KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1455 K/40/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI, USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, perlu menetapkan pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan usaha penunjang tenaga listrik. b. bahwa pedoman teknis sebagai-mana dimaksud dalam huruf a dapat digunakan oleh Badan Legislatif Daerah maupun Badan Eksekutif Daerah dalam menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan usaha penunjang tenaga listrik; c. bahwa pedoman teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat digunakan oleh Badan Legislatif Daerah maupun Badan Eksekutif Daerah dalam menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan usaha penunjang tenaga listrik; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (LN Tahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317); 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (LN Tahun 1999 Nomor 54, TLN Nomor 3833); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor 3394); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (LN Tahun 1995 Nomor 46, TLN Nomor 3603); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 63, TLN Nomor 3955); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 64, TLN Nomor 3956); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 65, TLN Nomor 3957); 10. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah; 11. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tanggal 23 Agustus 2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode Tahun 2000 sampai dengan 2004; 12. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertambangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 169 Tahun 1998 tanggal 17 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERTAMA : Penyelenggaraan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan usaha penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan menggunakan Pedoman Teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Keputusan Menteri ini. KEDUA : Kebijakan dalam bentuk pengaturan kewenangan dan pedomanpedoman lainnya yang dipandang perlu dan belum tercantum dalam Pedoman Teknis ini akan diatur dan ditetapkan kemudian. KETIGA : Dalam hal dipandang perlu, Direktur Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi dapat menetapkan ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2000 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral . Purnomo Yusgiantoro Tembusan : 1. Presiden Republik Indonesia 2. Wakil Presiden Republik Indonesia 3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah 4. Sekretaris Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 5. Inspektur Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 6. Para Direktur Jenderal di Lingkungan Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 7. Para Gubernur di seluruh Indonesia 8. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1455 K/40/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PELAYANAN IZIN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bahwa di samping listrik sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia, tenaga listrik juga dapat membahayakan keselamatan manusia. Oleh karena itu instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus aman, andal dan akrab lingkungan. Guna terciptanya instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik yang aman, andal, dan akrab lingkungan maka instalasi tersebut harus dibangun dan dipasang sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku di bidang ketenagalistrikan. Untuk menjamin bahwa instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik memenuhi ketentuan teknis yang berlaku di bidang ketenagalistrikan maka pembangunan dan pemasangan instalasi tersebut harus berdasarkan perencanaan, pelaksanaannya diawasi, hasil pelaksanaannya diinspeksi dan diuji serta untuk keandalan maka instalasi tersebut harus dipelihara dan dioperasikan dengan tepat. Dalam rangka mendapatkan instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik yang memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan diatas,maka pelaksanaan perencanaan, pengawasan, inspeksi dan pengujian instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus dilaksanakan oleh Badan Usaha yang telah memiliki Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Dari uraian di atas jelas bahwa usaha penunjang tenaga listrik mempunyai peranan yang sangat penting. Mengingat pentingnya peranan badan usaha penunjang dalam pembangunan dan pemasangan instalasi sarana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik, maka penyelenggaraan usaha penunjang tenaga listrik harus diatur dan diawasi sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik. Pengaturan dan pengawasan usaha penunjang tenaga listrik perlu dilakukan untuk : a. Menumbuhkembangkan badan usaha penunjang yang berkualitas. b. Mendorong pertumbuhan ahli spesialis di bidang ketenagalistrikan. c. melindungi kepentingan konsumen tenaga listrik dan pengusaha penyediaan tenaga listrik. Pengaturan dan Pengawasan usaha penunjang tenaga listrik dilakukan melalui pemberian izin bagi badan usaha maupun perseorangan yang akan melaksanakan usaha penunjang tenaga listrik. Hingga saat ini izin yang diterbitkan dalam rangka pengaturan dan pengawasan penyelenggaraan usaha penunjang tenaga listrik adalah Surat Pengesahan Instalatir (SPI) yang berlaku selama 3 (tiga) tahun dan Surat Izin Kerja (SIKA) yang berlaku selama 1 (tahun). Untuk pengawasan dan pengaturan terhadap badan usaha pemegang SPI, maka SPI yang diterbitkan digolongkan sesuai dengan tingkat kemampuan teknis yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan penunjang. Tingkat kemampuan teknis diukur berdasarkan tegangan dan daya (kVA) terpasang/tersambung pada instalasi yang akan dibangun, Adapun penggolongan SPI adalah : Golongan A, Golongan B, Golongan C, dan Golongan D. SPI akan diterbitkan bagi Badan Usaha pemohon yang telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum dalam hal ini adalah persyaratan administratif, sedangkan persyaratan khusus adalah mempunyai penanggungjawab teknik yang sudah lulus uji sesuai dengan golongannya dan mempunyai peralatan kerja yang cukup sesuai dengan golongannya. Sedangkan SIKA adalah surat izin kerja yang diterbitkan bagi badan usaha yang memiliki SPI. Lingkup kerja dari Badan Usaha Pemegang SPI dan SIKA mempunyai lingkup kerja yaitu: Perencanaan, Pembangunan dan Pemasangan Instalasi Peralatan Ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri No. 01.P/40/M.PE/ 1990. Lingkup kerja ini belum mencerminkan adanya spesialisasi di bidang ketenagalistrikan sehingga apa yang dicita-citakan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 belum dapat diwujudkan. Untuk spesialisasi di bidang ketenagalistrikan maka pada tahun 1997 telah diterbitkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 2500.K/ 40/M.PE/1997 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagai pengganti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 023/ PRT/1978, dimana penggolongan usaha penunjang telah mengalami perubahan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan, keputusan ini wajib diberlakukan sejak tanggal 18 Desember 1999. Akan tetapi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pemberlakuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi ditangguhkan guna penyesuaian dengan ketentuan yang ditetapkan dalam kedua Undangundang ini. Di masa datang pengaturan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha penunjang tenaga listrik terutama mengenai Perencanaan dan Pembangunan akan mengacu kepada Undangundang Nomor 18 Tahun 1999. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya disamping Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995. Pedoman yang disusun ini telah mencerminkan penyesuaian antara Undang-undang dan Peraturan di bidang ketenagalistrikan dengan Undang-undang dan Peraturan di bidang jasa Konstruksi dan Otonomi Daerah. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam menyelenggarakan pelayanan penerbitan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pengaturan dan pengawasan Usaha Penunjang Tenaga Listrik. Adapun tata cara pelaksanaan secara rinci diatur sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan kondisi setempat. II. PENGERTIAN 1. Konsultasi yang berhubungan dengan Penyediaan dan Pemanfaatan tenaga listrik, yang selanjutnya disebut Konsultasi Ketenagalistrikan adalah segala kegiatan yang bersifat non fisik yang meliputi studi kelayakan, perencanaan,rekayasa,pengawasan, inspeksi dan pengujian di bidang penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 2. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan adalah segala kegiatan fisik pelaksanaan pekerjaan pembangunan dan pemasangan instalasi ketenagalistrikan termasuk pengadaannya yang berdasarkan pada perencanaan tertentu. 3. Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan adalah segala kegiatan yang meliputi pemeriksaan, perawatan, perbaikan dan pengujian atas instalasi pembangkit, jaringan transmisi, jaringan distribusi dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik, dengan maksud agar instalasi tetap berada dalam keadaan baik dan bersih sehingga penggunaannya aman, serta segala gangguan dan kerusakan dapat diketahui, dicegah dan diperkecil. 4. Pengembangan Teknologi peralatan Ketenagalistrikan adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan teknologi untuk memperbaiki mutu dan meningkatkan kemampuan secara ekonomis atas peralatan atau instalasi ketenagalistrikan dalam rangka penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 5. Perencanaan adalah suatu kegiatan membuat rancangan yang berupa suatu berkas gambar instalasi dan uraian teknik yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembangunan dan pemasangan instalasi. 6. Instalasi ketenagalistrikan adalah bangunan-bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin, peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi,transformasi, pendistribusian, dan pemanfaatan tenaga listrik 7. Pengujian adalah kegiatan pengukuran dan penilaian untuk kerja suatu instalasi hasil pembangunan dan pemasangan termasuk hasil pemeliharaan. 8. Pengawasan adalah kegiatan dalam rangka mengawasi pelaksanaan pekerjaan pembangunan dan pemasangan, dan pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan. 9. Penanggung Jawab Teknik adalah seseorang yang bersertifikat Penanggung Jawab Teknik, dan ditunjuk pimpinan perusahaan untuk bertanggung jawab secara teknis atas semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan Usaha Penunjang Tenaga Listrik. 10.Tenaga ahli adalah seseorang yang mempunyai sertifikat keahlian khusus yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan konsultasi, pembangunan dan pemasangan, atau pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan yang berhubungan dengan penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 11.Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi adalah Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 12. Lembaga sertifikasi adalah Lembaga yang telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang dalam rangka penerbitan sertifikasi (sertifikasi keahlian, sertifikasi ketrampilan). III. JENIS USAHA, GOLONGAN USAHA DANLINGKUP LAYANAN 1. Jenis Usaha dan Golongan Usaha Usaha Penunjang Tenaga Listrik diklasifikasikan berdasarkan jenis dan golongan usaha sebagai berikut : a. Konsultasi Ketenagalistrikan Konsultasi Ketenagalistrikan terdiri dari 2 (dua) bidang usaha, yaitu : 1) Perencanaan Ketenagalistrikan : a) Perencanaan Ketenagalistrikan Golongan A; b) Perencanaan Ketenagalistrikan Golongan B; c) Perencanaan Ketenagalistrikan Golongan C; d) Perencanaan KetenagalistrikanGolongan D. 2) Pengawasan Ketenagalistrikan : a) Pengawasan Ketenagalistrikan Golongan A; b) Pengawasan Ketenagalistrikan Golongan B; c) Pengawasan Ketenagalistrikan Golongan C; d) Pengawasan Ketenagalistrikan Golongan D. b. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Usaha Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan dibagi sesuai dengan kemampuan teknik badan usaha sebagai berikut : 1) Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan golongan I 2) Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan II; 3) Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan III; 4) Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan IV.. c. 1) a) b) c). 2) a) b) c) d) Pemeliharaan Peralatan Ketenagalistrikan Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan I; Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan II; Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan Golongan III. Pengujian Ketenagalistrikan Pengujian Ketenagalistrikan Golongan A; Pengujian Ketenagalistrikan Golongan B; Pengujian Ketenagalistrikan Golongan C; Pengujian Ketenagalistrikan Golongan D. 2. Lingkup Layanan Lingkup Layanan Usaha untuk setiap jenis dan golongan usaha diklasifikasikan berdasarkan tegangan dan daya terpasang pada instalasi penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta bidang pekerjaan. Untuk usaha perencanaan, pengawasan dan pengujian, lingkup layanan dibagi berdasarkan bidang pekerjaan (Instalasi Pembangkit, Instalasi Transmisi dan Distribusi, dan Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik). Untuk usaha pembangunan dan pemasangan, dan pemeliharaan, lingkup layanan dibagi berdasarkan daya terpasang pada instalasi/ sistem. a Usaha Perencanaaan Ketenagalistrikan 1) Golongan A, melakukan : Studi kelayakan, pekerjaaan perencanaan dan perekayasaan, yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik 2) Golongan B, melakukan : Studi kelayakan, pekerjaan perencanan dan perekayasaan yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung dan transformator 3) Golongan C, melakukan : Pekerjaan perencanaan dan perekayasaan yang berhubungan dengan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi penerangan dan pemanfaatan lainnya yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik. 4) Golongan D, melakukan : Pekerjaan perencanaan, pembangunan, pemasangan, dan pemeliharaan Instalasi Ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggitingginya 15 MVA. b. Usaha Pengawasan Ketenagalistrikan 1) Golongan A, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan pembangunan,pemasangan dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. 2) Golongan B, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung dan transformator. 3) Golongan C, melakukan : Pengawasan atas pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi penerangan dan pemanfaatan lainnya. 4) Golongan D, melakukan : Pengawasan pekerjaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan Instalasi Ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggi-tingginya 15 MVA. c. Usaha pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan 1) Golongan I, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a) Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang tanpa batas. b) Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah, jaringan transmisi tegangan tinggi, tegangan ekstra tinggi baik di atas tanah maupun di bawah air. c) Gardu Induk, gardu distribusi, gardu hubung, dan transformator tanpa batas daya. d) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/ sumber tenaga listrik dengan daya terhubung tanpa batas. 2) Golongan II, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan. a) Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang setinggitingginya 630 kVA setiap mesin. b) Jaringan distribusi tegangan rendah, jaringan distribusi tegangan menengah di atas atau di bawah tanah; c) Gardu distribusi, gardu hubung, dan transformator dengan daya terpasang setinggi-tingginya 5.000 kVA setiap transformator; d) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/ sumber tanaga listrik dengan daya terhubung setinggi-tingginya 630 kVA. 3) Golongan III, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a) Jaringan distribusi tegangan rendah di atas atau di bawah tanah; b) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/ sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggi-tingginya 135 kVA. 4) Golongan IV, melakukan pekerjaan pembangunan dan pemasangan : a) Pekerjaan pembanguan dan pemasangan instalasi penerangan, dan instalasi pemanfaat lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang akan terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setingggi-tingginya 50 kVA; b) Melaksanakan pekerjaan perencanaan, pengawasan, pembangunan dan pemasangan, dan perawatan instalasi ketenagalistrikan yang dikerjakannya sendiri, yang akan terhubung ke jaringan suplai/ sumber tenaga listrik dengan daya terhubung setinggi-tingginya 6.600 VA serta pemeliharaan instalasi dengan daya terhubung setinggi-tingginya 6.600 VA. d. Usaha Perawatan Peralatan 1) Golongan I, melakukan Pekerjaan Perawatan : a) Instalasi pembangkit tenaga listrik tanpa batas daya. b) Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah, jaringan transmisi tegangan tinggi dan ekstra tinggi baik di atas tanah maupun di bawah tanah atau air dalam kondisi bertegangan atau tidak bertegangan. c) Gardu induk, gardu hubung, gardu distribusi, dan transformator tanpa batas daya; d) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga dengan daya terhubung tanpa batas. 2) Golongan II, melakukan Pekerjaan Perawatan : a) Instalasi pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang setinggitingginya 630 kVA setiap mesin. b) Jaringan distribusi tegangan rendah dan tegangan menengah baik di atas tanah maupun di bawah tanah atau air dalam kondisi bertegangan atau tidak bertegangan. c) Gardu induk, gardu hubung, gardu distribusi, dan transformator dengan daya terpasang 5.000 kVA setiap transfomator; d) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang terhubung ke jaringan suplai/sumber tenaga dengan daya terhubung setinggitingginya 630 kVA. 3) Golongan III, melakukan Pekerjaan Perawatan : a) Jaringan distribusi tegangan rendah baik di atas tanah maupun di bawah tanah atau air dalam kondisi bertegangan atau tidak bertegangan. b) Instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya di dalam dan atau di luar bangunan yang terhubung kejaringan suplai/sumber tenaga dengan daya terhubung setinggitingginya 135 kVA. e. Usaha Pengujian Ketenagalistrikan 1) Golongan A, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan dan pemasangan, dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. 2) Golongan B, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan dan pemasangan, dan pemeliharaan jaringan transmisi, jaringan distribusi, gardu induk, gardu distribusi, gardu hubung, dan transformator. 3) Golongan C, melakukan : Pengujian atas hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi penerangan dan instalasi pemanfaatan lainnya. 4) Golongan D, melakukan : Pengujian hasil pelaksanaan pembangunan, pemasangan dan pemeliharaan instalasi Ketenagalistrikan dengan total daya terpasang dalam sistem setinggitingginya 15 MVA. IV. PERIZINAN 1. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diberikan kepada badan usaha atau perseorangan. 2. Masa berlaku Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik : a. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. b. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik berakhir apabila : 1) Habis masa berlaku; 2) Dicabut; 3) Dikembalikan. 3. Tata cara pemberian Izin Usaha Penunjang Tenaga Iistrik : a. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diberikan berdasarkan permohonan. b. Permohonan ditujukan kepada Pejabat yang berwenang c. Permohonan dilengkapi dengan dokumen antara lain : 1) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 2) Sertifikat Registrasi Perusahaan yang diterbitkan oleh Lembaga yang berwenang; 3) Daftar Riwayat Hidup Pemimpin Badan Usaha; 4) Daftar Riwayat Hidup Penanggung Jawab Teknik; 5) Sertifikat Penanggung Jawab Teknik yang sesuai dengan jenis dan penggolongannya. 6) Daftar tenaga kerja tetap; 7) Daftar Peralatan kerja dan alat ukur yang berfungsi dengan baik. 4. Diagram alir pelayanan izin usaha penunjang tenaga listrik adalah sesuai gambar terlampir. 5. Wilayah Usaha Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. V. PENANGGUNG JAWAB TEKNIK DAN TENAGA KERJA 1. Penanggung Jawab Teknik a. Untuk menjamin bahwa hasil pekerjaan badan usaha penunjang tenaga listrik dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, maka sebelum mendapatkan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik dari instansi yang berwenang, badan usaha mengusulkan calon Penanggung Jawab Teknik untuk diuji oleh tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang. Sertifikat Penangung Jawab Teknik diberikan kepada calon yang lulus uji dan diberikan untuk atas nama sendiri (perseorangan). b. Persyaratan untuk diusulkan sebagai calon penanggung jawab teknik adalah sebagai berikut : 1) Persyaratan Umum : a) Berbadan sehat dan tidak buta warna yang dinyatakan oleh Dokter Pemerintah; b) Berkelakuan baik yang dinyatakan oleh pejabat yang berwenang; c) Mempunyai surat keterangan domisili dari pejabat yang berwenang; d) Daftar Riwayat Hidup; e) Memiliki Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi yang diakreditasi oleh yang berwenang. 2) Syarat Khusus a) Bagi calon peserta ujian Penanggung Jawab Bidang Teknik bidang Konsultasi Perencanaan Ketenagalistrikan untuk Golongan A, Golongan B dan Golongan C adalah : Sarjana Teknik Jurusan Listrik/ Mesin berpengalaman kerja di bidang perencanaan ketenagalistrikan minimum 4 (empat) tahun. b) Bagi calon peserta ujian Penanggung Jawab Teknik Bidang Konsultasi Pengawasan, Konsultasi pemeriksaan dan Pengujian Ketenagalistrikan untuk Golongan A, Golongan B da n Golongan C adalah : Sarjana Teknik Jurusan listrik/ mesin berpengalaman kerja di bidang pengawasan ketenagalistrikan minimum 4 (empat) tahun. c) Bagi calon peserta ujian Penanggung Jawab Teknik Bidang Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan : (1) Untuk Golongan I : (a) Sarjana Teknik Jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan minimum 4 (empat) tahun; atau (b) Sarjana Teknik Jurusan listrik/mesin yang telah mempunyai Sertifikat Penanggung Jawab Teknik Bidang Pembangunan dan Pemasangan peralatan ketenagalistrikan Golongan II minimum 1 (satu) tahun. (2) Untuk Golongan II (a) Sarjana Teknik jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan minimum 2 (dua) tahun; atau (b) Sarjana Muda/D3 Teknik jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan minimum 5 (lima) tahun; atau (c) Sarjana muda/D3 teknik jurusan listrik/mesin yang telah mempunyai Sertifikat Penanggung Jawab Teknik bidang pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan Golongan III minimum 1 (satu) tahun. (3) Untuk Golongan III (a) Sarjana Teknik jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan minimum 1 (satu) tahun; atau (b) Sarjana Muda/D3 teknik jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pemeliharaan ketenagalistrikan minimum 3 (tiga) tahun; atau (c) STM Jurusan listrik/mesin dan berpengalaman kerja di bidang pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan minimum 5 (lima) tahun. (d) Bagi Calon Penanggung Jawab Teknik Bidang Pengembangan Teknologi Peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik wajib memiliki Sertifikat Keahlian dan Sertifikat Kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang. 2. Pelaksanaan Ujian Penanggung Jawab Teknik Tata cara pelaksanaan ujian Penanggung Jawab Teknik adalah sebagai berikut : a. Keanggotaan, Anggota panitia ujian terdiri dari Asosias Perusahaan, Perguruan Tinggi, Asosiasi Ahli Teknik Ketenagalistrikan, Masyarakat Ketenagalistrikan dan Pemerintah. b. Materi Ujian, Materi ujian antara lain meliputi : 1) Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan; 2) Pengaturan teknik dan Standardisasi di bidang Ketenagalistrikan 3) Pengetahuan teknik terkait dengan ketenagalistrikan; 4) Manajemen Proyek c. Pemberitahuan, Agar seluruh masyarakat mengetahui, pelaksanaan ujian disebarluaskan melalui media oleh panitia yang memuat antara lain ketentuan dan persyaratan. d. Biaya, Biaya pelaksanaan ujian Penanggung Jawab teknik dibebankan kepada peserta ujian dan besarnya ditentukan oleh Kepala Daerah. e. Tanda kelulusan Kepada peserta ujian yang lulus diberikan Sertifikat Penanggung Jawab Teknik yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan telah lulus ujian Penanggung Jawab teknik untuk jenis pekerjaan sesuai golongan usaha. f. Peserta Ujian, Peserta ujian adalah peserta yang diusulkan oleh perusahaan untuk diuji dalam rangka memperoleh izin usaha penunjang tenaga listrik. 3. Tenaga Kerja, Tenaga kerja yang dipekerjakan untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan, pengawasan, perawatan, pengoperasian, pengujian dan inspeksi instalasi penyediaan dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik adalah tenaga ahli dan tenaga trampil yang bersertifikat. VI. HAK DAN KEWAJIBAN 1. Hak dan kewajiban badan usaha penunjang teaga listrik mengacu kepada ketentuan yang berlaku untuk pelaksanaan usaha jasa konstruksi ; 2. Pemegang Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik dalam setiap kontrak untuk melaksanakan pekerjaan berkewajiban memperkerjakan tenaga ahli dan tenaga trampil yang telah memiliki Sertifikat sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan Sertifikat keahlian/keterampilan sebagaimana dimaksud harus dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi atau oleh Lembaga Sertifikasi; 3. Pemegang Izin Usaha bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaannya; 4. Setiap pemegang Izin Usaha Penunjang Tenaga listrik wajib : a. Memberikan jaminan tertulis bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur dan standar yang berlaku. b. Mentaati dan memperhatikan ketentuan mengenai standar, keselamatan kerja, keselamatan umum, dan lingkungan hidup di bidang ketenagalistrikan. c. Memasang papan nama perusahaan di kantor Perusahaan. d. Menunjukkan Sertifikat Pengujian teknis dari Lembaga Sertifikasi Teknis setelah selesai pekerjaanya. e. Menyampaikan laporan tertulis secara berkala mengenai kegiatannya kepada Kepala Daerah. VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik dilakukan oleh Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. 2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, meliputi : a. Keselamatan dan keamanan bagi manusia dan instalasi; b. Pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri; c. Jaminan kualitas barang dan jasa bagi pengguna jasa; d. Terciptanya iklim usaha yang sehat; e. Peningkatan profesionalitas dan kesinambungan usaha; f. Tercapainya standardisasi di bidang ketenagalistrikan. 3. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan, Kepala Daerah : e) Menetapkan pedoman teknis dengan memperhatikan standar, keamanan, keselamatan, dan lingkungan di bidang ketenagalistrikan; f) memberikan bimbingan dan pelatihan; g) mengatur pengalokasian jenis pekerjaan berdasarkan nilai jasa dan kemampuan teknik pemegang Izin Usaha Penunjang Tenaga Lsitrik. VIII. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Pemegang Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik, Kepala Daerah memberikan sanksi administrasi berupa : a. peringatan tertulis; b. pencabutan sementara Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik; c. pencabutan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik; 2. Jenis pelanggaran, kriteria, dan tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. IX. HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN PEMERINTAH PUSAT 1. Untuk keperluan penyusunan kebijakan nasional dan sistem informasi di sektor energi dan sumber daya mineral khususnya mengenai Usaha Penunjang Tenaga Listrik, Pemerintah Daerah menyampaikan laporan tentang pelaksanaan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan Usaha Penunjang Tenaga Listrik secara berkala, setiap 6 (enam) bulan sekali. 2. Dalam hal tertentu Menteri dapat dimintai bantuan oleh Kepala Daerah untuk memberikan konsultasi teknik. X. KETENTUAN PENUTUP 1. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik atau izin-izin sejenis yang telah diberikan sebelum ditetap-kannya Keputusan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan berakhir masa berlakunya. 2. Pedoman mengenai bidang usaha penunjang lainnya, antara lain Usaha Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Usaha Inspeksi Teknik Ketenagalistrikan, Usaha Pengujian, dan Usaha Pengoperasian Sarana Penyediaan Tenaga Listrik, ditetapkan secara sendiri. 3). Ketentuan lebih lanjut tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral PurnomoYusgiantoro