View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
Studi Adsorbsi Timbal (Pb) pada Kulit Batang Kersen (Muntingia calabura)
dan Glodogan Tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) di
Makassar, Sulawesi Selatan
Sri Suhadiyah*, Syarifudin Leong**, Surni*
[email protected]
ABSTRAK
Studi adsorbsi timbal (Pb) kulit batang Kersen (Muntingia calabura) dan
Glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula), telah
dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2011 dengan metode pengabuan
basah dan menggunakan peralatan Atomic Absorbsi Spectrophotometer
pengambilan sampel tanaman di Jalan A.P. Pettarani, Jalan Perintis Kemerdekaan
dan Jalan Masjid Raya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adsrobsi
timbal (Pb) pada kulit batang Kersen dengan tajuk daun tinggi dan glodogan tiang
dengan tajuk daun sampai kedasar permukaan tanah. Hasil analisis adsorbsi
timbal (Pb) pada kulit batang Glodogan tiang di ketiga jalan lebih tinggi
disebabkan pengaruh turbelensi udara, dibandingkan dengan adsorbsi timbal
(Pb) pada kulit batang Kersen yang kulit batang sampling tidak terlindungi daun.
Adsorbsi timbal (Pb) tertinggi untuk kulit Glodogan tiang di jalan A.P. Pettarani
yaitu 172,7785 mg/kg dan absorbsi tertinggi kulit batang Kersen diperoleh 90,
6830 mg/kg.
Kata kunci: Adssorbsi, Timbal (Pb), Kulit Batang, Muntingia calabura, Polyathia
longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula
Keterangan:
* Jurusan Biologi FMIPA-UNHAS
** Jurusan Kimia FMIPA-UNHAS
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Transportasi dikota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang
terbesar, dan diperkirakan
berkisar 70% pencemaran udara diperkotaan
disebabkan oleh aktivitas kendaraan bemotor (Kusmaningrum dan Gunawan,
2008).
Kota Makassar merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia, yang
mengalami permasalahan pencemaran udara dengan racun timbal asap kendaraan
bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor menyebabkan semakin
tingginya tingkat kemacetan disejumlah ruas jalan, yang berdampak pada
peningkatan polutan (racun) di udara.
Berdasarkan data Bappenas yang bekerjasama dengan Asean Development
Bank dan Swiss Contact (2006), pertambahan kendaraan yang pesat terkait
langsung dengan kondisi sistem transportasi yang buruk. Banyak orang terdorong
untuk menggunakan kendaraan pribadi terutama sepeda motor karena ketiadaan
transportasi umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Akibatnya, kemacetan
lalu lintas tidak dapat dihindari khususnya pada jam-jam sibuk.Tingginya laju
pertumbuhan penduduk berdampak pada peningkatan jumlah transportasi sebagai
sarana aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Data dari Dinas
Perhubungan Kota Makassar (2009) menunjukkan tren peningkatan jumlah
kendaraan bermotor, pada tahun 2006 tercatat 296.931 unit, tahun 2007 tercatat
319.038 unit dan pada tahun 2008 tercatat 360.122 unit kendaraan.
Permasalahan pencemaran udara khususnya timbal (Pb) telah
mengkhawatirkan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, dan Makassar. Hal ini didasarpan pada beberapa hasil pemantauan
kualitas udara dengan parameter timbal (Pb) yang terkandung dalam bensin
(premium) (Zaenab, 2008). Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian dilaporkan
bahwa kualitas udara di Kota Makassar sudah mengkhawatirkan. Sebagaimana
diketahui bahwa Kota Makassar merupakan ibukota Sulawesi Selatan yang
menjadi pusat kegiatan perekonomian dari berbagai daerah disekitarnya, dan
menjadi pusat kegiatan perekonomian di kawasan timur Indonesia.Menurut
Asnida (2004), kadar CO udara ambien dikota Makassar pada siang hari rata-rata
mencapai 11.013,33 µg/Nm3. Hasil penelitian Hermanto (2006), rata-rata
pengukuran CO dijalan Perintis Kemerdakaan pada siang dan sore hari mencapai
6860-8870 µg/Nm3.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mereduksi bahan pencemar di
udara adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai tanaman penghijauan diperkotaan.
Pepohonan mampu menurunkan konsentrasi berbagai polutan di udara termasuk
partikel Pb. Menurut Smith, kemampuan daun menangkap partikel sangat
dipengaruhi keadaan permukaaan daun, yaitu kebasahan, kelengketan dan bulu
daun (Widagdo, 2005). Sedangkan menurut Rahayu (1995), penyerapan bahan
polutan melalui daun terjadi karena partikel timbal di udara jatuh dan mengendap
pada permukaan daun. Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu dan lebar akan
lebih mudah menangkap partikel dari pada permukaan daun yang halus, tidak
berbulu dan berukuran sempit (Siregar, 2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian perbandingan kemampuan daun tumbuhan pinggir jalan yang memiliki
kemapuan menyerap timbal berdasarkan perbedaan permukaan, Di kota Makasar
terdapat waru Hibuscus tiliaceus L. (berdaun lebar dengan permukaan kasar)
dengan ki hujan Samanea saman (Jacq.) Merr. (berdaun kecil/sempit dan
permukaan halus).
PROSEDUR PENELITIAN
Penentuan Lokasi Cuplikan
Penentuan lokasi cuplikan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan kendaraan dan
tingkat kemacetan pada beberapa jalan utama berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota
Makassar, yaitu Jalan AP. Pettarani, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Masjid Raya.
Sedangkan penentuan pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik pada setiap lokasi
yang telah ditentukan.
Pengambilan Sampel Kulit
Sampel kulit batang diambil pada ketinggian 50 cm dari atas tanah dari setiap pohon
di lokasi jalan yan telah ditentukan. Jumlah pohon yang digunakan sebagai sampel berjumlah
2 pohon dari setiap lokasi jalan.
Pengukuran Konsentrasi Pb di Daun
Sampel kulit batang di gerus hingga agak halus kemudian di oven pada suhu 105oC.
selanjutnya diabukan dalam furnace bersuhu 600oC selama 2 jam. Abu kulit batang
didestruksi dengan HNO3 pekat (65%) dan diencerkan dengan aquades masing-masing
sebanyak 50 ml. Larutan tersebut diukur kadar timbalnya dengan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer). Perhitungan kadar timbal Pb pada daun (BBLKM, 2010):
𝐂𝐱𝐕
𝐌=
𝐁
Keterangan :
M = Kandungan Pb dalam sampel (μg/g)
C = Konsentrasi yang diperoleh dari Kurva Kalibrasi (μg/ml)
V = Volume larutan sampel (ml)
B = Bobot sampel (g)
Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang terukur adalah, arah angin, kecepatan angin (km/ha),
suhu udara (oC) dan kelembaban (% Rh).
III. PEMBAHASAN
III.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen (Muntingia calabura)
maupun kulit batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var
Pendula) pada 3 lokasi penelitian di bulan Februari sampai Maret 2011 disajikan pada tabel
berikut :
Tabel
: Adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen (Muntingia calabura) maupun kulit
batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var
Pendula) bulan Februari sampai Maret 2011
No
Lokasi
Kersen
Muntingia calabura
Stasiun Stasiun Rata-rata
I
II
(mg/kg) (mg/kg)
1.
Jalan AP. Pettarani
59.9367
77.2161
68.5764
169.753
175.8041
172.7786
2.
Jalan
Perintis
Kemerdekaan
44.2635
57.9334
51.0985
139.9144
64.098
102.0062
3.
Jalan Masjid Raya
101.183
80.183
90.683
127.3356
79.0488
103.1922
68.4611
71.7775
70.1193
145.6677
106.317
125.9923
Rata-rata
Glodogan Tiang
Polyathia longifolia
Stasiun I
(mg/kg)
Stasiun II
(mg/kg)
Pada bulan Februari-Maret 2011, adsorbsi timbal (Pb) kulit batang rata-rata tertinggi
diperoleh pada kulit batang glodogan tiang Polyathia longifolia (rata-rata 172.7786
mg/kg) dari jalan AP. Pettarani, dan pada kulit batang kersen Muntingia calabura (rata-rata
90.683 mg/kg) dari jalan Masjid Raya.
Grafik berikut ini memperlihatkan variasi adsorbsi timbal (Pb) pada kulit batang
glodogan tiang Polyathia longifolia dan kulit batang kersen Muntingia calabura (gambar
2):
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Jl. Perintis
Kemerdekaan
Jl. AP. Pettarani
Jl. Masjid Raya
Kersen I Kersen II Glodogan Glodogan
I
II
Grafik :Adsorbsi Pb (mg/kg) dari sampel kulit batang glodogan tiang dan kulit batang
kersen di beberapa jalan besar kota Makassar pada bulan Februari-Maret 2011
Dari gambar 2 diatas dapat diketahui bahwa adsorbsi Pb tertinggi pada kulit batang
glodogan tiang diperoleh dari jalan AP. Pettarani yaitu 175.8041 mg/kg, demikian pula
halnya pada kulit batang kersen Muntingia calabura dengan akumulasi 101.183 mg/kg pada
jalan Masjid Raya. Hal ini dimungkinkan karena jalan AP. Pettarani sekarang ini merupakan
jalan utama yang tingkat kepadatan lalu lintas kendaraannya relatif tinggi dari dua arah
berlawanan, sehingga sering terjadi kemacetan panjang dilokasi tersebut.
Dari tabel 4 dan 5 diperoleh rata-rata akumulasi timbal (Pb) tertinggi terdapat di jalan
AP. Pettarani dan jalan Masjid Raya. Hal ini berkaitan dengan kepadatan kendaraan
Rata-rata
bermotor, dan berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar menunjukkan
bahwa jalan AP. Pettarani merupakan jalan terpadat arus lalu lintasnya di Kota Makassar
menyusul jalan Masjid Raya dan jalan Urip Sumoharjo. Menurut Wardoyo (1998), semakin
banyak jumlah kendaraan bermotor yang lewat pada suatu jalan maka semakin tinggi pula
kadar polutan timbal yang diemisikan kelingkungan sekitar.
Hasil analisis pada sampel kulit batang glodogan tiang dan kulit batang kersen dari
beberapa jalan utama yang padat arus lalu lintas kendaraannya di Kota Makassar, diperoleh
adsorbs timbal (Pb) tertinggi pada kulit batang glodogan tiang (rata-rata 172.7786mg/kg)
pada jalan AP. Pettarani dan kersen (rata-rata 90.683mg/kg) pada jalan Masjid Raya.
Jika dilihat adsorbsi timbal (Pb) bulan Februari-Maret 2011 pada jalan AP. Pettarani
untuk kulit batang glodogan tiang 175.8041 mg/kg. Hal ini dikarenakan parameter
lingkungan bulan Februari-Maret 2011. Suhu udara dijalan AP. Pettarani pada bulan
Februari-Maret 2011 yaitu 30.5oC dengan kelembaban 75% Rh. Dengan kondisi demikian,
bahan-bahan polutan di udara akan mudah mengendap dan jatuh ke tanah atau terjerap oleh
tanaman sehingga akumulasi polutan khususnya timbal (Pb) yang terjerap oleh tanaman akan
cenderung meningkat. Dengan kenaikan suhu, dapat membantu mempercepat reaksi kimia
perubahan suatu polutan di udara. Berdasarkan dari hasil pengukuran parameter lingkungan,
kecepatan angin yaitu 3.5 knot . Keadaan udara yang lebih kering dengan suhu yang
cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat serta curah hujan yang rendah,
menyebabkan polutan cenderung meningkat karena tidak terjadi pengenceran polutan
diudara. Berdasarkan Data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar (2009), volume
kendaraan yang melintas di Jalan AP. Pettarani yaitu 2.570 unit/jam sedangkan kapasitas
jalan yang tersedia 3.3373 dengan rasio volume/kapasitas 0,76. Dahlan (1989), menyatakan
akumulasi timbal di atas vegetasi atau dalam tanah meningkat dengan meningkatnya
kepadatan lalulintas, dan akumulasinya akan menurun dengan bertambahnya jarak dari tepi
jalan raya. Hal demikian jugadikemukakan oleh Soemitra (2003), bahwa kadar akumulasi
polutan berkorelasi dengan tingkat kepadatan dan jarak dari sumber polutan. Menurut Paduai
(2003), semakin besar atau padat suatu kota semakin tinggi pula kandungan timbal (Pb)
dalam udara ambient. Dengan demikian kandungan timbal (Pb) diudara akan meningkat
secara nyata dari pinggiran kota ke pusat kota. Siregar (2005) juga mengemukakan jumlah Pb
di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah
industri, percepatan musim dan arah angin, tingginya kandungan Pb pada tumbuhan juga
dipengaruhi oleh sedimentasi. Lebih lanjut fluktuasi tingkat polusi udara di ruas jalan
perkotaan selama 24 jam menggambarkan kecenderungan secara umum akan naik dimulai
dari aktivitas kendaraan sampai menjelang malam hari sekitar jam 19.00 dan puncak
konsentrasi terjadi pada siang hari sejalan dengan meningkatnya radiasi matahari yang
dipancarkan (Kusminingrum dan Gunawan, 2008).
Tingginya rata-rata adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen Muntingia calabura
dibandingkan dengan kulit batang glodogan tiang Polyathia longifolia disebabkan karena
perbedaan morfologi dan ketebalan kulit batang dari kedua tanaman tersebut.
Timbal sebagian besar di akumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, kulit batang dan
akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman
tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK. Konsentrasi timbal yang tertinggi (100-1000
mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan.
Timbale hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasi tinggi (anonimous, 1998). Tanaman
dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik,
serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan
berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu
menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Charlena,
2004).
Menurut Wedling, tumbuhan dapat tercemar logam berat melalui penyerapan
rambut-rambut akar dari tanah atau dari udara melalui stomata daun dan kulit batang.
Emisi timah hitam (Pb) ke dalam lapisan atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan
partikulat, emisi dalam bentuk gas terutama sekali berasal dari buangan gas kendaraan
bermotor, sebagai hasil sampingan dari pembakaran dalam mesin kendaraan. Timah hitam
(Pb) berasal dari hasil pembakaran dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu
ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti letuk (anti
knock) (Palar, 1994). Di Indonesia timah hitam (Pb) ditambahkan pada bensin per 1 liter
sebanyak 0,70 gram untuk premium dan untuk bensin super adalah 0,84 gram dan sekitar
15%-30% diantaranya lepas ke udara setelah pembakaran (Widagdo, 2005).
Beberapa faktor lingkungan yang turut mempengaruhi seperti angin, kelembaban
dan suhu. Dahlan (1989) menyatakan angin dapat bekerja mengencerkan pencemar udara,
sehingga dapat memperkecil bahaya dan kerugian akibat pencemar udara. Walaupun
demikian, adanya sifat ini akan mengakibatkan daerah yang terkena pencemar menjadi lebih
luas, jika dibandingkan seandainya tidak ada hembusan angin. Prabu (2009) menyatakan
bahwa kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar,
sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk
partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk
partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap kepermukaan bumi oleh
gaya tarik bumi. Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfer yang lebih rendah dan
tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi katalisator atau membantu mempercepat
reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau, dimana keadaan udara
lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat dibandingkan
dengan keadaan hujan maka polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi
karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara. Partikel logam berat timah hitam (Pb) yang
dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dalam bentuk PbCl2 (Pb diklorida) dan PbBr2 (Pb
Bromida) dan sisanya dilepas ke udara (Wardhana, 2001).
Penghijauan jalan yang memadai secara kualitatif maupun kuantitatif sepanjang jalan
dalam kota memegang peranan penting dalam menetralisis polusi udara yang semakin
meningkat. Demikian pula dengan kandungan Pb di udara dapat juga berkurang dengan
adanya pepohonan, karena pepohonan dapat menurunkan turbelensi aliran udara (Anatari dan
Sundra, 2002).
Air hujan dipengaruhi oleh pencemaran atmosfer dan air hujan biasanya bersifat
asam. Penambahan keasaman biasanya disebabkan oleh tiga asam mineral yaitu sulfur, nitrat
dan hidroklorat. Timbal merupakan logam berat yang memiliki sifat larutan dalam larutan
asam. Mengingat air hujan bersifat asam sehingga besar kemungkinan berkurangnya
kandungan Pb pada daun waru dan ki hujan pada Juni 2010 disebabkan karena larutnya Pb
oleh air hujan tersebut. Menurut Wedling dalam Antari dan Sundra (2002) partikel-partikel
logam berat yang menempel pada permukaan daun akan tercuci oleh hujan. Hujan juga dapat
menurunkan konsentrasi kadar partikel Pb yang melayang-layang di udara, sehingga dapat
mencuci partikel higroskopis yang berukuran 20-30 mm serta debu-debu yang berukuran
lebih kecil lagi.
Timbal yang diserap oleh tanaman akan memberikan efek buruk apabila
kepekatannya berlebihan. Pengaruh yang di timbulkan antara lain dengan adanya penurunan
pertumbuhan dan produktivitas pada banyak kasus menyebabkan tanaman menjadi kerdil
dan klorosis kepekaan logam berat pada daun memperlihatkan batas toksisitas terhadap
tanaman yang berbeda-beda. Toksisitas timah hitam menyebabkan suatu mekanisme yang
melibatkan klorofil. Menurut Mengel dan Kirkby (1987) dalam Notohadiprawiro (2006)
Nilai ambang gawat unsur logam berat khususnya Pb bagi tanaman yaitu 10-20 kadar gawat
µg/gr bahan kering. Kandungan Pb pada daun waru dan ki hujan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan tidak mencapai 10-20 µg/gr. Hal ini berarti akumulasi Pb pada daun waru dan
ki hujan di Kota Makassar belum melampaui ambang batas toksisitasnya terhadap tanaman.
A
Gambar. Kersen (Muntingia calabura)
B
Glodogan Tiang (Polyathia
longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis akumulasi timbal (Pb) pada kulit batang kersen
(Muntingia calabura) dan glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F.
Var Pendula) dari beberapa jalan utama di Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa kulit
batang glodogan tiang lebih banyak mengadsorbsi polutan khususnya timbal (Pb)
dibandingkan dengan kulit batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook.
F. Var Pendula).
IV.2 Saran
Kepada instansi terkait agar tanaman kersen dan glodogan tiang dapat diperbanyak
dan dijadikan tanaman alternatif dalam penghijaun kota untuk menunjang “Makassar go
green”.
Diperlukan penelitian pembanding yaitu pada musim kemarau untuk mengetahui keefektifan
daya akumulasi dari kedua tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Antari J. dan Ketut S., 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) Pada Tanaman
Peneduh Jalan Di Kota Denpasar. Jurnal Penelitian dan Karya UNUD.
Denpasar. Diakses pada hari Rabu, 14 Oktober 2009.
Asnida, 2004. Hubungan Kepadatan Kendaraan dengan CO Di Ruas Jalan Urip
Sumoharjo Makassar. SkripsiFakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Bappenas, ADB, Swiss Contact, 2006. Atlas Kualitas Udara. Hal 18. Diakses
pada hari Kamis 21 Januari 2010.
BBLKM. 2010. Metode Pengukuran Logam. BBLKM. Makassar.
Dahlan, E. N., 1989. Studi Kemampuan Tanaman Dalam Menjerap dan Menyerap
Timbal EmisiDari Kendaraan Bermotor.Tesis, PascaSarjana.Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hermanto, B., 2006. Hubungan Kepadatan Kendraan Dengan Kadar Karbon (CO)
di Ruas Jalan Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar Tahun 2006. Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Iriawati, 2009. Struktur dan Fungsi Daun. Institut Teknologi Bandung (ITB)
Kusmaningrum, N. dan Gunawan, 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendraan
Bermotor Di Jalan Perkotaan Pulau Jawa Dan Bali. Puslitbang Jalan. Hal
1. Bandung.
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, 2009. Dampak Pemakaian Bensin
bertimbal Dan Kesehatan. Diekses pada hari Senin, 2 Desember 2009.
Notohadiputro, 2006. Logam Berat Dalam Pertanian. Ilmu Tanah Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Prabu. 2009. Aspek Klimatologi Pencemaran Udara. http:www. Kesehatan
Lingkungan.com.Diakses pada hari Senin, 19 Oktober 2009.
Paduai, T., 2003. Penggunaan Tumbuhan Bayam (Amaranthus) Sebagai
Bioakumu-lator Timbal (Pb). Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Siregar, E. B. M., 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya
Pada Manusia. Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan. Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Soemirat, J., 2003. Toksikologi lingkungan. Gadjah mada University Press.
Yogyakarta.
Widagdo, S., 2005. Tanaman Elemen Lanskep Sebagai Biofilter Untuk Mereduksi
Polusi Timbal (Pb) Di Udara.Makalah Pribadi Fakultas Sains Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Diakses pada hari Rabu, 14 Oktober 2009.
Wardhana, A. W., 2004. Dampak Pencemar Lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Download