BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada daerah khatulistiwa sangat potensial untuk mengembangkan sumber energi matahari sebagai sumber energi alternatif. Energi matahari digunakan untuk menggantikan energi konvensional yang persediaannya mulai menipis (Kananda, 2013). Sebagai negara tropis, matahari menyinari Indonesia selama 10 - 12 jam dalam sehari. Indonesia memiliki potensi energi listrik surya sebesar 4,5 kW/m2/hari, sehingga tergolong kaya energi matahari (Rifan, 2012). Pemanfaatan tenaga matahari untuk pembangkitan listrik di Indonesia sudah dilakukan sejak awal dekade 80-an, tetapi aplikasinya masih terbatas pada sistem berdaya kecil atau yang lebih dikenal dengan solar home system (SHS) (Kumara, 2010). Sistem SHS pada umumnya digunakan oleh masyarakat pedesaan yang belum terjangkau jaringan listrik PLN. Sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dalam pengelolaan energi nasional, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dikembangkan untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam pembangkitan energi listrik nasional. PLTS memiliki keunggulan yaitu ketersediaan sumber energi matahari yang tidak pernah habis, pengoperasian PLTS yang ramah lingkungan atau tidak mengeluarkan polusi, dan dapat dibangun secara swadaya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Sesuai dengan keunggulannya, PLTS berpotensi dikembangkan di daerah perkotaan untuk mengurangi penggunaan energi kovensional. Masyarakat 1 2 perkotaan merupakan komponen yang cukup besar dalam komposisi populasi Indonesia dan Bali. Persentase jumlah penduduk di Provinsi Bali yang tinggal di daerah perkotaan adalah sebesar 60,17 persen, sedangkan yang tinggal di daerah pedesaan sebesar 39,83 persen (BPS, 2011). Kelompok masyarakat kota ini, sudah semua menggunakan listrik PLN, maka dari itu daerah perkotaan merupakan daerah pengguna energi listrik terbesar. Peranan energi listrik dalam kehidupan masyarakat perkotaan sudah sangat melekat sehingga ketidaktersediaan energi tersebut akan sangat berpengaruh langsung terhadap kehidupan mereka seperti produktifitas dan kenyamanan. Disamping itu mereka juga memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pedesaan dalam pemanfaatan PLTS seperti tingkat pendidikan dan pemahaman tentang lingkungan serta penyelamatannya (Kumara, 2010). Desa Pemecutan Kaja merupakan desa yang berada di Kota Denpasar. Wilayah administrasi Desa Pemecutan Kaja terdiri dari 13 banjar adat dengan luas wilayah 308.720 ha. Wilayah desa ini berbatasan dengan Desa Dauh Puri Kaja disebelah timur, Kelurahan Ubung disebelah utara, Kelurahan Padang Sambian disebelah barat dan Kelurahan Pemecutan disebelah selatan. Jumlah Penduduk Desa Pemecutan Kaja pada tahun 2012 sebanyak 29.112 jiwa terdiri dari laki-laki 14.676 jiwa dan perempuan 14.436 jiwa. Masyarakat Desa Pemecutan Kaja 100 persen sudah dilayani listrik PLN (Profil Desa Pemecutan Kaja, 2012). Berdasarkan surat perintah kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar Nomor: 640/1355/ DPU tahun 2009, Desa Pemecutan Kaja merupakan desa yang menjadi percontohan di wilayah Kota Denpasar dalam pengolahan air limbah. Di 3 desa ini telah dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) rumah tangga dengan pendanaan dari APBD Kota Denpasar. Pengerjaan IPAL dilakukan secara bertahap dan sudah selesai pada akhir tahun 2012. IPAL Desa Pemecutan Kaja digunakan untuk mengolah limbah rumah tangga dari dua banjar yaitu Banjar Merthayasa dan Banjar Tulang Ampiang. IPAL ini mengolah limbah rumah tangga yaitu limbah mandi cuci kakus (MCK). Dari masing-masing rumah tangga, limbah ini disalurkan menggunakan pipa PVC 4”, sedangkan untuk saluran utama menggunakan pipa PVC 6” dengan sistem gravitasi menuju Bak Penampungan Akhir (BPA). Kapasitas BPA dalam menampung limbah adalah 8,5 m3. Dari BPA limbah disalurkan menuju tangki penyaringan yang menggunakan sistem radial flow anaerobic. Sistem ini terdiri dari dua buah tangki penyaringan yaitu tangki rabic pro dan tangki up flow filter. Tangki rabic pro berfungsi menguraikan limbah dengan proses anaerobic dengan memanfaatkan endapan padat pada bagian bawah tangki yang merupakan media pertumbuhan mikroba anaerobic. Tangki up flow filter ini berfungsi untuk memisahkan gas dan partikel endapan. Pada tangki up flow filter juga akan memisahkan pertumbuhan mikroba hidrolisis dan methanogenesis. Pemisahan ini berfungsi untuk meningkatkan pH air buang. Air hasil penyaringan sudah dapat langsung disalurkan ke sungai karena sudah memenuhi baku mutu limbah cair. Dinas Kesehatan Kota Denpasar melakukan uji laboratorium air hasil penyaringan setiap 6 bulan agar air yang disalurkan ke sungai tetap memenuhi baku mutu limbah cair. 4 Untuk mengalirkan air limbah dari bak penampungan akhir menuju tangki penyaringan menggunakan pompa sentrifugal dengan tipe vertical sewage submersible pumps dengan daya 1,5 kW. Catu daya pompa ini menggunakan sistem hibrida PLTS dengan PLN sudah terpasang daya listrik PLN 7.700 VA dan PLTS dengan kapasitas 3.740 Wp. Sistem ini menggunakan PLTS sebagai catu daya utama dan PLN sebagai catu daya cadangan. PLTS di IPAL Desa Pemecutan Kaja terdiri dari 44 buah panel Photovoltaic dengan output masing-masing panel 85 Wp. PLTS ini dilengkapi dengan Battery Charger Controller (BCR), battery sebagai unit penyimpanan energi listrik dan inverter. Sistem ini juga dilengkapi dengan ATS (Automatic Transfer Switch) untuk memindahkan penggunaan catu daya utama dengan catu daya cadangan. Jika catu daya utama tidak mampu memenuhi kebutuhan daya, maka sistem akan secara otomatis menggunakan catu daya cadangan sehingga pompa tetap mendapat suplai energi listrik. Hasil wawancara dengan Kepala Desa Pemecutan Kaja, pada tahun 2014 pengelolaan IPAL ini dikelola langsung oleh Desa Pemecutan Kaja. Sejak awal pengoperasian PLTS ini, belum pernah dilakukan penelitian tentang kinerjanya. Untuk pemeliharaan sistem, belum pernah dilakukan perawatan dan kelompok kerja desa hanya melakukan pengisian pulsa agar daya dari PLN dapat tetap tersuplai. Selain itu, desa akan melakukan pemungutan iuran bulanan untuk setiap pengguna rumah tanggga. Pengetahuan tentang pengoperasian PLTS yang minimum dan belum dilakukannya pengkajian tentang konsumsi energi di IPAL menjadi kendala dalam pengelolaan IPAL secara optimal dan berkelanjutan. 5 Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan studi pemanfaatan catu daya hibrida PLTS dan PLN di IPAL Desa Pemecutan Kaja yang mencakup produksi energi listrik dari PLTS dan PLN, biaya produksi energi listrik PLTS dan model pengelolaannya sehingga IPAL dapat beroperasi secara optimal dan berkelanjutan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kinerja PLTS dalam sistem pembangkitan energi listrik hibrida dengan PLN di IPAL Desa Pemecutan Kaja? 2. Bagaimanakah model pengelolaan IPAL Desa Pemecutan Kaja agar dapat beroperasi secara optimal dan berkelanjutan? 1.3 Tujuan Usulan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja PLTS di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Desa Pemecutan Kaja menggunakan sistem hibrida PLTS dengan PLN, iuran masyarakat serta model pengelolaan IPAL Desa Pemecutan Kaja secara optimal dan berkelanjutan. 6 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Sebagai media pembelajaran untuk pemanfaatan energi terbarukan secara maksimum, yaitu cahaya matahari sebagai sumber energi listrik untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk membangkitkan energi listrik. 2. Sebagai pilot project dalam pemanfatan catu daya hibrida PLTS dengan PLN pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Daerah perkotaan. 3. Sebagai acuan bagi kelompok kerja Desa Pemecutan Kaja dalam pengelolaan secara optimal dalam pembangkitan energi listrik dan pengoperasian IPAL yang berkelanjutan.