berarti juga menghilangkan kehadiran dua dimensi sebelumnya. Oleh karena itu, individu yang memaafkan, memiliki benevolence motivations yang tinggi, namun di sisi lain memiliki avoidance dan revenge motivations yang rendah. Selain dimensi dari forgiveness yang ada 3. Terdapat 4 tahap forgiveness yang diungkap oleh Enright dan Fitzgibbon (2000), tahap-tahap tersebut diantaranya: 1. Uncovering Phase Sebelum pihak yang terluka atau korban bermaksud untuk memaafkan pelaku, maka ia harus terlebih dulu mengakui bahwa dirinya telah dilukai. Pada saat korban mengakui perasaan marah tersebut, ia harus melepaskan perasaan 23 marahnya dan tidak mengingatnya. Fase ini membantu korban menyadari bahwa respon-respon ini bersifat self-defeating dan self-hurting. Hal ini hanya akan membuat korban merasa dilukai kedua kalinya. Karena yang pertama adalah saat peristiwa yang melukai terjadi dan yang kedua saat ia membiarkan perasaannya dikuasai perasaan-perasaan negatif. 2. Decision Phase Di fase ini korban mengerti akan dampak dari luka yang dialaminya dan respon apa yang diberikan. Korban menyadari bahwa harus ada cara yang lebih baik untuk membantunya menyembuhkan rasa sakit. Pada tahap ini korban mempertimbangkan pemaafan sebagai pemilihan respon dan berkomitmen kepada diri sendiri untuk memaafkan pelaku. 3. Work-Phase Untuk dapat melaksanakan komitmen yang telah dibuat difase sebelumnya itu, korban harus mewujudkannya dalam tindakan nyata. Korban dapat ikut serta dalam reframing atau menyusun kembali pandangannya terhadap pelaku, dengan berusaha untuk melihat perilaku dalam konteks yang lebih luas dan tidak hanya berdasarkan perbuatan yang melukai.Hal ini dapat dilakukan korban dengan berempati kepada pelaku. 4. Deepening Phase Setelah melakukan tiga fase sebelumnya, korban akan merasakan bahwa ketika ia memaafkan, ia mengalami kesembuhan. Pada saat korban mulai memaafkan ia akan menemukan makna baru dalam peristiwa menyakitkan yang dialaminya. Ia juga akan menyadari bahwa ia juga membutuhkan 24 pemaafan dari orang lain dan bukan ia sendiri saja yang mengalami penderitaan. Mendekati akhir dari proses memaafkan ini korban akan menyadari adanya penurunan emosi negatif dan akan terjadi peningkatan perasaan positif terhadap pelaku. 2.3.3 Pengukuran forgiveness Dalam mengukur forgiveness, ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan seperti Marital-Offense Interpersonal Forgiveness Motivation Scale (TRIM-18). (MOFS) dan Sedangkan Transgression-Related dalam penelitian ini digunakanlah skala Transgression-Related Interpersonal Motivations Scale (TRIM) untuk mengukur tingkat forgiveness korban. Skala ini dikembangkan oleh Michael E. Mc Cullough dan digunakan untuk mengetahui seberapa besar seorang individu mampu memaafkan. Skala TRIM sempat berkembang dua kali, TRIM 12 yang pertama berkembang sekitar tahun 1998. Skala ini selanjutnya disempurnakan oleh Michael E. Mc Cullough sekitar tahun 2006 melalui penelitiannya dan memunculkan skala baru, yaitu skala TRIM-18 yang dipakai sampai saat ini. Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena dimensi yang diukur oleh alat ukur ini merupakan dimensi yang cocok dengan teori forgiveness yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian dari McCullough & Cohen (2006) didapat nilai reliabilitas yang cukup tinggi dari alat ukur ini sebesar 0.85. Dan berdasarkan hasil penelitian yang sama, didapatkan nilai validitas kontruknya memiliki kategori sedang/moderate sebesar 0.50. 25 2.4 Kerangka Berpikir Kekerasan seksual pada anak kini memasuki status “darurat” (liputan6.com, Juni 2014). Mengapa demikian? Karena satu persatu kasus kekerasan muncul dalam waktu yang hampir berdekatan. Ironisnya, pelaku adalah orang yang cukup dikenal korban dengan baik. Hal ini jelas menimbulkan masalah yang sulit sekali diselesaikan korban. Mulai dari masalah psikososial seperti adiksi, penyalahgunaan zat, agresi, gangguan kepribadian, PTSD serta beberapa trauma yang menyertai seperti powerlessness, trauma sexualization, betrayal trauma dan stigmatization. MenurutDePrince, et al. (2012) mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meminimalisasi terjadinya betrayal trauma yang merupakan salah satu efek dari kekerasan seksual pada remaja. Diantaranya adalah motivasi untuk melupakan seperti forgiveness atau memaafkan, misremembering, mekanisme kognitif atau cognitive appraisal, attention, attachment style dan dukungan sosial. Senada dengan yang diungkapkan Bunga (nama samaran,13 tahun) salah satu korban kekerasan seksual mengatakan bahwa dukungan dari orang terdekatnya membuat dia kembali ceria. Dukungan materiil atau tangible assistance dari teman serta sahabatnya pun kembali membuat Bunga percaya diri lagi dan mau kembali ke sekolah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fleming, Baum, Gisriel, & Gatchel (1982) bahwa dukungan sosial efektif untuk mengurangi psychological distress seperti depresi dan kecemasan. 26 Hal senada juga diungkapkan Melati (nama samaran, 15 tahun) dukungan yang ibunya berikan dengan selalu mendengarkan keluh kesahnya, menemaninya dalam konseling membuat Melati yang awalnya tidak percaya diri dan tidak mau menjalin hubungan dengan orang lain, kini sedikit demi sedikit Melati mau membuka dirinya dan menjalin hubungan baik. Dari pemaparan yang diungkapkan Melati, apa yang dilakukan ibunya adalah bentuk emotional support dari ibunya untuk Melati. Sesuai dengan penelitian Sauzier yang mengatakan bahwa dukungan sosial khususnya dukungan empati dapat menolong korban kekerasan seksual anak dari trauma yang dialami (1989, dalam Testa, et. al, 1992). Dukungan informasi pun merupakan hal yang penting untuk mengurangi efek kekerasan seksual pada remaja. Mengapa demikian? Karena dengan dukungan informasi yang diberikan oleh orang terdekatnya, itu sama dengan mengembangkan kemampuan untuk mempelajari sumber-sumber dukungan sosial yang tersedia (Taylor, 2003). Tidak hanya informational support, emotional support, dan tangible assistance. Appraisal support juga merupakan bagian yang penting untuk mengurangi efek kekerasan seksual pada remaja. Karena dengan terjadinya perubahan pemahaman pada korban maka korban dapat menentukan bagaimana mengurangi tingkat stressnya serta mendapatkan keuntungan dari saran yang diterimanya (Taylor, 2003). Selain dukungan sosial, forgiveness juga merupakan salah satu cara yang sering digunakan dalam proses penyembuhan korban kekerasan seksual. Witvliet et al. (2001, dalam Brook, 2007) membuktikan bahwa respon fisiologis untuk 27 memaafkan (forgiving) atau tidak memaafkan (unforgiving) pelaku, di mana kondisi unforgiving membuat emosi menjadi negatif. Pengukuran fisiologis tentang kondisi unforgiving juga mengungkapkan bahwa kondisi tersebut akan membuat peningkatan tensi, arousal, debar jantung, dan tekanan darah. Karena hal itu pula forgiveness dikaitkan erat hubungannya dengan psychological wellbeing (Karremans, et. al, 2003 dalam Luzombe& Dean, 2009). Karena kegagalan dalam memaafkan berarti mengartikan bahwa tingginya level dari psychological tension. Hal inilah yang membuat kondisi unforgiving membuat korban rentan akan stress. Berdasarkan uraian diatas, bahwa meminimalisasi efek kekerasan seksual pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dukungan sosial dan forgiveness, seperti skema dibawah ini: Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 28 2.5 Hipotesis Karena penelitian ini diuji dengan analisa statistik, maka hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis nol (nihil), lalu dipaparkan juga hipotesis alternatif yang digunakan untuk menguji teori yang digunakan. Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada pengaruh yang signifikan dari dukungan sosial dan forgiveness terhadap kekerasan seksual pada remaja. Hipotesis Alternatif (Ha): H01 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari appraisal support terhadap kekerasan seksual pada remaja. H02 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari tangible asisstance terhadap kekerasan seksual pada remaja. H03 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari informational support terhadap kekerasan seksual pada remaja. H04 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari emotional support terhadap kekerasan seksual pada remaja. H05 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari avoidance motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja. H06 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari revenge motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja. H07 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari benevolence motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pendekatan penelitian, jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, instrument penelitian, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data. 3.1.Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. 3.2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah korban-korban kekerasan seksual anak di panti-panti sosial didaerah Jabodetabek, sedangkan karakteristik dari sampel dalam penelitian ini adalah: 1. Subjek merupakan korban kekerasan seksual anak dan remaja yang berada di panti-pantisosial daerah Jabodetabek. Dengan rinciannya sebagai berikut: - Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya - Yayasan Nanda Dian - PSAA Tunas Bangsa - Rumah Perlindungan Sosial Anak - Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP Handayani) - Rumah Singgah Akur Kurnia - Rumah Singgah SWARA 29 30 2. - Rumah Singgah Melodi - Yayasan Pulih - PSPP Khusnul Khotimah - Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi - Rumah Singgah Permata - KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan) Berusia 12 – 18 tahun, Dalam penelitian ini, atas dasar tugas perkembangan yang ada, maka terdapat 2 kategori usia, yaitu 12-16 tahun adalah usia remaja awal dan 16-18 adalah usia remaja akhir (Santrock, 2007). 3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini awalnya berjumlah 96 sampel namun 4 sampel tidak digunakan karena adanya kerusakan berupa kuesioner yang tidak diisi lengkap dan kesalahan dalam proses pengisian. Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah 92 sampel. 3.2.1.Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik non probability sampling karena sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Tehnik yang digunakan yaitu tehnik snowball sampling dimana satuan pengamatan diambil berdasarkan informasi dari satuan pengamatan sebelumnya yang telah dipilih. Selain itu tekhnik ini juga cocok digunakan untuk sample-sample yang sulit sekali ditemui karena memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi seperti korban kekerasan, 31 prostitusi, dan sample-sample yang tersembunyi karena memiliki stigma buruk di masyarakat. 3.3 Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel dukungan sosial dan variabel forgiveness sebagai independent variabel. Sedangkan variabel betrayal trauma sebagai salah satu efek dari kekerasan seksual sebagai dependent variabel. 3.3.1 Definisi operasional variabel Berikut ini penjelasan definisi operasional dari masing-masing variabel: 1. Efek Kekerasan Seksual Efek kekerasan seksual adalah efek atau dampak yang timbul pada korban setelah terjadinya peristiwa menyakitkan. Dalam hal ini salah satu efek yang dilihat adalah betrayal trauma, dimana betrayal trauma merupakan salah satu bentuk trauma yang menyertai korban kekerasan seksual. Betrayal trauma ini ditandai dengan terjadinya forgetting (merepresi ke alam bawah sadar) dan misremembering (kesalahan mengingat). Efek kekerasan seksual ini diukur dengan menggunakan skala Betrayal Trauma Inventory (BTI) (Freyd & DePrince, 2001). 2. Dukungan Sosial Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah respon korban kekerasan seksual terhadap bentuk dukungan sosial yang diterimanya dari orang lain berupa appraisal support atau dukungan penilaian dan penguatan pada korban. Tangible assistance atau dukungan materiil berupa meminjamkan barang, uang atau kendaraan. Emotional support atau dukungan emosional 32 berupa perhatian dari orang terdekat, mendengarkan keluh kesah korban, dan memahami korban dan informational support atau dukungan informasi berupa pemberian informasi, pemberian petunjuk, dan nasihat. Dukungan sosial dalam hal ini diukur dengan menggunakan skala Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) berdasarkan teori Cohen, McKay & Sarason (2001). 3. Forgiveness Forgiveness adalah respon korban kekerasan seksual terhadap peningkatan dalam motivasi prososial kearah lain, yaitu terhadap dorongan untuk menghindar (avoidance motivation) terhadap pelaku, dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivation) terhadap pelaku, dan dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali (benevolence motivation) terhadap pelaku. Dalam hal ini forgiveness diukur menggunakan Transgression-Related Interpersonal Motivation (TRIM-17) berdasarkan teori McCullough (2003). 3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Metode pengumpulan data Adapun metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala sebagai alat pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan menggunakan model skala likert dari rentang tertinggi (sangat positif) sampai rentang terendah (sangat negatif) dengan empat kategori jawaban “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). 33 3.4.2. Instrumen penelitian Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 skala sebagai berikut: 1. Efek Kekerasan Seksual Dalam mengukur efek kekerasan seksual pada remaja, peneliti menggunakan skala Betrayal Trauma Inventory (BTI) yang dikembangkan berdasarkan teori betrayal trauma yang dikembangkan sendiri oleh Jennifer Freyd dan Anne DePrince (2001) yang berisi 16 pertanyaan tentang efek kekerasan seksual yang diukur menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju). 2. Dukungan Sosial Untuk mengukur dukungan sosial yang diterima korban, peneliti menggunakanInterpersonal Support Evaluation List (ISEL) berdasarkan teori Cohen, McKay, & Sarason (2001) yang terdiri dari 40 item yang berisi komponen dukungan sosial yaitu appraisal support (dukungan penilaian), tangible assistance (dukungan materiil), emotional support (dukungan emosional), dan informational support (dukungan informasi) yang diukur menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju). 34 3. Forgiveness Dalam mengukur tingkat forgiveness korban, peneliti menggunakan skalayang diadaptasi dari Transgression-Related Interpersonal Motivations Scale (TRIM -12) yang pertama berkembang sekitar tahun 1998 (McCullough, 1998). Skala ini selanjutnya disempurnakan oleh Michael E. Mc Cullough sekitar tahun 2006. Terdiri dari 18 item yang diukur menggunakan skala likert dari 1-4 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju). 3.5. Uji Validitas Alat Ukur Untuk menguji validitas alat ukur, peneliti menggunakan analisisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) dengan bantuan software Lisrel 8.70. 35 3.5.1. Uji validitas skala efek kekerasan seksual anak Pada skala betrayal trauma terdapat 16 item yang diujikan kepada 92 subyek penelitian. Peneliti menguji apakah 16 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur satu faktor yaitu kekerasan seksual betrayal trauma. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, item 1, 11, 12, 13, 14, 15 didrop diawal karena memiliki nilai lambda yang sangat kecil. Dan hasil analisis CFA dengan item yang tersisa yaitu item 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 16 model satu faktor tidak fit, dengan chisquare = 104.12, df=35, p-value = 0.00000, RMSEA=0.147. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 10x kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 35.40, df=25, p-value = 0.08124, RMSEA=0.068. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu betrayal trauma. Seperti pada gambar 3.1 berikut : Gambar 3.1 Hasil Analisis Faktor Efek Kekerasan Seksual Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang 36 koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5: Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 7 item yang signifikan (t > 1.96) dan 3 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 2,5, dan 10. Dengan demikian, item nomor 2,5, dan 10 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 7 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis . 3.5.2. Uji Validitas Skala Dukungan Sosial Pada skala dukungan sosial ini terdapat 40 item yang terdapat dalam empat dimensi yaitu appraisal support, tangible assistance, emotional support dan informational support, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut: a. Dimensi Appraisal Support Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur satu faktor yaitu appraisal support. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 226.18, df=27, p-value = 0.00000, RMSEA=0.285. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 11 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 25.13, df=16, p-value = 0.06759, RMSEA=0.079. 37 38 39 40 Hasil Analisis Faktor Emotional Support Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7: Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 2 item yang signifikan (t > 1.96) dan 8 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 4, 8, 13, 20, 28, 32, 37 dan 40. Dengan demikian, item nomor 4, 8, 13, 20, 28, 32, 37 dan 40 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 2 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. d. Dimensi Informational Support Peneliti menguji apakah 11 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur satu faktor yaitu informational support. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 178.97, df=44, p-value = 0.00000, RMSEA=0.185. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 11 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item 41 diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 41.60, df=33, p-value = 0.14488, RMSEA=0.0540. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu emotional support. Seperti pada gambar 3.5 berikut: Gambar 3.5 Hasil Analisis Faktor Informational Support Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8: 42 43 Hasil Analisis Faktor Avoidance Motivation Peneliti selanjutnya melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai-t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.19: Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 7 item yang signifikan (t > 1.96). Dengan demikian ada7 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. b. Dimensi Revenge Motivation Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional atau mengukur satu faktor yaitu revenge motivation. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square =25.44, df=5, p-value = 0.00000, RMSEA=0.212. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 2 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chisquare = 6.50, df=3, p-value = 0.089980, RMSEA=0.113. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu revenge motivation. Seperti pada gambar 3.7 berikut: 44 45 46 dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 2 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. 3.6. Prosedur Penelitian Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu: 1. Tahap persiapan Penelitian ini dimulai dengan perumusan masalah yang akan diteliti. Peneliti kemudian menentukan variabel yang akan diteliti dan melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan variabel dalam penelitian. Kemudian peneliti menentukan subjek penelitian dan mempersiapkan alat pengumpulan data dengan menentukan dan menyusun alat ukur atau instrument penelitian yang akan digunakan. Dalam hal ini instrumen yang digunakan terbagi dalam 4 bagian, yaitu data diri subjek, skala dukungan sosial, skala forgiveness, dan skala betrayal trauma. 2. Tahap uji coba alat ukur Peneliti melakukan uji coba terhadap alat ukur yang telah dibuat. Uji coba ini dilakukan dengan karakteristik sampel yang sama. 3. Tahap pelaksanaan Peneliti menentukan jumlah sampel penelitian dan melaksanakan pengambilan data penelitian. 4. Tahap pengolahan data Peneliti melakukan skoring terhadap hasil jawaban responden.Kemudian hasil jawaban tersebut dihitung dan dibuat dalam tabulasi data. Hasil 47 data tersebut dianalisis menggunakan statistik untuk menguji hipotesis. Selanjutnya peneliti membuat kesimpulan dan laporan akhir. 3.7. Teknik Analisis Data Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah multiple regresi, untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara variabel X1 (Dukungan Sosial Keluarga) X2 (forgiveness) terhadap Y (Betrayal truama). Analisa multiple regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari independent variabel terhadap dependent variabel, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi. Analisis dalam penelitian ini menggunakan SPSS Versi 17. 0. Y = Betrayal Trauma A = Konstan b = Koefisien regresi untuk masing-masing X X1 = Variabel appraisal support dari dimensi dukungan sosial X2 = Variabel tangible asisstance dari dimensi dukungan sosial X3 = Variabel informational support dari dimensi dukungan sosial X4=Variabel emotional support dari dimensi dukungan sosial X5 = Variabel avoidance motivation dari dimensi forgiveness X6 = Variabel revenge motivation dari dimensi forgiveness 48 X7 = Variabel benevolent motivation dari dimensi forgiveness e = Residual (hal yang mempengaruhi DV diluar dari IV) Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki residual terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis. Besarnya proporsi varian dari betrayal traumayang dipengaruhi oleh seluruh independen variabel secara bersama-sama(serempak), ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R2). Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : Ssreg : Jumlah kuadrat dari regresi Ssy : Jumlah kuadrat dari variabel y, yang dimaksud variabel y dalam penelitian ini adalah posttraumatic growth. Untuk menyimpulkan R2 signifikan atau tidak, dilakukan uji F dengan hipotesis H0 : R2 = 0. Yang rumusnya adalah sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) Keterangan: k : Jumlah independen variabel N : Jumlah sampel Dari hasil uji F yang dilakukan, dapat dilihat apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap 49 dependen variabel. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan masing-masing variabel independen signifikan terhadap dependen variabel, maka peneliti melakukan uji t terhadap koefisien regresi. Uji T digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan masingmasing variabel bebas (X) signifikan terhadap variabel terikat (Y). Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel bebas (X) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variable terikat (Y). Uji T yang akan dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: b = Koefisien regresi Sb = Standart error Estimate BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini, akan dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, hasil pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varian. 4.1. Gambaran Subjek Penelitian Total Sample pada penelitian ini berjumlah 92 orang. Pada tabel 4.1 akan dijelaskan gambaran partisipan dalam penelitian ini berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pelaku kekerasan seksual. Dari hasil persentase pada tabel 4.1, diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang atau 47% dan sampel perempuan sebanyak 49 orang atau 53%. Sedangkan berdasarkan usia, sampel yang berada pada rentang usia 1216tahun sebanyak 58 orang atau 63% dan sampel yang berada pada rentang usia 17-18 tahun sebanyak 34 orang atau 37%. Lalu berdasarkan pelaku kekerasan seksualnya sebanyak 24 orang atau 26% merupakan keluarganya seperti ayah atau paman, 59 orang atau 64% merupakan kerabat seperti teman, guru, dll, dan pelaku kekerasan yang tidak dikenal oleh korban sebanyak 9 orang atau 10%. 50 51 4.2. Hasil Analisa Deskriptif Hasil analisa deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran dari penelitian. Dalam hasil analisa deskriptif ini akan disajikan nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisa desrikptif ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui beberapa hal. Pertama, variabel betrayal trauma memiliki nilai minimum = 20.55, nilai maksimum = 65.74, mean = 50, dan SD = 9.23. Kedua, variabel appraisal support memiliki nilai minimum = 11.48, nilai maksimum = 65.50, mean = 50, dan SD = 8.93. Ketiga, variabel tangible asisstance memiliki nilai minimum = 18.53, nilai maksimum = 67.78, mean = 50, dan SD = 8.87. Keempat, variabel emotional support memiliki nilai minimum = 25,24, nilai maksimum = 72.32, mean = 50, dan SD = 9.99. Kelima, variabel informational support memiliki nilai minimum = 19.93, nilai maksimum = 67.36, mean = 50, dan SD = 8.39. Keenam, variabel avoidance motivation memiliki nilai minimum = 30.28, nilai maksimum = 73, mean = 50, dan SD = 9.47. Ketujuh, variabel revenge motivation memiliki nilai minimum = 34.77, nilai maksimum = 73.43, mean = 50, dan SD = 9.61. 52 Kedelapan, variabel benevolence motivation memiliki nilai minimum = 22.75, nilai maksimum = 66.02, mean = 50 dan SD = 9.46. 4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Berdasarkan alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam penelitian ini dibuat menjadi tinggi dan rendah. Hal ini diketahui dari informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa kategorisasi skor menggunakan raw score dibagi menjadi kategori tinggi dan rendah. Selanjutnya, peneliti menggunakan informasi tersebut sebagai acuan untuk membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini yang datanya bukan menggunakan raw score tetapi menggunakan true score yang skalanya telah dipindah menggunakan rumus T score yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pedoman interpretasi skor adalah sebagai berikut: Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan rendahnya tiap variabel disajikan pada table 4.4 dibawah ini: 53 Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa skor pada variabel betrayal trauma cenderung seimbang antara kategori rendah dan tinggi. Lalu skor pada variabel appraisal support cenderung rendah, berkebalikan dengan skor variabel tangible assistance cenderung tinggi. Skor variabel emotional support cenderung hampir seimbang antara tinggi dan rendah. Berbeda dengan variabel informational support yang skornya cenderung tinggi. Hal ini berkebalikan dengan skor dari variabel avoidance motivation karena skornya cenderung rendah. Skor dari variabel revenge motivation pun cenderung rendah skornya. Berkebalikan dengan skor variabel revenge motivation, skor dari variabel benevolence motivation cenderung tinggi. 4.3. Uji Hipotesis penelitian 4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan multiple regression analysis dengan menggunakan software SPSS.18. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua, apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikansi atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Pertama, peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini: 54 Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa perolehan R2 sebesar 0.177 atau 17.7%. Artinya pengaruh independent variable yang merupakan kekerasan seksual terhadap dependent variable berupa dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support) dan forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, benevolence motivation) adalah sebesar 17.7%, sedangkan 82.3% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Selanjutnya, peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap betrayal trauma. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut: Berdasarkan pada tabel diatas, diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom paling kanan adalah sebesar 0.019. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. < 0.05, maka hipotesis nol (nihil) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, informational support, emotional support) dan dimensi forgiveness (avoidance 55 motivation, revenge motivation, benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada remaja ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan sosial (appraisal support, tangible assistance, informational support, emotional support) dan dimensi forgiveness (avoidance motivation, revenge motivation, benevolence motivation) terhadap kekerasan seksual pada remaja. Terakhir, peneliti melihat koefisien regresi setiap independent variable. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap efek kekerasan seksual.Dapat dilihat juga apakah dari 7 IV (minor) berpengaruh secara positif atau negatif dan signifikan terhadap DV. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7 berikut ini: Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut : Kekerasan Seksual Betrayal Trauma = 11.263 + 0.270 (appraisal support) + 0.055 (tangible assistance) + 0.074 (emotional support) + 0.053 (informational support) + 0.161 (avoidance motivation) + 0.0118 (revenge motivation) + 0.043 (benevolence motivation) 56 Dari tabel 4.7 untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig. pada kolom yang paling kanan (kolom keenam dari kiri), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap kekerasan seksual dan sebaliknya. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel dukungan sosial. Appraisal support, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.270 dengan Sig. sebesar 0.064 (Sig. > 0.05), dengan demikian H01 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari appraisal support terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 2. Variabel dukungan sosial. Tangible asisstance, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.055 dengan Sig. sebesar 0.683 (Sig. > 0.05), dengan demikian H02 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari tangible assistance terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 3. Variabel dukungan sosial. Emotional support, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.074 dengan Sig. sebesar 0.482 (Sig. > 0.05), dengan demikian H03 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari emotional support terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 4. Variabel dukungan sosial. Informational support, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.053 dengan Sig. sebesar 0.638 (Sig. > 0.05), dengan demikian H04 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari emotional support terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 57 5. Variabel forgiveness. Avoidance motivation, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.161 dengan Sig. sebesar 0.260 (Sig. > 0.05), dengan demikian H05 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari avoidance motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 6. Variabel forgiveness. Revenge motivation, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.118 dengan Sig. sebesar 0.373 (Sig. > 0.05), dengan demikian H06 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari revenge motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 7. Variabel forgiveness. Benevolence motivation, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.043 dengan Sig. sebesar 0.762 (Sig. > 0.05), dengan demikian H07 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari benevolence motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja diterima. 4.3.2 Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Independent Variabel Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variabel terhadap kekerasan seksual. Pada tabel 4.8, kolom pertama adalah IV yang dianalisis satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu persatu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator atau dumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nila F hitung lebih besar 58 daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada kekerasan seksual betrayal trauma dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini: Dari tabel diatas dapat disampaikan informasi sebagai berikut : 1. Variabel appraisal support memberikan sumbangan sebesar 10.8% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.001 (Sig. F Change < 0.005) dan df=90. 2. Variabel tangible assistancememberikan sumbangan sebesar 0.06% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.436 (Sig. F Change > 0.005) dan df=89. 3. Variabel emotional support memberikan sumbangan sebesar 12% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebuttidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.279 (Sig. F Change > 0.005) dan df=88. 59 4. Variabel informational support memberikan sumbangan sebesar 0.1% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.740 (Sig. F Change > 0.005) dan df=87. 5. Variabel avoidance motivation memberikan sumbangan sebesar 42% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.041 (Sig. F Change > 0.005) dan df=86. 6. Variabel revenge motivation memberikan sumbangan sebesar 0.7% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.339 (Sig. F Change > 0.005) dan df=85. 7. Variabel benevolence motivation memberikan sumbangan sebesar 0.1% dalam varians kekerasan seksual. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change=0.762 (Sig. F Change > 0.005) dan df=84. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat satu IV yaitu appraisal support yang memberikan sumbangan terhadap varians kekerasan seksual secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan. Sedangkan terdapat enam IV yaitu tangible assistance, informational support, emotional support, avoidance motivation, revenge motivation, dan benevolence motivation tidak berpengaruh secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan. BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan diskusi berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh. Selain itu juga akan diberikan saran praktis untuk penelitian selanjutnya. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersamasama pada variabel dukungan sosial seperti appraisal support, tangible assistance, emotional support, informational support dan forgiveness seperti avoidance motivation, revenge motivation, benevolence motivation terhadap kekerasan seksual pada remaja. Selanjutnya berdasarkan hasil dari uji hipotesis minor yang telah dilakukan, tidak terdapat satupun variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap kekerasan seksual pada remaja. Dan variabel yang dominan mempengaruhi DV dilihat dari besarnya standardized coefficient (beta). Pada penelitian ini didapatkan IV yang paling besar pengaruhnya terhadap kekerasan seksual pada remaja adalah appraisal support. 5.2. Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel appraisal support, tangible assistance, informational support, emotional support, avoidance motivation, revenge motivation, dan beneviolence motivation memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Berdasarkan uji regresi yang 60 61 telah dilakukan, bahwa dukungan sosial dan forgiveness secara bersama-sama berpengaruh dalam kekerasan seksual pada remaja. Namun jika dilihat dengan analisa statistik model 1, tidak ada 1 variabel yang memberikan berpengaruh secara signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Appraisal support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Horwitz (2005) bahwa remaja yang mengalami trauma pasca kejadian yang menyakitkan disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial khususnya appraisal support dari orang terdekatnya. Karena ketika kurangnya appraisal support yang didapatkan korban, hal itu berarti korban tidak bisa menceritakan apa yang dialaminya karena tidak ada orang yang bisa diajak bicara tentang apa yang dihadapinya. Tangible assistance tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hall, Tice, Beresford, Wooley (1989, dalam Testa, Miller, Downs, & Panek, 1992) bahwa dukungan sosial tangible assistance tidak memiliki hubungan dengan derajat stress dan tingkat traumatis seorang korban kekerasan. Walaupun demikian, seorang korban kekerasan yang tidak mendapatkan tangible assistance dan dukungan sosial lainnya akan mengalami gangguan perilaku dan memiliki self-esteem yang rendah. Emotional support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sauzier (1989, dalam Sinclair & Gold, 1997) bahwa emotional support dapat menolong korban kekerasan seksual dari trauma yang dialami. Senada dengan penelitian 62 yang dilakukan Feiring, Taska dan Lewis (1998, dalam Razak, Manaf & Mukhtar, 2013) tentang kekerasan seksual, mereka menemukan bahwa emotional support dari orang terdekat korban berhubungan dengan rendahnya level depresi dan tingginya self-esteem korban. Itu mengartikan bahwa emotional support dari keluarganya akan membuat korban merasa dihargai dan didukung serta tidak membuat korban merasa sedih dan kecewa karena hal itu hanya akan meningkatkan level depresi korban. Informational support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efek kekerasan seksual pada remaja. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bullman (1989, dalam Testa, Miller, Downs, & Panek, 1992) bahwa individu yang tidak memiliki informational support akan berbahaya atau relatif lebih tinggi kemungkinannya terkena depresi atau trauma, karena dalam hal ini bisa saja individu yang menjadi korban kekerasan tidak mendapat pengobatan atau terapi yang dibutuhkan. Avoidance motivation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efek kekerasan seksual pada remaja. Hal ini sejalan dengan teori yang ada, bahwa seseorang korban yang forgive adalah korban yang memiliki skor yang rendah pada avoidance motivation dan revenge motivation. Sedangkan memiliki skor yang tinggi pada benevolence motivation (Mc Cullough, 2001). Sebenarnya sikap menjauh dari pelaku dapat dikatakan sebagai coping stress korban untuk mengurangi konflik yang ada dalam diri korban saat berada dalam situasi yang negatif (Endler&Parker, 2000 dalam Davidson, Lozano, Cole, & Gervais, 2013). 63 Revenge motivation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Hal ini sejalan dengan teori yang ada, bahwa seseorang korban yang forgive adalah korban yang memiliki skor yang rendah pada avoidance motivation dan revenge motivation. Sedangkan memiliki skor yang tinggi pada benevolence motivation (Mc Cullough, 2001). Penelitian Frederickson (2000 dalam Davidson, Lozano, Cole, & Gervais, 2013) mengatakan bahwa emosi positif seperti tidak menjauhi pelaku dan membalas dendam pada pelaku dapat mengurangi trauma dan depresi yang ada. Dan sebaiknya mencari adaptive coping strategies bukan dengan avoidance (menjauhi pelaku) atau revenge motivation (membalas dendam). Benevolence motivation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja. Hal ini sejalan dengan teori yang ada bahwa pengalaman kekerasan seksual akan mengurangi skor dari benevolence motivation seseorang. Sejalan dengan penelitian Litlteton et. al (2011) bahwa benevolence motivation menjadi mediator atas adanya hubungan antara PTSD, trauma umum, dan depresi terhadap pengalaman kekerasan seksual. Mengapa demikian? Karena ini berarti bahwa korban tidak memaafkan pelaku, karena korban masih menyimpan emosi yang negatif sehingga hal tersebut memicu stressor korban yang menyebabkan korban mengalami depresi, Trauma umum, dan PTSD. Dengan demikian, variabel-variabel appraisal support, emotional support, informational support, avoidance motivation, revenge motivation, dan benevolence motivation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan seksual pada remaja . Hal ini memiliki beberapa kemungkinan yang 64 terjadi seperti kesalahan dalam proses penelitian, atau skala yang kurang cocok untuk remaja, tingkat moral desire korban serta hal-hal lain diluar penelitian ini. 5.3. Saran Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti dependent variable yang sama. 5.3.1. Saran Metodologis 1. Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait dengan kekerasan seksual pada remaja yang tidak ikut dianalisis seperti adiksi, disosiasi, gangguan kecemasan, depresi mayor, agresi, masalah akademik, pola asuh, cognitive appraisal, attachment style dan lain-lain. 2. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperkaya dengan melihat kekerasan seksual pada survivor (korban kekerasan seksual yang telah dewasa) serta selain betrayal trauma adakah efek jangka panjang kekerasan seksual lain yang menyertai. 3. Selain itu penelitian selanjutnya bisa membahas 4 trauma yang menyertai pengalaman kekerasan seksual, sehingga tidak terbatas hanya membahas satu trauma saja. 5.3.2 Saran Praktis 1. Berdasarkan hasil penelitian diatas, bahwa sebaiknya para korban kekerasan seksual menyadari pentingnya memaafkan, dan mempelajari forgiveness. 65 2. Perlunya korban mempelajari adaptive coping strategiesuntuk mengurangi tingkat stress, trauma atau depresi pada korban kekerasan seksual. DAFTAR PUSTAKA Allard, C. B. (2007). The role of betrayal and culture on trauma sequelae in a japanese sample . Dissertation: The Degree of Doctor of Philosophyin The Departement of Psychology University of Oregon. . Bono, G., & McCullough, M. (2004). Religion, forgiveness, and adjusment in older adults. In K. Schaie, N. Krause, & A. Booth, Religious Influence on health and well-being in the elderly. New York: Springer. Brooks, C. (2007). Forgiveness and empathy in victims of sexual aggression and their relationship with mental and physical health. Dissertation: The Degree of Doctor of PhilosophyThe Departement of Psychology Idaho State University. Brown, L. S., & Freyd, J. J. (2008). PTSD criterion A and betrayal trauma: a modest proposal for a new look at what constitutes danger to self. Trauma Psychology Newsletter , 11-15. doi: 10.1207/s15327019eb0404. Carey, E. (2012). Retrieved May 13, 2014, www.healthline.com/health/child-neglect-and-psychological-abuse. from Crawley, M. J. (2005). Attachment and forgiveness as mediators between childhood abuse and self esteem. Dissertation: The Degree of Doctor of Philosophy in The Departement Biola University. Cohen, S., Underwood, L. G., Gothleb, B. H. (2000).Social support measurement and intervention: a guide for health and social scientist. New York: Oxford University Press. Davidson, M., Lozano, N. M., Cole, B. P., & Gervais, S. J. (2013). Association between women's experience of sexual violence and forgiveness. Violence and Victims, 28 (6) , 1041-1047. dx.doi.org/10.1891/0886-6708. VV-D12-00075. Deblinger, E., Lippman, J., & Steer, R. (1996). Sexually abused children suffering posttraumatic stress symptoms: initial treatment outcome finding. Child Maltreatment , 1-12. Retrieved from http: //scholar.google.co.id/scholar?q=sexually-abused-children-/sufferingposttrauamtic-stress-symptom;+initial treatment+outcome+finding. DePrince, A., Brown, L., Cheit, R., Freyd, J., Gold, S., Pezdek, K., Quina, K.. (2010). Motivated forgetting and missremembering: perspective from betrayal trauma theory. Nebraska Symposium for Motivation, (pp. 1-82). Enright, R., & Fitzgibbon, R. (2000). Helping clients forgive: an empirical guide for resolving anger and restoring hope. Washington: American Psychology Association. Finkelhor, D., & Brown, A. (Oktober 1985). The traumatic impact of child sexual abuse: a conceptualization. American Journal of Orthopsychiatry, 66 (4) , 1-13. Freyd, J. J. (1994). Betrayal trauma: traumatic amnesia as an adaptive response to childhood abuse. ETHICS & BEHAVIOR, 4 (4) , 307-328. Retrieved from Freyd, J. J. (1997). Violations of power, adaptive blindness, and betrayal trauma theory. In J. J. Freyd, Feminism & Psychology (pp. 21-32). Thousand Oaks: SAGE Publication. Freyd, J. J. (2001). Self-reported memory for abuse depends upon victimperpetrator relationship. Journal of Trauma & Dissociation, 2(3) , 5-15. Freyd, J. (2001). Memory and dimension of trauma: terror may be 'all-too-well remembered' and betrayal buried. In J. Conte, Critical Issue in Child Sexual Abuse: Historical, Legal, and Psychological Perspective (pp. 139173). Thousand Oaks, CA: Sage Publication. Freyd, J. J., Klest, B., & Allard, C. B. (2005). Betrayal trauma: relationship to physical health, psychological distress, and a written disclosure intervention. Journal of Trauma & Dissociation, 6 (3) , 83-103. doi: 10.1300/J229v06n03_04. Ghetti, S., Edelstein, R. S., Goodman, G. S., Cordon, I. M., Quas, J. A., Alexander, k. W., et al. (2006). What can subjective forgetting tell us about memory for childhood trauma?. Memory & Cognition, 34 (5) , 10111025. Giesbrecht, T., & Merckelbach, H. (2009). Betrayal trauma theory of dissociative experiences: stroop and directed forgetting finding. American Journal of Psychology, 122(3) , 337-348. Goldsmith, R. E. (2008). Betrayal trauma. In R. E. Goldsmith, Encyclopedia of interpersonal violence (pp. 78-79). Thousand Oaks: SAGE Publication, Inc. Hall, M., & Hall, J. (2011). The long-term effect of childhood sexual abuse: counseling implication . American Counseling Implication , 1-8. Retrieved from http://counselingoutfitters.com/vistas/vistas11/article_19.pdf. Horwitz, J. A. (2001). Retrospective report of social support and coping with neglect, emotional, physical, and sexual abuse in the childhood home environment of adult with early-onset chronic depression.Dissertation: The Degree of Doctor of Philosophy in Virginia Commonwealth University . Lakey, B., & Cohen, S. (2000). Social support theory and measurement. In B. Lakey, S. Cohen, S. Ed, L. G. Underwood, & B. H. Gothlieb, Social support measurement and intervention (pp. 29-52). New York: Oxford University Press. Laurie, Kahn. (2006). The understanding and treatment of betrayal trauma as a traumatic experience of love. Journal of Trauma Practice, 5 (3). The Haworth Press. doi:10.1300/J189v05n03_04. Luskin, F. (2010, April). Retrieved July 2014, from LearningtoForgive.com: http://www.learningtoforgive.com/forgiveness prescription-for-health-andhappiness. Luzombe, L., & Dean, K. E. (2009). Moderating and intensifying factors influencing forgiveness by priests and lay people. Springer Sience , 1-13. McCullough, M. E. (2001). Forgiveness: who does it and how do they it? Current Directions In Psychological Science , pp. 194-197. McCullough, M. E., Sandage, S. J., Brown, S. W., Chris Rachal, K., Worthington, E. L., & Hight, T. L. (1998). Interpersonal forgiving in close relationship: ii. theoretical elaborationand measurement. Journal of Personality and Social Psychology 75 (6) , 1586-1603. doi: 0022-3514/98/53.00. Molnar, B. E., Buka, S. L., & Kessler, R. C. (2001). Child sexual abuse and subsequent psychopatology: result from the national comorbidity survey. American Journal of Public Health, 91 (5) , 753-758. Pfohl, S. (2008). Encyclopedia of social problem. In S. Pfohl, Abuse, Child Sexual (pp. 1-6). Thousand Oaks: Sage Publication, Inc. Putnam, F. W. (2003). Ten-Year Research Update Review: Child Sexual Abuse. American Academy of Child & Adolescent Psychiatry , 269-279. doi: 10.1097/01.CHI.0000037029.04952.72. Razak, A., Manaf, A., & Mokhtar, N. (2013). Social support for child sexual abuse cases in institutional care. Journal of Social and Development Sciences, 4 (11) , 508-513. ISSN: 2221-1152. Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak, edisi ketujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga. Sarafino, E. P., and Smith, T. W. (2011). Health psychology: biopsychososial interaction-seventh edition. United States America: John Wiley & Sons. Savitri, A. W. (2014, September 4). DetikNews. Retrieved 1 1, 2015, from Detik.com: http://www.detik.com. Taylor, S. (2003). The Handbook of Health Psychology. New York: Oxford University Press. Testa, M., Miller, B. A., Downs, W. R., & Panek, D. (1992). The moderating impact of social support following childhood sexual abuse. Violence and Victims, 7 (2) , 173-186. The Office of the Governor C.L. Butch Otter; The office of the Attorney General Lawrence Wasden. (2007). Prosecution of Child Sexual Abuse. Idaho. Umar, J. (2012). Confirmatori factor analysis: bahan ajar perkuliahan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Walton, E. (2005). Therapeutic forgiveness: developing a model for empowering victims of sexual abuse. Clinical Social Work Journal, 33 (2) , 193-207. doi: 10.1007/s10615-005-3532-1. Wikipedia.com. (2014, January 23). Retrieved Desember 29, 2014, from MedlinePlus: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/childsexualabuse.html. Zickler, P. (2002, April). NIDA-Publication. Retrieved 1 1, 2015, from NIDA Notes-7(1): http://archives.drugabuse.gow/NIDA_Notes/NNVol17N1/Childhood.html. Informed Consent Saya Nur Faizah, mahasiswa akhir Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian tentang betrayal trauma untuk skripsi saya. Saya sangat mengharapkan Bapak/ Ibu Wali/ Saudara bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat sukarela dan semua informasi akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk penelitian ini. Bila informasi ini dipublikasikan, maka data ini akan tetap peneliti jaga kerahasiannya. Oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu Wali/ saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan tanpa tekanan. Demikian informasi ini saya sampaikan, Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu wali/saudara saya sampaikan terimakasih. Peneliti NUR FAIZAH DATA DIRI RESPONDEN Nama Responden/Inisial :______________________________ Umur :______________________________ Jenis Kelamin :______________________________ Jakarta, ………………………… TTD Wali/responden yang bersangkutan Bayangkan saat anda mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan seperti disakiti, dihianati, diabaikan atau orang tersebut melakukan kekerasan pada anda dan ternyata orang tersebut sangat anda sayangi dan sangat dekat dengan anda. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (x) dikotak yang telah disediakan. (Jika pelaku lebih dari 2 orang cukup pilih pelaku yang menurut anda dekat dengan anda.) Oranng 1 Apa hubunganmu dengannya? (e.g. ayah, teman, saudara, paman, guru, dll.)? _________ Apakah dia laki-laki perempuan Berapa umurmu pada saat itu _____ Berapa usia orang tersebut pada saat itu _____ Berapa kali hal itu terjadi? 1 2-5 6-20 >20 Sampai berapa lama hal itu terjadi? hari minggu bulan tahun Bagian 1 Untuk pernyataan dibawah ini, adalah pernyataan yang mengindikasikan perasan dan pikiran anda terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan seperti disakiti, dikhianati, diabaikan, atau orang tersebut melakukan kekerasan baik fisik atau seksual. Bacalah setiap pernyataan dan tentukanlah sikap anda dengan memberikan tanda silang pada jawaban yang anda pilih dari keempat aternatif jawaban yang tersedia, yaitu: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju No 1 2 3 4 5 6 7 8 STS Pernyataan Saya merasa bahwa orang tersebut sangat memperhatikan saya, karena dia seringkali memberi makanan atau tempat tinggal untuk saya. Saya sangat mempercayainya Pengalaman itu terjadi lebih dari 1x Saya memiliki perasaan yang negatif tentang pengalaman itu . Saya memiliki perasaan yang positif tentang pengalaman itu. Saya merasa bingung akan pengalaman itu. Saat pengalaman itu terjadi, saya merasa malu. Saat pengalaman itu terjadi, saya merasa marah. TS S SS 9 10 11 12 13 14 15 16 Saya merasa dikhianati saat pengalaman itu terjadi. Saya memiliki ingatan yang baik tentang peristiwa itu, sekarang dan selamanya Saya memiliki ingatan yang baik tentang peristiwa itu sekarang, tetapi ada beberapa waktu dimana saya memiliki kesulitan untuk mengingatnya Saya hanya mengingat beberapa bagian dari peristiwa itu, dan saya selalu kesulitan dalam mengingatnya. Saya hanya mengingat beberapa bagian dari peristiwa itu, tetapi ada beberapa waktu dimana saya tidak mengingatnya sama sekali Saya hanya mengingat beberapa bagian dari peristiwa itu sekarang, tetapi saya berpikir untuk mengingatnya dengan baik. Seseorang menceritakan padaku tentang apa yang terjadi, tetapi saya tidak memiliki ingatan akan hal itu. selama peristiwa tersebut berlangsung saya dalam pengaruh alkhol atau obat-obatan. Bagian 2 Untuk pernyataan dibawah ini, adalah pernyataan yang mengindikasikan perasan dan pikiran anda terhadap orang yang menyakiti anda. Bacalah setiap pernyataan dan tentukanlah sikap anda dengan memberikan tanda silang pada jawaban yang anda pilih dari keempat aternatif jawaban yang tersedia, yaitu: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju No 1 Pernyataan 4 Saya akan membuat dia membayar apa yang telah dilakukan Saya mencoba untuk tetap menjaga jarak sejauh mungkin kepada nya Meskipun tindakan dia menyakiti saya, saya memiliki niat baik kepada dia Saya berharap sesuatu yang buruk terjadi pada nya 5 Saya hidup seolah-olah dia tidak ada 6 Saya ingin kita berdamai dan melanjutkan kembali hubungan baik Saya tidak percaya kepadanya 2 3 7 STS TS S SS 8 9 Apapun yang dia lakukan, saya ingin memiliki hubungan yang positif lagi Saya ingin dia mendapatkan ganjaran yang pantas 10 Sulit bagi saya untuk bersikap ramah terhadapnya 11 Saya menghindari dia 12 Meskipun dia meyakiti saya, saya mengesampingkan rasa sakit itu sehingga kami dapat terus berhubungan baik Saya akan membalas dendam 13 14 17 Saya telah memberikan rasa sakit hati dan kebencian saya terhadapnya Saya memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengannya Saya telah menghapus kemarahan saya kepadanya sehingga saya dapat beraktivitas dan mengembalikan hubungan yang baik Saya ingin melihat dia sakit hati dan sengsara 18 Saya menarik diri dari dia 15 16 Bagian 3 Bacalah setiap pernyataan dan tentukanlah sikap anda dengan memberikan tanda silang pada jawaban yang anda pilih dari keempat aternatif jawaban yang tersedia, yaitu: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju No Pernyataan STS 1 Saya percaya ada seseorang yang membantu saya memecahkan masalah 2 Jika saya membutuhkan peralatan, ada seseorang yang membantu saya 3 Teman-teman saya lebih menarik dari saya 4 Ada seseorang yang menghargai perjuangan saya 5 Saat saya kesepian, ada seorang yang mendengrkan saya. 6 Tidak ada seorangpun yang membuat saya merasa nyaman untuk bercerita tentang masalah yang sangat pribadi 7 Saya sering bercerita tentang masalah saya dengan keluarga dan teman saya 8 Sebagian besar orang yang saya tahu, mereka berpikir tinggi TS S SS 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 tentang saya Ketika saya membutuhkan seseorang untuk mengantar saya, ada seseorang yang akan melakukannya. Saya selalu merasa saya bukan bagian dari teman-teman saya. Tidak ada seorangpun yang memberi pandangan untuk menyelesaikan masalah saya Saya sangat menikmati waktu yang saya habiskan dengan beberapa teman berbeda Saya berpikir bahwa teman-teman saya menganggap saya tidak sangat baik dalam membantu menyelesaikan masalah mereka. Ketika saya sakit dan membutuhkan seseorang, tidak ada seorangpun yang membantu saya Ketika saya ingin berpergian, sulit bagi saya dalam menemukan seseorang untuk pergi bersama saya. Jika saya membutuhkan tempat tinggal selama 1 minggu karena hal-hal darurat (contohnya kerusakan air atau listrik di apartemen atau rumah) sangat mudah bagi saya dalam menemukan seseorang yang dapat memberikan tempat tinggal untuk saya. Saya merasakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat diajak bercerita akan kekhawatiran dan ketakutan saya. Jika saya sakit, sangat mudah bagi saya menemukan seseorang untuk membantu pekerjaan sehari-hari saya. Ada seseorang yang nasehatnya saya dengarkan Saya sama baiknya dengan kebanyakan orang dalam melakukan sesuatu. Jika saya ingin pergi menonton, saya dengan mudah menemukan seseorang untuk pergi dengan saya. Ketika saya membutuhkan petunjuk untuk menyelesaikan masalah saya, saya tahu seseorang yang akan membantu saya. Jika saya membutuhkan pinjaman uang, ada seseorang yang dapat memberikan saya pinjaman. Pada umumnya, orang-orang tidak mempercayai saya. Saya dan beberapa orang tidak menikmati beberapa hal ang dilakukan Ada seseorang yang nasehatnya dapat mempengaruhi saya dalam membuat rencana kedepan atau merubah pekerjaan saya Saya jarang diundang untuk mengerjakan sesuatu denga teman saya Kebanyakan teman-teman saya lebih berhasil dalam merubah kehidupan-kehidupan mereka daripada saya. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Jika saya pergi ke sebuah kota selama beberapa minggu. Sangat sulit bagi saya untuk menemukan seseorang yang mau menjaga rumah atau apartemen saya. Tidak ada seorangpun yang benar-benar dapat saya percaya untuk memberikan nasehat keuangan yang baik. Jika saya ingin makan siang dengan seseorang, sangat mudah bagi saya menemukan seseorang untuk menemani. Saya puas dengan kehidupan saya Jika saya mengalami kecelakaan yang jaraknya 10 mil dari rumah saya ada seseorang yang dapat saya telpon untuk datang dan menjemput saya. Tidak ada satu orangpun yang peduli terhadap pesta ulang tahun saya Betapa sulitnya menemukan seseorang untuk meminjamkan mobil mereka selama beberapa jam Jika dalam keluarga saya timbul sebuah masalah, sangat sulit menemukan seseorang untuk memberi saya nasehat yang baik dalam menyelesaikannya Saya lebih dekat dengan teman-teman saya daripada yang lain Setidak-tidaknya ada seseoerang yang dapat saya percaya dalam nasehatnya Jika saya membutuhkan pertolongan untuk pindah rumah sangat sulit bagi saya untuk menemukan seseorang dalam menolong saya. Saya sulit menjaga hubungan dengan teman-teman saya.