II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses- proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari), dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan. b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: a. Suhu atau temperatur udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. b. Tekanan udara Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan. c. Angin Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. d. Kelembaban udara Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. e. Curah hujan Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008), pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang sering terjadi dimana-mana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang memutih. Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang 9 dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global. Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah perubahan iklim. Menurut Murdiyarso dalam Subandono et al. (2009), perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO2). Gas lain yang terdapat secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni klorofluorokarbon (CFC). Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan (KLH, 2009). Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi 10 berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH, 2009). Menurut Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995), perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Subandono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nila rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi. 2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan, pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) menyatakan dampak perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh naiknya permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan. 11 Berdasarkan laporan IPCC ke-4 tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga 2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1,8 mm per tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar 3,1 mm per tahun (KLH, 2009). Perubahan iklim membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat tergantung pada tingkat penyimpangannya. Secara umum dampak penyimpangan iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga kebakaran hutan (Ditjen, 2002). Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air 12 adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat (Subandono et al., 2009). 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Bagi Indonesia, pemanasan global merupakan suatu kenyataan. Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja, meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH, 2009). Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran hutan. Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton 13 gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas 158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (setara dengan 174 ribu ton GKG). Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan maka banjir lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH, 2009). 2.3. Pariwisata Pengertian pariwisata menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004) adalah kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal asalnya menuju tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, keinginan keagamaan, serta silaturahmi. Definisi pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan bab I pasal 1 yaitu: 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 14 2.4. Permintaan Wisata Menurut Wahab (1992), permintaan umumnya diartikan sebagai sejumlah barang atau jasa yang ingin dibeli oleh pelanggan dan mampu untuk dibeli dengan harga tertentu pada waktu tertentu. Wahab (1992) juga menyebutkan bahwa dalam pariwisata, hubungan fungsional yang terjadi pada permintaan tidaklah sederhana. Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan wisata tertentu atau menunda berwisata. Faktor penentu permintaan wisata menjelaskan mengapa populasi dari beberapa negara-negara mempunyai suatu kecenderungan yang tinggi untuk berwisata sedang negara yang lain rendah. Faktor penentu ini harus dibedakan dari sisi tujuan dan perilaku pembeli. Middleton (1991) dalam Vanhove (2005) menyimpulkan sembilan kategori faktor penentu permintaan wisata, yaitu: 1. Faktor ekonomi: pendapatan, waktu, dan harga 2. Harga komparatif 3. Faktor demografi 4. Faktor geografi 5. Perilaku sosial budaya wisata 6. Mobilitas 7. Peraturan pemerintah 8. Media komunikasi 9. Teknologi informasi dan komunikasi Damanik dan Weber (2006) menguraikan beberapa pertimbangan penting yang dilakukan seseorang sebelum mengambil keputusan untuk berwisata, yaitu : 15 1. Biaya Hal yang paling sentral dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berwisata adalah biaya. Biaya akan menentukan bentuk, tujuan, bentuk dan waktu berwisata, tipe penginapan, moda angkutan serta jasa lain yang digunakan. 2. Daerah tujuan wisata Pilihan daerah destinasi wisata termasuk unsur sentral dalam keputusan berwisata. Pesatnya pertambahan jumlah daerah tujuan wisata lama maupun baru membuat orang menjadi semakin tidak mudah untuk melakukan pilihan. Ketersediaan informasi yang mutakhir tentang produk wisata di suatu daerah akan memudahkan orang untuk melakukan pilihan. 3. Bentuk perjalanan Terdapat tiga bentuk perjalanan yang dapat dilakukan, yaitu berkelompok dalam jumlah besar dan diorganisasi oleh biro perjalanan, individual atau kelompok kecil yang diatur sendiri oleh wisatawan yang bersangkutan, dan gabungan keduanya. 4. Waktu dan lama berwisata Keputusan berwisata tidak dilakukan secara tiba-tiba. Orang akan mencari informasi yang lebih lengkap tentang kemungkinan berwisata. Jika berhasil atau memuaskan baginya, maka barulah orang itu mengambil keputusan untuk berwisata. Lama berwisata juga menjadi pertimbangan tersendiri. Dalam hal ini faktor ketersediaan waktu luang dan uang kembali memainkan peran penting. 16 5. Penginapan yang digunakan Jenis penginapan sangat tergantung pada perkembangan industri pariwisata. Seleksi fasilitas akomodasi perlu dilakukan secara matang karena selain menyangkut biaya juga terkait dengan kenyamanan dan kepraktisan. 6. Moda transportasi Terkait dengan moda angkutan wisata yang tersedia dan akan digunakan, juga faktor kenyamanan dari daerah asal ke dan selama di daerah tujuan wisata. 7. Jasa-jasa lainnya Termasuk dalam hal ini adalah layanan lain yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan wisata, seperti pemandu, souvenir, fotografi, perawatan kesehatan, hiburan, dan sebagainya. 2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata Matzarakis (2006) menyatakan bahwa iklim dan cuaca adalah faktor yang mempengaruhi permintaan wisata, seperti dalam hal pilihan tujuan atau jenis kegiatan yang akan dilakukan wisatawan. Wisata di daerah pegunungan sangat tergantung pada alam dan budaya. Kondisis lingkungan, terutama iklim mempengaruhi pariwisata pembangunan di daerah pegunungan karena daerah ini merupakan ekosistem yang paling terancam akibat adanya perubahan iklim. Dampak negatif yang dihasilkan oleh perubahan iklim pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan infrastruktur secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sektor pariwisata (Surugiu et al., 2011). Faktor cuaca dan iklim berpengaruh terhadap bidang pariwisata. Cuaca cerah, banyaknya cahaya matahari, kecepatan angin, udara sejuk, kering, panas, dan sebagainya mempengaruhi terhadap pelaksanaan wisata, baik wisata darat 17 maupun laut. Menurut Damanik dan Weber (2006), kebutuhan untuk berwisata sangat terkait dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup di tempat tinggal. Iklim yang khas dapat menjadi daya tarik utama bagi suatu destinasi pariwisata. Iklim merupakan faktor penarik bagi wisatawan yang ingin berelaksasi pada tempat yang memiliki iklim yang lebih nyaman daripada tempat tinggalnya. Biasanya mereka yang tinggal di daerah yang cenderung dingin dimana jarang mendapatkan sinar matahari, kemungkinan besar akan berwisata ke tempat-tempat yang memiliki iklim tropis yang kaya akan sinar matahari. Sebaliknya, mereka yang tinggal di iklim cenderung panas atau di kawasan yang tingkat polusi tanah, air, udara, dan suara sangat tinggi, akan mencari tempat yang beriklim sejuk dan tingkat pencemaran lingkungan yang minimal untuk tujuan berwisatanya. Perubahan iklim juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sumber daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama kepariwisataan Indonesia. Kenaikan muka air laut dan temperatur akan mengancam keberlanjutan kegiatan wisata dan keanekaragaman hayati laut pada destinasi pariwisata pantai, laut, dan pulau-pulau kecil. World Monuments Fund (WMF) melaporkan pemanasan global sebagai salah satu faktor penyebab rusaknya kelestarian monumen karya budaya umat manusia (Rosyidie, 2004). 2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan adaptasi terencana. 18 Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Umumnya pilihan-pilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perubahan iklim yang tak terelakkan. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan. Adaptasi yang dilakukan oleh pengelola suatu obyek wisata dengan obyek wisata lainnya akan berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan dampak perubahan iklim yang dirasakan obyek wisata akan berbeda-beda. 19