PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam dekade terakhir. Minat penelitian tersebut dipicu oleh kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi, memperbarui, dan meregenerasi dirinya sendiri. Salah satu sel punca yang sering digunakan dalam penelitian dan diaplikasikan secara klinis adalah sel punca mesenkimal (Tran dan Damaser, 2014). Sel punca mesenkimal (SPM) merupakan sel stromal dewasa non-haematopoietik yang mampu berdeferensiasi multilineage (Liu dan Han, 2008; Vija dkk., 2009; Ding, dkk., 2011; Wakao dkk, 2012). Sel punca mesenkimal dapat diisolasi dari berbagai jenis jaringan salah satunya yaitu tali pusat fetus manusia (Ding dkk., 2011; Wakao dkk., 2012; Paul dan Anisimov, 2013). Tali pusat fetus manusia merupakan bagian yang dianggap sebagai limbah, tidak berguna, dan biasanya dibuang pasca proses persalinan. Tali pusat fetus manusia dianggap sebagai sumber SPM yang paling tepat karena mudah diisolasi dengan metode non-invasif, relatif aman dari isu etis, dan konflik hukum. Berbagai studi melaporkan bahwa SPM neonatal atau berasal dari tali pusat bayi baru lahir memiliki imunogenitas yang rendah dan imunosupresif yang tinggi (Jin dkk., 2013; Sandra dkk., 2014). Saat ini, SPM dilaporkan memiliki kemampuan mensekresikan berbagai faktor tropik seperti sitokin, kemokin, faktor angiogenik, dan faktor pertumbuhan (Tran dan Damaser, 2014). Ekstrak media penumbuh sel punca mesenkimal (EMPSPM) merupakan serangkaian faktor yang disekresikan oleh sel punca 1 2 mesenkimal tali pusat fetus manusia yang terkandung dalam media yang dikondisikan (Pawitan, 2014; Sandra dkk., 2014). Efek autokrin atau parakrin dari faktor tersekresi tersebut memiliki peran penting dalam berbagai regulasi proses fisiologi termasuk pertumbuhan sel, replikasi, deferensiasi, signaling, apotosis, adesi, dan angiogenesis (Baglio dkk., 2012; Maguire dkk., 2013; Tran dan Damaser, 2014). Penggunaan terapi bebas sel dengan EMPSPM memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan dengan terapi sel punca. Keuntungan tersebut diantaranya tidak terjadinya kompatibilitas imun, penolakan sel antara sel resipien dengan sel donor, tumorigenitas, dan transmisi infeksi yang berkaitan dengan terapi sel. Ekstrak media penumbuh sel punca mesenkimal juga mudah diproduksi, disimpan, dikemas, ditransportasikan, dan harganya terjangkau (Baglio dkk., 2012; Pawitan 2014; Tran dan Damaser 2014). Berdasarkan hal tersebut, EMPSPM berpotensi memiliki peluang yang sangat besar sebagai alternatif terapi bebas sel dalam terapi regeneratif. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan hiperglikemia, abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Gangguan tersebut disebabkan oleh insufisiensi sekresi insulin atau kelainan kerja insulin, dan atau keduanya (Dipiro dkk., 2008). Prevalensi kasus DM di seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat. Menurut Wild dkk. (2004), pada tahun 2012 penderita DM mencapai 171 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2030, serta 5% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh diabetes. Secara epidemiologi, prevalensi penderita DM di Indonesia pada 3 tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta jiwa (American Diabetes Association, 2011). Berdasarkan data statistik tersebut, diperkirakan 80 – 90% adalah penderita diabetes mellitus tipe 2 dan 10 – 20% dari penderita diabetes adalah penderita diabetes mellitus tipe 1, umumnya diderita oleh anak–anak (4Kim dkk., 2012). Dampak tingginya prevalensi dan adanya penyakit penyerta yang ditimbulkan, meningkatkan beban ekonomi yang signifikan khususnya bagi sistem pembiayaan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri dkk. (2015) menyatakan bahwa total biaya pengobatan pasien DM pada periode Januari – Juni 2014 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebesar Rp 15.290.740.745. Besarnya biaya tersebut dipengaruhi oleh faktor komplikasi dan lama rawat inap. Terapi DM dengan resiko kecil dan meningkatkan regenerasi sel β pankreas merupakan tantangan bagi para peneliti. Saat ini, strategi pengobatan pasien DM berupa terapi antidiabetik oral dan pemberian regimen insulin dengan pemantauan kadar glukosa secara tepat. Berbagai studi menyebutkan bahwa strategi terapi tersebut menimbulkan efek samping yang tidak menguntungkan bagi pasien DM, khususnya bagi pasien DM tipe 1 (Vija dkk., 2009; Himawan dkk., 2009). Diabetes melitus tipe 1 (DMT1) merupakan kelompok DM ditandai oleh kerusakan selektif sel β pankreas melalui mekanisme cellular mediated autoimmune (Karen dan Iris, 2010). Oleh karena itu, tujuan terapi DMT1 adalah meregenerasi sel β pankreas untuk meningkatkan sekresi insulin endogen. 5 Kim dkk. (2013) menerangkan bahwa kandungan EMPSPM berupa sekretom dan vesikel ekstraselular. Senyawa tersekresi sekretom mengandung faktor pertumbuhan diantaranya vascular endothelial derived growth factor 4 (VEGF), insulin growth factor (IGF), dan sitokin; sedangkan vesikel ekstraselular berupa mikrovesikel dan eksosom yang mengandung protein dan asam nukleat (Bollini dkk., 2013; 5Kim dkk., 2013). Serangkaian kandungan EMPSPM tersebut berfungsi sebagai mediator dalam komunikasi antarsel untuk memperbaiki, meregenerasi jaringan yang rusak, dan memiliki berbagai efek terapi diantaranya sebagai imunomodulator (Baglio dkk., 2012; Bollini dkk., 2013; 5Kim dkk., 2013; Xiao dkk., 2013; Tan dkk., 2014; Yu dkk., 2014; Carpanetto dkk., 2015). Efek regeneratif dan meningkatkan sistem imun sangat dibutuhkan dalam terapi DMT1 (Abdi dkk., 2008). Efek regeneratif pankreas secara struktural dapat dilihat dengan adanya perbaikan jaringan pankreas, peningkatan jumlah sel penghasil insulin, dan jumlah Insula Langerhans; sedangkan secara fungsional yaitu adanya peningkatan produksi insulin dan penurunan kadar glukosa darah. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai aktivitas EMPSPM dalam meregenerasi secara struktural maupun fungsional sel β pankreas pada hewan uji yang diinduksi diabetes mellitus tipe 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah yaitu : apakah EMPSPM dapat meregenerasi secara struktural maupun fungsional sel β pankreas tikus Wistar diabetes mellitus tipe 1 yang diinduksi dengan aloksan. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah dilakukan terkait tentang aktivitas farmakologi berbagai EMPSP dalam terapi DM. Menurut 2Kim dkk. (2010), human cord 5 blood-derived endothelial progenitor cells dan ekstrak media penumbuhnya memiliki berbagai efek yang menguntungkan diantaranya adanya aksi parakrin pada keratinosit, fibroblas, dan sel endotel yang dapat meningkatkan neovaskularisasi pada luka tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotosin. Penelitian yang dilakukan oleh Shrestha dkk. (2013) mengungkapkan bahwa penggunaan terapi EMPSPM pada luka tikus diabetes db/db lebih baik dibandingkan dengan transplantasi sel punca mesenkimal tali pusat. Dalam proses regeneratif tersebut diketahui kadar platelet-derived growth factor (PDGF) dan keratinocyte growth factor (KGF) pada EMPSPM lebih tinggi dibandingkan dengan transplantasi sel punca mesenkimal tali pusat. Penelitian serupa yang juga dilakukan oleh Ansari dkk. (2013) menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara canine bone marrow derived mesenchymal stem cells dan ekstrak media penumbuhnya dalam terapi luka tikus diabetes dengan induksi streptozotosin. Menurut Li dkk. (2015), migrasi dan proliferasi keratinosit akan berkurang dengan kadar glukosa tinggi (HG) dan lipopolisakarida (LPS). Proses tersebut distimulasi melalui jalur sinyal Erk yang tergantung spesies oksigen reaktif (ROS). Pemberian EMPSPM pada tikus keratinosit terbukti dapat menurunkan efek HG dan LPS - induced ROS berlebih. Proses penyakit DM dikaitkan dengan berkurangnya ekspresi heme oxygenase-1 (HO-1) yang bersifat sitoprotektif dan proangiogenik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kozakowska dkk. (2015), pemberian EMPSP dari HO-1 overexpressing sel myoblast dapat meningkatkan pemulihan aliran darah 6 pada otot iskemik tikus diabetes db/db. Secara imunohistokimia, diketahui adanya stimulasi parakrin angiogenesis sehingga dapat meningkatkan kepadatan pembuluh darah. Berdasarkan penelusuran pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai efek regeneratif EMPMPS secara struktural maupun fungsional pada sel β pankreas tikus Wistar diabetes mellitus tipe 1 (DMT1) yang diinduksi dengan aloksan melalui kajian histopatologi, imunohistokimia, dan ELISA belum pernah dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui EMPSPM dapat meregenerasi secara stuktural maupun secara fungsional sel β pankreas tikus Wistar diabetes mellitus tipe 1 yang diinduksi dengan aloksan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa : a. Penggunaan EMPSPM sebagai terapi DMT1 yang lebih efektif dan aman dalam dunia medis. b. Penelitian ini mempunyai manfaat ekonomis dan praktis bagi pasien DMT1, yang sebagian besar adalah pasien anak-anak, sehingga membutuhkan terapi seumur hidup dan biaya mahal. Terapi EMPSPM dapat meregrenerasi sel β pankreas, sehingga diharapkan akan dapat mengurangi waktu, tenaga, biaya terapi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.