JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA PENOLAKAN PELAYANAN MEDIS OLEH RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN YANG MEMBUTUHKAN PERAWATAN DARURAT Cahyo Agi Wibowo, Hari Wahyudi, Sudarto Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Abstract Research on the denial of medical care by hospitals to patients who need emergency care, it is a normative research, including a study of the principles of law, the rules of law and systematic law. Primary legal materials derived from legislation, and secondary materials in the form of literature, documents, archives, legal expert opinion and research results to the researchers in the field of criminal law, in this case relating to the issues discussed in this study. In this case the purpose of the study was to determine whether the denial of hospital to patients who need of medical care is a criminal act, and to determine whether accountability to civil hospital for medical treatment refusal. Results from the study of criminal law, written by denial of medical care, including criminal acts, so it can be prosecuted under the criminal law in accordance with Article 304 and 531 Book Of The Criminal Justice Act . If the hospitals that perform denial of medical care to patients who need emergency care, giving rise to the violation of hospital leaders who are responsible for violations of the law, as stipulated in Article 190 paragraph (1) of Law No. 36 Year 2009 on Health. A patient who feels aggrieved over denial of medical care that the hospital, the patient can be sued in a civil suit and claim damages provided for in Article 58 paragraph (1) of Law No. 36 Year 2009 on Health, and in Article 32 letter q Law No. 44 of 2009 on Hospital. Denial of medical services to patients in need of emergency care including patient adverse action, it has been stipulated in Article 1365, 1366, 1367 Book Of The Civil Law. Keywords: Denial of medical services, hospitals, and emergency care NRI 1945) telah merinci HAM yang A. Pendahuluan Salah satu prinsip penting yang tertuang pada Pasal 28 (28 A sampai wajib dilindungi oleh Indonesia sebagai dengan 28 J). Salah satu unsur penting negara hukum adalah hak asasi manusia hak asasi manusia adalah kesehatan, (HAM). Kebanyakan Negara di dunia mengenai hal tersebut konstitusi kita merinci dan menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak konstitusinya. hidup sejahtera lahir dan batin bertempat secara dicantumkan Demikian detail dalam pula HAM Indonesia, pada tinggal, dan mendapatkan lingkungan amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 79 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.” hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”1 Sebagai unsur HAM, maka pemenuhan kesehatan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab utamanya pemerintah Dalam masyarakat, Negara, sebagai hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat dan terselenggaranya kondisi-kondisi yang pemajuan, menentukan penegakan, dan pemenuhan hak asasi seperti tertulis dalam Pasal 2 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Undang-Undang menyebutkan selanjutnya Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang disebut Kesehatan yaitu: Kesehatan. Kesehatan mengenai bagian dari memenuhi azas pembangunan kesehatan dari pelayanan kesehatan adalah Undang- Undang-Undang karena menjalankan amanat tersebut Negara harus Bentuk dari peraturan pelaksana dengan rakyat, kehidupan warga Negara, dan untuk terutama pemerintah.” yang kesehatan kesehatan telah menjadi manusia adalah tanggung jawab negara, Kesehatan, berkewajiban dan juga berkewajiban untuk memenuhi Pasal 28I ayat (4) yang menetapkan “Perlindungan, pemerintah kesehatan memastikan warga negaranya tidak sakit yang dimaksud UUD NRI 1945 amandemen bahwa, permasalahan “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan nondiskriminasi dan norma-norma agama.” tidak pelayanan kesehatan pengertian pelayanan kesehatan dirumuskan sebagai Upaya Kesehatan. Upaya Kesehatan diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun Jika 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: terpenuhi “Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan 1 azas pembangunan maka jaminan dapat pelayanan kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan upaya kesehatan bagi masyarakat akan lebih menyeluruh hingga berbagai UUD NRI 1945 amandemen Pasal 28H lapisan masyarakat. pelayanan kesehatan pentingnya peran memperhatikan tidak pemerintah pemenuhan Dalam kalah untuk kebutuhan ayat (1) sarana dan prasarana layanan kesehatan 80 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA yang memadai sehingga dapat mencakup buruknya pelayanan kesehatan yaitu: Dera semua golongan masyarakat, tidak hanya meninggal setelah ditolak delapan rumah untuk yang sakit saat membutuhkan perawatan medis. berpengaruh tetapi termasuk didalamnya Bayi Dera memiliki kelainan pencernaan golongan masyarakat tidak mampu, untuk sehingga kondisi fisiknya naik turun. menikmati Hermansyah, suatu golongan kebaikan tertentu pelayanan medis dalam kondisi yang dibutuhkan. sudah berusaha sekuat tenaga membawa Dera ke Rumah Sakit. Pelayanan kesehatan, tidak baik Awalnya, dia membawa bayi itu ke RS akan berakibat merugikan kepentingan pemerintah masyarakat yang memerlukan pelayanan Fatmawati. medis. Terlebih apabila rumah sakit tidak Namun dikawasan pihak Jaksel, rumah RS sakit memberikan pelayanan yang layak sesuai mengatakan penuh, tidak ada kamar prosedur yang diatur dalam Kitab Undang- kosong untuk bayi. Kemudian, mereka Undang dapat membawa Dera ke RSCM di Salemba, menyebabkan pasien menderita kerugian Jakarta Pusat. Namun hasilnya sama. sehingga menderita Selanjutnya, Eliyas (ayah dera) dengan kecacatan ataupun kematian maka hal ditemani ayahnya bergerak ke RS Harapan tersebut merupakan tindak pidana dan Kita di Slipi, Jakarta Barat, jawaban yang dapat dipidanakan sesuai hukum yang diterima tidak jauh beda, yakni tidak ada berlaku di Indonesia. kamar kosong. Mereka terus menyisir Hukum Pidana, yang mengakibatkan Pada dasarnya kesalahan atau seluruh Rumah Sakit besar di Jakarta. kelalaian yang dilakukan rumah sakit yang Antara lain, RS Harapan Bunda Pasar mengakibatkan kerugian pasien, Rebo, RS Tria Dipa, RS Asri Duren Tiga, adanya perhatian RS Budi Asih, dan RS Jakarta Medical menangani Center (JMC) Buncit. Namun dalam lima permasalahan ini lebih serius lagi sehingga hari tak ada yang bisa merawat putri tidak akan terjadi kerugian yang lebih pertama pasangan itu. Akhirnya, Dera parah bagi masyarakat. Banyaknya kasus meninggal dunia.2 seharusnya perlu pemerintah Rumah Sakit untuk yang mengakibatkan Dalam kerugian pada pasien merupakan contoh permasalahan di atas merupakan contoh buruknya pelayanan buruknya pelayanan rumah sakit terhadap 2 pasien. Salah satu contoh terhadap Jawa Pos, selasa 19 Februari 2013, Hlm.10. 81 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA kesehatan terhadap sehingga kewajiban yang telah ditentukan oleh menimbulkan kematian. Bagi pelayanan hukum ataupun oleh rumah sakit dalam kesehatan yang bentuk memberikan pertolongan terhadap memberikan pelayanan kesehatan atau pasien yang seharusnya ditolong, sehingga pelayanan medis yang tidak selayaknya mengakibatkan kematian atau cacat pada dan menyebabkan kerugian bagi pasien, pasien tersebut sebagai akibat tidak adanya hal ini dapat dikategorikan tindak pidana pertolongan.4 atau pasien rumah sakit hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Tindakan malpraktek dalam bidang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 304 kesehatan terjadi apabila tindakan tersebut dan 531 KUHP. telah melanggar Undang-Undang Nomor Dalam buruknya pelayanan 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, salah kesehatan ataupun penolakan perawatan satunya tenaga kesehatan atau rumah sakit medis terhadap pasien dapat dikatakan dilarang sebagai tindakan malprakter, pengertian membutuhkan malpraktek kesalahan “Adanya yaitu: dokter dan/atau unsur menolak pasien pertolongan yang pertama dengan alasan apapun. tenaga Selain pertanggungjawaban secara kesehatan, karena tidak mempergunakan pidana, pengetahuan ketrampilan perdata juga dapat ditempuh sehingga sesuai dengan profesi yang dimilikinya, pihak yang dirugikan dapat mendapatkan sehingga menyebabkan pasien terluka atau ganti cacat bahkan sampai meninggal dunia.”3 melakukan penolakan terhadap pelayanan dan tingkat pertanggungjawaban rugi dari rumah secara sakit yang Malpraktek yang bersifat pidana medis. Penolakan pelayanan medis oleh juga terjadi jika ada peristiwa yang berupa rumah sakit merupakan tidakan melanggar pembiarkan dan/atau penolakan terhadap hukum pasien alasan terhadap orang lain, sebagaimana Pasal ketidakmampuan pasien tersebut untuk 1365 KUHPerdata yaitu: “Tiap perbuatan membayar sakit, yang melanggar hukum dan membawa pengobatan dan/atau perawatan, baik rawat kerugian kepada orang lain, mewajibkan inap maupun rawat jalan. Malpraktek jenis orang yang menimbulkan kerugian itu ini terjadi karena tidak adanya pemenuhan karena kesalahannya untuk menggantikan yang datang, biaya jasa dengan rumah dan mengakibatkan kerugian kerugian tersebut.” 3 http://alfarisifadjari.com/mengenal-malpraktek-medis/, Diakses pada 26 februari 2016. 4 Ibid. 82 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA B. Metode Penelitian kepada bahan hukum primer, berupa a. buku-buku literatur, dokumen, arsip- Pendekatan masalah Pendekatan penelitian yang digunakan dalam ini merupakan arsip, pendapat ahli hukum maupun pendekatan hasil penelitian para peneliti dalam perundang-undangan (Statuta Approach). bidang hukum pidana yang dalam hal Dalam ini menyusun mempergunakan penelitian penelitian ini yuridis yang berkaitan dengan permasalahan diatas. normatif. c. b. Sumber Bahan Hukum Analisa Bahan Hukum Mengingat penelitian ini merupakan Bahan hukum utama dipergunakan penelitian hukum normatif dan bahan dalam penelitian untuk penulisan skripsi hukum ini, studi sekunder yang terdiri atas bahan primer. kepustakaan, untuk memperoleh bahan Analisis datanya dilakukan secara normatif hukum yang meliputi : kualitatif, artinya menjabarkan dengan 1) Bahan hukum primer, diperoleh dari kata-kata sehingga merupakan kalimat UUD 1945, Undang-Undang Nomor yang dapat dimengerti, oleh karena itu, 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, permasalahannya lebih ditujukan kepada Undang-Undang Nomor 44 tahun ketentuan-ketentuan, 2009 tentang Rumah Sakit, Undang- konsep-konsep, dan bahan-bahan hukum Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang lainnya, KUHP, Undang-Undang permasalahan yang ada dianalisis dan Hukum Perdata, UU Nomor 29 Tahun dicari solusinya, yang akhirnya dituangkan 2004 tentang Praktisi Kedokteran, dalam bentuk pertanyaan. Kode Etik Rumah sakit Indonesia, C. Pembahasan Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Pelayanan Kesehatan oleh Rumah Sakit tentang Merupakan Hak atau Kewajiban yaitu dengan Kitab Arbitrase melakukan yang diteliti bahan asas-asas selanjutnya hukum hukum, permasalahan- dan Alternatif Sengketa, Peraturan Rumah sakit sebagai salah satu Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun fasilitas pelayanan kesehatan, menjadi 2008 tentang Prosedur Mediasi di pendukung Pengadilan. kesehatan masyarakat. Penyelenggaraan Penyelesaian 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan pelayanan hukum yang memberikan penjelasan bagi upaya kesehatan di peningkatan rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi 83 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA yang komplek serta mempunyai sifat dan tentang kewajiban rumah sakit dalam serta fungsi – fungsi yang khusus. melakukan pelayanan kesehatan terhadap ciri Jasa medik yang diberikan mempunyai pasien, jenis kesehatan yang sangat beragam, serta yaitu: “Memberi pelayanan aman, bermutu, yang melibatkan berbagia kelompok profesi. antidiskriminasi, Oleh sebab itu hubungan hukum yang mengutamakan kepentingan pasien sesuai terjadi dengan standar pelayanan rumah sakit.” pada pelayanan kesehatan dan efektif dengan melibatkan pasien dengan berbagai pihak Sedangkan dalam Pasal 30 huruf b yang berada di rumah sakit tersebut. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Hubungan bisa terjadi antara lain: Sakit mengatur tentang hak rumah sakit a) Hubungan pasien dengan rumah sakit setelah memberikan pelayanan kesehatan b) Hubungan pasien dengan dokter atau terhadap pasien, yaitu: “Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.” tenaga medik c) Pasien dengan apotek, dan lain-lain. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 1 ayat (1), ditetapkan bahwa Rumah Sakit Hak-hak rumah sakit adalah segala adalah: “Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan sesuatu pelayanan yang berhubungan dengan kepentingan rumah sakit dalam melakukan kesehatan perorangan secara paripurna pelayanan kesehatan atau pelayanan medis yang menyediakan pelayanan rawat inap, yang dilindungi oleh hukum yang berlaku, rawat jalan, dan gawat darurat.’’ sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) huruf f Dalam menyelenggaran pelayanan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 medis, rumah sakit mempunyai hak dan tentang Rumah Sakit, menetapkan bahwa: kewajiban untuk memberikan pelayanan “Mendapatkan perlindungan hukum dalam kesehatan atau pelayanan medis yang melaksanakan sesuai dengan Undang-Undang. Hak dan kewajiban rumah sakit pelayanan kesehatan.” Sedangkan kewajiban-kewajiban rumah diatur dalam sakit Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan beban atau tanggung tentang Rumah Sakit Bab VIII, dalam jawab rumah sakit untuk melaksanakan Pasal 29 ayat (1) huruf b UU No 44 Tahun pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak 2009 tentang Rumah Sakit mengatur pasien. Dengan demikian pelayanan medis 84 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA atau pelayanan kesehatan bukan hak dari orang-orang yang kurang mampu sesuai rumah sakit melainkan kewajiban rumah dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang- sakit Undang Republik Indonesia Nomor 44 untuk melakukan pelayanan kesehatan. Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Dasar menetapkan bahwa: 1945 telah mengatur tentang hak asasi pembiayaan pelayanan manusia pelayanan Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang kesehatan yang tertuang dalam Pasal 28H tidak mampu sesuai ketentuan peraturan ayat (1), yaitu: “Setiap orang berhak hidup perUndang-Undangan.” Dalam dalam sejahtera tinggal, Undang-Undang lahir dan menerima dan batin, Kewajiban rumah kesehatan sakit di untuk lingkungan memberikan pelayanan kesehatan bagi hidup yang baik dan sehat serta berhak orang-orang yang tidak mampu dalam memperoleh pelayanan kesehatan.” Pasal 29 ayat (1) huruf e dan f Undang- Selain berkewajiban mendapatkan bertempat “Menjamin rumah sakit memberikan yang Undang Republik Indonesia Nomor 44 pelayanan Tahun 2009 tentang Rumah Sakit kesehatan, dokter sebagai tenaga medis menetapkan bahwa: (e). “Menyediakan dilingkungan rumah sarana dan pelayanan bagi masyarakat berkewajiban untuk sakit juga memberikan tidak mampu atau miskin; (f). pasien “Melaksanakan fungsi sosial antara lain sebagaimana, diatur dalam Pasal 51 ayat dengan memberikan fasilitas pelayanan (1) huruf a Undang-Undang Nomor 29 pasien tidak mampu/ miskin, pelayanan Tahun 2004 tentang Praktisi Kedokteran, gawat darurat tanpa uang muka, ambulan yaitu : “Memberikan pelayanan medis gratis, pelayanan korban bencana dan sesuai dengan standar profesi dan standar kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi prosedur misi kemanusiaan”. pelayanan kesehatan operasional terhadap serta kebutuhan medis pasien.” Pasal tersebut diatas merupakan Kewajiban yang harus dilaksanakan penjabaran lebih lanjut Pasal 28H ayat (1) tersebut ditujukan pada orang-orang yang UUD NRI 1945 yang secara sah tidak memiliki biaya untuk berobat, melainkan hanya pada semua orang termasuk mereka yang semua pihak yang berkomitmen untuk tidak mampu secara financial. Dalam hal mengelola rumah sakit, artinya bahwa ini Pemerintah menjamin pembiayaan bagi Pasal tersebut menjadi kewajiban semua mewajibkan pemerintah, tetapi 85 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA rumah sakit baik Rumah Sakit Pemerintah professional Maupun Rumah Sakit Swasta. Pelanggaran diterjemahkan kedalam standar perilaku terhadap Pasal 29 ayat (1) huruf e dan f anggotanya. tersebut akan ada konsekuensi hukum bagi utama adalah keinginan untuk memberikan rumah sakit baik pidana, perdata maupun pengabdian kepada masyarakat.7 administrasi. suatu Nilai profesi professional yang paling Kode etik rumah sakit adalah tata Kode Etik Pada Pelayanan Medis Rumah cara yang memuat rangkuman nilai-nilai Sakit. dan norma-norma dalam kegiatan rumah Pengertian (Etimologi), sakit guna dijadikan pedoman bagi semua berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, pihak yang terlibat dan berkepentingan yang berarti watak kesusilaan atau adat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kebiasaan. 5 Etika perumahsakitan di Indonesia.8 Istilah etika pada awalnya yang Apeldron menyatakan bahwa “ada merupakan dari istilah mores dan ethos. peraturan-peraturan tingkah laku lain dari Kedua kata ini merupakan rangkaian dari pada hukum, segala peraturan itu yang konsep mores of a community dan ethos of mengandung petunjuk bagaimana manusia the people yang dapat diartikan dengan bertindak-tanduk, jadi peraturan-peraturan kesopanan suatu masyarakat dan akhlak yang menimbulkan kewajiban-kewajiban manusia.6 bagaimana kita tangkap dengan nama bersumber dari istilah Latin Kode etik dapat diartikan pola etika.”9 Dalam pengertian yang luas etika aturan, tata cara, tanda, pedoman etis itu mencakup peraturan hukum, agama, dalam melakukan suatu kegiatan atau adat istiadat, sopan santun dan sebagainya. pekerjaan. Kode etik merupakan pola Dalam KBBI disebutkan etika adalah nilai aturan atau tata cara sebagai pedoman mengenai baik dan buruk, juga mengenai berperilaku. hak dan kewajiban moral (akhlak) yang Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai 7 http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/0 7/pengertian-dan-fungsi-kode-etik/, diakses pada 22 Mei 2016. 8 Aturan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERASI) 9 Apeldorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, P.T. Pradmya Paranita, Jakarta. Hlm.22. 5 http://erniritonga123.blogspot.com/2010/ 01/definisi-etika.html. Diakses pada 22 Mei 2016. 6 Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 9. 86 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA dianut suatu masyarakat. golongan dalam (KERS) dapat menjadi sarana efektif 10 dalam mengusahakan saling pengertian Hukum dan etika adalah dua hal antara berbagai pihak yang terlibat seperti yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan dokter, terkadang masyarakat keduanya juga mempunyai pasien, keluarga tentang pasien berbagai dan masalah sanksi. Bedanya sanksi hukum bersifat etika, hukum, dan kedokteran di rumah memaksa, sementara itu sanksi etika lebih sakit. 11 menyentuh aspek moral. Di era modern ini Sebagaimana dijelaskan sebelumnya berbagai kalangan memformalkan etika bahwa sanksi etika lebih menyentuh pada yang secara khusus berlaku dikalangan aspek moral, sedangkan sanksi hukum internal mereka yang dikenal dengan nama bersifat memaksa. Tetapi apakah pada Kode Etik. Dengan demikian pelayanan kode etik rumah sakit itu hanya bersifat kesehatan terdapat Kode Etik Rumah sakit, moral. Menurut Abdullah Hehamahua, Kode sanksi Etik Kedokteran, Kode Etik moral adalah berupa surat Kedokteran Gigi, Kode Etik Keperawatan, peringatan.12 “Jika sebuah komite etik Kode Etik Kebidanan, dan Kode Etik menemukan unsur tindak pidana, maka Farmasi. akan dibawa ke ranah hukum dan itu akan Bila etika berisi nilai-nilai mengenai dibawa ke bagian penindakan untuk baik dan buruk, juga mengenai hak dan diproses, ungkap Abdullah Hehamahua.”13 kewajiban moral (akhlak) yang bersifat Jika adanya suatu pelanggaran Kode Etik umum. Maka kode etik hanya ditujukan Rumah Sakit, dalam hal ini Komite Etik pada Rumah kelompok tertentu atau yang berkaitan dengan profesi yang disebut Sakit berperan mengambil keputusan dalam pemberian sanksi. dengan etika terapan atau etika praktis. Komite Etik Rumah Sakit Penolakan Kewajiban Pelayanan Medis merupakan badan yang dibentuk dengan oleh anggota dari berbagai disiplin perawatan Ditinjau dari Hukum Pidana kesehatan dalam rumah sakit, Sakit Terhadap Pasien yang bertujuan membantu pimpinan rumah sakit 11 http://bangkaiemas.blogspot.com/2013/0 4/peran-komite-medik-komite-etik-dan.html, diakses pada 23 Mei 2016. 12 http://www.suarapembaruan.com/home/ abdullah-hehamahua-sanksi-sesuai pelanggaran/9508, diakses pada 23 Mei 2016. 13 Ibid. menjalankan Kode Etik Rumah Sakit. 10 Rumah Poerwo Darminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 87 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA Penolakan rumah sakit terhadap menolak pasien dan/atau meminta uang seseorang yang membutuhkan pelayanan muka.” Dalam pasal ini menyebutkan medis, hal ini merupakan tindakan yang dilarang menolak pasien dan/atau meminta membuat buruk citra pelayanan medis uang muka, jika rumah sakit melakukan terhadap penolakan masyarakat di Indonesia. Pelayanan kesehatan merupakan hak bagi bernegara, maka Dalam menyikapi melihat penolakan seorang pasien. pasien mampu, hal ini menunjukan bahwa Sebagaimana yang dimaksud Undang- pemerintah dalam melakukan pengawasan Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang dan pembinaan unit pelaksana teknis Kesehatan pelayanan finansial Pasal 5 ayat (2), yang pelayanan medis terjadinya harus kemampuan tanpa medis termasuk melakukan perbuatan pidana. warga negara dalam kehidupan berbangsa dan pelayanan kesehatan kurang terhadap optimal menyebutkan bahwa : “Setiap orang sehingga masih ada penolakan perawatan mempunyai memperoleh medis yang dilakukan oleh rumah sakit pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dengan berbagai alasan, seperti yang dan terjangkau”. diamanatkan Undang-Undang Nomor 36 hak Rumah memberikan termasuk dalam sakit yang pelayanan melanggar menolak Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 14 berarti ayat 1, yang berbunyi : “Pemerintah medis Undang-Undang, bertanggung jawab merencanakan, selain itu pelayanan medis termasuk mengatur, menyelenggarakan, membina perbuatan pidana. Penolakan pasien oleh dan mengawasi penyelenggaraan upaya rumah sakit memang tidak secara terang- kesehatan yang merata dan terjangkau oleh terangan, dengan berbagai alasan rumah mayarakat.” sakit menolak pasien yang kurang mampu Menurut ketentuan yang diatur dalam dalam finansial. Penolakan hukum pidana bentuk-bentuk kesalahan medis tersebut jelas terdiri dari berikut ini. melanggar Pasal 32 ayat (2) Undang- 14 a. Kesengajan (dolus), yang dapat dibagi Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang menjadi berikut : Kesehatan larangan menolak pasien yang 1) Kesengajaan dengan maksud, yakni berbunyi: fasilitas pemerintah “Dalam pelayanan maupun keadaan darurat, kesehatan, swasta dimana akibat dari perbuatan itu baik dilarang 14 Bahder Johan Nasution, Op.cit. Hlm.73. 88 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA diharapkan timbul, atau agar diterimanya. Maka disini pun peristiwa pidana itu sendiri terjadi; 2) Kesengajaan sebagai dengan suatu kepastian kesadaram keharusan bahwa terdapat suatu pertimbangan yang akibat menimbulkan kesadaran lebih dari yang atau bersifanya dari suatu kemungkinan biasa saja. perbuatan itu sendiri akan terjadi, Sebab atau dengan kesadaran sebagai suatu eventualis ini, juga mengandung kemungkinan saja. unsur-unsur 3) Kesengajaan dalam mengetahui dolus dan (dolus menghendaki, walaupun sifatnya eventualis). Kesengajaan bersyarat di sangat samar sekali atau dapat sini diartikan sebagai perbuatan yang dikatakan hampir tidak terlihat dilakukan dengan sengaja dan sama sekali. diketahui akibatnya, yaitu yang mengarah pada suatu kesadaran Sebagaimana yang disebut dalam akibat yang dilarang Pasal 359, 360, 361 KUHP.15 Delik yang kemungkinan besar terjadi. Menurut secara tidak sengaja telah dilakukan oleh Sudarto sebagai man di kutip Tamba, pelakunya bahwa kesengajaan bersyarat atau kehendaknya).16 bahwa dolus bersyarat sengaja sekedar eventualis Kealpaan (culpa) (sama sekali diluar disebutnya Tindak pidana dalam hal penolakan dengan teori “apa boleh buat” sebab pelayanan medis diatur dalam Pasal 304 ini keadaan batin dari sipelaku KUHP: “Barang siapa dengan sengaja mengalami dua hal, yaitu: menempatkan atau membiarkan seorang a) Akibat itu ini b. sebenarnya tidak dalam keadaan sengsara, padahal menurut dikehendaki, bahkan ia benci atau hukum yang berlaku baginya atau karena takut persetujuan dia wajib memberi kehidupan, akan kemungkinan timbulnya akibat tersebut; b) Meskipun tidak itu, diancam dengan pidana penjara paling menghendakinya, namun apabila lama dua tahun delapan bulan atau pidana akibat ia perawatan atau pemeliharaan kepada orang dan keadaan itu timbul juga, apa boleh buat, kaadaan itu 15 harus diterima. Jadi berarti bahwa Ibid. Hlm. 54. Muridah Isnawati. Handout Mata Kuliah Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya. 16 ia sadar akan resiko yang harus 89 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA denda paling banyak empat ribu lima ratus ada pimpinan (direktur) atau tenaga medis rupiah.” (dokter), hal ini diperjelas pada Pasal 190 Selain itu, Pasal 531 KUHP juga ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun mengatur tentang perbuatan pidana tentang 2009 Tentang Kesehatan. penolakan pelayanan medis: “Barangsiapa Jika yang melakukan penolakan ketika menyaksikan bahwa ada orang yang pelayanan medis terhadap pasien hanya sedang menghadapi maut, tidak memberi seorang karyawan biasa yang bukan pertolongan yang dapat diberikan padanya termasuk tenaga kesehatan (dokter) dalam tanpa selayaknya menimbulkan bahaya rumah bagi diriya ataupun orang lain, diancam, pertanggungjawaban jika pimpinan fasilitas kesehatan atau tenaga kemudian orang itu meninggal, sakit, pidana yaitu medis, bulan atau pidana denda paling banyak dilakukan karyawan ataupun bawahan empat ribu lima ratus rupiah.’’ tersebut semua kehendak dari pimpinan merupakan perbuatan pasif, semua yang dengan pidana kurungan paling lama tiga Dalam pasal 304 dan 531 KUHP karena maka perintah yang fasilitas kesehatan ataupun tenaga medis dimana jika hal ini atas nama peritah jabatan yang seseorang tidak melakukan perbuatan fisik diatur dalam Undang-Undang. apapun, tetapi seseorang tersebut telah Jika perintah atas nama pribadi mengabaikan kewajiban hukumnya. Unsur maka staf karyawan juga dapat dipidana, pasal 304, dengan sengaja membiarkan Undang-Undang seseorang sengsara, oleh pimpinan fasilitas kesehatan dan misalnya: penolakan perawatan medis tenaga medis dijerat Pasal 190 ayat (1) yang dilakukan oleh rumah sakit. Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dalam Unsur pada pasal 531, dengan Tentang sengaja tidak memberikan pertolongan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau terhadap seseorang yang membutuhkan tenaga kesehatan yang melakukan praktik perawatan medis diancam pidana. atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan dalam keadaan mengatur Kesehatan, yaitu: pemidanaan “Pimpinan Tindakan penolakan dilakukan oleh kesehatan yang dengan sengaja tidak rumah sakit, maka pertanggungjawaban memberikan pertolongan pertama terhadap pidana pimpinan pasien yang dalam keadaan gawat darurat fasilitas kesehatan jika atas perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 jabatan, karena dalam rumah sakit pasti ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana sepenuhnya adalah 90 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) Undang Kesehatan lebih memberatkan tahun hukuman terhadapan pelaku yang telah dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Apabila menimbulkan melakukan tindak pidana. kematian Semua tentang aturan hukum yang dalam penolakan pelayanan medis oleh menyangkut di bidang kesehatan, dalam rumah sakit, maka dapat dijerat Pasal 190 beberapa hal yang terdapat kemajuan yang ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun mampu menjamin terlaksananya profesi 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan kesehatan dan terlaksananya perlindungan sebagai berikut: “Dalam hal perbuatan hukum terhadap pasien dan dokter.17 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Banyaknya aturan hukum yang telah mengakibatkan terjadinya kecacatan atau dibuat kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, semata-mata bertujuan untuk kesehatan kesehatan melindungi kepentingan penyelenggaraan tersebut dipidana dengan pidana penjara kesehatan bagi masyarakat dan penegakan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda hukum itu sendiri. paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu Pengertian Hubungan Pasien dan Rumah miliar rupiah).” Sakit dari Hukum Perdata dan/atau Pimpinan tenaga fasilitas oleh pemerintah di bidang pelayanan Hubungan pasien dan rumah sakit kesehatan juga dapat dijerat Pasal 304 adalah hubungan antara subyek hukum dan KUHP terhadap pelayanan kesehatan subyek hukum. Diatur oleh kaidah-kaidah yang dilakukan oleh pihak rumah sakit. Hukum Perdata dan memenuhi hubungan Dan juga dapat djerat Pasal 531 KUHP, yang karena adanya pelanggaran tindak pidana. kewajiban.18 Didalam rumah sakit dokter Tetapi pasal-pasal dalam KUHP tidak bertugas melaksanakan kewajiban rumah menguntungkan sakit. korban dikarenankan hukuman yang tidak sebanding dengan mengatur tentang Sedangkan hak kedudukan dan pasien kerugian yang ditanggung oleh korban sebagai pihak yang wajib memberikan sebagai pihak yang dirugian. Yang sesuai kontra-prestasi atas pelayanan medis yang dengan diberikan pihak rumah sakit. Hubungan permasalahan diatas adalah menggunakan Pasal 190 ayat (1) dan (2) 17 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Bahder Johan Nasution. Op.cit. Hlm. 93. Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung. Hlm. 10. 18 Tentang Kesehatan, karena Undang91 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA Rumah sakit dan pasien adalah meliputi tetapi di Undang-Undang Nomor 44 tahun pemenuhan hak dan kewajiban dalam 2009 tentang Rumah Sakit juga mengatur melakukan pelayanan medis secara timbal hak untuk menuntut rumah sakit apabila balik. rumah sakit tidak memberikan pelayanan sesuai dengan standar, hal ini diatur dalam Tanggung Gugat Rumah Sakit Secara Pasal 32 huruf q Undang-Undang Nomor Perdata Atas Penolakan Medis Terhadap 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasien sebagai berikut: “Menggugat dan/atau Hubungan antara rumah sakit dan menuntut rumah sakit apabila rumah sakit pasien merupakan hubugan perdata yang diduga memberikan pelayanan yang tidak dalam sesuai dengan standar baik secara perdata hubunganya pelaksanaan hak-hak menekankan dan ataupun pidana.” kewajiban- kewajiban antara rumah sakit dan pasien secara timbal balik. Rumah Barang sakit kerugian siapa terhadap menimbulkan orang lain harus berkewajiban memenuhi hak-hak pasien memberikan ganti rugi atas kerugian dan seseorang begitu juga dengan pasien tersebut. Maka penolakan berkewajiban dalam memenuhi hak-hak perawatan medis yang dilakukan yang rumah sakit. Jika ada kegagalan rumah dilakukan sakit dalam memenuhi hak-hak pasien menimbulkan yang berakibat merugikan pasien sehingga perbuatan hal ini dapat digugat secara perdata, tercantum pada Pasal 1365 Kitab Undang- sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat Undang Hukum Perdata, yaitu: “Tiap (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 perbuatan yang melanggar hukum dan tentang Kesehatan, yaitu: “Setiap orang membawa kerugian kepada orang lain, berhak menuntut ganti rugi terhadap mewajibkan orang yang menimbulkan seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau kerugian itu karena kesalahannya untuk penyelenggaraan menggantikan kerugian tersebut.” kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan rumah sakit kerugian melanggar sehingga disebut hukum, juga yang Dalam Pasal 1365 yang dimaksud atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan dengan yang diterimanya”. adalah suatu perbuatan yang melanggar Tidak hanya di Undang-Undang perbuatan melanggar hukum hukum yang dilakukan oleh seseorang atas Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan kesalahannya sehingga menimbulkan 92 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA KUHPerdata.20 akibat kerugian terhadap pihak lain. Dapat Pasal 1370 Apabila disimpulkan bahwa kesalahan berdasarkan kematian pasien terjadi karena kesengajaan perbuatan melanggar hukum melahirkan dari pihak Rumah sakit dalam melakukan pertanggungjawaban hukum, baik terhadap pelayanan medis, maka dalam hal ini perbuatannya sendiri maupun terhadap Rumah sakit yang bertanggung jawab perbuatan orang yang berada di bawah untuk memberikan ganti rugi. tanggung jawab dan pengawasan.19 Dalam hal penolakan rumah sakit Penyelesaian Tuntutan oleh Pasien termasuk tindakan malpraktek perdata, Terhadap Rumah Sakit Tanpa Harus karena telah menyebabkan luka ataupun Mengajukan Gugatan di Pengadilan. mati terhadap seseorang yang diduga Penyelesaian kasus penolakan disebabkan oleh kelalaian, kesalahan dan pelayanan medis seharusnya di selesaikan pelanggaran hukum oleh pihak rumah melalui pengajuan gugatan di Pengadilan. sakit. malpraktek Dalam pengajuan gugatan di Pengadilan tidak hanya disebabkan adanya perjanjian dapat mewujudkan akibat hukum yang antara pasien dan rumah sakit ataupun lebih jelas dalam permasalahan pelayanan wansprestasi, tetapi juga karena tidak medis. Pertanggungjawaban dilaksanakannya kewajiban-kewajiban yang dilakukan seharusnya Dalam menurut kalangan kenyataannya yang tidak banyak menyukai Undang-Undang yang berlaku ataupun menyelesaikan permasalahannya melalui standar dalam melaksanankan pelayanan Pengadilan medis. Tindakan malpraktek juga termasuk diantaranya terlalu banyak biaya yang dalam Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal harus dikeluarkan, waktu yang terlalu 1367 KUHPerdata, karena dalam ketiga lama, proses pemeriksaan terbuka dan pasal didalamnya telah mengatur unsur vonis yang dijatuhkan berujung pada kesalahan dan kelalaian. menang- kalah sehingga menimbulkan Adapun mengenai hilangnya nyawa dengan berbagia alasan, hubungan kemitraannya terputus. seseorang baik karena perbuatan sengaja Dari hal ini banyak kalangan yang atau kerena kelalaian adalah diatur dalam menginginkan lembaga alternatif dalam menyelesaikan permasalahan tanpa harus 20 19 Cansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 244. Bahder Johan Nasution, Op.cit. Hlm. 67. 93 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA melalui Pengadilan. diluar tetapi dalam Pasal 6 ayat (2) Undang- Pengadilan sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Arbitrase Sengketa menyatakan tentang alternatif dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. dan Alternatif Penyelesaian penyelesaian sengketa, yang berbunyi: pelayanan “Penyelesaian sengketa atau beda pendapat medis antara pasien dan Rumah sakit, melalui alternatif penyelesaian sengketa dapat diluar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengadilan dengan Lembaga Arbitase diselesaikan dalam pertemuan langsung menurut 30 oleh para pihak dalam waktu paling lama dan 14 (empat belas) hari dan hasilnya Dalam permasalahan diselesaiakan Tahun dengan Undang-Undang 1999 tentang Nomor Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan dituangkan menggunakan tertulis.” metode negosiasi dan mediasi, untuk memberi kemudahan dalam dalam suatu kesepakatan Dalam penempatan oleh Undang- menyelesaikan masalah pelayanan medis. Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang a. Negosiasi Arbitrase dan Sengketa, Negosiasi Istilah dari kata negosiasi berasal dari inggris Negotiation yang artinya pertama perundingan, sengketa, adanya orang yang Alternatif dalam Penyelesaian sebagai metode karena cara langkah penyelesaian termurah dan mengadakan negosiasi disebut dengan penyelesaiannya dilakukan lebih tertutup “negosiator”. Menurut Fisher R dan sehingga kerahasiaan permasalahan yang William telah diselesai dapat terjaga dengan baik Ury; Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk dibangding dengan cara lain. mencapai kesepakatan b. Mediasi keduabelah pihak pada memiliki saat berbagai Istilah dari kata negosiasi berasal kepentingan yang sama atau berbeda.21 dari inggris “Mediation” yang artinya Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase penyelesaian sengketa dengan menengahi. dan Seseorang yang menjadi penengah dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mediasi disebut dengan “Mediator”. merumuskan tentang pengertian negosiasi, Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga 21 http://pedulihukum.blogspot.com/2009/0 2/negoisasi-dan-mediasi.html, diakses 04 Mei 2016. yang dapat diterima (accertable) Artinya 94 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA para pihak yang bersengketa mengizinkan putusan Komisi Pengawas Persaingan pihak ketiga untuk membantu para pihak Usaha, semua sengketa perdata yang yang bersengketa dan membantu para diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama pihak untuk mencapai penyelesaian.22 wajib Didalam UU No 30 Tahun 1999 lebih dahulu penyelesaian melalui perdamaian dengan Alternatif bantuan mediator”. Penyelesaian Sengketa tidak menyebutkan Selanjutnya tentang Arbitrase dan diupayakan kewajiban hakim apa pengertian mediasi, tetapi dalam Pasal untuk melakukan tahapan pra mediasi 6 ayat (3) UU No 30 Tahun 1999 sesuai dengan Pasal 7 Perma No 1 Tahun menyebutkan orang sebagai penengah 2008 menyatakan: dalam “ 1) Pada hari sidang yang telah ditentukan mediator”. Seorang mediator harus netral yang dihadiri kedua belah pihak, hakim sehingga mewajibkan melakukan dapat mediasi yaitu menciptakan keadaan kondusif, untuk mencapai kesepakatan para pihak untuk menempuh mediasi. para pihak yang bersengketa tetapi seorang 2) Ketidak hadiran pihak turut tergugat mediator tidak mempunyai kewenangan tidak untuk memaksa kepada para pihak dalam mediasi. mencapai kesepakatan. menghalangi pelaksanaan 3) Hakim, melalui kuasa hukum atau Penyelesaian sengketa di Pengadilan langsung kepada para pihak, juga terdapat tahapan mediasi, hal ini mendorong para pihak untuk berperan sesuai langsung atau dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, Tanggal 31 aktif dalam proses mediasi. Juli 2008 telah menerbitkan peraturan 4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. mendorong para pihak sendiri berperan Dalam Pasal 4 Perma No 1 Tahun 2008 langsung atau menyatakan : “Kecuali perkara yang mediasi. diselesaikan melalui prosedur Pengadilan 5) Hakim wajib aktif dalam menunda proses proses Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, persidangan perkara untuk memberikan keberatan atas putusan Badan Penyelesaian kesempatan Sengketa Konsumen, dan keberatan atas menempuh proses mediasi. 22 kepada para pihak Ibid. 95 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 6) Hakim wajib menjelaskan prosedur b. Dalam pertanggungjawaban perawatan atas mediasi dalam Perma ini kepada para penolakan medis yang pihak yang bersengketa. termasuk perbuatan melawan hukum D. Penutup yang merugikan orang lain (pasien), hal Kesimpulan ini telah diatur dalam Pasal 1365, 1366, yang 1367 Kitab Undang-Undang Hukum dilakukan rumah sakit terhadap pasien Perdata, jika perbuatan melawan hukum yang membutuhkan perawatan darurat sehingga termasuk perbuatan melawan hukum nyawa seseorang maka dapat dijerat dan termasuk tindakan pidana. Dalam Pasal 1370 KUHPerdata. Gugatan dapat hal ini seharusnya rumah sakit dilarang diajukan di Pengadilan Negeri, dalam menolak pasien yang membutuhkan hal ini harapan yang ingin dicapai perawatan medis, dalam Pasal 32 ayat dalam (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun Pengadilan adalah mewujudkan akibat 2009 tentang Kesehatan telah mengatur: hukum yang lebih jelas. Tetapi dalam “Dalam fasilitas kenyataannya proses di Pengadilan pelayanan kesehatan, baik pemerintah memakan waktu yang begitu lama dan maupun biaya yang begitu besar dan banyak a. Penolakan perawatan keadaan swasta medis darurat, dilarang menolak menimbulkan menyelesaikan kasus pasien dan/atau meminta uang muka.” kalangan Selain menyelesaikan di Pengadilan. itu perbuatan perawatan medis perbuatan pidana, juga penolakan tidak di suka Saran termasuk sehingga yang hilangnya a. Pemerintah harus lebih memperhatikan dapat dituntut secara pidana sesuai dengan dalam pelaksanaan Pasal 304 dan 531 KUHP. Dalam hal kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang melakukan penolakan perawatan bagi masyarakat yang tidak mampu, medis rumah sakit, maka pimpinan untuk menghindarikan tindak pidana rumah sakit yang bertanggung jawab pelanggaran dilakukan rumah sakit. atas terjadinya pelanggaran hukum, Penegakan hukum dengan memberikan sesuai diatur dalam Pasal 190 ayat (1) sanksi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diperlukan untuk menimbulkan efek tentang Kesehatan. jera, sehingga tidak terulang pada yang lebih pelayananan berat sangat rumah sakit yang lain. 96 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen keempat b. Peradilan yang cepat, mudah, dan biaya murah, sangat diperlukan sebagaimana amanat pada Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 48 Tahun 2009 Tentang Kehakiman, tetapi kenyataannya proses tidak cepat, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (LNRI Tahun 2009 Nomor 153) tidak sederhana dan biaya mahal. Keadaan tersebut merugikan korban. Untuk mempercepat penyelesaian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana gugatan ganti rugi tersebut. Pemerintah perlu membentuk lembaga khusus yang menjadi institusi penegakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk menyelesaikan masalah tersebut. Atau ditegaskan dalam pasal Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktisi Kedokteran (LNRI Tahun 2004 Nomor 116) mengenai sanksi, misal adalah cacat seumur hidup yang menimbulkan korban Kode Etik Rumah sakit Indonesia tidak produktif lagi dikenakan ganti rugi 2 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (LNRI Tahun 1999 Nomor 138) milyar, sehingga lebih berat hukuman maka pelanggaran akan lebih berkurang. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Daftar Pustaka Buku Apeldorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, P.T. Pradmya Paranita, Jakarta. Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. Cansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung. Handout Peraturan Perundang-undangan Internet Muridah Isnawati. Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya. Media Cetak Jawa Pos, selasa 19 Februari 2013. Hlm.10. 97 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380 JUSTITIA JURNAL HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA http://alfarisifadjari.com/mengenal-malpraktek-medis/, diakses pada 26 februari 2016. http://erniritonga123.blogspot.com/2010/0 1/definisi-etika.html diakses pada 22 Mei 2016. http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/07/ pengertian-dan-fungsi-kode-etik/ diakses pada 22 Mei 2016. http://bangkaiemas.blogspot.com/201 3/04/peran-komite-medikkomite-etik-dan.html. Diakses pada 23 Mei 2016. http://www.suarapembaruan.com/hom e/abdullah-hehamahua-sanksisesuaipelanggaran/9508. Diakses pada 23 Mei 2016. http://pedulihukum.blogspot.com/200 9/02/negoisasi-danmediasi.html, diakses pada 04 Mei 2016. Kamus Poerwo Darminto, ____, Kamus Besar Bahasa Indonesia, _____________ 98 Volume 1 No.1 April 2017 ISSN Cetak: 2579-9983 E-ISSN: 2579-6380