Percobaan Tindak Pidana di Berbagai Negara

advertisement
Oleh:
Riswan Munthe, SH., MH
Pengertian Penyertaan

Secara umum penyertaan dapat diartikan
sebagai suatu perbuatan (tindak pidana) yang
dilakukan lebih dari satu orang. Kata Penyertaan
(deelneming) berarti turut sertanya seseorang atau
lebih pada waktu seseorang lain melakukan tindak
pidana.
Menurut Chazawi, mengartikan penyertaan sbb:
“Pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta
atau terlibatnya orang atau orang-orang baik secara
psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing
perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana".
Klasifikasi dalam penyertaan

Klasifikasi penyertaan menurut 55 dan 56
KUHPid yaitu:
1. Pembuat (dader), yang terdiri dari mereka yang:
a. Melakukan (plegen),
b. Menyuruh melakukan (doen plegen);
c. Turut serta melakukan (medeplegen);
d. Mengancurkan melakukan (uitlokken).
2. Pembantu kejahatan (medeplichtige)
 Pelaku (dader)

Menurut Van Hamel, pelaku adalah pelaku suatu
tindak pidana itu hanyalah dia yang tindakannya atau
kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik-delik
seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang
bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas
maupun yang tidak dinyatakan secara tegas. Jadi
pelaku itu adalah orang yang dengan seorang diri telah
melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan.
Menurut Simons:
Pelaku suatu tindak pidana itu adalah orang yang
melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam
arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu
ketidaksengajaan seperti yang diisyaratkan oleh UU
telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki
oleh UU atau telah melakukan tindakan yang terlarang
atau mengalpakan tindakan yang diwajibkan oleh UU
atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang
memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah
ditentukan di dalam UU, baik itu merupakan unsurunsur subjektif maupun unsur-unsur objektif tanpa
memandang apakah keputusan untuk melakukan
tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau
timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga.

 Yang melakukan Perbuatan

Orang yang melakukan (plegen) atau pelaku
(semua unsur dari suatu rumusan tindak pidana.
Bentuk menyuruh melakukan ini terjadi, apabila
pleger) adalah orang yang perbuatannya mencocoki
 Yang menyuruh melakukan (doen Plegen)

Peserta yang pertama-tama disebut oleh Pasal
55 setelah pelaku ialah orang yang menyuruh
melakukan perbuatan (doen plegen).
Bentuk menyuruh melakukan ini terjadi, apabila
orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan
atas perbuatannya itu.
Contoh menyuruh melakukan di mana orang yang
disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan yaitu:
1. Orang
yang
disuruh
tidak
mampu
bertanggungjawab (pasal 44)
2. Dalam hal adanya daya paksa relatif (pasal 48 )

3. Dalam hal adanya perintah jabatan (pasal 51 ayat 1)
4. Dalam hal adanya perintah jabatan yang tanpa
wewenang tapi disiuruh dengan etikad baik
menyangka bahwa perintah diberikan dengan
wewenang (Pasal 51 ayat 2)
 Yang turut serta melakukan perbuatan

Turut serta melakukan, yaitu seorang pembuat
turut serta mengambil prakarsa dengan berunding
dengan orang lain dan sesuai dengan perundingan itu
mereka bersama-sama melaksanakan delik.
Contoh: A dan B sepakat untuk bersama-sama
memerkosa seorang wanita, keduanya membuat
rencana dan bersama-sama mereka melaksanakannya,
yaitu A dengan kekerasan memegang wanita itu (unsur
kekerasan atau ancaman kekerasan) dan B melakukan
perbuatan perkosaan (unsur persetubuhan).
Yang menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan

Ada perbuatan (menganjurkan, membujuk)
apabila si penganjur/pembujuk menggunakan upayaupaya yang telah disebutkan dalam Pasal 56 ayat (1)
butir 2 KUHP. Hal ini merupakan salah satu pembeda
antara
bentuk
menyuruh
melakukan
dan
menganjurkan melakukan.

Perbedaan antara menyuruh melakukan dan
menganjukrkan/membujuk adalah sbb:
1. Dalam menyuruh melakukan, orang yang disuruh
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan
atas
perbuatannya itu; sehingga yang dapat dihukum
hanyalah si penyuruh saja sedangkan yang disuruh
tidak
dikenakan
hukuman.
Dalam
menganjurkan/membujuk,
baik
yang
menganjurkan/membujuk
maupun
yang
dianjurkan/dibujuk, kedua-keduanya dapat dihukum.

2. Perbedaan lain ialah bahwa si penganjur/pembujuk
hanya dapat dihukum apabila ia mempergunakan
upaya-upaya/cara-cara yang diperinci dalam Pasal
55 ayat (1) KUHP. Penyebutan cara-cara
menganjurkan/membujuk dalam Pasal 55 ayat (1)
butir 2 adalah limitatif, tidak dapat ditambah. Jadi
apabila upaya-upaya/cara-cara itu tidak digunakan,
si penganjur/pembujuk tidak dapat di hukum.

Cara-cara yang digunakan dalam perbuatan
menganjurkan/membujuk, yaitu:
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu.
2. Dengan
menyalahgunakan
kekuasaan
atau
martabat.
3. Dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan.
4. Dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan.
 Pembantu kejahatan

Dalam Pasal 56 KUHP dirinci dua macam
pembantu melakukan kejahatan, yaitu:
1. Membantu pada waktu kejahatan dilakukan, dan
2. Memberi kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
Kasus 1

Taufik bermaksud melakukan tindak pidana pencurian
di rumah Suriadi seorang pengusaha kaya yang dikenal
di komplek tinggalnya. Taufik tidak mau bekerja
seorang diri, oleh karenanya ia mengajak Ali, Aldi dan
Reza yang masih berstatus sebagai karyawan Suriadi.
Dalam usahanya untuk memuluskan aksinya, Ali
menyuruh Aldi pada malam yang telah ditentukan
untuk tidak mengunci pintu kantor tempat
penyimpanan brangkas, sedangkan Aldi ditugaskan
untuk menyiapkan tangga yang akan dipergunakan
sebagai alat bantu memanjat tembok menuju ke tempat
brangkas.

aksinya, Taufik
Untuk melakukan
membujuk Reza
pada malam yang ditentukan untuk mengambil semua
isi brangkas di kantor Suriadi untuk kemudian di bawa
ke rumah Taufuk. Hasil dari tindak pidana tersebut
kemudian dibagi-bagi secara merata di antara keempat
orang tersebut.
- Pertanyaan:
1. Jelaskan status masing-masing pelaku tindak
pidana dalam contoh kasus diatas !
2. Tentukan ancaman pidana untuk masing-masing
pelaku !
Download