MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA: SUATU KAJIAN STRUKTUR, KONTEKS, DAN FUNGSI SOSIAL TESIS Oleh ANDY K. MANURUNG NIM 097037006 PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 1 “Gereja ini —GBI Medan Plaza— menjadi pionir, karena gereja ini memiliki pemimpin yang peka akan isi hati Tuhan” (Pdt. Joshua Ginting) 2 Judul Tesis MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA: SUATU KAJIAN STRUKTUR, KONTEKS, DAN FUNGSI SOSIAL Nama Andy K. Manurung Nomor Pokok 097037006 Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Menyetujui Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. Dr. Paul Kwangjong Suh Program Studi: Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Ketua, Dekan, Drs. Irwansyah, M.A. NIP.196211221 1997031001 Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP.19511013 1976031001 3 ABSTRACT This writing discussed about how Christian Charismatic movements used music as a religious service to communicate to God in GBI Medan Plaza. By using scientific and theology approach, this recitation will be doing by other approach which used qualitative research method. By using several approach like multidiscipline, interdiscipline and transdiscipline, this writing will research how a Charismatic religious service is—contemporary worship—done by using Christian contemporary music. By using ethnology theories, it will be analyze how the cultures of Charismatic applied as a congregation effort to fulfill their religious necessity. A finding that have gotten from this research is as following, contemporary worship performed flexible structurally and the characteristic is more spontaneous. It is very different with traditional churches which is used liturgy “style”. In contemporary worship, music has a dominant role when worship is performing. Thus from the first second till the end of worship, music sounds always have a role to produce and build an atmosphere in worship God. Music domination in worship looks like a strong relevance by perspective of GBI Medan Plaza to restore tabernacle of David which have overthrown. Tabernacle of David is full of praise and worship (music) to God. Thus the worship is identical with music and it is a form of contextual what does King David do when he worships God. Christian contemporary music and contemporary worship have functions in it’s social- culture context. Music and contemporary worship still can go on and applies in GBI Medan Plaza because of social functions like : (a) social-culture integration, (b) conservation and culture continuity, (c) education, (d) consolation, (e) as tool of Evangelist, (f) as tool of communication, (g) as reflection of Christian spiritual. Keywords: contemporary worship, Christian contemporary worship, structure, context, social function, tabernacle of David, praise and worship. 4 INTISARI Tulisan ini akan mengulas bagaimana sebuah gerakan Kristen Kharismatik memanfaatkan musik dalam sebuah ibadah untuk berkomunikasi dengan Sang Khalik di GBI Medan Plaza. Dengan menggunakan pendekatan saintifik dan teologis, kajian ini akan dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Selain itu, berbagai pendekatan baik multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin tulisan ini akan meneliti bagaimana sebuah ibadah Kharismatik—ibadah kontemporer (contemporary worship)—dilakukan dengan menggunakan musik Kristen kontemporer (Christian contemporary music). Menggunakan teori-teori etnologi akan ditelaah bagaimana kultur-kultur Kharismatik tersebut dilakukan sebagai sebuah usaha jemaatnya untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Temuan yang di dapati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, secara struktur ibadah kontemporer dilakukan dengan fleksibel dan sifatnya lebih spontan. Sangat berbeda dengan gereja-gereja tradisional yang menggunakan “gaya” ibadah liturgi. Dalam ibadah kontemporer musik juga memiliki peran yang begitu dominan saat ibadah dilakukan. Sehingga mulai detik pertama hingga ibadah berakhir, bunyi musik selalu berperan dalam menciptakan dan membangun sebuah atmosfir yang menyembah kepada Tuhan. Dominasi musik dalam ibadah tampak sebagai sebuah relevansi yang kuat dengan visi GBI Medan Plaza untuk memulihkan pondok Daud yang telah roboh. Dimana dalam pondok Daud tersebut dipenuhi oleh pujian dan penyembahan (musik) kepada Allah. Sehingga ibadah gereja ini identik dengan musik dan merupakan bentuk kontekstualisasi apa yang Raja Daud lakukan ketika menyembah Allah. Musik Kristen kotemporer dan ibadah kontemporer memiliki fungsi dalam konteks sosio-budaya. Musik dan ibadah kontemporer tetap dapat berlangsung dan dilakukan di GBI Medan Plaza karena fungsi-sungsi sosial. Musik dan ibadah kontemporer memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosio-budaya, (b) kelestarian dan kesinambungan budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) sebagai sarana penginjilan (misionari), (f) sebagai sarana komunikasi, (g) sebagai pencerminan spiritualitas Kristen. Kata kunci: ibadah kontemporer, musik Kristen kontemporer, struktur, konteks, fungsi sosial, pondok Daud, pujian dan penyembahan. 5 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang —Saat akan menghadiri ibadah di GBI Medan Plaza, mata saya dimanjakan terlebih dahulu oleh berbagai produk yang ditawarkan di gerai-gerai dan toko-toko sepanjang perjalanan saya menuju gereja, mulai dari lantai satu hingga ke lantai enam di mana GBI Medan Plaza tersebut berada. Saya lebih memilih menggunakan escalator daripada lift yang penuh karena disesaki oleh jemaat yang juga hendak beribadah seperti saya. Tentu sebuah pengalaman yang belum pernah saya rasakan sebelumnya ketika saya hendak beribadah di gereja, di mana gereja tradisional1 biasanya tidak berdiri dan melakukan aktivitas ibadah di tempat-tempat publik dan elit, gedung-gedung bertingkat seperti hotel, mall, plaza dan pusat perbelanjaan lainnya. Tentu saja orang tidak sepenuhnya mengira bahwa saya hendak beribadah ke gereja—jika mereka tidak melihat saya menggenggam Alkitab ditangan saya 2—selain karena di gedung yang sama dan atap yang sama terdapat begitu banyak tempat yang bisa saya tuju selain beribadah ke gereja yang ada di lantai enam dan tujuh, juga karena baju yang saya gunakan lebih casual tidak formil seperti di gereja tradisional yang identik dengan pakaian formil dalam beribadah. Ketika saya tiba di lantai enam, lobby gereja telah disesaki oleh jemaat yang antri menunggu 1 Sebuah terminologi yang diberikan kepada gereja-gereja yang ibadahnya dilakukan dengan liturgikal. Paul Basden mengarahkan terminologi tersebut umumnya diberikan kepada gereja Protestan dan gereja Katolik (Paul Basden, The Worship: Finding a Style to Fit Your Church, Downers Grove:Intervarsity,1999.,hlm.42) 2 Ada beberapa kemungkinan jemaat tidak membawa Alkitab ke gereja, pertama: kenyataannya saat ini telah tersedia Digital Bible yang dapat dengan mudah di simpan di dalam telepon selular atau perangkat (gadget) lainnya sehingga saat ibadah ketika pengkhotbah memerintahkan jemaat membaca Firman Tuhan, kita mungkin akan melihat beberapa orang justru sedang mengutak-atik telepon selularnya (kemungkinan sedang mencari ayat tertentu). Yang kedua, di gereja kharismatik tersedia in focus dengan screen yang siap menampilkan ayat-ayat yang sedang menjadi topik bahasan dalam khotbah, sehingga jemaat merasa tidak perlu membawa Alkitab dari rumah. 6 masuk (ibadah jam sebelumnya sudah hampir usai, terdengar samarsamar doa syafaat sedang dipanjatkan). Setibanya di pintu masuk, dengan sedikit berdesakan saya masih sempat disambut dengan hangat dan senyuman oleh diaken3 dan diakones yang mengenakan pakaian hitam putih, sambil mempersilahkan saya masuk tentunya tidak lupa diaken tersebut membagikan lembaran warta jemaat kepada saya. Setelah memilih tempat duduk, saya memandangi sekeliling ruangan gereja, cukup luas untuk ukuran sebuah gereja jika dibandingkan dengan gereja-gereja lain yang selama ini pernah saya kunjungi. Dengan kapasitas gedung yang terbilang cukup besar, mampu 4 menampung ±3300 jemaat, tentu tidak mudah bagi diaken untuk mengenal secara fisik maupun secara personal setiap jemaat yang hadir di ibadah.5 Seperti penuturan Bapak Simanjuntak salah seorang diaken yang pernah melayani di GBI Medan Plaza, beliau mengatakan bahwa saat ibadah berakhir dan saat akan memulai ibadah berikutnya merupakan suasana yang penuh sesak, karena jemaat yang hendak beribadah berusaha masuk, sedangkan jemaat yang selesai ibadah berusaha keluar. Walaupun sudah dikoordinasikan agar masuk dan keluar melalui pintu tertentu, tetapi dengan jumlah jemaat yang mencapai ribuan dan berusaha keluar dan masuk secara bersamaan menjadikan suasana berdesakan. Terdapat panggung (stage)—dalam istilah teologia disebut altar—yang diatasnya terdapat podium kayu yang memiliki tanda salib di depannya seakan-akan menegaskan bahwa kita sedang berada di gereja, juga dilengkapi seperangkat alat band dan sound system Electro Voice (EV) tergantung di langit-langit (line arai), juga terdapat beberapa kamera video profesional yang siap menampilkan jalannya ibadah kedalam layar yang besar yang terpasang di atas mimbar. Semua perangkat hardware tadi mungkin biasa ditemukan dalam suasana konser artis-artis profesional, tetapi saat ini telah “mampir” di gereja. Kebaktian dimulai 3 Pejabat/pelayan dalam jemaat purba yang melayani para janda dan orang miskin. Namun dalam konteks gereja sekarang diaken (pria) dan diakones (wanita) melayani sebagai yang menerima dan meyambut jemaat di gereja. 4 Persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen 5 Salah satu pola gereja Kharismatik saat ini adalah jumlah jemaat yang super-besar (mega church) namun Wilfred J. Samuel mengungkapkan dalam gereja yang super-besar koinonia (persekutuan) tidak berfungsi dengan maksimal. (Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik, BPK Gunung Mulia, Jakarta.2007.hlm.43. 7 dengan doa, sang pemimpin pujian (worship leader)6 dan penyanyi latar (singer) bernyanyi diiringi oleh combo band dengan membawa pujian dan penyembahan7 yang dilantunkan ±8-10 kali pengulangan. Jemaat kemudian diundang untuk bangkit berdiri sambil bernyanyi, melompat, menari, bersalaman, bersorak karena gembira, menangis, mengepalkan, mengacungkan tangan, dan sebagainya. Sementara itu bagi anggota jemaat yang telah lanjut usia, diperbolehkan tetap duduk dan menikmati musik yang terkesan “hingar-bingar”. Setelah 45-50 menit ibadah berlangsung, saatnya bagi pengkhotbah menyampaikan Firman Tuhan, lalu pengkhotbah mulai naik ke altar, bernyanyi dan berdoa dengan suara ringan. Sambil menyapa jemaat, pengkhotbah mengeluarkan gadget-gadget pendukung dalam menyampaikan materi khotbah misalnya, Notebook, Handphone, I-Pad, Blackberry dan sebagainya.8 Sepanjang khotbah, diselingi beberapa nyanyian yang relevan dengan tema khotbah, menggunakan kisah-kisah kesaksian tentang kesembuhan, Roh Kudus,9 tentang berkat, menggunakan berbagai ilustrasi untuk menyampaikan Firman Tuhan dan diselingi humor-humor untuk menghindari perasaan kantuk jemaat. Khotbah dilakukan dengan sangat sistematis, menyerupai orasi, berapiapi, suara yang “menggelegar” dan cenderung komunikatif dua arah dengan mengajak jemaat untuk berdialog. Tulisan di atas sengaja saya awali dalam topik ini untuk memberikan gambaran bagaimana ibadah dilakukan oleh gereja masa kini. Gambaran suasana 6 Di lingkungan GBI Medan Plaza dan kalangan Kharismatik istilah worship leader dan singer lebih populer digunakan, sehingga kedepannya dalam tulisan ini saya akan gunakan istilah tersebut. 7 Istilah pujian dan penyembahan dapat mengacu kepada sebuah bentuk pola ibadah dan repertoar lagu. Kata pujian atau penyembahan yang digunakan pada konteks yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga. 8 Pengkhotbah dalam gereja ini juga biasa menggunakan Microsoft Power Point untuk menyampaikan materi khotbah, sesuatu perlengkapan yang tidak digunakan dalam khotbah-khotbah dalam gereja-gereja tradisional. 9 Oleh Roh dan Firman-Nya Allah menciptakan langit dan bumi dan memberi nafas kepada manusia (Kejadian 1:2;2:7; Mazmur 33:6;104:23). Roh Allah juga menggerakkan orang-orang tertentu: hakim-hakim, raja-raja, nabi-nabi. Dalam Perjanjian Baru seringkali disebut:Roh Kudus atau Roh Allah atau Roh Yesus (Kisah Rasul 16:17) atau Roh Anak Allah (Galatia 4:6) ialah Roh pelaksana kehendak Allah di bumi. Ia sebagai Penghibur (penolong) melanjutkan dan menerapkan karya Keselamatan Yesus. Dialah dinamik pekabaran Injil. Ia memberi kesaksian Allah dalam hati orangorang percaya bahwa mereka anak-anak Allah (Roma 8:15-16) [Seluruh ayat Alkitab terdapat pada lembar lampiran pada tesis ini] 8 ibadah persekutuan di atas mencerminkan sejumlah ciri khas gerakan10 dan persekutuan gereja Kharismatik yang juga dapat dijumpai dibanyak tempat di seluruh belahan dunia. Perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi dialami gereja selama di dunia merupakan sebuah sejarah yang sangat panjang selama ±2000 tahun. Sejarah gereja menceritakan tentang kisah pergumulan antara Injil dengan bentuk-bentuk yang digunakan untuk mengungkapkan Injil tersebut.11 Judul tulisan ini—saya harap—akan mewakili terhadap kerinduan saya dalam mengkaji bagaimana sebuah ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza yang memanfaatkan musik sebagai media doa. Musik yang digunakan dalam ibadah Kharismatik merupakan musik dengan gaya yang sangat berbeda dari gereja-gereja tradisional yang himne. Kita melihat terjadi perkembangan perlakuan terhadap cara menyanyi jemaat dalam ibadah. Awalnya nyanyian jemaat dalam ibadah hanya mazmur12 saja, kemudian berkembang dengan adanya himne. Himne adalah nyanyian berbait dengan syair baru (bukan dari kitab suci). Himne dan liturgi dikembangkan oleh dua tokoh besar yaitu Ambrosius (333-397) dan Gregorius Agung (590-604).13 Ambrosius kemudian dianggap sebagai Bapak Himne Katholik karena nyanyian yang 10 Gerakan dalam tulisan ini dapat mengacu kepada aktivitas gerak-gerik olah tubuh, seperti: melompat, menari, bertepuk tangan, dan sebagainya. Namun juga dapat mengacu kepada sebuah periode masa perkembangan gereja seperti Gerakan Pentakostal, Gerakan Kharismatik dan sebagainya. Sehingga pada konteks yang berbeda kata gerakan akan memiliki arti yang berbeda pula. 11 Dr. Th.van den End, Harta dalam Bejana, BPK Gunung Mulia.Jakarta.2004 12 Mazmur ialah doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus mendapat tempat liturgis sendiri di dalam ibadah. (G.W.Oberman, De Gang van het Kerkelijk Jaar,’s Gravenhage,1947.blz.109vv dalam Dr. J.L.Ch.Abineno, Unsur-Unsur Liturgia Yang Dipakai Oleh Gereja-Gereja di Indonesia,BPK Gunung Mulia,Jakarta.2005, hlm.70. Mazmur juga merupakan nama kitab yang ditulis oleh Raja Daud pada Perjanjian Lama. 13 Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musician-Volume VII, hlm.696 9 diciptakan oleh kedua tokoh ini digunakan sebagai model himne bagi generasi berikutnya dan sangat mempengaruhi perkembangan musik Barat pada jaman-jaman selanjutnya.14 Sebagai sebuah kehidupan bersama religius yang berpusat pada Kristus, gereja sarat akan aktivitas seni, khususnya musik. Sebagian besar dari hal tersebut termanifestasi dalam ibadah. Ibarat dua buah sisi mata uang, musik dan ibadah tidak dapat dipisahkan dalam sebuah tata ibadah gereja. Ibadah merupakan salah satu cara jemaat untuk berhubungan dengan Sang Khalik secara dramatis-simbolis.15 Secara historis, gereja telah meyakini bahwa ibadah merupakan tindakan komunal yang ditawarkan dalam bentuk ucapan syukur sebagai pemberian kepada Allah, suatu penerimaan akan Firman Allah dan berbagai anugerah dari Allah, juga sebagai tanggapan atas pemberian dari setiap orang, semua yang kurang dari itu bukanlah maksud sebenarnya dari ibadah itu sendiri. David R. Ray mengatakan jika sebuah gereja ingin ibadahnya menjadi autentik dan kontekstual, ibadah tersebut haruslah merefleksikan bagaimana jemaat itu sesungguhnya. Suatu ibadah jemaat yang autentik merefleksikan siapa diri mereka secara kultural, waktu dan tempat mereka tinggal, dan iman dari hati dan pikiran mereka. Beribadah secara autentik dan kontekstual tidak semudah dan dapat diduga seperti dengan cara biasanya dilakukan atau seperti diambil dari buku salah satu 14 Albert Seay, Music in the Medieval World, Prentice-Hall,Inc.1975, Englewood Cliffs, New Jersey., hlm.48. 15 F.W Fore, Para Pembuat Mitos dalam Kristian Feri Arwanto. 11 Oktober 2006 dalam situs www.gkj.or.id 10 denominasi, namun jauh lebih dapat dinikmati, diimani dan efektif16. Selain perubahan dalam teologi dogmatika, dalam gereja juga terjadi perubahan dan kontekstualisasi pola ibadah serta musik yang digunakan. Alkitab menuliskan peran musik dalam kehidupan serta ibadah jemaat, namun setiap gereja memiliki peran, “gaya musik” dan “porsi” musik yang berbeda-beda pula. Dalam gereja tradisional misalnya, penyembahan dilakukan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan dari buku-buku himne yang sudah lama dan digunakan sebatas aktivitas liturgikal17 dengan pola ibadah teratur. Pola ibadah yang sifatnya liturgikal merupakan sesuatu yang telah lama menjadi pertentangan hangat bagi kaum gereja tradisional dan Kharismatik. Kata liturgi sendiri berasal dari bahasa Yunani litourgia, yang artinya mempersatukan orang-orang.18 Secara populer masyarakat awam mengartikan liturgi sebagai upacara gereja, atau tatacara ibadah gereja, dan sebagainya. Sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh kalangan gereja-gereja Kharismatik, musik dalam ibadah sifatnya lebih fleksibel, spontan, tidak dilakukan dengan struktur yang “kaku”. Ketika gereja Kharismatik menggunakan musik yang dikenal sebagai musik Kristen kontemporer (Christian contemporary music)19 dalam sebuah ibadah, 16 David R. Ray, Gereja Yang Hidup, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000.,hlm.41 Tatacara liturgikal dalam kekristenan merupakan cara-cara yang ibadah yang digunakan dalam Synagogue rumah doa, pujian, dan pengajaran agama kaum Yahudi.(Albert Seay, Op.Cit.,hlm.9.) 18 Alexander Schemann, Sacraments and Orthodoxy, (New York, Herder and Herder,1965,hlm.28. dalam Wilfred J. Samuel,Op.Cit.,hlm.71. 19 Istilah Christian Music Contemporer dianalogikan sebagai jenis musik gereja yang diluar kaidah-kaidah musik maupun instrumentasi gereja tradisi yang menggunakan musik bergaya himne diiringi piano,organ dan sebagainya dalam setiap ibadah, sedangkan Christian Music Contemporer 17 11 kalangan gereja tradisional justru menganggapnya sebagai sebuah ketidakmengertian akan arti himne dan telah “mencuri” kemuliaan Allah. Penggunaan musik Kristen kontemporer dengan peralatan combo band—gaya musik dan aransemennya seperti musik populer umumnya—tersebut kemudian merefleksikan sebuah ibadah yang disebut sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship)20 yang sifatnya dinamis dan penuh antusiasme. Kalangan industri rekaman di Indonesia, produser dan pengamat musik memberi label yang berbeda terhadap musik-musik yang memiliki pesan Injil, yakni menyebutnya sebagai musik atau rohani. Sedangkan untuk lagu atau musik yang bernafaskan Islam mereka menyebutnya sebagai musik atau lagu religi. Pembedaan ini selain untuk memberi klasifikasi juga lebih bertujuan kepada motif penjualan di pasar industri musik Indonesia. Di luar dari perilaku penyanyinya, musik rohani merupakan musik yang mengandung nilai-nilai ibadah. Musik rohani adalah musik gerejawi, namun musik gereja adalah musik yang dipakai dalam ibadah gereja.21 Sementara itu kalangan gereja Kharismatik memiliki pandangan yang berbeda terhadap musik-musik yang ada di luar gereja. Mereka menyebutnya sebagai musik “dunia”22 yang sangat berbeda tujuan dengan musik-musik Kristen kontemporer. Bagi sebagian orang identik dengan terminologi musik masa kini dengan perangkat musik combo band komplit. Winardo Saragih, Misi Musik, Yogyakarta, Andi Offset,hlm.76 20 Ibadah kontemporer (contemporary worship) merupakan ibadah yang sifatnya lebih fleksibel dan tidak diatur dalam sebuah rutinitas yang tersusun secara liturgis. 21 Aris Sudibyo B.C.M (Kepala Program Apresiasi dan Pengembangan Musik Gereja Petra Surabaya) hasil wawancara dengan majalah Tiang Api, dalam Winnardo Saragih, Ibid., hlm.89. 22 Dibaca “sekuler”, dalam tulisan ini saya akan menggunakan istilah “dunia” karena kata ini lebih familiar di lingkungan gereja. 12 sekilas tidak ada yang berbeda antara musik-musik Kristen kontemporer dengan musik-musik “dunia” tadi, baik dari segi instrumentasi maupun aspek musikal, seperti aransemen dan iramanya. Letak perbedaan yang signifikan justru hanya pada penggunaan lirik lagu tersebut. Musik Kristen kontemporer cenderung menggunakan lirik-lirik Alkitabiah yang diarahkan vertikal kepada Allah, sedangkan musik “dunia” menggunakan liriklirik yang lebih diarahkan horizontal kepada sesama manusia atau alam. Di dalam musik gereja penggunaan lirik yang Alkitabiah mendapat perhatian khusus, karena melalui lirik tersebut akan muncul interpretasi musikal yang akan menghidupkan lirik tersebut. Dengan kekuatan lirik akan terjadi “aklamasi” dan “proklamasi” tentang iman percaya di dalam nyanyian.23 Seorang imam musik sendiri ketika mengikuti sebuah mata kuliah pujian dan penyembahan24 di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran berbicara secara terus terang, bahwa ia mengalami kesulitan membedakan antara musik “dunia” dan musik gereja—yang kontemporer—jika tidak mendengar dari liriknya. Hal ini terutama karena musik “dunia” dan musik Kristen kontemporer memiliki kesamaan dalam berbagai aspek musikal. Bapak Pdp.Obed Sembiring25 mengatakan agar berhati-hati memilih lagu yang akan digunakan dalam ibadah. Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring bahwa banyak musik yang mengaku atau 23 Aklamasi: jemaat bernyanyi dan bermusik karena ingin memberikan jawaban iman percaya melalui puji-pujian atas karya keselamatan yang telah dikerjakan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Proklamasi: jemaat ataupun gereja juga harus memberitakan bagi orang lain tentang perbuatanperbuatan Allah yang dahsyat melalui Yesus Kristus. 24 Mata kuliah yang di asuh oleh Pdp.Obed Sembiring dan Pdt. R Bambang Jonan di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran 25 Pdp.Obed Sembiring adalah Ketua Departemen Musik GBI Rayon IV Medan Plaza, Direktur Sekolah Musik FLOW yang juga dibawahi oleh GBI Medan Plaza. 13 dianggap sebagai lagu rohani tetapi justru tidak ada kata Yesus, Tuhan atau Allah disitu.26 Hal ini kemudian menarik perhatian saya dan kemudian saya mencoba menelaah hal tersebut. Saya kemudian teringat ketika diakhir tahun 2010 dalam sebuah perayaan Natal di sebuah gereja, dimana saya termasuk salah seorang pemain musik di acara ibadah Natal tersebut dalam rangka mengiringi sebuah vokal grup. Vokal grup tersebut justru menyanyikan sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Alm. Chrisye dengan judul Hening, yang sama sekali tidak ada kata Yesus dan Allah di dalamnya. Pdp. Obed Sembiring mengatakan memang terdapat kata Tuhan disebutkan di lagu tersebut, tapi Tuhan yang mana? Tidak mengarah kepada satu sosok pribadi, yaitu Yesus. Dalam tulisan ini saya perlu mengulas unsur-unsur apa yang menjadikan sebuah lagu bisa dikatakan sebagai lagu atau musik gereja. Karena saya menemukan banyak kasus dalam lagu-lagu lain, sebagian orang menanggapi sebagai lagu rohani, sementara pihak lain tidak demikian. Seperti lagu Ruth Sahanaya “Kaulah Segalanya”, atau lagu Josh Groban “You Raise Me Up” yang sering ‘mampir’ di gereja. Hal ini bisa terjadi karena setiap pihak memiliki kriteria yang berbeda dalam memberi label terhadap sebuah lagu sehingga menjadi lagu rohani. Hal ini bisa saja akibat ketidakmengertian, minimnya pemahaman, atau karena batasan dan kriteria 26 Pdp.Obed Sembiring mengatakan “Tidak semua musik yang memiliki kata Tuhan itu sebagai lagu rohani” (Disampaikan dalam sebuah kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran pada tanggal 25 Februari 2011) 14 yang berbeda-beda pada institusi-institusi gereja sehingga belum ada kriteria yang “pas” dan dapat diterima banyak pihak untuk menentukan sebuah lagu rohani atau tidak. Hal ini mungkin akan menjadi sebuah perdebatan yang cukup serius bagi kalangan gereja Kharismatik dan di luar Kharismatik. Khususnya dalam tulisan ini saya mengaitkan permasalahan ini dengan musik Kristen kontemporer dan Departemen Musik yang ada di GBI Medan Plaza yang sudah memiliki konsepkonsep dan batasan yang jelas terhadap sebuah lagu, mana yang layak diberi label lagu rohani (gereja) dan yang tidak layak—tanpa memandang genre27 musik—seperti pernyataan Bapak Pdp.Obed Sembiring di atas. Sementara bagi kalangan di luar GBI Medan Plaza memiliki pandangan yang lebih luas dan batasan yang sedikit lebih “longgar” terhadap sebuah lagu yang layak diberi label rohani atau tidak. Tujuan saya tidak untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi justru saya merasa perlu dalam tulisan ini untuk menjelaskan bagaimana perbedaan musik yang layak diberi label sebagai musik gereja dan musik “dunia” (sekuler) Selanjutnya dalam tulisan ini akan mengulas bagaimana sesungguhnya struktur bentuk dari sebuah ibadah yang kontemporer tersebut. Ketika ibadah tersebut dilakukan apa-apa saja yang dilakukan oleh para jemaat, oleh hamba Tuhan, dan semua orang yang memiliki andil sehingga ibadah tersebut dapat berjalan dengan— saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan—“sukses”. Bagaimana sebuah ibadah 27 Genre adalah jenis musik, kategori, seperti symphony, himne, ballad, march, atau opera. (David Willoughby, The World of Music 3 rd Edition, Brown & Benchmark Publisher, Susquehanna University,1996.hlm.26) 15 kontemporer dapat dikatakan “sukses” dan apa yang menjadi kriteria sebuah ibadah kontemporer “sukses” juga menjadi perhatian menarik bagi saya untuk menelaahnya lebih jauh. Kajian lebih jauh juga saya tujukan pada ibadah kontemporer tersebut saat dilakukan, kemudian melalui aktivitas ibadah tersebut akan terlihat begitu banyak kebudayaan-kebudayaan Kharismatik yang termaktub di dalamnya melalui penyajianpenyajian musik Kristen kontemporer. Adakah relevansi yang kuat antara refleksi kebudayaan Kharismatik yang dilakukan jemaat dengan musik Kristen kontemporer, atau ibadah kontemporer dengan visi GBI Medan Plaza untuk memulihkan pondok Daud,28 sehingga muncul sebuah pola ibadah yang menurut Wilfred J. Samuel cenderung berkesan selebratif, “hingar bingar” dan antusias. Dimana dalam suasana yang selebratif jemaat merasa begitu dinamis serta aktif dalam ibadah termasuk melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan atas tujuan tertentu. Perilaku jemaat dalam ibadah kontemporer sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemimpin pujian (worship leader), imam musik29 (worship musician) membangun 28 Pondok Daud adalah pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan puji-pujian, sukacita, ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Lihat Mazmur 86:9). Pondok Daud merupakan satu pola ibadah yang sangat menekankan pujian dan penyembah yang dinominasi serta peranan musik sangat penting didalamnya, ibadah pujian dan penyembahan akan membawa kita kepada salah satunya adalah selebratif atau perayaan. Alkitab mencatat ada tiga tempat pemujaan yang digunakan untuk bersekutu dengan Tuhan. Ketiga tempat tersebut adalah Tabernakel Musa, Tabernakel (Bait) Salomo dan Tabernakel (pondok) Daud 29 Imam adalah suatu jabatan dalam umat Israel yang penting peranannya. Tugasnya: mempersembahkan korban, mengadakan doa syafaat dan memberi berkat. Dalam gereja, imam musik adalah jabatan yang bertugas melayani dalam bidang musik 16 komunikasi yang aktif.30 Worship leader merupakan pelayanan yang memerlukan kecakapan tersendiri, yang berbeda dengan pelayanan imam musik (worship musician), pendeta, penatua atau penyanyi (singer). Worship leader memiliki beban yang berat untuk memimpin seluruh jemaat (mereka yang sakit, letih, sakit hati, keras kepala, malas, tak dapat diajar) ke dalam suatu suasana yang menciptakan hubungan dengan Allah baik secara pribadi maupun jemaat secara keseluruhan.31 Ada tiga tugas worship leader dalam sebuah ibadah kontemporer, yaitu: (1) membawa seluruh jemaat ke dalam hadirat Allah sehingga mereka dapat memuji dan menyembah-Nya dan mendengarkan-Nya dalam setiap ibadah, (2) mengkoordinir dan menyatukan para penyanyi dan pemain musik dalam pelayanan mereka kepada Allah dan dalam jemaat, (3) untuk mempersiapkan jemaat pada pelayanan Firman Tuhan. Kemudian saya akan melihat perilaku jemaat dan aktivitas dalam ibadah tersebut melalui perspektif sosiologis. Sebuah ibadah kontemporer menurut pandangan ilmu sosial merupakan sebuah pertunjukan seni (performing art) yang juga dengan mudah dipahami bagi pandangan masyarakat awam. Dalam sebuah kesempatan bersama orang tua, saya dan keluarga menghadiri satu ibadah di GBI Resto Surabaya dan merupakan salah satu cabang GBI Medan Plaza. Sepulang dari ibadah dalam perjalan pulang di mobil orang tua saya berkata “Seperti melihat konser saya tadi!”. Saya menafsirkan orang 30 Secara teologi pendapat ini tidak diterima, seorang worship leader dan imam musik tidak mengandalkan kemampuannnya dalam melayani Tuhan, melainkan karena Tuhanlah yang memampukan mereka melalui Roh Kudus. 31 Mike & Viv Hibbert, Pelayanan Musik, Penerbit Andi, Yogyakarta,1988,hlm.90. 17 tua saya memiliki konsep yang cukup jelas bahwa apa yang disaksikannya adalah sebuah pertunjukan seni seperti yang ia juga lihat dan kenal selama ini dibanyak media. Karena ia menyaksikan seseorang menyanyi (worship leader) di panggung diiringi oleh musisi (imam musik) yang memainkan seperangkat alat musik seperti, piano, synthesizer, gitar bas, drum dan beberapa penyanyi latar (backing vocal). Sehingga orang tua saya menyimpulkannya bahwa yang ia saksikan lebih menyerupai sebuah konser daripada sebuah ibadah di gereja yang selama ini ia kenal. Menurut Murgiyanto (1995)32 kajian-kajian keilmuan mengenai seni terbagi dalam beberapa cabang seni, salah satunya adalah seni pertunjukan (performing art atau cultural performance) yang didalamnya termasuk: seni musik, tari, teater, yang juga meliputi seperti: sirkus, kabaret, olah raga, ritual, upacara, prosesi pemakaman, dan lain-lain. Dalam sebuah ibadah kontemporer, proses “membangun” mesbah33 bagi Tuhan melalui doa, pujian dan penyembahan yang dipenuhi atmosfir penyembahan yang intim dengan Tuhan dilakukan ketika lagu penyembahan pertama dinyanyikan. Atmosfir penyembahan adalah menciptakan atau membangun suasana dalam keintiman (intimacy) dengan Tuhan melalui musik sehingga menghadirkan suasana 32 Dalam Muhammad Takari, et al Masyarakat Kesenian di Indonesia, Studia Kultura Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara,2008.hlm.5 33 Mesbah (the altar of God) merupakan tempat pertemuan manusia dengan Tuhan, dimana manusia menyembah dan menaikkan doa-doa kepada Tuhan dan Tuhan mencurahkan berkat-Nya (1Raja-Raja 18:36-37). Mesbah juga sebagai dasar tempat korban diletakkan. Sebenarnya tubuh manusia juga mesbah dimana korban-korban itu diletakkan, artinya setiap orang Kristen harus memberikan korban kepada Tuhan melalui puji-pujian. 18 yang penuh dengan hadirat Tuhan (His presence).34 Dalam hadirat Tuhan tersebut ada, sukacita (Mazmur 16:11), kuasa (Kisah Para Rasul 1:8), karunia-karunia Roh Kudus yang nyata (1 Korintus 12:7-11), berkat-berkat jasmani (Matius 6:33), doa dan permintaan dan lain-lain. Atmosfir penyembahan “dibangun” melalui lagu-lagu penyembahan yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan sebuah pola akor penyembahan yang disebut flowing dilakukan berulang-ulang dengan dinamik yang bervariatif dengan mengundang Roh Kudus dan hadirat Tuhan memenuhi tempat ibadah tersebut. Sementara itu menurut Pdp. Obed Sembiring akor penyembahan bukanlah sebuah pola, tetapi akor penyembahan adalah cara untuk membawa jemaat dalam kesatuan penyembahan melalui musik yang baik. Beliau mengatakan “Musik yang baik adalah musik yang memiliki unsur doa, penyembahan dan firman”. Dalam “membangun” mesbah atau atmosfir penyembahan setiap imam musik harus memiliki kepekaan terhadap flowing, kepekaan tersebut dilatih melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Departemen Musik gereja ini dan melalui kasih karunia yang diberikan oleh Roh Kudus. Imam musik harus dapat melihat tuntunan Roh Kudus bagaimana menggunakan flowing tersebut lalu kemudian diterapkan melalui dinamika-dinamika musik sehingga akan terbangun sebuah suasana yang teduh, intim atau bahkan megah. Flowing yang digunakan di GBI 34 Kata hadirat itu sendiri berbeda pengertian dengan hadir, Tuhan itu “Maha Hadir” (Omni Presence). Artinya Tuhan itu bisa berada dimanapun dan kapanpun Ia mau. Maksudnya, hadirnya Tuhan di satu tempat bukan karena Dia Maha ada yang tidak bisa memilih dimana Dia harus berada, tetapi Dia Maha ada dan dapat secara aktif menuaikan keinginannya untuk berada dimanapun, Dia memilih untuk ada secara nyata. 19 Medan Plaza sangat bervariatif dan memiliki makna yang berbeda dalam setiap bentuknya. Saya akan melihat flowing sebagai progresi akor yang baku dan dipakai dalam sebuah ibadah kontemporer, serta bagaimana bentuk progresi akor flowing yang sarat akan improvisasi tersebut ditempatkan dan digunakan dalam ibadah. Selain itu saya akan mengulas bagaimana musik tersebut disajikan dalam ibadah dengan melihat karakteristik progresi akor, modulasi, kadens, open chord, slash chord, pemakaian nada dasar, improvisasi, pemakaian kode jari, pola ending dan sebagainya. Tulisan ini juga akan mengarahkan perhatian terhadap peran musik dalam setiap ibadah. Saya akan mengulas mengapa mulai detik pertama ibadah hingga akhir ibadah musik selalu hadir. Mengapa musik tersebut sangat dominan di gereja ini, bahkan saat Pendeta berkhotbah musik yang lembut melalui permainan piano memiliki peranan mengiringi jalannya khotbah. Hal ini juga pernah saya alami ketika melayani sebagai imam musik di salah satu gereja cabang GBI Hermes Palace, seorang istri pejabat gereja mendatangi saya ketika sesi ibadah kedua akan dimulai dan mengatakan agar saya nanti tetap memainkan piano saya secara lembut dan ringan ketika pendeta sedang berkhotbah, tentu saya taat dengan instruksi tersebut. 1. 2. “Porsi” dan Genre Musik Yang Berbeda Seorang ahli musik gereja John F. Wilson35 mengatakan, tidak semua musik yang ditampilkan di gereja digunakan secara efektif bagi kemuliaan Tuhan. Beberapa cara membawakan musik tidak menyumbangkan apa-apa hanya sekedar atmosfir euphoria belaka, sementara yang lain melakukan sedikit lebih baik karena 35 John F.Wilson, An Intorduction to Church Music, Moody Press, Chicago,1965 20 berhasil menggugah emosi jemaat. Ada banyak alasan mengapa hal ini benar. Hal ini sering ditelusuri kembali karena kelemahan komponis, pemain (imam musik) dan pendengar (jemaat) dalam melakukan kewajibannya. Di sisi lain, masalahnya dapat dihubungkan dengan fisik lingkungan, seperti suhu udara, arsitektur gereja atau faktor lain. Bagaimanapun juga, anggapan bahwa para pemain memiliki kemampuan teknis musikal yang sudah cukup memadai, tetapi sesungguhnya sumber utama masalahnya hampir selalu terletak pada kekurangan kekuatan Roh Kudus dibalik beberapa ibadah.36 Setiap denominasi gereja memiliki “porsi” dan “gaya” (genre) musik yang berbeda-beda dalam ibadah mereka. Gereja Kharismatik dengan “gaya” musik Kristen kontemporer-nya, gereja tradisional dengan “gaya” musik himne dan ibadah yang liturgikal, gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) dengan musik tradisional Karo yang dimainkan melalui program musik keyboard, atau GKJ (Gereja Kristen Jawa) dengan musik gamelan dalam ibadahnya. Kebutuhan teologis memungkinkan gereja melakukan inkulturasi karena dirasa efektif agar pekabaran Injil dapat diterima oleh beragam suku bangsa. David J. Hesselgrave menyebutnya sebagai “pempribumian”. Sehingga saat mengulas tentang musik gereja maka tidak dapat dibatasi oleh satu genre musik tertentu, karena setiap gereja memiliki kebutuhan dan “porsi” musik masing-masing. Gereja sangat menekankan pentingnya sebuah komitmen bagi imam musik yang melayani dibidang musik, sehingga musik yang digunakan jangan sampai 36 John F.Wilson,Ibid.,hlm.18. 21 menjadi penghalang dalam ibadah. Penghalang dalam ibadah yang dimaksud seperti pengalaman berikut. Dalam salah satu pelayanan gereja cabang dari GBI Medan Plaza, ketika pujian penyembahan usai, dan Pendeta naik ke altar untuk menyampaikan Firman Tuhan (khotbah), sang Pendeta berkata kepada tim musik dan pemimpin pujian, “Maaf ya kepada worship leader dan tim musik, saya tidak merasakan hadirat Tuhan di tempat ini”. Bahkan satu ketika dalam sebuah pelayanan, piano yang saya gunakan tidak mengeluarkan suara saat doa syafaat37 (doa diakhir ibadah selesai), sehabis berdoa koordinator ibadah, pendoa, rekan-rekan pengerja mengatakan “agak aneh” atmosfir yang dirasakan jika berdoa tidak ada musik yang mengiringi. “Seperti anti-klimaks, ujar rekan saya, Daniel Limbong”. Hal ini bisa terjadi karena GBI Medan Plaza memiliki standar musik dalam pujian dan penyembahan yang digunakan pada setiap ibadah dan telah menjadi ciri khas bagi gereja ini. Sehingga ketika dalam ibadah imam musik tidak bermain dalam standar musik yang telah ditetapkan oleh gereja, maka hal tersebut dapat menjadi penghalang dan mengganggu kelancaran ibadah itu sendiri. Wilfred J. Samuel dalam bukunya Kristen Kharismatik mengatakan bahwa musik dalam ibadah kontemporer cenderung overdosis atau berlebihan dalam ibadah. Memang pernyataan Wilfred sangat subyektif bahkan terdengar sedikit tendensius, namun saya berharap bisa membagi pengalaman saya tersebut dan menempatkan isu 37 Doa syafaat adalah doa yang dalam beberapa tata kebaktian gereja-gereja di Indonesia disebut doa umum atau doa pastoral. Di luar negeri disebut dengan nama intercession. 22 tentang musik yang menurut Wilfred overdosis tersebut pada sudut perspektif yang tepat. Ketika saya menghadiri ibadah di GBI Medan Plaza untuk pertama sekali pada tahun 1998, saat itu saya “mencerna” musik yang digunakan dalam ibadah tersebut sebagai musik yang bergenre pop-rock dan mudah digemari oleh kawula muda karena dianggap lebih dinamis. Ketika saya kemudian mulai ikut bergabung melayani dalam tim Departemen Musik yang merupakan cabang dari GBI Medan Plaza, yaitu GBI MMTC, GBI Sun Plaza, GBI Swissbel Hotel dan GBI Hermes Palace saya merasa tertarik untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana struktur musik dan ibadah kontemporer yang digunakan di GBI Medan Plaza. Mengapa gereja ini harus menekankan terhadap pujian dan penyembahan, hal ini juga harus menjadi perhatian saya pada bab berikutnya. Dengan menganalisis pertanyaan-pertanyaan seperti paragraf sebelumnya tentu akan membuat faset-faset tersebut terwujud secara eksplisit. Suatu gambaran yang komprehensif akan pekerjaan dan peringatan akan Allah dalam setiap ibadah di GBI Medan Plaza dengan demikian akan dibuat menjadi jelas akan peran musik. Dengan aspirasi dan keterbukaan maka saya akan berusaha secara sosial empiris dan teologis menyelidiki dan menganalisis musik dalam GBI Medan Plaza. Pengamatan yang saya lakukan merupakan pengalaman saya selama ± 3 tahun melayani di beberapa cabang gereja Kharismatik yang dibawahi oleh GBI Rayon IV Medan Plaza. 23 1. 2. 1. Label Kharismatik Ada dua hal berbeda yang dapat muncul dipikiran ketika seseorang mendengar istilah "kharismatik”. Beberapa orang akan berpikir tentang sekelompok orang “lapar” akan Tuhan, berjalan dalam kuasa rohani, Roh dalam ibadah, agresif dalam penginjilan, dan berlimpah dalam kasih. Orang lain melihat kharismatik sebagai individu-individu yang berorientasi pengalaman, imperialis dalam pandangan (hanya mereka yang memiliki Injil penuh), elitis dalam sikap, tidak terkontrol dalam ibadah, dan bebas dari setiap pegangan nyata dari Alkitab yang lebih dari sekedar bukti teks. Gerakan Kharismatik memiliki perkembangan yang sangat pesat dan telah menjadi lebih beragam, sehingga akan menyesatkan untuk menempatkan mereka semua di bawah panji identik.38 Tingkah laku-tingkah laku demikian sangat melekat dengan orang-orang yang terlibat dalam gereja Kharismatik. Saat istilah “kebudayaan” digunakan dalam konteks gereja kharismatik seperti GBI Medan Plaza, maka setiap pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang ada didalamnya memiliki kebutuhan yang spesifik, seperti gaya, ekspresi, attitude yang mudah dikenali dan memberikan mereka image maupun identitas yang khas sebagai Kharismatik. Contohnya, jemaat dalam lingkungan Kharismatik sangat senang menggunakan sapaan shalom ketika bertemu dengan yang lain, selalu berjabat tangan ketika bertemu dengan rekan-rekan, bahkan beberapa orang memandang memiliki sikap rohani yang lebih—istilah populer oleh 38 Pastor Gilley’s March 1999, Thing on these Thing, IV No.3, Mei-Juni 1999. 24 Pdt.R. Bambang Jonan terlalu ‘nge-roh’—dari orang lain. Ekspresi lain juga tampak melalui orang yang “gemar” berbahasa Roh jika dalam satu perbincangan ada hal-hal yang mengejutkan dirinya, lalu dengan spontan ia mengeluarkan ucapan-ucapan “seperti” bahasa Roh39 tadi. 1. 2. 2. Gereja Sebagai Organisme dan Organisasi40 P.G. van Hooijdonk berpendapat gereja sebagai organisme merupakan kenyataan sosial yang memperlihatkan kehidupan dan pertumbuhan orang beriman sebagai kelompok, communio.41 Anggota jemaat merupakan satu tubuh, satu iman, satu baptisan dan satu Tuhan, satu Allah dan Bapa dari semua yang ada di atas kita semua, oleh kita semua dan di dalam kita semua. Sebagai organisasi gereja terdiri dari (1) Kesatuan (susunan) yg terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu, (2) Kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. (KBBI online) Organisasi adalah hukum yang mengatur dan membina hidup manusia sebagai masyarakat, bangsa dan negara. GBI hidup dan bergerak dalam Negara Hukum Indonesia. Oleh sebab itu GBI adalah salah satu Organisasi Agama Kristen yang telah diakui oleh pemerintah c,q Departemen Agama Pusat Jakarta. 39 Bahasa Roh (glossolalia) adalah salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam doa dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami oleh orang yang memakainya (Lihat 1Korintus 12 dan 14) 40 Pdt.Dr.Rijnardus A.van Kooij,Menguak Fakta, Menata Karya Nyata. Jakarta,BPK Gunung Mulia 2007,hlm.6. 41 P.G. van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup, Yogyakarta,Kanisius 1996,hlm.32. 25 Akan tetapi bagi Dr. H.L Senduk42 gereja tidak boleh diidentikkan dengan organisasi dunia lainnya. Dengan kata lain, gereja bukan suatu organisasi agama. Wujud gereja sama sekali berbeda dengan organisasi dunia umumnya. Beliau secara tegas mengatakan, bahwa gereja adalah Tubuh Kristus, yakni organisme ilahi yang hidup di dalam dunia saat ini. Tuhan Yesus Kristus adalah Kepala Gereja yang memiliki banyak anggota tersebar di seluruh pelosok dunia. Sehingga gereja yang dibentuk Allah tidak akan pernah mati dimakan oleh waktu, melainkan akan mekar dan berkembang secara pesat. Karena gereja yang dinamis adalah gereja yang selalu mengedepankan perintah Allah dan membiarkan Roh Kudus bekerja secara leluasa di dalamnya. 1. 3. Mengkaji Struktur, Konteks dan Fungsi Sosial Dalam Ibadah Kontemporer 1. 3. 1. Asumsi Dasar Penelitian Ketika kita hendak memahami konteks dan fungsi musik dan ibadah kontemporer, kita dapat memulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut. Kapan, dimana, bagaimana dan mengapa musik disajikan? Bagaimana musik tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan melayani kebutuhan masyarakat pendukungnya, serta bagaimana musik tersebut berperan dalam kehidupan jemaat GBI Medan Plaza khususnya? Salah satu cara memahami musik adalah dengan 42 Beliau adalah founder dari Gereja Bethel Indonesia 26 mempelajari konteks dan fungsi sosialnya.43 Penelitian ini akan dilakukan dengan tiga asumsi dasar. Pertama, musik dalam ibadah kontemporer memiliki side effect yang akan menstimulus perasaan dan fisik jemaat yang ada, kemudian secara psikogis menimbulkan pengaruh timbal balik (mutual influence) sehingga akan merefleksikan berbagai kebudayaan kharismatik di dalam ibadah yang kontemporer tersebut. Kedua, musik Kristen kontemporer dan ibadah kontemporer merupakan interpretasi apa yang dilakukan Raja Daud.44 Caracara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Begitu juga cara-cara penyembahan yang muncul di GBI Medan Plaza sangat mencerminkan apa yang dilakukan oleh Daud dan merupakan ungkapan isi hati serta perasaan jemaat kepada Tuhan menurut polapola tertentu dan lambang-lambang tertentu. Dalam konteks kekinian, musik Kristen kontemporer dan ibadah kotemporer merupakan implikasi apa yang dilakukan Daud, terlebih lagi GBI Medan Plaza memiliki visi—istilah populernya “DNA"—untuk memulihkan pondok Daud yang telah roboh. (Lihat dalam Amos 9:11) Ketiga, ibadah kontemporer dengan berbagai refleski kebudayaan Kharismatik telah menjadi tools bagi jemat untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka, ini yang kemudian disebut sebagai “lapar” rohani. 43 Mauly Purba,et.al,MusikPopuler,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,Jakarta,2006.hlm.129 Raja Israel yang kedua yang mempersatukan seluruh bangsa dan membuat kota Yerusalem menjadi ibukotanya di mana tabut perjanjian Tuhan ditempatkan (2 Samuel 5-6). Kepada anaknya (bd.anak Daud) dijanjikan Tuhan tahkta yang kokoh dan kekal (2 Samuel 7) 44 27 1. 4. Lingkup Penelitian GBI mencakup wilayah yang lebih luas yaitu Indonesia dan di luar negeri, dengan demikian dalam kajian ini ruang lingkup dibatasi pada penelitian di Medan Plaza saja. Secara geografis penelitian meliputi Kota Medan dimana GBI Medan Plaza berdiri. Kota Medan merupakan kota yang dihuni beragam etnis dan agama. Kota ini dianggap sebagai barometer keamanan di Indonesia dan menjadi contoh pluralisme di Indonesia. Kota Medan juga memiliki jumlah pemeluk agama Kristen dari etnis Batak, Karo, Nias dan Tionghoa yang cukup besar dibanding dengan kotakota lainnya di Indonesia. Oleh karena itu pemahaman tentang jemaat dan hamba Tuhan (Pendeta) lebih diarahkan kepada masyarakat kota Medan khususnya. Pembatasan lingkup penelitian bertujuan agar tulisan tidak terjerumus dalam jumlah data yang terlalu banyak yang ingin diteliti. 1. 5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Mengingat bahwa tulisan-tulisan yang ada berkenaan dengan Gerakan Kharismatik, jika bukan merupakan satu bagian kecil dalam konteks studi yang lebih luas, umumnya hanya membahas aspek tertentu dari rangkaian sejarah Gerakan Kharismatik dan ditulis oleh kalangan internal pengikutnya. Disamping itu, bertolak dari asumsi bahwa banyak dari peristiwa musik lokal di Sumatera Utara khususnya yang perlu diteliti, dengan itu kajian ini diharapkan memiliki arti penting dalam rangka memperkaya kajian terhadap musik dalam gereja Kharismatik di Kota Medan 28 khususnya. Sementara itu Gerakan Kharismatik GBI Medan Plaza merupakan salah satu bagian dari gerakan-gerakan Kristen di negeri ini, yang memiliki ciri khas sebagai gerakan spiritual di abad 20. Kekhasan Gerakan Kharismatik terlihat pada metode penyebaran ajaran, keorganisasian, peribadahan, dan kegiatan-kegiatan yang diupayakan adaptif dengan kebutuhan masyarakat berkembang. Sehingga ciri khas dan keunikan yang dimilikinya penting dan menarik untuk diteliti. Selain itu, GBI Medan Plaza telah menjadi contoh perubahan dalam mekanisme penggembangan ajarannya, fungsionalisasi organisasi serta orientasi gerakan sosial terutama di Sumatera Utara. Bahkan gereja ini sedang berusaha untuk memperoleh sertifikat ISO (International Standard Operation). Artinya gereja juga butuh pengakuan standar duniawi, sesuatu yang mungkin belum pernah dilakukan oleh gereja-gereja lain sebelumnya. Apa yang menjadi tujuan tulisan ini berikutnya adalah untuk secara singkat merefleksikan berbagai kecendrungan Kristen Kharismatik saat ini yang tampak dan berbagai kecendrungan yang tengah muncul dengan menunjukkan pola ibadahnya, dan bagaimana musiknya. Melalui tulisan ini, tesis ini diharapkan berguna sebagai sumber referensi ilmiah dan teologis bagi banyak orang dan menjadi berkat dalam melayani Tuhan khususnya bagi para pengerja.45 45 Pengerja adalah merupakan istilah yang umum digunakan dalam GBI yang maksudnya adalah karya secara menyeluruh semua umatnya untuk kepentingan penyebaran agama Kristen. Makna ini juga merujuk kepada struktur organisasi GBI, yang terdiri dari pendeta yang lazim disebut Bapak 29 1. 6. Terminologi dan Konsep Untuk dapat lebih jauh mengulas arti dari tema penelitian ini, yaitu musik, struktur, konteks dan fungsi sosial ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza, maka terlebih dahulu dikemukakan terminologi dan konsep dari kata kunci, yakni: (1) ibadah kontemporer, (2) kontekstualisasi, (3) atmosfir penyembahan, (4) hadirat Tuhan, dan (5) pujian dan penyembahan, (6) imam musik, (7) worship leader, (8) Kharismatik, (9) musik Kristen kontemporer, (10) flowing, (11) manifest, (12) Roh Kudus, (13) korban46, (14) mesbah, (15) pondok Daud, (16) ibadah, (17) open chord, (18) ibadah kontemporer, (19) pengerja. Terminologi dan konsep yang saya gunakan dalam tulisan ini, merujuk kepada apa yang ada dalam pemikiran dan dilakukan oleh para pengikut, yakni: jemaat, imam musik, Pendeta dan para pengerja yang melayani di lingkungan GBI Medan Plaza pada umumnya dan juga terhadap pemahaman disiplin sosial empiris dan teologi Kristen. Hal ini saya lakukan pertama untuk melihat sejauh mana konsep mereka terhadap tema dari ulasan dalam tulisan ini. Alasan kedua saya melihat pentingnya mengetahui apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh masyarakat pendukung Gerakan Kharismatik ini khususnya di lingkungan GBI Medan Plaza. Pembina, departemen-departemen, serta umat. (Gugun Sihombing,Manajemen Organisasi, Pelatihan, dan Struktur Musik di Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza, Skripsi Etnomusikologi USU, Medan.) 46 Korban: Persembahan kepada Allah untuk memuliakan Dia (korban sajian dan korban minuman), untuk memelihara persekutuan dengan Dia (korban bakaran, korban keselamatan dan korban pujian), untuk menebus dosa dan kesalahan (korban penghapus dosa, korban penebus salah). Pada waktu pentahbisan imam ada persembahan unjukan dan persembahan khusus. Demikianlah keadaan di Israel. Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban penebus dosa. Jemaat Kristen dianjurkan untuk berkorban atas dasar perbuatan Yesus itu, khususnya mempersembahkan korban pujian. (Ibrani 13:15) 30 1. 7. Landasan Teori Ketika seorang ilmuwan mengkaji sebuah fenomena alam fisik atau sosial, dengan latar belakang masalah tertentu, ada yang relatif sederhana dan ada pula yang kompleks, maka ilmuwan tersebut biasanya menggunakan teori-teori. Teori menurut pendapat Marckward et al., memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada prinsipprinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan awal rancangan pengetahuan; (3) abstrak atau hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5) spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membedakannya dengan seni yang dilakukan atau seni yang dieksekusi.47 Teori mengarahkan ilmuwan untuk melakukan kerjanya dalam menganalisis permasalahan keilmuan yang ditemuinya. Sesuai dengan yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini, maka penulis menggunakan beberapa teori untuk mengkaji beberapa pokok permasalahan, selain beberapa teori pendukung yang dirasa perlu dalam mengulas topik tertentu dalam tulisan ini. 47 Marckward, Albert H. et al. (eds.),Webster Comprehensive Dictionary (volume 2). Chicago: Ferguson Publishing Company,1990.hlm.1302. 31 1. 7. 1. A functional theory of culture Bronislaw Malinowski. Saya akan melihat pola-pola gereja Kharismatik yang sedang muncul melalui perspektif etnologis. Etnologi adalah cabang dari Antropologi yang menganalisis secara komparatif, kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat kontemporer atau kelompok-kelompok linguistis. Penelitian etnologis akan mencakup penelitian atas pola-pola tingkah laku individual dan komunal48, nilai-nilai kehidupan, model-model religius dan sebagainya. Tujuan tulisan ini mengadopsi pendekatan etnologis adalah untuk memberi wawasan yang mendalam dan reflektif, khususnya menyangkut dengan ibadah, teologi, dan praktek-praktek ajarannya. Dalam metode antropologi kebudayaan tercatat setidaknya terdapat enam ciri berbeda yang disebut kompleks kultural, dan menentukan cara suatu komunitas berfungsi. Menurut Malinowski terdapat enam ciri pada tingkat mikro dapat dijelaskan sebagai kebutuhan individual dan pada tingkat makro sebagai kebutuhan komunal, keenam ciri kompleks kultural tersebut adalah (1) lapar, (2) reproduksi, (3) keamanan, (4) gerakan, (5) pertumbuhan, (6) kesehatan. Malinowski mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsional tentang kebudayaan atau a functional theory of culture. Ketika kebudayaan dikaitkan dalam konteks Kharismatik, maka akan tercermin pribadipribadi atau kelompok-kelompok orang yang memiliki kebutuhan spesifik, seperti 48 Teori pola tingkah laku individual dan komunal oleh Cooley dalam Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.80 32 “gaya hidup” dan ekspresi yang bisa dibedakan, yang membuat mereka mendapat label Kharismatik. Sehingga kebudayaan dalam Kharismatik mengacu kepada kebiasaan praktek-praktek agama yang dapat dilihat melalui jemaat yang melakukan ekspresi, teologi, dan aktivitas yang sifatnya pentakostal. Sehingga tulisan ini dapat secara seksama meneliti kebiasaan-kebiasaan Kharismatik atau praktek-praktek kultural, sikap-sikap dan kebiasaan, dan tingkah laku keagamaan. Malinowski membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, perilaku manusia dan institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat; dan (3) fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu. 1. 7. 2. Used and function theory Alan P. Merriam Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. 33 Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada keebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain.49 Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut. Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a perticular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves.50 Dalam kutipan di atas Merriam membedakan defenisi guna dan fungsi musik berasaskan kepada proses dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik gunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Kemudian Merriam memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi 49 Alan P. Merriam,Anthropology of Music,Blomington Indiana:UniversityPress,1964.hlm.210 Ibid.,hlm.210. 50 34 musik seperti itu dapat dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan dalam melanjutkan keturunan, yakni dengan memenuhi hasrat biologis, bercinta, kawin dan memiliki keturunan. Ketika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Merriam menekankan bahwa penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. Dari kerangka berpikir di atas, selanjutnya Merriam mendeskripsikan bahwa sampai tahun 1964, penelitian yang dilakukan para etnomusikolog tentang fungsi musik dalam kehidupan masyarakat, memperlihatkan adanya 10 fungsi. Kesepuluh fungsi musik itu adalah: (1) sebagai pengungkapan emosional, (2) sebagai penghayatan estetika, (3) sebagai hiburan, (4) sebagai komunikasi, (5) sebagai perlambangan, (6) sebagai reaksi jasmani, (7) sebagai yang berkaitan dengan normanorma sosial, (8) sebagai pengabsahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) sebagai kesinambungan kebudayaan, dan (10) sebagai pengintegrasian masyarakat.51 Menurut Merriam bahwa fungsi musik terdiri dari sepuluh fungsi atau bisa 51 Alan P.Merriam,Op.Cit.,1964. 35 saja lebih luas dari sepuluh. Tetapi kenyataannya secara akademis para peneliti ketika menganalisis fungsi musik sering memaksakan bahwa fungsi musik harus sepuluh ini, tidak fleksibel seperti yang ditawarkan Merriam. Namun bagaimanapun fungsi yang dikemukakan Merriam ini semacam menjadi referensi wajib dalam mengkaji musik di bidang etnomusikologi. 1. 7. 3. Teori struktur upacara dan isi simbolik dalam agama oleh Victor Turner Turner melakukan sejumlah analisa mengenai struktur upacara (baca: ibadah) dan isi simboliknya, dengan melakukan kajian yang berkenaan terhadap: (1) sistem dualisme dan triadisme; (2) dasar fisiologi dari simbol; dan (3) liminalitas sebagai suatu konsep yang bersifat akomodatif untuk transformasi. Turner memandang simbol-simbol itu pada hakekatnya dualistik, tetapi “setiap bentuk dualisme diberi sebuah model klasifikasi yang lebih luas lagi”.52 Kedudukan simbol dan konteksnya dalam sebuah upacara sangat berperan dalam menentukan corak hubungannya secara konseptual dengan sistem simbolik upacara itu sendiri secara menyeluruh. Turner kemudian memberi ilustrasi dalam uraiannya kedalam tiga warna, yakni warna merah sebagai warna penghubung antara warna hitam dan warna putih. Yang sebenarnya merupakan suatu sistem dualisme dalam sistemnya sendiri. Nyatanya, warna putih dan warna hitam sebagai dua puncak warna yang paling bertentangan, tetapi sebagai suatu sistem binari dipertentangkan dengan warna merah sebagai dua satuan yang berbeda atau bertentangan karena warna merah bersifat ambivalen, sehingga dapat 52 Victor Turner, The Forest of Symbols, Ithaca,Cornell University Press, hlm.,57 36 berfungsi sebagai penghubung karena sifatnya sebagai simbol yang berciri ganda. Menurut Turner, sebuah sistem itu bersifat segitiga (triadik) dan bersifat fleksibel menurut konteksnya. Secara konseptual simbol-simbol dilihat melalui posisinya dalam struktur triadik, sehingga bisa dimanipulasi melalui ketidakhadirannya serta melalui sifat ambivalen yang ada serta menjadi hakekatnya, ke arah simbol-simbol lainnya yang berada di sekitarnya. Simbol-simbol dan struktur-struktur upacara dengan demikian berfungsi sebagai jembatan untuk mengantar satuan-satuan kenyataan-kenyataan yang ada dan berbeda-beda dari pengalaman manusia. Hal ini dapat dan mungkin terjadi karena kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi, selain karena ke-universalan dari motif-motif dan dasar-dasar kognitif yang dimiliki oleh manusia. Victor Turner menyumbang pemahaman besar terhadap usaha memahami ekspresi agama yang berupa konsep mengenai proses yang ada dalam upacara. Konsep yang dibuat berhubungan dengan liminalitas sebagai suatu jembatan penghubung, yaitu yang tidak memiliki struktur, bersifat transisi, dan merupakan suatu tingkat atau fase tanpa klasifikasi bagi yang diinisiasi, merupakan pencerminan dari pandangannya mengenai upacara dan agama sebagai suatu sistem yang bersifat formatif dan reflektif. 1. 7. 4. Music and Trance: a theory of the relations between music and possession oleh Gilbert Rouget Trance dalam upacara-upacara ritual selalu diasosiasikan identik dengan 37 musik, mengapa dan bagaimana? Trance atau dalam Bahasa Indonesia trans menurut KBBI online adalah (1) keadaan seseorang terputus hubungannya dengan sekelilingnya: setelah mengisap ganja mereka berada dalam keadaan trans; (2) keadaan tidak sadar (karena kerasukan dan sebagainya) sehingga mampu berbuat sesuatu yang tidak masuk akal; dalam keadaan—ia menari-nari di atas bara. Gilbert Rouget memberi analisis keterkaitan antara musik dan trans, dengan menyimpulkan bahwa tidak ada hukum universal yang dapat menjelaskan hubungan antara musik dan trans. Keduanya sangat berbeda jauh dan tergantung kepada cara pemahaman kultural konteks masing-masing. Untuk mengatur informasi yang sangat banyak ini, Rouget membuat teori penting dalam area studi ini (1), Rouget mengembangkan beberapa tipe trance berdasarkan simbol dan tampilan luar. Ia menggaris bawahi perbedaan antara trance dan ecstasy, shamanism dan spirit possession, communal dan emotional trance.53 Musik dianalisis dalam hubungan dengan pemain, pelatihan, alat musik, dan kaitannya dengan tari. Pada bab satu tulisannya, Rouget berusaha mengisolasi perbedaan antara shamanism dengan possession dan menyimpulkannya melalui ekspresi dalam tiga perbedaan, yaitu: perjalanan kepada roh/dihadiri oleh roh; dikuasai oleh roh/patuh terhadap roh; sengaja melakukan trans/tidak dengan sengaja 53 Rouget sendiri sedikit kesulitan membedakan arti kata “trance” dan “ecstasy”. Hingga ia harus menekankan dengan melihat bentuk keduanya dalam sebuah artikel umum tentang possession dalam Encyclopedia of Religions and Ethics of 1918. Dalam artikel tersebut tertulis beberapa referensi tentang “nervous crisis”, “ecstasy”. Dengan kata lain kedua topik berkaitan dengan possession yang terdapat dikalangan orang-orang Yunani, Muslim dan Kristen. 38 mengalami trans.54 (2), Rouget menyimpulkan baik secara ilmiah maupun secara foklor bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara beberapa jenis musik dengan— misalnya pukulan drum yang keras dan cepat, kalimat melodi yang diulang-ulang— dengan beberapa jenis trans. Setiap jenis trans menggambarkan kekuatan dari musik melalui cara yang berbeda dalam ritual. Dalam possession trance, musik mengundang roh melalui orang yang sedang trans untuk memperkenalkan dirinya dengan yang ia sembah dan mengijinkan yang disembah itu untuk memberi tanda atas kehadirannya melalui sebuah tarian. (3), Rouget menyimpulkan, bahwa musik baik vokal maupun instrumental mempengaruhi secara psikologis dan efek emosional. Tidak terpisahkan dari pola kebersamaan dan tingkah laku, dan bahwa musik dan trans adalah saling berhubungan dalam berbagai cara sebagai struktur kebudayaan, dengan berbagai jenis musik dan dapat sering dikaitkan dengan keadaan trans. 1. 7. 5. Perspective in music theory oleh Paul Cooper Dalam satu tingkatan, teori musik adalah studi sistematis bagaimana musik tersebut dapat berfungsi. Teori musik dasar memeriksa bagian-bagian yang berbeda, atau elemen, dari sebuah karya musik dan bagaimana cara setiap masing-masing elemen dikombinasikan dan dihubungkan untuk menghasilkan sebuah karya komposisi.55 Apa pentingnya teori musik? Duckworth mengatakan teori musik 54 Gilbert Rouget, Music and Trance: a theory of relations between music and possession,The University of Chicago Press,Chicago,1985.hlm.132. 55 William Duckworth, Music Fundamentals 4th Edition, Wadsworth Publishing, Bucknell University,1992,hlm.2. 39 memberikan informasi faktual tentang musik yang akan membuat kita menjadi musisi yang lebih baik.56 Untuk melihat bagaiman ritem yang digunakan ketika sorak-sorai dilakukan saya akan menggunakan klasifikasi ritem oleh Paul Cooper untuk menjelaskan gerakan ritem yang konstan dan menyebutnya sebagai “Motor” rhythm. Untuk menganalisis struktur garis harmoni (harmony shape) atau kontur harmoni (harmonic contour) yang saya lakukan dengan menarik garis desain geometrik (geometric design) beberapa sampel lagu yang cenderung ditemukan memiliki kesamaan sehingga dapat terlihat jelas karakter harmoni lagu yang digunakan dalam ibadah yang digunakan di GBI Medan Plaza. Sehingga akan tampak harmonic construction musik beberapa lagu yang kemudian menjadi karakteritik lagu-lagu pujian dan penyembahan. Geometrik desain dari kontur harmoni tersebut saya beri warna merah pada progresi harmoni suara bas di kunci F melalui transkrip piano. 1. 8. Rumusan Masalah Permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini ialah bagaimana musik Kristen kontemporer digunakan dalam ibadah kontemporer, sehingga ibadah dalam gereja Kharismatik sangat berbeda dengan ibadah liturgikal yang ada dalam gerejagereja tradisional. Kajian mengenai gereja kharismatik ini akan difokuskan terhadap permasalahannya di bidang peranan musik dalam ibadah dan menganalisis pola-pola 56 Ibid.,hlm.2. 40 flowing yang sangat penting dan menentukan terhadap kualitas ibadah saat ibadah berlangsung tersebut. Untuk itu pelacakan atas peristiwa-peristiwa serta penjabaran permasalahan tersebut, akan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut: 1. Bagaimana ibadah tersebut berlangsung dan disajikan dengan menggunakan musik Kristen kontemporer yang gaya dan struktur ibadahnya fleksibel, spontan dan tidak liturgikal. 2. Bagaimana musik tersebut digunakan untuk “membangun” atmosfir ibadah yang penuh dengan hadirat Tuhan dan efeknya terhadap perilaku musik dalam konteks perilaku sosial yang kompleks dan universal 3. Bagaimana porsi musik yang tepat dan seperti pandangan Wilfred tidak overdose dalam sebuah ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza 4. Melihat pola-pola gereja Kharismatik saat ini dan kaitannya dengan visi GBI Medan Plaza 5. Menganalisis pola garis (shape) harmoni dari lagu pujian dan penyembahan 6. Bagaimana pola-pola flowing yang digunakan dalam pujian dan penyembahan 7. Bagaimana musik yang digunakan dalam ibadah, seperti kadens, pola ending, modulasi, open chord. 1. 9. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang gereja Bethel umumnya dan GBI Medan Plaza khususnya telah dilakukan oleh para sarjana di Medan khususnya di Fakultas Sastra, Jurusan Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara. Salah satu skripsi para sarjana yang menulis tentang GBI lebih menitikberatkan kajiannya terhadap sistem organisasi manajemen dan pelatihan musik di GBI Medan Plaza yang dilakukan oleh saudara 41 Gugun Sihombing. Adapun pembahasan yang dikaji oleh Gugun ialah sebuah proses awal dimana seseorang yang ingin menjadi imam musik harus melalui program pelatihan musik yang dilaksanakan di GBI Medan Plaza, sehingga proses tersebut terangkum dalam sebuah tulisan ilmiah manajemen program pelatihan musik itu sendiri.Gugun Sihombing juga melakukan kajian analisis terhadap dua buah lagu yang berjudul Penuhiku dan Allahku Dahsyat menggunakan teori weighted scale.57 Gugun dalam skripsinya menulis bahwa skripsinya dilakukan dengan pendekatan etnomusikologi. Sementara itu menurut Joseph Kerman analisis erat kaitannya dengan teori musik dan sering digolongkan kedalamnya, analisis hanyalah sebagai teori pelengkap yang bebas. Sehingga sesungguhnya masih banyak pendekatan disiplin lain yang cukup menarik dapat dilakukan untuk menganalisis musik dan ibadah dalam gereja Kharismatik seperti GBI Medan Plaza yang akan saya lakukan dalam tesis ini. Tulisan lain yang membahas tentang GBI Medan Plaza adalah skripsi yang ditulis oleh saudara Daud Satria. Dalam skripsinya Daud membahas tentang guna dan fungsi serta peranan musik pengiring dalam ibadah terhadap jemaat di GBI Medan Plaza. Sementara itu tulisan lain yang penulis temukan tentang Gereja Bethel adalah skripsi saudara Hans Marpaung yang berjudul “Deskripsi Tari Tamborin dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan”. 57 Weigthed Scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya, kedelapan unsur melodi itu menurut Malm (1977:15), adalah (1) tangga nada, (2) nada pusat atau nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) penggunaan interval, (6) pola cadenza, (7) formula melodi, dan (8) kontur dalam Gugun Sihombing,Op.Cit.,hlm.33 42 Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana tari tamborin dan musik menjadi peranan yang penting dalam setiap ibadah GBI Tanjung Sari. Dari ketiga tulisan tersebut penulis merasa belum dilakukan kajian yang mendalam tentang analisis terhadap peran musik dalam ibadah yang memberikan ikhtisar tentang relevansi musik terhadap persoalan psikologis, sosiologis dan teologis di GBI Medan Plaza, sehingga bisa mempengaruhi jemaat secara Roh dan spiritual, kemudian melihatnya dalam konteks dan fungsi sosial. 1. 10. Metodologi Penelitian 1. 10. 1. Pendekatan Penelitian Untuk mengkaji musik dalam ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza dalam tesis ini penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif. Menurut Nelson metode kualitatif adalah sebagai berikut: “Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions”.58 Penelitian kualitatif cenderung digunakan dalam mempelajari terhadap kehidupan sekelompok manusia. Namun bukan berarti penelitan dalam seni tidak dapat 58 Treichler, P.A., C. Nelson dan L. Grossberg, 1992. “Cultural Studies.” Cultural Studies. L. Grossberg, C. Nelson dan P.A. Treichler (eds.). New York: Routledge 43 dilakukan menggunakan metode kuantitatif, karena penelitian yang menggunakan metode kualitatif juga membutuhkan data-data yang bersifat kuantitatif. Untuk mencapai tujuan dalam tulisan ini, penulis menggunakan tiga metode yaitu : metode literatur dan metode wawancara. Metode literatur adalah metode yang menggali thesis ini melalui buku-buku, majalah, surat kabar, kamus, dan artikelartikel lainnya. Metode wawancara dengan tanya jawab penulis dengan orang-orang yang mengetahui sedikit banyaknya mengenai musik dalam ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza, dan mengikuti perkuliahan umum di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran untuk mata kuliah pujian dan penyembahan, hal ini dilakukan penulis guna menambah pengetahuan dan melengkapi atau membantu metode literatur. 1. 11. Sistematika Penulisan Tulisan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut a. Bab I : Pendahuluan. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan dan metodologi penelitian yang penulis pakai. b. Bab II: Melihat Sejarah Kharismatik dan Transformasi Musik di Dalamnya, Dalam bab ini penulis akan mengkaji bagaimana musik telah mengalami perubahan transformasi hingga sekarang yang di gunakan di GBI Medan Plaza, dan memaparkan bagaimana gerakan Kharismatik itu muncul dan berkembang di Indonesia. c. Bab III: Musik Dalam Ibadah Kontemporer di GBI Medan Plaza, dalam bab ini penulis akan melihat bagaimana garis harmoni (harmony shape) dan garis melodi 44 (melody shape) dalam lagu pujian dan penyembahan, melihat pola-pola, struktur harmoni dan flowing yang sarat akan improvisasi, sehingga akan terlihat bagaimana karakter dari musik yang digunakan dalam GBI Medan Plaza. Juga pemakaian Nashville Numbers System dalam ibadah, pemakaian fingering code, modulasi, open chord, ending, kadens, improvisasi, dan sebagainya. d. Bab IV : Struktur Ibadah Kontemporer dalam Kajian Konteks dan Fungsi Sosial, dalam bab ini penulis akan menelaah ibadah kontemporer bagaimana dapat berlangsung dengan sukses, apa saja kriteria ibadah tersebut sukses secara alkitabiah, dan bagaimana aktivitas di dalam ibadah tersebut, perangkat pendukung ibadah, dan melihatnya berdasarkan landasan teori yang saya gunakan. e. Bab V: Penutup. 45 BAB II MELIHAT SEJARAH KHARISMATIK DAN TRANSFORMASI MUSIK GEREJA 2. 1. Sejarah Munculnya Gerakan Kharismatik 2. 1. 1. Berakar Dari Gerakan Montanis (170 M) Kristen Kharismatik sesungguhnya berakar kepada Gerakan Montanis pada tahun 170 M. Montanisme merupakan gerakan profetis yang dipelopori oleh seorang mantan imam dari Kota Cybele di Phrygia yang bernama Montanus. Ia menekankan pengajarannya kepada nubuatan-nubuatan yang disampaikan dalam keadaan ekstasis dan juga pengajaran Allah berkomunikasi langsung dengan wahyu melalui Roh Kudus. Montanus menganggap bahwa penutupan kanon59 Alkitabiah bukanlah akhir dari wahyu ilahi. Di masa itu Montanus memiliki kegairahan spiritual yang penuh, hingga ia masuk kedalam kondisi trance dan terjatuh secara tiba-tiba, hingga sebagian orang merasa terganggu dan menganggap hal itu tidak alami. Mereka memandangnya sebagai sesuatu yang bersifat demonis dalam genggaman roh kesalahan. Namun sejarawan menganggap Montanus sebagai sumber mata air dari semua gerakan antusiastik dan pneumatik dalam sejarah Kristen. Montanus telah memberikan pandangan itu sebagai sesuatu yang bersifat organis dalam hakikatnya, yang berkembang dalam empat tahap, masing-masing tumbuh lebih tinggi daripada tahap yang terdahulu : (1) agama alamiah, (2) agama hukum dari Perjanjian Lama,(3) 59 Kanon adalah patokan; dari situ: daftar tulisan-tulisan yang tergolong pada Kitab-kitab Suci. 46 Injil selama kehidupan Kristus di bumi, (4) pernyataan wahyu dari Sang Penghibur (parakletos), yakni agama kerohanian dari kaum Montanis. Ada tiga ajaran keagamaan Montanisme yang kemudian digunakan dalam aliran-aliran Pentakostal dan Kharismatik hingga sekarang, yakni (a) doktrin pengharapan akhir zaman, (b) penyembuhan ilahi, (c) pemulihan rohani. Sedangkan yang menjadi ciri utama dalam neo-Montanisme, yakni: penyembuhan, bahasa lidah, aturan moral yang tegas, baptisan60 dewasa, wanita ikut dalam pelayanan, dan kedatangan Kristus segera. Kemudian di Eropa lahir sebuah gerakan yang dikenal sebagai golongan Anababtis, yakni gerakan yang lahir saat reformasi Lutheran di abad ke-16. Saat itu kaum Anababtis sudah menyadari dan menentang ajaran teologi kekristenan Katolik Roma klasik termasuk juga menentang ajaran Lutheran. Bagi kaum Anababtis, setiap mereka yang telah dibaptis saat bayi, harus dibaptis ulang ketika beranjak dewasa melalui pengakuan dan penerimaan pribadi untuk memastikan keselamatan. Secara teologis mereka sangat menekankan atas Roh Kudus, pengharapan kedatangan segera Yesus Kristus yang kedua kali, pasifisme dan taat akan aturan etika yang ketat. Salah satu gerakan yang dipimpin oleh Ann Lee lahir pada tahun 1736 bernama The Shaking Quakers. Ia memulai gerakannya di New York yang 60 Baptis berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan cairan (to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan, kemudian mengeluarkannya kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan, dibenamkan. (Manual Book KOM Seri 100 Pencari Tuhan, untuk kalangan sendiri) 47 menekankan pada “perfeksionisme milenarian”. Lee merupakan sosok pribadi yang gagal dalam kehidupan rumah tangga. Semua empat anaknya meninggal dunia ketika bayi, pernikahannya tidak bahagia, ia kemudian dengan keras menentang pernikahan dan menganjurkan pengikutnya pantang melakukan hubungan seksual. Atas dasar keyakinannya yang kuat akan akhir zaman semakin dekat, Lee menerima ajaran glossolalia dan penyembuhan.61 Pada abad ke-18 di Amerika dan Inggris tumbuh industrialisasi yang pesat, hal ini diyakini yang menjadi alasan terjadinya kelesuan rohani dan menjadi pendorong lahirnya kebangunan rohani, yang di Amerika disebut “Kebangunan Besar” (Great Awakening). Demikian juga di Inggris ketika terjadi revolusi industri merupakan momentum terjadinya kebangkitan yang disebut “Kebangkitan Evangelikal” (Evangelical Revival). Abad ke-18 merupakan masa dimana Inggris menjadi negara adidaya baru dan sebagai lambang kekuatan ekonomi, yang ditandai dengan banyaknya negara koloni mereka di penjuru dunia. Namun di satu sisi masyarakatnya dan gereja mengalami degradasi spiritual, moral dan sosial. Secara historis kebangkitan di Amerika dan Inggris memiliki hubungan yang erat, dengan dorongan akan kepentingan spiritual dan perdagangan, sejak abad ke-17 kaum Protestan Inggris yang berlatar belakang Calvinis62 mulai menuju Amerika dimana 61 Ibadah yang mereka jalani berupa ritus tarian yang mencoba menggoncangkan (to shake) dosa, kejahatan, dan keinginan seksual, sehingga gerakan ini dinamakan “shakers” (pengguncang). Ciri lainnya adalah sukacita dan “Tertawa Kudus” (Holy Laughter) gaya Toronto, glossolalia, bernubuat, dan berkomunikasi dengan orang yang sudah mati. Mereka menolak Perjamuan Kudus (Lord’s Supper) ajaran tentang kebangkitan serta baptisan air. 62 Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran Calvinis (disebut Reformed atau Presbyterian) hampir sama usianya dengan Lutheran. Kendati di Indonesia tidak ada gereja yang 48 mereka telah merencanakan untuk menggabungkan Calvinisme dan Puritanisme Inggris. Sehingga yang menjadi akar dan melekat kepada “Kebangunan Besar” adalah gerakan Pietis63 di Eropa maupun Gerakan Puritan64 di Inggris. Bila kita telusuri lagi kebelakang, Kharismatisme dan Pentakostalisme yang lebih awal juga tidak lepas dari pendahulunya, yaitu Methodisme. Methodisme merupakan aliran yang di ajarkan oleh dua bersaudara John Wesley dan Charles Wesley. John Wesley diberi julukan sebagai “Bapak Pentakolisme”, karena banyak ajaran dan gagasan serta pendekatan teologisnya diadopsi oleh Pentakolisme. Kedua bersaudara ini berasal dari keluarga rohaniwan yang sangat religius. John dilahirkan di Epsworth pada tahun 1703 dan Charles lahir empat tahun kemudian. Ketika kuliah di Oxford University mereka aktif bergabung dalam sebuah persekutuan rohani yang bernama Holiness Club yang bertujuan menekankan pembaruan rohani melalui disiplin membaca Alkitab, berdoa, dan kesalehan pribadi. Namun aktivitas mereka justru menjadi bahan olok-olokan teman-temannya dan memberi mereka brand image sebagai orang-orang Enthusiast, Bible Moths, Sacramentarians, namun Methodist adalah salah satu istilah yang kemudian begitu populer. Ada dua gerakan yang memiliki kontribusi sangat besar di Asia terhadap menggunakan nama Calvin[is], namun diantara 72 anggota PGI (tahun 1994) setidaknya separuh mengaku sebagai atau dipengaruhi oleh Calvinisme. Calvinisme merupakan nama dari seorang tokoh reformasi Johannes Calvin (Jean Cauvin 1509-1564) yang berasal dari Noyon, Perancis Utara. 63 Gerakan Pietis (Pietis Movement) dimulai di Belanda pada awal 1600 oleh Dutch Reformed Church (Gereja Reform Belanda) dimana Theodore Untereyk memperkenalkannya terhadap gerejagereja Lutheran Jerman. Yang menjadi sasaran dalam gereja ini adalah untuk menekankan ulang iman pribadi, pengalaman lahir baru dan misi dengan ketekunan Kristen. 64 Gerakan Puritan (Puritan Movement) dimulai di Inggris dalam gereja Anglikan dengan ide menghapus seluruh ritus-ritus dan unsur Katolisisme yang ada. 49 pertumbuhan dan perkembangan aliran Kharismatik, yakni Assemblies of God dan Full Gospel Businessmen Fellowship di Amerika. Assembly of God65 merupakan salah satu kelompok neo-Pentakostal yang tumbuh ketika kebangkitan kerohanian melanda Amerika di Abad ke-19. Dibentuk berdasarkan ide dari pendeta-pendeta Pentakostal untuk menciptakan wadah persekutuan persaudaraan dalam mengkoordinasikan pekerjaan misi di Amerika dan luar Amerika, yang berbasis di Hot Springs, Arkansas. Kemudian Assemblies of God menjadi sebuah organisasi yang terstruktur dan melembaga dibawah sebuah Dewan Umum (General Council) yang diketuai oleh Endorus N. Bell. Walau muncul berbagai reaksi menentang pelembagaan tersebut, tetapi Assemblies of God secara konkrit menjadi salah satu denominasi Kharismatik yang terbesar di dunia dengan sebuah tata gereja dan hirarki administratif yang formal. Secara etimologi kharismatik berasal dari kata benda kharis serta kata kerja kharisomai (present infinitive: kharisestai). Kharis berarti sesuatu yang menggembirakan atau menyenangkan; artinya sesuatu itu mempunyai sifat menimbulkan perasaan senang bagi yang melihat atau mendengarnya 65 Didirikan oleh Demos Shakarian, ia adalah seorang milyuner, pengusaha peternakan di California, yang berasal dari keluarga imigran Armenia yang pada tahun 1905 mengungsi ke wilayah itu. Di negara asalnya mereka telah mengenal praktek bahasa lidah. Ayah Demos pada tahun 1905 ikut menghadiri kebangunan rohani di Azusa Street Los Angeles dan kaum imigran Armenia ini ikut melatar belakangi kemunculan gerakan Pentakostal. FGBMFI mempromosikan ajaran tentang baptisan Roh yang datang kemudian dan melakukan glossolalia. Organisasi ini memiliki kontribusi dan mampu meyakinkan kalangan elit bisnis di dalam denominasi-denominasi sejarah arus utama dengan memasukkan pengaruh-pengaruh Kristen kharismatik terasa sangat kental. Dengan karakter oikumenis dan kemampuan finansial dalam mendanai pekabaran Injil di seluruh dunia, telah menjadikan organisasi ini menjadi suatu alat yang kuat dalam dunia pekabaran Injil. (Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.28) 50 (Trench,1947:166-167). Dalam arti ini istilah kharis memiliki kaitan juga dengan istilah khairo (saya bergembira) dan kata benda khara yang artinya kegembiraan atau kesenangan.66 Dalam literatur Yunani, Conzelmann mengatakan berbagai defenisi kata kharis, seperti pribadi yang menyenangkan charm, perasaan senang, simpati, rasa berterima kasih, kemauan baik, kesenangan, anugerah atau pemberian meliputi penghapusan hutang pihak/negara yang lemah oleh pihak/negara yang kuat.67 Kata kharisomai berarti saya menunjukkan kesenangan yang ditunjukkan melalui kata-kata maupun perbuatan, memperlihatkan kemurahan hati, memberi, mengampuni, melepaskan tahanan atau hutang. Dengan demikian tampak jelas bahwa arti kata kerja ini erat dengan arti istilah kharis. Istilah kharisma berasal dari dua istilah Yunani di atas. Akhiran ma menunjukkan pada pembentukan kata benda dari kata lain (dalam Bahasa Indonesia akhiran-an berarti kata benda). Sehingga kharisma dalam hubungannya dengan kharis berarti bentuk konkrit kharis, dalam kaitannya dengan kharisomai, berarti akibat tindakan memberi. Bila dikaitkan dengan dua kata benda ini kharisma berarti pemberian, hadiah. Sebab dilakukan dengan sikap murah hati dari pemberi (umumnya dari pihak yang statusnya lebih tinggi) maka kharisma berarti anugerah atau pemberian anugerah, dalam arti karunia68. Dalam analisa Max Weber, bahwa fenomena kharisma memiliki hubungan 66 Newman Jr.,Op.Cit.,hlm.87;.Souter,A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London Oxford University Press, 1966, hlm.281; Conzelmeann,TDNT IX,hlm.374. dalam Pdt. DR. Ayub Ranoh, Pemimpin Kharismatik, BPK Gunung Mulia. Jakarta,2000.,hlm.112 67 H Conzelmann, “Kharis,…” dalam TDNT,Vol.IX,hlm.373-374, dalam Pdt.DR. Ayub Ranoh, Ibid.,hlm. 112. 68 Bnd. D.L.Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12-14, Jakarta, BPK Gunung Mulia, Jakarta,1991,hlm 21. 51 yang erat dengan apa yang disebut Durkheim sebagai hal suci dan hal kudus (the holy) oleh Otto. Dalam kharisma ada suatu titik kritis yang erat hubungannya dengan seseorang yang luar biasa dan mendatangkan kewajiban, Weber membatasi kharisma sebagai: ….Suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah kekuasaan adikodtrati, adimanusiawi, atau setidak-tidaknya kekuatan atua kualitas yang sangat luar biasa. Kekuatannya sedemmikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai berasal dari kayangan atau sebagai teladan dan atas dasar itu individu terebut diperlakukan sebagai seorang pemimpin.69 Dari semua analisa Max Weber terdapat tiga ciri khas pokok yang menggambarkan kharisma, yaitu pertama sebagai sesuatu yang “luar biasa”, yakni sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-hari. Saya melihat yang “luar biasa” itu sebagai—saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan70—sikap yang istilah “populernya” terlalu nge-roh. Beliau mengatakan bahwa ia sering menemukan orang yang bersikap demikian. Sehingga tampak lebih religius dibanding orang Kristen kebanyakan. Kedua bersifat “spontan” sangat berbeda dari bentuk-bentuk sosial yang mapan dan stabil. Orang-orang kaum Kharismatik cenderung lebih spontan dalam 69 Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York: Oxford University Press, 1947), hlm.358-359 dalam Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.1996,hlm.41. 70 Pdt. R. Bambang Jonan adalah Gembala Sidang GBI Rayon IV Medan Plaza. Gembala adalah seorang pembimbing dan pemelihara domba atau kambing. Ia bertanggung jawab atas dombadombanya, sering menghitungnya dan juga melindunginya terhadap bahaya dari luar. Di Israel Tuhan Allah diakui sebagai Gembala umatnya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik (Lihat Yohanes 10:11;14) 52 nyanyian-nyanyian ibadah. Hal ini juga tampak dalam ibadah mereka yang tidak fleksibel atau non-liturgikal. Ketiga, ciri kharisma menurut Weber merupakan suatu sumber dari bentuk dan gerakan baru, sehingga ia bersifat “kreatif”. 2. 1. 2. Latar Belakang Sejarah Gereja Bethel Indonesia Di Indonesia kabar Injil telah masuk sejak tahun 1511 (Katholik) dan tahun 1605 (Protestan), sedangkan zaman Pentakosta masuk 300 tahun kemudian. Aliran Pentakosta dibawa oleh penginjil keturunan Belanda yang bernama C Groesbeek dan D. Van Klaveren, namun keduanya berkebangsaan Amerika. Pada bulan Januari tahun 1921 kedua penginjil bertolak dari Seattle, Washington, lalu ke Jakarta (Batavia) menggunakan kapal Jepang yang bernama Suwa Maru. Pada bulan Maret mereka bersandar di Jakarta dan meneruskan perjalanan dengan kereta api melalui Surabaya ke Denpasar, Bali. Lalu mereka pindah ke Surabaya tahun 1922. Gerakan Pentakosta mengalami banyak tantangan dan perlawanan, tetapi para jemaat yang telah menerima kuasa Roh Kudus terus memberitakan Injil Kristus ke mana-mana dengan penyertaan kuasa Allah. Jemaat baru terus bertambah dan semakin besar, hingga pada tanggal 15 Juni 1937 Pemerintah harus mengakui gerakan Pentakosta sebagai Kerkgenootschap (Persekutuan Gereja atau Lembaga yang bersifat gereja) berdasarkan Staatsblad 1927 No.156 dan 532. Kemudian yang sebelumnya menggunakan nama Pinkster Gemeente berubah menjadi Pinkster Kerk in Nederlands Indie. Ketika kekuasaan Belanda diambil alih Jepang pada tahun 1942, maka nama Belanda itu berubah menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), dan 53 Dr.H.L Senduk—sebagai pendiri Gereja Bethel Indonesia—ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Pusat GPDI. Kenyataan menunjukkan bahwa perselisihan juga hadir dalam gereja, termasuk GPDI. Sehingga perpecahan tidak terhindari dalam tubuh GPDI. Kalau perpecahan terjadi oleh karena kehendak Tuhan (1 Korintus 11:19), maka hal itu akan membawa berkat pertumbuhan dan perkembangan. Tetapi kalau perpecahan terjadi oleh karena kemarahan dan kebencian manusia, maka hal itu akan mendatangkan kekecewaan, kerugian dan malapetaka. Ibarat membangun rumah dari rumput kering dan jerami (1 Korintus 3:15). Karena perpecahan yang terjadi di tubuh GPDI, dengan berbagai alasan ketidak cocokan dalam suatu pengajaran atau karena masalah organisasi, maka pada tahun 1952 Dr. H.L Senduk dan F.G. Van Gessel keluar dari GPDI dan membentuk Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)—nama sebelum lahir menjadi GBI—tetapi keinginan memisahkan diri bukan untuk membentuk suatu “organisasi gereja baru” seperti yang terjadi dalam sejarah gereja Pantekosta, melainkan karena kondisi rohani GPDI saat itu, menyebabkan ketidakpuasan disebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut. Karena perpecahan akan memberi dua dampak, yakni dampak negatif dan dampak positif. Negatif, karena merupakan “kerugian” dari gereja yang lama. Positif, karena kehendak dan rencana Tuhan dapat dilaksanakan. Rasul Paulus mengatakan bahwa “Diantara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji”. (1 Korintus 11:19) Setelah GBIS resmi berpisah dari GPDI dan diakui oleh Pemerintah melalui 54 Surat Keterangan Pendaftaran No.A/VIII/16 tanggal 31 Januari 1953 dan kemudian GBIS pada tahun 1968 diakui pemerintah sebagai Lembaga Gereja dengan Keputusan Departemen Agama No.Dd/P/DAK/d/054/68 dibawah kepemimpinan Dr. H.L Senduk. Oleh karena perbedaan pandangan dan konflik pengajaran yang terjadi pada tahun 1957 di dalam GBIS, hingga akhirnya pada tahun 1967 jalan sejarah GBIS semakin menurun71. Pada tahun 1968-1969 kepemimpinan Dr. H.L Senduk diambil alih oleh pihak-pihak yang didukung oleh seuatu keputusan Menteri Agama. Kemudian Dr. H.L Senduk di atas jalan yang baru berjalan terus menggenapi panggilan Tuhan dan dengan sedih hati harus berpisah dari saudara-saudara di GBIS. Perpisahan itu melahirkan sebuah wadah yang baru untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yakni Gereja Bethel Indonesia (GBI). Secara etimologis Bethel berasal dari kata beth (rumah) dan El (Allah), jadi nama Bethel artinya rumah Allah. Dr. H.L. Senduk mengatakan GBI bukanlah sebuah gereja yang lahir sebagai akibat suatu perpecahan. Tetapi GBI adalah seperti seorang “anak” yang lahir setelah 18 tahun berada di dalam kandungan GBIS, yakni 1952-197072. GBI adalah gereja nasional yang termuda di Indonesia, lahir pada tanggal 6 Oktober 1970 di Sukabumi, Jawa Barat. 71 GBI lahir karena dilatarbelakangi beberapa permasalah di tubuh GBIS, seperti perselisihan tentang kerjasama antara GBIS-COG (Church of God),beberapa hamba Tuhan tidak tunduk kepada Keputusan Majelis Besar, saling pecat memecat sesama hamba Tuhan, dan sebagainya. 72 Dr. H.L. Senduk, Sejarah Gereja Bethel Indonesia,Untuk Kalangan Sendiri.hlm.25 55 2. 1. 3. Sejarah ‘Lahirnya’ GBI Medan Plaza Sebelum gereja ini berdiri pada tanggal 25 Juli 1993, GBI Rayon IV Medan Plaza awalnya merupakan hanya sebuah persekutuan doa (diberi nama Medan Pray Centre) berupa ibadah pujian dan penyembahan yang dimulai dimulai tahun 19911992-an. Medan Pray Centre merupakan ibadah doa atau lebih tepatnya dianggap seperti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), yang saat itu dilakukan sekali dalam satu bulan. Ibadah pray centre awalnya tidak dilakukan pada satu tempat yang sama, melainkan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bukan karena para pendoa di Medan Pray Centre gemar berpindah-pindah, tetapi karena sulitnya memperoleh tempat ibadah yang dapat disewa secara permanen untuk melakukan kegiatan doa setiap bulannya. Pada dekade 90-an, saat itu umumnya gedung pertemuan masih merupakan fasilitas yang terdapat dalam kompleks perhotelan. Sedangkan hotel-hotel berbintang tidak sebanyak sekarang ini. Sehingga agak sulit bagi Medan Pray Centre memperoleh tempat yang setiap hari bulannya secara permanen akan digunakan sebagai tempat ibadah pujian dan penyembahan, dan tidak disewakan kepada pihak lain selain Medan Pray Centre. Diantara gedung yang sering digunakan sebagai tempat ibadah adalah Wisma Benteng dan Hotel Tiara, namun tidak setiap bulannya dapat dipergunakan, sehingga ibadah yang dilakukan di tempat tersebut pada hari minggu bulan itu, pada bulan berikutnya belum tentu dapat dilakukan ibadah di tempat yang sama. Tetapi harus mencari tempat lain yang dapat disewa untuk bulan 56 berikutnya. Hal ini tentu tidak efektif untuk menjangkau orang-orang yang mau ikut bergabung di Medan Pray Centre. Kegiatan ibadah menekankan kepada pujian dan penyembahan sesuai dengan tata ibadah yang diajarkan melalui dogmatika73 GBI dibawah kepemimpinan Pdt. Dr. Ir. Niko Njotorahardjo, yaitu: doa, pujian, penyembahan dan ditambah persembahan74 (pray, praise, worship and sacrifice). Para pengkhotbah sesekali didatangkan dari luar Medan, seperti Jakarta dan Bandung. Karena ibadah di pray centre dilakukan sekali dalam sebulan, tentu menjadi pertanyaan, dari mana datang peserta yang mengikuti ibadah tersebut?. Karena pray centre bukanlah gereja dan tidak memiliki gedung permanen dan jemaat. Maka panitia doa memasang iklan di koran-koran lokal dan mengundang para pendoa dari berbagai denominasi gereja agar hadir pada ibadah pray centre di gedung yang telah ditentukan. Setelah Medan Pray Centre berjalan selama hampir dua tahun, kemudian ada seorang ibu yang bernama Ibu Marini Ishak datang menghadap Gembala Pembina Rohani Bpk Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo,75 yang kemudian mengungkapkan kerinduan beliau agar GBI Bethany yang digembalakan Pdt. Niko berkenan membuka gereja cabang di Medan. Sesuai visi Gembala Pembina Rohani dari Jakarta Bapak Ir. 73 Dogmatika adalah suatu dalil-dalil, suatu rumusan tentang sesuatu kebenaran keagamaan, suatu pasal kepercayaan dari Gereja Kristen. 74 Diawal berdiri dogmatika gereja GBI dibawah kepemimpinan Pdt.Dr.Ir Niko Njotorahardjo hanya terdiri dari pujian dan peyembahan, tetapi melalui tuntunan Tuhan ditambahkan doa dan saat ini doa, pujian dan penyembahan tidaklah cukup, lalu ditambah dengan persembahan. 75 Beliau adalah Gembala Pembina Rohani GBI pusat yang berada di Jakarta 57 Niko Njotorahardjo dari kitab Yesaya 54:2-3.76 Ibu Marini Ishak memiliki peran yang sangat besar dalam berdirinya GBI Rayon IV di Medan. Beliau memiliki beban agar GBI Bethany yang digembalakan Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo juga memiliki pelayanan di Pulau Sumatera, setelah selama ini hanya membuka gereja ke Indonesia Timur dan Jawa. Setelah Ibu Marini mendapat respons dari Gembala Rohani Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo untuk bisa memulai menggenapi Firman Tuhan diatas, didampingi Ibu Alm. Ana Sujono, beliau mulai sibuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya GBI Rayon IV Medan Plaza, termasuk terlibat langsung dalam mencari gedung untuk digunakan sebagai tempat ibadah. 2. 1. 3. 1. Gereja Mula-Mula Dengan 119 Jemaat dan Pengerja GBI induk di Jl. Gatot Subroto, Jakarta memiliki kerinduan membuka cabang dan menempati “tempat-tempat sunyi” termasuk membuka cabang di Kota Medan. Kemudian pada bulan Februari 1993 Pdt.R. Bambang Jonan dan Ibu di utus oleh Gembala Rohaninya, yakni Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotoraharjo ke Kota Medan, dengan tujuan memulai gereja baru, setelah gereja sebelumnya yang telah dirintis Pdt. Niko memisahkan diri, lalu kemudian menjadi gereja otonom dan berada dibawah BPD GBI wilayah Sumatera Utara karena alasan “klasik”, yakni adanya perbedaan 76 Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, jangan menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! 3.Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh bangsabangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi. 58 visi. Setibanya di Kota Medan, Pdt. R. Bambang Jonan dan istri yang ketika itu masih bekerja di dunia sekuler belum memiliki tempat tinggal, sehingga mereka untuk sementara menumpang di rumah keluarga Ir. Paulus Rianta, sampai memperoleh tempat kontrakan yang juga akan digunakan sebagai tempat ibadah. Hingga suatu ketika ditemukanlah tempat yang saat itu paling cocok untuk dijadikan gereja, yakni dua unit ruko tiga lantai di Jalan Teuku Umar No 51-51A, Medan, tepatnya disebelah RSU. Materna. Gambar 1. Ruko di Jalan Teuku Umar Yang Dijadikan Gereja Mula-Mula (Sumber: Majalah 15 th Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza) Dengan jumlah jemaat mula-mula dan pengerja sebanyak 119 orang gereja ini mengadakan ibadah perdana di bulan Februari di gedung Uniland dan diberi nama oleh Gembala Pembina, yaitu GBI Kemah Daud.77 Namun para pengurus gereja mengaku visi yang Tuhan berikan lebih besar dari sekedar ruko dua pintu dengan tiga 77 GBI Kemah Daud merupakan nama yang diberikan oleh Gembala PembinaPdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo untuk menggantikan GBI Bethany, sesuai dengan visi gereja ini memulihkan pondok Daud yang telah roboh. 59 lantai. Sehingga tidak dibutuhkan waktu yang lama Pdt. R. Bambang Jonan “rindu” memiliki tempat ibadah dengan kapasitas yang lebih besar dan memadai. Sedangkan ruko tersebut rencananya akan lebih banyak digunakan sebagai tempat aktifitas sepanjang minggu, seperti kelas SOM (sekarang menjadi KOM: Kehidupan Orientasi Melayani78), pertemuan doa pengerja bulanan, pertemuan departemen-departemen, ibadah remaja pada hari sabtu dan sebagainya. 2. 1. 3. 2. Tempat Ibadah Yang Nomaden Menjadi Permanen Seiring berjalannya waktu, gereja ini terus bertumbuh jemaat yang Tuhan kirimkan setiap minggunya, sedangkan tempat ibadah yang digunakan tidak mampu menampung dalam kapasitas yang besar. Sehingga Gembala memiliki kerinduan untuk mencari tempat ibadah yang dapat disewa untuk digunakan secara permanen setiap minggunya. Kemudian dibentuklah dua tim yang bertugas mencari tempat ibadah, tim pertama beranggotakan Pdt. R. Bambang Jonan, Pdt. Petrus Honggo, Sdr. Stephen, sedangkan tim kedua terdiri dari para ibu, yakni Ibu Marini Ishak, Ibu Ana Sujono (Alm) dan Ibu Santy. Dengan motivasi yang besar tim kemudian bergerak mencari ke seluruh Kota Medan dengan perasaan antusias. Tidak ada gedung yang memiliki ruang kosong dengan kapasitas besar yang tersisa, semuanya tim datangi untuk menjajaki kemungkinan ruangan tersebut dapat digunakan sebagai tempat ibadah secara permanen. Mulai dari ballroom hotel-hotel yang ada dipusat 78 KOM adalah kelas belajar tentang Alkitab yang menjadi wadah untuk mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan menjelang kedatangan-Nya yang kedua kali (Lukas 1:17) 60 kota, gedung perkantoran, gedung pertemuan seperti Wisma Benteng, hingga ke ruang perpustakaan di gedung PP London pun tidak luput dari kunjungan tim. tetapi ternyata tidak mudah mencari tempat yang akan digunakan untuk beribadah. Kondisi ini menyebabkan hampir setiap minggu gereja ini harus mangadakan ibadah ditempat yang berbeda. Misalnya hari minggu pertama ibadah diadakan di Hotel Danau Toba International (HDTI), maka minggu kedua bisa dilakukan di Wisma Kartini, atau di gedung Uniland, bahkan di Restoran yang “disulap” menjadi tempat ibadah, maupun tempat lain yang saat itu mengizinkan untuk disewa secara permanen sebagai tempat ibadah. Hal ini menjadi sedikit unik terdengar bagi jemaat, karena pihak gereja selalu memberi pengumuman kepada jemaat diakhir ibadah agar datang kembali untuk beribadah diminggu berikutnya tetapi belum diketahui dimana ibadah akan dilakukan. Solusinya, pihak gereja secara resmi akan memasang iklan pemberitahuan tentang dimana ibadah minggu selanjutnya di surat kabar lokal Harian Analisa edisi hari sabtu yang akan datang (sehari menjelang ibadah), sehingga jemaat yang hendak beribadah dihari minggu supaya melihat pengumuman gereja terlebih dahulu dan tidak datang ketempat ibadah yang sama, karena belum tentu ibadah akan diadakan ditempat tersebut pada minggu berikutnya, ini dilakukan bukan karena gereja tidak mau mencantumkan tempat ibadah minggu berikutnya dalam warta jemaat, tetapi karena memang pihak gereja sungguh-sungguh belum tahu hendak beribadah dimana pada minggu yang akan datang, karena pihak gereja harus mencari tempat lain yang dapat disewa sebagai tempat ibadah. Keadaan ini terus berlangsung selama berbulan61 bulan yang berdampak terhadap pelayanan baptisan. Karena tidak mungkin memiliki kolam baptisan sedangkan gedung gereja saja tidak punya. Hingga akhirnya baptisan pertama dilakukan di kolam renang pribadi milik seorang pengusaha. Lalu bulanbulan berikutnya dilakukan di beberapa kolam renang umum, bahkan juga pernah dilakukan di Belawan Gambar 2. Baptisan yang dilakukan di kolam renang milik salah seorang pengusaha Th (Sumber: Majalah 15 Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza) Hingga akhirnya setelah melewati satu demi satu ibadah dan dari satu tempat ke satu tempat ibadah, maka pada tanggal 25 Juli 1993 GBI Bethany secara resmi ditahbiskan dan Pdt. R. Bambang Jonan sebagai Gembala Sidang. Pentahbisan dilakukan oleh ketua BPD yang pada masa itu dijabat oleh Bapak Alm. Pdt. J. Simangunsong bertempat di Wisma Benteng. Tetapi ternyata perjuangan belum berhenti sampai disini, setelah gereja resmi ditahbiskan, bukan berarti Wisma 62 Benteng akan digunakan seterusnya sebagai tempat ibadah, justru sejak saat itu wisma tersebut tidak pernah digunakan lagi dalam ibadah-ibadah berikutnya. Akibatnya pada hari-hari berikutnya ibadah harus berpindah-pindah lagi dari Balai Kartini, lalu pindah ke Dharma Deli dan lain-lain. Dengan sedikit bercanda Pdt. Bambang sempat mengatakan, “Jadi gereja ini betul-betul sebagai gereja Kemah (pondok) Daud yang sesungguhnya,—kemahnya pindah-pindah—karena kerjanya camping terus”.79 Usaha mencari tempat ibadah yang permanen terus berlanjut. Beberapa bulan berikutnya, atas bantuan dari alm. Bapak P.H. Napitupulu yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komersil PTP IX merasa terpanggil untuk membantu gereja memperoleh tempat ibadah yang permanen. Lalu dengan penuh harapan, kemudian Bapak Napitupulu menghadap pihak Hotel Danau Toba International yang diwakili oleh Ibu Vera Pardede (Istri dari Bapak Drs. Rudolf M. Pardede, salah seorang pemilik HDTI dan mantan Gubernur Sumatera Utara) untuk menjajaki kemungkinan salah satu ruang pertemuan hotel agar dapat disewa secara permanen untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Setelah melalui negosiasi pihak hotel setuju dan memberikan izin kepada gereja untuk memakai salah satu ruang pertemuan yang akan digunakan untuk ibadah pada hari minggu. Karena gedung yang disewa adalah sebuah ruang pertemuan (convention) yang berada didalam kompleks hotel, maka tidak memungkinkan seluruh aktifitas 79 Disampaikan dalam kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran pada tanggal 25 Maret 2011 63 perkantoran dan administrasi gereja dilakukan didalamnya, terlebih lagi ruangan yang disewa hanya dapat digunakan pada hari minggu untuk Ibadah Raya. Sehingga ketika jemaat datang ke tempat yang sama dihari berikutnya, jemaat tidak akan menemukan gereja disitu. Bisa saja gedung tersebut akan digunakan untuk resepsi pernikahan, launching product, atau bahkan konser Justin Bieber disitu ungkap Pdt. A.K Harahap dengan sedikit bercanda.80 Tetapi ketika kita menggunakan tempat tersebut sebagai tempat ibadah yang kita mulai lakukan dari pukul 09:00-11.00 WIB, maka Allah akan hadir di tempat itu pada jam 09:00-11.00 WIB juga. “Saya yakin Allah tidak akan hadir saat Justin Bieber konser disitu” ungkap Beliau tegas.81 Melihat kondisi tersebut, agar tidak mengganggu kelancaran administrasi, maka aktivitas perkantoran dan administrasi gereja masih tetap berada di ruko yang berada di Jalan Teuku Umar. Hal ini berlaku untuk semua cabang GBI yang menggunakan ibadah di gedung-gedung pertemuan yang tidak memiliki kantor gereja. Administrasi dipusatkan hanya pada satu kantor saja. Seiring dengan waktu berjalan, gereja ini mulai mengalami pelipatgandaan dalam jumlah jemaat dan pengerja yang bergabung ikut melayani dalam gereja. Melalui GBI HDTI kemudian gereja ini terus berkembang dan membuka gereja-gereja cabang yang lain, seperti: GBI Pardede Hall, GBI Setia Budi, GBI Pematang Siantar, GBI Novotel, GBI 80 Disampaikan dalam ibadah doa puasa pada hari sabtu, 30 April 2011 di GBI Medan Plaza, lantai 6. 81 Penulis mengartikan apa yang diungkap Pdt. A.K Harahap bahwa kata “hadir” dimaksudkan dalam konteks Allah “hadir dan bertakhta” di tempat itu pada saat ibadah pujian dan penyembahan dilakukan, karena sesungguhnya Allah itu maha hadir Omni Presence. Saya lebih mengapresiasi yang dimaksud dalam kalimat Pdt. AK. Harahap di atas bahwa bisa saja Allah “hadir” di konser Justin Bieber tetapi Allah tidak “bertakhta” di acara konser tersebut. 64 Selecta, GBI Ria (dulu GBI Resto Surabaya) GBI Deli Tua dan GBI Medan Plaza, hingga akhirnya semua aktivitas perkantoran di pusatkan di GBI Medan Plaza. 2. 2. Sejarah Musik dalam Kekristenan Dalam kitab Yesaya dan Yehezkiel tertulis, Allah memiliki tiga penghulu malaikat yang sangat berperan di Kerajaan Surga. Mereka adalah Gabriel, Michael, dan Lucifer. Gabriel berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan atau rencana Allah bagi manusia. Sementara itu Michael berperan sebagai panglima tertinggi pasukan malaikat. Sedangkan Lucifer adalah malaikat terhormat yang diciptakan Allah. Ia diurapi dan tinggal di suatu tempat yang sangat terhormat di kerajaan Allah, yaitu di gunung kudus Allah untuk menjaga Takhta Allah (Lihat Yehezkiel 28:12-15). Karena kedudukan Lucifer sangat penting dalam kerajaan Allah, membuatnya menjadi sombong, Dalam hatinya Lucifer berkata “Alangkah bahagianya bila pujian itu ditujukan kepadaku! Bagaimana mungkin takhta Allah dapat bertahan tanpa aku?”. Akibat sikapnya yang sombong dan memboikot, kemudian Allah sangat murka dan menghukumnya ke bumi. Dia mengusir dan melemparkan Lucifer dan sepertiga malaikat surgawi yang menjadi kaki tangannya. Kemudian manusia menggantikan Lucifer dan berperan khusus bagi Allah. Allah menciptakan manusia sebagai penyembah-Nya. Lucifer adalah malaikat pemuji yang dianugerahi ketrampilan memainkan alat musik yang identik dengan dirinya. Viols yang kita kenal sebagai violin (biola) berfungsi sebagai pembentuk harmoni, seruling dalam bahasa Ibrani disebut negeb 65 sebagai pembentuk melodi dan genderang dalam bahasa Ibrani disebut toph yang berarti tambur yang dalam Alkitab bahasa Inggris disebut timbrel sebanyak sembilan kali dan tabret82 sebanyak delapan kali. Sebagai instrumen perkusif yang membawa ritme. Lucifer sangat paham bahwa musik dapat mempengaruhi tubuh, jiwa dan roh, ia juga sangat paham bagaimana peranan musik dalam pujian dan penyembahan. Lalu ia memanfaatkan musik untuk mengajak manusia agar menyembah kepadanya. Winardo Saragih mengatakan saat ini banyak kita jumpai pemusik dunia yang secara terang-terangan mengajak pendengarnya untuk menyembah setan. Musik berasal dari Allah, sehingga manusia wajib mengembalikannya kepada Allah dengan memuliakan-Nya. Karena Lucifer berada di tempat yang terhormat dikerajaan Allah, maka Ia berperan sebagai pemimpin semua malaikat penyembah yang senantiasa berada di takhta kemuliaan Allah. Dalam Yehezkiel 28:13 versi King James (KJV) tertulis: Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. Thou has been in Eden the garden of God; every precious stone was thy covering, the sardius, topaz and the diamond, the beryl, the onyx, and the jasper, the sapphire, the emerald and the carbuncle, and gold; the 82 Curt Sach dalam bukunya A History of Musical Instruments tertulis bahwa alat musik ini dibuat dari silinder kayu dengan lapisan kulit di kedua ujungnya tanpa lempengan yang bergemerincing (seperti yang terdapat pada rebana) Curt Sachs, The Rise of Ancient World East and West, New York,1943 dalam Mike & Viv Hibbert, Pelayanan Musik,1988,Yogyakarta: Penerbit Andi, hlm.12. 66 workmanship of the tabrets and of thy pipes war prepared in thee in the day that thou war created (Versi King James). Dalam versi King James tertera kata tabrets dan pipes yang merupakan alat musik ciptaan Allah dan melekat atau identik pada diri Lucifer. Tabrets adalah sejenis alat musik perkusi seperti rebana. Pipes adalah sejenis alat musik tiup. Kemudian satu lagi alat musik yang diidentikkan kepada Lucifer yaitu gambus (Yesaya 14:11). Kita juga dapat melihat dalam Alkitab versi King James (KJV) ditulis kata viols, yang diidentikkan dengan alat musik berdawai. Ada banyak alat musik yang disebutkan didalam Alkitab. Semua alat musik tersebut digunakan untuk mempersembahkan puji-pujian kepada Allah, alat musik itu diantaranya seperti tambur, kecapi, terompet, organ, seruling, alat musik dengan sepuluh tali (sejenis lute), cymbal atau canang yang bersuara sangat nyaring, dan lain-lain.83 2. 3. Apa Itu Musik Gereja?84 Musik gereja disusun atas beberapa komponen, walaupun bagi orang-orang yang berkecimpung didalamnya tidak akan berkata apa-apa terhadap orang yang meneliti bagaimana musik gereja itu, serta membuat konsep apa itu musik gereja. Musik gereja akan memiliki beragam defenisi, sangat tergantung dari subyek yang menilainya. Bagi seorang musisi gereja, musik gereja merupakan sebuah program peran serta dalam paduan suara dan kelompok musik; sebuah saluran bagi ungkapan sendiri; sebagai penampilan tunggal; pemimpin dan pengiring; sebuah arti 83 Mike & Hibbert, Op.Cit., hlm.145. John F Wilson, An Introduction to Church Music, Moody Press.Chicago,1965.hlm.7 84 67 menyeluruh dimana ia mampu menuliskan talenta musiknya dan berlatih menerapkan dengan baik; sering sebagai sumber penghasilan dan lebih penting lagi sebagai bukti melayani Tuhannya dan gerejanya. Bagi Pendeta, musik gereja merupakan sebuah bantuan bagi jabatannya sendiri di gereja, layaknya sebagai sumber aktivitas yang bermanfaat bagi Departemen Agama Kristen dan semua anggotanya. Bagi anggota gereja, musik gereja merupakan bagian dari banyak fungsi gereja yang mengharuskan peralatan, pengalihan jatah, perencanaan waktu bagi latihan tetap dan acara tertentu, pembayaran gaji (PK: Persembahan Kasih), dan kerjasama dengan semua departemen dalam gereja. Meskipun pernyataan di atas hanya sekedar menyamaratakan, namun telah membuat banyak aspek ilustrasi dari musik gereja. Untuk lebih ringkasnya, ini merupakan jenis musik musikal, organisasi, perlengkapan, kesempatan berpartisipasi, sebuah ‘operasi’ yang mahal, dan sebuah profesi. Merupakan lembaga yang memiliki daya tarik namun dalam bentuk seni yang kompleks. Agar lebih memahami seluruh fungsi dari musik gereja, seseorang harus mempelajari cara menghargai satu sama lain dari segala aspek dan melihat hasil keseluruhan dari lembaga musik gereja kepada setiap individu di gereja lokal, di luar lembaga, bahkan sampai lintas luar wilayah. Sebelum mempelajari perbedaan karakteristik dari musik gereja, pertama kita harus mengakui fakta dari musik itu sendiri. Oleh karena fungsinya sama di segala cara sama seperti musik-musik yang lain untuk beberapa poin tertentu, yakni mendapatkan hasil yang sama. Musik adalah 68 hal yang pasti diantara sains dan seni. Keduanya melibatkan komposisi, pertunjukan, dan banyak faktor pendegar akan musik. Meskipun faktanya sangat sulit untuk memutuskan hanya berdasarkan dimana yang satu akan berakhir dan yang lainnya akan dimulai. Sangat penting untuk mempertimbangkan aspek penambahan untuk keduanya.85 2. 4. Musik Dalam Ibadah Menurut Fungsionalisme Alan P. Merriam dalam teorinya use and function menuliskan pentingnya membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Ketika saya mengkaitkan tentang penggunaan musik dalam ibadah, maka akan menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam lingkungan gereja, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat (ibadah), baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (Merriam, 1964:210 dalam Takari 2008). Sementara Malinowski memandang fungsi sebagai suatu sumbangan bagi sesuatu. Ia mengatakan bahwa fungsi diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan (needs).86 Berdasarkan pemikiran Malinowski tersebut, artinya musik merupakan sebuah kebutuhan bagi jemaat yang harus dipenuhi oleh gereja dalam setiap ibadah. 85 John F. Wilson, Op.Cit.,hlm.8. J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya,PT. Gramedia, Jakarta.1987,hlm.51 86 69 Dengan penyajian musik dalam ibadah berarti gereja telah memenuhi kebutuhan (needs) jemaat. Sementara Durkheim dalam tulisannya Règles de la Methode sepintas lalu menjelaskan fungsi sebagai sesuatu kenyataan sosial yang harus dicari dalam hubungannya dengan tujuan sosialnya.87 Artinya ibadah kontemporer bertujuan sebagai wadah jemaat berkomunikasi dengan Sang Khalik fakta sosialnya tidak terlepas dari musik sebagai media doa yang dipanjatkan. Musik dalam ibadah secara fungsional berarti bermanfaat bagi sesuatu, dalam sosiologi berkaitan dengan tindakan manusia, yang selalu merupakan tindakan yang bertujuan tertentu, tanpa mempersoalkan apakah tujuan itu disadari atau tidak. Sehingga jelas, bahwa musik dalam ibadah kontemporer dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yakni berkomunikasi dengan Allah, yang dilakukan secara sadar maupun tidak. 2. 5. Kontekstualisasi Musik Gereja 2. 5. 1. Lahirnya Istilah Kontekstualisasi Sekarang ini terdapat berbagai jenis denominasi gereja di dunia, termasuk di Indonesia. Setiap denominasi memiliki tata ibadah dan gaya musik yang berbeda dalam menyembah Tuhan. Selama perjalanan gereja di dunia telah terjadi banyak perubahan di dalamnya. Perubahan tersebut tentu tidak lepas dari konteksnya, seperti letak geografis, budaya, sosiologi, nilai-nilai religius dimana masyarakat itu berada. 87 J van Baal,Op.Cit.,hlm.51. 70 Begitu juga dengan gereja dalam menapaki jaman, gereja dan teologiapun diharapkan mampu menjawab permasalahan jemaat dalam konteksnya, sehingga perlu adanya Teologi Kontekstual. Sebuah karya selalu diciptakan dalam konteksnya, tidak hanya teologi dan dogma, musik juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan jaman, perkembangan filsafat, perubahan sosial bahkan pengaruh teknologi.88 Pemahaman dan pendekatan saya terhadap kontekstualisasi dalam musik gereja setidaknya akan sangat bergantung kepada kemampuan yang saya lakukan untuk mencari usaha-usaha aktif maupun yang sengaja dilakukan untuk menyampaikan Injil Yesus melalui musik sebagai berita agamawi yang isinya khusus dan jelas melalui lintas budaya. Istilah kontekstualisasi telah digunakan secara luas dalam berbagai disiplin pada dekade-dekade akhir di abad ke-20. Untuk memahami dan menerapkan musik gereja dalam konsep kontekstualisasi maka sangat diperlukan pemahaman dasar dari konsep ini. Kata “kontekstualisasi” pertama sekali muncul dalam terbitan TEF (1972), yakni Theological Education Fund (Dana Pendidikan Teologi). Munculnya istilah tersebut sebagai bukti bahwa kontekstualisasi berakar pada ketidakpuasan terhadap model-model pendidikan teologis yang tradisional. Dalam salah satu kutipan dokumen TEF menunjukkan pemahaman terhadap kontekstualisasi. Kontekstualisasi sebagain konsep sentral disebutkan sebagai kemampuan untuk menaggapi Injil sesungguhnya kedalam kerangka situasi seseorang. 88 Kristian Feri Arwanto dalam www.gkj.or.id 71 Kontekstualisasi bukanlah semata-mata mode atau semboyan melainkan kebutuhan teologis yang dituntut oleh Firman yang telah menjadi daging di dunia. Implikasinya kontekstualisasi mencakup segala sesuatu yang tersirat dalam istilah “pempribumian”, tetapi lebih daripada itu. Istilah “pempribumian” cenderung digunakan dalam pengertian menanamkan Injil ke dalam suatu budaya tradisional. Sedangkan kontekstualisasi dengan tidak mengabaikan konteks-konteks budaya, memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan perjuangan manusia demi keadilan, yang menjadi ciri saat ini dala sejarah bangsa-bangsa Dunia Ketiga.89 Kontekstualisasi sifatnya dinamis bukan statis. Kontekstualisasi mengakui sifat terus-menerus berubah dari setiap situasi manusia dan kemungkinan akan terjadinya perubahan, hingga membuka jalan bagi masa depan. Tetapi kontekstualisasi tidak menyiratkan isolasi bangsa-bangsa dan budaya-budaya. Sementara di dalam masing-masing situasi budaya yang berbeda-beda orang harus bergumul untuk mendapatkan kembali identitas mereka dan menguasai sejarah mereka sendiri, tetapi masih memiliki saling ketergantungan konteks.90 Hesselgrave menuliskan defenisi kontekstualisasi sebagai istilah baru atau neologisme teknis. Kata ini mungkin untuk menandakan kepekaan baru (diperbaharui) terhadap kebutuhan menyesuaikan pemberitaan terhadap konteks budaya. Sementara ahli evangelikal memberi pandangan berbeda terhadap istilah kontekstualisasi dengan mengatakan: 89 David J. Hesselgrave & Edward Rommen, Kontekstualisasi-Makna, Metode dan Model,BPK Gunung Mulia,1995.hlm.51 90 David J. Hesselgrave, Ibid.,hlm.53 72 “Kami memahami istilah tersebut sebagai membuat konsep-konsep atau cita-cita menjadi relevan dalam suatu situasi tertentu” (Kato 1975:hlm.1217). “[Kontekstualisasi adalah] penerjemahan isi Injil Kerajaan yang tidak berubahh ke dalam bentuk lisan yang bermakna bai bangsa-bangsa dalam budaya mereka dan dalam situasi-situasi eksistensial mereka” (Nicholls 1979:hlm.647.) “Kontekstualisasi yang diterapkan secara tepat berarti menemukan implikasi-implikasi yang sah dari Injil dalam suatu situasi tertentu. Ini lebih dalam daripada penerapan saja. Penerapan dapat dibuat atau tidak dibuat, dan teks tetap sama. Tetapi implikasi-implikasi dituntuk oleh tafsiran teks yang tepat” (Peters 1977:hlm.169)91 Kata kontekstualisasi (contextualization) berasal dari kata konteks (context) yang diangkat dari kata Latin “Contextere” yang artinya menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu. Agar lebih memahami istilah ini, maka masih ada beberapa istilah yang saling berhubungan antara lain: Teks dan Konteks. Mengenai kedua istilah tersebut, Konteks adalah suatu kesatuan atau kumpulan kalimat di mana didalamnya terdapat teks.92 Kontekstualisasi mengakibatkan gereja mengalami perubahan dalam gaya penginjilan, termasuk melalui musik. Sehingga musik gereja juga memiliki berbagai jenis genre musik. Tidak merujuk kepada salah satu genre musik tertentu, musik gereja itu seharusnya berupa functional art (seni yang berfungsi) bukannya absolute art (seni mutlak). Musik gereja adalah musik dengan tujuan memuliakan Tuhan dan 91 Dalam David J. Hesselgrave, Op.Cit.,hlm.54 Yopie Tomatala.,M.Div,M.I.S.,Penginjilan Masa Kini,1988,hlm.63. 92 73 mendatangkan berkat bagi jemaat agar mereka bisa bertumbuh rohaninya.93 Menurut Bapak Obed Sembiring tidak semua musik dapat “diterima” dan layak dalam ibadah pujian dan penyembahan. Menurut Beliau, musik yang berkenan dihadapan Tuhan adalah musik yang dilakukan dengan hati “menyembah” saat dilakukan penyembahan dan musik yang “berdoa” saat dilakukan doa serta musik yang “memuji” saat dilakukan pujian.94 Dalam konteks ini beliau tidak berbicara tentang genre musik, namun lebih kepada muatan musik itu sendiri. Sebagian orang Kristen menilai musik yang tidak berkenan kepada Tuhan adalah musik setan, tetapi harus diingat bahwa dalam pandangan teologi, setan tidak menciptakan musik karena musik berasal dari Allah dan musik diciptakan untuk memuliakan nama-Nya.95 Genre musik bukan menjadi masalah mendasar dalam musik gereja, tetapi lebih kepada muatan musik tersebut. Dalam gereja, musik bisa saja berasal dari genre musik tertentu, seperti pop, gamelan, musik gendang Karo, dan sebagainya, sepanjang musik itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan berkat bagi jemaat yang mendengarkannya. Tuhanlah yang memberikan inspirasi bagi manusia untuk menciptakan musik. Oleh karena itu janganlah kita membatasi musik hanya karena kita punya nilai kebenaran dalam musik yang kita pahami. Sebenarnya tidak ada musik yang merasa lebih layak dan unggul antara satu genre musik dengan 93 http://gema.sabda.org Disampaikan dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 09:46 WIB di GBI Medan Plaza 95 Segala sesuatu yang berasal dari Allah memiliki sifat baik. Menurut pandangan Kristiani Allah adalah Allah dari keberagaman, Ia tidak berdiri di atas keberagaman, sebab itu Allah tidak bisa diukur sesuai selera pribadi, karena hal itu menjadikannya sombong karena membatasi dan merendahkan Allah (Saragih, Op.Cit.,hlm.75) 94 74 genre musik yang lain, musik akan indah di mata Tuhan ketika kita mengembalikan musik itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Kristian Feri menuliskan bahwa kita tidak berhak menghalang-halangi seseorang yang hendak mengekspresikan imannya melalui pujian dan kita memandangnya dengan sebuah penghakiman hanya oleh karena musik itu, yang belum tentu Tuhan merasa hal itu tidak layak. John F. Wilson mengatakan musik itu sendiri tidak mampu menjadikan seseorang menjadi Kristen, juga tidak membuat mereka menyembah. Dalam kenyataannya, bagian pokok keberadaan musik gereja saat ini tidak memiliki perbedaan gaya dalam pelaksanaannya (aransemen), dalam tatanan fisiknya (instrumen), dan untuk tujuan-tujuan yang lain. Perbedaan-perbedaannya terletak pada penggunaanya.96 Ketika semua musik menyajikan pesan, musik gereja ditampilkan untuk mengekspresikan tujuan dalam menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan. Sebuah ibadah dengan “goal” penginjilan itu sendiri akan dipenuhi jemaat ketika pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen. Oleh karena itu perbedaan kualitas musik rohani dengan musik sekuler adalah sebagai berikut: 96 John F Wilson, Op.Cit.,hlm.17 75 Sumber Pesan: Tuhan Pesan: Keselamatan melalui Kristus; Penyembahan kepada Tuhan Sumber kekuatan komunikasi: Roh Kudus Tabel 1. Muatan isi dari musik gereja (rohani) (Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music) Melalui diagram di atas jelas, bahwa yang membedakan musik gereja, musik rohani Kristen, atau lagu rohani dengan musik sekuler atau musik “dunia” adalah memiliki muatan pesan dari Tuhan. Saya mengkaitkan dengan musik Kristen kontemporer dalam tradisi Kharismatik agar menjadi jelas, bahwa musik gereja tidak berbicara tentang genre musik, seperti gospel, himne dan sebagainya selama ia memiliki ketiga hal pokok di atas dan mendatangkan berkat bagi jemaat yang menyanyikan dan mendengar maka musik itu menjadikannya berkenan bagi Tuhan. Namun akhir-akhir ini menurut Pdt. R. Bambang Jonan industri musik rohani sudah mulai “kacau” dan menjauh dari pesan-pesan Firman Tuhan. Sehingga beliau mulai “menegur” Jonathan Prawira karena ia sebagai salah seorang pelaku dalam industri musik rohani yang cukup produktif, Jonathan mengatakan dirinya tidak bisa menghindar dari keinginan industri musik yang menginginkan musik rohani yang mengikuti selera pasar dibanding dengan menyampaikan Firman Tuhan, “Jika tidak 76 maka kaset saya tidak laku, ujarnya”. Pdt. R. Bambang Jonan melihat ada motivasi lain dengan menciptakan lagu-lagu—yang “dianggap” rohani tadi—yakni mau cari duit dan mau jadi orang terkenal. Sehingga Pdt. R. Bambang Jonan mulai mendorong para penulis lagu untuk menciptakan lagu-lagu yang tidak bertujuan untuk menyejukkan jiwa, tetapi saya mulai mendorong para penulis lagu untuk menuliskan Firman Tuhan melalui lagu-lagu mereka. Sehingga lagu tersebut bukan sekedar katakata fakir dari lagu, tetapi merupakan Firman Tuhan yang dinyanyikan.97 Ada dua perbedaan besar antara mereka yang menginginkan pencapaian duniawi yang sekuler dan bagi mereka yang mendidikasikan pelayanan sakral dalam musik, yaitu: motif dan cara mereka melaksanakan. Kedua pelaku tidak memiliki keraguan untuk memulainya dengan satu tujuan yang diatur dengan jelas kepada siapa mereka ingin melayani: “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu ingin beribadah” (Josua 24:15). Keduanya akan diteruskan untuk menggunakan media yang sama, yakni musik. Keduanya mungkin bahkan memiliki derajat yang sama dalam perbedaan latihan dan peralatan. 97 Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011 di GBI Medan Plaza Lantai 7 77 Motif ► Musik Media ► Pemenuhan motif ► Hasil pelaksanaan ► Menghormati Tuhan (Tujuan spiritual) Menyenangkan Manusia (Kepentingan pribadi) Sebuah pertunjukan artistik, termotivasi hasrat sekuler Hiburan, keegoisan pribadi Sebuah pertunjukan artistik, diberi wewenang dari Roh Kudus Penginjilan rohani Tabel 2. Perbedaan tujuan musik sekuler dan musik gereja (Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music) Tetapi alasan-alasan yang sulit akan memberikan cara berbeda melalui penafsiran dan persentasi. Pada kedua hal di atas sebuah ibadah bisa berakhir menjadi sebuah pertunjukan seni, yang mana aspek dari musiknya tetap berhubungan dengan Tuhan, tetapi pemenuhan alasan akan berbeda-berbeda karena alasan-alasan mereka sendiri secara langsung berlawanan. Bagi musisi sekuler akan melakukan penampilan dengan sepenuh hati kepada manusia, sementara bagi imam musik akan memberikan pelayanan: “Kesatuan hati kepada Kristus; tidak dengan pelayanan mata untuk kesenangan para lelaki; tetapi sebagai hamba Kristus, yang melakukan perintah Tuhan dengan sepenuh hati” (Efesus 6:5,6). 78 Saya perlu menggaris bawahi, selaras dengan pemikiran Alan P. Merriam, pertama jika lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan digunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka musik tersebut berfungsi (function) sebagai kesinambungan memelihara hubungan yang intim dengan Tuhan. Sedangkan jika lagu-lagu yang bermuatan pesan Tuhan tersebut dilihat dari penggunaannya (use) maka hanya untuk memenuhi jadwal-jadwal worship leader melakukan kegiatan dalam satu ibadah. Kedua, John F. Wilson mengatakan lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan bukanlah lagu yang tercipta dari hasil pemikiran logis seorang komposer. Roh Kudus yang memampukan serorang komposer untuk menulis mana yang secara spiritual dapat ditampilkan dengan efektif. Seorang imam musik dan komposer yang terlibat dalam ibadah menyerahkan hidupnya dan bakatnya dalam jalannya “proyek” penyajian pesan kerohanian yang mampu dipahami oleh jemaat. Dan seorang pendengar secara fisik dan mental dipersiapkan untuk merespon terhadap pesan yang diberikan padanya. Kekuatan Roh Kudus merupakan kekuasaan yang agung dan sebuah kekuasaan yang besar yang jauh lebih penting dari kemampuan alamai, pemahaman dan inspirasi. 2. 5. 2. Sejarah Transformasi Musik Dalam Gereja Setelah Daud melayani di tabut Allah selama 30 tahun, Salomo (anaknya) juga membangun tabernakel ketiga (Bait Salomo) seperti petunjuk yang diberikan Daud ayahnya kepada dia. Dalam pandangan teologia apa yang dilakukan Daud dan 79 Salomo tersebut adalah keajaiban, karena musik pada masa itu dianggap demikian indah dengan improvisasi tingkat tinggi (high class improvisation) dan menggunakan tangga nada microtonic intervals98 sehingga amat sulit untuk didengar sebagai satu kesatuan suara yang utuh.99 Nada-nada yang digunakan pun “anggun” dan menghiasi syair-syair dalam musik, ditampilkan dengan jumlah pemusik dan penyanyi yang banyak merupakan suatu keajaiban bisa menghasilkan satu musik yang harmonis. Pada masa itu kemurtadan dan ketidakpercayaan memuncak, akibatnya alatalat musik dan penyanyi tidak digunakan sebagai media penyembahan, hal ini mendapat larangan dari kaum Farisi.100 Sehingga pada masa itu di dalam gereja yang terdengar hanya firman yang dilagukan oleh Pendeta dan lagu-lagu yang didendangkan oleh worship leader. Akibatnya para penyembah berhala mulai menggunakan alat-alat musik untuk kepentingan penyembahan mereka. Hal ini terjadi setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 s.M. Selama ribuan tahun, telah banyak terjadi kontroversi di tubuh gereja tentang pemakaian alat musik, musik dan penyanyi di dalam kebaktian penyembahan. Dari hal ini kita bisa melihat bahwa kesadaran Daud akan pergerakan musik dalam konteks sudah dikerjakan pada masa itu. Dalam teologia jelas sekali bahwa Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang sekarang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam musik gereja ketika berkomunikasi dengan Allah. 98 Interval nada mikro yang lebih kecil dari setengah nada Mike & Viv Hibbert, Op.Cit.,hlm.32. 100 Satu golongan dari para rabi dan ahli Taurat yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang pada Taurat Musa dan pada adat istiadat nenek moyang (Matius 15:2). Seluruh hukum dan peraturan mereka taati secara mutlak. 99 80 Kitab Perjanjian Baru memberi petunjuk tentang apa saja yang telah diwahyukan kepada Daud dan meneruskannya. Perubahan ini tidak akan berhenti dan akan terus terjadi sepanjang perjalanan gereja itu sendiri. Akar dari perubahan ini tentunya sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh Ambrosius dan Gregorius Agung yang telah mempengaruhi perkembangan musik Barat dan khususnya musik gereja pada jaman-jaman selanjutnya.101 Gereja terus mengalami transformasi dalam berbagai aspek, dalam musik gereja tidak memperkenankan berbagai instrumen digunakan dalam ibadah karena dianggap berasal dari “dunia” (sekuler). Ini terjadi disebabkan dimasa kekaisaran Nero yang kerap melakukan pembantaian terhadap jemaat sambil diiringi organ. Juga penganiayaan terhadap jemaat yang dilakukan dimasa kekuasaan Romawi dengan cara memasukkan ke kandang singa sambil diiringi organ, tarian dursila. Dan pertujukan teaterpun dilakukan dengan iringan organ. Sehingga pasca penghancuran Bait Allah, jemaat kehilangan penghargaan terhadap pemanfaatan alat musik popular pada jamannya (organ). Proses masuknya alat musik ke dalam gereja tidaklah mudah, banyak perselisihan dan perpecahan antara orang-orang yang berseberangan. Gereja selama ratusan bahkan ribuan tahun telah menggunakan musik berupa mazmur dan himne. Hingga akhirnya reformasi yang dilakukan Marthin Luther ±500 tahun yang lalu mendorong gereja untuk menggunakan berbagai jenis musik untuk menyembah Tuhan. Luther berkata “Kita tidak boleh membiarkan iblis sendiri yang menggunakan 101 Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musicians-Volume VII,hlm.696 81 nada-nada terbaik”.102 Selain teologi, Luther juga menekankan pentingnya musik, ia kemudian memasukkan musik dan nyanyian pujian sebagai bagian penyembahan yang terpenting dalam gereja. John Knox memulai suatu usaha untuk menggunakan organ sebagai alat musik di gereja pada masa itu, sebelumnya organ dikenal sebagai siulan iblis. Saya kemudian menelaah dimasa sekarang ini, apa yang terjadi ribuan tahun yang lalu juga sebenarnya masih terjadi di dalam gereja di Indonesia khususnya. Masih banyak perselisihan pada awal terbentuknya gereja di Indonesia yang melarang musik tradisional digunakan dalam ibadah di gereja. Bandingkan pula ketika terjadi perselisihan paham perihal masuknya alat band dalam gereja yang dianggap tabu, tidak mencerminkan identitas, euphoria belaka, sensual, dan sebagainya. Dari tidak boleh hingga diperkenankannya instrumen masuk dalam gereja, ini membuktikan bahwa jemaat pada masanya menyadari bahwa bukan musiknya yang tidak indah, tetapi ketika manusia itu tidak memanfaatkan musik dengan baik, maka ia sedang merusak musik yang seharusnya untuk memuliakan Allah.103 Apa yang terjadi dalam tubuh gereja dalam penggunaan musik dan instrumen dalam ibadah selalu menunjukkan sesuatu yang baru terhadap sejarah musik gereja itu sendiri. Ketika sebuah gereja mengizinkan satu alat musik masuk ke dalamnya, tentu akan merubah gaya musik dalam ibadahnya. Perubahan itu tentu akan sangat mempengaruhi terhadap pola pikir jemaat di dalamnya ketika memaknai Tuhan yang 102 Djohan E. Handojo, The Fire of Praise and Worship, Andi Offset Yogyakarta,2007. hlm. 5 Kristian Feri Arwanto, Op.Cit.,dalam http://gkj.org 103 82 mereka sembah (prima theologia) yang akhirnya akan membawa perkembangan ke dalam teologi yang ada. Proses perubahan itu akan terus berlanjut seiring perkembangan teknologi industri dibidang musik dan pola pikir manusianya. Saya menilai dan membandingkan keterbukaan jemaat sejak gereja ada di dunia dengan keadaan jemaat masa kini setelah 2000 tahun. Transformasi dalam musik gereja merupakan bukti adanya keterbukaan jemaat pada masanya. Jemaat mau mengaplikasi budaya lokal dan asing sebagai bagian integral dalam ibadah, begitu juga terhadap pola musik yang kontekstual dan kontemporer dimasanya. Jika Daud di masanya menggunakan kecapi, gambus, rebana dan gendang maka dengan perkembangan teologi dan ajaran membawa perkembangan pola musikal serta cara untuk mengekspresikan iman melalui nyanyian gereja-gereja masa kini juga melakukan kontekstualisasi terhadap instrumen yang digunakan dalam ibadah. Ketika kita akan mengkontekstualisasikan musik dalam ibadah, harus terlebih dahulu melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya budaya. Perlu diperhatikan agar musik yang kontekstual tersebut tetap merefleksikan Firman Allah. Tidak harus mengacu kepada genre musik atau instrumen tertentu, tetapi tetap mendorong jemaat dalam penyembahan lebih baik. Firman Allah sebagai alat untuk menuntun orang Kristen dalam menelaah musik yang tepat pada jamannya. (Lihat Mazmur 43:3; 119:105; 2 Timotius 3:16-17) Perubahan dalam musik gereja menjadi musik Kristen kontemporer dikarenakan kondisi masyarakat gereja tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya setempat. Terutama bagi masyarakat perkotaan yang bersentuhan langsung dengan 83 budaya luar. Hal ini terbukti berhasil di gereja tradisional yang merubah gaya ibadahnya. Sesungguhnya tidak ada yang salah secara spiritual maupun teologis dalam penggunaan musik kontemporer dalam pujian penyembahan.104 2. 5. 3. GBI Medan Plaza: “Porsi” Musik Yang Lebih Besar Memuji Tuhan dalam gereja dilakukan secara beragam, Gereja Katholik melakukan inkulturasi dan berusaha memasukkan kebudayaan lokal dalam proses penginjilan di setiap daerah yang berbeda, hal ini dianggap lebih efektif selama hal tersebut tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Seperti halnya Gereja Katolik yang menggunakan alat musik Karo dalam ibadah misa, atau Gereja Kristen Jawa (GKJ) menggunakan perangkat gamelan dalam ibadah mereka. Namun ada juga gereja yang menolak musik dalam gereja sebagai musik, sehingga mereka mengatakan “I don’t have music on my service”, walaupun orang yang mendengarnya tetap menyebut hal itu sebagai musik. Ada dua hal penting dalam ibadah Kristiani, yakni (1) pujian dan penyembahan, (2) pelayanan firman. Musik merupakan syarat mutlak dalam pujian, karena umat Kristen meyakini bahwa Allah bertakhta di atas pujian umat-Nya105. Saya merasa perlu mengingatkan bahwa musik dalam gereja dapat dikategorikan dalam dua bagian, yaitu musik musik instrumen dan musik vokal. Bagi gereja-gereja tradisional yang ibadahnya bersifat liturgis, peranan musik instrumental dalam ibadah 104 Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.67 Lihat Mazmur 66:17 dan Efesus 5:19 105 84 dapat digantikan oleh nyanyian vokal tanpa harus ada iringan alat musik, artinya dalam gereja tradisional ibadah masih dapat berlangsung dengan lancar dan hikmat tanpa iringan alat musik. Berbeda dengan ibadah kontemporer yang menuntut perhatian peranan instrumen musik dalam ibadah. Saya menemukan dalam sebuah ibadah pemuda (youth service) di salah satu cabang GBI Medan Plaza, tidak ada seorang imam musik pun yang datang melayani musik dengan berbagai alasan yang “sengaja diciptakan”. Setelah waktu ibadah lewat 30 menit dari jadwal semula, dan gereja telah terisi oleh jemaat muda-mudi yang memadati ruang ibadah, namun ibadah belum juga dimulai karena tidak ada seorangpun yang bisa melayani—walau hanya dengan alat musik gitar—dalam bidang musik. Lalu koordinator pemuda106 menghubungi saya agar segera membantu melayani musik agar ibadah dapat segera dimulai. Saya kemudian berhipotesa ‘sedikit’, bahwa ibadah kontemporer tidak berjalan “mulus” tanpa iringan alat musik? Wilfred J. Samuel dalam bukunya melontarkan pertanyaan, akankah gereja Kharismatik bubar, jika tidak ada musik? (instrumen yang mengiringi) Kemudian saya mengarahkan pertanyaan ini ke dalam konteks GBI Medan Plaza. Tetapi merupakan fakta yang saya temukan bahwa musik menjadi sebuah “urgensi” bagi kalangan GBI Medan Plaza. Sebenarnya musik dan gereja merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Tidak ada gereja Tuhan yang dapat lepas dari peran musik. Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring, satu yang perlu diperhatikan, bahwa setiap 106 Pelayanan yang bertanggung jawab terhadap kelancaran akan berlangsungnya ibadah pemuda. 85 gereja memiliki “porsi” musik nya masing-masing, setiap gereja memiliki visi dan misinya masing-masing. GBI Medan Plaza dengan misi yang diberikan Tuhan untuk memulihkan pondok Daud yang didalamnya ada pujian dan penyembahan, maka musik mendapat perhatian lebih bagi gereja ini. Karena gereja-gereja tradisional yang tidak memiliki tujuan memulihkan pondok Daud dan tidak melakukan pola-pola ibadah seperti yang dilakukan Daud, sehingga ibadah mereka lebih bersifat liturgis. Gereja Kharismatik dalam setiap perayaan (celebration) di dalam ibadah, menjadikan musik sebagai sesuatu yang menjadi perhatian serius. Sudah menjadi sebuah komitmen bagi imam musik yang melayani dibidang ini dan mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pelayanan Tuhan. Dalam ibadah yang sifatnya cenderung “seperti perayaan” atau selebratif tentu tidak ada arti jika dilakukan tanpa musik. Sebuah perayaan tanpa musik hadir didalamnya tentu akan kehilangan makna. Suasana selebratif ini saya yakini menjadi salah satu faktor yang sangat berkontribusi dan dalam menarik kaum muda datang beribadah, khususnya saat ini terhadap bentuk ibadah kontemporer seperti yang terdapat di GBI Medan Plaza dengan musik yang hidup (live music). Gereja ini menggunakan genre musik yang populer, berbeda dengan gereja-gereja tradisional. Banyak anak-anak muda mengaku menjadi tertarik dan ikut beribadah di GBI Medan Plaza dengan alasan musik dan khotbah yang ada dalam ibadah tidak membuat mereka mengantuk di dalam gereja, melainkan justru membuat mereka lebih bersemangat. Saya sendiri tanpa sengaja mendengar di bangku gereja, salah seorang 86 jemaat yang saat itu dipenuhi oleh kaum mahasiswa dan dewasa muda, ia mengatakan “Gaul sekali gereja ini!”. Alasan lain mengapa saya mengatakan musik merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi GBI Medan Plaza. Ketika gereja ini mulai berdiri tahun 1993, gereja ini tidak memiliki tim musik yang bisa melayani dalam ibadah. Karena begitu pentingnya musik bagi gereja ini, hingga Bapak Gembala Pdt. R Bambang Jonan mengunjungi night club untuk mencari pemusik yang akan direkrut untuk melayani di gereja. Pdt. Bambang berkata “mungkin tidak ada Pendeta yang pernah memiliki pengalaman seperti saya”. Yang beliau lakukan adalah mendatangi sebuah night club yang paling terkenal di Kota Medan yaitu night club d’Paris. Ketika di dalam night club, kemudian Pdt. Bambang duduk sendirian dibangku sofa dan disebelah kiri dan kanan beliau adalah hostest (PSK: Pekerja Seks Komersil). “Saya kira tidak ada pendeta yang modelnya seperti ini”107 ungkap Beliau. Melalui perkenalan dengan pemusik-pemusik yang berasal dari night club tersebut, setelah melalui pendekatan, pergumulan dan doa, lambat laun mulai menampakkan hasil yang baik. Mereka mulai bersedia melayani untuk bermain musik di gereja, walaupun mereka belum bisa meninggalkan kehidupan night club secara total. Sehingga tidaklah heran, jika malam minggu atau hari lainnya para pemusik tampil di night club, maka hari minggunya mereka tampil di gereja.108 Pdt. R. 107 Disampaikan dalam mata kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran, Sumatera Resort pada tanggal 25 Maret 2011. 108 Situasi ini sempat menjadi bahan pergunjingan dijemaat maupun pengerja, mereka mengganggap bahwa gereja bisa tercemar oleh orang-orang yang demikian jika dibiarkan tetap 87 Bambang Jonan mengatakan karena “beban” dan “tugas” yang diberikan Tuhan bagi gereja ini untuk memulihkan pondok Daud, dimana musik dan puji-pujian menjadi sangat identik dengan gereja ini. Sehingga orang-orang berpendapat dan mengatakan kepada beliau, “Gereja ini bisanya cuma memuji Tuhan saja, ibadahnya banyak diwarnai dengan musik, pujian, dan penyembahan”. 2. 5. 4. Peranan Imam Musik Dalam setiap kesempatan musik selalu dimainkan sepanjang ibadah di GBI Medan Plaza, bahkan saat khotbah (Firman Tuhan) disampaikan musik tetap dimainkan secara lembut. Sehingga tidak heran jika sejak menit pertama ibadah dimulai hingga kita pulang kita akan terus mendengarkan bunyi musik dalam ibadah di GBI Medan Plaza. Menurut Wilfred sikap memainkan musik sepanjang ibadah, doa, dan khotbah merupakan sikap sebagai keranjingan musik yang berlebihan. Baginya, gereja harus bisa secara hati-hati membedakan antara “musik dalam ibadah” dengan “kecanduan musik dalam ibadah”. Gejala kecanduan tersebut diantaranya, keranjingan musik yang berlebihan dalam ibadah, memasukkan musik keras yang ekstrem, tidak mampu membedakan musik dengan berisik (noise), musik yang dimainkan hanya semata-mata untuk menggerakkan emosi yang akan berakhir kepada suatu ecstasy sehingga ibadah menjadi bergantung kepada instrumen musik— melayani di gereja. Karena tidak mungkin sesudah “melayani” di night club pada sabtu malam, yang bisa saja mereka mengkonsumsi alkohol, terlibat narkoba, seks bebas, dan sebagainya, lalu minggu paginya mereka melayani di gereja dengan tangan mereka yang “tercemar”. 88 khususnya musik Barat—agar memberi dampak rohani.109 Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring sebagai koordinator Departemen Musik GBI Medan Plaza menuturkan, bahwa musik yang dimainkan sepanjang ibadah bukan sebagai sikap keranjingan terhadap musik. Tugas imam musik itu sesungguhnya adalah pengangkat “senjata”. Dalam konteks saat ini, imam musik tidak lagi memimpin peperangan dalam arti harafiah sebagai sebuah medan pertempuran melawan manusia—dalam teologia disebut berperang dengan darah dan daging— namun yang menjadi tanggung jawab imam musik secara Alkitabiah adalah memimpin peperangan rohani melawan penghulu-penghulu di udara dan kuasa-kuasa gelap (Iblis)110. Menurut Pdt. R. Bambang Jonan imam musik bertugas untuk melawan dan memerangi kuasa-kuasa gelap, pemerintah dan penghulu-penghulu di udara. Karena orang yang dikuasai oleh roh dan kuasa kegelapan (iblis) akan dicengkram sehingga akan menjadi lemah dan miskin (Lihat Galatia 4:9). Dibalik kelemahan dan kemiskinan ada satu kekuatan dan satu spirit yang tidak terlihat yang menjebak dan mencengkram.111 Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan cara melawan penguasa kegelapan dan penghulu-penghulu di udara (iblis) yang dilakukan oleh gereja ini beserta imam musik adalah dengan memuliakan Tuhan melalui pujian dan 109 Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.69 Iblis: Si jahat yang melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Juga disebut “yang jahat” (Matius 6:13). Kata asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani berarti: pendakwa (Lihat Ayub 1). ia adalah “pembunuh manusia sejak semula…di dalam dia tidak ada kebenaran dan ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”(Yohanes 8:44). Pada akhir jaman kuasanya akan meningkat (Wahyu 12), tetapi akhirnya ia akan dikalahkan oleh kuasa Firman Allah (Wahyu 19;11-20:6) juga disebut sebagai setan. 111 Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011 di GBI Medan Plaza Lantai 7 110 89 penyembahan (Lihat Mazmur 8). Beliau mengatakan bahwa Tuhan telah meletakkan dasar kekuatan kepada setiap kita sejak masih kecil, yaitu Tuhan menyediakan pujipujian. Karena ketika pujian dan penyembahan dinaikkan maka kekuatan akan bekerja dan iblis diberanguskan.112 Peranan imam musik menurut Pdt. R. Bambang Jonan bukan hanya bertugas melayani puji-pujian dengan kemampuan bermain instrumen yang baik atau dengan bernyanyi dengan suara yang baik, maka hal itu sudah dianggap sebagai pelayanan musik. Beliau menegaskan bahwa pujian dan penyembahan yang ada di GBI Medan Plaza berbeda dengan pujian dan penyembahan yang ada di beberapa gereja lain yang menggunakannya sebagai pengisi waktu jeda. GBI Medan Plaza menggunakan musik sebagai sarana (medium), kendaraan (vehicle), alat (tools) yang tugasnya mengantar pesan dimana goal bagi gereja ini bukan sebagai pelayan musik. Tetapi pelayanan musik adalah media untuk menyampaikan nubuatan, untuk menyampaikan pesan Tuhan dan untuk menyampaikan Firman Tuhan (Lihat 1 Tawarikh 25:1). Bapak Pdp. Obed Sembiring mengatakan, “Pelayanan musik dilakukan sebagai kerjasama tim, jadi disini tidak ada superhero atau one man show, jadi apapun yang dilakukan untuk mengangkat pujian dan penyembahan sebisa mungkin melayani dengan kerjasama tim, jadi oleh karena kerjasama tim inilah kita melayani agar Tuhan dipermuliakan”.113 112 Pdt. R. Bambang Jonan, Ibid.,dalam pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011 Banyak imam musik yang lebih memberikan perhatian dan waktunya untuk mencari popularitas, uang , dan “pelayanan” hiburan untuk memanjakan oranag Kristen yang kaya. Pelayanan musik bukan suatu permainan. Imam musik memiliki tanggung jawab dan panggilan Kudus untuk 113 90 Begitu juga ketika Pdt. R. Bambang Jonan menyampaikan firman, imam musik sebagai orang yang mendukung ketika firman itu disampaikan. Jadi musik itu sebagai pendukung dalam penyembahan, artinya selalu ada atmosfir menyembah. Hal ini lazim dilakukan agar ketika firman itu disampaikan suasana penyembahan itu tetap ada. Bapak Obed mengatakan bahwa Firman Tuhan yang disampaikan dalam suasana penyembahan melalui musik akan sampai dan bertumbuh dengan baik dalam hati jemaat, bukan dalam pikirannya.114 Musik diyakini memiliki kemampuan untuk mendatangkan pengurapan (anointing)115 dan kuasa Allah. Ketika Daud melayani Raja Saul dengan musik, telah membawa kelepasan yang besar dari suatu tekanan (1 Samuel 16:23), sedangkan dalam kitab Kisah Para Rasul 16:25 tertulis kuasa Allah dinyatakan ketika Paulus dan Silas menyanyi untuk memuji Tuhan. Dengan demikian musik yang dimainkan sepanjang khotbah di GBI Medan Plaza, khususnya ketika Pdt. R. Bambang Jonan menyampaikan firman bukan sebagai bentuk gejala kecanduan atau keranjingan terhadap musik. Karena bunyi-bunyi musik yang dimainkan akan memberi suatu suasana atmosfir keintiman (intimacy), akan memperjelas Firman Tuhan, dan digunakan sebagai suatu bahasa untuk menjelaskan secara terperinci perkataan dipenuhi, dan sekaranglah waktunya bagi imam musik untuk memasuki pelayanan yang Tuhan telah tentukan. (Mike &Hibbert, Op.Cit.,hlm.20) 114 Disampaikan dalam wawancara dengan Pdp. Obed Sembiring pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 09:46 WIB di GBI Medan Plaza 115 Dalam Perjanjian Lama pengurapan bisa menyangkut orang, tapi juga benda. Tujuan pengurapan atas benda-benda adalah penyucian (benda itu disucikan karena digunakan untuk tujuan suci dan atas ketetapan Tuhan). sebab itu pengurapan harus dilakukan dengan minyak khusus (Keluaran 30:22-25) dan oleh orang yang khusus, yang ditunjuk Tuhan. pengurapan atas orang berlaku bagi pengurapan Raja (1 Samuel 16:12-13, 2 Samuel 2:4), kemudian pengurapan atas Imam Besar (Keluaran 28:41), dan pengurapan atas Nabi (1 Raja-Raja 19:16). 91 nubuatan.116 (Lihat 1Tawarikh 25:1-3, Mazmur 49:5;150) Tetapi penting untuk diperhatikan bahwa musik yang dimainkan dalam ibadah menekankan dinamik dalam salah satu aspek musik. Keras lembutnya musik yang dimainkan sangat mutlak berpengaruh kepada atmosfir yang dibangun dalam ibadah. Sebagai pemimpin dalam tim musik di GBI Medan Plaza, saya melihat Bpk Obed menerapkan dinamik yang sangat baik dalam setiap ibadah dilakukan. Sering musik tetap dimainkan dengan lembut diawal dan diakhir lagu, sehingga worship leader tidak merasa ditinggalkan, dan Bapak Obed Sembiring tetap memainkan piano dengan lembut hingga ada perintah berhenti—Tetapi biasanya selama Pdt. R. Bambang Jonan berkhotbah Bapak Obed tetap memainkan piano dengan dinamik yang lembut, dan sesekali menaikkan volume hanya jika khotbahnya juga bersoraksorai117—dengan demikian, Allah dapat bekerja dalam gelombang yang lain dalam penyembahan. Musik merupakan bahasa yang universal, musik mampu memperluas pikiran jemaat yang terbatas, pikiran yang secara terus menerus berusaha mengurangi bahkan mendiskreditkan Firman Tuhan yang tidak dapat dimengerti. Allah bisa menggunakan berbagai jenis alat musik yang berfungsi sebagai media untuk menyampaikan firmanNya kepada umat-Nya yang tidak mendengar melalui sarana-sarana lain karena masih adanya prasangka dan kepahitan dalam diri mereka. Karena musik bukan hanya 116 Mike & Hibbert, Op.Cit.,hlm.71. Bersorak-sorai merupakan teriakan-teriakan yang mengajak jemaat bersuka cita seperti “Halleluya!”, “Yeaaa…!”, “Woohooo….!” dan sebagainya, teriakan tersebut direspon oleh permainan musik secara tutti (bersama) dengan menirukan ritmis teriakan tersebut. (Lihat bab III) 117 92 berpengaruh kepada alam fisik dan emosi manusia saja, namun sebagai cara untuk mengungkapkan serta menyentuh roh manusia. Menurut beberapa worship leader, musik dan lagu yang “dinyanyikan”118 dengan Roh yang hidup119 tidak akan membuat jemaat jenuh, bosan dengan lagu yang diulang-ulang hingga beberapa kali dalam ibadah. Lagu penyembahan dalam ibadah kontemporer biasanya hanya menggunakan bentuk binary A dan B, yang jika dinyanyikan hanya membutuhkan durasi ± 2 menit karena tidak menggunakan interlude: Engkau gembala yang baik, Kau menuntun hidupku; Kau bawaku ke air tenang, menyegarkan jiwaku. Sekalipun kuberjalan dalam lembah kekelaman; Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku. (Robert & Lea ) Pengulangan merupakan sesuatu yang esensial dalam setiap lagu sehingga lebih membantu mengingat liriknya. Juga sangat memungkinkan dilakukan, sebuah lagu tetap dinyanyikan, namun dengan mengubah satu kata dalam setiap stanza.120 Contoh, dalam kalimat ”Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku” kata Engkau dapat diganti dengan Yesus atau Allah. Dalam sebuah ibadah kontemporer lagu tersebut bisa dinyanyikan ±8-10 kali 118 Dinyanyikan bukan dalam arti harafiah bernyanyi, melainkan lebih mengarah kepada konteks teologia yaitu nyanyian yang berdoa. “Sesungguhnya tugas worship leader bukan menyanyi—dalam arti harafiah—melainkan memimpin jemaat agar masuk dalam hadirat Tuhan”. (Pdt. R.Bambang Jonan, disampaikan dalam pertemuan Apostolik dan Profetik pada tanggal 29 Juni 2011 di GBI Medan Plaza) 119 Artinya nyanyian tersebut dipimpin oleh Roh Kudus yang menuntun setiap orang yang menyembah-Nya dengan sungguh-sungguh. 120 Gilbert Chase, America’s Music From the Pilgrims to the Present,1992.,hlm.201 93 pengulangang dengan durasi 10-15 menit tanpa membuat jemaat berhenti bernyanyi dan bosan, karena lagu tersebut dinyanyikan dipimpin dalam Roh. Namun jika dipimpin oleh jalan pikiran atau logika menurut Pdt. R. Bambang Jonan, jemaat akan merasa bosan dan kemungkinan terburuk jemaat berhenti bernyanyi dan seolah-olah ia sedang menyaksikan konser musik. Hal ini menurut Beliau karena roh dan jiwanya tidak dilayani dengan benar. Musik yang dimainkan merupakan sebuah doa yang dilakukan atas tuntunan Roh Kudus sehingga musik yang dipanjatkan untuk melayani roh dan jiwa jemaat sekaligus. Seperti dalam kutipan berikut ini: Jika seorang Anda melayani berdasarkan dengan pikiran, maka firman yang Anda sampaikan akan masuk ke dalam pikiran jemaat yang Anda layani. Tetapi, jika kita melayani berdasarkan roh yang hidup didalam diri Anda, maka Anda akan melayani roh atau jiwa setiap orang yang mendengar Anda.(Mike & Hibbert,1988:71) Imam musik boleh memiliki talenta yang baik bidang musik, namun bukan karena kemampuannya Tuhan berkenan, melainkan karena ia berjalan setiap hari dalam kehidupan kerajaan Allah dan pengenalan yang dalam akan Firman Allah. Sebagai imam musik, penyanyi maupun worship leader harus mencari Allah tidak hanya pada hari minggu saja, melainkan sepanjang minggu, setelah itu baru mereka layak datang untuk melayani Tuhan dan mengalir di dalam aliran Roh Kudus yang sama. Jadi apa yang di lakukan sepanjang kebaktian sangat ditentukan dengan perilaku imam musik, worship leader sehari-hari. 94 Sebagai seorang imam musik yang baik, diperlukan keahlian yang baik untuk membuat alat musiknya dapat “berbicara”. Oleh karena itu dituntut tanggung jawab yang sangat besar kepada imam musik. Tidaklah heran bila setiap imam musik harus menjadi penyembah Allah dan berjalan dalam cara hidup dengan prinsip yang disebut empat ‘S’, yaitu sanctification (kekudusan), submission (penaklukan diri), sensitivity (kepekaan) dan skill (keahlian). 2. 6. Musik Dalam Ibadah Kontemporer Terhadap Kajian Perilaku Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan, bahwa melalui musik dan puji-pujian seseorang bisa berubah hidupnya dari yang tidak baik menjadi baik. Pada suatu hari seorang pemuda yang saat itu sebagai juara dalam kompetisi drum se-kota Medan dan merupakan seorang musisi yang sangat bagus juga berbakat, ia lalu menghampiri Pdt. R. Bambang Jonan dalam satu ibadah—saat itu di Hotel Tiara—dan anak muda itu berkata “Saya mendengar ada Pendeta yang senang musik, saya mau lihat apa hebatnya musik gereja, apa hebatnya pujian penyembahan, apa yang dimaksud dengan pondok Daud-pondok Daud itu?”. Kemudian anak muda itu duduk dibarisan tengah dalam ibadah tersebut dan mulai menyilangkan tangannya dan menaikkan dagunya keatas, menunjukkan sikap yang sedikit ‘angkuh’. Lalu yang dilakukan Pdt. Bambang adalah mulai menaikkan pujian dalam ibadah dan menyanyikan sebuah lagu dengan lirik: “ubah hatiku menjadi baru, ubah hatiku s’perti diri-Mu, Engkau pecunan….bentuklah aku, ini doaku”. Sepanjang lagu tersebut dinyanyikan berulang-ulang yang terjadi adalah, 95 Pdt. Bambang mulai melihat anak muda itu tidak melihat ke atas lagi, ia mulai menunduk, mulai menurunkan silangan tangannya, kepalanya semakin menunduk, lalu bahunya naik turun karena terisak-isak oleh tangisnya. Menurut Pdt. R. Bambang Jonan bukan hanya air mata yang tercurah, tetapi “air” hidung juga. Secara ajaib, kemudian anak itu mulai bertobat dan menerima Yesus. Hal ini membuktikan, “ketika korban puji-pujian dinaikkan, maka banyak orang akan bertobat”, kata Beliau. Sementara itu kajian dari sisi prinsip-prinsip Psikologi, Clarke (2003)121 dalam kajiannya tentang musik dan perilaku menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam musik. telah lama ditelaah bahwa musik dan perilaku memiliki pengaruh timbal balik (mutual influence) terhadap si pendengar dan pelaku. De Nora menegaskan bahwa musik dapat menjadi dan merupakan “cermin” bagi diri sendiri.122 Artinya musik yang dinyanyikan dalam ibadah melalui teks-teks memberi pengaruh yang kuat dan diyakini memiliki dampak khusus terhadap perilaku jemaat, karena jenis musik tertentu dianggap dapat membawa respons yang berbeda dari perilaku manusia. Pada sub-bab 2. 6. 2 saya akan melihat lebih dalam, bagaimana musik dalam pujian dan penyembahan dapat memberikan efek kepada jemaat hingga mempengaruhi fisik dan roh hingga mencapai sebuah manifest atau Spirit possession. 121 Djohan,Psikologi Musik,Best Publisher, Yogyakarta,2009, hlm.50. T. De Nora, Aesthetic Agency and Musical Practice: New Directions on the Sociology of Music Emotion. 2001 dalam Djohan,Ibid. 122 96 2. 6. 1. Sejarah Awal GBI Medan Plaza Menekankan Pujian Penyembahan Pada tahun 1980-an Pdt. R. Bambang Jonan pernah melayani bersama Bapak Pdt. Timotius Arifin di Surabaya dan mengikuti ibadah-ibadahnya, dimana beliau membuka sebuah ibadah yang diberi nama Surabaya Pray Centre, lalu kemudian dari sini lahirlah pray centre yang lain seperti Jakarta Pray Centre, Medan Pray Centre dan lain-lain. Kemudian Pdt. R. Bambang Jonan juga pernah melayani bersama Bapak Johan Handojo yang diberi nama Diciple dan beribadah di Jalan Pintu Air Jakarta dimana Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro melayani di sana. Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro saat itu baru saja kembali dari Fresno, San Fransisco, Amerika dan ia membawa pembaharuan dalam musik gereja. Dimana mereka kemudian membawa masuk pembaharuan itu ke Indonesia dan memulai sebuah ibadah yang menekankan kepada Praise Lord (Pujilah Tuhan). Sehingga pola ibadah yang diambil dari Mazmur Daud pasal 100 itulah yang dikembangkan oleh Jimmy dan Timotius Oentoro. Tetapi kepada GBI Medan Plaza (dibawah Gembala Pdt. DR. Ir.Niko Njotorahardjo) Tuhan berkata, pujian saja tidak cukup. Pujian (praise) harus “dikawinkan” dengan penyembahan (worship). Sehingga kemudian pada tahun 1985 oleh Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo dilakukan perubahan nama Surabaya Pray Centre menjadi Surabaya Praise and Worship Centre. Mulai saat itulah kemudian gereja ini mulai diberi beban oleh Tuhan untuk merestorasi pondok Daud yaitu ibadah yang menekankan pujian dan penyembahan. 97 Dengan berbekal pujian dan penyembahan ini Pdt. R. Bambang Jonan datang ke Kota Medan dan mulai menggembalakan beberapa jemaat dengan selalu berpedoman kepada Kitab Yesaya 54:2-3. Sejak saat itu segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan gereja selalu mengacu kepada pujian dan penyembahan. Lalu pada tahun 1995 Tuhan memberi tuntunan baru, bahwa pujian dan penyembahan saja tidak cukup, lalu “dikawinkan” kembali pujian, penyembahan dan doa. Kemudian pada tahun 1999 melalui pertemuan doa di Yerussalem, maka diputuskan doa, pujian dan penyembahan tidak cukup jika tidak ditambah dengan keintiman (intimacy). Lalu pada tahun 2010 bahwa doa, pujian dan penyembahan yang dilakukan dengan keintiman tidak cukup, seperti yang dilakukan Salomo dalam Kitab 2 Tawarikh 7 yaitu doa, pujian dan penyembahan harus “dikawinkan” dengan persembahan (kekayaan). Maka dengan melakukan semuanya itu maka kemuliaan Tuhan akan turun bagi gereja ini.123 2. 6. 2. Manifest (Spirit Possession, Trance) Melalui Pujian Penyembahan Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan pada dekade 1990-an, ketika Medan Plaza mulai digunakan sebagai tempat ibadah, khususnya diawal-awal berdiri. Dengan hal-hal yang ajaib para hamba Tuhan melihat banyak contoh yang terjadi, 123 Disampaikan oleh Pdt. R. Bambang Jonan pada doa pengerja pada tanggal 7 Juli 2011 di GBI Medan Plaza lantai 6. 98 banyak orang mengalami ecstasy124 dan dipenuhi Roh Kudus. Sehingga tidak heran hampir setiap minggu ada orang yang tiba-tiba roboh dan tiap minggu petugas kebersihan selalu mendapat tugas membersihkan muntah yang diakibatkan seseorang yang merasakan manifest. Pdt. Bambang mengatakan, saat itu ketika saya berkhotbah dan penyembahan mulai dinaikkan, ada orang yang kemudian berjalan dengan perutnya menyerupai ular, begitu mulai didoakan dan pujian terus dinaikkan kemudian tiba-tiba dilepaskan dari kuasa jahat. Pdt. R. Bambang Jonan meceritakan satu pengalaman lain dalam ibadah diawal berdirinya GBI Medan Plaza, suatu kali ada seorang pemuda tiba-tiba kesurupan, dan kemudian dilepaskan oleh Tuhan. Melihat kejadian tersebut, salah seorang temannya takut dan berlari ke depan menuju arah altar, begitu sampai ke depan tiba-tiba temannya itu langsung terhempas, kemudian manifest dan kesurupan. Lalu mulai didoakan dan kemudian ia dilepaskan oleh Tuhan. Kisah yang begitu populer adalah tentang Daud saat ia memainkan kecapi untuk menenangkan Saul yang sedang kesurupan, dan sering dianggap sebagai cerita yang paling dikenal tentang pengusiran setan dengan cara musikal. Curt Sach (1940,105) menginterpretasikan hal diatas dengan istilah exorcism. Begitu juga dengan E. Dhorme (1956,868) yang mengatakan Daud dan musiknya merupakan “obat” untuk kesurupan (possession) yang dialami Saul. Begitu juga dengan 124 Dalam literatur Perancis disebut dengan extase yakni sebagai keadaan mental dengan karakteristik merenung hingga dibawah sadar diikuti hilangnya sensitivitas dan “motricity”. Hingga orang tersebut disebut transe, kalangan yang lain menyebutnya sebagai extase (Gilbert Rouget,Music and Trance: a theory of relations between music and possession,The University of Chicago Press,Chicago,1985) 99 Combarieu (1909,86) yang mengatakan Saul sebagai orang yang kesurupan, melalui musik yang dimainkan Daud kemudian memberikan dampak baik kepadanya.125 Gilbert Rouget berpendapat, bahwa musik memiliki hubungan sebab akibat terhadap beberapa jenis trans. Keadaan trans menurutnya dapat dicapai karena adanya pukulan drum yang keras, tempo yang semakin cepat, dan kalimat melodi yang diulang-ulang. Seorang ahli syaraf (neurophysiologist) asal Amerika, Andrew Neher membuktikan secara terbalik, “mystery” dari efek drum dalam trans yang sematamata berperan menghasilkan gerak neurophysiological dari bunyi yang dihasilkan oleh instrumen. Sebelumnya Melville J. Herkovits menjelaskan dalam tulisan lanjutan, bahwa efek musisi mengalami trans sebagai hasil dari refleksi situasi saat itu. Kemudian saya melihat teori yang di ungkapkan Rouget kedalam musik yang digunakan di GBI Medan Plaza. Sebuah lagu penyembahan akan dimulai dengan piano, drum, bas, dengan dinamik yang lembut, kemudian lagu tersebut akan diulangulang ±8-10 kali dengan kalimat melodi yang sama namun dengan dinamik yang berangsur-angsur keras dan cepat. Hingga akan mencapai klimaks kepada sebuah suasana sorak-sorai dimana pukulan drum dan bunyi cymbal trilling akan menjadi sangat dominan. Perubahan pukulan drum dalam penyembahan dari yang sederhana hingga puncak dari penyembahan juga diikuti oleh perubahan dinamik oleh imam musik yang lain. Tahap pertama, pada awal lagu di bagian verse drum dimainkan dengan 125 Gilber Rouget, Op.Cit.hlm.154 100 pukulan rim-shot pada snare drum, dan kick-drum dimaikan dengan ritem 8 beat, sedangkan hi-hat dipukul dengan pukulan 1/16, seperti di bawah ini: Ritem drum 8 beat Tahap kedua, ketika lagu di bagian chorus, snare drum dipukul pada kulit, dan hi-hat tetap dimainkan pukulan ritem 1/16 dan kick drum tetap memainkan 16 beat, seperti di bawah ini: Ritem drum dengan kick drum kombinasi 8 beat dan 16 beat Tahap ketiga disebut juga dengan mars, dimainkan pada bagian chorus lagu serta dilakukan pengulangan dengan pukulan drum dan iringan musik yang semakin keras. Drum dimainkan dengan kick drum 1/4, tangan kiri memainkan cymbal dengan trilling yang panjang dan tangan kiri dan kick drum memainkan kombinasi snare drum pada ketukan dua dan empat, seperti contoh di bawah ini: 101 Ritem drum dengan ketukan kick drum ¼ Bagian keempat merupakan puncak dari penyembahan, dimana kick drum dimainkan dengan nilai 1/8 dan snare drum dipukul pada ketukan kedua dan keempat, seperti contoh di bawah ini: Ritem drum dengan ketukan kick drum 1/8 Hingga akhirnya seluruh imam musik memainkan kadens dan bersorak-sorai, kemudian leader musik pada piano akan memimpin imam musik yang lain menuju kepada pola flowing (lihat bab 3). Menurut Rouget, musik tidak dapat dipisahkan dari pola kebersamaan dan tingkah laku. Dalam sebuah ibadah, jemaat secara komunal akan secara ekspresif melakukan penyembahan, melalui doa, bermazmur, berbahasa Roh secara komunal, mengundang agar dirinya dipenuhi Roh Kudus. Saya melihat ketika seseorang duduk dalam sebuah ibadah, maka orang didekatnya yang juga telah berbahasa Roh secara transformatif dapat mempengaruhi jemaat yang lain hingga mencapai trans oleh Roh Kudus. Hal ini dapat terlihat dari lidah yang bergetar-getar mengeluarkan suara (bahasa Roh), tangan yang bergetar-getar, bahkan mencapai suatu keadaan manifest. 102 Roh Kudus itu digambarkan sebagai burung merpati, lidah api dan tiupan angin. Menurut kesaksian jemaat (Ibu Intan Simamora) yang mengalami manifest akibat lawatan Roh Kudus yang ia undang hadir dalam dirinya agar dirinya “dipenuhi” oleh Roh Kudus, beliau merasakan seperti ada aliran listrik yang mengalir dari kepala keseluruh tubuh mereka. Saat hal itu terjadi ia tidak dapat berdiri, sehingga ia terjatuh dan rebah di lantai (seorang pengerja wanita akan menahan agar tidak jatuh dengan keras di lantai) dan merasakan lidahnya bergetar, bergerak tidak dapat dikendalikan, mengucapkan bunyi-bunyi ritmis. Ibu Simamora juga sadar ketika ia diangkat oleh beberapa pengerja dan dibawa keladam ruang doa, lalu didoakan oleh beberapa pengerja diruangan itu. Ibu Simamora juga merasakan kepalanya bergerak-gerak di lantai ke arah kiri dan kanan dengan mata tertutup. Beliau mengaku sadar apa yang terjadi, tetapi ia tidak dapat mengendalikan lidahnya agar berhenti bergetar dan kepalanya berhenti bergerak. Para pengerja kemudian berdoa disebelah Ibu Simamora, dan mendengar bisikan oleh para pengerja yang menginstruksikan agar ia memanggil nama Yesus. Dan Ibu Simamora diperintahkan untuk diam bergerak oleh pengerja, “anehnya saya turut dengan perintah tersebut, ujar Beliau”. Dr. Juanita McElwain menegaskan pentingnya mengetahui apa yang menyebabkan dan mempengaruhi dari beberapa keadaan supranatural dalam kehidupan orang-orang, dalam kaitannya dengan hal ini beberapa bentuk komunikasi dapat terjadi dalam kondisi pemindahan pikiran (thought) dan perasaan (feeling). Mempertimbangkan kutipan kalimat berikut: “Syaraf otak yang terhubung dengan 103 seluruh sistem adalah perantara dimana surga berhubungan dengan manusia dan mempengaruhi kehidupan batinnya”.126 Tuhan menciptakan dalam diri manusia sebuah mekanisme untuk Roh Kudus dapat berkomunikasi secara langsung dengan setiap kita. Ini merupakan konsep Alkitabiah: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Korintus 3:16). T. E. Wade menjelaskan kegiatan meditasi transendental seperti hypnosis, glossollalia, spiritism memiliki kaitan dengan kesurupan. Wade menyimpulkan: “Ini merupakan keyakinan saya bahwa otak normal manusia dapat mengalami pengalaman hubungan fungsional dengan Roh Kudus oleh sebuah mekanisme yang mengakibatkan penyalahgunaan hingga mencapai keadaan trans hipnotis (hypnotic trance). Mekanisme ini juga ia yakini dapat melepaskan kuasa roh iblis yang terjadi dalam kesurupan roh voodoo (dukun); atau ahli hipnotis dapat mengganggu dalam “berhubungan” ketika seseorang memberikan mantra kepada pelakunya”.127 Dalam topik ini saya harus menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Rouget terhadap trans berdasarkan tampilan luarnya. Dalam tulisan ini saya membedakan kondisi seseorang yang sedang mengalami kepenuhan Roh Kudus yang menurut Rouget sebagai Spirit possession sebagai manifest. Sedangkan kondisi seseorang yang mengalami kuasa roh128 (ditulis dengan huruf kecil) di luar dirinya sebagai 126 Education,209 dalam artikel Dr. Juanita McElwain, Demon Possession and Music.,hal.1 (www.temcat.com) 127 T. E. Wade, Spirit Possession, Gazelle Publications, Auburn, CA,1991.hlm.47. 128 Dalam teologi Kristen penulisan roh dan Roh memiliki arti yang berbeda. roh berarti rohroh jahat yang dapat menguasai, memasuki dan mempengaruhi seorang sehingga ia melakukan dosa atau jatuh sakit. Yesus dan murid-murid-Nya mempunyai kuasa untuk mengusir roh-roh jahat dari 104 trans, karena saya melihat kedua kondisi tersebut berbeda tampilan luarnya. Hal ini saya lakukan berdasarkan pemahaman Rouget bahwa hubungan musik dan trans tergantung kepada cara pemahaman kultural konteks masing-masing. Pertama, seseorang yang telah mengalami trans dalam pandangan teologia juga dibedakan dari tingkah laku orang yang mengalaminya. Pdt R. Bambang Jonan mengatakan orang yang mengalami trans dalam sebuah ibadah di gereja, ia akan melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kewajaran, seperti melakukan gerakan-gerakan hewan seperti, harimau, ular, dan lain-lain, artinya orang tersebut tidak sedang dalam kuasa Roh Kudus, melainkan kuasa kegelapan (iblis) yang tidak tahan dengan kuasa darah Yesus melalui Roh Kudus129 sehingga roh tersebut ingin melepaskan diri dari tubuh orang tersebut. Kedua, seseorang yang mengalami manifest atau Spirit possesion dalam sebuah ibadah akan menunjukkan tanda-tanda keteraturan, dan tindakan-tindakannya ditandai seperti lidah yang bergetar atau bergerak-gerak dengan cepat (glossolalia) mengeluarkan kata-kata atau ucapan yang terdengar ritmis (bahasa Roh atau bahasa lidah), tangan bergetar-getar, tubuh yang rubuh ke lantai, sesekali mengucapkan nama Yesus, Halleluya dan sebagainya, yang menandakan orang tersebut sedang dikuasai oleh Roh Kudus. Karena salah satu ciriciri seseorang dikuasai Roh Kudus adalah mengalami Spirit possession dengan wujud tampilan luar yang “tertib” dan berbahasa Roh. orang yang kerasukan itu. Dalam kamus Alkitab roh setara dengan setan. Sementara Roh itu Roh Allah, Roh Yesus. 129 Dalam teologia Kristen, Darah Yesus di kayu salib merupakan bukti kemenagan Yesus mengalahkan iblis dan menebus dosa-dosa manusia. 105 Sementara itu menurut Judith Becker, trans telah ada dan dipraktekkan dalam semua jenis kebudayaan. Ia kemudian membedakan trans kedalam beberapa kategori. Ada trans yang terjadi karena seorang pemain musik yang merasa dirinya menyatu dengan musik yang ia mainkan; trans yang lebih ringan terjadi oleh pendengar yang memberikan perhatian besar dan fokus terhadap musik; possession trance yakni, dimana sesuatu diluar dirinya (roh) hadir dan mengambil alih tubuh seorang yang lain melalui yang ia sembah atau melalui kekuatan roh.130 Bagi Becker, trans hampir menyerupai bahasa alami dengan berbagai kategori yang dimiliki. Ketika trans terjadi dapat dikenali dari tingkah lakunya. Orang Bali mengalami trans yang berbeda dengan orang Dagomba di Ghana, atau dengan trans yang dilakukan aliran Pentakostal di Amerika. Ekspektasi budaya memiliki peranan dalam memainkan bagaimana trans itu dilakukan. Sementara itu dalam musik sekuler, musik trans (trance music) hampir selalu disalurkan dengan menggunakan sound system dengan amplifikasi suara stereo. Secara elektronis memungkinkan dihasilkan suara akustik yang lebih baik. Sejumlah alat seperti sound generator digunakan untuk menghasilkan musik baik dengan cara penyajian melalui hasil rekaman maupun di tampilkan secara live, menggunakan synthesizer maupun alat musik akustik. Musik yang disajikan tersebut kemudian diatur melalui mixer stereo yang mengatur suara menjadi dua channel—kiri dan 130 Judith Becker, Sounding the Mind, Music and Trance, Leonardo Music Journal, Vol.4.(1994), hlm.41-45 106 kanan.131 Walaupun penikmat musik trans tidak selalu mendengar musik dengan jarak dan posisi yang seimbang—antara kiri dan kanan—dari kedua loudspeaker maupun ketika menggunakan headphone. Musik masih dapat membuat si penikmat musik secara stereo menjadi mengalami ilusi dan melakukan gerakan-gerakan melalui bunyi virtual dalam musik. Dalam ibadah di GBI Medan Plaza digunakan perangkat sound system yang juga menggunakan amplifikasi suara stereo. Terdapat 40 buah loudspeaker Electro Voice (EV) yang tergantung sebanyak 24 buah termasuk 4 buah subwoofer dan 12 loudspeaker yang berada di altar gereja. Beserta Allen & Heath mixer stereo 32 channel yang siap mengatur keseimbangan suara kiri dan kanan. Sehingga setiap orang yang hadir dalam ibadah akan dengan mudah memperoleh dan menerima bunyi yang dialirkan secara stereo dan ditangkap oleh telinga jemaat.132 Judith Becker menuliskan ini sebagai sebuah peristiwa dalam teori pikiran (mind theory) yang disebut sebagai connectionism atau emergent behavior yang mengulas tentang berbagai jenis metafor yang menjadi pegangan dalam melihat kompleksitas hubungan musik dan trans. Teori ini juga Becker harapkan dapat lebih diterima dan disetujui dalam membahas hubungan antara musik dan trans daripada teori cognitive science dan teori “mind as a computer” terdahulu. Menurut teori connectionism memori adalah kunci dari fungsi pikiran. 131 Udi Pladott, Meaning, Motion and Gesture in Psychedelic Trance Music, Final Essay The Yolanda and David Katz Faculty of the Arts Departement of Musicology,Tel Aviv University,2002. 132 GBI Medan Plaza mengucurkan dana hingga milyaran rupiah hanya untuk perangkat sound system agar memperoleh bunyi musik yang baik. Perangkat sound system tersebut bahkan hanya digunakan oleh segelintir hotel berbintang lima di Medan karena perangkat tersebut tergolong mahal harganya. 107 Seluruh memori tidak disimpan sebagai satu artikel (single item) di tempat khusus dalam otak, tetapi hasil dari semua aktivitas yang simultan yang tidak terhitung jumlahnya disatukan oleh syaraf yang dihubungkan oleh jaringan interkoneksi yang sangat luas. Apa yang kita lihat dan dengar adalah hasil dari pekerjaan jaringan syaraf tersebut. Kemudian teori connectionism dikuatkan oleh teori pengelompokan syaraf atau teori global bahwa bukan satu syaraf yang menentukan pikiran dan tingkah laku, melainkan sekelompol sel syaraf yang di sebut “maps”. Maps ini berada di wilayah spesifik di otak, dan menjadi terhubung dengan tindakan yang telah lalu yang disebut dengan reentrant process. Ketika mendengarkan musik yang sudah dikenal sebelumnya, seseorang akan memanggil kembali memori yang lalu, merasakan kembali emosi yang lalu, di waktu dan tempat yang lalu. Ketika nyanyian dalam ibadah kontemporer yang dilakukan terus secara berulang-ulang, dengan aktivitas simultan dari kelompok-kelompok syaraf yang kemudian akan menyusun secara khusus pengelompokan syaraf yang lain, sehingga kita akan menjadi lebih mudah membayangkan mekanisme dari kualitas trans itu sendiri. Pengulangan-pengulangan nyanyian yang simultan dilakukan selama ibadah dengan lirik-lirik yang “menyentuh”, musik yang semaki keras, tempo yang semakin cepat, kick drum yang semakin cepat, akan mempengaruhi dan membawa jemaat kepada sebuah kondisi penyembahan yang intim, menangis, meratap, hingga puncaknya akan mencapai sebuah manifest atau Spirit possess. 108 2. 7. ‘Lahirnya’ Musik Kristen Kontemporer Musik dimasa Gerakan Kebangunan (revival movement) yang tergolong modern, khususnya musik gospel dari wilayah selatan adalah musik yang dimainkan dalam bagian integral pada ibadah di program televisi bernama “Televangelist”. Program tersebut merupakan media produksi yang sangat profesional dengan musik yang memasukkan banyak elemen dari gaya musik populer dan rock. Kegunaan siaran TV “Revival Meetings” dan “The Oldtime Religion” hanya satu: untuk memenangkan jiwa bagi Kristus dan memanfaatkan musik untuk mewujudkannya. Musik mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan dan “gaya” baru dari musik populer komersil Contemporary Christian Music (Musik Kristen Kontemporer) dan “Gospel Rock”.133 Promosi dan distribusi untuk genre musik Kristen kontemporer umumnya dilakukan melalui toko buku Kristen dan program Kristen di radio dan televisi, termasuk melalui jaringan tv kabel Kristen. Musik Kristen kontemporer merupakan hasil dari perjalanan panjang musik yang berakar pada musik religius Amerika (The Roots of American Religious Music) seperti musik gospel134 dan musik religius Protestan lainnya yang berkembang dari budaya masyarakat pedesaan di Amerika, 133 David Willoughby,Op.Cit.,hlm.53. Istilah musik gospel dasarnya mengacu kepada himne dan lagu yang liriknya berkaitan dengan Pekabaran Injil, dibandingkan kepada Mazmur. Terminologi tersebut muncul untuk menjelaskan bahwa secara luas himne evangelical dan lagu-lagu digunakan dalam ibadah kebangkitan, camp meeting, Sekolah Minggu, dan gereja-gereja. (David Willoughby,Ibid.,hlm.52.) 134 109 seperti: black gospel135 termasuk negro spiritual,136 white gospel,137 Psalm-singing, Contemporary Black Gospel, Traditional Gospel dan sebagainya. Musik Kristen Kontemporer (Christian Contemporary Music atau CCM— adakalanya disebut “inspirational music”) adalah genre dari musik populer modern yang secara lirik fokus kepada persoalan iman Kristen. Saat ini, istilah tersebut khusus digunakan mengacu kepada pop, rock Nashville, Tennesee dan industri musik dalam seremoni ibadah Kristen. Musisi seperti Avalon, Barlow Girl, Jeremy Camp, Casting Crowns, Amy Grant, Jars of Clay, Michael W Smith, Toby Mac, Rebecca St. James dan lain-lain bebarapa yang mewakili dari genre ini hingga sekarang. Pada tahun 1960-an dianggap sebagai awal perpaduan musik modern dengan pelayanan Kristen. Bentuk musik ini dipelopori dan didukung para musisi Kristiani yang memiliki kerinduan menjangkau kaum muda dan memperkenalkan Yesus melalui musik yang bergaya sekuler. Saat itu merupakan awal dari musik Kristen kontemporer mulai dikenal sebagai sebuah genre musik secara resmi. Istilah kontemporer sendiri telah menimbulkan banyak polemik dan kesalahpahaman, sebenarnya istilah musik kontemporer sifatnya sangat luas. Ia tidak menunjuk kepada sesuatu apapun yang sifatnya spesifik, kecuali menunjukkan 135 Pengaruh ragtime, blues, jazz kedalam ekspresi musik religius dari Afro-Amerika di awal abad 20 menghasilkan yang disebut dengan black gospel music. Black gospel adalah sebuah emosional, vocal, fisik, teatrikal, dan mahir secara musikal, dan secara mengstimulasi antusias fisik dan secara emosi merespons pendengar. (David Willoughby,Op.Cit.,hlm.54) 136 “Negro spiritual” merupakan versi dari Eropanisasi lagu rakyat religius pada kaum hitam selatan yang muncul pada awal abad 19. Lagu-lagu tersebut diciptakan oleh para budak atau telah diadaptasi menjadi himne atau lagu rakyat dari budaya kulit putih. (David Willoughby,Ibid.,hlm.45) 137 White gospel termasuk seperti, psalm tunes, spiritual songs, dan anthem. Musik white gospel mula-mula 110 sesuatu yang kekinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu.138 Bila merujuk kata kontemporer adalah contemporare (Italia) dan contemporary (Inggris) yang secara harafiah berarti semasa atau sezamannya justru akan menimbulkan kebingungan bagi banyak orang awam. Istilah musik kontemporer hanya dapat dimengerti dalam konteksnya, berikut kutipan yang menjelaskan musik kontemporer menurut Suka Hardjana: “Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam hubungannya dengan perkembangan sejarah musik Barat dan Amerika. Namun walaupun dapat mengacu pada sebuah pemahaman yang spesifik, sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada kata seni maupun musik sama sekali tidak menunjukkan pada sebuah pengertian yang per definisi bersifat normatif. Itulah sebabnya, terutama bagi yang awam, Seni atau Musik Kontemporer banyak menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut”.139 Dalam transformasi sebuah zaman bila kita hubungkan dengan istilah kontemporer, sederhananya menjelaskan makna sebenarnya dari istilah musik kontemporer itu. Tetapi yang perlu dipahami bahwa subyek dari musik kontemporer terletak pada wacana dan ciri-ciri musik masa kini tersebut. Musik kontemporer hanyalah sekelumit dari efek ‘transformasi sebuah zaman’ yang sedang berlalu, sosoknya bersifat impermanent. Entisitasnya bukan satu, melainkan majemuk dan memiliki batas-batas yang kabur.140 Musik Kristen kontemporer lahir akibat munculnya sebuah Gerakan Bagi 138 Suka Hardjana, Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Ford Foundation dan MSPI, Jakarta.2003 139 Suka Hardjana, Memahami Musik Kontemporer, Kompas Minggu,1992,hlm.6 140 Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.255. 111 Yesus (Jesus Movement) di California Selatan yang sangat mempengaruhi rakyat Amerika dalam menghadapi kekacauan akibat perang Vietnam dan pembunuhan Presiden Kennedy. Rakyat Amerika sudah dikecewakan dengan kedamaian, kasih dan keterbukaan palsu, demikian tulis John Fischer seorang kolumnis majalah Christian Contemporary Music. Kekristenan yang diperbaharui memberi jawaban-jawaban rohani kepada mereka yang “lapar”. Yesus menjadi sosok yang menyelamatkan bagi kalangan muda (kaum hippies) Amerika yang saat itu sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, narkoba, dan politik radikal. Mereka diubahkan hidupnya menjadi fokus kepada Yesus.141 Gambar. 5 Salah Seorang Musisi Kristen Kontemporer, Michael W Smith (Sumber : www.wikipedia.com) 141 Saragih, Op.Cit.,hlm.77 112 Ketika kebangkitan terjadi, musik baru menjadi begitu populer. Gerakan Bagi Yesus saat itu menjadi awal perubahan dan musik rohani Kristen menjadi sebuah industri dengan sendirinya. Tahun 1970-an ditandai sebagai tahun dimana pengaruh musik rock telah ada di level musik gereja, gaya musik rock menjadi begitu familiar dimasyarakat, ritme rock yang berlebihan menjadi berkurang, dan tanggapan awal yang menyatakan genre musik ini diasosiasikan dengan musik sekuler mulai dilupakan.142 Pada dekade 70-an juga mulai bermunculan grup-grup musik Kristen yang mengaku bahwa Tuhan telah memakai mereka untuk melantunkan musik yang baru bagi kemuliaan nama-Nya. Mereka seperti Randy Stonehill, 2 nd Chapter of Acts, The Archer, The Imperials, Pat Terry, Randy Matthew, Barry McCeire yang telah menginspirasi dan pengaruh melalui nyanyian baru bagi kemuliaan Tuhan, kepada banyak artis seperti Bob Dylan, Donna Summer, Cliff Richard sehingga artis tersebut mulai mengubah arah musiknya. Bagi orang-orang yang saat itu maupun sekarang ini aktif dalam musik Kristen kontemporer masih terus memperjuangkan apa yang dahulu dirintis oleh tokoh pendirinya seperti, Larry Norman dan 2 nd Chapter of Acts, yakni menjembatani antara musik gereja tradisional dengan musik kontemporer. Hal ini tampak mulai berhasil, karena banyak gereja—termasuk gereja tradisional, walaupun masih “malumalu”—mulai menerima musik Kristen kontemporer. Mengapa saya mengatakan “malu-malu?” Saya teringat pengalaman saya ketika akan melayani ibadah Natal di sebuah gereja non-Pentakosta. Dalam ibadah tersebut rekan saya menyarankan 142 www.wikipedia.com file:///H:/Contemporary_Christian_music.htm, 113 kepada panitia agar menyediakan alat musik drum untuk keperluan ibadah Natal, tetapi panitia mengatakan bahwa gereja melarang alat musik drum masuk dalam gereja. Solusi yang diambil adalah menggantikan drum tersebut dengan synthesizer yang memainkan suara-suara drum dan perkusi secara manual. Artinya secara fisik tidak ada alat musik drum di gereja, namun secara “roh” suara drum hadir di gereja, dan tidak dipermasalahkan oleh pengurus gereja. Walaupun saya mulai menjumpai beberapa gereja tradisional di Medan sudah memiliki alat musik combo band yang lengkap dan digunakan dalam ibadah. Gaya dari musik Kristen kontemporer dipengaruhi oleh musik populer dan tidak sesuai dengan organ gereja tradisional. Banyak gereja mengadopsi ibadah kontemporer, oleh karena itu mereka memiliki worship band atau praise band untuk digunakan selama ibadah mereka. Istilah lainnya dikenal worship team, worship group, praise team atau music group juga digunakan. Worship band adalah paling biasa digunakan dalam denominasi Evangelikal, tapi juga ditemukan dalam denominasi Kristen lainnya. Kebanyakan worship band berpusat di gereja dan jarang bermain di luar gereja mereka. Namun bagaimanapun, beberapa band kontemporer Kristen juga tampil sebagai worship band dalam acara-acara tertentu diluar gereja, karena musik kontemporer Kristen pada hakekatnya berhubungan dengan industri musik rohani Kristen yang memiliki pasar cukup besar, seperti di Indonesia perusahaan rekaman musik rohani Kristen yang cukup terkenal adalah Maranatha Records, Harvest Music, dan lain-lain Di era 70-an dan 80-an, gaya musik folk populer sehingga sangat lumrah 114 ditemukan alat musik akustik dan instrumen tiup kayu. Saat ini musik Kristen kontemporer sangat berpengaruh positif dalam penginjilan, khususnya menyampaikan “Kabar Baik” kepada kawula muda. Hal ini dilatarbelakangi munculnya revolusi kebudayaan di Amerika terutama di kalangan muda-mudi pada masa itu, yang dimanfaatkan musisi Kristen memasukkan kaidah dan nilai kekristenan dalam musik mereka.143 Musik Kristen kontemporer yang sering digunakan di GBI Medan Plaza lebih banyak berasal dari musisi Kristen kontemporer generasi yang baru seperti Doen Moen, Michael W Smith, (Amerika) dan Hillsong, Darlene Zschech, (Australia) dan sebagian karya-karya mereka telah banyak diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan digunakan dalam ibadah. Saat ini lagu puji-pujian tidak hanya berasal dari luar negeri, setelah banyak kebangunan rohani dan anak-anak Tuhan Indonesia mulai menggubah lagu-lagu pujian yang indah, dirasakan cocok dengan budaya, pengalaman, dan mudah mereka serap. Seperti yang dihasilkan oleh Symphony Music, True Worshipper, GMB (Giving My Best), Franky Sihombing, Jonathan Prawira, Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo, Ir. Welyar Kauntu, Ir. Djohan E. Handojo, Vetry Kumaseh, Sari Simorangkir dan lain-lain. Musik Kristen kontemporer yang digunakan di GBI Medan Plaza menggunakan musik yang berasal dari album-album rekaman seperti “artis-artis” rohani di atas. Namun belakangan ini GBI Medan Plaza sendiri secara mandiri (indie label) telah mengeluarkan album rohani baik yang dikerjakan secara personal oleh 143 Saragih,Op.Cit., hlm.91. 115 jemaat maupun oleh Departemen Musik GBI Medan Plaza seperti album Medan United Worship, Anthony, Aji Sumargono, Pdt. Robert Siahaan dkk. Jaman baru, gereja baru, dogmatika baru dalam penginjilan menumbuhkan interpretasi baru dalam ibadah. Tak seorangpun tahu dan mungkin tidak akan bisa tahu seperti apa dan kearah mana musik Kristen kontemporer akan terus mengalir dan menemukan tempatnya berlabuh. Bisa juga pertanyaan tersebut diabaikan, kecuali hanya menerima dan memahami bahwa musik dalam gereja juga tidak dapat terelakkan tidak hanya sekedar ekspresi manusia terhadap sang pencipta, bukan sekedar keindahan, tetapi musik juga bagian dari bahasa kode-kode hubungan dan kenyataan keseharian, bahasa industri pergaulan tanpa batas.144 Musik Kristen kontemporer sebagai aksi maupun reaksi tumbuh dan berkembang dalam suasana dan lingkungan gereja, lintas denominasi dan komunitas Kristen tanpa batas dan untuk semuanya di jaman yang terus mengalami perubahan dan penuh kontroversi ini. Musik Kristen Kontemporer telah menjadi topik yang kontroversi sejak kemunculannya di tahun 1960-an. Sebuah kampus Kristen yang bernama Bob Jones University melarang mahasiswa di asramanya mendengarkan CCM. Beberapa pendapat mengatakan bahwa konsep musik Kristen pop/rock adalah sebuah fenomena yang tidak biasa, semenjak musik rock secara historis selalu diasosiasikan dengan tema-tema seperti seks bebas, pemberontakan, narkotik dan penggunaan alkohol, dan tema-tema lain yang bertentangan dengan ajaran Kristen. 144 Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.257 116 2. 8. Ibadah Kontemporer: Bentuk Pola Ibadah di Abad 20 Ibadah kontemporer (contemporary worship) adalah bentuk ibadah Kristen yang muncul dalam Western Evangelical Protestantisme di abad ke-20. Ibadah kontemporer awalnya terbatas hanya dalam Gerakan Kharismatik, namun sekarang telah ditemukan dalam berbagai gereja-gereja secara luas, termasuk oleh banyak gereja yang tidak berjalan dalam teologi kharismatik. Ibadah kontemporer umumnya dikarakteristikkan oleh penggunaan musik penyembahan kontemporer dalam bentuk yang lebih informal. Jemaat menyanyi dengan ‘khas’ dan dalam porsi yang lebih banyak. Ketika ibadah kontemporer dipraktekkan di gereja dengan tradisi yang liturgikal dalam bereka dengan tradisi liturgis, elemen dari liturgi sangat sedikit digunakan. Terminologi historic worship, tradisional worship atau liturgical worship kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan bentuk ibadah yang konvensional dan mereka dibedakan dari bentuk ibadah kontemporer. Berdasarkan sejarah, fenomena ibadah kontemporer muncul dari Gerakan Bagi Yesus (Jesus Movement) di Amerika Utara pada tahun 1960-an dan gerakan Charismatic Renewal Movement di Australia dan New Zealand sepanjang tahun 1970-dan 1980-an. Fungsi musik dalam pelayanan, gaya lagu-lagunya, penampilan mereka, lirik-lirik yang secara eksplisit berisi teologi, dan teologi menyatakan secara tidak langsung melalui aspek-aspek tersebut, hal ini yang membedakan ibadah kontemporer (contemporary worship) dari ibadah tradisional (traditional worship) dalam praktek dan latar belakang teologi. 117 Musik dalam ibadah kontemporer memiliki peran yang signifikan sepanjang ibadah dan ada pengulangan kalimat-kalimat yang menguatkan isi teologis dalam ibadah. Pengaruhnya yang kuat akan meningkatkan iman keyakinan seseorang juga sangat jarang menggunakan doa-doa yang formal (doa liturgikal). Secara teologis, musik dalam ibadah kontemporer dipengaruhi oleh aliran Pentakosta dan Evangelical Theologies. Bagaimanapun fenomena ini telah memberi pengaruh kepada semua denominasi moyoritas dalam beberapa lapisan. 118 BAB III MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA 3. 1. Pelayanan Musik 3. 1. 1 Merekrut dan Inisiasi Imam Musik Dalam merekrut imam musik yang akan melayani di ibadah, GBI Medan Plaza melakukan audisi melalui Departemen Musik untuk menyeleksi musisi-musisi dari berbagai instrumen, seperti: piano, keyboard, drum, gitar bas, gitar elektrik, saxophone, biola, vokal, dan sebagainya. Musisi tersebut dapat berasal dari berbagai denominasi dan tidak harus terdaftar sebagai jemaat GBI Rayon IV Medan Plaza. Audisi dilakukan tidak hanya terhadap kemampuan dalam bidang musik, tetapi juga dengan wawancara secara personal dasar dan tujuan untuk melayani sebagai imam musik.145 Setelah calon imam musik tersebut dinyatakan lulus audisi, maka ia berhak mengikuti training musisi yang diadakan satu kali pertemuan dalam satu minggu selama enam bulan. Dalam training musisi, setiap calon imam musik setiap minggunya akan dilatih berbagai kemampuan musikal, pengenalan konsep, perbedaan dan karakteristik akan pujian dan penyembahan, hearing, feeling, kepekaan flowing, improvisasi menguasai aba-aba, seperti: nada dasar, pengulangan, modulasi 145 Banyak musisi Kristen yang lebih mencurahkan perhatian dan waktunya untuk mencari popularitas, uang dan “pelayanan” hiburan untuk memanjakan orang Kristen kaya. Pelayanan musik bukan suatu permainan. Imam musik memiliki tanggung jawab dan panggilan Kudus untuk dipenuhi, saat ini lah waktunya bagi imam musik untuk memasuki pelayanan yang telah ditentukan Tuhan. (Mike & Hibbert, Op. Cit.,hlm.20) 119 (overtone), perlambat/percepat tempo, perkeras/perhalus suara (dynamic), ending, hanya drum (drums only), hanya piano (piano/synthesizer only) dan sebagainya. Selama masa training calon imam musik dituntut kelak untuk dapat menjadi contoh bagi jemaat, karena pelayanan imam musik merupakan pelayanan yang dianggap paling besar peluang untuk jatuh kedalam dosa. Imam musik ketika melayani di altar maka semua mata jemaat tertuju kepada mereka, sehingga tidak dipungkiri imam musik merupakan pelayanan yang “populer” ujar Bapak Pdp. Obed Sembiring. Kesombongan merupakan hal yang menonjol dalam pelayanan imam musik, seperti yang terjadi terhadap malaikat Lucifer. Sehingga menanamkan karakter seorang imam musik yang baik dan benar perlu bagi setiap calon imam musik. Hal senada juga dikatakan Pdt. R. Bambang Jonan, bahwa pelayanan musik di gereja Kharismatik merupakan pelayanan yang dianggap “eksklusif” oleh kalangan muda, karena mereka bisa “tampil” dihadapan jemaat setiap hari minggu. Karenanya banyak kaum muda belajar musik untuk melayani di gereja namun dengan motivasi yang kurang tepat, sehingga pelayanan musik kehilangan makna spiritual dan sering menjadi ajang mencari popularitas. Sehingga tidak heran dalam gereja terjadi tarik menarik imam musik dengan cara menawarkan honor (PK:Persembahan Kasih) yang lebih besar dan “menggiurkan”, ujar Beliau. Selama mengikuti masa training selama enam bulan, setiap calon imam musik harus memiliki sertifikat baptis selam146 dan memiliki sertifikat KOM. Bagi calon 146 Baptis selam merupakan baptis yang dilakukan dengan membasahi seluruh badan dengan mencelupkan kedalam air. 120 imam musik yang telah memiliki sertifikat baptis selam dari gereja denominasi lain tidak perlu melakukan baptis selam lagi. Tetapi bagi calon imam musik yang belum memiliki baptis selam harus melakukan baptis selam yang diadakan oleh gereja GBI Medan Plaza maupun oleh gereja cabang. Dan bagi calon imam musik yang belum lulus kelas KOM harus belajar terlebih dahulu. Setiap imam musik yang belum di baptis selam dan belum lulus kelas KOM tidak diperbolehkan melayani sebagai imam musik.147 Setelah semua persyaratan selesai, maka pada akhir masa training akan diadakan pertemuan Departemen Musik yang melibatkan seluruh imam musik GBI Medan Plaza dan seluruh cabang-cabang yang ada di sekitar Kota Medan. Dalam pertemuan tersebut koordinator Departemen Musik akan mengumumkan nama-nama imam musik yang telah lulus training, dan memanggil mereka satu persatu dihadapan seluruh imam musik yang ada untuk berdoa dan menumpangkan tangan148 kepada imam musik yang baru tersebut. Setelah itu imam musik tersebut akan dijadwal sebagai salah seorang pelayan musik dalam ibadah-ibadah gereja yang ada dibawah tanggung jawab Departemen Musik GBI Medan Plaza. 147 Namun kenyataannya syarat tersebut bisa saja menyusul dipenuhi karena kebutuhan pelayanan musik yang mendesak di GBI Medan Plaza dan beberapa gereja cabang yang dibawahinya. 148 Berdoa menumpangkan tangan merupakan sikap untuk memberkati orang yang ditumpangi tangan. Hal ini dapat dilakukan walaupun orang tersebut tidak berada tepat di depan orang yang berdoa, namun masih dalam jangkauan pandangan dalam ruangan yang sama. 121 3. 1. 2 Menentukan Lagu Dalam Ibadah Dalam ibadah-ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza, musik yang dipanjatkan dalam ibadah kepada Allah terbagi atas dua, yang pertama disebut dengan puji-pujian (praise) dan yang kedua disebut dengan penyembahan (worship). Esensi keduanya tidak berbeda dan keduanya merupakan suatu pernyataan dan ungkapan yang khusus. Puji-pujian bukanlah berbicara tentang lagu-lagu dengan tempo yang cepat atau lirik dari firman Tuhan yang dinyanyikan. Dan penyembahan bukanlah sebuah lagu dengan tempo yang lambat. Keduanya tidak berbicara tentang cepat atau lambatnya lagu. Tetapi jemaat atau kebanyakan imam musik mengetahui bahwa lagu pujipujian (praise) merupakan lagu dengan tempo cepat dengan irama yang variatif seperti rock, disco, polka, march, samba dan sebagainya, semenatar lagu penyembahan (worship) adalah lagu dengan tempo lambat misalnya denga irama waltz dan ballad. Karena perbedaan ini yang tampak jelas dan dapat dikenali dengan mudah. Tetapi menurut Pdt. Joshua Ginting dengan tempo yang relatif cepat seseorang bisa juga menyembah, dan dengan tempo relatif lambat bisa menaikkan pujian. Sehingga persepsi bahwa lagu worship (penyembahan) harus lambat adalah sebuah kekeliruan.149 Pdt. Joshua Ginting mengatakan sesungguhnya esensi pujian tidak hanya sebatas pada tempo musik yang cepat. Melainkan bagaimana cara atau tindakan untuk 149 Disampaikan dalam kuliah Dogmatika di STT Misi Pelita Kebenaran pada tanggal 12 Mei 2011 122 mengagungkan atau membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat. Dalam puji-pujian Allah menyambut iman kita dengan kehadiran-Nya, dan penyembahan kebalikannya, yakni kita menyambut serta menanggapi kehadiran Allah.150 Lagu-lagu pujian dan penyembahan tersebut biasa dipilih oleh seorang worship leader sesuai dengan tema atau topik khotbah yang telah dikoordinasikan dengan Pendeta yang akan khotbah.151 Kecuali untuk ibadah perayaan hari-hari besar Kristen, misalnya seperti Paskah atau hari Natal, maka tema lagu juga disesuaikan dengan hari besar tersebut. Selain itu cara lain menentukan lagu-lagu pujian dan penyembahan yang akan dibawakan dalam ibadah pada hari minggu idealnya merupakan lagu yang diperoleh dari hasil berdoa sepanjang minggu (senin-sabtu). Namun saya sering menjumpai bahwa lagu-lagu yang dibawakan sangat tergantung dari selera worship leader. Dan justru disusun hanya beberapa menit sebelum ibadah dimulai, serta disusun tidak berdasarkan tema-tema ibadah yang ditetapkan. Sehingga seorang Pdt. Lukgimin Aziz152 pernah memberi istilah kepada worship leader yang demikian sebagai “gue suka, lu bisa…jalan!”. Pendeta Lukgimin Aziz mengatakan seharusnya lagu yang akan dibawakan bukan berdasarkan selera pribadi atau selera tim musik, melainkan lagu yang akan dibawakan dalam ibadah tersebut diperoleh 150 Mike and Hibbert, Op.Cit.,hlm.163 Namun sering juga worship leader tidak mengetahui siapa Pendeta yang akan khotbah, atau Pendeta tersebut menyerahkan sepenuhnya kepada worship leader lagu apa yang akan dinyanyikan, sehingga worship leader memiliki inisiatif sendiri dalam menentukan lagu pujian dan penyembahan yang akan dibawakan. 152 Salah seorang Pendeta pejabat di GBI Rayon IV Medan Plaza dan sebagai Gembala beberapa cabang GBI, seperti: GBI Grand Angkasa, GBI Swis-Bel, GBI Yang Lim Plaza, dan sebagainya. 151 123 dari tuntunan Roh Kudus melalui doa sepanjang minggu sebelum ibadah dilaksanakan. 3. 2. Nashville Number System Musik Kristen kontemporer merupakan genre musik lahir dan berkembang di Nashville, Tennese, Amerika. Pada bab sebelumnya juga telah disebutkan bahwa istilah musik Kristen kontemporer mengacu kepada genre musik pop rock Nashville. Di kota Nashville para pemusik Kristen kontemporer kemudian mengenalkan sebuah sistem numeralisasi untuk tingkat harmoni dalam musik yang menggunakan angkaangka. Sistem tersebut dikenal dengan nama Nashville Number System. Sistem Angka Nashville adalah sebuah metode menulis atau membuat sketsa dari ide musik dengan menggunakan nomor dan untuk mewakili posisi akor dalam huruf menjadi angka. Contohnya dalam nada dasar C Mayor, akord dm7 dapat ditulis dengan 2m7 atau ii7.Dalam Nashville Number System setiap nada di sebuah tangga nada mayor diberi penomoran dari 1 hingga 7, seperti nada dasar dalam akor C Mayor berikut: C:1, D:2, E:3, F:4, G:5, A: 6, B:7 153. Begitu juga progresi akor misalnya ditulis C…│F…│G…│C…│dalam notasi angka Nashville akan menjadi 1…│4…│5…│1…│. Metode notasi ini memungkinkan seorang musisi yang telah mengerti teori musik untuk memainkan lagu yang sama dengan nada dasar yang berbeda dengan mudah. Seorang imam musik harus berpikir tentang sebuah lagu melalui angka-angka. 153 Di lingkungan GBI Medan Plaza sendiri sangat jarang menggunakan tangga nada B Mayor. 124 Sistem Angka Nashville juga di adaptasi ke dalam kode-kode penjarian untuk mempermudah worship leader memberi aba-aba sebuah progresi akor ketika seorang imam musik yang tidak menguasai sebuah lagu digunakan dalam ibadah. Kode penjarian tersebut sama dengan yang digunakan untuk menunjukkan nada dasar sebuah lagu, yang akan saya bahas pada sub-bab 3.6. Gambar 6: Tangga nada C Mayor C-D-E-F-G-A-B-C154 I = tonic iii = mediant V = dominant ii = supertonic IV = subdominant vi = submediant VII= subtonic Selain menggunakan angka 1-2m-3m-4-5-6m-7 untuk melambangkan setiap tangga nada dalam Nashville Number System, dalam teori musik Barat juga digunakan angka-angka Romawi (Roman numeral), yaitu I-ii-iii-IV-V-vi-VII dimana angka kecil untuk melambangkan akor minor. Sistem ini disebut dengan upper-case Roman untuk Mayor (misalnya I = mayor) dan lower-case Roman untuk minor (misalnya ii = mayor dan minor). Dalam angka Nashville number system sebuah lagu dapat dituliskan seperti contoh sederhana berikut: 154 NNS: Nashville Number System dan SR: System Romawi 125 1 6- 5 4 1 5/7 6- 5 dalam angka romawi I vi V IV I V/VII vi V Setiap angka menunjukkan satu birama, contoh di atas terdiri dari delapan birama dan tanda kurang menunjukkan akor minor. Sedangkan garis miring menunjukkan akor dimainkan pada root yang berbeda. Jika dituliskan kedalam tangga nada C Mayor maka akor di atas adalah sebagai berikut: C Am G F C G/B Am G Begitu juga jika contoh akor di atas di ubah dan dimainkan dalam tangga nada D Mayor, maka hasilnya sebagai berikut: D Bm A D A/C# Bm G A Bila kita menuliskan perubahan akor dari tangga nada C Mayor ke tangga nada D Mayor kedalam huruf maka kita harus menulis ulang huruf tersebut, sedangkan dalam notasi Nashville Number System hal tersebut tidak perlu dilakukan. Pola harmoni dalam angka tetap tampak sama walau dalam nada dasar yang berbeda. Karena itu Nashville Number System akan lebih mudah dimengerti bagi imam musik yang telah menguasai tangga nada secara teoritis. Hal ini akan mempermudah bagi imam musik 126 untuk mengetahui lagu dalam berbagai nada dasar yang berbeda. Berikut tabel tangga nada yang disusun menurut Nashville Number System: Gambar 4. Tabel tangga nada mayor dalam Nashville Number System (Sumber: www.guitarthinker.com) Namun Nashville Number System hanya untuk melambangkan progresi akor dari tingkatan-tingkatan yang “lazim” dalam tangga nada mayor. Nashville Number System tidak untuk melambangkan untuk progressi akor yang sifatnya accidental chord misalnya dari tingkat I menuju tingkat V# (misalnya dalam huruf dari C menuju Ab atau Bb). Nashville Number System sendiri memiliki kelemahan untuk melambangkan progresi akor yang sifatnya aksidental. Ketika hal ini saya tanyakan terhadap seorang dosen teori musik di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran 127 Matthew Birkenfeld,155 bahwa Nashville Number System tidak mengenal progresi akor yang aksidental, sehingga angka-angka tersebut tidak untuk mewakili akor-akor aksidental tersebut. Hal ini tentu berbeda dengan di GBI Medan Plaza khususnya dan di Indonesia umumnya, untuk melambangkan akor-akor maupun nada-nada yang sifatnya aksidental tersebut maka dapat dilambangkan dengan angka yang diberi garis miring (/) atau menambahkan tanda kres ( # ) untuk akor kromatis dan garis miring (\) untuk harmoni akor mol ( b ). Berikutnya dalam menuliskan pola harmoni dalam flowing dibawah ini saya akan menuliskan kedalam dua penulisan yakni Nashville Number System (NNS) dalam angka 1-2m-3m-4-5-6m-7 dan seterusnya dan dalam angka romawi I-ii-iii-IV-V-vi-VII dan seterusnya. 3. 3. Penggunaan Nada Dasar (Key Signature) Jika dalam musik-musik kontemporer atau musik-musik populer yang kita kenal, besar kemungkinan kita akan menemukan nada dasar dari serialisme 12 nada seperti yang berlaku dalam harmoni Barat. Tetapi dalam praktek ibadah musik yang ada di GBI Medan Plaza baik untuk lagu-lagu pujian dan penyembahan sangat ‘jarang’ menggunakan nada-nada dasar aksidental. Beberapa lagu di transkrip bebas oleh orang lain, karena gereja Kharismatik umumnya tidak menuliskan transkrip 155 Worship musician dari Wisconsin Amerika yang mengajarkan Nashville Number System di STT Misi Pelita Kebenaran. 128 notasi balok lagu-lagu mereka kedalam buku seperti yang dilakukan oleh gerejagereja tradisional. Saya menemukan dalam prakteknya dalam ibadah cenderung (selalu) menemukan nada dasar dari sebuah lagu dari nada dasar C-D-E-F-G-A-Bb-C. Saya menemukan bahwa di GBI Medan Plaza sangat jarang—hampir tidak pernah— menggunakan nada dasar aksidental seperti C#-D#-F#-G# maupun inharmoniknya dalam nyanyian di ibadah-ibadah mereka seperti layaknya lagu-lagu yang terdapat dalam gereja-gereja tradisional. Hal tersebut merupakan upaya “mempermudah” dalam memainkan lagu-lagu tersebut, sehingga nada dasar-nada dasar diatonik kromatik sengaja ditiadakan.156 Karena lagu-lagu yang dimainkan dalam ibadah ini melibatkan sebuah tim musik yang terdiri dari beberapa musisi dan tidak semua musisi memiliki kemampuan bermusik yang sama pada nada dasar yang kromatik seperti di atas. Sehingga diambil langkah untuk meminimalisir kesalahan dalam ibadah, hal tersebut lumrah saja dilakukan, karena saat ini semua alat musik klaviatur seperti piano elektrik dan synthesizer telah memiliki fasilitas yang disebut transpose, dan fasilitas ini sepertinya begitu populer termasuk dikalangan musisi gereja umumnya. Secara Alkitabiah tidak ada yang salah dan tidak ada yang melarang menggunakan fasilitas transpose, karena fasilitas tersebut hanyalah sebuah hasil teknologi semata, yang diciptakan untuk mempermudah seseorang dalam bermusik. 156 Berbeda dengan buku lagu (buku logu) yang digunakan dalam gereja HKBP menggunakan nada dasar dari 12 nada yang ada dalam teori musik. 129 Walaupun sebenarnya penggunaan transpose menurut penulis memiliki kelemahan secara mentally bagi musisi itu sendiri, karena ia tidak memiliki keberanian menggunakan instrumen yang belum ia kenali fasilitas yang terdapat di instrumen tersebut sebelumnya. Akibatnya beberapa imam musik tidak bersedia melayani di gereja-gereja cabang GBI Medan Plaza yang belum mereka kuasai instrumennya, karena khawatir jika nanti seorang pemimpin pujian meminta dilakukan modulasi di tengah-tengah lagu, sedangkan musisi tersebut tidak mengetahui dimana letak tombol transpose tersebut akan berakibat fatal, atau ia sama sekali tidak dapat bebas bermain dari nada dasar yang tidak dikuasai karena tidak bisa menggunakan fasilitas transpose sejak awal lagu. Artinya lagu tersebut secara harafiah dimainkan pada nada dasar E Mayor tetapi dengan fasilitas transpose seorang musisi dapat bermain pada nada dasar C Mayor dengan papan kuncinya berwarna putih semua, namun bunyi yang dihasilkan adalah E Mayor. Secara Alkitabiah Tuhan tidak mempermasalahkan teknik bermain musik, apakah seorang musisi tersebut lulusan sekolah musik dari luar negeri, master di bidang musik, atau mampu bernyanyi dengan teknik vokal yang rumit. DihadapanNya apa yang dikorbankan untuk memuji Dia akan layak dan berkenan dihadapanNya jika hati dan tangan kita kudus. Secara spirit bermain dengan tidak pada nada dasar yang sebenarnya dengan menggunakan transpose akan sedikit berpengaruh kepada estetika “bermusik” itu sendiri. 130 3. 4. Flowing157 Flowing adalah pola akor yang baku yang dimainkan dalam sebuah ibadah kontemporer untuk membawa jemaat kedalam penyembahan dan dilakukan secara berulang-ulang dengan perubahan dinamik yang perlahan-lahan semakin keras hingga mencapai sebuah klimaks, kemudian kembali kepada dinamik semula yang lembut. Namun biasanya worship leader atau Pendeta akan memberi tanda kepada imam musik kapan harus mengakhiri sebuah klimaks dan kembali kepada dinamik lembut dengan menggunakan lima jari. Kemudian imam musik masih dapat mengulang flowing dengan dinamik yang lembut (hanya instrumen piano saja) beberapa kali pengulangan lalu memainkan open chord sebagai acuan bagi worship leader untuk menyanyikan lagu penyembahan berikutnya. Flowing memiliki peran yang sangat penting dan sangat menentukan bagaimana proses transformasi “atmosfir” dari sebuah lagu penyembahan yang telah dinyanyikan secara berulang-ulang (±8-10 kali) kepada penyembahan berikutnya. Flowing bisa dikatakan sebagai jembatan yang menghubungkan antara lagu pertama dalam ibadah sebelum melanjutkan ke lagu kedua. Namun flowing merupakan sebuah langkah krusial yang akan menentukan apakah jemaat mengalami hadirat Tuhan ketika menyembah atau jemaat hanya menikmati flowing sambil berdiam diri tanpa berdoa. 157 Dalam tulisan ini saya akan tetap menggunakan terminologi flowing selain karena istilah ini telah familiar dikalangan imam musik di GBI Medan Plaza, selain karena tidak ada terminologi yang pas bisa menggantikan flowing dalam Bahasa Indonesia. 131 Ketika flowing dimainkan dalam sebuah ibadah, jemaat akan menaikkan doa, ucapan syukur, pujian yang diucapkan dengan kebebasan dan dengan suara yang terdengar melalui kata-kata yang dinyanyikan, misalnya: “Engkau begitu ajaib Yesus, betapa indahnya Engkau, betapa menyenangkannya Engkau, Engkau baik, Engkau kekasihku” dan sebagainya. Flowing dilakukan dengan menggunakan pola-pola akor yang telah menjadi sebuah flowing-pattern yang baku dan digunakan dalam ibadah. Terdapat beberapa jenis flowing-chord yang digunakan dalam lingkungan GBI Medan Plaza, yang menurut pengakuan Bapak Boni Gea salah seorang imam musik, semua flowing chord tersebut merupakan hasil karya Departemen Musik GBI Medan Plaza. Penggunaan tiap-tiap pola flowing chord memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda dalam setiap ibadah. Bapak Obed Sembiring mengatakan bahwa ketika sebuah lagu penyembahan selesai dinyanyikan dan diakhiri oleh sebuah kadens, lalu dimainkanlah salah satu pola flowing. Menurut Bapak Pdp. Obed sembiring untuk menentukan pola flowing yang mana akan dimainkan dari beberapa pola yang ada dalam sebuah penyembahan bukanlah berdasarkan pikiran, melainkan Roh Kudus yang memimpin imam musik dalam tim158 tersebut, dan mengarahkan imam musik tersebut untuk menggunakan pola flowing yang akan digunakan. lalu di ikuti oleh instrumen yang lain. Berikut ini adalah contoh pola flowing tersebut: 158 Sebuah tim musik dalam worship band dipimpin oleh seorang pemimpin (leader team) pada piano yang bertugas memimpin dan mengarahkan musisi lain kapan untuk bermain keras, mengarahkan pemakaian flowing, bagaimana menentukan kadens di akhir lagu dan sebagainya. 132 1. Pola Flowing I-I/IV-I-I/IV-I 2. Pola Flowing I-vi-ii-V-I 3. Pola Flowing I-ii-iii-│IV.V.│ 4. Pola Flowing I-ii-iii-IV-V 5. Pola Flowing I-iv/I-I-iv/I 133 6. Pola Flowing I-I/iii-IV-V 7. Pola Flowing I-VI#/I-I-VI#/I 8. Pola Flowing I-vi-iii-IV 9. Pola Flowing I-I-vi-vi-ii-ii-V-V 134 10. Pola Flowing I-IV-vi-V 11. Pola Flowing I-V/VI-vi-I/V 12. Pola Flowing V#-VI#-I-I 13. Pola Flowing I-ii-vi-IV 14. Pola Flowing I-IV/VI-I/V-IV 135 15. Pola Flowing │I . ii . │ iii . IV . │ vi . V . │ IV . . . │ 16. Pola Flowing I-IIM/I-ivm/I-I 17. Pola Flowing I-V/I-IV/I-I 18. Pola Flowing minor vi-vi-IV-IV-IIm-IIm-IIIM-IIIM 136 19. Pola Flowing minor vi-IV-V-vi 3. 5. Improvisasi Improvisasi merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dalam flowing. Improvisasi juga telah dikenal dan digunakan dalam gereja sejak jaman Daud. Improvisasi juga penting dalam beberapa tradisi sistem musik non-Barat seperti tradisi musik blues yang berakar dari worksong orang-orang Afro-Amerika ketika menjadi budak saat bekerja di ladang. Namun improvisasi—istilah teologianya disebut dengan pengungkapan (ekspresi) atau sering disebut “menyanyi dalam Roh”—dalam musik Kristen kontemporer dalam konteks ini di GBI Medan Plaza tidak dilakukan untuk tujuan mempertontonkan kebolehan individual seperti yang dilakukan dalam genre musik jazz yang sekuler. Improvisasi sendiri menurut Ronald Byrnside adalah: Sebuah komposisi yang dimainkan secara improvisasi bisa dikatakan, setidaknya secara teoritis, sebagai komposisi yang ditampilkan hampir secara simultan; bisa dikatakan kreasi musikal secara spontan yang dipertunjukkan berbeda dengan karya-karya musik yang telah di tulis secara transkriptif, yang telah di aransemen sebelum ditampilkan. Tujuan improvisasi dan hasil dari karya yang di improvisasi tersebut menjadi keunikan, karena hanya bisa ditampilkan sekali. Improvisasi tidak dimaksudkan untuk di duplikasi pada pertunjukan yang akan 137 datang, kecuali improvisasi direkam kedalam CD atau tape, jika tidak ia akan hilang, kecuali dihadapan mereka yang hadir ketika improvisasi dimainkan.159 Inti dari improvisasi adalah mempertimbangkan terlebih dahulu apa yang akan diimprovisasi (preconceived), lalu mempersiapkan terlebih dahulu (premeditated), ide musikal dan kerangka, struktur, yang secara khas meminjam dari komposisi yang telah ada. Elemen yang dipinjam tersebut, dapat hanya berupa struktur formal dan garis besar kerangka harmoni saja, atau hanya terdiri dari melodi yang tersusun, atau dalam beberapa improvisasi musik hanya terdiri dari penggalan-penggalan melodi dan bentuk desain melodi yang sangat umum. Dalam hal ini saya mencontohkan pola flowing yang digunakan adalah struktur harmoni I-IV-I-IV maka seorang imam musik harus memiliki pertimbangan (preconceived) terlebih dahulu dalam pikirannya terhadap struktur harmoni tersebut, lalu ia mempersiapkan (premeditated) kedalam ritem-ritem yang akan digunakan dan menuangkannya ke instrumen yang digunakan. Improvisasi dalam flowing dilakukan dalam batasan-batasan yang sempit sehingga tidak “mencuri” perhatian jemaat ketika penyembahan dilakukan. Artinya jemaat tidak berusaha mencerna atau menganalisis, bahkan memberi nilai, mengomentari isi improvisasi dari musik yang dimainkan sehingga ia dapat fokus menyembah dan membangun komunikasi dengan Tuhan. Improvisasi merupakan bagian dari kreatifitas dan spontanitas yang menurut Max Weber merupakan ciri khas dari kharisma, akan tetapi improvisasi yang semata-mata untuk “unjuk kebolehan” 159 Ronald Byrnside,Contemporary Music and Music Cultures,Prentice-Hall.,Englewood Cliffs, New Jersey,1975,hlm.222. 138 merupakan bagian pemikiran yang manusiawi. Improvisasi dapat dilakukan dengan taraf kewajaran yang murni hanya dengan berpikir untuk menemukan cara-cara yang layak dan berbeda ketika menyembah Tuhan. Tetapi selayaknya improvisasi itu harus merupakan pancaran yang keluar dari pertemuan yang sungguh-sungguh antara imam musik dengan Allah. Jika tidak demikian, pelayanan itu hanya untuk menyatakan ungkapan yang keluar dari pikiran imam musik tersebut dan bukan dari dalam Roh. Bapak Pdp.Obed Sembiring sebagai ketua Departemen Musik tidak memungkiri sering menemukan beberapa “oknum” imam musik yang melakukan pelayanan seperti mencari “pengakuan” dari orang lain sebagai seorang musisi yang memiliki kecakapan musikal lebih baik. Sehingga mengesampingkan pelayanan dan mengorbankan jemaat yang datang ke ibadah karena permainan musiknya yang tidak pada tempatnya. Beliau mengatakan gereja bukanlah tempat untuk mencari popularitas, bukan tempat untuk menunjukkan kemampuan di hadapan jemaat, tetapi untuk melayani Tuhan. Sehingga kedewasaan bermusik juga penting bagi pelayan musik di gereja, sehingga secara emosional bermusik tidak berlebihan dalam melakukan improvisasi. Untuk mencegah hal ini menjadi sebuah “tradisi” yang tidak baik dalam lingkungan Departemen Musik GBI Medan Plaza, maka setiap imam musik yang akan melayani di gereja ini harus melewati sebuah audisi untuk mendapatkan standar kemampuan dan kapabilitas dalam musik dan karakter yang baik. Seorang worship leader juga melakukan improvisasi ketika melakukan penyembahan. Improvisasi dilakukan ketika suatu nyanyian atau lagu penyembahan 139 selesai dinyanyikan, maka seluruh jemaat dan worship leader mulai menyembah Tuhan bernyanyi dengan nada-nada yang di susun sendiri dan dengan kata-kata yang diciptakan sendiri. Setidaknya ini dilakukan hanya pada satu chord saja. Improvisasi juga dapat dilakukan tetap merujuk kepada pola flowing yang dimainkan oleh imam musik. Biasanya jemaat dan worship leader akan menyanyikan ucapan-ucapan syukur, doa, meninggikan nama Yesus, ucapan terima kasih, Halleluya, dan sebagainya juga yang dikombinasikan dengan bahasa Roh (glossolalia). Ucapanucapan tersebut dinyanyikan dengan melodi-melodi melismatik dan gaya recitatif.160 Keindahan bentuk garis melodi dalam menyanyi bagi Tuhan sangat penting. Worship leader dituntut belajar ekspresif dan bernyanyi dengan ekspresif serta mampu menyanyikan garis-garis melodi yang menarik. Jika worship leader bernyanyi menggunakan suatu lintasan nada dasar, maka ia harus mendengarkan nada-nadanya lalu meletakkan garis melodi secara tepat dalam setiap nada. Tidak semua Pendeta memiliki kemampuan berimprovisasi yang baik ketika menyembah Tuhan, sehingga saya juga menemukan Pendeta-Pendeta yang kadang terlalu memaksa melakukannya namun tidak pada nada dan ketukan yang tepat atau melodi terdengar “sedikit” disharmonis. Terutama beberapa Pendeta yang melakukan konversi ke agama Kristen dari agama lain saat mereka telah dewasa, dimana mereka dari kecil tidak terbiasa dengan musik dan nyanyian, sehingga mereka menemukan 160 Gaya nyanyian yang lebih mirip “berbicara” dengan tingginada tertentu (artinya, teks atau pemahaman teks diutamakan). Ritmenya sesuai dengan ritme suku kata, bahkan urutan nada-nada lebih cenderung kepada repetisi nada tertentu. Sebuah resitatif biasanya diiringi dengan akor-akor dan bas yang sederhana (figured bass) 140 kesulitan ketika akan melakukan improvisasi atau bernyanyi saat akan memulai khotbah misalnya. Dalam beberapa kesempatan ibadah, saya melihat beberapa Pendeta yang kurang menguasai musik, ketika hendak melakukan khotbah mereka tidak melakukan penyembahan, melainkan hanya berdoa saja lalu khotbah. Mereka menghindari nyanyian dan menyerahkan sepenuhnya kepada worship leader.161 Tetapi karena dalam ibadah kontemporer tidak ada prosesi ibadah yang liturgis, namun sifatnya lebih fleksibel, jadi tidak menjadi satu masalah bila seorang pendeta ketika hendak berkhotbah memulai dengan menyembah, bernyanyi, atau berdoa saja lalu khotbah. 3. 6. Pemakaian Kode Jari (Fingering Code) Sebuah lagu pujian maupun penyembahan ketika akan dibawakan oleh seorang worship leader dalam sebuah ibadah belum tentu sama nada dasarnya dengan worship leader yang lain. Tergantung kepada kemampuan tinggi rendahnya jangkauan suara worship leader tersebut. Sehingga diawal lagu baik pujian maupun penyembahan seorang worship leader memberikan aba-aba melalui kode-kode penjarian yang telah dimengerti musisi untuk memainkan nada dasar yang dimaksudkankan. Untuk nada dasar C dilambangkan dengan jari telunjuk, nada dasar D dilambangkan dengan jari telunjuk dan tengah, nada dasar E dilambangkan dengan 161 Saya tidak menilai secara holistik terhadap seluruh Pendeta yang melakukan konversi ke agama Kristen tidak memiliki kemampuan bernyanyi dan berimprovisasi. Saya membuat gambaran umum karena kajian yang saya lakukan tidak berpijak berdasarkan penelitian ilmiah terhadap permasalahan kapabilitas Pendeta-Pendeta tersebut dalam bernyanyi dengan membuktikan suatu teori maupun hipotesis tertentu, melainkan lebih didasarkan kepada pengamatan kasar dalam ibadah saja. 141 jari telunjuk, tengah dan manis, nada dasar F dilambangkan dengan jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking, nada dasar G dilambangkan dengan keseluruhan lima jari, nada dasar A dilambangkan dengan jari jempol kearah bawah, dan nada dasar Bb dilambangkan dengan jari jempol kesamping (vertical) dan jari telunjuk kebawah (horizontal) Kode penjarian memiliki peranan penting dalam lancarnya sebuah ibadah. Kode penjarian berguna untuk beberapa fungsi seperti: (1) untuk menunjukkan nada dasar, (2) untuk modulasi, (3) untuk mengakhiri lagu (ending), (4) untuk interlude, (4) untuk reffrain, (5) untuk verse , (6) hanya drum, (7) hanya piano, (8) dan sebagainya. Penempatan kode-kode yang sama misalnya jari telunjuk memiliki arti yang berbeda pada saat yang berbeda, hal ini harus dimengerti oleh setiap imam musik agar tidak menimbulkan kekeliruan.Misalnya seorang worship leader memberi kode jari telunjuk ketika lagu belum dimulai berarti yang ia maksud adalah nada dasar C, sedangkan ketika worship leader memberi kode jari telunjuk ditengahtengah lagu artinya imam musik harus kembali ke verse. Demikian untuk beberapa kode penjarian yang lain. Dalam beberapa kasus yang saya melihat, beberapa worship leader bisa saja terlambat memberikan kode penjarian kepada imam musik dalam sebuah lagu yang sedang dinyanyikan atau raagu-ragu, bahkan merubah kode yang telah diberi kepada imam musik pada saat hitungan (detik-detik) terakhir dalam sebuah bar yang akan berakibat kesalahan oleh imam musik. Atau beberapa imam musik tidak memperhatikan kode yang diberikan oleh worship leader karena ia terlalu asik 142 menyembah—dengan mata tertutup—sehingga ketika ia membuka matanya worship leader tersebut tidak lagi memberi kode karena ia berpikir imam musik telah melihat sebelumnya. Seorang imam musik memang diharuskan ikut menyembah dalam ibadah, namun tidak diperbolehkan menutup mata, agar tetap fokus menerima setiap instruksi dari worship leader. Berikut ini kode penjarian yang digunakan dalam ibadah: Gambar 5. Kode jari untuk menunjukkan nada dasar C dan untuk kembali ke bentuk verse (Sumber: Dokumentasi pribadi) 143 Gambar 6. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar D dan untuk kembali ke refrain (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 7. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar E (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 8. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar F (Sumber: Dokumentasi pribadi) 144 Gambar 9. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar G (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 10. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar A (Sumber: Dokumentasi pribadi) 145 Gambar 11. Kode untuk menunjukkan nada dasar Bb (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 12. Kode penjarian ending 3 untuk mengakhiri lagu (Sumber: Dokumentasi pribadi) 146 Gambar 13. Kode jari ending 2 pengulangan (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 14. Kode jari ending 1 pengulangan (Sumber: Dokumentasi pribadi) 147 Gambar 15. Kode penjarian untuk interlude. Tetapi bila lagunya bentuk ternary a, b, dan c maka kode penjarian ini untuk bentuk ke tiga, yaitu c. Atau dalam kondisi lain kode ini juga berfungsi sebagai tanda kepada imam musik untuk bermain dengan dinamik lembut setelah penyembahan dilakukan. (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 16. Kode penjarian untuk modulasi atau overtone (Sumber: Dokumentasi pribadi) 148 3. 7. Modulation (Modulasi) Istilah ini digunakan untuk membedakan nada dasar antara nada dasar yang ‘lama’ dan nada dasar yang ‘baru’. Nada dasar yang digunakan pertama digunakan disebut nada dasar original key . Biasanya, musik akan dimulai dan diakhiri pada nada dasar yang sama, yaitu original key. Dalam modulasi, musik bergerak dari nada dasar ‘lama’ ke nada dasar yang ‘baru’. Modulasi atau juga dikenal dengan overtone dapat dilakukan untuk tujuan merubah nada dasar yang ke lebih tinggi atau nada dasar lebih rendah dari sebelumnya. Dalam ibadah kontemporer, modulasi merupakan salah satu cara yang dilakukan memberi “angin segar” kepada lagu praise atau worship yang bisa dikatakan cenderung memiliki bentuk yang minim karena hanya terdiri dari dua bentuk (binary). Setiap nada dasar yang kita pergunakan merepresentasikan sebuah posisi kepada pemahaman musikal kita. Nada dasar akan menjadi titik atau wilayah orientasi dalam keseluruhan tangga nada dan hubungannya secara musikal. Pdt. Robert Siahaan sebagai Pendeta yang sering melayani dalam ibadah di GBI Medan Plaza mengatakan, beberapa worship leader seperti “keranjingan” melakukan modulasi. Dalam sebuah lagu worship beberapa worship leader melakukan modulasi tiga hingga empat kali modulasi. Saya justru melihatnya sebagai “penyiksaan” terhadap jemaat dan bahkan menjadi semacam latihan kelas vokal bagi mereka. “Kenapa harus menggunakan modulasi berkali-kali untuk menyanyikan 149 sebuah lagu, gunakan nada dasar yang bisa dijangkau jemaat supaya semua dapat bernyanyi dengan pas” ujar Pdt. Robert Siahaan162 kepada saya dalam sebuah percakapan. Menurut Pdt. Robert Siahaan M.Th, ia menemukan banyak worship leader di gereja “gemar” menurunkan nada dasar sebuah lagu lebih rendah dari seharusnya agar nanti bisa dilakukan beberapa kali modulasi. “Hal ini sama sekali berbeda dengan pengalaman saya ketika saya melayani di Pulau Jawa. Sehingga ketika saya pertama sekali datang dan melayani di Medan, saya melihat kebiasaan ini sudah menjadi “tradisi” dikalangan worship leader, karena itu saya tidak mempermasalahkannya lagi”, Ujar Pdt. Robert163. Dalam sebuah ibadah kontemporer khususnya di GBI Medan Plaza, saya menemukan ada dua tipe Pendeta, yaitu Pendeta yang ‘gemar’ menyanyi ditengahtengah khotbah—biasa syair lagunya selaras dengan tema khotbah tersebut—dan Pendeta yang tidak ‘gemar’ menyanyi saat berkhotbah. Seorang Pendeta yang gemar menyanyi ditengah-tengah khotbah kadang mengikuti nada dasar lagu yang telah dinyanyikan sebelumnya yang dimainkan lembut melalui piano. Padahal lagu lain yang akan ia nyanyikan tidak sesuai dengan nada dasar tersebut, akibatnya lagu itu terlalu rendah atau mungkin terlalu tinggi. Atau misalnya Pendeta tersebut telah memberikan kode nada dasar sebelumnya, namun lagu tersebut tetap terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka dalam situasi ini jelas diperlukan modulasi untuk 162 Pdt. Robert Siahaan adalah Rektor STT Misi Internasional Pelita Kebenaran yang berada di bawah kelola GBI Medan Plaza dan YSKI (Yayasan Surya Kebenaran Indonesia) bekerja sama dengan ICM (International Christian Mission) yang berpusat di Singapura. 163 Disampaikan dalam sebuah persiapan ibadah sesi 2 di GBI Hermes pada tanggal 22 Mei 2011. 150 mendapatkan nada dasar yang tepat dan bisa dinyanyikan oleh semua orang. Modulasi juga merupakan salah satu teknik untuk semacam memberi sesuatu yang “baru” dalam membangun atmosfir hadirat Tuhan, karena lagu yang dinyanyikan telah diulang-ulang 5 hingga 10 kali agar tidak terdengar monoton. Jika modulasi dilakukan satu kali saya masih melihat jemaat dapat menikmati lagu tersebut, tetapi saya melihat beberapa worship leader melakukannya 2 hingga 3 bahkan 4 kali seperti sedang ketagihan modulasi. Terlebih lagi gereja ini hanya mengenal nada dasar yang terdiri dari C-D-E-F-G-A-Bb-C sehingg ketika modulasi dilakukan banyak melakukan modulasi 1 langkah (whole step), tentu jika dilakukan tiga atau empat kali modulasi akan berdampak yang sangat signifikan. Dalam ibadah di GBI Medan Plaza, modulasi yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan tingkat harmoni kelima (fifth) dari nada dasar yang akan dituju. Misalnya sebuah lagu penyembahan dimulai dari nada dasar G mayor dan akan dilakukan modulasi menuju A mayor, maka imam musik akan memainkan tingkat kelima dari A mayor terlebih dahulu, yakni E mayor, Contoh 1. Modulasi 151 3. 8. Pola Ending Dalam mengakhiri sebuah lagu khususnya penyembahan juga dilakukan semacam “penyeragaman” ending yang akan menuju pengulangan berupa coda164 sebayak dua sampai tiga kali sebelum diakhiri kadens dan sorak-sorai. Sehingga jemaat dan worship leader akan dengan mudah mengetahui bahwa lagu tersebu akan berakhir. Dalam mengakhiri sebuah lagu merupakan sebuah situasi yang krusial bila tidak dilakukan dengan koordinasi yang tepat antara worship leader dan imam musik, terutama dibagian kadens yang dimainkan dengan ritardando (tempo berangsurangsur lambat) sering terjadi kesalah pahaman. Sehingga imam musik dituntut untuk dapat melihat gerakan tangan dan mendengar nyanyian worship leader yang memberi aba-aba sebuah ending yang ia inginkan. 164 Coda artinya buntut; ekor; tambahan pada penutup ciptaan. (Latifat Kodijat, Istilah-Istilah Musik. Djambatan,1986, hlm.15.) 152 Dalam hal ini bagaimanapun aransemen ending dari sebuah lagu penyembahan dalam sebuah album rekaman rohani, maka ketika dibawakan dalam sebuah ibadah ending tersebut akan dibuat menggunakan pola yang telah menjadi standar dari GBI Medan Plaza. Seperti ada penyeragaman ending terhadap semua lagu penyembahan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan tidak menimbulkan kekacauan dalam pelayanan. Karena personil imam musik tidak berasal dari satu tim musik yang sama, melainkan bisa berasal dari cabang lain yang belum tentu pernah bersama-sama melayani sehingga dikhawatirkan memiliki ending yang berbeda-beda. Dengan adanya pola ending yang baku maka walaupun imam musik belum pernah bekerjasama dalam satu tim, maka masing-masing telah memahami ending yang bagaimana biasa digunakan kepada lagu penyembahan, sehingga kemungkinan melakukan kesalahan dapat diminimalisir. Ada beberapa pola ending yang sering digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza, namun pola-pola ending tersebut digunakan mengacu kepada progresi akor dari lagu yang telah ada dan tidak semua pola ending dapat diterapkan kepada lagu yang berbeda. Hal ini menuntut “kejelian” dan “feeling” musikalitas imam musik untuk menempatkan pola-pola ending tersebut. Namun semakin sering imam musik melayani dalam ibadah, maka semakin ia menguasai berbagai lagu-lagu penyembahan sehingga setiap imam musik telah memilkiki pola ending yang sama terhadap berbagai lagu yang sering digunakan dalam ibadah. Dalam tulisan ini saya hanya akan memberikan contoh pola-pola ending yang biasa digunakan dalam lagu penyembahan (worship) saja, karena pola-pola ending 153 dalam lagu penyembahan telah baku digunakan dalam setiap ibadah dan merupakan pola “standar” untuk mengakhiri sebuah lagu penyembahan. Sehingga dalam tulisan ini saya tidak membahas pola ending untuk lagu-lagu pujian, karena dalam lagu-lagu pujian ending yang digunakan cenderung mengacu kepada aransemen ending yang digunakan oleh musisi Kristen kontemporer yang mempopulerkan lagu tersebut. Sehingga ketika lagu tersebut dibawakan dalam ibadah imam musik berusaha untuk meniru aransemen tersebut, atau tim musik tersebut dapat mengaransemen ulang dengan versi mereka sendiri. Artinya tim musik tersebut dapat mengurangi durasi ending, menambahkan bahkan merubah keseluruhan ending tersebut. Dan biasanya aransemen yang dibawakan oleh tim musik yang ada di GBI Medan Plaza menjadi “kiblat” bagi tim-tim musik yang ada di gereja cabang yang dibawahi oleh gereja ini. Pola-pola ending yang sering digunakan dalam lagu penyembahan sebagai berikut: 1. Pola Ending I-vi-ii-V-I Pola ending seperti pada contoh 2 lagu di bawah merupakan pola ending yang paling sering digunakan untuk mengakhiri sebuah lagu penyembahan. Ketika worship leader memberi kode jari Ending 3 maka progresi akor ending lagu tersebut menggunakan progresi akor I-vi-ii-V-I di ulangi sebanyak tiga kali dan di akhiri dengan tempo poco rit…(berangsur-angsur lambat) dan dimainkan secara tutti165 lalu 165 Tutti artinya semua; maksudnya semua anggota orkes dan/atau paduan suara ikut main (Latifah Kodijat, Op.Cit., hlm.76) 154 di akhiri kadens—kadens akan saya bahas pada sub-bab berikutnya. Saya menemukan bahwa progresi akor I-vi-ii-V-I ketika dimainkan oleh imam musik, jemaat secara spontan akan mengerti bait terakhir merupakan ending (walaupun ketika jemaat sedang memejamkan mata saat bernyanyi, dengan mendengar pola ending I-vi-ii-V-I jemaat mengerti bahwa lagu akan berakhir, Contoh 2. Namun yang penting menjadi perhatian penting adalah bahwa dalam setiap pola ending akan selalu diakhiri dengan ritardando166, tutti serta dan dinamik yang keras ketika mencapai puncaknya yang diakhiri oleh kadens. Ketika memainkan tutti merupakan bagian penting dalam mengakhiri sebuah lagu apakah akan diakhiri dengan baik atau justru terjadi miskomunikasi dengan worship leader ketika 166 Ritardando, Ritardare artinya melambat; tempo melambat secara berangsur-angsur (Latifah Kodijat, Op.Cit., hlm.63) 155 menyanyikan bagian-bagian melodi yang diberi tanda fermata.167 Agar tidak terjadi kesalahan misalnya worship leader menyanyikan sebuah melodi ending dengan not setengah bertitik dengan fermata. Seperti berikut: Contoh 3. Melodi di atas merupakan contoh motif terakhir yang dinyanyikan dengan poco rit (tempo melambat) dengan not setengah bertitik pada bar kedua dan ketiga, yang dapat juga dinyanyikan dengan menggunakan not seperdelapan seperti contoh berikut: Contoh 4. Kedua contoh di atas memiliki perbedaan pada nilai not pada birama kedua dan ketiga. Keduanya dapat digunakan dalam sebuah ibadah, tetapi tidak seorang imam 167 Fermata adalah tanda memperpanjang nada atau istirahat, lamanya tidka tentu (Latifah Kodijat, Ibid.,hlm.27.) 156 musik pun tahu mana diantara kedua contoh di atas yang akan dimainkan dalam ibadah, semuanya tergantung kepada worship leader yang menjadi pemimpin dalam ibadah tersebut. Sehingga penting bagi imam musik untuk memperhatikan setiap abaaba melalui gerakan tangan worship leader tersebut. Kontur harmoni (harmony contour) akan memberi gambaran akan progresi akor melalui garis (shape) atau garis geometrik desain (geometric design) dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat pola progresi akor ending melalui garis harmoni (harmony shape) atau kontur harmoni maka pola ending I-viii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di bawah ini: Contoh 5. 2. Pola ending I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I Berikut ini merupakan pola ending yang juga cenderung digunakan dalam ibadah, yang menggunakan progresi akor I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I. Saya melihat terjadi perubahan “kecepatan” harmoni pada bagian ending yang menimbulkan kesan “dinamisasi” menuju klimaks pada akhir lagu yang akan ditutup 157 dengan kadens. Dalam musik yang digunakan di GBI Medan Plaza, saya juga melihat kecenderungan yang sangat penting adalah penggunaan slash chord dalam lagu-lagu pujian dan penyembahan dan pola flowing, termasuk dalam pola ending yang kedua ini. Saya akan membahas tentang penggunaan slash chord168 pada musik Kristen kontemporer—dalam istilah teori musik Barat tradisional disebut dengan figured bass169—secara khusus pada sub-bab yang lain di tulisan ini. Berikut ini salah satu lagu penyembahan yang menggunakan pola ending I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I di akhir lagunya seperti di bawah ini, Contoh 6. 168 Terminologi slash chord cenderung digunakan pada musik-musik bergenre populer. Figured bass atau thorough bass atau disebut juga general bass merupakan prinsip dasar pada zaman Barok (dan selanjutnya), berhubungan erat dengan munculnya sistem harmoni tonal secara vertikal. Prinsip ini berdasarkan syarat, bahwa nada bas selalu merupakan nada utama (fundamen) segala kesan harmoni yang berbunyi. Oleh karena itu terdapat suatu cara notasi, yaitu suara bas saja dengan berbagai angka-angka di bawah masing-masing not bas sebagai tanda-tanda teratur untuk muatan akor-akor iringan (yang berdasarkan nada bas itu) 169 158 Harmony contour akan memberi gambaran akan progresi akor melalui garis (shape) dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat pola progresi akor ending melalui garis harmoni atau kontur harmoni maka pola ending I-IV-iv/V#-I/VI/III-IV-I/V-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di bawah ini, Contoh 7. Ending yang menggunakan progresi akor menuju tingkat IV lalu iv merupakan pola ending yang juga “populer” digunakan oleh imam musik dalam mengakhiri sebuah lagu penyembah. Jenis pola ending kedua yang progresi akornya IV lalu iv dan sedikit berbeda dengan pola di atas juga cenderung digunakan untuk mengakhiri sebuah lagu, yaitu seperti pola 3 berikut ini. 3. Pola ending I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I Pola ending dengan progresi akor I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I juga sangat sering digunakan untuk mengakhiri lagu-lagu penyembahan dalam ibadah. Tampak kecenderungan pemakain slash chord tidak terlepas dalam musik-musik yang 159 digunakan di GBI Medan Plaza. Harmony contour akan memberi gambaran akan progresi akor melalui garis (shape) dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Contoh 8. Dengan melihat pola progresi akor ending melalui garis harmoni (harmony shape) maka pola ending I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di bawah ini: Contoh 9. 160 4. Pola ending I-IV-iii-vi-ii.V.-I Contoh 10. Pola ending dengan progresi akor I-IV-iii-ii-V-I juga sangat sering dijumpai dalam ibadah pujian dan penyembahan di GBI Medan Plaza. Sama dengan pola-pola ending yang lain, pada bagian akhir poco rit dan tutti selalu melihat instruksi yang diberikan oleh orang yang memimpin pujian dan penyembahan melalui aba-aba tangan atau melalui feeling imam musik kearah mana dan bagaimana worship leader akan mengakhirinya. Harmony contour akan memberi gambaran akan progresi akor melalui garis (shape) dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat pola progresi akor ending melalui garis harmoni (harmony shape) maka pola ending I-IV-iii-vi-ii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di bawah ini: 161 Contoh 11. Berbeda dengan lagu penyembahan, untuk lagu-lagu pujian ending yang digunakan biasanya mengikuti aransemen yang telah dibuat oleh musisi yang membawakan lagu sesuai rekaman album tertentu, karena lagu-lagu pujian yang digunakan dalam ibadah biasa memainkan versi dari musisi rohani yang mempopulerkan pertama sekali ke masyarakat. Kecuali tim musik tersebut melakukan kreativitas sendiri dengan melakukan aransemen yang mereka sukai, atau mungkin juga karena tidak mampu memainkan aransemen musisi yang mempopulerkannya karena terlalu rumit, maka disederhanakan dengan aransemen versi tim musik tersebut. 3. 9. Kadens (Cadence) Istilah kadens memiliki banyak arti, pertama-tama istilah ini digunakan untuk mengganti istilah klausula yang dipakai bagi musik modal. Maka istilah kadens berhubungan erat dengan munculnya sistem tonalitas mayor dan minor. Istilah kadens (Latin cadere = turun, terjun dalam hal urutan harmonis)170 yang dipakai untuk unsur utama dalam musik tonal, yaitu urutan harmoni V-I terlebih dahulu kemudian model 170 Dieter Mack, Ilmu Melodi Ditinjau dari Segi Budaya Musik Barat, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 1996 162 progresi akor tersebut menjadi I-IV-V-I sebagai pola dasar musik tonal. Menurut kamus musik Pono Banoe, kadens adalah pengakhiran, cara yang ditempuh untuk mengakhiri komposisi musik dengan berbagai kemungkinan kombinasi ragam akor, sehingga terasa efek berakhirnya sebuah lagu atau sebuah frase lagu. Konteks “mengakhiri” atau “menyelesaikan” menjadi titik berat dalam kadens. Sementara itu Ensiklopedia bebas Wikipedia menuliskan, kadens (cadence) berasal dari bahasa Latin (cadentia) yang artinya”jatuh”. Kadens adalah sebuah bentuk melodi atau harmoni yang menciptakan perasaan “selesai” atau “ketegasan” (sebuah akhir atau istirahat). Kadens merupakan bagian yang akan menutup sebuah lagu penyembahan setelah bagian coda dilakukan. Kadens dalam teori musik Barat terdiri dari beberapa jenis. Dalam ibadah penggunaanya dilakukan berbeda-beda kepada setiap lagu penyembahan. Menurut pengakuan Pdp. Obed Sembiring ia sendiri belum mengetahui kadens apa yang akan ia gunakan diakhir lagu, karena menurutnya bukan ia sebagai pemimpin tim musik—pemain piano sebagai team leader—yang menentukan akan menggunakan salah satu kadens tersebut dan menyampaikan melalui kode-kode penjarian kepada imam musik, seperti drum, bas dan synthesizer, melainkan Roh Kudus yang menuntun di saat-saat akhir lagu kemana arah kadens dan bentuk flowing yang akan digunakan. Dengan alasan teologis hal ini bisa saja terjadi sebagai imam musik yang sangat diurapi Tuhan, sehingga imam musik tersebut sebagai media yang dipakai Roh Kudus untuk menaikkan pujian kepada Allah. Namun diluar pandangan teologis, saya menanyakan kepada beberapa imam 163 musik dan mereka mengaku menggunakan pikiran, menggunakan kemampuan musikal mereka, kira-kira kadens apa dan flowing apa yang akan digunakan dalam penyembahan. Mereka mengaku telah mengetahui dan mendengar sebelumnya bahwa lagu dengan judul ‘A’ pada bagian akhirnya akan biasanya menggunakan kadens ‘B’. Mereka sama sekali tidak dituntun Roh Kudus, melainkan menurut imam musik tersebut pola apa yang terlintas, maka itu yang akan ia gunakan. Walaupun secara iman Kristen hal tersebut tidak berkenan untuk dilakukan untuk Tuhan, namun kenyataannya orang lain tidak mengetahui secara pasti apa yang dilakukan imam musik ketika menggunakan kadens, apakah melalui pikiran atau ia telah dipimpin oleh Roh Kudus. Tetapi imam musik tersebut dapat merasakan dan membedakan pelayanan yang dituntun oleh Roh Kudus dan pelayanan yang mengandalkan “pikiran logis”. Perbedaan akan tampak melalui hasil dan dampak (influence) terhadap jemaat. Jemaat akan dapat merasakan hadirat Tuhan melalui musik yang dimainkan jika dipimpin oleh Roh Kudus. Seperti penuturan Bapak Obed Sembiring bahwa ia tidak akan mampu bermain musik sepanjang ibadah doa malam yang dilakukan mulai pukul 20:00-23.00 WIB setelah melakukan aktivitas yang melelahkan sepanjang hari. Tetapi beliau berkata “Saya berdoa meminta kekuatan dari Tuhan dan tuntunan Roh Kudus, agar saya dimampukan sepanjang pelayanan. Lalu saya mulai memainkan piano saya, mulai menyembah Tuhan dengan piano dan kemudian saya tidak tahu kenapa tiba-tiba ada orang yang trance di bangku jemaat, ada yang menangis, ada yang histeris, dan sebagainya. Bapak Obed berkata, “Bukan karena saya 164 mengandalkan pikiran saya saat memainkan piano tersebut sehingga berbagai influence tersebut terjadi, tetapi karena saya mengandalkan Roh Kudus”. Dalam teori musik Barat terdapat banyak pola kadens yang digunakan dalam berbagai era musik yang ada. Karena itu dalam tulisan ini saya hanya fokus kepada bentuk kadens yang selalu digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza saja. 3. 9. 1. Authentic cadence Kadens autentik juga dikenal sebagai closed atau standard cadence, yaitu kadens dengan urutan akor V- I atau (IV-V-I). Kadens ini juga disebut sebagai perfect authentic cadence, nama lain untuk perfect cadence. Akor V7 bisa menggantikan akor dominan pada bentuk kadens autentik. Dalam ibadah, sebuah lagu penyembahan yang idealnya diakhiri terlebih dahulu oleh coda yang diulang dua sampai tiga kali (gunakan kode jari tiga, dua, dan satu—lihat sub-bab ending) lalu diakhiri dengan kadens dan dilanjutkan dengan “sorak-sorai”,171 lalu imam musik akan memainkan pola flowing. Berikut ini merupakan contoh lagu yang diakhiri dengan menggunakan authentic cadence: 171 Sorak-sorai merupakan suasana dimana worship leader akan membawa jemaat kepada suasana sukacita, bersorak riang seperti: “Halleluya!”, “Yesus!”. Dalam suasana sorak-sorai imam musik tetap memainkan musik pada tingkat tonik dengan teknik—saya menggunakan istilah Paul Cooper—motoric rhythm. Peranan drum sangat penting dalam menciptakan suasana sorak-sorai, dimana suara cymbal sangat dominan. 165 Contoh 12. 3. 9. 2. Plagal cadence Kadens plagal yakni kadens dengan urutan akor IV-I. Kadens ini juga dikenal dengan “kadens amin” karena sering ditempatkan dengan teks “Amin” dalam musik himne. Kadens ini terasa lebih lemah dibanding dengan kadens V-I, biasanya dipergunakan untuk mengakhiri kalimat lagu yang mengandung rasa sedih.172 172 Pono Banoe, Pengantar Pengetahuan Harmoni, Kanisius.Jogjakarta.2003,hlm.201 166 Contoh 13. 3. 9. 3. Accidental cadence V#-VI#-I Kadens seperti ini merupakan kadens yang tidak begitu populer di gunakan dalam musik-musik pop di dunia sekuler. Kadens aksidental ini akan memberi suasana yang berkesan “gagah” dan agung karena dari tingkat tonik langsung diarahkan menuju tingkat V# dan VI# yang memiliki langkah satu (whole step). Kadens ini memberi sebuah atmosfir yang megah dan biasa digunakan untuk menciptakan efek gagah, ada kesan patriotik didalamnya. Ketika hal ini saya sampaikan kepada Bapak Obed Sembiring, ia sendiri menyukai istilah gagah tersebut, karena secara teologi aksidental kadens ini tujuannya untuk menciptakan suasana pengagungan kepada Allah. Sebuah lagu penyembahan yang telah diakhiri dengan coda yang diulang dua hingga tiga kali, jika hendak diakhiri dengan kadens aksidental maka pemimpin imam musik (pada piano) akan memberi aba-aba kepada imam musik yang lain dengan 167 menggunakan jari jempol kearah atas. (lihat gambar 11) Untuk membangun suasana yang agung maka imam musik pada filler173 (yang memainkan synthesizer) akan memilih menggunakan warna-warna suara yang berkarakter megah, seperti timpani, French horn, brass, dan string. Contoh 14. 3. 10. Tempo dan Dinamik174 Tempo berasal dari bahasa Latin (tempus artinya waktu) mengacu kepada rata-rata durasi yang diberikan: = 60, atau = 144. Biasanya, komponis secara umum memberi tempo kepada karya musik dengan menggunakan penandaan dari bahasa Latin seperti adagio (slowly, softly artinya lambat dan dengan lembut), allegro (cheerful, moderately slow, atau very fast artinya dengan gembira dan cepat). 173 Filler adalah imam musik yang bertugas sebagai ‘pengisi’ (accompaniment) dalam sebuah tim musik melalui synthesizer dengan pemilihan jenis suara-suara yang tepat untuk suasana yang berbeda. (Manual Book Training Departemen Musik GBI Medan Plaza) 174 Paul Cooper, Perspective in Music Theory an Historical-Analytical Approach, Harper & Row Publisher, New York,1981,hlm.15 168 Dinamik secara spesifik mengindikasikan kepada suara volume. Singkatan dalam kata Itali seperti pianissimo (pp) artinya dengan agak lembut, fortissimo (ff), artinya dengan agak keras sforzato (sf atau sfz), forte-piano (fp), begitu juga simbolcressendo) artinya berangsur-angsur keras dan > (decressendo) artinya berangsur-angsur lembut. Musik dalam lagu-lagu penyembahan memiliki tempo yang relatif lambat175 (adagio) dan sedang (moderato) dengan metronome176 yang lebih spesifik M.M. = 50 hingga 70 untuk tempo lambat dan = 71-90 untuk tempo yang sedang. Tempo tersebut juga akan mengikuti ketika flowing digunakan dalam membangun atmosfir penyembahan. Sedangkan untuk lagu-lagu pujian tempo memiliki kecenderungan lebih cepat dan cheerful dengan metronome yang lebih spesifik M.M. = 91-120 untuk tempo yang cepat. Perubahan dinamik dalam lagu penyembahan sangat memainkan peranan penting untuk membangun sebuah atmosfir penyembahan. Ketika sebuah lagu penyembahan mulai dinyanyikan, worship leader akan diiringi oleh instrumen solo piano yang dimainkan dengan lembut menyanyikan bait pertama lagu penyembahan. Kemudian diulang kembali dengan dinamik yang sedikit lebih keras setelah drum, 175 Secara teologis lagu penyembahan tidak berbicara tentang cepat atau lambatnya sebuah lagu. (Lihat pada bab IV) 176 Metronome adalah sebuah instrumen yang menghitung rata-rata ketukan perbirama dalam satu menit, yang ditemukan oleh Maelzel diawal abad ke-19. 169 bas, synthesizer dan gitar mengikuti. Demikian terus menerus ketika dilakukan pengulangan maka dinamik juga semakin bertambah secara berangsur-angsur keras (cresscendo). Gambar 17. Dramatic gesture berupa grafik perubahan dinamik dalam lagu penyembahan dan flowing saat ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza Dengan menggunakan dramatic shape terhadap dinamik dalam membangun atmosfir penyembahan. Kontur ini saya aplikasikan terhadap perubahan dinamik dengan menggunakan dramatic shape dari Paul Cooper terhadap resultan kontur yang sering disebut dramatic shape of music, maka akan didapati secara grafik seperti pada gambar 17 di atas. 3. 11. Sorak-Sorai Sorak sorai merupakan salah satu bagian dalam ibadah setelah coda yang ditutup oleh kadens lalu disambut dengan sorak-sorai sebelum masuk kedalam penyembahan (musik memainkan flowing). Suasana sorak-sorai yaitu dimana worship leader memimpin dan mengajak jemaat untuk bersuka cita, bersorak riang 170 dan bertepuk tangan, mengangkat tangan, mengepalkan tangan dan melakukan teriakan-teriakan sukacita, seperti “Halleluya!”, “Yesus!”, “B’ri kemuliaan bagi Dia!” “Wooooooo…!”, “Yeaaaaa…” , “B’ri sorak-sorai bagi Allah…”, “Terpujilah namaMu Tuhan...”, dan sebagainya. Untuk lebih menciptakan suasana suka cita tersebut imam musik mendukung worship leader dengan menciptakan suara yang terdengar—saya ibaratkan seperti bunyi “gemuruh”—ramai. Imam musik akan memainkan tingkat harmoni tonik sesuai nada dasar lagu yang dinyanyikan sebelumnya. Tingkat tonik tersebut dimainkan dengan ritem yang cepat berulang-ulang yang menurut Paul Cooper ritem tersebut sebagai “motor” rhythm karena kedinamisannya. Istilah “motor” rhythm untuk menggambarkan gerakan konstan dalam satu atau beberapa bagian musik.177 Seluruh imam musik memainkan alat musiknya dengan volume yang keras (forte) dan beberapa imam musik kadang melakukan improvisasi namun tidak secara berlebihan. Pemain drum memiliki tempat yang luas untuk melakukan improvisasi di sini, biasanya ia akan memanfaatkan seluruh bagian drum, seperti: kick drum, tomtom, hi-hat, cymbal untuk di pukul. Terutama bagian cymbal akan dipukul tanpa henti sehingga terdengar suara gemerincing yang dinamiknya berubah-ubah dari lembut, keras dan lembut. Sedangkan pemain filler akan memilih warna-warna suara seperti string, string pad, brass, French horn dan sesekali timpani. Filler akan menjaga dalam suasana sorak-sorak tetap terdengar suara yang kontinu dengan tangan kiri menekan string pada oktaf yang rendah (8va bassa) untuk menimpali 177 Paul Cooper,Op.Cit.,hlm.57 171 suara gitar bas yang juga rendah. Sedangkan tangan kanan akan memainkan improvisasi dengan memberi warna-warna suara seperti brass dan French horn. Hal ini dapat dimainkan secara bersamaan pada satu alat musik, karena synthesizer tersebut memiliki fasilitas splitpoint yang memungkinkan imam musik memainkan warna suara yang berbeda secara bersamaan pada satu synthesizer saja. Contoh 15. Dalam improvisasi drum tersebut, biasanya imam musik akan melakukan responsori dengan apa yang diteriakkan oleh worship leader. Dengan mengikuti tiap suku kata yang diteriakkan lalu mengimitasi melalui ritem drum. Misalnya worship leader meneriakkan “Halleluya!”, maka imam musik yang memainkan drum akan merespon dengan drum yang memainkan imitasi dari setiap suku kata dengan kombinasi cymbal dan kick drum. Setiap satu suku kata Hal-le-lu-ya bernilai seperdelapan ketuk, seperti transkrip berikut: 172 Contoh 16. Tetapi dalam Ibadah Raya pada hari minggu, kita akan menemukan soraksorai hanya dilakukan dalam durasi waktu yang tidak lama. Hal ini saya indikasikan, karena ada banyak keterbatasan waktu, mengingat banyaknya jadwal ibadah sepanjang hari minggu di GBI Medan Plaza. Sorak-sorai dapat dilakukan dengan durasi waktu yang lama 5-10 menit pada ibadah Doa Malam dan Doa Puasa, dimana ibadah ini mayoritas dihadiri para pengerja dan jemaat. Sorak-sorai akan dipenuhi dengan bahasa roh yang dilakukan secara komunal, peniupan shofar,178 tepuk tangan yang lama, teriakan Pendeta yang “membakar” antusiasme jemaat—semacam orasi yang berapi-api. Ketika mencapai kepada titik tertentu, sorak-sorai dapat secara tiba-tiba berhenti, dan jemaat diam. Namun filler akan tetap memainkan chord tonik menggunakan suara string pad dengan nada yang tetap rendah di tangan kiri, yang menimbulkan sebuah atmosfir kontras dari pukulan drum yang keras tiba-tiba hanya terdengar bunyi string pad yang lembut, bahkan suara musik hening sama sekali, yang terdengar hanya bahasa Roh secara komunal. 178 Shofar atau sangkakala dibuat dari tanduk domba jantan, dipakai dalam persiapan perang dalam ibadah. 173 3. 12. Open Chord Terminologi Open chord sebenarnya untuk menggambarkan intro musik yang akan mengantar worship leader ketika akan memulai sebuah lagu. Sama halnya dengan ending penyembahan, open chord digunakan karena dalam ibadah kontemporer seperti di GBI Medan Plaza biasanya menggunakan lagu-lagu yang dipopulerkan melalui industri musik rohani yang telah direkam dalam banyak versi aransemen dan genre yang berbeda. Tidak seperti dalam gereja tradisional yang dalam ibadahnya menggunakan lagu-lagu yang berasal dari buku lagu yang telah ditetapkan ataupun ditulis ulang dalam kertas acara ibadah. Sehingga lagu tersebut telah memiliki aturan-aturan bagaimana menyanyikannya sesuai dengan notasi yang ditulis (fixed music). Berbeda dengan ibadah kontemporer, dimana segala sesuatunya itu tidak dilakukan secara liturgikal, melainkan memiliki kebebasan dan spontanitas dalam pola ibadah. Demikian juga dengan musik yang akan dibawakan, tidak berasal dari salah satu buku lagu yang dikeluarkan oleh gereja untuk kepentingan ibadah. Melainkan musik digunakan berasal dari lagu-lagu rohani yang telah lama populer atau lagu rohani yang baru dirilis oleh perusahaan rekaman. Sehingga departemen musik di gereja ini harus senantiasa mengikuti perkembangan album-album rohani yang di keluarkan oleh perusahaan rekaman agar tidak ketinggalan dalam 174 mempelajari lagu-lagu yang baru dirilis.179 Karena itu sulit bagi seorang imam musik untuk mengacu kepada salah satu intro aransemen ketika akan digunakan dalam ibadah yang mungkin akan menjadi masalah ketika akan dibawakan dalam ibadah. Karena setiap imam musik mungkin akan mempertahankan versi mereka masing-masing berdasarkan rekaman yang mereka dengar dan bahkan mereka belum pernah bermain dalam tim musik yang sama.180 Alasan lain, intro yang terdapat dalam lagu-lagu rohani memiliki durasi yang panjang, sehingga tidak cocok digunakan dalam ibadah dan akan membuat jemaat diam terlalu lama sepanjang intro dimainkan. Open chord juga merupakan upaya menyederhanakan dan menyeragamkan kepada satu standar baku sebuah pengantar lagu sehingga ibadah dapat berjalan baik. Karena kemampuan seorang imam musik tidak sama, maka open chord akan membantu seorang imam musik memberikan intro yang sederhana, tetapi dengan mudah dimengerti oleh jemaat dan worship leader untuk memulai sebuah lagu. Berikut ini beberapa contoh open chord yang sering digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza: 179 Departemen musik selalu mengadakan jadwal khusus untuk melatih lagu-lagu baru atau lagu lama yang belum pernah dibawakan sebelumnya untuk kemudian menjadi repertoar dalam ibadah. 180 Tim musik di GBI Medan Plaza tidak dibentuk secara permanen terdiri dari personil (imam musik) yang sama dalam setiap ibadah, melainkan setiap imam musik dirotasi dan saling bertukar rekan pelayanan. Sehingga gereja ini berusahanmemiliki standarisasi musik dan kapabilitias imam musik yang sama agar ketika mendapat rekan imam musik yang berbeda dapat bermain dengan baik. Selain itu juga untuk mencegah persaingan antara tim musik yang satu dengan yang lain dan mereduksi sikap sombong seorang imam musik terhadap tim musik yang lain. 175 1. Open chord I-IV/I-I-IV/I 2. Open chord I-iv/I-I-iv/I Open chord tidak selalu harus dimainkan seperti contoh di atas, seorang worship leader adakalanya hanya meminta imam musik memberinya bunyi dari nada dasar yang ia inginkan lalu langsung saja bernyanyi. Open chord sifatnya hanya sebagai sebuah “pengantar mudah” untuk worship leader memulai sebuah lagu penyembahan, sehingga sifatnya sangat fleksibel. Jika imam musik memberi nada dasar yang diingikan worship leader dengan tepat, sebenarnya sudah memberi landasan harmoni bagi worship leader untuk bernyanyi, tanpa harus memainkan pola open chord. Namun dalam prakteknya tentu tidak estetis mengiringi sebuah nyanyian tanpa diiringi terlebih dahulu dengan sebuah introduksi. 176 3. 13. Slash Chord Dalam musik populer sebuah slash chord atau slashed chord, juga disebut coumpound chord adalah sebuah akor yang bas nya di mainkan pada root yang berbeda atau merupakan balikan (inversion) yang ditandai dengan penggunaan garis miring (slash) dan nada bas ditulis setelah huruf akor sebenarnya (root). Sebagai contoh akor slash chord dalam C Mayor dalam balikan kedua (2 nd inversion) dituliskan seperti ini ditulis seperti ini C/G yang dibaca “C slash G” atau “C over G”. Dalam permainan piano, tangan kanan memainkan akor C sedangkan tangan kiri berada di nada G atau jika dalam permainan combo band maka pemain bas akan berada di nada G sedangkan alat musik lain memainkan akor C. Jika nada B merupakan bas maka akan ditulis C/B (membuat akor C Mayor tujuh dalam balikan ketiga) yang dibaca “C slash B” atau “C over B”. Dalam musik populer, di beberapa aransemen yang khusus terdapat nada-nada yang kadang kurang penting dari nada yang lainnya, slash chord umumnya digunakan ketika sebuah nada bas yang ingin didengar secara spesifik. Sebagai contoh pada progresi akor I-V-vi, dengan mengganti tingkat iii dari tingkat akor V pada bas, skala progresi yang menurun telah dibuat dengan bas tersebut. Contohnya, dalama tangga nada G Mayor akan menjadi akor seperti G-D/F#- Em. Progresi itu berarti garis bas nya bergerak turun menjadi G-F#-E. Jenis slash chord demikian mengandung nadanada yang menjadi diatonal. Slash chord merupakan teori musik dalam teori musik 177 tradisional disebut dengan figured bass, dan telah digunakan sejak jaman musik barok dengan dilambangkan melalui angka-angka. Namun dalam musik populer dilakukan perubahan penulisan untuk lebih menyederhanakan dan lebih mudah dimengerti kalangan non akademi. Contoh 17. Musik Kristen kontemporer merupakan genre musik yang berasal dari tradisi musik rakyat (folk music) yang kemudian menjadi populer di Nashville, Amerika Serikat. Sehingga ketika lagu-lagu tersebut mulai ditranskrip maka tidak terlepas menggunakan konsep-konsep transkrip dalam teori musik populer seperti penggunaan slash chord salah satunya. Termasuk dalam musik yang digunakan di GBI Medan Plaza, penggunaan slash chord merupakan cara untuk “memperkaya” harmoni termasuk pemakaian akor-akor mayor 7 dan 9 yang cenderung digunakan dalam pujian dan penyembahan sehingga musik yang dihasilkan terdengar lebih memiliki nuansa jazzy. 178 3. 14. Karakteristik Progresi Akor Dalam lagu-lagu pujian maupun lagu penyembahan yang digunakan dalam GBI Medan Plaza khusunya terdapat beberapa kecenderungan pola harmoni yang banyak muncul dan sangat umum digunakan. Kecenderungan pola harmoni tersebut kemudian menjadi ciri khas gerak langkah harmoni dalam musik yang dimainkan di GBI Medan Plaza. Gerak progresi akor tersebut membentuk sebuah pola-pola yang sering digunakan dalam lagu-lagu penyembahan, sehingga menjadi karakter musik gereja Kharismatik. Kecenderungan tersebut diakui oleh Bapak Pdp.Obed Sembiring. Ia mengatakan, karena nada dasar dalam musik hanya tujuh ditambah lima nada dasar aksidental, sehingga kecenderungan itu bisa saja terjadi, sama halnya dalam musik sekuler juga terjadi hal yang sama. Dalam musik gereja kecenderungan tersebut semakin tampak sama karena, dalam lagu penyembahan progresi akor tersebut cenderung dimainkan dalam irama yang sama, yaitu ballad. Sehingga struktur harmoni dalam setiap lagu dapat dengan “mudah” ditebak arah dan tujuan progresi akor-nya, kecenderungan tersebut seperti beberapa contoh berikut: 3. 14. 1. Progresi Akor I-V/VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I Saya menemukan banyak kecenderungan progresi akor yang selalu muncul dan menjadi semacam “ciri khas” progresi akor melalui musik yang digunakan dalam ibadah. Bagi imam musik yang telah memiliki kemampuan musikal yang baik, ia akan 179 dengan mudah mengiringi seorang worship leader walaupun imam musik tersebut belum mengenal lagu tersebut sebelumnya. Karena kecenderungan pola progresi akor ini, seorang imam musik yang bernama Hengky Bangun pada instrumen bas mengatakan kepada saya “musik gereja itu mudah, progresi akornya hampir sama dan begitu-begitu saja”. Salah satu progresi akor yang cenderung muncul adalah yang dikenal dengan breaking down. Pola akor breaking down merupakan progresi akor dengan figured bass yang bergerak turun dari—saya gunakan istilah—‘atas’ menuju ‘bawah’. Dalam angka Romawi pola harmoni breaking down tersebut ditulis IV/VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I atau misalnya saya gunakan dalam tangga nada G Mayor: G-D/F#-Em7-D-C-Am7-D-G dan dalam Nashville Number System 1-5/7-6m7-5-42m7-5-1 seperti terdapat pada contoh lagu berikut: Contoh 18. Dari Semula (S’mua Baik) Oleh: Tommy Widodo & Budy H Progresi akor dalam kutipan lagu di atas merupakan langkah figured bass yang langkahnya bergerak dari tingkat 1-7-6-5-4-3-2-5-1. Berikut ini bentuk dari harmony shape progresi akor break down: 180 Contoh 19. Dari garis figured bass di atas kita dapat melihat gerak langkah progresi akor turun dan turun, lalu kemudian bergerak naik pada ketukan ketiga di birama keempat. Pola harmoni yang demikian dimainkan dalam tangga nada yang hanya ‘lazim’ di GBI Medan Plaza yaitu C-D-E-F-G-A-Bb. Progresi akor break down juga sering digunakan untuk mengiringi doa berkat (doa pulang) yang dimainkan dengan dinamik yang berangsur-angsur keras, dimulai oleh piano dan string pad lalu secara perlahan drum dan bas mulai ikut bermain. Progresi akor tersebut akan di ulang-ulang selama doa tersebut masih dipanjatkan. Ketika doa hampir selesai piano dan string pad kembali bermain lembut namun dengan progresi akor langkah setengah (half step) yang juga dimainkan dengan dinamik yang makin keras (cressendo) secara dramatis. 3. 14. 2. Progresi Akor IV-IV/V-iii-vi-ii-V-I Progresi akor dengan suspended figured bass pada tingkat sub-dominan dan akor bergerak ke tingkat dominan merupakan pola yang juga sering digunakan dalam musik di ibadah. Saya merefleksikan progresi akor ini sebagai sebuah gambaran 181 progresi—saya meminjam istilah yang digunakan Paul Cooper dalam bukunya Perspective in Music Theory—sebagai dramatic gesture music harmony. Sebuah lagu penyembahan yang menggunakan progresi akor akan menggunakan warna (color)181 suara yang berbeda seperti string dan French horn. Pemakaian suara-suara tersebut oleh imam musik yang melayani sebagai filler menciptakan suasana yang dramatis. Pola progresi akor ini banyak ditemukan dalam musik-musik populer di musik Barat, yang beberapa orang mendengarnya sebagai progresi akor yang mellow atau ballad. Dalam lagu penyembahan, progresi akor ini akan dimainkan secara berangsur-angsur semakin keras hingga mencapai titik tertinggi menggunakan suarasuara string yang dimainkan dengan garis-garis melodi yang diimprovisasi berdasarkan pola harmoni lagu tersebut. Peranan imam musik sebagai filler yang memainkan warna-warna suara string serta menggunakan akor-akor tujuh dan sembilan juga nada-nada singgah (passing note) sangat mempengaruhi sebuah lagu penyembahan menjadi lebih terdengar seperti sebuah string orkestra dalam musik simfoni populer karya-karya David Foster. 181 Color merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan penggunaan kombinasi berbagai alat musik. 182 Contoh 20. Selidiki Aku (T’lah Kulihat) Oleh: Sari Simorangkir Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah progresi akor, dan pada ketukan ketiga birama kedua figured bass ditahan sedangkan akor bergerak ke dominan. Contoh 21. 3 14. 3. Progresi Akor I-VIIb-IV/vi-iv/vib-I/V-V-I Kecenderungan progresi akor ini seakan-akan memberi kesan “klimaks” dalam sebuah lagu penyembahan, walaupun jika dilihat kontur progresi harmoni turun (breakdown) dimana akor pada tingkat tonik tiba-tiba turun satu langkah (whole step). Biasanya progresi akor ini tidak langsung dimainkan pada bagian-bagian awal refrain lagu, namun akan dimainkan ketika pukulan drum pada puncak penyembahan 183 (Lihat keterangan pada bab 2 tentang perubahan pukulan drum dalam penyembahan). Beberapa lagu penyembahan tidak menggunakan progresi akor I-VIIb-vibv/vib-I/V-V-I, namun tim musik GBI Medan Plaza sedikit memberi sentuhan kreativitas terhadap beberapa lagu yang cocok menggunakan progresi akor ini. Seperti pada lagu di bawah ini. Contoh 22. Agung dan Mulialah NamaMu (NN) Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah progresi akor pada birama ke 5, dari tingkat tonik turun satu langkah ke bawah (whole step) kemudian turung setengah langkah (half step) menggunakan akor slash chord hingga ke tingkat dominan dan diakhiri kembali ke tingkat tonik. Seperti pada transkrip berikut: 184 Contoh 23. 3 14. 4. Progresi Akor IV-vi-VIIb-V-I Karakteristik progresi akor IV-vi-VIIb-V-I juga sering ditemukan dan menjadi sangat familiar dikalangan imam musik dalam pelayanan ibadah. Walaupun kecenderungan penggunaan progresi akor ini juga tidak selalu di jumpai dalam sebuah lagu penyembahan, namun sekali lagi beberapa imam musik dan tim musik mengaplikasikan progresi akor ini kedalam banyak lagu pujian dan penyembahan sebagai bentuk kreativitas. Berikut ini merupakan salah satu contoh lagu penyembahan yang memiliki progresi akor IV-vi-VIIb-V-I sebagai berikut: 185 Contoh 24. Bapa Engkau Sungguh Baik (NN) Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah progresi akor lagu penyembahan yang sering menggunakan tingkat VIIb sebelum menuju tingkat dominan dan diakhiri pada tingkat tonik, seperti berikut ini: Contoh 25. 186 BAB IV IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA: KAJIAN STRUKTUR, KONTEKS DAN FUNGSI SOSIAL 4. 1. Etnografi GBI Medan Plaza Medan Plaza merupakan pusat perbelanjaan yang berada dilokasi strategis di wilayah Kota Medan. Pusat perbelanjaan yang tergolong sebagai Plaza tertua di Medan telah berdiri sejak dekade 80-an, plaza ini sempat mengalami kebakaran, namun masih dapat digunakan hingga sekarang. Banyak pihak menganggap bahwa Medan Plaza masih tetap menjadi tujuan berbelanja penting dan dapat bersaing dengan Plaza lain yang lebih baru, modern, dan lebih mewah seperti Plaza Medan Fair, dan juga berada hanya beberapa ratus meter, dari Medan Plaza. Medan Plaza masih tetap ramai dikunjungi hingga saat ini, tidak lain karena plaza ini diuntungkan dengan adanya gereja yang terletak di lantai 6 dan 7. Artinya plaza ini tidak perlu promosi agar dikunjungi oleh masyarakat untuk berbelanja, dengan jumlah total jemaat gereja yang mencapai 40 ribu orang dan tentu memberi dampak langsung terhadap penjualan di pusat perbelanjaan ini. Karena biasanya sepulang ibadah jemaat akan menyempatkan diri untuk setidaknya berbelanja atau singgah di restoran cepat saji yang tersedia. Jika tidak demikian “mungkin” plaza ini akan mengalami nasib yang sama dengan plaza-plaza yang hampir seusia dengannya seperti Olympia Plaza dan Perisai Plaza, Sinar Plaza yang telah lebih dulu “mati suri”. 187 Lokasinya yang mudah dijangkau dari berbagai arah di Kota Medan dan dilewati oleh banyak armada angkutan kota, membuat plaza ini semakin menjadi pilihan tujuan belanja bagi banyak orang. Selain itu pihak pengelola plaza ini juga terus memperhatikan kebutuhan pengunjung dengan memperbaiki fasilitas dan sarana yang kondisinya telah tua termakan usia, seperti lift, eskalator, toilet, AC, dan sebagainya, agar pengunjung merasa nyaman berkunjung di Medan Plaza. Gambar 17. Pusat Perbelanjaan Medan Plaza (Sumber : www.medanku.com) Berada di Kecamatan Medan Baru tepatnya di Jalan Iskandar Muda No.321, Medan Plaza dikelilingi oleh masyarakat yang berdiam di kawasan tergolong ekonomi menengah ke atas. Kawasan Medan Plaza dan sekitarnya merupakan wilayah yang mayoritas didiami oleh etnis Tionghoa di sepanjang jalan Orion, Gatot 188 Subroto, Nibung Raya dan sebagainya, sedangkan di wilayah Medan Baru merupakan tempat yang banyak didiami oleh etnis Batak dan Melayu dan Minang dan lain-lain. Sehingga kita akan menemui berbagai etnis yang datang beribadah di GBI Medan Plaza, seperti Tionghoa, Tamil, Batak, Jawa, Melayu, Nias, Karo, dan sebagainya. Sebagai gereja nasionalis, GBI Medan Plaza tidak memandang suku dan ras. Dalam GBI tidak ada yang namanya “tembok” kesukuan, tidak ada pribumi dan nonpribumi, tidak ada minoritas dan mayoritas. Semua adalah mahluk Allah yang sama nilainya dan dikasihi Tuhan Yesus (Yohahes 3:16 dan Roma 5:8), sehingga gereja ini memiliki kesatuan sosiologis. Menurut Hendropuspito182 yang pertama adalah kesatuan sosiologis yang tertua yaitu kesatuan manusia-manusia didirikan atas unsurunsur kesamaan, misalnya sama-sama sebagai penganut Kristen Kharismatik dalam wadah GBI Medan Plaza. Kesatuan yang kedua adalah kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama. Artinya di dalam tubuh GBI Medan Plaza terdapat rasa persaudaraan karena mempunyai pandangan hidup yang sama, yaitu Kharimatisme. Tetapi rasa persaudaraan ini rapuh, karena orang tidak saling mengenal. Terutama karena jemaat khusus GBI Medan Plaza terlalu besar, hingga mencapai ± 15.000. Seperti yang disampaikan oleh Wilfred J. Samuel dalam teori kecenderungan gereja Kharismatik, dimana salah satunya adalah pola gereja yang super-besar (mega church) juga terjadi di GBI Medan Plaza. Terlebih lagi gereja ini sedang membangun gereja dengan 182 Hendropuspito,O.C. Sosiologi Agama,Penerbit Kanisius,Yogyakarta.1983.,hlm.52 189 kapasitas 15.000 tempat duduk di Sumatera Resort, maka gereja label mega church semakin melekat di gereja ini. Gambar 18. GBI Sumatera Resort tempat ibadah pengganti GBI Medan Plaza (Sumber: Tim pembangunan GBI Sumatera Resort) Yang ketiga adalah kesatuan iman keagamaan. Diantara kesatuan sosiologis, kesatuan iman keagamaan adalah kesatuan yang tertinggi yang dapat dikenal manusia di dunia ini. Sebab dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimasi yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi (ultimate) yang dipercayai bersama. Dalam hal ini jemaat GBI Medan Plaza menjumpai sesamanya dalam suatu “kepercayaan bersama” (een gemeenschappelijk geloven) dimana semua, masing-masing dan bersama-sama menyerahkan diri kepada “yang tertinggi” serta dalam mengalami kebersamaanya dalam iman bersama merasakan kebahagiaan yang tertinggi. Karena itu dalam persatuan ini penganut kekristenan Kharismatik umumnya selalu mencari sesamanya 190 yang seiman, karena hanya di dalam jenis kesatuan yang seiman, manusia dapat mengungkapkan perasaan yang terdalam dan terkuat. 4. 1. 1. Perangkat Pendukung Ibadah Suatu ibadah yang memusatkan kepada musik sebagai sarana ibadah pujian dan penyembahan membutuhkan hardware atau perangkat keras yang baik. Karena puji-pujian merupakan korban bagi Tuhan, maka harus digunakan juga alat-alat musik yang baik, sound system, multimedia, yang baik pula. Tentu setelah mengalami pertumbuhan jemaat yang besar, GBI Medan Plaza juga mengalami pemulihan dalam hal keuangan, sehingga gereja ini diberkati dan mampu menyediakan perangkat pendukung ibadah yang cukup mewah. Misalnya karena kapasitas gedung yang cukup besar, jarak jemaat yang cukup jauh untuk melihat pengkhotbah yang berada di altar, maka gereja ini menggunakan kamera video183 dan menampilkan aktivitas ibadah melalui layar lebar dan televisi layar datar yang dilekatkan di posisi-posisi strategis. Melalui tiga kamera video tersebut jemaat dapat melihat suasana ibadah secara menyeluruh, melihat tim musik memainkan alat musik dengan jelas dan dapat melihat pengkhotbah yang tidak tampak dengan jelas melalui pandangan mata secara langsung karena jarak yang jauh terutama oleh jemaat yang berada di balkon. 183 Pelayanan yang melayani sebagai cameraman disebut sebagai pelayanan multimedia. 191 Gambar 19. Pelayanan multimedia sebagai cameraman (Sumber: Dokumentasi pribadi) Ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza juga selalu dilengkapi dengan laptop yang berfungsi menampilkan lirik-lirik lagu yang sedang dinyanyikan, menampilkan ayatayat Alkitab yang dibaca oleh penghkhotbah, juga menampilkan gambar-gambar latar yang sengaja memiliki tema-tema religius, menampilkan powerpoint yang telah disiapkan oleh pendeta sebagai perangkat pendukung saat khotbah, menampilkan film-film pendek yang sengaja diputar untuk menggugah agar iman jemaat semakin kuat, menampilkan pengumuman warta sepekan jemaat seperti pelaksanaan baptis selam, seminar kesehatan, jadwal audisi choir, musisi, kegiatan gereja dan sebagainya, yang ditampilkan melalui powerpoint maupun video oleh pembaca warta sepekan, juga berisi pesan gembala (pastoral message) oleh Gembala Pembina Pdt. DR. Ir Niko Njotorahardjo dari GBI pusat di Jakarta 192 Alat-alat musik yang digunakan juga akan mendukung pelayanan dengan baik, sehingga tidak terkecuali gereja ini juga harus memiliki alat musik yang lengkap dan sangat baik, seperti: drum set, piano, synthesizer, gitar bas, gitar elektrik, conga, dan kadang ditambah instrumen tambahan seperti saxophone dan gitar akustik dan sebagainya. Instrumen yang digunakan merupakan instrumen yang berasal dari Barat, penggunaan instrumen Barat bukan sebagai tindakan yang ingin ke-Barat-Baratan, tetapi memang budaya Kharismatik merupakan budaya yang berasal dari Amerika. Alkitab menulis dalam kitab Mazmur 150:3 “Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi”. Dalam konteks sekarang gambus dan kecapi digantikan oleh alat musik yang lain. Selain itu sebagai gereja yang memiliki tujuan memulihkan pondok Daud dimana didalam ibadahnya sangat “kental” dengan musik, maka sound system184 merupakan perangkat yang penting dalam usaha menghasilkan suara musik yang baik, jernih dan berkualitas. Untuk itu GBI Medan Plaza menyediakan perangkat audiosystem yang terbaik dengan harga milyaran rupiah yaitu dari produk Electro Voice (EV) sebagai pendukung untuk menghasilkan bunyi musik yang baik. Perangkat sound system tersebut diletakkan di “titik-titik” yang strategis sehingga dapat dengan baik di dengar jemaat. Untuk perangkat dengan ukuran lebih kecil dilekatkan di langit-langit sisi kiri dan kanan tepat di atas barisan bangku jemaat. Sementara perangkat sound system yang berupa rangkaian loudspeaker—dalam 184 Pentingnya gereja ini untuk menghasilkan musik yang terbaik, maka di GBI Medan Plaza terdapat pelayanan yang khusus sebagai pelayanan sound system. Pelayanan sound system juga berada dibawah wewenang dari Departemen Musik. 193 istilah sound system disebut line arai— tergantung kokoh di atas tepat dibagian depan altar. Ketika saya tanyakan kepada Bapak Obed Sembiring, mengapa gereja ini harus mengeluarkan dana yang sangat besar dengan menggunakan perangkat sound system yang demikian “mewah” hanya untuk sebuah ibadah?. Beliau mengatakan bahwa ia kurang menyukai istilah mewah atau megah, tetapi beliau lebih menyukai dengan istilah perangkat sound system yang “terbaik”. Gambar 20. Perangkat sound system line arai yang digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza. (Sumber: Dokumentasi pribadi) Ada dua alasan mengapa gereja ini menggunakan perangkat yang terbaik tersebut. Pertama alasan teologis, karena gereja ini tidak ingin setengah-setengah memberi bagi Tuhan. Gereja ini selalu ingin memberikan yang terbaik dalam menyembah Tuhan, karena Tuhan telah memberkati gereja ini dengan jumlah jemaat yang terus 194 bertambah. Secara Alkitabiah gereja ini belajar dari Firman Tuhan, bahwa Tuhan tidak berkenan atas persembahan lembu yang bercacat yang diberikan kepada-Nya. Kedua alasan ekonomis, secara ekonomis akan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama karena memiliki suara dan kualitas yang baik. Sound system yang baik, tentu juga harus didukung oleh alat musik yang baik. Sehingga gereja ini melengkapi peralatan combo band dengan alat musik yang terbaik dan digunakan juga oleh musisi-musisi profesional dalam musik-musik dunia, seperti Yamaha Digital Piano S90ES, Korg Trinity Synthesizer beserta Soundmodule, Aviom monitor, Ibanez Guitar USA, Fender 5 Strings Bass USA, Conga Perkusi, DW Drum Set 5000 Series USA Expert Edition dan sebagainya. Alat musik yang digolongkan terbaik dalam musik-musik sekuler juga digunakan oleh gereja ini. Menurut Bapak Obed, “Dunia” saja sanggup menyediakan yang terbaik bagi musik sekuler, gereja juga harus bisa memberi yang terbaik bagi Tuhan”. Dunia185 saja memiliki standar, begitu juga gereja harusnya bisa lebih baik dari “standar dunia”. “Jadi mengapa GBI Medan Plaza tidak memberikan contoh yang baik kepada dunia?”. Sementara itu Pdt. R. Bambang Jonan selaku Gembala Pembina mengatakan “GBI Medan Plaza beda dengan gereja-gereja yang lain dan tidak mau biasa-biasa 185 Kata “dunia” disini memiliki konteks sebagai semua aktivitas yang berada di luar lingkup gereja yang memiliki kehidupan rohani. Bukan dunia dalam arti harafiah yakni seluruh bangsa di bumi. 195 saja”.186 Menurut Beliau, dunia saja tidak mau menjadi yang biasa-biasa dan selalu melakukan yang berbeda dan agar menjadi yang terdepan. Secara Alkitabiah memang tidak diharuskan sebuah gereja menyediakan peralatan musik ataupun perangkat sound system yang tergolong mewah. Bagaimana dengan gereja-gereja Kharismatik yang hanya memiliki perangkat audio seadanya atau bahkan mungkin tidak “nyaman” ditelinga jemaat, tidak memiliki peralatan multimedia, tidak memiliki peralatan combo band dan sebagainya? Bapak Obed Sembiring mengatakan, secara teologis hal tersebut tidak menjadi masalah dihadapan Tuhan, karena Tuhan melihat hati jemaat yang menyembah kepada-Nya bukan melihat perangkat sound system yang digunakan untuk menyembah kepada-Nya. Tetapi bagi gereja yang telah diberkati Tuhan sudah selayaknya juga mengembalikan apa yang diberikan Tuhan dengan memberi yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Bapak Obed Sembiring, GBI Medan Plaza menggunakan semua perangkat-perangkat seperti di atas bukan untuk “pamer” kepada gereja-gereja lain, melainkan agar nama Tuhan tetap dimuliakan. Saya melihat penggunaan perangkat sound system yang terbaik ini menjadi “nilai lebih” yang dimiliki oleh GBI Medan Plaza untuk membuat telinga jemaat merasa “nyaman” tadi, sehingga banyak orang merasa senang untuk datang beribadah di gereja ini. Seperti saya pernah berbincang dengan seorang jemaat pemuda dan juga seorang instruktur musik bernama Ari Hutabarat. Ia menanggapi tentang perangkat sound system ketika beribadah di GBI Medan Plaza, ia mengatakan, “Saya seperti 186 Disampaikan dalam Seminar Misi dengan tema “Mission in Modern World” pada tanggal 19 Januari 2011 di GBI Medan Plaza lantai 6. 196 mendengar CD di rumah, semuanya terdengar jelas, soft dan balance” ujarnya. Dengan perangkat sound system yang demikian baik untuk ukuran sebuah gereja, dengan kejernihan bunyi musik yang dihasilkan tentu diikuti dengan kenyamanan lain yang dimiliki oleh GBI Medan Plaza yang letaknya menyatu satu gedung dengan pusat perbelanjaan, yaitu penyejuk udara (air conditioner). Tidak seperti gereja-gereja tradisional secara umum yang tidak menggunakan penyejuk udara, GBI Medan Plaza dengan kapastitas yang besar, dan ventilasi yang minim sangat membutuhkan perangkat pendukung ibadah berupa penyejuk udara dengan kapasitas besar juga. Ini juga merupakan salah satu nilai lebih yang dimiliki oleh gereja-gereja Kharismatik yang selalu berusaha memiliki penyejuk udara dalam gereja, sangat berbeda dengan gereja-gereja tradisional yang lebih memilih menggunakan ventilasi udara yang lebar. Walaupun saya menemukan “beberapa” gereja tradisional mulai menerapkan penggunaan penyejuk udara, namun masih sangat terbatas jumlahnya di Kota Medan. Selain menggunakan penyejuk udara, bangku yang digunakan di GBI Medan Plaza tidak seperti bangku yang terdapat di gereja-gereja tradisional yang menggunakan kayu dan berukuran panjang. Di gereja ini jemaat duduk di bangku yang sengaja dibuat nyaman dengan menggunakan bangku seperti dalam gedunggedung seminar, dengan menggunakan salah satu produk produsen furniture terkenal Chitose yang membuat jemaat dapat tahan duduk dengan durasi ibadah 2-3 jam. Bangku tersebut dapat dirangkai saling terkait antara satu dengan yang lain, sehingga tetap memberi kesan rapi dan teratur. Terlebih lagi dinding gereja ini dilapisi oleh 197 wall paper warna coklat dan krim yang lembut. Sebuah pemandangan desain interior yang bisa dikatakan sedikit “asing” bagi sebagian jemaat gereja tradisional. Jemaat gereja tradisional sudah terbiasa dengan suasana gereja yang tercipta dibenak mereka sejak dini, bahwa gereja memiliki lonceng, jendela yang besar, halaman yang luas, gereja tidak berada di mall atau berada tujuh lantai diatas permukaan tanah, dan sebagainya. Ruangan ibadah didesain sedemikian rupa agar tercipta citra gereja yang modern, sehingga kehilangan kesan “sakral”. Menurut Pdt. DR. Ir Niko Njotorahardjo telah terjadi perubahan paradigma terhadap gereja di millennium kedua ini. “Gereja tidak perlu membangun citra sakral, karena gereja itu tidak berbicara tentang gedung, melainkan Kristus lah gereja yang sesungguhnya”. Kesan modern selain karena perangkat sound system yang terpajang megah, perangkat multimedia yang canggih, juga dilengkapi oleh perangkat lighting dengan aneka warna yang tergantung tepat didekat line arai. Saya tidak melihat penggunaan lighting aneka warna tersebut dalam ibadah setiap minggunya. Tetapi menurut petugas yang melayani dalam bidang sound system bahwa perangkat tersebut biasa digunakan pada ibadah-ibadah perayaan seperti Natal atau ketika konser-konser musisi rohani yang melakukan acara khusus di gereja. Demikian juga dengan desain latar panggung (backdrop) dibuat menyerupai sebuah dinding yang memiliki sedikit hiasan pilar-pilar berwarna emas, dipadukan dengan motif serat kayu yang kemudian tertulis kalimat-kalimat di bagian kiri dan kanan bagian atas backdrop yang berasal dari kutipan Alkitab. Serta dibagian bawah terdapat sebuah salib dan disisinya terpajang spanduk tentang salah satu program 198 gereja, yaitu Operation 5:9187. Juga terdapat beberapa spanduk yang sengaja dipajang disisi kiri dan kanan bangku jemaat, tentang tema sepanjang tahun, juga tema-tema lainnya seperti Joshua Generation, Tahun Yahudi 5771 (Ayin Aleph) dan sebagainya. Bagian sisi kiri altar dari pandangan jemaat juga acap kali dijadikan tempat spanduk ukuran besar dipajang ketika perayaan-perayaan hari besar diperingati oleh gereja ini. Sehingga setiap saat desain dari panggung dapat saja berbeda dari ibadah-ibadah yang akan datang. Perangkat alat musik combo band terletak di sisi kiri panggung atau disebut house right stage left, hal ini dilakukan agar ketika imam musik atau Pendeta yang memberikan fingering code dapat terlihat dengan baik, karena umumnya imam musik menggunakan tangan kiri untuk menyampaikan kode-kode jari tersebut. Bentuk panggung yang digunakan dalam seni pertunjukan disebut sebagai Thurst Stage, Stage atau altar jenis ini memberikan kesan luas kepada penonton di ketiga sisi yang terhubung ke area belakang panggung (backstage) yakni up stage) Thrust stage memiliki kelebihan dimana penonton dan pemain memiliki kedekatan lebih . Gambar 21. Stage direction (Sumber: www.wikipedia.com) 187 Program gereja melakukan penginjilan dan diakonia terhadap suku-suku terdalam di Pulau Sumatera. Angka 5:9 diambil dari kitab Wahyu 5:9 199 Dengan desain gereja sedemikian rupa, dilengkapi berbagai perangkat yang lebih cenderung familiar digunakan dalam bisnis pertunjukan hiburan (showbiz) daripada digunakan dalam gereja yang dikenal selama ini, telah memberi dan membuka pandangan jemaat-jemaat simpatisan188 bahwa salah satu ciri-ciri gereja yang modern adalah gereja yang mampu melakukan kontektualisasi dengan tetap mengutamakan Firman Tuhan di atasnya. Sehingga pemakaian perangkat-perangkat pendukung dengan berbagai kecanggihan dan fungsinya tersebut telah merubah wajah gereja yang dikenal selama ini dan tentu sangat mempengaruhi terhadap jalannya ibadah itu sendiri. Secara sederhana, masuknya teknologi seperti laptop dan infocus dalam sebuah ibadah jelas telah mempengaruhi pola ibadah dan jemaat itu sendiri. 4. 1. 2. Pelayanan Yang Terlibat Dalam Ibadah Sebuah ibadah yang akan dilaksanakan setiap hari minggu, bukanlah ibadah yang dipersiapkan hanya beberapa jam sebelumnya. Melainkan merupakan sebuah proses yang berlangsung beberapa hari sebelumnya serta melibatkan banyak orang dari beberapa departemen. Hal ini agar ibadah tersebut dapat berjalan baik dan dikatakan “sukses”. Secara bergantian setiap minggu Departemen Doa GBI Medan Plaza dan dari berbagai gereja cabang yang juga berada dibawah penggembalaan GBI Medan Plaza melakukan doa keliling. Doa keliling adalah doa yang dilakukan di atas kendaraan (mobil) dengan mengitari Kota Medan, juga mengitari wilayah dimana 188 Jemaat simpatisan adalah jemaat yang tidak resmi terdaftar sebagai jemaat tetap di gereja, melainkan hanya datang beribadah sesekali sebagai simpatisan dalam beribadah. 200 gereja tersebut berada dan berdoa bagi lingkungan di sekitar gereja. Di dalam mobil dengan menggunakan gitar, tamborin beberapa orang pendoa menaikkan lagu pujian dan penyembahan dan berdoa bagi keamanan Kota Medan, berdoa untuk Pemerintahan, berdoa untuk jiwa-jiwa yang akan datang beribadah ke gereja, berdoa untuk roh-roh jahat dan penguasa-penguasa di udara (iblis) agar tidak berusaha mengganggu jalannya ibadah. Doa keliling juga merupakan sebuah peperangan rohani yang dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat yang ada dilingkungan gereja tersebut berada. Selain itu setiap pengerja juga melakukan doa pada pertengahan minggu (pada hari rabu malam) yang disebut dengan KTM (Kebaktian Tengah Minggu) yang tujuannya berdoa untuk kelancaran ibadah yang akan dilaksanakan pada hari minggu yang akan datang dan terhadap jumlah kehadiran jemaat. Departemen musik juga telah melakukan persiapan ibadah dengan melakukan latihan musik, yang biasa dilakukan sebelum ibadah hari minggu dilaksanakan. Mulai dengan pemilihan lagu yang akan dibawakan, mungkin melakukan sedikit aransemen pada lagu pujian, atau melakukan medley beberapa lagu, merupakan halhal yang biasa dilakukan dalam persiapan ibadah. Seperti telah saya sebutkan pada bab dua, bahwa imam musik juga sedang melakukan peperangan melawan penghulupenghulu di udara (iblis). Melalui musik, imam musik merupakan pembawa “senjata” untuk melawan kuasa-kuasa kegelapan sehingga akan membawa jemaat kepada sebuah ibadah yang penuh dengan hadirat Tuhan. Jika ibadah yang dilakukan pada pukul 07:00 minggu pagi, maka seluruh 201 pihak yang terlibat dalam ibadah, seperti koordinator ibadah, wakil koordinator ibadah, petugas soundman, operator multimedia (laptop), diaken/diakones, usher,189 pembaca warta, pendoa syafaat (doa pulang), singer, worship leader, guru sekolah minggu, petugas cameraman, pendoa, imam musik pihak-pihak yang terlibat langsung dalam ibadah harus hadir 30 menit sebelumnya untuk berdoa bersama-sama agar ibadah dapat berjalan dengan baik. Mereka harus bersama-sama dan unity dalam melayani Tuhan, agar ibadah tersebut berkenan di hati Tuhan. Seluruh pelayan dan pendoa akan berdoa untuk seluruh perangkat yang digunakan dalam ibadah. Seorang pendoa akan mengambil minyak urapan (zaitun) dan mengoleskan kepada alat musik dan sound system yang digunakan. Hal ini bertujuan agar perangkat yang digunakan terhindar dari kerusakan, gangguan yang akan mempengaruhi kelancaran ibadah. 4. 2. Struktur Ibadah Yang Fleksibel dan Spontan Ibadah Ibadah di GBI Medan Plaza merupakan salah satu contoh ibadah yang pada masa sekarang dikenal sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship). Ada terdapat beberapa ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza, yang dapat dibedakan berdasarkan jemaat yang menghadirinya atau berdasarkan fungsi dan tujuan ibadah itu sendiri. Seperti ibadah pemuda dihadiri oleh anak-anak muda, ibadah WBI (Wanita Bethel Indonesia) dihadiri oleh kaum wanita, Ibadah Raya dihadiri oleh seluruh lapisan jemaat. Sedangkan ibadah yang tujuan dan fungsinya 189 Pelayanan yang menerima dan menyambut jemaat di pintu gereja, pelayanan ini khusus bagi mereka yang berstatus belum berkeluarga. 202 kepada para hamba Tuhan agar menerima tuntunan oleh Gembala Sidang seperti ibadah doa pengerja, ibadah doa puasa, ibadah menara doa dan sebagainya. Namun semua ibadah tersebut intinya terbuka untuk umum dan lapisan. Ibadah dilakukan dengan durasi 2 jam, 30 hingga 60 menit lebih lama dibanding dengan ibadah pada gereja-gereja tradisional umumnya yang hanya 1 hingga 1½ jam. Dengan jumlah jemaat yang mencapai ±40.000 orang di Sumatera Utara dan ±60% berada di Medan, sedangkan kapasitas gedung hanya memuat 3300 orang maka GBI Medan Plaza pada hari minggu mengadakan lima kali ibadah. Dalam tulisan ini saya akan menuliskan bagaimana struktur ibadah kontemporer tersebut dilakukan di GBI Medan Plaza. Menurut KBBI online struktur berarti (1) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; (2) yang disusun dengan pola tertentu; (3) pengaturan unsur atau bagian suatu benda; (4) ketentuan unsur-unsur dari suatu benda; (5) pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis. Bila dianalisis secara struktural atau struktur umum ibadahnya, maka bisa di susun sebagai berikut. 203 Doa, Pujian & Penyembahan • Durasi ± 45 menit Khotbah + Altar Call Jika Ada • Durasi ± 60 menit Kolekte + Baca Warta • Durasi ± 10 menit Pujian, Doa Syafaat + Doa Berkat • Durasi ± 5 menit Tabel 3. Struktur umum penyajian ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza Penyajian ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza pada secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga bagian (lihat tabel 3). Pembagian ini didasarkan kepada aktivitas, struktur musik, penyampaian khotbah, dan bagian penutup. Pada bagian penyembahan (worship) worship leader menyanyikan dua lagu penyembahan (bisa lebih atau hanya menyanyikan bagian refrain lagu ketiga). Pada bagian pujian (praise) worship leader akan menyanyikan dua lagu (bisa lebih dengan menyanyikan bagian refrain lagu ketiga). Pada bagian khotbah, selalu menyanyikan sebuah lagu penyembahan (sambil mengumpulkan persembahan pertama) yang juga sebagai pengiring ketika Pendeta berjalah menuju altar yang akan mengambil alih jalannya ibadah, sementara worship leader akan mengambil posisi berdiri mundur beberapa langkah dari podium. Pada bagian penutup akan dibacakan beberapa pengumuman warta sepekan, menyaksikan video yang menampilkan pengumuman tambahan, 204 mengutip persembahan kedua, dan diakhiri doa berkat (pulang). Walaupun struktur ibadah telah diatur berdasarkan durasi dan materi ibadah, namun ibadah kontemporer itu sendiri sifatnya lebih fleksibel dan spontan, sehingga sepanjang ibadah dilakukan bisa memiliki perbedaan-perbedaan dengan ibadah dilakukan dikemudian hari, walaupun secara struktur dan durasi sama, namun jemaat akan menemukan “kejutan’kejutan kecil” yang sifatnya berbeda dengan ibadahibadah yang dilakukan secara liturgikal. Saya katakan “kejutan-kejutan kecil” karena bisa saja dalam ibadah tiba-tiba dilakukan pemutaran film pendek, atau pengkhotbah yang berbicara dengan topik ekonomi yang Alkitabiah yang ditampilkan seperti sebuah seminar lengkap dengan ayat-ayat Alkitab, atau pengkhotbah yang sengaja didatangkan dari benua lain, atau kota-kota lain di Indonesia yang bahkan baru tiba langsung dari bandara dan datang berkhotbah di GBI Medan Plaza. 4. 2. 1. Ibadah Kontemporer Sebagai Sistem dan Struktur Kebudayaan Sebelum saya mengarahkan sub-bab ini terhadap upacara—dalam sub-bab ini upacara diasumsikan sebagai ibadah kontemporer—sebagai sebuah sistem dan struktur, perlu saya ingatkan bahwa upacara merupakan salah satu wujud kebudayaan yang terpancar dari agama. Bagi Clifford Geertz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang lebih meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu kedudukannya berada dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta 205 mengembangkan keteraturan kebudayaan sekaligus agama.190 Walaupun pemikiran agama dikatakannya tidak semata-mata menstrukturkan kebudayaan (baca: ibadah), tetapi agama juga dilihat sebagai pedoman bagi ketepatan dari kebudayaan. Menurut Geertz (1973:89) kebudayaan adalah pola dari pengertianpengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka terhadap kehidupan.191 Ibadah kontemporer dengan segala wujud kebudayaan Kharismatik di dalamnya, dengan musiknya yang dominan merupakan wujud-wujud simbolik agama, dalam hal ini Kristen Kharismatik. Ibadah kontemporer sebagai sebuah sistem kebudayaan dan sistem konsepsi dipandang memiliki persamaan struktur-struktur dinamik dan begitu juga mempunyai persamaan dalam hal asal mulanya yaitu dalam bentuk-bentuk simbolik. Geertz berpendapat bahwa upacara (ritual), berperan untuk mempersatukan dua sistem yang parallel dan berbeda tingkat hierarkinya dengan meletakkannya pada hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara satu dan yang lain sebagaimana masing-masing dihubungkan dengan asal mula simboliknya dan asal mula ekspresinya. Saya memandang bahwa dua sistem yang berbeda tingkat hierarkinya yang 190 Clifford Geertz.,1973. The Interpretation of Culture, New York: Basic Clifford Geertz, Ibid.,hlm.89 191 206 dimaksud oleh Geertz adalah Tuhan dan manusia (jemaat) yang dipersatukan melalui sebuah komunikasi secara vertikal dan parallel dalam sebuah ibadah dengan menggunakan musik Kristen kontemporer sebagai medianya, yang kemudian direfleksikan oleh jemaat dalam simbol-simbol kebudayaan Kharismatik seperti menari, melompat, bertepuk tangan, dan sebagainya dan Tuhan kemudian menyatakan kemuliaannya dalam ibadah tersebut melalui hadirat Tuhan. Semua bentuk seni termasuk ibadah kontemporer adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yakni “mendorong untuk menghasilkan secara berulang dan terus menerus mengenai hal-hal yang amat subyektif dan yang secara buatan dan polesan dipamerkan”.192 Dengan demikian, sebagai suatu keseluruhan, upacara mempunyai kedudukan sebagai perantara simbolik, atau mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai perantara metafor, dalam kaitannya dengan kebudayaan dan pemikiran subyektif yang memungkinkan bagi keduanya (ibadah dan kebudayaan) untuk dapat saling bertukar tempat dan peranan. Agama dan ibadah adalah dua satuan yang secara bersamaan merupakan sumber dan model keteraturan sosial (social order). Simbol-simbol dan struktur-struktur upacara yang berfungsi untuk menghubungkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi dan pengalaman-pengalaman yang dipunyai oleh manusia dengan bentuk-bentuk hubungan simbolik dan upacara yang secara khusus berlandaskan pada kebudayaan dan kehidupan sosial dan ekonomi, yang dengan demikian meletakkan suatu kategori yang lebih komprehensif 192 Clifford Geertz, Op.Cit.,hlm.451. 207 ke dalam suatu konsensus primordial. Saya melihat konsep pemikiran Turner di atas, bahwa struktur-struktur ibadah kontemporer juga memiliki fungsi untuk menjadi sarana jemaat dalam melihat fakta dan pengalaman yang dimiliki sebagai sebuah wujud komunikasi simbolis dengan tingkat hierarkinya lebih tinggi yang terpantul melalui kebudayaan-kebudayaan Kharismatik berupa, gaya hidup, attitude, yang ada dalam kehidupan sosial jemaat. Dengan mengacu kepada teori yang saya tawarkan pada bab satu, Turner melakukan sejumlah analisa mengenai struktur upacara (ibadah) dan isi simboliknya, dengan melakukan kajian yang berkenaan terhadap sistem dualisme dan triadisme bahkan bisa lebih luas. Menurut Turner, sistem tersebut bersifat triadik atau segitiga dan bersifat fleksibel menurut konteksnya. Saya kemudian mencontohkan sifat triadik tersebut dalam ibadah kontemporer, dimana Tuhan dan manusia (jemaat) sebagai sesuatu yang secara teologia bertentangan sifatnya, tetapi sifat yang bertentangan itu disatukan oleh sebuah komunikasi melalui ibadah kontemporer karena ibadah tersebut memiliki sifat dan tujuan ganda, yakni kepada Tuhan juga kepada manusia. Hubungan antara upacara dengan struktur sosial terletak pada kesanggupan dari ibadah tersebut untuk dapat menempatkan dirinya di atas kedudukan satuan struktur sosial dengan melalui fase liminal atau fase anti-struktural. Sehingga, hubungan antara ibadah dengan struktur sosial tersebut memungkinkan bagi dapat 208 tetap hidup dan menyerap ibadah tersebut dalam berbagai kegiatan sekuler yang terstruktur yang terletak di luar konteks ibadah itu sendiri.193 4. 2. 2. Penyajian Ibadah Kontemporer Struktur ibadah kontemporer dapat disajikan secara berbeda berdasarkan tujuan dari ibadah tersebut. GBI Medan Plaza memiliki beberapa jenis ibadah, seperti ibadah doa puasa, doa pengerja dan sebagainya. Namun secara umum ibadah dilakukan dengan struktur yang sama. Sebelum ibadah dimulai pada waktu yang ditetapkan, setiap orang yang telah terlibat dalam pelayanan harus sudah hadir di gereja setidaknya 30 menit sebelum ibadah. Dengan mengenakan pakaian celana hitam dan baju putih194 para hamba Tuhan yang melayani membangun mesbah diantara sesama pelayan Tuhan dengan berdoa sebelum jemaat hadir digereja. Hal ini dilakukan untuk mengundang Roh Kudus melalui nyanyian dan penyembahan singkat yang dilakukan antar sesama pengerja. Setelah bernyanyi sebuah lagu penyembahan yang diulang-ulang beberapa kali, para pengerja kemudian mulai bermazmur dan berbahasa roh, lalu diakhiri oleh doa. Doa tersebut biasa untuk memohon penyertaan Tuhan atas ibadah yang akan dilakukan, seperti berikut: “Terima Kasih Tuhan Yesus atas penyertaan dan kasih karuniaMu atas kami sepanjang minggu ini. Pagi ini hambaMu berkumpul di rumahMu 193 Victor Turner.,1974. Dramas, Fields, and Metaphors, Ithaca: Cornell University Press.hlm.298. 194 Pakaian para pengerja yang melayani pada saat ibadah diatur setiap minggu I,II,III, IV dan ke V berbeda-beda, misalnya minggu I hitam putih, minggu II batik, minggu ke III memakai jas (pria) memakai blazer (wanita) dan sebagainya. 209 untuk melayani Engkau dalam ibadah sesi pertama ini. Kami berdoa untuk anak-anakMu yang sedang dalam perjalanan menuju rumahMu Tuhan, biarlah penyertaanMu atas mereka hingga sampai di tempat ini dengan sukacita, dan biarlah pengurapanMu turun atas hambaMu yang masih dalam perjalanan kerumahMu ini, yang akan menyampaikan firmanMu, kiranya Kau pakai dia lebih lagi dalam setiap pelayan untuk kerajaanMu, dan kiranya Roh KudusMu memenuhi setiap kami di tempat ini. Biarlah ibadah ini berkenan dihatiMu Tuhan, supaya setiap orang yang hadir di rumahMu pagi hari ini merasakan hadiratMu, biar setiap anak-anakMu yang hadir Engkau perbaharui, sehingga mereka tidak sama lagi ketika mereka pulang, anak-anakMu menjadi baru orang-orang yang baru dan berkenan dihatiMu Tuhan. Kami juga berdoa untuk setiap imam musik yang melayani saat ini, biarlah pengurapanMu turun atas mereka, kami juga berdoa untuk worship leader yang memimpin pujian, biarlah melalui setiap pujian yang dinaikkan itu berkenan dihatiMu, biar Engkau bertahkta diatas puji-pujian kami Tuhan. begitu juga dengan semua peralatan yang kami gunakan untuk jalannya ibadah ini Tuhan, untuk sound system, peralatan musik, dan semua perlengkapan yang berhubungan dengan ibadah ini, kami serahkan kedalam tanganMu Tuhan, biarlah semua dapat berfungsi dengan baik agar ibadah dan pujipujian ini menjadi dupa yang harum dihadapanMu. Kami serahkan ibadah ini kedalam tanganMu Tuhan, mari hamba-hamba Tuhan yang siap melayani Tuhan, sama-sama kita katakan, Amin!” Setelah selesai berdoa, mungkin ada beberapa pengumuman yang harus disampaikan kepada para pengerja yang berkaitan dengan ibadah, misalnya persembahan dilakukan sebanyak dua kali dan sebagainya.195 Sementara itu, worship leader akan memberikan worship list yang berisi judul-judul lagu yang akan dibawakan sepanjang ibadah. Jumlah lagu yang dibawakan idealnya minimal terdiri dari lima lagu, yakni dua lagu penyembahan (worship) di awal ibadah dan dua lagu pujian (praise), dan 195 Setiap orang yang melayani pada hari itu sudah mengerti tugas masing-masing karena daftar nama-nama hamba Tuhan yang melayani selama satu bulan telah ditetapkan melalui jadwal pelayanan yang dibagikan setiap awal bulan. 210 satu lagu penyembahan sebelum firman Tuhan disampaikan Pendeta yang juga sebagai pengantar bagi Pendeta saat berjalan menuju altar untuk berkhotbah. Jumlah lagu tersebut bisa saja berubah, khususnya bila Pendeta yang berkhotbah ‘gemar’ menyanyi ditengah-tengah khotbah. Gambar 22. Worship list (daftar lagu) yang dibagikan kepada seluruh imam musik saat ibadah (Sumber: Departemen Musik GBI Medan Plaza) Tepat pada jam yang ditetapkan ibadah dimulai, para hamba Tuhan, imam musik berada di tempat dimana ia melayani. Ibadah harus dilakukan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Menurut Pdt. R. Bambang Jonan, ketika kita menetapkan jadwal ibadah pada pukul 07:00 WIB berarti kita telah berjanji kepada Tuhan bahwa tepat pukul 07:00 WIB Tuhan akan mendengar puji-pujian dari gereja 211 ini. “Tidak perlu menunggu gereja dipenuhi jemaat, walaupun tidak ada jemaat, ibadah harus tetap dilakukan tepat waktu”, ujar Beliau.196 Ruang gereja telah dipenuhi oleh jemaat, lalu koordinator ibadah menuju podium di altar dan mengajak jemaat untuk bangkit berdiri dan berdoa untuk memulai ibadah. Doa diiringi dengan musik yang lembut melalui permainan piano imam musik. Sementara setelah doa selesai, worship leader mempersilahkan jemaat duduk kembali, namun biasanya worship leader akan mencoba mencairkan suasana dengan mengatakan, “Sebelum Bapak/Ibu duduk, salam di sebelah kiri dan kanan (disekitar) Bapak/Ibu dan katakan, Selamat Hari Minggu!”. Lagu penyembahan pertama dinyanyikan dengan diiringi oleh piano saja dengan dinamik yang lembut, setelah itu diulang kembali kepada bait pertama, dengan iringan seluruh tim musik dan singer (backingvocal). Lagu penyembahan ini diiringi dengan pengulangan yang terus dilakukan ±8-10 kali. Perubahan dinamika dan tempo sangat menentukan bagaimana sebuah lagu penyembahan itu dibawakan oleh tim musik itu untuk menciptakan atmosfir penyembahan kepada jemaat. (lihat pola perubahan yang dilakukan pada bab dua). Perubahan dilakukan secara bertahap melalui variasi permaianan pemain drum. Tahap-tahap yang dilakukan dilakukan oleh pemain drum, tentu diikuti oleh permainan piano, synthesizer dan bas yang secara berangsur-angsur juga dimainkan semakin keras. Jemaat tampak terlihat dengan hikmat bernyanyi mengikuti dan menghayati 196 Ibadah juga dapat dimulai walau Pendeta yang bertugas khotbah belum hadir di gereja. Hal ini dapat saja terjadi karena ibadah diawali pada 45 menit pertama dengan lagu-lagu penyembahan dan pujian, dan mungkin saja Pendeta tersebut masih berkhotbah di gereja cabang lain. 212 bait demi bait, ada yang bernyanyi dengan gerakan tangan, ekspresi wajah yang meratap bahkan menangis sambil mengikuti lagu. Setelah beberapa kali pengulangan, pada bagian ending diakhiri dengan kadens dan sorak-sorai sambil worship leader mengajak jemaat untuk berbahasa Roh. Lalu imam musik memainkan flowing yang mengarahkan jemaat kepada sebuah penyembahan dengan dinamik yang berangsurangsur keras hingga mencapai sebuah klimaks. Dan puncaknya drum berhenti yang terdengar hanya piano dan synthesizer yang memainkan improvisasi yang dimainkan imam musik dengan pola open chord untuk menggiring worship leader melanjutkan lagu penyembahan kedua. Lagu penyembahan kedua juga dilakukan dengan cara yang sama dengan lagu pertama. Namun pada lagu kedua, worship leader bisa secara spontan tiba-tiba melakukan medley dengan lagu-lagu lain yang tidak tercantum pada worship list. Ketika dinamik sudah mencapai klimaks kemudian worship leader mengundang jemaat untuk bernyanyi sambil berdiri untuk melanjutkan ibadah dengan lagu-lagu pujian. Setelah itu lagu akan diakhiri kadens dan sorak-sorai, lalu ditutup dengan doa, sementara imam musik tetap memainkan tema-tema lagu kedua hanya dengan piano saja. Secara spontan juga, worship leader setelah menutup dengan doa, secara spontan juga bisa saja mengulang kembali lagu penyembahan kedua dengan lembut diiringi piano. Sangat fleksibel dan tergantung sepenuhnya kepada worship leader. Setelah lagu penyembahan pertama dan kedua selesai dinyanyikan, tim musik berhenti bermain—kecuali piano—dan worship leader akan bertanya kepada jemaat, “Adakah diantara Bapak/Ibu yang baru pertama sekali menghadiri ibadah di tempat 213 ini (gereja ini?), tolong lambaikan tangan saudara”!. Jika ada maka para pengerja akan datang menyalami jemaat yang baru tersebut sambil menyerahkan kartu untuk diisi data-data jemaat yang baru tersebut, dengan tujuan memperoleh alamat, atau nomor telepon, atau ingin dikunjungi oleh para pengerja untuk mendoakan jemaat atau saudaranya. Sementara itu worship leader akan mengatakan kepada jemaat, “Mari kita beri tepuk tangan buat Tuhan yang telah mengirimkan jiwa-jiwa baru kerumah Tuhan”. Namun, jika tidak ada seorangpun jemaat yang pertama sekali menghadiri ibadah di gereja, maka worship leader akan mengatakan kepada para jemaat, “Biarlah kita semua ditempat ini (gereja) menjadi jemaat-jemaat yang setia (beribadah) dihadapan Allah”. Sebelum lagu pujian dinaikkan, Sekali lagi worship leader berusaha mencairkan suasana dengan mengatakan kepada jemaat untuk saling tos kiri dan kanan sambil mengatakan “Kamu umat pilihan Tuhan”. Setelah itu ibadah dilanjutkan kepada lagu-lagu pujian, sementara jemaat tetap dalam posisi berdiri. Idealnya lagu pujian hanya dua lagu, namun bisa juga satu atau bahkan tiga lagu. Pada saat lagu-lagu pujian jemaat biasa melakukan gerakan-gerakan tematis yang berhubungan dengan teks lagu yang dinyanyikan, misalnya saat menyanyikan lagu berjudul “Anggur Baru” dibagian reff : “Anggur baru tercurah penuhi umat-Nya dengan suka cita…ha..ha..ha”. Pada bagian ini worship leader dan jemaat akan melakukan gerakan mengangkat kedua tangan sejajar bahu, sambil pada bagian ujung jari melakukan gerakan seperti memercikkan air—mencurahkan—ke arah mimbar atau jemaat lain yang ada disekitarnya. Kemudian pada reff bait kedua yang berbunyi: 214 “Minyak baru tercurah urapi umat-Nya nyata kuasa-Nya”. Sedangkan pada bagian ini jemaat melakukan gerakan menopangkan kedua tangan kearah depan, seperti gerakan yang akan menerima sesuatu yang telah dicurahkan. Dan kelima ujung jari tangan kiri dan kanan dengan posisi telapak tangan terbuka keatas, seperti melakukan gerakan memanggil. Atau ketika menyanyikan sebuah lagu dengan teks “Ku kan terbang…tinggi di awan” maka jemaat dan worship leader merentangkan kedua tangan menirukan gerakan burung yang sedang terbang. Dan ketika menyanyikan lagu dengan teks “Tanganku kuangkat padaMu, mensyukuri rahmat yang Kau b’ri”, maka jemaat akan mengangkat tangannya, lalu “Kaki ku melompat bagiMu, s’bab rahmatMu baru s’tiap pagi” maka jemaat akan bernyanyi sambil melakukan gerakan melompat. Setelah lagu pujian dinaikkan, jemaat kembali dipersilahkan duduk. Sementara imam musik memainkan open chord untuk lagu penyembahan yang akan diikuti dengan pengumpulan persembahan dan pengkhotbah naik ke altar menuju podium untuk menyampaikan firman Tuhan. Khotbah disampaikan selama ±45 sementara piano tetap dimainkan dengan lembut untuk tetap membangun suasana doa yang akan mendukung ketika Firman Tuhan disampaikan. Namun ada juga Pendeta yang tidak bersedia khotbahnya diiringi dengan permainan piano yang lembut. Banyak hal yang berbeda terjadi selama khotbah berlangsung, hal ini sangat ditentukan oleh pribadi Pendeta yang menyampaikan khotbah. Beberapa Pendeta bisa saja banyak menyelingi khotbahnya dengan nyanyian, beberapa justru berkhotbah tanpa nyanyian sama sekali, beberapa banyak berkhotbah dengan menampilkan 215 materi khotbah disertai slide-slide melalui power point—yang kadang lebih menyerupai presentasi dalam seminar—beberapa justru banyak mengisi khotbahnya dengan humor-humor yang membuat suasana benar-benar larut dalam sukacita, dan sebagainya. Setelah khotbah disampaikan, beberapa Pendeta bisa saja langsung mengakhiri dengan doa, atau justru bernyanyi dan menyembah, berbahasa roh, melakukan altar call dan mengurapi jemaat dengan mencurahkan karunia Roh Kudus, mencurahkan karunia kesembuhan, berdoa agar Tuhan mencurahkan berkat, dan sebagainya. Saat mencurahkan karunia-karunia tersebut, musik dimainkan dengan keras pada tingkat tonik. Pemain drum akan memainkan cymbal secara trilling dengan dinamik crescendo, lalu Pendeta dengan telapak tangan terbuka akan mengangkat tangannya lurus ke depan sambil membunyikan “Sssssshhhhhhhhh….” Berulang-ulang melalui mikrofon, diikuti dengan suara cymbal yang dipukul trilling. Bunyi ini menggambarkan seperti sesuatu yang sedang “mengalir”, tercurah kepada jemaat. 216 Contoh 22. Kemudian Pendeta akan berteriak “Trima….Trima….Trima…” di respon oleh pemain drum melalui aksen-aksen pada kick drum dan cymbal mengikuti bentuk suku kata “tri-ma” tersebut. Contoh 23. Kemudian setelah ditutup dengan doa, jemaat kembali duduk untuk mendengar pengumuman warta sepekan yang dibacakan oleh pengerja sambil kantong persembahan dijalankan kepada jemaat. Setelah itu jemaat akan menyaksikan warta tambahan melalui video yang ditampilkan pada layar infocus. Warta tambahan disampaikan oleh seorang presenter yang khusus diaudisi untuk 217 melayani sebagai presenter warta tambahan, layaknya presenter acara infotainment. Berikutnya jemaat akan menyaksikan pemutaran video Pastoral message dari Gembala Pembina Rohani Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo di Jakarta. Setelah semua pengumuman warta sepekan disampaikan ibadah akan segera berakhir, maka jemaat diundang untuk bangkit berdiri kembali, lalu seorang pendoa akan menuju podium di altar untuk menyampaikan doa berkat (doa pulang). Doa ini diiringi oleh permainan musik oleh seluruh tim musik, pola iringan yang dimainkan sangat bervariatif. Biasanya diambil dari pola-pola flowing dengan progresi akor breaking down I-VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I. Setelah doa selesai, maka Pendeta yang menyampaikan khotbah kembali ke altar untuk memberikan doa berkat sambil mengangkat tangannya ke arah jemaat. Doa berkat tersebut berisi seperti berikut, “Pulanglah, dan bawalah damai sejahtera dari Allah Bapa, mulai hari ini, sampai Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kali, sampai Maranatha, bahkan sampai selama-lamanya, Amin!”. Ketika doa berkat ini dipanjatkan oleh Pendeta, maka imam musik akan mengiringi doa tersebut dengan musik yang pola yang progresi harmoninya turun dengan langkah setengah (half step) seperti dibawah ini: 218 Contoh 24. 4. 3. Ibadah Kontemporer Sebagai Sebuah Kontekstualisasi 4. 3. 1. Ibadah Kontemporer Dalam Konsep “Kontekstualisasi” Topik penelitian tentang musik dan ibadah dalam gereja sebenarnya sangat menarik untuk didekati menggunakan berbagai pendekatan, seperti pendekatan tekstual, pendekatan antropologi, pendekatan historis, pendekata semiotik, maupun melalui pendekatan analisis kontekstual seperti yang akan saya lakukan pada sub bab ini. Pendalaman kontekstualisasi ibadah akan saya lakukan dengan mengacu kepada beberapa pertanyaan berikut. Pertama, mengapa ibadah kontemporer yang ada di GBI Medan Plaza musiknya menggunakan musik Kristen kontemporer yang penggunaan begitu dominan dalam ibadah?. Kedua, mengapa ketika ibadah dilakukan 219 dengan musik yang dikenal sebagai musik Kristen kontemporer kemudian di dalamnya merefleksikan berbagai kebudayaan Kharismatik?. Ketiga, mengapa musik dalam ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza memberi dampak yang sangat kuat terhadap perilaku jemaat yang hadir. Dampak tersebut saya bagi menjadi dua perspektif, pertama dampak yang menyiratkan perspektif teologis dan dampak yang menyiratkan perspektif empiris. 4. 3. 2. Hubungan Restorasi Pondok Daud dan Dominasi Musik Sebelum tulisan ini saya arahkan kepada kontekstualisasi ibadah kontemporer, dan gaya ibadah kontemporer dengan kebudayaan Kharismatik, saya ingin mengangkat kisah Raja Daud terlebih dahulu. Karena apa yang dilakukan Daud sungguh berkenanan di hati Tuhan, sehingga ia merupakan sosok yang penting dan mempengaruhi gereja-gereja Kharismatik saat ini, khususnya GBI Medan Plaza dalam menjalankan kontekstualisasi ibadah. Melalui pembahasan yang ringkas ini saya akan hanya memberikan pokok-pokok pentingnya saja lalu akan saya kaitkan dengan hal-hal penting dengan perkembangan gereja sekarang ini. Sehingga penting rasanya untuk menjelaskan relevansi Tabernakel Daud (pondok Daud)197 dengan pola ibadah di gereja dalam konteks saat ini yang menggunakan musik Kristen 197 Alkitab mencatat ada tiga tempat pemujaan yang digunakan untuk bersekutu dengan Tuhan. Ketiga tempat tersebut adalah (1), Pondok Daud, Tabernakel Musa yang berbicara tentang hukum perjanjian, dan membutuhkan korban bakaran setiap hari. Ada satu tirai yang memisahkan ruang Mahasuci, yang hanya boleh dimasuki oleh Imam Besar setahun sekali dan (2), Bait Salomo memiliki sekat-sekat dinding yang membentuk ruang-ruang yang terdiri dari halaman, ruang kudus, ruang maha kudus. 220 kontemporer. Saya harus memulai topik ini dengan sebuah konsep, yaitu menyanyi merupakan sebuah aktivitas alami dalam kehidupan bangsa Israel dan menjadi gaya hidup (2Tawarikh 35:25). Banyak nyanyian-nyanyian—Mazmur—yang diciptakan Daud dan kemudian ia kembangkan dalam Bait Allah. Termasuk Imam Lewi juga memiliki peranan penting dalam nyanyian Mazmur di Bait Allah (1Tawarikh 16:4-7). Daud adalah seorang yang sangat ahli dalam bidang musik, juga seorang yang gagah berani, ahli dalam berperang, seorang penasihat ulung, memiliki pribadi simpatik, dan hidupnya selalu disertai Allah. Daud memiliki banyak waktu luang untuk berkumpul dengan nabi-nabi lain di sekolah, seperti Samuel untuk banyak belajar tentang pelayanan musik. (1Samuel 19:18) Dalam Perjanjian Lama, selain telah mengembangkan Mazmur, Daud telah memanfaatkan berbagai alat musik untuk menyembah Tuhan, artinya Daud juga telah melakukan kontekstualisasi musik pada masa itu. Daud memanfaatkan alat-alat musik, seperti: sangkakala (shofar), terompet, lyra, harpa (kecapi), tamborin, seruling, dan ceracap yang semuanya biasa digunakan untuk hiburan dalam acaraacara pesta, tarian hiburan, pemujaan berhala yang kemudian ia transformasikan untuk memuji dan menyembah Tuhan.198 Hal ini merupakan indikasi bahwa sudah ada kesadaran dalam diri Daud akan kedinamisan musik dengan melihat konteks yang tepat pada masa itu. Saya justru melihatnya sebagai bentuk ciri-ciri kharisma yang 198 Charles Etherington L, Protestant Worship Music-Its History And Practice,p.12-16 dalam http://www.gkj.or.id 221 diunggkapkan Max Weber pada bab II sebelumnya, yaitu sikap luar biasa, bentuk kreatifitas Daud, dan sikap spontanitas Daud terhadap musik. Karena Daud adalah orang yang berperang, Tuhan memberikan rancangan bait suci kepadanya, dan Daud mengumpulkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk bait suci tersebut. Lalu Tabut199 Perjanjian Tuhan diletakkan pada Kemah Daud setelah itu dikembalikan oleh bangsa Filistin dan sebelum Bait Suci Salomo didirikan. Tujuan utama pondok Daud adalah untuk menunjukkan penyembahan Tuhan dengan cara yang unik. Gambar 23. Pondok Daud, Kemah Daud atau Tabernakel Daud (Sumber : Departemen Musik GBI Medan Plaza) 199 Tabut (Tabut perjanjian Tuhan) ialah peti kayu yang melambangkan kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya, khususnya di dalam perang (misalnya 1Samuel 4). Peti itu juga berisikan kedua loh batu yang ditulisi kesepuluh hukum. Di atas tabut itu terdapat tutup perdamaian (Keluaran 25:10-22; Ibrani 9:4-5). Daud memindahkan tabut itu ke Yerusalem, dan kemudian ditempatkan dalam Bait Allah (2Samuel 6; 1Raja-Raja 8) 222 Pondok Daud dapat dilihat sebagai “jendela” yang melihat kepada penyembahan Perjanjian Baru. Jendela itu dibingkai oleh ciri khas tenda atau rumah ibadah Perjanjian Lama, tetapi di dalamnya sangatlah berbeda. Dalam pondok Daud ada pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan pujipujian, sukacita, ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Mazmur 86:9). Sehingga musik bukan sesuatu yang asing dalam pondok Daud dan jemaat gereja ini berasal dari berbagai macam suku bangsa etnis tidak dibatasi oleh ras dan budaya. Setelah pondok Daud selesai didirikan, kemudian Daud memerintahkan para pemain musik untuk melayani tanpa henti di hadapan tabut tersebut. Para imam musik memasuki gerbang ucapan syukur dan ruangan dengan pujian karena Tabut Kehadiran Tuhan Penuh terlihat. Tidak ada tabir (sekat) Tempat Maha Kudus yang menyelimuti dan hanya pemberian korban yang menjadi pujian pengorbanan. “Jendela” ini berlangsung selama empat puluh tahun sampai Bait Suci Salomo di bangun. Lalu jendela itu tertutup dan Tabut Perjanjian Tuhan dipindahkan kedalam Bait Suci Salomo dan pengorbanan binatang dilakukan. Ini merupakan nubuatan penting bagi gereja-gereja khususnya Kharismatik. Menurut nubuat Nabi Amos, bahwa pondok Daud akan dipulihkan.200 Daud mengerti apa yang dimaksud dengan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Puji-pujian terus berkumandang hingga terbukalah jalan bagi semua orang. Sebuah refleksi gambar yang indah akan karya nyata Kristus di kayu salib tampak di pondok Daud. Mulai saat itu dan seterusnya bila ada rasa takut akan Tuhan 200 Lihat Amos 9:11-12 223 diantara bangsa Israel, maka pola rasa takut akan Tuhan dan pola penyembahan mereka mengikuti prinsip-prinsip Daud.201 Pemulihan pondok Daud memiliki arti yang sangat penting bagi gereja masa kini, termasuk GBI Medan Plaza. Walaupun seharusnya konteks pemulihan pondok Daud tersebut tidak hanya dikaitkan kepada gereja Kharismatik atau denominasi tertentu, tetapi kepada gereja dewasa ini. (Kisah Para Rasul 24:14) Pola ini juga yang kemudian diterapkan dalam gereja, termasuk GBI Medan Plaza (Kisah Para Rasul 24:14). Dalam pondok Daud terdapat pujian dan penyembahan, sehingga musik ditekankan dan menjadi sangat dominan dalam gereja ini.202 Jika pada masa Daud alat musik kecapi (lyra), rebana dan seruling merupakan alat musik yang populer untuk hiburan. Maka pada era teknologi saat ini gereja mengkontekstualisasikan apa yang dilakukan Daud masa itu. Gereja juga menggunakan alat-alat musik untuk acara-acara industri hiburan, bahkan untuk penyembahan berhala. Sehingga tidak heran alat-alat musik sepert piano, bas, gitar, drum, gondang, hasapi, dan sebagainya dapat hadir dan digunakan dalam ibadah di gereja. 201 Cara-cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Seperti halnya Paulus yang mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan sama dengan prinsip-prinsip yang digunakan Daud. Melalui restorasi pondok Daud Tuhan akan memulihkan hubungan dengan gereja-Nya saat ini, pemulihan pondok Daud juga merupakan usaha pemulihan hubungan pribadi dengan Allah. Sudah seharusnya kita sendirilah yang akan melepaskan hubungan bebas kita dengan Allah. 202 Alasannya, (1) Karena melalui pujian dan penyembahan perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada Tuhan. (2) Pujian dan penyembahan memupuk hubungan yang penuh kasih dengan Allah. (3) Pujian dan penyembahan mendatangkan Kuasa dan Hadirat Allah pada kita. (4) Pujian dan penyembahan mengubah kita menjadi seperti yang kita sembah. (Lihat Mazmur 106:19-20, Mazmur 115:8, Roma 1:21-23.) 224 Namun menurut Pdt. R Bambang Jonan, apa yang dicapai GBI Medan Plaza saat ini bukan karena kehebatan dari musik yang dimainkan. Gereja ini mengalami pertumbuhan jumlah jemaat dari 119 orang kini mencapai ±40.000 orang karena meyakini pujian dan penyembahan yang dilakukan berdampak terhadap bertambahnya jumlah jemaat. Pdt. Bambang mengatakan seperti kutipan berikut “Gereja ini—GBI Medan Plaza— besar bukan karena kehebatan dari pada manusia, bukan karena kecanggihan daripada musik yang kita pakai tetapi apa yang kita mengerti itu semua digenapi, kita percaya pada waktu Tuhan memulihkan pondok Daud akan terjadi penuaian jiwa-jiwa. Dan sekarang apa yang kita lihat adalah bukti dari apa yang kita pelajari. Saya melihat begitu hadirat Tuhan turun ditengah-tengah jemaat, banyak orang datang dan sujud kepada Tuhan”. 203 Pdt. Bambang mengatakan “Anda dapat menyanyikan sebuah lagu untuk menyembah Tuhan dengan kecanggihan permainan, gaya apa saja, atau bahkan dengan teknik vokal yang rumit sekalipun, namun yang menjadi pertanyaan ketika sebuah lagu penyembahan dinyanyikan, setujukah Anda dengan isi lagu yang Anda nyanyikan tersebut?”. Menurut Pdt. Bambang, jika kita menyanyikan sebuah lagu dan merasakan banyak kekurangan didalamnya dan merasa tidak layak—misalnya kita menyanyikan betapa hati kita rindu kepada-Nya, tetapi pikiran kita justru kepada pekerjaan, kepada masakan dirumah, dan sebagainya—lagu tersebut ditujukan kepada Tuhan. Oleh karena itu kita minta supaya diperbaharui, sehingga ketika pada waktu kita menyanyikan lagu ini kita tidak hanya menyanyikan sebuah melodi tanpa makna, 203 Pdt. R Bambang Jonan, disampaikan dalam Kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita Kebenara pada tanggal 25 Maret 2011 225 melainkan kita mulai berdoa melalui nyanyian tersebut. Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan, bahwa ketika sebuah lagu dinyanyikan bagi Tuhan, maka sebenarnya nyanyian yang akan didengar oleh Tuhan bukan nyanyian yang keluar dari lidah, tetapi nyanyian yang keluar dari hati. Beliau menuturkan, apa yang akan terjadi pada waktu kita mulai memuji Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan adalah Tuhan hadir di setiap ibadah. Dalam kitab Mazmur 103 :20 tertulis “Pujilah Tuhan, hai malaikat-malaikatNya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengar-mendengar suara firman-Nya”. Dan di dalam kitab Mazmur 148:2 “Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!” Malaikat bertugas memuji-muji Tuhan, tetapi malaikat tidak melihat puji-pujian yang dinaikkan sebagai sebuah musik atau nyanyian yang penuh dengan tingkat musikal yang memiliki kerumitan yang tinggi. Kadang dengan lagu-lagu pujian sederhana yang terdiri dari tiga chord, tetapi dinyanyikan dengan hati yang sungguh-sungguh, maka malaikat Tuhan akan ikut bernyanyi. Karena pada waktu menaikkan pujian bagi Tuhan maka ada mahluk surgawi yang tidak akan bisa dilihat dan tidak terdengar suaranya yang akan bernyanyi bersama-sama dengan jemaat. Diluar pandangan teologis, saya sebagai peneliti melihat pertambahan jemaat GBI Medan Plaza sebagai pencapaian dari banyak faktor. Memang harus diakui bahwa pola-pola ibadah kontemporer tidak luput dari perhatian kaum muda Kristen, karena musik Kristen kontemporer memiliki daya tarik musikal yang lebih terhadap 226 kaum muda saat ini. Selain itu musik yang digunakan merupakan musik yang telah masuk dalam industri rekaman album-album rohani Kristen, dan diaransemen sesuai dengan “selera” kaum muda. Walaupun tidak tertutup kemungkinan orang tua juga memiliki ketertarikan yang sama, tetapi umumnya mereka tidak melakukan aktivitasaktivitas kultural kharismatik sedinamis kaum muda. Sesungguhnya gereja-gereja yang berada dipusat perbelanjaan juga termasuk memiliki peran dalam menambah jumlah jemaat, karena merupakan pilihan alternatif bagi kaum muda untuk memilih tempat ibadah selain mencerminkan gaya hidup rohani orang-orang urban yang saat ini bisa dikatakan “sedikit” mencerminkan gaya hidup kalangan Kristen modern. Karena sesungguhnya bisa saja jemaat-jemaat yang hadir hanya dari kalangan simpatisan dari gereja-gereja lain, dan tidak tertanam sebagai jemaat lokal gereja tersebut. Dalam beberapa kasus, jemaat yang hadir sebenarnya juga ingin berjalan-jalan dengan keluarga, tetapi menyempatkan diri terlebih dahulu untuk beribadah. Mungkin pada Minggu berikutnya jemaat tersebut kembali ke gereja dimana ia terdaftar. Selain itu pembukaan tempat ibadah di pusat-pusat keramaian merupakan salah satu cara untuk menjangkau kaum urban yang efektif karena berada dipusat kota dan sepertinya menjadi gaya hidup rohani yang baru, tentu juga selain karena faktor birokrasi, yaitu untuk mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah tersebut sangat sulit dari pemerintah. Perubahan gaya hidup rohani jemaat juga mendukung bertumbuh suburnya gereja-gereja di gedung-gedung bertingkat, seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan bahkan sarana olah raga. Beberapa jemaat 227 berpendapat, setelah mendapatkan “makanan” rohani melalui firman yang diterima di gereja, lalu dapat dengan mudah juga mencari makanan jasmani yang tersedia dipusat perbelanjaan. 4. 3. 3. Kriteria Ibadah Yang Sukses Pdt. R. Bambang Jonan pernah mengatakan, “Mengapa Tuhan hadir pada waktu seseorang memuji Tuhan, karena menurut beliau pada waktu memuji Dia maka kita mengharapkan dan merindukan kehadiran Tuhan.”204 Berdasarkan firman Tuhan (Lihat Maz.104:33-34) sesungguhnya renungan hati itu setiap pribadi seperti katakata yang bisa didengar oleh Tuhan. Seperti yang telah saya tuliskan pada bab dua, bahwa nyanyian yang akan didengar oleh Tuhan bukan nyanyian yang keluar dari lidah, tetapi nyanyian yang keluar dari hati. Pdt. R. Bambang Jonan menuturkan yang akan terjadi pada waktu jemaat mulai memuji Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan. Kehadiran Tuhan itu yang akan menarik jiwa tersebut datang.205 Sehingga beliau sering bertanya kepada koordinator ibadah, bagaimana hadirat Tuhan dalam ibadah, Tuhan hadir tidak?. “Mengapa, karena jika Tuhan hadir maka ibadah tersebut sukses”206 (Lihat Kis.Rasul 15:16-18). Memang hadirat Tuhan itu sifatnya sangat personal, tidak dapat di buktikan secara nyata bahwa memang Tuhan hadir ada dan dirasakan oleh setiap jemaat yang 204 Lihat Mazmur 104:33-34 Menarik jiwa berarti terjadi pertumbuhan GBI Medan Plaza dalam hal kuantitas merupakan sebuah karya Tuhan yang memanggil orang-orang banyak untuk datang menghadiri ibadah agar mencari Tuhan dan mengikuti-Nya. 206 Disampaikan dalam Kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Pelita Kebenaran pada tanggal 25 Maret 2011 205 228 mengikuti ibadah. Tetapi secara iman Kristen bahwa ketika Tuhan hadir dalam sebuah ibadah, maka setiap orang yang merindukan kehadiran-Nya akan merasakan sukacita, merasa disembuhkan, merasa dipulihkan, merasa terlepas dari beban yang berat, merasa damai sejahtera, dan sebagainya. Tulisan ini tidak saya arahkan untuk membuktikan kebenaran hadirat Tuhan atau melihat sisi ilmiah akan hadirat Tuhan tersebut, karena menurut teori kebenaran absolut salah satunya agama, bahwa kebenaran agama tidak dapat dan tidak perlu dipertanyakan lagi, karena sifatnya mutlak. 4. 3. 4. Refleksi Kebudayaan Kharismatik Dalam Perspektif Etnologis GBI Medan Plaza juga sangat jelas merefleksikan praktek kebudayaan Kharismatik yang tampak dalam pola tingkah laku orang-orang di dalamnya, khususnya dalam ibadah. Menggunakan pendekatan etnologi207 dalam penelitian terhadap GBI Medan Plaza, merupakan cara memberikan suatu pengertian dan pandangan yang mendalam serta reflektif, khususnya yang berhubungan dengan ibadah, teologi dan praktek-praktek ajarannya. Saat istilah “kebudayaan” digunakan dalam konteks gereja kharismatik seperti GBI Medan Plaza, maka setiap pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang ada didalamnya memiliki kebutuhan yang spesifik, seperti gaya, ekspresi, attitude yang mudah dikenali dan memberikan mereka image maupun identitas yang khas. 207 Etnologi adalah cabang dari antropologi yang menganalisis secara komparatif, kebudayaankebudayaan dari masyarakat kontemporer atau kelompok-kelompok linguistik. (Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.80) 229 Sehingga studi ini memberikan perhatian sedikit mengkhususkan terhadap kebiasaankebiasaan GBI Medan Plaza atau praktek-praktek kultural, nilai-nilai kerohanian, sikap-sikap dalam ibadah di lingkungan GBI Medan Plaza. Praktek-praktek kebudayaan kharismatik yang tampak dalam GBI Medan Plaza merupakan suatu kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi secara sistematis. Sosiologi memandang kebudayaan sebagai keseluruhan pola kelakuan lahir dan batin yang memungkinkan terjadinya hubungan sosial antara anggota-anggota masyarakat. Pola kelakuan lahiriah adalah cara bertindak yang ditiru oleh banyak orang secara kontinu, sedangkan pola kelakuan batin adalah cara berpikir, berkemauan dan merasa yang diikuti orang banyak berulang kali.208 Kristen Kharismatik sebagai bagian dari agama memiliki suatu sistem sosial yang mengandung suatu komplek pola kelakuan lahir dan batin yang dijalankan dan ditaati pengikutnya. Mereka mengekspresikan isi hati dan perasaanya kepada Tuhan menurut pola-pola tertentu dan lambang-lambang tertentu. Iman diungkapkan juga oleh pemeluk agama yang pribadi menurut pola-pola kebudayaan tertentu. Dalam aktivitasnya dapat dengan memperagakan sejumlah ungkapan, gerak, bahasa, musik dan sebagainya. Semuanya dilakukan menurut pola-pola kebudayaan yang hidup dalam lingkungannya, atau sesuatu yang artifisial maupun yang diciptakan oleh pendirinya. Wilfred J. Samuel memandang praktek-praktek kebudayaan Kharismatik dengan menggunakan disiplin etnologi oleh Bronislaw Malinowski seperti yang saya 208 O.C.Hendropuspito,Sosiologi Agama,Penerbit Kanisius,Yogyakarta.1983,hlm.111. 230 tuliskan pada landasan teori pada bab 1 yaitu, pertama gerakan. Menurutnya gerakan memiliki dua tujuan vital dalam diri manusia, yang pertama untuk mengembangkan dan membuat peka anggota perorangan yang berkaitan dengan nilai-nilai komunal, kerjasama tim, komitmen dan sebagainya, yang kedua sebagai unsur hedonis dan selebratif yang berfungsi sebagai sumber hiburan. Jika saya melihat dalam konteks GBI Medan Plaza sebagai gereja yang menggunakan ibadah kontemporer, akan terlihat digunakannya rentangan yang lebih luas dari pada gerakan tubuh. Merupakan hal yang lumrah dan lazim ditemukan saat ibadah di GBI Medan Plaza gerakangerakan yang mencakup: melompat-lompat ditempat, mengangkat tangan, menari, berjalan-jalan, melambaikan tangan, bertepuk tangan, duduk, saling bersalaman, tos209 dan berdiri, gerakan-gerakan tematis dengan teks lagu yang dinyanyikan. Menurut Shin Nakagawa dalam bukunya Musik dan Kosmos, gerakan tubuh adalah pada dasarnya adalah akibat pertemuan aktif antara tubuh kita dengan dunia luar. Tubuh akan menghubungkan kita dengan dunia atau sebagai perantara pertemuan yang akrab antara tubuh dengan dunia, dalam hal ini musik yang dimainkan di gereja. Ketika musik pujian dimainkan maka jemaat akan terhubung dengan bunyi-bunyi musik tersebut sehingga terjadi pertemuan yang akrab dan direfleksikan melalui gerakan-gerakan yang khas. Semua gerakan yang dikondisikan secara kultural tersebut menekankan akan nilai-nilai komunal yang telah diadopsi dan 209 Tos merupakan istilah kepada aktivitas yang menggambarkan dua orang atau lebih yang saling menepukkan sebelah tangan atau kedua tangan dengan tangan orang lain. Hal yang lumrah di GBI Medan Plaza bagi Worship Leader maupun pengkhotbah menginstruksikan sesama jemaat atau pengerja untuk melakukan gerakan tos atau hi-five dengan orang-orang di dekatnya dalam sebuah ibadah. 231 diterima bersama. Ketika jemaat mengangkat tangan saat berdoa atau memuji, mencerminkan penyerahan diri yang total. Dalam pemahaman teologia, “mengangkat tangan” sebagai sebuah ketidakmampuan. Dalam arti jemaat memandang dirinya sebagai manusia lemah yang tidak sanggup menyelesaikan masalah hidup, sehingga ketika ia mengangkat tangan, maka Tuhan akan turun tangan menyelesaikan masalah tersebut. Sementara sikap berdiri dianggap sebagai sikap yang paling layak untuk memuji dan memberi hormat kepada Allah. Semua aktivitas tersebut tidak dituliskan secara eksplisit di dalam Alkitab, melainkan hanya merupakan prinsip kultural yang secara simbolis melambangkan rasa hormat terhadap sosok yang lebih tinggi dan lebih dihormati. Kedua, praktek kebudayaan yang pertama seperti, “lapar” rohani merupakan suatu kebutuhan yang tampak dalam individu (tingkat mikro) dan jemaat atau komunal (tingkat makro)210. Mengenai hal “kelaparan” itu juga saya temukan dan rasakan di banyak jemaat di GBI Medan Plaza. Di dalam konteks gereja Kristen, termasuk GBI Medan Plaza telah melakukan terobosan dan pengembangan sistemsistem tersendiri untuk menangani masalah “kelaparan rohani” para pengikutnya, seperti membuka kelas-kelas pelajaran Alkitab dan sebagainya. Karenanya setiap gereja berjuang untuk memenuhi kebutuhan “lapar” rohani dari para pengikutnya, dan merupakan hal urgent agar pengikutnya tidak mencari sistem kebudayaan ditempat lain. Sehingga sesuai dengan prinsip kesempurnaan yang 210 Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.83 232 ada dalam setiap aliran Kharismatik, maka dalam konteks itu GBI Medan Plaza memiliki unsur-unsur kebudayaan aliran Kharismatik, seperti “lapar” rohani dalam tata ibadah, yang mencakup: (a) doa yang dipanjatkan dapat terdengar, dibandingkan dengan doa yang hening, (b) bertepuk tangan, sebagai tanggapan positif atas ibadah, jika dibanding dengan ucapan pengakuan dosa, (c) memiliki hati yang menyembah dan siap menyanyikan banyak lagu secara kontiniu, (d) memiliki peralatan sound system dan perangkat instrumen yang lengkap, tidak hanya sekedar sebuah organ atau piano dalam ibadah.211 Sementara Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori terhadap fungsionalisme. Ia mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsional tetang kebudayaan atau a functional theory of culture. Malinowski melihat bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat, dalam hal ini jemaat. Saya melihat melalui pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan Kharismatik bahwa setiap pola kelakuan jemaat telah menjadi suatu kebiasaan. Kepercayaan dan attitude jemaat merupakan bagian dari kebudayaan Kharismatik tersebut. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa keperluan dasar atau beberapa keperluan yang timbul dari keperluan asas yaitu keperluan sekunder dari satu entitas kepada sebuah 211 Wilfred J. Samuel,Ibid.,hlm.84. 233 masyarakat.212 Malinowski menuliskan salah satu keperluan pokok itu adalah gerak. Beberapa aspek dari kebudayaan Kharismatik dilakukan oleh jemaat untuk memenuhi keinginan asas tersebut. Artinya ketika jemaat melakukan semua gerakan-gerakan dalam satu ibadah, mereka merasa dipuaskan karena telah memenuhi kebutuhan dan keinginan akan hadirat Tuhan. Seperti dalam landasan teori saya pada bab satu, Malinowski dalam bukunya yang berjudul A Scientific Theory of Culture and Other Essays (Malinowski, 1944 dalam Takari)213 mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan. Inti dari teori tersebut adalah bahwa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan satu rangkaian kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Malinowski berpandangan bahwa semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi keinginan dasar para warga masyarakat—jemaat. Ia percaya bahwa pendekatan fungsional mempunyai sebuah nilai praktis yang penting. Yang ia maksud sebagai nilai praktis dari teori fungsionalisme adalah bahwa teori ini mengajarkan tentang kebutuhan relatif terhadap berbagai kebiasaan yang beraneka ragam, dimana kebiasaan tersebut juga sangat bergantung satu dengan yang lainnya. Melalui pandangan Alan P. Merriam akan fungsi musik yang telah saya tuliskan pada landasan teori di bab satu. Saya akan melihat musik dalam ibadah 212 Keperluan pokok atau asas tersebut menurut Malinowski adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak, dan pertumbuhan. 213 Muhammad Takari,Mengenal Teori Fungsionalisme dan Struktural Fungsionalisme Sebagai Teori Integrasi Kebudayaan, materi kuliah Program Pasca Sarjana Penciptaan Pengkajian Seni, USU 234 kontemporer hanya menggunakan tujuh teori dari sepuluh teori yang diajukan oleh Merriam yaitu, musik dalam ibadah merupakan wujud dari (1) Sebagai penghayatan estetika bagi jemaat dan orang-orang yang ada digereja. Hal ini tampak dari bagaimana imam musik yang melakukan berbagai persiapan sebelum ibadah agar dapat menampilkan musik yang terbaik dihadapan Tuhan dan jemaat. Artinya ada standar estetika akan musik gereja yang tertanam dipikiran imam musik dan jemaat sehingga mereka berusaha untuk menghayati dan mencapai standar estetika tersebut, yakni dengan melakukan latihan-latihan sebelum ibadah dilakukan. (2) Sebagai hiburan, musik dalam ibadah kontemporer memiliki aransemen yang cenderung sama dengan musik pop sekuler dan di aransemen lebih nyaman bagi telinga kalangan muda, hal ini sangat menghibur bagi mereka ketika dalam ibadah, bila seseorang menikmati ibadah tersebut sebagai sebuah hiburan yang menyenangkan pribadinya. Tetapi dalam pandangan teologia, jemaat bernyanyi atau imam musik memainkan musik bukan untuk menyenangkan diri sendiri, tetapi untuk memuliakan Tuhan. Saya menilai hal ini sangat personal, artinya ketika sebuah lagu pujian dinyanyikan, hanya Tuhan dan si penyanyi yang tahu bahwa lagu tersebut diarahkan kepada Tuhan terlebih dahulu kah?, lalu sipenyanyi merasa terhibur, atau justru sebaliknya? (3) Sebagai komunikasi, musik merupakan media doa bagi jemaat kepada Allah yang di sembah, ketika jemaat bernyanyi dalam ibadah sebenarnya mereka sedang melakukan komunikasi secara vertikal kepada Allah. (4) Sebagai perlambangan, musik menjadi lambang bagi sebuah ibadah Kristen. Ketika saya arahkan musik ibadah kepada musik Kristen kontemporer, maka 235 musik tersebut juga telah menjadi lambang terhadap bentuk ibadah yang kontemporer. Sehingga orang akan melambangkan dan mengkaitkan musik tersebut sebagai musik ibadah bagi kalangan Kristen Kharismatik. (5) Sebagai reaksi jasmani. Musik memberi reaksi terhadap orang yang mendengar dan yang memainkannya. Sehingga disadari atau tidak tubuh akan bereaksi terhadap bunyi-bunyi yang ditangkap oleh telinga. Reaksi tersebut tentu akan berbeda-beda terhadap setiap orang, juga sangat dipengaruhi oleh jenis musik yang ia dengar. Dalam ibadah ketika lagu penyembahan dinyanyikan jemaat akan mengeluarkan reaksi-reaksi seperti menangis, mengangkat tangan dan sebagainya, dan ketika lagu pujian dinyanyikan jemaat akan mengeluarkan reaksi jasmani dengan melakukan gerakan menari, bertepuk tangan, melompat dan sebagainya (6) Sebagai kesinambungan kebudayaan, artinya musik gereja khususnya musik Kristen kontemporer selama digunakan dalam ibadah akan menjadi alat untuk memelihara kebudayaan-kebudayaan Kharismatik, seperti bertepuk tangan, menari, melompat, melambai-lambaikan tangan, dan sebagainya. Sehingga ketika musik tersebut dimainkan dalam ibadah maka ibadah tersebut juga telah merefleksikan kebudayaan-kebudayaan Kharismatik didalamnya. (7) Sebagai pengintegrasian masyarakat, artinya musik memiliki kemampuan kuat sebagai alat integrasi bagi masyarakat, baik dalam komunitas yang sama, maupun komunitas yang berbeda. Melalui tujuh fungsi musik di atas maka musik tersebut sebenarnya telah merefleksikan berbagai kebudayaan-kebudayaan Kharismatik yang tercermin melalui ibadah dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Dengan demikian akan lebih 236 mudah untuk mengenali seseorang yang merefleksikan kebudayaan-kebudayaan Kharismatik. Diakhir sub bab ini saya ingin memberikan penjelasan lebih lanjut dengan melihat teori fungsionalisme atas agama. Aliran fungsionalisme melihat masyarakat sebagai suatu equilibrium sosial dari semua institusi yang terdapat di dalamnya. Sebagai keseluruhan sistem sosial masyarakat menciptakan “pola-pola kelakuan” yang terdiri atas norma-norma yang dianggap sah dan mengikat oleh anggotaanggotanya yang menjadi pengambil bagian (partisipasi) dari sistem itu. Keseluruhan dari institusi-institusi yang membentuk sistem sosial itu sedemikian rupa, sehingga setiap bagian (institusi) saling bergantung dengan semua bagian lainnya sedemikian erat hingga perubahan dalam satu bagian mempengaruhi bagian yang lain dan keadaan sistem sebagai keseluruhan.214 4. 3. 5. Gerakan-Gerakan Kultural Kharismatik Dari Perspektif Alkitabiah Dalam gereja-gereja Kharismatik terdapat pandangan yang berbeda terhadap ibadah yang sesungguhnya. Tetapi dalam pandangan yang berbeda terhadap ibadah tersebut selalu berakhir terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perayaan, ucapan syukur dan puji-pujian. Dalam ibadah baik perayaan maupun ibadah seremonial, gereja Kharismatik melakukan pandangan yang jauh akan firman Tuhan dengan mengaplikasikan apa yang dilakukan Daud ketika memuji dan menyembah Tuhan. Semua yang terefleksi dalam ibadah yang dilakukan Daud memiliki alasan-alasan 214 Hendropuspito, Op.Cit., hlm.27 237 Alkitabiah. Pujian adalah cara atau tindakan untuk mengagungkan dan membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat, dimana fokus dan arahnya kepada sesuatu yang kita tujukan langsung pada Tuhan (vertikal).215 Pujian (praise) adalah cara atau tindakan untuk mengagungkan dan membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat, dimana fokus dan arahnya kepada sesuatu yang kita tujukan langsung pada Tuhan (vertikal). Mengucap syukur bukan suatu aktivitas yang dilakukan sekali dalam seminggu, mengucap syukur harus senantiasa diucapkan dalam segala hal. Dalam bahasa Ibrani mengucap syukur adalah sama dengan kata yang digunakan untuk mengucapkan pujian, yakni todah artinya suatu rombongan atau paduan suara dari orang-orang yang menaikkan ucapan syukur serta puji-pujian kepada Allah dan juga untuk mempersembahkan korban ucapan syukur sedangkan huyyedoth berarti nyanyian dari paduan suara. Ada tujuh kata-kata dalam bahasa Ibrani yang menjelaskan dari berbagai aspek yang berbeda dalam puji-pujian, yaitu: 1. Barak berarti berlutut atau bersujud, memberkati, menghormati, dan memuji.216 Kata ini mengandung arti penghormatan dan keheningan. Hanya kata barak dari ketujuh kata-kata pujian yang mengandung arti kesunyian, karena tidak adanya pernyataan tentang ekspresi dan ungkapan dengan suara. 2. Yadah merupakan pernyataan atau ungkapan perasaan berterima kasih 215 Lihat 1 Tawarikh 29:20, Mazmur 22:24, Mazmur 68:26, Mazmur 96:2, Mazmur 103:1-2. Hakim-Hakim 5:2; Mazmur 72:11-15 216 238 melalui puji-pujian. Dari akar katanya, kata yadah berarti ‘mengulurkan tangan’, mengangkat tangan.217 Kata ini menggambarkan sebuah tindakan, bukan sesuatu yang pasif, melainkan berupa puji-pujian yang keluar dari dalam hati dengan ekspresi mengangkat tangan sebagai bentuk pernyataan dan bukti dari hati yang sedang terangkat. 3. Todah berarti bersyukur dan memuji atas sesuatu yang Allah kerjakan. Korban puji-pujian juga dinyatakan dengan mengangkat tangan.218 Hal ini adalah puji-pujian iman dalam tindakan dan menghormati Allah, seperti tertulis di Mazmur 50:23 “Siapa yang memepersembahkan syukur (todah) sebagai korban, ia memuliakan Aku…”. 4. Zamar artinya puji-pujian yang dinyanyikan dengan diiringi oleh alat-alat musik. Secara atau alat musik yang bersenar.219 5. Shabakh kata ini mengandung arti memuji, sorak kemenangan, memuliakan atau memegahkan, berteriak atau bersorak, berseru dengan nada atau suara yang keras.220 6. Halal berarti bercahaya, berbangga atau bermegah, bersukacita, memuji, bernyanyi, bersih dan jelas, memuji dengan penuh semangat dan gembira, bernyanyi dengan suara nyaring.221 7.Tehillah berarti pujian pengagungan atau nyanyian kemuliaan, menyanyi 217 2 Tawarikh 20:21; Mazmur 9:2;28:7;43:4;111:1;138:1. Mazmur 50:23;69:31;107:22;Yesaya 51:3 219 Mazmur 47:6-7;57:8-9;68:4-5;98:5;144:9;147:7;149:3 220 Mazmur 35:27;63:4;117:1;145:4; Daniel 2:23 221 1Tawarikh23:5;2Tawarikh20:19;31:2;Ezra.3:11;Nehemia5:13;Mazmur22:23,Yoel 2:26. 218 239 dan menyanjung222. Puji-pujian ini berbeda dengan ungkapan atau pernyataan pujipujian yang lain. Jika pujian yang lain memerlukan iman kita, maka kata tehillah mengandung arti Allah menanggapi iman kita. Fokus pujian hanya kepada Tuhan, yaitu harus terfokus pada karakter dan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib dirasakan. Pujian sebaiknya bukan sekadar ucapan terima kasih kita kepada Tuhan karena kebaikan dan berkat-berkat Tuhan yang telah diterima. Namun lebih dari itu pujian dapat di berikan kepada Tuhan saat seseorang belum mendapat jawaban atas doa atau harapan dari Tuhan. Pujian dalam ibadah dicirikan dengan adanya suatu perayaan sukacita yang diekspresikan dengan cara menyanyi, menari-nari, berkata-kata, bermazmur, memainkan alat musik dan lain-lain. Kitab Mazmur mencatat bahwa orang Ibrani sangat emosional saat mengekspresikan pujian dan pemujaan mereka kepada Tuhan. Setiap pujian yang dinaikkan di hadapan Tuhan haruslah sesuai dengan cara yang dikehendaki-Nya, yakni sesuai dengan Firman Tuhan. Pujian terjadi apabila ada kemauan yang disertai dengan tindakan. Pujian tidak tergantung terhadap perasaan dan suasana hati seseorang, pujian merupakan ekspresi jiwa kepada Tuhan, dalam Mazmur Daud ditulis dengan jelas tentang hal tersebut, “Pujilah Tuhan, hai jiwaku. Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!” (Mazmur 103:1). Penyembahan (worship) berasal merupakan ekspresi hati, bukan emosi dalam wujud kasih sebagai suatu hubungan, dengan kata lain penyembahan adalah 222 Keluaran15:11;2Tawarikh20:22;Mazmur22:4, Yesaya42: 10;61:3 240 pertemuan antara kita dengan Allah. Penyembahan dalam Alkitab menjelaskan tentang menyambut Allah dengan cara yang benar. Perjanjian Baru menggunakan enam kata yang diterjemahkan sebagai penyembahan. (1) Proskuneo kata yang digunakan dalam pernyataan orang bijak, yang artinya mendekati Dia dengan penuh kasih dan hormat untuk mencium Dia. Juga diartikan sebagai “tersungkur” yang artinya menunjukkan penghormatan, penyanjungan. (2) Sebomai artinya to revere : rasa hormat, adore : mengagumi, taat, menyembah dengan tekun. (3) Doxa memberi arti kata “doxology” (kidung pujian) yang digunakan sebanyak 168 kali dalam Alkitab. Doxa berarti dignity : martabat, glory : kemuliaan, honor : kebanggaan, pujian dan worship : penyembahan. (4) Latreuo termasuk kata yang penting berarti “to serve, to minister : untuk melayani, mengabdi yang tercatat digunakan sebanyak 21 kali dalam Alkitab. (5) Eusebo artinya to reverence : memberikan penghormatan atau menunjukkan kesalahan. Kata Eusebo juga digunakan untuk menunjukkan tanggung jawab pelayanan anak-anak dan cucu kepada keluarganya. (6) Ethelothreskia, berarti “selkwilled”: keinginan diri sendiri, sewenang-wenang dan tidak beralasan. Terdapat tiga kata utama dalam bahasa Ibrani yang digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menjelaskan penyembahan, yaitu dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata worship (menyembah). Penyembahan berbicara tentang penundukan diri, pelayanan dan penghormatan. Kata yang paling umum untuk “penyembahan” dalam Perjanjian Lama adalah kata Ibrani hawah. Bentuk aslinya adalah hishtahawah yang artinya bersujud (bow down), memberi penghormatan (to 241 pay homage) dan menyembah (worship). Menurut penelitian terdapat 170 kali kata hawah muncul dalam Perjanjian Lama, dan kurang dari setengahnya (±75 kali) yang diterjemahkan sebagai worship atau menyembah dalam versi New International Version (NIV). Dan dalam jumlah yang hampir sama digunakan kata bow down atau hanya bow dalam beberapa kalimat223 Apa yang terlihat dalam ibadah-ibadah di GBI Medan Plaza juga sesungguhnya merupakan refleksi dari prinsip-prinsip Daud ketika menyembah Tuhan. Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan dengan Allah. Dalam Perjanjian Baru disebutkan segala sesuatu yang telah diwahyukan kepada Daud lalu ia meneruskannya. Pondok Daud dipenuhi oleh korban puji-pujian, sukacita dan ucapan syukur, serta dapat dimasuki oleh semua bangsa (Mazmur 86:9) dan segala yang bernafas (Mazmur 150:6). Cara-cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Begitu juga Paulus yang mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan sama dengan prinsip-prinsip yang digunakan Daud. Ungkapan dan tindakan religius yang muncul dalam ibadah di GBI Medan Plaza merupakan sebuah fenomena religius yang memiliki banyak arti bagi partisipan yang berbeda-beda. Dalam gereja-gereja tradisional kita tidak akan menemukan 223 Djohan E. Handojo, Op.Cit.,hlm.12 242 aktivitas kultural seperti yang terdapat dalam gereja-gereja kharismatik. Dalam hal ini saya tidak bermaksud untuk membandingkan antara tradisional dan kharismatik sebagai satuan-satuan kecil, namun hanya melihat fakta menarik dan fenomenafenomena yang muncul dalam denominasi yang berlainan, tujuannya agar memperoleh pandangan yang lebih dalam dan seksama sehingga data tersebut dapat memperjelas satu dengan yang lain. Apa yang muncul dalam aktivitas ibadah di GBI Medan Plaza merupakan sebuah fenomenologi historis agama dimana tata cara beribadahnya merupakan fenomena yang dicoba untuk dipahami.224 4. 4. Aspek Sosiologis Agama Agama sebagai suatu sistem sosial di dalam kandungannya merangkum suatu kompleks pola kelakuan lahir dan batin yang ditaati penganut-penganutnya. Dengan cara itu pemeluk-pemeluk agama baik secara pribadi maupun bersama-sama berkontak dengan “Yang Suci” dan dengan saudara-saudara seiman. Mereka mengungkapkan pikirannya, isi hatinya dan perasaanya kepada Tuhan menurut polapola tertentu dan lambang-lambang tertentu. Sebagai contoh bagi kalangan Kharismatik, ketika beribadah dengan Tuhan, maka pola-pola kelakuan lahir batin yang sudah diakui, seperti berbahasa Roh (glossolalia), menari, bertepuk tangan dan sebagainya dilakukan untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati kepada Tuhan. Agama terkena proses sosial dan institusionalisasi dan menggunakan mekanisme kerja yang berlaku, seperti: 224 Mariasusai Dhavamony, Fenomenology Agama, Kanisius.Jakarta,1995,hlm.32. 243 4. 4. 1. Ungkapan Religius Perorangan Ungkapan iman seorang penganut agama yang sempurna (strict) personal juga dilakukan menurut pola-pola kebudayaan tertentu. Misalnya dalam sebuah ibadah kontemporer, seorang berdoa lalu memperagakan beberapa ungkapan melalui bahasa verbal dengan kata-kata, mengungkapkan sikap tubuh, gerak kaki membentuk pola sujud, gerakkan tangan baik terbuka maupun tertutup dan ungkapan-ungkapan dengan sikap tubuh, kaki, tangan, dan sebagainya itu dilakukan menurut pola-pola kebudayaan Kharismatik yang hidup di lingkungannya. Dengan melihat cara seseorang berdoa, kita dapat mengenali pelakunya dengan mudah, agama apa yang dianutnya. Dalam kekristenan juga masih dapat terpancar melalui ungkapanungkapan religius yang dilakukan perorangan, aliran Kristen apa yang dianut oleh orang tersebut. Sebagai contoh pertama, ketika seorang Kristen bertemu dan menyapa dengan ucapan Shalom225, maka sebagian orang akan berpandangan bahwa orang tersebut sebagai pengaut Kristen Kharismatik. Walaupun saya belum melakukan penelitian secara dalam akan hal ini, tetapi saya melihat dalam pengamatan sehari-hari penggunaan kata Shalom sangat familiar dikalangan sesama jemaat Kharismatik daripada jemaat gereja tradisional. Kedua, “gaya” berdoa seorang Kharismatik sangan mudah dikenali dari “isi” doa yang puitis dan diucapkan dengan suara yang “lantang”. Sekali lagi saya katakan bahwa ini merupakan pengamatan kasar saya 225 Shalom artinya damai sejahtera 244 ketika mengikuti persekutuan-persekutuan yang dilakukan interdenominasi, sering terdengar ucapan-ucapan yang mengarahkan bahwa kaum Kharismatik sangat mudah dikenali dari cara mereka berdoa dan berkhotbah. 4. 4. 2. Ungkapan Religius Kolektif Ekspresi iman yang dilakukan secara komunal tidak dapat dipisahkan dari konteks kebudayaan bangsa tertentu. Misalnya upacara kebaktian (liturgis) dalam Katholik seperti perayaan Ekaristi, perayaan inisiasi, perayaan sakramen perkawinan, pentahbisan imamat dari gereja Katholik disusun menurut pola kebudayaan tertentu. Kesemuanya itu tidak hanya berdimensi ilahi tetapi juga berdimensi sosio-budaya. Ketika saya melihat ungkapan religius yang dilakukan secara kolektif dalam ibadah Kontemporer, maka sangat merefleksikan kebudayaan darimana lahir dan berkembangnya agama Kristen. Secara historis agama Kristen tidak terlepas dari kebudayaan-kebudayaan bangsa Yahudi, walaupun keduanya sama-sama menggunakan kitab Taurat, namun secara prinsip teologi berbeda. Ketika kebudayaan Kharismatik tumbuh dan berkembang di Amerika, dengan cepat menyebar hingga ke penjuru dunia. Walaupun ibadah-ibadah kontemporer dilakukan dengan menggunakan kebudayaan-kebudayaan yang “asing” bagi satu komunitas tertentu, tetapi kebudayaan Kharismatik dapat dengan mudah diterima oleh sebagian besar masyarakat karena memiliki dasar-dasar Alkitabiah yang jelas dan sebagai bentuk interpretasi akan kehadiran Allah dalam setiap ibadah. Ketika kebudayaan Kharismatik tersebut mulai populer dilakukan oleh para pengikutnya, 245 maka dalam setiap ibadah kita dapat melihat kebudayaan tersebut dilakukan secara kolektif sebagai salah satu bentuk ungkapan religius terhadap hadirat Tuhan. 4. 5. Fungsi Sosial Musik dan Ibadah Kontemporer Theodor W. Adorno226 dalam bukunya Introduction to the Sociology of Music mengatakan, fungsi musik saat ini dalam masyarakat bertambah secara pertanyaan substansial. Musik dipahami sebagai seni diantara hal lain; pada masa dimana kita hidup sekarang masih disadari, setidaknya hal tersebut telah berkembang sebagai bagian otonomi keindahan. Walaupun sebuah komposisi diciptakan ingin dipahami sebagai sebuah karya seni. Tetapi jika hal ini benar bahwa semua jenis tersebut menjadikan musik sebagai hiburan yang jauh dan hanya sedikit mengandung otonomi keindahan, artinya tidak lebih dari itu secara substansial kuantitatif sebagai bagian dari kehidupan budaya kita nyatakan memiliki fungsi sosial yang secara mendasar berbeda dari yang satu dan seharusnya ada menurut pengertiannya masing-masing. Hal itu tidak akan menjawab apa yang menjadi fungsi sebagai hiburan. Bagaimana, jika seorang menanyakan kelak, dapatkah orang terhibur oleh sesuatu yang tidak dijangkau oleh kesadaran dan ketidaksadaran mereka sama sekali. Theodor bertanya, apa sebenarnya arti hiburan, kemudian? apa yang menjadi signifikan sosial dari sebuah fenomena yang secara nyata tidak dapat terus ada dalam masyarakat. Theodor W. Adorno mengatakan, sebaiknya kita agar tidak dengan cepat 226 Theodor W. Adorno, Introduction to the Sociology of Music,the Seabury Press, Inc, New York, 1976,hlm.39. 246 menganggap fungsi dari sesuatu sebagai hal yang mustahil yang tidak harus ditutuptutupi sehingga akan menjadi sulit menyelesaikannya, hal-hal penting harus diingat. Pertama, kurangnya pemahaman masyarakat yang akan mempengaruhi dan mengatur ulang kembali seluruh elemen musik yang tidak membawa beberapa elemen yang tidak berarti. Dan memang, para pendengar juga gagal untuk melihat kurangnya pemahaman mereka sendiri.227 Jika kita bertanya tentang fungsi musik saat ini, dalam masyarakat, maka artinya kita juga bertanya apa yang menjadi bahasa musikal kedua, yang menjadi peninggalan karya seni di masyarakat tersebut, yang masih dilakukan. Dimulai dengan, musik—karya-karya tradisional yang termasuk dalam kebudayaan prestius mereka—yang masih eksis. Keberadaannya terpelihara walaupun hal tersebut tidak dilakukan dengan pengalaman sama sekali. Akan menjadi sedikit terlalu rasionalistik untuk menghubungkan fungsi musik saat ini secara langsung dan dampak yang terjadi, terhadap reaksi yang tidak tersembunyi dari orang-orang. Musik sebagai ideologi telah menjadi formula metafor di Jerman yang mengilustrasikan keadaan baik melalui referensi musik: “Heaven hangs full of fiddles”. Sedangkan musik sebagai fungsi sosial menurut Theodor adalah seperti dalam kutipan berikut: Music as a social function is akin to the “rip-off”, a fraudulent promise of happiness which, instead of happiness, installs itself. Even in 227 Theodor W. Adorno, Ibid.,hlm.39 247 regressing to the unconsious, functional music grants a mere ersatz satisfaction to the target of its appeal.228 Theodor mengatakan bahwa sebagai fungsi sosial musik sama “meretas” sebuah janji curang kebahagiaan, malahan kebahagiaan terjadi sendiri. Sama dalam kemunduran atas ketidaksadaran, musik secara fungsional semata-mata memberi kepuasan kepada sasaran yang dituju. Yang paling penting diantara fungsi saat mengkonsumsi musik— dimana selalu menyebabkan timbulnya kenangan-kenangan bahasa yang “segar”— mungkin hal itu yang akan menentramkan manusia dari perasaan menderita ketika menyelesaikan masalah. Ide dari musik yang hebat, secara formal menggambarkan imej berlebihan, berkat yang permanen atau, seperti yang di lakukan Beethoven dengan sebutan “glorious moment”—ide ini adalah parodi dari fungsional musik. Dengan melihat tren bahwa musik saat ini benar-benar pas dengan fungsinya: musik mengatur ketidaksadaran kepada kondisi yang direfleksikan. Musik Kristen kontemporer dan ibadah kontemporer merupakan salah satu tren musik rohani yang memiliki fungsi dalam konteks sosio-budaya. Musik dan ibadah kontemporer tetap dapat berlangsung dan dilakukan di GBI Medan Plaza karena fungsi-sungsi sosial. Musik dan ibadah kontemporer memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosio-budaya, fungsi musik dan ibadah kontemporer adalah sebagai alat integrasi kaum Kharismatik atau lebih luas bagi jemaat-jemaat Kristen. 228 Theodor W. Adorno, Ibid.,hlm.45 248 Mengenai fungsi musik dan ibadah kontemporer dalam memberi peranan untuk integrasi masyarakat, Alan P. Merriam memiliki pandangan seperti di bawah ini: Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity (Merriam, 1964:227). Seperti yang dituliskan Merriam, salah satu fungsi musik yakni sebagai media bagi berkumpulnya para anggota masyarakat. Musik dan ibadah kontemporer berperan menarik warga masyarakat dan penganut Kharismatik khususnya untuk melakukan aktivitas ibadah. Tetapi harus diperhatikan bahwa Merriam tidak menuliskan semua musik sebagai sarana integrasi sosial, namun setiap komunal mempunyai musik seperti yang diungkapkannya. Sehingga masyarakat dapat diajak untuk beraktivitas bersama, serta pentingnya setiap personal sebagai pribadi maupun komunal. Konsep yang ditawarkan Merriam ideal sekali untuk menggambarkan fungsi musik dan ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza. Terutama fungsinya yang utama memberi sumbangan terhadap integrasi jemaat, terutama jemaat GBI Medan Plaza terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa, etnik, ras dan golongan. Jemaat GBI Medan Plaza berkumpul karena didasari persamaan-persamaan, seperti sama-sama sebagai penganut Kristen Kharismatik. (b) kelestarian dan kesinambungan budaya, sangat jelas bahwa musik dan ibadah kontemporer menjadi salah satu sarana bagi kalangan penganut Kristen Kharismatik untuk merefleksikan semua kebudayaan- 249 kebudayaan Kristen Kharismatik. (c) pendidikan, musik dan ibadah kontemporer menjadi kesempatan bagi para penginjilan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Kristus melalui membuka kelas-kelas pendalaman Alkitab, memberi training imam musik, dan sebagainya. (d) hiburan, Alan P. Merriam menuliskan tentang fungsi musik berikut ini. Music provides an entertainment function in all societies. It needs only to be pointed out that a distinction must be probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in Western society, and entertainment combined with other functions. The latter may well be a more prevalent feature of nonliterate societies (Merriam, 1964:223 dalam Takari, 2010). Secara iman Kristen hal ini dihindari menjadi motivasi jemaat untuk mengikuti ibadah kontemporer. Seharusnya mereka hadir dalam ibadah karena memiliki kerinduan akan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Namun melalui pandangan ilmu sosial, seorang jemaat yang mengikuti sebuah ibadah kontemporer dan melakukan berbagai kebudayaan Kharismatik seperti menari, melompat, bertepuk tangan, melambaikan tangan tentu secara personal membawa perasaan “entertained” kepada dirinya. Hiburan merupakan cara untuk memenuhi keinginan asas manusia terhadap rasa estetika dalam berbagai dimensi. Merupakan sifat alami manusia untuk menyukai keindahan. Setelah ia menikmati sesuatu yang indah, maka ia akan terhibur maka jiwanya akan mengalami sebuah pembaharuan atau pencerahan (aufklärung).229 (e) sebagai sarana penginjilan (misionari), musik dan ibadah menjadi sarana 229 Muhammad Takari, Desertasi Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalam Lagu dan Tari Melayu di Sumatera Utara, Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti Malaya. Kuala Lumpur, 2010 250 yang “manjur” untuk melakukan pekabaran injil bagi orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Musik Kristen kontemporer memiliki kekuatan yang besar untuk menjangkau terutama kaum muda melalui ibadah praise and worship, melalui konser musik rohani, melalui ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) dan sebagainya. (f) sebagai sarana komunikasi, musik dan ibadah menjadi sarana komunikasi antara jemaat dan Tuhan. Melalui musik dan ibadah jemaat membangun hubungan yang intim sehingga jemaat dapat merasakan terpenuhi kebutuhan dan mengalami kepuasan secara spiritual, (g) sebagai pencerminan spiritualitas Kristen, musik dan ibadah merupakan cerminan akan nilai-nilai spiritual Kristen yang dilakukan untuk menyenangkan Tuhan. Melalui musik dan ibadah kontemporer jemaat memuji dan menyembah Tuhan dengan musik dan lagu yang berisi nilai-nilai spiritual Kristen. dan lain-lainnya. Sementara itu Soedarsono memiliki pandangan yang berbeda terhadap fungsi seni, khususnya melalui hubungan praktikal dan integratifnya, yang mereduksi kedalam tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) sebagai kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai bentuk ungkapan perasaan pribadi dan dapat menghibur diri dan (3) sebagai bentuk penyajian estetis. Melalui pandangan Soedarsono tersebut, terlihat bahwa ibadah dan musik kontemporer memiliki fungsi sebagai fungsi sosial, untuk mengungkapkan perasaan pribadi yang mampu menghibur diri dan penyajian estetika.230 Sementara berdasarkan teori pada bab satu, Malinowski membedakan fungsi 230 Soedarsono dalam Takari, Op.Cit.,hlm.349 251 sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1) fungsi sosial dari ibadah kontemporer pertama, memberi pengaruh terhadap perilaku jemaat dalam masyarakat, terutama dalam memandang adat istiadat yang telah dianut selama ini. Masyarakat tidak akan melakukan adat istiadat yang dianggap bertentangan dengan isi Alkitab. Akibatnya adat istiadat tersebut mulai ditinggalkan (cultural abonded), seperti dalam adat Batak Toba, tidak melakukan tari (manortor) mengelilingi jenazah orang tua, mangulosi, dan sebagainya. (2) fungsi sosial dari ibadah kontemporer kedua, memberi pengaruh dan kesan terhadap institusi lain demi memenuhi maksudnya, seperti yang dikonsepkan oleh jemaat yang terlibah. Hal ini tampak mulai digunakannya lagu-lagu Kristen kontemporer oleh gereja-gereja tradisional saat ini, namun masih menggunakan iringan alat musik keyboard beserta song leader (pemimpin pujian). Hal ini mengindikasikan karena banyak jemaat usia muda yang tertarik menyanyikan lagulagu Kristen kontemporer dalam ibadah, sehingga gereja tradisional mulai membuka terhadap hal-hal baru. (3) fungsi sosial dari ibadah kontemporer memberi pengaruh dan kesan terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu. Artinya mampu merubah sistem ibadah yang himne dalam institusi sebuah gereja tradisional, dengan mulai menggunakan lagu-lagu Kristen kontemporer, walaupun secara instrumentasi masih dikatakan “malu-malu”. Namun tampak sistem ibadah yang selama ini digunakan telah berubah secara perlahan. 252 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan Setelah diuraikan dan dikaji mulai bab satu hingga bab empat, maka pada bab lima ini saya menyimpulkan hasil-hasil temuan saya dalam penelitian ini, yaitu Musik Dalam Ibadah Kontemporer di GBI Medan Plaza: Suatu Kajian Struktur, Konteks dan Fungsi Sosial. Sebagai salah satu gereja berairan Kharismatik GBI Medan Plaza dalam ibadahnya menggunakan musik yang dikenal sebagai musik Kristen kontemporer (Christian contemporary music). Penggunaan musik Kristen kontemporer dengan peralatan combo band—gaya musik dan aransemennya seperti musik populer umumnya—tersebut kemudian merefleksikan sebuah ibadah yang kemudian disebut sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship) yang sifatnya dinamis dan penuh antusiasme. Istilah kontemporer sendiri telah menimbulkan banyak polemik dan kesalahpahaman, sebenarnya istilah Musik Kontemporer sifatnya sangat luas. Ia tidak menunjuk kepada sesuatu apapun yang sifatnya spesifik, kecuali menunjukkan sesuatu yang ke kinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu. Artinya musik Kristen kontemporer dengan ibadahnya yang kontemporer menimbulkan persepsi akan gambaran gereja saat ini setelah ±2000 tahun lalu berdiri. 253 Namun apa yang terjadi dalam gereja saat ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru atau asing dalam gereja. Pola ibadah yang dilakukan oleh gereja-gereja Kharismatik merupakan pola ibadah yang mengacu kepada cara-cara Daud beribadah kepada Tuhan. Ketika Daud melakukan kontekstualisasi dalam ibadahnya dengan menggunakan alat-alat musik yang lazim digunakan dalam upacara penyembahpenyembah berhala, dalam pesta-pesta, di tempat-tempat hiburan, itu merupakan sebuah bukti kreativitas Daud dalam menyembah Allah. Cara-cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat mencerminkan kepada Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Seperti halnya Paulus yang mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan sama dengan prinsip-prinsip yang digunakan Daud. Jika pada masa Daud alat musik kecapi, rebana dan seruling merupakan alat musik yang populer untuk hiburan. Maka pada era teknologi saat ini gereja mengkontekstualisasikan apa yang dilakukan Daud masa itu. Gereja juga menggunakan alat-alat musik untuk acara-acara industri hiburan, bahkan untuk penyembahan berhala. Sehingga tidak heran alat-alat musik sepert piano, bas, gitar, drum, gondang, hasapi, dan sebagainya dapat hadir dan digunakan dalam ibadah di gereja. Akibat pemakaian alat-alat musik tersebut, maka muncul sebuah genre musik gereja yang lebih populer. Namun genre musik bukan menjadi masalah mendasar dalam musik gereja, tetapi lebih kepada muatan musik tersebut. Dalam gereja, musik bisa saja berasal dari genre musik tertentu, seperti pop, gamelan, musik gendang 254 Karo, dan sebagainya, sepanjang musik itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan berkat bagi jemaat yang mendengarkannya. Sebenarnya tidak ada musik yang merasa lebih layak dan unggul antara satu genre musik dengan genre musik yang lain, musik akan indah di mata Tuhan ketika kita mengembalikan musik itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Musik gereja ditampilkan untuk mengekspresikan tujuan dalam menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan. Sebuah ibadah penginjilan itu sendiri akan dipenuhi ketika pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen. Tidak ada gereja Tuhan yang dapat lepas dari peran musik. Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring, satu yang perlu diperhatikan, bahwa setiap gereja memiliki porsi musik nya masing-masing, setiap gereja memiliki visi dan misinya masingmasing. GBI Medan Plaza dengan misi yang diberikan Tuhan untuk memulihkan pondok Daud yang didalamnya ada pujian dan penyembahan, maka musik mendapat perhatian lebih bagi gereja ini. Ketika musik Kristen kontemporer digunakan dalam ibadah maka para pengikutnya secara reflektif akan mencerminakan berbagai kebudayaan-kebudayaan Kharismatik melalui berbagai gerakan-gerakan, maupun dalam kehidupan sehari-hari, melalui tingkah laku, melalui gaya hidup dan sebagainya. Dalam ibadahnya yang kontemporer gereja Kharismatik memiliki struktur ibadah yang sifatnya lebih fleksibel dan spontan. Secara garis besar struktur ibadah 255 terbagi dalam empat bagian besar, yakni penyembahan, pujian , khotbah dan penutup. Namun secara praktek jalannya ibadah sangat ditentukan oleh peranan worship leader yang memimpin jalannya ibadah. Walalupun suksesnya sebuah ibadah sangat ditentukan oleh banyak faktor, namun peranan worship leader sangat mempengaruhi dari kualitas ibadah tersebut. Kualitas ibadah tidak ditentukan oleh sehebat apa musik yang ditampilkan dalam ibadah, sebaik apa alat musik yang digunakan dalam ibadah, secanggih apa sound system yang digunakan dalam ibadah, melainkan bagaimana hati orang yang melakukan ibadah tersebut, hal itu yang menentukan ibadah tersebut berkenan dihadapan Tuhan. 5. 2. Saran Sebagian penganut Kristiani memandang pemakaian musik Kristen kontemporer merupakan sebuah kekeliruan dalam menyembah Tuhan. Beberapa justru memandang ibadah kontemporer dengan pandangan “miring” dan sebagai sikap menodai kemuliaah Allah. Namun pandangan yang demikian harus diteliti kembali, apakah cara-cara penyembahan yang dilakukan oleh jemaat dengan berbagai latar belakang kebudayaan, suku, ras dapat diseragamkan menurut satu pola ibadah yang sama? Setiap masyarakat memiliki kaidah-kaidah kebudayaan masing-masing, selama kaidah-kaidah kebudayaan tersebut masih relevan dengan Firman Tuhan tidak selayaknya kita menilai bahwa apa yang dilakukan oleh satu masyarakat sebagai aktivitas yang negatif. Menurut pandangan Kristiani Allah adalah Allah dari 256 keberagaman, Ia tidak berdiri di atas keberagaman, sebab itu Allah tidak bisa diukur sesuai selera pribadi. Sehingga ketika kebudayaan Kharismatik dengan musiknya yang kontemporer menjadi begitu populer bagi beberapa masyarakat Kristen, terutama di kota-kota besar, hal ini tidak lepas dari masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia, sehingga ketika kebudayaan Kharismatik tersebut masuk, maka dengan cepat diterima dan dilakukan oleh masyarakat tersebut. Kepada masyarakat yang ibadahnya menggunakan musik Kristen kontemporer, baik sebagai worship leader, imam musik maupun jemaat agar dapat memilah-milah musik yang akan digunakan dalam ibadah kontemporer dengan baik. Jangan sampai lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah tidak memiliki pesan Tuhan sehingga Roh Kudus tidak berperan didalamnya. Jangan sampai ibadah dilakukan hanya untuk mencari keuntungan pribadi, seperti mencari popularitas atau motif ekonomi melainkan ibadah menjadi media jemaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan yang di dalamnya dilakukan oleh orang-orang atau pelayan-pelayan yang memiliki hati tertuju kepada Tuhan. 257 GLOSARIUM Diaken : Pejabat/pelayan dalam jemaat purba yang melayani para janda dan orang miskin. Namun dalam konteks gereja sekarang diaken (pria) dan diakones (wanita) melayani sebagai yang menerima dan meyambut jemaat di gereja. Daud: Raja Israel yang kedua yang mempersatukan seluruh bangsa dan membuat kota Yerusalem menjadi ibukotanya di mana tabut perjanjian Tuhan ditempatkan (2Sam 5-6). Daging: Selain dalam arti harafiah kita “daging” (Yunani: sarx) juga dipakai untuk menyatakan keadaan manusia sebagai makhluk lemah serta berdosa. Dan keadaan itu menentukan seluruh kehidupan lahir batin. Seringkali kata “sarx” dipertentangkan dengan Roh Allah yang membebaskan manusia dari penaklukkannya kepada dosa. Jemaat : Persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen Worship Leader : Pemimpin pujian dalam ibadah, worship leader merupakan pelayanan yang memerlukan kecakapan tersendiri, yang berbeda dengan pelayanan imam musik (worship musician), pendeta, penatua atau penyanyi (singer). Worship leader memiliki beban yang berat untuk memimpin seluruh jemaat (mereka yang sakit, letih, sakit hati, keras kepala, malas, tak dapat diajar) ke dalam suatu suasana yang menciptakan hubungan dengan Allah baik secara pribadi maupun jemaat secara keseluruhan. Ada tiga tugas worship leader dalam sebuah ibadah kontemporer, yaitu: (1) membawa seluruh jemaat ke dalam hadirat Allah sehingga mereka dapat memuji dan menyembah-Nya dan mendengarkan-Nya dalam setiap ibadah, (2) mengkoordinir dan menyatukan para penyanyi dan pemain musik dalam pelayanan mereka kepada Allah dan dalam jemaat, (3) untuk mempersiapkan jemaat pada pelayanan Firman Tuhan. Gereja Tradisional : Terminologi yang diberikan kepada gereja-gereja yang melakukan ibadah secara liturgikal Mazmur : Ialah doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus mendapat tempat liturgis sendiri di dalam ibadah. Juga merupakan nama kitab Perjanjian Lama yang ditulis oleh Raja Daud. Christian Contemporary Music (CCM) : Dianalogikan sebagai jenis musik gereja yang diluar kaidah-kaidah musik maupun instrumentasi gereja tradisi yang menggunakan musik bergaya himne diiringi piano,organ dan sebagainya dalam setiap ibadah 258 Contemporary worship : Merupakan ibadah yang sifatnya lebih fleksibel dan tidak diatur dalam sebuah rutinitas yang tersusun secara liturgis Kontemporer : Menunjukkan sesuatu yang kekinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu Pondok Daud : Pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan puji-pujian, sukacita, ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Lihat Mazmur 86:9). Pondok Daud merupakan satu pola ibadah yang sangat menekankan pujian dan penyembah yang dinominasi serta peranan musik sangat penting didalamnya, ibadah pujian dan penyembahan akan membawa kita kepada salah satunya adalah selebratif atau perayaan Mesbah : (the altar of God) merupakan tempat pertemuan manusia dengan Tuhan, dimana manusia menyembah dan menaikkan doa-doa kepada Tuhan dan Tuhan mencurahkan berkat-Nya (1Raja-Raja 18:36-37). Mesbah juga sebagai dasar tempat korban diletakkan. Sebenarnya tubuh manusia juga mesbah dimana korban-korban itu diletakkan, artinya setiap orang Kristen harus memberikan korban kepada Tuhan melalui puji-pujian Filler : Imam musik yang bertugas sebagai ‘pengisi’ (accompaniment) dalam sebuah tim musik melalui synthesizer dengan pemilihan jenis suara-suara yang tepat untuk suasana yang berbeda Doa Syafaat : Doa yang dalam beberapa tata kebaktian gereja-gereja di Indonesia disebut doa umum atau doa pastoral. Di luar negeri disebut dengan nama intercession. Bahasa Roh : Salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam doa dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami oleh orang yang memakainya (Lihat 1Korintus 12 dan 14) Pengerja : Merupakan istilah yang umum digunakan dalam GBI yang maksudnya adalah karya secara menyeluruh semua umatnya untuk kepentingan penyebaran agama Kristen. Makna ini juga merujuk kepada struktur organisasi GBI, yang terdiri dari pendeta yang lazim disebut Bapak Pembina, departemen-departemen, serta umat. Kanon : Adalah patokan; dari situ: daftar tulisan-tulisan yang tergolong pada Kitabkitab Suci. Baptis : Berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan cairan (to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan, 259 kemudian mengeluarkannya kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan, dibenamkan. (manual book KOM Seri 100 Pencari Tuhan, untuk kalangan sendiri) Korban : Persembahan kepada Allah untuk memuliakan Dia (korban sajian dan korban minuman), untuk memelihara persekutuan dengan Dia (korban bakaran, korban keselamatan dan korban pujian), untuk menebus dosa dan kesalahan (korban penghapus dosa, korban penebus salah). Pada waktu pentahbisan imam ada persembahan unjukan dan persembahan khusus. Demikianlah keadaan di Israel. Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban penebus dosa. Jemaat Kristen dianjurkan untuk berkorban atas dasar perbuatan Yesus itu, khususnya mempersembahkan korban pujian. (Ibr.13:15) KOM (Kehidupan Orientasi Melayani) : Kelas belajar tentang Alkitab yang menjadi wadah untuk mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan menjelang kedatangan-Nya yang keduakali (Luk.1:17) Iblis : Si jahat yang melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Juga disebut “yang jahat” (Mat.6:13). Kata asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani berarti: pendakwa (Lihat Ayb.1). ia adalah “pembunuh manusia sejak semula…di dalam dia tidak ada kebenaran dan ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”(Yoh.8:44). Pada akhir jaman kuasanya akan meningkat (Why.12), tetapi akhirnya ia akan dikalahkan oleh kuasa firman Allah (Why.19;11-20:6) juga disebut sebagai setan. Flowing : Progresi akor yang baku yang dimainkan dalam sebuah ibadah kontemporer untuk membawa jemaat kedalam penyembahan dan dilakukan secara berulang-ulang dengan perubahan dinamik yang perlahan-lahan semakin keras hingga mencapai sebuah klimaks, kemudian kembali kepada dinamik semula yang lembut. Recitatif : Gaya nyanyian yang lebih mirip “berbicara” dengan tingginada tertentu (artinya, teks atau pemahaman teks diutamakan). Ritmenya sesuai dengan ritme suku kata, bahkan urutan nada-nada lebih cenderung kepada repetisi nada tertentu. Sebuah resitatif biasanya diiringi dengan akor-akor dan bas yang sederhana (figured bass) Figured Bass : Atau thorough bass atau disebut juga general bass merupakan prinsip dasar pada zaman Barok (dan selanjutnya), berhubungan erat dengan munculnya sistem harmoni tonal secara vertikal. Prinsip ini berdasarkan syarat, bahwa nada bas selalu merupakan nada utama (fundamen) segala kesan harmoni yang berbunyi. Oleh karena itu terdapat suatu cara notasi, yaitu suara bas saja dengan berbagai angka-angka di bawah masing-masing not bas sebagai tanda-tanda teratur untuk muatan akor-akor iringan (yang berdasarkan nada bas itu) 260 Sorak-sorai : Suasana dimana worship leader akan membawa jemaat kepada suasana sukacita, bersorak riang seperti: “Halleluya!”, “Yesus!”. Dalam suasana sorak-sorai imam musik tetap memainkan musik pada tingkat tonik dengan teknik— saya menggunakan istilah Paul Cooper—motoric rhythm. Peranan drum sangat penting dalam menciptakan suasana sorak-sorai, dimana suara cymbal sangat dominan. Shofar : Atau sangkakala dibuat dari tanduk domba jantan, dipakai dalam persiapan perang dalam ibadah. Open chord : Terminologi untuk menggambarkan intro musik yang akan mengantar worship leader ketika akan memulai sebuah lagu biasanya dengan progresi akor IIV/I Haleluya/Aleluya (Bahasa Ibrani): “Pujilah Tuhan”. sering sekali dipakai dalam kitab Mazmur, juga dalam Wahyu 19:1,3,4,6. Tabut (Tabut perjanjian Tuhan) : Ialah peti kayu yang melambangkan kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya, khususnya di dalam perang (misalnya 1Sam.4). Peti itu juga berisikan kedua loh batu yang ditulisi kesepuluh hukum. Di atas tabut itu terdapat tutup perdamaian (Kel.25:10-22; Ibr.9:4-5). Daud memindahkan tabut itu ke Yerusalem, dan kemudian ditempatkan dalam Bait Allah (2Sam. 6; 1Raj.8) Etnologi : Cabang dari Antropologi yang menganalisis secara komparatif, kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat kontemporer atau kelompok-kelompok linguistis Kontekstualisasi (contextualization) : Berasal dari kata konteks (context) yang diangkat dari kata Latin “Contextere” yang artinya menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu. Agar lebih memahami istilah ini, maka masih ada beberapa istilah yang saling berhubungan antara lain: Teks dan Konteks. Mengenai kedua istilah tersebut, Konteks adalah suatu kesatuan atau kumpulan kalimat di mana didalamnya terdapat teks. Gabriel : Berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan atau rencana Allah bagi manusia Michael : Berperan sebagai panglima tertinggi pasukan malaikat. 261 Lucifer : Malaikat terhormat yang diciptakan Allah. Ia diurapi dan tinggal di suatu tempat yang sangat terhormat di kerajaan Allah, yaitu di gunung kudus Allah untuk menjaga Takhta Allah (Lihat Yehezkiel 28:12-15) Imam: Suatu jabatan dalam umat Israel yang penting peranannya. Tugasnya: mempersembahkan korban, mengadakan doa syafaat dan memberi berkat. Dalam gereja, imam musik adalah jabatan yang bertugas melayani dalam bidang musik Pujian dan Penyembahan: Dapat mengacu kepada sebuah bentuk pola ibadah dan repertoar lagu. Kata pujian atau penyembahan yang digunakan pada konteks yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga. Pujian : Cara atau tindakan untuk mengagungkan / membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat Penyembahan : Ekspresi hati / bukan emosi dalam wujud kasih sebagai suatu hubungan. Jemaat: Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen. Talenta: ukuran timbangan sebesar 3000 syikal = kurang lebih 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6000 dinar (Mat.18:24;25:15-28) Amin kata Ibrani yang berarti: pasti! Sungguh! Benar! 262 KEPUSTAKAAN Abineno,J.L.Ch.,2005.Unsur-Unsur Liturgia Yang Dipakai Oleh Gereja-Gereja di Indonesia,Jakarta: BPK Gunung Mulia. Adorno, W Theodor.,1976,Introduction to the Sociology of Music,New York: The Seabury Press Inc. Albert,Seay.,1975. Music in the Medieval World,New Jersey: Prentice-Hall,Inc.1975, Englewood Cliffs. A.van,Dr.Rijnardus.,2007.Kooij,Menguak Fakta, Menata Karya Nyata. Jakarta: BPK Gunung Mulia Baker,D.L.,1991.Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12 14, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Byrnside, Ronald,et.al.,1975.Contemporary Music and Music Cultures, New Jersey: Prentice Hall.,Englewood Cliffs. Banoe,Pono., 2003.Pengantar Pengetahuan Harmoni,Jogjakarta: Kanisius. Baal, J.van.,1987,Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya,Jakarta: PT. Gramedia. Basden, Paul.,1999.The Worship: Finding a style to Fit Your Church, Downer Grove: Intervarsity. Chase,Gilbert.,1992. America’s Music From the Pilgrims to the Present, Urbanada&Chicago: University of Illinois Press. Dea, F.Thomas.,1996. Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Dhorme,E.,1956,Le Dieu Baal et le Dieu Moloch Dans la Tradition Biblique,Anst 6 Dhavamony, Mariasusai.,1995.Fenomenology Agama,Jakarta: Kanisius. Djohan.,2009.Psikologi Musik,Yogyakarta: Best Publisher. End,Th.van den.,2004. Harta dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 263 Engle, Mcintosh., 2006.Evaluating Church Growth,Surabaya:Gandum Mas. Echols, John M dan Hassan Shadily.,1996. Kamus Inggris Indonesia ,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Etherington L, Charles, Protestant Worship Music-Its History And Practice,p.12-16 dalam http://www.gkj.or.id Fore,F.W.,2006.Para Pembuat Mitos dalam Kristian Feri Arwanto.11Oktober. Gilley’s,Pastor,1999. March 1999, “Thing on these Thing” IV No.3, Mei-Juni. Hardjana Suka,2003 Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini,Jakarta: Ford Foundation dan MSPI. Hesselgrave, David J & Edward Rommen, 1995.Kontekstualisasi-Makna, Metode dan Model, Jakarta: BPK Gunung Mulia Hendropuspito,O.C,1983. Sosiologi Agama,Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hooijdonk,van P.G,1996., Batu-batu yang Hidup, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hardjana, Suka.,1992,”Memahami Musik Kontemporer”, Kompas MInggu,hlm.6 Handojo, E.Djohan.,2003The Fire of Praise and Worship,Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta. Inayat, Hazrat Khan, 1998. Dimensi Mistik Musik dan Bunyi J. Samuel,Wilfred.,2007. Kristen Kharismatik,Jakarta: BPK Gunung Mulia Kodijat Latifah.,1986.Istilah-Istilah Musik, Djambatan Mack,Dieter.,1996. Ilmu Melodi Ditinjau dari Segi Budaya Musik Barat,Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Marckward, Albert H. et al. (eds.),1990,Webster Comprehensive Dictionary (volume 2). Chicago: Ferguson Publishing Company Malm,William P.,1977.Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur 264 Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Mitchell William J,1965. Elementary Harmony 3rd Edition,New Jersey: Prentice Hall,Inc Mike & Hibbert,1988. Pelayanan Musik,Jogjakarta:Andi Offset. Merriam, Alan P. 1964. Anthoropology of Music. Blomington, Indiana : University Press Manual Book Training Departemen Musik GBI Medan Plaza, Untuk Kalangan Sendiri Manual Book KOM seri 100 Pencari Tuhan, Divisi Pengajaran GBI Jakarta, ISBN:979-3571-055 Newman.Jr,1966. Souter, A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London: \ Oxford University Press, Conzelmeann,TDNT IX Marckward, Albert H. et al. (eds.).,1990,Webster Comprehensive Dictionary (volume 2) Chicago: Ferguson Publishing Company. Nora,T.De.,2001.Aesthetic Agency and Musical Practice: New Directions on the Sociology of Music Emotion. Nakagawa Shin, 2000. Musik dan Kosmos:Sebuah Pengantar Etnomusikologi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Clifford Geertz.,1973. The Interpretation of Culture, New York: Basic O’Dea,Thomas F,1996.Sosiologi Agama, suatu pengenalan awal,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Oberman, G.W.,1947.De Gang van het Kerkelijk Jaar,’s Gravenhage,1947.blz.109vv Purba, Mauly, 2000. Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor, Antropologi Indonesia. ——————,2006, Musik Populer,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,Jakarta,2006. R. Ray,David.,2000 Gereja Yang Hidup, Jakarta: BPK Gunung Mulia Ranoh, Ayub.,2000. Pemimpin Kharismatik,Jakara: BPK Gunung Mulia 265 Ratner,Leonard G,1962. Harmony Structure & Style, McGraw-Hill Book Company. Rouget,Gilbert.,1985.Music and Trance: a theory of relations between music and possession,Chicago: The University of Chicago Press. Sadie,Stanley. The New Grove-Dictionary of Music and Musician-Volume VII, hlm.696 Seay,Albert.,1975.Music in the Medieval World,New Jersey: Prentice-Hall,Inc, Englewood Cliffs. Schemann,Alexander.,1965.Sacraments and Orthodoxy, New York: Herder and Herder Sihombing,Gugun.,2009.Manajemen Organisasi, Pelatihan, dan Struktur Musik di Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza, Medan: Skripsi Etnomusikologi USU. Saragih Winnardo,2008.Misi Musik,Jogjakarta: Percetakan Andi Offset. Samuel,Wilfred J, 2006. Kristen Kharismatik,Jakarta: BPK Gunung Mulia. Schemann Alexander, 1965. Sacraments and Orthodoxy, Ney York: Herder and Herder,Grove Dictionary of Music and Musician-Volume VII Sugiri, L dkk,2006. Gerakan Kharismatik, Apakah Itu?,Jakarta: BPK Gunung Mulia. Sachs, Curt,1943. The Rise of Ancient World East and West, New York: —————,1940.,The History of Musical Instruments, W.W Norton Company,Inc Senduk, H.L,Sejarah Gereja Bethel Indonesia,Untuk Kalangan Sendiri Turner,Victor.,1967.The Forest of Symbols, Ithaca:Cornell University Press ——————.1974. Drama, Fields, and Metaphors: Symbolic Action in Human Society. Ithaca and London: Cornell University Press. Takari, Muhammad.,2010. Desertasi Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalam Lagu dan Tari Melayu di Sumatera Utara, Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti Malaya. Kuala Lumpur ——————, et al,2008.Masyarakat Kesenian di Indonesia,Medan: Studia Kultura Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 266 Treichler, P.A., C. Nelson dan L. Grossberg, 1992. “Cultural Studies.” Cultural Studies. L. Grossberg, C. Nelson dan P.A. Treichler (eds.). New York: Routledge. Trench,R.Ch, Synonims of the New Testaments, Grand Rapids:W.B.Eerdmans Publishing Company Tomatala,Yopie.,1988.Penginjilan Departement GBI Masa Kini, Manual Book for Mission Wade,T.E.,1991,Spirit Possession,Auburn California: Gazelle Publications. Weber,Max.,1947.The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York: Oxford University Press) Wilson,John.,1965. An Intorduction to Church Music, Chicago: Moody Press. Willoughby,David.,1996 The World of Music 3rd Edition, Brown & Benchmark Publisher, Susquehanna University. 267 INTERNET www.gkj.or.id www.wikipedia.com http://gema.sabda.org www.wikipedia.com file:///H:/Contemporary_Christian_music.htm www.guitarthinker.com www.medanku.com www.kbbi_online.com 268 Gambar 23. Tim Multimedia (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 24. Soundman sedang mengoperasikan mixer Allen & Heath (Sumber: Dokumentasi pribadi) 269 Gambar 25. Tim musik sedang melayani dalam sebuah ibadah (Sumber: Dokumentasi pribadi) Gambar 26. Loudspeaker Electro Voice digantung pada plafon (Sumber: Dokumentasi pribadi) 270 LAMPIRAN DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Pdt. R. Bambang Jonan Jabatan : Gembala Pembina GBI Rayon IV Medan Plaza Umur : 51 Tahun Domisili : Medan, Sumatera Utara 2. Nama Jabatan : Pdp. Obed Sembiring : Koordinator Departemen Musik GBI Rayon IV Medan Plaza Direktur Sekolah Musik FLOW, Imam Musik Umur : ± 43 Tahun Domisili : Medan, Sumatera Utara 3. Nama : Pdt. Robert Siahaan,S.Th., M.Th. Jabatan : Rektor STT Misi Internasional Pelita Kebenaran Umur : ± 53 Tahun Domisili : Pematang Siantar, Sumatera Utara 4. Nama : Pdp. Boni Gea Jabatan :Imam Musik, Ketua Divisi Pengajaran di Depmus Mdn Plz Umur : ± 32 Tahun Domisili : Binjai, Sumatera Utara 271 LAMPIRAN AYAT ALKITAB Kejadian 1:2 Kejadian 2:7 Mazmur 33:6 Mazmur 104:23 Kisah Rasul 16:17 Galatia 4:6 Roma 8:15 Roma 8:16 Mazmur 86:9 1 Raja-Raja 18:36 1 Raja-Raja 18:37 Mazmur 16:11 Kisah Para Rasul 1:8 1 Korintus 12:7-11 1 Korintus 12:8 1 Korintus 12:9 1 Korintus 12:10 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulutNya segala tentaranya. Manusiapun keluarlah ke pekerjaannya, dan ke usahanya sampai petang. Ia mengikuti Paulus dan kami dari belakang sambil berseru, katanya: "Orang-orang ini adalah hamba Allah Yang Mahatinggi. Mereka memberitakan kepadamu jalan kepada keselamatan." Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu. Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang, tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hambaMu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali." Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk 272 1 Korintus 12:11 Matius 6:33 Amos 9:11 Ibrani 13:15 Yohanes 10:11 Yohanes 10:14 1 Korintus 11:19 1 Korintus 3:15 Yesaya 54:2 Yesaya 54:3 Lukas 1:17 Yehezkiel 28:12 Yehezkiel 28:13 Yehezkiel 28:14 bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. "Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya kembali seperti di zaman dahulu kala. Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya untuk domba-dombanya. Akulah gembala yang baik. Sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, begitu juga Aku mengenal domba-domba-Ku dan mereka pun mengenal Aku. Aku menyerahkan nyawa-Ku untuk mereka. Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api. Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi. Dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya." "Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. 273 Yehezkiel 28:15 Yehezkel 14:11 Josua 24:15 Efesus 6:5 Efesus 6:6 Matius 15:2 Mazmur 43:3 Mazmur 119:105 2 Timotius 3:16 2 Timotius 3:17 Mazmur 66:17 Efesus 5:19 Galatia 4:9 Matius 6:13 Yohanes 8:44 Wahyu 19:11 Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Supaya kaum Israel jangan lagi sesat dari pada-Ku dan jangan lagi menajiskan dirinya dengan segala pelanggaran mereka; dengan demikian mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH." Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah. "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan." Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediamanMu! Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan lidahku aku menyanyikan pujian. dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selamalamanya. Amin.) Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar," Ia menghakimi dan berperang dengan adil. 274 Wahyu 20:6 Mazmur 8:2 1 Tawarikh 25:1 1 Samuel 16:23 Kisah Para Rasul 16:25 Keluaran 30:22 Keluaran 30:23 Keluaran 30:24 Keluaran 30:25 1 Samuel 16:12 1 Samuel 16:13 2 Samuel 2:4 Keluaran 28:41 1 Raja-Raja 19:16 1 Tawarikh 25:2-3 1 Tawarikh 25:3 Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya. Aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi. Selanjutnya untuk ibadah Daud dan para panglima menunjuk anakanak Asaf, anak-anak Heman dan anak-anak Yedutun. Mereka bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus dan ceracap. Daftar orang-orang yang bekerja dalam ibadah ini ialah yang berikut. Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya. Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. Kemudian disuruhnyalah menjemput dia. Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama. Kemudian datanglah orang-orang Yehuda, lalu mengurapi Daud di sana menjadi raja atas kaum Yehuda. Ketika kepada Daud diberitahukan bahwa orang-orang Yabesh-Gilead menguburkan Saul Maka semuanya itu haruslah kaukenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, sehingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau. dari anak-anak Asaf ialah Zakur, Yusuf, Netanya dan Asarela, anak-anak Asaf di bawah pimpinan Asaf, yang bernubuat dengan petunjuk raja. Dari Yedutun ialah anak-anak Yedutun: Gedalya, Zeri, Yesaya, Simei, Hasabya dan Matica, enam orang, di bawah pimpinan ayah 275 Mazmur 49:5 Mazmur 100:1 Mazmur 100:2 Mazmur 100:3 Mazmur 100:4 Mazmur 100:5 2 Tawarikh 7:1 2 Tawarikh 7:2 2 Tawarikh 7:3 2 Tawarikh 7:4 1 Korintus 3:16 Yohanes 3:16 Roma 5:8 Wahyu 5:9 2 Tawarikh 35:2 1 Tawarikh 16:4 1 Tawarikh 16:5 mereka, Yedutun, yang bernubuat dengan diiringi kecapi pada waktu menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi TUHAN. Mengapa aku takut pada hari-hari celaka pada waktu aku dikepung oleh kejahatan pengejar-pengejarku, Mazmur untuk korban syukur. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi! Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaanNya. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun. Setelah Salomo mengakhiri doanya, apipun turun dari langit memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan kemuliaan TUHAN memenuhi rumah itu. Para imam tidak dapat memasuki rumah TUHAN itu, karena kemuliaan TUHAN memenuhi rumah TUHAN. Ketika segenap orang Israel melihat api itu turun dan kemuliaan TUHAN meliputi rumah itu, berlututlah mereka di atas lantai dengan muka mereka sampai ke tanah, lalu sujud menyembah dan menyanyikan syukur bagi TUHAN: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Lalu raja bersama-sama seluruh bangsa mempersembahkan korban sembelihan di hadapan TUHAN. “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meteraimeterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Ia menetapkan tugas para imam, dan mendorong mereka menunaikan tugas jabatannya dalam rumah TUHAN. Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya. Kepala ialah Asaf dan sebagai orang kedua ialah Zakharia; lalu Yeiel, Semiramot, Yehiel, Matica, Eliab, Benaya, Obed-Edom dan Yeiel yang harus memainkan gambus dan kecapi, sedang Asaf harus memainkan ceracap 276 1 Tawarikh 16:6 1 Tawarikh 16:7 1 Samuel 19:18 Keluaran 25:10-22 Ibrani 9:4-5 dan Benaya serta Yahaziel, imam-imam itu, selalu harus meniup nafiri di hadapan tabut perjanjian Allah itu. Kemudian pada hari itu juga, maka Daud untuk pertama kali menyuruh Asaf dan saudara-saudara sepuaknya menyanyikan syukur bagi TUHAN. Setelah Daud melarikan diri dan luput, sampailah ia kepada Samuel di Rama dan memberitahukan kepadanya segala yang dilakukan Saul kepadanya. Kemudian pergilah ia bersama-sama dengan Samuel dan tinggallah mereka di Nayot. "Haruslah mereka membuat tabut dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya. 11 Haruslah engkau menyalutnya dengan emas murni; dari dalam dan dari luar engkau harus menyalutnya dan di atasnya harus kaubuat bingkai emas sekelilingnya. 12 Haruslah engkau menuang empat gelang emas untuk tabut itu dan pasanglah gelang itu pada keempat penjurunya, yaitu dua gelang pada rusuknya yang satu dan dua gelang pada rusuknya yang kedua. 13 Engkau harus membuat kayu pengusung dari kayu penaga dan menyalutnya dengan emas. 14 Haruslah engkau memasukkan kayu pengusung itu ke dalam gelang yang ada pada rusuk tabut itu, supaya dengan itu tabut dapat diangkut. 15 Kayu pengusung itu haruslah tetap tinggal dalam gelang itu, tidak boleh dicabut dari dalamnya. 16 Dalam tabut itu haruslah kautaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu. 17 Juga engkau harus membuat tutup pendamaian dari emas murni, dua setengah hasta panjangnya dan satu setengah hasta lebarnya. 18 Dan haruslah kaubuat dua kerub dari emas, kaubuatlah itu dari emas tempaan, pada kedua ujung tutup pendamaian itu. 19 Buatlah satu kerub pada ujung sebelah sini dan satu kerub pada ujung sebelah sana; seiras dengan tutup pendamaian itu kamu buatlah kerub itu di atas kedua ujungnya. 20 Kerub-kerub itu harus mengembangkan kedua sayapnya ke atas, sedang sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu dan mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup pendamaian itulah harus menghadap muka kerub-kerub itu. 21 Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu. 22 Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel." Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat 277 Kisah Para Rasul 24:14 Mazmur 106:19 Mazmur 106:20 Mazmur 115:8 Roma 1:21 Roma 1:22 Roma 1:23 Mazmur 103:20 Mazmur 148:2 Mazmur 104:33 Mazmur 104:34 Kisah Para Rasul 15:16 1 Tawarikh 29:20 Mazmur 22:24 Mazmur 68:26 Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian, 5 dan di atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup pendamaian. Tetapi hal ini tidak dapat kita bicarakan sekarang secara terperinci. Tetapi aku mengakui kepadamu, bahwa aku berbakti kepada Allah nenek moyang kami dengan menganut Jalan Tuhan, yaitu Jalan yang mereka sebut sekte. Aku percaya kepada segala sesuatu yang ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam kitab nabi-nabi. Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; Mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar. “Pujilah Tuhan, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawanpahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengar-mendengar suara firman-Nya”. “Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!” Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. Biarlah renunganku manis kedengaran kepada-Nya! Aku hendak bersukacita karena TUHAN. Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan, 17 supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milik-Ku demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, 18 yang telah diketahui dari sejak semula. Kemudian berkatalah Daud kepada segenap jemaah itu: "Pujilah kiranya TUHAN, Allahmu!" Maka segenap jemaah itu memuji TUHAN, Allah nenek moyang mereka, kemudian mereka berlutut dan sujud kepada TUHAN dan kepada raja. Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya. "Dalam jemaah pujilah Allah, yakni TUHAN, hai kamu yang berasal dari sumber Israel!" 278 Mazmur 96:2 Mazmur 103:1-2 Hakim-Hakim 5:2 Mazmur 72:11-15 Mazmur 50:23 2 Tawarikh 20:21 Mazmur 9:2 Mazmur 28:7 Mazmur 43:4 Mazmur 111:1 Mazmur `138:1 Mazmur 69:31 Mazmur 107:22 Yesaya 51:3 Mazmur 47:6-7 Mazmur 57:8-9 Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! 2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Karena pahlawan-pahlawan di Israel siap berperang, karena bangsa itu menawarkan dirinya dengan sukarela, pujilah TUHAN! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! 12 Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; 13 ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin. 14 Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya. 15 Hiduplah ia! Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba! Kiranya ia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari! Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Kemudian Hizkia mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya. Maka Manasye, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi, TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya. Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku! Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah. Dari Daud. Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Pada pemandangan Allah itu lebih baik dari pada sapi jantan, dari pada lembu jantan yang bertanduk dan berkuku belah. Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya; Ia membuat padang gurunnya seperti taman Eden dan padang belantaranya seperti taman TUHAN. Di situ terdapat kegirangan dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu yang nyaring. Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah bagi Raja kita, bermazmurlah! 7 Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi, bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar! 279 Mazmur 68:4-5 Mazmur 98:5 Mazmur 144:9 Mazmur 147:7 Mazmur 149:3 Mazmur 35:27 Mazmur 63:4 Mazmur 117:1 Mazmur 145:4 Daniel 2:23 1 Tawarikh 23:5 2 Tawarikh 20:19 Ezra 3:11 Nehemia 5:13 Mazmur 22:23 Yoel 2:26 9 Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa; Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! 5 Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan lagu yang nyaring, Ya Allah, aku hendak menyanyikan nyanyian baru bagi-Mu, dengan gambus sepuluh tali aku hendak bermazmur bagi-Mu, Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi! Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Biarlah bersorak-sorai dan bersukacita orang-orang yang ingin melihat aku dibenarkan! Biarlah mereka tetap berkata: "TUHAN itu besar, Dia menginginkan keselamatan hamba-Nya!" Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaanMu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Ya Allah nenek moyangku, kupuji dan kumuliakan Engkau, sebab Engkau mengaruniakan kepadaku hikmat dan kekuatan, dan telah memberitahukan kepadaku sekarang apa yang kami mohon kepada-Mu: Engkau telah memberitahukan kepada kami hal yang dipersoalkan raja." empat ribu orang menjadi penunggu pintu gerbang; dan empat ribu orang menjadi pemuji TUHAN dengan alat-alat musik yang telah kubuat untuk melagukan puji-pujian," kata Daud. Kemudian orang Lewi dari bani Kehat dan bani Korah bangkit berdiri untuk menyanyikan puji-pujian bagi TUHAN, Allah Israel, dengan suara yang sangat nyaring. Secara berbalas-balasan mereka menyanyikan bagi TUHAN nyanyian pujian dan syukur: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya kepada Israel!" Dan seluruh umat bersorak-sorai dengan nyaring sambil memuji-muji TUHAN, oleh karena dasar rumah TUHAN telah diletakkan. Juga kukebas lipatan bajuku sambil berkata: "Demikianlah setiap orang yang tidak menepati janji ini akan dikebas Allah dari rumahnya dan hasil jerih payahnya. Demikianlah ia dikebas dan menjadi hampa!" Dan seluruh jemaah berkata: "Amin," lalu memuji-muji TUHAN. Maka rakyat berbuat sesuai dengan janji itu. kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel! Maka kamu akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan kamu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah 280 Keluaran15:11 2 Tawarikh20:22 Mazmur22:4 Yesaya 42:10 Yesaya 61:3 memperlakukan kamu dengan ajaib; dan umat-Ku tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya. Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban? Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan nyanyian pujian, dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah. Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka. Kota yang kacau riuh sudah hancur, setiap rumah sudah tertutup, tidak dapat dimasuki. untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran," "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya. 281 282 283 284 285 286