Studi Adsorbsi Timbal (Pb) pada Kulit Batang Kersen (Muntingia calabura) dan Glodogan Tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) di Makassar, Sulawesi Selatan Sri Suhadiyah*, Syarifudin Leong**, Surni* [email protected] ABSTRAK Studi adsorbsi timbal (Pb) kulit batang Kersen (Muntingia calabura) dan Glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula), telah dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2011 dengan metode pengabuan basah dan menggunakan peralatan Atomic Absorbsi Spectrophotometer pengambilan sampel tanaman di Jalan A.P. Pettarani, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Masjid Raya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adsrobsi timbal (Pb) pada kulit batang Kersen dengan tajuk daun tinggi dan glodogan tiang dengan tajuk daun sampai kedasar permukaan tanah. Hasil analisis adsorbsi timbal (Pb) pada kulit batang Glodogan tiang di ketiga jalan lebih tinggi disebabkan pengaruh turbelensi udara, dibandingkan dengan adsorbsi timbal (Pb) pada kulit batang Kersen yang kulit batang sampling tidak terlindungi daun. Adsorbsi timbal (Pb) tertinggi untuk kulit Glodogan tiang di jalan A.P. Pettarani yaitu 172,7785 mg/kg dan absorbsi tertinggi kulit batang Kersen diperoleh 90, 6830 mg/kg. Kata kunci: Adssorbsi, Timbal (Pb), Kulit Batang, Muntingia calabura, Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula Keterangan: * Jurusan Biologi FMIPA-UNHAS ** Jurusan Kimia FMIPA-UNHAS I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi dikota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar, dan diperkirakan berkisar 70% pencemaran udara diperkotaan disebabkan oleh aktivitas kendaraan bemotor (Kusmaningrum dan Gunawan, 2008). Kota Makassar merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia, yang mengalami permasalahan pencemaran udara dengan racun timbal asap kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor menyebabkan semakin tingginya tingkat kemacetan disejumlah ruas jalan, yang berdampak pada peningkatan polutan (racun) di udara. Berdasarkan data Bappenas yang bekerjasama dengan Asean Development Bank dan Swiss Contact (2006), pertambahan kendaraan yang pesat terkait langsung dengan kondisi sistem transportasi yang buruk. Banyak orang terdorong untuk menggunakan kendaraan pribadi terutama sepeda motor karena ketiadaan transportasi umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Akibatnya, kemacetan lalu lintas tidak dapat dihindari khususnya pada jam-jam sibuk.Tingginya laju pertumbuhan penduduk berdampak pada peningkatan jumlah transportasi sebagai sarana aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar (2009) menunjukkan tren peningkatan jumlah kendaraan bermotor, pada tahun 2006 tercatat 296.931 unit, tahun 2007 tercatat 319.038 unit dan pada tahun 2008 tercatat 360.122 unit kendaraan. Permasalahan pencemaran udara khususnya timbal (Pb) telah mengkhawatirkan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Hal ini didasarpan pada beberapa hasil pemantauan kualitas udara dengan parameter timbal (Pb) yang terkandung dalam bensin (premium) (Zaenab, 2008). Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa kualitas udara di Kota Makassar sudah mengkhawatirkan. Sebagaimana diketahui bahwa Kota Makassar merupakan ibukota Sulawesi Selatan yang menjadi pusat kegiatan perekonomian dari berbagai daerah disekitarnya, dan menjadi pusat kegiatan perekonomian di kawasan timur Indonesia.Menurut Asnida (2004), kadar CO udara ambien dikota Makassar pada siang hari rata-rata mencapai 11.013,33 µg/Nm3. Hasil penelitian Hermanto (2006), rata-rata pengukuran CO dijalan Perintis Kemerdakaan pada siang dan sore hari mencapai 6860-8870 µg/Nm3. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mereduksi bahan pencemar di udara adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai tanaman penghijauan diperkotaan. Pepohonan mampu menurunkan konsentrasi berbagai polutan di udara termasuk partikel Pb. Menurut Smith, kemampuan daun menangkap partikel sangat dipengaruhi keadaan permukaaan daun, yaitu kebasahan, kelengketan dan bulu daun (Widagdo, 2005). Sedangkan menurut Rahayu (1995), penyerapan bahan polutan melalui daun terjadi karena partikel timbal di udara jatuh dan mengendap pada permukaan daun. Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu dan lebar akan lebih mudah menangkap partikel dari pada permukaan daun yang halus, tidak berbulu dan berukuran sempit (Siregar, 2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian perbandingan kemampuan daun tumbuhan pinggir jalan yang memiliki kemapuan menyerap timbal berdasarkan perbedaan permukaan, Di kota Makasar terdapat waru Hibuscus tiliaceus L. (berdaun lebar dengan permukaan kasar) dengan ki hujan Samanea saman (Jacq.) Merr. (berdaun kecil/sempit dan permukaan halus). PROSEDUR PENELITIAN Penentuan Lokasi Cuplikan Penentuan lokasi cuplikan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan kendaraan dan tingkat kemacetan pada beberapa jalan utama berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar, yaitu Jalan AP. Pettarani, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Masjid Raya. Sedangkan penentuan pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik pada setiap lokasi yang telah ditentukan. Pengambilan Sampel Kulit Sampel kulit batang diambil pada ketinggian 50 cm dari atas tanah dari setiap pohon di lokasi jalan yan telah ditentukan. Jumlah pohon yang digunakan sebagai sampel berjumlah 2 pohon dari setiap lokasi jalan. Pengukuran Konsentrasi Pb di Daun Sampel kulit batang di gerus hingga agak halus kemudian di oven pada suhu 105oC. selanjutnya diabukan dalam furnace bersuhu 600oC selama 2 jam. Abu kulit batang didestruksi dengan HNO3 pekat (65%) dan diencerkan dengan aquades masing-masing sebanyak 50 ml. Larutan tersebut diukur kadar timbalnya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Perhitungan kadar timbal Pb pada daun (BBLKM, 2010): 𝐂𝐱𝐕 𝐌= 𝐁 Keterangan : M = Kandungan Pb dalam sampel (μg/g) C = Konsentrasi yang diperoleh dari Kurva Kalibrasi (μg/ml) V = Volume larutan sampel (ml) B = Bobot sampel (g) Pengukuran Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang terukur adalah, arah angin, kecepatan angin (km/ha), suhu udara (oC) dan kelembaban (% Rh). III. PEMBAHASAN III.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen (Muntingia calabura) maupun kulit batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) pada 3 lokasi penelitian di bulan Februari sampai Maret 2011 disajikan pada tabel berikut : Tabel : Adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen (Muntingia calabura) maupun kulit batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) bulan Februari sampai Maret 2011 No Lokasi Kersen Muntingia calabura Stasiun Stasiun Rata-rata I II (mg/kg) (mg/kg) 1. Jalan AP. Pettarani 59.9367 77.2161 68.5764 169.753 175.8041 172.7786 2. Jalan Perintis Kemerdekaan 44.2635 57.9334 51.0985 139.9144 64.098 102.0062 3. Jalan Masjid Raya 101.183 80.183 90.683 127.3356 79.0488 103.1922 68.4611 71.7775 70.1193 145.6677 106.317 125.9923 Rata-rata Glodogan Tiang Polyathia longifolia Stasiun I (mg/kg) Stasiun II (mg/kg) Pada bulan Februari-Maret 2011, adsorbsi timbal (Pb) kulit batang rata-rata tertinggi diperoleh pada kulit batang glodogan tiang Polyathia longifolia (rata-rata 172.7786 mg/kg) dari jalan AP. Pettarani, dan pada kulit batang kersen Muntingia calabura (rata-rata 90.683 mg/kg) dari jalan Masjid Raya. Grafik berikut ini memperlihatkan variasi adsorbsi timbal (Pb) pada kulit batang glodogan tiang Polyathia longifolia dan kulit batang kersen Muntingia calabura (gambar 2): 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Jl. Perintis Kemerdekaan Jl. AP. Pettarani Jl. Masjid Raya Kersen I Kersen II Glodogan Glodogan I II Grafik :Adsorbsi Pb (mg/kg) dari sampel kulit batang glodogan tiang dan kulit batang kersen di beberapa jalan besar kota Makassar pada bulan Februari-Maret 2011 Dari gambar 2 diatas dapat diketahui bahwa adsorbsi Pb tertinggi pada kulit batang glodogan tiang diperoleh dari jalan AP. Pettarani yaitu 175.8041 mg/kg, demikian pula halnya pada kulit batang kersen Muntingia calabura dengan akumulasi 101.183 mg/kg pada jalan Masjid Raya. Hal ini dimungkinkan karena jalan AP. Pettarani sekarang ini merupakan jalan utama yang tingkat kepadatan lalu lintas kendaraannya relatif tinggi dari dua arah berlawanan, sehingga sering terjadi kemacetan panjang dilokasi tersebut. Dari tabel 4 dan 5 diperoleh rata-rata akumulasi timbal (Pb) tertinggi terdapat di jalan AP. Pettarani dan jalan Masjid Raya. Hal ini berkaitan dengan kepadatan kendaraan Rata-rata bermotor, dan berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar menunjukkan bahwa jalan AP. Pettarani merupakan jalan terpadat arus lalu lintasnya di Kota Makassar menyusul jalan Masjid Raya dan jalan Urip Sumoharjo. Menurut Wardoyo (1998), semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang lewat pada suatu jalan maka semakin tinggi pula kadar polutan timbal yang diemisikan kelingkungan sekitar. Hasil analisis pada sampel kulit batang glodogan tiang dan kulit batang kersen dari beberapa jalan utama yang padat arus lalu lintas kendaraannya di Kota Makassar, diperoleh adsorbs timbal (Pb) tertinggi pada kulit batang glodogan tiang (rata-rata 172.7786mg/kg) pada jalan AP. Pettarani dan kersen (rata-rata 90.683mg/kg) pada jalan Masjid Raya. Jika dilihat adsorbsi timbal (Pb) bulan Februari-Maret 2011 pada jalan AP. Pettarani untuk kulit batang glodogan tiang 175.8041 mg/kg. Hal ini dikarenakan parameter lingkungan bulan Februari-Maret 2011. Suhu udara dijalan AP. Pettarani pada bulan Februari-Maret 2011 yaitu 30.5oC dengan kelembaban 75% Rh. Dengan kondisi demikian, bahan-bahan polutan di udara akan mudah mengendap dan jatuh ke tanah atau terjerap oleh tanaman sehingga akumulasi polutan khususnya timbal (Pb) yang terjerap oleh tanaman akan cenderung meningkat. Dengan kenaikan suhu, dapat membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan di udara. Berdasarkan dari hasil pengukuran parameter lingkungan, kecepatan angin yaitu 3.5 knot . Keadaan udara yang lebih kering dengan suhu yang cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat serta curah hujan yang rendah, menyebabkan polutan cenderung meningkat karena tidak terjadi pengenceran polutan diudara. Berdasarkan Data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar (2009), volume kendaraan yang melintas di Jalan AP. Pettarani yaitu 2.570 unit/jam sedangkan kapasitas jalan yang tersedia 3.3373 dengan rasio volume/kapasitas 0,76. Dahlan (1989), menyatakan akumulasi timbal di atas vegetasi atau dalam tanah meningkat dengan meningkatnya kepadatan lalulintas, dan akumulasinya akan menurun dengan bertambahnya jarak dari tepi jalan raya. Hal demikian jugadikemukakan oleh Soemitra (2003), bahwa kadar akumulasi polutan berkorelasi dengan tingkat kepadatan dan jarak dari sumber polutan. Menurut Paduai (2003), semakin besar atau padat suatu kota semakin tinggi pula kandungan timbal (Pb) dalam udara ambient. Dengan demikian kandungan timbal (Pb) diudara akan meningkat secara nyata dari pinggiran kota ke pusat kota. Siregar (2005) juga mengemukakan jumlah Pb di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri, percepatan musim dan arah angin, tingginya kandungan Pb pada tumbuhan juga dipengaruhi oleh sedimentasi. Lebih lanjut fluktuasi tingkat polusi udara di ruas jalan perkotaan selama 24 jam menggambarkan kecenderungan secara umum akan naik dimulai dari aktivitas kendaraan sampai menjelang malam hari sekitar jam 19.00 dan puncak konsentrasi terjadi pada siang hari sejalan dengan meningkatnya radiasi matahari yang dipancarkan (Kusminingrum dan Gunawan, 2008). Tingginya rata-rata adsorbsi timbal (Pb) kulit batang kersen Muntingia calabura dibandingkan dengan kulit batang glodogan tiang Polyathia longifolia disebabkan karena perbedaan morfologi dan ketebalan kulit batang dari kedua tanaman tersebut. Timbal sebagian besar di akumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, kulit batang dan akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK. Konsentrasi timbal yang tertinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbale hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasi tinggi (anonimous, 1998). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Charlena, 2004). Menurut Wedling, tumbuhan dapat tercemar logam berat melalui penyerapan rambut-rambut akar dari tanah atau dari udara melalui stomata daun dan kulit batang. Emisi timah hitam (Pb) ke dalam lapisan atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan partikulat, emisi dalam bentuk gas terutama sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor, sebagai hasil sampingan dari pembakaran dalam mesin kendaraan. Timah hitam (Pb) berasal dari hasil pembakaran dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti letuk (anti knock) (Palar, 1994). Di Indonesia timah hitam (Pb) ditambahkan pada bensin per 1 liter sebanyak 0,70 gram untuk premium dan untuk bensin super adalah 0,84 gram dan sekitar 15%-30% diantaranya lepas ke udara setelah pembakaran (Widagdo, 2005). Beberapa faktor lingkungan yang turut mempengaruhi seperti angin, kelembaban dan suhu. Dahlan (1989) menyatakan angin dapat bekerja mengencerkan pencemar udara, sehingga dapat memperkecil bahaya dan kerugian akibat pencemar udara. Walaupun demikian, adanya sifat ini akan mengakibatkan daerah yang terkena pencemar menjadi lebih luas, jika dibandingkan seandainya tidak ada hembusan angin. Prabu (2009) menyatakan bahwa kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap kepermukaan bumi oleh gaya tarik bumi. Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfer yang lebih rendah dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi katalisator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau, dimana keadaan udara lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat dibandingkan dengan keadaan hujan maka polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara. Partikel logam berat timah hitam (Pb) yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dalam bentuk PbCl2 (Pb diklorida) dan PbBr2 (Pb Bromida) dan sisanya dilepas ke udara (Wardhana, 2001). Penghijauan jalan yang memadai secara kualitatif maupun kuantitatif sepanjang jalan dalam kota memegang peranan penting dalam menetralisis polusi udara yang semakin meningkat. Demikian pula dengan kandungan Pb di udara dapat juga berkurang dengan adanya pepohonan, karena pepohonan dapat menurunkan turbelensi aliran udara (Anatari dan Sundra, 2002). Air hujan dipengaruhi oleh pencemaran atmosfer dan air hujan biasanya bersifat asam. Penambahan keasaman biasanya disebabkan oleh tiga asam mineral yaitu sulfur, nitrat dan hidroklorat. Timbal merupakan logam berat yang memiliki sifat larutan dalam larutan asam. Mengingat air hujan bersifat asam sehingga besar kemungkinan berkurangnya kandungan Pb pada daun waru dan ki hujan pada Juni 2010 disebabkan karena larutnya Pb oleh air hujan tersebut. Menurut Wedling dalam Antari dan Sundra (2002) partikel-partikel logam berat yang menempel pada permukaan daun akan tercuci oleh hujan. Hujan juga dapat menurunkan konsentrasi kadar partikel Pb yang melayang-layang di udara, sehingga dapat mencuci partikel higroskopis yang berukuran 20-30 mm serta debu-debu yang berukuran lebih kecil lagi. Timbal yang diserap oleh tanaman akan memberikan efek buruk apabila kepekatannya berlebihan. Pengaruh yang di timbulkan antara lain dengan adanya penurunan pertumbuhan dan produktivitas pada banyak kasus menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan klorosis kepekaan logam berat pada daun memperlihatkan batas toksisitas terhadap tanaman yang berbeda-beda. Toksisitas timah hitam menyebabkan suatu mekanisme yang melibatkan klorofil. Menurut Mengel dan Kirkby (1987) dalam Notohadiprawiro (2006) Nilai ambang gawat unsur logam berat khususnya Pb bagi tanaman yaitu 10-20 kadar gawat µg/gr bahan kering. Kandungan Pb pada daun waru dan ki hujan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tidak mencapai 10-20 µg/gr. Hal ini berarti akumulasi Pb pada daun waru dan ki hujan di Kota Makassar belum melampaui ambang batas toksisitasnya terhadap tanaman. A Gambar. Kersen (Muntingia calabura) B Glodogan Tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) IV. KESIMPULAN DAN SARAN IV.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis akumulasi timbal (Pb) pada kulit batang kersen (Muntingia calabura) dan glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula) dari beberapa jalan utama di Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa kulit batang glodogan tiang lebih banyak mengadsorbsi polutan khususnya timbal (Pb) dibandingkan dengan kulit batang glodogan tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook. F. Var Pendula). IV.2 Saran Kepada instansi terkait agar tanaman kersen dan glodogan tiang dapat diperbanyak dan dijadikan tanaman alternatif dalam penghijaun kota untuk menunjang “Makassar go green”. Diperlukan penelitian pembanding yaitu pada musim kemarau untuk mengetahui keefektifan daya akumulasi dari kedua tanaman tersebut. DAFTAR PUSTAKA Antari J. dan Ketut S., 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) Pada Tanaman Peneduh Jalan Di Kota Denpasar. Jurnal Penelitian dan Karya UNUD. Denpasar. Diakses pada hari Rabu, 14 Oktober 2009. Asnida, 2004. Hubungan Kepadatan Kendaraan dengan CO Di Ruas Jalan Urip Sumoharjo Makassar. SkripsiFakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Bappenas, ADB, Swiss Contact, 2006. Atlas Kualitas Udara. Hal 18. Diakses pada hari Kamis 21 Januari 2010. BBLKM. 2010. Metode Pengukuran Logam. BBLKM. Makassar. Dahlan, E. N., 1989. Studi Kemampuan Tanaman Dalam Menjerap dan Menyerap Timbal EmisiDari Kendaraan Bermotor.Tesis, PascaSarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hermanto, B., 2006. Hubungan Kepadatan Kendraan Dengan Kadar Karbon (CO) di Ruas Jalan Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Iriawati, 2009. Struktur dan Fungsi Daun. Institut Teknologi Bandung (ITB) Kusmaningrum, N. dan Gunawan, 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendraan Bermotor Di Jalan Perkotaan Pulau Jawa Dan Bali. Puslitbang Jalan. Hal 1. Bandung. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, 2009. Dampak Pemakaian Bensin bertimbal Dan Kesehatan. Diekses pada hari Senin, 2 Desember 2009. Notohadiputro, 2006. Logam Berat Dalam Pertanian. Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Prabu. 2009. Aspek Klimatologi Pencemaran Udara. http:www. Kesehatan Lingkungan.com.Diakses pada hari Senin, 19 Oktober 2009. Paduai, T., 2003. Penggunaan Tumbuhan Bayam (Amaranthus) Sebagai Bioakumu-lator Timbal (Pb). Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. Siregar, E. B. M., 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya Pada Manusia. Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan. Universitas Sumatra Utara. Medan. Soemirat, J., 2003. Toksikologi lingkungan. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Widagdo, S., 2005. Tanaman Elemen Lanskep Sebagai Biofilter Untuk Mereduksi Polusi Timbal (Pb) Di Udara.Makalah Pribadi Fakultas Sains Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diakses pada hari Rabu, 14 Oktober 2009. Wardhana, A. W., 2004. Dampak Pencemar Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.