STUDI PATOMORFOLOGI KASUS GOUT DAN SINDROM UREMIA PADA KOMODO (Varanus komodoensis) DI PENANGKARAN YOHAN NAIM NURUL FATONAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Yohan Naim Nurul Fatonah NIM B04110007 ABSTRAK YOHAN NAIM NURUL FATONAH. Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran. Dibimbing oleh EVA HARLINA dan VETNIZAH JUNIANTITO. Seekor komodo (Varanus komodoensis) betina ditemukan mati dengan deposisi asam urat yang hebat di berbagai organ. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi berbagai organ komodo akibat deposisi asam urat (gout) dan mengetahui secara kronologis penyebab kematiannya. Sampel jaringan diambil dari jantung, paru-paru, lambung, hati, ginjal, limpa dan ovarium. Selanjutnya jaringan diproses untuk dibuat sediaan histopatologi dan diwarnai dengan Hemathoxylin–Eosin, Periodic Acid–Schiff, dan Methenamin Silver. Secara histopatologi ditemukan lesio di berbagai organ viseral yang mencirikan gout viseralis terutama di ginjal dan kantong jantung, dan ditemukan juga perikarditis, emfisema, glomerulonefritis kronis, gastritis ulseratif et hemoragis, splenitis granulomatosa, oovoritis, candidiasis, dan mineralisasi di berbagai organ. Gagal ginjal karena gout yang hebat menyebabkan terjadinya sindrom uremia. Selain itu ditemukan candidiasis di mukosa lambung. Sebagai kesimpulan, penyebab kematian komodo adalah karena gout viseralis dan sindrom uremia. Kata Kunci: Komodo, gout, sindrom uremia ABSTRACT YOHAN NAIM NURUL FATONAH. Patomorphological Study of Gout Case and Uremia Syndrome on Komodo (Varanus komodoensis) in Conservation. Supervised by EVA HARLINA and VETNIZAH JUNIANTITO. A cadaver of female komodo dragon (Varanus komodoensis) was found dead with widespread extensive uric acid deposition in visceral organs. This case study was aimed to study pathomorphological changes of uric acid deposition (gout) in a komodo in order to reveal chronological sequences of the komodo’s death. Organ samples were collected from heart, lungs, stomach, intestines, liver, kidney, spleen, and ovaries. Afterwards, organ were processed for histopathological examinations and stained with Hemathoxylin-Eosin, Periodic Acid-Schiff, and Methenamine Silver. Histopathologically, there were multiple lesions in visceral organ, characterized with visceral gout particularly in kidney and pericardial sac, and pericarditis, pulmonary emphysema, chronic glomerulonephritis, ulcerative and hemorrhagic gastritis, granulomatous splenitis, oophoritis, candidiasis, and widespread organs mineralization. Chronic renal failure due to extensive gout is responsible for uremic syndrome. Additionally, there was multifocal trush (candidiasis) in stomach. Conclusively, the main cause of death in this komodo are visceral gout and uremic syndrome. Key words: Komodo, gout, uremia syndrome STUDI PATOMORFOLOGI KASUS GOUT DAN SINDROM UREMIA PADA KOMODO (Varanus komodoensis) DI PENANGKARAN YOHAN NAIM NURUL FATONAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Drh. Eva Harlina M.Si, APVet. dan Bapak Drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D., APVet., selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, yang telah mengizinkan penggunaan komodo sebagai bahan untuk penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kasnadi, Bapak Soleh, dan Bapak Endang selaku pegawai Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB. Terima kasih kepada Bidik Misi yang telah membiayai selama perkuliahan penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda Sri Sutarmi, kakak-kakak tercinta: Yohanita, Yohanna, Yohanis, Mas Ari, bapak dan ibu Imam, para sahabat: Suci, Resti, Mimi, Mangga, Rina, Ega, Masita, Selvi, Faisal, Faris, Dedy, Zikra, Keluarga Mahasiswa Klaten, serta Keluarga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bogor atas segala do’a dan dorongan serta kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2015 Yohan Naim Nurul Fatonah DAFTAR ISI PRAKATA vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 1 Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE PENELITIAN 3 Waktu dan Tempat Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Prosedur Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Patologi Anatomi 4 4 Pengamatan Histopatologi Jantung 10 Pengamatan Histopatologi Ginjal 11 Pengamatan Histopatologi Paru-paru 12 Pengamatan Histopatologi Lambung 16 Pengamatan Histopatologi Hati 16 Pengamatan Histopatologi Limpa 16 Pengamatan Histopatologi Ovarium 17 Pengamatan Patogenesis Penyakit 20 SIMPULAN DAN SARAN 22 DAFTAR PUSTAKA 22 RIWAYAT HIDUP 25 DAFTAR TABEL 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi berbagai organ komodo 2 Hasil pemeriksaan histopatologi berbagai organ komodo 5 10 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gout viseralis pada organ jantung Mineralisasi dan gout viseralis pada organ paru-paru Gastritis ulseratif et hemoragis pada lambung Gout viseralis pada serosa usus Degenerasi organ hati Gout viseralis pada organ ginjal Oovoritis hemoragika dan gout viseralis pada ovarium Histopatologi gout viseralis pada jantung Histopatologi gout viseralis pada ginjal Histopatologi mineralisasi lumen arteri ginjal Histopatologi peradangan kronis pada ginjal Histopatologi perdarahan pada ginjal Histopatologi endapan asam urat dengan methenamine silver Histopatologi emfisema pulmonum Histopatologi degenerasi lemak pada hati Histopatologi gastritis ulseratif Histopatologi khamir dengan pewarnaan PAS Histopatologi peradangan kronis pada limpa Histopatologi mineralisasi pada pembuluh darah ovarium Patogenesa penyakit 6 7 8 8 9 9 10 11 13 13 14 14 15 15 17 18 18 19 19 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies kadal terbesar di dunia dengan rata-rata panjang 2-3 m, yang termasuk ke dalam anggota famili Varanidae. Komodo tersebar di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Di pulau Komodo hewan ini sering disebut dengan nama setempat yaitu Ora (Auffenberg 1981, Koch et al. 2012). Varanus komodoensis mengalami penurunan populasi dikarenakan adanya kerusakan habitat asli dan pemburuan ilegal. Perdagangan gelap juga menjadi pemicu penurunan populasinya walaupun reptil ini telah masuk dalam daftar Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora. Komodo dikategorikan sebagai satwa langka oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sejak tahun 1986 (CITES 2012). Komodo merupakan reptil pemakan daging yang tentunya banyak mengandung protein. Protein merupakan senyawa bernitrogen dan harus dikeluarkan karena tubuh tidak dapat menyimpannya dalam jumlah banyak. Pengeluaran nitrogen salah satunya dengan mengubahnya menjadi asam urat. Hewan yang mensekresikan asam urat dinamakan urikotelik. Hewan yang termasuk ke dalam kelompok urikotelik adalah insekta, burung, reptil, dan siput darat (Guyton dan Arthur 2006). Kadar asam urat dalam tubuh terkadang mengalami peningkatan karena terlalu banyaknya hewan mengonsumsi pakan yang mengandung purin. Peningkatan kadar asam urat di dalam serum darah mengakibatkan terbentuknya endapan kristal di ginjal, yang dikenal dengan gout. Gout merupakan penyakit yang sering terjadi pada reptil seperti ular, iguana, kadal, dan kura-kura. Selain konsumsi purin yang berlebihan, faktor yang menyebabkan penyakit ini adalah dehidrasi dan kerusakan ginjal (Mader 1996). Asam urat sebagian besar diekresikan oleh ginjal melalui aliran darah. Adanya kerusakan pada ginjal menyebabkan penurunan filtrasi pada glomerulus sehingga asam urat dalam darah meningkat dan menumpuk pada organ-organ viseral. Selain itu asam urat juga dapat menumpuk pada persendian-persendian (Misnadiarly 2008). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi organ-organ komodo (Varanus komodoensis) yang menderita gout. Manfaat Penelitian Studi patomorfologi pada komodo yang menderita penyakit gout ini diharapkan mampu menjelaskan patogenesis penyakitnya sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap komodo lainnya yang ada di penangkaran. 2 TINJAUAN PUSTAKA Komodo Komodo (Varanus komodoensis) merupakan kadal raksasa dengan berat badan dapat mencapai 87 kg. Komodo memiliki kemampuan memangsa mamalia paling besar di habitatnya. Hewan ini terdapat di lima pulau di bagian timur Indonesia yaitu pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami. Komodo nampaknya dipengaruhi seleksi alam yang berkaitan dengan pakan. Terdapat empat variasi bentuk tubuh komodo yang telah dipelajari di keempat populasi pulau yang mendiami Taman Nasional Komodo (Jessop et al. 2006). Komodo memiliki ukuran tubuh yang paling besar dibandingkan biawak lainnya. Ukuran dewasa dapat mencapai panjang tubuh 304 cm dan berat mencapai 81.5 kg. Anakan komodo ketika baru menetas memiliki rata-rata panjang tubuh 43 cm dan berat 9.5 kg, lebih panjang dari pada anakan jenis Varanidae lainnya (Jessop et al. 2007). Komodo terpanjang yang pernah tercatat mencapai panjang 3.13 m. Hewan ini memiliki badan yang panjang lebih besar dari kepalanya, kepala agak memanjang mirip kadal, mata kecil, mulut agak memanjang ke belakang, kulit coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik kasar. Menurut Mochtar (1992) diacu dalam Fahruddin (1998), secara umum habitat komodo pada semua tempat hampir sama yaitu suhu rata-rata 23-40oC dengan kelembaban berkisar antara 45%-75%, ketinggian 0-600 m dpl, dan topografi dengan sudut kemiringan antara 10-40°. Habitat komodo didominasi oleh padang savana. Pohon khas yang dijumpai pada habitat komodo adalah pohon lontar (Borassus flabellifer). Suhu tubuh komodo aktif berkisar 30-40oC dengan suhu rata- rata 36oC. (King dan Green 1999). Gout Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat/ DNA). Asam urat sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat yang disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Penyebab hiperuresemia adalah produksi asam urat yang berlebihan atau ekresinya yang menurun seperti pada gagal ginjal. Faktor terjadinya hiperuresemia antara lain leukemia, karsinoma metastatik, multiple myeloma, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, stress, keracunan timbal, dan dehidrasi (Jones et al 1997). Gout dapat terjadi jika kadar asam urat dalam darah melebihi kemampuan ginjal untuk mengeksresikannya. Asam urat dapat mengkristal pada sendi yang disebut artikular gout, sedangkan gout yang disimpan dalam berbagai organ disebut viseral gout. Asam urat yang mengkristal dalam jaringan membentuk nodul-nodul putih yang disebut tophi. Organ-organ tempat penyimpanan asam urat antara lain hati, limpa, kantung perikardium, ginjal, paru-paru, dan selaput lendir (Mader 1996, Raiti dan Snakes 2002). 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 hingga Februari 2015. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah organ jantung, paruparu, lambung, usus, hati, pankreas, ginjal, limpa, dan ovarium dari seekor komodo betina yang mati, milik Taman Margasatwa Ragunan yang dinekropsi di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB dengan kode P/07/13. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu etanol konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96% etanol absolut, larutan Buffer Normal Formalin 10%, xylene, parafin, akuades, pewarna Mayer’s Hematoksilin dan Eosin, pewarna Periodic Acid–Schiff, pewarna Methenamine Silver dan Permount®. Peralatan yang digunakan adalah alat-alat nekropsi, cetakan parafin, mikrotom putar, waterbath, gelas objek, gelas penutup, inkubator, rak gelas objek, microwave, mikroskop cahaya, dan digital eyepiece camera MD150. Pembuatan Sediaan Histopatologi Organ dipotong dengan ketebalan ± 3 mm, kemudian ditempatkan ke dalam tissue casette, dan dimasukkan ke dalam automatic tissue processor untuk proses dehidrasi, clearing, dan infiltrasi. Dehidrasi yaitu merendam jaringan secara berturut-turut ke dalam etanol bertingkat 70%, 80%, 90%, 96% dan etanol absolut I, II, dan III. Selanjutnya clearing, merendam jaringan dalam larutan xylene I dan II. Kemudian infiltrasi, merendam jaringan dalam parafin I dan II pada suhu 58°C. Perendaman dalam setiap bahan selama 2 jam. Kemudian organ dicetak dengan parafin cair menggunakan parrafin embedding console hingga terbentuk blok parafin. Selanjutnya jaringan dipotong dengan mikrotom putar, lalu dimasukkan dalam air hangat 45°C di waterbath untuk menghilangkan lipatan, kemudian sediaan diangkat dengan gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator 60°C. Tahap selanjutnya adalah deparafinasi dengan merendam sediaan dalam xylene I dan II, masing-masing 2 menit, kemudian rehidrasi menggunakan etanol bertingkat (absolut III, II, I, 96%, 80%) masing-masing 2 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air mengalir 1 menit dan siap diwarnai. Pewarnaan Hematoksilin–Eosin (HE) Sediaan direndam dalam pewarna Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat 15-30 detik, dan dibilas dengan air mengalir kembali. Kemudian sediaan dicelup ke dalam pewarna 4 Eosin selama 2 menit dan dibilas dengan air 30-60 detik. Selanjutnya dehidrasi dengan dicelup ke dalam ethanol 90% sebanyak 10 kali, ethanol absolut I sebanyak 10 kali, ethanol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit dan xylene II selama 2 menit. Sediaan kemudian dikeringkan, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup. Pewarnaan Methenamine Silver Pewarnaan ini bertujuan untuk mewarnai endapan asam urat. Hasil positif dari pewarnaan ini adalah asam urat terwarnai hitam dengan latar belakang berwarna kuning. Setelah sediaan dideparafinasi dan dehidrasi, kemudian direndam dalam 1% periodic acid selama 10 menit, dibilas dengan akuades secara berulang, kemudian direndam dalam larutan hexamine silver yang berisi silver nitrat dan borax pada suhu 56°C selama 45 menit, dibilas dengan akuades secara berulang, direndam dalam 0,1% gold chloride 2 menit, dibilas dengan akuades, direndam dalam 5% sodium thiosulfate 5 menit, dibilas dengan air mengalir, direndam dalam acetic acid 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya sediaan didehidrasi seperti pewarnan HE, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup. Pewarnaan Periodic Acid–Schiff Pewarnaan ini bertujuan untuk menunjukkan keberadaan karbohidrat khamir pada jaringan yang ditunjukkan dengan warna merah magenta. Setelah sediaan dideparafinasi dan dehidrasi, kemudian direndam dalam 1% periodic acid 5-10 menit, dibilas dengan akuades 3 kali masing-masing selama 5 menit, kemudian dimasukkan ke dalam schiff reagent selama 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak 3 kali masing-masing selama 2 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya sediaan didehidrasi seperti pewarnan HE, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI Seekor komodo betina milik Taman Margasatwa Ragunan ditemukan mati dengan anamnesa lemah dan tidak mau makan. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) pada organ jantung, paru-paru, lambung, usus, hati, pankreas, ginjal, limpa, dan ovarium komodo ditemukan lesio berupa endapan asam urat. Hasil pemeriksaan PA berbagai organ komodo disajikan pada Tabel 1. 5 Tabel 1 Hasil pemeriksaan PA berbagai organ Komodo Sistem Organ Organ PA Jantung Perikardium menebal dan serous atropi, gout Sirkulasi viseralis jantung, kardiomiopati, chicken fat clot dan blood clot di kedua ventrikel Trakea Hiperemia, bekuan darah Respirasi Paru-paru Kongesti, emfisema, gout viseralis, mineralisasi Pembengkakan limpa Limforetikuler Limpa Lambung Gastritis ulseratif serohemoragis Digesti Usus Mineralisasi serosa, enteritis kataralis Hati Pucat, hemoragi multifokal Ginjal Gout viseralis Urinaria Ovarium Mineralisasi, oovoritis hemoragika Reproduksi Sumber: Buku P, Divisi Patologi, KRP-FKH IPB 2013 Perikardium jantung terlihat menebal dan lemak perikardium mencair sehingga didiagnosa mengalami serous atrofi (Gambar 1A). Pada hewan normal lemak epikardium berwarna putih kekuningan dan padat, namun pada keadaan serous atrofi lemak-lemak depo mencair akibat dimobilisasi untuk energi. Serous atrofi terjadi pada hewan yang mengalami anoreksia, kelaparan, dan kaheksia. Setelah kantong perikardium dibuka, ditemukan massa putih cair seperti kapur yang menyeliputi hampir seluruh permukaan jantung (Gambar 1B). Permukaan epikardium sangat kasar seperti retak-retak dan berwarna putih, sehingga didiagnosa mengalami gout viseralis. Miokardium hingga endokardium sangat pucat sehingga didiganosa mengalami kardiomiopati. Di dalam lumen kedua ventrikel ditemukan chicken fat clot dan blood clot (Gambar 1C). Chicken fat clot adalah kumpulan sel radang leukosit dan fibrin, yang merupakan manifestasi hiperleukositosis akibat peradangan. Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi, ditemukan peradangan di berbagai organ diantaranya ginjal dan jantung akibat gout. Hiperleukositosis merupakan peningkatan sel darah putih yang umumnya terjadi karena adanya infeksi agen. Adanya chicken fat clot menyebabkan trombus pada sistem kardiovaskuler. Pada kasus ini ditemukan banyak sekali bekuan darah di ventrikel kiri jantung yang mengindikasikan terjadinya gagal jantung kongestif, yang menyebabkan aliran darah melambat. Keadaan gagal jantung mengindikasikan adanya hambatan sirkulasi pada ginjal, karena gagal ginjal kronis beresiko menyebabkan terjadinya gagal jantung (Mansjoer et al 2008). 6 Gambar 1 (A) Perikardium menebal dan mengalami serous atrofi; (B) Gout viseralis jantung; (C) Gout viseralis, kardiomiopati (panah kuning), chicken fat clot dan blood clot (panah biru) di kedua ventrikel Pada pemeriksaan patologi anatomi paru-paru, ditemukan paru-paru yang berwarna belang merah-gelap, dan pada pleura ditemukan endapan massa putih seperti kapur. Selain itu ditemukan nodul-nodul yang sangat kecil (milier) dan keras di seluruh permukaan pleura paru-paru (Gambar 2A). Nodul-nodul tersebut merupakan endapan kalsium atau kalsifikasi atau mineralisasi. Bagian paru-paru yang gelap merupakan perdarahan, dan darah terlihat keluar mengisi lumen trakhea (Gambar 2B). Hasil uji apung paru-paru menunjukkan semua bagian paruparu mengapung. 7 Lambung komodo kosong tidak ada makanan, dipenuhi eksudat serohemoragis disertai banyak ulkus (Gambar 3). Ukuran ulkus bervariasi dengan diameter 0.5-1 cm. Permukaan ulkus kasar, ada yang berwarna merah namun ada pula yang pucat. Lambung didiagnosa mengalami gastritis serohemoragis et ulseratif. Pada lapisan serosa usus juga ditemukan endapan massa putih asam urat, dan mukosa usus dipenuhi eksudat kataralis. Usus didiagnosa mengalami enteritis kataralis dan gout viseralis (Gambar 4). Organ hati komodo terlihat bengkak, karena tepi-tepi lobusnya tumpul. Selain itu hati terlihat pucat, rapuh, dan ditemukan titik-titik perdarahan dari bentuk pteki hingga ekimosa di sebagian permukaanya. Hati komodo ini didiagnosa mengalami degenerasi hati (Gambar 5). Pada pemeriksaan patologi-anatomi ginjal komodo tampak permukaan ginjal dipenuhi endapan asam urat yang berwarna putih di seluruh bagiannya (Gambar 6 A). Endapan asam urat juga memenuhi seluruh parenkim hingga ke medulla (Gambar 6 B). Komodo termasuk hewan urikotelik, yaitu mengeksresikan hasil metabolisme proteinnya dalam bentuk asam urat. Namun karena kerusakan ginjal, menyebabkan asam urat tidak dapat dieksresikan dengan baik sehingga mengendap di seluruh parenkim ginjal. Ginjal komodo ini didiagnosa mengalami gout viseralis. Hasil pemeriksaan ovarium komodo ditemukan banyak ovum yang mengalami perdarahan, dan ditemukan juga endapan asam urat di beberapa ovum. Ovarium didiagnosa juga mengalami gout viseralis (Gambar 7). Gambar 2 (A) Gout viseralis pada paru-paru (panah biru), mineralisasi (panah kuning) dan perdarahan (panah hijau A) (B) Bekuan darah mengisi lumen trakhea (panah) 8 Gambar 3 Gastritis ulseratif et hemoragis (panah) pada lambung komodo Gambar 4 Gout viseralis pada serosa usus (tanda panah) 9 Gambar 5 Degenerasi hati dengan perdarahan pteki hingga ekimosa (panah) pada permukaan hati Gambar 6 Gout viseralis di ginjal. Deposisi asam urat yang berwarna putih memenuhi seluruh parenkim dari korteks (A) hingga medulla (B) 10 Gambar 7 Oovoritis hemoragika (panah biru) dan gout viseralis (panah kuning) pada ovarium HASIL PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Hasil pengamatan histopatologi berbagai organ komodo disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi berbagai organ Komodo Sistem Organ Organ Perubahan Jantung Gout viseralis, degenerasi hyalin Sirkulasi Ginjal Glomerulonefritis kronis, gout viseralis Urinaria Paru-paru Kongesti, hemoragi, emfisema, mineralisasi Respirasi Lambung Gastritis ulceratif, candidiasis Digesti Hati Kongesti Splenitis granulomatosa Limforetikuler Limpa Ovarium Mineralisasi, oovoritis hemoragika Reproduksi Jantung Epikardium jantung yang menebal, berwarna putih dan kasar, secara histopatologi tampak menebal dan meradang (Gambar 8). Penebalan dan peradangan disebabkan adanya akumulasi asam urat. Bagian yang meradang juga mengalami edema, dengan longgarnya jaringan di bawah epikardium. Tampak di bagian bawah epikardium diinfiltrasi oleh sel-sel radang limfosit dan makrofag. Massa putih pada permukaan epikardium merupakan akumulasi kristal asam urat 11 yang tidak dapat diekresikan oleh ginjal karena adanya kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal menyebabkan peningkatan asam urat dalam darah, sehingga darah yang beredar dan kembali ke jantung membawa asam urat yang tinggi. Mansjoer (2008) menyatakan manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal kronik pada sistem kardiovaskular antara lain hipertensi, gagal jantung, perikarditis, dan uremia. Asam urat merupakan produk akhir protein yang dieksresikan lewat urin. Akibat rusaknya ginjal, asam urat tidak dapat dikeluarkan secara sempurna, sehingga terjadi peningkatan asam urat dalam darah. Selain itu terjadi peningkatan cairan dan permeabilitas vaskular, sehingga terjadi deposisi asam urat di perikardium. Peningkatan asam urat yang berkelanjutan mengakibatkan terakumulasinya asam urat tersebut di dalam kantong perikardium Kepucatan pada miokardium hingga endokardium disebabkan otot jantung tersebut mengalami degenerasi hyalin dan nekrosa (Gambar 8A, B). Degenerasi diakibatkan otot yang meregang karena hipertrofi dan juga karena adanya bahan toksik ureum yang bersirkulasi akibat kerusakan ginjal. Degenerasi otot jantung dicirikan dengan sitoplasma berwarna lebih merah. Nekrosa otot jantung terlihat di bawah lapis epikardium. Otot berwarna lebih merah dibandingkan dengan otot-otot di sekitarnya. Ada beberapa otot yang nekrotik dicirikan oleh inti yang piknotis bahkan inti menghilang (kariolisis) (Gambar 8 B). Selain itu jantung mengalami kongesti dan peradangan, yang ditandai dengan banyaknya sel radang yang menginfiltrasi otot jantung. Degenerasi pada otot jantung disebabkan banyaknya endapan asam urat pada epikardium sehingga otot tidak teraliri darah dengan baik. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan anemia dan iskemia pada otot-otot jantung (McGavin dan Zachary 2001). Gambar 8 Gout viseralis di jantung. (A) Epikardium menebal (asterisk) karena akumulasi kristal urat, dan degenerasi hyalin pada otot jantung (panah); (B) Degenerasi hyalin dan nekrosa miokardium (panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x dan 40x 12 Ginjal Gambaran histopatologi ginjal pada parenkim dan interstitium menunjukkan lesio kronis yang intensif. Jumlah glomerulus dan tubulus di bagian korteks sudah sangat berkurang dan digantikan dengan banyaknya jaringan ikat (Gambar 10). Banyaknya jaringan ikat (fibrosis) menyebabkan interstisium terlihat melebar. Selain jaringan ikat, ditemukan pula infiltrasi sel radang makrofag, limfosit, eosinofil, neutrofil dan sel raksasa tipe benda asing. Adanya sel raksasa tipe benda asing mengindikasikan peradangan granulomatosa (Gambar 11). Radang granulomatosa adalah bentuk khas dari radang kronis, terjadi bila makrofag tidak mampu memfagositosis dan menetralkan agen penyebab peradangan tersebut. Selain itu ginjal juga mengalami kongesti dan hemoragi (Gambar 12). Banyaknya jaringan ikat di intersitium mengindikasikan ginjal mengalami nefritis interstitialis kronis (Fogo et al. 2006). Glomerulus mengalami atrofi dan nekrotik yang dicirikan oleh mengecilnya ukuran dan bentuk yang kompak dari glomerular tuft sehingga tidak tampak lagi struktur pembuluh darahnya. Glomerular tuft yang mengecil menyebabkan ruang Bowman tampak luas dan kapsula Bowman menipis. Pada ruang Bowman tampak adanya protein yang merupakan cairan edema. Selain itu glomerular tuft juga dipenuhi oleh mineralisasi (Gambar 9). Mineralisasi juga ditemukan di dalam arteri, yang dengan pewarnaan HE terlihat ungu kehitaman (Gambar 10). Mineralisasi atau kalsifikasi metastatik terjadinya karena adanya proses pengendapan kalsium pada organ viseral sebagai respon sindrom uremia. Tubulus ginjal komodo juga mengalami perubahan yang sangat buruk. Tubulus mengalami degenerasi hidropis, dilatasi dan nekrosa (Gambar 9, 10, 11, 12). Degenerasi hidropis adalah pembesaran ukuran dan volume sel epitel yang terjadi karena masuknya cairan intraseluler. Hal ini diakibatkan gagalnya sel untuk mempertahankan homeostasis sehingga sitoplasma membesar dan bervakuola (Jones et al. 1997; Myers dan McGavin 2007). Dilatasi tubulus disebabkan adanya retensi urin atau peradangan di daerah interstitium ginjal. Dilatasi ini dapat terlihat dengan adanya perluasan lumen tetapi epitel tubulus masih normal. Tubulus dengan keadaan dilatasi akan mengalami lisis, hipoksia, dan kematian (Munson dan Traister 2005). Tubulus yang nekrotik dicirikan oleh lepasnya epitel dari membran basalnya dan inti yang piknotis. Pada lumen tubulus terdapat serpihan-serpihan kristal atau endapan asam urat dan juga mineralisasi (Gambar 10). Selain itu, pada lumen tubulus juga ditemukan pendarahan. Pada sebagian besar tubulus ginjal juga mengalami degenerasi hyalin karena adanya gangguan reabsorbsi protein (Gambar 12). Dengan pewarnaan methenamin-silver tampak jelas sisa-sisa kristal urat memenuhi sebagian besar lumen tubulus (Gambar 13). Kristal asam urat tidak terwarnai karena kemungkinan terlepas saat pewarnaan, sehingga yang tersisa adalah bekasnya saja. Membran basal tubulus yang berwarna coklat digunakan sebagai kontrol positif. Paru-paru Hasil pemeriksaan histopatologi paru-paru komodo menunjukkan adanya kongesti, hemoragi, emfisema, dan mineralisasi (Gambar 14). Perdarahan juga 13 terlihat pada lumen bronkiolus. Adanya bekuan darah di trakhea pada pemeriksaan PA diduga berasal dari perdarahan pada bronkiolus tersebut. Pada banyak lumen alveolus dan bronkiolus ditemukan mineralisasi, yang tampak sebagai massa yang berwarna biru keunguan. Hal ini terjadi sebagai respon sindrom uremia. Asam urat tidak ditemukan di alveoli, kemungkinan hanya terdeposisi dibagian pleura. Gambar 9 Gout viseralis di ginjal. Kristal asam urat memenuhi lumen tubulus (kepala panah), atrofi glomerulus (panah biru) dan kristal asam urat bersama mineralisasi dalam satu lumen tubulus (panah kuning). Pewarnaan HE, perbesaran 10x Gambar 10 Gout viseralis di ginjal. Kalsifikasi di lumen arteri dan glomerulus (panah biru), fibrosis di interstitium ginjal (panah kuning) dan deposit kristal asam urat di lumen tubulus (asterik). Pewarnaan HE, perbesaran 40x 14 Gambar 11 Sel raksasa tipe benda asing (panah biru) di tepi tubulus yang terdeposit kristal asam urat. Pewarnaan HE, perbesaran 40x. Gambar 12 Hemoragi di interstitium (panah biru) dan sel raksasa tipe benda asing (panah kuning) di tepi tubulus yang terdeposit kristal asam urat. Pewarnaan HE, perbesaran 10x 15 Gambar 13 Endapan kristal asam urat di tubulus yang tidak berwarna (asterisk), dan membran basal tubulus berwarna coklat kehitaman. Pewarnaan methenamin silver, perbesaran 10x Gambar 14 Paru-paru komodo mengalami emfisema pulmonum (asterisk), endapan kalsium (panah kuning), kongesti dan hemorhagi bronkhiolus (panah biru). Pewarnaan HE, perbesaran 10x 16 Lambung Kerusakan mukosa lambung berupa ulkus sudah mencapai muscularis mucosa. Kerusakan berupa hemoragi, edema, nekrosa kelenjar-kelenjar lambung dan banyak sekali ditemukan se-sel debri (Gambar 16). Pada ulkus tersebut ditemukan agen yang diduga khamir. Dengan pewarnaan PAS, dinding sel agen tersebut bersifat PAS positif. Pada permukaan ulkus, khamir berbentuk satu sel bulat atau lonjong, namun di lamina propria hingga muscularis mucosa agen tersebut sudah berbentuk hifa (Gambar 17). Khamir adalah mikroorganisme uniseluler yang masuk ke dalam kingdom fungi (Lignell 2011). Khamir membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit, yang salah satu anggota kelompok tersebut adalah Candida sp. Rute penularan khamir pada komodo diduga melalui pakan yang terkontaminasi. Imunosupresi menjadi faktor utama yang menyebabkan hewan menjadi peka terhadap infeksi khamir. Hati Hepatosit komodo mengalami degenerasi lemak dengan terlihatnya sitoplasma hepatosit yang bervakuola (Gambar 15). Dengenerasi lemak dapat terjadi pada kondisi iskemia, anemia, gangguan bahan toksik, kelebihan konsumsi lemak dan protein (Dannuri 2009). Menurut Carvalho et al. (2005), degenerasi lemak dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bahan toksik, kekurangan oksigen, atau kelebihan konsumsi lemak. Selain itu degenerasi lemak dapat terjadi karena adanya faktor obesitas, anoreksia, dan stres (Frye 1991, Burrows dan Taboada 2010). Hati juga mengalami pendarahan dengan ditemukannya banyak eritrosit di sinusoid. Pada komodo ini, degenerasi lemak diduga disebabkan oleh bahan toksik dan kekurangan oksigen. Adanya kerusakan ginjal menyebabkan bahan-bahan toksik, diantaranya ureum tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Keadaan jantung yang mengalami kardiomiopati meyebabkan jantung tidak bekerja maksimal mengirim darah ke seluruh tubuh sehingga organ-organ kekurangan oksigen, termasuk hati. Degenerasi lemak seringkali terjadi akibat kondisi hipoksi jaringan (Myers dan McGavin 2007). Degenerasi lemak dicirikan dengan terbentuknya vakuol-vakuol intrasitoplasmik yaqng disebabkan karena terdapat akumulasi trigliserida yang berlebihan di dalam hepatosit. Selain itu, adanya gangguan fungsi enzim dalam proses pemecahan lemak menyebabkan penurunan oksidasi lemak yang berakibat pada penumpukan trigliserida di dalam hepatosit. Apabila penumpukan tersebut terjadi secara kronis dapat menyebabkan kematian pada sel atau yang disebut dengan nekrosis (Cheville 2006). Limpa Menurut Guyton (1998), limpa merupakan organ limfoid yang berfungsi untuk mempertahankan kekebalan tubuh. Limpa komodo ini mengalami peradangan granulomatosa yang disebabkan adanya deposit kristal urat (Gambar 18). Radang granulomatosa dicirikan oleh adanya sel raksasa tipe benda asing. Adanya endapan asam urat pada folikel limfoid menyebabkan folikel tersebut deplesi. Pulpa merah mengalami kongesti, hemoragi dan diinfiltrasi sel radang 17 makrofag, heterofil, dan sel raksasa tipe benda asing. Menurut Soldati et al. (2004), radang granuloma kronis ditandai oleh adanya limfosit, sel plasma dan sel raksasa di sekeliling lesionya. Adanya sel raksasa tipe benda asing pada limpa komodo ini mengindikasikan splenitis granulomatosa. Ovarium Pada pemeriksaan histopatologi ovarium, ditemukan juga mineralisasi pada pembuluh darah ovarium yang terlihat berwarna ungu kehitaman. Adanya kerusakan fungsi ginjal menyebabkan peningkatan kalsium dalam darah sehingga kalsium menumpuk pada organ-organ viseral dan pembuluh darah. Lesio pada ovarium telah berjalan kronis, terlihat mineralisasi tidak hanya pada satu pembuluh saja. Adanya endapan kalsium ini mengakibatkan sirkulasi darah terganggu. Selain itu pada interstitium banyak ditemukan jaringan ikat. Gambar 15 Degenerasi lemak hati dengan vakuola di hepatosit (kepala panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x 18 Gambar 16 Gastritis ulseratif. Ulkus telah mencapai muscularis mukosa, ditemukan banyak sel debri dan kelenjar gastrik yang nekrotik dan ulkus terinfeksi khamir yang berbentuk bulat-lonjong (panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x Gambar 17 Infeksi khamir pada ulkus lambung. Khamir berbentuk satu sel (kepala panah) dan bentuk hifa (panah). Pewarnaan PAS, perbesaran 20x 19 Gambar 18 Limpa mengalami peradangan kronis yang ditandai dengan adanya sel raksasa tipe benda asing (panah) dan akumulasi asam urat (kepala panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x Gambar 19 Mineralisasi pada pembuluh darah ovarium (panah). Pewarnaan HE, perbesaran 40x 20 PATOGENESIS PENYAKIT Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat menurunnya fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Carlton dan McGavin 1995). Uremia merupakan suatu keadaan kronik yang berkaitan dengan meningkatnya uremia di dalam darah. Lesio dari sindrom uremia menyebabkan terjadi mineralisasi jaringan lunak seperti mineralisasi pada pembuluh darah ovarium. Terbentuknya gout dapat disebabkan konsumsi pakan yang mengandung purin terlalu tinggi dan sistem pembuangan asam urat lewat urin yang tidak sempurna. Penyakit ini berawal dari kerusakan ginjal yaitu menurunnya fungsi glomerulus dalam memfiltrasi buangan hasil metabolisme, sehingga mengakibatkan kadar asam urat dalam darah meningkat yang sering disebut dengan hiperurisemia. Peningkatan asam urat yang terjadi terus menerus mengakibatkan pengendapan asam urat pada berbagai organ (Choi et al. 2005). Kerusakan ginjal dapat terjadi karena adanya obstruksi ginjal dan penyumbatan pada saluran urinasi. Kerusakan ginjal diperparah dengan tingginya konsumsi obat kemoterapeutik, antibiotik, antivirus, dan antifungal yang berlebihan. Obat-obatan tersebut antara lain golongan aminoglikosida, tenofovir, amfoterisin B, penghambat enzim angiotensin, golongan analgesik non steroid, siklosporin serta asiklovir (Lindha 2012). Sebagian besar reptil yang menderita gout disebabkan pola pakan yang salah dan kurangnya pasokan air bersih dan segar. Kekurangan air mengakibatkan kerja ginjal menjadi lebih berat karena air bekerja dalam mengeliminasi sisa metabolisme. Suhu dan kelembaban juga sangat berpengaruh pada kejadian penyakit ini. Gout pada komodo di penangkaran diduga karena perubahan pakan dari habitat aslinya. Endapan asam urat pada komodo ini terjadi diseluruh organ viseral, sehingga disebut gout viseralis. Berikut bagan alir patogenesa penyakit pada komodo dapat dilihat pada Gambar 20. Gagal ginjal kronis Asam urat hasil metabolisme Gout Sindrom uremia Urekotelik Penurunan fungsi organ Infeksi mikal Kardiomiopati Mineralisasi multiorgan Imunosupresi Gagal jantung Komplikasi berbagai organ Kematian komodo Gambar 20 Patogenesa penyakit pada komodo 21 Komodo mengalami gagal ginjal kronis yang menyebabkan penurunan fungsi glomerulus dalam menfiltrasi darah. Penurunan glomerular filtration rate (GFR) mengkibatkan sel juxta glomerulus menghasilkan renin. Renin akan mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I berubah menjadi angiotensin II, yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga tekanan darah arteri meningkat. Peningkatan tekanan darah membebani jantung dalam memompa darah sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri (Guyton dan Arthur 2006). Adanya timbunan asam urat di jantung semakin memperberat kerja jantung. Akibatnya, kerja jantung melemah dan darah yang dialirkan ke seluruh tubuh berkurang. Sirkulasi darah yang berkurang menyebabkan hipoksia, yang berakibat memicu degenerasi lemak pada hati (Myers dan McGavin 2007). Gagal ginjal kronis mengakibatkan penurunan fungsi ginjal sehingga terjadi penumpukan hasil pemecahan protein (ureum dan nitrogen) dalam darah dan memicu terjadinya uremia. Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala pada insufiensi ginjal progresif dan GFR menurun. Pada kondisi ini nefron masih normal tetapi tidak dapat mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal yang normal. Efek yang ditimbulkan oleh sindrom uremia antara lain asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertensi, anemia, perikarditis uremia, pneumonitis uremia, dan hiperuresimia yang menyebabkan gout. Pneumonitis uremia terlihat dengan adanya endapan kalsium pada alveoli. Lesio dari sindrom uremia diantaranya adalah edema pulmonum, perikarditis, gastritis ulceratif et hemorrhagi, dan mineralisasi pada jaringan lunak diantaranya ginjal, jantung, dan ovarium (Carlton dan McGavin 1995). Ginjal mengekskresikan muatan asam berlebihan sehingga terjadi asidosis metabolik. Asidosis metabolik megakibatkan iritasi mukosa sehingga menyebabkan ulkus lambung. Pada gagal ginjal kronis terjadi poliuria yang memicu ketidakseimbangan cairan elektrolit (Guyton dan Arthur 2006). Tertahannya natrium dan cairan dapat memicu terjadinya edema dan gagal jantung kongestif (Mansjoer 2008). Gangguan fungsi ginjal juga menyebabkan penurunan eritropoetin yang mengakibatkan anemia dan lesio non renal lainnya seperti hiperparatiroidisme sekunder, serta mineralisasi paru (Carlton dan McGavin 1995). Penurunan filtrasi glomerulus juga menyebabkan peningkatan kadar fosfat dan penurunan kadar kalsium dalam darah. Penurunan kadar kalsium menyebabkan hipokalsemia dan merangsang kelenjar parathiroid untuk mensekresikan parathormon. Parathormon berperan dalam mereabsorbsi kalsium dari tulang. Reabsorbsi kalsium yang berlebihan ini meningkatkan kalsium dalam darah yang tidak terkendali, sehingga kalsium terdeposit pada berbagai organ (Brunner dan Suddarth 2001). Deposit kalsium atau mineralisasi atau kalsifikasi metastatik pada komodo ditemukan di paru-paru, ginjal, dan ovarium. Kalsium yang berlebihan dalam darah mengakibatkan adanya embolus. Embolisme merupakan penyumbatan pembuluh darah di berbagai organ akibat adanya embolus. Caplan (1993) menyatakan tipe emboli antara lain trombus, bakteri, dan kalsium. Saat terjadi kerusakan epitel bronkus dan bronkiolus secara otomatis sel goblet akan meningkatkan produksi mukus yang kemudian dikeluarkan melalui batuk dalam bentuk sputum (Carlton dan McGavin 1995). Pada kasus ini bronkiolus komodo mengalami mineralisasi yang dibatukkan adalah embolus kalsium berupa bekuan darah yang ditemukan di trakea. 22 Kerusakan ginjal juga menyebabkan komodo mengalami imunosupresi, sehingga dengan mudah agen-agen infeksius menyebabkan peradangan lambung. Pada lambung komodo yang mengalami gastritis ulseratif akibat uremia, ditemukan terinfeksi khamir. Keberadaan khamir di lambung komodo diduga masuk melalui pakan yang terkontaminasi. Secara histopatologi limpa komodo mengalami perubahan berupa deplesi folikel limfoid dan deposisi asam urat. Adanya endapan asam urat menyebabkan kerja limpa tidak maksimal sehingga menyebabkan hewan imunosupresi. Berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi dapat disimpulkan penyebab kematian (causa mortis) pada komodo adalah gagal ginjal. Gagal ginjal menyebabkan terjadinya gout viseralis yang hebat pada jantung, sehingga mengganggu kinerja jantung. Selain itu, gagal ginjal juga menimbulkan sindrom uremia yang juga menyebabkan degenerasi otot jantung (kardiomiopati). Melemahnya otot jantung membuat kerja jantung tidak maksimal. Dengan demikian pintu gerbang kematian (atria mortis) pada komodo ini disebabkan oleh gagal jantung. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi organ-organ komodo disimpulkan bahwa kematian hewan ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan gout viseralis. Saran Perlu peningkatan manajemen pemeliharaan hewan penangkaran, terutama dalam hal pemberian pakan dan minum. komodo di DAFTAR PUSTAKA Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Auffenberg, W. 1981. The Behavioral Ecology of Komodo Monitor. Gainesville (US): University Presses of Florida. Brunner, Sudarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID): EGC. Burrows CF dan Taboada J. 2010. Liver disorders. Clinical Medicine of the Dog and Cat. UK: Mason Publishing Ltd. Caplan RL. 1993. Stroke a Clinical Approach. Ed ke-2. Boston: Butterworth. Carlton WM dan McGavin Md. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. USA: Mosby Year Book. 23 Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. USA: Blackwell Publishing. Choi Hyon K, Mount David B, dan Reginato Anthony M. 2005. Pathogenesis of Gout. Ann Intern Med. 143(7):499-516. [CITES]. Conservatiun on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora. 2012. Conservation of international trade in endengered spesies of wild fauna and flora. Fogo AB, Arthur HC, J. Charles J, Jan AB, dan Robert BC. 2006. Fundamentals of Renal Pathology. New York (US): Springer Science. Frye FL. 1991. Reptile Care: An Atlas of Diseases and Treatments. Volume I & II. USA: T.F.H. Publications, Inc. Guyton, Arthur. 2006. Text Book of Medical Physiologi. Ed ke-11. Cina: Elsevier. Hamsafir E. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Korpulmonal Kronik. [internet].[diunduh 2015 Jun 26]. Tersedia pada: http://www.infokedokteran.com. Jessop TS, Madsen T, Sumner J, Rudiharto H, Phillips JA, dan Ciofi C. 2006. Maximum body size among insular Komodo dragon populations covaries with large prey density. Oikos. Jessop TS, Imansyah MJ, Purwadana D, Rudiharto H, A. Seno, Opat DS, Noviandi T, Payung I, dan Ciofi C. 2007. Ekologi Populasi, Reproduksi dan Spesial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo, Indonesia. Disunting oleh Imansyah, MJ, Ariefiandy, A. Dan Purwandana, D. BTNK/CRES-ZSSD/TNC. Jones Tc, Hunt RD, King NW. 1997. Veterinary Pathology. Ed ke-6. USA: William & Wilkins. King D, Brian Green. 1999. Goannas: The Biology of Varanid Lizards. Sydney: New South Wales Press Ltd. Koch A, Thomas Z, Wolfgang B, Evy A, dan Mark A. 2013. Pressing Problems: Distribution, Threats, and Conservation Status of The Monitor Lizards (Varanidae: Varanus spp.) of Southeast Asia and Indo-Australian Archipelago. Herpetological Conservation & Biology. 8(3):1-62. Lignell A. 2011. In vitro Pharmacodynamics of Antifungal Agents in the Treatment of Candida Infections [disertasi]. Swedia (SE): Acta Universitatis Upsaliensis Uppsala. Lindha YA. 2012. Jenis dan Mekanisme Obat Penginduksi Kerusakan Ginjal. Students E- J Unpad. 1(1):1. Mader DR. 1996. Reptile Medicine and Surgery. Ed ke-6. USA: W.B. Saunders Company. Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta (ID): EGC. McGavin MD, Zachary JF. 2001. Pahologic Basic of Veterinary Disease. Ed ke-4. Missoury: Mosby Inc. Misnadiarly. 2008. Mengenal Penyakit Arthitis. Med Kom Publishing Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. XII:57. Myers RK, McGavin MD. 2007. Cellular and tissue responses to injury. Di dalam: McGavin MD, Zachary JF. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke4. USA: Mosby Elsevier. Pagana KD. 2001. Mosby’s Diagnostic and Laboratory Test Reference. Ed ke-5. Mosby, Inc. St. Louis. 24 Soldati G et al. 2004. Detection of mycobacteria and chlamydias in granulomatous inflammation of reptiles: a retrospective study. Vet Pathol. 41(4):388-397. Wilson B. 2010. Lizards. Di dalam: Ballard BM dan Cheek R. Exotic Animal Medicine for the Veterinary Technician. Ed ke-2. Iowa: Blackwell Publishing Professional. 23 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada 22 Juli 1992 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara pasangan Cholidun (alm) dan Sri Sutarmi. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pendidikan formal yang pernah ditempuh sebelumnya yaitu SMA Muhammadiyah 1 Klaten 2008. Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi dan lembaga kemahasiswaan. Diantaranya pada Tingkat Persiapan Bersama menjadi Dewan Mushola Asrama Putri A2, anggota Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten. Setelah masuk tingkat dua penulis menjadi anggota DKM An. Nahl FKH, anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Bogor, ketua divisi Informasi dan Komunikasi Himpro Ornithologi dan Unggas. Penulis juga menjadi anggota UKM IPB Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama masa perkuliahan yaitu magang kerja di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta tahun 2013 dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah tahun 2014. Penulis juga pernah mengikuti Pengabdian Masyarakat di Provinsi Riau tahun 2014.