1 UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

advertisement
1
UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL ENTAL MUDA
Diplazium esculentum (Retz.) Swartz TERHADAP PERTUMBUHAN
Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO
Firda Asmaul Husna, Eko Sri Sulasmi, dan Agung Witjoro
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Diplazium esculentum (Retz.) Swartz (D. esculentum) atau lebih dikenal
dengan paku sayur telah banyak dikonsumsi dan digunakan oleh orang terdahulu untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Zat aktif D. esculentum berperan sebagai
antibakteri sehingga dapat digunakan sebagai terapi alternatif infeksi bakteri. Hasil
observasi di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Jawa Timur pada bulan November
2015 menunjukkan jumlah pasien yang terinfeksi Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun 2014. Dibutuhkan
antibakteri alternatif yang berpotensi mengatasi infeksi bakteri. Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk menguji pengaruh ektrak metanol ental muda D. esculentum dalam
berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
secara in vitro dan membandingkan diameter zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan pendekatan
kuantitatif. Hasil penelitian diketahui ada pengaruh pemberian ekstrak metanol ental
muda D. esculentum dalam berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan S. aureus dan
E. coli secara in vitro. Konsentrasi ekstrak metanol ental muda D. esculentum yang
menghasilkan zona hambat paling besar dalam menghambat pertumbuhan S. aureus
adalah konsentrasi 100%, sedangkan konsentrasi ekstrak ental muda D. esculentum
yang menghasilkan daya hambat paling besar pada pertumbuhan E. coli adalah
konsentrasi 70%. Adanya zona hambat yang terbentuk dikarenakan D. esculentum
menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, terpenoid, dan saponin yang
dapat merusak dinding sel dan mengganggu permeabilitas membran.
Kata Kunci: ekstrak D. esculentum, daya antibakteri, S. aureus, E. coli.
ABSTRACT: Diplazium esculentum (Retz.) Swartz (D. esculentum) or better known as
fern vegetables have been widely consumed and used to cure various diseases. The
active substance in D. esculentum contains phytochemical compounds that it can be
used as an alternative treatment of infection caused by Staphylococcus aureus and
Escherichia coli. Results of observation at Syaiful Anwar Hospital in Malang, East Java
November 2015 showed the number of patients infected with Staphylococcus aureus
and Escherichia coli increasing from 2013 to 2014. It takes the alternative antibacterial
potentially overcome bacterial infections. The purpose of this research was to examine
the effect of the methanol extract of young leave D. esculentum in various
concentrations on the growth of Staphylococcus aureus and Escherichia coli and
compare the diameter of inhibition zone by extracts. The method used in this study is
experimental with quantitative approach. The survey results revealed an effect of the
methanol extract of young leave D. esculentum in various concentrations on the growth
of S. aureus and E. coli in vitro. The concentration of the methanol extract of young
leave D. esculentum which produces the greatest inhibition zone to inhibit the growth of
S. aureus is concentration 100%, whereas the concentration of extract young leave D
esculentum that produces the greatest hamate on the growth of E. coli is concentration
70%. Their inhibition zone is formed due to D. esculentum produce secondary
metabolites, such as alkaloids, terpenoids, and saponins that damage cell walls and
disrupting membrane permeability
Keyword: extract D. esculentum, inhibition, S. aureus, E. coli.
2
Diplazium esculentum (Retz.) Swartz (D. esculentum) atau paku sayur
merupakan salah satu tumbuhan paku yang sering dikonsumsi masyarakat karena
dianggap memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk, asma,
demam, sakit kepala, diare, dan antidysentri. Menurut Setyowati (2005) hasil studi
etnobotani suku dayak memanfaatkan tanaman ini sebagai obat kencing bernanah atau
kencing berdarah. Ental D. esculentum juga dimanfaatkan oleh masyarakat Olen
Setulang, Malinau Kalimantan Timur sebagai obat penurun panas pada anak-anak
(Karmilasanti dan Supartini, 2011). Masyarakat Manukwari, Papua Barat menggunakan
entalnya untuk mengobati sakit kepala (Lense, 2012). Ental muda D. esculentum
dikonsumsi masyarakat digunakan sebagai tonik untuk kesehatan. Ental merupakan
bagian yang terdiri dari tangkai dan helaian daun tumbuhan paku (Fleming, 2009).
Tumbuhan paku dapat dimanfaatkan sebagai obat karena menghasilkan
metabolit sekunder. Hasil skrining fitokimia menunjukkan berbagai tumbuhan paku
seperti Pteris biaurita, Lygodium flexiuosam, Hemionitis arifolia, Actinopteris radiata,
dan Adiantum latifolium mengandung senyawa kimia alkaloid, polifenol, tannin dan
saponin. Alkaloid dan polifenol sangat berperan dalam aktifitas antibakteri (Britto,
2012). Hasil analisis fitokimia oleh Panda (2014) pada tiga jenis pteridopyta seperti
Salvinia minima, Thelypteris interrupta, dan Marsilea minuta menunjukkan adanya
kandungan fitokimia seperti antroquinon, tannin, steroid, dan terpenoid. Salvinia
auriculata juga telah dikonfirmasi mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin dan
saponin yang berperan dalam uji aktifitas antibakteri (Devi, 2015).
Ariani, (2015) menyebutkan bahwa ektrak metanol ental muda D. esculentum
positif mengandung senyawa alkaloid, terpenoid dan saponin. Zat aktif pada D
esculentum yang mengandung senyawa fitokimia seperti alkaloid, terpenoid, dan
saponin berperan aktif sebagai antibakteri sehingga dapat digunakan sebagai alternatif
terapi infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Hasil observasi di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Jawa Timur pada bulan
November 2015, menunjukkan jumlah pasien yang terinfeksi Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli mengalami peningkatan. Data jumlah pasien yang terinfeksi
Staphylococcus aureus pada tahun 2013 sebanyak 354 pasien dan meningkat di tahun
2014 menjadi 572 pasien. Data jumlah pasien yang terinfeksi Escherichia coli di tahun
2013 sebanyak 920 meningkat menjadi 958 di tahun 2014. Peningkatan jumlah pasien
yang terinfeksi terjadi karena bakteri mudah mengalami mutasi akibat pengaruh
perubahan lingkungan dan tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu.
Staphylocuccus aureus (S. aureus) memiliki karakteristik gram positif, non
motil, bersifat aerob dan aerob fakultatif, berbentuk bola dengan diameter 1 μm tersusun
bergerombol, tidak membentuk spora, dan pada biakan berwarna kuning emas (Jawetz
dkk, 1995). S. aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut dan saluran
pernafasan tetapi dalam keadaan tidak normal bersifat patogen menyebabkan infeksi
pada kulit. Bakteri ini juga dapat ditemukan di udara dan lingkungan sekitar manusia.
Escherichia coli (E. coli) termasuk bakteri gram negatif dan morfologi berupa koloni
yang bundar, cembung, tipis dengan tepi yang nyata, bentuk mikroskopis uniselusernya
berupa batang. E. coli merupakan bakteri flora normal pada usus tapi dalam keadaan
tidak normal dapat bersifat patogen. E. coli menjadi patogen bila mencapai saluran
pernapasan, saluran air kemih, saluran empedu, paru-paru, peritoneum atau selaput otak,
dan menyebabkan peradangan pada tempat tersebut (Dwidjoseputro, 1990; Jawetz,
1995; Lay, 1992).
3
Penelitian pendahuluan ekstrak metanol ental muda D. esculentum dengan
berbagai konsentrasi rentangan 25% mampu membentuk diameter zona hambat pada
pertumbuhan bakteri sebesar 6 mm. Adanya zona hambat yang bentuk oleh ekstrak
terhadap pertumbuhan bakteri, dilakukan penelitian untuk mngetahui bagaimana
pengaruh ekstrak metanol ental muda D. esculentum dalam berbagai konsentrasi
terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli, dan untuk mengetahui perbedaan daya
hambat ekstrak terhadap kedua bakteri tersebut.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UM. Ekstrak yang digunakan milik Herbarium
Malangensis dari hasil penelitian pendahuluan. Penelitian dengan metode eksperimen
pendekatan kuantitatif menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali
ulangan.
Uji Aktifitas Antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (DiskDiffusion method). Isolat murni bakteri S. aureus dan E. coli diperoleh langsung dari
pasien yang terinfeksi di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang. Isolat dibiakkan pada
medium nutrien cair lalu disetarakan jumlah biakkannya dengan larutan standar
McFarland 0,5. Biakan yang sudah disamakan tingkat kekeruhannya, diinokulasikan
pada medium lempeng Mueller Hinton Agar (MHA) dan diatasnya diletakkan paper
disk yang telah direndam selama 15 menit dengan berbagai konsentrasi ekstrak metanol
ental D. esculentum. Macam konsentrasi yang digunakan yaitu: konsentrasi 0%
(kontol), 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Perlakuan
menggunakan antibiotik ampisilin karena mampu menembus bakteri gram positif dan
bakteri gram negarif (Sharma, 2013). Diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar
paper disk pada biakan S. aureus dan E. coli diukur setelah diinkubasi selama 1x24 jam.
Kategori kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dicocokkan
dengan standar National Committe for Clinical Laboratory Standard (NCCLS)
(Jorgensen, 2003). Data dianalisis menggunakan Analisi Varian tunggal (ANAVA
tunggal) dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf signifikan
1%.
HASIL
Hasil perhitungan rerata diameter zona hambat bakteri dengan berbagai
konsentrasi diperoleh dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Hasil Perhitungan Rerata Ekstrak Metanol Ental Muda D. esculentum dalam
Berbagai Konsentrasi terhadap Pertumbuhan S. aureus dan E. coli
4
Hasil pengukuran zona hambat pertumbuhan koloni bakteri S.aureus setelah
perlakuan dengan penambahan ekstrak metanol ental muda D. esculentum dapat dilihat
pada Tabel 1. Gambar pembentukan zona hambat pada pertumbuhan bakteri dapat
dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Koloni Bakteri S. aureus yang
Diperlakukan dengan Ekstrak Metanol Ental Muda D. esculentum dalam Berbagai
Konsentrasi
Konsentrasi
Diameter Zona hambat (mm)
pada
Ulangan ke-
Rerata
I
II
III
0
0,00
0,00
0,00
0,00
10
20
0,00
0,00
0,00
0,00
9,20
7,70
11,9
9,60
30
40
10,00
10,00
9,00
9,60
9,00
9,00
11,1
9,70
50
60
11,3
8,50
8,00
9,27
11,0
8,30
10,00
9,77
70
80
8,30
8,30
9,00
8,40
7,00
12,00
11,00
10,00
90
100
7,20
9,00
9,00
8,40
13,33
11,00
Ampisilin
12,00
11,00
10,00
Konsentrasi ekstrak 10 % tidak membentuk zona hambat, konsentrasi 100% menghasilkan zona hambat
terbesar yakni 13,33 mm.
12,00
13,00
15,00
Gambar 2. Pembentukan Zona Hambat dari Ekstrak Metanol Ental D. esculentum pada
Pertumbuhan S. aureus dengan Berbagai Konsentrasi. A: 0%, B: 10 %, C: 20%, D: 30%, E: 40%,
F: 50%, G: 60%, H: 70%, I: 80%, J: 90%, K: 100%, dan L: Ampisilin
5
Hasil pengukuran zona hambat pertumbuhan koloni bakteri E.coli setelah
perlakuan dengan penambahan ekstrak metanol ental muda D.esculentum dapat dilihat
pada Tabel 2. Gambar pembentukan zona hambat pada pertumbuhan bakteri dapat
dilihat pada Gambar 3.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Koloni Bakteri E. coli yang
Diperlakukan dengan Ekstrak Metanol Ental Muda D. esculentum dalam Berbagai
Konsentrasi
Konsentrasi
Diameter Zona hambat (mm)
pada
Ulangan ke-
Rerata
I
II
III
0
0,00
0,00
0,00
0,00
10
0,00
0,00
0,00
0,00
20
9,20
8,00
7,80
8,33
30
9,40
7,70
9,50
8,86
40
9,90
8,00
9,00
8,90
50
9,00
10,00
8,00
9,00
60
10,60
9,00
8,50
9,36
70
10,50
10,00
9,00
9,83
80
9,00
10,00
9,00
9,33
90
8,00
9,00
11,00
9,33
100
8,50
10,1
9,00
9,20
Ampisilin
10,20
9,30
11,00
10,17
konsentrasi ekstrak 10 % tidak menghasilkan zona hambat, sementara konsentrasi 100% membentuk zona
hambat sebesar 9,20 mm pada pertumbuhan E.coli.
Gambar 3. Pembentukan Zona Hambat Ekstrak Metanol Ental D. esculentum pada pertumbuhan
E coli dengan Berbagai Konsentrasi. A: 0%, B: 10 %, C: 20%, D: 30%, E: 40%, F: 50%, G: 60%,
H: 70%, I: 80%, J: 90%, K: 100%, dan L: Ampisilin
6
Hasil ringkasan analisis menggunakan ANAVA tunggal setelah data
ditransformasikan menggunakan rumus transformasi
dapat dilihat pada Tabel
3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Tabel ANAVA pada Pengaruh Perlakuan Ekstrak Metanol Ental D. esculentum terhadap
Penghambatan Pertumbuhan Koloni S. aureus
SK
JK
db
KT
Fhit
64,8102
Perlakuan
31,544
10
3,1544
Galat
1,0708
22
0,0487
Total
32,614
32
Ftab 5%
2,2967
Ftab 1%
3,2576
Tabel 4 Tabel ANAVA pada Pengaruh Perlakuan Ekstrak Metanol Ental D. esculentum terhadap
Penghambatan Pertumbuhan Koloni E. coli
SK
JK
db
KT
Fhit
Ftab 5%
Ftab 1%
Perlakuan
28,24
10
2,824
Galat
0,445
22
0,02
Total
28,69
32
139,76
2,2967
3,257606
Hasil uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 1%
dapat dilihat pada Tabel 5 dan tabel 6.
Tabel 5 Notasi Hasil Uji BNT tentang Penghambatan Pertumbuhan Koloni S. aureus yang
Diperlakukan dengan Ekstrak Metanol Ental D. esculentum dalam Berbagai Konsentrasi
Konsentrasi
Rerata
Notasi
0
0,71
a
10
90
0,71
a
2,97
b
70
50
3,00
c
3,11
c
20
30
3,16
c
3,18
c
40
60
3,19
c
3,19
c
80
100
3,22
c
3,71
d
Nilai BNT 1% =
0,43286
Tabel 6 Notasi Hasil Uji BNT tentang Penghambatan Pertumbuhan Koloni E. coli yang
Diperlakukan dengan Ekstrak Metanol Ental D. esculentum dalam berbagai Konsentrasi
Konsentrasi
Rerata
Notasi
0
0,71
a
10
20
0,71
a
2,97
b
30
40
3,06
c
3,07
c
7
50
100
3,08
c
3,11
c
90
80
3,13
c
3,13
c
60
70
3,14
c
3,21
c
Nilai BNT 1% =
0,2833372
Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diameter zona hambat
setelah diberi 11 macam perlakuan ekstrak metanol ental muda D. esculentum. Hal ini
juga didukung dengan hasil analisis menggunakan ANAVA tunggal menunjukkan
bahwa Fhitung > Ftabel (Tabel 3 dan Tabel 4) sehingga Hipotesis diterima yaitu ada
pengaruh ekstrak ental D. esculentum dalam berbagai konsentrasi terhadap
penghambatan pertumbuhan S. aureus dan E. coli secara in vitro dengan perbedaan daya
hambat yang berbeda nyata. Setelah dilakukan uji BNT dengan taraf 1% diketahui
bahwa ektrak metanol dengan konsentrasi 100% merupakan konsentrasi ekstrak yang
paling efektif dalam menghambat pertumbuhan S. aureus (Tabel 5), sedangkan ekstrak
metanol dengan konsentrasi 70% merupakan konsentrasi ekstrak yang paling efektif
dalam menghambat pertumbuhan E. coli (Tabel 6) namun tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi lainnya. Zona hambat ampisilin terhadap pertumbuhan S. aureus sebesar
11,00 mm dan dibandingkan dengan ketentuan NCCLS (NCCLS, 2000 dalam
Jorgensen, 2003) menunjukkan kategori resisten, sedangkan zona hambat ampisilin
terhadap pertumbuhan E. coli sebesar 10,17 mm dan dibandingkan dengan ketentuan
NCCLS menunjukkan kategori resisten. Konsentrasi ekstrak ental D. esculentum dalam
menghambat pertumbuhan S. aureus membentuk zona hambat maksimum sebesar 11,33
mm sehingga tergolong resisten, sedangkan konsentrasi ekstrak ental D. esculentum
dalam menghambat pertumbuhan E. coli membentuk zona hambat maksimum sebesar
9, 83 mm sehingga tergolong resisten.
PEMBAHASAN
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang terbentuk
berfluktuasi namun cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya. Pada
konsentrasi ekstrak ental 0% tidak terbentuk zona hambat dan diameter zona hambat
meningkat mulai dari konsentrasi ekstrak ental muda D. esculentum 20% sampai
konsentrasi ekstrak 100% (Gambar 1). Konsentrasi ekstrak 0% tidak terbentuk zona
hambat yang berarti pelarut tidak memiliki senyawa antibakteri, sehingga tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil ini sesuai dengan (Rifai dan Trianto (2003)
yang menyatakan konsentrasi 0% (pelarut) dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh pelarut dalam pembentukan diameter zona hambat. Idealnya pelarut tidak
boleh mempunyai pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila pelarut memilki daya hambat
terhadap bakteri uji maka daya hambat yang dibentuk oleh ekstrak dikurangi daya
hambat pelarut.
Diameter zona hambat pada pertumbuhan S aureus terbesar adalah 13,33mm.
Diameter zona hambat pada pertumbuhan E. coli. terbesar 9,83mm. Perbedaan diameter
zona hambat menunjukkan ekstrak ental lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan
S. aureus (gram positif) dari pada pertumbuhan E. coli (gram negatif). Perbedaan
diamter zona hambat disebabkan karena bakteri gram positif dan gram negatif
mempunyai dinding sel yang berbeda susunan kimianya (Gambar 4). Dinding sel
8
bakteri gram negatif lebih rumit susunanya dari pada bakteri gram positif. Dinding sel
bakteri gram positif hanya tersusun dari satu lapisan saja, yaitu lapisan peptidoglikan
yang relatif tebal. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai tiga lapisan dinding sel,
yaitu: lapisan luar yang tersusun dari lipopolisakarida dan protein, dan lapisan dalam
yang tersusun dari peptidoglikan sehingga senyawa yang terkandung pada ekstrak tidak
dapat merusak dinding sel pada bakteri E. coli (Pelczar, 1958). Zuhud et al. (2001)
menyatakan bakteri gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu
pada lapisan lipopolisakarida.
Gambar 4. Perbedaan Lapisan Dinding Sel Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif
Diameter zona hambat yang dibentuk ekstrak metanol ental muda D. esculentum
pada S aureus dan E. coli berbeda. Diameter zona hambat pada E coli (gram negatif)
lebih kecil dibandingkan pada S aureus (gram positif). Komponen khusus dinding sel
bakteri gram negatif yang terletak di luar lapisan peptidoglikan adalah lipoprotein,
selaput luar, dan lipopolisakarida. Selaput luar dapat mencegah kebocoran dari protein
periplasma dan melindungi sel. Pori selaput luar menyebabkan mudah masuk bagi zat
terlarut yang berat molekulnya rendah, tapi molekul antibiotik besar menembusnya
relatif lambat, hal ini menerangkan mengapa bakteri gram negatif lebih resisten
terhadap antibiotik (Jawetz, 1995).
Hasil analisis menggunakan ANAVA tunggal menunjukkan bahwa Fhitung >
Ftabel (lihat Tabel 1 dan Tabel 2) sehingga Hipotesis diterima yaitu ada pengaruh
ekstrak ental muda D. esculentum dalam berbagai macam konsentrasi terhadap
pertumbuhan S. aureus dan E. coli secara in vitro dengan perbedaan daya hambat yang
berbeda nyata. Konsentrasi bahan yang bersifat antibakteri berpengaruh terhadap daya
antibakteri sesuai dengan pernyataan Volk dan Wheeler (1989) tentang salah satu faktor
yang mempengaruhi kerja suatu zat yang bersifat antibakteri adalah konsentrasi.
Hasil penelitian ini bahwa ekstrak metanol ental muda D. esculentum dapat
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli dibuktikan dengan adanya zona
hambat yang terbentuk di sekitar paper disk yang telah ditetesi dengan 11 macam
konsentrasi (Gambar 2 dan Gambar 3). Pembentukan zona hambat di sekitar paper disk
menunjukkan bahwa ekstrak metanol ental muda D esculentum mengandung metabolit
sekunder yang bersifat antibakteri. Metabolit sekunder yang ada pada ental muda D.
esculentum yaitu: alkaloid, terpenoid, dan saponin (Tabel C).
9
Tabel C. Hasil Uji Fitokimia Ental Muda Diplazium esculentum (Retz) Swartz
(Ariani, 2015).
Kandungan Kimia
Flavonoid
Polifenol
Saponin
Terpenoid- Triterpenoid
Terpenoid-Steroid
Alkaloid
Alkaloid
Alkaloid
Pereaksi
HCl + Mg
FeCl3
asam asetat
anhidrat dab
H2SO4
asam asetat
anhidrat dab
H2SO4
Boucherdat
Meyer
Dragendrof
Reaksi Uji
Tidak timbul warna merah
tidak terbentuk warna biru kehitaman
Terbentuk busa
Tidak berwarna kecoklatan
Hasil Uji
Tidak berubah menjadi orange/ jingga
+
Terbentuk endapan Coklat
Terbentuk endapan putih
Terbentuk endapan jingga
+
-
+
+
+
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri diduga dapat mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk utuh kemudian menyebabkan kematian sel. Menurut Lamothe (2009),
mekanisme kerja alkaloid diprediksi melalui penghambatan sintesis dinding sel yang
akan menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa terpenoid diduga
senyawa terpenoid akan bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran
luar dinding sel bakteri (Gambar 4) membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga
mengakibatkan rusaknya porin (Cowan, 1999). Rusaknya porin merupakan pintu keluar
masuknya substansi, akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat atau mati (Cowan, 1999).
Saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan kebocoran protein dan
enzim dari dalam sel (Madduluri, 2013). Mekanisme lain penghambatan pertumbuhan
koloni bakteri oleh saponin yaitu dengan cara menghidrolisis dinding sel (Anwariyah,
2011). Dinding sel yang terhidrolisis mengakibatkan tekanan permukaan membran
menurun dan sel menjadi lisis (Hassan, 2008). Kerusakan pada dinding sel dapat
menyebabkan kerusakan membran sel yaitu hilangnya sifat semipermeabilitas membran
sel, sehingga keluar-masuknya zat-zat seperti air, enzim-enzim tidak terseleksi.
Akibatnya metabolisme sel terganggu, sehingga proses pembentukan ATP untuk
pertumbuhan sel terhambat. Jika proses ini berlanjut maka akan menimbulkan kematian
sel.
Menurut Shirotake (2014), mekanisme zat antimikroba bekerja secara
ekstraseluler dan intraseluler. Ekstraseluler dengan cara menghambat sintesis dinding
sel, menurunkan permeabilitas membran sel, dan menurunkan fungsi asam nukleat.
Intraseluler dengan cara menghambat sintesis protein dan sintesis asam folat. Proses
penghambatan sintesis protein utamanya dikendalikan oleh metabolit sekunder
golongan fenolik.
Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Harborne,
1984). Menurut Akter (2014), ental D. esculentum di Bangladesh mengandung senyawa
fenolik berupa flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan
keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun
muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham, 1988 dalam Sjahid
2008).. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini merupakan ekstrak yang diperoleh
10
dari tanaman yang masih muda. Tanaman yang masih muda memiliki metabolit
sekunder lebih sedikit daripada tanaman yang sudah tua atau dewasa. Ekstrak tanaman
yang masih muda menyebabkan hasil uji fitokimia pada ekstrak negatif senyawa fenolik
(Tabel C). Penelitian selanjutnya dapat membandingkan efektifitas ekstrak tanaman
muda dan dewasa sebagai antibakteri untuk mendukung pernyataan Markham (1998).
Penelitian pada studi lainnya yang menginvestigasi potensi antibakteri dari
tumbuhan paku telah dilakukan oleh Akter (2014) dan Bahadori (2015). Akter (2014)
telah menginvestigasi aktifitas antimikroba dari D. esculenum di Bangladesh untuk
menghambat pertumbuhan berbagai bakteri seperti: Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholerae, Salmonella typhimurium, Sarcina leutea, Klebsiella
pneumoniae, Bacillus subtilis dan Shigella boydii. Bahadori (2015) menginvestigasi
aktifitas antibakteri dari berbagai paku di Iran pada dua macam bakteri yaitu
Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Hasil kedua penelitian tersebut
menunjukkan adanya aktifitas antibakteri dari ekstrak metanol ental D. esculentum.
Adanya pengaruh ekstrak metanol ental muda D. esculentum terhadap
pertumbuhan S. aureus dan E. coli pada penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
penelitian penting yang mengindikasikan bahwa paku sebagai tanaman obat di
Indonesia memiliki aktifitas antibakteri. D. esculentum dapat digunakan sebagai
antibakteri alami namun investigasi lebih lanjut sangat dibutuhkan. Pemberian
perlakuan pada ekstrak, perbandingan dari bagian tumbuhan yang digunakan, variasi
jenis tumbuhan maupun jenis bakteri uji dan isolasi kandungan senyawa kimia pada
ekstrak dapat digunakan sebagai variabel studi lanjut untuk mengetahui hasil paling
efektif.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: ekstrak metanol ental muda D.
esculentum dalam berbagai konsentrasi berpengaruh terhadap pertumbuhan S. aureus
dan E. coli secara in vitro. Konsentrasi ekstrak metanol ental muda yang menghasilkan
daya hambat paling besar pada pertumbuhan S. aureus adalah konsentrasi 100%,
sedangkan konsentrasi ekstrak ental yang menghasilkan daya hambat paling besar pada
pertumbuhan E. coli adalah konsentrasi 70%. Ekstrak lebih banyak menghambat
pertumbuhan S. aureus daripada E. coli. Berdasarkan hasil penelitian dapat
dikemukakan beberapa saran yaitu: (1) perlu dilakukan penelitian dengan
membandingkan diameter zona hambat dari ekstrak ental paku muda dan dewasa. (2)
Perlu dilakukan penelitian sejenis mengenai daya antibakteri tumbuhan paku
menggunakan spesies yang berbeda atau bakteri uji yang berbeda.
DAFTAR RUJUKAN
Akter, Saleha., Md. Monir Hossain., Ismot Ara., Parvez Akhtar., 2014. Investigation of
In Vitro Antioxidant, Antimicrobial, and Cytotoxic activity of Diplazium
esculentum (RETZ).SW. International Journal of Advences in Pharmacy,
Biology, and Chemistry. 3(3): 723- 733.
Anwariyah, Siti. 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Cymodocea rotundataI. Bogot: Institut Pertanian Bogor.
Ariani, Istamaya. Firda Asmaul Husna, Ajeng Wijarprasidya.,Eko Sri Sulasmi. 2015.
Skrining Fitokimia Pakis Sayur Diplazium esculentum (Retz.) Swartz. Proseding
seminar Biologi 2.FMIPA UM.
11
Bahadori.M.B., Mahmoodi Kordi., A. Ali Ahmadi., Sh.Bahadori, H. Valizadeh. 2015.
Antibacterial Evaluation and Preliminary Phytochemical Screening of Selected
Ferns from Iran. Research Journal of Pharmacognosy (RJP). 2(2): 53- 59.
Britto, A John De., D Herin Sheeba Gracelin., P Benjamin Jeya Rathna Kumar. 2012.
Phytochemical Studies on Five Medicinal Ferns Collected From Southern
Western Ghats, Tamilnadu. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine: 536538
Cowan, M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agent. Clinical Microbiology
Reviews. 12(4):564-582.
Devi, P. Suvarnalatha., K. Rukmini., SVSSSL., Himabindu. N., N. Savithramma. 2015.
Antibacterial Activity and Phytochemical Screening of Salvinia auriculata Aubl.
From Tirumala Hills, Tirupati. International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research. 30(1): 35-38.
Dwidjoseputro.1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Cetakan XI. Jakarta: Penerbit
Djambatan.
Fleming, Sarah. 2009. Phyla Pterophyta and Lycophyta: Ferns and Their Relatives.
Diakses Online dari https://sharon-taxonomy2009-p2.wikispaces.com/Ferns.
diakses pda tanggl 29 Oktober 2015.
Harborne.J.B. 1984. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan K Padmawinata & I Soediro. 2006. Bandung: ITB
Press.
Hassan, Sherif Mohammed. 2008. Antimicrobial Activity of Saponin-Rich Guar Meal
Extract. Texas: Texas A&M University.
Jawetz, Ernest, J.L. Melnick dan E.A. Adelberg. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi
Kesehatan. Penerjemah: Gerard Bonang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Jorgensen, J.H. dan J.D. Turnidge. 2003. Susceptibility Test Method: Dilution and Disk
Diffusion Method. Dalam P.R.Murray, E.J. Bareon, J.H. Jorgensen, M.A. Pfaller
& R.H. Yolken (Eds). Manual of Clinical Microbiology Volume 1 8th Edition
(Hal 1108-1127). Washington DC: American Society for Microbiology Press.
Karmilasanti, Supartini, 2011. Keragaman Jenis Tumbuhan Obat dan Pemanfaatannya
di Kawasan Tane’ Olen Desa Setulang Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Dipterokarpa. 5(1): 23- 38.
Lamothe, R.G. 2009. Plant Antimicrobial Agents and their Effects on Plant and Human
Pathogens.Int. J. Mol. Sci 10:3400-3419
Lense, Obed. 2012. The wild Plant Used as Traditional medicine by indigenous people
of Manukwari, West Papua. Biodiversitas. 13 (2): 98- 106.
Lay, B. W. dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Bogor: Penerbit IPB.
Madduluri, Suresh. Rao, K.Babu. Sitaram,B. 2013. In Vitro Evaluation of Antibacterial
Activity of Five Indegenous Plants Extract Against Five Bacterial Pathogens of
Human. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 5(4):
679-684.
Pelczar, Michael J. dan E.C.S. Chan. 1981. Element of Microbiology. San
Fransisco:McGraw-Hill Inc.
Setyowati, F.M., Soedarsono Riswan, Siti Susiarti. 2005. Etnobotani Masyarakat Dayak
Ngaju di Daerah Timpah Kalimantan Tengah. J. Tek Ling P3TL-BPPPT. 6 (3):
502- 510.
12
Shirotake, Shoichi. 2014. A New Cyanoacrylate Colloidal Polymer with Nove
Antibacterial Mechanism and Its Application to Infection Control. J. Nanomedine
Biotherapeautic Discov. 4 (1) 122: 1-7
Sjahid. L. R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia
uniflora L.). Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id/994/1/K100040231.pdf. Diakses 17 Oktober 2015.
Volk, W.A. dan M.F. Wheeler. 1989. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2.
Penerjemah: Soenartono Adisoemarto. Jakarta: Erlangga.
Download