cover konsep PNPMMP.cdr

advertisement
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
MODUL DASAR
Konsultan dan Pemda
Konsep
PNM Mandiri
Perkotaan
PNPM Mandiri Perkotaan
03
Modul 1
PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan
1
Kegiatan 1:
Belajar Pengalaman P2KP
2
Kegiatan 2:
Diskusi Kekhasan PNPM Mandiir Perkotaan
3
Modul 2
Strategi Intervensi PNPM Mandiri Perkotaan
13
Kegiatan 1 :
Penjelasan dan Tanya Jawab Transformasi Sosial dan PNPM
Mandiri Perkotaan
14
Kegiatan 2 :
Diskusi Intervensi Membangun Nilai
16
Modul 3
Gambaran Umum Siklus PNPM Manidiri Perkotaan
31
Modul 4
PNPM Mandiri Perkotaan
Penyadaran Kritis
40
Kegiatan 1:
Kegiatan 2 :
Sebagai
Pembelajaran
Diskusi Pembelajaran dalam Penanggulangan Kemiskinan
41
Diskusi dan Curah Pendapat Metode Penyadaran Kritis
44
Penyebab utama Kemiskinan adalah sikap mental para pelaku
pembangunan yang negatif dan pandangan – pandangan yang merugikan
kelompok masyarakat tertentu dimana kondisi ini menyebabkan
ketidakberdayaan masyarakat. Perlu perubahan dari kondisi yang ada
sekarang ke arah yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan.
Sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, PNPM Mandiri Perkotaan
melakukan intervensi
proses pembelajaran masyarakat melalui
penyadaran kritis agar bisa mengatasi permasalahan kemiskinan sampai
kepada akarnya. Artinya inti dari intervensi PNPM Mandiri Perkotaan
adalah membangun manusia yang mempunyai sikap mental positif sesuai
dengan nilai – nilai luhur kemanusiaan dan membongkar paradigma –
paradigma yang merugikan lingkungan.
Untuk menjamin terlembagakannya nilai – nilai kemanusiaan dalam proses
penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui pengorganisasian
masyarakat, karenanya dibutuhkan motor penggerak atau pemimpin –
pemimpin yang mempunyai sikap mental positif. Artinya pemimpin tersebut
haruslah merupakan representasi dari nilai – nilai kemanusiaan, sehingga
keputusan yang menyangkut kepentingan publik dilandasi oleh keadilan.
PNPM Mandiri Perkotaan mengawali proses ini melalui pembangunan
BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/LKM (Lembaga Keswadayaan
Masyarakat)
Dalam implementasinya, PNPM Mandiri Perkotaan merancang proses
pendampingan belajar masyarakat melalui tahapan siklus dengan
pendekatan partisipatif. Dalam pelaksanaan semua tahapan siklus
dilakukan melalui FGD, musyawarah dan pendekatan – pendekatan
kelompok lainnya dimana masyarakat bisa belajar bersama – sama .
Melalui proses belajar bersama diharapkan tumbuh kesadaran kritis
masyarakat sehingga terbangun kepedulian, solidaritas , sikap mau berbagi
agar terjadi ikatan – ikatan sosial dalam masyarakat yang dilandasi oleh
kejujuran, keadilan , cinta kasih dan kepercayaan.
Apabila proses penyadaran kritis di atas dapat berkelanjutan, maka
diharapkan akan terjadi perubahan dari masyarakati yang tidak berdaya,
menjadi berdaya, mandiri dan pada suatu saat akan menjadi masyarakat
madani.
i
Modul 1
Topik: PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan
Peserta memahami dan menyadari:
1. Dasar pemikiran yang melandasi konsep PNPM Mandiri Perkotaan
2. Bidang garapan utama PNPM Mandiri Perkotaan
Kegiatan 1: Belajar pengalaman P2KP
Kegiatan 2: Diskusi kekhasan PNPM Mandiri Perkotaan
2 Jpl ( 90 ’)
Bahan Bacaan:
1. VCD P2KP ( Mencari Orang Baik)
2. Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
1
Belajar Pengalaman Lapangan dari P2KP
1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan memulai dengan Modul PNPM Mandiri Perkotaan dan
Kemiskinan dan uraikan tujuan dari modul ini. Kemudian jelaskan bahwa kita akan memulai
modul ini dengan kegiatan pertama yaitu Belajar Pengalaman Lapangan dari P2KP dan uraikan
apa yang akan dicapai melalui kegiatan belajar ini yaitu:
ƒ
Peserta mampu menguraikan dgn kata-kata sendiri, pelajaran yang dipetik dari
pengalaman lapangan P2KP untuk PNPM Mandiri Perkotaan
2) Pemandu mengajak peserta sejenak mendiskusikan kembali butir-butir pencerahan pada materi
anatomi kemiskinan dan pohon persoalan kemiskinan. Khususnya apa sebenarnya akar
penyebab kemiskinan. Tayangkan kembali level – level penyebab kemiskinan.
3) Bagi peserta menjadi beberapa kelompok terdiri dari 5 s/d 7 orang. Kemudian lanjutkan dengan
tugas kelompok untuk membahas : Dengan permasalahan kemiskinan seperti yang sudah
dibahas pada modul anatomi kemiskinan upaya apa yang harus dilakukan untuk
menangggulangi kemiskinan ? Jawaban Kelompok, dituliskan dalam bentuk gambar dan moto
di kertas plano yang dipotong-potong seperti bentuk Kaos T Shirt. Minta masing-masing
kelompok menjelaskan maksud dari gambar dan logo T Shirt tersebut.
4) Ajaklah peserta menyimak dan menonton VCD P2KP (Mencari Orang Baik).
5) Setelah mengikuti penayangan VCD P2KP tersebut, peserta diajak menjawab beberapa
pertanyaan kritis yg telah disiapkan di LK dan kemudian peserta diminta untuk mengungkapkan
pemahaman konsep P2KP dalam menanggulangi kemiskinan. Ajak peserta membandingkan
pemahaman penanggulangan kemiskinan hasil diskusi kelompok sebelumnya dengan konsep
P2KP setelah menonton VCD.Analisis apakah hasil gambar tersebut sesuai atau tidak dengan
apa yang ditampilkan di VCD.
6) Lakukan penjelasan kepada peserta dengan bahan presentasi “Kemiskinan dan
Penanggulangannya” dan ”Asumsi Dasar dan Paradigma P2KP”, gunakan MB yang telah
disediakan. Jelaskan juga kepada peserta bahwa konsep P2KP tersebut sekarang dipakai dalam
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perktoaan.
7) Simpulkan bersama materi ini dengan menekankan pada hasil diskusi
a. Premis Dasar P2KP/PNPMM Perkotaan adalah bahwa Kemiskinan terjadi karena lunturnya
nilai-nilai luhur kemanusiaan yang menghancurkan prinsip-prinsip “good governance”, Karena
itu upaya penanggulangan kemiskinan dalam P2KP/PNPMM Perkotaan bertumpu pada
penggalian dan pemulihan kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan good governance.
b. Penyebab kemiskinan dapat ditelusuri pada tataran 4: gejala, tataran 3, 2, 1 yang
merupakan akar penyebabnya itu sendiri, yakni orang-orang yang tidak berdaya/mampu
menerapkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Karena itu, Penanganan kemiskinan dalam
konteks P2KP harus dilandasi pada pencarian orang-orang baik, pegorganisasian orang-orang
baik hingga dapat mengoptimalkan tingkat penyelesaian pada tataran-tataran berikutnya
2
Diskusi Kekhasan PNPM Mandiri Perkotaan
1) Jelaskan bahwa kita masih di modul “Konsep PNPM Mandiri Perkotaan” untuk kegiatan belajar
kedua ; Diskusi kekhasan PNPM Mandiri Perkotaan dan uraikan apa yang ingin dicapai melalui
kegiatan belajar ini, yaitu:
Peserta mampu menguraikan dengan kata-kata sendiri, ciri khas PNPM Mandiri Perkotaan
2) Segarkan kembali dari apa yang dipelajari pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa PNPM
Mandiri Perkotaan adalah pola pembangunan yang bertumpu pada nilai oleh sebab itu
penekanannya adalah pada pembangunan manusia sehingga seluruh proses PNPM Mandiri
Perktoaan adalah proses pembelajaran kritis untuk memanusiakan manusia.
3) Mintalah peserta untuk menuliskan dalam kertas metaplan apa yang menyebabkan atau
membuat PNPM Mandiri Perkotaan khas dibandingkan proyek sejenis yang lain. Gunakan LK –
PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan – 2
4) Kumpulkanlah kertas metaplan tadi, kemudian mintalah peserta untuk mengelompokkan kartu
– kartu dengan pernyataan yang sama (sejenis). Diskusikan bersama.
Kemudian simpulkan dan tegaskan bahwa yang khas dari PNPM Mandiri Perkotaan adalah:
Asumsí dasar
ƒ Manusia pada dasarnya baik
ƒ Masyarakat penuh dengan manusia baik yang sarat dengan nilai-nilai
luhur, tetapi kebaikannya tertutup oleh sampah kehidupan (masyarakat
ibarat tambang kebajikan yang belum digali)
ƒ Kemiskinan lebih disebabkan oleh lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan
yg
universal,
yang
melahirkan
ketidakadilan,
keserakahan,
mementingkan diri sendiri/golongan, perpecahan, dsb
ƒ Kemiskinan hanya dapat diselesaikan melalui perbuatan baik yang murni.
ƒ Perbuatan baik dan murni hanya dapat dilakukan oleh orang baik dan
benar
Tantangan
Utama
ƒ Menemukan orang-orang baik dan benar melalui
rekam jejak bukan janji.
ƒ Transformasi dari proyek menjadi program dari,
oleh dan untuk masyarakat
3
Pendekatan
ƒ Pemberdayaan sejati, yaitu menggali nilai-nilai baik yang telah dimiliki
manusia dan memberdayakannya atau dengan kata lain memulihkan
fitrah manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk
ciptaan tertinggi sehingga mampu bertindak secara moral. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa proyek P2KP ibarat sebuah sekop
untuk menggali/menemukan orang-orang baik dan benar dan kemudian
mendudukkannya pada tempat yang terhormat
ƒ Mengunakan proyek untuk membangun program dari, oleh dan untuk
masyarakat
Implementasi
ƒ Masyarakat menentukan siapa kelompok sasaran
ƒ Masyarakat merencanakan/menentukan bagaimana menangulangi
kemiskinan yang disandang oleh kelompok sasaran
ƒ Masyarakat mendapat sumber daya untuk berlatih mengimplementasikan
rencana mereka dalam menangulangi kemiskinan
ƒ Masyarakat menentukan bagaimana mengelola sumberdaya yang
diperolehnya
4
LK – PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan - 1
Pertanyaan dan tugas yang terkait dengan “Belajar Pengalaman
Lapangan P2KP”
Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok terdiri dari 5 s/d 7 orang kemudian tiap kelompok
mendapat tugas sebagai berikut :
1) Potonglah kertas plano yang telah disediakan menjadi bentuk “T shirt” atau kaos oblong. Kalau
perlu dengan menempel.
2) Buat logo dan moto pada bagian dada “T shirt” yang menggambarkan pemahaman kelompok
terhadap PNPM Mandiri Perkotaan
3) Tempelkanlah “T shirt” kelompok di papan tulis atau dinding kelas yang telah disediakan untuk
itu.
4) Pilihlah wakil dari masing-masing kelompok untuk menyajikan arti/makna dari logo dan moto
masing-masing dikaitkan dengan pemahaman kelampok terhadap PNPM Mandiri Perkotaan .
5) Setelah presentasi semua peserta harus menyimak tayangan VCD tentang P2KP (Mencari
orang-orang baik)
6) Peserta menjawab beberapa pertanyaan kritis yg terkait dengan penayangan vcd tersebut:
a. Apakah pendapat bu Sri mengenai pengelolaan proyek-proyek sebelumnya ? Mengapa
dapat terjadi bahwa proyek-proyek yang lalu hanya dikelola oleh orang-orang tertentu
saja? Apakah salah bila orang itu-itu juga yang mengerjakan proyek?
b. Mana yang lebih dahulu harus dilakukan mengembangkan sistem yang baik ataukah
menemukan orang-orang baik dan murni untuk diposisikan sebagai pengambil keputusan
dan kemudian membangun sistem?
c.
Ada anggapan yg mengatakan bahwa kalau kita sudah “cukup” baru kita pikirkan orang
lain. Bu Sri adalah buruh tani dan suaminya adalah pekerja bangunan tetapi aktif
memberikan waktu, perhatian, pikirannya, dsb untuk orang miskin lainnya. Coba diskusikan
apakah seorang harus mampu dulu baru dapat memberi ataukah orang miskin pun harus
juga dapat berkontribusi ? Mengapa bu Sri melakukannya ? Apakah motivasinya ?
Mengapa bu Sri berdaya sedangkan banyak yang lain tidak?
d. Bu Yuli mengatakan bahwa melihat orang lain menjadi senang itulah satu-satunya
motivasinya. Mengapa hal semacam ini menjadi motivasi?
e. Pak Imam mengatakan bahwa dalam sosialisasi mendengar bahwa anggota BKM/LKM tidak
mendapat apa-apa, bahkan harus berkorban untuk sesamanya. Lalu mengapa pak Imam
masih mau bekerja untuk masyarakat? Apa yang mendorong atau menyemangatinya?
f.
Apakah banyak orang seperti bu Sri, bu Yuli dan pak Imam di kelurahan Anda?
g. Dalam pemilihan anggota BKM/LKM, kiteria calon anggota ditetapkan berorientasi nilai-nilai
moral oleh warga melalui FGD kepemimpinan dari mulai RT dan penjaringan utusan juga
dari mulai RT tanpa pencalonan dan kampanye untuk mendapat utusan RT yang baik.
5
Mengapa hal tersebut harus dilakukan? Mengapa tidak dengan musyawarah mufakat saja
untuk menentukan anggota BKM/LKM? Diskusikan jawaban Anda.
h. Bu Yuli mengatakan yang penting jujur dulu. Yang lain adalah buah dari kejujuran. Seakanakan tanpa ada kejujuran segala sukses pembangunan tidaklah mungkin terjadi.
Bagaimana pendapat Anda? Diskusikan jawaban Anda?
i.
Bu Sri beranggapan bahwa mengundang pria saja dalam sosialisasi tidak cukup sebab
informasi pasti tidak sampai ke anggota keluarga yg lain. Coba diskusikan apakah
diperlukan pertemuan khusus perempuan untuk penyebarluasan informasi maupun
menggalang pendapat.
j.
Apakah orang baik dan murni ini banyak di tiap kelurahan?
k. Setelah Anda menyaksikan tayangan P2KP apa kesimpulan Anda tentang perbedaan yang
mendasar antara P2KP dengan proyek sejenis yang lain?
7) Kemudian tiap kelompok harus mendiskusikan kembali pemahaman kelompok terhadap PNPM
Mandiri Perkotaan sebelum dan setelah menyimak tayangan VCD dan memperbaiki
gambar/logo yang telah dibuat.
6
LK – PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan - 2
Pertanyaan dan tugas yang terkait dengan “Diskusi kekhasan PNPM
Mandiri Perkotaan ”
Setelah selesai disegarkan kembali dgn tayangan MB – Belajar Dari Pengalaman setelah menonton
vcd pada kegiatan sebelumnya, mintalah peserta untuk menuliskan dalam kertas metaplan apa
yang membedakan PNPM Mandiri Perkotaan dengan program sejenis.
Untuk memudahkan diskusi di bawah ini ada beberapa pertanyaan pemandu :
1) Apa anggapan PNPM Mandiri Perkotaan tentang manusia dan masyarakat ?
2) Apa artinya “Masyarakat ibarat tambang permata yang belum digali” ?
3) Apakah bidang garapan utama PNPM Mandiri Perkotaan; bagi-bagi uang atau membangun
ekonomi atau membongkar hambatan finansial, atau apa ?
4) Siapakah kelompok sasaran utama PNPM Mandiri Perkotaan dan siapa yang menentukan ?
5) Apakah makna dana BLM ( Bantuan Langsung kepada Masyarakat ) dalam konteks PNPM
Mandiri Perkotaan ?
6) Apakah tantangan utama proyek PNPM Mandiri Perkoataan ?
7) Apakah makna PNPM Mandiir Perkotaan dikaitkan dengan pembangunan manusia.
7
Slide 1
Slide 2
Slide 3
Slide 4
8
Slide 5
Slide 6
Slide 7
Slide 8
Slide 9
Slide 10
Slide 11
Slide 12
9
Slide 13
10
Slide 14
Asumsi Dasar PNPM Mandiri Perkotaan
Kemiskinan Tumbuh Subur, Karena:
Asumsi Dasar dan
Paradigma PNPMM
Perkotaan
Semakin Lunturnya
Semakin Lunturnya
Semakin Lunturnya
Semakin Lunturnya
Semakin Lunturnya
Semakin Lunturnya
Keadilan.....
Kejujuran....
Keikhlasan...
Kepercayaan...
Kepedulian....
Kesatuan.....
Tegasnya, Semakin Lunturnya
Nilai-Nilai Kemanusiaan yang
Hakiki !
2
1
Slide 1
Slide 2
Paradigma-Paradigma PNPM Mandiri
Perkotaan
PNPM Mandiri Perkotaan hanya akan
Mampu Memberikan Kontribusi bagi
Perbaikan Masyarakat Miskin, apabila
mampu mendorong:
Semakin Pulihnya Keadilan........
Semakin Pulihnya Kejujuran........
Semakin Pulihnya Keikhlasan.......
Semakin Pulihnya Kepercayaan.......
Semakin Pulihnya Kepedulian........
Semakin Pulihnya Kesatuan......
Tegasnya, Semakin Pulihnya
Nilai-Nilai Kemanusiaan yang
Hakiki !
1. Masyarakat ibarat tambang orang-orang
berkualitas; jujur & dapat dipercaya yg belum
digali. Menggali dan membuka peluang
munculnya orang-orang jujur dan dapat
dipercaya akan lebih menjamin kemajuan
masyarakat !
2. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah. Masyarakat yang mandiri serta bersifat
pemberi adalah lebih baik daripada
masyarakat yang senantiasa meminta dan
memiliki mental tergantung pada pihak lain 4
3
Slide 3
Slide 4
5. Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat masyarakat
melalui “voting” hanya baik dilakukan bila
telah tercapai kesamaan pemahaman mengenai
persoalan yang dihadapi. Meskipun demikian,
keputusan melalui musyawarah mufakat yang
dilandasi kesadaran kritis adalah tingkat
demokrasi yang terluhur …!
3. Dana PNPM Mandiri Perkotaan digunakan
sebaik-baiknya untuk kemanfaatan dan
kepentingan masyarakat miskin. Pemanfaatan
dana PNPM Mandiri Perkotaan yang tidak
sesuai dengan kemanfaatan dan kepentingan
masyarakat miskin, atau salah sasaran, hanya
akan memberikan andil besar pada
“Pemiskinan Rakyat” setempat.
4. Kemiskinan hanya dapat ditanggulangi melalui
upaya atau ikhtiar yang tulus dan sungguhsungguh serta kerja sama dari semua pihak.
6. Jujur, Dapat Dipercaya, Adil, dan Bertanggungjawab adalah nilai-nilai luhur kemanusiaan
yang akan menuntun pada kemajuan.
6
5
11
Slide 5
Slide 6
9.
7. Siapakah yang membangun? Jawabnya hanya
satu: “Orang-orang yang peduli” siapa pun
dia, dari suku apa pun dia, dari agama apa
pun dia, berasal dari penjuru mana pun dia,
laki-laki atau perempuan, tua-muda-atau
anak-anak, berpendidikan tinggi atau tidak,
dan lainnya.
Musuh bersama kemiskinan adalah “sifatsifat buruk manusia”, bukan organisasi /
lembaga / sistem. Karena itu suburkanlah
sifat-sifat baik kemanusiaan di dalam diri
dan lingkungan sekitar kita.
10. Bersikap Adil adalah: “Memperlakukan orang
lain seperti diri sendiri ingin diperlakukan
oleh orang lain”
8. Solidaritas harus dibangun diatas nilai-nilai
kemanusiaan yang universal (Jujur, Dapat
Dipercaya, Adil, dan lainnya), sehingga
kebenaran tidak akan terkalahkan.
8
7
Slide 7
12
Slide 8
Modul 2
Topik: Strategi Intervensi PNPM Mandiri Perkotaan
Peserta memahami dan menyadari:
1. Transformasi sosial dalam PNPM Mandiri Perkotaan
2. Strategi intervensi untuk mendorong transformasi sosial
Kegiatan 1: Penjelasan dan tanya jawab PNPM Mandiri Perkotaan
Kegiatan 2: Diskusi intervenís membangun nilai
3 Jpl (135 ’)
Bahan Bacaan:
Pedoman PNPM Mandiri
Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan
Kiat Intervenís Membangun Nilai
PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
13
Penjelasan dan Tanya Jawab Transformasi Sosial
dalam PNPM Mandiri Perkotaan
1) Jelaskan bahwa kita masih dalam Tema Konsep PNPM Mandiri Perkotaan dan akan memulai
dengan modul “Strategi Intervensi PNPM Mandiri Perkotaan” dengan tujuan :
•
Transformasi sosial dalam PNPM Mandiri Perkotaan
•
Strategi intervensi untuk mendorong transformasi sosial yang diharapkan
2) Ajak peserta untuk memulai kegiatan 1 dalam modul ini yaitu diskusi transformasi sosial dalam
PNPM Mandiri Perkotaan.
3) Ingatkan kembali kepada peserta mengenai tantangan penanggulangan kemiskinan yang sudah
dibahas pada paradigma pembangunan, anatomi kemiskinan dan perempuan dan kemiskinan.
Bahas bersama bahwa kondisi saat ini pada umumnya masyarakat berada dalam kondisi
ketidak berdayaan, karena masih menggantungkan diri kepada pihak luar di dalam
menemukenali dan memecahkan masalah. Sudah lama masyarakat tidak dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, banyak program
yang hanya memberikan bantuan uang kepada masyarakat. Lama kelamaan kondisi ini
membuat masyarakat melemparkan tanggungjawab kepada pihak lain untuk menyelesaikan
masalah karena sudah terbiasa disuapi.
4) Sajikan kepada peserta konsep transformasi sosial PNPM Mandiri Perktoaan yang diharapkan
mampu mengubah masyarakat dari masyarakat miskin, tertinggal dan tak berdaya menjadi
masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan dari
masyarakat mandiri menjadi masyarakat madani.
5) Diskusikan bersama peserta apa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya, masyarakat
mandiri dan masyarakat madani.
14
Transformasi sosial yang diharapkan:
• Dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya. Melalui
proses belajar yang dilakukan, kelompok – kelompok yang terpinggirkan bisa mempuyai
daya (kemampuan ) untuk menemukenali masalah, memecahkan masalah sehingga
dapat menggapai kebutuhan hidupnya.
• Dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu dimana masyarakat
bisa menolong dirinya secara mandiri, tidak lagi bergantung kepada pihak lain.
.
6) Jelaskan kepada peserta mengenai strategi intervensi yang dilakukan oleh PNPM Mandiri
Perkotaan untuk mencapai transformasi sosial seperti yang diharapkan dengan menggunakan
Media Bantu yang sudah disediakan.
• Dari masyarakat tidak berdaya menuju masyarakat berdaya, PNPM Mandiri Perkotaan
mengajak masyarakat untuk mengenal dan menggali kembali nilai – nilai universal
kemanusiaan, mengajak masyarakat untuk mengenali masalah dan memecahkan masalah
yang dihadapi melalui proses identifikasi kebutuhan dan perencanaan, menguatkan
kelembagaan lokal masyarakat sebagai motor penggerak modal sosial sebagai modal untuk
bekerjasama di antara masyarakat.
• Dari masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, intervensi yang dilakukan adalah
penguatan akuntabilitas dan transparansi lembaga masyarakat lokal dan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah serta pihak – pihak lain untuk menanggulangi kemiskinan.
15
Diskusi Intervensi Membangun Nilai
1) Jelaskan bahwa kita masih di modul “Strategi Intervensi PNPM Mandiri Perkotaan” dan akan
mulai dengan Kegiatan 2 ; Diskusi intervensi membangun nilai
2) Sebelum membahas lebih lanjut segarkan dahulu ingat peserta mengenai konsep nilai dengan
memberikan latihan kecil kepada kelompok yg sdh terbentuk untuk mengisi : “Setuju atau
Tidak Setuju”. Gunakan LK – Intervensi Membangun Nilai –
3) Setelah selesai ajaklah peserta untuk diskusi kelas dan curah pendapat untuk memahami nilainilai yang terkandung dalam tiap pertanyaan. Gunakan tabel di abwah ini sebagai acuan
apabila diperlukan.
No
KONDISI/PERNYATAAN
PENJELASAN
1.
Ada orang miskin yg beranggapan
dan bersikap bahwa kemiskinan yang
dialami semata-mata adalah akibat
perbuatan orang lain
orang yang seringkali menyalahkan orang lain adalah
orang yang mempunyai sikap rekatif dan tidak akan
pernah maju karena tidak pernah berefleksi atas apa
yang ada dalam dirinya sehingga tidak mungkin
membuat perubahan dan hanya menuntut
perubahan dari pihak luar saja
2.
Karena menganggap bahwa kaum
miskin adalah kaum yang tertinggal
dan tak berdaya maka pemerintah
mendudukkan kaum miskin hanya
sebagai penerima manfaat dari
proyek penangulangan kemiskinan.
Masyarakat mempunyai kekuatan untuk maju yang
diperlukan adalah kesempatan dan dorongan
untukm kepercayaan dirinya agar bisa mandiri.
Mendudukan masyarakat hanya sebagai penerima
manfaat sama dengan menciptakan
kebergantungan masyarakat kepada pihak luar
3.
Karena sulitnya mengajak
masyarakat untuk mengambil
kesepakatan maka Fasilitator
akhirnya memutuskan sendiri.
Masyarakat mempunyai hak untuk memutuskan
nasibnya sendiri, memutuskan kebutuhan
masyarakat oleh pihak luar artinya mengambil hakhak masyarakat. Fasilitator hanyalah memfasilitasi
masyarakat agar memilih keputusan dengan
kesadaran kritis
4.
Dalam rangka meningkatkan
keterlibatan perempuan dlm proyek
maka ditetapkanlah quota yang
harus diikuti oleh semua pelaku P2KP
Quota hanya salah satu faktor pendorong untuk
kehadiran, partisipasi harus lebih menekankan
kepada kesadaran. Oleh karena itu quota saja tidak
cukup tetapi harus ditindaklanjuti peningkatan
kapasitas perempuan.
5.
Karena menganggap manusia pada
dasarnya jahat maka dibuatlah
aturan yg sangat ketat agar tidak
terjadi penyimpangan
Manusia pada dasarnya baik, yang harus
mengontrol tingkah laku manusia adalah dirinya
sendiri (kontrol dari dalam sesuai dengan
kesadaran kritisnya) .Akan tetapi nilai – nilai dan
sistem seperti dua sisi mata uang, aturan atau
sistem tetap harus dibangun, akan tetapi sistem
16
No
KONDISI/PERNYATAAN
PENJELASAN
yang baik dihasilkan oleh manusia yang baik
6.
Rasa memiliki dari masyarakat hanya
dapat dibangun bila ada
kebersamaan dalam menerima
manfaat proyek
Hanya menjadi penerima manfaat artinya
masyarakat hanya menjadi objek dan tidak akan
tumbuh pemahaman terhadap kebutuhan dan
tanggungjawab bersama
7.
Untuk melibatkan sebanyak mungkin Mendorong orang untuk bertindak dengan didasari
warga maka proyek memberi insentif insentif, adalah keliru. Motivasi membangun untuk
bagi yang hadir dalam setiap kegiatan insentif tidak akan berkelanjutan karena begitu
insentifnya hilang proyek tidak akan menjadi
programnya masyarakat.
8.
Rasa memiliki akan terbangun bila
ada kebersamaan dalam
memberi/kontribusi ke proyek
Kebersamaan merupakan modal yang sangat
penting untuk membangun , bukan hanya sebagai
perwujudan rasa memiliki akan tetapi juga sebagai
wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial
9.
Orang baik dan benar tidak
digerakkan oleh insentif tetapi lebih
oleh nilai-nilai yang ingin
diamalkannya
Insentif bagi orang bik bukan uang, benda atau
pujian tetapi kebahagiaan ketika bisa membantu
orang lain
10.
Transformasi sosial hanya terjadi
kalau ada keharusan atau aturan
yang ditetapkan oleh proyek
Aturan proyek hanya faktor pendorong agar
masyarakat bisa belajar dengan cepat dan lebih
terarah, keinginan membangun diri sendiri dari
dalamlah yang paling penting.
11.
Proyek PNPM Mandiri Perkotaan
menekankan pembangunan dari
dalam yang mampu mengubah sikap
dan perilaku seorang demi seorang
sehingga terjadi perubahan kolektif
menuju transformasi sosial
Apapun yang dilakukan oleh orang luar untuk
masyarakat lokal tidak akan berarti tanpa motivasi
yang kuat dari masyarakat untuk membangun
dirinya.
12.
Pengorbanan bukan melemahkan
melainkan justru meningkatkan
otoritas sesorang
Berkorban untuk membela kebenaran dan melawan
kejahatan, akan menjadikan seseorang manusia
dihargai, karena penghargaan yang hakiki dari
lingkungan bukan didasarkan kepada kekayaan,
jabatan, dan perangkat lainnya akan tetapi karena
“perilakunya” , perilaku yang menjalankan nilai –
nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan
martabat menusia yang merdeka. Perilaku tersebut
akan meningkatkan otoritas seseorang, karena
manusia yang jujur dan menjunjung tinggi nilai –
nilai tidak akan takut untuk melawan ketidakadilan.
4) Uraikan kepada peserta kaidah intervensi pengembangan masyarakat
17
Beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam pengembangan masyarakat:
• Kaidah membangun dari dalam (development from within). Pemberdayaan adalah
membangun potensi manusia yang sudah dimiliki untuk kembali mampu bertindak sesuai
dengan nilai – nilai luhur sehingga akan tumbuh kapital sosial, kepedulian , solidaritas
sosial dalam membangun (khususnya menanggulangi kemiskinan). Hasil yang diharapkan
dari pemberdayaan adalah eksadaran kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan
kemiskinan hanya bisa diatasi oleh 1) membangun kembali nilai – nilai kemanusiaan yang
universal sebagai landasan dari semua keputusan dan tindakan 2) menemukan dan
menggalang pribadi – pribadi yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam
menanggulangi kemiskinan 3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip
pembangunan organik secara berkelanjutan. Artinya pemberdayaan masyarakat pada
intinya adalah perubahan sikap , perilaku dan pola pikir dari dalam individu (masyarakat) ,
inilah yang disebut membangun dari dalam , pihak luar hanya mendampingi sebagai
pelengkap dari adanya niat, prakarsa untuk membangun kepedulian dan komitmen
masyarakat sendiri. Oleh karena itu, prinsip membangun dari dalam mengandung makna
bahwa proses pendampingan PNPM Mandiri Perkotaan, menitikberatkan pada proses
pembelajaran bagi masyarakat agar masyarakat mampu melakukan tahapan kegaitannya
sendiri dan dapat menumbuhkan kesadaran kritis terhadap alasan – alasan melakukan
kegiatan.
• Kaidah kerelawanan (volunteerism). Proses membangun dari dalam membutuhkan pelopor
– pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli,
dan memiliki komitmen yang kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Proses
membangun dari dalam tidak akan terjadi apabila pelopor penggerak ini merupakan
sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi, mementingkan golongannya.
Berdasarkan kenyataan inilah PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi
sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga – warganya yang ihklas,
jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk menjadi relawan – relawan yang
membantu masyarakat dalam seluruh tahapan kegiatan.
• Kaidah pertumbuhan alamiah (organic development). Kaidah ini menekankan bahwa
dinamika pertumbuhan/perubahan antara satu komunitas dengan lainnya berbeda sebagai
konsekuensi logik dari pembangunan dari dalam. Situasi seperti ini harus mampu
diakomodasi oleh para pendamping khususnya Tim Fasilitator.
18
LK – INTERVENSI MEMBANGUN NILAI – 1
Pertanyaan dan tugas yang terkait dengan
“Diskusi Intervensi Membangun Nilai”
Jelaskan kepada peserta yang masih dalam kelompok masing-masing untuk mendiskusikan nilainilai yang dikandung dalam setiap kondisi/pernyataan tersebut di bawah ini sehingga diperoleh
kesepakatan kelompok termasuk alasan setuju atau tidak setuju.
“SETUJU ATAU TIDAK SETUJU........???”
No
KONDISI/PERNYATAAN
1.
Ada orang miskin yg beranggapan dan bersikap bahwa
kemiskinan yang dialami semata-mata adalah akibat
perbuatan orang lain
2.
Karena menganggap bahwa kaum miskin adalah kaum
yang tertinggal dan tak berdaya maka pemerintah
mendudukkan kaum miskin hanya sebagai penerima
manfaat dari proyek penangulangan kemiskinan.
3.
Karena sulitnya mengajak masyarakat untuk mengambil
kesepakatan maka Fasilitator akhirnya memutuskan
sendiri.
4.
Dalam rangka meningkatkan keterlibatan perempuan
dlm proyek maka ditetapkanlah quota yang harus diikuti
oleh semua pelaku P2KP
5.
Karena menganggap manusia pada dasarnya jahat maka
dibuatlah aturan yg sangat ketat agar tidak terjadi
penyimpangan
6.
Rasa memiliki dari masyarakat hanya dapat dibangun bila
ada kebersamaan dalam menerima manfaat proyek
7.
Untuk melibatkan sebanyak mungkin warga maka proyek
memberi insentif bagi yang hadir dalam setiap kegiatan
8.
Rasa memiliki akan terbangun bila ada kebersamaan
dalam memberi/kontribusi ke proyek
SETUJU,
KARENA….
TAK SETUJU,
KARENA…
19
No
KONDISI/PERNYATAAN
9.
Orang baik dan benar tidak digerakkan oleh insentif
tetapi lebih oleh nilai-nilai yang ingin diamalkannya
10.
Transformasi social hanya terjadi kalau ada keharusan
atau aturan yang ditetapkan oleh proyek
11.
Proyek P2KP menekankan pembangunan dari dalam
yang mampu mengubah sikap dan perilaku seorang demi
seorang sehingga terjadi perubahan kolektif menuju
transformasi sosial
12.
Pengorbanan bukan melemahkan melainkan justeru
meningkatkan otoritas sesorang
20
SETUJU,
KARENA….
TAK SETUJU,
KARENA…
Slide 1
Slide 2
Slide 3
Slide 4
21
PNPM Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan
Marnia Nes
PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program pemberdayaan masyarakat untuk memecahkan
masalah kemiskinan yang merupakan pengembangan dari P2KP (Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan). Pemecahan masalah yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perkotaan tentu
saja berdasarkan masalah – masalah yang sudah dianalisa sebelumnya.
Dalam proses menemukenali penyebab kemikinan dan akar masalah kita temukan penyebab
kemiskinan pada dasarnya merupakan akibat dari sikap mental para pelaku pembangunan yang
negatif dan pandangan – pandangan yang merugikan kelompok masyarakat tertentu (warga
miskin). Apabila kita uraikan secara lebih rinci kedua masalah tersebut adalah sebagai berikut :
•
Tidak semua masyarakat terlibat dalam proses pembangunan dari mulai menemukenali
kebutuhan sampai memutuskan pemecahan masalah. . Di banyak tempat program –
program untuk masyarakat disusun oleh ‘Orang Luar’ bukan oleh masyarakat setempat,
sehingga banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak tepatguna (jadi mubazir dan tidak
berkelanjutan).
•
Adanya pandangan umum bahwa masyarakat tidak.
mampu memecahkan masalah
sendiri,tidak mempunyai pengalaman, kurang pengetahuan sehingga masyarakat tidak diberi
kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
•
Kesempatan untuk membangun hanya diberikan kepada kelompok tertentu begitu juga
hasilnya hanya bisa dinikmati oleh kelompok tertentu, artinya tidak semua masyarakat
mendapatkan hak yang sama (tidak ada kesetaraan).
•
Pelayanan publik baik bidang sosial, ekonomi maupun lingkungan hanya bisa dinikmati
sebagian orang , sebagian lainnya tidak bisa mengakses karena mahal dan kurang informasi.
•
Melemahnya solidaritas sosial yang menyebabkan memudarnya modal sosial masyarakat.
•
Sikap mental dan perilaku masyarakat yang masih menggantungkan diri pada bantuan pihak
luar, kurang bekerja keras, apatis, tidak percaya pada kemampuan sendiri.
•
Memudarnya kebersamaan, banyak pihak yang mempunyai pandangan bahwa masalah
kemiskinan hanya tanggungjawab pemerintah dan orang miskin, sehingga banyak yang tidak
peduli.
•
Pada umumnya masyarakat, tidak mempunyai wadah (lembaga) yang betul – betul
memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya warga miskin karena pelaku – pelaku
pengambil kebijakan pada suatu lembaga yang ada cenderung mementingkan diri sendiri,
tidak perduli, dan tidak jujur.
Dengan melihat permasalahan di atas, maka boleh dikatakan ada 2 kelompok besar masyarakat
yaitu:
•
22
Kelompok yang bisa mudah mengakses informasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman
karena mempunyai pendidikan yang memadai, mempunyai sumberdaya seperti modal,
penguasaan terhadap sumberdaya alam dan lain – lain. Dengan pengetahuan, pengalaman,
informasi dan sumberdaya yang dimilikinya kelompok ini dapat menguasai kelompok lainnya,
sehingga mampu mendominasi dan sering disebut sebagai kelompok dominan. Contohnya
seringkali pemilik modal bisa mempengaruhi kebijakan (keputusan) yang dikeluarkan oleh
lembaga – lembaga keuangan. Oleh karena itu pengetahuan, informasi dan sumberdaya tadi
sering disebut sumber kekuasaan. Apabila kelompok ini tidak mempunyai kepedulian,
mementingkan diri sendiri, tidak jujur maka akan menyebabkan warga miskin semakin
miskin.
•
Kelompok yang tidak mempunyai pengetahuan, pengalaman, kurang bisa mengakses
informasi, tidak mempunyai akses terhadap sumberdaya. Kelompok ini biasanya merupakan
kelompok miskin dan perempuan yang sering disebut kelompok yang terpinggirkan karena
seringkali tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk proses pembangunan.
Kelompok ini juga seringkali tidak berdaya karena tidak mempunyai sumber kekuasaan yang
dibutuhkan.
Berdasarkan permasalahan di atas perlu perubahan dari kondisi yang sekarang (permasalahan) ke
arah yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan . Artinya perlu dilakukan proses perubahan
sebagai upaya pemecahan masalah di atas.
PNPM Mandiri Perkotaan, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, melakukan pendampingan
proses pembelajaran masyarakat melalui penyadaran kritis agar dapat memecahkan masalah
sendiri. Proses perubahan yang diharapkan terjadi adalah dari kondisi masyarakat yang tidak
berdaya, menjadi mandiri dan pada satu saat akan menjadi masyarakat madani
Masyarakat yang tidak berdaya, warga miskin dan perempuan, harus dimampukan dengan
memberikan pengetahuan,meningkatkan keterampilan, mendapat sumberdaya dan merubah pola
pikir mereka sehingga menjadi masyarakat yang berdaya melalui proses pemberdayaan. Di lain
pihak kelompok yang selama ini mempunyai sumber kekuasaan tadi (kelompok dominan) harus
mau membagikan pengetahuan, informasi, dan sumberdayanya bagi kelompok yang lain.
Pada kenyataannya proses di atas tidak selalu berjalan mulus, karena :
•
Kelompok yang terpinggirkan ketika sudah berdaya seringkali menjadi kelompok baru yang
mempunyai kekuatan karena mereka memiliki sumber kekuasaan. Hal ini dapat terjadi kalau
orang – orang tersebut tidak mempunyai kepedulian dan mementingkan diri sendiri.
•
Kelompok yang dominan juga tidak akan serta merta dengan rela hati untuk membagikan
sumber kekuasaannya bagi pihak lain. Sama dengan di atas hal ini juga terjadi apabila
kelompok ini tidak mempunyai kepedulian terhadap pihak lain dan mementingkan diri sendiri
sehingga tidak mempunyai rasa keadilan.
Kepedulian, sikap mau berbagi, keikhlasan menjadi landasan untuk membangun kebersamaan
(solidaritas sosial) yang menjadi kontrol/landasan dari terciptanya ikatan – ikatan yang didasarkan
saling percaya (modal sosial). Dengan demikian sikap mental dan pola pikir kita menjadi bagian
yang utama untuk mengatasi permasalahan kemiskinan. Kedua hal inilah yang coba dipecahkan
oleh PNPM Mandiri Perkotaan, karena pada dasarnya pendampingan yang dilakukan oleh PNPM
Mandiri Perkotaan berusaha untuk menggali dan menumbuhkan sikap mental yang positif sesuai
dengan nilai – nilai luhur kemanusiaan dan membongkar paradigma – paradigma mengenai
manusia (pembangunan manusia) yang keliru.
Oleh karena hal tersebut di atas, maka pendekatan pemberdayaan yang dipakai oleh PNPM Mandiri
Perkotaan adalah pemberdayaan sejati. Pendekatan ini menekankan pada proses pemberdayaan
agar manusia mampu menggali nilai – nilai baik yang telah dimiliki dan mampu menggunakannya
secara merdeka (tidak tergantung kepada pendapat pihak lain yang keliru) sesuai dengan harkat
dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan fitrahnya sebagai manusia.
Dengan dilandasi oleh nilai – nilai kesetaraan, keadilan, kejujuran, keikhlasan dan nilai nilai
kebaikan lainnya upaya perubahan untuk pemecahan masalah dilakukan melalui:
•
Pengorganisasian masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan
penanggulangan kemiskinan mulai dari proses menemukenali masalah,
keputusan
perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring evaluasi, sebagai wujud dari partisipasi dan
demokrasi. Dengan keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses tersebut, maka:
23
•
9
Memberi hak yang sama (setara) kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan
pengetahuan, informasi dan kesempatan belajar yang sama. Dalam hal ini terkandung
nilai – nilai keterbukaan (transparansi).
9
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memahami masalah – masalah yang
mereka hadapi terutama mengenai masalah kemiskinan dan mencari upaya pemecahan
secara bersama.
9
Persoalan menjadi tanggungjawab semua pihak,
pemerintah ataupun kelompok masyarakat tertentu.
9
Menentukan kelompok sasaran secara mandiri, sehingga semua pihak diperlakukan
secara adil untuk bisa terjangkau oleh pelayanan publik
bukan
hanya
tanggungjawab
Untuk menjamin keberlanjutan pengorganisasian masyarakat, dibutuhkan wadah (lembaga)
yang dimotori oleh pemimpin – pemimpin yang mempunyai nilai – nilai kebaikan (sikap
mental yang positif). Artinya pemimpin – pemimpin tersebut haruslah merupakan
representasi dari nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan para pemimpin yang jujur, adil, ikhlas,
amanah akan mampu menjadi motor penggerak proses penanggulangan kemiskinan di
kelurahan/desa dengan dilandasi prinsip – prinsip keadilan (keputusan yang dikeluarkan tidak
berpihak), keterbukaan (transparan), bertanggungjawab (akuntabel), keputusan tidak
didasari oleh kepentingan – kepentingan pribadi atau golongan, memberikan kesempatan
dan hak yang sama kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam keseluruhan kegiatan
dan sebagainya.
Terlaksananya proses di atas harus dibarengi dengan perubahan pola pikir (paradigma) sehingga
keterlibatan seluruh pelaku pembangunan dalam proses penanggulangan kemiskinan bukan semata
– mata karena proyek atau bahkan untuk mengejar BLM, akan tetapi merupakan keterlibatan yang
didasari oleh kesadaran kritis.
Paradigma (pola pikir) yang ingin dikembangkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan:
9
Akar persoalan kemiskinan adalah lunturnya nilai – nilai kemanusiaan yang melahirkan
ketidakadilan, keserakahan, mementingkan diri sendiri atau golongan, ketidakperdulian dan
sebagainya. Oleh karena itu musuh bersama kemiskinan adalah ‘sifat – sifat buruk manusia’,
bukan organisasi atau lembaga.
9
Keadilan, kesetaraan, keperdulian yang menjadi dasar bagi penyelesaian masalah kemiskinan
akan bisa dilaksanakan oleh orang – orang yang berdaya
,bukan orang – orang dari
golongan tertentu, wilayah tertentu atau dari jenis kelamin tertentu.
9
Manusia yang berdaya sejati adalah manusia yang mampu menggunakan dan memberikan
nilai – nilai kebaikan yang ada dalam dirinya untuk kepentingan kesejahteraan
lingkungannya.
9
Manusia pada dasarnya baik, akan tetapi kebaikannya tertutup oleh sistem serta tatanan
kehidupan di sekitarnya. Kebaikan – kebaikan manusialah yang merupakan perbedaan hakiki
antara manusia dengan makhluk lain.
9
Kemiskinan merupakan masalah bersama, sehingga hanya akan bisa dipecahkan secara
bersama. Oleh karena itu perlu keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan.
9
Masyarakat pada dasarnya mampu dan mempunyai potensi untuk memecahkan masalah dan
menolong dirinya sendiri, sehingga mereka harus diberi kesempatan untuk terlibat dalam
kegiatan pembangunan.
9
Demokrasi yang paling tinggi adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah dan
mufakat yang dilandasi kesadaran klritis.
9
Seluruh lapisan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk ikut terlibat dalam
pembangunan.
24
Apabilala proses penyadaran kritis yang menekankan pada perubahan paradigma dan sikap
perilaku di atas dapat berkelanjutan, maka diharapkan pelan–pelan akan terjadi perubahan
masyarakat secara bertahap, yaitu:
Dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya. Melalui proses belajar
yang dilakukan, kelompok – kelompok yang terpinggirkan bisa mempuyai daya (kemampuan )
untuk menggapai kebutuhan hidupnya.
Dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu dimana masyarakat bisa
menolong dirinya secara mandiri, tidak lagi bergantung kepada pihak lain . Hubungan – hubungan
dengan pihak lain dilandasi kesetaraan (kesalingbergantungan).
Acuan :
ƒ
Parwoto : Anatomi Kemiskinan
ƒ
Pedoman Umum PNPM Mandiri Perkotaan
25
Kiat Intervensi Pengembangan Masyarakat
Beberapa kaidah dasar yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sungguh-sungguh oleh para
pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dalam pelaksanaan kegiatan (intervensi) pengembangan
masyarakat, adalah sbb:
a) Kaidah Membangun Dari Dalam (development from within)
Proses pengembangan masyarakat dititikberatkan pada upaya membangun masyarakat dari
dalam melalui penggalian kembali nilai-nilai luhur yang telah dimiliki masyarakat tetapi tidak
mampu lagi diterapkan sehingga menghancurkan kapital social dan menghasilkan berbagai
kerusakan multidimensi, termasuk kemiskinan dan masyarakat yang terkotak-kotak
(fragmented community). Pemberdayaan dalam konteks ini adalah membangun kembali
potensi manusia itu sendiri yang sudah dimiliki untuk kembali mampu bertindak sesuai dengan
nilai-nilai luhur tersebut yang kondusif terhadap tumbuhnya kapital social sehingga pada
gilirannya akan mampu membangun kepedulian dan integritas yang tinggi yang melahirkan
tata pengelolaan urusan publik yang baik serta solidaritas sosial masyarakat untuk bersatu,
bahu-membahu menanggulangi kemiskinan di wilayah masing-masing secara mandiri dan
berkelanjutan, Secara singkat pembangunan dari dalam ini menekankan penggalian terhadap
nilai-nilai
luhur
yang
telah
dimiliki
manusia/masyarakat
dan
memberdayakan
manusia/masyarakat untuk menjadi pelaku nilai sehingga mampu menjalankan tugas dan
fungsi masing-masing di masyarakat sesuai dengan martabatnya sebagai manusia yang luhur.
Hasil yang diharapkan dari proses pengembangan masyarakat ini adalah tumbuhnya kesadaran
kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan kemiskinan di wilayahnya hanya dapat diatasi
oleh mereka sendiri, dengan cara; (1) membangun kembali nilai-nilai luhur universal sebagai
landasan dari semua keputusan dan tindakan, (2) menemukan dan menggalang pribadi-pribadi
yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam menangulangi kemiskinan yg sehari-harinya
merupakan pelaku nilai, (3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip
pembangunan organik yang berkelanjutan.
Pada dasarnya substansi pemberdayaan masyarakat dalam konteks ini intinya adalah
perubahan perilaku pelaku sendiri. Peran dari pendampingan/ pihak luar hanyalah sebagai
pelengkap dari adanya niat, parakarsa, untuk membangun kepedulian, dan komitmen
masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu, berhasil tidaknya PNPM Mandiri Perkotaan di suatu lokasi sasaran untuk
sebagian besar justru akan sangat tergantung pada kepedulian, komitmen, motivasi dan ikhtiar
masyarakat setempat. Dengan demikian, PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat dijadikan
sarana bagi proses pembelajaran masyarakat untuk terus melakukan perubahan-perubahan
sendiri ke arah yang lebih baik dan efektif, baik itu menyangkut pola pikir, pola perilaku, pola
tindak dan lain-lain. Inilah yang menjadi hakekat membangun masyarakat dari dalam
(development from within).
Pada sisi lain, bagi para pendamping PNPM Mandiri Perkotaan (fasiliatator, konsultan dll),
prinsip membangun dari dalam mengandung makna bahwa proses pendampingan tahapan
kegiatan tidak diurus dan dilaksanakan sendiri oleh para pendamping, tetapi justru para
pendamping seharusnya melakukan proses pendampingan yang menitikberatkan pada proses
pembelajaran bagi masyarakat agar selain masyarakat akan mampu melakukan tahapan
kegiatannya sendiri juga dapat menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap susbstansi
mengapa, apa dan untuk apa kegiatan itu harus mereka lakukan.
26
b) Kaidah Kerelawanan (Volunteerism)
Proses pengembangan masyarakat dengan prinsip membangun ’masyarakat dari dalam’ akan
membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa
pamrih, ikhlas, peduli, dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya.
’Proses membangun dari dalam’ tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor yang
menggerakkan masyarakat tersebut yang merupakan individu atau sekumpulan individu yang
hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi
serta golongan atau kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan
sangat ditentukan oleh relawan-relawan atau motor penggerak setempat yang memiliki ’moral’
yang baik dan diakui kualitaskepribadiannya, bukan hanya sekedar relawan yang pengalaman,
pendidikan tinggi atau punya kedudukan yang tinggi dll.
Didasarkan pada keyakinan inilah, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi
sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga-warganya yang ikhlas, jujur,
adil, peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk menjadi relawan-relawan yang membantu
masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan agar
bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya.
Relawan-relawan yang diusulkan masyarakat tidak menjadi bagian dari struktur KMW ataupun
Tim Fasilitator, namun akan didampingi khusus melalui proses penguatan kapasitas (capacity
building) agar lebih mampu memahami substansi PNPM Mandiri Perkotaan berikut tahapantahapan kegiatannya, baik dengan cara pendampingan oleh Tim Fasilitator,
bimbingan/coaching, praktek, konsultasi dan pelatihan, dll.
Relawan-relawan masyarakat ini memiliki posisi yang sama dan tidak ada perlakuan khusus
(previllage) yang melekat pada salah satu dari mereka. Ciri utama relawan-relawan
masyarakat adalah sama, yakni; orang-orang atau warga masyarakat setempat yang
bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji/imbalan secara rutin,
rendah hati, berkorban, diterima masyarakat berdasarkan kualitas kemanusiaan yang luhur
atau moralitasnya, dan memiliki kepedulian serta komitmen yang sangat kuat bagi upaya
memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di sekitarnya maupun bagi upaya
kemajuan masyarakat umumnya dan kondisi lingkungan wilayahnya.
Bagi Tim Fasilitator, relawan-relawan masyarakat harus dipandang sebagai pelopor dan
sekaligus pendamping mayarakat yang sangat menentukan berhasil tidaknya masyarakat
melalui seluruh rangkaian proses pembelajaran untuk terus menerus menumbuhkembangkan
nilai-nilai luhur universal kemanusiaan, prinsip-prinsip universal kemasyarakatan dan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai
pondasi yang kokoh dalam mengembangkan berbagai upaya menanggulangi masalah
kemiskinan di wilayahnya.
c) Kaidah Pertumbuhan Alamiah (Organic Development)
Siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dirancang untuk mendorong tumbuhnya kesiapan dan
’kesadaran kritis masyarakat’ di kelurahan sasaran agar mampu menanggulangi kemiskinan di
wilayah masing-masing secara mandiri dan berkelanjutan. Kaidah pertumbuhan organik
menekankan bahwa dinamika pertumbuhan/perubahan antara satu komunitas dengan yang
lain berbeda sebagai konsekwensi lojik dari kaidah pembangunan dari dalam, bukan
transplantasi. Situasi ini haruslah mampu diakomodasi oleh para pendamping khususnya Tim
Fasilitator.
Disadari bahwa proses penumbuhan kesiapan dan kesadaran kritis masyarakat memerlukan
waktu yang cukup panjang dan juga bukan merupakan proses yang dijalankan secara instan
(serba cepat, formalitas dan mekanistis). Meskipun demikian, perlu juga diantisipasi bahwa
proses tersebut kemungkinan dapat mentimbulkan kejenuhan, kebosanan, ketidak percayaan,
ketidak yakinan, dll apabila proses yang dilaksanakan di masyarakat memberi kesan berteletele dan juga tidak sistematis. Umumnya hal ini terjadi karena adanya kegiatan di masyarakat
27
di lokasi tertentu yang macet, vakum, dan atau terhenti sesaat berhubung harus menunggu
selesainya aktivitas yang sama di kelurahan lain atau menunggu pelaksanaan kegiatan yang
diselenggarakan secara terpusat (misalnya pelatihan yang diselenggarakan KMW, dll).
Oleh karena itu, para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat memahami arti penting
pertumbuhan organik suatu masyarakat, yakni dengan menyelenggarakan rangkaian aktivitas
pembelajaran masyarakat di lokasi sasaran dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara
berkesinambungan dan runtun sesuai dengan siklus perkembangan dimasyarakat itu sendiri
tanpa adanya kegiatan tambahan yang bersifat intervensi luar yang disengaja ataupun tidak
disengaja akan menghentikan sementara aktivitas masyarakat di lokasi sasaran itu sehingga
masyarakat kehilangan momentum.
Berkaitan dengan upaya membangun pertumbuhan organik tersebut, PNPM Mandiri Perkotaan
merancang agar proses pendampingan secara langsung dan intensif berada di Tim Fasilitator
yang berkedudukan di kecamatan sasaran. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong Tim
Fasilitator, bersama dengan para Relawan, mampu mendampingi masyarakat kelurahan dalam
melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan sesuai dengan siklus perkembangan di
kelurahan masing-masing. Kalaupun dirasakan cukup berat untuk menjaga kesinambungan
kegiatan di tingkat kelurahan, maka setidaknya kesinambungan kegiatan masyarakat secara
organik dapat dikembangkan di tingkat kecamatan. Hal ini berarti ketika seluruh kelurahan di
kecamatan bersangkutan telah melaksanakan satu siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan
dapat segera dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Meskipun demikian tetap akan lebih baik
apabila kesinambungan kegiatan tersebut dapat dikembangkan di tingkat kelurahan sehingga
dapat dijaga semua kelurahan tidak akan kehilangan momentumnya.
Bila kesimambungan akan diterapkan ditingkat Tim Fasilitator (kecamatan) maka seluruh
strategi pendampingan masyarakat dan pengembangan kapasitas yang dilakukan akan
bertumpu pada strategi pelaksanaan kegiatan di tingkat kecamatan, yang dikoordinasi oleh Tim
Fasilitator setempat.
Secara umum hasil yang diharapkan terjadi dalam proses pengembangan masyarakat ini
adalah:
ƒ
Masyarakat yang sadar akan kondisinya; potensi, kelemahan, peluang dan persoalan yang
masih harus diselesaikan bersama dan tumbuhnya solidaritas sosial antar warga.
ƒ
Masyarakat menyadari bahwa untuk menyelesaikan persoalan bersama ini secara
sistematik dan efektif dibutuhkan; (1) relawan-relawan sebagai pelopor, (2)
masyarakat yang terorganisasi (organized community), (3) dan kepemimpinan yang baik
pula serta kelompok sasaran yang terorganisasi dgn baik pula.
ƒ
Kondisi tersebut kemudian mendorong lahirnya para relawan, masyarakat warga yg
terorganisasi, BKM/LKM sebagai pimpinan kolektif dan kelompok sasaran yang
terorganisasi dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).
ƒ
Agar seluruh kegiatan penangulangan kemiskinan tersebut juga terrencana dengan baik
BKM mengkoordinasi perumusan PJM dan Renta Pronangkis secara partisipatif.
Disamping ketiga kaidah tersebut di atas perlu juga dipahami bentukan-bentukan kelembagaan
yang akan dihasilkan melalui siklus P2KP ini sebagai berikut.
a) BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat)
BKM adalah lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga/penduduk suatu kelurahan/desa
yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipilih dan dipercaya warga berdasarkan kriteria luhur
kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat kelurahan/desa dalam
berbagai kepentingan.
Anggota BKM/LKM terdiri dari 9 sampai dengan 11 orang sesuai kesepakatan masyarakat
kelurahan/desa, yang semuanya adalah relawan dan bekerja sebagai dewan sehingga
keputusan BKM?LKM adalah keputusan kolektif
28
Jadi jelaslah bahwa BKM/LKM adalah suatu lembaga pimpinan kolektif dari himpunan
masyarakat warga suatu kelurahan/desa yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan kriteria
nilai-nilai luhur kemanusiaan dan bukan perwakilan golongan/RT/RW sehingga memungkinkan
berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga serta menghindarkan
kecenderungan menjadi partisan.
Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk
dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab
terjadinya proses saling asuh, saling asih dan saling asah antar anggota kepemimpinan yang
pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi.
Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin
yang justeru ingin mendapatkan kekuataan absolute di satu tangan yang pada gilirannya akan
melahirkan anargi dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga meperkuat ketidakadilan.
Peran utama BKM?LKM adalah mengawal penerapan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam proses
penangulangan kemiskinan pada khususnya dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya di
kelurahan yang bersangkutan
Pemilihan anggota BKM/LKM dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis
sekurang-kurangnya 3 nama (sesuai kesepakatan warga) secara rahasia, pribadi-pribadi
penduduk kelurahan/desa yang dianggap memenuhi kriteria yang telah disepakati,
dikumpulkan dan dihitung. Kemudian dipilih 9 s/d 11 nama yang mendapatkan perolehan suara
terbanyak sebagai anggota BKM/LKM. Para anggota BKM/LKM tersebut kemudian memilih siapa
diantara mereka yang akan menjadi koordinator, wakil, sekretaris, dsb sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
Pada dasarnya pemilihan harus dilakukan di tingkat dimana warga saling kenal misalnya tingkat
RT untuk memilih utusan RT dan kemudian kumpulan utusan RT di tingkat kelurahan/desa
memilih anggota BKM/LKM dari antara para utusan tersebut. Bila kelurahan/desa yang
bersangkutan cukup luas artinya terdiri dari RT yang banyak sekali, lebih dari 75 RT maka
pemilihan dapat dilakukan berjenjang. Dipilih utusan RT, kemudian dari kumpulan utusan RT di
tingkat RW/Dusun dipilih lagi utusan RW/Dusun untuk kemudian utusan RW/Dusun ini ke
kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM. Jumlah utusan RT atau RW/Dusun dapat
ditetapkan sebelumnya sesuai kesepakatan warga. Yang penting pemilihan atau penjaringan
orang-orang baik harus dilakukan di tingkat dimana antar warga saling mengenal. Tidak adanya
pencalonan memungkinkan anggota masyarakat memilih tanpa paksaan siapapun yang mereka
anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan tersebut, sesuai pengalaman interaksi
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mungkin adanya kampanye; karena yang dipilih
adalah orang yang perbuatan sehari-harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas,
bukan perkataan (janji) tentang masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah
membandingkan dan mengkonfirmasikan perbuatan/perilaku sehari-hari orang yang akan
dipilih dan bukan perkataan (janji).
b) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)
KSM adalah kelompok masyarakat pemanfaat langsung dari PNPM Mandiri Perkotaan ini yang
langsung menikmati hasil dari program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan secara
partisipatif oleh masyarakat kelurahan dibawah koordinasi BKM/LKM.
Pembangunan KSM ini sengaja didorong sebagai kelompok basis dimana antar anggotanya
dapat saling bantu, saling memperkuat dan saling belajar untuk bersama-sama keluar dari
belenggu kemiskinan. Kesatuan dalam KSM ini didasari oleh ikatan pemersatu (common
bound), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, kesamaan
domisili dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya modal sosial.
Pengertian kelompok dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan adalah kelompok masyarakat
yang “sudah ada” (existing groups) dan atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam
rangka pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai
kelompok/lembaga masyarakat sebagaimana ditetapkan PNPM Mandiri Perkotaan.
29
Diharapkan melalui pendekatan kelompok ini :
ƒ
Warga masyarakat dapat lebih dinamis dan lebih nyata dalam mengembangkan praktek
nilai-nilai kemanusiaan, misalnya; kejujuran, keikhlasan, dapat dipercaya, pengorbanan,
kebersamaan, kesatuan, gotong royong, solidaritas antar sesama, dan lainnya;
ƒ
Proses pemberdayaan (empowerment) berjalan lebih efektif dan efisien;
ƒ
Terjadi konsolidasi kekuatan bersama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan
lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi);
ƒ
Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial,
menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati
aturan bersama, dan fungsi lainnya.
c) Relawan
Pengertian relawan-relawan dalam PNPM Mandiri Perkotaan ini mengandung makna yang
cukup luas, mencakup: (1) para relawan yang terlibat mendalam secara khusus dalam satu
atau beberapa tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan
pengawal nilai, misalnya Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya, FGD Kepemimpinan, FGD
Kelembagaan dan Pengelolaan Urusan Publik, Pembentukan BKM/LKM, Perencanaan Partisipatif
dan pembentukan KSM, (2) Para relawan yang terpilih untuk duduk dalam struktur yang
dibangun masyarakat untuk melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan, misalnya Anggota
BKM/LKM, Pengurus KSM, berbagai panitia yang terkait dgn pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan, dll serta (3) Para relawan yang mengikuti secara intensif seluruh proses
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan pengawal nilai.
Secara umum para relawan ini memberikan kontribusi nyata bagi kelancaran dan keberlanjutan
PNPM Mandiri Perkotaan sebagai program dari, oleh dan untuk masyarakat.
Para relawan tersebut masuk dalam proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan melalui
beberapa jalur sebagai berikut :
ƒ
Untuk relawan pendamping masyarakat melalui jalur pendaftaran ke ketua RT masingmasing.
ƒ
Untuk relawan yang berkedudukan sebagai anggota BKM/LKM, pengurus KSM atau panitiapanitia yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan akan dipilih sesuai tata
tertib yang disepakati masyarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip serta nilainilai yang dikandung PNPM Mandiri Perkotaan.
Agar relawan-relawan masyarakat tersebut mampu menjadi motor penggerak dan pendamping
masyarakat dalam melaksanakan tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sesuai ketentuan,
maka dalam kerja, mereka akan mendapat pendampingan intensif dari Tim Fasilitator yang
ditugasi di wilayah masing-masing.
.
30
Modul 3
Topik: Gambaran Umum Siklus PNPM Mandiri Perkotaan
Peserta memahami
Siklus PNPM Mandiri Perkotaan
Penjelasan dan tanya jawab Siklus PNPM Mandiri Perkotaan
2 Jpl (90’)
Bahan Bacaan:
1. Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
31
1) Jelaskan bahwa akan membahas Modul : Gambaran Umum Siklus PNPM Mandiri Perktoaan dan
uraikan maksud dan tujuan modul ini :
Peserta memahami Siklus PNPM Mandiri Perkotaan
2) Jelaskan kepada peserta bahwa dalam intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk menuju
masyarakat berdaya dan mandiri , dilakukan melalui serangkaian siklus dalam pengorganisasian
masyarakat. Dalam modul ini akan diberikan sekilas gambaran umum siklus sedangkan
menganai teknis penyelenggaraan siklus akan dibahas tersendiri.
3) Jelaskan menganai gambaran siklus PNPM Mandiri Perkotaan dengan menggunakan Media
Bantu Substansi Siklus yang sudah disediakan
4) Lakukan tanya jawab dengan peserta, bahaslah pertanyaan – pertanyaan penting yang
diajukan peserta.
32
Slide 1
Slide 2
Slide 3
Slide 4
33
Slide 5
Slide 6
Slide 7
Slide 8
Slide 9
Slide 10
Slide 11
Slide 12
34
Slide 13
Slide 14
Slide 15
Slide 16
Slide 17
Slide 18
35
Slide 19
Slide 20
Slide 21
Slide 22
Slide 23
Slide 24
36
Slide 25
Slide 26
Slide 27
Slide 28
Slide 29
Slide 30
37
Slide 31
Slide 32
Slide 33
Slide 34
Slide 35
Slide 36
38
Slide 37
Slide 38
39
Modul 4
Topik: PNPM Mandiri Perkotaan
Sebagai Pembelajaran Penyadaran Kritis
Peserta memahami
1. PNPMM Perkotaan merupakan sarana pembelajaran masyarakat untuk mengawali
penanggulangan kemiskinan berbasis nilai – nilai kemanusiaan
2. Metode dan prinsip – prinsip pendidikan kritis
Kegiatan 1: Diskusi pembelajaran dalam penanggulangan kemiskinan
Kegiatan 2: Diskusi dan curah pendapat metode pembelajaran kritis
4 Jpl (180’)
Bahan Bacaan:
1. PNPM Mandiri Perkotaan : Proses Pembelajaran Penyadaran Kritis
2. Filsafat Pendidikan Paulo Freire
3. Proses Pendidikan Kritis
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
40
Diskusi Pembelajaran
Dalam Penanggulangan Kemiskinan
1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan memulai modul ‘PNPM Mandiri Perkotaan sebagai
proses pembelajaran’, dan uraikan maksud dan tujuan dari modul ini, yaitu :
•
Agar peserta memahami bahwa PNPM Mandiri Perkotaan, merupakan sarana pembelajaran
masyarakat untuk mengawali penanggulangan kemiskinan berbasis nilai – nilai
kemanusiaan.
•
Peserta dapat memahami metode dan prinsip – prinsip pendidikan kritis.
2) Ingatkan kembali kepada peserta pada pembahasan modul intervensi P2KP, dan jelaskan
bahwa intervensi yang dilakukan melalui tahapan siklus dalam P2KP merupakan proses
pembelajaran.
3) Tanyakan kepada peserta, mengapa masyarakat harus belajar. Ajukan pertanyaan –
pertanyaan kritis agar diskusi menjadi lebih mendalam. Ingatkan kembali kepada akar
permasalahan kemiskinan dan level – level penyebab kemiskinan.
Pada pohon persoalan kemiskinan di modul sebelumnya, dapat dikatakan bahwa saat ini
banyak terjadi ketidakadilan, keserakahan, ketidak jujuran dan persoalan – persoalan
dimana banyak yang mementingkan diri sendiri. Karena kondisi ini masyarakat menjadi
tersekat – sekat, yang secara umum terjadi 2 golongan dalam masyarakat yaitu golongan
masyarakat yang tertindas dan golongan penindas yang menghalalkan segala cara untuk
meraih kepentingannya. Kondisi ini menunjukkan adanya dehumanisasi (manusia sudah
tidak menjadi manusia). Dehumanisasi terjadi pada kelompok penindas maupun pada
kelompok tertindas. Pada kelompok minoritas kaum penindas, menjadi tidak manusiawi
karena telah mendustai hakekat keberadaan dan hati nurani sendiri dengan menafikan nilai
– nilai kemanusiaan yang ada dalam dirinya.Pada mayoritas kaum tertindas, menjadi tidak
manusiawi karena hak – hak asasi mereka dinistakan, tidak berdaya, terbenam dalam
budaya bisu. Contohnya dalam pembangunan masyarakat selama ini hanya dijadikan
sasaran pembangunan semata – mata (objek), tidak pernah terlibat sehingga tidak pernah
bisa memecahkan masalah sendiri sehingga mereka selalu bergantung kepada bantuan
pihak lain. Kondisi ini akhirnya menjadikan masyarakat frustasi, apatis dan malas. Oleh
karena itu perlu penyadaran kritis bagi masyarakat untuk menghilangkan dehumanisasi yang
terjadi dengan menyadari jati diri sebagai mansusia yang sejati. Proses penyadaran ini di
dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan melalui pembelajaran, oleh karena itu proses
pembelajran ini dinamakan pembelajran penyadaran kritis untuk membangun sikap mental
dan pola pikir yang positif.
41
4) Bagi peserta ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 – 7 orang,
kemudian tugaskan masing – masing kelompok untuk membahas :
•
Sikap dan perilaku apa yang dibutuhkan untuk mendukung upaya penanggulangan
kemiskinan ?
•
Pola pikir seperti apa yang harus dirubah untuk menanggulangi kemiskinan ?.
•
Kelompok manakah yang harus belajar merubah sikap dan perilaku : kelompok
miskin, kelompok kaya, laki – laki, atau perempuan ?
•
Jika demikian kelompok manakah yang harus terlibat dalam proses pembelajaran?
5) Hasil diskusi kelompok kemudian dibahas dalam pleno kelas.
6) Berikan pencerahan, bahwa PNPM Mandiri Perkotaan mengawal proses pembelajaran
melalui beberapa kegiatan dalam siklus PNPM Mandiri Perktoaan.
Apa yang dipelajari?
Siklus
Prinsip
Kemasyarakatan
Nilai–nilai
Rembug
Kesiapan
Masyarakat
(RKM)
Partisipasi:
masyarakat belajar
memutuskan
secara sadar
upaya pemecahan
masalah yang
mereka butuhkan
Keadilan dan kesetaraan:
semua lapisan masyarakat
berhak untuk mendapatkan
informasi dan mengambil
keputusan
Masyarakat merupakan
subyek pembangunan dan
berhak untuk menentukan
nasibnya sendiri tanpa
paksaan dari pihak luar,
tetapi berdasarkan
kesadaran kritis mereka
Refleksi
Kemiskinan
Partisipasi, terlibat
untuk menentukan
masalah utama
kemiskinan secara
transparan dan
demokratis.
Keadilan dan kesetaraan,
saling memahami, dan
saling perduli terhadap
permasalahan orang lain.
Penyebab utama
kemiskinan: lunturnya nilai–
nilai kemanusiaan.
Kejujuran untuk mengakui
permasalahan.
Pola pikir
Semua pihak
bertanggungjawab dalam
pemecahan masalah
kemiskinan.
Masyarakat mampu
melakukan analisa sebab
akibat permasalahan
kemiskinan
Pemetaan
Swadaya
42
Partisipasi,
transparansi
informasi dalam
menggali potensi
dan permasalahan
bersama.
Perduli terhadap
permasalahan orang
miskin, saling menghargai,
saling memahami,
kesetaraan dalam kegiatan,
Penghargaan terhadap
harkat dan martabat
manusia, yang
diperlakukan adil dan
setara dengan memberi
kesempatan yang sama
Masyarakat mampu
melakukan kajian dan
penelitian sederhana
mengenai permasalahan di
wilayahnya, karena
masyarakatlah yang
mempunyai pengetahuan
terhadap permasalahan diri
dan lingkungannya bukan
‘orang luar’.
Masyarakat mempunyai
untuk terlibat.
Saling berbagi
pengetahuan dan informasi
(saling memberi)
potensi untuk memecahkan
masalah tanpa harus selalu
tergantung kepada bantuan
pihak luar.
Semua permasalahan
kemiskinan baik itu masalah
sosial, ekonomi maupun
lingkungan bersumber dari
sikap dan perilaku para
pelaku pembangunan.
Kemiskinan merupakan
masalah bersama
Pembangunan
BKM/LKM
PJM
Pronangkis
(perencanaan
partisipatif)
Pengorganisasian KSM
Demokrasi,
Partisipasi,
Desentralisasi
di dalam
membangun
kelembagaan milik
warga masyarakat
yang representativ
Kejujuran, keadilan,
kesetaraan, kerelawanan
menjadi komitmen semua
warga masyarakat.
Partisipasi,
transparansi,
demokrasi dalam
proses belajar
menyusun rencana
– rencana untuk
memenuhi
kebutuhan warga
masyarakat sesuai
dengan persoalan
– persoalan yang
dihadapi.
Keadilan, kejujuran, dan
kebersamaan dalam upaya
memenuhi kebutuhan agar
persoalan kemiskinan
dapat ditanggulangi.
Partisipasi,
demokrasi,
akuntabilitas, di
dalam proses
berhimpun/berkelo
mpok sebagai
bagian ‘modal
sosial’.
Kejujuran, keadilan,
kesetaraan, saling perduli
di antara anggota
kelompok, saling
memahami, saling
menghargai , saling
percaya
Masyarakat mampu untuk
mengorganisir diri dalam
menentukan siapa yang
harus memimpin.
Pemimpin yang dipilih
adalah yang mempunyai
kemampuan menggunakan
potensinya untuk
kesejahteraan orang lain,
pemimpin yang mempunyai
sikap mental positif artinya
merupakan manusia yang
berdaya (sejati).
Masyarakat mampu untuk
merencanakan program .
Masyarakat mempunyai
tanggungjawab untuk
perencanaan.
Adil bukan beararti bagi
rata, tetapi memberikan
bantuan bagi yang paling
membutuhkan.
Pengembangan program
tidak hanya bertumpu pada
bantuan pihak luar akan
tetapi bisa mengoptimalkan
potensi yang ada di
masyarakat.
Masyarakat mampu
mengorganisasikan dirinya
dalam kelompok
Masyarakat
Masayrakat miskin dapat
dipercaya.
43
Diskusi dan Curah Pendapat metode penyadaran kritis
1) Jelaskan bahwa kita memasuki Kegiatan 2 : Diskusi dan curah pendapat metode penyadaran
kritis dan uraikan apa yang akan dicapai melalui kegiatan belajar ini, yaitu: Peserta dapat
memahami metode penyadaran kritis dalam PNPM Mandiri Perkotaan.
2) Jelaskan kepada peserta, bahwa dalam setiap tahapan siklus proses belajar tersebut
dilaksanakan dengan pendekatan kelompok melalui Diskusi Kelompok Terarah, rembug –
rembug dan melaksanakan refleksi – refleksi bersama. Melalui diskusi – diskusi dan refleksi
dalam kelompok, maka diharapkan terjadi dialog dan saling berbagi pengetahuan, berbagi
informasi, berbagi sumberdaya, berbagi peluang yang artinya berbagi ‘sumber kekuasaan’ yang
dilandasi oleh nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan pada akhirnya akan tumbuh kepedulian
terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan. Pendekatan ini juga dapat menciptakan
pola – pola hubungan masyarakat yang setara dan membongkar sekat – sekat sosial . Proses
pembelajaran seperti ini disebut proses pembelajaran penyadaran kritis. Diharapkan dengan
proses ini akan terjadi pemberdayaan baik bagi kelompok yang tadinya tidak mempunyai
pengetahuan, informasi dan sumber lainnya menjadi mempunyai pengetahuan, informasi baru.
Sedangkan bagi kelompok yang mempunyai sumber kekuasaan, ajang ini menjadikan mereka
mampu membagikan sumber kekuasaannya kepada kelompok lain sehingga mereka
mempunyai keberdayaan untuk berbagi.
3) Untuk lebih diperlukan metodologi pendidikan yang cocok . Ajak peserta untuk membahas
metodologi pendidikan kritis dengan menganalisa lembar cerita. Bagikan lembar cerita ‘ Siti,
Joko dan Kamto’ dan ‘Sekolah Gajah’ yang sudah disediakan. Berilah peserta waktu untuk
membaca kedua lembar cerita tersebut.
4) Setelah selesai membaca, bagi peserta ke dalam 4 kelompok (masing – masing kelompok
terdiri dari 5 – 7 orang). Tugaskan kelompok untuk dikusi:
a. Kelompok 1 dan 2, mendiskusikan lembar cerita ‘Siti, Joko dan Kamto’ sesuai dengan
pertanyaan – pertanyaan yang ada pada lembar cerita.
b. Kelompok 3 dan 4, mendikusikan lembar cerita ‘Sekolah Gajah’ sesuai dengan pertanyaan –
pertanyaan yang ada pada lembar cerita.
5) Ajaklah tiap kelompok untuk menyajikan hasil masing-masing dan kemudian simpulkan.
44
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang memberdayakan tentu saja harusnya
yang memanusiakan manusia. Dalam pe!aksanaannya pendekatan pendidikan tersebut
menekankan pada pembelajaran yang dialogis dengan prinsip – prinsip :
•
Pendamping adalah Fasilitator, bukan Guru
•
Baik Pendamping maupun Masyarakat adalah warga belajar
•
•
•
Semua warga belajar adalah subjek, artinya hubungan di antara semua warga belajar
adalah hubungan yang adil dan setara, sedangkan obyeknya adalah realitas kehidupan
masyarakat
Komunikasi yang dibangun, komunikasi multi arah
Semua warga belajar, menjadi narasumber bagi yang lainnya karena masing -masing
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang khas yang bisa dibagikan kepada yang lain
sehingga akan 'memperkaya' pemahaman masing – masing.
Dengan pernbelajaran yang dialogis di atas, dalam prosesnya diharapkan:
•
Tidak terjadi saling 'jegal' untuk kepentingan pribadi, maupun kelompok
•
Tidak ada diskriminasi
•
Tumbuh saling pemahaman terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan, sehingga
terjadi saling rnenghargai
•
Tumbuh kebersamaan
•
Tumbuh kepedulian, dsb
Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, proses beIajar tersebut dilaksanakan dalam tahapan siklus ,
artinya dalam memfasilitasi semua tahapan siklus seharusnya terjadi pembongkaran sekat sekat yang menghilangkan dominasi, diskriminasi dan dehumanisasi dimana hal ini bisa terjadi
dengan menumbuhkan nilal - nilai kemanusiaan. Oleh karena itu penumbuhan nilai - nilai
(sikap perilaku) untuk membangun manusia yang berdaya (pemberdayaan sejati) menjadi pilar
ulama dalam pendekatan pembelajaran.
45
LK – PNPM Perkotaan ebagai Proses Pembelajaran Kritis - 1
Pertanyaan dan tugas yang terkait dengan “
Tugas Diskusi:
Lembar Cerita Kucing, Siti, Joko dan Kamto’
•
Anda dipersilahkan untuk memilih. Siapa menurut anda yang patut diacungi jempol dalam
mendidik si kucing itu ? (Siti, Joko atau Kamto), beri alasan pilihan tersebut, mengapa?
•
Kaitkan dengan realitas dalam praktek penyelenggaraan pendidikan yang pernah kita
saksikan selama ini, lebih cenderung model Joko, Siti atau Kamto?
•
Apa kaitannya paradigma yang dianut oleh Joko, Siti dan Kamto terhadap praktek yang
dilakukan, juga apa implikasinya?
Lembar Cerita ‘Sekolah Gajah’
46
•
Apa kesan anda dengan cerita itu, ungkapkan dengan satu kata (misalnya mengagumkan
atau memilukan) dan apa alasannya?
•
Kira–kira apa yang menyebabkan gajah–gajah tersebut mengamuk dan merusak tanaman
petani?
•
Coba kaitkan, seandainya gajah–gajah tersebut adalah sekumpulan murid dari sebuah
sekolah, mahasiswa dari perguruan tinggi, atau gajah–gajah itu adalah rakyat–petani,
nelayan, buruh, anak jalanan, pedagang kaki lima dan sebagainya…. Bagaimana menurut
Anda sistem sekolah seperti itu?
•
Apa yang dapat dipetik pelajaran dari cerita “Sekolah Gajah” itu?
Kucing, Siti, Joko dan Kamto
Totok Raharjo
Hampir setiap hari dari pagi sampai sore hujan tak kunjung reda – memang sedang musimnya.
Tapi banyak orang mengatakan salah musim (salah mangsa), pertanda bahwa metabolisme
kehidupan ini sedang amburadul. Di rumah masing-masing Siti, Joko dan Kamto, karena hari
Minggu, memilih menghabiskan liburannya di rumah. Ketika senja tiba, Siti, Joko dan Kamto masing
– masing menemukan seekor kucing yang tengah berteduh di teras rumah dalam keadaan basah
kuyup dan kedinginan. Melihat keadaan kucing yang kelihatan memelas itu – Siti, Joko dan Kamto
tergerak hatinya untuk menolong kucing tersebut dengan mempersilahkan kucing itu masuk ke
dalam rumah. Apa yang dilakukan Siti, Joko dan Kamto terhadap kucing tersebut?
Siti, ternyata tidak hanya sekedar menolong kucing dari kedinginan, dia juga tergerak hatinya
untuk memelihara sekaligus mendidiknya. Karena Siti tidak mau maksud baiknya terhadap kucing
itu kelak di kemudian hari justru malah merugikan, contohnya : Siti tidak mau kucing itu kencing
dan berak di sembarang tempat, dia juga tidak suka kalau kucing itu kelak makan apa saja sesuka
hati di rumahnya – Siti juga paling benci dengan bau – bau badan disebabkan tidak pernah mandi.
Yang jelas Siti itu tipe orang yang sangat perfek, orang yang telah terbiasa tertib teratur dan orang
yang selalu menjaga martabat, harga diri dan sopan santun. Atas dasar latar belakang itu Siti mulai
mendidik kucing di rumahnya. Pertama – tama yang dia lakukan yakni memberi nama si kucing itu,
dia paling tidak suka dengan hal – hal yang berbau anonim, segala sesuatu yang dia temui,
pertama – tama yang dia cari , yang ia lihat adalah merk, label, cap dan sejenisnya. Hari itu Siti
sibuk membuka kamus, catatan bahkan dia ingat nama – nama dari novel yang pernah ia baca,
maka si kucing mendapat hadiah nama yaitu Ketti. Hari itu Siti menyusun dan memberlakukan
jadwal latihan dan kegiatan untuk si Ketti. Ketti dilatih kencing dan berak di tempat yang telah
disediakan. Perlahan – lahan Ketti diajarkan tata tertib, Ketti juga diberi pelajaran tentang hak dan
kewajiban – misalnya Ketti tidak boleh makan kecuali makanan yang telah disediakan. Di bidang
sopan santun, ketti sama sekali tidak diperkenankan lari – lari di dalam rumah, apalagi lompat
lewat jendela. Proses latihan dengan aturan yang ketat dan diberlakukannya sangsi yang berat
apabila melanggarnya, walhasil si Ketti jadi kucing yang berbudaya, patuh, sopan, dan penurut
tidak sebagaiman kucing – kucing lainnya.
Joko, tidak sebaik dan serinci Siti dalam melatih kucingnya. Joko punya keyakinan bahwa
kucingpun kalau dididik akan bisa berguna untuk kepentingan dirinya. Joko mendorong motivasi
kucingnya agar rajin menjaga rumahnya dari tikus – tikus. Si Kucing akan mendapat hadiah dari
Joko apabila telah berhasil menangkap tikus. Bila si Kucing tidak melakukan tugasnya jangan
berharap akan mendapat hadiah, apabila berani mengambil makanan di meja makan tanpa seijin
Joko – si kucing akan mendapat ganjaran setimpal dari Joko, berupa cambukan sampai si kucing
merengek – rengek minta ampun.
Lain Joko, lain Siti, lain Kamto. Kamto berpikir tentang si kucing justru sebaliknya, sebaiknya kucing
dibiarkan saja sebagaimana kucing seutuhnya – maka dilepaslah kucing itu dari rumahnya. Setelah
hujan reda, dipersilahkan kucing itu pergi dari rumahnya.
Tugas Diskusi:
•
Anda dipersilahkan untuk memilih. Siapa menurut anda yang patut diacungi jempol dalam
mendidik si kucing itu ? (Siti, Joko atau Kamto), beri alasan pilihan tersebut, mengapa ?
•
Kaitkan dengan realitas dalam praktek penyelenggaraan pendidikan yang pernah kita saksikan
selama ini – lebih cenderung model Joko, Siti atau Kamto?
•
Apa kaitannya paradigma yang dianut oleh Joko, Siti dan Kamto terhadap praktek yang
dilakukan – juga apa implikasinya
47
Sekolah Gajah
Totok Raharjo
Di zaman orde baru kala itu, kita masih ingat tentang Sekolah Gajah di Lampung tepatnya di Way
Kambas, yang didirikan oleh pemerintah. Konon merupakan reaksi pemerintah terhadap
pelanggaran para gajah yang telah menjarah kekayaan petani dan mengusik ketenteraman
masyarakat, terutama para transmigran – mereka gundah gulana karena tanaman pertaniannya
selalu dirusak oleh gajah – gajah liar. Semua pihak terusik dengan peristiwa itu; bagi orang yang
hobynya berburu tentu saja setuju kalau gajah liar itu sebaiknya ditembak saja, tentu lain bagi
orang yang hobynya berdagang binatang sejenis ini, memberikan inspirasi baru komoditi baru non
migas yang cukup menarik untuk dieksport. Lain lagi bagi kaum intelektual yang sehari – harinya
memikirkan bagaimana mendayagunakan berbagai potensi demi pembangunan, amuk gajah malah
melahirkan gagasan cemerlang. Dengan sigap mereka menyusun konsep dalam bentuk proposal;
idenya yakni bagaimana agar gajah tidak mengamuk, yaitu dengan cara ‘dididik’. Lalu muncul
klausul : dimana, kapan, bagaimana caranya, siapa pelatihnya, siapa pengelolanya, berapa dan dari
sumber mana anggaran biayanya ?
Maka disetujuilah rancangan “Sekolah Gajah’ yang sangat dahsyat itu. Tentu saja kita tidak pernah
tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraan sekolah gajah itu, karena
memang tidak pernah disiarkan ke publik. Yang kita tahu, pada kenyataan berikutnya kita
dikejutkan bahwa gajah di sekolah itu tidak lagi mengamuk, berkat para pelatih (baca : pawang)
yang khusus didatangkan dari Thailand. Tentunya ada kepiawaian dan kiat khusus, ada metode
dan kurikulum secara khusus untuk para murid – murid gajah tersebut. Yang kita saksikan
kemudian bahwa kenyataannya gajah – gajah itu tak lagi mengamuk dan merusak ladang petani
transmigrasi, bahkan gajah – gajah itu secara sukarela pada akhirnya mau mengangkut
gelondongan kayu dari hutan di bawa ke tempat penampungan, gajah – gajah itu menampilkan
kebolehannya dengan keterampilannya memainkan sepak bola dan dari situlah dibentuklah
kesebelasan gajah – maka datanglah para turis dari penjuru mana saja untuk menyaksikan
keajaiban itu dari dekat.
Pendek kata gajah – gajah itu tak perlu lagi kembali ke habitatnya, dia telah berhak mendapatkan
asrama baru. Gajah liar, gajah – gajah berandalan, gajah – gajah penjarah tanaman petani
berubah menjadi gajah yang santun, gajah yang berbudaya, gajah yang berbudi luhur. Sekolah itu
benar – benar telah mampu mengubah gajah yang preman menjadi gajah yang manis, gajah yang
penurut.
Tugas Diskusi:
•
Apa kesan anda dengan cerita itu, ungkapkan dengan satu kata (misalnya mengagumkan
atau memilukan) dan apa alasannya?
•
Kira – kira apa yang menyebabkan gajah – gajah tersebut mengamuk dan merusak
tanaman petani?
•
Coba kaitkan, seandainya gajah – gajah tersebut adalah sekumpulan murid dari sebuah
sekolah, mahasiswa dari perguruan tinggi, atau gajah – gajah itu adalah rakyat – petani,
nelayan, buruh, anak jalanan, pedagang kaki lima dan sebagainya….. Bagaimana menurut
anda system sekolah seperti itu?
Apa yang dapat dipetik pelajaran dari cerita “Sekolah GaJah tersebut”?
48
PNPM Mandiri Perkotaan:
Proses Pembelajaran Penyadaran Kritis
Marnia Nes
PNPM Mandiri Perkotaan, merupakan proses pembelajaran masyarakat dalam menanggulangi
kemiskinan. Proses pembelajaran sebenarnya adalah proses pendidikan, artinya perubahan dapat
terjadi melalui proses pendidikan yang didampingi oleh Fasilitator di wilayah Kelurahan/Desa
sasaran.
Melalui proses belajar ini, diharapkan masyarakat mampu untuk merubah pola pikir dan sikap
perilaku sebagai manusia yang bertanggungjawab untuk menjalankan fitrahnya sebagai manusia,
yaitu manusia yang mampu memberikan potensi yang ada dalam dirinya untuk kesejahteraan diri
dan lingkungannya.
PNPM Mandiri Perkotaan mengawal proses pembelajaran ini melalui tahapan siklus, yaitu:
Apa yang dipelajari?
Siklus
Prinsip
Kemasyarakatan
Nilai – nilai
Pola pikir
Rembug
Kesiapan
Masyarakat
(RKM)
Partisipasi :
masyarakat
belajar
memutuskan
secara sadar
upaya
pemecahan
masalah yang
mereka butuhkan
Keadilan dan kesetaraan:
semua lapisan
masyarakat berhak untuk
mendapatkan informasi
dan mengambil
keputusan
Masyarakat merupakan
subyek pembangunan dan
berhak untuk menentukan
nasibnya sendiri tanpa
paksaan dari pihak luar,
tetapi berdasarkan kesadaran
kritis mereka
Refleksi
Kemiskinan
Partisipasi,
terlibat untuk
menentukan
masalah utama
kemiskinan
secara transparan
dan demokratis.
Keadilan dan kesetaraan,
saling memahami, dan
saling perduli terhadap
permasalahan orang lain.
Penyebab utama kemiskinan :
lunturnya nilai – nilai
kemanusiaan.
Kejujuran untuk
mengakui permasalahan.
Semua pihak
bertanggungjawab dalam
pemecahan masalah
kemiskinan.
Masyarakat mampu
melakukan analisa sebab
akibat permasalahan
kemiskinan
49
Apa yang dipelajari?
Siklus
Pemetaan
Swadaya
Prinsip
Kemasyarakatan
Partisipasi,
transparansi
informasi dalam
menggali potensi
dan
permasalahan
bersama.
Nilai – nilai
Perduli terhadap
permasalahan orang
miskin, saling
menghargai, saling
memahami, kesetaraan
dalam kegiatan,
Penghargaan terhadap
harkat dan martabat
manusia, yang
diperlakukan adil dan
setara dengan memberi
kesempatan yang sama
untuk terlibat.
Saling berbagi
pengetahuan dan
informasi (saling
memberi)
Pola pikir
Masyarakat mampu
melakukan kajian dan
penelitian sederhana
mengenai permasalahan di
wilayahnya, karena
masyarakatlah yang
mempunyai pengetahuan
terhadap permasalahan diri
dan lingkungannya bukan
‘orang luar’.
Masyarakat mempunyai
potensi untuk memecahkan
masalah tanpa harus selalu
tergantung kepada bantuan
pihak luar.
Semua permasalahan
kemiskinan baik itu masalah
sosial, ekonomi maupun
lingkungan bersumber dari
sikap dan perilaku para
pelaku pembangunan.
Kemiskinan merupakan
masalah bersama
Pembangunan
BKM
Demokrasi,
Partisipasi,
Desentralisasi di
dalam
membangun
kelembagaan
milik warga
masyarakat yang
representative.
50
Kejujuran, keadilan,
kesetaraan, kerelawanan
menjadi komitmen semua
warga masyarakat.
Masyarakat mampu untuk
mengorganisir diri dalam
menentukan siapa yang harus
memimpin.
Pemimpin yang dipilih adalah
yang mempunyai kemampuan
menggunakan potensinya
untuk kesejahteraan orang
lain, pemimpin yang
mempunyai sikap mental
positif artinya merupakan
manusia yang berdaya
(sejati).
Apa yang dipelajari?
Siklus
PJM Pronangkis
(perencanaan
partisipatif)
Pengorganisasian KSM
Prinsip
Kemasyarakatan
Nilai – nilai
Partisipasi,
transparansi,
demokrasi dalam
proses belajar
menyusun
rencana –
rencana untuk
memenuhi
kebutuhan warga
masyarakat
sesuai dengan
persoalan –
persoalan yang
dihadapi.
Keadilan, kejujuran, dan
kebersamaan dalam
upaya memenuhi
kebutuhan agar persoalan
kemiskinan dapat
ditanggulangi.
Partisipasi,
demokrasi,
akuntabilitas, di
dalam proses
berhimpun/berkel
ompok sebagai
bagian ‘modal
sosial’.
Kejujuran, keadilan,
kesetaraan, saling perduli
di antara anggota
kelompok, saling
memahami, saling
menghargai , saling
percaya
Pola pikir
Masyarakat mampu untuk
merencanakan program .
Masyarakat mempunyai
tanggungjawab untuk
perencanaan.
Adil bukan beararti bagi rata,
tetapi memberikan bantuan
bagi yang paling
membutuhkan.
Pengembangan program
tidak hanya bertumpu pada
bantuan pihak luar akan
tetapi bisa mengoptimalkan
potensi yang ada di
masyarakat.
Masyarakat mampu
mengorganisasikan dirinya
dalam kelompok
Masyarakat
Masayrakat miskin dapat
dipercaya
Di dalam setiap tahapan siklus proses belajar tersebut dilaksanakan dengan pendekatan kelompok
melalui Diskusi Kelompok Terarah, rembug – rembug dan melaksanakan refleksi – refleksi bersama.
Melalui diskusi – diskusi dan refleksi dalam kelompok, maka diharapkan terjadi dialog dan saling
berbagi pengetahuan, berbagi informasi, berbagi sumberdaya, berbagi peluang yang artinya
berbagi ‘sumber kekuasaan’ yang dilandasi oleh nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan pada
akhirnya akan tumbuh keperdulian terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan. Pendekatan
ini juga dapat menciptakan pola – pola hubungan masyarakat yang setara dan sekat – sekat sosial
diharapkan bisa terbongkar.
Untuk mencapai tujuan belajar di atas, maka proses pendidikan yang dilaksanakan seharusnya
pendidikan yang dapat memanusiakan manusia, dimana di dalamnya terkandung sikap dan perilaku
dari pendidik (Fasilitator, relawan dan pihak lain) maupun peserta didik yang menjunjung tinggi
nilai - nilai kemanusiaan (saling menghargai, adil,setara, dsb).
Proses pendidikan sangat bergantung kepada paradigma pendidikan yang diyakini oleh pelaku
pendidik ( dalam hal ini lembaga pengembang program/Pelaku PNPMM Perkotaan). Karena
paradigrna pendidikan berimplikasi pada metode yang dipakai dalam prosesnya yang pada akhirnya
akan berdampak pada kesadaran masyarakat.
Untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat, maka paradigma yang digunakan adalah
paradigma pendidikan kritis. Dalam perspektif kritis, pendidikan semestinya bisa menciptakan ruang
bagi masyarakat untuk mengidentifikasi secara bebas dan kritis menuju transformasi social.
51
Masyarakat didorong untuk belajar mengidentifikasi, menganalisa pola - pola hubungan (interaksi)
mereka dalam hidup bermasyarakat untuk membongkar sekat - sekat sosial sehingga terjadi
hubungan yang setara dan adil. Hubungan sosial yang setara dan adil, tidak ada dominasi dari
salah satu pihak, akan terjadi apabila masyarakat saling menghargai. saling memberi, saling
memahami sehingga terjadi manusia - manusia yang berdaya (sejati).
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang memberdayakan tentu saja harusnya
yang memungkinkan proses di atas terjadi. Oleh karena itu dalam PNPM Mandiri melode
pembelajaran yang digunakan dalam proses pendampingan adalah Participatory Andragogy.
Dalam pe!aksanaannya, pendekatan pendidikan tersebut menekankan pada pembelajaran yang
dialogis dengan prinsip – prinsip:
•
Pendamping adalah Fasilitator, bukan Guru
•
Baik Pendamping maupun Masyarakat adalah warga belajar
•
•
•
Semua warga belajar adalah subjek, artinya hubungan di antara semua warga belajar adalah
hubungan yang adil dan setara, sedangkan obyeknya adalah reahlas kehidupan masyarakat
Komunikasi yang dibangun, komunikasi multi arah
Semua warga belajar, menjadi narasumber bagi yang lainnya karena masing -masing
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang khas yang bisa dibagikan kepada yang lain
sehingga akan 'memperkaya' pemahaman masing – masing.
Dengan pernbelajaran yang dialogis di atas, dalam prosesnya diharapkan :
•
Tidak terjadi saling 'jegal' untuk kepentingan pribadi, maupun kelompok
•
Tidak ada diskriminasi
•
Tumbuh saling pemahaman terhadap permasalahan orang lain dan lingkungan, sehingga
terjadi saling rnenghargai
•
Tumbuh kebersamaan
•
Tumbuh kepedulian, dsb
Oleh karena itu fungsi Fasilitator adalah 'membongkar sekat - sekat sosial’, yang bisa
memungkinkan proses di atas terjadi. Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, proses beIajar tersebut
dilaksanakan dalam tahapan siklus , artinya dalam memfasilitasi semua tahapan siklus seharusnya
terjadi pembongkaran sekat -sekat yang menghilangkan dominasi dan diskriminasi dimana hal ini
bisa terjadi dengan menumbuhkan nilal - nilai kemanusiaan. Oleh karena itu penumbuhan nilai nilai (sikap perilaku) untuk membangun manusia yang berdaya (pemberdayaan sejati) menjadi pilar
ulama dalam pendekatan pembelajaran PNPM Mandiri Perkotaan.
52
Proses Pendidikan Kritis
(Mansour Faskih, dkk dalam ”Pendidikan Popular; INSIST – Pact)
Suatu penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat, merupakan proses pendidikan kritis, harus
mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan masyarakat untuk menjadi pelaku (subjek) utama,
bukan sasaran perlakuan (objek), dari proses tersebut.
Ciri–ciri Pokok
Belajar dari realitas atau pengalaman: yang dipelajari bukan ‘ajaran’ (teori, pendapat, kesimpulan,
wejangan, nasehat dan sebagainya) dari seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam
keadaan nyata tersebut. Akibatnya, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang lebih tinggi dari yang
lainnya. Keabsahan pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas
tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika teoritik atau ‘kepintaran’ omongannya.
Tidak menggurui: karena itu, tak ada ‘guru’ dan tak ada ‘murid yang digurui. Semua orang yang
terlibat dalam proses pendidikan ini adalah ‘guru sekaligus murid’ pada saat yang bersamaan.
Dialogis: karena tidak ada lagi guru atau murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses
‘mengajar-belajar’ yang bersifat satu arah, tetapi proses ‘komunikasi’ dalam berbagai bentuk
kegiatan (diskusi kelompok, bermain peran dan sebagainya) dan media (peraga, grafika, audio
visual, dan sebagainya) yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antar semua orang yang
terlibat di dalam proses pelatihan tersebut.
Agar tetap pada asas-asas pendidikan kritis yang menjadi landasan filosofinya, maka panduan
proses belajar harus disusun dan pelaksanaannya dalam suatu proses yang dikenal sebagai ‘daur
belajar’ (dari) pengalaman yang distrukturkan (structural experiences learning cycle). Proses belajar
ini memang sudah teruji sebagai suatu proses belajar yang juga memenuhi semua tuntutan atau
prasyarat pendidikan kritis, terutama karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap
orang untuk mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat
(partisipasi), secara langsung maupun tidak langsung, sebagai bagian dari realitas tersebut.
Pengalaman keterlibatan inilah yang memungkinkan setiap orang mampu melakukan.
53
DAUR BELAJAR ORANG DEWASA
1. Melakukan atau
Mengalami
5. Menerapkan
4. Menyimpulkan
2. Mengungkapkan
3. Mengolah atau
menganalisis
Rangkai–ulang (Rekonstruksi): yakni menguraikan kembali rincian (fakta, unsur-unsur, urutan
kejadian, dan lain-lain) dari realitas tersebut. Pada tahap ini juga bisa disebut proses mengalami;
karena proses ini selalu dimulai dengan penggalian pengalaman dengan cara melakukan kegiatan
langsung. Dalam proses ini partisipan terlibatkan dan bertindak atau berperilaku mengikuti suatu
pola tertentu. Apa yang dilakukan dan dialaminya adalah mengerjakan , mengamati, melihat dan
mengatakan sesuatu. Pengalaman itulah yang pada akhirnya menjadi titik tolak proses belajar
selanjutnya.
Ungkapan: setelah mengalami, maka tahap berikutnya yang penting yakni proses
mengungkapkan dengan cara menyatakan kembali apa yang sudah dialaminya, bagaimana
tanggapan, kesan atas pengalaman tersebut.
Kaji–urai (Analisis): yakni mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan
yang ada dalam realitas tersebut-yakni tatanan, aturan-aturan, sistem yang menjadi akar
persoalan.
Kesimpulan: yakni merumuskan makna atau hakekat dari realitas tersebut sebagai suatu
pelajaran dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip berupa
kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut. Dengan
menyatakan apa yang dialami dan dipelajari , dengan cara seperti ini akan membantu
merumuskan, merinci dan memperjelas hal-hal yang telah dipelajari.
Tindakan: tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan dan melaksanakan tindakantindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas
tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan realitas-realitas baru yang juga
lebih baik. Langkah ini bisa diwujudkan dengan cara merencanakan tindakan dalam rangka
penerepan prinsip-prinsip yang telah disimpulkan.
Proses pengalaman belumlah lengkap, sebelum ajaran baru, atau pengalaman baru, penemuan
baru dilaksanakan dan diuji dalam perilaku yang sesungguhnya. Tahap inilah bagian yang bersifat
‘eksperimental’. Tentu saja proses penetrapan pun akan menjadi suatu pengalaman tersendiri pula
dan dengan pengalaman baru itulah daur proses inipun akan dimulai dari awal lagi dan seterusnya.
‘Daur belajar’ di atas merupakan proses belajar alamiah yang sengaja dituangkan dalam setiap
penyelenggaraan proses belajar.
54
Kritik Pada Metodologi Pendidikan Konsep Menabung
Metodologi konservatif, adalah metode pendidikan yang ditujukan untuk ‘belajar pada guru’.
Pendidikan model ‘guru digugu dan ditiru’, guru menjadi pusat kegiatan belajar mengajar
merupakan jebakan dalam model ahli tersebut. Siklus model ahli tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut . model ini juga disebut sebagai model ahli, dimana siklus metodologi belajar
mengajar berpusat pada guru atau penyuluh. Banyak fasilitator, yang meskipun menggunakan
istilah atau mengklaim sebagai fasilitator tetapi ternyata prakteknya sama seperti guru dan murid.
55
FILSAFAT PENDIDIKAN PAULO FREIRE
Disarikan dari Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis:
Mansour Fakih, Roem Topatimasang dan Toto Raharjo
Pendidikan kritis sangat berhutang pada Paulo Freire sebagai peletak dasar filosofinya. Freire tokoh
pendidikan kritis yang meletakkan dasar “pendidikan bagi kaum tertindas” asal Brazil memberikan
makna pembebasan lebih ditekankan pada kebangkitan kesadaran kritis masyarakat. Freire lahir
dan tampil dengan suara lantang menyatakan sikapnya terhadap kenyataan sosial yang carut
marut.
Kekuatan Freire terletak pada kekuatan pemikiran yang mampu menukik langsung pada pokokpokok persoalan dengan bahasa ungkap yang sangat sederhana. Freire bukan hanya
mengembangkan pemikiran dalam kerangka teoritis akan tetapi juga langsung menerapkan
gagasan-gagasannya dalam suatu rangkaian program aksi yang cukup luas terutama di Chili dan
Brazil.
Manusia dan Dunia menjadi Pusat Masalah
Filsafat Freire bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini sebagian besar manusia menderita
sedemikian rupa – sementara sebagian lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara-cara
yang tidak adil, dan kelompok yang menikmati ini justru bagian minoritas umat manusia. Persoalan
itu yang disebut Freire sebagai “situasi penindasan”.
Bagi Freire, penindasan, apapun nama dan apapun alasannya, adalah tidak manusiawi, sesuatu
yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Dehumanisasi bersifat mendua, dalam
pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas dan juga atas diri minoritas kaum penindas.
Keduanya menyalahi kodrat manusiia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi
karena hak-hak asasi mereka dinistakan, dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam “kebudayaan
bisu” (submerged in the culture of silence).Adapun kaum penindas menjadi tidak manusiawi karena
telah mendustai hakekat keberadaan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi
kaum manusia sesamanya.
Maka dari itu tidak ada pilihan lain, ikhtiar memanusiakan kembali manusia (humanisasi) adalah
merupakan pilihan mutlak. Humanisasi satu-satunya pilihan bagi kemanusiaan, karena walaupun
dehumanisasi adalah kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia, namun ia
bukanlah suatu keharusan sejaah. Suatu kenyataan tidaklah menjadi keharusan, jika kenyataan
menyimpang dai keharusan, maka menjadi tugas manusia untuk mengubahnya agar sesuai dengan
apa yang seharusnya. Itulah fitrah manusia sejati.
Bagi Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau obyek.
Panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia serta
realitas yang menindas. Dunia dan realitas atau realitas dunia ini bukan “sesuatu yang ada dengan
sendirinya”, dan karena itu “harus diterima menurut apa adanya” sebagai suatu takdir atau nasib
yang tidak terelakkan, semacam mitos. Manusia harus menggeluti dunia dan realitas dengan penuh
sikap kritis dan daya-cipta, berarti perlu sikap orientatif pengembangan bahasa pikiran (thought of
language), yakni bahwa pada hakekatnya manusia mampu memahami keberadaan dirinya dan
lingkungannya dengan bekal pikiran dan tindakan “praxis”nya ia mengubah dunia dan realitas.
Maka dari itu manusia berbeda dengan binatang yang hanya digerakkan oleh naluri. Manusia juga
memiliki naluri, tetapi juga mempunyai kesadaran (consciousness). Manusia memiliki kepribadian,
eksistensi. Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak memiliki keterbatasan, tetapi dengan fitrah
kemanusiaannya seseorang harus mampu mengatasi situasi-situasi batas (limit situations) yang
56
mengekangnya. Jika seseorang pasrah, menyerah pada situasi batas tersebut, apalagi tanpa ikhtiar
dan kesadaran sama sekali, maka sesungguhnya ia sedang tidak manusiawi.
Manusia adalah penguasa atas dirinya, dan karena itu fitrah manusia adalah menjadi merdeka,
menjadi bebas, ini menjadi tujuan akhir dari upaya humanisasinya Freire. Humanisasi, karenanya
juga berarti pemerdekaan atau pembebasan manusia dari situasi – situasi batas yang menindas di
luar kehendaknya. Kaum tertindas harus memerdekakan dan membebaskan diri mereka sendiri dari
penindasan yang tidak manusiawi sekaligus membebaskan kaum penindas mereka dari penjara hati
nurani yang tidak jujur melakukan penindasan. Jika masih ada perkecualian, maka kemerdekaan
dan kebebasan sejati tidak akan pernah tercapai secara penuh dan bermakna.
Pembebasan Menjadi Hakekat Tujuan
Bertolak dari pandangan filsafat tentang manusia dan dunia tersebut, Freire kemudian merumuskan
gagasan-gagasannya tentang hakekat pendidikan dalam suatu dimensi yang sifatnya sama sekali
baru dan pembaru.
Bagi Freire, pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya
sendiri. Pengenalan ini tidak cukup hanya bersifat objektif atau subyektif, tapi harus kedua-duanya.
Kebutuhan obyektif untuk mengubah keadaan yang tidak manusiawi selalu memerlukan
kemampuan subyektif untuk mengenali terlebih dahulu keadaan yang tidak manusiawi, yang terjadi
senyatanya, yang obyektif. Obyektivitas dan subyektivitas dalam pengertian ini menjadi dua hal
yang tidak saling bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian psikologis.
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant)
dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus
dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bias menjebak kita ke
dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas
pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tesebut tidak berarti persoalan
mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga
unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni :
• Pengajar
• Pelajar atau anak didik
• Realitas dunia
Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah
obyek yang disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada
sistem pendidikan mapan selama ini.
Sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diandalkan sebagai sebuah “bank”
(banking concept of education) dimana pelajar diberikan ilmu pengetahuan agar ia kelak dapat
mendatangkan hasil dengan lipat ganda. Jadi anak didik adalah obyek investasi dan sumber
deposito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis lainnya yang lazim dikenal.
Deposito atau investornya adalah pra guru yang mewakili lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
mapan dan berkuasa, sementara depositonya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan
pada peserta didik. Anak didikpun lantas diperlakukan seperti ‘bejana kosong’ yang akan diisi,
sebagai sarana tabungan atau penanaman modal ilmu pengetahuan yang akan dipetik hasilnya
kelak. Jadi guru adalah subyek aktif, sedang anak didik adalah obyek pasif yang penurut, dan
diperlakukan tidak berbeda atau menjadi bagian dari realitas dunia yang diajarkan kepada mereka,
sebagai obyek ilmu pengetahuan teoritis yang tidak berkesadaran.
Dalam pandangan seperti tadi, pendidikan akhirnya bersifat negatif dimana guru memberi informasi
yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihapalkan. Secara sederhana Freire
menyusun daftar antagonisme pendidikan ‘gaya bank’ itu sebagai berikut :
• Guru mengajar, murid belajar
• Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa – apa
57
• Guru berfikir, murid difikirkan
• Guru bicara, murid mendengarkan
• Guru mengatur, murid diatur
• Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti
• Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya.
• Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri.
• Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya, dan
mempertentangkannya dengan kebebasan murid – murid.
• Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.
Oleh karena itu guru yang menjadi pusat segalanya, maka merupakan hal yang lumrah saja jika
murid-murid kemudian mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototip manusia ideal
yang harus ditiru dan digugu, harus diteladani dalam semua hal. Freire menyebut pendidikan
seperti itu menciptakan ‘nekrofili’ dan bukannya menghasilkan ‘biofili’. Implikasi lebih jauh adalah
bahwa pada saatnya nanti murid-murid akan benar-benar menjadikan diri mereka sebagai duplikasi
guru mereka dulu, dan pada saat itulah akan lahir lagi generasi baru manusia-manusia penindas.
Jika di antara mereka ada yang menjadi guru atau pendidik, maka daur penindasan segera dimulai
dalam dunia pendidikan, dan demikian terjadi seterusnya. Karena itu, sistem pendidikan menjadi
sarana terbaik untuk memelihara keberlangsungan status-quo sepanjang masa, bukan menjadi
kekuatan penggugah ke arah perubahan dan pembaharuan.
Pola pendidikan seperti itu paling jauh hanya akan mampu mengubah ‘penafsiran’ seseorang
terhadap situasi yang dihadapinya, namun tidak akan mampu mengubah ‘realitas’ dirinya sendiri.
Manusia menjadi penonton dan peniru, bukan pencipta.
Akhirnya Freire sampai pada formulasi filsafat pendidikannya sendiri, yang dinamakannya sebagai
‘pendidikan kaum tertindas’, sebuah sistem pendidikan yang ditempa dan dibangun kembali
bersama dengan, dan bukan diperuntukkan bagi, kaum tertindas. Sistem pendidikan pembaharu
ini, kata Feire adalah, pendidikan untuk pembebasan – bukan untuk penguasaan (dominasi).
Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakkan sosial budaya (social and
cultural domestication). Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia, dank arena itu secara
metodologis bertumpu di atas prinsip-prinsip aksi dan refleksi total – yakni prinsip bertindak untuk
mengubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terus menerus
menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk mengubah kenyataan yang menindas
tersebut. Inilah makna dari praxis.
Dengan kata lain praxis adalah manunggal dari karsa, kata dan karya, karena manusia pada
dasarnya adalah kesatuan dari fungsi berfikir, berbicara dan berbuat. Prinsip ‘praxis’ inilah yang
menjadi kerangka dasar sistem dan metodologi pendidikan tertindasnya Paulo Freire. Setiap waktu
dalam prosesnya, pendidikan ini merangsang kea rah diambilnya suatu tindakan, kemudian
tindakan tersebut direfleksikan kembali, dan dari refleksi itu diambil tindakan baru yang lebih baik.
Dengan demikian seterusnya, sehingga proses pendidikan merupakan suatu daur bertindak dan
berpikir yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup seseorang.
Pada saat bertindak dan berpikir itulah, seseorang menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya
melalui kata-kata. Dengan daur belajar ini, maka setiap anak didik secara langsung dilibatkan
dalam permasalahan-permasalahan realitas dunia dan keberadaan diri mereka di dalamnya. Karena
itu, Freire juga menyebut model pendidikannya sebagai ‘pendidikan hadap masalah’ (problem
posing education). Anak didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berpikir,
dan pada saat bersamaan berbicara menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga
sang guru.
Jadi keduanya (murid dan guru) saling belajar satu sama lain, saling memanusiakan. Dalam proses
ini, guru mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh murid dan pertimbangan sang guru
58
sendiri diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan murid-murid, dan sebaliknya.
Hubungan keduanyapun menjadi subyek-subyek, bukan subyek-obyek. Obyek mereka adalah
realita. Maka terciptalah suasana dialogis yang bersifat inter-subyektif untuk memahami suatu
obyek bersama. Membandingkannya dengan pendidikan ‘gaya bank’ yang bersifat anti-dialogis,
Penyadaran Merupakan Inti Proses
Dengan aktif bertindak dan berfikir sebagai pelaku, dengan terlibat langsung dalam permasalahan
yang nyata, dan dalam suasana yang dialogis, maka pendidikan kaum tertindasnya Freire dengan
segera menumbuhkan kesadaran yang menjauhkan seseorang dari ‘rasa takut akan kemerdekaan’
(fear of freedom). Dengan cara menolak penguasaan, penjinakkan dan penindasan, maka
pendidikan kaum tertindasnya Freire secara langsung dan gamblang tiba pada pengakuan akan
peran proses penyadaran. Pembebasan dan pemanusiaan manusia, hanya bisa dilakukan dalam
artian yang sesungguhnya jika seseorang memang benar-benar telah menyadari realitas dirinya
sendiri dan dunia sekitarnya, tidak pernah mampu mengenali apa sesungguhnya yang ingin ia
lakukan, tidak akan pernah dapat memahami apa yang sesungguhnya yang ingin ia capai. Jadi
sangatlah mustahil memahamkan seseorang bahwa ia harus mampu, dan pada hakekatnya
memang mampu, memahami realitas dirinya dan dunia sekitarnya sebelum ia sendiri benar-benar
sadar bahwa kemampuan itu adalah fitrah kemanusiaan dan bahwa pemahaman itu sendiri adalah
penting dan memang mungkin baginya.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya
Freire, yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ‘commencement’, yang selalu ‘mulai dan
mulai lagi’, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sebati (inherent)
dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti
atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh
berhenti, mandeg, ia senantiasa harus tetap berproses, berkembang dan meluas, dari suatu tahap
ke tahap berikutnya dari tingkat ‘kesadaran naif’ sampai ke tingkat ‘kesadaran kritis’, sampai
akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdala, yakni ‘kesadarannya kesadaran’
Jika seseorang sudah mampu mencapai tingkat kesadaran kritis terhadap realitas, maka orang
itupun mulai masuk ke dalam proses pengertian dan bukan proses menghafal semata-mata. Orang
yang mengerti bukanlah orang yang menghafal, karena ia menyatakan diri atau sesuatu
berdasarkan suatu ‘sistem kesadaran’, sedangkan orang yang menghafal hanya menyatakan diri
atau sesuatu secara mekanis tanpa (perlu) sadar apa yang dikatakannya, dari mana ia telah
menerima hapalan yang dinyatakannya itu, dan untuk apa ia menyatakannya kembali pada saat
tersebut.
Di situlah letak berikut arti penting dari kata-kata, karena kata-kata yang dinyatakan seseorang
sekaligus mewakili dunia kesadarannya, fungsi interaksi antara tinadakan dan pikirannya.
Menyatakan kata-kata benar, dengan cara benar, adalah menyatakan kata-kata yang memang
disadari atau disadari maknanya, di situlah arti memahami realitas, berarti telah melakukan ‘praxis’
dari situlah ia berperan, andil mengubah dunia. Tetapi kata-kata yang dinyatakan sebagai bentuk
pengucapan dari dunia kesadaran yang kritis, bukanlah kata-kata yang diinternalisasikan dari luar
tanpa refleksi, bukan slogan-slogan, namun berasal dari perbendaharaan kata-kata orang itu
sendiri untuk menanamkan dunia yang dihayatinya sehari-hari, betapapun sederhananya.
Maka, pendidikan harus memberi keleluasaan bagi setiap orang untuk mengatakan kata – katanya
sendiri, bukan kata-kata orang lain.murid harus diberi kesempatan untuk mengatakan dengan katakatanya sendiri, bukan kata-kata sang guru. Atas dasar itulah , Freire menyatakan bahwa proses
pengaksaraan dan keterbacaan (alfabetisasi dan literasi) pada tingkat yang paling awal sekali dari
proses pendidikan haruslah benar-benar merupakan suatu proses yang fungsional, bukan sekedar
suatu kegiatan teknis mengajarkan huruf-huruf dan angka-angka serta merangkainya menjadi katakata dalam kalimat-kalimat yang telah tersusun secara mekanis. Berdasarkan pengalaman dan
dialognya dengan kaum petani miskin dan buta huruf (terutama di Brazil dan Chili), Freire
kemudian menyusun suatu konsep pendidikan melek-huruf fungsional menggunakan
59
perbendaharaan kata-kata yang digali dari berbagai ‘tema pokok’ (generative themes) pembicaraan
sehari-hari masyarakat petani itu sendiri. Dalam pelaksanaannya, konsep pendidikan melek huruf
fungsional Freire ini terdiri dari tiga tahapan utama :
• Tahap kodifikasi dan dekodifikasi: merupakan tahap pendidikan melek huruf elementer dalam
‘konteks konkrit’ dan ‘konteks teoritis’ (melalui gambar-gambar, cerita rakyat, dan sebagainya).
• Tahap diskusi kultural : merupakan tahap lanjutan dalam suatu kelompok-kelompok kerja kecil
yang sifatnya problematis dengan menggunakan ‘kata-kata kunci’ (generative words).
• Tahap aksi kultural : merupakan tahap ‘praxis’ yang sesungguhnya dimana tindakan setiap
orang atau kelompok menjadi bagian langsung dari realitas.
Freire dan Belajar Dari Pengalaman
Ikhtisar singkat tentang filsafat pendidikannya Paulo Freire mungkin tidaklah sampai mampu
menggambarkan kelengkapan dari kedalaman gagasannya, mungkin justru mengesankan bahwa
gagasan Freire bukanlah gagasan yang benar-benar baru (Freire sendiri dengan rendah hati
mengakui bahwa gagasannya adalah akumulasi dari gagasan – gagasan pemikir pendahulunya:
Sartre, Althusser, Ortega Y Gasset, Martin Luther King, jr, Fromm, dan sebagainya). Namun satu
hal yang pasti adalah, bahwa Freire telah menampilkan semua gagasan besar tersebut secara unik
dan membaharu, dengan rangkaian penerapan yang luas, dalam sector yang paling dikuasainya
sebagai seorang ahli, seorang mahaguru, sejarah dan filsafat pendidikan di Universitas Recife,
Brazilia.
Freire juga lahir di kota ini pada tahun 1912, meraih gelar doktor pendidikan juga pada Universitas
Recife pada tahun 1959, dan antara tahun 1964 – 1969 ia bekerja sebagai konsultan UNESCO di
Chili sambil menjalani masa pembuangan dan pengasingan politiknya oleh pemerintah militer Brazil
saat itu. Freire kemudian menjadi gurubesar tamu di Universitas Ilmu Pendidikan Universitas
Harvard, Amerika Serikat, lalu menjabat sebagai Penasehat Pendidikan Dewan Gereja Sedunia di
Jenewa.
Jika latar belakang akademis dan intelektual Freire bisa menjelaskan kompetensinya di bidang
pendidikan, maka latar belakang kehidupan pribadinya akan lebih menjelaskan mengapa ia
kemudian mencurahkan keahliannya itu khusus bagi masyarakat tertindas. Keluarga Freire adalah
keluarga golongan menengah yang kemudian bangkrut dan menderita kemiskinan bersama
mayoritas penduduk Recife yang memang miskin. Pada usia 8 tahun, Freire malah dengan tegas
bersumpah bahwa seluruh hidupnya nanti akan diabadikannya bagi kaum miskin dan tertindas di
seluruh dunia. Ia benar-benar mentaati ‘sumpah kanak-kanak’nya. Ia memang mengenal benar
dunia kaum yang dibelanya itu, karena ia sendiri memang berasal dari sana. Ia belajar dari
pengalamannya, realitas dirinya dan dunianya, dan merumuskan sebuah falsafah, konsep, gagasan
sampai metodologi pengetahuan dan penterapannya dengan cara yang sangat memukau.
Pernyataan-pernyataannya memang sering controversial, amat meletup-letup, dan memancing
banyak pertanyaan, bahkan juga kritik. Namun fakta yang diajukan adalah realitas tak
terbantahkan di hamper semua Negara dunia ketiga. Atas dasar itulah, konsep pendidikan Freire
sampai sekarang tetap bernisbah untuk dikaji terus dan dikembangkan. Ia memang sebuah
gagasan yang menantang, meskipun diungkapkan dalam gaya bahasa yang sederhana, dan tetap
terbuka untuk diuji keabsahannya menurut realitas waktu,tempat, dan orang-orang di mana ia
diterapkan.
60
Perkotaan
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Download