PENERAPAN ARSITEKTUR EKOLOGI PADA BANGUNAN RESORT DI KAWASAN PUNCAK Diana susilowati Irma Ramanadhia [email protected] ABSTRAKSI Pelaksanaan dan perencanaan arsitektur ekologi atau yang biasa disebut dengan eko arsitektur tidak dapat disamakan dengan perencanaan arsitektur masa kini karena, seperti telah ditentukan, perencanaan eko arsitektur harus dimengerti sebagai proses dengan titik permulaan terletak lebih awal. Dimana ekologi itu ialah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam pemilihan material, teknologi, struktur, pencahayaan, orientasi bangunan, dan pengudaraan ruangan sangat mempengaruhi bangunan untuk saling timbal balik dengan lingkungannya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai penerapan arsitektur ekologi. Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menganalisis permasalahan material, teknologi, struktur, pencahayaan, orientasi bangunan, hingga pengudaraan ruangan pada bangunan tradisional khas jawa barat serta aplikasi-aplikasi apa saja yang bisa diterapkan dalam mengembangkan aristektur ekologi ini didalam bangunan resort di kawasan Puncak Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan Thalita Resort telah menerapkan ekologi pada kawasan agrowisatanya, khususnya dilihat dari segi ilmu arsitektur. Material yang banyak dipakai merupakan jenis material yang dapat dikembalikan kembali pada lingkungan. Dilihat dari segi pencahayaan dan pengudaraan ruangannya memang mengarah pada alam, dengan letak orientasi bangunan yang dominan menghadap selatan menjadi pusat view melihat pemandangan dan juga bangunan yang menghadap selatan merupakan kemampuan yang paling baik dalam menahan panas. Kata kunci : Arsitektur, ekologi, arsitektur ekologi PENDAHULUAN Arsitektur ekologi merupakan pembangunan berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin (sumber: Wikipedia Indonesia). Kualitas arsitektur biasanya sulit diukur, garis batas antara arsitektur yang bermutu dan yang tidak bermutu. Kualitas arsitektur biasanya hanya memperhatikan bentuk bangunan dan konstruksinya, tetapi mengabaikan yang dirasakan oleh pemakai dan kualitas hidupnya. Biasanya Arsitektur Ekologi diterapkan dalam memanfaatkan lingkungan yang ada seperti penerapannya pada Resort, Real Estate, dan lain-lain. Dalam kajian ini peneliti akan mengkaji mengenai Arsitektur Ekologi secara penerapannya yang lebih spesifik pada Resort. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Resort Berdasarkan literatur yang berasal dari sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Resort Yaitu resort merupakan tempat yang biasa digunakan untuk relaksasi atau rekreasi, menarik pengunjung untuk berlibur atau pariwisata. Resort termasuk bangunan komersial yang dioperasikan oleh satu perusahaan, biasanya resort berada diwilayah pegunungan atau tepi pantai. Sumber lain ada yang mengatakan bahwa resort adalah suatu perubahan tempat tinggal untuk sementara bagi seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan dengan kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga, kesehatan, konvensi, keagamaan serta keperluan usaha lainnya. (Dirjen Pariwisata , Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988). Pengertian Ekologi Ekologi biasanya dimengerti sebagai hal-hal yang saling mempengaruhi segala jenis makhluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungannya (cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi, dsb). Demikian juga proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi, dan kematian yang semuanya menjadi bagian dari pengetahuan manusia. Proses itu berlangsung terus dan dinamakan sebagai ‘hukum alam’. Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Haeckel, seorang ahli biologi, pada pertengahan dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah, dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (KRISTANTO, Ir.Philip. 2002. Ekologi Industri, Ed.I. ANDI; Yogyakarta.11). Ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu “study of the total impact of man and other animals on the balance of nature”. Rumusan ekologi yang menekankan pada hubungan makhluk hidup dikemukakan dalam buku William H. Matthews et. Al. sebagai berikut: “ecology focuses the interrelationship between living organism and their environment”, sedang rumusan Joseph van Vleck lebih mengetengahkan isi dan aktivitas hubungan makhluk hidup, yaitu “ecology is study of such communities and how each species takes to meet its own needs and contributes toward meeting the need of its neighbours”. Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah “ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. (HARDJASOEMANTRI, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-12, Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press;Yogyakarta. 1996. 2) Ekologi dan Eko-Arsitektur Atas dasar pengetahuan dasar-dasar ekologi yang telah diuraikan, maka perhatian pada arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam dan kepentinagn manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur. (Krusche, Per et sl. Oekologisches Bauen. Wiesbaden, Berlin 1982. Hlm.7 ) Arsitektur surya Arsitektur biologis Eko-arsitektur Arsitektur alternatif Bahan dan konstruksi yang ekologis Bionik-struktur alamiah Gambar 1 Konsep eko-arsitektur yang holistis (sistem keseluruhan) (Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal. 39) Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur alternative, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi pembangunan.Eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun, eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. 1. Penyelidikan kualitas Tujuan setiap perencanaan eko-arsitektur yang memperhatikan cipta dan rasa adalah kenyamanan penghuni. Sayangnya, kenyamanan tidak dapat diukur dengan alat sederhana seperti lebar dan panjang ruang dengan meter, melainkan seperti yang telah diuraikan tentang kualitas , penilaian kenyamanan selalu sangat subjektif dan tergantung pada berbagai faktor. Kenyamanan dalam suatu ruang tergantung secara immaterial dari kebudayaan dan kebiasaan manusia masing-masing, dan secara material terutama dari iklim dan kelembapan, bau dan pencemaran udara. 2. Bentuk dan struktur bangunan Bentuk dan struktur bangunan merupakan masalah kualitas dalam perencanaan ekoarsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas yang lain yang berhubungan, terutama kualitas bentuk yang tidak dapat diukur maupun diberi standar. 3. Pencahayaan dan warna Pencahayaan dan warna memungkinkan pengalaman ruang melalui mata dalam hubungannya dengan pengalaman perasaan. Pencahayaan (penerangan alami maupun buatan) dan pembayangan mempengaruhi orientasi di dalam ruang. Pencahayaan lewat lubang lubang jendela di tengah dinding Pencahayaan lewat Pencahayaan lubang pintu di tengah dinding jendela disudut ruang Gambar 2 Pencahayaan dan bayangan mempengaruhi orientasi di dalam ruang (Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal. 47) lewat Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap akan menentukan nilai psikis yang berhubungan dengan ruang (misalnya dengan perabot, lukisan, dan hiasan lainnya). Cahaya matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya tersebut masuk dari jendela yang orientasinya ke timur.. Oleh karena pencahayaan matahari di daerah tropis mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, maka di daerah tropis tersebut manusia sering menganggap ruang yang agak gelap sebagai sejuk dan nyaman. Akan tetapi, untuk ruang kerja ketentuan tersebut melawan kebutuhan cahaya untuk mata manusia. Karena pencahayaan buatan dengan lampu dan sebagainya mempengaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan alam yang terang tanpa kesilauan dan tanpa sinar panas. Untuk memenuhi tuntutan yang berlawanan ini, maka sebaiknya sinar matahari tidak diterima secara langsung, melainkan dicerminkan/dipantulkan sinar tersebut dalam air kolam (kehilangan panasnya) dan lewat langit-langit putih berkilap yang menghindari penyilauan orang yang bekerja di dalam ruang. Gambar 3 Gedung perkantoran atau industri bertingkat yang menggunakan pencahayaan alam tanpa sinar panas dan tanpa penyilauan (Sumber : Kiss, Miklos. Neue Erkenntnisse zum Thema Tageslichtnutzung. Di dalam : Majalah SI+A, No.50. Zȕrich 1996. Hlm.1127-1129) Kenyamanan dan kreativitas dapat juga dipengaruhi oleh warna seperti dapat dipelajari pada alam sekitar dengan warna bunga. Oleh karena itu, warna adalah salah satu cara untuk mempengaruhi ciri khas suatu ruang atau gedung. Masing-masing warna memiliki tiga ciri khusus, yaitu sifat warna, sifat cahaya (intensitas cahaya yang direfleksi), dan kejenuhan warna (intensitas sifat warna). Makin jenuh dan kurang bercahayanya suatu warna, akan makin bergairah. Sebaliknya, hawa nafsu dapat diingatkan dengan penambahan cahaya. Pada praktek pengetahuan, warna juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang secara visual demi peningkatan kenyamanan. Misalnya : ( Tomm, Arwed. Oekologisch Planen und Bauen. Braunschweig 1992. Hlm.23 ) Langit-langit yang terlalu tinggi dapat ‘diturunkan’ dengan warna yang hangat dan agak gelap Langit-langit yang agak rendah diberiwarna putih atau cerah, yang diikuti oleh 20 cm dari dinding bagian paling atas juga diberi warna putih, yang memberi kesan langit-langit seakan melayang dengan suasana yang sejuk. Warna-warna yang aktif seperti merah atau oranye pada bidang yang luas memberi kesan memperkecil ruang. Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi kesan memperkecil ruang. Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi warna hangat pada dinding bagian muka, sedangkan dapat berkesan panjang dengan menggunakan warna dingin. Dinding samping yang putih memberi kesan luas ruang tersebut. Dinding tidak seharusnya dari lantai sampai langit-langit diberi warna yang sama. Jikalau dinding bergaris horizontal ruang berkesan terlindung, sedangkan yang bergaris vertical berkesan lebih tinggi. 4. Keseimbangan dengan alam Pada penentuan lokasi gedung tersebut diperhatikan fungsi dan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angina, aliran air dibawah tanah, dan sebagainya. Setiap serangan terhadap alam mengakibatkan suatu luka yang mengganggu keseimbangannya. Oleh karena setiap benda memiliki hubungan langsung dengan benda-benda lainnya, maka masuk akal apabila setiap perubahan pada suatu titik tertentu membutuhkan penyelesaian masalah yang harus dilakukan didalam batas ruangan. Dengan sadar atau tidak sadar manusia telah menghancurkan keseimbangan dengan alamnya sehingga terjadi ketidakseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Seperti manusia dalam lingkungan ilmiah, sebenarnya menjadi spesialis hanya dalam aspek keahliannya tetapi tetap bersatu didalam wadah kemanusiaan. Maka pengertian keseimbangan dengan alam mengandung kesatuan makhluk hidup (termasuk manusia) dengan alam sekitarnya secara holistis 5. Alam dan iklim tropis Dalam rangka persyaratan kenyamanan, masalah yang harus diperhatikan terutama berhubungan dengan ruang dalam. Masalah tersebut mendapat pengaruh besar dari alam dan iklim tropis di lingkungan sekitarnya, yaitu sinar matahari dan orientasi bangunan, angin, dan pengudaraan ruangan, suhu dan perlindungan terhadap panas, curah hujan dan kelembapan udara. 6. Sinar matahari dan orientasi bangunan Sinar matahari dan orientasi bangunan yang ditempatkan tepat diantara lintasan matahari dan angin, serta bentuk denah yang terlindung adalah titik utama dalam peningkatan mutu iklim-mikro yang sudah ada. Dalam hal ini tidak hanya perlu diperhatikan sinar matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin yang memberi kesejukan. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling cocok dan menguntungkan terdapat sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin seperti gambar berikut. Letak gedung terhadap sinar matahari yang paling menguntungkan bila memilihi arah dari timur ke barat. Letak gedung terhadap arah angin yang paling menguntungkan bila memilihi arah tegak lurus terhadap arah angin itu. Gambar 4 Orientasi bangunan terhadap sinar matahari (Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal. 56) 7. Angin dan pengudaraan ruangan Angin dan pengudaraan ruangan secara terus-menerus mempersejuk iklim ruangan. Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan demikian juga dapat digunakan angin untuk mengatur udara didalam ruang. (Reed, Robert H. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas 1953 ) Gambar 5 Pergerakan angin dalam sebuah ruang (Sumber : Reed, Robert H. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas 1953) TUJUAN PENELITIAN Tujuan diadakan penelitian untuk mengkaji lebih dalam dari apa yang kita ketahui sebelumnya mengenai Arsitektur Ekologi pada resort, diantaranya: Mengetahui apakah Talita Mountain Resort Puncak menerapkan Arsitektur Ekologi atau tidak. Mengetahui prinsip-prinsip yang berpengaruh dengan Arsitektur Ekologi pada Talita Mountain Resort Puncak. Mengetahui dampak yang dihasilkan pada Talita Mountain Resort Puncak. Menambah wawasan yang mencakup lingkungan. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. (Sujana dan Ibrahim, 1989:65) Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. (http://file.upi.edu/) Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Pengumpulan dan pengolahan data, data yang dianalisa untuk penulisan ini ada 2 (dua) macam data, yaitu data primer dan data sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada analisis dan pembahasan ini, penulis ingin membandingkan penerapan Arsitektur Ekologi pada Talita Mountain Resort, diantaranya berupa: 1. Material Bangunan; Eksterior dan Interior 2. Pencahayaan dan warna 3. Sinar matahari dan orientasi bangunan 4. Angin dan pengudaraan ruangan Material Bangunan Material bahan bangunan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diteliti tingkat ke eko-arsitekturannya karena sangat berpengaruh dengan lingkungan sekitarnya yang dapat dipandang sebagai suatu keindahan dan dapat memberikan citra dan langgam terhadap bangunan. Material bahan bangunan yang dikatakan sehat memiliki 3 faktor penting diantaranya pengaruh waktu, pengaruh energi, dan pengaruh penyegaran udara. Gambar 6 penerapan batu alam Sumber : irma Ramadhania, 2013 Pada bagian kolom bangunan terlihat tempelan batu alam sebagai aksen salah satu material yang terlihat pada bangunan tersebut. Dengan dinding bata merah finishing cat berwarna cream serta kayu yg terlihat sebagai tritisan dan plafon tripleks ekspos yang terlihat pada bagian atap bangunannya. Gambar 7 Pemakaian elemen kayu Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Pada bagian dinding bangunan salah satu resort yang ada memperlihatkan kayu kelapa ekspos finishing ultran vernis sehingga terlihat warna kayu mengkilap dan tua. Penerapan material kayu ini pun dapat dilihat bagian atap bangunan secara ekspos tepatnya dijadikan atap kudakuda. Kuda-kuda atap banyak yang menggunakan kayu jati, pemakaian material jenis ini karena telah mempertimbangkan keawetan serta kekuatan bahan dari jenis kayu jati tersebut. Gambar 8 Pemakaian atap jerami Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Pada bagian atap ekspos ada salah satu bangunan yang atapnya menggunakan jerami. Jerami berwarna coklat muda. Atap jerami sering disebut sebagai atap alang-alang.. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh jika kita menggunakan jenis atap ini, yaitu : 1. Atap ini sangat ramah lingkungan dikarenakan menghasilkan 0% limbah. 2. dapat menyerap dan menyimpan panas dari sinar matahari. Malamnya, udara panas inilah yang digunakan untuk menghangatkan bangunan. 3. Keseluruhan sampah pasca pemakaiannya dapat dikembalikan ke alam menjadi sampah organik Gambar 9 Pemakaian material untuk dinding eksterior dan interior Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Batu bata merah dipalikasikan pada dinding. Perbedaan warna yang unik membuat dinding lebih terlihat indah. Pengeksposan batu bata merah ini bertujuan untuk menimbulkan nuansa alami/natural, tegas, dan sejuk. Keuntungannya: 1. terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah merahan. 2. memiliki daya kuat tekan. 3. Mempunyai ukuran, kuat tekan dan daya serap air yang dipersyaratkan. Selain batu bata ekspos, material dinding yang dipakai adalah batu kali. Dibeberapa bagian bangunan ada yang menggunakan jenis dinding ini. Dinding yang dipasangi oleh batu kali memiliki Keuntungannya: 1. Bersifat kuat. 2. Memiliki sudut yang berbeda-beda. 3. Berwarna abu-abu, atau kecoklat-coklatan. Dilihat dari material eksteriornya, bangunan Talita Mountain Resort memang menerapkan beberapa material bahan bangunan yang bersifat ekologis yang sesuai dengan tujuan awal yaitu eko-arsitektur. Karena wilayah Talita Mountain Resort sendiri terletak dikawasan daerah pegunungan, maka material eksterior bahan bangunan sangat berpengaruh dengan iklim kelembapan yang akan mempengaruhi usia material tersebut. Pemilihan material- material yang telah diuraikan tadi terdiri dari beberapa material yang tepat untuk digunakan pada kawasan ini, karena dengan material-material tersebut berfungsi sebagai estetika untuk pengaruh interior pada bangunan. Selain itu, diantaranya berfungsi untuk memberikan kehangatan pada ruangan, khususnya pada bangunan yang bermaterialkan kayu, seperti kayu kelapa, kayu jati, dan bambu. Ada beberapa hal positif dalam menggunakan material kayu , antara lain kuat, berusia tahan lama (tergantung jenis kayunya bagaimana), daya tahan listrik dan bahan kiminya cukup baik, dan ramah lingkungan. Namun ada pula dampak negatifnya, diantaranya mudah terbakar, perawatan yang ekstra, terserang jamur dan serangga. Pencahayaan dan Warna Pencahayaan matahari pada daerah tropis mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, solusi yang tepat untuk menanggulanginya adalah dengan pencahayaan alami yang terang tanpa silau dan tanpa sinar panas. Gambar 10 tipe pencahayaan alami pada bangunan Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Pada gambar diatas dan mengikuti bentuk bangunan villa ini, cahaya yang masuk melalui lubang cahaya dengan ukuran lubang cahaya berukuran 20cm x 20 cm. Jarak antara lubang ventilasi satu ke lubang ventilasi lainnya 40 cm. Pintu dan jendela yang terbuat dari kaca berfungsi untuk memasukkan sepenuhnya cahaya terhadap ruangan. Menurut teoritis sebelumnya bahwa pengaruh cahaya terhadap ruangan dengan penerangan alami maupun buatan dan pembayangan sangat mempengaruhi orientasi didalam ruang. Sebagai berikut analisis orientasi cahaya terhadap ruangan. Keterangan: Cahaya yang dihasilkan Jarak antara bidang terhadap cahaya yang masuk Dari beberapa pembahasan yang berkaitan dengan arsitektur ekologi penulis membuat kesimpulan dari beberapa inti masalah yang terdapat dari tempat yang diteliti. Bahwa Talita Mountain Resort menerapkan arsitektur ekologi, dilihat dari material bangunan bahwa bahan bangunan yang bersifat dapat digunakan kembali merupakan sebuah respon terhadap lingkungan, contohnya antara lain tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali, batu alam, dsb. Sedangkan material yang dapat dibudidayakan kembali antara lain kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serbut kelapa, ijuk, kulit kayu, kapas, kapuk, dan lain-lain. Kedua jenis penggolongan bahan bangunan tersebut merupakan bahan bangunan yang sudah sesuai dengan tuntutan ekologis. Dan Talita Mountain Resort sendiri sudah memakai bahan bangunan yang sesuai dengan tuntutan ekologis. Sinar Matahari dan Orientasi Bangunan Secara teoritis bangunan yang berorientasi menghadap ke arah timur sangat menguntungkan, hal ini berguna untuk pencahayaan matahari yang baik pada pagi hari yang menyinari bangunan, dan pada siang hari efek dari sinar matahari tidak menyilaukan bangunan karena bangunan yang terkena sinar matahari pada siang hari biasanya menyerap kalori lebih tinggi sehingga bagian dalam ruangan akan terasa panas dan tidak baik untuk kesehatan. Gambar 11 Siteplan beserta Orientasi bangunan terhadap matahari Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa orientasi bangunan terhadap matahari diantaranya ke arah arah barat, timur, selatan dan utara. Pada arah barat, kalor yang menyoroti bangunan tersebut memiliki tingkat yang sangat tinggi pada siang hari sehingga bangunan tersebut akan menyimpan kalor, hal ini dapat diantisipasikan dengan adanya pepohonan tinggi sebagai penghalang silaunya matahari yang tinggi. Pada arah timur, kalor yang baik pada pagi hari sangat baik diserap oleh bangunan namun jika kalor yang memasuki bangunan tersebut berlebihan menimbulkan efek panas pada bangunan. Pada arah selatan, angin dan cahaya matahari yang memasuki bangunan dengan kadar yang tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan, hal ini membuat arah selatan merupakan orientasi arah bangunan yang sangat baik karena memiliki kemampuan yang paling baik dalam menahan panas. Sedangkan pada arah utara minimnya cahaya matahari yang masuk dan angin yang tinggi dapat melembabkan bangunan, pada bangunan yang menghadap utara sebaiknya dalam pemilihan material bangunan harus lebih diperhatikan kembali. Angin dan Pengudaraan Ruangan Secara teoritis, angin berbeda-beda menurut tingginya dari atas permukaan bumi dan menurut keadaan rata tidaknya permukaan bumi. Makin kasar permukaan bumi, makin tebal lapisan udara yang melekat dan kurang bergerak. Dengan begitu tofografi yang tidak rata, tumbuh-tumbuhan alam, atau gedung-gedung mengurangi kecepatan angin pada lapisan didekat permukaan bumi. Pemanfaatan pohon dan semak-semak merupakan cara alamiah untuk memberi perlindungan terhadap sinar matahari maupun untuk menyegarkan dan menyalurkan aliran udara, terutama pada bangunan yang rendah. Ada beberapa aliran udara yang terjadi pada bangunan resort ini, diantaranya adalah udara yang mengalir alami mengitari ruangan tanpa bantuan Air Condotioner (AC). Aliran Udara Lubang aliran udara Aliran Udara Aliran Udara Lubang aliran udara Aliran Udara Gambar 12 Angin berhembus mengelilingi bangunan dan bertekanan rendah pada sisi samping kiri dan kanan. Sumber gambar : irma ramadhania, 2013 Arah angin yang melewati bangunan dimanfaatkan semaksimal mungkin agar sedikit tertahan didalam ruangan baru angin tersebut mengalir keluar. Prinsip ini yang biasa dipakai dalam istilah pertukaran udara silang. Angin yang berhembus didalam bangunan tidak langsung mengalir keluar akan tetapi tertahan sebentar didalam ruangan setelahnya baru mengalir keluar. Hal ini berakibat udara akan terus berganti secara terus menerus. Dan ini pula yang menjadi alasan mengapa di resort ini tidak menggunakan pengudaraan buatan. KESIMPULAN Berdasarkan dari analisis mengenai arsitektur ekologi, kita dapat mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan dasar dalam menerapkan arsitektur ekologi pada bangunan terutama dikawasan iklim tropis lembab. Dari beberapa pembahasan yang berkaitan dengan arsitektur ekologi penulis membuat kesimpulan dari beberapa inti masalah yang terdapat dari tempat yang diteliti. Bahwa Talita Mountain Resort menerapkan arsitektur ekologi, dilihat dari material bangunan bahwa bahan bangunan yang bersifat dapat digunakan kembali merupakan sebuah respon terhadap lingkungan, contohnya antara lain tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali, batu alam, dsb. Sedangkan material yang dapat dibudidayakan kembali antara lain kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serbut kelapa, ijuk, kulit kayu, kapas, kapuk, dan lain-lain. Kedua jenis penggolongan bahan bangunan tersebut merupakan bahan bangunan yang sudah sesuai dengan tuntutan ekologis. Dan Talita Mountain Resort sendiri sudah memakai bahan bangunan yang sesuai dengan tuntutan ekologis. Mengenai teknologi menjelaskan bahwa semakin tinggi menggunakan teknologi apabila tidak ditata dengan tujuan eko-arsitektur, maka dampak isu global warming semakin pula dirasakan. Begitupun Talita Mountain Resort tidak menggunakan teknologi terkini. Dalam perencanaan eko-arsitektur, bentuk dan struktur bangunan adalah salah satu bagian pembahasan yang tidak memiliki tolak ukur patokan bagaimana dalam penerapan bentuk dan struktur bangunannya. Pembahasan mengenai pemasukan cahaya matahari pada bangunan di Talita Mountain Resort sebaiknya sinar matahari tidak diterima secara langsung, melainkan dipantulkan sinar tersebut melalui media bidang antara lain lantai, ataupun melalui langit-langit (plafond) pada bangunan guna untuk menghindari penyilauan langsung terhadap bangunan dan penghuni. Dalam pencapaian orientasi bangunan terhadap matahari dapat disimpulkan bahwa pada arah selatan, angin dan cahaya matahari yang memasuki bangunan dengan kadar yang tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan, hal ini membuat arah selatan merupakan orientasi arah bangunan yang sangat baik karena memiliki kemampuan yang paling baik dalam menahan panas. Dengan demikian, kita dapat mengetahui ketentuan dasar yang harus kita perhatikan dalam mendesain yang selalu tanpa kita sadari bahwa hal-hal dan ketentuan yang terdapat dalam pencapaian arsitektur ekologi itu merupakan dasar dari awal perancangan. Dampak yang dirasakan pada kawasan Talita Mountain Resort setelah menerapkan beberapa kajian arsitektur ekologi adalah lingkungan alam yang tetap terjaga dan tidak merugikan lingkungan. Semoga mahasiswa arsitektur dapat menjadikan penulisan ini menjadi referensi untuk dikemudian hari. SARAN Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, diantaranya: 1. Dalam pemilihan material bahan bangunan, sebaiknya pada kawasan iklim tropis lembab yang memiliki tekanan udara yang sangat tinggi sebaiknya tidak menggunakan material yang bersifat mengalami transformasi, seperti 2. Perawatan terhadap villa yang lebih intensif lagi sehingga bangunan-bangunan yang terdapat pada kawasan tersebut tetap terjaga keindahan dan kenyamanannya. DAFTAR PUSTAKA Frick, Heinz. Dasar-dasar eko-arsitektur. Edisi ke-1. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1998. Dirjen Pariwisata , Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988 A.S. Hornby, Oxford Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974 Nyoman S. Pendit. 1999. Ilmu Pariwisata. Jakarta : Akademi Pariwisata Trisakti Hizbul Maulana. 2010. Hotel Resort di Kawasan Pantai Popoh Tulungagung Ulfi Candra Rini. Kajian Fasade Hubungannya dengan Konsep Green building pada Hotel Resort. 2012 HARDJASOEMANTRI, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-12, Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press;Yogyakarta. 1996. 2 Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building. New York 1979. Hlm. Ix Beda, G. dan Szekeres, A. Thoughts on the cherry tree. Paper for the International Svedala Symposium on Ecological Design. Budapest 1992 Hardenberg, Joachim Graf von. Entwerfen natȕrlich klimatisierter Hȁuser fȕr heisse Klimazonen am Beispiel des Iran. Dȕsseldorf, 1980. Hlm. 8-9 Kiss, Miklos. Neue Erkenntnisse zum Thema Tageslichtnutzung. Di dalam : Majalah SI+A, No.50. Zȕrich 1996. Hlm.1127-1129 Malin, Lisa. Die schȍnen Krȁfte. Edisi ke-5. Frankfrut/M 1986. Halaman 83-85; serta: Neufert, Ernst. Architects’ data. Edisi ke-3. London 1975. Hlm.22 Tirtha, Paul. Bauen in feuchttropischen Lȁndern. Tesis. Mainz, 1977. Hlm.26 Reed, Robert H. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas 1953 Frick, Heinz/Purwanto, LMF. Sistem bentuk struktur bangunan. Seri kontruksi arsitektur 1 (draft). Hlm.116; serta: Cofaigh, Eoin O. The climatic dwelling. London 1996. Hlm. 16 Lippsmeier, Georg. Op.cit. hlm.32, serta: Tirtha, Paul. Op.cit. hlm.42,44 Krusche, Per et al. Oekologisches Bauen. Op cit. hlm.20 Studer, Heinz. Baustoffkunde, Bauphysik, Bauchemie. TS Hochbau, Catatan kuliah WS 88/89. Basel 1998. Hlm.2 Albercht, Rainer/Rehberg, Siegfried. Der volkswirtschaftliche Nutzen okologisch orientierten Bauens und Wohnens. Dalam: Schwarz, Ulrich (ed.) Grunes Bauen – Ansatze einer Oko-Architektur. Reinbek bei Hamburg 1982. Hlm.76 Schwarz, Jutta. Gesund leben – gesund wohnen. Dalam: majalah SI+A no.46. Zȕrich 1988. Hlm. 1269