penolakan pelayanan medis oleh rumah sakit terhadap pasien yang

advertisement
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
PENOLAKAN PELAYANAN MEDIS OLEH RUMAH
SAKIT TERHADAP PASIEN YANG MEMBUTUHKAN
PERAWATAN DARURAT
Cahyo Agi Wibowo, Hari Wahyudi, Sudarto
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya
Abstract
Research on the denial of medical care by hospitals to patients who need emergency care,
it is a normative research, including a study of the principles of law, the rules of law and
systematic law. Primary legal materials derived from legislation, and secondary
materials in the form of literature, documents, archives, legal expert opinion and research
results to the researchers in the field of criminal law, in this case relating to the issues
discussed in this study. In this case the purpose of the study was to determine whether the
denial of hospital to patients who need of medical care is a criminal act, and to determine
whether accountability to civil hospital for medical treatment refusal. Results from the
study of criminal law, written by denial of medical care, including criminal acts, so it can
be prosecuted under the criminal law in accordance with Article 304 and 531 Book Of
The Criminal Justice Act . If the hospitals that perform denial of medical care to patients
who need emergency care, giving rise to the violation of hospital leaders who are
responsible for violations of the law, as stipulated in Article 190 paragraph (1) of Law
No. 36 Year 2009 on Health. A patient who feels aggrieved over denial of medical care
that the hospital, the patient can be sued in a civil suit and claim damages provided for in
Article 58 paragraph (1) of Law No. 36 Year 2009 on Health, and in Article 32 letter q
Law No. 44 of 2009 on Hospital. Denial of medical services to patients in need of
emergency care including patient adverse action, it has been stipulated in Article 1365,
1366, 1367 Book Of The Civil Law.
Keywords: Denial of medical services, hospitals, and emergency care
NRI 1945) telah merinci HAM yang
A. Pendahuluan
Salah satu prinsip penting yang
tertuang pada Pasal 28 (28 A sampai
wajib dilindungi oleh Indonesia sebagai
dengan 28 J). Salah satu unsur penting
negara hukum adalah hak asasi manusia
hak asasi manusia adalah kesehatan,
(HAM). Kebanyakan Negara di dunia
mengenai hal tersebut konstitusi kita
merinci
dan
menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak
konstitusinya.
hidup sejahtera lahir dan batin bertempat
secara
dicantumkan
Demikian
detail
dalam
pula
HAM
Indonesia,
pada
tinggal,
dan
mendapatkan
lingkungan
amandemen kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 (UUD
79
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat.”
hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.”1
Sebagai
unsur
HAM,
maka
pemenuhan kesehatan
bagi masyarakat
merupakan
tanggung
jawab
utamanya
pemerintah
Dalam
masyarakat,
Negara,
sebagai
hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat
dan terselenggaranya kondisi-kondisi yang
pemajuan,
menentukan
penegakan, dan pemenuhan hak asasi
seperti tertulis dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Undang-Undang
menyebutkan
selanjutnya
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
disebut
Kesehatan yaitu:
Kesehatan.
Kesehatan
mengenai
bagian dari
memenuhi azas pembangunan kesehatan
dari pelayanan kesehatan adalah Undang-
Undang-Undang
karena
menjalankan amanat tersebut Negara harus
Bentuk dari peraturan pelaksana
dengan
rakyat,
kehidupan warga Negara, dan untuk
terutama pemerintah.”
yang
kesehatan
kesehatan telah menjadi
manusia adalah tanggung jawab negara,
Kesehatan,
berkewajiban
dan juga berkewajiban untuk memenuhi
Pasal 28I ayat (4) yang menetapkan
“Perlindungan,
pemerintah
kesehatan
memastikan warga negaranya tidak sakit
yang
dimaksud UUD NRI 1945 amandemen
bahwa,
permasalahan
“Pembangunan
kesehatan
diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan,
keseimbangan,
manfaat,
perlindungan,
penghormatan terhadap hak dan
kewajiban, keadilan, gender, dan
nondiskriminasi dan norma-norma
agama.”
tidak
pelayanan
kesehatan pengertian pelayanan kesehatan
dirumuskan sebagai Upaya Kesehatan.
Upaya Kesehatan diatur dalam Pasal 1 ayat
(11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Jika
2009 tentang Kesehatan yang berbunyi:
terpenuhi
“Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan
dan/atau
serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara
terpadu,
terintregasi
dan
berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan
1
azas
pembangunan
maka
jaminan
dapat
pelayanan
kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi
dengan baik dan upaya kesehatan bagi
masyarakat akan lebih menyeluruh hingga
berbagai
UUD NRI 1945 amandemen Pasal 28H
lapisan
masyarakat.
pelayanan
kesehatan
pentingnya
peran
memperhatikan
tidak
pemerintah
pemenuhan
Dalam
kalah
untuk
kebutuhan
ayat (1)
sarana dan prasarana layanan kesehatan
80
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
yang memadai sehingga dapat mencakup
buruknya pelayanan kesehatan yaitu: Dera
semua golongan masyarakat, tidak hanya
meninggal setelah ditolak delapan rumah
untuk
yang
sakit saat membutuhkan perawatan medis.
berpengaruh tetapi termasuk didalamnya
Bayi Dera memiliki kelainan pencernaan
golongan masyarakat tidak mampu, untuk
sehingga kondisi fisiknya naik turun.
menikmati
Hermansyah,
suatu
golongan
kebaikan
tertentu
pelayanan medis
dalam kondisi yang dibutuhkan.
sudah
berusaha
sekuat
tenaga membawa Dera ke Rumah Sakit.
Pelayanan kesehatan, tidak baik
Awalnya, dia membawa bayi itu ke RS
akan berakibat merugikan kepentingan
pemerintah
masyarakat yang memerlukan pelayanan
Fatmawati.
medis. Terlebih apabila rumah sakit tidak
Namun
dikawasan
pihak
Jaksel,
rumah
RS
sakit
memberikan pelayanan yang layak sesuai
mengatakan penuh, tidak ada kamar
prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-
kosong untuk bayi. Kemudian, mereka
Undang
dapat
membawa Dera ke RSCM di Salemba,
menyebabkan pasien menderita kerugian
Jakarta Pusat. Namun hasilnya sama.
sehingga
menderita
Selanjutnya, Eliyas (ayah dera) dengan
kecacatan ataupun kematian maka hal
ditemani ayahnya bergerak ke RS Harapan
tersebut merupakan tindak pidana dan
Kita di Slipi, Jakarta Barat, jawaban yang
dapat dipidanakan sesuai hukum yang
diterima tidak jauh beda, yakni tidak ada
berlaku di Indonesia.
kamar kosong. Mereka terus menyisir
Hukum
Pidana,
yang
mengakibatkan
Pada
dasarnya
kesalahan
atau
seluruh Rumah Sakit besar di Jakarta.
kelalaian yang dilakukan rumah sakit yang
Antara lain, RS Harapan Bunda Pasar
mengakibatkan
kerugian
pasien,
Rebo, RS Tria Dipa, RS Asri Duren Tiga,
adanya
perhatian
RS Budi Asih, dan RS Jakarta Medical
menangani
Center (JMC) Buncit. Namun dalam lima
permasalahan ini lebih serius lagi sehingga
hari tak ada yang bisa merawat putri
tidak akan terjadi kerugian yang lebih
pertama pasangan itu. Akhirnya, Dera
parah bagi masyarakat. Banyaknya kasus
meninggal dunia.2
seharusnya
perlu
pemerintah
Rumah
Sakit
untuk
yang
mengakibatkan
Dalam
kerugian pada pasien merupakan contoh
permasalahan
di
atas
merupakan contoh buruknya pelayanan
buruknya pelayanan rumah sakit terhadap
2
pasien.
Salah
satu
contoh
terhadap
Jawa Pos, selasa 19 Februari 2013,
Hlm.10.
81
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
kesehatan
terhadap
sehingga
kewajiban yang telah ditentukan oleh
menimbulkan kematian. Bagi pelayanan
hukum ataupun oleh rumah sakit dalam
kesehatan
yang
bentuk memberikan pertolongan terhadap
memberikan pelayanan kesehatan atau
pasien yang seharusnya ditolong, sehingga
pelayanan medis yang tidak selayaknya
mengakibatkan kematian atau cacat pada
dan menyebabkan kerugian bagi pasien,
pasien tersebut sebagai akibat tidak adanya
hal ini dapat dikategorikan tindak pidana
pertolongan.4
atau
pasien
rumah
sakit
hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang
Tindakan malpraktek dalam bidang
Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 304
kesehatan terjadi apabila tindakan tersebut
dan 531 KUHP.
telah melanggar Undang-Undang Nomor
Dalam
buruknya
pelayanan
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, salah
kesehatan ataupun penolakan perawatan
satunya tenaga kesehatan atau rumah sakit
medis terhadap pasien dapat dikatakan
dilarang
sebagai tindakan malprakter, pengertian
membutuhkan
malpraktek
kesalahan
“Adanya
yaitu:
dokter
dan/atau
unsur
menolak
pasien
pertolongan
yang
pertama
dengan alasan apapun.
tenaga
Selain pertanggungjawaban secara
kesehatan, karena tidak mempergunakan
pidana,
pengetahuan
ketrampilan
perdata juga dapat ditempuh sehingga
sesuai dengan profesi yang dimilikinya,
pihak yang dirugikan dapat mendapatkan
sehingga menyebabkan pasien terluka atau
ganti
cacat bahkan sampai meninggal dunia.”3
melakukan penolakan terhadap pelayanan
dan
tingkat
pertanggungjawaban
rugi
dari
rumah
secara
sakit
yang
Malpraktek yang bersifat pidana
medis. Penolakan pelayanan medis oleh
juga terjadi jika ada peristiwa yang berupa
rumah sakit merupakan tidakan melanggar
pembiarkan dan/atau penolakan terhadap
hukum
pasien
alasan
terhadap orang lain, sebagaimana Pasal
ketidakmampuan pasien tersebut untuk
1365 KUHPerdata yaitu: “Tiap perbuatan
membayar
sakit,
yang melanggar hukum dan membawa
pengobatan dan/atau perawatan, baik rawat
kerugian kepada orang lain, mewajibkan
inap maupun rawat jalan. Malpraktek jenis
orang yang menimbulkan kerugian itu
ini terjadi karena tidak adanya pemenuhan
karena kesalahannya untuk menggantikan
yang
datang,
biaya
jasa
dengan
rumah
dan
mengakibatkan
kerugian
kerugian tersebut.”
3
http://alfarisifadjari.com/mengenal-malpraktek-medis/, Diakses pada 26 februari 2016.
4
Ibid.
82
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
B. Metode Penelitian
kepada bahan hukum primer, berupa
a.
buku-buku literatur, dokumen, arsip-
Pendekatan masalah
Pendekatan
penelitian
yang digunakan dalam
ini
merupakan
arsip, pendapat ahli hukum maupun
pendekatan
hasil penelitian para peneliti dalam
perundang-undangan (Statuta Approach).
bidang hukum pidana yang dalam hal
Dalam
ini
menyusun
mempergunakan
penelitian
penelitian
ini
yuridis
yang
berkaitan
dengan
permasalahan diatas.
normatif.
c.
b. Sumber Bahan Hukum
Analisa Bahan Hukum
Mengingat penelitian ini merupakan
Bahan hukum utama dipergunakan
penelitian hukum normatif dan bahan
dalam penelitian untuk penulisan skripsi
hukum
ini,
studi
sekunder yang terdiri atas bahan primer.
kepustakaan, untuk memperoleh bahan
Analisis datanya dilakukan secara normatif
hukum yang meliputi :
kualitatif, artinya menjabarkan dengan
1) Bahan hukum primer, diperoleh dari
kata-kata sehingga merupakan kalimat
UUD 1945, Undang-Undang Nomor
yang dapat dimengerti, oleh karena itu,
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
permasalahannya lebih ditujukan kepada
Undang-Undang Nomor 44 tahun
ketentuan-ketentuan,
2009 tentang Rumah Sakit, Undang-
konsep-konsep, dan bahan-bahan hukum
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
lainnya,
KUHP,
Undang-Undang
permasalahan yang ada dianalisis dan
Hukum Perdata, UU Nomor 29 Tahun
dicari solusinya, yang akhirnya dituangkan
2004 tentang Praktisi Kedokteran,
dalam bentuk pertanyaan.
Kode Etik Rumah sakit Indonesia,
C. Pembahasan
Undang-Undang No 30 Tahun 1999
Pelayanan Kesehatan oleh Rumah Sakit
tentang
Merupakan Hak atau Kewajiban
yaitu
dengan
Kitab
Arbitrase
melakukan
yang
diteliti
bahan
asas-asas
selanjutnya
hukum
hukum,
permasalahan-
dan
Alternatif
Sengketa,
Peraturan
Rumah sakit sebagai salah satu
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
fasilitas pelayanan kesehatan, menjadi
2008 tentang Prosedur Mediasi di
pendukung
Pengadilan.
kesehatan masyarakat. Penyelenggaraan
Penyelesaian
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan
pelayanan
hukum yang memberikan penjelasan
bagi
upaya
kesehatan
di
peningkatan
rumah
sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi
83
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
yang komplek serta mempunyai sifat dan
tentang kewajiban rumah sakit dalam
serta fungsi – fungsi yang khusus.
melakukan pelayanan kesehatan terhadap
ciri
Jasa medik yang diberikan mempunyai
pasien,
jenis
kesehatan
yang
sangat
beragam,
serta
yaitu:
“Memberi
pelayanan
aman,
bermutu,
yang
melibatkan berbagia kelompok profesi.
antidiskriminasi,
Oleh sebab itu hubungan hukum yang
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
terjadi
dengan standar pelayanan rumah sakit.”
pada
pelayanan
kesehatan
dan
efektif
dengan
melibatkan pasien dengan berbagai pihak
Sedangkan dalam Pasal 30 huruf b
yang berada di rumah sakit tersebut.
UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Hubungan bisa terjadi antara lain:
Sakit mengatur tentang hak rumah sakit
a) Hubungan pasien dengan rumah sakit
setelah memberikan pelayanan kesehatan
b) Hubungan pasien dengan dokter atau
terhadap pasien, yaitu:
“Menerima imbalan jasa pelayanan
serta
menentukan
remunerasi,
insentif, dan penghargaan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perUndang-Undangan.”
tenaga medik
c) Pasien dengan apotek, dan lain-lain.
Menurut Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal
1 ayat (1), ditetapkan bahwa Rumah Sakit
Hak-hak rumah sakit adalah segala
adalah: “Institusi pelayanan kesehatan
yang
menyelenggarakan
sesuatu
pelayanan
yang
berhubungan
dengan
kepentingan rumah sakit dalam melakukan
kesehatan perorangan secara paripurna
pelayanan kesehatan atau pelayanan medis
yang menyediakan pelayanan rawat inap,
yang dilindungi oleh hukum yang berlaku,
rawat jalan, dan gawat darurat.’’
sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) huruf f
Dalam menyelenggaran pelayanan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
medis, rumah sakit mempunyai hak dan
tentang Rumah Sakit, menetapkan bahwa:
kewajiban untuk memberikan pelayanan
“Mendapatkan perlindungan hukum dalam
kesehatan atau pelayanan medis yang
melaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang. Hak dan
kewajiban rumah
sakit
pelayanan
kesehatan.”
Sedangkan kewajiban-kewajiban rumah
diatur dalam
sakit
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
adalah
segala
sesuatu
yang
berhubungan dengan beban atau tanggung
tentang Rumah Sakit Bab VIII, dalam
jawab rumah sakit untuk melaksanakan
Pasal 29 ayat (1) huruf b UU No 44 Tahun
pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak
2009 tentang Rumah Sakit mengatur
pasien. Dengan demikian pelayanan medis
84
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
atau pelayanan kesehatan bukan hak dari
orang-orang yang kurang mampu sesuai
rumah sakit melainkan kewajiban rumah
dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-
sakit
Undang Republik Indonesia Nomor 44
untuk
melakukan
pelayanan
kesehatan.
Tahun
2009
tentang
Rumah
Sakit,
Dasar
menetapkan
bahwa:
1945 telah mengatur tentang hak asasi
pembiayaan
pelayanan
manusia
pelayanan
Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang
kesehatan yang tertuang dalam Pasal 28H
tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
ayat (1), yaitu: “Setiap orang berhak hidup
perUndang-Undangan.”
Dalam
dalam
sejahtera
tinggal,
Undang-Undang
lahir
dan
menerima
dan
batin,
Kewajiban
rumah
kesehatan
sakit
di
untuk
lingkungan
memberikan pelayanan kesehatan bagi
hidup yang baik dan sehat serta berhak
orang-orang yang tidak mampu dalam
memperoleh pelayanan kesehatan.”
Pasal 29 ayat (1) huruf e dan f Undang-
Selain
berkewajiban
mendapatkan
bertempat
“Menjamin
rumah
sakit
memberikan
yang
Undang Republik Indonesia Nomor 44
pelayanan
Tahun
2009
tentang
Rumah
Sakit
kesehatan, dokter sebagai tenaga medis
menetapkan bahwa: (e). “Menyediakan
dilingkungan
rumah
sarana dan pelayanan bagi masyarakat
berkewajiban
untuk
sakit
juga
memberikan
tidak
mampu
atau
miskin;
(f).
pasien
“Melaksanakan fungsi sosial antara lain
sebagaimana, diatur dalam Pasal 51 ayat
dengan memberikan fasilitas pelayanan
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 29
pasien tidak mampu/ miskin, pelayanan
Tahun 2004 tentang Praktisi Kedokteran,
gawat darurat tanpa uang muka, ambulan
yaitu :
“Memberikan pelayanan medis
gratis, pelayanan korban bencana dan
sesuai dengan standar profesi dan standar
kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
prosedur
misi kemanusiaan”.
pelayanan
kesehatan
operasional
terhadap
serta
kebutuhan
medis pasien.”
Pasal tersebut diatas merupakan
Kewajiban yang harus dilaksanakan
penjabaran lebih lanjut Pasal 28H ayat (1)
tersebut ditujukan pada orang-orang yang
UUD NRI 1945 yang secara sah tidak
memiliki biaya untuk berobat, melainkan
hanya
pada semua orang termasuk mereka yang
semua pihak yang berkomitmen untuk
tidak mampu secara financial. Dalam hal
mengelola rumah sakit, artinya bahwa
ini Pemerintah menjamin pembiayaan bagi
Pasal tersebut menjadi kewajiban semua
mewajibkan
pemerintah,
tetapi
85
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
rumah sakit baik Rumah Sakit Pemerintah
professional
Maupun Rumah Sakit Swasta. Pelanggaran
diterjemahkan kedalam standar perilaku
terhadap Pasal 29 ayat (1) huruf e dan f
anggotanya.
tersebut akan ada konsekuensi hukum bagi
utama adalah keinginan untuk memberikan
rumah sakit baik pidana, perdata maupun
pengabdian kepada masyarakat.7
administrasi.
suatu
Nilai
profesi
professional
yang
paling
Kode etik rumah sakit adalah tata
Kode Etik Pada Pelayanan Medis Rumah
cara yang memuat rangkuman nilai-nilai
Sakit.
dan norma-norma dalam kegiatan rumah
Pengertian
(Etimologi),
sakit guna dijadikan pedoman bagi semua
berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
pihak yang terlibat dan berkepentingan
yang berarti watak kesusilaan atau adat
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
kebiasaan.
5
Etika
perumahsakitan di Indonesia.8
Istilah etika pada awalnya
yang
Apeldron menyatakan bahwa “ada
merupakan dari istilah mores dan ethos.
peraturan-peraturan tingkah laku lain dari
Kedua kata ini merupakan rangkaian dari
pada hukum, segala peraturan itu yang
konsep mores of a community dan ethos of
mengandung petunjuk bagaimana manusia
the people yang dapat diartikan dengan
bertindak-tanduk, jadi peraturan-peraturan
kesopanan suatu masyarakat dan akhlak
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban
manusia.6
bagaimana kita tangkap dengan nama
bersumber
dari
istilah
Latin
Kode etik dapat diartikan pola
etika.”9 Dalam pengertian yang luas etika
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
itu mencakup peraturan hukum, agama,
dalam melakukan suatu kegiatan atau
adat istiadat, sopan santun dan sebagainya.
pekerjaan. Kode etik merupakan pola
Dalam KBBI disebutkan etika adalah nilai
aturan atau tata cara sebagai pedoman
mengenai baik dan buruk, juga mengenai
berperilaku.
hak dan kewajiban moral (akhlak) yang
Dalam
kaitannya
dengan
profesi, bahwa kode etik merupakan tata
cara atau aturan yang menjadi standart
kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode
etik
menggambarkan
nilai-nilai
7
http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/0
7/pengertian-dan-fungsi-kode-etik/, diakses pada
22 Mei 2016.
8
Aturan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia
(KODERASI)
9
Apeldorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum,
P.T. Pradmya Paranita, Jakarta. Hlm.22.
5
http://erniritonga123.blogspot.com/2010/
01/definisi-etika.html. Diakses pada 22 Mei 2016.
6
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum
Kesehatan, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 9.
86
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
dianut
suatu
masyarakat.
golongan
dalam
(KERS) dapat menjadi sarana efektif
10
dalam mengusahakan saling pengertian
Hukum dan etika adalah dua hal
antara berbagai pihak yang terlibat seperti
yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan
dokter,
terkadang
masyarakat
keduanya
juga
mempunyai
pasien,
keluarga
tentang
pasien
berbagai
dan
masalah
sanksi. Bedanya sanksi hukum bersifat
etika, hukum, dan kedokteran di rumah
memaksa, sementara itu sanksi etika lebih
sakit. 11
menyentuh aspek moral. Di era modern ini
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
berbagai kalangan memformalkan etika
bahwa sanksi etika lebih menyentuh pada
yang secara khusus berlaku dikalangan
aspek moral, sedangkan sanksi hukum
internal mereka yang dikenal dengan nama
bersifat memaksa. Tetapi apakah pada
Kode Etik. Dengan demikian pelayanan
kode etik rumah sakit itu hanya bersifat
kesehatan terdapat Kode Etik Rumah sakit,
moral. Menurut Abdullah Hehamahua,
Kode
sanksi
Etik
Kedokteran,
Kode
Etik
moral
adalah
berupa
surat
Kedokteran Gigi, Kode Etik Keperawatan,
peringatan.12 “Jika sebuah komite etik
Kode Etik Kebidanan, dan Kode Etik
menemukan unsur tindak pidana, maka
Farmasi.
akan dibawa ke ranah hukum dan itu akan
Bila etika berisi nilai-nilai mengenai
dibawa ke bagian penindakan untuk
baik dan buruk, juga mengenai hak dan
diproses, ungkap Abdullah Hehamahua.”13
kewajiban moral (akhlak) yang bersifat
Jika adanya suatu pelanggaran Kode Etik
umum. Maka kode etik hanya ditujukan
Rumah Sakit, dalam hal ini Komite Etik
pada
Rumah
kelompok
tertentu
atau
yang
berkaitan dengan profesi yang disebut
Sakit
berperan
mengambil
keputusan dalam pemberian sanksi.
dengan etika terapan atau etika praktis.
Komite
Etik
Rumah
Sakit
Penolakan Kewajiban Pelayanan Medis
merupakan badan yang dibentuk dengan
oleh
anggota dari berbagai disiplin perawatan
Ditinjau dari Hukum Pidana
kesehatan
dalam
rumah
sakit,
Sakit
Terhadap
Pasien
yang
bertujuan membantu pimpinan rumah sakit
11
http://bangkaiemas.blogspot.com/2013/0
4/peran-komite-medik-komite-etik-dan.html,
diakses pada 23 Mei 2016.
12
http://www.suarapembaruan.com/home/
abdullah-hehamahua-sanksi-sesuai
pelanggaran/9508, diakses pada 23 Mei 2016.
13
Ibid.
menjalankan Kode Etik Rumah Sakit.
10
Rumah
Poerwo Darminto, Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
87
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
Penolakan rumah sakit terhadap
menolak pasien dan/atau meminta uang
seseorang yang membutuhkan pelayanan
muka.” Dalam pasal ini menyebutkan
medis, hal ini merupakan tindakan yang
dilarang menolak pasien dan/atau meminta
membuat buruk citra pelayanan medis
uang muka, jika rumah sakit melakukan
terhadap
penolakan
masyarakat
di
Indonesia.
Pelayanan kesehatan merupakan hak bagi
bernegara,
maka
Dalam
menyikapi
melihat
penolakan
seorang
pasien.
pasien mampu, hal ini menunjukan bahwa
Sebagaimana yang dimaksud Undang-
pemerintah dalam melakukan pengawasan
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
dan pembinaan unit pelaksana teknis
Kesehatan
pelayanan
finansial
Pasal
5
ayat
(2),
yang
pelayanan
medis
terjadinya
harus
kemampuan
tanpa
medis
termasuk melakukan perbuatan pidana.
warga negara dalam kehidupan berbangsa
dan
pelayanan
kesehatan
kurang
terhadap
optimal
menyebutkan bahwa : “Setiap orang
sehingga masih ada penolakan perawatan
mempunyai
memperoleh
medis yang dilakukan oleh rumah sakit
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu
dengan berbagai alasan, seperti yang
dan terjangkau”.
diamanatkan Undang-Undang Nomor 36
hak
Rumah
memberikan
termasuk
dalam
sakit
yang
pelayanan
melanggar
menolak
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 14
berarti
ayat 1, yang berbunyi : “Pemerintah
medis
Undang-Undang,
bertanggung
jawab
merencanakan,
selain itu pelayanan medis termasuk
mengatur, menyelenggarakan, membina
perbuatan pidana. Penolakan pasien oleh
dan mengawasi penyelenggaraan upaya
rumah sakit memang tidak secara terang-
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
terangan, dengan berbagai alasan rumah
mayarakat.”
sakit menolak pasien yang kurang mampu
Menurut ketentuan yang diatur dalam
dalam finansial.
Penolakan
hukum pidana bentuk-bentuk kesalahan
medis
tersebut
jelas
terdiri dari berikut ini.
melanggar Pasal 32 ayat (2) Undang-
14
a. Kesengajan (dolus), yang dapat dibagi
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
menjadi berikut :
Kesehatan larangan menolak pasien yang
1) Kesengajaan dengan maksud, yakni
berbunyi:
fasilitas
pemerintah
“Dalam
pelayanan
maupun
keadaan
darurat,
kesehatan,
swasta
dimana akibat dari perbuatan itu
baik
dilarang
14
Bahder Johan Nasution, Op.cit. Hlm.73.
88
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
diharapkan
timbul,
atau
agar
diterimanya. Maka disini pun
peristiwa pidana itu sendiri terjadi;
2) Kesengajaan
sebagai
dengan
suatu
kepastian
kesadaram
keharusan
bahwa
terdapat suatu pertimbangan yang
akibat
menimbulkan
kesadaran
lebih dari
yang
atau
bersifanya
dari
suatu kemungkinan biasa saja.
perbuatan itu sendiri akan terjadi,
Sebab
atau dengan kesadaran sebagai suatu
eventualis ini, juga mengandung
kemungkinan saja.
unsur-unsur
3) Kesengajaan
dalam
mengetahui
dolus
dan
(dolus
menghendaki, walaupun sifatnya
eventualis). Kesengajaan bersyarat di
sangat samar sekali atau dapat
sini diartikan sebagai perbuatan yang
dikatakan hampir tidak terlihat
dilakukan
dengan
sengaja
dan
sama sekali.
diketahui
akibatnya,
yaitu
yang
mengarah
pada
suatu
kesadaran
Sebagaimana yang disebut dalam
akibat
yang
dilarang
Pasal 359, 360, 361 KUHP.15 Delik yang
kemungkinan besar terjadi. Menurut
secara tidak sengaja telah dilakukan oleh
Sudarto sebagai man di kutip Tamba,
pelakunya
bahwa kesengajaan bersyarat atau
kehendaknya).16
bahwa
dolus
bersyarat
sengaja
sekedar
eventualis
Kealpaan (culpa)
(sama
sekali
diluar
disebutnya
Tindak pidana dalam hal penolakan
dengan teori “apa boleh buat” sebab
pelayanan medis diatur dalam Pasal 304
ini keadaan batin dari sipelaku
KUHP: “Barang siapa dengan sengaja
mengalami dua hal, yaitu:
menempatkan atau membiarkan seorang
a) Akibat
itu
ini
b.
sebenarnya
tidak
dalam keadaan sengsara, padahal menurut
dikehendaki, bahkan ia benci atau
hukum yang berlaku baginya atau karena
takut
persetujuan dia wajib memberi kehidupan,
akan
kemungkinan
timbulnya akibat tersebut;
b) Meskipun
tidak
itu, diancam dengan pidana penjara paling
menghendakinya, namun apabila
lama dua tahun delapan bulan atau pidana
akibat
ia
perawatan atau pemeliharaan kepada orang
dan keadaan itu timbul
juga, apa boleh buat, kaadaan itu
15
harus diterima. Jadi berarti bahwa
Ibid. Hlm. 54.
Muridah Isnawati.
Handout Mata
Kuliah Hukum Pidana. Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surabaya.
16
ia sadar akan resiko yang harus
89
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
denda paling banyak empat ribu lima ratus
ada pimpinan (direktur) atau tenaga medis
rupiah.”
(dokter), hal ini diperjelas pada Pasal 190
Selain itu, Pasal 531 KUHP juga
ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
mengatur tentang perbuatan pidana tentang
2009 Tentang Kesehatan.
penolakan pelayanan medis: “Barangsiapa
Jika yang melakukan penolakan
ketika menyaksikan bahwa ada orang yang
pelayanan medis terhadap pasien hanya
sedang menghadapi maut, tidak memberi
seorang karyawan biasa yang bukan
pertolongan yang dapat diberikan padanya
termasuk tenaga kesehatan (dokter) dalam
tanpa selayaknya menimbulkan bahaya
rumah
bagi diriya ataupun orang lain, diancam,
pertanggungjawaban
jika
pimpinan fasilitas kesehatan atau tenaga
kemudian
orang
itu
meninggal,
sakit,
pidana
yaitu
medis,
bulan atau pidana denda paling banyak
dilakukan karyawan ataupun bawahan
empat ribu lima ratus rupiah.’’
tersebut semua kehendak dari pimpinan
merupakan
perbuatan
pasif,
semua
yang
dengan pidana kurungan paling lama tiga
Dalam pasal 304 dan 531 KUHP
karena
maka
perintah
yang
fasilitas kesehatan ataupun tenaga medis
dimana
jika hal ini atas nama peritah jabatan yang
seseorang tidak melakukan perbuatan fisik
diatur dalam Undang-Undang.
apapun, tetapi seseorang tersebut telah
Jika perintah atas nama pribadi
mengabaikan kewajiban hukumnya. Unsur
maka staf karyawan juga dapat dipidana,
pasal 304, dengan sengaja membiarkan
Undang-Undang
seseorang
sengsara,
oleh pimpinan fasilitas kesehatan dan
misalnya: penolakan perawatan medis
tenaga medis dijerat Pasal 190 ayat (1)
yang dilakukan oleh rumah sakit. Dan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
dalam Unsur pada pasal 531, dengan
Tentang
sengaja tidak memberikan pertolongan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
terhadap seseorang yang membutuhkan
tenaga kesehatan yang melakukan praktik
perawatan medis diancam pidana.
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan
dalam
keadaan
mengatur
Kesehatan,
yaitu:
pemidanaan
“Pimpinan
Tindakan penolakan dilakukan oleh
kesehatan yang dengan sengaja tidak
rumah sakit, maka pertanggungjawaban
memberikan pertolongan pertama terhadap
pidana
pimpinan
pasien yang dalam keadaan gawat darurat
fasilitas kesehatan jika atas perintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
jabatan, karena dalam rumah sakit pasti
ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana
sepenuhnya
adalah
90
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
Undang Kesehatan lebih memberatkan
tahun
hukuman terhadapan pelaku yang telah
dan
denda
paling
banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Apabila
menimbulkan
melakukan tindak pidana.
kematian
Semua tentang aturan hukum yang
dalam penolakan pelayanan medis oleh
menyangkut di bidang kesehatan, dalam
rumah sakit, maka dapat dijerat Pasal 190
beberapa hal yang terdapat kemajuan yang
ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
mampu menjamin terlaksananya profesi
2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan
kesehatan dan terlaksananya perlindungan
sebagai berikut:
“Dalam hal perbuatan
hukum terhadap pasien dan dokter.17
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Banyaknya aturan hukum yang telah
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau
dibuat
kematian, pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan, semata-mata bertujuan untuk
kesehatan
kesehatan
melindungi kepentingan penyelenggaraan
tersebut dipidana dengan pidana penjara
kesehatan bagi masyarakat dan penegakan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
hukum itu sendiri.
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
Pengertian Hubungan Pasien dan Rumah
miliar rupiah).”
Sakit dari Hukum Perdata
dan/atau
Pimpinan
tenaga
fasilitas
oleh
pemerintah
di
bidang
pelayanan
Hubungan pasien dan rumah sakit
kesehatan juga dapat dijerat Pasal 304
adalah hubungan antara subyek hukum dan
KUHP
terhadap pelayanan kesehatan
subyek hukum. Diatur oleh kaidah-kaidah
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.
Hukum Perdata dan memenuhi hubungan
Dan juga dapat djerat Pasal 531 KUHP,
yang
karena adanya pelanggaran tindak pidana.
kewajiban.18 Didalam rumah sakit dokter
Tetapi pasal-pasal dalam KUHP tidak
bertugas melaksanakan kewajiban rumah
menguntungkan
sakit.
korban
dikarenankan
hukuman yang tidak sebanding dengan
mengatur
tentang
Sedangkan
hak
kedudukan
dan
pasien
kerugian yang ditanggung oleh korban
sebagai pihak yang wajib memberikan
sebagai pihak yang dirugian. Yang sesuai
kontra-prestasi atas pelayanan medis yang
dengan
diberikan pihak rumah sakit. Hubungan
permasalahan
diatas
adalah
menggunakan Pasal 190 ayat (1) dan (2)
17
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
Bahder Johan Nasution. Op.cit. Hlm. 93.
Wila Chandrawila Supriadi, 2001,
Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung. Hlm.
10.
18
Tentang
Kesehatan,
karena
Undang91
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
Rumah sakit dan pasien adalah meliputi
tetapi di Undang-Undang Nomor 44 tahun
pemenuhan hak dan kewajiban dalam
2009 tentang Rumah Sakit juga mengatur
melakukan pelayanan medis secara timbal
hak untuk menuntut rumah sakit apabila
balik.
rumah sakit tidak memberikan pelayanan
sesuai dengan standar, hal ini diatur dalam
Tanggung Gugat Rumah Sakit Secara
Pasal 32 huruf q Undang-Undang Nomor
Perdata Atas Penolakan Medis Terhadap
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Pasien
sebagai berikut: “Menggugat dan/atau
Hubungan antara rumah sakit dan
menuntut rumah sakit apabila rumah sakit
pasien merupakan hubugan perdata yang
diduga memberikan pelayanan yang tidak
dalam
sesuai dengan standar baik secara perdata
hubunganya
pelaksanaan
hak-hak
menekankan
dan
ataupun pidana.”
kewajiban-
kewajiban antara rumah sakit dan pasien
secara
timbal
balik.
Rumah
Barang
sakit
kerugian
siapa
terhadap
menimbulkan
orang
lain
harus
berkewajiban memenuhi hak-hak pasien
memberikan ganti rugi atas kerugian
dan
seseorang
begitu
juga
dengan
pasien
tersebut.
Maka
penolakan
berkewajiban dalam memenuhi hak-hak
perawatan medis yang dilakukan yang
rumah sakit. Jika ada kegagalan rumah
dilakukan
sakit dalam memenuhi hak-hak pasien
menimbulkan
yang berakibat merugikan pasien sehingga
perbuatan
hal ini dapat digugat secara perdata,
tercantum pada Pasal 1365 Kitab Undang-
sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat
Undang Hukum Perdata, yaitu: “Tiap
(1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
perbuatan yang melanggar hukum dan
tentang Kesehatan, yaitu: “Setiap orang
membawa kerugian kepada orang lain,
berhak menuntut ganti rugi terhadap
mewajibkan orang yang menimbulkan
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
kerugian itu karena kesalahannya untuk
penyelenggaraan
menggantikan kerugian tersebut.”
kesehatan
yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan
rumah
sakit
kerugian
melanggar
sehingga
disebut
hukum,
juga
yang
Dalam Pasal 1365 yang dimaksud
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
dengan
yang diterimanya”.
adalah suatu perbuatan yang melanggar
Tidak hanya di Undang-Undang
perbuatan
melanggar
hukum
hukum yang dilakukan oleh seseorang atas
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
kesalahannya
sehingga
menimbulkan
92
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
KUHPerdata.20
akibat kerugian terhadap pihak lain. Dapat
Pasal
1370
Apabila
disimpulkan bahwa kesalahan berdasarkan
kematian pasien terjadi karena kesengajaan
perbuatan melanggar hukum melahirkan
dari pihak Rumah sakit dalam melakukan
pertanggungjawaban hukum, baik terhadap
pelayanan medis, maka dalam hal ini
perbuatannya sendiri maupun terhadap
Rumah sakit yang bertanggung jawab
perbuatan orang yang berada di bawah
untuk memberikan ganti rugi.
tanggung jawab dan pengawasan.19
Dalam hal penolakan rumah sakit
Penyelesaian
Tuntutan
oleh
Pasien
termasuk tindakan malpraktek perdata,
Terhadap Rumah Sakit Tanpa Harus
karena telah menyebabkan luka ataupun
Mengajukan Gugatan di Pengadilan.
mati terhadap seseorang yang diduga
Penyelesaian
kasus
penolakan
disebabkan oleh kelalaian, kesalahan dan
pelayanan medis seharusnya di selesaikan
pelanggaran hukum oleh pihak rumah
melalui pengajuan gugatan di Pengadilan.
sakit.
malpraktek
Dalam pengajuan gugatan di Pengadilan
tidak hanya disebabkan adanya perjanjian
dapat mewujudkan akibat hukum yang
antara pasien dan rumah sakit ataupun
lebih jelas dalam permasalahan pelayanan
wansprestasi, tetapi juga karena tidak
medis.
Pertanggungjawaban
dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban
yang
dilakukan
seharusnya
Dalam
menurut
kalangan
kenyataannya
yang
tidak
banyak
menyukai
Undang-Undang yang berlaku ataupun
menyelesaikan permasalahannya melalui
standar dalam melaksanankan pelayanan
Pengadilan
medis. Tindakan malpraktek juga termasuk
diantaranya terlalu banyak biaya yang
dalam Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal
harus dikeluarkan, waktu yang terlalu
1367 KUHPerdata, karena dalam ketiga
lama, proses pemeriksaan terbuka dan
pasal didalamnya telah mengatur unsur
vonis yang dijatuhkan berujung pada
kesalahan dan kelalaian.
menang- kalah sehingga menimbulkan
Adapun mengenai hilangnya nyawa
dengan
berbagia
alasan,
hubungan kemitraannya terputus.
seseorang baik karena perbuatan sengaja
Dari hal ini banyak kalangan yang
atau kerena kelalaian adalah diatur dalam
menginginkan lembaga alternatif dalam
menyelesaikan permasalahan tanpa harus
20
19
Cansil, 1991, Pengantar Hukum
Kesehatan Indonesia, P.T. Rineka Cipta, Jakarta.
Hlm. 244.
Bahder Johan Nasution, Op.cit. Hlm.
67.
93
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
melalui
Pengadilan.
diluar
tetapi dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-
Pengadilan sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase
Arbitrase
Sengketa menyatakan tentang alternatif
dan
Lembaga
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa.
dan
Alternatif
Penyelesaian
penyelesaian sengketa, yang berbunyi:
pelayanan
“Penyelesaian sengketa atau beda pendapat
medis antara pasien dan Rumah sakit,
melalui alternatif penyelesaian sengketa
dapat
diluar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pengadilan dengan Lembaga Arbitase
diselesaikan dalam pertemuan langsung
menurut
30
oleh para pihak dalam waktu paling lama
dan
14 (empat belas) hari dan hasilnya
Dalam
permasalahan
diselesaiakan
Tahun
dengan
Undang-Undang
1999
tentang
Nomor
Arbitrase
Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan
dituangkan
menggunakan
tertulis.”
metode
negosiasi
dan
mediasi, untuk memberi kemudahan dalam
dalam
suatu
kesepakatan
Dalam penempatan oleh Undang-
menyelesaikan masalah pelayanan medis.
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
a. Negosiasi
Arbitrase
dan
Sengketa,
Negosiasi
Istilah dari kata negosiasi berasal
dari inggris Negotiation yang artinya
pertama
perundingan,
sengketa,
adanya
orang
yang
Alternatif
dalam
Penyelesaian
sebagai
metode
karena
cara
langkah
penyelesaian
termurah
dan
mengadakan negosiasi disebut dengan
penyelesaiannya dilakukan lebih tertutup
“negosiator”. Menurut Fisher R dan
sehingga kerahasiaan permasalahan yang
William
telah diselesai dapat terjaga dengan baik
Ury;
Negoisasi
adalah
komunikasi dua arah dirancang untuk
dibangding dengan cara lain.
mencapai
kesepakatan
b. Mediasi
keduabelah
pihak
pada
memiliki
saat
berbagai
Istilah dari kata negosiasi berasal
kepentingan yang sama atau berbeda.21
dari inggris “Mediation” yang artinya
Dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun
1999
tentang
Arbitrase
penyelesaian sengketa dengan menengahi.
dan
Seseorang yang menjadi penengah dalam
Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak
mediasi
disebut
dengan
“Mediator”.
merumuskan tentang pengertian negosiasi,
Mediasi adalah cara penyelesaian dengan
melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga
21
http://pedulihukum.blogspot.com/2009/0
2/negoisasi-dan-mediasi.html, diakses 04 Mei
2016.
yang dapat diterima (accertable) Artinya
94
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
para pihak yang bersengketa mengizinkan
putusan Komisi Pengawas Persaingan
pihak ketiga untuk membantu para pihak
Usaha, semua sengketa perdata yang
yang bersengketa dan membantu para
diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama
pihak untuk mencapai penyelesaian.22
wajib
Didalam UU No 30 Tahun 1999
lebih
dahulu
penyelesaian melalui perdamaian dengan
Alternatif
bantuan mediator”.
Penyelesaian Sengketa tidak menyebutkan
Selanjutnya
tentang
Arbitrase
dan
diupayakan
kewajiban
hakim
apa pengertian mediasi, tetapi dalam Pasal
untuk melakukan tahapan pra mediasi
6 ayat (3) UU No 30 Tahun 1999
sesuai dengan Pasal 7 Perma No 1 Tahun
menyebutkan orang sebagai penengah
2008 menyatakan:
dalam
“
1) Pada hari sidang yang telah ditentukan
mediator”. Seorang mediator harus netral
yang dihadiri kedua belah pihak, hakim
sehingga
mewajibkan
melakukan
dapat
mediasi
yaitu
menciptakan
keadaan
kondusif, untuk mencapai kesepakatan
para
pihak
untuk
menempuh mediasi.
para pihak yang bersengketa tetapi seorang
2) Ketidak hadiran pihak turut tergugat
mediator tidak mempunyai kewenangan
tidak
untuk memaksa kepada para pihak dalam
mediasi.
mencapai kesepakatan.
menghalangi
pelaksanaan
3) Hakim, melalui kuasa hukum atau
Penyelesaian sengketa di Pengadilan
langsung
kepada
para
pihak,
juga terdapat tahapan mediasi, hal ini
mendorong para pihak untuk berperan
sesuai
langsung atau
dengan
Peraturan
Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2008, Tanggal 31
aktif
dalam
proses
mediasi.
Juli 2008 telah menerbitkan peraturan
4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
mendorong para pihak sendiri berperan
Dalam Pasal 4 Perma No 1 Tahun 2008
langsung atau
menyatakan : “Kecuali perkara yang
mediasi.
diselesaikan melalui prosedur Pengadilan
5) Hakim
wajib
aktif
dalam
menunda
proses
proses
Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial,
persidangan perkara untuk memberikan
keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
kesempatan
Sengketa Konsumen, dan keberatan atas
menempuh proses mediasi.
22
kepada
para
pihak
Ibid.
95
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
6) Hakim wajib menjelaskan prosedur
b. Dalam
pertanggungjawaban
perawatan
atas
mediasi dalam Perma ini kepada para
penolakan
medis
yang
pihak yang bersengketa.
termasuk perbuatan melawan hukum
D. Penutup
yang merugikan orang lain (pasien), hal
Kesimpulan
ini telah diatur dalam Pasal 1365, 1366,
yang
1367 Kitab Undang-Undang Hukum
dilakukan rumah sakit terhadap pasien
Perdata, jika perbuatan melawan hukum
yang membutuhkan perawatan darurat
sehingga
termasuk perbuatan melawan hukum
nyawa seseorang maka dapat dijerat
dan termasuk tindakan pidana. Dalam
Pasal 1370 KUHPerdata. Gugatan dapat
hal ini seharusnya rumah sakit dilarang
diajukan di Pengadilan Negeri, dalam
menolak pasien yang membutuhkan
hal ini harapan yang ingin dicapai
perawatan medis, dalam Pasal 32 ayat
dalam
(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Pengadilan adalah mewujudkan akibat
2009 tentang Kesehatan telah mengatur:
hukum yang lebih jelas. Tetapi dalam
“Dalam
fasilitas
kenyataannya proses di Pengadilan
pelayanan kesehatan, baik pemerintah
memakan waktu yang begitu lama dan
maupun
biaya yang begitu besar dan banyak
a. Penolakan
perawatan
keadaan
swasta
medis
darurat,
dilarang
menolak
menimbulkan
menyelesaikan
kasus
pasien dan/atau meminta uang muka.”
kalangan
Selain
menyelesaikan di Pengadilan.
itu
perbuatan
perawatan
medis
perbuatan
pidana,
juga
penolakan
tidak
di
suka
Saran
termasuk
sehingga
yang
hilangnya
a. Pemerintah harus lebih memperhatikan
dapat
dituntut secara pidana sesuai dengan
dalam
pelaksanaan
Pasal 304 dan 531 KUHP. Dalam hal
kesehatan, dan pelayanan kesehatan
yang melakukan penolakan perawatan
bagi masyarakat yang tidak mampu,
medis rumah sakit, maka pimpinan
untuk menghindarikan tindak pidana
rumah sakit yang bertanggung jawab
pelanggaran dilakukan rumah sakit.
atas terjadinya pelanggaran hukum,
Penegakan hukum dengan memberikan
sesuai diatur dalam Pasal 190 ayat (1)
sanksi
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
diperlukan untuk menimbulkan efek
tentang Kesehatan.
jera, sehingga tidak terulang pada
yang
lebih
pelayananan
berat
sangat
rumah sakit yang lain.
96
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 hasil amandemen
keempat
b. Peradilan yang cepat, mudah, dan biaya
murah, sangat diperlukan sebagaimana
amanat pada Undang-Undang Nomor
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
48 Tahun 2009 Tentang Kehakiman,
tetapi kenyataannya proses tidak cepat,
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit (LNRI Tahun
2009 Nomor 153)
tidak sederhana dan biaya mahal.
Keadaan tersebut merugikan korban.
Untuk
mempercepat
penyelesaian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang
Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana
gugatan ganti rugi tersebut. Pemerintah
perlu membentuk lembaga khusus yang
menjadi
institusi
penegakan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Atau
ditegaskan
dalam
pasal
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktisi Kedokteran (LNRI
Tahun 2004 Nomor 116)
mengenai
sanksi, misal adalah cacat seumur hidup
yang
menimbulkan
korban
Kode Etik Rumah sakit Indonesia
tidak
produktif lagi dikenakan ganti rugi 2
Undang-Undang No 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (LNRI Tahun
1999 Nomor 138)
milyar, sehingga lebih berat hukuman
maka
pelanggaran
akan
lebih
berkurang.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan
Daftar Pustaka
Buku
Apeldorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum,
P.T. Pradmya Paranita, Jakarta.
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum
Kesehatan, P.T. Rineka Cipta,
Jakarta.
Cansil,
1991,
Pengantar
Hukum
Kesehatan Indonesia, P.T. Rineka
Cipta, Jakarta.
Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum
Kedokteran,
Mandar
Maju,
Bandung.
Handout
Peraturan Perundang-undangan
Internet
Muridah Isnawati. Hukum Pidana.
Fakultas
Hukum
Universitas
Muhammadiyah Surabaya.
Media Cetak
Jawa Pos, selasa 19 Februari 2013.
Hlm.10.
97
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
http://alfarisifadjari.com/mengenal-malpraktek-medis/, diakses pada 26
februari 2016.
http://erniritonga123.blogspot.com/2010/0
1/definisi-etika.html diakses pada 22
Mei 2016.
http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/07/
pengertian-dan-fungsi-kode-etik/
diakses pada 22 Mei 2016.
http://bangkaiemas.blogspot.com/201
3/04/peran-komite-medikkomite-etik-dan.html. Diakses
pada 23 Mei 2016.
http://www.suarapembaruan.com/hom
e/abdullah-hehamahua-sanksisesuaipelanggaran/9508. Diakses
pada 23 Mei 2016.
http://pedulihukum.blogspot.com/200
9/02/negoisasi-danmediasi.html, diakses pada 04
Mei 2016.
Kamus
Poerwo Darminto, ____, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, _____________
98
Volume 1 No.1 April 2017
ISSN Cetak: 2579-9983
E-ISSN: 2579-6380
Download