Child abuse Lina safarina Child abuse atau perlakuan salah pada anak telah menjadi suatu problema yang penting dalam bidang sosial dan medis yang menyebabkan kesakitan, kecacatan fisik, emosional, dan kematian, selama 75 tahun terakhir ini, perundangundangan yang mengatur tentang kekejaman terhadap binatang lebih diutamakan daripada perundang-undangan yang mengatur tentang kekejaman terhadap anak2. Definisi Child abuse pada anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk yang dilakukan terhadap anak ataupun adolesen oleh para orangtua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat anak itu. Patricia (1985) mendefinisikan sebagai suatu kelalaian tindakan/perbuatan oleh orangtua atau yang merawat anak yang mengakibatkan terganggu kesehatan fisik, emosional, serta perkembangan anak. Ini mencakup penganiayaan fisik dan emosi, kelalaian dan eksploitasi seksual. Hukum masyarakat Amerika Serikat mendefinisikan child abuse (1974) sebagai child maltreatment, yaitu trauma fisik atau mental, penganiayaan seksual, kelalaian pengobatan terhadap anak di bawah usia 18 tahun oleh orang yang seharusnya memberikan kesejahteraan baginya. Dengan demikian, kesejahteraan anak dirusak atau terancam Epidemiologi Diperkirakan, 1% anak di Amerika Serikat yang mengalami perlakuan salah setiap tahun, dan sekitar 2000 anak meninggal akibat perlakuan salah1 Perlakuan salah pada anak di Amerika Serikat, sekitar 32% terjadi di bawah usia 5 tahun; 27% antara usia 5--9 tahun; 27% antara usia 10--14 tahun; dan 14% antara usia 15--18 tahun. Lebih dari 50% dari semua penganiayaan dan pengabaian, terjadi pada anak yang lahir prematur atau berat lahir rendah. Di Indonesia, Narendra melaporkan (1992) 4,87% kasus cedera pada anak yang dirawat di rumah sakit disebabkan oleh kesengajaan. Suatu survei yang dilakukan pada 1993, di Amerika Serikat, mengidentifikasi hampir 3 juta laporan perlakuan salah pada anak di bawah usia 18 tahun dan ditemukan 1299 anak meninggal akibat penganiayaan atau pengabaian: 47% pengabaian, 30% penganiayaan, 11% penganiayaan seksual, 2% penganiayaan emosional, dan 9% jenis lain. Diperkirakan, 75% korban penganiayaan seksual adalah anak perempuan, dengan 40% terjadi di bawah usia 6 tahun dan 30% di atas usia 10 tahun. Di Hongkong, perlakuan salah terjadi 70,3% akibat penganiayaan fisik; 8,2% pengabaian; 3,1% penganiayaan psikologis; dan 0,7% penganiayaan seksual. Patricia melaporkan selanjutnya bahwa 62,8% kasus perlakuan salah dilakukan oleh ibunya sendiri1. Etiologi Karakteristik orangtua dan keluarga Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse antara lain Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanakkanak. Orangtua yang agresif dan impulsif. Keluarga dengan hanya satu orangtua. Orangtua yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi. Perkawinan yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan. Tidak mempunyai pekerjaan. Jumlah anak yang banyak. Adanya konflik dengan hukum. Ketergantungan obat, alkohol, atau sakit jiwa. Kondisi lingkungan yang terlalu padat. Keluarga yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak keluarga serta kawan-kawan. Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan salah adalah: Anak yang tidak diinginkan. Anak yang lahir prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan. Anak dengan retardasi mental, orangtua merasa malu. Anak dengan malformasi, anak mungkin ditolak. Anak dengan kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal. Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja Beban dari lingkungan: Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak. Klasifikasi Penganiayaan fisik Kekerasan ringan atau berat berupa trauma, atau penganiayaan yang dapat menimbulkan risiko kematian. Yang termasuk dalam katagori ini meliputi memar, perdarahan internal, perdarahan subkutan, fraktur, trauma kepala, luka tikam dan luka bakar, keracunan, serta penganiayaan fisik bersifat ritual. Penganiayaan seksual Penganiayaan seksual dapat berupa inces (penganiayaan seksual oleh orang yang masih mempunyai hubungan keluarga), hubungan oro-genital, pornografi, prostitusi, eksploitasi, dan penganiayaan seksual yang bersifat ritual. Pengabaian Pengabaian disengaja, tetapi dapat juga karena ketidaktahuan ataupun akibat kesulitan ekonomi. Yang termasuk dalam kategori ini meliputi: - Pengabaian nutrisi atau dengan sengaja kurang memberikan makanan, paling sering dilakukan pada bayi yang berat badan rendah. Gagal tumbuh, yaitu suatu kegagalan dalam pemenuhan masukan kalori serta kebutuhan emosi anak yang cukup. - Pengabaian medis bagi anak penderita suatu penyakit akut atau kronik sehingga mengakibatkan memburuknya keadaan, bahkan kematian. - Pengabaian pendidikan anak setelah mencapai usia sekolah, dengan tidak menyekolahkannya. - Pengabaian emosional, dimana orangtua kurang perhatian terhadap anaknya. - Pengabaian keamanan anak. Anak kurang pengawasan sehingga menyebabkan anak mengalami risiko tinggi terhadap fisik dan jiwanya. Sindroma Munchausen Sindroma Munchausen merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat-buat dengan pemberian keterangan medis palsu oleh orangtua, yang menyebabkan anak banyak mendapat pemeriksaan/prosedur rumah sakit Orangtua berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain sampai satu saat akhirnya bercerita bahwa ada sesuatu yang salah dengan anak mereka. Penyakit anak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Anak yang gagal tumbuh tanpa alasan yang jelas. Anak wanita yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau sangat takut dengan orang asing, harus diwaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan seksual. Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan jejasnya, tetapi kemudian mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan atau untuk mencegah pembalasan orang tua. kondisi yang erat hubungannya dengan perlakuan salah pada anak, Riwayat keluarga dari penganiayaan anak yang lalu. Kecelakaan yang berulang-ulang, dengan fraktur/memar/jaringan yang berbeda waktu sembuhnya. Orangtua yang lambat mencari pertolongan medis. Orangtua yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jejas tersebut terjadi. Riwayat kecelakaan dari orangtua berbeda atau berubah-ubah pada anamnesis. Keterangan yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau stadium perkembangan anak. Orangtua yang mengabaikan jejas utama dan hanya membicarakan masalah kecil yang terus-menerus. Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik Penganiayaan fisik Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung. Luka bakar yang patognomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat alat listrik seperti oven atau setrika Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun Pengabaian Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik, tidak mendapat imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi Penganiayaan seksual Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari: Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina. Disuria kronik, enuresis, konstipasi Pubertas prematur pada wanita. Laboratorium Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan: Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual. Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk gonokokus. Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B. Penatalaksanaan Karena perlakuan salah pada anak ini merupakan akibat dari penyebab yang kompleks, maka penanganan harus dilakukan oleh suatu tim dari multidisiplin ilmu yang terdiri dari dokter anak, psikiater, psikolog, petugas sosial, ahli hukum, pendidik, dan lain-lain SCAN TEAM ( Suspected Child Abuse and Neglect Team ) yang keberadaannya diakui oleh seluruh jajaran pemerintahan dan anggota teamnya terdiri dari relawan masyarakat dan pegawai kerajaan, serta anggota kepolisian dan profesi kesehatan. Setiap kasus ditangani secara terpadu, pemeriksaan kesehatan biayanya ditanggung oleh pemerintah federal. Di Indonesia telah ada kebijakan pemerintah yang tertuang dalam dalam Kesepakatan Bersama antara :Menteri Sosial RI No.: 75/HUK/2002, Menteri Kesehatan No. :1329/Menkes/SKB/X/2002, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI No.: 14/Men PP/Dep.V/X/2002, dan Kepala Kepolisian Negara RI No.: B/3048/X2002 Tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan anak. perlu dibentuk sistem jaminan social bagi anak. Kalau selama ini budget yang begitu besar terserap untuk BLT, Askeskin, dan lainnya. Akan lebih efektif jika integrasikan menjadi satu sistem jaminan social termasuk di dalamnya untuk kesejahteraan dan perlindungan anak. meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perlindungan anak, selain sosialisasi yang intensif mengenai UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juga proses edukasi pada masyarakat mengenai perkambangan anak, pola asuh anak, dan pendisiplinan anak, sehinga orang tua paham bagaimana harus menghadapi anak. Pelatihan Life Skill . Yang di maksud dengan pelatihan life skill meliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.