BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila
4.1.1 Kerusakan Tubuh
Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat
setelah ikan diinfeksikan bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml adalah
kerusakan dipermukaan tubuh ikan berupa peradangan, pembengkakkan di daerah
bekas suntikan (Gambar 4), kemudian berkembang menjadi tukak (Gambar 5) dan
mulai terjadi kematian di hari kedua. Gejala klinis tersebut terlihat setelah 18 jam
penginfeksian dan terjadi pada semua perlakuan.
Menurut Runnels (1965) dalam Hariyani (2012), radang yang terjadi
merupakan reaksi pertama dari hewan secara vaskuler dan seluler terhadap
serangan bakteri yang masuk ke dalam tubuhnya yang menimbulkan kerusakan
pada jaringan. Menurut Irianto (2003) penyakit MAS ditandai oleh adanya lukaluka kecil di permukaan tubuh (yang mengakibatkan lepasnya sisik), pendarahan
(hemoragik) lokal, eksoptalmia serta pembengkakan abdominal.
Gambar 4. Peradangan pada ikan
Gambar 5. Tukak pada ikan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)
25
26
Perendaman dengan ekstrak buah mengkudu dilakukan pertama kali pada
saat 29 jam setelah penyuntikan. Hal ini dilakukan karena 18 jam setelah
penginfeksian bakteri Aeromonas hydrophila ikan pada semua perlakuan sudah
menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan dan perdangan tapi belum sama
rata kondisinya. 29 jam setelah penyuntikan semua ikan uji mengalami gejala
klinis yang sama kerusakannya. Setelah itu langsung dilakukan perendaman
dengan ekstrak buah mengkudu selama 24 jam.
Pada hari pertama setelah perendaman dengan ekstrak buah mengkudu,
tidak terjadi kematian pada seluruh perlakuan. Sedangkan peradangan dan
pembengkakkan pada setiap ikan uji pada kelima perlakuan mulai terlihat
berbeda-beda. Pada hari pertama radang yang terjadi pada perlakuan A dan B
merupakan keadaan yang paling parah. Dimana ada ikan uji yang sudah terluka
dipermukaan tubuhnya mulai susah untuk berenang dan hanya berada di sekitar
batu aerasi.
Pada hari ke-2 masa pemeliharaan, mulai terjadi kematian pada ikan uji
disetiap perlakuan. Perkembangan radang dan pembengkakkan pada perlakuan A
(kontrol) merupakan yang paling parah diantara perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan perlakuan A tidak diberi ekstrak buah mengkudu, sedangkan
perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm), D (110 ppm) dan E (130 ppm) diberikan
ekstrak buah mengkudu.
Kematian terus terjadi hingga hari ke-8 masa pemeliharaan. Keadaan ikan
uji pada semua perlakuan mulai membaik. Radang dan pembengkakkan yang
terlihat hanya di perlakuan A saja. Pada perlakuan lain radang sudah tidak terlihat,
hanya dibeberapa ikan uji masih terjadi pengelupasan sisik yang masih terjadi.
Peradangan dan luka yang berada di tubuh ikan uji sudah mulai sembuh dan
membaik.
Dari hari ke-9 hingga hari terakhir masa pemeliharaan yaitu hari ke-14,
tidak lagi terjadi kematian. Tapi kerusakan pada permukaan tubuh ikan pada
perlakuan A tetap terjadi hingga akhir pengamatan. Pada hari ke-9 ikan yang
bertahan hidup mulai mengalami pemulihan dari tukak dan pembengkakan
(Gambar 8). Sedangkan pada hari ke-10 dan seterusnya tidak lagi terjadi kematian
27
pada ikan. Kondisi ikan pada hari ke-14 terlihat sangat baik, pembengkakan dan
perdarahan tidak terlihat lagi. Kecuali pada perlakuan A semua ikan uji tampak
sembuh. Perlakuan A (kontrol) juga tidak mengalami kematian lagi hingga hari
ke-14, kondisi ikan uji terlihat luka dan sisik terkelupas disekujur tubuh ikan
(Gambar 9 a-c).
Gambar 8. Penyembuhan Tukak pada Ikan Hari ke-9
(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Kondisi Ikan Uji pada Perlakuan Kontrol Hari ke-14
(a). ikan uji yang kehilangan sisik dan bengkak
(b). bintik merah pada ikan uji (c). luka pada tubuh ikan uji
(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2013)
Kerusakan jaringan organ di permukaan tubuh benih ikan nilem ini
merupakan akibat dari toksin yang di keluarkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila yang terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Menurut Lallier (1984)
Toksin yang disebarkan keseluruh tubuh melalui aliran darah menyebabkan
hemolisis dan pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan bercak merah pada
tubuh ikan.
28
Salah satu senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah mengkudu adalah
saponin. Menurut Harbone (1987), mekanisme saponin dalam menyembuhkan
luka dengan cara memacu pembentukan kolagen, dimana kolagen merupakan
struktur protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Saponin
merupakan glikosida tripena dan sterol yang berfungsi sebagai senyawa aktif
bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis darah.
Dari uraian di atas terlihat bahwa ikan uji yang di beri perlakuan dengan
perendaman ekstrak buah mengkudu mengalami penyembuhan, sedangkan ikan
uji yang tidak di beri ekstrak buah mengkudu mengalami peradangan yang tidak
mengalami penyembuhan sehingga mengalami kematian. Hal ini membuktikan
bahwa bahan aktif yang terdapat pada ekstrak buah mengkudu dapat
menyembuhkan dan mengurangi peradangan yang di akibatkan serangan bakteri
Aeromonas hydrophila.
4.1.2 Respon Pakan
Berdasarkan hasil pengamatan hari ke-1 setelah perendaman dengan
ekstrak buah mengkudu, respon pakan tidak ada sama sekali dan pada hari ke-2
respon pakan sudah mulai terlihat di beberapa perlakuan (Tabel 1). Menurut
Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Hariyani (2012), respon makan ikan sangat
sedikit karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kordi dan Gufran (2004) bahwa stres juga dapat mengakibatkan
menurunnya kepekaan ikan terhadap lingkungan sekitar.
Benih ikan nilem yang tidak diberikan ekstrak buah mengkudu perlakuan
A (kontrol) kurang responsif terhadap pakan yang diberikan hingga akhir
pengamatan. Terlihat dengan banyak sisa pakan yang mengendap di dasar
akuarium saat dilakukan penyiponan. Keadaan ini diduga disebabkan oleh reaksi
yang ditimbulkan akibat penyebaran dan aktivitas bakteri di seluruh tubuh benih
ikan nilem yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Sebagaimana pendapat
Angka et al. (1981) serangan bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu
makan ikan menjadi hilang hingga terjadi kematian. Menurut Austin (1993)
29
masuknya bakteri ke organ tubuh khususnya organ sistem pencernaan melalui
cairan tubuh dan aliran darah dapat mengakibatkan gangguan pencernaan ikan
yang terinfeksi bakteri.
Tabel 1. Respon Benih Ikan Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Pakan
Hari
ke-
1
2
3
4
5
6
7-14
Perlakuan
A
1
+
+
2
+
B
3
+
+
1
+
++
2
+
+
+
C
3
+
++
1
+
+
++
++
++
2
+
++
++
++
++
D
3
+
+
++
++
1
+
++
++
++
++
++
2
+
++
++
++
++
++
E
3
+
++
++
++
++
++
1
+
+
++
++
++
++
2
+
+
++
++
++
3
+
+
+
++
++
++
Keterangan : (++) Respon pakan normal
(+) Respon pakan rendah
(-) Respon pakan tidak ada
Pada tabel 1 terlihat respon pakan benih nilem yang terinfeksi bakteri
Aeromonas hydrophila terhadap pakan pada perlakuan B (70 ppm) yang diberi
ekstrak mengkudu dari hari ke-1 hingga hari ke-4 tidak ada respon terhadap
pakan. Mulai hari ke-6 hingga hari ke-14 respon pakan sudah berjalan normal.
Pada perlakuan C yang diberi ekstrak 90 ppm, dari hari ke-1 hingga hari ke-2
respon pakan tidak ada. Mulai hari ke-4 hingga hari ke-14 respon pakan mulai ada
dan kembali normal. Perlakuan D dengan penambahan ekstrak 110 ppm respon
pakan rendah sampai hari ke-2, kemudian respon pakan kembali normal mulai
hari ke-3 hingga ke-14. Pada perlakuan E dengan pemberian ekstrak buah
mengkudu sebesar 130 ppm, respon pakan rendah terjadi hingga hari ke-4
sedangkan hari ke-5 hingga ke-14 respon pakan kembali normal.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ikan uji yang diberi perlakuan
ekstrak buah mengkudu dapat mengembalikan respon ikan nilem terhadap pakan
secara normal, sedangkan perlakuan A (kontrol) yang tidak diberi ekstrak buah
mengkudu respon pakannya rendah. Hal ini diduga karena senyawa yang
terkandung dalam ekstrak buah mengkudu berperan sebagai antibakteri telah
bereaksi dan efektif menghambat penyakit MAS dan memperbaiki kerusakan pada
jaringan tubuh ikan nilem akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
30
4.1.3 Uji Refleks
Ikan nilem yang terinfeksi MAS akibat bakteri Aeromonas hydrophila
mengalami penurunan respon terhadap kejutan. Uji refleks dilakukan dengan cara
menepuk dinding akuarium pada setiap perlakuan (Tabel 2).. Hasil yang diperoleh
memperlihatkan bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-2 tidak ada respon yang
berarti, hal ini disebabkan karena ikan mengalami stress akibat suntikan dan
infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila yang mulai menyebar keseluruh tubuh
ikan.
Tabel 2. Respon Benih Nilem Selama Masa Penelitian Terhadap Kejutan
Hari
ke-
3
Perlakuan
A
B
C
1 2 3 1 2 3 1 2
1
- - - - - - - 2
- - - - - - - - - - + + + + +
4
- - - + + + + +
5
- - + + + + + +
6
+ + + + + + + +
7-14
+ + + + + + + +
Keterangan : (+) Adanya reflex
(-) Tidak adanya reflex
3
+
+
+
+
+
D
1
+
+
+
+
+
2
+
+
+
+
+
3
+
+
+
+
+
E
1
+
+
+
+
+
2
+
+
+
+
+
3
+
+
+
+
+
Dari tabel 2 terlihat bahwa pada hari ke-3 hingga hari ke-14 pada
perlakuan yang diberi ekstrak buah mengkudu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm),
D (110 ppm), dan E (130 ppm) seluruh ikan memberikan respon (+) dimana ikan
tersebut menjauhi sumber tepukan. Sedangkan pada perlakuan kontrol A (0 ppm)
respon (+) baru tampak dihari ke-6. Hal ini disebabkan oleh zat anti bakteri yang
terkandung dalam buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin,
flavonoid, polifenol dan antrakuinon sudah mulai bereaksi dan mengobati benih
nilem pada hari ke-3 sehingga mengalami kesembuhan dari serangan bakteri
Aeromonas hydrophila. Menurut Heath (1987) Masuknya larutan ekstrak buah
mengkudu kedalam tubuh ikan bisa melalui insang, makanan, air yang diminum,
dan melalui kulit.
31
4.2 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nilem yang Terserang Penyakit MAS
Setelah Pengobatan dengan Ekstrak Buah Mengkudu
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kematian benih ikan nilem yang di
infeksikan bakteri Aeromonas hydrophila dengan penggunaan ekstrak buah
mengkudu dalam perlakuan yang berbeda konsentrasi menghasilkan mortalitas
yang berbeda-beda. Selama 14 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa pada
perlakuan A (kontrol) mengalami rata-rata kematian hingga akhir pengamatan
yaitu sebanyak 10 ekor. Sedangkan pada perlakuan B (70 ppm) hingga akhir
pengamatan mengalami kematian sebanyak 2 ekor. Pada perlakuan C (90 ppm)
mengalami kematian sebanyak 3 ekor. Pada perlakuan D (110 ppm) hanya ada 1
ekor ikan yang mati hingga akhir masa pemeliharaan. Pada perlakuan E (130
ppm) ada 2 ekor ikan yang mati (Tabel 3).
Tabel 3. Mortalitas Benih Ikan Nilem Sesudah Direndam dengan Ekstrak
Buah Mengkudu.
P
Mortalitas ikan uji hari ke- pengamatan
Ratarata
ikan
hidup mati
Jumlah ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 mati
A1
-
4
-
2
-
1
2
1
-
-
-
-
-
-
10
5
A2
-
5
1
-
-
1
-
4
-
-
-
-
-
-
11
4
A3
-
2
-
3
1
1
-
3
-
-
-
-
-
-
10
5
B1
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
13
B2
-
2
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
12
B3
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
13
C1
-
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
11
C2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
15
C3
-
5
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
8
D1
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
14
D2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
15
D3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
15
E1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0
15
E2
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
13
E3
-
-
2
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
11
Keterangan : P
A
B
C
D
E
1,2,3
: perlakuan
: perendaman 0 ppm ekstrak buah mengkudu
: perendaman 70 ppm ekstrak buah mengkudu
: perendaman 90 ppm ekstrak buah mengkudu
: perendaman 110 ppm ekstrak buah mengkudu
: perendaman 130 ppm ekstrak buah mengkudu
: pengulangan
10,3
ekor
2,3
ekor
3,6
ekor
0,3
ekor
2 ekor
32
Berdasarkan hasil sidik ragam (lampiran 7) menunjukkan bahwa
penggunaan ekstrak buah mengkudu untuk pengobatan penyakit MAS pada benih
ikan nilem dengan perendaman 24 jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem pada setiap perlakuan. Hasil uji
jarak berganda Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan A (0
ppm), C (90 ppm), dan D (110 ppm) berbeda nyata, sedangkan perlakuan B (70
ppm) dan E (130 ppm) tidak memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 4).
Tabel 4. Rata-Rata Kelangsungan Hidup Ikan Nilem setelah direndam
Ekstrak Buah Mengkudu dan Signifikasi Perlakuan
Kosentrasi ekstrak
Kelangsungan
Hasil transformasi
Signifikasi
buah mengkudu
hidup (%)
Ke- Arcsin
(ppm)
(A) 0
31,1
33,86
a
(B) 70
84,46
66,88
c
(C) 90
75,53
65,26
b
(D) 110
97,76
88,63
d
(E) 130
86,66
72,5
c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
pengaruh yang berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa benih nilem pada perlakuan A atau kontrol (0
ppm) yaitu yang tidak direndam dalam ekstrak buah mengkudu menghasilkan
kelangsungan hidup lebih rendah dibandingkan dengan benih nilem yang
direndam dalam ekstrak buah mengkudu yaitu perlakuan B (70 ppm), C (90 ppm),
D (110 ppm) dan E (130 ppm). Hal ini memperlihatkan bahwa eksrak buah
mengkudu mengandung zat aktif sebagai anti bakteri yaitu Acubin, L
asperuloside, alizarin, Antraquinon dan Flavonoid yang dapat menghambat
serangan bakteri Aeromonas hydrophila pada benih, maka dari itu kematian benih
nilem yang terserang Aeromonas pun dapat ditekan.
Pada perlakuan A (tanpa direndam dalam ekstrak mengkudu) persentasi
kelangsungan hidup benih ikan nilem hingga akhir masa pemeliharaan hanya
31,1%. Pada kondisi ini benih nilem yang terserang Aeromonas hydrophila hanya
mengandalkan antibodi alami yang dibentuk tubuh dalam kondisi normal, hal ini
33
mengakibatkan ikan lemah hingga mengalami kematian yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang diberi ekstrak buah mengkudu.
Pada perlakuan B (70 ppm) presentase kelangsungan hidup benih ikan
nilem sebesar 84,46%. Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) presentase
kehidupan 75,53% sementara perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan yang
paling efektif dengan presentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76% dan
perlakuan E (130 ppm) memiliki presentase kehidupan 86,66%. Perbedaan
presentasi kelangsungan hidup pada setiap perllakuan tersebut disebabkan karena
adanya perbedaan bahan aktif antibakteri pada setiap konsentrasi.
Pada perlakuan B (70 ppm) dan E (130 ppm) memberikan kelangsungan
hidup yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan
D (110 ppm).
Pada perakuan B konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang
diberikan belum optimal dalam menghambat serangan bakteri Aeromonas
hydrophila, sehingga kematian benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
D (Tabel 3). Dilihat dari mortalitasnya, perlakuan mengalami kematian pada hari
ke-2 hingga hari ke-4 sebanyak 15,54%. Dan dilihat dari gejala klinisnya,
perlakuan B mengalami penyembuhan mulai hari ke-5 setelah dilakukan
perendaman. Diduga sebelum ekstrak buah mengkudu bekerja maksimal
mengobati luka dan tukak, benih ikan nilem yang sudah terserang MAS dan
rentan terhadap penyakit tidak kuat lalu mengalami kematian karena kurangnya
konsentrasi pemberian ekstraknya sendiri.
Pada perlakuan E (130 ppm) menghasilkan kelangsungan hidup yang
cenderung sama dengan perlakuan B (70 ppm), namun perlakuan E tetap lebih
baik presentase kelangsungan hidup yang diperoleh sebesar (86,66%). Dan dari
gejala klinis juga perlakuan E mengalami penyembuhan mulai dari hari ke-3
setelah perendaman ekstrak buah mengkudu. Hal ini di sebabkan karena terlalu
besarnya konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang diberikan pada saat
perendaman sehingga ekstrak buah mengkudu menjadi toksik. Buah mengkudu
mengandung saponin, dimana saponin dapat menyebabkan keracunan pada ikan
nilem. Harborne (1987) mengungkapkan bahwa senyawa saponin dalam
konsentrasi tinggi yang melewati batas toleransi tubuh dapat menimbulkan
34
keracunan bahkan sering mematikan. Dan dari uji pendahuluan LC50 24jam
diketahui bahwa konsentrasi sebesar 123 ppm merupakan LC10 yang berarti
dengan konsentrasi 123 ppm dapat membunuh 10% benih ikan nilem mati pada
perendaman 24 jam dengan ekstrak buah mengkudu.
Sedangkan pada perlakuan C (90 ppm) memberikan kelangsungan hidup
sebesar 75,53%. Di duga kondisi tubuh benih ikan nilem yang sudah terinfeksi
MAS menjadi lemah sudah tidak bisa mentolerir serangan bakteri Aeromonas
hydrophila, sehingga hari ke-2 banyak terjadi kematian pada benih ikan nilem dan
juga diduga benih nilem pada perlakuan C memiliki antibodi alami yang rendah
hingga tidak kuat terhadap serangan Aeromonas hydrophila, akibatnya terjadi
kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ganiswara (1995) bahwa antibodi
tubuh yang terbentuk secara alami pada ukuran benih masih rentan terhadap
serangan penyakit, sehingga diperlukan senyawa atau zat dari luar tubuh yang
dapat merespon kerja antibodi dengan baik.
Perlakuan D (110 ppm) merupakan perlakuan dengan presentase
kelangsungan hidup tertinggi yaitu 97,76%. Dari gejala klinis juga perlakuan D
mengalami penyembuhan pada hari ke-2 setelah perendaman. Berdasarkan
pengamatan selama masa pemeliharaan, zat aktif yang terdapat pada ekstrak buah
mengkudu dengan konsentrasi 110 ppm dapat menghambat serangan bakteri
Aeromonas hydrophila yang menyebabkan penyakit MAS pada benih ikan nilem.
Menurut Mursito (2005) dalam Hasnah (2009), Zat aktif yang terkandung dalam
buah mengkudu antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol
dan antrakuinon. Menurut Bangun dan Sarwono (2005) dalam Hasnah (2009)
bahwa kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin,
damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin. Zat aktif ini bersamasama melawan bakteri Aeromonas hydrophila dan menyembuhkan penyakit
MAS. Menurut Djauhariya (2013) flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang
paling banyak terdapat pada buah mengkudu. Flavonoid bersifat polar sehingga
lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar pada
bakteri dari pada lapisan lipid yang nonpolar. Seperti pernyataan Dewi (2010)
aktivitas penghambatan ekstrak mengkudu pada bakteri Aeromonas hydrophila
35
menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan
melindungi sel dari lisis osmotik. Dengan terganggunya dinding sel akan
menyebabkan lisis pada sel.
Hal ini membuktikan bahwa ekstrak buah mengkudu berfungsi sebagai
penambah antibodi selain antibodi alami yang dimiliki oleh tubuh ikan. Ekstrak
buah mengkudu juga terbukti memiliki zat antibakteri yang dapat menyembuhkan
penyakit MAS dengan hasil presentasi kelangsungan hidup perlakuan yang
ditambahkan ekstrak buah mengkudu berbeda nyata dengan kontrol tanpa
perendaman dengan ekstrak buah mengkudu. Pelczer dan Chan (1997)
berpendapat bahwa mekanisme zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang
menyebabkan
kebocoran
nutrien
dapat
mengalami
dehidrasi
sehingga
menyebabkan membran sel menjadi rusak dan mengalami kematian.
Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya.
Effendie (2003) mengungkapkan bahwa kualitas air yang baik dapat menunjang
kelangsungan hidup ikan. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama
penelitian memperlihatkan bahwa kisaran suhu rata-rata pada saat penelitian
berada pada nilai optimal. Menurut Soeseno (1986) Kisaran suhu yang diperlukan
dalam pembudidayaan ikan nilem adalah anatara 180C – 280C. Kehidupan ikan
nilem mulai terganggu apabila suhu perairan menurun sampai 9oC – 10oC atau
meningkat di atas 30oC. Aktivitas nilem terhenti pada perairan yang suhunya
dibawah 4oC atau di atas 38oC.
Tabel 5. Kualitas Air selama Penelitian
Perlakuan
Suhu
pH
DO
(oC)
(mg/L)
21-23
A (0 ppm)
7,89
4,01
21-23
B (70 ppm)
7,34
4,22
21-23
C (90 ppm)
7,55
4,18
21-23
D (110 ppm)
7,55
4,65
21-23
E (130 ppm)
7,32
4,39
Optimal
Keterangan
:
a
18-28a
6,5-8,5b 3-5b
Soeseno (1986), bBoyd (1990),
36
Derajat keasaman (pH) selama penelitian di atas kisaran pH optimal,
menurut Boyd (1990) Derajat keasaman (pH) yang ideal bagi kehidupan ikan
berkisar antara 6,5 - 8,5. Kisaran kandungan oksigen terlarut (DO) pada saat
penelitian berada pada kisaran optimal sesuai dengan pernyataan Boyd (1990)
kadar oksigen terlarut yang baik dalam perairan minimal 3 mg/L dan optimal 5
mg/L. Jadi dapat dikatakan bahwa ikan pada perlakuan mengalami kematian
bukan karena kualitas air yang buruk.
Berdasarkan analisis regresi terbukti adanya pengaruh dari perendaman
dengan ekstrak buah mengkudu terhadap tingkat kelangsungan hidup pada benih
ikan nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri
Aeromonas hydrophila (lampiran 8). Dari hasil analisi regresi terlihat bahawa
antara konsentrasi ekstrak buah mengkudu dan kelangsungan hidup benih ikan
nilem yang terkena penyakit MAS yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Aeromonas hydrophila menghasilkan hubungan kuadratik, dengan hasil
persamaan sebagai berikut Y = -41,31 x² + 98,26 x + 31,2. Setelah dilakukan
analisis regresi hingga mendapatkan persamaan hubungan kuadratik, dilakukan
lagi analisis hingga mendapatkan nilai R² sebesar 0,879490025. Dari nilai R²
dapat diketahui pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak buah mengkudu yang
diberikan pada perendaman terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem yang
terkena MAS adalah sebesar 87,95%. Dari hasil ini terbukti bahwa ekstrak buah
mengkudu dapat mengobati penyakit MAS yang menyerang benih ikan nilem
yang disebabkan oleh serangan bakteri patogen yaitu Aeromonas hydrophila.
Download