10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20
tahun 2003, pada Pasal 1 menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan
berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan
yang baik terhadap materi pelajaran. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah dimana mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik (Sagala, 2013).
Isjoni berpandapat bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh
peserta didik. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membentuk peserta didik melakukan kegiatan belajar (2009). Pembelajaran
merupakan sebuah sistem dengan komponen-komponen yang saling
berkaitan,
untuk
melakukan
suatu
sinergi,
yaitu
mencapai
tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Komponen-komponen dari sebuah
sistem pembelajaran yang berinterfungsi meliputi siswa, tujuan, metode,
media, strategi pembelajaran, evaluasi, dan umpan balik (Pribadi, 2011).
Pembelajaran menurut Hamalik (2001) adalah kombinasi yang terdiri
dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat
dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya
tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tuis, kapur,
fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer.
10
11
Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik,
belajar, dan sebagainya. Ciri-ciri pembelajaran menurut Hamalik (2001)
yaitu:
1) Rencana
Yaitu penataan, ketenagaan, material, prosedur, yang merupakan unsurunsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.
2) Kesalingtergantungan
Antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu
keseluruhan.
Tiap
unsur
bersifat
esensial
dan
masing-masing
memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3) Tujuan
Sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pmbelajaran
merupakan suatu usaha sadar yang dibangun oleh guru untuk membantu
proses belajar siswa sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan gurunya
dan sumber belajar dalam sebuah lingkungan belajar.
b. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2013) belajar ialah “suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya” (hlm. 2). Menurut Gagne (1984) belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman (Dahar, 2011). Winkel (1996) dalam
Harianto dan Suyono seorang kognitivis, menyatakan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan
lingkungan
yang
menghasilkan
perubahan-perubahan
dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap (2011). Sedangkan
Dahar menyatakan bahwa belajar berasal dari pengalaman dengan
lingkungan, yang didalamnya terjadi hubungan-hubungan antara stimulusstimulus dan respons-respons” (2011).
12
Menurut Brunner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku
seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian
rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses
belajar Brunner partisipasi aktif dari tiap siswa sangat dipentingkan agar
dapat mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk
meningkatkan proses belajar diperlukan discovery learning environment,
yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuanpenemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang
sudah dikenal (Slameto, 2013).
Menurut H.C Witherington, dalam buku Educational Psychology
mengemukakan bahwa, belajar merupakan perubahan kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Sedangkan secara filosofis,
belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan
sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Aunurrohman, 2009).
Dari beberapa uraian mengenai be.lajar diatas, sulit untuk menentukan
pengertian belajar yang paling baik, tetapi antara pengertian belajar yang satu
dengan yang lain saling melengkapi. Dapat disimpulkan secara umum bahwa
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap,
dan psikomotor akibat dari interaksi aktif yang dilakukan individu dengan
lingkungan.
2. Teori Belajar
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Bartlett (1932) mempelopori
apa
yang
menjadi
pendekatan
konstruktivis (Good & Brophy, 1990). Konstruktivis percaya bahwa
“pembelajar
mengkonstruksi
realitasnya
sendiri
atau
paling
tidak
menafsirkannya berdasarkan pada persepsi-persepsi pengalaman mereka,
sehingga pengetahuan individu menjadi sebuah fungsi dari pengalaman,
struktur mental, dan keyakinan-keyakinan seseorang sebelumnya yang
13
digunakan untuk menafsirkan objek dan peristiwa.” Jonasson (1991)
menyatakan bahwa apa yang seseorang tahu didasarkan pada persepsi dari
pengalaman fisik dan sosial yang dipahami oleh pikiran” (Smith et al, 2009:
88)
Paradigma konstruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang
sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan
awal tersebut menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru,
sehingga guru atau pendidik bertugas membantu siswa membentuk
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan
tersebut. Siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya sehingga siswa akan terbiasa
dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya,
mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya
secara rasional (Sardiman, 2011).
Gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum
sebagai berikut:
1) Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kehiatan subjek.
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan.
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur
konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam
pengalaman-pengalaman seseorang.
Pengetahuan itu tidak dipersepsi secara langsung oleh indra melainkan
dikonstruksikan (dibangun). Menurut konstruktivisme pengetahuan bersifat
subjektif bukan objektif (Suprijono, 2013). Esensi dari teori konstruktivisme
ini adalah ide, dimana siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain (Aunurrahman, 2009). Dengan
mengacu teori ini, diharapkan siswa dapat membentuk pengetahuan
berdasarkan pada pengalamannya, dimana setiap individu memerlukan
14
kesempatan untuk menggali dan bereksperimen dengan pengalamannya untuk
membentuk suatu pengetahuan yang utuh.
b. Teori Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal
dengan teori belajar bermakna (meaningfull). Menurut Ausubel (1996) bahan
pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna”. Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif
adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat siswa (Isjoni, 2010).
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran
disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua
menangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsepkonsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada
siswa baik dalam bentuk penerimaan yang menyajikan informasi dalam bentk
final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa
untuk menemukan seniri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan.
Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu
pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar
bermakna (Dahar,2011).
Sama seperti teori Ausubel, dalam peneitian ini akan terjadi proses
belajar bermakna. Siswa diharapkan mengkaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Dalam materi Sistem Periodik Unsur terdapat konsep-konsep, penentuan
letak suatu unsur dalam tabel periodik, serta penentuan sifat-sifat unsur.
Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri materi yang akan diajarkan,
mampu menghubungkan pengetahuan yang baru diperolehnya dengan
15
pengetahuan sebelumnya yang telah ia miliki, dan dapat menemukan sendiri
cara penyelesaian masalah yang muncul.
c. Teori Piaget
Penelitian-penelitian pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar
sains merupakan suatu proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif
siswa. Pengetahuan diperoleh menurut proses konstruksi selama hidup
melalui suatu proses ekuilibrasi antara skema pengetahuan dan pengalaman
baru. Konstruksi pengetahuan tersebut dilakukan personal melalui interaksi
individual dengan lingkungannya (Dahar, 2011). Piaget berpendapat bahwa
pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi
terus-menerus dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi dengan
lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Setiap individu
membangun sendiri pengetahuannya.
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang
menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan menginterprestasikan objek
dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Piaget memandang bahwa anak
memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai
realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif menjadi empat yaitu:
1) Tahap Sensorimotor (Umur 0 - 2 Tahun)
Selama periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya
(sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini bayi
tidak mempunyai konsepsi.
2) Tahap Preoperasional (Umur 2 - 7 Tahun)
Anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, yaitu
menambah, mengurangi, dan lain-lain.
3) Tahap Operasional Konkret (Umur 7 – 11 Tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya
reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir
16
logis, tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret, dan
masih memiliki masalah mengenai cara berpikir abstrak.
4) Tahap Operasional Formal (Umur 11 – ke Atas)
Pada tahap ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya
untuk membentuk operasi-operasi
yang lebih kompleks. (Dahar,
2011)
Belajar menurut Piaget adalah proses adaptasi intelektual yang
digambarkan melalui perkembangan kognitif. Adaptasi ini merupakan proses
yang melibatkan skemata, asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Skemata
adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, gagasan. Asimilasi adalah proses
pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
oleh individu. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi baru. Equilibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk
mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi (Suprijono, 2009:
23).
Hubungan teori belajar Jean Piaget dengan penelitian ini adalah
bahwa pada penelitian ini siswa dituntut aktif untuk menyusun pengetahuan
melalui interaksi terus-menerus dengan lingkungannya. Dalam teori Piaget,
siswa Sekolah Menengah Atas berada pada tahap operasional formal sehingga
pada penelitian ini diharapkan siswa mampu menghubungan informasi baru
yang mereka peroleh dengan pengetahuan yang telah siswa miliki
sebelumnya sehingga terbentuk informasi baru yang lebih kompleks.
d. Teori Motivasi
Perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama
memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan dimana para siswa
bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008), mengidentifikasikan adanya
tiga struktur tujuan yakni, (1) kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan
dari tiap individu memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan anggota
yang lain, (2) kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya, dan (3) individualistik,
17
dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memililki
konsekuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari perspektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan
sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih
tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. Oleh karena
itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu
teman satu timnya untuk melakukan apapun guna membuat kelompok mereka
berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota satu
kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal, dengan kata lain
penghargaan kelompok yang didasarkan pada kinerja kelompok (atau
penjumlahan dari kinerja individual) menciptakan struktur penghargaan
interpersonal di mana anggota kelompok akan memberikan atau menghalangi
pemicu-pemicu sosial (seperti pujian dan dorongan) dalam merespon usahausaha yang berhubungan dengan tugas kelompok (Slavin, 2008).
Hubungan teori motivasi dengan penelitian ini adalah memberi
penghargaan kolompok yang didasarkan dari kinerja kelompok dimana siswa
akan termotivasi untuk menemukan cara bagaimana tiap siswa dapat meraih
tujuan pribadi mereka melalui bekerja dalam kelompok dengan membantu
dan mendorong anggota kelompok lain agar berusaha maksimal sehingga
kelompok mereka bisa sukses.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin berpendapat bahwa “pembelajaran kooperatif
merujuk pada
berbagi macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling bekerja dalam kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran” (hlm. 4).
Dalam kelas kooperatif, diharapkan para siswa dapat saling membantu, saling
mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka
kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Alasan menggunakan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa, menumbuhkan efek positif dalam bekerjasama,
18
meningkatkan rasa percaya diri, dapat membantu menyelesaikan masalah
bersama-sama, dapat mengintegrasi serta mengaplikasikan kemampuan dan
pengetahuan mereka (2010).
Anita Lie (2000) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugastugas yang terstruktur. Menurut Johnson dan Johnson (1994) pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa didalam satu kelas dalam kelompok
kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan yang maksimal dan
mempelajari satu sama lain dalam kelompoknya tersebut. (Isjoni, 2010: 17).
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2010) adalah: a)
Setiap anggota memiliki peran; b.) Terjadi interaksi langsung diantara siswa c)
Setiap kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, d) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
intrpersonal kelompok; e) Guru hanya berinteraks dengan kelompok saat
diperlukan.
Menurut Lungdren (1994) (Isjoni, 2013) unsur-unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a) Siswa harus berpersepsi
mereka “tenggelam atau berenang bersama”; b) Siswa harus memiliki taggung
jawab pada siswa lain c) Siswa harus berpandangan mereka memiliki tujuan yang
sama; d) Siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota
kelompok; e) Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan; f) Siswa berbagi
kepemiminan; g) Setiap siswa dimintai pertanggung jawaban secara individual
materi yang ditangani kelompoknya
a. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Isjoni tipe pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe
kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi antara siswanya
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
agar dapat mencapai prestasi yang maksimal (2013). Menurut Slavin Student
Teams Achievement Divisions (STAD) terdiri dari 5 komponen utama, yaitu:
1) Presentasi Kelas
19
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru tetapi bisa juga
memasukkan
presentasi audio visual. Bedanya presentasi kelas dengan
pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar
berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar memberikan perhatian penuh selama presentasi
kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan
kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
2) Tim atau Kelompok
Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan
materi, jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari tim adalah
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai materi yang diberikan
dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam menghadapi kuis,
sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik.
Setelah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersamasama mempelajari handout yang diberikan guru. Dalam hal ini siswa
mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban
dari masing-masing anggota tim dan membetulkan kesalahan konsep dari
anggota tim. Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam
Student Teams Achievement Divisions (STAD). Dalam setiap langkah, titik
beratnya terletak pada ingatan anggota tim agar bisa bekerja yang terbaik
demi timnya dan cara terbaik dalam tim adalah bekerja sama dengan baik.
3) Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan
presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan
mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggung jawab
secara individual untuk memahami materinya.
20
4) Skor Kemajuan Individu
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan
kapada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka
bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada
sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal
kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat
melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa
diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut
sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan
mengumpulkan poin untuk tim mereka dibandingkan dengan skor awal
mereka. (Slavin, 2010)
5) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Pemberian
penghargaan
diberikan
berdasarkan
perolehan
skor
rata-rata
yang
dikategorikan menjadi kelompok baik, hebat dan super. Perhitungan skor
kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor
perkembangan individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok
(Slavin, 2010).
b. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT
Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, meskipun proses belajar secara
berkelompok namun prestasi belajar yang diukur merupakan prestasi belajar
individu. Dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran kooperatif model
Teams Games Tournaments (TGT). Ada lima langkah (sintaks) dalam
pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournaments (TGT) menurut
Slavin, yaitu :
1) Presentasi Kelas
Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi
pelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi pelajaran yang dipimpin
oleh guru ataupun presentasi audiovisual. Pada saat presentasi kelas ini siswa
harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena
21
akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja team dan pada saat
game karena skor game akan menentukan skor team mereka. Dalam
penelitian ini presentasi kelas yang digunakan adalah dengan presentasi
langsung (Slavin, 2010).
2) Team (Kelompok)
Team terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mewakili kelompok yang ada di
kelas yaitu dalam hal kemampuan akademik dan jenis kelamin. Fungsi team
adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan opteamal
pada saat game. Kegiatan team adalah diskusi antar anggota, saling
membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi anggota team. Team
merupakan komponen terpenting dalam pembelajaran kooperatif model
Teams Games Tournaments (TGT). Selama belajar dalam team masingmasing siswa mempelajari lembar kerja yang diberikan oleh guru dan saling
membantu bila ada anggota kelompoknya yang belum menguasai materi
pelajaran (Slavin, 2010).
3) Permainan (Game)
Permainan disusun untuk membantu siswa dalam memahami konsep
pada materi Sistem Periodik Unsur dan biasanya disusun dalam pertanyaanpertanyaan yang relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan
pelaksanaan kerja team (Slavin, 2010).
4) Turnamen
Turnamen disusun untuk menguji pengetahuan yang telah dicapai oleh
siswa. Turnamen dilaksanakan setelah permainan selesai dilaksanakan.
Setelah permainan yang berisi pertanyaan selesai dikerjakan barulah
turnamen dilagsungkan. Setelah turnamen selesai maka dilakukan penilaian
(Slavin, 2010).
5) Rekognisi Team
Team yang mendapat nilai tertinggi pada permainan yaitu team yang
paling banyak menjawab benar pertanyaan-pertanyaan selama permainan
berlangsung mendapatkan reinforcement atau penghargaan. Team akan
22
mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata
mereka mencapai kriteria tertentu (2010). Dalam pembelajaran kooperatif
model Teams Games Tournaments (TGT), meskipun proses belajar secara
berkelompok namun prestasi belajar yang diukur merupakan prestasi belajar
individu. Dengan model ini diharapkan siswa akan terpacu untuk belajar dan
tidak ada rasa takut atau malas (Slavin, 2010).
4. Kemampuan Analisis
Surya berpendapat keterampilan berpikir analisis dapat dinyatakan sebagai
suatu keterampilan untuk mengurai (identifikasi) sebuah struktur atau suatu pokok
masalah menjadi bagian atau komponen dan melakukan penelaahan setiap bagian
tersebut serta mencari hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian dan
pemahaman yang tepat arti keseluruhan atau untuk mengetahui pengorganisasian
struktur yang membentuk pokok masalah. Dalam keterampilan tersebut tujuan
pokoknya adalah memahami sebuah konsep keseluruhan dari pokok masalah
dengan cara mengurai atau merinci globalitas tersebut, mengidentifikasi ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci (2011). Pendapat tersebut sejalan
dengan pernyataan Suherman & Sukjaya (1990) bahwa, “kemampuan analisis
adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami
hubungan diantara bagian-bagian tersebut” (hlm.49). Kemampuan berpikir dapat
didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkahlangkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh
kemampuan berpikir dalam menarik kesimpulan, yang didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk dan fakta atau infomasi
dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu hipotesis.
Pada tingkat berpikir analisis, siswa harus dapat menguraikan hubunganhubungan yang ada dalam hal yang diajarkan. Namun sebelumnya siswa harus
menganalisisnya terlebih dahulu. Siswa juga harus dapat membuat kombinasi
unsur-unsur menjadi satu kesatuan. Proses belajar tersebut mengajak siswa untuk
23
melakukan kerja pikir sendiri kemudian menganalisisnya sehingga didapatkan
kesimpulan (Harsanto, 2005).
Kemampuan analisis adalah kemampuan mengidentifikasi hubunganhubungan nyata yang diharapkan dan terpercaya diantara pernyataan, konsep,
deskripsi, atau bentuk lain dari perwakilannya untuk mengungkapkan keyakinan,
pengalaman, alasan, informasi atau opini (Facione, 2013). Dalam penelitian ini
indikator kemampuan berpikir analisis disusun berdasarkan pendapat Fascione
yaitu sebagai berikut: a) Menginterpretasi informasi dan ide. b) Mengidentifikasi
kesamaan dan perbedaan antar informasi untuk memecahkan masalah. c)
Membangun hipotesis. d) Menguraikan hubungan dari kalimat atau bagian-bagian
suatu konsep untuk memberikan keputusan.
Variabel kemampuan analisis yang dibedakan menjadi kategori tinggi dan
rendah. Perbedaan kategori ini berdasarkan pada skor rata-rata kedua kelas. Siswa
dengan perolehan skor di atas atau sama dengan skor rata-rata kedua kelas
dimasukkan pada kategori tinggi, sedangkan siswa dengan perolehan skor
dibawah rata-rata skor kedua kelas dimasukkan dalam kategori rendah.
5. Prestasi Belajar
Prestasi belajar menjadi tolok ukur dalam suatu proses pembelajaran.
Keberhasilan atau kegagalan suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui
prestasi belajar yang diperoleh siswa. Prestasi belajar menurut Mulyasa (2014)
adalah “hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar,
sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar” (hlm. 189). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
24
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris (Sudjana, 2009).
a. Kawasan kognitif (Pengetahuan)
Tujuan
kognitif
berorientasi
kepada
kemampuan
“berpikir”,
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntutkan siswa
untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur
yang sebelumya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Kawasan
kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda beda.
Keenam tingkatan tersebut adalah: a) Pengetahuan; b) Pemahaman; c)
Penerapan; d) Analisis; e.) Sintesis dan f) Evaluasi (Yamin, 2008).
b. Ranah Afektif (Sikap)
Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap
spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang bermain dan
bertskwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik
yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap
spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan
Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi
kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan yang meliputi jujur,
disiplin, rasa ingin tahu, dan kerjasama (Dirjendiknas, 2013).
c. Ranah Psikomotoris (Keterampilan)
Cakupan penilaian dimensi keterampilan meliputi keterampilan
peserta didik yang dipelajari disekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori. Berdasarkan Permendikbud No. 59 Tahun 2014,
keterampilan ini meliputi: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu
diperhatikan menurut Hamid (2013), antara lain:
25
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar meliputi faktor fisiologis (kesehatan badan
dan panca indra) dan faktor psikologis (intelegensi, sikap, motivasi).
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar meliputi faktor lingkungan keluarga (sosial
ekonomi keluarga, pendidikan orangtua, perhatian orangtua dan suasana
hubungan antara anggota keluarga), faktor lingkungan sekolah (sarana dan
prasarana, kompetensi guru dan siswa, kurikulum dan metode mengajar), dan
faktor
lingkungan
masyarakat
(sosial
budaya,
partisipasi
terhadap
pendidikan).
6. Sistem Periodik Unsur
Pada tahun 1661 masih banyak para ahli yang berpendapat bahwa unsur
merupakan suatu zat yang tidak mungkin dapat diuraikan. Pada saat itu baru
dikenal beberapa unsur yaitu antimon, arsen, bismut, karbon, tembaga, emas,
timbal, air, raksa, perak, belerang, timah, dan seng. Pada akhir abad 18 baru
ditemukan adanya 11 unsur baru yang dipublikasikan oleh Lavoisier, yaitu klorin,
kobalt, hidrogen, mangan, molibdat, nikel, nitrogen, oksigen, fosfor, platina, dan
wolfram. Setelah itu, terus ditemukan dua sampai tiga unsur setiap tahun sehingga
ampai ini sudah dikenal adanya 118 macam unsur.
Untuk mempelajari unsur-unsur yang begitu banyak diperlukan suatu cara
agar mudah untuk mengenali sifat-sifatnya. Sistem periodik unsur-unsur
merupakan suatu sistem yang sangat baik untuk mempelajari kecenderungan sifat
unsur dan beberapa sifat yang lainnya. Bahkan dapat digunakan untuk meramal
sifat-sifat unsur yang belum ditemukan tetapi diyakini ada (Sudarmo, 2013).
Sistem periodik unsur adalah suatu daftar unsur-unsur yang disusun
dengan aturan tertentu. Semua unsur yang sudah dikenal ada dalam daftar
tersebut. Sistem periodik memperlihatkan pengelompokan atau susunan unsurunsur dengan tujuan mempermudah dalam mempelajari sifat-sifat berbagai unsur
yang berubah secara periodik. Penempatan unsur-unsur dalam sistem periodik
didasarkan pada nomor atom dan kemiripan sifat.
26
a. Pengelompokan Atas Logam dan Non Logam
Penggolongan unsur yang pertama dilakukan oleh Lavoisier yang
mengelompokkan unsur ke dalam logam dan non logam. Pada waktu itu baru
sekitar 20 jenis unsur yang sudah dikenal. Oleh karena pengetahuan tentang
sifat-sifat unsur masih sederhana, unsur-unsur tersebut kelihatannya berbeda
antara yang satu dengan yang lain, artinya belum terlihat adanya kemiripan
antara unsur yang satu dengan yang lainnya (Purba, 2006).
Pada awalnya unsur-unsur dipelajari secara terpisah. Ketika jumlah
unsur yang ditemui cukup banyak, hal ini menyulitkan para ilmuwan untuk
mempelajari. Kimiawan dari Arab dan Persia mulai menelompokkan unsur
berdasarkan sifat kelogamannya. Berikut ini sifat-sifat fisika logam dan non
logam.
Tabel 2.1. Sifat-sifat fisika logam dan nonlogam
Sifat fisika logam
1. Mengkilap.
2. Pada suhu kamar umumnya
berwujud padat.
3. Mudah ditempa/dibentuk.
4. Penghantar panas dan listrik
yang baik.
Sifat fisika non logam
1. Tidak mengkilap.
2. Pada suhu kamar dapat
berwujud padat, cair, dan
gas.
3. Sulit dibentuk dan rapuh.
4. Bukan penghantar panas
dan listrik yang baik.
Lavoisier masih menganggap cahaya dan kalor sebagai zat/unsur, dan
beberapa senyawa sebagai unsur. Oleh karena itu Lavoisier berdasarkan zat-zat
kimia membagi unsur menjadi gas, non logam, dan tanah (Harnanto &
Ruminten, 2009).
b. Hukum Triade Dobereiner
Pada tahun 1829, Johan Wolfgang Dobereiner mempelajari sifat-sifat
beberapa unsur yang sudah diketahui pada saat itu. Dobereiner melihat adanya
kemiripanm sifat di antara beberapa unsur, lalu mengelompokkan unsur-unsur
tersebut menurut kemiripan sifatnya. Ternyata tiap kelompok terdiri dari tiga
27
unsur sehingga disebut triade. Apabila unsur-unsur dalam satu triade disusun
berdasarkan kesamaan sifatnya dan diurutkan massa atomnya, maka unsur
kedua merupakan rata-rata dari sifat dan massa atom dari unsur pertama dan
ketiga.
Tabel 2.2. Daftar Unsur Triade Dobereiner
Triade 1
Li
Na
K
Triade 2
Ca
Sr
Ba
Triade 3
S
Se
Te
Triade 4
Cl
Br
I
Triade 5
Mn
Cr
Fe
( Sudarmo, 2013: 43)
Tabel 2.3. Contoh pengelompokan Sifat Unsur
Triad
Klorin
Bromine
Iodine
Ar
35,5
79,9
127
Rata-rata Ar Unsur Pertama dan Ketiga
1/2 (35,5+127) = 81,2
Wujud
Gas
Cair
Padat
(Utami, dkk, 2009: 23)
Sistem triad ini ternyata memiliki kelemahan yaitu sistem ini kurang
efisien karena ternyata ada beberapa unsur lain yang tidak termasuk dalam satu
triad tetapi mempunyai sifat-sifat mirip dengan triad tersebut.
c. Hukum Oktaf Newlands
Pada tahun 1864, seorang ahli kimia Inggris bernama A. R. Newlands
mengumumkan penemuannya yang disebut hukum oktaf. Newlands menyusun
unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya. Ternyata unsur yang
berselisih 1 oktaf (unsur pertama dan kedelapan, unsur kedua dan kesembilan,
dan
seterusnya)
menunjukkan
kemiripan
sifat
(Purba,
2006:
65).
Kecenderungan tersebut dinyatakan sebagai Hukum Oktaf Newlands, yaitu:
Jika unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atom, maka sifat unsur
tersebut akan berulang setelah unsur kedelapan.
Keteraturan sifat unsur tersebut terjadi pada setiap unsur kedelapan,
persis seperti keteraturan tangga nada lagu sehingga sifat keteraturan ini
28
dikenal sebagai hukum Oktaf. Hukum ini berlaku untuk unsur-unsur ringan,
kira-kira sampai dengan kalsium (Ar = 40), yaitu unsur-unsur yang memiliki
massa atom kecil dan unsur-unsur yang saling berimpitan. Jika diteruskan,
ternyata kemiripan sifat terlalu dipaksakan. Misalnya, Ti mempunyai sifat yang
cukup berbeda dengan C maupun Si.
Tabel 2.4. Daftar Unsur Oktaf Newlands
1
H
8
F
15
Cl
2
Li
9
Na
16
K
3
Be
10
Mg
17
Ca
4
B
11
Al
18
Cr
5
C
12
Si
19
Ti
6
N
13
P
20
Mn
7
O
14
S
21
Fe
(Purba, 2006: 66)
d. Hukum Mendeleev
Pada tahun 1869, seorang sarjana dari Rusia Dimitri Ivanovich
Mendeleev, berdasarkan pengamatannya terhadap 63 unsur yang dikenal ketika
itu, menyimpulkan bahwa sifat-sifat unsur adalah fungsi periodik dari massa
atomnya. Artinya jika unsur-unsur disusun menurut kenaikan massa atom
relatifnya, maka sifat tertentu akan berulang secara periodik. Mendeleev
menempatkan unsur-unsur yang mempunyai kemiripan sifat dalam lajur
vertikal, yang disebut golongan. Lajur-lajur horizontal, yaitu lajur tempat
unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya, disebut
periode (Purba, 2006).
Mendeleev merupakan orang pertama yang mengelompokkan unsurunsur dalam bentuk tabel dan berdasarkan hukum periodik. Alternatif
pengelompokkan lebih ditekankan pada sifat-sifat atom daripada kenaikan
massa atom relatifnya, sehingga ada tempat-tempat kosong dalam tabel
periodik tersebut. Tempat kosong inilah yang oleh Mendeleev diduga akan
diisi unsur-unsur yang waktu itu belum ditemukan. Ternyata dugaan itu
terbukti dengan ditemukannya unsur-unsur yang memiliki sifat-sifat yang
mirip.
29
Kelebihan dari sistem Mendeleev antara lain:
1) Sifat kimia dan sifat unsur dalam satu golongan mirip dan berubah secara
teratur.
2) Valensi tertinggi suatu unsur sama dengan nomor golongannya.
3) Dapat meramalkan sifat unsur yang belum ditemukan pada saat itu dan telah
mempunyai tempat yang kosong
Kekurangan dari sistem Mendeleev antara lain:
1) Panjang periode tidak sama
2) Tidak menunjang pemisahan logam dari bukan logam.
3) Beberapa unsur tersusun dengan urutan massa atom yang terbalik, tidak naik
tetapi turun. Sebagai contoh, massa atom Te-I (Achmad, 1993: 318).
4) Unsur golongan Lantanida yang jumlahnya 14 ditempatkan dalam satu
golongan (Sudarmo, 2013)
Tabel.2.5. Tabel Periodik Mendeleev
Grup
II
Grup I
1.
2.
H 1
Li 7
Be 9,4
3.
Na 23
Mg 24
4.
K 39
5.
Grup
III
Grup
IV
Grup
VI
GrupV
Grup
VII
B 11
Al
27,3
C 12
N 14
O 16
Si 28
P 31
S 32
Ca 40
-44
Ti 48
V 51
Cr 52
Mn 55
Cu 63
Zn 65
-68
-72
As 75
Se 78
Br 80
6.
Rb 85
Sr 87
Yt 88
Zr 90
Nb 94
Mo 96
-100
7.
Ag 108 Cd 112 In 113
Sn 118
Sb 122
Te 128 I 127
8.
Cs 133
Ba 137 Di 138
Ce 140 -
-
-
9.
-
-
-
-
-
-
-
10.
-
-
Er 178
La 180
Ta 182
W 184
-
11.
Au 199 Hg 200 Tl 204
Pb 207
Bi 208
-
-
12.
-
Th 231 -
U 240
-
-
-
Grup VIII
F 19
Cl
35,5
Fe 56, Co 59,
Ni 59, Cu 63
Ru 104, Rh 104
Pd 105, Ag 108
--Os 195, Ir 197
Pt 198, Au 199
---
(Brady, 1999: 126)
30
e. Hukum Periodik Modern
Henry Moseley pada sekitar perang Dunia I berhasil menemukan
kesalahan dalam susunan berkala Mendeleev, yaitu ada unsur yang terbalik
letaknya. Setelah mempelajari lebih lanjut, Moseley menemukan bahwa
keperiodikan sifat tidak didasarkan pada massa atom, tetapi didasrkan pada
nomor atom atau muatan inti. Susunan periodik yang disusun oleh Moseley
akhirnya berkembang lebih baik sampai didapatkan bentuk yang sekarang ini
dengan mengikuti hukum periodik, bahwa bila unsur-unsur disusun
berdasarkan kenaikan nomor atom, maka sifat unsur akan berulang secara
periodik. Sistem periodik modern dikenal juga sistem periodik bentuk panjang,
terdapat lajur mendatar yang disebut periode dan lajur tegak yang disebut
golongan (Sudarmo, 2013: 44).
Gambar 2.1. Sistem Periodik Modern
31
1) Periode
Periode merupakan lajur horizontal yang disusun menurut kenaikan
nomor atom. Periode suatu unsur dalam sistem periodik menunjukkan
jumlah kulit yang sudah terisi elektron. Dalam sistem periodik modern,
terdapat 7 periode yaitu :
a) Periode 1, disebut sebagai periode sangat pendek dan terdiri dari 2
unsur.
b) Periode 2 dan periode 3, disebut sebagai periode pendek dan masingmasing terdiri dari 8 unsur.
c) Periode 4 dan periode 5, disebut sebagai periode panjang dan masingmasing terdiri dari 18 unsur.
d) Periode 6, disebut periode sangat panjang dan terdiri dari 32 unsur,
pada periode ini terdapat unsur Lantanida yaitu unsur nomor 58
sampai nomor 71 dan diletakkan pada bagian bawah.
e) Periode 7, disebut sebagai periode belum lengkap karena mungkin
akan bertambah lagi jumlah unsur yang menempatinya sampai saat ini
berisi 24 unsur. Pada periode ini terdapat deretan unsur yang disebut
Aktinida, yaitu unsur yang bernomor 90 sampai nomr 103 dan
diletakkan pada bagian bawah. (Sudarmo, 2013)
2) Golongan
Unsur-unsur dalam satu golongan mempunyai jumlah elektron
valensi sama. Sehingga unsur-unsur segolongan mempunyai sifat kimia
yang sama. Jumlah golongan sistem periodik ada delapan dan ditandai
dengan angka romawi. Ada dua golongan besar yaitu golongan utama
(golongan A) dan golongan transisi (golongan B). Nama-nama golongan
pada unsur golongan A
a)
Golongan IA disebut golongan alkali.
b)
Golongan IIA disebut golongan alkali tanah.
c)
Golongan IIIA disebut golongan boron.
d)
Golongan IVA disebut golongan karbon.
32
e)
Golongan VA disebut golongan nitrogen.
f)
Golongan VIA disebut golongan oksigen.
g)
Golongan VIIA disebut golongan halogen.
h)
Golongan VIIIA disebut golongan gas mulia
3) Unsur Transisi dan Transisi Dalam
a) Unsur Transisi
Unsur
yang terletak pada golongan-golongan B yaitu
golongan IIIB hingga IIB (golongan 3 sampai 12) disebut unsur
transisi atau peralihan. Unsur-unsur tersebut merupakan peralihan dari
golongan IIA ke IIIA, yaitu unsur-unsur yang harus dialihkan hingga
ditemukan unsur yang mempunyai kemiripan sifat dengan golongan
IIIA.
b) Unsur Transisi Dalam
Dua baris unsur yang ditempatkan di bagian bawah Tabel
Periodik disebut unsur transisi dalam, yaitu terdiri dari lantanida dan
aktinida. Lantanida beranggotakan nomor atom 57-70 (14 unsur).
Keempatbelas unsur ini memiliki sifat yang mirip dengan Lantanium
(La), sehingga disebut Lantanoida
atau Lantanida, aktinida
beranggotakan nomor atom 89-102 (14 unsur). Keempatbelas unsur
ini sangat mirip dengan aktinium, sehingga disebut aktoinida atau
aktinida.
Semua unsur transisi dalam sebenarnya menempati golongan
IIIB, yaitu Lantanida pada periode keenam dan aktinida pada periode
ketujuh. Jadi, golongan IIIB periode keenam dan periode ketujuh,
masing-masing berisi 15 unsur. Unsur-unsur transisi dalam memiliki
sifat-sifat yang sangat bermiripan sehingga ditempatkan dalam satu
kotak.
f. Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Sistem Periodik Unsur
Terdapat keterkaitan antara konfigurasi elektron dengan letak unsur
dalam sistem periodik. Perhatikanlah konfigurasi elektron golongan IA
menurut Niels Bohr yang ditunjukkan pada Tabel 2.6 :
33
Tabel 2.6. Konfigurasi Elektron Golongan IA
Peri
ode
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nomor
Atom
Hidrogen
1
Litium
3
Natrium
11
Kalium
19
Rubidium
37
Sesium
55
Fransium
87
Unsur
K
1
2
2
2
2
2
2
L
M
Kulit
N
1
8
8
8
8
8
1
8
18
18
18
1
8
18
32
O
P
Q
1
8
18
1
8
1
Dari konfigurasi elektron beberapa unsur di atas, dapat dilihat
hubungan antara konfigurasi elektron dengan letak unsur (nomor periode dan
golongan) dalam sistem periodik sebagai berikut:
Periode
: ditunjukkan oleh nomor kulit yang paling luar.
Golongan : Jumlah elektron pada kulit terluar (elektron valensi).
Sedangkan menurut Aufbau, pengisian elektron dimulai dari orbital
yang tingkat energinya rendah yaitu 1s kemudian dilanjutkan ke orbital yang
tingkat energinya lebih tinggi. Simak beberapa contohnya pada tabel 2.8
berikut:
Tabel 2.7. Konfigurasi elektron beberapa unsur dalam SPU
34
Dari tabel di atas terlihat bahwa konfigurasi elektron unsur-unsur
golongan IA mempunyai elektron valensi ns1 sedangkan unsur-unsur golongan
IIA mempunyai elektron valensi ns2 di mana n adalah nomor periode dalam
sistem periodik tempat unsur tersebut berada. Oleh karena itu, unsur-unsur
yang terdapat pada golongan IA dan IIA disebut unsur-unsur blok s.
Jika diperhatikan, unsur-unsur golongan IIIA sampai dengan unsur
golongan VIIIA, semuanya mempunyai elektron valensi ns2 npx. Oleh karena
itu, unsur-unsur golongan IIIA-VIIIA disebut unsur-unsur blok p. Demikian
juga ketika kita perhatikan konfigurasi elektron dari unsur-unsur transisi yang
terdapat di antara golongan IIA dan IIIA, yaitu dari golongan IIIB-IIB, elektron
valensinya nsx(n-1)dy. Oleh karena itu, unsur-unsur golongan ini disebut unsurunsur blok d. Unsur-unsur yang terdapat pada deret Lantanida dan Aktinida
mempunyai elektron valensi pada subkulit f sehingga unsur-unsur tersebut
disebut sebagai unsur blok f.
Apabila dilanjutkan untuk unsur-unsur transisi, maka akan ditemukan
pola konfigurasi elektron valensi tertentu yang dapat digunakan untuk
menentukan letak unsur dalam SPU tanpa harus melihat tabel SPU. Pola
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut.
Tabel 2.8. Hubungan Antara Elektron Valensi Dengan Nomor Golongan
Unsur Golongan Utama
Nomor Golongan Elektron valensi
IA
ns1
IIA
ns2
IIIA
ns2 np1
IVA
ns2 np2
VA
ns2 np3
VIA
ns2 np4
VIIA
ns2 np5
VIIIA
ns2 np6
Unsur Golongan Transisi
Nomor Golongan Elektron Valensi
IIIB
ns2 ( n – 1) d1
IVB
ns2 ( n – 1) d2
VB
ns2 ( n – 1) d3
VIB
ns1 ( n – 1) d5
VIIB
ns2 ( n – 1) d5
VIIIB
ns2 ( n – 1) d6,7,8
IB
ns1 ( n – 1) d10
IIB
ns2 ( n – 1) d10
(Sudarmo, 2013: 60-62)
35
g. Sifat Periodik Unsur
Sistem periodik unsur disusun dengan memperhatikan sifat-sifat unsur.
Sifat periodik unsur adalah sifat-sifat yang berubah secara beraturan sesuai
dengan kenaikan nomor atom unsur, meliputi jari-jari atom, energi ionisasi,
afinitas elektron, keelektronegatifan, kedudukan logam dan non logam dalam
Sistem Periodik Unsur.
1) Kedudukan Logam dan Non Logam dalam Sistem Periodik Unsur
Secara kimia, sifat logam dikaitkan dengan keelektropositifan,
yaitu cenderung atom melepas elektron membentuk ion positif. Jadi, sifat
logam akan bergantung pada energi ionisasi. Makin besar energi ionisasi,
maka makin sukar bagin atom untuk melepas elektron, dan makin
berkurang sifat logamnya. Sebaliknya sifat nonlogam dikaitkan dengan
keelektronegatifan, yaitu kecenderungan atom menarik elektron. Sesuai
dengan kecenderungan energi ionisasi dan keelektronegatifan yang telah
dibahas sebelumnya, maka sifat logam dan nonlogam dalam sistem
periodik unsur adalah sebagai berikut:
a) Dari kiri ke kanan dalam satu periode, sifat logam berkurang,
sedangkan sifat nonlogam bertambah.
b) Dari atas ke bawah dalam satu golongan, sifat logam bertambah,
sedangkan sifat nonlogam berkurang.
Jadi, unsur logam terletak pada bagian kiri-bawah sistem periodik
unsur, sedangkan unsur nonlogam terletak pada bagian kanan-atas. Akan
tetapi, yang paling bersifat nonlogam adalah golongan VIIA, bukan VIIIA.
Unsur yang terletak pada bagian tengah, yaitu unsur yang terletak di
sekitar perbatasan antara logam dan nonlogam, mempunyai sifat logam
sekaligus nonlogam. Unsur-unsur itu disebut unsur metaloid. Contohnya
boron dan silikon. (Purba, 2006)
2) Jari-jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari pusat atom (inti atom) sampai kulit
elektron terluar yang ditempati elektron. Panjang pendeknya jari-jari atom
ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
36
a) Jumlah kulit elektron
Semakin banyak jumlah kulit yang dimiliki suatu atom, maka
jari-jari atomnya semakin panjang. Contohnya pada atom Na dan Li.
11Na
=281
3Li
=21
Jari-jari atom natrium lebih panjang daripada jari-jari atom
litium, sebab jumlah kulit yang dimiliki atom natrium lebih banyak
daripada atom litium.
b) Muatan inti atom
Bila jumlah kulit dari dua atom sama banyak, maka yang
berpengaruh terhadap panjang jari-jari atom adalah muatan inti atom.
Semakin banyak inti atom, berarti semakin besar muatan intinya dan
gaya tarik inti atom terhadap elektron lebih kuat, sehingga elektron
lebih mendekat ke inti atom.
Jari- jari atom dalam satu golongan dari atas ke bawah
memiliki jari-jari atom yang semakin besar karena jumlah kulit yang
dimiliki atom semakin banyak. Sedangkan dalam satu periode, jari-jari
atom dalam satu periode dari kiri ke kanan jari-jari atomnya makin
kecil. Hal ini disebabkan unsur-unsur yang seperiode dari kiri ke
kanan memiliki jumlah kulit yang sama tetapi muatan intinya semakin
besar.
Gambar 2.2. Jari-jari Atom Beberapa Unsur
(Sudarmo, 2013: 51)
37
3) Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah energi yang diperlukan untuk melepaskan
elektron terluar suatu atom dalam wujud gas menjadi ion positif berwujud
gas. Energi ionisasi dinyatakan dalam kJ mol-1. Harga energi ionisasi
dipengaruhi oleh besarnya nomor atom dan ukuran jari-jari atom. Makin
besar jari-jari atom maka gaya tarik inti terhadap elektron terluar makin
lemah. Hal itu berarti elektron terluar akan lebih mudah lepas, sehingga
energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terluar makin kecil.
Unsur-unsur yang segolongan energi ionisasinya makin ke bawah
makin kecil karena elektron terluar makin jauh dari inti (gaya tarik inti
makin lemah), sehingga elektron terluar makin mudah dilepaskan.
Sedangkan unsur-unsur yang seperiode gaya tarik inti makin ke kanan
makin kuat, sehingga energi ionisasi pada umumnya makin ke kanan
makin besar (Utami, dkk, 2009: 30).
(Sudarmo, 2013: 53)
Gambar 2.3. Energi ionisasi pertama unsur-unsur dalam sistem
periodik unsur (kJ/mol).
Energi ionisasi untuk melepas elektron yang pertama kali dari suatu
atom berwujud gas menjadi ion positif berwujud gas disebut energi
ionisasi pertama, sedang energi ionisasi kedua adalah energi ionisasi untuk
melepaskan satu elektron dari ion yang bermuatan +1, demikian seterusnya
untuk energi ionisasi ketiga (Sudarmo, 2006). Contoh :
38
Energi ionisasi (disingkat EI) untuk atom Ca :
Ca (g)  Ca+ (g) + e-
EI1.
Ca+ (g)  Ca2+ (g) + e-
EI2.
Energi ionisasi kedua selalu lebih besar daripada yang pertama,
energi ionisasi ketiga lebih besar daripada yang kedua dan seterusnya. Hal
itu karena elektron pertama dilepaskan dari atom netral, sedangkan
elektron kedua dari suatu ion bermuatan +1. Ion bermuatan positif lebih
sukar melepas elektron daripada atom netralnya. Karena jari-jari ion positif
lebih kecil daripada jari-jari atom netralnya, sehingga gaya tarik inti
terhadap elektron menjadi lebih kuat dan akan dibutuhkan energi yang
jauh lebih besar untuk melepaskan elektronnya (Purba, 2006).
4) Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah energi yang menyertai penambahan 1
elektron pada satu atom netral dalam wujud gas membentuk ion berwujud
gas dengan muatan 1. Afinitas elektron dinyatakan dalam kJ mol-1 .
Beberapa hal perlu diperhatikan untuk memahami afinitas elektron:
a) Penyerapan elektron ada yang disertai pelepasan energi, ada pula yang
disertai penyerapan energi.
b) Jika penyerapan elektron disertai pelepasan energi, maka afinitas
elektronnya dinyatakan dengan tanda negatif.
c) Jika penyerapan elektron disertai penyerapan energi, maka afinitas
elektronnya dinyatakan dengan tanda positif.
d) Unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif mempunyai
daya tarik atau afinitas elektron yang lebih besar daripada unsur yang
afinitas elektronnya bertanda positif. Dengan perkataan lain, semakin
negatif nilai afinitas elektron, semakin besar kecenderungannya
menarik elektron membentuk ion negatif (Purba, 2006: 80).
Sifat keperiodikan afinitas elektron sama dengan energi ionisasi,
yaitu dalam satu golongan dari atas ke bawah, afinitas elektron cenderung
berkurang dan dalam satu periode dari kiri ke kanan, afinitas elektron
cenderung bertambah. Kecuali unsur alkali tanah dan gas mulia, semua
39
unsur golongan utama mempunyai afinitas elektron bertanda negatif.
Afinitas elektron terbesar dimiliki oleh golongan halogen (Purba, 2006).
Tabel 2.9. Afinitas Elektron Beberapa Unsur
IA
H
-72,8
Li
-59’6
Na
52,9
K
-484
Rb
-46,9
Cs
-45,5
IIA
IIIA
IVA
VA
VIA
VIIA
Be
240
Mg
230
Ca
-2,37
Sr
-5,03
Ba
-13,95
B
-26,7
Al
-42,5
Ga
-28,9
In
-28,9
Ti
-19,2
C
-121,8
Si
-133,6
Ge
-119
Sn
-107,3
Pb
-35,1
N
-7
P
-72
As
-78
Sb
-103,2
Bi
-91,2
O
-141
S
-200,4
Se
-195
Te
-190,2
Po
-186
F
-328
Cl
-349
Br
-324,6
I
-295,2
At
-270
VIIIA
He
21
Ne
29
Ar
35
Kr
39
Xe
41
Rn
41
(Petrucci, et al., 2011: 346)
5) Elektronegatifan
Keelektronegatifan atau elektronegativitas adalah kecenderungan
suatu atom dalam menarik pasangan elektron yang digunakan bersama
dalam membentuk ikatan. Semakin besar harga keelektronegatifan suatu
atom, semakin mudah menarik pasangan elektron ikatan, atau gaya tarik
elektron
dari
atom
tersebut
kuat.
Dengan
demikian,
pola
kecenderungannya akan sama dengan afinitas elektron. Keelektronegatifan
mempunyai makna yang berlawanan dengan energi ionisasi, sebab makin
mudah suatu atom melepas elektron berarti makin lemah dalam menarik
elektron atau sebaliknya (Sudarmo, 2006: 31).
Dalam satu golongan dari atas ke bawah harga keelektronegatifan
semakin kecil, sedangakan dalam satu periode dari kiri ke kanan harga
keelektronegatifan semakin besar. Golongan VIIIA tidak mempunyai sifat
keelektronegatifan karena sudah mempunyai 8 elektron terluar (unsur
stabil). Jadi keelektronegatifannya terbesar pada setiap periode dimiliki
oleh golongan VIIA (Unsur-unsur halogen).
40
(Utami, dkk., 2009: 40)
Gambar 2.4. Skala Elektronegativitas Unsur-unsur dalam Tabel
Periodik Unsur.
7. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Ekawati, dkk (2013) bertujuan untuk
mengetahui efektifitas metode pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
yang dilengkapi dengan media power point dan destinasi terhadap prestasi belajar
struktur atom dan sistem periodik unsur siswa kelas X semester satu SMA Batik 1
Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil dari penelitian ini adalah metode
pembelajaran TGT dilengkapi media power point dan destinasi efektif untuk
meningkatkan prestasi belajar Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur siswa
kelas X semester satu SMA Batik 1 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. Hal ini
terlihat dari peningkatan prestasi belajar untuk kelas eksperimen (50,175) lebih
besar daripada kelas kontrol (44,123). Dalam pembelajaran TGT terdapat
kelompok yang heterogen sehingga seorang siswa yang lebih pandai dapat
membantu siswa lain yang kurang pandai dalam suatu kelompok. Metode
pembelajaran TGT akan memotivasi siswa sehingga tercipta semangat dalam
sistem
kompetisi
dengan
lebih
mengutamakan
peran
individu
tanpa
mengorbankan aspek kooperatif. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari
41
Chairhany dan Veloo (2013) dengan judul Fostering students’ attitudes and
achievement in probability using teams-games-tournaments. Dalam penelitian
tersebut Chairhany dan Veloo menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
TGT dapat membentuk lingkungan belajar yang aktif dalam memecahkan suatu
persoalan dan diskusi antara guru dengan murid.
Penelitian yang dilakukan oleh Eralita, dkk (2012) memiiki judul
“Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dan Team Assisted Individualization (TAI) Dilengkapi LKS
Terhadap Prestasi dan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Koloid Kelas XI SMA
N Kebakkramat Tahun Ajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran
kooperatif dengan metode STAD (Student Team Achievement Division) lebih
efektif dari pada metode pembelajaran TAI terhadap prestasi belajar siswa untuk
materi pokok Koloid pada siswa kelas XI semester genap SMA Negeri
Kebakkramat. Dalam pembelajaran STAD terbentuk interaksi antar siswa dalam
diskusi kelompok, sehingga memicu siswa untuk saling membantu dan bertukar
pikiran dalam diskusi. Adapun kelebihan metode STAD ini adalah mengaktifkan
keaktifan siswa, siswa belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain
dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama, serta
membantu siswa yang lambat dalam berfikir Hal ini juga didukung oleh penelitian
dari Tran (2013) dengan judul Effects of Student Teams Achievement Division
(STAD) on Academic Achievement, and Attitudes of Grade 9th Secondary
School Students towards Mathematics. Dalam penelitian tersebut Tran
menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan metode STAD dapat membantu
siswa untuk mencapai prestasi belajar yang diinginkan dan keterlibatan siswa
dalam kelompok serta melatih sikap positif siswa di Vietnam.
Dari keempat penelitian terlihat bahwa metode pembelajaran TGT dan
STAD diketahui metode tersebut memiliki kelebihan masing-masing. Belum
diketahui metode mana yang akan menang apabila dibandingkan. Dari hal
tersebut peneliti akan membandingkan kedua metode tersebut untuk lebih
42
diketahui mana yang akan mempengaruhi prestasi belajar siswa apabila ditinjau
dari kemamuan analisis siswa.
Penelitian mengenai kemampuan analisis terhadap prestasi belajar juga
pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Daro’aeni, dkk (2013) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang cukup
kuat antara kemampuan analisis dengan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan
oleh koefisien korelasi antara kemampuan analisis dengan prestasi belajar siswa
menunjukkan angka 0,259.
B. Kerangka Berpikir
Prestasi belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Keberhasilan proses belajar
mengajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Model
pembelajaran merupakan faktor eksternal yang perlu diperhatikan. Pemilihan
model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi serta kondisi siswa
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Sedangkan kemampuan analisis siswa merupakan
faktor internal yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
1. Terdapat Perbedaan model pembelajaran Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dan model Teams Games Tournament
(TGT) terhadap
pretasi belajar siswa
Model pembelajaran merupakan usaha yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi belajar yang menyenangan dan mendukung bagi
kelancaran proses belajar serta untuk menunjang keberhasilan siswa dalam
proses pembelajaran disekolah. Pemilihan model pembelajaran
perlu
disesuaikan dengan karakteristik materi, keadaan siswa, sarana pembelajaran
sertatujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Materi Sistem Periodik Unsur merupakan materi yang sulit karena
bersifat abstrak, memerlukan kemampuan pemahaman, menghafal dan
menganalisis serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga
43
siswa benar-benar memahami konsep. Oleh karena itu diharapkan dengan
model pembelajaran kooperatif yang memungkinkan siswa untuk berdiskusi
dan bertukar pikiran dengan temannya dapat memudahkan siswa dalam
memahami materi tersebut. Dua diantara model pembelajaran kooperatif yang
digunakan dalam penelitan ini adalah Student Teams Achievement Divisions
(STAD) dan Teams Games Tournament (TGT).
Dalam model pembelajaran STAD terdapat diskusi kelompok yang
mengakibatkan siswa menjadi lebih aktif dan siswa dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri serta materi yang mereka pelajari akan lebih lama
untuk diingat. Setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda (tinggi dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal
dari ras, budaya, dan suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan
gender. Dengan demikian maka siswa yang lebih pandai dapat menjadi tutor
bagi teman lainnya sehingga dapat meningkatkan kerjasama antar individu dan
keaktifan siswanya. Media LKS digunakan dalam diskusi sehingga para siswa
akan lebih sering berlatih dan dapat saling bekerja sama dalam satu kelompok.
Pada metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) ini siswa dituntut
untuk dapat mengerjakan kuis-kuis secara individual, sehingga skor yang
diperoleh
oleh
masing-masing
individu
akan
mempengaruhi
skor
kelompoknya. Hal ini memungkinkan siswa akan semakin termotivasi untuk
memahami pelajaran sehingga dapat memberikan sumbangan nilai bagi
kelompoknya.
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) mampu
mendorong siswa untuk lebih aktif dalam setiap kelompok, saling bekerja
sama, bermain dan bertanding antar kelompok serta dapat saling berpacu untuk
memperoleh prestasi yang tinggi dan dapat memperkecil perbedaan yang ada
pada diri siswa dalam proses pemahaman materi pelajaran. Keberhasilan proses
belajar kelompok akan membantu siswa dalam berkomunikasi dengan siswa
lain
karena
pada
metode
ini
dituntut
adanya
kemampuan
untuk
mengkomunikasikan informasi atau ide dalam pikirannya. Pada pembelajaran
Team Game Tournament (TGT)
menggunakan permainan-permainan
44
akademik seperti tka-teki silang sebagai game dalam turnamen, sehingga para
siswa berlomba untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan skor timnya
dan mendapatkan pengalaman yang nyata dan
langsung. Melalui metode
Teams Games Tournament (TGT), diharapkan bisa merangsang siswa untuk
lebih siap belajar kimia, tanpa ada rasa takut untuk mepelajarinya atau siswa
bahkan akan tertarik untuk mempelajari ilmu kimia lebih dalam lagi. Setiap
permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran dapat diatasi secara
bersama-sama.
Menurut Ausubel (Isjoni, 2010: 35) bahan pelajaran yang dipelajari
haruslah “bermakna”. Kekuatan dan kebermaknaan proses pemecahan masalah
dalam pembelajaran terletak pada kemampuan pelajar dalam mengambil peran
dalam kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pembelajaran kooperatif dengan
metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Teams Games
Tournaments (TGT) yang melatih siswa untuk lebih aktif dalam belajar melalui
belajar kelompok.
Berdasarkan uraian di atas maka diduga bahwa pembelajaran kimia
dengan metode pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) memiliki peredaan
terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Sistem Periodik Unsur.
2. Terdapat Perbedaan Kemampuan Analisis Tinggi dan Kemampuan Analisis
Rendah Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Selain faktor eksternal, keberhasilan proses belajar juga dipengaruhi
oleh faktor internal salah satunya adalah kemampuan analisis. Kemampuan
analisis adalah kemampuan mengidentifikasi hubungan-hubungan nyata yang
diharapkan dan terpercaya diantara pernyataan, konsep, deskripsi, atau bentuk
lain dari perwakilannya untuk mengungkapkan keyakinan, pengalaman, alasan,
informasi atau opini (Facione, 2013).
Materi Sistem Periodik Unsur diperlukan beberapa kemampuan berpikir
tingkat tinggi, salah satunya yaitu kemampuan analisis. Hal ini karena materi
Sistem Periodik Unsur dinilai cukup sulit. Siswa perlu memahami konsep dasar
45
struktur atom selain itu, materi ini merupakan konsep dasar untuk mempelajari
materi-materi selanjutnya. Pemahaman konsep dasar sub materi struktur atom
khususnya pada materi konfigurasi elektron digunakan pada sub materi Sistem
Periodik Unsur, yaitu untuk menganalisis letak suatu unsur dalam tabel
periodik unsur dilihat dari konfigurasi atom yang terbentuk kemudian dilihat
jumlah kulit serta elektron valensinya kemudian menentukan letak unsur
tersebut. Selain itu, konfigurasi elektron juga digunakan untuk menentukan
sifat periodik unsurnya setelah mengatahui letak unsur dalam tabel periodik
unsur. Siswa yang sering kali lupa letak suatu unsur dalam sistem periodik
unsur, kemungkinan karena siswa lebih sering menghafal tanpa paham asal
muasalnya.
Pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan analisis akan
membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan baru yang relevan dengan
materi. Prestasi belajar siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi
berpengaruh lebih baik daripada kemampuan analisis rendah pada materi
Sistem Periodik Unsur.
3. Interaksi metode pembelajaran kooperatif model Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dan model Teams Games Tournament
(TGT) dengan
kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok
Sistem Periodik Unsur.
Materi sistem periodik unsur merupakan materi yang membutuhkan
kemampuan menghafal, pemahaman dan menganalisis. Materi ini terdiri dari
menentukan konfigurasi elekton, menentukan letak suatu unsur dalam tabel
periodik, dan menggolongkan sifat suatu unsur. Pemahaman konsep dasar sub
materi struktur atom khususnya pada materi konfigurasi elektron digunakan
pada sub materi Sistem Periodik Unsur, yaitu untuk menganalisis letak suatu
unsur dalam tabel periodik unsur dilihat dari konfigurasi atom yang terbentuk
kemudian dilihat jumlah kulit serta elektron valensinya kemudian menentukan
letak unsur tersebut sehingga dapat menentukan sifat periodik unsurnya. Untuk
46
dapat menguasai materi ini diperlukan keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran didalam kelas sehingga siswa benar-benar memahami konsep.
Dalam suatu sistem pembelajaran, metode merupakan salah satu
komponen yang harus ada. Metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi sistem periodik unsur adalalah metode pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk
berdiskusi dan bertukar pikiran dengan temannya sehingga memudahkan siswa
dalam memahami materi tersebut. Dua diantara model pembelajaran kooperatif
yang digunakan dalam penelitan ini adalah Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT). Pada proses
pembelajarannya, ada lima tahap belajar kooperatif tipe STAD yang meliputi:
1) penyajian materi, 2) kegiatan kelompok, 3) tes individual, 4) penghitungan
skor perkembangan individu, dan 5) pemberian penghargaan kelompok. Secara
umum metode STAD dan TGT memiliki persamaan, metode STAD
menggunakan kuis individual sedangkan metode TGT menggunakan game
akademik.
Komponen sistem pembelajaran yang tak kalah pentingnya adalah
siswa. Untuk menguasai materi sistem periodik unsur siswa membutuhkan
beberapa kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang sesuai dengan karakteristik materi dan model pembelajaran
yaitu
kemampuan
analisis.
Kemampuan
analisis
adalah
kemampuan
mengidentifikasi hubungan-hubungan nyata yang diharapkan dan terpercaya
diantara pernyataan, konsep, deskripsi, atau bentuk lain dari perwakilannya
untuk mengungkapkan keyakinan, pengalaman, alasan, informasi atau opini
(Facione, 2013).
Pada pembelajaran materi pokok sistem periodik unsur dengan
menggunaan model Student Teams Achievement
Divisions (STAD)
dan
Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari kemampuan analisis siswa,
dimungkinkan akan terjadi fenomena dimana siswa dengan kemampuan
analisis tinggi meiliki prestasi belajar yang setara antara siswa yang dikenai
pengajaran model STAD maupun TGT. Siswa dengan kemampuan analisis
47
yang tinggi diduga mampu menyelesaikan permasalahan dalam materi Sistem
Periodik Unsur dengan lebih mudah, baik dalam pembelajaran dengan model
STAD maupun TGT. Sedangkan siswa dengan kemampuan analisis rendah,
melalui model pembelajaran TGT ataupun model pembelajaran STAD diduga
akan memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa yang memiliki
kemampuan analisis tinggi..
Dari pemikiran yang telah disebutkan sebelumnya, diduga akan ada
interaksi antara model pembelajaran STAD dan TGT dengan kemampuan
analisis terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Sistem Periodik
Unsur. Adapun alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan pada gambar
berikut:
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kemampuan
Analsis
Pembelajaran
Kooperatif
Tinggi
Rendah
Model STAD
Prestasi Belajar
Gambar 2.4. Skema kerangka berfikir
Model TGT
48
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat ditarik hipotesis sebagai
berikut:
1.
Terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada penerapan model
pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Team
Game Tournament (TGT) pada pokok bahasan sistem periodik unsur.
2.
Terdapat perbedaan antara siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan
siswa dengan kemampuan analisis rendah terhadap prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan sistem periodik unsur.
3.
Terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dan Team Game Tournament (TGT)
dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa pada pokok
bahasan sistem periodik unsur.
Download