penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer

advertisement
PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN
GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN GELOMBANG
SEKUNDER ( ⁄ ) PADA DAERAH PAPUA BARAT
STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI
Skripsi
Oleh:
AGUNG SATRIYO
106097003249
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN
GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN
GELOMBANG SEKUNDER (Vp/Vs)
PADA DAERAH PAPUA BARAT
STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Oleh :
Agung Satriyo
NIM. 106 097 003 249
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN
GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN
GELOMBANG SEKUNDER (Vp/Vs)
PADA DAERAH PAPUA BARAT
STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Oleh :
Agung Satriyo
NIM. 106 097 003 249
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Sutrisno, M.Si.
NIP. 19590202 198203 1005
Edi Sanjaya, M.Si.
NIP. 19730715 200212 1001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
Drs. Sutrisno, M.Si.
NIP. 19590202 198203 1005
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi berjudul “PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN
GELOMBANG
PRIMER
DENGAN
KECEPATAN
GELOMBANG
SEKUNDER (Vp/Vs) PADA DAERAH PAPUA BARAT STUDI KASUS
GEMPA BUMI MANOKWARI” telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 Juni 2010.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sains ( S.Si ) pada Program Studi Fisika.
Sidang Munaqasyah
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Asrul Aziz, M.SAE.
NIP. 19510617 198503 1001
Arif Tjahjono, ST, M.Si.
NIP. 19751107 200701 1015
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Fisika
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis.
NIP. 19680117 200112 1001
Drs. Sutrisno, M.Si.
NIP. 19590202 198203 1005
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta , 29 Juni 2010
Agung Satriyo
LEMBAR PERSEMBAHAN
Pada suatu masa, aku mengenal cinta darimu
Berawal dari sebait kasih yang kau tawarkan padaku
Melalui rona bahagiamu membantuku menatap dunia kali pertama
Bersama sang kekasih hati yang setia menyelaraskan mimpimu
Satu masa terlewati dalam hidupku
Detik pun berganti abad
Susahku adalah tangis hatimu dan bahagiaku adalah tawa jiwamu
Meski jarang ’ku memaknai rasa yang kau nikmati
Namun tanpa lelah kau membingkai ceria hanya untukku, buah hatimu
Senandung cinta ini untukmu, Ibu
’ku persembahkan setulus hangatnya cinta kasihmu
Setelah sekian lama ’ku rajut dalam benang keikhlasan hatimu
Bahagia dan merana ingin ’ku nikmati bersamamu
(meski) kini kekasih hatimu (yang dulu) tak lagi menemani
Namun bersabarlah sebab aku masih disini
-senandung cinta ini untukmu, Ibu (ARDhane)-
Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan.
(QS. Ar-Rahman : 33)
ku persembahkan untuk:
Ibu, Bapak, Pakde, dan sebuah keluarga kecil di kota Balikpapan.
terkhusus seseorang yang telah bersedia membagi ruang dan waktu di dalam alam
semesta ini.
ABSTRAK
Studi penentuan nilai anomali ⁄ merupakan salah satu studi yang
digunakan sebagai precursor gempa bumi, sekaligus untuk mengetahui kondisi
perubahan susunan batuan dibawah permukaan bumi akibat terjadinya gempa
bumi berdasarkan perubahan kecepatan gelombang primer dan kecepatan
gelombang sekunder. Daerah penelitian bearada di koordinat 1,6673o LU –
2,8333o LS ; 132o BT – 136o BT, daerah ini mempunyai intensitas terjadi gempa
besar dengan studi kasus gempa bumi Manokwari. Penelitian ini menggunakan
diagram wadati yang merupakan pendekatan metode least square. Hasil
interpretasi menunjukan perubahan nilai ⁄ dari bulan September 2008 –
Januari 2009 semakin meningkat dengan anomali 1,023%. Nilai ⁄ Januari
2009 merupakan nilai tertinggi karena pada bulan tersebut terjadi gempa bumi
besar. Sedangkan dari bulan Januari 2009 – Juni 2009 terjadi penurunan nilai
⁄ dengan anomali 1,612%.
Kata kunci : Gempa Bumi, Anomali nilai ⁄ , Diagram Wadati, Precursor.
i
ABSTRACT
Studies determining the value of anomaly ⁄ is one of the studies used
as precursors of earthquakes, as well as to know the condition of changes in the
composition of rock under the earth's surface caused by the earthquake based on
changes in wave velocity of primary and secondary wave velocity. The research
area is West of Papua because this area has a large intensity earthquake with a
case study that the coordinates of the earthquake Manokwari 1.6673o N – 2.833o
S ; 132o E – 136o E. This study uses wadati diagram which is the method of least
square approach. The interpretation shows the change in value of ⁄ from
September 2008 - January 2009 increased by 1.023% anomaly. The value of
⁄ in January 2009 is the highest value for the month a large earthquake.
Meanwhile, from January 2009 - Juni 2009 to be impaired ⁄ anomaly
1,612%.
Keywords : Earthquake, Anomaly value ⁄ , Wadati diagram, Precursor.
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, Sang Maha Pencipta,
dan Maha Berkehendak atas segala apa yang terjadi di alam semesta ini, yang
telah senantiasa melimpahkan segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beserta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan kita, manusia biasa
namun memiliki kemampuan yang luar biasa, Nabi Besar Muhammad SAW,
beserta kepada keluarga dan para sahabat, semoga kita akan selalu menjadi umat
Beliau yang selalu beristiqomah hingga akhir zaman.
Skripsi ini berjudul “Penentuan Anomali Perubahan Kecepatan
Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder ( ⁄ ) Pada
Daerah Papua Barat. Studi Kasus Gempa Bumi Manokwari” yang disusun
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi
Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selama menyelesaikan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bantuan,
dan kemudahan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis menghaturkan ungkapan terimakasih penulis secara mendalam
kepada:
1. Ibunda Hirawati, BA, Ayahanda Dadan Suwandi, BSc, dan Pakde Dayat
yang selalu mencurahkan kasih sayang, untaian doa, dukungannya baik
iii
secara moriil dan materiil, pengorbanan, dan rasa cintanya yang tak
terhingga dan begitu mendalam yang selalu tercurah sepanjang massa dan
Mas heri yang selalu memberikan suport. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kasih sayang dan rahmatnya.
2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si sebagai Ketua Program Studi Fisika dan
sebagai Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan serta ilmunya.
4. Bapak Edi Sanjaya, M.Si sebagai Pembimbing II, yang selalu meluangkan
waktu di tengah kesibukannya dan bersabar membimbing.
5. Bapak Ir. Asrul Aziz, M.SAE, sebagai Penguji I, yang telah berkenan
menguji skripsi ini.
6. Bapak Arif Tjahjono, ST, M.Si, sebagai Sekretaris Prodi Fisika dan
Penguji II, yang telah memberikan kemudahan dalam administrasi, dan
berkenan menguji skripsi ini.
7. Bapak Hardiyatno, Bapak Subagyo, Mas Arif, Mas Bayu, Mas Fadly, Mas
Jajat, Mas Oktifar, Mas Ramdhan, serta teman-teman PGN BMKG yang
lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu per satu. Terimakasih atas
kontribusinya dengan memberikan bantuan dan kemudahan selama ini.
8. Bapak Yadin, S.Ag, beserta keluarga yang telah memberikan motivasi,
serta wejangan-wejangan yang sangat membangun.
9. Keluarga besar Fisika 2006. Terkhusus para sahabat: Adjie, Bahtiar, Kia,
Iif, Ize, Cindi, Sani, Karima, Shila, Dewi, Anna, Devi, Rinan, Absory,
iv
Iwe, dan Dono, terima kasih telah memberi keceriaan dalam kebersamaan
selama ini. Semoga ukhuwah kita selalu terjaga hingga akhir waktu.
10. “Baka Family” (Anggy, Imam, Musthafa, dan Sabda), “Rohis 50”
(Endah, Mutiara, Kiki), “PAO” (Nurul, Dwi), “SAHID 117” (Salam,
Winda, Fauzanah, Fatwa, Fitri). Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah
kita.
11. Annisa Rahmadanita yang telah membagi ruang dan waktu di dalam
kehidupan ini, dan telah menjadi motivator, dan inspirator bagi penulis.
Semoga Allah SWT melindungimu selalu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati terbuka,
penulis memohon kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini.
Akhirnya besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
Jakarta, 29 Juni 2010,
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
BAB I
xii
PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3. Batasan Masalah .................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................ 5
vi
BAB II
LANDASAN TEORI .................................................................... 7
2.1. Teori Lempeng Tektonik ....................................................... 7
2.1.1. Teori Pengapungan Benua ......................................... 7
2.1.2. Struktur Dalam Bumi ................................................. 10
2.1.3. Pergerakan Lempeng Tektonik .................................. 14
2.2. Gempa Bumi .......................................................................... 23
2.2.1. Proses Terjadi Gempa Bumi ...................................... 27
2.2.2. Gelombang Gempa Bumi ........................................... 32
2.2.3. Jenis-Jenis Gempa Bumi ............................................ 37
2.3. Pola Tektonik Daerah Papua ................................................. 43
2.4. Prediksi Gempa Bumi ............................................................ 48
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 51
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 51
3.2. Pengambilan Data Penelitian .................................................. 52
3.3. Pengolahan Data ..................................................................... 53
3.3.1. Menentukan Perubahan Kecepatan Gelombang Primer
Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder ( ⁄ ) ..... 54
3.3.2. Menentukan Hubungan dan Dengan
Menggunakan Diagram Wadati .................................. 57
3.3.3. Menentukan Anomali Perubahan Kecepatan
Gelombang Primer Dengan Kecepatan
Gelombang Sekunder ( ⁄ ) ..................................... 58
vii
3.4. Penentuan Koefesien Korelasi ............................................... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 63
4.1. Menentukan Besar Nilai ⁄ ............................................... 63
4.2. Menentukan Besar Anomali Nilai ⁄ ................................ 74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
81
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 81
5.2. Saran ....................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 83
LAMPIRAN .................................................................................................... 85
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Bentuk bumi purba ...............................................................
9
Gambar 2.2.
Proses pergerakan lempeng-lempeng benua ........................
9
Gambar 2.3.
Bentuk bumi sekarang ..........................................................
10
Gambar 2.4.
Struktur dalam bumi klasik berdasarkan komposisi kimia ...
11
Gambar 2.5.
Penjalaran gelombang P dan S dalam struktur bawah bumi
12
Gambar 2.6.
Struktur dalam bumi modern berdasarkan sifat fisik ...........
14
Gambar 2.7.
Arus konveksi energi panas dalam perut bumi .....................
15
Gambar 2.8.
Lempeng-lempeng tektonik dunia ........................................
15
Gambar 2.9.
Batas lempeng divergen .......................................................
16
Gambar 2.10.
Batas lempeng konvergen .....................................................
17
Gambar 2.11.
Tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera ........
19
Gambar 2.12.
Struktur tektonik lempeng pada daerah batas lempeng
konvergen (benua-samudera) ...............................................
20
Gambar 2.13.
Tumbukan lempeng samudera dengan lempeng samudera ..
21
Gambar 2.14.
Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua ..............
22
Gambar 2.15.
Batas lempeng transform ......................................................
23
Gambar 2.16.
Deformasi batuan akibat stress .............................................
24
Gambar 2.17.
Kurva stress dan strain dalam kegempaan ............................
25
Gambar 2.18.
Jalur utama gempa bumi dunia (Ring Of Fire) ....................
26
Gambar 2.19.
Penjalaran gelombang P (Preasure Wave) ...........................
32
ix
Gambar 2.20.
Penjalaran gelombang S (Shear Wave) ................................
33
Gambar 2.21.
Perbandingan gerakan partikel gelombang P, SV, L, dan R.
34
Gambar 2.22.
Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas
lempeng dan jalur patahan aktif ...........................................
46
Gambar 2.23.
Peta historis gempa merusak di Papua .................................
47
Gambar 3.1.
Lokasi penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan
gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder
(Vp/Vs) ...................................................................................
51
Gambar 3.2.
Bentuk umum gelombang seismik dari gempa bumi ...........
54
Gambar 3.3.
Model penjalaran gelombang gempa bumi ..........................
55
Gambar 3.4.
Diagram wadati ....................................................................
58
Gambar 3.5.
Alur pengolahan data penentuan anomali perubahan
kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang
sekunder (Vp/Vs) ....................................................................
62
Gambar 4.1.
Diagram wadati gempa bumi 11 September 2008 ...............
65
Gambar 4.2.
Diagram wadati Januari 2009 ...............................................
69
Gambar 4.3.
Nilai Vp/Vs bulan September 2008 – September 2009 ..........
71
Gambar 4.4.
Diagram wadati bulan September 2008 – Januari 2009 .......
75
Gambar 4.5.
Perubahan anomali sebelum gempa besar Januari 2009 ......
76
Gambar 4.6.
Diagram wadati bulan Januari 2009 – Juni 2009 .................
77
Gambar 4.7.
Perubahan anomali sesudah gempa besar Januari 2009 .......
78
Gambar 4.8.
Perubahan anomali sebelum gempa besar Agustus 2009 .....
79
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Laporan gempa bumi 11 September 2008 ............................
Tabel 4.2.
Penentuan nilai ts-tp dan tp-OT gempa bumi 11 September
64
2008 ......................................................................................
64
Tabel 4.3.
Pengolahan manual data gempa bumi 11 September 2008 ..
66
Tabel 4.4.
Frequensi pencatatan gempa bumi Januari 2009 ..................
70
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.
Hasil pengolahan data gempa bulan Oktober 2008 –
September 2009 ....................................................................
85
Lampiran B.
Diagram wadati ....................................................................
92
Lampiran C.
Stasiun-stasiun gempa bumi di Indonesia ............................
97
Lampiran D.
Peta seismisitas daerah penelitian ........................................ 102
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Secara geografis dan peta identifikasi sebaran lempeng tektonik, negara
Indonesia merupakan wilayah yang dilalui oleh tiga lempeng tektonik aktif dunia
yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia bertemu di sepanjang barat
Sumatra, selatan Jawa, selatan Nusa Tenggara, dan berakhir di Laut Banda;
Lempeng Pasifik dan Lempeng Indo-Australia bertemu di sepanjang utara Pulau
Papua dan berakhir di Laut Banda; sedangkan Lempeng Eurasia dan Lempeng
Pasifik bertemu di sepanjang Laut Maluku dan berakhir di Laut Banda.
Berdasarkan jalur pertemuan ke tiga lempeng tektonik tersebut, ketiganya bertemu
di bagian timur Negara Indonesia tepatnya di Laut Banda. Daerah pertemuan dari
tiga lempeng tektonik tersebut biasa disebut dengan three junction zone.
Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng kerak bumi. Dimana
Lempeng Pasifik yang menyusup di bawah pulau Papua yang berada di Lempeng
Indo-Australia memiliki kecepatan pergerakan sekitar 110 mm/tahun. Pergerakan
tersebut mengakibatkan terbentuknya pegunungan yang memanjang dari “Kepala
Burung” hingga Pegunungan Cycloof di Jayapura dibagian utara. Daerah Papua
juga terdapat patahan yang memanjang dari Sorong hingga Yapen dan terus ke
Memberamo Hilir hingga di selatan Jayapura. Dibagian tengah terdapat
pegunungan tengah dan patahan yang rumit seperti Patahan Weyland, Siriwo,
1
Direwo, Kurima dan lain-lain. Disamping itu ada patahan yang memanjang dari
Manokwari ke arah Nabire dan dinamakan Patahan Wandamen atau Patahan
Ransiki. Sedangkan Lempeng Indo-Australia yang menyusup dibawah Lempeng
Eurasia mengakibatkan terjadinya patahan di dasar laut sebelah selatan Fak-Fak
hingga di selatan Kaimana dan sebagian selatan Nabire yang dinamakan Patahan
Aiduna.
Dampak nyata akibat tumbukan Lempeng Pasifik terhadap Lempeng IndoAustralia adalah terjadi beberapa gempa bumi besar di kota Manokwari,
diantaranya gempa bumi tanggal 10 Oktober 2002 pada koordinat epicenter
1.707o LS ; 134.165o BT dengan kekuatan 7,6 SR dan kedalaman 10 Km, gempa
bumi Manokwari 7 Januari 2008 pada koordinat epicenter 0.68o LS ; 134.18o BT
dengan kekuatan 6,2 SR dan kedalaman 31 Km. Gempa bumi merusak terakhir
tercatat terjadi 4 Januari 2009 pada koordinat epicenter 0.54o LS ; 132.89o BT
dengan kekuatan 7,9 SR kedalaman 10 Km yang menyebabkan terjadinya retakan
tanah, merenggut korban jiwa, banyak bangunan yang rusak bahkan rata dengan
tanah di kota Manokwari (ARIEF, DKK, 2009).
Berdasarkan uraian diatas Papua memiliki kondisi tektonik yang kompleks
dan tingkat resiko kegempaan yang cukup tinggi, maka perlu diadakan studi awal
indikasi gempa bumi mengenai perkembangan keadaan tektonik secara berkala.
Salah satu metode dalam memprediksi kegempaan ialah metode ⁄ , dengan
metode ⁄ yaitu menentukan anomali perubahan kecepatan primer dengan
kecepatan sekunder dalam periode waktu tertentu sebagai precursor gempa bumi
2
diharapkan dapat memperkirakan tanda-tanda terjadinya gempa bumi dengan
magnitude besar yang akan terjadi dalam periode waktu tertentu.
1.2
Rumusan Masalah
Kemajuan teknologi pemantauan gempa bumi tektonik yang didukung
rekam jejak yang terintegrasi secara global hingga saat ini, belum dapat
memperkirakan terjadinya gempa bumi. Analisis data global dengan berbagai
metode prediksi kegempaan masih terbatas. Kendala utama dalam memprediksi
waktu terjadinya gempa bumi dengan magnitude besar ialah memperkecil
jangkauan waktu dalam memprediksi gempa bumi serta terjadi penyimpangan
dalam memperoleh dan mengolah data berbagai parameter kegempaan.
Penganalisaan data dilakukan secara berkala karena peningkatan skala kegempaan
yang sering terjadi diluar prediksi. Di samping akibat perubahan anomali energi
dan adanya transfer energi dari aktifitas lempeng-lempeng serta patahan-patahan
dan atau sesar-sesar di sekitar daerah penelitian yang selalu bergerak setiap waktu,
juga melemahkan struktur lempeng tektonik tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana menentukan parameter gempa bumi yang berperan
memprediksi gempa bumi?
b) Bagaimana sifat penjalaran gelombang gempa bumi baik gelombang
primer maupun gelombang sekunder yang menjalar di lapisan litosfir?
3
1.3
Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Wilayah penelitian berada di wilayah Papua Barat khususnya daerah
Manokwari 0,8333o LS ; 134o BT dengan batasan wilayah 1,6673o LU
– 2,8333o LS ; 132o BT – 136o BT.
b) Data
yang
digunakan
adalah
laporan
rekaman
seismograph
berdasarkan gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Data
tersebut diperoleh dari PGN (Pusat Gempa Nasional) BMKG pusat
berdasarkan rekaman stasiun gempa bumi disekitar wilayah penelitian
dengan menggunakan perangkat lunak MSDP. MSDP ialah program
pengolahan data gelombang seismik gempa bumi yang diciptakan oleh
Negara China yaitu oleh lembaga China Earthquake Association
(CEA) dengan operasi sistem menggunakan Linux GNOME.
c) Laporan gempa bumi pada daerah penelitian yang di analisa
berdasarkan laporan rekaman seismograph tersebut mulai dari bulan
September 2008 – September 2009 dengan periode waktu satu bulan.
d) Perhitungan nilai ⁄ ini didasarkan pada diagram Wadati.
4
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, tujuam penelitian ini adalah:
a) Menentukan dan menganalisa perubahan nilai ⁄ sebelum gempa
besar Manokwari pada tanggal 4 Januari 2009 serta perubahan nilai
⁄ sesudah gempa besar tersebut terjadi.
b) Menentukan dan menganalisa anomali perubahan nilai ⁄ sebelum
gempa besar pada tanggal 4 Januari 2009 serta anomali perubahan nilai
⁄ sesudah gempa besar tersebut terjadi.
1.5
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi dini kepada pemerintahan pusat maupun
pemerintahan daerah setempat dan masyarakat untuk digunakan sebagai studi
awal indikasi atau precursor gempa bumi dari perubahan-perubahan kecepatan
gelombang primer dan kecepatan gelombang sekunder. Hal ini perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dan mendalam lagi baik di tempat penelitian ini maupun di
tempat-tempat lain yang memiliki aktivitas tektonik tinggi sehingga di masa
mendatang penelitian ini dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya gempa
bumi.
1.6
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini terdiri dari teori lempeng tektonik, gempa bumi, pola tektonik daerah
papua, dan prediksi gempa bumi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari waktu dan tempat penelitian, pengambilan data penelitian,
pengolahan data, dan penentuan koefisien korelasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini terdiri dari hasil pengolahan data dan pembahasan.
BAB V
PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Lempeng Tektonik
Setiap harinya planet Bumi selalu diguncang dengan gempa, baik yang
dapat dirasakan oleh manusia maupun yang hanya tercatat dengan alat
seismograph saja. Pada masyarakat tradisional dan awam, gempa bumi
disebabkan oleh bermacam-macam hal sesuai dengan kepercayaan masyarakat
setempat, sebagian masyarakat Jawa tradisional mempercayai bahwa gempa bumi
disebabkan karena suatu mahluk besar yang membebani bumi sedang bergerak,
sedangkan masyarakat Jepang kuno mempercayai gempa bumi disebabkan oleh
semacam ikan Lele (cat fish) yang sedang bergerak, dan banyak kepercayaan lain
yang disebabkan karena hal-hal yang misterius. Hal yang terjadi sebenarnya
adalah terjadinya pergerakan lempeng tektonik.
2.1.1
Teori Pengapungan Benua (Continental Drift)
Pengamatan mengenai pengapungan benua ini telah dilakukan oleh
beberapa pengamat peta bumi diantaranya ialah Sir Francis Bacon (1620). Ia
menyatakan adanya suatu kesamaan bentuk garis pantai antara pantai timur benua
Amerika Selatan dengan benua Afrika Barat. Selanjutnya Antonio Snider
Pellegrini (1855) membenarkan pernyataan Sir Francis Bacon dengan membuat
sketsa yang memperlihatkan kedua benua tersebut bersatu. Sketsa tersebut
7
menunjukan bahwa pada awalnya ke dua benua tersebut merupakan suatu satu
kesatuan yang kemudian pecah dan terpisah menjadi dua benua.
Seorang ahli meteorologi dan fisika Jerman Alfred Wegener (1915)
mengungkapkan konsep ”Pengapungan Benua” (Continental Drift). Konsep
tersebut berdasarkan “Teori Benua Hanyut” yang menyatakan bahwa benua-benua
bergerak melintasi permukaan bumi yang ditandai dengan kesamaan geologi,
geografi, serta kesamaan fosil di beberapa belahan bumi yang berbeda benua.
Fosil-fosil tumbuhan tropis yang diketemukan pada batubara di Eropa Utara, hal
ini membuktikan bahwa Eropa di masa lampau terletak lebih dekat ke daerah
khatulistiwa. Demikian juga dengan goresan es pada batuan dekat khatulistiwa,
menunjukan bahwa batuan tersebut dulunya berada di daerah kutub. Selain itu
Alfred Wegener juga menyatakan bahwa benua-benua pernah bersatu (sekitar
300 juta tahun lalu) membentuk benua raksasa yang disebut Pangea, dan satu
lautan besar Pantalasia. Kemudian benua raksasa tersebut terpecah menjadi dua
benua yang diberi nama Lauransia dan Gondwana Kedua benua tersebut terpisah
oleh Samudera Thetis. Selanjutnya Benua Lauransia terpecah menjadi Eurasia,
Greenland, dan Amerika Utara, sedangkan Benua Gondwana terpecah menjadi
Amerika Selatan, Afrika, Antartika, India, dan Australia. Bukti dari pemecahan ke
dua Benua dapat dibuktikan oleh adanya kesamaan garis pantai, dan juga
ditemukannya persamaan fosil serta struktur batuan dibeberapa tempat belahan
bumi yang berbeda.
8
Gambar 2.1 Bentuk bumi purba
Gambar 2.2 Proses pergerakan lempeng-lempeng benua
9
Gambar 2.3 Bentuk bumi sekarang
2.1.2
Struktur Dalam Bumi
A. Struktur Dalam Bumi Klasik
Untuk mengetahui struktur dalam bumi, dapat diketahui dengan
mempelajari sifat gelombang gempa yang merambat di dalam struktur dalam
bumi dengan mempelajari waktu tempuh perambatan gelombang sampai ke
permukaan bumi. Dari hasil mempelajari waktu tempuh itu, didapatkan variasi
waktu dan tidak sesuai dengan hasil yang diperhitungkan berdasarkan jarak dan
waktu tempuh gelombang yang diperlukan.
diperlukan. Hal ini menyatakan bahwa gelombang
tersebut tidak merambat dalam satu jenis medium (mempunyai satu nilai
densitas), namun gelombang tersebut merambat melalui beberapa medium yang
mempunyai densitas bervariasi. Dengan kata lain, bumi tidak lah merupakan suatu
bulatan yang homogen melainkan terdiri dari beberapa lapisan yang konsentris
10
dengan densitas yang berbeda. Densitas yang besar terakumulasi pada pusat bumi,
dan mengecil ketika menjauh dari pusat bumi.
Dari hasil tersebut, struktur dalam bumi dibagi
dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan komposisi kimia yang menyusunnya yaitu:
a) Inti Bumi (Core)
Inti bumi terdiri dari besi (Fe) dan nikel (Ni), hal ini didasarkan kesamaan
dengan besar densitas dari kedua unsur tersebut yaitu 9,5 – 14,5 gr/cm3.
b) Selebung Bumi (Mantle)
Mempunyai densitas 3,3 – 5,7 gr/cm3 dengan unsur-unsur yang
menyusunnya yaitu magnesium (Mg), besi (Fe), almunium (Al), silikon
(Si), dan oksigen (O).
c) Kerak Bumi (Earth Crust)
Mempunyai densitas rata-rata 2,7 gr/cm3 dan hanya terdiri dari kerak
benua dan kerak samudera yang terbentuk dari unsur silikon (Si),
almunium (Al), dan magnesium (Mg). Kerak benua terdiri dari silikon dan
almunium (sial) dan kerak samudera terdiri dari silikon dan magnesium
(sima).
Gambar 2.4 Struktur dalam bumi klasik berdasarkan komposisi kimia.
11
B. Struktur Dalam Bumi Modern
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kegempaan yaitu
dengan mempelajari sifat perambatan gelombang-gelombang gempa bumi primer
(P) dan sekunder (S), ditemukan kembali fakta yang menyatakan bahwa lapisan
struktur dalam bumi tidak hanya berdasarkan komposisinya saja, namun juga
adanya perubahan sifat fisik (physical property) seperti kuat batuan (rock strengh)
dan fasanya baik padat maupun cair.
Berikut ini adalah struktur dalam bumi berdasarkan sifat fisiknya (physical
property):
a) Inti Dalam dan Inti Luar (inner core dan outer core)
Dari sifat fisiknya yang tidak dapat merambatkan gelombang S (Gambar
2.5) inti luar bumi diperkirakan berfasa cair, namun gelombang S itu
kembali muncul ketika rambatan gelombang tersebut semakin kedalam,
dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa inti bumi terdiri dari dua
bagian, inti bumi bagian luar berfasa cair dan inti bumi bagian dalam
berfasa padat, namun jika dilihat dari segi komposisinya diperkirakan
mempunyai kesamaan unsur penyusunnya.
Gambar 2.5 Penjalaran gelombang P dan S dalam struktur bawah bumi
12
b) Mesosfir (mesosphere)
Kekuatan (strength) material padat sangat dipengaruhi oleh suhu dan
tekanan. Suatu material padat bila dipanaskan akan berkurang atau hilang
kekuatan yang dimilikinya. Dengan adanya perbedaan suhu dan tekanan,
selubung dan kerak bumi dibedakan menjadi tiga bagian yang mempunyai
kekuatan yang berbeda. Semakin besar suhu dan tekanan yang ada,
semakin besar pula kekuatan dari batuan tersebut. Hal ini berarti batuan
yang mempunyai kekuatan besar berada dekat dengan inti bumi dan
semakin berkurang kekuatannya terhadap batuan yang menjauh dari inti
bumi.
c) Astenosfir (asthenosphere)
Lapisan ini terbentuk akibat terjadinya keseimbangan antara suhu dan
tekanan disini sedemikian rupa dan menjadikan materialnya dalam
keadaan mendekati titik leburnya. Karena hampir melebur mengakibatkan
struktur lapisan ini menjadi lemah dan memungkinkan material tersebut
untuk mengalir dan mudah terdeformasi.
d) Litosfir (lithosphere)
Lapisan ini merupakan lapisan yang batuan, dan mempunyai sifat dingin,
kuat, dan kaku (rigid). Litosfir memiliki bentuk yang patah-patah atau
pecah-pecah dan menjadi lempeng-lempeng yang besar. Lempenglempeng tersebut selalu bergerak seolah-olah terapung diatas astenosfir
dan lebih dikenal sebagai lempeng tektonik.
13
Gambar 2.6 Struktur dalam bumi modern berdasarkan sifat fisik.
2.1.3
Pergerakan Lempeng Tektonik
Lempeng tektonik ialah lapisan litosfir bumi yang memiliki sifat kaku,
tegar, dan elastis serta memiliki bentuk yang terpecah-pecah akibat dari sifat
kekakuannya dan ketegarannya sehingga tidak dapat mempertahankan diri dari
usikan atau getaran bumi yang berlangsung secara terus-menerus. Faktor
penyebab terjadinya pergerakan yang dialami oleh lempeng-lempeng tektonik
adalah adanya arus konveksi panas di dalam selubung atau mantel bumi (Gambar
2.7).
14
Gambar 2.7 Arus konveksi energi panas dalam perut bumi
Berdasarkan kaidah kedua thermodinamika, energi panas bumi tidak tetap
tersimpan di pusat bumi melainkan dapat mendesak keluar sepanjang waktu.
Energi panas bumi tersebut terus bergerak di dalam mantel bumi, dan ketika
tekanan yang dimilikinya sudah tinggi, energi tersebut berusaha untuk segera
keluar dari mantel bumi menuju astenosfir dan terus bergerak sehingga
menggerakan lapisan litosfir yang terapung di atas astenosfir.
Gambar 2.8 Lempeng-lempeng tektonik dunia
15
Berdasarkan tipe pergerakan lempeng tektonik di perbatasan antara
lempeng, lempeng tektonik dibagi menjadi tiga yaitu batas lempeng divergen
(divergent plate boundary), batas lempeng konvergen (convergent plate
boundary), dan batas lempeng transform (transform plate boundary).
A. Batas Lempeng Divergen (Divergent Plate Boundary)
Pada tipe divergen ini, lempeng-lempeng tektonik yang bertemu, bergerak
saling terpisah atau menjauh satu sama lain. Akibat pola pergerakannya yang
saling menjauh itu maka akan terbentuk ruang antar lempeng di perbatasan
lempeng-lempeng tersebut, namun ruang antar lempeng tersebut akan segera terisi
olah bahan batuan cair baru yang terinjeksi dari astenosfir yang berada
dibawahnya dan akan mendingin membentuk batuan padat yang baru di tepian
lempeng lalu mendorong lantai samudera yang sudah terbentuk sebelumnya
menjauhi pusat pemekaran. Proses ini dikenal sebagai pemekaran lantai samudera
(sea floor spreading).
Gambar 2.9 Batas lempeng divergen
16
Proses pemekaran lantai samudera ini terjadi di punggungan samudera di
Atlantik. Umur kerak samudera disana relatif muda, karena mekanisme ini
berlangsung secara terus-menerus sejak 165 juta tahun yang lalu dengan
kecepatan pemekaran antara 2 cm/tahun sampai 10 cm/tahun.
Tidak semua pusat pemekaran terjadi di samudera seperti di tengah
Atlantik ini. Pada benua pemekaran mengkin saja terjadi, namun hal tersebut
sangat langka, kelangkaan itu diindikasikan karena kerak benua jauh lebih tebal
dibandingkan dengan kerak samudera. Pemekaran benua dapat berhenti setiap
saat, tidak seperti pemekaran samudera yang selalu terjadi hingga sekarang ini.
B. Batas Lempeng Konvergen (Convergent Plate Boundary)
Pada tipe konvergen ini, dua lempeng bertumbukan maka salah satu ujung
dari salah satu lempeng melengkung ke bawah lempeng yang lainnya dan terus
masuk sampai ke lapisan astenosfir. Lapisan litosfir yang telah sampai di lapisan
astenosfir akan kehilangan kekakuannya dan akan melebur, karena lapisan
astenosfir memiliki suhu tinggi yang sanggup meleburkan lapisan litosfir yang
masuk didalamnya.
Gambar 2.10 Batas lempeng konvergen
17
Dalam batas lempeng konvergen terdapat tiga macam kemungkinan yang
terjadi di tempat pertemuan antara lempeng berdasarkan jenis lempeng yang
bertemu atau bertumbukan. Batas lempeng konvergen ini dapat terjadi antara
lempeng samudera dengan lempeng samudera, lempeng benua dengan lempeng
benua, serta lempeng benua dengan lempeng samudera. Pada umumnya jika
pertemuan lempeng terjadi antara dua lempeng yang sejenis, maka tidak akan
mengakibatkan terjadinya peristiwa subduksi karena ke dua lempeng tersebut
mempunyai densitas atau rapat massa yang sama. Dengan kata lain peristiwa
subduksi umumnya terjadi pada tumbukan antara lempeng benua dengan lempeng
samudera.
Tumbukan Lempeng Benua Dengan Lempeng Samudera
Pada tipe tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera ini
umumnya
terjadi
peristiwa
subduksi.
Peristiwa
subduksi
ialah
melengkungnya lempeng samudera ke bawah lempeng benua dengan
sudut lebih dari 45o menuju lapisan astenosfir yang berada dibawahnya.
Zona ini dinamakan zona subduksi. Pada zona subduksi terdapat
karakteristik khas, zona ini ialah sebagai tempat terjadinya atau
tebentuknya busur magmatik (magmatic arc), bancuh (melenge),
punggungan dan cekungan busur depan (fore arc ridge and fore arc
basin), dan busur cekungan belakang (back arc basin).
18
Gambar 2.11 Tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera
Busur magmatik (magmatic arc)
Busur magmatik ialah wilayah aktifitas magma yang
berkaitan dengan penujaman lempeng dan berbentuk busur.
Terbentuk akibat menaiknya hasil leburan lapisan litosfir dari
tumbukan yang terjadi dan bermigrasi ke permukaan melalui
rekahan-rekahan sebagai jalur gunung api strato. Jika rangkaian
aktifitas gunung strato terbentuk pada lempeng samudera, busur
magmatik ini disebut busur (island arc) dan bila aktifitas gunung
strato terbentuk pada lempeng benua, busur
busur magmetik ini disebut
busur vulkanik kontinental (continental volcanic arc).
Bancuh (melange)
Bancuh (yang berarti campuran) ialah jalur yang terdiri dari
batuan yang merupakan campuran acak-acakan atau kacau
(chaotic) pecahan berbagai batuan dan teranjakan (thrusted).
19
Punggungan Busur Depan (fore arc ridge) dan Cekungan Busur
Depan (fore arc basin)
Bentuk topografi utama dalam zona konvergen ialah palung
(trench) dan busur magmatik. Pada umumnya diantara palung dan
busur magmatik dapat kita jumpai punggungan busur depan dan
cekungan busur depan. Punggungan busur depan terbentuk oleh
penebalan kerak akibat sesar tanjakan pada ujung lempeng yang
ditabrak. Contoh dari punggungan busur depan dan cekungan
busur depan ialah Pulau Sumatera.
Busur Cekungan Belakang (back arc basin)
Busur cekungan belakang berada di belakang sejajar
dengan busur magmatik. Gejala ini diperlihatkan oleh menipisnya
kerak dan suatu bukaan berupa cekungan berbentuk busur.
Gambar 2.12 Struktur tektonik lempeng pada daerah batas lempeng kovergen
(benua-samudera)
20
Tumbukan Lempeng Samudera Dengan Lempeng Samudera
Bila ke dua lempeng samudera bertumbukan maka salah satu ujung
lempeng akan melengkung masuk di bawah lempeng yang lain dan akan
menghasilkan gunung api. Gunung api yang terbentuk dari tumbukan ini
cenderung berada di lantai samudera, jika gunung api itu terus tumbuh
hingga ke permukaan
permukaan laut maka akan terbentuk busur gunung api
(volcanic-arc) yang terletak jauh dari palung laut sebagai tempat
bertumbuknya ke dua lempeng tersebut seperti kepulauan Aleutian,
Mariana dan Tonga. Jika aktifitas itu berlangsung terus menerus, maka
akan membentuk busur kepulauan seperti kepulauan Filiphina dan Jepang.
Gambar 2.13 Tumbukan lempeng samudera dengan lempeng samudera
Tumbukan Lempeng Benua Dengan Lempeng Benua
Contoh dari peristiwa ini adalah bersatunya India dengan benua
Asia yang sebelumnya terpisahkan oleh lempeng samudera. Pergerakan
India yang terus mendekati benua Asia mengakibatkan lempeng samudera
di antaranya tertekan, terlipat, dan terdeformasi, lalu ia menyusup ke
bawah benua dan membentuk busur kepulauan. Dengan bersatunya India
21
dengan benua Asia mengakibatkan terbentuknya formasi pegunungan
Himalaya dan daerah merekatnya India dengan benua Asia dinamakan
zona suture (suture zone) yang dikenal dengan nama ophiolites (SAPIE,
BENYAMIN, DKK, 2006).
Gambar 2.14 Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua
C. Batas Lempeng Transform (Transform Plate Boundary)
Pada tipe transform ini, lempeng-lempeng yang bertemu saling bergesekan
dengan arah yang berlawanan, tanpa disertai pembentukan atau penghancuran
kerak baru seperti halnya tipe divergen dan konvergen. Sesar transform memiliki
ciri utama yaitu menghubungkan segmen-segmen sistem punggungan samudera.
Hal ini berarti bahwa sesar ini menghubungkan batas konvergen dan divergen
dalam kombinsi yang bervariasi sesuai dengan pergerakan relatif lempeng
tersebut. Wilayah patahan San Andreas di Califonia Utara adalah contoh
pergerakan sesar transform di benua, karena sesar transform pada umumnya lebih
banyak terjadi di samudera.
22
Gambar 2.15 Batas lempeng transform
2.2
Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh
pelepasan energi regangan elastis batuan pada setiap pergerakan lempeng tektonik
atau akibat adanya deformasi batuan yang terjadi pada lapisan litosfir. Menurut
“Elastic Rebound Theory” menyatakan bahwa gempa bumi merupakan gejala
alam yang disebabkan oleh pelepasan energi renggangan elastis batuan yang
disebabkan oleh adanga deformasi batuan (GUTTENBERG, B,. RICHTER, C,. F,
1944).
Deformasi batuan terjadi pada lapisan litosfir yang disebabkan oleh
adanya stress (tekanan) dan strain (tarikan) pada lapisan bumi. Stress dan strain
secara kontinyu menarik, membengkokkan dan mematahkan batuan pada lapisan
litosfir. Akibat yang disebabkan stress pada batuan tergantung pada cara kerja dan
sifatnya, yaitu:
1. stress uniform menekan dengan besar yang sama dari segala arah.
2. differensial stress menekan tidak dari semua arah yang disebabkan oleh
gaya-gaya tektonik.
23
3. differensial stress terdiri dari tensional stress yang menarik batuan,
compressional stress yang menekan batuan, dan shear stress yang
menyebabkan pergeseran dan translasi pada batuan.
Gambar 2.16 Deformasi batuan akibat stress
Apabila batuan mengalami stress, batuan akan terdeformasi melalui
tahapan sebagai berikut :
1. elastic deformation, yaitu deformasi sementara atau tidak permanent.
Dimana batuan yang terkena stress dan kemudian stressnya hilang akan
kembali dan pada bentuk dan volumenya semula. Peristiwa ini disebut
sebagai elastisitas batuan yang disebut elastic limit yang apabila dilampui,
batuan tidak akan kembali pada kondisi awal.
2. duclite deformation, yaitu deformasi dimana batas deformasi batuan
terlewati dan mengalami perubahan bentuk dan volume batuan.
3. fracture, yaitu deformasi dimana batasan elastis ductile deformation
terlewati dan batuan tidak kembali ke bentuk semula.
24
Gambar 2.17 Kurva stress dan strain dalam kegempaan
Gempa bumi yang terjadi akibat adanya pergerakan lempeng-lempeng
yang saling bertumbukan dan juga akibat aktifitas gunung berapi, pada umumnya
terjadi di jalur utama gempa bumi yang dikenal dengan ”Ring Of Fire”. Jalur ini
juga merupakan zona subduksi, karena pertemuan lempeng-lempeng tektonik di
jalur ini berbentuk konvergen serta lempeng-lempeng tektonik yang bertemu
mempunyai densitas yang berbeda yaitu lempeng samudera bertumbukan dengan
lempeng benua.
Terdapat tiga jalur utama gempa bumi yang merupakan batas pertemuan
dari beberapa lempeng-lempeng tektonik aktif serta tempat gunung api aktif
berada, yaitu:
1. Jalur gempa bumi Sirkum Pasifik mulai dari Cardilles de los Andes (Chili,
Equator, dan Karibia) Amerika Tengah, California British Columbia,
Alautian Island, Kachatka, Jepang, Taiwan, Filiphina, Indonesia,
Polynesia, dan berakhir di New Zealand.
25
2. Jalur gempa bumi Mediteran atau Trans Asiatic mulai dari Azores,
Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan, Rumania), Turki, Kaukasus,
Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Burma, Indonesia (Sumatera, Jawa, Nusa
Tenggara, dan Laut Banda), dan akhirnya bertemu dengan jalur Sirkum
Pasifik di daerah Maluku.
3. Jalur gempa bumi Mir-Atlantik mengikuti Mid-Atlantik Rodge yaitu
Spitsbergen, Iceland, dan Atlantik Selatan.
Berdasarkan analisa dari data gempa yang pernah terjadi di dunia,
sebanyak 80% dari gempa di dunia terjadi di jalur gempa bumi Sirkum Pasifik
yang juga merupakan jalur vulkanik, lalu 15% terjadi di jalur gempa bumi
Mediteran dan sisanya sebesar 5% tersebar di Mid-Atlantik dan tempat-tempat
lainnya (SALEH, MUHAMMAD, DKK, 2003).
Gambar 2.18 Jalur utama gempa bumi dunia (Ring Of Fire).
26
2.2.1
Proses Terjadi Gempa Bumi
Menurut (GRAY, CHRIS, 20010), terjadinya gempa bumi dibagi kedalam
lima tahapan, dan dalam setiap tahapannya terjadi perubahan fisis di dalam perut
bumi. Perubahan ini merupakan precursor geofisika, dan hal ini dapat membantu
para ilmuwan memprediksi gempa bumi. Untuk memahami bagaimana precursor
dapat timbul dan manfaatnya dalam studi prediksi gempa bumi, kelima tahapan
gempa bumi ini harus dipahami. Berikut ini akan dijelaskan secara terperinci
kelima tahapan tersebut:
Tahap I, gempa bumi diawali dengan adanya penumpukan regangan
elastis. Regangan elastis perlahan-lahan terbentuk di dalam batuan, dan
batuan tersebut menjadi partikel yang dikompresi secara bersama.
Tahap II, batuan tersebut sekarang dikemas seketat mungkin, dan satusatunya cara batuan dapat berubah bentuk adalah untuk memperluas dan
menempati volume yang lebih besar. Peningkatan volume ini disebut
dilatancy.
Kenaikan
volume
ini
disebabkan
oleh
pembentukan
microcracks. Dalam bentuk microcracks, air yang biasanya mengisi poripori dan retakan pada batuan terpaksa keluar bersama material-material
yang berada di dalam microcracks tersebut, sama seperti ketika Anda
menginjak pasir pantai basah. Udara sekarang mengisi pori-pori dan
retakan pada batuan. Selama proses ini, batuan menjadi lebih kuat dan
dapat menyimpan strain lebih besar lagi dan menyebabkan batuan
semakin elastis. Proses ini dapat dideteksi di permukaan dengan
mengangkat dan memiringkan tanah.
27
Tahap III, masuknya air dan deformasi tidak stabil di zona sesar. Selama
tahap ini, air terpaksa kembali ke pori-pori retakan pada batuan yang
disebabkan oleh tekanan air disekitarnya, seperti ketika air mengisi jejak
di pasir. Batuan tersebut telah disaring di luar kapasitas normalnya. Fase
ini merupakan fase dimana batuan tersebut menentukan sendiri batas
kekuatannya untuk menerima strain dan stress dari luar, dan masuknya air
juga mencegah terhjadinya generasi selanjutnya dari microcracks,
sehingga batuan tersebut berhenti berkembang. Selain itu, air di batuan
berfungsi sebagai pelumas untuk rilis, dan pada akhirnya ketegangan
meningkat.
Tahap IV, patahnya sesar atau terjadinya gempa bumi. Akhirnya, batuan
tidak dapat lagi menahan tekanan. Sesar tiba-tiba patah, menghasilkan
gempa bumi. Ketika sesar patah, energi elastis yang tersimpan dalam
batuan dilepaskan dalam bentuk energi panas dan gelombang seismik.
Gelombang seismik ini lah yang merupakan gelombang gempa bumi.
Tahap V, tegangan drop tiba-tiba diikuti oleh gempa susulan. Sebagian
besar energi regangan elastis dilepaskan oleh gempa utama, namun pecah
dan mengakibatkan terjadi gempa susulan lebih kecil. Gempa susulan
melepaskan energi regangan sisa, dan akhirnya ketegangan di daerah
berkurang dan kondisi kembali stabil.
Teori yang menjelaskan secara umum terjadinya gempa bumi adalah
“Elastic Rebound Theory”. Teori ini menjelaskan bahwa gempa bumi terjadi pada
28
daerah atau area yang mengalami deformasi batuan. Energi yang tersimpan dalam
deformasi ini berbentuk elastis strain dan akan terakumulasi sampai daya dukung
batuan mencapai batas maksimum. Ketika batuan tersebut telah mencapai batas
kemampuan maksimumnya dalam mengakumulasikan energi, batuan tersebut
akan pecah dan akan menimbulkan rekahan atau patahan serta getaran pada bumi.
Mekanisme dari “Elastic Rebound Theory” adalah jika terdapat dua buah
gaya yang bekerja pada lapisan litosfir dengan arah yang berlawanan, batuan pada
lapisan tersebut akan mengalami deformasi, karena batuan mempunyai sifat
elastisitas. Bila gaya yang bekerja pada batuan terjadi dalam waktu yang lama dan
terus menerus, dengan demikian energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut
semakin besar, maka lama kelamaan sifat elastisitas batuan akan mencapai batas
maksimum akibat terlalu besar energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut
sehingga akan mulai terjadi pergeseran pada daerah tersebut. Akibatnya batuan
akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang bidang fault (Gambar 2.16).
Setelah itu batuan akan kembali stabil, namun sudah mengalami perubahan
bentuk maupun posisi. Pada saat batuan mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat
pergeseran batuan, energi stress yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk
getaran yang dikenal sebagai gempa bumi.
Tegangan atau stress (σ) terjadi karena adanya gaya tekan (F) yang
mengenai suatu luas permukaan (A) yang secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut:
=
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.1)
29
=
∆
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (2.2)
dimana:
σ = tegangan/stress F = gaya ()
A = luas penampang ( )
ε
= renggangan/strain
∆l = perubahan panjang benda ()
lo = panjang mula-mula ()
Menurut Hukum Hooke, bahwa stress berbanding lurus dengan strain.
Perbandingan strees dan strain disebut dengan Modulus. Ada tiga macam
modulus, yaitu:
a) Modulus Young, melukiskan pertambahan panjang suatu benda (∆l)
=
. . ∆
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.3)
Dimana:
E = modulus Young b) Modulus Bulk (k), melukiskan pertambahan volume suatu benda
=
. . ∆
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.4)
Dimana:
k
= modulus bulk 30
c) Modulus Rigiditas atau Shear (µ), melukiskan perubahan bentuk benda
akibat kekenyalannya.
Teori elastisitas kecepatan rambat gelombang P adalah:
4
+ 3$
= "
%
'
&
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.5)
sedangkan kecepatan gelombang S:
$
= ) *
%
'
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6)
dengan
=
$=
3( − 2-)
=
=
2( + -) 2∆( + -) 2( + -)
dimana:
= kecepatan gelombang P (⁄.)
= kecepatan gelombang S (⁄.)
ρ = rapat jenis bahan/densitas /
k
01
2 3
= modulus Bulk µ = modulus Rigiditas τ
= perbandingan (ratio) poison
31
E = modulud Young ε
= regangan 4∆ 5
2.2.2
(SUBARJO, 2003)
Gelombang Gempa Bumi
Gelombang gempa bumi (gelombang seismik) adalah gelombang elastis
yang disebabkan karena adanya gerakan tanah yang tiba-tiba atau adanya suatu
letusan baik di dalam atau di permukaan bumi. Gelombang ini akan menjalar ke
seluruh bagian dalam bumi dan juga melalui permukaan bumi (ISMAIL, S, 1989).
Ada dua tipe utama gelombang seismik, yaitu:
1. Gelombang Badan (Body Waves) yaitu gelombang yang menjalar melalui
bagian dalam bumi, yang terdiri dari:
a. Gelombang Primer (Preasure Wave) (P) atau gelombang longitudinal
atau gelombang kompresi adalah gelombang yang gerakan pertikelnya
searah dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang ini datang
paling awal serta dapat menjalar pada semua fasa medium (padat, cair
dan gas).
Gambar 2.19 Penjalaran gelombang P (Preasure Wave)
32
b. Gelombang Sekunder (Shear Wave) (S) atau gelombang transversal
adalah gelombang yang gerakan pertikelnya tegak lurus dengan arah
penjalaran gelombangnya. Gelombang sekunder dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Gelombang SV (shear vertical) adalah gelombang sekunder yang
gerakan partikelnya terpolarisasi pada bidang vertikal.
b. Gelombang SH (shear horizontal) adalah gelombang sekunder
yang gerakan partikelnya horizontal.
Gambar 2.20 Penjalaran gelombang S (Shear Wave)
Gelombang primer merupakan yang diteruskan lewat gelombang
melalui bumi oleh gerakan mendorong dan menarik, sedangkan
gelombang sekunder melaju lewat gelombang melalui bumi oleh gerakan
menjepit dan memutar. Gerakan dorong-tarik memungkinkan gelombanggelombang melaju melalui massa batuan yang lebih cepat dari gerakan
memutar, sebab putaran itu adalah gerakan yang lebih rumit dan
memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Pada sebagian
33
besar batuan, gelombang yang memiliki gerakan dorong-tarik melaju 1,7
kali lebih cepat daripada gerakan memutar. Hal inilah yang menyebabkan
gelombang primer lebih cepat perambatannya dibandingkan gelombang
sekunder (L, DON,. FLORENCE,. FEET, 2006).
2. Gelombang Permukaan (Surface Waves) yaitu gelombang yang menjalar
sepanjang permukaan bumi, yang terdiri dari:
a. Gelombang Rayleigh (R) yaitu gelombang yang arah gerakan
partikelnya adalah eliptic retrograd.
b. Gelombang Love (L) yaitu gelombang yang terpadu pada permukaan
bebas medium berlapis. Gerakan pertikelnya seperti gerakan
gelombang SH.
c. Gelombang Stonley yaitu gelombang yang terpadu pada bidang batas
antara 2 medium. Gerakan partikelnya serupa dengan gelombang SV.
a) Gambar tampak samping
P
SV
L
R
b) Gambar tampak atas
P
SV
L
R
Gambar 2.21 Perbandingan gerakan partikel gelombang P, SV, L, dan R.
34
Menurut (SUBARJO, 2003), dasar teori yang digunakan dalam
pengamatan gempa bumi adalah persamaan gelombang elastic untuk media yang
homogeny isotropic yang dapat ditulis:
6 78
6:
% = (9 + $)
+ $∇ 78
6;8
6
… … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.7)
Dimana:
i
= 1, 2, 3
:=>
6?@ 67 6B 6
=
+
+
6A@ 6; 6C 6D
… … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.8)
dimana:
θ = perubahan volume atau dilatasi
ρ = rapat jenis bahan/densitas /
01
23
Uj = vektor tegangan komponen ke i
Xj = komponen sumbu koordinat ke i
= waktu (FG )
t
λ = kontanta Lame
µ = modulus Rigiditas 6
6
6
∇ = HIHJGH = + + 6;
6C
6D
Untuk bengun tiga dimensi, secara lengkap persamaan (2.7) dapat ditulis
sebagai berikut:
35
%
%
6 78
6:
= (9 + $)
+ $∇ 78
6;8
6
6 B8
6:
= (9 + $)
+ $∇ B8
6
6C8
6:
6 8
+ $∇ 8
% = (9 + $)
6D8
6
… … … … … … … … … … … … … … … … … (2.9H)
… … … … … … … … … … … … … … … … … (2.9L)
… … … … … . . … … … … … … … … … … … . (2.9J)
Jika persamaan diatass dideferesialkan terhadap x, y, dan z dan kemudian hasilnya
di jumlahkan, diperoleh persamaan:
6 : (9 + 2$) =
∇ :
6 %
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.10)
Persamaan (2.10) merupakan gerak gelombang yang merambat dengan
kecepatan:
B = N
(9 + 2$)
%
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.11)
Gelombang tersebut dalam Seismologi dikenal sebagai gelombang primer (P).
Jika persamaan (2.9b) dan (2.9c) masing-masing dideferensiasikan terhadap y
dan z kemudian hasilnya dikurangkan, diperoleh persamaan:
6 6 6B
6 6B
% O
− P = $∇ O
− P
6 6C 6D
6C 6D
… … … … … … … … … … … … … … … (2.12)
Dengan:
=
6 6B
−
6C 6D
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … (2.13)
Subtitusikan persamaan (2.13) ke (2.12), maka diperoleh:
6 $ = ∇ 6 %
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.14)
36
Persamaan (2.14) menyatakan persamaan gerak gelombang sekunder (S) yang
merambat dengan kecepatan:
$
B = N
%
B = N
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.15)
(9 + 2$)
%
B
9
=N +2
$
B
B
= √3
B
FH
$
B = N
%
G H 9 = $
(SUBARJO, 2003)
2.2.3
Jenis-Jenis Gempa Bumi
A. Gempa Bumi Berdasarkan Sumber Gempa
Ditinjau dari penyebabnya, penyebab terjadinya gempa bumi dapat dibagi
empat penyebab utama yaitu:
1. Gempa tektonik adalah gempa bumi yang berasal dari pergeseran lapisanlapisan batuan sepanjang bidang sesar di dalam bumi.
2. Gempa vulkanik adalah gempa bumi yang berasal dari aktifitas atau
letusan gunung berapi, aktifitas tersebut berasal dari pergerakan
magma yang berada di dalam gunung berapi.
3. Gempa runtuhan atau gempa longsoran adalah gempa bumi yang berasal
dari berasal dari runtuhnya gua kapur atau daerah pertambangan atau
daerah tanah longsor.
37
4. Gempa buatan adalah gempa bumi yang berasal dari adanya aktivitas
manusia di kulit bumi atau permukaan bumi yang menyebabkan getaran
yang cukup kuat.
B. Gempa Bumi Berdasarkan Kedalaman Gempa
Menurut (SUBARJO, 2003), kedalaman sumber gempa bumi adalah jarak
dari titik fokus gempa bumi (hipocenter) dengan permukaan di atas fokus
(epicenter). Berdasarkan kedalaman sumber gempa, gempa dapat dikelompokan
menjadi tiga, yaitu:
1.
Gempa bumi dangkal, dimana kedalaman hipocenternya kurang dari
66 Km di bawah permukaan bumi.
2.
Gempa bumi menengah, dimana kedalaman hipocenternya antara 66
Km – 450 Km di bawah permukaan bumi.
3.
Gempa bumi dalam, dimana kedalaman hipocenternya lebih dari 450
Km di bawah permukaan bumi.
C. Gempa Bumi Berdasarkan Kekuatan Gempa
a)
Magnitude (Skala Richter)
Perhitungan besar gempa bumi dengan skala Richter diukur
berdasarkan perhitungan logaritma (basis 10) terhadap nilai amplitude
maksimum dari rekaman fase gelombang gempa bumi yang di rekam oleh
seismometer Wood-Anderson, pada jarak 100 Km dari pusat gempa. Skala
Richter pertama kali digunakan untuk mengukur gempa-gempa yang terjadi di
38
daerah California Selatan, namun dalam perkembangannya skala ini banyak
diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya bahkan hingga di
seluruh dunia.
Ada beberapa metode yang biasa dipakai dalam menentukan enegi
gempa bumi, yaitu meneliti besaran simpangan gelombang dengan
menggunakan gelombang badan (body wave) yang merambat di bumi, dikenal
dengan nama Magnitude Body (Mb), metode lainnya menggunakan
gelombang permukaan (surface magnitude) yang disebut Magnitude Surface
(Ms), dan Magnitude Durasi (Md) yaitu metode yang bedasarkan rentang
waktu gempa bumi. Ketiga metode ini mempunyai korelasi antara satu dengan
yang lainnya sehingga bisa menjadi penentuan magnitude suatu gempa bumi
(SALEH, MUHAMMAD,. DKK, 2003).
Berdasarkan kekuatan sumber gempa, gempa dapat dikelompokan
menjadi empat, yaitu:
1. Gempa sangat besar, M > 8,0
2. Gempa besar, 7,0 < M < 8,0
3. Gempa sedang, 4,5 < M < 7,0
4. Gempa mikro, 1,0 < M < 4,5
dimana M adalah Magnitude (SUBARJO, 20003).
b)
Intensitas (Skala Mercalli)
Menurut (SALEH, MUHAMMAD,. DKK, 2003), intensitas adalah
ukuran kerusakan akibat gempa bumi yang berdasarkan hasil pengamatan
dampak yang ditimbulkan gempa bumi terhadap manusia, struktur bangunan,
39
dan lingkungan pada tempat tertentu. Besar intensitas bervariasi, selain
bergantung dari besar kekuatan gempa bumi pada sumber gempa, tetapi juga
tergantung pada jarak tempat atau wilayah tertentu ke sumber gempa bumi,
serta kondisi geologisnya.
Skala Mercalli ditemukan oleh seorang ahli gunung berapi berbangsa
Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala Mercalli ini
didasarkan pada informasi dari orang-orang yang selamat dari gempa bumi.
Bedasarkan hal tersebut, Mercalli menemukan 12 ukuran besarnya gempa
bumi, yaitu:
1. Tidak terasa.
2. Terasa oleh orang yang berada di bangunan tinggi.
3. Getaran dirasakan seperti ada kereta yang berat melintas
4. Getaran dirasakan seperti ada benda berat yang menabrak dinding
rumah, benda yang tergantung bergoyang-goyang.
5. Dapat dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil
di atas rak mampu jatuh.
6. Terasa oleh hampir semua orang, dinding rumah rusak.
7. Dinding pagar yang tidak kuat pecah, orang tidak dapat berjalan atau
berdiri.
8. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan.
9. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan tekuk.
10. Jembatan dan tangga rusak, terjadi tanah longsor.
11. Rel kereta api rusak.
40
12. Seluruh bangunan hancur lebur.
Skala Mercalli tersebut di modifikasi kembali oleh ahli seismologi
yang bernama Harry Wood dan Frank Neumann dan digunakan untuk
tempat-tempat yang tidak terdapat peralatan seismometer. Skala Modifikasi
Intensitas Mercalli (MMI) mengukur kekuatan gempa bumi sebagai berikut:
Skala I MMI: Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar
biasa oleh beberapa orang (biasanya pada orang yang berada di
gedung bertingkat).
Skala II MMI: Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda
ringan yang digantung bergoyang.
Skala III MMI: Getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa
getaran seakan-akan ada truk lewat.
Skala IV MMI: Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam
rumah, di luar beberapa orang terbangun, gerabah pecah, jendela
pecah, pintu bergemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah .
Skala V MMI: Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk,
orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dan sebagainya
pecah, barang-barang terpelanting, pohon–pohon, tiang–tiang, dan
lain-lain tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
Skala VI MMI: Getaran dirasakan oleh semua penduduk,
kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan
cerobong asap dari pabrik rusak. Kerusakan ringan.
Skala VII MMI: Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan
41
pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan
tidak baik, cerobong asap pecah atau retak-retak, terasa oleh orangorang yang naik kendaraan.
Skala VIII MMI: Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan
konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding
dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan
monument roboh, air menjadi keruh.
Skala IX MMI: Kerusakan pada bangunan-bangunan yang kuat,
rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada
bangunan yang kuat, rumah tampak agak pindah dari pondamennya,
pipa-pipa dalam tanah putus.
Skala X MMI: Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka
rumah lepas dari pondamennya, tanah terbelah, rel kereta api
melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah
curam, air bah.
Skala XI MMI: Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap
berdiri. Jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam tanah tidak dapat
dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta melengkung sekali.
Skala XII MMI: Hancur sama sekali, gelombang tampak pada
permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda
terlempar ke udara.
42
D. Gempa Bumi Berdasarkan Tipe Gempa
Berdasarkan tipenya, gempa dikelompokan menjadi tiga tipe, yaitu:
a) Tipe I : ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa didahului
oleh gempa pendahuluan (fore shock).
b) Tipe II : Sebelum terjadi gempa bumi utama, diawali dengan adanya
gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang
cukup banyak.
c) Tipe III : Tidak terdapat gempa bumi utama. Magnitude dan jumlah
gempa bumi yang terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada
periode akhir dan biasanya dapat berlangsung cukup lama dan bisa
mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya
terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa Gunung Lawu pada tahun
1979.
2.3
Pola Tektonik Daerah Papua
Kepulauan Indonesia merupakan suatu daerah dengan struktur yang
kompleks. Wilayah ini terletak pada zona interaksi antar tiga lempeng utama
dunia, Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak
ke arah Barat, dan Lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke arah Utara.
Sejumlah lempeng-lempeng kecil lainnya yang selalu bergerak berada di antara
zona interaksi lempeng-lempeng besar dan menghasilkan zona-zona konvergensi
dalam berbagai bentuk dan arah. Gerak-gerak lempeng yang rumit itu kemudian
43
dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk deformasi seperti gempa bumi, gunung api
ataupun gerak - gerak vertikal.
Pusat-pusat gempa bumi terdapat di sepanjang jalur subduksi, yaitu di
sebelah barat Sumatera, di selatan Jawa sampai Nusa Tenggara serta di daerah
sekitar sesar mendatar seperti Sesar Semangko di Sumatera, Sesar Palu di
Sulawesi dan Sesar Sorong di Irian Jaya.
Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng samudera yaitu
Lempeng Pasifik yang menyusup di bawah Papua bergerak ke arah Baratdaya
dengan kecepatan 12 cm/tahun dan Lempeng Indo-Australia yang menyusup di
bawah Lempeng Eurasia bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun.
Dua gaya akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Pasifik di bagian
utara Papua terdapat pegunungan yang memanjang dari “Kepala Burung” hingga
Pegunungan Cycloof di Jayapura, di daerah tersebut terdapat patahan yang
memanjang dari Sorong hingga Yapen dan terus ke Memberamo Hilir hingga di
selatan Jayapura. Di bagian tengah terdapat pegunungan tengah dan patahan yang
rumit seperti Patahan Weyland, Siriwo, Direwo, Kurima dan lain-lain. Disamping
itu ada patahan yang memanjang dari Manokwari ke arah Nabire dan dinamakan
Patahan Wandamen atau Patahan Ransiki. Akibat penyusupan Lempeng IndoAustralia dibawah Lempeng Eurasia menyebabkan terjadi patahan di dasar laut
sebelah selatan Fak-Fak hingga di selatan Kaimana dan sebagian selatan Nabire
yang dinamakan Patahan Aiduna (Gambar 2.21).
Wilayah Papua yang dihimpit oleh pergerakan dua lempeng besar, yaitu
Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun
44
dan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun. Dua gaya
tektonik aktif inilah yang menyebabkan terbentuknya puncak Jayawijaya,
pegunungan tertinggi di Indonesia yang sekarang masih terus membumbung naik
beberapa millimeter per tahun.
Akibat dihimpit oleh dua lempeng besar ini, di wilayah Papua terbentuk
dua zona besar patahan aktif yakni zona kompresi dari tabrakan Lempeng Pasifik
dan Pulau Papua yang kompleks yaitu, jalur Patahan Besar Sorong, dan jalur
Patahan Besar Aiduna-Tarairua. Dengan kecepatan gerak relatif Lempeng Pasifik
yang sangat cepat ini, maka bisa dipastikan bahwa wilayah ini mempunyai potensi
bencana gempa lebih dua-kali lipat lebih besar dibandingkan wilayah SumatraJawa yang pergerakan lempengnya hanya 5 cm/tahun - 7 cm/tahun. Patahan geser
Sorong menurut pengukuran survey GPS mempunyai laju pergerakan sampai 10
cm/tahun. Jadi Patahan Sorong merupakan Patahan mendatar dengan laju
pergerakan paling cepat di dunia. Patahan San Andreas di California Selatan yang
sangat terkenal di dunia saja hanya mempunyai laju percepatan 3 cm/tahun, sama
dengan laju pergerakan maksimum di Patahan Sumatra. Potensi gempa yang
sangat tinggi ini didukung fakta sudah sangat seringnya gempa-gempa besar
merusak terjadi di masa lalu dengan kekuatan lebih besar dari skala magnitude 7
SR, bahkan sebagian lebih besar dari 8 SR, misalnya gempa-tsunami di Biak
tahun 1996 8,2 SR yang memakan korban ribuan jiwa. Terakhir gempa besar
terjadi tahun 2004 dengan kekuatan 7,1 SR – 7,6 SR, hanya beberapa bulan
sebelum gempa-tsunami Aceh. Sebagian dari sumber-sumber patahan gempa
tersebut ada di bawah laut, sehingga berpotensi tsunami. Pada tahun 1864 di timur
45
Manokwari pernah terjadi gempa yang membangkitkan tsunami setinggi 12 meter.
Pada waktu itu korbannya mencapai 250 orang padahal populasi manusia di
pantai tentu masih sangat sedikit.
Gambar 2.22 Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas lempeng dan jalur
patahan aktif.
Daerah Manokwari berada pada sistem Sesar Sorong-Yapen di sebelah
selatan dan Palung Papua di sebelah Utara, sehingga Manokwari merupakan
daerah seismik aktif yang sering terjadi gempa. Palung Papua dan Pegunungan
Medial menggambarkan gerak sesar mendatar dan sesar naik. Berdasarkan gempa
di Pulau Yapen pada tahun 1979 dengan kekuatan 7,6 SR di sepanjang barat daya
pantai Papua menunjukan bahwa telah terjadi pergerakan sesar mendatar aktif di
daerah sistem Sesar Sorong. Pada gempa tahun 1971 dengan kekuatan 8,0 SR
46
menunjukkan adanya pergerakan sesar naik dan sesar turun di daerah lempeng
Wandamen di bagian “Leher Burung” dan sebelah selatan zona saturasi
Pegunungan Medial.
Gambar 2.23 Peta historis gempa merusak di Papua
Lempeng Carolina merupakan lempeng mikro terpisah disebelah utara
Papua. Gambaran topografi dan seismik refleksi di sepanjang Palung Papua
memperlihatkan zona subduksi aktif, begitu juga dengan hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang menggunakan pendekatan solusi mekanisme sumber gempa
mengindikasikan bahwa terdapat zona subduksi di bawah sebelah utara laut Papua
(HAMILTON, 1979).
47
2.4
Prediksi Gempa Bumi
Prediksi gempa bumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung resiko
sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis gempa bumi merupakan
gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum peristiwa alam itu terjadi semestinya
akan terdapat perubahan parameter fisis yang mendahuluinya atau yang disebut
sebagai precursor. Hasil eksperimen di laboratorium menunjukkan bahwa
sebelum terjadi gempa bumi maka batuan di sekitarnya akan mengalami
perubahan parameter-parameter seperti tahanan listrik akan menurun, adanya
perubahan stress dan strain, adanya fluktuasi unsur radon, perubahan permukaan
air bawah tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan lain-lain.
Secara teoritis gempa bumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti
mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya terbatasnya kondisi
pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas gempabumi,
ketidaktentuannya proses gempa bumi, dan luasnya daerah jangkauan.
Kegiatan prediksi gempa bumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempa
bumi akan terjadi?, dimana terjadinya?, dan seberapa besar kekuatannya?. Di
Jepang kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam
perencanaannya terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan prediksi
jangka panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka pendek, penelitian
dasar, dan kerjasama dengan institusi luar.
Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah
pengamatan geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity, statistik
dan lain-lain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan pengamatan geodesi
48
(survei ulang pengamatan ground movement, temporal variation, dan gravity),
geochemical (ground water level, ground water quality, dan unsur-unsur radio
aktif), dan pengamatan geomagnet. Sedang penelitian dasar meliputi percobaanpercobaan di laboratorium dan di lapangan yang meliputi experiment fracture dari
sample batuan, pengukuran stress, dan lain-lain.
Di Cina kegiatan ramalan gempa bumi dilakukan dengan intensif dan
dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun jaringan
pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun pengamatan crustal
deformation, hydro chemestry, ground water level, magnet bumi, dan ground
resistivity, serta banyak stasiun pengamatan yang lain seperti gravity, stressstrain dan electromagnetic.
Kegiatan prediksi gempa bumi di Cina dilakukan dengan empat metode,
yaitu: seismo-geological method, statistic analisys of seismicity (Gutenberg
Richter Law), Corelation analisys (position of / solar activity, gravity) dan
precursor method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi andalan adalah
metode pengamatan precursor. Pada metode ini prinsipnya adalah sebelum terjadi
gempa bumi akan didahului oleh anomali parameter-parameter fisis seperti
perubahan yang menyolok dari parameter stress-strain, temperatur air bawah
tanah, unsur radioaktif, geomagnet, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan akan
ada perubahan dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor dipakai
untuk prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain dipakai
untuk jangka panjang (SULAIMAN, R,. dan GUNAWAN, T,. M,. P, 2009).
49
Ada beberapa metode yang dikenal sebagai precursor gempa bumi
diantaranya metode periode ulang gempa bumi distribusi Weibull, metode
perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder
⁄ , dan metode pengamatan gempa bumi susulan.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer
dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ) pada daerah Papua Barat ini
dimulai dari Januari 2009 sampai dengan
Juni 2010. Adapun penelitian ini
menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh BMKG pusat berdasarkan
pencatatan dari stasiun-stasiun gempa bumi yang berada di wilayah penelitian
dengan menggunakan perangkat lunak MSDP. Tempat pengolahan data dan
interpretasi data sekunder ini dilakukan di Pusat Gempa Nasional (PGN) Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jl. Angkasa 1 No: 2,
Kemayoran, Jakarta Pusat.
Gambar 3.1 Lokasi penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang
primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs).
51
3.2
Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data dengan menggunakan parameter dan pembacaan fase
gelombang primer dan fase gelombang sekunder pada gempa-gempa yang terjadi
di wilayah penelitian. Data tersebut berdasarkan laporan rekaman seismograph
yang terekam oleh stasiun-stasiun gempa bumi di sekitar wilayah penelitian yang
berada di database BMKG pusat. Pengambilan data pada databese BMKG pusat
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MSDP.
MSDP merupakakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh China
Earthquake Administration (CEA). MSDP memenuhi syarat dasar sebagai
perangkat lunak analisis gempa. MSDP mampu mengkombinasikan perolehan
data umum, protokol transfer data mendekati waktu nyata, prosedur-prosedur
otomatis untuk menentukan lokasi, kedalaman, magnitude, alarm hasil otomatis
dan visualisasi sinyal seismic dan pemetaan hasil analisa gempa bumi. Kelebihan
lain MSDP dari perangkat lunak lain yang dimiliki oleh BMKG pusat ialah
mampu menjadi server database yang dapat menyimpan seluruh parameter gempa
bumi termasuk sinyal seismic wave dalam waktu yang lama.
Parameter-parameter gempa bumi yang dapat diperoleh dari MSDP untuk
penelitian ⁄ ini adalah lokasi (epicenter) terjadinya gempa bumi dalam
koordinat geografis, waktu terjadinya gempa bumi (origin time), waktu yang
ditempuh gelombang primer dan gelombang sekunder yang merambat dari pusat
gempa bumi menuju stasiun-stasiun gempa bumi di sekitar wilayah penelitian
( FH ), dan kekuatan gempa bumi yang terjadi (magnitude) dengan skala
Richter.
52
Prosedur manual MSDP yang dilakukan dalam memperoleh parameterparameter gempa bumi tersebut pertama-tama memasukan tanggal terjadinya
gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian pada catalog manage di MSDP,
tanggal tersebut dapat diketahui dari database gempa bumi yang dimiliki BMKG
pusat atau website BMKG. Langkah selanjutnya adalah memilih salah satu
komponen yang ada pada layar di setiap stasiun gempa bumi (satu stasiun gempa
bumi memiliki tiga komponen). Fungsi dari pemilihan komponen ini adalah untuk
menentukan parameter gempa bumi selanjutnya berupa ( FH ) secara akurat,
karena setiap komponen bekerja pada masing-masing fungsional yang berbeda.
Untuk menetukan , komponen yang digunakan adalah komponen BHZ,
sedangkan untuk menentukan , komponen yang digunakan adalah komponen
BHN.
3.3
Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, terdapat tiga tahapan dalam proses pengolahan data
yang dilakukan untuk mendapatkan anomali nilai ⁄ . Adapun tahapan
pengolahan data yang dilakukan adalah menentukan perubahan kecepatan
gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ), menentukan
hubungan dan dengan menggunakan diagram Wadati, dan penentuan
anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang
sekunder ( ⁄ ).
53
3.3.1
Menentukan Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan
Kecepatan Gelombang Sekunder (Vp/Vs)
Telah dijelaskan dalam bab II bahwa stress dan strain terkait dengan
perbandingan perubahan kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan
gelombang skunder ( ) atau ⁄ . Namun sangat sulit untuk mengamati stress
dan strain dilapangan karena keterbataan peralatan yang ada. Kesulitan ini dapat
diatasi dengan mengamati ⁄ .
Dalam mengamati perubahan ⁄ diperlukan parameter-parameter,
yaitu: selisih waktu datang gelombang sekunder ( ) dan waktu tiba gelombang
primer ( ) atau ( − ), dan selisih waktu tiba gelombang P ( ) dengan origin
time (RS) sebagai waktu terjadinya gempa bumi atau ( − RS).
P wave
S wave
tp
s-p time
ts
Gambar 3.2 Bentuk umum gelombang seismik dari gempa bumi
Gambar 3.2 menjelaskan bentuk gelombang primer dan gelombang
sekunder dalam suatu gelombang seismik. Penentuan dan di dapat
54
berdasarkan pembacaan gelombang seismik yang memiliki atau terjadi perubahan
amplitude secara tiba-tiba (tidak sewajarnya). Gelombang sekunder selalu terjadi
setelah terjadinya gelombang primer sehingga antara dan akan mempunyai
selisih waktu ( − ).
Untuk mendapatkan nilai ⁄ dari diagram Wadati ini maka dapat
dibentuk:
E
d
h
S
D
i
F
Gambar 3.3 Model penjalaran gelombang gempa bumi
T = .
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.1)
Dengan mengacu pada gambar 3.3:
VV ( − RS) = ( − RS)
VV ( − RS) = {4 − 5 + 4 − RS5}
VV ( − RS) = 4 − 5 + ( − RS)
4VV − 54 − RS5 = ( − )
VV − tZ − tV
=
− RS
− −1 =
− RS
55
Jadi
L = 1[ = 4 ⁄ 5 − 1
dimana:
D
V
t
Vs
Vp
ts
tp
OT
… … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.2)
: jarak sumber gempa terhadap stasiun pengamat (0)
: kecepatan 0FG : waktu penjalaran gelombang (FG )
: kecepatan gelombang S 0FG : kecepatan gelombang P 0FG : waktu tiba gelombang S (FG )
: waktu tiba gelombang P (FG )
: Origin Time (FG )
Dari penyebaran data 4 − 5 dan 4 − RS5 dapat dibuat suatu
persamaan garis linier. Grafik 4 − 5 terhadap 4 − RS5 merupakan garis
linear dengan gradien ( ⁄ ) − 1 (THORNE, LAY,. and TERRY, C,.
WALLACE, 1995).
Dengan persamaan C = H + L; maka:
4 − 5 = H + L 4 − RS5
… … … … … … … … … … … … . . … . . … . … . . . (3.3)
dimana nilai a dan b masing-masing konstanta, maka ⁄ dapat ditulis:
4 ⁄ 5 = L + 1
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.4)
56
3.3.2
Menentukan Hubungan Vp dan Vs Dengan Menggunakan Diagram
Wadati
Pada kejadian gempa bumi perubahan ⁄ dapat diamati secara empiris
yaitu bisa dihitung dengan menggunakan diagram Wadati. Diagram wadati
digunakan untuk mendapatkan hubungan antara kecepatan gelombang primer ( )
dan kecepatan gelombang sekunder ( ) yang dimiliki setiap peristiwa gempa
bumi yang terjadi. Dalam hal ini, hubungan antara kecepatan gelombang primer
( )
dan kecepatan gelombang sekunder ( )
dihubungankan dalam nilai
4 − 5 dan 4 − RS5.
Selanjutnya nilai 4 − 5 dan 4 − RS5 dan diplot seperti yang terlihat
pada (gambar 3.4) dengan memmisalkan 4 − 5 = .7L7 C (B\GJH) dan
4 − RS5 = .7L7 ; (ℎ\GDH). Hubungan dari 4 − 5 dan 4 − RS5
ini akan menghasilkan suatu persamaan garis linier, yaitu C = H + L;. Dari
persamaan garis linier tersebut akan kita dapatkan nilai ⁄ yaitu, ⁄ = L +
1. Nilai perubahan ⁄ mewakili precursor gempa bumi. Jika nilai perubahan
⁄ meningkat dalam periode waktu tertentu, hal tersebut menunjukan bahwa
semakin mendekati waktu terjadinya gempa bumi dengan skala magnitude yang
besar.
57
Gambar 3.4 Diagram Wadati
3.3.3
Menentukan Anomali Perubahan Kecepatan Gelombang Primer
Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder (Vp/Vs)
Menurut (SUBARJO, 2003), harga anomali perubahan kecepatan
gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ) dapat dihitung
dengan persamaan:
∆=
^−A
100%
A
… … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … . … … . (3.5)
Dimana:
∆ = besar anomali (%)
X = nilai ⁄ dari data yang digunakan sebagai pembanding
Y = nilai ⁄ pada saat akan terjadi gempa bumi
3.4
Penentuan Koefesien Korelasi
Dalam menganalisa nilai kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan
gelombang sekunder ( ), penulis menggunakan persamaan garis linier untuk
58
menentukan nilai C = H + L;. Dari diagram wadati dapat diperoleh nilai ⁄
pada setiap periode waktu dari gempa bumi yang terjadi di daerah penelitian
dengan menggunakan persamaan garis linier, yaitu:
4 − 5 = H + L4 − RS5
dimana nilai b adalah berkisar 0 < b < 1, di dapat dari persamaan (3.1) dan (3.2),
L = 4 ⁄ 5 − 1
4 ⁄ 5 = L + 1
dengan memisalkan: 4 − 5 = C8 ; 4 − RS5 = ;8 pada persamaan diatas,
maka dapat kita peroleh:
C8 = H + L;8 + 8
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.6)
i
= 1, 2, 3…….n
e
= error
a,b
= Konstanta
Jumlah kuadrat error (kesalahan) dihitung dengan persamaan:
b
b
8
8
a = > 8 = >(C8 − H − L;8 )
… … … … … … … … … … … … … … … … (3.7)
Agar nilai Q minimum, maka persamaan (3.6) diturunkan terhadap konstanta a
dan b.
Turunan pertama terhadap konstanta a adalah:
6a⁄6H = 0 penurunanan secara parsial terhadap konstanta a
b
6
/> C8 − H − L;8 3 = 0
6H
8
59
b
−2 >(C8 − H − L;8 ) = 0
8
> C8 − > H − > L;8 = 0
… … … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.8)
Turunan pertama terhadap konstantan b adalah :
6a⁄6L = 0 penurunan secara parsial terhadap konstanta b.
b
6
/> C8 − H − L;8 3 = 0
6L
b
8
−2 >{(C8 − H − L;8 );8 } = 0
8
> C8 ;8 − > H;8 − > L;8 = 0
… … … … … … … … … … … … … … … . … (3.9)
Dari persamaan (3.8) dan (3.9) dapat ditulis dalam bentuk :
H + > ;8 L = > C8
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.10)
> ;8 H + > ;8 L = > ;8 C8
F1H > H = H
… … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.11)
Selanjutnya pada persamaan (3.10) dapat ditulis menjadi :
H + > ;8 L = > C8
H = − > ;8 L + > C8
H=
1
> C8 − L > ;8 1
1
H = ) > C8 * − ) L > ;8 *
… … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.12)
60
H = Cc − L;̅
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.13)
Interpelasi persamaan (3.7) kedalam persamaan (3.6)
1
> ;8 > C8 − L > ;8 + > ;8 L = > ;8 C8
> ;8 C8 − > ;8 L + > ;8 L = > ;8 C8
L e > ;8 − > ;8 f = > ;8 C8 − > ;8 C8
HH7 L =
∑ ;8 C8 − ∑ ;8 C8
∑ ;8 − (∑ ;8 )
… . … … … … … … … … … … … … … … … . . … (3.14)
Untuk mengetahui nilai koefisien korelasi yang berbentuk :
\=N
a8 − a
a8
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.15)
Dengan r adalah koefisien korelasi, sedangkan Q dan Qi diberikan oleh bentuk :
b
a8 = >(C8 − C)
8
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.16)
Sedangkan
b
a = >(C8 − H − L;8 )
8
… … … … … … … … … . … … … … … … … … … … . (3.17)
Dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12) menjadi nilai koefisien korelasi :
\=
∑ ;8 C8 − ∑ ;8 ∑ C8
hi ∑ ;8 − (∑ ;8 ) ji ∑ C8 − (∑ C8 ) j
61
• Mulai
Mulai
• Waktu tiba gelombang primer (tp)
• Waktu tiba gelombang sekunder (t )
Pembacaan • Waktu terjadi gempa bumi (OT) s
Data
• Menghitung selisih tp dan ts (ts-tp)
Pengolahan • Menghitung selisih tp dan OT (tp-OT)
Data
Hasil
Analisa
•
•
•
•
Nilai (ts-tp)
Nilai (tp-OT)
Mencari besar nilai Vp/Vs dengan digram wadati
Mencari besar nilai anomali Vp/Vs
• Menganalisa hasil perubahan nilai Vp/Vs
• Menganalisa hasil perubahan anomali nilai Vp/Vs
• Kesimpulan
Kesimpulan
• Selesai
Selesai
Gambar 3.5 Alur pengolahan data penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang
primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs).
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah
dengan cara menganalisa dan yang terekam pada setiap seismograh dari
stasiun-stasiun gempa bumi yang berada disekitar wilayah penelitian, kemudian
menghitung selisih waktu tempuh gelombang sekunder dengan waktu tempuh
gelombang primer 4 − 5 dan selisih waktu tempuh gelombang primer yang
dikurangi waktu ketika terjadi gempa bumi 4 − RS5, dimana (RS) sebagai
origin time. Hasil dari analisa tersebut di plot ke dalam diagram wadati dimana
data 4 − 5 = sumbu y (vertical) sedangkan 4 − RS5 = sumbu x (horizontal)
dengan periode waktu tertentu.
4.1.
Menentukan Besar Nilai Vp/Vs
Berikut ini adalah analisa data gempa bumi 11 September 2008 yang
merupakan salah satu gempa bumi yang terjadi menjelang terjadinya gempa bumi
besar pada 4 Januari 2009, dan dilanjutkan analisa data sesudah gempa bumi
tersebut terjadi, berdasarkan laporan seismograph dari stasiun-stasiun gempa
bumi disekitar wilayah penelitian serta perhitungan untuk menentukan nilai ⁄ .
63
Tabel 4.1 Laporan gempa bumi 11 September 2008
Location
Date
Lat
11/09/2008
-0,59
Long
131,98
Mag
(SR)
Depth
(Km)
4,5
407
OT
Hr
17
Mn
29
Stat
Phase
TNTI
Sc
Arrived Time
Hr
Mn
Sc
Tp
17
30
14,1
TNTI
Ts
17
30
33,1
AAII
Tp
17
30
56,2
AAII
Ts
17
31
44,2
BAKI
Tp
17
32
11,4
BAKI
Ts
17
33
59,3
54,2
Tabel 4.1 merupakan laporan awal setiap event gempa bumi yang biasa
dikeluarkan oleh suatu instansi terkait kepada masayarakat (tanpa paramerter
stasiun, fase gelombang, dan waktu tiba gelombang primer dan gelombang
sekunder disetiap stasiun yang mencatatnya). Parameter lokasi, magnitude,
kedalaman, serta origin time tersebut dapat diperoleh dengan cepat dengan
menganalisa gelombang primer (tanpa menganalisa gelombang sekunder) pada
seismograph yang terbentuk akibat penjalaran gelombang gempa bumi.
Tabel 4.2 Penetuan nilai ts-tp dan tp-OT gempa bumi 11 September 2008
OT
Stat
Hr
11
Sep
08
17
Mn
29
ts-tp
Arrived Time
Date
Phase
Sc
Hr
Mn
Sc
Hr
Mn
Sc
0
0
19
0
1
0
1
TNTI
Tp
17
30
14,1
TNTI
Ts
17
30
33,1
AAII
Tp
17
30
56,2
AAII
54,2
Ts
17
31
44,2
BAKI
Tp
17
32
11,4
BAKI
Ts
17
33
59,3
tp-OT
Value
Value
Hr
Mn
Sc
19
0
1
-40,1
19,9
-12
48
0
1
2
62
47,9
107,9
0
3
-42,8
137,2
Tabel 4.2 merupakan analisa lanjut yang dilakukan untuk melakukan studi
mengenai ⁄ . Parameter-parameter awal yang digunakan untuk melakukan
studi ini adalah origin time, stasiun, fase gelombang serta waktu tiba gelombang
64
primer dan gelombang sekunder di setiap stasiun-stasiun yang mencatatnya.
Berdasarkan parameter origin time (RS) dan waktu tiba gelombang 4 FH 5
di setiap stasiun, dapat diperoleh selisih waktu 4 − 5 dan 4 − RS5 yang
selanjutnya di plot ke dalam diagram wadati (Gambar 4.1), dengan memisalkan
4 − RS5 = ; dan 4 − 5 = C melalui pendekatan metode least square untuk
mendapatkan nilai ⁄ dari gradien (nilai b) persamaan garis linier C = H + L;
yang terbentuk.
Vp/Vs Gempa 11 September 2008
120
100
Ts-Tp
80
60
40
y = 0,762x + 2,617
r = 0,998
20
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Tp-OT
Gambar 4.1 Diagram wadati gempa bumi 11 September 2008
Gambar 4.1 adalah diagram wadati untuk analisa gempa bumi 11
September 2008. Titik-titik pada diagram merupakan data real yang tersusun dari
pertemuan selisih waktu antara 4 − RS5 dan 4 − 5 dalam sebuah diagram
dari hasil analisa. Dalam laporan gempa bumi ini, jumlah stasiun gempa bumi
yang mencatat seismograph yang mudah di baca hanya berjumlah tiga stasiun,
65
sehingga hanya tiga stasiun itulah yang dapat dipakai dalam pengolahan studi
⁄ gempa bumi tanggal 11 September 2008. Hasil analisa
yang dilakukan
dengan diagram wadati berdasarkan data yang dicatat oleh ketiga stasiun itu
(tabel 4.2) adalah berupa suatu garis linier dengan persamaan k = l, nopq +
p, orn dengan koefisien korelasi s = l, ttu.
Tabel 4.3 berikut ini merupakan perhitungan manual untuk mendapatkan
nilai ⁄ dan mencari nilai koefisien korelasi dengan menggunakan metode
least square. Pencarian nilai ⁄ dalam perhitungan manual ini sama seperti
yang dilakukan dengan menggunakan diagram wadati, yaitu dengan memisalkan
4 − RS5 = ; dan 4 − 5 = C. Dari perhitungan ini akan diperoleh nilai a dan
b yang memenuhi persamaan dalam metode least square C = H + L;.
Tabel 4.3 Pengolahan manual data gempa bumi 11 September 2008
No
Stasiun
(tp-OT) = xi
(ts-tp) = yi
1
2
3
∑
TNTI
AAII
BAKI
3
19,9
62
137,2
219,1
19
48
107,9
174,9
;̅ =
L=
L=
219,1
= 73,03
3
Σ;8 C8 − Σ;8 ΣCw
Σ;8 − (Σ;8 )
xi 2
xi.yi
yi 2
378,1
396,01
361
2976
3844
2304
14803,88 18823,84 11642,41
18157,98 23063,85 14307,41
Cc =
174,9
= 58,3
3
(3) (18157,98) − (219,1) (174,9) 16153,35
=
= l, nop
(3) (23063,85) − (219,1)
21186,74
66
H = Cc − L;̅
H = 58,3 − (0,762) (73,03) = p, oxr
Dengan melihat nilai H = p, oxr dan nilai L = l, nop, maka persamaan yang
diperoleh dari perhitungan metode least square ini adalah k = l, nopq + p, oxr
Sedangkan nilai koefesien korelasi dari perhitungan ini adalah:
\=
\=
\=
\=
y∑z{ |{ }∑z{ .∑|{
hiy∑z{ ~ − (∑z{ )~ jiy∑|{ ~ − (∑|{ )~ j
(3) (18157,98) − (219,1) (174,9)
hi4(3) (23063,85)5 − (219,1) ji4(3) (14307,41)5 − (174,9) j
54473,94 − 38320,59
{69191,55 − 48004,81}{42922,23 − 30590,01}
16153,35
(21186,74)(12332,22)
=
16153,35
= l, ttt
16164,144
dimana nilai korelasi r adalah −1 ≤ r ≤ 1.
Jadi hasil perhitungan manual dengan menggunakan metode least square
menunjukan persamaan garis linier untuk analisa gempa bumi 11 September 2008
adalah k = l, nopq + p, oxr dan nilai koefeisien korelasinya adalah s = l, ttt.
Dari dua analisa diatas, baik dengan menggunakan diagram wadati
maupun secara manual dengan menggunakan metode least square, mempunyai
kesamaan hasil analisa. Kesamaan tersebut berada di nilai b dalam persamaan
67
garis liniernya yang menunjukan nilai gradien garis linier tersebut dengan nilai
€ = l, nop.
Dengan menggunakan persamaan 3.4, maka akan didapat nilai ⁄
gempa bumi 11 September 2008 sebagai berikut:
C = L; + H ; 4 ⁄ 5 = L + 1
4 ⁄ 5 = 0,762 + 1
4‚ ⁄ƒ 5 = r, nop
Berdasarkan laporan gempa bumi yang diperoleh, pada bulan September
2008 hanya terjadi satu kali gempa bumi yaitu pada tanggal 11 September 2008,
sehingga nilai ⁄ pada gempa bumi 11 September 2008 dapat mewakili nilai
⁄ pada bulan September 2008. Jadi nilai ⁄ bulan September 2008 sebesar
1,762.
Analisa data-data gempa bumi untuk bulan-bulan berikutnya, dilakukan
hanya menggunakan diagram wadati dengan periode satu bulan dan hasil diagram
wadatinya dapat dilihat pada lampiran. Salah satu contoh analisa diagram wadati
dengan rentang waktu satu bulan adalah analisa pada bulan Januari 2009
(Gambar 4.2).
68
Vp/Vs Januari 2009
70
60
Ts-Tp
50
40
30
20
y = 0,817x - 1,711
r = 0,994
10
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Gambar 4.2 Diagram wadati Januari 2009
Gambar 4.2 diatas menyerupai gambar 4.1 sebelumnya. Perbedaan
diantara ke dua gambar ini terletak pada jumlah titik-titik yang membentuk garis
linier tersebut, dimana titik-titik tersebut merupakan data real yang tersusun dari
pertemuan selisih waktu antara 4 − RS5 dan 4 − 5 dalam sebuah diagram
dari hasil analisa. Jika pada gambar 4.1 setiap stasiun gempa bumi menempati
satu posisi atau titik, namun pada gambar 4.2 satu stasiun gempa bumi dapat
menempati beberapa posisi atau titik dalam diagram wadati tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada gambar 4.2 satu stasiun gempa bumi dapat mencatat
lebih dari satu event gempa bumi yang terjadi selama bulan Januari 2009, berbeda
dengan gambar 4.1. Pada gambar 4.1, event gempa bumi yang di analisa
hanyalah analisa untuk satu event gempa bumi. Hal ini berarti, setiap stasiun
gempa bumi hanya mencatat satu gelombang seismograph.
69
Secara terperinci berdasarkan data penelitian yang di analisa, selama bulan
Januari 2009 terjadi 63 event gempa bumi di wilayah penelitian, dan secara
kombinasi setiap satu stasiun gempa bumi dapat mencatat lebih dari satu event
gempa bumi. Tabel 4.4 merupakan rincian dari pencatatan setiap stasiun gempa
bumi yang mencatat event-event gempa bumi selama bulan Januari 2009.
Tabel 4.4 Frekuensi pencatatan gempa bumi Januari 2009
Stasiun
FAKI
SWI
RKPI
BAKI
SRPI
TLE
MSAI
BNDI
LBMI
AAI
Total
Frekuensi Pencatatan
62
60
42
41
35
7
6
1
1
1
256
Banyaknya frekuensi tersebut tergantung pada mudah atau tidaknya pembacaan
gelombang seismograph dari setiap stasiun dan event gempa bumi untuk
menentukan dan .
70
Nilai Vp/Vs Sep'08 - Sep'09
1,84
1,817 1,81
1,81
1,777
1,798
1,78
1,779
1,75
6,4 SR
1,792
1,762
1,781
1,796
1,773
7,9 SR
1,753
1,742
1,72
1,69
1,713
Gambar 4.3 Nilai Vp/Vs bulan September 2008 – September 2009
Gambar 4.3 merupakan hasil analisa studi ⁄ dengan menggunakan
diagram wadati yang menampilkan besar nilai ⁄ setiap bulan selama
September 2008 – September 2009. Pada gambar tersebut terjadi perubahan nilai
⁄ setiap bulannya. Jika perubahan yang terjadi menunjukan peningkatan nilai
⁄ , hal ini berarti bahwa semakin mandekati terjadinya gempa bumi dengan
skala besar, terbukti dengan peningkatan nilai ⁄ pada bulan September 2008 –
Januari 2009 yang menunjukan peningkatan dari 1,762 – 1,817. Peningkatan nilai
⁄ ini merupakan salah satu tanda atau isyarat yang menunjukan semakin
mendekati terjadinya gempa besar dalam periode tertentu, dan gempa besar pun
terjadi pada bulan Januari 2009 yang menempati nilai ⁄ tertinggi. Sebaliknya
jika perubahan nilai ⁄ yang terjadi cenderung menurun, hal ini menunjukan
bahwa semakin menjauh dengan terjadinya gempa bumi besar, terbukti dengan
71
penurunan nilai ⁄ bulan Januari 2009 – Juni 2009 yang menunjukan
penurunan angka dari 1,817 – 1,713.
Berdasarkan tahap-tahap terjadinya gempa bumi (GRAY, CHRIS, 2010)
dapat di analisa bahwa kenaikan nilai ⁄ tersebut terjadi kerena masuknya air
tanah kedalam retakan atau pori-pori batuan di daerah patahan. Masuknya air
tesebut diakibatkan oleh adanya tekanan air disekitar batuan serta gaya gravitasi.
Retakan tersebut terjadi karena adanya akumulasi energi yang diterima oleh
batuan tersebut. Energi tersebut berasal dari arus konveksi yang secara terusmenerus terjadi di dalam bumi yang mengakibatkan terjadinya gempa-gempa
dengan skala kecil yang terjadi sebelum gempa besar Januari 2009.
Dengan adanya air tanah yang mengisi retakan-retakan pada batuan-batuan
tersebut, mengakibatkan penjalaran gelombang sekunder pada batuan menjadi
terhambat karena gelombang sekunder tidak dapat merambat di fase liquid dengan
mudah, sehingga mengakibatkan perlambatan kecepatan gelombang sekunder ( )
dan menyebabkan bertambahnya nilai ⁄ . Semakin sering gempa bumi yang
terjadi, semakin banyak dan besar pula retakan-retakan pada batuan-batuan
tersebut. Akibat bertambah banyak dan besarnya retakan-retakan tersebut
mengakibatkan semakin bertambahnya volume air tanah yang mengisi retakan-
retakan tersebut. Hal ini menyebabkan meningkatnya nilai ⁄ dari bulan
September 2008 hingga bulan Januari 2009.
Berdasarkan analisa, bulan Januari 2009 menempati nilai ⁄ yang
tertinggi dengan nilai 1,817. Hal ini disebabkan bahwa pada bulan Januari 2009
merupakan batas kritis keelastisan batuan untuk menahan akumulasi energi, dan
72
juga batuan tersebut menyimpan air tanah di dalam retakan-retakan dan pori-pori
dengan volume tertinggi, sebelum batuan tersebut pecah dan mengakibatkan
terjadinya gempa bumi dengan skala magnitude yang besar yang di wilayah
penelitian yaitu pada tanggal 4 Januari 2009. Gempa besar tersebut terjadi karena
batuan-batuan pada daerah penelitian tersebut sudah sampai pada batas akhir
keelastisan untuk menahan akumulasi energi yang tersimpan pada batuan-batuan
tersebut sehingga menyebabkan ketidakstabilan di zona sesar. Akibatnya
menyebabkan sesar patah dan energi yang terakumulasi di batuan tersebut
dikeluarkan dalam bentuk gelombang seismik dan energi panas akibat gesekan
antara batuan.
Terjadinya gempa besar tersebut telah menyebabkan tegangan drop secara
tiba-tiba, hal ini menyebabkan air tanah yang terisi di retakan-retakan tersebut
keluar sehingga memudahkan gelombang sekunder yang berasal dari gelombang
seismik merambat pada batuan. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai ⁄
setelah gempa besar tersebut terjadi. Selain itu, akibat terjadinya gempa besar
tersebut, sebagian besar energi dilepaskan bersama gempa bumi utama, dan
sisanya lagi dilepaskan bersamaan dengan gempa bumi susulan yang memiliki
skala magnitude lebih kecil dibandingkan dengan gempa bumi utama, dan
akhirnya ketegangan yang dimiliki zona sesar tersebut semakin berkurang dan
berangsur-angsur kembali stabil. Kestabilan sesar tersebut terjadi pada bulan Juni
2009, ketetapan ini berdasarkan nilai ⁄ yang dimiliki bulan tersebut,
merupakan nilai ⁄ terkecil dengan nilai 1,713 sebelum meningkat kembali
pada bulan Juli dengan nilai ⁄ sebesar 1,753.
73
Peningkatan tersebut menunjukan bahwa batuan tersebut sudah mulai
menerima akumulasi energi dari dalam bumi memalui gempa bumi yang terjadi di
wilayah penelitian. Peningkatan ini ternyata mengindikasikan akan terjadi gempa
yang cukup besar diwilayah penelitian. Jika kita melihat gambar 4.3, gambar
tersebut menunjukan bahwa bulan Agustus 2009 menempati nilai ⁄ puncak ke
dua setelah nilai ⁄ bulan Januari 2009 dengan nilai 1,781.
Berdasarkan pembahasan di atas yang menunjukan dimana bulan (waktu)
yang memiliki nilai ⁄ berupa titik puncak atau titik balik atas, merupakan
waktu terjadinya gempa bumi besar seperti halnya yang terjadi di bulan Januari
2009. Hal ini pun terbukti pada tanggal 2 Agustus 2009 terjadi gempa bumi yang
cukup besar di daerah Manokwari dengan skala magnitude 6,4 SR (TJAHJONO,
2010).
Berdasarkan nilai-nilai ⁄ yang sudah diketahui diatas, dapat
ditentukan besar perubahan anomali nilai ⁄ setiap bulannya sebelum gempa
besar Januari 2009 dan gempa besar Agustus 2009 serta besar perubahan anomali
nilai ⁄ sesudah gempa besar Januari 2009 terjadi.
4.2.
Menentukan Besar Anomali Nilai Vp/Vs
Dalam menentukan besar perubahan anomali nilai ⁄ yang terjadi
setiap bulannya, diperlukan besar nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar dan
sesudah gempa besar terjadi. Untuk menentukan besar nilai ⁄ rata-rata, dapat
dilakukan dengan menggunakan diagram wadati. Berikut ini adalah besar nilai
74
⁄ rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009. Berdasarkan data penelitian,
analisa dimulai dari bulan September 2008 – Januari 2009.
Vp/Vs Rata-Rata Sep'08 - Jan'09
120
100
Ts-Tp
80
60
40
y = 0,795x - 0,932
r = 0,991
20
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Tp-OT
Gambar 4.4 Diagram wadati bulan September 2008 – Januari 2009
Gambar 4.4 merupakan diagram wadati yang menunjukan besar nilai
⁄ rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009 sebesar 1,795. Dengan
membandingkannya dengan besar nilai ⁄ bulan September 2008 sampai
dengan bulan Januari 2009 berdasarkan persamaan 3.5, dapat diperoleh besar
anomali yang dimiliki setiap bulan tersebut sebelum gempa besar Januari 2009.
Berikut ini adalah penentuan besar anomali nilai ⁄ bulan September
2009:
∆=
^−A
100%
A
75
∆=
1,762 − 1,795
100%
1,795
∆ = −1,83 %
Ket:
tanda minus hanya menunjukan bahwa nilai ⁄ bulan September 2008
tersebut lebih kecil dibandingkan nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa
besar Januari 2009.
Anomali Sebelum Gempa Besar Jan'09
1,5
1,226
1
Anomali (%)
0,5
-0,167
0
-0,5
Sep'08
Okt'08
Nov'08
Des'08
Jan'09
-0,891
-1
-1,003
-1,5
-2
-1,83
Gambar 4.5 Perubahan anomali sebelum gempa besar Januari 2009
Gambar 4.5 memperlihatkan terjadi peningkatan anomali nilai ⁄
sebelum gempa besar Januari 2009. Peningkatan dimulai sejak awal bulan
September 2008 dengan anomali -1,83% lalu naik secara perlahan setiap bulannya
hingga bulan Januari 2009 dengan anomali 1,226%, dan besar anomali rata-rata
sebelum gempa besar Januari 2009 sebesar 1,023%.
76
Setelah mendapatkan besar peningkatan anomali nilai ⁄ yang terjadi,
selanjutnya mencari besar penurunan anomali nilai ⁄ sesudah gempa besar
Januari 2009. Berdasarkan gambar 4.3, penurunan nilai ⁄ terjadi dalam
periode Januari 2009 – Juni 2009. Berikut ini adalah analisa penurunan anomali
nilai ⁄ sesudah gempa besar terjadi.
Vp/Vs Rata-Rata Jan'09 - Jun'09
80
70
Ts-Tp
60
50
40
30
20
y = 0,798x - 0,827
r = 0,986
10
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Gambar 4.6 Diagram wadati bulan Januari 2009 – Juni 2009
Gambar 4.6 merupakan diagram wadati yang menunjukan besar nilai
⁄ rata-rata sesudah gempa besar Januari 2009 sebesar 1,798. Selanjutnya
mencari besar anomali nilai ⁄ yang dimiliki bulan Januari 2009 – Juni 2009
dengan menggunakan persamaan 3.5.
77
Anomali Sesudah Gempa Besar Jan'09
2
1,057
1
0,667
0
Anomali (%)
0
-1
Jan'09
Feb'09
Mar'09
-0,111
Apr'09
Mei'09
Jun'09
-2
-3
-3,115
-4
-5
-4,727
Gambar 4.7 Perubahan anomali sesudah gempa besar Januari 2009
Gambar 4.7 memperlihatkan terjadi penurunan anomali nilai ⁄
sesudah gempa besar Januari 2009. Penurunan tersebut dimulai dari bulan Januari
2009 dengan nilai anomali 1,057% hingga Juni 2009 dengan nilai anomali 4,727% dan besar nilai anomali rata-rata sebesar 1,612%.
Berdasarkan hasil perhitungan anomali nilai ⁄ rata-rata sebelum dan
sesudah gempa bumi besar Januari 2009 menghasilkan nilai 1,023% dan 1,612%.
Hal ini menunjukan bahwa akumulasi energi yang berada di batuan sebelum
terjadinya gempa bumi besar hingga terjadinya gempa besar lebih kecil
dibandingkan dengan energi yang dilepaskan ketika gempa besar dan setelah
gempa bumi besar Januari 2009 dengan selisih 0,589%. Jika melihat hukum
kekekalan energi yang menjelaskan bahwa energi yang masuk sebanding dengan
energi yang keluar, peristiwa ini tidak mencerminkan hukum kekekalan energi
tersebut. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda berupa kenaikan
78
nilai ⁄ untuk menuju gempa besar Januari 2009 tidak di mulai dari bulan
September 2008, namun sebelum bulan September 2008. Besar energi yang
terakumulasi oleh batuan sebelum bulan September 2008 sebesar 0,589%.
Selanjutnya adalah analisa mengenai peningkatan anomali nilai ⁄
sebelum gempa bumi besar Agustus 2009. Berdasarkan data penelitian,
peningkatan nilai ⁄ untuk gempa besar Agustus 2009 dimulai dari bulan Juni
2009 – Agustus 2009. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan diagram
wadati, besar nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar ini adalah 1,768. Berikut
ini adalah perhitungan diagram wadati untuk mencari anomali nilai ⁄ sebelum
gempa besar Agustus 2009.
Anomali Sebelum Gempa Besar Agu'09
1
0,735
Anomali (%)
0
Jun'09
-1
Jul'09
-0,848
Agu'09
-2
-3
-3,11
-4
Gambar 4.8 Perubahan anomali sebelum gempa besar Agustus 2009
Gambar 4.8 memperlihatkan terjadi peningkatan anomali nilai ⁄
sebelum gempa besar Agustus 2009, dimulai dari bulan Juni 2009 dengan anomali
79
nilai ⁄ sebesar -3,11% hingga Agustus 2009 dengan anomali nilai ⁄
sebesar 0,735% dan besar anomali nilai ⁄ rata-rata sebesar 1,564%.
Perbedaan anomali nilai ⁄ rata-rata untuk terjadinya gempa bumi
besar Agustus 2009 yang lebih besar dengan anomali nilai ⁄ rata-rata bulan
Januari 2009. Hal ini dapat di indikasikan bahwa batuan yang merupakan sebagai
tempat terjadinya fracture atau hypocenter gempa bumi ketika ke dua bulan
tersebut berbeda tingkat keelastisannya. Untuk batuan bulan Januari 2009
memiliki tingkat keelastisan yang lebih besar dibandingkan dengan batuan bulan
Agustus 2009. Dengan kata lain batuan pada bulan Agustus 2009 lebih rapuh
dibandingkan batuan pada bulan Januari 2009, karena nilai keelastisan
menunjukan nilai kerapuhan batuan ketika merima akumulasi energi atau stress
dari luar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa struktur batuan yang terdapat didaerah
penelitian beraneka ragam.
Semakin besar nilai keelastisan batuan, semakin besar pula akumulasi
energi atau stress yang dapat di terima dan disimpan oleh batuan tersebut. Hal ini
berarti, jika batuan tersebut pecah akan menimbulkan gempa bumi dengan skala
besar akibat terlepasnya akumulasi energi yang tersimpan di batuan tersebut.
Namun sebaliknya, jika batuan tersebut rapuh atau memiliki tingkat keelastisan
kecil, batuan tersebut akan sedikit menerima dan menyimpan energi atau stress
dari luar, sehingga jika batuan tersebut pecah, akan menghasilkan gempa bumi
dengan skala yang lebih kecil karena terlepasnya akumulasi energi yang tersimpan
di batuan tersebut.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kecenderungan nilai ⁄ dari bulan September 2008 hingga bulan
Juli 2009 meningkat setiap bulannya. Demikian pula dengan bulan Juni
2009 hingga bulan Agustus 2009. Puncak nilai ⁄ terjadi pada bulan
Januari 2009 dan Agustus 2009 yang mempunyai nilai 1,817 dan 1,781.
Dengan terdapatnya puncak nilai ⁄ tersebut, menandakan pada
bulan-bulan yang menempati nilai puncak ⁄ , terjadi gempa bumi
dengan skala magnitude besar.
2. Besar anomali nilai ⁄ rata-rata yang terjadi sebelum gempa besar
Januari 2009 dan Agustus 2009 sebesar 1,023% dan 1,564%, sedangkan
penurunan yang terjadi setelah gempa besar Januari 2009 adalah
1,612%.
3. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan nilai ⁄ dapat
menjadi salah satu petunjuk awal akan terjadinya gempa bumi dengan
skala besar dengan memperhatikan kenaikan nilai ⁄ dalam periode
waktu tertentu.
81
5.2
Saran
1. Daerah Papua Barat merupakan daerah seismik aktif, maka perlu
diwaspadai akan adanya gempa bumi dengan skala magnitude besar
yang terjadi di laut, karena gempa tersebut dapat menimbulkan
terjadinya tsunami, sehingga perlu diadakan sosialisasi dan studi
mengenai masalah mitigasi bencana gempa bumi di daerah Papua Barat
dan sekitarnya oleh pemerintah, sehingga masyarakat siap dalam
menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami.
2. Untuk memaksimalkan penggunaan metode nilai ⁄ ini sebagai
salah satu petunjuk awal terjadinya gempa bumi besar di suatu wilayah,
perlu dilakukan studi ⁄ ini secara terus-menerus, dan mencari nilai
⁄ rata-rata yang dimiliki daerah penelitian dari data historis
kegempaan yang terjadi di daerah penelitian (minimal 10 event gempa
besar), sehingga nilai ⁄ rata-rata tersebut dapat dijadikan sebagai
parameter atau acuan untuk peringatan waspada semakin dekatnya
dengan akan terjadinya gempa bumi besar.
3. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai nilai ⁄
secara lebih mendalam lagi sebagai langkah awal atau alat bantu dalam
studi prediksi gempa bumi di tempat-tempat lain yang rawan gempa
bumi.
.
82
DAFTAR PUSTAKA
ARIEF, DKK, Laporan gempa bumi Manokwari 4 Januari 2009, BMKG, Jakarta,
2009.
GRAY, CHRIS, A review of two methods of predicting earthquakes,
http://tc.engr.wisc.edu/uer/uer96/author3/index.html,
Jakarta,
10
Juni
2010, pukul 15:23 WIB.
GUTTENBERG, B,. RICHTER, C,. F, Frequency of earthquake in California,
Bull Seis Soc. Amerika, 1944.
HAMILTON, W, Tectonics of the Indonesia region, United States Geological
Survey Professional Paper 1078, 1979.
ISMAIL, S, Pendahuluan seismologi. Balai pendidikan dan latihan meteorologi
dan geofisika, BMKG, Jakarta, 1989.
L, DON,. FLORENCE,. FEET,. Discovery in seismology, Dell plubishing, Co,
inc, 2006.
SALEH, MUHAMMAD,. DKK, Gempa bumi, ciri dan cara menganggulanginya,
Gita Nagari, Yogyakarta, 2003.
SAPIE, BENYAMIN, DKK, Geologi fisik, ITB, Bandung, 2006.
SUBARJO, Jurnal meteorologi dan geofisika vol 6 no.3. Studi anomali kecepatan
gelombang P dan gelombang S di Sulawesi Utara, BMKG, Jakarta, 2003.
SULAIMAN, R,. dan GUNAWAN, T,. M,. PASARIBU,. R, Analisa statistik
keaktifan gempa bumi di Indonesia. Prosiding Himpunan Ahli Geofisika
83
Indonesia. Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-24, Surabaya, 12-13 Oktober
1999, BMKG, Jakarta, 2009.
THORNE, LAY,. and TERRY, C,. WALLACE, Modern global seismology,
Academic Press United, London, 1995.
TJAHJONO, Diguncang 6,4 SR, bandara Rendani Manokwari masih normal,
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/08/03/brk,20090803-190417,id.
html, Jakarta, 1 Juni 2010, pukul 5:56 WIB.
84
LAMPIRAN
Lampiran A
Hasil Pengolahan Data Gempa Oktober 2008 – September 2009
Laporan Oktober 2008
Laporan Januari 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
25/10/2008
BAKI
SMPI
TLE
JAY
20,6
48,4
65,7
69,4
24,2
59,7
80,9
85,5
03/01/2009
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
SRPI
SWI
FAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
BAKI
SWI
FAKI
SRPI
20
21,8
30,4
39,5
20,9
23,7
30,8
45,4
21,6
24
32,8
38,9
13,9
26,1
28,6
32,2
14,9
25
28,1
33,5
23,6
32,4
40,5
31,9
34,5
35
30
30,5
31,7
22,5
26,1
35,4
42,5
30,4
31,2
29,7
33,6
31
28,5
39,3
50,8
27
30,2
39,7
58,4
28,4
31,5
42,4
50,3
18,2
33,5
36,6
41,3
19,5
32,2
36,1
42,8
30,9
42
52,2
40,4
44,6
45,3
39
39,4
40,3
29,3
34,2
45,9
54,7
39,4
40,4
43
43,7
03/01/2009
Laporan November 2008
03/01/2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
24/11/2008
SWI
BAKI
TLE
MSAI
SWI
TLE
MSAI
BNDI
SWI
BAKI
TLE
MSAI
28
34,8
48,2
62,6
27,5
61,2
62,1
62,4
27,9
35
61
62,3
38,1
46,7
79,8
81,3
37,9
80,2
81,3
82
35
43,6
76,6
78,2
24/11/2008
24/11/2008
03/01/2009
04/01/2009
04/01/2009
04/01/2009
Laporan Desember 2008
04/01/2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
21/12/2008
FAKI
BAKI
MSAI
BNDI
24,2
45,4
46,7
48,7
38,5
65,2
66,8
69,5
04/01/2009
04/01/2009
85
04/01/2009
04/01/2009
04/01/2009
04/01/2009
05/01/2009
05/01/2009
05/01/2009
05/01/2009
06/01/2009
06/01/2009
06/01/2009
06/01/2009
06/01/2009
06/01/2009
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
SRPI
TLE
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
FAKI
SWI
BAKI
SRPI
FAKI
SWI
BAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
FAKI
BAKI
21,1
23,7
31,8
42,7
28
32,1
34,2
35,6
26,6
32,9
35,9
39,9
28,4
31
33,3
36,6
26
29,6
35,4
38,7
28,5
32,4
33,6
37,3
25,6
26,6
38,3
53,8
26,4
30,6
35,1
38,5
28,2
29,6
31,8
34,5
28,5
29,9
31,6
34,1
21,8
23,7
32,8
43,3
24,5
32,4
38
41,8
23,3
27,1
38,2
41
27,5
30,5
34
27,8
31
41,3
54,8
36,5
41,7
44,4
46
34,8
42,5
46,4
51,2
37
40,3
42,8
47,2
34,2
38,7
45,8
49,8
36,9
41,8
43,4
48,1
33,6
34,6
49,3
68,9
34,6
39,6
45,5
49,7
36,9
38,5
41,1
44,3
37,2
38,9
40,9
44,1
28,9
30,9
42,3
55,6
32,2
41,8
49,2
53,8
30,5
35,5
49,2
52,7
35,9
39,7
44,2
06/01/2009
07/01/2009
07/01/2009
07/01/2009
07/01/2009
07/01/2009
07/01/2009
08/01/2009
08/01/2009
09/01/2009
09/01/2009
10/01/2009
11/01/2009
11/01/2009
SRPI
SWI
FAKI
SRPI
TLE
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
FAKI
RKPI
MSAI
BNDI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
FAKI
BAKI
SRPI
BAKI
SWI
FAKI
SRPI
BAKI
SWI
SRPI
FAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
FAKI
BAKI
37,5
28,3
30,7
36,5
57,2
26
30
35,5
38,9
19,4
23,5
29,7
45,6
19,9
25,3
32,6
37,3
20,5
20,7
25,6
43,4
24,7
30,1
44,5
47,4
16,7
23,5
28,7
35,1
19,2
24,5
30,6
37,7
27
30,5
34,6
38,1
29,8
32,1
31,9
33,7
29,4
32,7
33,4
34,3
22,3
22,3
31,6
40,4
20,6
30,5
37,7
39,1
30,7
31,1
48,3
36,9
39,7
47,3
73,4
34,1
39
46,1
50,2
26
30,9
38,7
58,9
26,3
33,1
42,1
48,1
27
27,2
33,8
55,6
32,4
39
57,3
60,7
21,7
30,4
36,8
44,7
25,4
31,7
39,6
48,5
35,2
39,6
44,9
49
39,3
40,5
41,2
42,6
38,4
42,2
43,4
44,6
29,3
29,4
41
52
27,1
39,5
48,4
50,3
39,7
40,4
86
11/01/2009
12/01/2009
13/01/2009
14/01/2009
14/01/2009
14/01/2009
15/01/2009
15/01/2009
15/01/2009
16/01/2009
17/01/2009
18/01/2009
18/01/2009
TLE
SWI
FAKI
RKPI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
BAKI
FAKI
RKPI
FAKI
SWI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
SRPI
FAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
MSAI
TLE
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
56,5
18,6
19,9
22,2
44,1
18,6
27,4
33,4
35,4
13,6
29,8
32
32,6
16
21,3
21,7
37,1
21,9
25,1
33,7
39,3
19,1
26,6
33,1
48,4
18,9
23,7
29
37,9
21,2
23,8
32,1
41,8
21,5
21,9
30,7
39,8
25,8
36,3
38,7
40,7
22,2
22,7
32
43,8
60,9
61,8
16,5
27,6
31,8
49,7
18
22,8
22,7
39,2
72,1
24,1
25,9
28,4
56,3
24,9
35,7
43,4
45,8
20,3
38,9
41,6
42,2
20,9
27,5
28,1
47,2
29,2
33,1
43,7
50,8
25,7
34,8
42,7
62
24,7
30,9
37,4
48,8
28
31,3
41,6
53,8
28,2
28,7
39,6
51,2
32,9
45,9
49,2
51,6
29,2
29,9
41,5
56,3
75,6
80,4
22,8
36,1
41,3
63,9
24
29,9
29,9
50,5
19/01/2009
19/01/2009
20/01/2009
20/01/2009
21/01/2009
21/01/2009
22/01/2009
24/01/2009
24/01/2009
26/01/2009
31/01/2009
31/01/2009
SWI
FAKI
RKPI
MSAI
FAKI
RKPI
MSAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
MSAI
LBMI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
MSAI
TLE
AAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
8,9
30,3
31,8
48,1
28,5
31,9
46,2
21,8
23
33,4
38,3
63
15
24,9
28,6
33,5
54,6
57,4
66
22,1
22,2
31,1
40,5
20,9
21,1
27,8
43,4
20
20,6
29,1
38,4
57
59,8
64,2
19,7
21,9
28,9
38,5
22,1
23
32,1
44,6
18,8
23,6
28,7
38
16
27,7
31
34
22,2
24,6
33,7
42,8
15,4
39,4
41,3
61,8
37,1
41,4
59,3
28,2
29,6
42,6
48,6
79,1
19,6
32,1
36,6
42,8
72
75,2
82
29
29,3
40,6
52,1
27,5
27,8
36,3
55,8
25,9
26,7
37,3
48,9
69,7
73,8
80,1
25,8
28,5
37,4
49,5
29
30,3
41,7
57,4
25
30,8
37,5
49
21,5
35,9
40,2
44,3
28,7
32,3
43,6
55,1
87
Laporan Febuari 2009
17/02/2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
01/02/2009
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
BAKI
FAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
13,6
27,1
27,9
49,4
14,8
25,9
27,2
48,7
17,3
24,2
28,4
37,2
21,1
22,6
29,5
41,6
17,7
26,8
31,4
35,4
10,9
29,9
30,2
49,2
16
26,1
30
35,2
18,8
25,6
31,4
36,5
15,4
31,2
31,3
34,7
33,2
37,1
49,8
54
18,9
25,1
31,4
36,5
47
26,4
27
45,9
14,9
28,4
31,4
19,7
34,7
36
63,5
21,7
33,8
35,7
62,4
23,5
31,7
36,7
47,6
27,3
29,4
38,2
53,3
23,8
34,3
41,1
46
17,4
38,7
39,4
63,2
22,3
34,4
39,1
45,6
24,8
33,5
40,9
47,2
21,2
40,5
40,6
44,9
43,2
47,8
64,1
68,8
25,1
33,1
40,8
47,7
30,1
33,8
34,7
58,4
20,4
37
40,4
03/02/2009
06/02/2009
07/02/2009
08/02/2009
09/02/2009
10/02/2009
11/02/2009
12/02/2009
12/02/2009
13/02/2009
15/02/2009
16/02/2009
19/02/2009
20/02/2009
21/02/2009
21/02/2009
22/02/2009
23/02/2009
23/02/2009
28/02/2009
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
BANI
TLE
LBMI
SWI
FAKI
RKPI
MSAI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
TLE
NLAI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
MSAI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
MSAI
BANI
TLE
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
MSAI
BANI
TLE
AAII
AAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
MSAI
BANI
TLE
AAI
50,5
20,9
20,9
29,9
38,7
57,4
58,8
61,8
7,8
32,3
36,2
44,5
21,2
21,1
28,3
40,4
59,4
74,5
19,1
22,8
30,3
40,9
58,6
21,2
23
31
41,8
58,9
56,8
62,5
17,8
22
27,7
37,4
57,5
58
58,1
64,8
64,5
20,1
22,8
31,2
38
15,1
24,1
27,4
34,2
18,8
21,9
28,9
37,5
54,7
59,6
58,7
63,2
65
26,8
27,1
38,4
49,2
73,5
74,6
77,7
10,4
41,5
46,4
57,3
27,6
28
37
52,2
75,9
92,5
24,7
29
38,7
51,9
70
27,2
30,2
40,1
53,5
72,2
73,4
77,4
24,3
28,7
35,6
47,9
71,6
71,7
71,4
82,1
82,1
26,6
30,1
40,3
48,7
19,9
30,9
35,4
43,7
24,6
28,5
37,3
47,8
73,8
72,9
74,5
83,2
88
Laporan Maret 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
02/03/2009
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
TLE
LBMI
AAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
BANI
TLE
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
FAKI
SWI
RKPI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
MSAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
16,7
23,2
28
35,3
55,9
19,8
22,5
29,4
43,9
59,9
59,8
63,3
16,8
27
30,7
33,6
22,4
23,6
32,4
39,9
61
19,9
20,1
27,7
39
56,5
62,2
19,4
21,3
29,3
37,8
17,6
18,9
21,7
43,9
15,6
25,2
29,7
33,5
55,2
17,9
24,9
29,4
36,2
57,5
58,1
17
25,6
29,8
36,5
3,9
22
30
36,1
45
72
25,6
28,8
37,3
55,7
72,2
75,4
80,1
22,3
34,5
39,3
42,5
29
30,9
42,6
51
79,1
26,1
26,5
36,1
50,1
69,4
71,2
25,5
27,3
37,3
48,7
22,5
24,6
28,4
56,2
20,4
32,2
37,6
43
73,1
23,4
32,4
38,2
47,3
73,8
75,8
23,7
32,9
38,6
46,9
5,5
03/03/2009
08/03/2009
09/03/2009
13/03/2009
13/03/2009
14/03/2009
14/03/2009
17/03/2009
18/03/2009
18/03/1009
18/03/2009
19/03/2009
21/03/2009
22/03/2009
22/03/2009
22/03/2009
22/03/2009
22/03/2009
24/03/2009
24/03/2009
24/03/2009
25/03/2009
FAKI
RKPI
MSAI
AAII
AAI
SWI
FAKI
RKPI
MSAI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
TLE
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
MSAI
SWI
FAKI
RKPI
MSAI
AAII
AAI
SWI
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
32,6
39,3
51
58,4
58,2
2,7
30,1
39,3
48,6
15,8
23,8
26,9
34,8
18,4
25,4
31,5
36,7
61,6
20,7
21,4
27,3
41,4
13,4
28,2
29,7
47,2
22,9
24,6
34,2
45,3
12,7
28,4
28,7
48,7
11,9
29,3
29,7
50
2
29,1
36,2
42,2
50,8
50,8
19,5
23,2
29,3
42,6
19,4
25,1
32,1
47,5
20,2
26,1
33,2
44,6
53,7
70,3
66,7
67,3
3,9
41,8
54
66,8
20,2
30,4
34,7
44,3
25,9
34,8
42,1
48,1
78,3
26,8
28,4
36,6
52,8
18,7
37
38,9
61,3
29,9
31,7
44,4
58,3
17,4
36,9
37,5
61,5
16,5
38,4
38,5
64,2
2,5
37,6
46,6
54,3
65,4
65,5
25,5
31,1
38,2
54,8
26
33,3
41,3
60,4
26,7
34
43
89
BAKI
MSAI
BANI
AAI
37,2
61,9
62,2
71,2
48
77,8
78,6
88,7
09/05/2009
09/05/2009
Laporan April 2009
23/05/2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
02/04/2009
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
NLAI
RKPI
SWI
FAKI
SRPI
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
SWI
RKPI
FAKI
SRPI
TLE
RKPI
FAKI
SWI
SRPI
BAKI
14,8
26,6
29,9
35,2
16,2
22,7
26,7
35,3
72,7
19,9
21,7
26,7
42,9
16
21
28,8
38,3
20,1
23
30,1
45,4
60,3
12
25,7
27
34,2
32,2
22
34,3
38,6
45,3
21,4
29,4
34,6
45,4
93,4
26,1
27,9
34,6
54,7
25,5
25,5
36,9
49
27
30,1
40
58,2
77,1
15,7
32,7
34,7
41,7
39,5
04/04/2009
09/04/2009
17/04/2009
24/04/2009
29/04/2009
Laporan Mei 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
01/05/2009
SWI
RKPI
FAKI
MSAI
TLE
SWI
RKPI
FAKI
LBMI
SWI
RKPI
21,5
25,4
34,3
54,9
59,9
22,3
22
32
60,9
23,3
25,2
24,4
31,6
40,7
73,4
78,7
26,6
28,9
42
78,8
27,8
27,4
02/05/2009
03/05/2009
23/05/2009
27/05/2009
FAKI
SWI
FAKI
AAII
SWI
RKPI
FAKI
RKPI
SWI
LBMI
AAII
TNTI
RKPI
SWI
FAKI
RKPI
FAKI
BAKI
32,6
20,2
34
64,2
20,2
25,9
28,6
21
26,7
64,8
64,4
66,7
19,4
25
29,1
9,2
24,9
30,7
41,6
22,8
40,8
81,5
20,9
32,5
39
21,9
26,2
80,8
81,9
85,4
24
27,3
35,4
12,7
33,2
38,2
Laporan Juni 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
03/06/2009
RKPI
SRPI
FAKI
WAMI
SWI
BAKI
MSAI
RKPI
FAKI
BAKI
17,9
25,9
30
56,1
24,3
38,4
60
20,1
29,5
31,5
18,1
28,8
32,7
72,4
26,5
48,2
73,7
19,4
33,5
41,9
12/06/2009
27/06/2009
Laporan Juli 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
07/07/2009
FAKI
BAKI
AAII
RKPI
FAKI
BAKI
SWI
FAKI
BANI
32,9
43
64
18,7
31,9
35
10,5
28,5
30
40,7
51,9
83,1
20,9
40,4
43,6
12
36,6
40,1
23/07/2009
26/07/2009
90
SWI
FAKI
Laporan Agustus 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
02/08/2009
RKPI
SWI
FAKI
BAKI
MSAI
BANI
LBMI
AAII
AAI
TNTI
NLAI
SWI
FAKI
AAII
SWI
RKPI
FAKI
RKPI
SWI
FAKI
RKPI
SWI
BAKI
RKPI
22,4
24,9
31,2
40,3
59,6
62
63,1
68
68
70
73,9
19
30,8
45
18,8
31,2
31,3
18,7
26,9
28,5
18,8
27,5
40,2
20,7
23
24,6
36,6
44,9
71,7
73,1
77
81,5
81,6
86,2
91,7
16
38,1
53,1
17,3
37
40,1
18,7
29,6
34,9
24,2
30,8
46,2
25,1
04/08/2009
09/08/2009
10/08/2009
19/08/2009
20/08/2009
26
31,8
30,5
40,4
Laporan September 2009
Date
Stat
Ts-Tp
Tp-OT
04/09/2009
SRPI
BAKI
RKPI
RKPI
SWI
FAKI
RKPI
SWI
FAKI
TLE
BANI
LBMI
AAI
AAII
BAKI
SRPI
FAKI
SWI
4,4
9,7
29,8
18,3
26,6
28,3
19,6
23,5
28,6
59
57,4
62,6
67,7
65
23,3
27,3
37,5
37,4
6,1
12,2
38,4
19,2
31,6
36,9
21,5
29,2
34,9
71,9
72,4
83,9
82,9
83,1
29,8
32,3
45,8
48
05/09/2009
07/09/2009
29/09/2009
91
Lampiran B
Diagram Wadati
Vp/Vs Bulan Oktober 2008
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,777x + 1,193
r = 0,999
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan November 2008
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,779x - 0,652
r = 0,993
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
92
Ts-Tp
Vp/Vs Bulan Desember 2008
60
50
40
30
20
10
0
y = 0,792x - 6,305
r=1
0
20
40
60
80
Tp-OT
Vp/Vs Bulan Febuari 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,810x - 1,464
r = 0,997
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan Maret 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,798x - 1,052
r = 0,984
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
93
Vp/Vs Bulan April 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,796x - 0,879
r = 0,994
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan Mei 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,742x + 2,723
r = 0,988
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan Juni 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,713x + 5,187
r = 0,987
20
0
0
20
40
60
80
Tp-OT
94
Vp/Vs Bulan Juli 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,753x + 1,820
r = 0,993
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan Agustus 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,781x + 3,128
r = 0,990
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
Vp/Vs Bulan September 2009
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,773x + 1,268
r = 0,993
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
95
Vp/Vs Rata-Rata Jun'09 - Agu'09
80
Ts-Tp
60
40
y = 0,768x + 3,031
r = 0,986
20
0
0
20
40
60
80
100
Tp-OT
96
Lampiran C
Stasiun-Stasiun Gempa Bumi di Indonesia
BMKG – INDONESIA (LIBRA)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Kode
IA_AAI
IA_ABJI
IA_APSI
IA_BASI
IA_BATI
IA_BBKI
IA_BBSI
IA_BKSI
IA_BLJI
IA_BLSI
IA_BMNI
IA_BNSI
IA_BSSI
IA_BWJI
IA_BYJI
IA_CBJI
IA_CGJI
IA_CLJI
IA_CNJI
IA_DBJI
IA_DNP
IA_DSRI
IA_EDFI
IA_EGSI
IA_GLMI
IA_GMJI
IA_GRJI
IA_JAY
IA_JCJI
IA_KASI
IA_KCSI
IA_KKSI
IA_KLI
Deskripsi Stasiun
Ambon
Asem Bagus Java
Ampana Sulawesi
Baing Sumba
Kupang Timor
Banjar Baru Kalimantan
Bau BauButon
Bulukumba Sulawesi
Banyuglugur Java
Bandar Lampung Sumatra
Bima Sumbawa
Bone Sulawesi
Benteng P.Selayar
Bawean
Banyu Wangi Java
Citeko Java
Cigeulis Java
Cilacap Java
Cibinong Java
Dramaga Java
Denpasar Bali
Dabo Singkep
Ende Flores
Enggano Bengkulu
Galela Maluku
Gumukmas Java
Gresik Java
Jayapura Irian Jaya
Jatiwangi Java
Kota Agung Sumatra
Kotacane Aceh
Kolaka Sulawesi
Kotabumi Sumatra
Lintang
-3.6872
-7.7957
-0.9109
-10.219
-10.206
-3.4625
-5.4885
-5.3219
-7.7455
-5.3676
-8.5400
-4.4006
-6.1428
-5.8512
-8.214
-6.6981
-6.6135
-7.7187
-7.3090
-6.5538
-8.6774
-0.4793
-8.7497
-5.3526
1.8381
-8.2733
-6.9145
-2.5145
-6.7344
-5.5236
3.5220
-4.1718
-4.8363
Bujur
128.1943
114.2342
121.6487
120.5777
123.6630
114.8411
122.5695
120.1224
113.5946
105.2451
118.6926
120.1065
120.4904
112.6578
114.3557
106.9350
105.6929
109.0150
107.1297
106.7497
115.2097
104.5778
121.6903
102.2767
127.7879
113.4441
112.4793
140.7043
108.2630
104.4960
97.7715
121.6513
104.8705
Elevasi
171.0
141
139
80.84
339.0
112.0
97.0
0.0
251
152.0
52.0
244
114.30
56.0
99.5
1014.0
182
50.0
586
212.0
58.0
64.0
914.340
35.73
130.21
79
85
460.0
74.0
43
204.749
89.03
32.0
97
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
IA_KMMI
IA_KMPI
IA_KMSI
IA_KPJI
IA_KRAI
IA_KRJI
IA_KRK
IA_LASI
IA_LBMI
IA_LHSI
IA_LWLI
IA_MASI
IA_MBSI
IA_MDSI
IA_MJSI
IA_MKBI
IA_MLSI
IA_MMPI
IA_MPSI
IA_MRSI
IA_MSAI
IA_MSSI
IA_MTKI
IA_MTNI
IA_NBBI
IA_NGJI
IA_NLAI
IA_PBKI
IA_PBSI
IA_PCJI
IA_PDSI
IA_PLKI
IA_PPBI
IA_PPSI
IA_PWJI
IA_RBSI
IA_RGRI
IA_RKPI
IA_RPSI
IA_SBJI
IA_SBSI
IA_SGKI
Kalianget Java
Kaimana Papua
Kotamubagu Sulawesi
Karang Pucung Java
Karang Ratu Ambon
Kerinci Sumatra
Karangkates Java
Langsa Aceh
Labuha Bacan
Lahat Sumatra
Liwa Sumatra
Muara Aman Bengkulu
MBSI
Muara Dua Sumatra
Majene Sulawesi
Muko-Muko Bengkulu
Meulaboh Aceh
Merauke Irian Jaya
Mapaga Sulawesi
Marisa Sulawesi
Masohi Seram
Masamba Sulawesi
Muara Teweh Kalimantan
Mataram Plombok
Rangdo Negare Bali
Ngawi Java
Namlea Ambon
Pangkalan Bun Kalimantan
Pulau Batu Sumatra
Pacitan Java
Padang Sumatra
Palangkaraya Kalimantan
Pangkal Pinang Bangka
Pulau Pagai Sumatra
Pagerwojo Java
Rajabasa Sumatra
Rengat Sumatra
Ransiki Papua
Rantau Parapat Sumatra
Serang Java
Sibolga Sumatra
Sangata Kalimantan
-7.0412
-3.6616
0.5745
-7.3332
-3.3184
-2.0912
-8.1522
4.4572
-0.6379
-3.8267
-5.0175
-3.1415
-3.7611
-4.4860
-3.5008
-2.4474
4.2668
-8.5182
0.3373
0.4770
-3.3462
-2.5547
-0.9418
-8.6360
-8.4597
-7.3675
-3.2390
-2.7047
-0.0547
-8.1947
-0.9118
-2.2261
-2.1615
-2.7664
-8.0219
-5.8444
-0.3491
-1.5107
2.6951
-6.1117
1.3988
-0.5302
113.9157
133.7044
123.9806
108.9312
128.3950
101.4619
112.4506
97.9704
127.5008
103.5233
104.0589
102.2396
102.2714
104.1783
118.9149
101.2396
96.4040
140.4141
119.898
121.9405
128.9285
120.3241
114.8959
116.1707
114.9420
111.4612
127.0998
111.6697
98.2800
111.1771
100.4618
113.9453
106.1364
100.0097
111.8042
105.7421
102.3338
134.1773
98.9239
106.1318
99.4309
117.6043
43.0
90.04
227
456
124.5
803.0
331.0
4.3
118.0
189
935.0
384.50
27.0
132
306.00
48.21
96.94
94.0
164
95
76.0
116.0
114.896
106.0
300.74
137
97
78.0
22
693
270.0
69.0
66.0
11
213
219
37.0
106.20
1062
64.0
288.0
178.94
98
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
IA_SGSI
IA_SISI
IA_SKJI
IA_SKSI
IA_SLSI
IA_SMKI
IA_SMPI
IA_SNSI
IA_SPSI
IA_SRBI
IA_SRPI
IA_STKI
IA_SWI
IA_SWJI
IA_TBJI
IA_TGJI
IA_TNG
IA_TPRI
IA_TRSI
IA_TSI
IA_TTSI
IA_TWSI
IA_UWJI
IA_WBSI
IA_WOJI
IA_CMJI
IA_KBKI
IA_MNSI
IA_SDSI
Sangihe
Saibi Sumatra
Sukabumi Java
Soroako Sulawesi
Sarolangun Jambi
Samarinda Kalimantan
Sarmi Irian Jaya
Sinabang Aceh
Sidrap Sulawesi
Singaraja Bali
Serui Papua
Sintang Kalimantan
Sorong Irian Jaya
Sawahan Java
Tambak Boyo Java
Tegal Java
Tangerang Java
Tanjung Pinang Sumatra
Tarutung Sumatra
Tuntungan Sumatra
Tana Toraja Sulawesi
Taliwang Sumbawa
Ujung Watu Jawa
Waikabubak Sumba
Wonogiri Jawa
Cimerak Java
Kotabaru Kalimantan
Mandailing Natal Sumatra
Sungai Dareh Sumatra
3.6860
-1.3264
-7.0053
-2.5283
-2.3924
-0.4462
-1.9811
2.4089
-3.9646
-8.0848
-1.8700
0.0656
-0.8630
-7.7349
-6.8179
-6.8680
-6.1720
0.9184
2.0255
3.5012
-3.0451
-8.7381
-6.4191
-9.6411
-7.8372
-7.7838
-3.2995
0.7955
-0.9325
125.5286
99.0895
106.5630
121.3345
102.5927
117.2086
138.7105
96.3267
119.7691
115.2126
136.2400
111.4771
131.2598
111.7669
111.8481
109.1211
106.6469
104.5263
98.9594
98.5645
119.8189
116.8821
110.9474
119.3911
110.9236
108.4485
116.1667
99.5796
101.4280
106.0
30
99.0
602.30
76.83
102.0
106
14.48
142
98
87.91
82.0
0.0
723.0
44
41.0
42.0
38.0
985.0
72.0
941
86.60
61.52
456.67
183.62
81
58
295
200
JISNET – JEPANG
No
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
Kode
IA_BAKI
IA_BJI
IA_BSI
IA_KDI
IA_KHK
IA_KSI
IA_LEM
IA_MNI
IA_PCI
IA_PPI
Deskripsi Stasiun
Biak
Banjarnegara Java
Banda Aceh Sumatra
Kendari Sulawesi
Kahang-Kahang Bali
Kepahiang Sumatra
Lembang Java
Manado Sulawesi
Palu Sulawesi
Padangpanjang Sumatra
Lintang
-1.1915
-7.3329
5.4964
-3.9574
-8.3640
-3.6517
-6.8266
1.44397
-0.9054
-0.4568
Bujur
136.1070
109.7096
95.2961
122.6193
115.6096
102.5929
107.6176
124.8399
119.8366
100.3970
Elevasi
89.0
629.0
192.0
55.0
220.0
539.0
1293.0
191.0
150.0
0.0
99
115
116
117
118
119
IA_TARA
IA_TLE
IA_TPI
IA_WAMI
IA_WSI
Tarakan Kalimantan
Tual Kai
Tanjung Pandang Belitung
Wamena Irian Jaya
Waingapu Sumba
3.32712
-5.6373
-2.7563
-4.0959
-9.6689
117.5704
132.7373
107.6535
138.9500
120.2977
95.0
113.0
25.0
1673.0
48.0
GFZ – JERMAN
No
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
Kode
IA_BDNI
IA_BKB
IA_BKNI
IA_CISI
IA_FAKI
IA_BDNI
IA_GSI
IA_JAGI
IA_LHMI
IA_LUWI
IA_MMRI
IA_MNAI
IA_PMBI
IA_SAUI
IA_SANI
IA_SMRI
IA_SOEI
IA_TNTI
IA_TOLI
IA_UGM
Deskripsi Stasiun
Bandaneira
Balikpapan Kalimantan
Bangkinang Sumatra
Cisomped Java
Fakfak
Genyem
Gunungsitoli Nias
Jajag Java
Lhokseumave Sumatra
Luwuk Sulawesi
Maumere Flores
Manna Sumatra
Palembang Sumatra
Saumlaki
Sanana
Semarang Java
Soe
Ternate
Tolitoli Sulawesi
Wanagama
Lintang
-4.5224
-1.1073
0.3262
-7.5557
-2.9192
-2.5927
1.3039
-8.4703
5.2288
-1.0418
-8.6357
-4.3605
-2.9024
-7.834
-2.0497
-7.0492
-9.7553
0.7718
1.1214
-7.9125
Bujur
129.9045
116.9048
101.0396
107.8153
132.2650
140.1680
97.5755
114.1520
96.9472
122.7717
122.2376
102.9557
104.6993
131.299
125.9880
110.44067
124.2672
127.3667
120.7944
110.5231
Elevasi
16.0
110.0
65.0
544.0
0.0
58.0
107.0
171.0
3.0
6.0
137.0
154.0
25.0
0.0
24.0
203.0
0.0
43.0
86.0
350.0
Deskripsi Stasiun
Ambon
Gorontalo
Ingas
Kotabumi
Labuhan Bajo
Mamuju
Manokwari
Tangerang
Tapaktuan
Yogyakarta
Jambi
Lintang
-3.6871
0.76
-8.8181
-4.6871
-8.4835
-2.6892
-0.93
-6.1720
3.2617
-7.8170
-1.6335
Bujur
128.1940
122.8700
115.1456
104.7320
119.8921
118.9090
134.0431
106.6470
97.1773
110.2950
103.6417
Elevasi
160.0
301.0
248.0
88.0
123.0
221.0
70.0
75.0
9.0
171.0
50.0
CEA – CHINA
No
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
Kode
IA_AAII
IA_GTOI
IA_IGBI
IA_KLSI
IA_LBFI
IA_MMSI
IA_MWPI
IA_TNGI
IA_TPTI
IA_YOGI
IA_JMBI
100
CTBTO – AUSTRIA
No
151
152
153
154
Kode
IA_BATI
IA_PSI
IA_LEM
IA_KAPI
Deskripsi Stasiun
Kupang, NTT
Prapat
Lembang
Kappang, Sulawesi
Lintang
-10.207
2.8010
-6.8266
-5.0142
Bujur
123.6633
98.9240
107.6176
119.7520
Elevasi
1051.0
101
Lampiran D
Peta Seismisitas Daerah Penelitian September’08 – September’09
102
Download