Catatan untuk Khotbah 2 September 2007

advertisement
Catatan untuk Khotbah 18 Oktober 2009
Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Nats Alkitab: ...................
Ringkasan Khotbah 11 Oktober 2009
Pengkhotbah:
Nats Alkitab:
Pdt. Budy Setiawan
Matius 26: 47-56
Bagian yang kita baca adalah bagian yang merupakan puncak dari segala persiapan susah
payah Yudas serta para imam besar di dalam waktu yang sangat sempit untuk menangkap Tuhan
Yesus. Mulai dari Yudas yang setuju untuk mengkhianati Gurunya hingga sampai pada akhirnya
Tuhan Yesus ditangkap. Seorang penulis mengatakan, “Judas’s arrival in the garden and his betrayal
where the climax of many hours of authentic evil activity.” Jadi kedatangan Yudas di taman Getsemani
untuk menangkap Kristus adalah puncak dari beberapa jam terakhir kebingungan mereka mengatur
segala sesuatu supaya akhirnya berhasil menangkap dan mengkhianati Gurunya ini. Hari
penangkapan Yesus kira-kira adalah hari kamis malam, dan sebelumnya mereka mengadakan
perjamuan yang terakhir kalinya. Sebelum itu Yudas sudah setuju untuk menjual Gurunya. Dan
mungkin Yudas sudah mengatur strategi apa yang akan dipakai untuk menangkapNya. Dari
pembahasan kita pada minggu-minggu yang lalu kita sudah mengetahui bagaimana Yudas menjadi
suatu solusi kebingungan kepala-kepala imam Yahudi yang ingin menangkap Kristus. Mereka
marah kepada Kristus karena selain banyak sekali pengikut-pengikut-Nya, pengajaranNya juga
mengkritik kesalahan-kesalahan orang Yahudi dan membongkar kemunafikan mereka. Mereka
sangat ingin menangkap Yesus dan membunuhNya tetapi mereka takut akan pengikut-pengikut
Kritus yang sudah banyak dan mengagumi Dia. Kalau Tuhan Yesus ditangkap pada waktu masih
banyak orang, maka ada kemungkinan terjadi kerusuhan. Jadi disatu sisi mereka ingin menangkap
tetapi di sisi yang lain mereka takut kepada rakyat. Karena itu Yudas menjadi solusi yang akan
memberitahukan tempat dimana Yesus akan berkumpul dan tidak banyak orang. Dan kita mengerti
selanjutnya bahwa waktunya sangat singkat karena hari sabat orang Yahudi akan dimulai pada
Jumat malam jam 6 sore, dimana mereka tidak boleh menangkap dan tidak boleh melakukan segala
sesuatu setelah Jumat jam 6 malam. Jadi mereka mempunyai waktu kira-kira hanya 18 jam. Di dalam
waktu ini mereka harus menangkap Yesus lalu mengadili dan pada besok paginya mereka harus
membawaNya ini kepada gubernur Roma, Pontius Pilatus, karena hanya ia yang mempunyai hak
untuk menjatuhkan hukuman mati. Pemimpin Yahudi tidak berhak karena mereka berada di bawah
penjajahan Roma. Mereka harus melobby Pontius Pilatus agar Tuhan Yesus diadili pada
keesokannya. Begitu banyak hal yang harus mereka kerjakan seharusnya sebelum Yesus dapat
dipaku di atas kayu salib. Inilah yang bisa kita lihat akan peristiwa di balik penangkapan Tuhan
Yesus.
Tetapi dari perikop yang kita baca tadi, yang menjadi fokus adalah bukan kejatahan manusia
atau kehebatan taktik orang yang menangkap Kristus ini, tetapi fokusnya adalah menunjukan
bagaimana Kristus di dalam seluruh peristiwa itu, He is always in control. Yesus selalu menguasai
keadaan, jelas bahwa di dalam pergumulannya dengan Bapa di surga bahwa disitu Kristus sadar
bahwa inilah kehendak Bapa di surga, bahwa Dia harus meminum cawan murka Allah yang pahit
dan mati menanggung dosa kita. Melalui pergumulan ini Ia semakin diteguhkan dan sadar bahwa Ia
harus menjalani hukuman itu dan akhirnya Ia harus menjalani semuanya itu dengan suatu
keyakinan dan kekuatan dari Bapa di surga, bahwa untuk inilah Ia datang ke dunia. Dengan
kekuatan, kuasa dan confidence yang berasal dari Bapa di surga. Sehingga kita bisa melihat “Jesus is
always in control, what happens is happening because of Jesus deliberately refuse to pretend it as He could
easily do.”, inilah kalimat yang di ucapkan oleh James Boice. Dalam bagian yang kita baca kekuatan
Tuhan dinyatakan melalui tiga teguran. Teguran pertama adalah kepada Yudas (ayat 30) Tuhan
Yesus sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan pada ayat 46, kita bisa melihat bahwa
seolah-olah Yesus menghampiri dan Yudas muncul, saat itulah Yesus memberikan teguran kepada
Yudas. Teguran yang kedua adalah teguran kepada Petrus “Masukan pedang itu dan kembalikan
kepada sarungnya, sebab barang siapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang.” Teguran
yang ketiga adalah kepada orang banyak (ayat 55-56). Inilah yang akan kita renungkan, mengenai
bagaimana Kristus di dalam tantangan yang Dia hadapi, di dalam kuasa Roh Kudus yang
menguasai Dia, Dia tetap di dalam kontrol dan boleh menghadapi dengan kuasa dan pimpinan,
hikmat dan penyertaan Roh Kudus dalam hidupNya.
1.
Teguran terhadap Yudas
Ayat 47 ini mau menggambarkan bagaimana mengerikannya dosa yang dilakukan oleh Yudas yang
bahkan dicatatkan oleh Matius sebagai salah seorang dari 12 murid Yesus. Dis ini pembaca
diingatkan lagi oleh Matius mengenai siapakah Yudas. Dia adalah seorang dari kedua belas murid
itu. Inilah orang-orang yang paling dekat dengan Kritus yang adalah 12 rasul yang mengikuti
Kristus. Kita sudah mengetahui bagaimana Yudas juga melakukan mujizat, melihat Yesus Kristus
melakukan mujizat, melihat bagaimana Yesus membangkitkan orang mati, memecahkan 5 roti dan 2
ikan lalu dibagi-bagikan kepada 5000 orang laki-laki belum termasuk wanita dan anak-anak, dia juga
melihat bagaimana Tuhan Yesus menenangkan badai. Yudas melihat itu semua tetapi dia pada
akhirnya mengkhianati Gurunya. Pada bagian selanjutnya kita juga melihat Yudas mencium
Gurunya. Satu ciuman yang berdasarkan dari bahasa aslinya adalah ciuman seorang murid kepada
Gurunya yang kemungkinan kalau tidak tangan atau kaki yang dicium. Ini adalah bukan satu salam
sehari-hari, tetapi ini adalah ciuman tanda penghormatan yang khusus dari seorang murid kepada
Gurunya. Dan kita melihat bahwa Yesus masih berkata kepada Yudas,”Hai teman untuk itukah
engkau datang?” Tuhan pun masih menyebut Yudas sebagai temannya, walaupun istilah yang di
pakai disini mengandung suatu teguran pada Yudas. Kalau kita melihat ada 2 bagian ayat lainnya
lagi yang menggunakan kata 'teman' dan dua-duanya mengandung unsur teguran. Pertama adalah
teguran kepada orang yang mendapat kerja dari jam 6 pagi yang melihat orang yang bekerja dari 5
sore pun dapat 1 dinar, maka kata ayat selanjutnya menggunakan kata teman untuk suatu teguran.
Dan tempat yang lain yang menggunakan teman juga adalah pada saat Yesus menggunakan suatu
perumpamaan mengenai Raja yang mengundang orang-orang untuk datang ke pesta, kemudian ada
satu orang yang datang ke pesta itu tetapi tidak menggunakan pakaian pesta, dan Raja juga
menggunkan kata “teman”. Ini menjadi suatu panggilan yang baik tetapi juga teguran kepada
Yudas. “Hai teman, untuk itukah engkau datang?” Hal ini menjadi suatu peringatan kepada kita,
mengenai betapa mengerikannya dosa Yudas. Yudas menjadi suatu peringatan bagi kita-orang
Kristen yang sudah menerima Firman, datang di persekutuan yang baik, mendengar Firman yang
berkuasa, dan mengikuti pelayanan-pelayanan. Yudas pun seperti demikian, dan yang menjadi
masalah adalah bukan karena Yudas tidak mengerti, Dia sudah tau apa yang benar tetapi hatinya
dipenuhi dengan kebencian, dosa dan keserakahan akan hidupnya sampai akhirnya ia mengkhianati
Gurunya. Masalah manusia adalah bukan masalah perbuatan, tetapi mengenai masalah hati manusia
yang berdosa. Semua agama mengajarkan hal-hal yang baik, tetapi masalahnya kekristenan
bukanlah hanya mengajarkan hal yang baik, melainkan kekristenan mau melihat hati manusia yang
berdosa. Yudas menjadi contoh ironis bagi manusia di dalam menjalankan hidupnya. Sudah
mendengar yang benar dan yang baik tetapi hatinya tidak diubahkan, dirinya sendirilah yang tidak
benar. Alkitab mengajarkan kita bahwa, Injil bukan hanya mengajarkan hal yang benar tetapi juga
membongkar hati manusia dan menjadi cermin bagi kita. Semua orang tahu bahwa hukum Taurat
itu benar, tetapi masalahnya adalah ketika hukum-hukum itu datang kepada kita, manusia
dibongkar hatinya. Manusia harus sadar bahwa dia tidak bisa melakukan yang benar itu. Itulah inti
kekristenan yang pertama-tama, berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah. Karena itu kita
butuh Kritus yang bergumul di taman Getsemani, yang harus mencucurkan keringat seperti darah.
Bukan persoalan manusia bisa diselesaikan dengan perbuatan-perbuatan yang baik tetapi harus
pertama-tama sadar diri berdosa yang seperti pemungut cukai yang memukul-mukul dirinya dan
meminta belas kasihan Tuhan. Inilah kesadaran yang belum pernah ada di dalam diri Yudas. Inilah
teguran yang pertama.
2.
Teguran terhadap Petrus
Hal yang kedua adalah teguran Yesus kepada Petrus (Ayat 52). Disini kita bisa belajar dari kesalahan
Petrus dimana ia sendiri menjadi goncang karena kalimat dari Tuhan Yesus ini. Dia betul-betul
mengerti mengenai apa yang Tuhan betul-betul sedang kerjakan pada bagian ini. Dia mencoba
membela dengan kekuatan fisiknya dan pedangnya, tetapi Yesus berkata masukan pedangmu. Kita
mengetahui bahwa waktu Petrus mencabut pedangnya dia sedang betul-betul mempertaruhkan
dirinya untuk membela Yesus. Kalimat Yesus ini mengguncangkan Petrus dan murid-murid yang
lain dan mereka lari meninggalkan Tuhan. Disini kita boleh belajar dari kesalahan Petrus yang
seringkali merefleksikan hidup kita. Dimana dalam hidup kita seringkali, kita merasa perlu
melakukan sesuatu dan kita berani berkorban habis-habisan dan kerja keras dalam waktu-waktu
tertentu seperti KKR. Tetapi kita janganlah sampai berpikir kalau itu yang buat KKR jadi sukses.
Seringkali ujian kita adalah dalam hal-hal yang kecil, seperti ketika Tuhan panggil kita untuk
berdoa, untuk kita setia dalam hal-hal yang kecil ini. Seperti Petrus yang dimulai dengan gagal di
dalam doa, sehingga ketika nanti dia ditegur oleh seorang hamba perempuan yang berkata “Engkau
muridnya bukan?” maka disitulah ia menyangkali Gurunya. Disitulah Petrus gagal. Kenapa Yesus
mengajarkan Petrus untuk menyarungkan pedangnya? Karena pedang itu sesuatu yang bahaya
bukan untuk Maltus, tetapi untuk Petrus sendiri. “Karena siapa yang menggunakan pedang akan
binasa oleh pedang.” Jelas bukan selalu yang menggunkaan pedang akan binasa oleh pedang. Tetapi
ini merupakan panggilan kepada Petrus bahwa dia harus menjalankan hidup kekristenan ini bukan
dengan kekuatan fisik atau pedang atau militer atau politik atau uang. Semua hal ini tidak dapat
memperlebar kerajaan Allah. Disini kita belajar di dalam sejarah, bagaimana kekristenan menjadi
begitu rusak dan munafik. Ketika kaisar Roma, Constantine, menjadi orang Kristen dan kekristenan
menjadi agama negara dan kemudian orang-orang menjadi wajib untuk ke gereja, disitulah ketika
kekristenan diperlebar dengan jalan kuasa dan politik, kekristenan menjadi hancur. Bukan dari luar
tetapi justru hancur dari dalam. Semua datang ke gereja tetapi tidak ada iman yang sejati dan tidak
ada iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Diluar tampak bagus tetapi di dalamnya begitu
keropos. Begitu juga pada salah satu bagian dari zaman Puritan, di Amerika ketika pendeta-pendeta
pada zaman itu mendapatkan kuasa politik yaitu pada zaman Oliver Cromwell menjadi perdana
menteri di Inggris. Kemudian para pendeta yang adalah orang Puritan yang sungguh-sungguh
mencintai Tuhan dan Firman, ketika mereka mendapat kuasa politik, justru itu menjadi salah satu
zaman yang paling rusak. Seperti yang dikata Paulus dalam 2 Kor 10: 4-5, bahaw peperangan kita
adalah peperangan rohani. Senjatanya bukan militer atau politik, tetapi senjatanya adalah Firman
yang berkuasa dan memakainya untuk menaklukkan pemikiran-pemikiran dan ide-ide yang
melawan Injil Tuhan. Contoh lainya adalah pada zaman reformasi, sekitar 7 tahun setelah Martin
Luther memakukan 95 Thesisnya di pintu gerbang gereja Wittenberg, terdapat suatu gerakan yang
bernama 'The Peasant War' yang dipimpin oleh Hans Muller pada tahun 1524-1526. Dia membuat
gerakan yang dinamakan Evangelical brotherhood dari petani-petani yang dikumpulkan dan
membuat suatu gerakan yang menolak membayar pajak dan membayar perpuluhan kepada gereja.
Mereka melakukan peperangan secara fisik dengan mengumpulkan begitu banyak orang untuk
melawan kekuatan gereja yang sudah rusak pada waktu itu dan kekuatan politik yang banyak
menekan mereka. Lalu Hans Muller ini menuliskan suatu surat kepada Martin Luther untuk
meminta persetujuan. Respon Martin Luther ada dua: Pertama, dia setuju sekali dengan apa yang
diperjuangan oleh gerakan ini, karena memang gereja pada zaman itu sudah menyeleweng dan juga
pemimpin politik dengan tangan besi mengekang petani. Tetapi disisi yang lain, Luther tidak setuju
dengan cara mereka karena tidak boleh melakukan revolusidengan cara fisik dan kekerasan, karena
ini jelas bahwa peperangan kekristenan bukan dengan senjata. Dan betul terbukti hasil dari The
Peasant War adalah 130.000 petani mati pada zaman itu. Inilah yang diajarkan Yesus, bahwa hal itu
bahaya dan tidak perlu (ayat 53). Karena sesungguhnya Tuhan Yesus dapat mengirim 12 legion
malaikat untuk membela Dia. Tetapi hal itu tidak perlu karena Yesus harus menjalankan
penderitaan itu supaya tergenaplah apa yang dikatakan Kitab Suci. Pencabutan pedang oleh Petrus
adalah hal yang salah karena ketika Petrus melakukan hal itu dia betul-betul tidak mengerti kenapa
Kristus harus datang ke dalam dunia dan ditangkap, dianiaya dan disalibkan. Karena Yesus datang
memang untuk mati menebus dosa manusia, seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya dalam Yesaya
52:13-Yes 53. Dari bagian ini kita bisa mengerti bagaimana penderitaan Kristus yang sesungguhnya,
yang harus Kristus genapi di dalam keseluruhan hidup-Nya. Kehidupan Kristus adalah contoh
seorang yang hidup untuk menggenapi kehendak Allah.
Biarlah kehidupan Kristus menjadi teladan bagi kita, dengan pertama-tama kita harus sadar
bahwa kita perlu Kristus dan kita mengaku dosa diri dan perlu akan keselamatan Kristus, baru
setelah itu meneladani hidup Kristus yang menggenapi kehendak Bapa di surga. Ini menjadi contoh
dan penghiburan dan pelajaran yang sangat penting bagi kita.
Ringkasan oleh: Simon Lukmana| Ringkasan diperiksa oleh Christian Tirtha
Download