H 1 : Leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

advertisement
1
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah laporan yang berisi hasil kinerja yang dicapai
perusahaan atas keputusan-keputusan keuangan yang diambil oleh manajer keuangan
dalam menjalankan operasinya. Laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan
dan hasil kinerja suatu perusahaan pada periode tertentu. Dengan melihat laporan
keuangan suatu perusahaan, investor dapat mengetahui bagaimana kondisi keuangan
perusahaan tersebut dan menjadikannya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan alat analisis rasio keuangan.
Tujuan laporan keuangan secara umum yaitu untuk memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
para pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka.
Laporan keuangan yang lengkap memiliki komponen-komponen berikut:
a.
Daftar neraca, menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu
periode tertentu.
b.
Perhitungan laba rugi, menggambarkan jumlah hasil, biaya, dan laba/rugi
perusahaan pada suatu periode tertentu.
c.
Laporan sumber dan penggunaan dana, memuat sumber dan pengeluaran
perusahaan selama satu periode.
d.
Laporan arus kas, menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu
periode.
e.
Laporan harga pokok produksi, menggambarkan berapa unsur dan apa yang
diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang.
f.
Laporan laba ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan
kepada pemegang saham.
17
18
g.
Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham
dalam PT atau modal dalam perusahaan perseroan.
h.
Laporan kegiatan keuangan, menggambarkan transaksi laporan keuangan
perusahaan yang mempengaruhi kas atau ekuivalen kas.
2.1.2
Teori Kebijakan Dividen
2.1.2.1 Dividen
Stice at al (2010:787) menyatakan bahwa dividen adalah pembagian laba
kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan
jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Sedangkan menurut
Manurung & Siregar (2008), dividen adalah pendistribusian laba secara proporsional
kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Beberapa jenis dividen menurut Dewanti & Sudiartha (2013), yaitu:
1.
Dividen kas atau dividen tunai, dividen yang paling umum dibagikan
perusahaan adalah bentuk kas. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan
perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah
apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.
2.
Dividen aktiva selain kas, kadang-kadang dividen dibagikan dalam bentuk
aktiva selain kas, dividen dalam bentuk ini disebut property dividend. Aktiva
yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang
dimiliki oleh perusahaan, barang dagang atau aktiva-aktiva lain.
3.
Dividen utang, timbul apabila laba tidak dibagi saldonya, mencukupi untuk
pembagian dividen, tetapi saldo kasnya tidak cukup sehingga pimpinan
perusahaan akan mengeluarkan janji tertulis untuk membayar jumlah tertentu
di waktu yang akan datang.
4.
Dividen likuidasi, dividen yang sebagian merupakan pengembalian modal.
Apabila perusahaan membagi dividen likuidasi, maka para pemegang saham
harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba, dan berapa yang
merupakan pengembalian modal sehingga para pemegang saham bisa
mengurangi rekening investasinya.
5.
Dividen saham, pembagian tambahan saham tanpa dipungut pembayaran
kepada pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang dimilikinya.
Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun berbeda.
19
2.1.2.2 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen (dividend policy) adalah mencakup keputusan mengenai
apakah laba akan dibagikan kepada pemegang saham atau akan ditahan untuk
reinvestasi dalam perusahaan (Kamaludin, 2012). Bila perusahaan memilih untuk
membagi laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba yang akan ditahan.
Dampak yang terjadi adalah akan mengurangi kemampuan sumber dana internal,
begitu juga dengan sebaliknya apabila perusahaan memilih menahan laba, maka akan
memperkuat atau memperbesar sumber dana internal. Karena itu kebijakan dividen
berkaitan dengan struktur modal dan juga nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan
ditentukan oleh nilai ekuitas dan utang. Apabila nilai utang dianggap tetap, maka
nilai perusahaan akan ditentukan oleh harga saham itu sendiri.
Kebijakan dividen menimbulkan dua efek yang bertentangan, yaitu
menyeimbangkan dividen kini dengan tingkat pertumbuhan yang akan datang agar
harga saham dapat dimaksimalkan. Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan dividen
optimal. Perlu ditandai bahwa pembayaran dividen dalam jumlah yang besar akan
mengurangi kemampuan perusahaan melakukan investasi yang akan berdampak pada
penurunan harga saham. Pada umumnya apabila pendapatan perusahaan stabil, maka
untuk pembayaran dividen juga akan stabil.
Kebijakan dividen sangat penting karena alasan untuk menjaga kepentingan
investor sebagai pemegang saham dan calon pemegang saham, mempengaruhi
program keuangan dan capital budgeting perusahaan tersebut dan mempengaruhi
cash flow perusahaan. Suatu perusahaan dengan posisi likuiditas rendah akan dipaksa
untuk membatasi pembayaran dividen. Menurut Gill (2010:8), pembayaran dividen
penting sebab:
a.
Dividen memberikan keyakinan mengenai kondisi keuangan perusahaan yang
baik.
b.
Dividen menarik bagi investor yang ingin mendapatkan jaminan pendapatan
dalam jangka pendek.
c.
Dividen membantu menjaga kestabilan harga pasar saham.
Pembagian dividen menurunkan nilai modal saham perusahaan karena
dividen akan dibayarkan dari laba yang ditahan sehingga akan meningkatkan rasio
utang atau modal (debt equity) perusahaan. Menurut Gumanti (2013:25) terdapat
beberapa ukuran untuk mengukur dividen, antara lain, dividend yield dan dividend
20
payout ratio (DPR). DPR merupakan rasio hasil perbandingan antara dividen dengan
laba bersih, dan secara sistematis dirumuskan sebagai berikut:
DPR =
Dividen
Laba Bersih
Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba
bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR
ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan
menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of capital yang
paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian
keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan dividen (dividend policy)
yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan salah satu sumber konflik antara manajemen
dan para pemegang saham karena dividen dapat merupakan suatu sinyal yang
diberikan perusahaan kepada investor. Dividen yang dibayarkan secara tunai maupun
konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.
Terdapat beberapa pendapat dan teori yang mengemukakan tentang kebijakan
dividen, diantaranya yaitu:
a.
Dividen Irrelevance Theory
Teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak
mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya.
Keuntungan yang diperoleh atas kenaikan harga saham akibat pembayaran
dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham karena adanya
penjualan saham baru.
b.
The Bird in the Hand Theory
Teori ini terinspirasi bahwa investor merasa lebih aman untuk
memperoleh
pendapatan
berupa
pembayaran
dividen
dibandingkan
menunggu capital gain yang belum pasti. Biaya ekuitas akan turun apabila
rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin
terhadap capital gain dibandingkan seandainya menerima dividen yang lebih
pasti.
21
c.
Agency Cost Theory
Agency cost adalah biaya yang timbul akibat adanya konflik
kepentingan yang terjadi antara para pemegang saham (selaku pemilik) dan
manajemen (selaku pengelola) perusahaan. Konflik agensi terjadi ketika
pemilik perusahaan bukan merupakan bagian dari manajemen. Manajemen
yang tidak mempunyai kepentingan dalam dividen cenderung akan bertindak
opportunistic,
yaitu
menggunakan
sumber
dana
perusahaan
untuk
kepentingan pribadinya seperti menggunakan fasilitas berlebih atau
melakukan investasi
yang kurang menguntungkan bagi
perusahaan
(Hussainey & Al-Najjar, 2009). Agency cost juga mungkin timbul antara
pemegang saham dan pemegang obligasi. Sementara pemegang saham
menginginkan dividen dalam jumlah yang lebih besar, pemegang obligasi
menginginkan pembagian dividen yang kecil karena khawatir pembagian
dividen akan mengurangi kemampuan perusahaan dalam melunasi utang
mereka.
Para pemegang saham membutuhkan suatu mekanisme tertentu untuk
mengendalikan dan memonitor tindakan para manajemen. Ketika perusahaan
meningkatkan pembayaran dividen, dengan asumsi perusahaan membutuhkan
dana untuk membiayai aktivitas bisnisnya, maka perusahaan akan dipaksa
untuk masuk ke pasar modal (Kouki & Guizani, 2009). Hal ini pada
gilirannya akan mengurangi agency cost karena proses pengawasan terhadap
manajemen tidak hanya dilakukan oleh para pemegang saham, tetapi juga
oleh para calon investor dan badan regulator di pasar modal.
Di Indonesia, masalah agensi juga muncul pada perusahaanperusahaan yang sudah go public. Sebagian besar perusahaan go public di
Indonesia masih dimiliki secara mayoritas atau dominan oleh keluarga
pendiri perusahaan, dan keluarga pendiri ini terlibat dalam manajerial
perusahaan. Kondisi ini memunculkan masalah agensi antara pemegang
saham mayoritas, yang juga sebagai manajer perusahaan, dengan pemegang
saham minoritas.
d.
Tax Preference Theory
Investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak
dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada dividen dalam bentuk
kas. Oleh karenanya, perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout
22
ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Karena dividen
cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain, maka
investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham
dengan dividend yield yang tinggi.
e.
Clientele Effect Theory
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham
yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan
dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan
penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio yang
tinggi.
Sebaliknya
kelompok
pemegang
saham
yang
tidak
begitu
membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian
besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu
(misalnya, orang lanjut usia dikenai pajak lebih ringan) maka pemegang
saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gain karena dapat
menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan
membagi dividen yang kecil. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang
dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti
empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada. Efek clientele ini
hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan
dividen tertentu lebih menguntungkan mereka.
f.
Signaling Theory
Teori sinyal menyatakan bahwa perubahan pada kebijakan dividen
dapat menjadi sinyal mengenai keadaan keuangan perusahaan bagi investor,
khususnya mengenai kekuatan dari earning-nya, perubahan dividen telah
lama dianggap mengandung informasi. Signaling theory menyatakan bahwa
kebanyakan dividen perusahaan digunakan sebagai metode pemberian pesan
yang memiliki biaya yang lebih rendah daripada alternatif metode lainnya.
Tingkat pajak yang lebih tinggi memberikan insentif bagi manajer perusahaan
untuk memberikan informasi yang sebenarnya tentang cash flow dari
perusahaan. Karena itu, dividen yang dikenakan pajak adalah sinyal yang
baik, namun mahal bagi perusahaan dengan kinerja buruk untuk dapat
melaksanakan tindakan ini.
Menurut Kamaludin (2012), prosedur dari pembayaran dividen adalah :
23
a.
Tanggal deklarasi, tanggal saat dividen secara resmi diumumkan dewan
direksi.
b.
Tanggal pencatatan, nenunjukkan kapan buku transfer saham ditutup.
Perusahaan mencatat seorang pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal
tertentu dan berhak atas dividen.
c.
Tanggal ex-dividen, tanggal pada saat hak atas dividen periode berjalan tidak
lagi menyertai saham tersebut atau penghilangan hak atas dividen. Biasanya
penghilangan hak ini selama hari kerja sebelum pencatatan pemegang saham.
d.
Tanggal pembayaran dividen, tanggal pada saat perusahaan mengirim cek
dividen kepada setiap pemegang saham.
2.1.2.3 Pola Pembayaran Dividen
Terdapat beberapa pola pembayaran dividen yang dapat dipilih sebagai
alternatif kebijakan dividen (dividend payout ratio) perusahaan, yaitu:
1.
Stable and occasionally increasing dividend per-share
Kebijakan ini menetapkan dividen per saham yang stabil, selama tidak
ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan
membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan
bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini
dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka
akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.
2.
Stable dividend per-share
Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu
saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila
dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar
dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.
3.
Stable (constant) payout ratio
Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar
suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi,
maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan
ikut berfluktuasi.
4.
Regular dividend plus extras
Dalam cara ini, dividen regular ditetapkan dalam jumlah yang
diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa
24
menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan
kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada
pemegang saham. Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan
informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat
pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.
5.
Fluctuating dividends and payout ratio
Dalam pola pembayaran ini, besarnya dividen dan payout ratio
disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal
perusahaan untuk setiap periode (berfluktuasi).
2.1.2.4 Syarat Pembayaran Dividen
Jika suatu perusahaan mempertimbangkan pembagian dividen, ada dua
persyaratan utama yang harus dipenuhi, yaitu:
1.
Legalitas Dividen
Legalitas dividen dapat ditentukan dengan melihat hukum suatu
negara yang berlaku. Sebagai contoh, hukum di suatu negara yang ada
menekankan pada solven atau tidaknya suatu perusahaan sebelum perusahaan
mengadakan pembagian dividen. Ada pula yang menekankan bahwa
pembagian dividen tidak boleh melebihi nilai wajar dari aset neto, bahkan ada
yang menggunakan kombinasi keduanya.
2.
Kondisi Keuangan
Pengelolaan perusahaan yang baik memerlukan perhatian yang lebih
daripada legalitas pembagian dividen. Pertimbangan harus diberikan pada
kondisi ekonomi tertentu, terutama likuiditas. Jadi, sebelum dividen
diumumkan, manajemen harus mempertimbangkan ketersediaan dana untuk
membayar dividen. Para direktur juga harus mempertimbangkan pengaruh
inflasi dan biaya pengganti sebelum melakukan komitmen dividen.
2.1.3
Saham
2.1.3.1 Pengertian Saham
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:5), saham adalah tanda kepemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Pengertian
saham menurut Tandelilin (2010:32) adalah sertifikat yang menunjukkan bukti
kepemilikan
suatu
perusahaan.
Jadi,
saham
adalah
surat
berharga
yang
25
diperdagangkan di pasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang
berbentuk perseroan terbatas, dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik
saham tersebut juga merupakan pemilik sebagian dari perusahaan.
2.1.3.2 Return Saham
Menurut Gitman (2012:311), return didefinisikan sebagai total keuntungan
atau kerugian dari investasi pada suatu periode waktu. Return adalah selisih antara
harga jual dan beli dari sebuah aset (Berk & DeMarzo, 2014:1060). Menurut Sembel
dan Sugiharto (2009:129), return saham dibagi menjadi dua, yaitu dividen dan
capital gain. Capital gain adalah keuntungan yang diterima karena adanya selisih
antara harga jual dan harga beli suatu investasi. Capital gain ini sangat tergantung
dari harga pasar instrumen investasi yang bersangkutan, yang berarti instrumen
investasi tersebut harus diperdagangkan, maka akan timbul perubahan nilai
instrumen investasi.
2.1.3.3 Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia merupakan salah satu tempat transaksi perdagangan
saham dari berbagai jenis perusahaan yang ada di Indonesia. Ada beberapa jenis
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu perusahaan pertanian,
perusahaan pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang
konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, dan industri perdagangan jasa investasi.
Industri barang konsumsi adalah salah satu jenis perusahaan yang ikut berperan
dalam pasar modal. Industri barang konsumsi merupakan perusahaan yang bergerak
di bidang pengolahan bahan baku menjadi barang jadi dan dikonsumsi oleh
masyarakat.
2.1.4
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen yang ditetapkan perusahaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pengambilan keputusan kebijakan dividen perusahaan yaitu leverage, profitabilitas,
pertumbuhan perusahaan, collateralizable assets dan kepemilikan institusional.
26
2.1.4.1 Leverage
Rasio leverage adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban finansialnya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka
panjang, atau jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Ada beberapa macam rasio
leverage yang bisa dihitung sebagai berikut :
1.
Debt to Asset Ratio (DAR)merupakan rasio antara total utang (total debts),
baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang terhadap total aktiva
(total assets), baik aktiva lancar maupun aktiva tetap dan aktiva lainnya.
Rasio
ini
menekankan
pentingnya
pendanaan
utang
dengan
cara
menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang.
2.
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio antara total utang terhadap total
ekuitas. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang,
semakin rendah rasio ini, maka akan semakin baik kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka panjang.
3.
Equity Multiplier (EM) merupakan rasio antara total aktiva terhadap total
ekuitas.
Rasio
ini
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
mendayagunakan ekuitas pemegang saham. Rasio ini juga bisa diartikan
sebagai berapa porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang
saham. Semakin kecil rasio ini, berarti porsi pemegang saham akan semakin
besar, sehingga kinerjanya semakin baik, karena persentase untuk
pembayaran bunga semakin kecil.
4.
Interest Coverage (IC), rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan laba
dalam membayar biaya bunga untuk periode sekarang. Investor dan kreditor
lebih menyukai rasio yang tinggi, karena rasio yang tinggi menunjukkan
margin keamanan dari investasi yang dilakukan. Rumusnya adalah laba
sebelum pajak dan biaya bunga (EBIT) dibagi biaya bunga.
Penelitian ini menggunakan debt to assets ratio (DAR). Semakin besar DAR,
maka menunjukkan semakin besarnya tingkat ketergantungan perusahaan terhadap
pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya utang (biaya bunga)
yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya DAR, maka hal
tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena
sebagian laba digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga
yang semakin besar, maka laba bersih (earnings after tax) semakin berkurang karena
27
sebagian digunakan untuk membayar bunga, maka hak para pemegang saham
(dividen) juga semakin berkurang.
Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total utangnya lebih
besar dibandingkan dengan total aktivanya. Jika rasio initinggi, berarti perusahaan
memiliki utang (leverage) yang tinggi. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar
risiko yang dihadapi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri
yang rendah untuk membiayai aktiva. Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi
cenderung akan membagikan dividen dalam jumlah yang rendah. Alasannya sebagai
berikut :
1.
Utang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar
dividen. Hal ini disebabkan karena perusahaan membiayai kegiatan bisnisnya
melalui utang, sehingga perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar
bunga dan pokok pinjaman.
2.
Pada beberapa perjanjian utang, berlaku pembatasan dalam pembagian
dividen oleh kreditur (Al-Ajmi & Hussain, 2011).
2.1.4.2 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan atau laba bersih yang diperoleh
perusahaan saat menjalankan kegiatan usahanya selama periode tertentu. Keuntungan
yang diraih perusahaan ini merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan oleh
perusahaan dan merupakan pertimbangan utama bagi sebuah perusahaan dalam
rangka mengembangkan bisnisnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada
pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar
keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan
untuk membayar dividennya, dan hal ini akan berdampak pada kenaikan nilai
perusahaan.
Semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan menunjukkan
semakin baik kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Penilaian prestasi
suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu untuk menghasilkan
laba. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya, juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan
yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Profitabilitas digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat
pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang saham. Jika tingkat
28
pengembalian investasi yang dimiliki sebuah perusahaan tinggi, maka akan
memberikan sinyal positif bagi investor dalam melakukan penilaian terhadap
perusahaan tersebut. Semakin tinggi profitabilitas, maka kesejahteraan pemegang
saham akan semakin meningkat, hal ini akan berdampak pada nilai perusahaan yang
tercermin pada harga sahamnya.
Profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik
sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham.
Selanjutnya, permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan
pun meningkat. Berikut ini diuraikan beberapa jenis-jenis rasio profitabilitas yaitu:
1.
Return On Asset (ROA)
Rasio ini menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomis yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan
bersih. Dengan kata lain, berapa laba yang diperoleh atas setiap rupiah yang
tertanam dalam aktiva.
2.
Return On Equity (ROE)
Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen
dalam memaksimumkan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang
saham dan menekankan pada hasil pendapatan dengan jumlah hasil yang
diinvestasikan. Menurut Sartono (2001), ROE merupakan pengembalian hasil
atau ekuitas yang jumlahnya dinyatakan sebagai suatu parameter dan
diperoleh atas investasi dalam saham biasa perusahaan untuk suatu periode
waktu tertentu. Besarnya ROE sangat dipengaruhi oleh besarnya laba yang
diperoleh perusahaan, semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan semakin
meningkatkan ROE. ROE merupakan rasio antara laba sesudah pajak
terhadap total modal sendiri (ekuitas) yang berasal dari setoran pemilik, laba
tidak dibagi dan cadangan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Meskipun rasio
ini mengukur laba dari sudut pemegang saham, namun rasio ini tidak
memperhitungkan dividen maupun capital gain untuk pemegang saham.
3.
Net Profit Margin (NPM)
NPM menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih pada setiap penjualan yang dilakukan. Karena adanya unsur
pendapatan dan biaya non-operasional, maka rasio ini tidak menggambarkan
besarnya presentase keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan untuk
setiap penjualan. NPM yang tinggi menandakan kemampuan suatu
29
perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tersebut.
NPM yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat
biaya tertentu. Secara umum, jika rasio ini rendah bisa menunjukkan
ketidakefisienan manajemen.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan return on asset (ROA) sebagai
rasio untuk menghitung profitabilitas.
2.1.4.3 Pertumbuhan Perusahaan (Assets Growth)
Kebijakan dividen juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan yang tinggi akan mengurangi porsi dividen yang dibagikan
kepada para pemegang saham. Hal ini disebabkan karena perusahaan akan
menggunakan sebagian besar labanya untuk membiayai pertumbuhannya, sehingga
laba yang tersisa untuk dibagikan sebagai dividen akan semakin kecil. Pertumbuhan
perusahaan sangat diinginkan oleh pihak internal maupun eksternal, karena
pertumbuhan yang tinggi merupakan tanda bahwa perusahaan berkembang. Dari sisi
investor, perkembangan perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan sehingga
investor akan mengharapkan tingkat pengembalian dari investasi yang lebih tinggi.
2.1.4.4 Collateralizable Assets
Perusahaan dengan collateralizable assets yang tinggi memiliki agency
conflict yang kecil antara pemegang saham dengan pemegang obligasi.
Collateralizable assets yang tinggi membuat pemegang obligasi tidak perlu
melakukan pembatasan yang ketat terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Sebaliknya, collateralizable assets yang rendah akan membuat pemegang obligasi
khawatir atas risiko kebangkrutan perusahaan sehingga perlu dilakukan pembatasan
dividen.
2.1.4.5 Kepemilikan Institusional
Faktor terakhir yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen adalah
kepemilikan
institusional.
Tingkat
kepemilikan
institusional
yang
tinggi
menyebabkan semakin kuatnya kontrol eksternal terhadap perusahaan. Kepemilikan
institusional yang tinggi akan mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap
manajemen sehingga dapat menekan biaya agensi (agency cost). Perusahaan dengan
30
tingkat kepemilikan institusional yang tinggi cenderung akan membagikan dividen
dalam jumlah yang kecil.
2.2
Pengembangan Hipotesis
1.2.1
Leverage dan Kebijakan Dividen
Nuringsih (2005) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen adalah tingkat utang (leverage). Tingginya utang akan membuat
perusahaan lebih memilih menahan labanya dan menggunakan laba tersebut untuk
melunasi utang, sehingga perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi cenderung
membagikan dividen dalam jumlah yang kecil. Dengan kata lain, tingkat utang
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Al-Ajmi dan Hussain (2011)
menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi cenderung akan
membagikan dividen dalam jumlah yang lebih rendah. Dewi dan Pujiastuti (2008)
dalam penelitiannya juga menemukan hubungan negatif dan signifikan antara tingkat
utang dengan kebijakan dividen.
1.2.2
Profitabilitas dan Kebijakan Dividen
Arilaha (2009) melakukan penelitian yang menyatakan bahwa profitabilitas
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Al-Ajmi dan Hussain (2011) dalam
penelitiannya menyakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan dividen.
1.2.3
Pertumbuhan Perusahaan dan Kebijakan Dividen
Wahyudi dan Baidori (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Damayanti dan
Fatchan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan
memiliki hubungan yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kebijakan dividen.
1.2.4
Collateralizable Assets dan Kebijakan Dividen
Menurut Wahyudi dan Baidori (2008), aset-aset perusahaan yang dapat
dijadikan jaminan utang (collateralizable assets) berpengaruh positif dan signifikan.
Fauz dan Rosidi (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa collateralizable
31
assets memiliki pengaruh positif dan signifikan. Darman (2008) dalam penelitiannya
juga menyatakan bahwa
collateralizable assets memiliki pengaruh positif dan
signifikan. Hasil kontradiktif diperoleh Pujiastuti (2008) yang tidak menemukan
pengaruh signifikan antara collateralizable assets dengan kebijakan dividen.
1.2.5
Kepemilikan Institusional dan Kebijakan Dividen
Dewi dan Pujiastuti (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Kania dan Bacon
(2005) dalam penelitiannya juga menghasilkan kesimpulan
bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
Berdasarkan beberapa uraian pengaruh variabel-variabel di atas, maka dapat
digambarkan model relasi variabel dependen dengan variabel independen sebagai
berikut:
Gambar 2. 1 Relasi Variabel Dependen dengan Variabel Independen
Variabel Independen
Leverage (X1)
Profitabilitas (X2)
Pertumbuhan Perusahaan (X3)
Collateralizable assets (X4)
Kepemilikan institusional (X5)
1.2.6
H1 (-)
Divide
H2n(+)
Divide
H3n(-)
Divide
H4n(+)
Divide
H5 (-)
n
Divide
n
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara
Variabel Dependen
Dividend Payout Ratio
(Y)
(Y)
terhadap rumusan masalah
penelitian atau kebenaran dari suatu penelitian yang harus diuji secara empiris.
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka, dan pengembangan hipotesis dalam
penelitian ini, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
H3 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
32
H4 : Collateralizable assets berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
Download