BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan yang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergaulan yang sangat bebas menyebabkan terjadinya dekadensi moral
yang sangat hebat. Kini banyak para remaja dewasa yang pergi jauh dari
rumah, baik laki-laki maupun perempuan untuk melanjutkan studi di luar kota.
Demi mencapai cita-cita, mereka berhamburan ke kota tetangga untuk
berjuang dan berusaha mewujudkannya. Perginya mereka (para remaja
dewasa) dari rumah menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan, terutama
kebiasaan mereka ketika masih bersama orang tua di rumah. Kini mereka
harus berusaha untuk mandiri mengerjakan tugas-tugas rumah sehari-hari dan
berfikir ke depan demi tercapainya cita-cita mereka. Hal itu tentu menjadi
buah yang positif bagi perkembangan remaja dewasa, karena cepat atau
lambat mereka akan menghadapi permasalahan-permasalahan kompleks yang
harus mereka pecahkan.
Dampak negatif yang justru lebih menonjol dari fenomena keluarnya
remaja dewasa untuk belajar di luar kota adalah lemahnya kontrol dalam
pergaulan mereka. Kontrol yang sebelumnya dilakukan oleh orang tua, setelah
mereka keluar maka nilai-nilai di masyarakatlah yang menjadi kontrol bagi
mereka. Selain itu banyak sekali sarjana-sarjana yang kemudian menjadi
pengangguran terdidik dan sampah masyarakat dikarenakan kecakapan hidup
mereka yang tidak terasah dengan baik ditambah dengan semakin ketatnya
1
persaingan. Selain itu perilaku-perilaku yang menyimpang di kalangan remaja
akhir-akhir ini semakin meresahkan masyarakat, terutama berkaitan dengan
seks bebas yang dilakukan remaja. Hal itu disebabkan oleh banyak hal di
antaranya lemahnya peran sekolah dalam membangun sikap dan mental siswa
terutama melalui pelajaran agama.
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga mengenai perilaku
menyimpang
akibat pergaulan bebas sangat mengejutkan semua pihak.
Menurut laporan Young Adult Reproductive Health Survey (YAHRS) sejak
tahun 1985 mewawancarai anak muda berusia 15-24 tahun di beberapa kota
Amerika latin, usia remaja melakukan hubungan seks pertama kali adalah 15
tahun untuk laki-laki dan 17 tahun untuk perempuan. Sedangkan menurut
Demographic and Health Survey (DHS) di Botswana, Ghana, Kenya, Liberia
dan Togo, lebih dari separuh perempuan berusia 15 hingga 19 tahun
mempunyai pengalaman sesuai dilaporkan belum menikah.
Sementara itu untuk di Indonesia, satu dari lima perempuan yang statusnya
menikah dan berusia 20-24 tahun melahirkan anak pertama yang merupakan
buah dari hubungan seks sebelum menikah (ESCAP 1992:7) dan khusus di
daerah yang sering dikunjungi turis seperti Bali (1989) menunjukkan bahwa
prosentase remaja laki-laki di desa dan di kota yang telah melakukan
hubungan seks sebelum menikah adalah masing-masing 23,6% dan 33,5%.
Perilaku seks yang menyimpang seperti yang telah peneliti tulis di atas
ternyata menjangkiti juga para mahasiswa kita. Hasil penelitian bertajuk
“Persepsi Masyarakat tentang Fenomena Pornografi” yang dilakukan Pusat
2
Studi Wanita Universitas Negeri Yogyakarta (PSW-UNY) menemukan
adanya pergeseran moral masyarakat di Yogyakarta yang sangat memilukan.
Dari 455 responden (dominan mahasiswa) terdapat 59,1% responden dari kota
Yogyakarta, Sleman dan Kulonprogo menganggap ciuman bahkan hubungan
seksual pranikah tidak menjadi masalah. Alasan mereka ringan saja dan wajar
jika seks bebas itu dilakukan atas dasar saling mencintai. Mereka yang
menyatakan sebaliknya hanya 40,9%. Hanya responden dari kalangan gurudosen, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang jelas-jelas menolak makna
hubungan seks seperti yang digambarkan responden dari kalangan mahasiswa
itu.
Data yang ditemukan dalam penelitian antara Mei-November 2003 di
Sleman, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta menjadi ujian tambahan bagi DIY
apakah mampu mempertahankan citranya sebagai kota pendidikan. “saya
prihatin dengan kelonggaran hubungan seks di masyarakat khususnya
mahasiswa. Konteks itu mengisyaratkan ada pergeseran moral dan nilai dari
target lima perilaku aktif yang hidup seks bebas, kami malah menemukan 11
mahasiswa/pelajar yang melakukan seks bebas,” ujar Kepala PSW-UNY,
Nahiyah Jaidi F, dengan nada berat. (www.pikiran rakyat.com)
Juni 2003, seperti dikutip dari majalah Gemari bahwa lembaga Swadaya
Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia)
melakukan polling yang hasilnya menyebutkan bahwa 44,8% mahasiswa dan
remaja Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar
3
berada di wilayah kost-kostan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS
terbesar di Bandung. (www.bkkbn.go.id)
Dari beberapa data di atas jelaslah bahwa pendidikan formal saja tidaklah
cukup untuk menanamkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Terutama
nilai agama Islam yang dipegang oleh mayoritas penduduk Indonesia ini.
Pendidikan formal selalu lebih mengutamakan sisi akademik siswa dan kurang
memperhatikan sisi spiritualitas siswa. Kekhawatiran semakin besar ketika
semakin banyak remaja yang pergi ke luar kota untuk belajar di kampus
pilihan mereka dan akhirnya harus menyewa tempat kost sebagai tempat ia
tinggal untuk beberapa lama. Kebanyakan dari tempat kost yang ada tidak
memberikan lingkungan kondusif bagi mahasiswa, ditambah pemahaman
mahasiswa yang minim mengenai agama.
Perhatian yang kurang oleh pihak orang tua maupun sekolah dalam hal
keagamaan membuat rambu-rambu kehidupan menjadi hilang. Kurangnya
perhatian siswa yang mayoritas muslim mempelajari agama mereka
menyebabkan terjadinya degradasi moral dan produktifitas masyarakat
muslim. Untuk itu diperlukan suatu komplemen bagi remaja sebagai benteng
bagi mereka dalam mengarungi kehidupan ini.
Pendidikan nonformal merupakan salah satu alternatif yang dipilih untuk
melengkapi kekurangan pendidikan formal yang tidak dapat menangani secara
mendalam permasalah spiritualitas keagamaan. Banyak jenis dari pendidikan
nonformal yang bisa dipilih masyarakat, baik yang bentuknya berjenjang,
seperti kejar paket A, B dan C maupun yang sifatnya praktis, seperti training
4
(pelatihan) yang diadakan suatu lembaga. Selain itu pendidikan nonformal
dapat berupa bimbingan belajar (bimbel) atau program-program yang dibuat
khusus karena kebutuhan masyarakat, seperti program pesantren mahasiswa.
Pesantren sebagai salah satu jenis sistem pendidikan tanah air mempunyai
keunikan tersendiri dibanding sistem pendidikan konvensional. Nilai-nilai
agama lebih diutamakan kuantitas dan kualitasnya dibanding ilmu-ilmu lain.
Dalam perkembangannya pesantren di Indonesia terbagi menjadi dua sistem,
yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Namun yang paling
mendasar adalah penempatan siswa (santri) dalam satu asrama (boarding) dan
memisahkan gedung serta kelas belajar antara santri dengan santriwatinya
(siswa dan siswi). Hal itu ditujukan agar nilai-nilai keagamaan tidak
terkontaminasi oleh lingkungan di luar pesantren, dan lebih dapat
memfokuskan siswanya untuk belajar. Oleh sebab itu dalam sebuah pesantren
biasanya sangat erat memegang nilai-nilai yang diajarkan. Terkadang sanksi
yang diberikan akan sangat berat dibandingkan pada sekolah-sekolah
konvensional.
Salah satu pesantren modern yang didesain menjadi sebuah program
khusus adalah PPM (Program Pesantren Mahasiswa) yang dilaksanakan di
Pondok
Pesantren
Daarut
Tauhiid
Bandung.
Program
ini
khusus
diperuntukkan bagi para mahasiswa tingkat 1 hingga tingkat 3 yang ingin
menambah wawasan keagaman, keilmuan dan kecakapan hidup lebih
dibanding mahasiswa biasa. Kegiatan-kegiatan di dalamnya sangat menunjang
mahasiswa untuk bisa lebih meningkatkan potensi yang dimiliki, selain
5
pemahaman agama. Di antaranya adalah penanaman nilai-nilai kedisiplinan
lewat rutinitas ibadah, kebersamaan, kemampuan berkomunikasi (public
speaking).
Dari hasil pengamatan penulis selama dua tahun mengikuti program di
pesantren ini ada beberapa permasalah yang berujung pada ketidaksesuaian
antara hasil dan tujuan yang diharapkan. Program ini sendiri baru diadakan
selama satu setengah tahun, dimulai pada tahun akademik 2007-2008.
Permasalahan-permasalah yang muncul di permukaan seperti penurunan
prestasi belajar mahasiswa di kampus, pengkondisian waktu belajar dan
kondisi asrama. Menjadi sebuah pertanyaan besar ketika dipertanyakan
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.
Permasalahan-permasalah yang kemudian timbul menjadi penting untuk
kemudian diteliti apa penyebab dari permasalah tersebut. Dengan pengamatan
yang mendalam terutama melalui pengalaman, maka dapat ditemukan faktorfaktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan-kegiatan pada
program pesantren mahasiswa ini dalam menunjang keberhasilan mahasiswa.
Terutama kaitannya dengan tujuan dibukanya program ini yaitu untuk
menambah wawasan keagamaan mahasiswa sekaligus menambah kecakapan
hidup yang harus dimiliki mahasiswa ketika hendak terjun ke masyarakat.
Kaitannya dengan bidang studi yang diteliti adalah mendeskripsikan peran
teknologi pendidikan, terutama dalam hal strategi belajar, kecakapan hidup,
media belajar dan lingkungan belajar. Dalam dunia pendidikan dan pelatihan,
teknologi pendidikan mempunyai peran yang sangat besar terutama dalam
6
mengembangkan kualitas dan kuantitas lembaga maupun peserta pendidikan
dan latihan itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian Iman Kurniawan yang
meneliti program SSG (Santri Siap Guna) Daaut Tauhiid dengan judul
“Implementasi Strategi Pembelajaran Outbound dalam Membangun Karakter
Peserta Pelatihan di Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Santri Siap Guna
ke XVI (SSG ke XVI)”. Peneliti ingin mengetahui program lain yang diadakan
di pesantren Daarut Tauhiid selain Santri Siap Guna (SSG), dan peneliti
tertarik untuk meneliti Program Pesantren Mahasiswa (PPM) yang termasuk
ke dalam golongan santri mukim (santri yang tinggal di asrama). Dari
beberapa pertimbangan atas latar belakang permasalahan, maka peneliti
memberi judul skripsi ini “Pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa
dalam Rangka Meningkatkan Pemahaman Agama Islam dan Kecakapan
Hidup (Life Skill) Mahasiswa”.
B. Rumusan Masalah
Tujuan dari dibukanya program ini adalah untuk menambah wawasan
keagamaan sekaligus menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk
mahasiswa, sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengamalkan ilmu agama
yang mereka dapat di kehidupan sehari-hari dan mendakwahkannya
(menyampaikannya) kepada orang lain. Selain itu dengan program ini
diharapkan mahasiswa mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk belajar,
baik yang berkaitan dengan pelajaran kuliah maupun pesantren.
7
Dari kegiatan-kegiatan yang ada, mahasiswa diberikan peluang untuk
dapat mengasah potensi yang dimilikinya. Ditambah lagi dengan fasilitas yang
disediakan diharapkan dapat menunjang keberhasilan mahasiswa untuk
mencapai tujuan dari program ini. Penting juga bagi mahasiswa untuk
kemudian mengatur waktu yang dimiliki agar tetap seimbang antara kegiatan
di kampus dan kegiatan di pesantren, karena manajemen waktu yang buruk
akan memberikan dampak yang besar terutama pada ketidakberhasilan dalam
mencapai cita-cita.
Permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini mengacu pada
fokus penelitian, yaitu bagaimana pelaksanaan program pesantren
mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman agama Islam dan
kecakapan hidup (life skill)?
Sesuai dengan fokus permasalahan diatas, maka dirumuskan suatu pokok
masalah dalam beberapa pertanyaan deskriptif sebagai berikut:
1) Bagaimana kurikulum Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren Daarut
Tauhiid dilihat dari:
a. Bagaimana kerangka kurikulum yang dikembangkan oleh Program
Pesantren Mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman Agama
Islam dan kecakapan hidup mahasiswa?
b. Apa saja konten yang dikembangkan bagi mahasiswa oleh Program
Pesantren Mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman Agama Islam
dan kecakapan hidup?
8
c. Bagaimana metode pelaksanaan Program Pesantren Mahasiswa dalam
rangka meningkatkan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup
mahasiswa?
2) Bagaimana persepsi pemahaman Agama Islam mahasiswa setelah
mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung?
3) Bagaimana persepsi kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki mahasiswa
setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid
Bandung?
4) Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung pelaksanaan
Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi
tentang pelaksanaan program pesantren mahasiswa sebagai alternatif
pendidikan nonformal komplemen dalam rangka meningkatkan pemahaman
agama mahasiswa.
Secara rinci tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan kurikulum Program Pesantren Mahasiswa di Pesantren
Daarut Tauhiid Bandung.
2) Mengetahui persepsi pemahaman Agama Islam yang dimiliki mahasiswa
setelah mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid
Bandung.
9
3) Mengetahui persepsi mahasiswa mengenai kecakapan hidup setelah
mengikuti Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung.
4) Mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan
Program Pesantren Mahasiswa Daarut Tauhiid Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Jika tujuan penelitian yang dikemukakan di atas dapat tercapai, penelitian
ini akan memberikan manfaat bagi:
1) Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin
memiliki kemampuan lebih dibanding mahasiswa yang lainnya dan
mempunyai perhatian terhadap perbaikan moral bangsa. Dengan penelitian
ini diharapkan adanya tindak lanjut dari pihak mahasiswa yang telah
mempelajari dengan seksama hasil penelitian ini dan tergerak untuk
melakukan penelitian lebih lanjut.
2) Pondok Pesantren Daarut Tauhiid
Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam perbaikan program ini ke depan agar Program
Pesantren Mahasiswa ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
10
3) Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan pencerahan kepada
pihak penyelenggara Perguruan Tinggi, baik Negeri maupun swasta dalam
upaya membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang
berkualitas,
baik
dari
segi
intelektual
maupun
spiritual
untuk
mengedepankan nilai-nilai keagamaan mahasiswa yang menjadi pondasi
dasar terbentuknya kualitas manusia Indonesia yang sesungguhnya.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
analisis deskriptif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif.
Penelitian ini menekankan pada tiga variabel yakni Program Pesantren
Mahasiswa, Pemahaman Agama Islam dan Kecakapan Hidup. Pendekatan
kuantitatif dengan metode analisis deskriptif
ini dianggap sesuai untuk
permasalahan ini dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Desain pada metode kuantitatif bersifat khusus, jelas dan rinci.
2) Pendekatan kuantitatif dengan metode analisis deskriptif bertujuan untuk
memberi uraian mengenai fenomena atau gejala sosial yang diteliti dengan
mendeskripsikan nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih tanpa
membuat perbandingan atau menghubungkan antar variable.
3) Peneliti hendak mendeskripsikan pengamatan di lapangan tanpa menguji
hipotesis, karena peneliti tidak merumuskan hipotesis deskriptif dan hanya
11
mengutarakan rumusan masalah deskriptif yang akan dijawab dengan
menggunakan data kuantitatif.
4) Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk
mendeskripsikan
pelaksanaan program.
5) Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan
penyebaran angket.
6) Kesimpulan penelitian merupakan hasil analis data sesuai dengan
prosedur.
Jadi secara ringkas metode yang digunakan dalam meneliti pelaksanaan
program mahasiswa dalam rangka meningkatkan pemahaman agama
Islam dan kecakapan hidup (life skill) mahasiswa ini adalah penelitian
kuantitatif dengan metode analisis deskriptif (deskriftif analitik).
Proses penelitian ini secara garis besar diawali dengan menggali data,
mengolah data, membahasnya dan diakhiri dengan menafsirkan data hasil
dari kegiatan-kegiatan : wawancara dan penyebaran angket. Adapun analisis
data menggunakan statistik deskriptif.
F. Lokasi dan Sampel Penelitian
Latar atau setting dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Daarut
Tauhiid karena merupakan tempat diselenggarakannya program yang menjadi
judul penelitian. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian (sumber
primer) ini adalah mahasiswa yang telah satu tahun atau lebih mengikuti
program pesantren mahasiswa, dan disebut sebagai santri mukim mahasiswa.
12
Santri
mukim
mahasiswa
sebagai
subjek
dari
pelaksana
pengembangan model pembelajaran merupakan aspek input bagi ustadz
(guru) dalam pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan oleh gurunya
tersebut. Ketercapaian hasil yang dilaksanakan oleh santri merupakan
penentu bagi kesuksesan ustadz/guru tersebut dalam pelaksanaan model
pembelajaran.
Adapun yang menjadi sumber penelitian sekunder adalah
1) Kepala Departemen Pendidikan
Kepala departemen pendidikan merupakan pengambil segala
kebijakan
yang
berada
di
lingkungan
sekolahnya
(pesantren).
Kebijakannya mengunakan model pembelajaran yang tepat merupakan
penentu dari kualitas kegiatan belajar mengajar di pesantren dan mutu
lulusan di lingkungan pesantren. Aspek-aspek pengembangan model
pembelajaran yang digunakan di pesantren tidak lepas dari apa yang
diputuskan oleh kepala departemen pendidikan.
2) Penanggung Jawab Program
Penanggung jawab program adalah orang yang bertanggung jawab
menjalankan dan mengontrol program secara teknis. Penanggung jawab
juga yang mengetahui sejauh mana program ini sesuai dengan tujuan
yang telah dirumuskan.
3) Ustadz (guru/pengajar)
Ustadz merupakan unsur utama pelaksana teknis di lapangan.
Selain sebagai pelaksana teknis, pengembangan model pembelajaran
13
merupakan salah satu tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum yang saat
ini diterapkan. Kemampuan guru bisa meneliti semua peserta didiknya
dan mendapatkan suatu model pembelajaran yang tepat bagi peserta
didiknya merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh guru.
G. Asumsi
Menurut Komarudin (1984) yang dimaksud asumsi adalah :”…sesuatu
yang dianggap tidak mempengaruhi dan konstan. Asumsi menetapkan faktafakta yang diawasi. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi
dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi”.
Dengan demikian, berdasarkan pendapat tersebut maka asumsi dari
penelitian ini adalah bahwa tujuan program pesantren mahasiswa yang
berorientasi pada peningkatan pemahaman Agama Islam dan kecakapan hidup
mahasiswa harus didukung oleh komponen program yang baik. Komponen ini
berupa kurikulum yang terdiri dari materi, strategi belajar, metode, media dan
juga sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang keagamaan dan
kecakapan hidup, kemudian dukungan dari sarana dan prasarana yang baik
juga menunjang keberhasilan dari suatu program. Selain itu lingkungan yang
mendukung kepada tujuan program memberikan pengaruh yang kuat bagi
pelaksanaan program pesantren mahasiswa.
14
H. Definisi Operasional
1) Program pesantren mahasiswa
Program Pesantren Mahasiswa (PPM) adalah sebuah program yang
diselenggarakan oleh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung melalui
Direktorat Pendidikan DT, yang bergerak mengelola santri mukim (santri
mondok) yang berstatus sebagai mahasiswa tingkat satu hingga tingkat
tiga yang dilaksanakan selama satu tahun.
Adapun pendekatan kurikulum program yang dilakukan adalah
melalui peneladanan (suri tauladan), pendidikan, latihan dan pembinaan
yang berkesinambungan, lingkungan yang kondusif dan kekuatan doa
(kekuatan spiritual).
2) Pemahaman Agama Islam
Pemahaman Agama Islam adalah suatu wawasan mendalam dan
pengalaman atas ilmu-ilmu dalam Agama Islam yang terfokus pada bidang
ilmu Aqidah Islam, Akhlak MQ (Manajemen Qalbu), Fiqih, Tahsin AlQur,an, Tafsir Al-Qur’an, dan Bahasa Arab.
Adapun indikator keberhasilan dari beberapa bidang ilmu tersebut
adalah: pada bidang ilmu Aqidah Islam mahasiswa mampu membedakan
tauhiid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Sifat dan Tauhiid Mulkiyah,
sehingga mahasiswa mampu menghindari aliran-aliran yang menyimpang
dari Agama Islam (sesat). Pada bidang ilmu akhlak mahasiswa mampu
menyebutkan berbagai macam bentuk perilaku yang buruk dan cara
menanggulanginya dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
15
Pada bidang ilmu Fiqih, mahasiswa diharapkan mampu memaparkan
secara teori dan mempraktekkan tata cara ibadah yang benar sesuai dengan
pemahaman salafus salih (orang salih terdahulu). Pada bidang ilmu Tahsin
Al-Qur’an, mahasiswa diharapkan mampu untuk menyebutkan berbagai
macam kaidah dalam ilmu tajwid dan mempraktekannya pada saat
membaca Al-Qur’an. Pada bidang ilmu tafsir Al-Qur’an, mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan secara argumentatif ayat-ayat pada AlQur’an khusunya Juz ‘Amma (Juz ke 30) dengan berdasarkan pada sumber
kitab / buku tafsir yang sesuai dengan pemahaman kaum salaf. Pada
bidang ilmu Bahasa Arab, mahasiswa diharapkan mampu mempraktekkan
bentuk percakapan dasar dan mampu membaca kitab-kitab berbahasa
Arab.
3) Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup adalah keterampilan atau kemampuan untuk dapat
beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseoran mampu
menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan kehidupan secara lebih
efektif. Bentuk keberhasilan dari pendidikan kecakapan hidup ini
diantaranya mahasiswa mampu berkomunikasi dengan baik, mampu
berorganisasi dengan baik, memiliki jiwa leadership (kepemimpinan),
Entrepreneurship (kemandirian), memiliki sikap kritis yang tidak
merugikan orang lain, memiliki keterampilan yang sifatnya praktis dan
memiliki rasa percaya diri dan keberanian yang tinggi.
16
Download