T. pallidum

advertisement
Microorganisms
3 domain (primary lines of descent):
• Archaea (formerly termed
“Archaebacteria”)
• Bacteria (formerly termed “Eubacteria”)
• Eucarya (formerly termed “Eukaryotes”)
– Microbes: protist, algae
– Higher organisms (macroscopic life):
• Plant
• Animal
• Fungi
The diversity of the microbial life is the result of genetic mutation and environmental adaptation over ~3.5 billion years
Beberapa Contoh
Pengelompokan Lama
Organisma hidup
Monera
• Organisma bersel satu
• Bersifat prokariotik
– Tidak memiliki nukleus membran
– Seluruh organelnya dilindungi oleh membran sel
•
•
•
•
Ribosomnya tidak terikat membran
Memiliki DNA sirkuler
Seluruh monera adalah bakteri
Terdiri:
– Filum bakteri
– Filum cyanobakteri
Protista
•
•
•
•
Organisma eukariotik
Sebagian besar uniseluler
Ada yang poliselular
Terdiri: Protozoa dan Algae
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
Filum Rhizopoda (Amoeba)
Filum Apicomplexa (Sporozoa)
Filum Ciliophora (Ciliata)
Filum Euglenophyta
Filum Oomycotina
Filum Bacillariophyta (Diatomae)
Filum Chrissophyta (Ganggang emas)
Filum Rhodophyta (Ganggang Merah)
Filum Chlorophyta (Ganggang hijau)
Filum Phaeophyta (Ganggang Coklat)
Plantae
•
•
•
•
•
Tumbuhan
Organisma multiselular
Eukariotik
Dapat berphotosintesis (autotrof)
Dibagi:
– Divisi Bryophyta (tumbuhan non-vaskular)
– Divisi Pterophyta (paku, vaskular/pembuluh)
– Divisi Pinophyta (conifers, berpembuluh
sejati)
– Divisi Magnoliophyta (tumbuhan bunga)
Fungi
•
•
•
•
•
•
•
•
Orrganisma eukariotik
Organisma multiselular (kecuali ragi; uniselular)
Sebagian besar mempunyai filamen
Punya banyak inti
Tidak punya kloroplas
Heterotrof (tidak dpt membuat makanan sendiri)
Tidak punya sistem pencernaan
Punya sistem penyerapan makanan shg hidup dg
memakai sisa-sisa organisma mati
• Dibagi:
– Divisi Zygomycotina (siklus hidup seksual)
– Divisi Ascomycotina (konidia: spora yang tidak berasal dari sporangia)
– Divisi Basidiomycotina
Animalia
•
•
•
•
Hewan
Eukariotik
Multiselular
Heterotrof
Archaea
• Its distinction from the domains bacteria and
eucarya based on rRNA sequence information
• Archaeal cell membranes are unique in being
composed of lipids which lack of fatty acids,
having instead hydrocarbons called isoprenes.
• The membranes have ether linkages between
lipids and glycerol molecules, while bacteria
and eucarya both have ester linkages (Zillig,
1991).
PENDAHULUAN
•
•
Perkembangan klasifikasi bakteri
– Kultur murni
– Bergey’s manual
– Numerical taxonomy
– Metode modern
Mengapa bakteri diklasifikasi
– Klasifikasi alami
– Klasifikasi artifisial
– Tujuan klasifikasi
– Other qualities
– Nomenklatur (the handmaid of taxonomy)
– Konsep spesies dan “lower ranks”
– Genera dan “higher ranks”
– Stabilitas nama
– Tipe Kultur
– “Valid publication”
Kuliah ini, intinya membahas sistematik Prokariot, karena sistematik
prokariot ini sangat banyak, luas dan komplek dan merupakan ilmu sendiri.
Perkembangan Klasifikasi Bakteri
• Michel Adanson’s proposal (1764) untuk klasifikasi secara alami
berdasarkan banyak karakter dan kesombongannya/keyakinannya
dalam menyusun sistem itu telah menimbulkan konflik dengan Carl
von Linne (Linnaeus) yang telah menyusun sistem untuk plant,
animal dan minerals. Linnaeus meragukan nilai dari mikroskop dan
oleh karena itu dia tidak dapat mengklasifikasikan “animalcules”
(yaitu mikroba yang menyerupai animal yaitu organisme
mikroskopik seperti amoeba yang dapat berpindah-pindah, makan
mikroba lain dan menyerupai animal dalam beberapa cara yang
lain) yang dideskripsikan oleh Antonie van Leeuwenhoek dan
peneliti lain. Linnaeus menempatkan “animalcules” semuanya
dalam kelas invetebrata dan dia menamakannya “Chaos” (the shape
of matter before it was reduced to order
• Kebanyakan mikroskopist pada abad 17 dan 18 tidak mencoba
untuk mengklasifikasikan “infusion animalcules”yang mereka amati
dan sering mendeskripsikannya sangat rumit sekali. Penelitian yang
dipublish pada tahun 1773 dan 1774 oleh Otto Muller (Denmark)
peneliti pertama yang mencoba menyusun sistematik “animalcules”
tetapi dia tidak membuat perbedaan yang jelas antara protozoa dan
bakteri. Namun kemudian di tahun 1786, dia membuat /menciptakan
2 genus yaitu Monas dan Vibrio yang merupakan bakteri dan
mendeskripsikan bentunya secara detail dab tipe bakteri yang
elongated.
• Pada tahun 1838, Christian Ehrenberg melanjutkan
nomenklatur Muller dan menambahkan “the helical
bacteria”. Pada saat melakukan nomenklatur, saat itu
hanya mempunyai mikroskop dengan kemampuan
terbatas sehingga banyak group bakteri yang
dideskripsikannya sekarang tidak dapat dikenali. Selain
itu, dia menciptakan nama genus dan species seperti:
Spirochaeta plicatilis dan Spirillum volutans dimana
nama tersebut masih digunakan sekarang ini. Penelitipeneliti selanjutnya membuat klasifikasi yang lebih
sederhana dan simple, tetapi semua sistematik bakteri
awal ini disusun berdasarkan morfologi mikroskopik dan
diasumsikan bahwa bentuknya selalu tetap tidak
berubah karena pada saat itu teori “spontaneous
generation” dan teori ‘pleomorphism (no constancy of
form) masih dipelajari dan “the germ theory of disease”
belum ada dan dibuktikan”.
• Pada thn 1870 an, Ferdinand Cohn menyatakan teori bahwa
bentuk bakteri tetap dengan mengabaikan kondisi lingkungan
dan memperkenalkan keberadaan diversitas bakteri yang luas
dengan mempertimbangkan bahwa bakteri membentuk sebuah
grup khusus (nyata) yang tidak berhubungan sama sekali/ tidak
ada hubungannya sama sekali dengan fungi tetapi mempunyai
afinitas yang dekat dengan “blue-green algae”. Dia
mengelompokkan bakteri dalam 6 bentuk genus, dimana dia
percaya pada bakteri alami dan banyak spesies yang
sementara, tetapi disisi lain dia percaya bahwa fisiologi,
produk dan patogenisitas organisma dengan bentuk sama
mungkin berbeda, sehingga dia menggunakan beberapa sifatsifat ini dalam melakukan pembagian “sub-divisi” dalam
genera tsb. Dalam Bacilus, dia menempatkan B. subtilis (yang
mempunyai spora sebagai bentuk yang persistent) dan B.
anthracis yang mempunyai spora juga. Berdasarkan bakteri
ini, maka Robert Koch (1876) dapat membuktikan “the germ
theory of disease”. Dan kemudian dari penelitiannya tentang
“infectious diseases”, Koch kemudian menyimpulkan bahwa
bentuk bakteri patogen yang berbeda pasti dianggap sebagai
“distinct and constant spesies”.
• Setelah the foundation of medical mycology
menemukan beberapa penyakit di1840-an
termasuk kolera dan campak yang berhubungan
dengan fungi yang dilakukan oleh beberapa
peneliti, Cohn kemudian menggunakan metode
defective dan mendapatkan bahwa bakteri
hanya merupakan langkah-langkah/tahap-tahap
dalam perkembangan fungi dan bahwa
perubahan-perubahan kondisi lingkungan
mengubah morpologi bakteri. Thn 1882,
Edouard Buchner meng-klaim bahwa terjadi
konversi (perubahan) dari B. subtilis menjadi B.
anthracis dengan cara melakukan “shaking”
terhadapnya dalam media pada suhu berbeda.
1. Kultur Murni (Pure cultures)
• Konsep spesies bakteri menimbulkan ide bahwa
kultur murni munking bisa diperoleh. Menjelang
th 1872, Joseph Schroeter (Kolega dari Cohn)
telah mengkultivasi beberapa koloni murni dari
bakteri kromogenic (termasuk organisma yang
menghasilkan pigmen violet yang sekarang ini
secara tidak formal disebut sebagai
“chromobacteria”) dengan menggunakan
bermacam-macam “starchy foods, telur dan
daging, dan thn 1878 Joseph Lister
mendapatkan sebuah kultur murni dari “milksouring organism” dengan cara pengenceran.
• Koch telah mengubah dari menggunakan “animal
passage” untuk purifikasi strain patogen menjadi
menggunakan plate media kultivasi yang dipadatkan
dengan gelatin yang selanjutnya diganti dengan agar dan
metode ini dia publish pada awal tahun 1880.
• Jadi saat mulai abad keemasan mikrobiologi, bakteri
sekarang dapat diisolasi secara rutin dengan cara “streak
dilution culture” dan saat Perkins melakukan penelitian
thn 1928, prinsip studi kultur murni menghasilkan sebuah
ledakan penyelidikan yang tiba-tiba yaitu dikatakan
merupakan bulan yang hilang dimana suatu organisma
baru tidak dapat dideskripsikan, dikatalogkan, disimpan
untuk masa depan dan ini menimbulkan perkembangan
dalam bermacam-macam test karakterisasi seperti
misalnya: Test Voges-Proskauer (1898) untuk
acetylmethylcarbinol, Test Methyl-red (1915) untuk
produksi asam berlebih dari glukosa, test untuk
cytochrome oxidase (1928) dan test hidrolisis urea
(1946).
• Akhirnya, banyak peneliti mengembangkan
klasifikasi mengikuti konsep “Cohn” yang
menganggap bahwa organisma “spherical”
(cocci) sebagai bentuk primitif dan mereka
menekankan pada karakter morfologi (terutama
pada bentuk dan ukuran sel, penyusunan dan
keabsenan flagela, produksi spora) dalam
pembagian bakteri yang lebih tinggi.
• Pendekatan menggunakan konsep Linnaean
menyebabkan kebingungan: suatu contoh B.
subtilis dan B. anthracis diletakkan bersamasama sebagai “pembentu spora” atau
penempatan yang berbeda dalam genus yang
terpisah untuk bakteri batang yang motile dan
yang inmmotile.
• Abad 20, kemudian Orla-Jensen (Reports
of Society of American Bacteriologists’
Committee on Bacterial Classification and
Nomenclature 1917 and 1920)
melaporkan bahwa karakteristik fisiologi
seperti pertumbuhan aerobik dan
anaerobik menjadi sangat luas digunakan
dalam mendeskripsikan genus.
2. Bergey’s Manual
• Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology
diterbitkan tahun 1923 yang ditulis untuk memberikan
kunci identifikasi modern, tetapi hanya sedikit yang
didasarkan pada pengalaman langsung dari organisma
dan edisi pertama dan 5 edisi selanjutnya sangat sulit
untuk digunakan di laboratorium kecuali jika organisma
sudah diidentifikasi dalam level genus.
• Dalam edisi berturut-turut dan tanpa adanya “usable
fossil record”, pendekatan “quasi-evolutionary” untuk
penyusunan plants dan animal diadopsi.
• Kemudian pada edisi 7 (terbit 1957), fotoautotrof
dianggap sebagai bentuk yang paling primitif dan
“rickettsias” (tempat melekatnya virus) dianggap sebagai
bentuk yang paling advanced.
• Pada edisi 8 (terbit 1974), pendekatan yang
digunakan tidak lagi “justifiable” dan genus yang
kadang-kadang dikelompokkan dalam family
disusun dalam 19 bagian. Sebagian dari 19
bagian ini didasarkan pada karakter-karakter
yang sudah ditentukan dan diberikan nama
umum seperti ‘Gram-positive cocci” dan untuk
alasan ini hubungan secara evolusi tidak dapat
diprediksi lagi. Sebagai gantinya, subdivisi
sementara dari Kingdom prokariot
diberikan/diciptakan dimana proposal-proposal
pengenalan kingdom organisma telah dibuat
sejak akhir tahun 1930 yang selanjutnya
didukung oleh mikroskop (termasuk mikroskop
elektron dan studi molekuler).
• Untuk saat ini, telah terbit Bergey’s
Manual yang baru yaitu”Bergey’s Manual
of Systematic Bacteriology edisi kedua
(2005) dengan penerbitnya adalah
Springer yang dibagi menjadi 4 buku sbb:
– Volume One: The Archaea and the Deeply
Branching and Phototrophic Bacteria
– Volume Two: The Proteobacteria, Part A
Introductory Essays
– Volume Two: The Proteobacteria, Part B The
Gammaproteobacteria
– Volume Two: The Proteobacteria, Part C The
Alpha-, Beta-, Delta-, and
Epsilonproteobacteria
3. Taksonomi numerik
• Saat bermacam-macam metode untuk
mengkarakterisasi bakteri meningkat, sistematik
bakteri sangat kurang dalam hal pendekatan
secara kuantitatif dalam mengklasifikasi.
• Tahun 1957,Peter Sneath melakukan revolusi
dengan menerbitkan 2 paper dengan judul: “Some
Thoughts on Bacterial Classification” dan The
Application of Computers to Taxonomy” (Taksonomi
merupakan ilmu klasifikasi dan sering digunakan
sebagai sinonim untuk klasifikasi). Dia
mendeskripsikan metode numerik dalam
pengelompokan bakteri dengan menggunakan
chromobacteria bersama-sama dengan beberapa
bakteri batang gram negatif.
• Publikasi selanjutnya yaitu 2 buku (1963 dan 1973) yang
ditulis bersama-sama dengan Robert Sokal, dia
merangkum posisi fundamental taksonomi numerik (yaitu
pengelompokan dengan metode numerik “taxonomic unit”
yang didasarkan pada keadaan karakternya) yang pada
prinsipnya mengacu pada “neo-Adansonian” yaitu
memasukkan kebutuhan untuk pembobotan yang sama
untuk semua karakter.
• Perkembangan yang pesat dan adanya kemajuan
komputer memungkinkan penyatuan/integritas dari
berbagai macam tipe data yang berbeda ke dalam proses
klasifikasi yang selanjutnya sangat menguntungkan bila
ditinjau dari isi informasinya yaitu informasinya menjadi
lebih besar dan pengenalan yang lebih objektif dari group
atau taxa. Jadi realisasi dari ide-ide Adanson setelah 200
tahun tergantung sekali pada datangnya perhitungan
secara elektronik (komputerisasi).
4. Metode-metode Modern
• Periode dimana perkembangan taksonomi numerik sangat
pesat diikuti juga dengan pesatnya perkembangan
kemotaksonomi (yaitu aplikasi teknik analisis secara biokimia
modern yang merupakan metode pemisahan elektroforesis dan
kromatografi) untuk mempelajari distribusi zat kimia spesifik
seperti asam amino, protein dan lipida dari bakteri. Selain itu,
yang paling menarik adalah mempelajari asam nukleat dan
proses sekuensingnya (yang langsung dan cepat).
• Data dari eksperimen reasosiasi DNA-RNA dan sequencing
protein dan dari metode perbandingan dan penyimpulan
sekuensing molekul rRNA (yang berkembang dengan lambat
sehingga sekuensing dasar dari banyak cistron sangat
terpelihara) telah digunakan seperti halnya “bacterial fossil
record” (tapi tanpa unit waktu) untuk memfasilitasi konstruksi
filogeni prokariot (genealogical trees) dimana ini sangat berbeda
dari filogeni prokariot yang disimpulkan dalam Bergey’s Manual
Edisi 7.
• Pertama dari 4 volume Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology (terbit 1984) yang disusun dalam bagianbagian seperti bagian Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology Edisi 8 dimana isinya bertujuan untuk
merevisi taxa prokariot yang lebih tinggi yang konsisten
dengan informasi filogeni yang tersedia.
• Semakin jelas bahwa kebanyakan klasifikasi bakteri
yang dulu atau yang ada {yaitu yang berdasarkan pada
karakter fenotip (ekspresi genotip yang dapat teramati)
dengan gambaran untuk dapat menyediakan skema
identifikasi} sangat tidak berkorelasi dengan
“evolutionary relationship” yang tampak antara taxa yang
lebih tinggi.
• Permasalahan saat ini yang dihadapi oleh taksonomist
adalah bagaimana mengkonstruksi satu skema yang
praktis yang mampu memasukkan informasi baik fenotip
maupun genotip. Untuk alasan ini, studi taksonomi
polifasik (polyphasic: yaitu menggunakan rentang antara
pendekatan genotip dan fenotip) sekarang sudah sangat
luas dan umum digunakan.
Mengapa Bakteri Diklasifikasi?
• Dalam menangani jumlah yang banyak dari objek informasi, sistem
penyusunan secara teratur dan efisien sangat dibutuhkan untuk
maksud penyimpanan and akses data. Sistem yang demikian juga
sangat diperlukan dalam klasifikasi dalam penelitian scientifik. Suatu
contoh, buku dapat dikelompokkan berdasarkan pengarang, subjek,
judul atau kombinasi dari ketiganya.Tanpa sistem tsb, perpustakaan
tidak akan punya arti dan tidak dapat digunakan dan akses
informasinya tidak efisien.
• Dalam bakteriologi, klasifikasi adalah cara membuat rangkuman
pengetahuan kita tentang prokariot dan membuat katalog tentang
pengetahuan tersebut. Jadi, saat informasi ini berkembang secara
konstan dan dengan cepat, maka klasifikasi juga akan berkembang
dan menjadi bernilai sangat penting yaitu bahwa klasifikasi suatu
organisma akan selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
• Klasifikasi prokariot dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
– Alami (natural)
– Artifisial (untuk maksud khusus)
1. Klasifikasi Alami (natural/logical)
• Sam Cowan (1978) menyatakan bahwa biologist harus
menyesuaikan diri kepada tingkah laku dari benda hidup
dan tidak mengharapkan eksperimen untuk dapat
diulang persis (exactly) seperti sebelumnya, seperti
halnya cuaca yang tidak dapat diprediksi. Berdasarkan
pernyataan ini, jika kita mengatakan bahwa klasifikasi
adalah logik, maka kita tahu bahwa itu bukan klasifikasi
unit biologi, sementara jika kita mengatakan bahwa
klasifikasi itu sebuah upaya/usaha maka kita akan siap
untuk mendapatkan keganjilan dari eksperimen seorang
biologist yang selalu bekerja dengan unit-unit dari
ciptaannya sendiri yaitu: bakterologist pasti dan harus
tidak pernah lupa bahwa genus dan spesies merupakan
konsep artifisial dan bahwa bakteri sulit untuk
diklasifikasi.
• Pada masa awal era Darwin, teori Aristotle banyak
digunakan dan ide untuk mengklasifikasi biasanya
berdasarkan pada hal “essential nature” dengan subdivisi
yang diulang-ulang, tetapi setelah Darwin menerbitkan
teori evolusinya (dengan menggunakan data fosil) maka
teori Darwin ini menjadi populer digunakan. Namun
demikian, aplikasi metode filetik (phyletic: berhubungan
dengan garis keturunan evolusi dari perkembangan
spesies organisma= filogenetik) untuk klasifikasi bakteri
sangat tidak praktis karena:
–
–
–
–
tidak adanya bukti fosil yang dapat digunakan
kurangnya informasi tentang tingkat evolusi yang konvergen
kesederhanaan morfologi bakteri
Luasnya variasi biologi yang terjadi pada saat reproduksi
organisma yang berlangsung cepat sebagai hasil dari mutasi,
adaptasi dan transfer gen lateral.
• Sampai saat ini, klasifikasi bakteri alami yang paling banyak
digunakan adalah phenetic=fenetik (sistem klasifikasi
organisma berdasarkan keseluruhan persamaan yang
teramati sebagai pengganti dari hubungan kekerabatan atau
filogenetik) yaitu dalam hal ini pengamatan dari fenotip dan
genotip berdasarkan pada bermacam-macam sifat yang
dianalisis dengan menggunakan metode numerik dan tidak
mencoba untuk melibatkan hubungan kekerabatan
(evolutionary relationship). Grup/kelompok ini disebut
“polythetic” yaitu mereka terbentuk dari anggota-anggota
yang mempunyai bermacam karakter umum dan mereka
sangat toleran terhadap beberapa karakter khusus sebagai
hasil dari variasi biologi.
2. Klasifikasi Artifisial
• Istilah artifisial sebelumnya dipakai untuk klasifikasi yang dibuat
untuk tujuan tertentu misalnya untuk membedakan antara anggota
yang patogen dan yang tidak patogen dari 1 genus.
Kelompok/grup ini disebut “monothetic” karena mereka
dikelompokkan hanya berdasarkan 1 karakter saja.
• Sekarang klasifikasi bakteri secara filetik sedang dikembangkan
karena:
– sebagai hasil dari perkembangan studi molekular
– perkembangan yang pesat dalam metode identifikasi dan kesadaran
yang meningkat dari dampak klasifikasi bakteri yang sangat kaku
misalnya antara patogen dan non-patogen,
Maka definisi dan aplikasi bermacam-macam klasifikasi mikroba
sedang dalam tahap perubahan
• Klasifikasi bakteri secara filogenetik atau alami sekarang ini
berdasarkan kepada informasi genotip dan taksonomi
fenetik dianggap sebagai klasifikasi artifisial yaitu dikatakan
mempunyai tujuan umum ketika polythetic dan dikatakan
tujuan khusus ketika monothetic.
3. Tujuan Klasifikasi
A. Klasifikasi filogenetik (phylogenetic)
• Dugaan evolusi bakteri hanya merupakan bagian kecil dalam
perkembangan mikrobiologi atau teori evolusi secara umum,
maka anggapan tersebut menyebabkan rentang evolusi dan
sejarah bakteri lebih banyak dibandingkan rentang evolusi dan
sejarah eukariot. Evolusi bakteri terjadi sepanjang 3.5 milyar
tahun dan menempati sebagian besar evolusi kehidupan di bumi
dan proses geokimianya yang terjadi selama 4.6 milyar tahun
(Gambar dibawah).
• Teori “Endosymbiont” menduga bahwa bakteri berperan penting
dalam evolusi sel eukariot dengan kloroplast dan mitokondria
yang mempunyai ancestor prokariot. Walaupun kita tidak
mempunyai informasi dalam skala waktu, mempelajari filogeni
bakteri akan sangat membantu dalam:
– melakukan klasifikasi bakteri secara alami
– mengerti evolusi bakteri
– Memberikan pandangan/wawasan baru dalam aspek biologi secara umum
yaitu akan mengetahui asal-usul kehidupan sel dan perkembangan eukariot.
Evolusi kehidupan di
bumi
B. Klasifikasi Fenetik (Phenetic)
• Klasifikasi ini mempunyai 2 tujuan yang saling berhubungan yaitu
untuk identifikasi dan prediksi. Untuk melakukan ini, maka
dilakukan langkah-langkah sbb:
– Kerjakan untuk 1 nama organisma yang tidak diketahui (1 spesies) dengan
proses/teknik eliminasi
– Bandingkan dengan informasi yang tersedia dari strain-strain lain dari
spesies itu
– Buat prediksi secara umum tentang sifat-sifat spesies tersebut
• Jika klasifikasi secara akurat mencerminkan keseluruhan
persamaan dari semua anggotanya, maka akan menghasilkan
identifikasi yang dapat dipercaya dan akan sangat efisien dalam
penyimpanan dan akses data karena data tersebut akan
memberikan rangkuman informasi tentang sifat-sifat organisma
tsb dengan baik dan untuk itu akan mempunyai nilai prediksi
yang tinggi.
• Sistem identifikasi akan baik, jika sistem klasifikasinya
merupakan sistem klasifikasi tujuan umum dengan data yang
baik dan informasi yang sangat lengkap. Sedangkan jika sistem
klasifikasinya tidak lengkap yaitu hanya berdasarkan pada
beberapa kriteria saja, maka sistem identifikasi akan sangat
lambat dan sulit.
4. Other Qualities
• Dalam klasifikasi yang baik dan efektif, kita harus
memperhatikan beberapa persyaratan berikut:
– Stabilitas dari klasifikasi: anggota dan definisi dari
taxa harus stabil yaitu tetap selalu dalam perubahan,
tetapi perubahan itu tidak terlalu membingungkan
bagi pengguna yaitu klasifikasi harus selalu di update
sesuai dengan perkembangan ilmu. Hal ini memang
akan menjadi masalah, tetapi sangat berguna karena
akan selalu dapat masukan informasi baru dan
anggota baru sehingga akan mencegah perubahan
yang radikal dalam klasifikasi.
– Klasifikasi harus dibuat berdasarkan eksperimen
scientifik yang “reproducible” dan mempunyai dasar
secara empiris (dan bukan teori).
5. Nomenklatur (Tata Nama)
• Pemberian nama sangat penting yang berfungsi/bertindak
sebagai alat komunikasi
• Nama harus jelas (tidak ambigu), universal dan stabil
• Nama tidak perlu deskriptif karena hanya merupakan label
• Satu organisma mungkin mempunyai banyak nama umum yang
berbeda di seluruh dunia disebabkan oleh daerahnya atau latar
belakang orang yang menggunakannya sehingga nama yang
sama mungkin dengan bebas dipakai untuk organismaorganisma lain. Dengan demikian, nama-nama umum tersebut
tidak cocok digunakan untuk tujuan biologi atau nama scientifik.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka dibuatlah aturan khusus
dalam nomenklatur (yang disebut “Codes of nomenclature”)
dengan tujuan untuk meminimalkan kebingungan yang akan
terjadi nantinya dalam penamaan.
• Namun demikian, harus diperhatikan bahwa agar klasifikasi terus
berkembang dan tidak ketinggalan zaman, maka perubahan
nama tetap perlu.
6. Konsep Spesies dan “Lower Ranks”
• Spesies merupakan unit dasar dan konsep artifisial yang tidak
berdiri sendiri.
• Suatu spesies bakteri digambarkan sebagai suatu kelompok
strain (strain adalah “clones” yang berasal dari isolasi tunggal
dalam kultur murni) yang mempunyai banyak ciri umum dan
berbeda nyata dengan strain-strain yang lain). Intrepretasi
definisi spesies ini sangat subjektif dan biasanya tergantung
pada penilaian dan prasangka dari pribadi penelitinya.
• Taxospecies: persamaan fenetik yang tinggi
• Suatu spesies bakteri sebaiknya didefinisikan berdasarkan
“genetic relatedness atau DNA relatedness (genomic
species)” atau berdasarkan “interbreeding” (genetic transfer =
genospecies).
• Cowan juga membuat kesimpulan bahwa suatu spesies
adalah suatu kelompok organisma yang didefinsikan secara
subjektif oleh taksnomonist.
• Spesies mungkin dibagi menjadi sub-spesies berdasarkan
variasi fenotip yang konsisten dari strain atau berdasarkan
kelompok/grup strain yang telah terdefinisi secara genetik.
Suatu contoh adalah Treponema pallidum dibagi menjadi 3
sub-spesies:
– T. pallidum subsp. pallidum (penyakit venereal and congenital syphilis)
– T. pallidum subsp. Endemicum (penyakit endemic syphilis)
– T. pallidum subsp. Pertenue (penyakit yaws atau framboesia)
• Ketiga sub-spesies tersebut mempunyai 100% DNA
relatedness, tetapi mereka menyebabkan 3 jenis penyakit
yang berbeda (lihat dalam kurung) dan mempunyai tingkat
infeksi yang berbeda-beda terhadap laboratory animals.
• Untuk katagori dibawah sub-spesies (=infrasubspesific
rank) dikenal dengan istilah “type” dan diberi suffix ‘var’.
– Biovar = Biotype (digunakan untuk strain yang mempunyai sifat
biokimia dan fisiologi khusus)
– Serovar = Serotype (untuk strain yang punya sifat antigen
khusus)
– Pathovar = Pathotype (untuk strain yang punya sifat patogen
terhadap host tertentu)
– Phagovar = Phage type (untuk strain yang punya kemampuan
lysis oleh bacteriophage tertentu)
– Morphovar = Morphotype (untuk strain dengan ciri-ciri morfologi
khusus).
• Namum demikian, aturan tersebut tidak mempunyai
kedudukan dalam nomenklatur tetapi sangat berguna
dalam prakteknya, suatu contoh adalah pengenalan
hampir 2000 serovar Salmonella untuk epidemiological
tracing.
7. Genus dan “Higher Rank”
• Setiap spesies harus dimasukkan dalam suatu genus
tertentu (genera, jika banyak).
• Genus dianggap sebagai suatu kelompok satu atau lebih
spesies yang telah terdefinisi dengan baik yang dengan
jelas sangat berbeda nyata dengan genus-genus yang lain.
• Dengan cara mempelajari “RNA relatedness”, akan
membantu kita dalam mengklarifikasi konsep genus ini.
• Dalam konsep genus ini, jika kita tidak dapat memperoleh
kejelasan genus yang mana yang cocok untuk suatu
spesies, maka kita tidak dapat menempatkan spesies tsb
dalam satu tempat tertentu dari suatu genus karena ini
menyebabkan spesies tersebut tidak mempunyai
keabsahan (validitas). Untuk itu, maka kita bisa
menciptakan suatu genus baru untuk spesies tsb.
• Higher rank atau tingkat yang lebih tinggi dari genus
adalah sbb:
Aturan lama yang sudah tidak terpakai:
Aturan baru yang kita pakai sekarang:
Formal Rank
Domain
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species
Contoh
Bacteria
Proteobacteria
Alphaproteobacteria
Legionellales
Legionellaceae
Legionella
Legionella pneumophila
Subspecies
Legionella pneumophila subsp. pneumophila
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (2005)
• The International Code of Nomenclature of Bacteria (Sneath,
1992) atau dikenal juga dengan “Bacterial Code 1990 Revision”
membuat aturan bentuk nama sbb:
• Nama harus universal dan mudah dikenal
• Nama scientific dari semua taxa harus menggunakan Bahasa
Latin
• Setiap nama harus mempunyai posisi yang jelas dalam hirarki
taksonomi dimana tingkat diatas genus mempunyai aturan
nama: -aceae (untuk family) dan –ales (untuk order).
• Nama spesies mempunyai 2 bagian (nama genus dan julukan
khusus = specific epithet) yaitu mengikuti aturan Linnaeus yang
dikenal dengan sistem binomial atau binominal. Huruf awal
nama genus adalah huruf besar sedangkan julukan khusus tidak
dan keduanya ditulis miring atau digarisbawahi (ketika zaman
dahulu kala tidak ada komputer masih menggunakan mesin
ketik).
• Untuk spesies bisa disingkat sp.(jika 1 saja) dan spp. (jika
banyak)
8. Stabilitas Nama
• Nama untuk setiap taxon harus dideskripsikan dengan
detail agar dapat dipahami oleh peneliti lain.
• Sebelum adanya aturan nomenklatur, karakterisasi
organisma seringkali tidak cukup detail sehingga nama
yang diberikannya pada mereka tidak berarti (tidak
mempunyai arti).
• Jadi tujuan utama dari “Bacteriological Code” adalah
bahwa nama-nama yang diberikan harus stabil, jelas
dan berarti (mempunyai arti).
• Sejak 1 Jan 1980 telah diterbitkan “The approved Lists
of Bacterial Names” yang juga memberlakukan “ the
principle of priority” yaitu bahwa nama pertama yang
diberikan dari taxon itu yang benar.
9. Kultur “Type”
• Pengertian dari nama-nama selanjutnya diklarifikasi dengan
dibentuknya “nomenclatural types” (type nomenklatur).
• Untuk level spesies, spesimen referensi untuk nama-nama tersebut
disimpan sebagai “viable culture” di “National Collection of Type
Cultures (NCTC) di London, “American Type Culture Collection (ATCC)
di Washington dan “Microbial Type Culture Collection & Genebank
(MTCC)” di India, dllsb.
• Dan ketika spesies baru diterbitkan/dipublish, author harus memberi
nama “strain tipe (type strain) dan menyimpan kulturnya di salah satu
tempat tsb.
• Jika “strain tipe” asli disebut: holotype
• Jika “strain tipe” asli hilang maka diusulkan “strain tipe” yang lain
(disebut neotype).
• Kultur dapat dibeli oleh peneliti lain dan dapat digunakan sebagai
referensi dalam pembelajaran taksonomi atau sebagi kontrol dalam
laboratorium diagnostik.
• Untuk organisma yang belum dikultivasi, spesimen yang diawetkan bisa
sebagai “tipe nomenklatur”.
• Istilah “strain tipe” menyesatkan karena tidak adanya
garansi bahwa strain yang akan diberi nama mempunyai
karakteristik yang sama dari suatu takson secara
keseluruhan. Walaupun mungkin strain tsb menampakkan
karakteristik yang sama ketika suatu takson pertama kali
dideskripsikan (yaitu barangkali hanya berdasarkan pada
beberapa strain saja), pada prinsipnya pemberian nama itu
untuk tujuan nomenklatur. Untuk itu, “strain tipe” seharusnya
dianggap hanya sebagai spesimen referensi autentik.
• “Centrotype”: sebagian besar strain yang punya karakteristik
yang sama dari suatu koleksi.
• “Type species”: setiap spesies yang mempunyai sebuah
“strain tipe” dan merupakan salah satu dari spesies anggota
dari suatu genus
• “Type genus”: salah satu dari genus dalam suatu famili.
Beberapa contoh dari “nomenclatural types”
Kategori
Takson
Tipe
Famili
Vibrionaceae
Vibrio
Genus
Vibrio
Vibrio cholerae
Vibrio cholerae
National Collection of
Type Cultures
(NCTC) strain
number 8021
Spesies
10. Publikasi yang Valid (“VALID
PUBLICATION”)
• Asumsi bahwa kerja/proses klasifikasinya memuaskan
dan persamaan/ sinonimnya tidak akan/sedang muncul
nantinya, maka “VALID PUBLICATION” dari taxon baru
harus memasukkan 3 elemen berikut:
– Nama baru yang berbeda dari nama organisma yang
lain dengan nama yang benar dan sesuai
– Deskripsi sifat taxon terutama sifat-sifat yang
membedakan nya dari taxa lain yang membuat
proporsi yang sesuai/cocok
– Pemberian “nama” suatu tipe.
• Semua nama baru harus dipublish/ diterbitkan secara
valid di “International Journals of Systematic
Bacteriology (IJSB)” (nama dulu) dan sekarang punya
nama IJSEM (International Journal of Systematic and
Evolutionary Microbiology) yang merupakan publikasi
resmi dari “the International Committee on Systematic
Bacteriology (ICSB)”(nama dulu) atau International
Committee on Systematic Prokaryotes (ICSP) (nama
sekarang)`dan selalu meng-update “the Approved Lists”
secara teratur.
• Atau nama baru boleh dipublish di jurnal lain yang
dikenal, tetapi harus tercantum pada “Validation List of
IJSB”. Tanggal publikasi efektifnya adalah tgl
validasinya.
Rangkuman
• Prokariot diberi nama menurut aturan sistem binomial penamaan
tumbuhan dan hewan. Semua spesies dinamai dengan
kombinasi biner (sepasang) yang terdiri dari nama genus dan
julukan khusus (specific epithet).
• Semua spesies berdasarkan pada suatu “type strain”.
• Suatu “type strain = strain tipe” adalah terbuat dari kultur hidup
(jika mungkin) dari suatu organisma yang merupakan keturunan
dari suatu strain yang telah ditunjuk sebagai “nomenklatural type
= tipe nomenklatur” ketika nama spesies itu diberikan/diajukan
pertama kalinya.
• Strain harus selalu dipertahankan dalam kultur murni dan
karakteristiknya harus sangat dekat dengan karakteristikkarakteristik dalam deskripsi yang asli.
• Strain tipe tidak harus dan seringkali tidak mempunyai
karakteristik yang sama dengan semua strain dari spesies. Strain
tipe berfungsi sebagai suatu inti referensi jika taksonomi akan
direvisi nantinya.
• Ketika strain tipe hilang, maka suatu “neotype strain”
dapat diusulkan/diajukan. Neotype strain harus
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat dari
deskripsi yang asli.
• Semua taxa yang lebih tinggi mempunyai suatu “tipe”
yang dipilih dari taxa yang lebih rendah. Suatu contoh,
suatu genus mempunyai suatu “spesies tipe” dan dalam
suatu ordo mempunyai suatu “genus tipe”. Dengan cara
ini, maka semua level taksonomi (taxonomic rank)
akhirnya dapat dihubungkan dengan suatu spesimen
biologi atau “strain tipe”. Namun demikian, spesies
merupakan satu-satunya level taksonomi yang
didefinisikan berdasarkan suatu konsensus penelitipeneliti dalam berbagai bidang yang berbeda.
• Taksonomi prokariot diatur oleh ICSP (International Committee on
Systematic Prokaryotes) dimana sebelumnya bernama ICSB
(International Committee on Systematic Bacteriology). Ini
merupakan suatu committee dari IUMS (International Union of
Microbiological Societies). IUMS sendiri adalah suatu federasi
ikatan/masyarakat national seperti misalnya ASM (American
Society for Microbiology). IJSEM (International Journal of
Systematic and Evolutionary Microbiology) dimana sebelumnya
bernama IJSB (International Journal of Systematic Bacteriology)
adalah publikasi resmi dari ICSP.
• Nomenklatur prokariot diatur oleh “International Code of
Nomenclature of Bacteria (1990 Revision) atau bisa dipanggil
juga “Bacteriological Code”.
• Hanya taxa yang dipublish secara valid yang mempunyai
kedudukan resmi dalam “Bacteriological Code”.
• Taxa yang dideskripsikan sebelum 1980 diterbitkan secara valid
dalam “Approved Lists of Bacterial Names”.
• Untuk taxa yang diterbitkan setelah tahun 1980, makalah yang
asli harus dipublish di IJSB atau dapat dipublish di jurnal lain
asalkan tercantum pada “Validation List of IJSB”. Tanggal
publikasi efektif nya adalah tgl validasi yang terdapat pada
IJSB.
• Saat ini semua nama prokariot yang valid terdapat pada “Jean
Euzeby’s website: http://www.bacterio.cict.fr/
• Sistematik: mempelajari secara scientific jenis dan diversitas
organisma dan hubungan kekerabatannya.
• Klasifikasi: pengelompokan organisma dalam kelompok/grup
berdasarkan hubungan kekerabatan mereka yaitu berdasarkan
pada genetik, fenetik dan filogenetik.
• Taksonomi: teori dan praktek mengklasifikasi organisma
• Identifikasi: proses penempatan suatu individu ke dalam suatu
kelompok/grup tertentu.
• Taxon (Taxa): suatu kelompok taksonomi dari suatu
level/ranking yang sudah memenuhi syarat dan layak untuk
dimasukkan dalam suatu kategori khusus/spesifik.
• Filogeni (Phylogeny): sejarah evolusi organisma.
• Filogeni prokariot sangat sulit dipelajari sampai ditemukannya
metode/teknik molekuler saat ini. Teknik molekuler ini
merupakan dasar/landasan untuk sistematik prokariot
• “The library metaphor”: Membayangkan bahwa setiap
prokariot merupakan suatu buku di suatu perpustakaan dan
tujuan kita adalah untuk mempelajari isi dari setiap buku tsb.
Jika perpustakaan itu diorganisasi/dirancang secara acak atau
sesuka hati, maka kita harus membaca setiap buku untuk
mempelajari isi dari perpustakaan tsb. Jika perpustakaan
diorganisasi/dirancang dalam sistem natural/alami, maka kita
hanya harus membaca semua dari beberapa buku yang ingin
kita baca dan hanya bagian-bagian dari buku yang lain. Isi
yang tidak terbaca dari perpustakaan tsb dapat kita membuat
kesimpulan dari lokasi/penempatan buku-bukunya. Sisi negatif
nya adalah kita juga harus mengetahui prinsip dari
organisasi/perancangannya.
• Pengertian diversitas dan bagaimana diversitas diukur: Kita dapat
membayangkan bermacam-macam diversitas yaitu berdasarkan
morfologi, fungsional dan evolusi dari diversitas tsb. Setiap jenis
diversitas mungkin merupakan salah satu interest untuk alasan yang
berbeda. Setiap jenis diversitas dapat digunakan sebagai dasar untuk
definisi spesies.
• Diversitas morfologi: edisi-edisi awal Bergey’s Manual mengklasifikasi
organisma menurut bentuk organisma tersebut, karena karakteristik
bentuk dapat dengan mudah diukur.
• Diversitas fungsional: dalam mempelajari patogenesis, kita biasanya
tertarik dalam biodiversitas fungsional yaitu kemampuan organisma
untuk menyebabkan bermacam jenis penyakit dalam host yang
berbeda. Patologist tumbuhan seringkali memberikan nama spesies
bakteri menurut tumbuhan yang terinfeksi oleh bakteri tsb. Ekologist
mikroba seringkali mendiskusikan grup-grup prokariot menurut peranan
prokariot tsb dalam siklus geokimia dlsb.
• Diversitas evolusi: mempertimbangkan nenek moyang/lelulur
organisma. Organisma yang mempunyai nenek moyang umum terakhir
(last common ancestor) berarti organisma tsb lebih tua dan punya
diversitas lebih tinggi. Diversitas evolusi dapat menimbulkan sistem
alami/natural dalam klasifikasi.
Download