BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml adalah kerusakan dipermukaan tubuh ikan berupa peradangan, pembengkakkan di daerah bekas suntikan (Gambar 4), kemudian berkembang menjadi tukak (Gambar 5) dan mulai terjadi kematian di hari kedua. Gejala klinis tersebut terlihat setelah 18 jam penginfeksian dan terjadi pada semua perlakuan. Menurut Runnels (1965) dalam Hariyani (2012), radang yang terjadi merupakan reaksi pertama dari hewan secara vaskuler dan seluler terhadap serangan bakteri yang masuk ke dalam tubuhnya yang menimbulkan kerusakan pada jaringan. Menurut Irianto (2003) penyakit MAS ditandai oleh adanya lukaluka kecil di permukaan tubuh (yang mengakibatkan lepasnya sisik), pendarahan (hemoragik) lokal, eksoptalmia serta pembengkakan abdominal. Gambar 4. Peradangan pada ikan Gambar 5. Tukak pada ikan (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013) 25 26 Perendaman dengan ekstrak buah mengkudu dilakukan pertama kali pada saat 29 jam setelah penyuntikan. Hal ini dilakukan karena 18 jam setelah penginfeksian bakteri Aeromonas hydrophila ikan pada semua perlakuan sudah menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan dan perdangan tapi belum sama rata kondisinya. 29 jam setelah penyuntikan semua ikan uji mengalami gejala klinis yang sama kerusakannya. Setelah itu langsung dilakukan perendaman dengan ekstrak buah mengkudu selama 24 jam. Pada hari pertama setelah perendaman dengan ekstrak buah mengkudu, tidak terjadi kematian pada seluruh perlakuan. Sedangkan peradangan dan pembengkakkan pada setiap ikan uji pada kelima perlakuan mulai terlihat berbeda-beda. Pada hari pertama radang yang terjadi pada perlakuan A dan B merupakan keadaan yang paling parah. Dimana ada ikan uji yang sudah terluka dipermukaan tubuhnya mulai susah untuk berenang dan hanya berada di sekitar batu aerasi. Pada hari ke-2 masa pemeliharaan, mulai terjadi kematian pada ikan uji disetiap perlakuan. Perkembangan radang dan pembengkakkan pada perlakuan A (kontrol) merupakan yang paling parah diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan perlakuan A tidak diberi ekstrak buah mengkudu, sedangkan perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm), D (110 ppm) dan E (130 ppm) diberikan ekstrak buah mengkudu. Kematian terus terjadi hingga hari ke-8 masa pemeliharaan. Keadaan ikan uji pada semua perlakuan mulai membaik. Radang dan pembengkakkan yang terlihat hanya di perlakuan A saja. Pada perlakuan lain radang sudah tidak terlihat, hanya dibeberapa ikan uji masih terjadi pengelupasan sisik yang masih terjadi. Peradangan dan luka yang berada di tubuh ikan uji sudah mulai sembuh dan membaik. Dari hari ke-9 hingga hari terakhir masa pemeliharaan yaitu hari ke-14, tidak lagi terjadi kematian. Tapi kerusakan pada permukaan tubuh ikan pada perlakuan A tetap terjadi hingga akhir pengamatan. Pada hari ke-9 ikan yang bertahan hidup mulai mengalami pemulihan dari tukak dan pembengkakan (Gambar 8). Sedangkan pada hari ke-10 dan seterusnya tidak lagi terjadi kematian 27 pada ikan. Kondisi ikan pada hari ke-14 terlihat sangat baik, pembengkakan dan perdarahan tidak terlihat lagi. Kecuali pada perlakuan A semua ikan uji tampak sembuh. Perlakuan A (kontrol) juga tidak mengalami kematian lagi hingga hari ke-14, kondisi ikan uji terlihat luka dan sisik terkelupas disekujur tubuh ikan (Gambar 9 a-c). Gambar 8. Penyembuhan Tukak pada Ikan Hari ke-9 (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013) (a) (b) (c) Gambar 9. Kondisi Ikan Uji pada Perlakuan Kontrol Hari ke-14 (a). ikan uji yang kehilangan sisik dan bengkak (b). bintik merah pada ikan uji (c). luka pada tubuh ikan uji (Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013) Kerusakan jaringan organ di permukaan tubuh benih ikan nilem ini merupakan akibat dari toksin yang di keluarkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Menurut Lallier (1984) Toksin yang disebarkan keseluruh tubuh melalui aliran darah menyebabkan hemolisis dan pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan bercak merah pada tubuh ikan. 28 Salah satu senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu adalah saponin. Menurut Harbone (1987), mekanisme saponin dalam menyembuhkan luka dengan cara memacu pembentukan kolagen, dimana kolagen merupakan struktur protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Saponin merupakan glikosida tripena dan sterol yang berfungsi sebagai senyawa aktif bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah. Dari uraian di atas terlihat bahwa ikan uji yang di beri perlakuan dengan perendaman ekstrak buah mengkudu mengalami penyembuhan, sedangkan ikan uji yang tidak di beri ekstrak buah mengkudu mengalami peradangan yang tidak mengalami penyembuhan sehingga mengalami kematian. Hal ini membuktikan bahwa bahan aktif yang terdapat pada ekstrak buah mengkudu dapat menyembuhkan dan mengurangi peradangan yang di akibatkan serangan bakteri Aeromonas hydrophila. 4.1.2 Respon Pakan Berdasarkan hasil pengamatan hari ke-1 setelah perendaman dengan ekstrak buah mengkudu, respon pakan tidak ada sama sekali dan pada hari ke-2 respon pakan sudah mulai terlihat di beberapa perlakuan (Tabel 1). Menurut Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Hariyani (2012), respon makan ikan sangat sedikit karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi dan Gufran (2004) bahwa stres juga dapat mengakibatkan menurunnya kepekaan ikan terhadap lingkungan sekitar. Benih ikan nilem yang tidak diberikan ekstrak buah mengkudu perlakuan A (kontrol) kurang responsif terhadap pakan yang diberikan hingga akhir pengamatan. Terlihat dengan banyak sisa pakan yang mengendap di dasar akuarium saat dilakukan penyiponan. Keadaan ini diduga disebabkan oleh reaksi yang ditimbulkan akibat penyebaran dan aktivitas bakteri di seluruh tubuh benih ikan nilem yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Sebagaimana pendapat Angka et al. (1981) serangan bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu makan ikan menjadi hilang hingga terjadi kematian. Menurut Austin (1993) 29 masuknya bakteri ke organ tubuh khususnya organ sistem pencernaan melalui cairan tubuh dan aliran darah dapat mengakibatkan gangguan pencernaan ikan yang terinfeksi bakteri. Tabel 1. Respon Benih Ikan Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Pakan Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7-14 Perlakuan A 1 + + 2 + B 3 + + 1 + ++ 2 + + + C 3 + ++ 1 + + ++ ++ ++ 2 + ++ ++ ++ ++ D 3 + + ++ ++ 1 + ++ ++ ++ ++ ++ 2 + ++ ++ ++ ++ ++ E 3 + ++ ++ ++ ++ ++ 1 + + ++ ++ ++ ++ 2 + + ++ ++ ++ 3 + + + ++ ++ ++ Keterangan : (++) Respon pakan normal (+) Respon pakan rendah (-) Respon pakan tidak ada Pada tabel 1 terlihat respon pakan benih nilem yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap pakan pada perlakuan B (70 ppm) yang diberi ekstrak mengkudu dari hari ke-1 hingga hari ke-4 tidak ada respon terhadap pakan. Mulai hari ke-6 hingga hari ke-14 respon pakan sudah berjalan normal. Pada perlakuan C yang diberi ekstrak 90 ppm, dari hari ke-1 hingga hari ke-2 respon pakan tidak ada. Mulai hari ke-4 hingga hari ke-14 respon pakan mulai ada dan kembali normal. Perlakuan D dengan penambahan ekstrak 110 ppm respon pakan rendah sampai hari ke-2, kemudian respon pakan kembali normal mulai hari ke-3 hingga ke-14. Pada perlakuan E dengan pemberian ekstrak buah mengkudu sebesar 130 ppm, respon pakan rendah terjadi hingga hari ke-4 sedangkan hari ke-5 hingga ke-14 respon pakan kembali normal. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak buah mengkudu dapat mengembalikan respon ikan nilem terhadap pakan secara normal, sedangkan perlakuan A (kontrol) yang tidak diberi ekstrak buah mengkudu respon pakannya rendah. Hal ini diduga karena senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu berperan sebagai antibakteri telah bereaksi dan efektif menghambat penyakit MAS dan memperbaiki kerusakan pada jaringan tubuh ikan nilem akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 30 4.1.3 Uji Refleks Ikan nilem yang terinfeksi MAS akibat bakteri Aeromonas hydrophila mengalami penurunan respon terhadap kejutan. Uji refleks dilakukan dengan cara menepuk dinding akuarium pada setiap perlakuan (Tabel 2).. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-2 tidak ada respon yang berarti, hal ini disebabkan karena ikan mengalami stress akibat suntikan dan infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila yang mulai menyebar keseluruh tubuh ikan. Tabel 2. Respon Benih Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Kejutan Hari ke- 3 Perlakuan A B C 1 2 3 1 2 3 1 2 1 - - - - - - - 2 - - - - - - - - - - + + + + + 4 - - - + + + + + 5 - - + + + + + + 6 + + + + + + + + 7-14 + + + + + + + + Keterangan : (+) Adanya reflex (-) Tidak adanya reflex 3 + + + + + D 1 + + + + + 2 + + + + + 3 + + + + + E 1 + + + + + 2 + + + + + 3 + + + + + Dari tabel 2 terlihat bahwa pada hari ke-3 hingga hari ke-14 pada perlakuan yang diberi ekstrak buah mengkudu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm), D (110 ppm), dan E (130 ppm) seluruh ikan memberikan respon (+) dimana ikan tersebut menjauhi sumber tepukan. Sedangkan pada perlakuan kontrol A (0 ppm) respon (+) baru tampak dihari ke-6. Hal ini disebabkan oleh zat anti bakteri yang terkandung dalam buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon sudah mulai bereaksi dan mengobati benih nilem pada hari ke-3 sehingga mengalami kesembuhan dari serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Menurut Heath (1987) Masuknya larutan ekstrak buah mengkudu kedalam tubuh ikan bisa melalui insang, makanan, air yang diminum, dan melalui kulit. 31 4.2 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nilem yang Terserang Penyakit MAS Setelah Pengobatan dengan Ekstrak Buah Mengkudu Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kematian benih ikan nilem yang di infeksikan bakteri Aeromonas hydrophila dengan penggunaan ekstrak buah mengkudu dalam perlakuan yang berbeda konsentrasi menghasilkan mortalitas yang berbeda-beda. Selama 14 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa pada perlakuan A (kontrol) mengalami rata-rata kematian hingga akhir pengamatan yaitu sebanyak 10 ekor. Sedangkan pada perlakuan B (70 ppm) hingga akhir pengamatan mengalami kematian sebanyak 2 ekor. Pada perlakuan C (90 ppm) mengalami kematian sebanyak 3 ekor. Pada perlakuan D (110 ppm) hanya ada 1 ekor ikan yang mati hingga akhir masa pemeliharaan. Pada perlakuan E (130 ppm) ada 2 ekor ikan yang mati (Tabel 3). Tabel 3. Mortalitas Benih Ikan Nilem Sesudah Direndam dengan Ekstrak Buah Mengkudu. P Mortalitas ikan uji hari ke- pengamatan Ratarata ikan hidup mati Jumlah ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 mati A1 - 4 - 2 - 1 2 1 - - - - - - 10 5 A2 - 5 1 - - 1 - 4 - - - - - - 11 4 A3 - 2 - 3 1 1 - 3 - - - - - - 10 5 B1 - 1 1 - - - - - - - - - - - 2 13 B2 - 2 - 1 - - - - - - - - - - 3 12 B3 - - 1 1 - - - - - - - - - - 2 13 C1 - 4 - - - - - - - - - - - - 4 11 C2 - - - - - - - - - - - - - - 0 15 C3 - 5 - 2 - - - - - - - - - - 7 8 D1 - 1 - - - - - - - - - - - - 1 14 D2 - - - - - - - - - - - - - - 0 15 D3 - - - - - - - - - - - - - - 0 15 E1 - - - - - - - - - - - - - - 0 15 E2 - 2 - - - - - - - - - - - - 2 13 E3 - - 2 2 - - - - - - - - - - 4 11 Keterangan : P A B C D E 1,2,3 : perlakuan : perendaman 0 ppm ekstrak buah mengkudu : perendaman 70 ppm ekstrak buah mengkudu : perendaman 90 ppm ekstrak buah mengkudu : perendaman 110 ppm ekstrak buah mengkudu : perendaman 130 ppm ekstrak buah mengkudu : pengulangan 10,3 ekor 2,3 ekor 3,6 ekor 0,3 ekor 2 ekor 32 Berdasarkan hasil sidik ragam (lampiran 7) menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak buah mengkudu untuk pengobatan penyakit MAS pada benih ikan nilem dengan perendaman 24 jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem pada setiap perlakuan. Hasil uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan A (0 ppm), C (90 ppm), dan D (110 ppm) berbeda nyata, sedangkan perlakuan B (70 ppm) dan E (130 ppm) tidak memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 4). Tabel 4. Rata-Rata Kelangsungan Hidup Ikan Nilem setelah direndam Ekstrak Buah Mengkudu dan Signifikasi Perlakuan Kosentrasi ekstrak Kelangsungan Hasil transformasi Signifikasi buah mengkudu hidup (%) Ke- Arcsin (ppm) (A) 0 31,1 33,86 a (B) 70 84,46 66,88 c (C) 90 75,53 65,26 b (D) 110 97,76 88,63 d (E) 130 86,66 72,5 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada pengaruh yang berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Pada Tabel 4 terlihat bahwa benih nilem pada perlakuan A atau kontrol (0 ppm) yaitu yang tidak direndam dalam ekstrak buah mengkudu menghasilkan kelangsungan hidup lebih rendah dibandingkan dengan benih nilem yang direndam dalam ekstrak buah mengkudu yaitu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm), D (110 ppm) dan E (130 ppm). Hal ini memperlihatkan bahwa eksrak buah mengkudu mengandung zat aktif sebagai anti bakteri yaitu Acubin, L asperuloside, alizarin, Antraquinon dan Flavonoid yang dapat menghambat serangan bakteri Aeromonas hydrophila pada benih, maka dari itu kematian benih nilem yang terserang Aeromonas pun dapat ditekan. Pada perlakuan A (tanpa direndam dalam ekstrak mengkudu) persentasi kelangsungan hidup benih ikan nilem hingga akhir masa pemeliharaan hanya 31,1%. Pada kondisi ini benih nilem yang terserang Aeromonas hydrophila hanya mengandalkan antibodi alami yang dibentuk tubuh dalam kondisi normal, hal ini 33 mengakibatkan ikan lemah hingga mengalami kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang diberi ekstrak buah mengkudu. Pada perlakuan B (70 ppm) presentase kelangsungan hidup benih ikan nilem sebesar 84,46%. Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) presentase kehidupan 75,53% sementara perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan yang paling efektif dengan presentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76% dan perlakuan E (130 ppm) memiliki presentase kehidupan 86,66%. Perbedaan presentasi kelangsungan hidup pada setiap perllakuan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan bahan aktif antibakteri pada setiap konsentrasi. Pada perlakuan B (70 ppm) dan E (130 ppm) memberikan kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D (110 ppm). Pada perakuan B konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang diberikan belum optimal dalam menghambat serangan bakteri Aeromonas hydrophila, sehingga kematian benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan D (Tabel 3). Dilihat dari mortalitasnya, perlakuan mengalami kematian pada hari ke-2 hingga hari ke-4 sebanyak 15,54%. Dan dilihat dari gejala klinisnya, perlakuan B mengalami penyembuhan mulai hari ke-5 setelah dilakukan perendaman. Diduga sebelum ekstrak buah mengkudu bekerja maksimal mengobati luka dan tukak, benih ikan nilem yang sudah terserang MAS dan rentan terhadap penyakit tidak kuat lalu mengalami kematian karena kurangnya konsentrasi pemberian ekstraknya sendiri. Pada perlakuan E (130 ppm) menghasilkan kelangsungan hidup yang cenderung sama dengan perlakuan B (70 ppm), namun perlakuan E tetap lebih baik presentase kelangsungan hidup yang diperoleh sebesar (86,66%). Dan dari gejala klinis juga perlakuan E mengalami penyembuhan mulai dari hari ke-3 setelah perendaman ekstrak buah mengkudu. Hal ini di sebabkan karena terlalu besarnya konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang diberikan pada saat perendaman sehingga ekstrak buah mengkudu menjadi toksik. Buah mengkudu mengandung saponin, dimana saponin dapat menyebabkan keracunan pada ikan nilem. Harborne (1987) mengungkapkan bahwa senyawa saponin dalam konsentrasi tinggi yang melewati batas toleransi tubuh dapat menimbulkan 34 keracunan bahkan sering mematikan. Dan dari uji pendahuluan LC50 24jam diketahui bahwa konsentrasi sebesar 123 ppm merupakan LC10 yang berarti dengan konsentrasi 123 ppm dapat membunuh 10% benih ikan nilem mati pada perendaman 24 jam dengan ekstrak buah mengkudu. Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) memberikan kelangsungan hidup sebesar 75,53%. Di duga kondisi tubuh benih ikan nilem yang sudah terinfeksi MAS menjadi lemah sudah tidak bisa mentolerir serangan bakteri Aeromonas hydrophila, sehingga hari ke-2 banyak terjadi kematian pada benih ikan nilem dan juga diduga benih nilem pada perlakuan C memiliki antibodi alami yang rendah hingga tidak kuat terhadap serangan Aeromonas hydrophila, akibatnya terjadi kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ganiswara (1995) bahwa antibodi tubuh yang terbentuk secara alami pada ukuran benih masih rentan terhadap serangan penyakit, sehingga diperlukan senyawa atau zat dari luar tubuh yang dapat merespon kerja antibodi dengan baik. Perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan dengan presentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76%. Dari gejala klinis juga perlakuan D mengalami penyembuhan pada hari ke-2 setelah perendaman. Berdasarkan pengamatan selama masa pemeliharaan, zat aktif yang terdapat pada ekstrak buah mengkudu dengan konsentrasi 110 ppm dapat menghambat serangan bakteri Aeromonas hydrophila yang menyebabkan penyakit MAS pada benih ikan nilem. Menurut Mursito (2005) dalam Hasnah (2009), Zat aktif yang terkandung dalam buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Menurut Bangun dan Sarwono (2005) dalam Hasnah (2009) bahwa kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin. Zat aktif ini bersamasama melawan bakteri Aeromonas hydrophila dan menyembuhkan penyakit MAS. Menurut Djauhariya (2013) flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang paling banyak terdapat pada buah mengkudu. Flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar pada bakteri dari pada lapisan lipid yang nonpolar. Seperti pernyataan Dewi (2010) aktivitas penghambatan ekstrak mengkudu pada bakteri Aeromonas hydrophila 35 menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik. Dengan terganggunya dinding sel akan menyebabkan lisis pada sel. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak buah mengkudu berfungsi sebagai penambah antibodi selain antibodi alami yang dimiliki oleh tubuh ikan. Ekstrak buah mengkudu juga terbukti memiliki zat antibakteri yang dapat menyembuhkan penyakit MAS dengan hasil presentasi kelangsungan hidup perlakuan yang ditambahkan ekstrak buah mengkudu berbeda nyata dengan kontrol tanpa perendaman dengan ekstrak buah mengkudu. Pelczer dan Chan (1997) berpendapat bahwa mekanisme zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dapat mengalami dehidrasi sehingga menyebabkan membran sel menjadi rusak dan mengalami kematian. Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya. Effendie (2003) mengungkapkan bahwa kualitas air yang baik dapat menunjang kelangsungan hidup ikan. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama penelitian memperlihatkan bahwa kisaran suhu rata-rata pada saat penelitian berada pada nilai optimal. Menurut Soeseno (1986) Kisaran suhu yang diperlukan dalam pembudidayaan ikan nilem adalah anatara 180C – 280C. Kehidupan ikan nilem mulai terganggu apabila suhu perairan menurun sampai 9oC – 10oC atau meningkat di atas 30oC. Aktivitas nilem terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 4oC atau di atas 38oC. Tabel 5. Kualitas Air selama Penelitian Perlakuan Suhu pH DO (oC) (mg/L) 21-23 A (0 ppm) 7,89 4,01 21-23 B (70 ppm) 7,34 4,22 21-23 C (90 ppm) 7,55 4,18 21-23 D (110 ppm) 7,55 4,65 21-23 E (130 ppm) 7,32 4,39 Optimal Keterangan : a 18-28a 6,5-8,5b 3-5b Soeseno (1986), bBoyd (1990), 36 Derajat keasaman (pH) selama penelitian di atas kisaran pH optimal, menurut Boyd (1990) Derajat keasaman (pH) yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 - 8,5. Kisaran kandungan oksigen terlarut (DO) pada saat penelitian berada pada kisaran optimal sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) kadar oksigen terlarut yang baik dalam perairan minimal 3 mg/L dan optimal 5 mg/L. Jadi dapat dikatakan bahwa ikan pada perlakuan mengalami kematian bukan karena kualitas air yang buruk. Berdasarkan analisis regresi terbukti adanya pengaruh dari perendaman dengan ekstrak buah mengkudu terhadap tingkat kelangsungan hidup pada benih ikan nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila (lampiran 8). Dari hasil analisi regresi terlihat bahawa antara konsentrasi ekstrak buah mengkudu dan kelangsungan hidup benih ikan nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila menghasilkan hubungan kuadratik, dengan hasil persamaan sebagai berikut Y = -41,31 x² + 98,26 x + 31,2. Setelah dilakukan analisis regresi hingga mendapatkan persamaan hubungan kuadratik, dilakukan lagi analisis hingga mendapatkan nilai R² sebesar 0,879490025. Dari nilai R² dapat diketahui pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang diberikan pada perendaman terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem yang terkena MAS adalah sebesar 87,95%. Dari hasil ini terbukti bahwa ekstrak buah mengkudu dapat mengobati penyakit MAS yang menyerang benih ikan nilem yang disebabkan oleh serangan bakteri patogen yaitu Aeromonas hydrophila.