HUBUNGAN PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH TROMBOSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA INFEKSI MALARIA Azhari Muslim Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang e-mail: [email protected] Abstrak: Hubungan Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit Dan Kadar Hemoglobin Pada Infeksi Malaria. Malaria adalah penyakit yang akut atau kronis yang disebabkan Plasmodium sp dengan sistom demam, sakit kepala serta menggigil dan disertai dengan anemia dan limfa yang membesar. Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan angka kesakitan akibat malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Anemia pada malaria disebabkan gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang dan penghancuran eritrosit. Anemia adalah kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit di bawah normal. Trombositopenia ditemukan pada malaria. Jenis penelitian adalah penelitian analitik yang bersifat observasional dan desain penelitian adalah belah lintang. Besar sampel adalah 50 responden. Variabel bebas penelitian ini adalah jumlah trombosit, variabel tergantung adalah kadar hemoglobin. Uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara jumlah trombosit dengan kadar hemoglobin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara jumlah trombosit dan kadar hemoglobin terdapat korelasi dengan p=0,004. Koefisien korelasi yaitu r=0,396 berarti terdapat hubungan yang sedang/menengah antara jumlah trombosit dengan kadar hemoglobin. Simpulan penelitian ini adalah ada korelasi antara jumlah trombosit dengan kadar hemoglobin pada infeksi malaria. Kata Kunci : trombosit, hemoglobin, malaria Malaria adalah penyakit yang akut atau kronis yang disebabkan parasit Plasmodium sp dengan gejala demam, sakit kepala serta menggigil dan disertai dengan anemia dan limfa yang membesar (Depkes, 2008). Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina, dan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Ada 4 jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum dan Plasmodium ovale. (Suh KN, et al, 2009). Malaria adalah penyakit infeksi parasit di dunia yang menjangkiti hampir 170 juta orang setiap tahunnya pada 103 negara. Angka kematian mencapai 1-1,5 juta penduduk per tahun, terutama daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan. (Suh KN, et al 2009). Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, terutama pada penderita golongan miskin dan ditemukan pada daerah terpencil dan terisolir. Angka kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan (Depkes, 2008). Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mempengaruhi angka kesakitan bayi, anak balita dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Malaria secara epidemiologi merupakan penyakit menular yang local spesifik, pada sebagian daerah Provinsi Lampung merupakan daerah endemis yang mempunyai daerah yang berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti daerahdaerah pedesaan yang mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus (Dinkes Provinsi Lampung, 2013). Gambaran insiden malaria di Provinsi Lampung sampai tahun 2013 menggunakan indikator API (Annual Paracite Incidens). Jika dilihat selama 7 tahun (2006-2013) terakhir angka AMI cenderung fluktuatif. AMI Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 2,42 per 1.000 penduduk, angka ini telah berada di bawah target sebesar 5,5 per 1.000 penduduk dan jika dibandingkan dengan angka nasional (<50 ‰) AMI di Provinsi Lampung masih relatif rendah. Sedangkan untuk Annual Paracite Insidence (API) per 1000 penduduk Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 0,22 per 1000 penduduk. Angka ini telah ada di bawah target yang ditetapkan yaitu kurang dari 1 per 1000 penduduk. Angka kesakitan Malaria baik klinis (AMI) maupun pemeriksaan sedian darah (API) di Kabupaten Kota pada tahun 2013 terlihat bahwa AMI tertinggi ada di Kabupaten Pesawaran dan Kota Bandar Lampung yaitu masing-masing 8,32 dan 8,21 dan API tertinggi ada di Kabupaten Pesawaran (Dinkes Provinsi Lampung, 2013). Anemia merupakan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai dan berperan penting pada morbiditas dan mortalitas malaria. Anemia 64 Muslim, Hubungan Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit Dan Kadar Hemoglobin 65 didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit yang mengakibatkan kadar hemoglobin menurun sehingga jumlah oksigen yang dibawa tidak cukup di jaringan perifer. Anemia pada malaria disebabkan gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang dan penghancuran eritrosit (Abdalla, et al, 2011). Malaria mempengaruhi hampir semua komponen darah dan trombositopenia merupakan salah satu kelainan hematologis yang ditemui dan mendapat perhatian di literature ilmiah (Lacerda MVG, et al, 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk mngetahui jumlah trombosit dan kadar hemoglobin pada infeksi malaria serta adanya hubungan antara jumlah trombosit dengan kadar hemoglobin pada infeksi malaria. penderita malaria dengan komplikasi penyakit lain. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 50 responden. Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan kadar hemoglobin. Data diolah dan dianalisis untuk menguji hipotesis dengan menggunakan program komputer. Analisis univariat untuk melihat karakteristik subyek penelitian.. Dilakukan analisis bivariat dengan korelasi Spearman untuk melihat hubungan pemeriksaan hitung jumlah trombosit dan kadar hemoglobin. . Hasil penelitian bermakna jika didapatkan nilai p< 0,05 (Sutanto PH, 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Analisis Univariat Tabel 1 Karakteristik Responden Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat observasional dengan desain penelitian belah lintang. (Sudigdo, et al, 2011) Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien terduga malaria dan memeriksakan diri di laboratorium Rumah Sakit Advent Bandar Lampung tahun 2014 dalam penelitian ini sebanyak 80 orang. Perhitungan perkiraan besar sampel untuk uji perbedaan angka kejadian malaria pada penelitian ini menggunakan dasar ketepatan relative (Sudigdo, et al, 2011): n= 2 1,96 x 10 = 24 0,05 x 80 Keterangan: Simpang baku populasi standar, Zα = 1,96 Tingkat ketepatan relatif yang diperkenankan, ex= 5 % Simpangan baku, s = 10 Nilai rerata populasi standar, x0 = 80 Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 24, dengan perkiraan drop out sebesar 10% maka besar sampel yang dibutuhkan minimal adalah 27 responden. Kriteria inklusi penelitian adalah penderita jenis kelamin laki-laki yang ditemukan parasit Plasmodium sp dalam pemeriksaan sediaan hapus darah tepi sedangkan kriteria eksklusi adalah Variabel Standar Deviasi MinimalMaksimal 8.164 20-55 Jumlah Trombosit dalam 113.000 trombosit/uL 11224.172 9000-140000 Kadar Hemoglobin 8.96 dalam gr/dL 1.641 7-14 Usia Rata-rata 35.26 Berdasarkan tabel 1, responden penelitian pada usia termuda adalah 20 tahun dan usia tertua adalah 55 tahun dengan rata-rata 35,26 tahun, jumlah trombosit antara 90.000-140.000 trombosit/uL darah dengan rata-rata 113.000 trombosit/uL darah. Kadarhemoglobin antara 7-14 gr/dL dengan rata-rata 8,96 gr/dL. Analisis Bivariat Tabel 2 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Hitung Jumlah Trombosit dan Kadar Hemoglobin Infeksi Malaria Jumlah Trombosit dalam trombosit/uL Jumlah Pearson Trombosit dalam Correlation trombosit/uL 1 Kadar Hemoglobin dalam gr/dL 396 66 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 64-68 .004 Sig. (2-tailed) N Kadar Hemoglobin dalam gr/dL Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N 50 50 .396 1 .004 50 50 Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa terdapat hubungan jumlah trombosit dengan kadar hemoglobin pada infeksi malaria ditandai dengan signifikan 2 ekor = 0,004. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis bivariat, menunjukkan bahwa antara kadar hemoglobin dan jumlah trombosit terdapat korelasi dengan p=0,004 (p<0,05). Kekuatan hubungan koefisien korelasi yaitu: r=0,396 berarti terdapat hubungan sedang/menengah antara kadar hemoglobin dengan jumlah trombosit (Sutanto PH, 2007). Penyebab yang mendasari anemia malaria berat pada manusia dapat mencakup satu atau lebih dari beberapa mekanisme berikut: (1) penghilangan dan atau penghancuran sel darah merah yang terinfeksi, (2) penghilangan sel darah merah yang tidak terinfeksi, (3) penekanan erythropoiesis dan dyserythropoiesis. Setiap dari mekanisme ini telah terlibat dalam anemia malaria pada manusia. 1. Hilangnya sel darah merah yang terinfeksi Selama infeksi terjadi, ada kehilangan yang jelas dari eritrosit yang terinfeksi untuk pematangan parasit serta pada saat pengenalan makrofag. Oleh karena itu, penghilangan ini, dapat membuktikan lebih terkaitnya untuk onset anemia pada individu yang menderita infeski akut, khususnya anak-anak dimana parasitemia biasanya lebih besar dari 10% (Haldar, et al, 2009). 2. Kehilangan sel darah merah yang tidak terinfeksi Selama infeksi malaria pada manusia, banyak sel darah merah yang tidak terinfeksi hancur di limpa dan sangat mungkin di hati, dan kerusakan sel-sel darah merah ini telah diidentifikasi sebagai penyumbang utama anemia pada malaria. Model matematika dan observasi klinis menunjukkan bahwa sel darah merah yang tidak terinfeksi 10 kali lebih banyak akan dihapus dari sirkulasi untuk setiap eritrosit yang terinfeksi (Jakeman, 1999). Walaupun hanya sedikit pengukuran langsung sel darah merah yang bertahan yang telah dilakukan untuk infeksi pada manusia, pengurangan sebagian usia eritrosit normal dan meningkatnya penghilangan eritrosit karena panas telah dilakukan pada pasien malaria, dan konsisten dengan observasi ini (Haldar, et al 2009). Kegiatan dan jumlah makrofag juga meningkat selama infeksi malaria pada manusia, dan karena itu dapat menyebabkan peningkatan penghilangan sel yang tidak terinfeksi. Peningkatan penghilangan eritrosit yang tidak terinfeksi ini tidak hanya disebabkan aktivasi makrofag limpa tetapi juga untuk perubahan ekstrinsik dan intrinsik pada sel darah merah yang meningkatkan keberadaannya dan fagositosis (Haldar, et al 2009). Pertama, sel darah merah yang tidak terinfeksi mengalami penurunan deformabilitas yang menyebabkan peningkatan penghilangan sel darah merah dalam limpa. Mekanisme yang bertanggung jawab atas hilangnya deformabilitas ini belum sepenuhnya dipahami. Peningkatan oksidasi dalam membrane eritrosit terinfeksi telah terbukti pada anak-anak dengan malaria falciparum P berat, dan inflamasi yang sedang berlangsung yang terkait dengan malaria akut (proinflamasi cytokines), atau efek langsung produk parasit telah terbukti menyebabkan hilangnya pembentukan sel darah merah. Menariknya, penurunan deformabilitas sel darah merah yang parah juga merupakan prediktor yang kuat untuk kematian diukur pada awal masuk rumah sakit, baik pada orang dewasa maupun anakanak dengan malaria berat. Kedua, pengendapan immunoglobulin dan komplemen pada sel darah merah yang tidak terinfeksi dapat meningkatkan serapan dengan mediasi reseptor oleh makrofag (Haldar, et al, 2009). Produk parasit yang mungkin menjadi bagian dari imunoglobulin-antigen kompleks diendapkan pada sel darah merah yang tidak terinfeksi termasuk protein permukaan cincin P falciparum 2 (RSP-2). Protein ini, yang dieksprsesikan secara singkat setelah invasi merozoit sel darah merah, memediasi adhesi iRBCs ke sel endotel. RSP-2 juga disimpan pada sel darah merah yang tidak terinfeksi dan opsonisasi dari bantalan RSP-2-sel darah merah yang tidak terinfeksi ini menyediakan mekanisme untuk menghilangkan sel darah merah yang tidak terinfeksi. Memang tingginya tingkat antibodi yang memfasilitasi fagositosis yang dimediasi pelengkap dari sel yang mengekspresikan RSP-2 ditemukan dalam serum kekebalan tubuh dari orang dewasa dan anak-anak dengan anemia berat. Antigen ini juga ada pada permukaan erythroblasts dalam sumsum tulang dari pasien yang terinfeksi P Muslim, Hubungan Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit Dan Kadar Hemoglobin 67 falciparum, menunjukkan bahwa penghilangan atau kerusakan beredar atau mengembangkan sel erythroid melalui RSP-2 dan anti-RSP-2 dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan anemia malaria berat (Hidajati S, 2005). 3. Penekanan erytropoiesis dan dyserytropoiesis Trombositopenia sering bersamaan dengan malaria falsiparum dan vivaks. Trombosit yang bekerja, berkurang dalam 3-4 hari pada malaria falsiparum berat. Trombositopenia derajat ringan sampai sedang terjadi pada malaria tidak berkomplikasi, sedang pada infeksi falsiparum berat, trombosit sangat rendah. Jumlah megakariosit yang terlihat abnormal besar jumlahnya meningkat dalam sumsum tulang. Mekanisme imun diduga terlibat dalam destruksi trombosit (Handin, 2008). Trombositopenia sering bersamaan dengan malaria falsiparum dan vivaks. Trombosit berkurang 3-4 hari pada malaria falsiparum berat. Trombositopeni derajat ringan sampai sedang terjadi pada malaria tidak berkomplikasi, sedang pada infeksi falsiparum berat, trombosit sangat rendah. Mekanisme imun terlibat dalam destruksi trombosit. Ini ditunjang oleh pengamatan bahwa kadar trombosit terikat IgG (Platelet-assosiated IgG). Platelet-assosiated IgG cenderung menimbulkan pembersihan cepat dari sirkulasi trombosit oleh Retikulo Endotelial System, maka menyebabkan trombositopeni (Harijanto PN, 2010). Anemia yang bersama dengan malaria sering berpotensi imunologik. Infeksi malaria juga menyebabkan hemolisis. Sebagai hasil hemolisis, hemoglobin dilepaskan dalam darah menyebabkan hemoglobinemi. Mekanisme imunologi malaria melibatkan imunitas seluler dan humoral yang kompleks. Invasi merozoit ke dalam eritrosit yang mengandung parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membran sel, penurunan deformabilitas, sitoadherens dan sekuestrasi. Respon imun individu terhadap antigen parasit akan menstimulasi system RES, mengubah aliran darah local dan endothelium vascular, mengubah biokimia sistemik, menyebabkan anemia, hemoglobinemia, hipoksia jaringan dan organ, produksi sitokin dan nitric oksida (NO). Mekanisme imunologik juga terlibat dalam destruksi trombosit yang menyebabkan trombositopenia (Harijanto PN, 2011). Penelitian di Kenya pada anak balita memperlihatkan perbedaan kadar hemoglobin sebesar 1,1 g/dl lebih rendah pada anak dengan malaria dibandingkan control (Ladhani, et al, 2010). Penelitian Leowattana dkk di Bangkok memberikan hasil serupa. Penelitian ini menggunakan metode kasus kontrol terhadap 110 penderita malaria berat dan malaria tidak berat. Trombositopenia ditemukan pada 73,6% penderita malaria tanpa komplikasi, dan 90,9% pada kasus malaria berat. Kadar trombosit secara signifikan lebih rendah pada kasus malaria berat. Progresivitas penurunan trombosit sebanding dengan derajat parasitemia penderita. Penelitian di Kenya juga memberikan gambaran serupa (Leowattana, 2010). SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah: 1) Nilai rerata kadar hemoglobin pada penderita malaria adalah 8,96 gr/dL. 2) Nilai rerata jumlah trombosit adalah 113.000 trombosit/uL serta 3) Ada korelasi antara kadar hemoglobin dengan jumlah trombosit pada penderita malaria. DAFTAR PUSTAKA Abdalla SH, Geoffrey P. 2011. Malaria: A Haemotological Perspective. Imperial College Press. London. Depkes. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Dinkes Provinsi Lampung. 2013. Profil Kesehatan Haldar K. Mohandas N. 2009. Malaria, erythrocytic infection and anemia. American Society of Hematology. Handin R. Disorder of the platelet and vessel wall. Dalam: Kasper DL, Fanci AS, Longo DL., penyunting Harison’s principles of internal medicine 2008. vol I. Edisi ke-18. New York: Mac Graw-Hill; p 673-4. Harijanto, PN, 2010. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan. EGC. Jakarta. Harijanto, PN, 2011. Malaria: dari Molekuler ke Klinis. EGC. Jakarta. Hidajati S. 2005. Molecular and immunological aspects of anemia malaria. Folica Medica Indonesiana. 68 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 64-68 Lacerda MVG, et al. 2011. Thrombocytopenia in Malaria: Who Cares? Mem Inst Oswaldo Cruz. Spain. 106(1):52-5. Ladhani S, et al. 2010. Changes in White Blood and Platelets in Children With Malaria. JMMS, 2(4): 768-771. Leowattana W, et al. 2010. Changes in Platelet Count in Uncomplicated and Severe Falciparum Malaria. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2010:41(5): 1035-41. Sudigdo, S et al. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed 4. Sagung Seto Jakarta. Suh KN, Klain KC, Keystone JS. 2009. Malaria. CMAJ. Sutanto PH. 2007. Analisis Data Kesehatan. FKM UI.