PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN GELOMBANG SEKUNDER ( ⁄ ) PADA DAERAH PAPUA BARAT STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI Skripsi Oleh: AGUNG SATRIYO 106097003249 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN GELOMBANG SEKUNDER (Vp/Vs) PADA DAERAH PAPUA BARAT STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh : Agung Satriyo NIM. 106 097 003 249 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M. PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN GELOMBANG SEKUNDER (Vp/Vs) PADA DAERAH PAPUA BARAT STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh : Agung Satriyo NIM. 106 097 003 249 Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Sutrisno, M.Si. NIP. 19590202 198203 1005 Edi Sanjaya, M.Si. NIP. 19730715 200212 1001 Mengetahui, Ketua Program Studi Fisika Drs. Sutrisno, M.Si. NIP. 19590202 198203 1005 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi berjudul “PENENTUAN ANOMALI PERUBAHAN KECEPATAN GELOMBANG PRIMER DENGAN KECEPATAN GELOMBANG SEKUNDER (Vp/Vs) PADA DAERAH PAPUA BARAT STUDI KASUS GEMPA BUMI MANOKWARI” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains ( S.Si ) pada Program Studi Fisika. Sidang Munaqasyah Penguji I, Penguji II, Ir. Asrul Aziz, M.SAE. NIP. 19510617 198503 1001 Arif Tjahjono, ST, M.Si. NIP. 19751107 200701 1015 Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. NIP. 19680117 200112 1001 Drs. Sutrisno, M.Si. NIP. 19590202 198203 1005 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta , 29 Juni 2010 Agung Satriyo LEMBAR PERSEMBAHAN Pada suatu masa, aku mengenal cinta darimu Berawal dari sebait kasih yang kau tawarkan padaku Melalui rona bahagiamu membantuku menatap dunia kali pertama Bersama sang kekasih hati yang setia menyelaraskan mimpimu Satu masa terlewati dalam hidupku Detik pun berganti abad Susahku adalah tangis hatimu dan bahagiaku adalah tawa jiwamu Meski jarang ’ku memaknai rasa yang kau nikmati Namun tanpa lelah kau membingkai ceria hanya untukku, buah hatimu Senandung cinta ini untukmu, Ibu ’ku persembahkan setulus hangatnya cinta kasihmu Setelah sekian lama ’ku rajut dalam benang keikhlasan hatimu Bahagia dan merana ingin ’ku nikmati bersamamu (meski) kini kekasih hatimu (yang dulu) tak lagi menemani Namun bersabarlah sebab aku masih disini -senandung cinta ini untukmu, Ibu (ARDhane)- Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS. Ar-Rahman : 33) ku persembahkan untuk: Ibu, Bapak, Pakde, dan sebuah keluarga kecil di kota Balikpapan. terkhusus seseorang yang telah bersedia membagi ruang dan waktu di dalam alam semesta ini. ABSTRAK Studi penentuan nilai anomali ⁄ merupakan salah satu studi yang digunakan sebagai precursor gempa bumi, sekaligus untuk mengetahui kondisi perubahan susunan batuan dibawah permukaan bumi akibat terjadinya gempa bumi berdasarkan perubahan kecepatan gelombang primer dan kecepatan gelombang sekunder. Daerah penelitian bearada di koordinat 1,6673o LU – 2,8333o LS ; 132o BT – 136o BT, daerah ini mempunyai intensitas terjadi gempa besar dengan studi kasus gempa bumi Manokwari. Penelitian ini menggunakan diagram wadati yang merupakan pendekatan metode least square. Hasil interpretasi menunjukan perubahan nilai ⁄ dari bulan September 2008 – Januari 2009 semakin meningkat dengan anomali 1,023%. Nilai ⁄ Januari 2009 merupakan nilai tertinggi karena pada bulan tersebut terjadi gempa bumi besar. Sedangkan dari bulan Januari 2009 – Juni 2009 terjadi penurunan nilai ⁄ dengan anomali 1,612%. Kata kunci : Gempa Bumi, Anomali nilai ⁄ , Diagram Wadati, Precursor. i ABSTRACT Studies determining the value of anomaly ⁄ is one of the studies used as precursors of earthquakes, as well as to know the condition of changes in the composition of rock under the earth's surface caused by the earthquake based on changes in wave velocity of primary and secondary wave velocity. The research area is West of Papua because this area has a large intensity earthquake with a case study that the coordinates of the earthquake Manokwari 1.6673o N – 2.833o S ; 132o E – 136o E. This study uses wadati diagram which is the method of least square approach. The interpretation shows the change in value of ⁄ from September 2008 - January 2009 increased by 1.023% anomaly. The value of ⁄ in January 2009 is the highest value for the month a large earthquake. Meanwhile, from January 2009 - Juni 2009 to be impaired ⁄ anomaly 1,612%. Keywords : Earthquake, Anomaly value ⁄ , Wadati diagram, Precursor. ii KATA PENGANTAR Puji serta syukur kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, Sang Maha Pencipta, dan Maha Berkehendak atas segala apa yang terjadi di alam semesta ini, yang telah senantiasa melimpahkan segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan kita, manusia biasa namun memiliki kemampuan yang luar biasa, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta kepada keluarga dan para sahabat, semoga kita akan selalu menjadi umat Beliau yang selalu beristiqomah hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul “Penentuan Anomali Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder ( ⁄ ) Pada Daerah Papua Barat. Studi Kasus Gempa Bumi Manokwari” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama menyelesaikan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan kemudahan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ungkapan terimakasih penulis secara mendalam kepada: 1. Ibunda Hirawati, BA, Ayahanda Dadan Suwandi, BSc, dan Pakde Dayat yang selalu mencurahkan kasih sayang, untaian doa, dukungannya baik iii secara moriil dan materiil, pengorbanan, dan rasa cintanya yang tak terhingga dan begitu mendalam yang selalu tercurah sepanjang massa dan Mas heri yang selalu memberikan suport. Semoga Allah SWT selalu memberikan kasih sayang dan rahmatnya. 2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si sebagai Ketua Program Studi Fisika dan sebagai Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan serta ilmunya. 4. Bapak Edi Sanjaya, M.Si sebagai Pembimbing II, yang selalu meluangkan waktu di tengah kesibukannya dan bersabar membimbing. 5. Bapak Ir. Asrul Aziz, M.SAE, sebagai Penguji I, yang telah berkenan menguji skripsi ini. 6. Bapak Arif Tjahjono, ST, M.Si, sebagai Sekretaris Prodi Fisika dan Penguji II, yang telah memberikan kemudahan dalam administrasi, dan berkenan menguji skripsi ini. 7. Bapak Hardiyatno, Bapak Subagyo, Mas Arif, Mas Bayu, Mas Fadly, Mas Jajat, Mas Oktifar, Mas Ramdhan, serta teman-teman PGN BMKG yang lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu per satu. Terimakasih atas kontribusinya dengan memberikan bantuan dan kemudahan selama ini. 8. Bapak Yadin, S.Ag, beserta keluarga yang telah memberikan motivasi, serta wejangan-wejangan yang sangat membangun. 9. Keluarga besar Fisika 2006. Terkhusus para sahabat: Adjie, Bahtiar, Kia, Iif, Ize, Cindi, Sani, Karima, Shila, Dewi, Anna, Devi, Rinan, Absory, iv Iwe, dan Dono, terima kasih telah memberi keceriaan dalam kebersamaan selama ini. Semoga ukhuwah kita selalu terjaga hingga akhir waktu. 10. “Baka Family” (Anggy, Imam, Musthafa, dan Sabda), “Rohis 50” (Endah, Mutiara, Kiki), “PAO” (Nurul, Dwi), “SAHID 117” (Salam, Winda, Fauzanah, Fatwa, Fitri). Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah kita. 11. Annisa Rahmadanita yang telah membagi ruang dan waktu di dalam kehidupan ini, dan telah menjadi motivator, dan inspirator bagi penulis. Semoga Allah SWT melindungimu selalu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati terbuka, penulis memohon kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya. Jakarta, 29 Juni 2010, Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK ..................................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................. iii DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ BAB I xii PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 3 1.3. Batasan Masalah .................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 5 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 5 1.6. Sistematika Penulisan ............................................................ 5 vi BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 7 2.1. Teori Lempeng Tektonik ....................................................... 7 2.1.1. Teori Pengapungan Benua ......................................... 7 2.1.2. Struktur Dalam Bumi ................................................. 10 2.1.3. Pergerakan Lempeng Tektonik .................................. 14 2.2. Gempa Bumi .......................................................................... 23 2.2.1. Proses Terjadi Gempa Bumi ...................................... 27 2.2.2. Gelombang Gempa Bumi ........................................... 32 2.2.3. Jenis-Jenis Gempa Bumi ............................................ 37 2.3. Pola Tektonik Daerah Papua ................................................. 43 2.4. Prediksi Gempa Bumi ............................................................ 48 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 51 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 51 3.2. Pengambilan Data Penelitian .................................................. 52 3.3. Pengolahan Data ..................................................................... 53 3.3.1. Menentukan Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder ( ⁄ ) ..... 54 3.3.2. Menentukan Hubungan dan Dengan Menggunakan Diagram Wadati .................................. 57 3.3.3. Menentukan Anomali Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder ( ⁄ ) ..................................... 58 vii 3.4. Penentuan Koefesien Korelasi ............................................... 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 63 4.1. Menentukan Besar Nilai ⁄ ............................................... 63 4.2. Menentukan Besar Anomali Nilai ⁄ ................................ 74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 81 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 81 5.2. Saran ....................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 83 LAMPIRAN .................................................................................................... 85 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Bentuk bumi purba ............................................................... 9 Gambar 2.2. Proses pergerakan lempeng-lempeng benua ........................ 9 Gambar 2.3. Bentuk bumi sekarang .......................................................... 10 Gambar 2.4. Struktur dalam bumi klasik berdasarkan komposisi kimia ... 11 Gambar 2.5. Penjalaran gelombang P dan S dalam struktur bawah bumi 12 Gambar 2.6. Struktur dalam bumi modern berdasarkan sifat fisik ........... 14 Gambar 2.7. Arus konveksi energi panas dalam perut bumi ..................... 15 Gambar 2.8. Lempeng-lempeng tektonik dunia ........................................ 15 Gambar 2.9. Batas lempeng divergen ....................................................... 16 Gambar 2.10. Batas lempeng konvergen ..................................................... 17 Gambar 2.11. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera ........ 19 Gambar 2.12. Struktur tektonik lempeng pada daerah batas lempeng konvergen (benua-samudera) ............................................... 20 Gambar 2.13. Tumbukan lempeng samudera dengan lempeng samudera .. 21 Gambar 2.14. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua .............. 22 Gambar 2.15. Batas lempeng transform ...................................................... 23 Gambar 2.16. Deformasi batuan akibat stress ............................................. 24 Gambar 2.17. Kurva stress dan strain dalam kegempaan ............................ 25 Gambar 2.18. Jalur utama gempa bumi dunia (Ring Of Fire) .................... 26 Gambar 2.19. Penjalaran gelombang P (Preasure Wave) ........................... 32 ix Gambar 2.20. Penjalaran gelombang S (Shear Wave) ................................ 33 Gambar 2.21. Perbandingan gerakan partikel gelombang P, SV, L, dan R. 34 Gambar 2.22. Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas lempeng dan jalur patahan aktif ........................................... 46 Gambar 2.23. Peta historis gempa merusak di Papua ................................. 47 Gambar 3.1. Lokasi penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs) ................................................................................... 51 Gambar 3.2. Bentuk umum gelombang seismik dari gempa bumi ........... 54 Gambar 3.3. Model penjalaran gelombang gempa bumi .......................... 55 Gambar 3.4. Diagram wadati .................................................................... 58 Gambar 3.5. Alur pengolahan data penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs) .................................................................... 62 Gambar 4.1. Diagram wadati gempa bumi 11 September 2008 ............... 65 Gambar 4.2. Diagram wadati Januari 2009 ............................................... 69 Gambar 4.3. Nilai Vp/Vs bulan September 2008 – September 2009 .......... 71 Gambar 4.4. Diagram wadati bulan September 2008 – Januari 2009 ....... 75 Gambar 4.5. Perubahan anomali sebelum gempa besar Januari 2009 ...... 76 Gambar 4.6. Diagram wadati bulan Januari 2009 – Juni 2009 ................. 77 Gambar 4.7. Perubahan anomali sesudah gempa besar Januari 2009 ....... 78 Gambar 4.8. Perubahan anomali sebelum gempa besar Agustus 2009 ..... 79 x DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Laporan gempa bumi 11 September 2008 ............................ Tabel 4.2. Penentuan nilai ts-tp dan tp-OT gempa bumi 11 September 64 2008 ...................................................................................... 64 Tabel 4.3. Pengolahan manual data gempa bumi 11 September 2008 .. 66 Tabel 4.4. Frequensi pencatatan gempa bumi Januari 2009 .................. 70 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Hasil pengolahan data gempa bulan Oktober 2008 – September 2009 .................................................................... 85 Lampiran B. Diagram wadati .................................................................... 92 Lampiran C. Stasiun-stasiun gempa bumi di Indonesia ............................ 97 Lampiran D. Peta seismisitas daerah penelitian ........................................ 102 xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis dan peta identifikasi sebaran lempeng tektonik, negara Indonesia merupakan wilayah yang dilalui oleh tiga lempeng tektonik aktif dunia yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia bertemu di sepanjang barat Sumatra, selatan Jawa, selatan Nusa Tenggara, dan berakhir di Laut Banda; Lempeng Pasifik dan Lempeng Indo-Australia bertemu di sepanjang utara Pulau Papua dan berakhir di Laut Banda; sedangkan Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik bertemu di sepanjang Laut Maluku dan berakhir di Laut Banda. Berdasarkan jalur pertemuan ke tiga lempeng tektonik tersebut, ketiganya bertemu di bagian timur Negara Indonesia tepatnya di Laut Banda. Daerah pertemuan dari tiga lempeng tektonik tersebut biasa disebut dengan three junction zone. Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng kerak bumi. Dimana Lempeng Pasifik yang menyusup di bawah pulau Papua yang berada di Lempeng Indo-Australia memiliki kecepatan pergerakan sekitar 110 mm/tahun. Pergerakan tersebut mengakibatkan terbentuknya pegunungan yang memanjang dari “Kepala Burung” hingga Pegunungan Cycloof di Jayapura dibagian utara. Daerah Papua juga terdapat patahan yang memanjang dari Sorong hingga Yapen dan terus ke Memberamo Hilir hingga di selatan Jayapura. Dibagian tengah terdapat pegunungan tengah dan patahan yang rumit seperti Patahan Weyland, Siriwo, 1 Direwo, Kurima dan lain-lain. Disamping itu ada patahan yang memanjang dari Manokwari ke arah Nabire dan dinamakan Patahan Wandamen atau Patahan Ransiki. Sedangkan Lempeng Indo-Australia yang menyusup dibawah Lempeng Eurasia mengakibatkan terjadinya patahan di dasar laut sebelah selatan Fak-Fak hingga di selatan Kaimana dan sebagian selatan Nabire yang dinamakan Patahan Aiduna. Dampak nyata akibat tumbukan Lempeng Pasifik terhadap Lempeng IndoAustralia adalah terjadi beberapa gempa bumi besar di kota Manokwari, diantaranya gempa bumi tanggal 10 Oktober 2002 pada koordinat epicenter 1.707o LS ; 134.165o BT dengan kekuatan 7,6 SR dan kedalaman 10 Km, gempa bumi Manokwari 7 Januari 2008 pada koordinat epicenter 0.68o LS ; 134.18o BT dengan kekuatan 6,2 SR dan kedalaman 31 Km. Gempa bumi merusak terakhir tercatat terjadi 4 Januari 2009 pada koordinat epicenter 0.54o LS ; 132.89o BT dengan kekuatan 7,9 SR kedalaman 10 Km yang menyebabkan terjadinya retakan tanah, merenggut korban jiwa, banyak bangunan yang rusak bahkan rata dengan tanah di kota Manokwari (ARIEF, DKK, 2009). Berdasarkan uraian diatas Papua memiliki kondisi tektonik yang kompleks dan tingkat resiko kegempaan yang cukup tinggi, maka perlu diadakan studi awal indikasi gempa bumi mengenai perkembangan keadaan tektonik secara berkala. Salah satu metode dalam memprediksi kegempaan ialah metode ⁄ , dengan metode ⁄ yaitu menentukan anomali perubahan kecepatan primer dengan kecepatan sekunder dalam periode waktu tertentu sebagai precursor gempa bumi 2 diharapkan dapat memperkirakan tanda-tanda terjadinya gempa bumi dengan magnitude besar yang akan terjadi dalam periode waktu tertentu. 1.2 Rumusan Masalah Kemajuan teknologi pemantauan gempa bumi tektonik yang didukung rekam jejak yang terintegrasi secara global hingga saat ini, belum dapat memperkirakan terjadinya gempa bumi. Analisis data global dengan berbagai metode prediksi kegempaan masih terbatas. Kendala utama dalam memprediksi waktu terjadinya gempa bumi dengan magnitude besar ialah memperkecil jangkauan waktu dalam memprediksi gempa bumi serta terjadi penyimpangan dalam memperoleh dan mengolah data berbagai parameter kegempaan. Penganalisaan data dilakukan secara berkala karena peningkatan skala kegempaan yang sering terjadi diluar prediksi. Di samping akibat perubahan anomali energi dan adanya transfer energi dari aktifitas lempeng-lempeng serta patahan-patahan dan atau sesar-sesar di sekitar daerah penelitian yang selalu bergerak setiap waktu, juga melemahkan struktur lempeng tektonik tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Bagaimana menentukan parameter gempa bumi yang berperan memprediksi gempa bumi? b) Bagaimana sifat penjalaran gelombang gempa bumi baik gelombang primer maupun gelombang sekunder yang menjalar di lapisan litosfir? 3 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Wilayah penelitian berada di wilayah Papua Barat khususnya daerah Manokwari 0,8333o LS ; 134o BT dengan batasan wilayah 1,6673o LU – 2,8333o LS ; 132o BT – 136o BT. b) Data yang digunakan adalah laporan rekaman seismograph berdasarkan gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Data tersebut diperoleh dari PGN (Pusat Gempa Nasional) BMKG pusat berdasarkan rekaman stasiun gempa bumi disekitar wilayah penelitian dengan menggunakan perangkat lunak MSDP. MSDP ialah program pengolahan data gelombang seismik gempa bumi yang diciptakan oleh Negara China yaitu oleh lembaga China Earthquake Association (CEA) dengan operasi sistem menggunakan Linux GNOME. c) Laporan gempa bumi pada daerah penelitian yang di analisa berdasarkan laporan rekaman seismograph tersebut mulai dari bulan September 2008 – September 2009 dengan periode waktu satu bulan. d) Perhitungan nilai ⁄ ini didasarkan pada diagram Wadati. 4 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, tujuam penelitian ini adalah: a) Menentukan dan menganalisa perubahan nilai ⁄ sebelum gempa besar Manokwari pada tanggal 4 Januari 2009 serta perubahan nilai ⁄ sesudah gempa besar tersebut terjadi. b) Menentukan dan menganalisa anomali perubahan nilai ⁄ sebelum gempa besar pada tanggal 4 Januari 2009 serta anomali perubahan nilai ⁄ sesudah gempa besar tersebut terjadi. 1.5 Manfaat Penelitian Sebagai bahan informasi dini kepada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah setempat dan masyarakat untuk digunakan sebagai studi awal indikasi atau precursor gempa bumi dari perubahan-perubahan kecepatan gelombang primer dan kecepatan gelombang sekunder. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam lagi baik di tempat penelitian ini maupun di tempat-tempat lain yang memiliki aktivitas tektonik tinggi sehingga di masa mendatang penelitian ini dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya gempa bumi. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 5 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari teori lempeng tektonik, gempa bumi, pola tektonik daerah papua, dan prediksi gempa bumi. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari waktu dan tempat penelitian, pengambilan data penelitian, pengolahan data, dan penentuan koefisien korelasi. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini terdiri dari hasil pengolahan data dan pembahasan. BAB V PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Lempeng Tektonik Setiap harinya planet Bumi selalu diguncang dengan gempa, baik yang dapat dirasakan oleh manusia maupun yang hanya tercatat dengan alat seismograph saja. Pada masyarakat tradisional dan awam, gempa bumi disebabkan oleh bermacam-macam hal sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat, sebagian masyarakat Jawa tradisional mempercayai bahwa gempa bumi disebabkan karena suatu mahluk besar yang membebani bumi sedang bergerak, sedangkan masyarakat Jepang kuno mempercayai gempa bumi disebabkan oleh semacam ikan Lele (cat fish) yang sedang bergerak, dan banyak kepercayaan lain yang disebabkan karena hal-hal yang misterius. Hal yang terjadi sebenarnya adalah terjadinya pergerakan lempeng tektonik. 2.1.1 Teori Pengapungan Benua (Continental Drift) Pengamatan mengenai pengapungan benua ini telah dilakukan oleh beberapa pengamat peta bumi diantaranya ialah Sir Francis Bacon (1620). Ia menyatakan adanya suatu kesamaan bentuk garis pantai antara pantai timur benua Amerika Selatan dengan benua Afrika Barat. Selanjutnya Antonio Snider Pellegrini (1855) membenarkan pernyataan Sir Francis Bacon dengan membuat sketsa yang memperlihatkan kedua benua tersebut bersatu. Sketsa tersebut 7 menunjukan bahwa pada awalnya ke dua benua tersebut merupakan suatu satu kesatuan yang kemudian pecah dan terpisah menjadi dua benua. Seorang ahli meteorologi dan fisika Jerman Alfred Wegener (1915) mengungkapkan konsep ”Pengapungan Benua” (Continental Drift). Konsep tersebut berdasarkan “Teori Benua Hanyut” yang menyatakan bahwa benua-benua bergerak melintasi permukaan bumi yang ditandai dengan kesamaan geologi, geografi, serta kesamaan fosil di beberapa belahan bumi yang berbeda benua. Fosil-fosil tumbuhan tropis yang diketemukan pada batubara di Eropa Utara, hal ini membuktikan bahwa Eropa di masa lampau terletak lebih dekat ke daerah khatulistiwa. Demikian juga dengan goresan es pada batuan dekat khatulistiwa, menunjukan bahwa batuan tersebut dulunya berada di daerah kutub. Selain itu Alfred Wegener juga menyatakan bahwa benua-benua pernah bersatu (sekitar 300 juta tahun lalu) membentuk benua raksasa yang disebut Pangea, dan satu lautan besar Pantalasia. Kemudian benua raksasa tersebut terpecah menjadi dua benua yang diberi nama Lauransia dan Gondwana Kedua benua tersebut terpisah oleh Samudera Thetis. Selanjutnya Benua Lauransia terpecah menjadi Eurasia, Greenland, dan Amerika Utara, sedangkan Benua Gondwana terpecah menjadi Amerika Selatan, Afrika, Antartika, India, dan Australia. Bukti dari pemecahan ke dua Benua dapat dibuktikan oleh adanya kesamaan garis pantai, dan juga ditemukannya persamaan fosil serta struktur batuan dibeberapa tempat belahan bumi yang berbeda. 8 Gambar 2.1 Bentuk bumi purba Gambar 2.2 Proses pergerakan lempeng-lempeng benua 9 Gambar 2.3 Bentuk bumi sekarang 2.1.2 Struktur Dalam Bumi A. Struktur Dalam Bumi Klasik Untuk mengetahui struktur dalam bumi, dapat diketahui dengan mempelajari sifat gelombang gempa yang merambat di dalam struktur dalam bumi dengan mempelajari waktu tempuh perambatan gelombang sampai ke permukaan bumi. Dari hasil mempelajari waktu tempuh itu, didapatkan variasi waktu dan tidak sesuai dengan hasil yang diperhitungkan berdasarkan jarak dan waktu tempuh gelombang yang diperlukan. diperlukan. Hal ini menyatakan bahwa gelombang tersebut tidak merambat dalam satu jenis medium (mempunyai satu nilai densitas), namun gelombang tersebut merambat melalui beberapa medium yang mempunyai densitas bervariasi. Dengan kata lain, bumi tidak lah merupakan suatu bulatan yang homogen melainkan terdiri dari beberapa lapisan yang konsentris 10 dengan densitas yang berbeda. Densitas yang besar terakumulasi pada pusat bumi, dan mengecil ketika menjauh dari pusat bumi. Dari hasil tersebut, struktur dalam bumi dibagi dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan komposisi kimia yang menyusunnya yaitu: a) Inti Bumi (Core) Inti bumi terdiri dari besi (Fe) dan nikel (Ni), hal ini didasarkan kesamaan dengan besar densitas dari kedua unsur tersebut yaitu 9,5 – 14,5 gr/cm3. b) Selebung Bumi (Mantle) Mempunyai densitas 3,3 – 5,7 gr/cm3 dengan unsur-unsur yang menyusunnya yaitu magnesium (Mg), besi (Fe), almunium (Al), silikon (Si), dan oksigen (O). c) Kerak Bumi (Earth Crust) Mempunyai densitas rata-rata 2,7 gr/cm3 dan hanya terdiri dari kerak benua dan kerak samudera yang terbentuk dari unsur silikon (Si), almunium (Al), dan magnesium (Mg). Kerak benua terdiri dari silikon dan almunium (sial) dan kerak samudera terdiri dari silikon dan magnesium (sima). Gambar 2.4 Struktur dalam bumi klasik berdasarkan komposisi kimia. 11 B. Struktur Dalam Bumi Modern Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kegempaan yaitu dengan mempelajari sifat perambatan gelombang-gelombang gempa bumi primer (P) dan sekunder (S), ditemukan kembali fakta yang menyatakan bahwa lapisan struktur dalam bumi tidak hanya berdasarkan komposisinya saja, namun juga adanya perubahan sifat fisik (physical property) seperti kuat batuan (rock strengh) dan fasanya baik padat maupun cair. Berikut ini adalah struktur dalam bumi berdasarkan sifat fisiknya (physical property): a) Inti Dalam dan Inti Luar (inner core dan outer core) Dari sifat fisiknya yang tidak dapat merambatkan gelombang S (Gambar 2.5) inti luar bumi diperkirakan berfasa cair, namun gelombang S itu kembali muncul ketika rambatan gelombang tersebut semakin kedalam, dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa inti bumi terdiri dari dua bagian, inti bumi bagian luar berfasa cair dan inti bumi bagian dalam berfasa padat, namun jika dilihat dari segi komposisinya diperkirakan mempunyai kesamaan unsur penyusunnya. Gambar 2.5 Penjalaran gelombang P dan S dalam struktur bawah bumi 12 b) Mesosfir (mesosphere) Kekuatan (strength) material padat sangat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu material padat bila dipanaskan akan berkurang atau hilang kekuatan yang dimilikinya. Dengan adanya perbedaan suhu dan tekanan, selubung dan kerak bumi dibedakan menjadi tiga bagian yang mempunyai kekuatan yang berbeda. Semakin besar suhu dan tekanan yang ada, semakin besar pula kekuatan dari batuan tersebut. Hal ini berarti batuan yang mempunyai kekuatan besar berada dekat dengan inti bumi dan semakin berkurang kekuatannya terhadap batuan yang menjauh dari inti bumi. c) Astenosfir (asthenosphere) Lapisan ini terbentuk akibat terjadinya keseimbangan antara suhu dan tekanan disini sedemikian rupa dan menjadikan materialnya dalam keadaan mendekati titik leburnya. Karena hampir melebur mengakibatkan struktur lapisan ini menjadi lemah dan memungkinkan material tersebut untuk mengalir dan mudah terdeformasi. d) Litosfir (lithosphere) Lapisan ini merupakan lapisan yang batuan, dan mempunyai sifat dingin, kuat, dan kaku (rigid). Litosfir memiliki bentuk yang patah-patah atau pecah-pecah dan menjadi lempeng-lempeng yang besar. Lempenglempeng tersebut selalu bergerak seolah-olah terapung diatas astenosfir dan lebih dikenal sebagai lempeng tektonik. 13 Gambar 2.6 Struktur dalam bumi modern berdasarkan sifat fisik. 2.1.3 Pergerakan Lempeng Tektonik Lempeng tektonik ialah lapisan litosfir bumi yang memiliki sifat kaku, tegar, dan elastis serta memiliki bentuk yang terpecah-pecah akibat dari sifat kekakuannya dan ketegarannya sehingga tidak dapat mempertahankan diri dari usikan atau getaran bumi yang berlangsung secara terus-menerus. Faktor penyebab terjadinya pergerakan yang dialami oleh lempeng-lempeng tektonik adalah adanya arus konveksi panas di dalam selubung atau mantel bumi (Gambar 2.7). 14 Gambar 2.7 Arus konveksi energi panas dalam perut bumi Berdasarkan kaidah kedua thermodinamika, energi panas bumi tidak tetap tersimpan di pusat bumi melainkan dapat mendesak keluar sepanjang waktu. Energi panas bumi tersebut terus bergerak di dalam mantel bumi, dan ketika tekanan yang dimilikinya sudah tinggi, energi tersebut berusaha untuk segera keluar dari mantel bumi menuju astenosfir dan terus bergerak sehingga menggerakan lapisan litosfir yang terapung di atas astenosfir. Gambar 2.8 Lempeng-lempeng tektonik dunia 15 Berdasarkan tipe pergerakan lempeng tektonik di perbatasan antara lempeng, lempeng tektonik dibagi menjadi tiga yaitu batas lempeng divergen (divergent plate boundary), batas lempeng konvergen (convergent plate boundary), dan batas lempeng transform (transform plate boundary). A. Batas Lempeng Divergen (Divergent Plate Boundary) Pada tipe divergen ini, lempeng-lempeng tektonik yang bertemu, bergerak saling terpisah atau menjauh satu sama lain. Akibat pola pergerakannya yang saling menjauh itu maka akan terbentuk ruang antar lempeng di perbatasan lempeng-lempeng tersebut, namun ruang antar lempeng tersebut akan segera terisi olah bahan batuan cair baru yang terinjeksi dari astenosfir yang berada dibawahnya dan akan mendingin membentuk batuan padat yang baru di tepian lempeng lalu mendorong lantai samudera yang sudah terbentuk sebelumnya menjauhi pusat pemekaran. Proses ini dikenal sebagai pemekaran lantai samudera (sea floor spreading). Gambar 2.9 Batas lempeng divergen 16 Proses pemekaran lantai samudera ini terjadi di punggungan samudera di Atlantik. Umur kerak samudera disana relatif muda, karena mekanisme ini berlangsung secara terus-menerus sejak 165 juta tahun yang lalu dengan kecepatan pemekaran antara 2 cm/tahun sampai 10 cm/tahun. Tidak semua pusat pemekaran terjadi di samudera seperti di tengah Atlantik ini. Pada benua pemekaran mengkin saja terjadi, namun hal tersebut sangat langka, kelangkaan itu diindikasikan karena kerak benua jauh lebih tebal dibandingkan dengan kerak samudera. Pemekaran benua dapat berhenti setiap saat, tidak seperti pemekaran samudera yang selalu terjadi hingga sekarang ini. B. Batas Lempeng Konvergen (Convergent Plate Boundary) Pada tipe konvergen ini, dua lempeng bertumbukan maka salah satu ujung dari salah satu lempeng melengkung ke bawah lempeng yang lainnya dan terus masuk sampai ke lapisan astenosfir. Lapisan litosfir yang telah sampai di lapisan astenosfir akan kehilangan kekakuannya dan akan melebur, karena lapisan astenosfir memiliki suhu tinggi yang sanggup meleburkan lapisan litosfir yang masuk didalamnya. Gambar 2.10 Batas lempeng konvergen 17 Dalam batas lempeng konvergen terdapat tiga macam kemungkinan yang terjadi di tempat pertemuan antara lempeng berdasarkan jenis lempeng yang bertemu atau bertumbukan. Batas lempeng konvergen ini dapat terjadi antara lempeng samudera dengan lempeng samudera, lempeng benua dengan lempeng benua, serta lempeng benua dengan lempeng samudera. Pada umumnya jika pertemuan lempeng terjadi antara dua lempeng yang sejenis, maka tidak akan mengakibatkan terjadinya peristiwa subduksi karena ke dua lempeng tersebut mempunyai densitas atau rapat massa yang sama. Dengan kata lain peristiwa subduksi umumnya terjadi pada tumbukan antara lempeng benua dengan lempeng samudera. Tumbukan Lempeng Benua Dengan Lempeng Samudera Pada tipe tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera ini umumnya terjadi peristiwa subduksi. Peristiwa subduksi ialah melengkungnya lempeng samudera ke bawah lempeng benua dengan sudut lebih dari 45o menuju lapisan astenosfir yang berada dibawahnya. Zona ini dinamakan zona subduksi. Pada zona subduksi terdapat karakteristik khas, zona ini ialah sebagai tempat terjadinya atau tebentuknya busur magmatik (magmatic arc), bancuh (melenge), punggungan dan cekungan busur depan (fore arc ridge and fore arc basin), dan busur cekungan belakang (back arc basin). 18 Gambar 2.11 Tumbukan lempeng benua dengan lempeng samudera Busur magmatik (magmatic arc) Busur magmatik ialah wilayah aktifitas magma yang berkaitan dengan penujaman lempeng dan berbentuk busur. Terbentuk akibat menaiknya hasil leburan lapisan litosfir dari tumbukan yang terjadi dan bermigrasi ke permukaan melalui rekahan-rekahan sebagai jalur gunung api strato. Jika rangkaian aktifitas gunung strato terbentuk pada lempeng samudera, busur magmatik ini disebut busur (island arc) dan bila aktifitas gunung strato terbentuk pada lempeng benua, busur busur magmetik ini disebut busur vulkanik kontinental (continental volcanic arc). Bancuh (melange) Bancuh (yang berarti campuran) ialah jalur yang terdiri dari batuan yang merupakan campuran acak-acakan atau kacau (chaotic) pecahan berbagai batuan dan teranjakan (thrusted). 19 Punggungan Busur Depan (fore arc ridge) dan Cekungan Busur Depan (fore arc basin) Bentuk topografi utama dalam zona konvergen ialah palung (trench) dan busur magmatik. Pada umumnya diantara palung dan busur magmatik dapat kita jumpai punggungan busur depan dan cekungan busur depan. Punggungan busur depan terbentuk oleh penebalan kerak akibat sesar tanjakan pada ujung lempeng yang ditabrak. Contoh dari punggungan busur depan dan cekungan busur depan ialah Pulau Sumatera. Busur Cekungan Belakang (back arc basin) Busur cekungan belakang berada di belakang sejajar dengan busur magmatik. Gejala ini diperlihatkan oleh menipisnya kerak dan suatu bukaan berupa cekungan berbentuk busur. Gambar 2.12 Struktur tektonik lempeng pada daerah batas lempeng kovergen (benua-samudera) 20 Tumbukan Lempeng Samudera Dengan Lempeng Samudera Bila ke dua lempeng samudera bertumbukan maka salah satu ujung lempeng akan melengkung masuk di bawah lempeng yang lain dan akan menghasilkan gunung api. Gunung api yang terbentuk dari tumbukan ini cenderung berada di lantai samudera, jika gunung api itu terus tumbuh hingga ke permukaan permukaan laut maka akan terbentuk busur gunung api (volcanic-arc) yang terletak jauh dari palung laut sebagai tempat bertumbuknya ke dua lempeng tersebut seperti kepulauan Aleutian, Mariana dan Tonga. Jika aktifitas itu berlangsung terus menerus, maka akan membentuk busur kepulauan seperti kepulauan Filiphina dan Jepang. Gambar 2.13 Tumbukan lempeng samudera dengan lempeng samudera Tumbukan Lempeng Benua Dengan Lempeng Benua Contoh dari peristiwa ini adalah bersatunya India dengan benua Asia yang sebelumnya terpisahkan oleh lempeng samudera. Pergerakan India yang terus mendekati benua Asia mengakibatkan lempeng samudera di antaranya tertekan, terlipat, dan terdeformasi, lalu ia menyusup ke bawah benua dan membentuk busur kepulauan. Dengan bersatunya India 21 dengan benua Asia mengakibatkan terbentuknya formasi pegunungan Himalaya dan daerah merekatnya India dengan benua Asia dinamakan zona suture (suture zone) yang dikenal dengan nama ophiolites (SAPIE, BENYAMIN, DKK, 2006). Gambar 2.14 Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua C. Batas Lempeng Transform (Transform Plate Boundary) Pada tipe transform ini, lempeng-lempeng yang bertemu saling bergesekan dengan arah yang berlawanan, tanpa disertai pembentukan atau penghancuran kerak baru seperti halnya tipe divergen dan konvergen. Sesar transform memiliki ciri utama yaitu menghubungkan segmen-segmen sistem punggungan samudera. Hal ini berarti bahwa sesar ini menghubungkan batas konvergen dan divergen dalam kombinsi yang bervariasi sesuai dengan pergerakan relatif lempeng tersebut. Wilayah patahan San Andreas di Califonia Utara adalah contoh pergerakan sesar transform di benua, karena sesar transform pada umumnya lebih banyak terjadi di samudera. 22 Gambar 2.15 Batas lempeng transform 2.2 Gempa Bumi Gempa bumi merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh pelepasan energi regangan elastis batuan pada setiap pergerakan lempeng tektonik atau akibat adanya deformasi batuan yang terjadi pada lapisan litosfir. Menurut “Elastic Rebound Theory” menyatakan bahwa gempa bumi merupakan gejala alam yang disebabkan oleh pelepasan energi renggangan elastis batuan yang disebabkan oleh adanga deformasi batuan (GUTTENBERG, B,. RICHTER, C,. F, 1944). Deformasi batuan terjadi pada lapisan litosfir yang disebabkan oleh adanya stress (tekanan) dan strain (tarikan) pada lapisan bumi. Stress dan strain secara kontinyu menarik, membengkokkan dan mematahkan batuan pada lapisan litosfir. Akibat yang disebabkan stress pada batuan tergantung pada cara kerja dan sifatnya, yaitu: 1. stress uniform menekan dengan besar yang sama dari segala arah. 2. differensial stress menekan tidak dari semua arah yang disebabkan oleh gaya-gaya tektonik. 23 3. differensial stress terdiri dari tensional stress yang menarik batuan, compressional stress yang menekan batuan, dan shear stress yang menyebabkan pergeseran dan translasi pada batuan. Gambar 2.16 Deformasi batuan akibat stress Apabila batuan mengalami stress, batuan akan terdeformasi melalui tahapan sebagai berikut : 1. elastic deformation, yaitu deformasi sementara atau tidak permanent. Dimana batuan yang terkena stress dan kemudian stressnya hilang akan kembali dan pada bentuk dan volumenya semula. Peristiwa ini disebut sebagai elastisitas batuan yang disebut elastic limit yang apabila dilampui, batuan tidak akan kembali pada kondisi awal. 2. duclite deformation, yaitu deformasi dimana batas deformasi batuan terlewati dan mengalami perubahan bentuk dan volume batuan. 3. fracture, yaitu deformasi dimana batasan elastis ductile deformation terlewati dan batuan tidak kembali ke bentuk semula. 24 Gambar 2.17 Kurva stress dan strain dalam kegempaan Gempa bumi yang terjadi akibat adanya pergerakan lempeng-lempeng yang saling bertumbukan dan juga akibat aktifitas gunung berapi, pada umumnya terjadi di jalur utama gempa bumi yang dikenal dengan ”Ring Of Fire”. Jalur ini juga merupakan zona subduksi, karena pertemuan lempeng-lempeng tektonik di jalur ini berbentuk konvergen serta lempeng-lempeng tektonik yang bertemu mempunyai densitas yang berbeda yaitu lempeng samudera bertumbukan dengan lempeng benua. Terdapat tiga jalur utama gempa bumi yang merupakan batas pertemuan dari beberapa lempeng-lempeng tektonik aktif serta tempat gunung api aktif berada, yaitu: 1. Jalur gempa bumi Sirkum Pasifik mulai dari Cardilles de los Andes (Chili, Equator, dan Karibia) Amerika Tengah, California British Columbia, Alautian Island, Kachatka, Jepang, Taiwan, Filiphina, Indonesia, Polynesia, dan berakhir di New Zealand. 25 2. Jalur gempa bumi Mediteran atau Trans Asiatic mulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan, Rumania), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Burma, Indonesia (Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut Banda), dan akhirnya bertemu dengan jalur Sirkum Pasifik di daerah Maluku. 3. Jalur gempa bumi Mir-Atlantik mengikuti Mid-Atlantik Rodge yaitu Spitsbergen, Iceland, dan Atlantik Selatan. Berdasarkan analisa dari data gempa yang pernah terjadi di dunia, sebanyak 80% dari gempa di dunia terjadi di jalur gempa bumi Sirkum Pasifik yang juga merupakan jalur vulkanik, lalu 15% terjadi di jalur gempa bumi Mediteran dan sisanya sebesar 5% tersebar di Mid-Atlantik dan tempat-tempat lainnya (SALEH, MUHAMMAD, DKK, 2003). Gambar 2.18 Jalur utama gempa bumi dunia (Ring Of Fire). 26 2.2.1 Proses Terjadi Gempa Bumi Menurut (GRAY, CHRIS, 20010), terjadinya gempa bumi dibagi kedalam lima tahapan, dan dalam setiap tahapannya terjadi perubahan fisis di dalam perut bumi. Perubahan ini merupakan precursor geofisika, dan hal ini dapat membantu para ilmuwan memprediksi gempa bumi. Untuk memahami bagaimana precursor dapat timbul dan manfaatnya dalam studi prediksi gempa bumi, kelima tahapan gempa bumi ini harus dipahami. Berikut ini akan dijelaskan secara terperinci kelima tahapan tersebut: Tahap I, gempa bumi diawali dengan adanya penumpukan regangan elastis. Regangan elastis perlahan-lahan terbentuk di dalam batuan, dan batuan tersebut menjadi partikel yang dikompresi secara bersama. Tahap II, batuan tersebut sekarang dikemas seketat mungkin, dan satusatunya cara batuan dapat berubah bentuk adalah untuk memperluas dan menempati volume yang lebih besar. Peningkatan volume ini disebut dilatancy. Kenaikan volume ini disebabkan oleh pembentukan microcracks. Dalam bentuk microcracks, air yang biasanya mengisi poripori dan retakan pada batuan terpaksa keluar bersama material-material yang berada di dalam microcracks tersebut, sama seperti ketika Anda menginjak pasir pantai basah. Udara sekarang mengisi pori-pori dan retakan pada batuan. Selama proses ini, batuan menjadi lebih kuat dan dapat menyimpan strain lebih besar lagi dan menyebabkan batuan semakin elastis. Proses ini dapat dideteksi di permukaan dengan mengangkat dan memiringkan tanah. 27 Tahap III, masuknya air dan deformasi tidak stabil di zona sesar. Selama tahap ini, air terpaksa kembali ke pori-pori retakan pada batuan yang disebabkan oleh tekanan air disekitarnya, seperti ketika air mengisi jejak di pasir. Batuan tersebut telah disaring di luar kapasitas normalnya. Fase ini merupakan fase dimana batuan tersebut menentukan sendiri batas kekuatannya untuk menerima strain dan stress dari luar, dan masuknya air juga mencegah terhjadinya generasi selanjutnya dari microcracks, sehingga batuan tersebut berhenti berkembang. Selain itu, air di batuan berfungsi sebagai pelumas untuk rilis, dan pada akhirnya ketegangan meningkat. Tahap IV, patahnya sesar atau terjadinya gempa bumi. Akhirnya, batuan tidak dapat lagi menahan tekanan. Sesar tiba-tiba patah, menghasilkan gempa bumi. Ketika sesar patah, energi elastis yang tersimpan dalam batuan dilepaskan dalam bentuk energi panas dan gelombang seismik. Gelombang seismik ini lah yang merupakan gelombang gempa bumi. Tahap V, tegangan drop tiba-tiba diikuti oleh gempa susulan. Sebagian besar energi regangan elastis dilepaskan oleh gempa utama, namun pecah dan mengakibatkan terjadi gempa susulan lebih kecil. Gempa susulan melepaskan energi regangan sisa, dan akhirnya ketegangan di daerah berkurang dan kondisi kembali stabil. Teori yang menjelaskan secara umum terjadinya gempa bumi adalah “Elastic Rebound Theory”. Teori ini menjelaskan bahwa gempa bumi terjadi pada 28 daerah atau area yang mengalami deformasi batuan. Energi yang tersimpan dalam deformasi ini berbentuk elastis strain dan akan terakumulasi sampai daya dukung batuan mencapai batas maksimum. Ketika batuan tersebut telah mencapai batas kemampuan maksimumnya dalam mengakumulasikan energi, batuan tersebut akan pecah dan akan menimbulkan rekahan atau patahan serta getaran pada bumi. Mekanisme dari “Elastic Rebound Theory” adalah jika terdapat dua buah gaya yang bekerja pada lapisan litosfir dengan arah yang berlawanan, batuan pada lapisan tersebut akan mengalami deformasi, karena batuan mempunyai sifat elastisitas. Bila gaya yang bekerja pada batuan terjadi dalam waktu yang lama dan terus menerus, dengan demikian energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut semakin besar, maka lama kelamaan sifat elastisitas batuan akan mencapai batas maksimum akibat terlalu besar energi yang terakumulasi oleh batuan tersebut sehingga akan mulai terjadi pergeseran pada daerah tersebut. Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang bidang fault (Gambar 2.16). Setelah itu batuan akan kembali stabil, namun sudah mengalami perubahan bentuk maupun posisi. Pada saat batuan mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang dikenal sebagai gempa bumi. Tegangan atau stress (σ) terjadi karena adanya gaya tekan (F) yang mengenai suatu luas permukaan (A) yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.1) 29 = ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (2.2) dimana: σ = tegangan/stress F = gaya () A = luas penampang ( ) ε = renggangan/strain ∆l = perubahan panjang benda () lo = panjang mula-mula () Menurut Hukum Hooke, bahwa stress berbanding lurus dengan strain. Perbandingan strees dan strain disebut dengan Modulus. Ada tiga macam modulus, yaitu: a) Modulus Young, melukiskan pertambahan panjang suatu benda (∆l) = . . ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.3) Dimana: E = modulus Young b) Modulus Bulk (k), melukiskan pertambahan volume suatu benda = . . ∆ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.4) Dimana: k = modulus bulk 30 c) Modulus Rigiditas atau Shear (µ), melukiskan perubahan bentuk benda akibat kekenyalannya. Teori elastisitas kecepatan rambat gelombang P adalah: 4 + 3$ = " % ' & … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.5) sedangkan kecepatan gelombang S: $ = ) * % ' … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6) dengan = $= 3( − 2-) = = 2( + -) 2∆( + -) 2( + -) dimana: = kecepatan gelombang P (⁄.) = kecepatan gelombang S (⁄.) ρ = rapat jenis bahan/densitas / k 01 2 3 = modulus Bulk µ = modulus Rigiditas τ = perbandingan (ratio) poison 31 E = modulud Young ε = regangan 4∆ 5 2.2.2 (SUBARJO, 2003) Gelombang Gempa Bumi Gelombang gempa bumi (gelombang seismik) adalah gelombang elastis yang disebabkan karena adanya gerakan tanah yang tiba-tiba atau adanya suatu letusan baik di dalam atau di permukaan bumi. Gelombang ini akan menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan juga melalui permukaan bumi (ISMAIL, S, 1989). Ada dua tipe utama gelombang seismik, yaitu: 1. Gelombang Badan (Body Waves) yaitu gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi, yang terdiri dari: a. Gelombang Primer (Preasure Wave) (P) atau gelombang longitudinal atau gelombang kompresi adalah gelombang yang gerakan pertikelnya searah dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang ini datang paling awal serta dapat menjalar pada semua fasa medium (padat, cair dan gas). Gambar 2.19 Penjalaran gelombang P (Preasure Wave) 32 b. Gelombang Sekunder (Shear Wave) (S) atau gelombang transversal adalah gelombang yang gerakan pertikelnya tegak lurus dengan arah penjalaran gelombangnya. Gelombang sekunder dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Gelombang SV (shear vertical) adalah gelombang sekunder yang gerakan partikelnya terpolarisasi pada bidang vertikal. b. Gelombang SH (shear horizontal) adalah gelombang sekunder yang gerakan partikelnya horizontal. Gambar 2.20 Penjalaran gelombang S (Shear Wave) Gelombang primer merupakan yang diteruskan lewat gelombang melalui bumi oleh gerakan mendorong dan menarik, sedangkan gelombang sekunder melaju lewat gelombang melalui bumi oleh gerakan menjepit dan memutar. Gerakan dorong-tarik memungkinkan gelombanggelombang melaju melalui massa batuan yang lebih cepat dari gerakan memutar, sebab putaran itu adalah gerakan yang lebih rumit dan memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Pada sebagian 33 besar batuan, gelombang yang memiliki gerakan dorong-tarik melaju 1,7 kali lebih cepat daripada gerakan memutar. Hal inilah yang menyebabkan gelombang primer lebih cepat perambatannya dibandingkan gelombang sekunder (L, DON,. FLORENCE,. FEET, 2006). 2. Gelombang Permukaan (Surface Waves) yaitu gelombang yang menjalar sepanjang permukaan bumi, yang terdiri dari: a. Gelombang Rayleigh (R) yaitu gelombang yang arah gerakan partikelnya adalah eliptic retrograd. b. Gelombang Love (L) yaitu gelombang yang terpadu pada permukaan bebas medium berlapis. Gerakan pertikelnya seperti gerakan gelombang SH. c. Gelombang Stonley yaitu gelombang yang terpadu pada bidang batas antara 2 medium. Gerakan partikelnya serupa dengan gelombang SV. a) Gambar tampak samping P SV L R b) Gambar tampak atas P SV L R Gambar 2.21 Perbandingan gerakan partikel gelombang P, SV, L, dan R. 34 Menurut (SUBARJO, 2003), dasar teori yang digunakan dalam pengamatan gempa bumi adalah persamaan gelombang elastic untuk media yang homogeny isotropic yang dapat ditulis: 6 78 6: % = (9 + $) + $∇ 78 6;8 6 … … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.7) Dimana: i = 1, 2, 3 :=> 6?@ 67 6B 6 = + + 6A@ 6; 6C 6D … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.8) dimana: θ = perubahan volume atau dilatasi ρ = rapat jenis bahan/densitas / 01 23 Uj = vektor tegangan komponen ke i Xj = komponen sumbu koordinat ke i = waktu (FG ) t λ = kontanta Lame µ = modulus Rigiditas 6 6 6 ∇ = HIHJGH = + + 6; 6C 6D Untuk bengun tiga dimensi, secara lengkap persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai berikut: 35 % % 6 78 6: = (9 + $) + $∇ 78 6;8 6 6 B8 6: = (9 + $) + $∇ B8 6 6C8 6: 6 8 + $∇ 8 % = (9 + $) 6D8 6 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.9H) … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.9L) … … … … … . . … … … … … … … … … … … . (2.9J) Jika persamaan diatass dideferesialkan terhadap x, y, dan z dan kemudian hasilnya di jumlahkan, diperoleh persamaan: 6 : (9 + 2$) = ∇ : 6 % … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.10) Persamaan (2.10) merupakan gerak gelombang yang merambat dengan kecepatan: B = N (9 + 2$) % … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.11) Gelombang tersebut dalam Seismologi dikenal sebagai gelombang primer (P). Jika persamaan (2.9b) dan (2.9c) masing-masing dideferensiasikan terhadap y dan z kemudian hasilnya dikurangkan, diperoleh persamaan: 6 6 6B 6 6B % O − P = $∇ O − P 6 6C 6D 6C 6D … … … … … … … … … … … … … … … (2.12) Dengan: = 6 6B − 6C 6D … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … (2.13) Subtitusikan persamaan (2.13) ke (2.12), maka diperoleh: 6 $ = ∇ 6 % … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.14) 36 Persamaan (2.14) menyatakan persamaan gerak gelombang sekunder (S) yang merambat dengan kecepatan: $ B = N % B = N … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.15) (9 + 2$) % B 9 =N +2 $ B B = √3 B FH $ B = N % G H 9 = $ (SUBARJO, 2003) 2.2.3 Jenis-Jenis Gempa Bumi A. Gempa Bumi Berdasarkan Sumber Gempa Ditinjau dari penyebabnya, penyebab terjadinya gempa bumi dapat dibagi empat penyebab utama yaitu: 1. Gempa tektonik adalah gempa bumi yang berasal dari pergeseran lapisanlapisan batuan sepanjang bidang sesar di dalam bumi. 2. Gempa vulkanik adalah gempa bumi yang berasal dari aktifitas atau letusan gunung berapi, aktifitas tersebut berasal dari pergerakan magma yang berada di dalam gunung berapi. 3. Gempa runtuhan atau gempa longsoran adalah gempa bumi yang berasal dari berasal dari runtuhnya gua kapur atau daerah pertambangan atau daerah tanah longsor. 37 4. Gempa buatan adalah gempa bumi yang berasal dari adanya aktivitas manusia di kulit bumi atau permukaan bumi yang menyebabkan getaran yang cukup kuat. B. Gempa Bumi Berdasarkan Kedalaman Gempa Menurut (SUBARJO, 2003), kedalaman sumber gempa bumi adalah jarak dari titik fokus gempa bumi (hipocenter) dengan permukaan di atas fokus (epicenter). Berdasarkan kedalaman sumber gempa, gempa dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1. Gempa bumi dangkal, dimana kedalaman hipocenternya kurang dari 66 Km di bawah permukaan bumi. 2. Gempa bumi menengah, dimana kedalaman hipocenternya antara 66 Km – 450 Km di bawah permukaan bumi. 3. Gempa bumi dalam, dimana kedalaman hipocenternya lebih dari 450 Km di bawah permukaan bumi. C. Gempa Bumi Berdasarkan Kekuatan Gempa a) Magnitude (Skala Richter) Perhitungan besar gempa bumi dengan skala Richter diukur berdasarkan perhitungan logaritma (basis 10) terhadap nilai amplitude maksimum dari rekaman fase gelombang gempa bumi yang di rekam oleh seismometer Wood-Anderson, pada jarak 100 Km dari pusat gempa. Skala Richter pertama kali digunakan untuk mengukur gempa-gempa yang terjadi di 38 daerah California Selatan, namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya bahkan hingga di seluruh dunia. Ada beberapa metode yang biasa dipakai dalam menentukan enegi gempa bumi, yaitu meneliti besaran simpangan gelombang dengan menggunakan gelombang badan (body wave) yang merambat di bumi, dikenal dengan nama Magnitude Body (Mb), metode lainnya menggunakan gelombang permukaan (surface magnitude) yang disebut Magnitude Surface (Ms), dan Magnitude Durasi (Md) yaitu metode yang bedasarkan rentang waktu gempa bumi. Ketiga metode ini mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya sehingga bisa menjadi penentuan magnitude suatu gempa bumi (SALEH, MUHAMMAD,. DKK, 2003). Berdasarkan kekuatan sumber gempa, gempa dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1. Gempa sangat besar, M > 8,0 2. Gempa besar, 7,0 < M < 8,0 3. Gempa sedang, 4,5 < M < 7,0 4. Gempa mikro, 1,0 < M < 4,5 dimana M adalah Magnitude (SUBARJO, 20003). b) Intensitas (Skala Mercalli) Menurut (SALEH, MUHAMMAD,. DKK, 2003), intensitas adalah ukuran kerusakan akibat gempa bumi yang berdasarkan hasil pengamatan dampak yang ditimbulkan gempa bumi terhadap manusia, struktur bangunan, 39 dan lingkungan pada tempat tertentu. Besar intensitas bervariasi, selain bergantung dari besar kekuatan gempa bumi pada sumber gempa, tetapi juga tergantung pada jarak tempat atau wilayah tertentu ke sumber gempa bumi, serta kondisi geologisnya. Skala Mercalli ditemukan oleh seorang ahli gunung berapi berbangsa Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala Mercalli ini didasarkan pada informasi dari orang-orang yang selamat dari gempa bumi. Bedasarkan hal tersebut, Mercalli menemukan 12 ukuran besarnya gempa bumi, yaitu: 1. Tidak terasa. 2. Terasa oleh orang yang berada di bangunan tinggi. 3. Getaran dirasakan seperti ada kereta yang berat melintas 4. Getaran dirasakan seperti ada benda berat yang menabrak dinding rumah, benda yang tergantung bergoyang-goyang. 5. Dapat dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil di atas rak mampu jatuh. 6. Terasa oleh hampir semua orang, dinding rumah rusak. 7. Dinding pagar yang tidak kuat pecah, orang tidak dapat berjalan atau berdiri. 8. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan. 9. Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerusakan tekuk. 10. Jembatan dan tangga rusak, terjadi tanah longsor. 11. Rel kereta api rusak. 40 12. Seluruh bangunan hancur lebur. Skala Mercalli tersebut di modifikasi kembali oleh ahli seismologi yang bernama Harry Wood dan Frank Neumann dan digunakan untuk tempat-tempat yang tidak terdapat peralatan seismometer. Skala Modifikasi Intensitas Mercalli (MMI) mengukur kekuatan gempa bumi sebagai berikut: Skala I MMI: Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang (biasanya pada orang yang berada di gedung bertingkat). Skala II MMI: Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang. Skala III MMI: Getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran seakan-akan ada truk lewat. Skala IV MMI: Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar beberapa orang terbangun, gerabah pecah, jendela pecah, pintu bergemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah . Skala V MMI: Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dan sebagainya pecah, barang-barang terpelanting, pohon–pohon, tiang–tiang, dan lain-lain tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Skala VI MMI: Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak. Kerusakan ringan. Skala VII MMI: Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan 41 pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan tidak baik, cerobong asap pecah atau retak-retak, terasa oleh orangorang yang naik kendaraan. Skala VIII MMI: Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monument roboh, air menjadi keruh. Skala IX MMI: Kerusakan pada bangunan-bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada bangunan yang kuat, rumah tampak agak pindah dari pondamennya, pipa-pipa dalam tanah putus. Skala X MMI: Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari pondamennya, tanah terbelah, rel kereta api melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah curam, air bah. Skala XI MMI: Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta melengkung sekali. Skala XII MMI: Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara. 42 D. Gempa Bumi Berdasarkan Tipe Gempa Berdasarkan tipenya, gempa dikelompokan menjadi tiga tipe, yaitu: a) Tipe I : ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock). b) Tipe II : Sebelum terjadi gempa bumi utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak. c) Tipe III : Tidak terdapat gempa bumi utama. Magnitude dan jumlah gempa bumi yang terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa Gunung Lawu pada tahun 1979. 2.3 Pola Tektonik Daerah Papua Kepulauan Indonesia merupakan suatu daerah dengan struktur yang kompleks. Wilayah ini terletak pada zona interaksi antar tiga lempeng utama dunia, Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat, dan Lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke arah Utara. Sejumlah lempeng-lempeng kecil lainnya yang selalu bergerak berada di antara zona interaksi lempeng-lempeng besar dan menghasilkan zona-zona konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Gerak-gerak lempeng yang rumit itu kemudian 43 dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk deformasi seperti gempa bumi, gunung api ataupun gerak - gerak vertikal. Pusat-pusat gempa bumi terdapat di sepanjang jalur subduksi, yaitu di sebelah barat Sumatera, di selatan Jawa sampai Nusa Tenggara serta di daerah sekitar sesar mendatar seperti Sesar Semangko di Sumatera, Sesar Palu di Sulawesi dan Sesar Sorong di Irian Jaya. Pulau Papua terletak di ujung pertemuan lempeng samudera yaitu Lempeng Pasifik yang menyusup di bawah Papua bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan Lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah Lempeng Eurasia bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun. Dua gaya akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Pasifik di bagian utara Papua terdapat pegunungan yang memanjang dari “Kepala Burung” hingga Pegunungan Cycloof di Jayapura, di daerah tersebut terdapat patahan yang memanjang dari Sorong hingga Yapen dan terus ke Memberamo Hilir hingga di selatan Jayapura. Di bagian tengah terdapat pegunungan tengah dan patahan yang rumit seperti Patahan Weyland, Siriwo, Direwo, Kurima dan lain-lain. Disamping itu ada patahan yang memanjang dari Manokwari ke arah Nabire dan dinamakan Patahan Wandamen atau Patahan Ransiki. Akibat penyusupan Lempeng IndoAustralia dibawah Lempeng Eurasia menyebabkan terjadi patahan di dasar laut sebelah selatan Fak-Fak hingga di selatan Kaimana dan sebagian selatan Nabire yang dinamakan Patahan Aiduna (Gambar 2.21). Wilayah Papua yang dihimpit oleh pergerakan dua lempeng besar, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun 44 dan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara sekitar 7 cm/tahun. Dua gaya tektonik aktif inilah yang menyebabkan terbentuknya puncak Jayawijaya, pegunungan tertinggi di Indonesia yang sekarang masih terus membumbung naik beberapa millimeter per tahun. Akibat dihimpit oleh dua lempeng besar ini, di wilayah Papua terbentuk dua zona besar patahan aktif yakni zona kompresi dari tabrakan Lempeng Pasifik dan Pulau Papua yang kompleks yaitu, jalur Patahan Besar Sorong, dan jalur Patahan Besar Aiduna-Tarairua. Dengan kecepatan gerak relatif Lempeng Pasifik yang sangat cepat ini, maka bisa dipastikan bahwa wilayah ini mempunyai potensi bencana gempa lebih dua-kali lipat lebih besar dibandingkan wilayah SumatraJawa yang pergerakan lempengnya hanya 5 cm/tahun - 7 cm/tahun. Patahan geser Sorong menurut pengukuran survey GPS mempunyai laju pergerakan sampai 10 cm/tahun. Jadi Patahan Sorong merupakan Patahan mendatar dengan laju pergerakan paling cepat di dunia. Patahan San Andreas di California Selatan yang sangat terkenal di dunia saja hanya mempunyai laju percepatan 3 cm/tahun, sama dengan laju pergerakan maksimum di Patahan Sumatra. Potensi gempa yang sangat tinggi ini didukung fakta sudah sangat seringnya gempa-gempa besar merusak terjadi di masa lalu dengan kekuatan lebih besar dari skala magnitude 7 SR, bahkan sebagian lebih besar dari 8 SR, misalnya gempa-tsunami di Biak tahun 1996 8,2 SR yang memakan korban ribuan jiwa. Terakhir gempa besar terjadi tahun 2004 dengan kekuatan 7,1 SR – 7,6 SR, hanya beberapa bulan sebelum gempa-tsunami Aceh. Sebagian dari sumber-sumber patahan gempa tersebut ada di bawah laut, sehingga berpotensi tsunami. Pada tahun 1864 di timur 45 Manokwari pernah terjadi gempa yang membangkitkan tsunami setinggi 12 meter. Pada waktu itu korbannya mencapai 250 orang padahal populasi manusia di pantai tentu masih sangat sedikit. Gambar 2.22 Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas lempeng dan jalur patahan aktif. Daerah Manokwari berada pada sistem Sesar Sorong-Yapen di sebelah selatan dan Palung Papua di sebelah Utara, sehingga Manokwari merupakan daerah seismik aktif yang sering terjadi gempa. Palung Papua dan Pegunungan Medial menggambarkan gerak sesar mendatar dan sesar naik. Berdasarkan gempa di Pulau Yapen pada tahun 1979 dengan kekuatan 7,6 SR di sepanjang barat daya pantai Papua menunjukan bahwa telah terjadi pergerakan sesar mendatar aktif di daerah sistem Sesar Sorong. Pada gempa tahun 1971 dengan kekuatan 8,0 SR 46 menunjukkan adanya pergerakan sesar naik dan sesar turun di daerah lempeng Wandamen di bagian “Leher Burung” dan sebelah selatan zona saturasi Pegunungan Medial. Gambar 2.23 Peta historis gempa merusak di Papua Lempeng Carolina merupakan lempeng mikro terpisah disebelah utara Papua. Gambaran topografi dan seismik refleksi di sepanjang Palung Papua memperlihatkan zona subduksi aktif, begitu juga dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan solusi mekanisme sumber gempa mengindikasikan bahwa terdapat zona subduksi di bawah sebelah utara laut Papua (HAMILTON, 1979). 47 2.4 Prediksi Gempa Bumi Prediksi gempa bumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung resiko sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis gempa bumi merupakan gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum peristiwa alam itu terjadi semestinya akan terdapat perubahan parameter fisis yang mendahuluinya atau yang disebut sebagai precursor. Hasil eksperimen di laboratorium menunjukkan bahwa sebelum terjadi gempa bumi maka batuan di sekitarnya akan mengalami perubahan parameter-parameter seperti tahanan listrik akan menurun, adanya perubahan stress dan strain, adanya fluktuasi unsur radon, perubahan permukaan air bawah tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan lain-lain. Secara teoritis gempa bumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya terbatasnya kondisi pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas gempabumi, ketidaktentuannya proses gempa bumi, dan luasnya daerah jangkauan. Kegiatan prediksi gempa bumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempa bumi akan terjadi?, dimana terjadinya?, dan seberapa besar kekuatannya?. Di Jepang kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam perencanaannya terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka pendek, penelitian dasar, dan kerjasama dengan institusi luar. Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity, statistik dan lain-lain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan pengamatan geodesi 48 (survei ulang pengamatan ground movement, temporal variation, dan gravity), geochemical (ground water level, ground water quality, dan unsur-unsur radio aktif), dan pengamatan geomagnet. Sedang penelitian dasar meliputi percobaanpercobaan di laboratorium dan di lapangan yang meliputi experiment fracture dari sample batuan, pengukuran stress, dan lain-lain. Di Cina kegiatan ramalan gempa bumi dilakukan dengan intensif dan dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun jaringan pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun pengamatan crustal deformation, hydro chemestry, ground water level, magnet bumi, dan ground resistivity, serta banyak stasiun pengamatan yang lain seperti gravity, stressstrain dan electromagnetic. Kegiatan prediksi gempa bumi di Cina dilakukan dengan empat metode, yaitu: seismo-geological method, statistic analisys of seismicity (Gutenberg Richter Law), Corelation analisys (position of / solar activity, gravity) dan precursor method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi andalan adalah metode pengamatan precursor. Pada metode ini prinsipnya adalah sebelum terjadi gempa bumi akan didahului oleh anomali parameter-parameter fisis seperti perubahan yang menyolok dari parameter stress-strain, temperatur air bawah tanah, unsur radioaktif, geomagnet, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan akan ada perubahan dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor dipakai untuk prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain dipakai untuk jangka panjang (SULAIMAN, R,. dan GUNAWAN, T,. M,. P, 2009). 49 Ada beberapa metode yang dikenal sebagai precursor gempa bumi diantaranya metode periode ulang gempa bumi distribusi Weibull, metode perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ⁄ , dan metode pengamatan gempa bumi susulan. 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ) pada daerah Papua Barat ini dimulai dari Januari 2009 sampai dengan Juni 2010. Adapun penelitian ini menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh BMKG pusat berdasarkan pencatatan dari stasiun-stasiun gempa bumi yang berada di wilayah penelitian dengan menggunakan perangkat lunak MSDP. Tempat pengolahan data dan interpretasi data sekunder ini dilakukan di Pusat Gempa Nasional (PGN) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jl. Angkasa 1 No: 2, Kemayoran, Jakarta Pusat. Gambar 3.1 Lokasi penelitian penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs). 51 3.2 Pengambilan Data Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan parameter dan pembacaan fase gelombang primer dan fase gelombang sekunder pada gempa-gempa yang terjadi di wilayah penelitian. Data tersebut berdasarkan laporan rekaman seismograph yang terekam oleh stasiun-stasiun gempa bumi di sekitar wilayah penelitian yang berada di database BMKG pusat. Pengambilan data pada databese BMKG pusat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MSDP. MSDP merupakakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh China Earthquake Administration (CEA). MSDP memenuhi syarat dasar sebagai perangkat lunak analisis gempa. MSDP mampu mengkombinasikan perolehan data umum, protokol transfer data mendekati waktu nyata, prosedur-prosedur otomatis untuk menentukan lokasi, kedalaman, magnitude, alarm hasil otomatis dan visualisasi sinyal seismic dan pemetaan hasil analisa gempa bumi. Kelebihan lain MSDP dari perangkat lunak lain yang dimiliki oleh BMKG pusat ialah mampu menjadi server database yang dapat menyimpan seluruh parameter gempa bumi termasuk sinyal seismic wave dalam waktu yang lama. Parameter-parameter gempa bumi yang dapat diperoleh dari MSDP untuk penelitian ⁄ ini adalah lokasi (epicenter) terjadinya gempa bumi dalam koordinat geografis, waktu terjadinya gempa bumi (origin time), waktu yang ditempuh gelombang primer dan gelombang sekunder yang merambat dari pusat gempa bumi menuju stasiun-stasiun gempa bumi di sekitar wilayah penelitian ( FH ), dan kekuatan gempa bumi yang terjadi (magnitude) dengan skala Richter. 52 Prosedur manual MSDP yang dilakukan dalam memperoleh parameterparameter gempa bumi tersebut pertama-tama memasukan tanggal terjadinya gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian pada catalog manage di MSDP, tanggal tersebut dapat diketahui dari database gempa bumi yang dimiliki BMKG pusat atau website BMKG. Langkah selanjutnya adalah memilih salah satu komponen yang ada pada layar di setiap stasiun gempa bumi (satu stasiun gempa bumi memiliki tiga komponen). Fungsi dari pemilihan komponen ini adalah untuk menentukan parameter gempa bumi selanjutnya berupa ( FH ) secara akurat, karena setiap komponen bekerja pada masing-masing fungsional yang berbeda. Untuk menetukan , komponen yang digunakan adalah komponen BHZ, sedangkan untuk menentukan , komponen yang digunakan adalah komponen BHN. 3.3 Pengolahan Data Dalam penelitian ini, terdapat tiga tahapan dalam proses pengolahan data yang dilakukan untuk mendapatkan anomali nilai ⁄ . Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah menentukan perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ), menentukan hubungan dan dengan menggunakan diagram Wadati, dan penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ). 53 3.3.1 Menentukan Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder (Vp/Vs) Telah dijelaskan dalam bab II bahwa stress dan strain terkait dengan perbandingan perubahan kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan gelombang skunder ( ) atau ⁄ . Namun sangat sulit untuk mengamati stress dan strain dilapangan karena keterbataan peralatan yang ada. Kesulitan ini dapat diatasi dengan mengamati ⁄ . Dalam mengamati perubahan ⁄ diperlukan parameter-parameter, yaitu: selisih waktu datang gelombang sekunder ( ) dan waktu tiba gelombang primer ( ) atau ( − ), dan selisih waktu tiba gelombang P ( ) dengan origin time (RS) sebagai waktu terjadinya gempa bumi atau ( − RS). P wave S wave tp s-p time ts Gambar 3.2 Bentuk umum gelombang seismik dari gempa bumi Gambar 3.2 menjelaskan bentuk gelombang primer dan gelombang sekunder dalam suatu gelombang seismik. Penentuan dan di dapat 54 berdasarkan pembacaan gelombang seismik yang memiliki atau terjadi perubahan amplitude secara tiba-tiba (tidak sewajarnya). Gelombang sekunder selalu terjadi setelah terjadinya gelombang primer sehingga antara dan akan mempunyai selisih waktu ( − ). Untuk mendapatkan nilai ⁄ dari diagram Wadati ini maka dapat dibentuk: E d h S D i F Gambar 3.3 Model penjalaran gelombang gempa bumi T = . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.1) Dengan mengacu pada gambar 3.3: VV ( − RS) = ( − RS) VV ( − RS) = {4 − 5 + 4 − RS5} VV ( − RS) = 4 − 5 + ( − RS) 4VV − 54 − RS5 = ( − ) VV − tZ − tV = − RS − −1 = − RS 55 Jadi L = 1[ = 4 ⁄ 5 − 1 dimana: D V t Vs Vp ts tp OT … … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.2) : jarak sumber gempa terhadap stasiun pengamat (0) : kecepatan 0FG : waktu penjalaran gelombang (FG ) : kecepatan gelombang S 0FG : kecepatan gelombang P 0FG : waktu tiba gelombang S (FG ) : waktu tiba gelombang P (FG ) : Origin Time (FG ) Dari penyebaran data 4 − 5 dan 4 − RS5 dapat dibuat suatu persamaan garis linier. Grafik 4 − 5 terhadap 4 − RS5 merupakan garis linear dengan gradien ( ⁄ ) − 1 (THORNE, LAY,. and TERRY, C,. WALLACE, 1995). Dengan persamaan C = H + L; maka: 4 − 5 = H + L 4 − RS5 … … … … … … … … … … … … . . … . . … . … . . . (3.3) dimana nilai a dan b masing-masing konstanta, maka ⁄ dapat ditulis: 4 ⁄ 5 = L + 1 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.4) 56 3.3.2 Menentukan Hubungan Vp dan Vs Dengan Menggunakan Diagram Wadati Pada kejadian gempa bumi perubahan ⁄ dapat diamati secara empiris yaitu bisa dihitung dengan menggunakan diagram Wadati. Diagram wadati digunakan untuk mendapatkan hubungan antara kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan gelombang sekunder ( ) yang dimiliki setiap peristiwa gempa bumi yang terjadi. Dalam hal ini, hubungan antara kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan gelombang sekunder ( ) dihubungankan dalam nilai 4 − 5 dan 4 − RS5. Selanjutnya nilai 4 − 5 dan 4 − RS5 dan diplot seperti yang terlihat pada (gambar 3.4) dengan memmisalkan 4 − 5 = .7L7 C (B\GJH) dan 4 − RS5 = .7L7 ; (ℎ\GDH). Hubungan dari 4 − 5 dan 4 − RS5 ini akan menghasilkan suatu persamaan garis linier, yaitu C = H + L;. Dari persamaan garis linier tersebut akan kita dapatkan nilai ⁄ yaitu, ⁄ = L + 1. Nilai perubahan ⁄ mewakili precursor gempa bumi. Jika nilai perubahan ⁄ meningkat dalam periode waktu tertentu, hal tersebut menunjukan bahwa semakin mendekati waktu terjadinya gempa bumi dengan skala magnitude yang besar. 57 Gambar 3.4 Diagram Wadati 3.3.3 Menentukan Anomali Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder (Vp/Vs) Menurut (SUBARJO, 2003), harga anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder ( ⁄ ) dapat dihitung dengan persamaan: ∆= ^−A 100% A … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … . … … . (3.5) Dimana: ∆ = besar anomali (%) X = nilai ⁄ dari data yang digunakan sebagai pembanding Y = nilai ⁄ pada saat akan terjadi gempa bumi 3.4 Penentuan Koefesien Korelasi Dalam menganalisa nilai kecepatan gelombang primer ( ) dan kecepatan gelombang sekunder ( ), penulis menggunakan persamaan garis linier untuk 58 menentukan nilai C = H + L;. Dari diagram wadati dapat diperoleh nilai ⁄ pada setiap periode waktu dari gempa bumi yang terjadi di daerah penelitian dengan menggunakan persamaan garis linier, yaitu: 4 − 5 = H + L4 − RS5 dimana nilai b adalah berkisar 0 < b < 1, di dapat dari persamaan (3.1) dan (3.2), L = 4 ⁄ 5 − 1 4 ⁄ 5 = L + 1 dengan memisalkan: 4 − 5 = C8 ; 4 − RS5 = ;8 pada persamaan diatas, maka dapat kita peroleh: C8 = H + L;8 + 8 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.6) i = 1, 2, 3…….n e = error a,b = Konstanta Jumlah kuadrat error (kesalahan) dihitung dengan persamaan: b b 8 8 a = > 8 = >(C8 − H − L;8 ) … … … … … … … … … … … … … … … … (3.7) Agar nilai Q minimum, maka persamaan (3.6) diturunkan terhadap konstanta a dan b. Turunan pertama terhadap konstanta a adalah: 6a⁄6H = 0 penurunanan secara parsial terhadap konstanta a b 6 /> C8 − H − L;8 3 = 0 6H 8 59 b −2 >(C8 − H − L;8 ) = 0 8 > C8 − > H − > L;8 = 0 … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.8) Turunan pertama terhadap konstantan b adalah : 6a⁄6L = 0 penurunan secara parsial terhadap konstanta b. b 6 /> C8 − H − L;8 3 = 0 6L b 8 −2 >{(C8 − H − L;8 );8 } = 0 8 > C8 ;8 − > H;8 − > L;8 = 0 … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.9) Dari persamaan (3.8) dan (3.9) dapat ditulis dalam bentuk : H + > ;8 L = > C8 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.10) > ;8 H + > ;8 L = > ;8 C8 F1H > H = H … … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.11) Selanjutnya pada persamaan (3.10) dapat ditulis menjadi : H + > ;8 L = > C8 H = − > ;8 L + > C8 H= 1 > C8 − L > ;8 1 1 H = ) > C8 * − ) L > ;8 * … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.12) 60 H = Cc − L;̅ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.13) Interpelasi persamaan (3.7) kedalam persamaan (3.6) 1 > ;8 > C8 − L > ;8 + > ;8 L = > ;8 C8 > ;8 C8 − > ;8 L + > ;8 L = > ;8 C8 L e > ;8 − > ;8 f = > ;8 C8 − > ;8 C8 HH7 L = ∑ ;8 C8 − ∑ ;8 C8 ∑ ;8 − (∑ ;8 ) … . … … … … … … … … … … … … … … … . . … (3.14) Untuk mengetahui nilai koefisien korelasi yang berbentuk : \=N a8 − a a8 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.15) Dengan r adalah koefisien korelasi, sedangkan Q dan Qi diberikan oleh bentuk : b a8 = >(C8 − C) 8 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.16) Sedangkan b a = >(C8 − H − L;8 ) 8 … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … . (3.17) Dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12) menjadi nilai koefisien korelasi : \= ∑ ;8 C8 − ∑ ;8 ∑ C8 hi ∑ ;8 − (∑ ;8 ) ji ∑ C8 − (∑ C8 ) j 61 • Mulai Mulai • Waktu tiba gelombang primer (tp) • Waktu tiba gelombang sekunder (t ) Pembacaan • Waktu terjadi gempa bumi (OT) s Data • Menghitung selisih tp dan ts (ts-tp) Pengolahan • Menghitung selisih tp dan OT (tp-OT) Data Hasil Analisa • • • • Nilai (ts-tp) Nilai (tp-OT) Mencari besar nilai Vp/Vs dengan digram wadati Mencari besar nilai anomali Vp/Vs • Menganalisa hasil perubahan nilai Vp/Vs • Menganalisa hasil perubahan anomali nilai Vp/Vs • Kesimpulan Kesimpulan • Selesai Selesai Gambar 3.5 Alur pengolahan data penentuan anomali perubahan kecepatan gelombang primer dengan kecepatan gelombang sekunder (Vp/Vs). 62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah yang dilakukan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah dengan cara menganalisa dan yang terekam pada setiap seismograh dari stasiun-stasiun gempa bumi yang berada disekitar wilayah penelitian, kemudian menghitung selisih waktu tempuh gelombang sekunder dengan waktu tempuh gelombang primer 4 − 5 dan selisih waktu tempuh gelombang primer yang dikurangi waktu ketika terjadi gempa bumi 4 − RS5, dimana (RS) sebagai origin time. Hasil dari analisa tersebut di plot ke dalam diagram wadati dimana data 4 − 5 = sumbu y (vertical) sedangkan 4 − RS5 = sumbu x (horizontal) dengan periode waktu tertentu. 4.1. Menentukan Besar Nilai Vp/Vs Berikut ini adalah analisa data gempa bumi 11 September 2008 yang merupakan salah satu gempa bumi yang terjadi menjelang terjadinya gempa bumi besar pada 4 Januari 2009, dan dilanjutkan analisa data sesudah gempa bumi tersebut terjadi, berdasarkan laporan seismograph dari stasiun-stasiun gempa bumi disekitar wilayah penelitian serta perhitungan untuk menentukan nilai ⁄ . 63 Tabel 4.1 Laporan gempa bumi 11 September 2008 Location Date Lat 11/09/2008 -0,59 Long 131,98 Mag (SR) Depth (Km) 4,5 407 OT Hr 17 Mn 29 Stat Phase TNTI Sc Arrived Time Hr Mn Sc Tp 17 30 14,1 TNTI Ts 17 30 33,1 AAII Tp 17 30 56,2 AAII Ts 17 31 44,2 BAKI Tp 17 32 11,4 BAKI Ts 17 33 59,3 54,2 Tabel 4.1 merupakan laporan awal setiap event gempa bumi yang biasa dikeluarkan oleh suatu instansi terkait kepada masayarakat (tanpa paramerter stasiun, fase gelombang, dan waktu tiba gelombang primer dan gelombang sekunder disetiap stasiun yang mencatatnya). Parameter lokasi, magnitude, kedalaman, serta origin time tersebut dapat diperoleh dengan cepat dengan menganalisa gelombang primer (tanpa menganalisa gelombang sekunder) pada seismograph yang terbentuk akibat penjalaran gelombang gempa bumi. Tabel 4.2 Penetuan nilai ts-tp dan tp-OT gempa bumi 11 September 2008 OT Stat Hr 11 Sep 08 17 Mn 29 ts-tp Arrived Time Date Phase Sc Hr Mn Sc Hr Mn Sc 0 0 19 0 1 0 1 TNTI Tp 17 30 14,1 TNTI Ts 17 30 33,1 AAII Tp 17 30 56,2 AAII 54,2 Ts 17 31 44,2 BAKI Tp 17 32 11,4 BAKI Ts 17 33 59,3 tp-OT Value Value Hr Mn Sc 19 0 1 -40,1 19,9 -12 48 0 1 2 62 47,9 107,9 0 3 -42,8 137,2 Tabel 4.2 merupakan analisa lanjut yang dilakukan untuk melakukan studi mengenai ⁄ . Parameter-parameter awal yang digunakan untuk melakukan studi ini adalah origin time, stasiun, fase gelombang serta waktu tiba gelombang 64 primer dan gelombang sekunder di setiap stasiun-stasiun yang mencatatnya. Berdasarkan parameter origin time (RS) dan waktu tiba gelombang 4 FH 5 di setiap stasiun, dapat diperoleh selisih waktu 4 − 5 dan 4 − RS5 yang selanjutnya di plot ke dalam diagram wadati (Gambar 4.1), dengan memisalkan 4 − RS5 = ; dan 4 − 5 = C melalui pendekatan metode least square untuk mendapatkan nilai ⁄ dari gradien (nilai b) persamaan garis linier C = H + L; yang terbentuk. Vp/Vs Gempa 11 September 2008 120 100 Ts-Tp 80 60 40 y = 0,762x + 2,617 r = 0,998 20 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Tp-OT Gambar 4.1 Diagram wadati gempa bumi 11 September 2008 Gambar 4.1 adalah diagram wadati untuk analisa gempa bumi 11 September 2008. Titik-titik pada diagram merupakan data real yang tersusun dari pertemuan selisih waktu antara 4 − RS5 dan 4 − 5 dalam sebuah diagram dari hasil analisa. Dalam laporan gempa bumi ini, jumlah stasiun gempa bumi yang mencatat seismograph yang mudah di baca hanya berjumlah tiga stasiun, 65 sehingga hanya tiga stasiun itulah yang dapat dipakai dalam pengolahan studi ⁄ gempa bumi tanggal 11 September 2008. Hasil analisa yang dilakukan dengan diagram wadati berdasarkan data yang dicatat oleh ketiga stasiun itu (tabel 4.2) adalah berupa suatu garis linier dengan persamaan k = l, nopq + p, orn dengan koefisien korelasi s = l, ttu. Tabel 4.3 berikut ini merupakan perhitungan manual untuk mendapatkan nilai ⁄ dan mencari nilai koefisien korelasi dengan menggunakan metode least square. Pencarian nilai ⁄ dalam perhitungan manual ini sama seperti yang dilakukan dengan menggunakan diagram wadati, yaitu dengan memisalkan 4 − RS5 = ; dan 4 − 5 = C. Dari perhitungan ini akan diperoleh nilai a dan b yang memenuhi persamaan dalam metode least square C = H + L;. Tabel 4.3 Pengolahan manual data gempa bumi 11 September 2008 No Stasiun (tp-OT) = xi (ts-tp) = yi 1 2 3 ∑ TNTI AAII BAKI 3 19,9 62 137,2 219,1 19 48 107,9 174,9 ;̅ = L= L= 219,1 = 73,03 3 Σ;8 C8 − Σ;8 ΣCw Σ;8 − (Σ;8 ) xi 2 xi.yi yi 2 378,1 396,01 361 2976 3844 2304 14803,88 18823,84 11642,41 18157,98 23063,85 14307,41 Cc = 174,9 = 58,3 3 (3) (18157,98) − (219,1) (174,9) 16153,35 = = l, nop (3) (23063,85) − (219,1) 21186,74 66 H = Cc − L;̅ H = 58,3 − (0,762) (73,03) = p, oxr Dengan melihat nilai H = p, oxr dan nilai L = l, nop, maka persamaan yang diperoleh dari perhitungan metode least square ini adalah k = l, nopq + p, oxr Sedangkan nilai koefesien korelasi dari perhitungan ini adalah: \= \= \= \= y∑z{ |{ }∑z{ .∑|{ hiy∑z{ ~ − (∑z{ )~ jiy∑|{ ~ − (∑|{ )~ j (3) (18157,98) − (219,1) (174,9) hi4(3) (23063,85)5 − (219,1) ji4(3) (14307,41)5 − (174,9) j 54473,94 − 38320,59 {69191,55 − 48004,81}{42922,23 − 30590,01} 16153,35 (21186,74)(12332,22) = 16153,35 = l, ttt 16164,144 dimana nilai korelasi r adalah −1 ≤ r ≤ 1. Jadi hasil perhitungan manual dengan menggunakan metode least square menunjukan persamaan garis linier untuk analisa gempa bumi 11 September 2008 adalah k = l, nopq + p, oxr dan nilai koefeisien korelasinya adalah s = l, ttt. Dari dua analisa diatas, baik dengan menggunakan diagram wadati maupun secara manual dengan menggunakan metode least square, mempunyai kesamaan hasil analisa. Kesamaan tersebut berada di nilai b dalam persamaan 67 garis liniernya yang menunjukan nilai gradien garis linier tersebut dengan nilai = l, nop. Dengan menggunakan persamaan 3.4, maka akan didapat nilai ⁄ gempa bumi 11 September 2008 sebagai berikut: C = L; + H ; 4 ⁄ 5 = L + 1 4 ⁄ 5 = 0,762 + 1 4 ⁄ 5 = r, nop Berdasarkan laporan gempa bumi yang diperoleh, pada bulan September 2008 hanya terjadi satu kali gempa bumi yaitu pada tanggal 11 September 2008, sehingga nilai ⁄ pada gempa bumi 11 September 2008 dapat mewakili nilai ⁄ pada bulan September 2008. Jadi nilai ⁄ bulan September 2008 sebesar 1,762. Analisa data-data gempa bumi untuk bulan-bulan berikutnya, dilakukan hanya menggunakan diagram wadati dengan periode satu bulan dan hasil diagram wadatinya dapat dilihat pada lampiran. Salah satu contoh analisa diagram wadati dengan rentang waktu satu bulan adalah analisa pada bulan Januari 2009 (Gambar 4.2). 68 Vp/Vs Januari 2009 70 60 Ts-Tp 50 40 30 20 y = 0,817x - 1,711 r = 0,994 10 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Gambar 4.2 Diagram wadati Januari 2009 Gambar 4.2 diatas menyerupai gambar 4.1 sebelumnya. Perbedaan diantara ke dua gambar ini terletak pada jumlah titik-titik yang membentuk garis linier tersebut, dimana titik-titik tersebut merupakan data real yang tersusun dari pertemuan selisih waktu antara 4 − RS5 dan 4 − 5 dalam sebuah diagram dari hasil analisa. Jika pada gambar 4.1 setiap stasiun gempa bumi menempati satu posisi atau titik, namun pada gambar 4.2 satu stasiun gempa bumi dapat menempati beberapa posisi atau titik dalam diagram wadati tersebut. Hal ini disebabkan karena pada gambar 4.2 satu stasiun gempa bumi dapat mencatat lebih dari satu event gempa bumi yang terjadi selama bulan Januari 2009, berbeda dengan gambar 4.1. Pada gambar 4.1, event gempa bumi yang di analisa hanyalah analisa untuk satu event gempa bumi. Hal ini berarti, setiap stasiun gempa bumi hanya mencatat satu gelombang seismograph. 69 Secara terperinci berdasarkan data penelitian yang di analisa, selama bulan Januari 2009 terjadi 63 event gempa bumi di wilayah penelitian, dan secara kombinasi setiap satu stasiun gempa bumi dapat mencatat lebih dari satu event gempa bumi. Tabel 4.4 merupakan rincian dari pencatatan setiap stasiun gempa bumi yang mencatat event-event gempa bumi selama bulan Januari 2009. Tabel 4.4 Frekuensi pencatatan gempa bumi Januari 2009 Stasiun FAKI SWI RKPI BAKI SRPI TLE MSAI BNDI LBMI AAI Total Frekuensi Pencatatan 62 60 42 41 35 7 6 1 1 1 256 Banyaknya frekuensi tersebut tergantung pada mudah atau tidaknya pembacaan gelombang seismograph dari setiap stasiun dan event gempa bumi untuk menentukan dan . 70 Nilai Vp/Vs Sep'08 - Sep'09 1,84 1,817 1,81 1,81 1,777 1,798 1,78 1,779 1,75 6,4 SR 1,792 1,762 1,781 1,796 1,773 7,9 SR 1,753 1,742 1,72 1,69 1,713 Gambar 4.3 Nilai Vp/Vs bulan September 2008 – September 2009 Gambar 4.3 merupakan hasil analisa studi ⁄ dengan menggunakan diagram wadati yang menampilkan besar nilai ⁄ setiap bulan selama September 2008 – September 2009. Pada gambar tersebut terjadi perubahan nilai ⁄ setiap bulannya. Jika perubahan yang terjadi menunjukan peningkatan nilai ⁄ , hal ini berarti bahwa semakin mandekati terjadinya gempa bumi dengan skala besar, terbukti dengan peningkatan nilai ⁄ pada bulan September 2008 – Januari 2009 yang menunjukan peningkatan dari 1,762 – 1,817. Peningkatan nilai ⁄ ini merupakan salah satu tanda atau isyarat yang menunjukan semakin mendekati terjadinya gempa besar dalam periode tertentu, dan gempa besar pun terjadi pada bulan Januari 2009 yang menempati nilai ⁄ tertinggi. Sebaliknya jika perubahan nilai ⁄ yang terjadi cenderung menurun, hal ini menunjukan bahwa semakin menjauh dengan terjadinya gempa bumi besar, terbukti dengan 71 penurunan nilai ⁄ bulan Januari 2009 – Juni 2009 yang menunjukan penurunan angka dari 1,817 – 1,713. Berdasarkan tahap-tahap terjadinya gempa bumi (GRAY, CHRIS, 2010) dapat di analisa bahwa kenaikan nilai ⁄ tersebut terjadi kerena masuknya air tanah kedalam retakan atau pori-pori batuan di daerah patahan. Masuknya air tesebut diakibatkan oleh adanya tekanan air disekitar batuan serta gaya gravitasi. Retakan tersebut terjadi karena adanya akumulasi energi yang diterima oleh batuan tersebut. Energi tersebut berasal dari arus konveksi yang secara terusmenerus terjadi di dalam bumi yang mengakibatkan terjadinya gempa-gempa dengan skala kecil yang terjadi sebelum gempa besar Januari 2009. Dengan adanya air tanah yang mengisi retakan-retakan pada batuan-batuan tersebut, mengakibatkan penjalaran gelombang sekunder pada batuan menjadi terhambat karena gelombang sekunder tidak dapat merambat di fase liquid dengan mudah, sehingga mengakibatkan perlambatan kecepatan gelombang sekunder ( ) dan menyebabkan bertambahnya nilai ⁄ . Semakin sering gempa bumi yang terjadi, semakin banyak dan besar pula retakan-retakan pada batuan-batuan tersebut. Akibat bertambah banyak dan besarnya retakan-retakan tersebut mengakibatkan semakin bertambahnya volume air tanah yang mengisi retakan- retakan tersebut. Hal ini menyebabkan meningkatnya nilai ⁄ dari bulan September 2008 hingga bulan Januari 2009. Berdasarkan analisa, bulan Januari 2009 menempati nilai ⁄ yang tertinggi dengan nilai 1,817. Hal ini disebabkan bahwa pada bulan Januari 2009 merupakan batas kritis keelastisan batuan untuk menahan akumulasi energi, dan 72 juga batuan tersebut menyimpan air tanah di dalam retakan-retakan dan pori-pori dengan volume tertinggi, sebelum batuan tersebut pecah dan mengakibatkan terjadinya gempa bumi dengan skala magnitude yang besar yang di wilayah penelitian yaitu pada tanggal 4 Januari 2009. Gempa besar tersebut terjadi karena batuan-batuan pada daerah penelitian tersebut sudah sampai pada batas akhir keelastisan untuk menahan akumulasi energi yang tersimpan pada batuan-batuan tersebut sehingga menyebabkan ketidakstabilan di zona sesar. Akibatnya menyebabkan sesar patah dan energi yang terakumulasi di batuan tersebut dikeluarkan dalam bentuk gelombang seismik dan energi panas akibat gesekan antara batuan. Terjadinya gempa besar tersebut telah menyebabkan tegangan drop secara tiba-tiba, hal ini menyebabkan air tanah yang terisi di retakan-retakan tersebut keluar sehingga memudahkan gelombang sekunder yang berasal dari gelombang seismik merambat pada batuan. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai ⁄ setelah gempa besar tersebut terjadi. Selain itu, akibat terjadinya gempa besar tersebut, sebagian besar energi dilepaskan bersama gempa bumi utama, dan sisanya lagi dilepaskan bersamaan dengan gempa bumi susulan yang memiliki skala magnitude lebih kecil dibandingkan dengan gempa bumi utama, dan akhirnya ketegangan yang dimiliki zona sesar tersebut semakin berkurang dan berangsur-angsur kembali stabil. Kestabilan sesar tersebut terjadi pada bulan Juni 2009, ketetapan ini berdasarkan nilai ⁄ yang dimiliki bulan tersebut, merupakan nilai ⁄ terkecil dengan nilai 1,713 sebelum meningkat kembali pada bulan Juli dengan nilai ⁄ sebesar 1,753. 73 Peningkatan tersebut menunjukan bahwa batuan tersebut sudah mulai menerima akumulasi energi dari dalam bumi memalui gempa bumi yang terjadi di wilayah penelitian. Peningkatan ini ternyata mengindikasikan akan terjadi gempa yang cukup besar diwilayah penelitian. Jika kita melihat gambar 4.3, gambar tersebut menunjukan bahwa bulan Agustus 2009 menempati nilai ⁄ puncak ke dua setelah nilai ⁄ bulan Januari 2009 dengan nilai 1,781. Berdasarkan pembahasan di atas yang menunjukan dimana bulan (waktu) yang memiliki nilai ⁄ berupa titik puncak atau titik balik atas, merupakan waktu terjadinya gempa bumi besar seperti halnya yang terjadi di bulan Januari 2009. Hal ini pun terbukti pada tanggal 2 Agustus 2009 terjadi gempa bumi yang cukup besar di daerah Manokwari dengan skala magnitude 6,4 SR (TJAHJONO, 2010). Berdasarkan nilai-nilai ⁄ yang sudah diketahui diatas, dapat ditentukan besar perubahan anomali nilai ⁄ setiap bulannya sebelum gempa besar Januari 2009 dan gempa besar Agustus 2009 serta besar perubahan anomali nilai ⁄ sesudah gempa besar Januari 2009 terjadi. 4.2. Menentukan Besar Anomali Nilai Vp/Vs Dalam menentukan besar perubahan anomali nilai ⁄ yang terjadi setiap bulannya, diperlukan besar nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar dan sesudah gempa besar terjadi. Untuk menentukan besar nilai ⁄ rata-rata, dapat dilakukan dengan menggunakan diagram wadati. Berikut ini adalah besar nilai 74 ⁄ rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009. Berdasarkan data penelitian, analisa dimulai dari bulan September 2008 – Januari 2009. Vp/Vs Rata-Rata Sep'08 - Jan'09 120 100 Ts-Tp 80 60 40 y = 0,795x - 0,932 r = 0,991 20 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Tp-OT Gambar 4.4 Diagram wadati bulan September 2008 – Januari 2009 Gambar 4.4 merupakan diagram wadati yang menunjukan besar nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009 sebesar 1,795. Dengan membandingkannya dengan besar nilai ⁄ bulan September 2008 sampai dengan bulan Januari 2009 berdasarkan persamaan 3.5, dapat diperoleh besar anomali yang dimiliki setiap bulan tersebut sebelum gempa besar Januari 2009. Berikut ini adalah penentuan besar anomali nilai ⁄ bulan September 2009: ∆= ^−A 100% A 75 ∆= 1,762 − 1,795 100% 1,795 ∆ = −1,83 % Ket: tanda minus hanya menunjukan bahwa nilai ⁄ bulan September 2008 tersebut lebih kecil dibandingkan nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009. Anomali Sebelum Gempa Besar Jan'09 1,5 1,226 1 Anomali (%) 0,5 -0,167 0 -0,5 Sep'08 Okt'08 Nov'08 Des'08 Jan'09 -0,891 -1 -1,003 -1,5 -2 -1,83 Gambar 4.5 Perubahan anomali sebelum gempa besar Januari 2009 Gambar 4.5 memperlihatkan terjadi peningkatan anomali nilai ⁄ sebelum gempa besar Januari 2009. Peningkatan dimulai sejak awal bulan September 2008 dengan anomali -1,83% lalu naik secara perlahan setiap bulannya hingga bulan Januari 2009 dengan anomali 1,226%, dan besar anomali rata-rata sebelum gempa besar Januari 2009 sebesar 1,023%. 76 Setelah mendapatkan besar peningkatan anomali nilai ⁄ yang terjadi, selanjutnya mencari besar penurunan anomali nilai ⁄ sesudah gempa besar Januari 2009. Berdasarkan gambar 4.3, penurunan nilai ⁄ terjadi dalam periode Januari 2009 – Juni 2009. Berikut ini adalah analisa penurunan anomali nilai ⁄ sesudah gempa besar terjadi. Vp/Vs Rata-Rata Jan'09 - Jun'09 80 70 Ts-Tp 60 50 40 30 20 y = 0,798x - 0,827 r = 0,986 10 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Gambar 4.6 Diagram wadati bulan Januari 2009 – Juni 2009 Gambar 4.6 merupakan diagram wadati yang menunjukan besar nilai ⁄ rata-rata sesudah gempa besar Januari 2009 sebesar 1,798. Selanjutnya mencari besar anomali nilai ⁄ yang dimiliki bulan Januari 2009 – Juni 2009 dengan menggunakan persamaan 3.5. 77 Anomali Sesudah Gempa Besar Jan'09 2 1,057 1 0,667 0 Anomali (%) 0 -1 Jan'09 Feb'09 Mar'09 -0,111 Apr'09 Mei'09 Jun'09 -2 -3 -3,115 -4 -5 -4,727 Gambar 4.7 Perubahan anomali sesudah gempa besar Januari 2009 Gambar 4.7 memperlihatkan terjadi penurunan anomali nilai ⁄ sesudah gempa besar Januari 2009. Penurunan tersebut dimulai dari bulan Januari 2009 dengan nilai anomali 1,057% hingga Juni 2009 dengan nilai anomali 4,727% dan besar nilai anomali rata-rata sebesar 1,612%. Berdasarkan hasil perhitungan anomali nilai ⁄ rata-rata sebelum dan sesudah gempa bumi besar Januari 2009 menghasilkan nilai 1,023% dan 1,612%. Hal ini menunjukan bahwa akumulasi energi yang berada di batuan sebelum terjadinya gempa bumi besar hingga terjadinya gempa besar lebih kecil dibandingkan dengan energi yang dilepaskan ketika gempa besar dan setelah gempa bumi besar Januari 2009 dengan selisih 0,589%. Jika melihat hukum kekekalan energi yang menjelaskan bahwa energi yang masuk sebanding dengan energi yang keluar, peristiwa ini tidak mencerminkan hukum kekekalan energi tersebut. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda berupa kenaikan 78 nilai ⁄ untuk menuju gempa besar Januari 2009 tidak di mulai dari bulan September 2008, namun sebelum bulan September 2008. Besar energi yang terakumulasi oleh batuan sebelum bulan September 2008 sebesar 0,589%. Selanjutnya adalah analisa mengenai peningkatan anomali nilai ⁄ sebelum gempa bumi besar Agustus 2009. Berdasarkan data penelitian, peningkatan nilai ⁄ untuk gempa besar Agustus 2009 dimulai dari bulan Juni 2009 – Agustus 2009. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan diagram wadati, besar nilai ⁄ rata-rata sebelum gempa besar ini adalah 1,768. Berikut ini adalah perhitungan diagram wadati untuk mencari anomali nilai ⁄ sebelum gempa besar Agustus 2009. Anomali Sebelum Gempa Besar Agu'09 1 0,735 Anomali (%) 0 Jun'09 -1 Jul'09 -0,848 Agu'09 -2 -3 -3,11 -4 Gambar 4.8 Perubahan anomali sebelum gempa besar Agustus 2009 Gambar 4.8 memperlihatkan terjadi peningkatan anomali nilai ⁄ sebelum gempa besar Agustus 2009, dimulai dari bulan Juni 2009 dengan anomali 79 nilai ⁄ sebesar -3,11% hingga Agustus 2009 dengan anomali nilai ⁄ sebesar 0,735% dan besar anomali nilai ⁄ rata-rata sebesar 1,564%. Perbedaan anomali nilai ⁄ rata-rata untuk terjadinya gempa bumi besar Agustus 2009 yang lebih besar dengan anomali nilai ⁄ rata-rata bulan Januari 2009. Hal ini dapat di indikasikan bahwa batuan yang merupakan sebagai tempat terjadinya fracture atau hypocenter gempa bumi ketika ke dua bulan tersebut berbeda tingkat keelastisannya. Untuk batuan bulan Januari 2009 memiliki tingkat keelastisan yang lebih besar dibandingkan dengan batuan bulan Agustus 2009. Dengan kata lain batuan pada bulan Agustus 2009 lebih rapuh dibandingkan batuan pada bulan Januari 2009, karena nilai keelastisan menunjukan nilai kerapuhan batuan ketika merima akumulasi energi atau stress dari luar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa struktur batuan yang terdapat didaerah penelitian beraneka ragam. Semakin besar nilai keelastisan batuan, semakin besar pula akumulasi energi atau stress yang dapat di terima dan disimpan oleh batuan tersebut. Hal ini berarti, jika batuan tersebut pecah akan menimbulkan gempa bumi dengan skala besar akibat terlepasnya akumulasi energi yang tersimpan di batuan tersebut. Namun sebaliknya, jika batuan tersebut rapuh atau memiliki tingkat keelastisan kecil, batuan tersebut akan sedikit menerima dan menyimpan energi atau stress dari luar, sehingga jika batuan tersebut pecah, akan menghasilkan gempa bumi dengan skala yang lebih kecil karena terlepasnya akumulasi energi yang tersimpan di batuan tersebut. 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kecenderungan nilai ⁄ dari bulan September 2008 hingga bulan Juli 2009 meningkat setiap bulannya. Demikian pula dengan bulan Juni 2009 hingga bulan Agustus 2009. Puncak nilai ⁄ terjadi pada bulan Januari 2009 dan Agustus 2009 yang mempunyai nilai 1,817 dan 1,781. Dengan terdapatnya puncak nilai ⁄ tersebut, menandakan pada bulan-bulan yang menempati nilai puncak ⁄ , terjadi gempa bumi dengan skala magnitude besar. 2. Besar anomali nilai ⁄ rata-rata yang terjadi sebelum gempa besar Januari 2009 dan Agustus 2009 sebesar 1,023% dan 1,564%, sedangkan penurunan yang terjadi setelah gempa besar Januari 2009 adalah 1,612%. 3. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan nilai ⁄ dapat menjadi salah satu petunjuk awal akan terjadinya gempa bumi dengan skala besar dengan memperhatikan kenaikan nilai ⁄ dalam periode waktu tertentu. 81 5.2 Saran 1. Daerah Papua Barat merupakan daerah seismik aktif, maka perlu diwaspadai akan adanya gempa bumi dengan skala magnitude besar yang terjadi di laut, karena gempa tersebut dapat menimbulkan terjadinya tsunami, sehingga perlu diadakan sosialisasi dan studi mengenai masalah mitigasi bencana gempa bumi di daerah Papua Barat dan sekitarnya oleh pemerintah, sehingga masyarakat siap dalam menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. 2. Untuk memaksimalkan penggunaan metode nilai ⁄ ini sebagai salah satu petunjuk awal terjadinya gempa bumi besar di suatu wilayah, perlu dilakukan studi ⁄ ini secara terus-menerus, dan mencari nilai ⁄ rata-rata yang dimiliki daerah penelitian dari data historis kegempaan yang terjadi di daerah penelitian (minimal 10 event gempa besar), sehingga nilai ⁄ rata-rata tersebut dapat dijadikan sebagai parameter atau acuan untuk peringatan waspada semakin dekatnya dengan akan terjadinya gempa bumi besar. 3. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai nilai ⁄ secara lebih mendalam lagi sebagai langkah awal atau alat bantu dalam studi prediksi gempa bumi di tempat-tempat lain yang rawan gempa bumi. . 82 DAFTAR PUSTAKA ARIEF, DKK, Laporan gempa bumi Manokwari 4 Januari 2009, BMKG, Jakarta, 2009. GRAY, CHRIS, A review of two methods of predicting earthquakes, http://tc.engr.wisc.edu/uer/uer96/author3/index.html, Jakarta, 10 Juni 2010, pukul 15:23 WIB. GUTTENBERG, B,. RICHTER, C,. F, Frequency of earthquake in California, Bull Seis Soc. Amerika, 1944. HAMILTON, W, Tectonics of the Indonesia region, United States Geological Survey Professional Paper 1078, 1979. ISMAIL, S, Pendahuluan seismologi. Balai pendidikan dan latihan meteorologi dan geofisika, BMKG, Jakarta, 1989. L, DON,. FLORENCE,. FEET,. Discovery in seismology, Dell plubishing, Co, inc, 2006. SALEH, MUHAMMAD,. DKK, Gempa bumi, ciri dan cara menganggulanginya, Gita Nagari, Yogyakarta, 2003. SAPIE, BENYAMIN, DKK, Geologi fisik, ITB, Bandung, 2006. SUBARJO, Jurnal meteorologi dan geofisika vol 6 no.3. Studi anomali kecepatan gelombang P dan gelombang S di Sulawesi Utara, BMKG, Jakarta, 2003. SULAIMAN, R,. dan GUNAWAN, T,. M,. PASARIBU,. R, Analisa statistik keaktifan gempa bumi di Indonesia. Prosiding Himpunan Ahli Geofisika 83 Indonesia. Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-24, Surabaya, 12-13 Oktober 1999, BMKG, Jakarta, 2009. THORNE, LAY,. and TERRY, C,. WALLACE, Modern global seismology, Academic Press United, London, 1995. TJAHJONO, Diguncang 6,4 SR, bandara Rendani Manokwari masih normal, http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/08/03/brk,20090803-190417,id. html, Jakarta, 1 Juni 2010, pukul 5:56 WIB. 84 LAMPIRAN Lampiran A Hasil Pengolahan Data Gempa Oktober 2008 – September 2009 Laporan Oktober 2008 Laporan Januari 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT Date Stat Ts-Tp Tp-OT 25/10/2008 BAKI SMPI TLE JAY 20,6 48,4 65,7 69,4 24,2 59,7 80,9 85,5 03/01/2009 RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI SRPI SWI FAKI SRPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI SRPI BAKI SWI FAKI SRPI 20 21,8 30,4 39,5 20,9 23,7 30,8 45,4 21,6 24 32,8 38,9 13,9 26,1 28,6 32,2 14,9 25 28,1 33,5 23,6 32,4 40,5 31,9 34,5 35 30 30,5 31,7 22,5 26,1 35,4 42,5 30,4 31,2 29,7 33,6 31 28,5 39,3 50,8 27 30,2 39,7 58,4 28,4 31,5 42,4 50,3 18,2 33,5 36,6 41,3 19,5 32,2 36,1 42,8 30,9 42 52,2 40,4 44,6 45,3 39 39,4 40,3 29,3 34,2 45,9 54,7 39,4 40,4 43 43,7 03/01/2009 Laporan November 2008 03/01/2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 24/11/2008 SWI BAKI TLE MSAI SWI TLE MSAI BNDI SWI BAKI TLE MSAI 28 34,8 48,2 62,6 27,5 61,2 62,1 62,4 27,9 35 61 62,3 38,1 46,7 79,8 81,3 37,9 80,2 81,3 82 35 43,6 76,6 78,2 24/11/2008 24/11/2008 03/01/2009 04/01/2009 04/01/2009 04/01/2009 Laporan Desember 2008 04/01/2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 21/12/2008 FAKI BAKI MSAI BNDI 24,2 45,4 46,7 48,7 38,5 65,2 66,8 69,5 04/01/2009 04/01/2009 85 04/01/2009 04/01/2009 04/01/2009 04/01/2009 05/01/2009 05/01/2009 05/01/2009 05/01/2009 06/01/2009 06/01/2009 06/01/2009 06/01/2009 06/01/2009 06/01/2009 RKPI SWI FAKI SRPI BAKI SRPI SWI FAKI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI SRPI TLE SWI FAKI BAKI SRPI FAKI SWI BAKI SRPI FAKI SWI BAKI SRPI RKPI SWI FAKI SRPI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI BAKI SRPI SWI FAKI BAKI 21,1 23,7 31,8 42,7 28 32,1 34,2 35,6 26,6 32,9 35,9 39,9 28,4 31 33,3 36,6 26 29,6 35,4 38,7 28,5 32,4 33,6 37,3 25,6 26,6 38,3 53,8 26,4 30,6 35,1 38,5 28,2 29,6 31,8 34,5 28,5 29,9 31,6 34,1 21,8 23,7 32,8 43,3 24,5 32,4 38 41,8 23,3 27,1 38,2 41 27,5 30,5 34 27,8 31 41,3 54,8 36,5 41,7 44,4 46 34,8 42,5 46,4 51,2 37 40,3 42,8 47,2 34,2 38,7 45,8 49,8 36,9 41,8 43,4 48,1 33,6 34,6 49,3 68,9 34,6 39,6 45,5 49,7 36,9 38,5 41,1 44,3 37,2 38,9 40,9 44,1 28,9 30,9 42,3 55,6 32,2 41,8 49,2 53,8 30,5 35,5 49,2 52,7 35,9 39,7 44,2 06/01/2009 07/01/2009 07/01/2009 07/01/2009 07/01/2009 07/01/2009 07/01/2009 08/01/2009 08/01/2009 09/01/2009 09/01/2009 10/01/2009 11/01/2009 11/01/2009 SRPI SWI FAKI SRPI TLE SWI FAKI BAKI SRPI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI SRPI FAKI RKPI MSAI BNDI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI SWI FAKI BAKI SRPI BAKI SWI FAKI SRPI BAKI SWI SRPI FAKI SWI RKPI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI SRPI FAKI BAKI 37,5 28,3 30,7 36,5 57,2 26 30 35,5 38,9 19,4 23,5 29,7 45,6 19,9 25,3 32,6 37,3 20,5 20,7 25,6 43,4 24,7 30,1 44,5 47,4 16,7 23,5 28,7 35,1 19,2 24,5 30,6 37,7 27 30,5 34,6 38,1 29,8 32,1 31,9 33,7 29,4 32,7 33,4 34,3 22,3 22,3 31,6 40,4 20,6 30,5 37,7 39,1 30,7 31,1 48,3 36,9 39,7 47,3 73,4 34,1 39 46,1 50,2 26 30,9 38,7 58,9 26,3 33,1 42,1 48,1 27 27,2 33,8 55,6 32,4 39 57,3 60,7 21,7 30,4 36,8 44,7 25,4 31,7 39,6 48,5 35,2 39,6 44,9 49 39,3 40,5 41,2 42,6 38,4 42,2 43,4 44,6 29,3 29,4 41 52 27,1 39,5 48,4 50,3 39,7 40,4 86 11/01/2009 12/01/2009 13/01/2009 14/01/2009 14/01/2009 14/01/2009 15/01/2009 15/01/2009 15/01/2009 16/01/2009 17/01/2009 18/01/2009 18/01/2009 TLE SWI FAKI RKPI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI BAKI FAKI RKPI FAKI SWI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI SRPI FAKI RKPI SWI FAKI SRPI MSAI TLE SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI 56,5 18,6 19,9 22,2 44,1 18,6 27,4 33,4 35,4 13,6 29,8 32 32,6 16 21,3 21,7 37,1 21,9 25,1 33,7 39,3 19,1 26,6 33,1 48,4 18,9 23,7 29 37,9 21,2 23,8 32,1 41,8 21,5 21,9 30,7 39,8 25,8 36,3 38,7 40,7 22,2 22,7 32 43,8 60,9 61,8 16,5 27,6 31,8 49,7 18 22,8 22,7 39,2 72,1 24,1 25,9 28,4 56,3 24,9 35,7 43,4 45,8 20,3 38,9 41,6 42,2 20,9 27,5 28,1 47,2 29,2 33,1 43,7 50,8 25,7 34,8 42,7 62 24,7 30,9 37,4 48,8 28 31,3 41,6 53,8 28,2 28,7 39,6 51,2 32,9 45,9 49,2 51,6 29,2 29,9 41,5 56,3 75,6 80,4 22,8 36,1 41,3 63,9 24 29,9 29,9 50,5 19/01/2009 19/01/2009 20/01/2009 20/01/2009 21/01/2009 21/01/2009 22/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 26/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 SWI FAKI RKPI MSAI FAKI RKPI MSAI RKPI SWI FAKI BAKI TLE RKPI SWI FAKI BAKI TLE MSAI LBMI SWI RKPI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI MSAI TLE AAI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI SRPI 8,9 30,3 31,8 48,1 28,5 31,9 46,2 21,8 23 33,4 38,3 63 15 24,9 28,6 33,5 54,6 57,4 66 22,1 22,2 31,1 40,5 20,9 21,1 27,8 43,4 20 20,6 29,1 38,4 57 59,8 64,2 19,7 21,9 28,9 38,5 22,1 23 32,1 44,6 18,8 23,6 28,7 38 16 27,7 31 34 22,2 24,6 33,7 42,8 15,4 39,4 41,3 61,8 37,1 41,4 59,3 28,2 29,6 42,6 48,6 79,1 19,6 32,1 36,6 42,8 72 75,2 82 29 29,3 40,6 52,1 27,5 27,8 36,3 55,8 25,9 26,7 37,3 48,9 69,7 73,8 80,1 25,8 28,5 37,4 49,5 29 30,3 41,7 57,4 25 30,8 37,5 49 21,5 35,9 40,2 44,3 28,7 32,3 43,6 55,1 87 Laporan Febuari 2009 17/02/2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 01/02/2009 SWI RKPI FAKI SRPI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI BAKI FAKI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI 13,6 27,1 27,9 49,4 14,8 25,9 27,2 48,7 17,3 24,2 28,4 37,2 21,1 22,6 29,5 41,6 17,7 26,8 31,4 35,4 10,9 29,9 30,2 49,2 16 26,1 30 35,2 18,8 25,6 31,4 36,5 15,4 31,2 31,3 34,7 33,2 37,1 49,8 54 18,9 25,1 31,4 36,5 47 26,4 27 45,9 14,9 28,4 31,4 19,7 34,7 36 63,5 21,7 33,8 35,7 62,4 23,5 31,7 36,7 47,6 27,3 29,4 38,2 53,3 23,8 34,3 41,1 46 17,4 38,7 39,4 63,2 22,3 34,4 39,1 45,6 24,8 33,5 40,9 47,2 21,2 40,5 40,6 44,9 43,2 47,8 64,1 68,8 25,1 33,1 40,8 47,7 30,1 33,8 34,7 58,4 20,4 37 40,4 03/02/2009 06/02/2009 07/02/2009 08/02/2009 09/02/2009 10/02/2009 11/02/2009 12/02/2009 12/02/2009 13/02/2009 15/02/2009 16/02/2009 19/02/2009 20/02/2009 21/02/2009 21/02/2009 22/02/2009 23/02/2009 23/02/2009 28/02/2009 SRPI RKPI SWI FAKI BAKI BANI TLE LBMI SWI FAKI RKPI MSAI SWI RKPI FAKI BAKI TLE NLAI SWI RKPI FAKI BAKI MSAI SWI RKPI FAKI BAKI MSAI BANI TLE RKPI SWI FAKI BAKI MSAI BANI TLE AAII AAI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI MSAI BANI TLE AAI 50,5 20,9 20,9 29,9 38,7 57,4 58,8 61,8 7,8 32,3 36,2 44,5 21,2 21,1 28,3 40,4 59,4 74,5 19,1 22,8 30,3 40,9 58,6 21,2 23 31 41,8 58,9 56,8 62,5 17,8 22 27,7 37,4 57,5 58 58,1 64,8 64,5 20,1 22,8 31,2 38 15,1 24,1 27,4 34,2 18,8 21,9 28,9 37,5 54,7 59,6 58,7 63,2 65 26,8 27,1 38,4 49,2 73,5 74,6 77,7 10,4 41,5 46,4 57,3 27,6 28 37 52,2 75,9 92,5 24,7 29 38,7 51,9 70 27,2 30,2 40,1 53,5 72,2 73,4 77,4 24,3 28,7 35,6 47,9 71,6 71,7 71,4 82,1 82,1 26,6 30,1 40,3 48,7 19,9 30,9 35,4 43,7 24,6 28,5 37,3 47,8 73,8 72,9 74,5 83,2 88 Laporan Maret 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 02/03/2009 RKPI SWI FAKI BAKI TLE SWI RKPI FAKI SRPI TLE LBMI AAI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI TLE RKPI SWI FAKI BAKI BANI TLE RKPI SWI FAKI BAKI FAKI SWI RKPI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI TLE RKPI SWI FAKI BAKI TLE MSAI RKPI SWI FAKI BAKI SWI 16,7 23,2 28 35,3 55,9 19,8 22,5 29,4 43,9 59,9 59,8 63,3 16,8 27 30,7 33,6 22,4 23,6 32,4 39,9 61 19,9 20,1 27,7 39 56,5 62,2 19,4 21,3 29,3 37,8 17,6 18,9 21,7 43,9 15,6 25,2 29,7 33,5 55,2 17,9 24,9 29,4 36,2 57,5 58,1 17 25,6 29,8 36,5 3,9 22 30 36,1 45 72 25,6 28,8 37,3 55,7 72,2 75,4 80,1 22,3 34,5 39,3 42,5 29 30,9 42,6 51 79,1 26,1 26,5 36,1 50,1 69,4 71,2 25,5 27,3 37,3 48,7 22,5 24,6 28,4 56,2 20,4 32,2 37,6 43 73,1 23,4 32,4 38,2 47,3 73,8 75,8 23,7 32,9 38,6 46,9 5,5 03/03/2009 08/03/2009 09/03/2009 13/03/2009 13/03/2009 14/03/2009 14/03/2009 17/03/2009 18/03/2009 18/03/1009 18/03/2009 19/03/2009 21/03/2009 22/03/2009 22/03/2009 22/03/2009 22/03/2009 22/03/2009 24/03/2009 24/03/2009 24/03/2009 25/03/2009 FAKI RKPI MSAI AAII AAI SWI FAKI RKPI MSAI RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI TLE SWI RKPI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI SWI RKPI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI MSAI SWI FAKI RKPI MSAI AAII AAI SWI RKPI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI 32,6 39,3 51 58,4 58,2 2,7 30,1 39,3 48,6 15,8 23,8 26,9 34,8 18,4 25,4 31,5 36,7 61,6 20,7 21,4 27,3 41,4 13,4 28,2 29,7 47,2 22,9 24,6 34,2 45,3 12,7 28,4 28,7 48,7 11,9 29,3 29,7 50 2 29,1 36,2 42,2 50,8 50,8 19,5 23,2 29,3 42,6 19,4 25,1 32,1 47,5 20,2 26,1 33,2 44,6 53,7 70,3 66,7 67,3 3,9 41,8 54 66,8 20,2 30,4 34,7 44,3 25,9 34,8 42,1 48,1 78,3 26,8 28,4 36,6 52,8 18,7 37 38,9 61,3 29,9 31,7 44,4 58,3 17,4 36,9 37,5 61,5 16,5 38,4 38,5 64,2 2,5 37,6 46,6 54,3 65,4 65,5 25,5 31,1 38,2 54,8 26 33,3 41,3 60,4 26,7 34 43 89 BAKI MSAI BANI AAI 37,2 61,9 62,2 71,2 48 77,8 78,6 88,7 09/05/2009 09/05/2009 Laporan April 2009 23/05/2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 02/04/2009 RKPI SWI FAKI BAKI RKPI SWI FAKI BAKI NLAI RKPI SWI FAKI SRPI RKPI SWI FAKI BAKI SWI RKPI FAKI SRPI TLE RKPI FAKI SWI SRPI BAKI 14,8 26,6 29,9 35,2 16,2 22,7 26,7 35,3 72,7 19,9 21,7 26,7 42,9 16 21 28,8 38,3 20,1 23 30,1 45,4 60,3 12 25,7 27 34,2 32,2 22 34,3 38,6 45,3 21,4 29,4 34,6 45,4 93,4 26,1 27,9 34,6 54,7 25,5 25,5 36,9 49 27 30,1 40 58,2 77,1 15,7 32,7 34,7 41,7 39,5 04/04/2009 09/04/2009 17/04/2009 24/04/2009 29/04/2009 Laporan Mei 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 01/05/2009 SWI RKPI FAKI MSAI TLE SWI RKPI FAKI LBMI SWI RKPI 21,5 25,4 34,3 54,9 59,9 22,3 22 32 60,9 23,3 25,2 24,4 31,6 40,7 73,4 78,7 26,6 28,9 42 78,8 27,8 27,4 02/05/2009 03/05/2009 23/05/2009 27/05/2009 FAKI SWI FAKI AAII SWI RKPI FAKI RKPI SWI LBMI AAII TNTI RKPI SWI FAKI RKPI FAKI BAKI 32,6 20,2 34 64,2 20,2 25,9 28,6 21 26,7 64,8 64,4 66,7 19,4 25 29,1 9,2 24,9 30,7 41,6 22,8 40,8 81,5 20,9 32,5 39 21,9 26,2 80,8 81,9 85,4 24 27,3 35,4 12,7 33,2 38,2 Laporan Juni 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 03/06/2009 RKPI SRPI FAKI WAMI SWI BAKI MSAI RKPI FAKI BAKI 17,9 25,9 30 56,1 24,3 38,4 60 20,1 29,5 31,5 18,1 28,8 32,7 72,4 26,5 48,2 73,7 19,4 33,5 41,9 12/06/2009 27/06/2009 Laporan Juli 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 07/07/2009 FAKI BAKI AAII RKPI FAKI BAKI SWI FAKI BANI 32,9 43 64 18,7 31,9 35 10,5 28,5 30 40,7 51,9 83,1 20,9 40,4 43,6 12 36,6 40,1 23/07/2009 26/07/2009 90 SWI FAKI Laporan Agustus 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 02/08/2009 RKPI SWI FAKI BAKI MSAI BANI LBMI AAII AAI TNTI NLAI SWI FAKI AAII SWI RKPI FAKI RKPI SWI FAKI RKPI SWI BAKI RKPI 22,4 24,9 31,2 40,3 59,6 62 63,1 68 68 70 73,9 19 30,8 45 18,8 31,2 31,3 18,7 26,9 28,5 18,8 27,5 40,2 20,7 23 24,6 36,6 44,9 71,7 73,1 77 81,5 81,6 86,2 91,7 16 38,1 53,1 17,3 37 40,1 18,7 29,6 34,9 24,2 30,8 46,2 25,1 04/08/2009 09/08/2009 10/08/2009 19/08/2009 20/08/2009 26 31,8 30,5 40,4 Laporan September 2009 Date Stat Ts-Tp Tp-OT 04/09/2009 SRPI BAKI RKPI RKPI SWI FAKI RKPI SWI FAKI TLE BANI LBMI AAI AAII BAKI SRPI FAKI SWI 4,4 9,7 29,8 18,3 26,6 28,3 19,6 23,5 28,6 59 57,4 62,6 67,7 65 23,3 27,3 37,5 37,4 6,1 12,2 38,4 19,2 31,6 36,9 21,5 29,2 34,9 71,9 72,4 83,9 82,9 83,1 29,8 32,3 45,8 48 05/09/2009 07/09/2009 29/09/2009 91 Lampiran B Diagram Wadati Vp/Vs Bulan Oktober 2008 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,777x + 1,193 r = 0,999 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan November 2008 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,779x - 0,652 r = 0,993 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT 92 Ts-Tp Vp/Vs Bulan Desember 2008 60 50 40 30 20 10 0 y = 0,792x - 6,305 r=1 0 20 40 60 80 Tp-OT Vp/Vs Bulan Febuari 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,810x - 1,464 r = 0,997 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan Maret 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,798x - 1,052 r = 0,984 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT 93 Vp/Vs Bulan April 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,796x - 0,879 r = 0,994 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan Mei 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,742x + 2,723 r = 0,988 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan Juni 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,713x + 5,187 r = 0,987 20 0 0 20 40 60 80 Tp-OT 94 Vp/Vs Bulan Juli 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,753x + 1,820 r = 0,993 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan Agustus 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,781x + 3,128 r = 0,990 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT Vp/Vs Bulan September 2009 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,773x + 1,268 r = 0,993 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT 95 Vp/Vs Rata-Rata Jun'09 - Agu'09 80 Ts-Tp 60 40 y = 0,768x + 3,031 r = 0,986 20 0 0 20 40 60 80 100 Tp-OT 96 Lampiran C Stasiun-Stasiun Gempa Bumi di Indonesia BMKG – INDONESIA (LIBRA) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Kode IA_AAI IA_ABJI IA_APSI IA_BASI IA_BATI IA_BBKI IA_BBSI IA_BKSI IA_BLJI IA_BLSI IA_BMNI IA_BNSI IA_BSSI IA_BWJI IA_BYJI IA_CBJI IA_CGJI IA_CLJI IA_CNJI IA_DBJI IA_DNP IA_DSRI IA_EDFI IA_EGSI IA_GLMI IA_GMJI IA_GRJI IA_JAY IA_JCJI IA_KASI IA_KCSI IA_KKSI IA_KLI Deskripsi Stasiun Ambon Asem Bagus Java Ampana Sulawesi Baing Sumba Kupang Timor Banjar Baru Kalimantan Bau BauButon Bulukumba Sulawesi Banyuglugur Java Bandar Lampung Sumatra Bima Sumbawa Bone Sulawesi Benteng P.Selayar Bawean Banyu Wangi Java Citeko Java Cigeulis Java Cilacap Java Cibinong Java Dramaga Java Denpasar Bali Dabo Singkep Ende Flores Enggano Bengkulu Galela Maluku Gumukmas Java Gresik Java Jayapura Irian Jaya Jatiwangi Java Kota Agung Sumatra Kotacane Aceh Kolaka Sulawesi Kotabumi Sumatra Lintang -3.6872 -7.7957 -0.9109 -10.219 -10.206 -3.4625 -5.4885 -5.3219 -7.7455 -5.3676 -8.5400 -4.4006 -6.1428 -5.8512 -8.214 -6.6981 -6.6135 -7.7187 -7.3090 -6.5538 -8.6774 -0.4793 -8.7497 -5.3526 1.8381 -8.2733 -6.9145 -2.5145 -6.7344 -5.5236 3.5220 -4.1718 -4.8363 Bujur 128.1943 114.2342 121.6487 120.5777 123.6630 114.8411 122.5695 120.1224 113.5946 105.2451 118.6926 120.1065 120.4904 112.6578 114.3557 106.9350 105.6929 109.0150 107.1297 106.7497 115.2097 104.5778 121.6903 102.2767 127.7879 113.4441 112.4793 140.7043 108.2630 104.4960 97.7715 121.6513 104.8705 Elevasi 171.0 141 139 80.84 339.0 112.0 97.0 0.0 251 152.0 52.0 244 114.30 56.0 99.5 1014.0 182 50.0 586 212.0 58.0 64.0 914.340 35.73 130.21 79 85 460.0 74.0 43 204.749 89.03 32.0 97 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 IA_KMMI IA_KMPI IA_KMSI IA_KPJI IA_KRAI IA_KRJI IA_KRK IA_LASI IA_LBMI IA_LHSI IA_LWLI IA_MASI IA_MBSI IA_MDSI IA_MJSI IA_MKBI IA_MLSI IA_MMPI IA_MPSI IA_MRSI IA_MSAI IA_MSSI IA_MTKI IA_MTNI IA_NBBI IA_NGJI IA_NLAI IA_PBKI IA_PBSI IA_PCJI IA_PDSI IA_PLKI IA_PPBI IA_PPSI IA_PWJI IA_RBSI IA_RGRI IA_RKPI IA_RPSI IA_SBJI IA_SBSI IA_SGKI Kalianget Java Kaimana Papua Kotamubagu Sulawesi Karang Pucung Java Karang Ratu Ambon Kerinci Sumatra Karangkates Java Langsa Aceh Labuha Bacan Lahat Sumatra Liwa Sumatra Muara Aman Bengkulu MBSI Muara Dua Sumatra Majene Sulawesi Muko-Muko Bengkulu Meulaboh Aceh Merauke Irian Jaya Mapaga Sulawesi Marisa Sulawesi Masohi Seram Masamba Sulawesi Muara Teweh Kalimantan Mataram Plombok Rangdo Negare Bali Ngawi Java Namlea Ambon Pangkalan Bun Kalimantan Pulau Batu Sumatra Pacitan Java Padang Sumatra Palangkaraya Kalimantan Pangkal Pinang Bangka Pulau Pagai Sumatra Pagerwojo Java Rajabasa Sumatra Rengat Sumatra Ransiki Papua Rantau Parapat Sumatra Serang Java Sibolga Sumatra Sangata Kalimantan -7.0412 -3.6616 0.5745 -7.3332 -3.3184 -2.0912 -8.1522 4.4572 -0.6379 -3.8267 -5.0175 -3.1415 -3.7611 -4.4860 -3.5008 -2.4474 4.2668 -8.5182 0.3373 0.4770 -3.3462 -2.5547 -0.9418 -8.6360 -8.4597 -7.3675 -3.2390 -2.7047 -0.0547 -8.1947 -0.9118 -2.2261 -2.1615 -2.7664 -8.0219 -5.8444 -0.3491 -1.5107 2.6951 -6.1117 1.3988 -0.5302 113.9157 133.7044 123.9806 108.9312 128.3950 101.4619 112.4506 97.9704 127.5008 103.5233 104.0589 102.2396 102.2714 104.1783 118.9149 101.2396 96.4040 140.4141 119.898 121.9405 128.9285 120.3241 114.8959 116.1707 114.9420 111.4612 127.0998 111.6697 98.2800 111.1771 100.4618 113.9453 106.1364 100.0097 111.8042 105.7421 102.3338 134.1773 98.9239 106.1318 99.4309 117.6043 43.0 90.04 227 456 124.5 803.0 331.0 4.3 118.0 189 935.0 384.50 27.0 132 306.00 48.21 96.94 94.0 164 95 76.0 116.0 114.896 106.0 300.74 137 97 78.0 22 693 270.0 69.0 66.0 11 213 219 37.0 106.20 1062 64.0 288.0 178.94 98 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 IA_SGSI IA_SISI IA_SKJI IA_SKSI IA_SLSI IA_SMKI IA_SMPI IA_SNSI IA_SPSI IA_SRBI IA_SRPI IA_STKI IA_SWI IA_SWJI IA_TBJI IA_TGJI IA_TNG IA_TPRI IA_TRSI IA_TSI IA_TTSI IA_TWSI IA_UWJI IA_WBSI IA_WOJI IA_CMJI IA_KBKI IA_MNSI IA_SDSI Sangihe Saibi Sumatra Sukabumi Java Soroako Sulawesi Sarolangun Jambi Samarinda Kalimantan Sarmi Irian Jaya Sinabang Aceh Sidrap Sulawesi Singaraja Bali Serui Papua Sintang Kalimantan Sorong Irian Jaya Sawahan Java Tambak Boyo Java Tegal Java Tangerang Java Tanjung Pinang Sumatra Tarutung Sumatra Tuntungan Sumatra Tana Toraja Sulawesi Taliwang Sumbawa Ujung Watu Jawa Waikabubak Sumba Wonogiri Jawa Cimerak Java Kotabaru Kalimantan Mandailing Natal Sumatra Sungai Dareh Sumatra 3.6860 -1.3264 -7.0053 -2.5283 -2.3924 -0.4462 -1.9811 2.4089 -3.9646 -8.0848 -1.8700 0.0656 -0.8630 -7.7349 -6.8179 -6.8680 -6.1720 0.9184 2.0255 3.5012 -3.0451 -8.7381 -6.4191 -9.6411 -7.8372 -7.7838 -3.2995 0.7955 -0.9325 125.5286 99.0895 106.5630 121.3345 102.5927 117.2086 138.7105 96.3267 119.7691 115.2126 136.2400 111.4771 131.2598 111.7669 111.8481 109.1211 106.6469 104.5263 98.9594 98.5645 119.8189 116.8821 110.9474 119.3911 110.9236 108.4485 116.1667 99.5796 101.4280 106.0 30 99.0 602.30 76.83 102.0 106 14.48 142 98 87.91 82.0 0.0 723.0 44 41.0 42.0 38.0 985.0 72.0 941 86.60 61.52 456.67 183.62 81 58 295 200 JISNET – JEPANG No 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 Kode IA_BAKI IA_BJI IA_BSI IA_KDI IA_KHK IA_KSI IA_LEM IA_MNI IA_PCI IA_PPI Deskripsi Stasiun Biak Banjarnegara Java Banda Aceh Sumatra Kendari Sulawesi Kahang-Kahang Bali Kepahiang Sumatra Lembang Java Manado Sulawesi Palu Sulawesi Padangpanjang Sumatra Lintang -1.1915 -7.3329 5.4964 -3.9574 -8.3640 -3.6517 -6.8266 1.44397 -0.9054 -0.4568 Bujur 136.1070 109.7096 95.2961 122.6193 115.6096 102.5929 107.6176 124.8399 119.8366 100.3970 Elevasi 89.0 629.0 192.0 55.0 220.0 539.0 1293.0 191.0 150.0 0.0 99 115 116 117 118 119 IA_TARA IA_TLE IA_TPI IA_WAMI IA_WSI Tarakan Kalimantan Tual Kai Tanjung Pandang Belitung Wamena Irian Jaya Waingapu Sumba 3.32712 -5.6373 -2.7563 -4.0959 -9.6689 117.5704 132.7373 107.6535 138.9500 120.2977 95.0 113.0 25.0 1673.0 48.0 GFZ – JERMAN No 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 Kode IA_BDNI IA_BKB IA_BKNI IA_CISI IA_FAKI IA_BDNI IA_GSI IA_JAGI IA_LHMI IA_LUWI IA_MMRI IA_MNAI IA_PMBI IA_SAUI IA_SANI IA_SMRI IA_SOEI IA_TNTI IA_TOLI IA_UGM Deskripsi Stasiun Bandaneira Balikpapan Kalimantan Bangkinang Sumatra Cisomped Java Fakfak Genyem Gunungsitoli Nias Jajag Java Lhokseumave Sumatra Luwuk Sulawesi Maumere Flores Manna Sumatra Palembang Sumatra Saumlaki Sanana Semarang Java Soe Ternate Tolitoli Sulawesi Wanagama Lintang -4.5224 -1.1073 0.3262 -7.5557 -2.9192 -2.5927 1.3039 -8.4703 5.2288 -1.0418 -8.6357 -4.3605 -2.9024 -7.834 -2.0497 -7.0492 -9.7553 0.7718 1.1214 -7.9125 Bujur 129.9045 116.9048 101.0396 107.8153 132.2650 140.1680 97.5755 114.1520 96.9472 122.7717 122.2376 102.9557 104.6993 131.299 125.9880 110.44067 124.2672 127.3667 120.7944 110.5231 Elevasi 16.0 110.0 65.0 544.0 0.0 58.0 107.0 171.0 3.0 6.0 137.0 154.0 25.0 0.0 24.0 203.0 0.0 43.0 86.0 350.0 Deskripsi Stasiun Ambon Gorontalo Ingas Kotabumi Labuhan Bajo Mamuju Manokwari Tangerang Tapaktuan Yogyakarta Jambi Lintang -3.6871 0.76 -8.8181 -4.6871 -8.4835 -2.6892 -0.93 -6.1720 3.2617 -7.8170 -1.6335 Bujur 128.1940 122.8700 115.1456 104.7320 119.8921 118.9090 134.0431 106.6470 97.1773 110.2950 103.6417 Elevasi 160.0 301.0 248.0 88.0 123.0 221.0 70.0 75.0 9.0 171.0 50.0 CEA – CHINA No 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 Kode IA_AAII IA_GTOI IA_IGBI IA_KLSI IA_LBFI IA_MMSI IA_MWPI IA_TNGI IA_TPTI IA_YOGI IA_JMBI 100 CTBTO – AUSTRIA No 151 152 153 154 Kode IA_BATI IA_PSI IA_LEM IA_KAPI Deskripsi Stasiun Kupang, NTT Prapat Lembang Kappang, Sulawesi Lintang -10.207 2.8010 -6.8266 -5.0142 Bujur 123.6633 98.9240 107.6176 119.7520 Elevasi 1051.0 101 Lampiran D Peta Seismisitas Daerah Penelitian September’08 – September’09 102