BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alga Spirulina platensis
Alga Arthospora (Spirulina) platensis (Gambar 1) adalah mikroalga hijau
biru (blue-green microalga) yang dapat tumbuh pada berbagai kondisi salinitas
pada pH 8-11 (Panji et al., 2009). Mikroalga ini termasuk kelompok
Cyanobacteria dan digolongkan ke dalam kelas Cyanophyceae yang merupakan
mikroalga berfilamen dan multiseluler (Tomaselli, 1997). Alga Spirulina platensis
menghasilkan berbagai senyawa aktif yang bernilai tinggi seperti protein, asam
lemak esensial (γ Linoleic Acid), vitamin, mineral serta pigmen baik beta-karoten
dan klorofil a maupun fikosianin (Spolaore et al., 2006; Henrikson, 2009). Ciri
yang membedakan Spirulina dari alga lain adalah bentuk filamennya. Dapat
dilihat pada Gambar 1, sel-sel Spirulina berbentuk silinder saling berlekatan satu
sama lain membentuk filamen spiral (Ali dan Saleh, 2012).
Gambar 1. Spirulina platensis (kiri), dalam bentuk serbuk (kanan).
[Sumber: Djalil dan Utami, 2013]
Secara garis besar, Arthospora (Spirulina) platensis diklasifikasikan sebagai
berikut (www.microbewiki.kenyon.edu):
Domain
: Bakteria
Phylum
: Cyanobacteria
Class
: Cyanophyceae
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
6
Order
: Oscillatoriales
Family
: Phormidiaceae
Genus
: Arthospora
Species
: platensis
Dalam Belay (2002), Reddy et al., menyebutkan c-phycocyanin dari alga
Spirulina platensis merupakan suatu selektif inhibitor dari cyclooxygenase–2
(COX-2) dengan rentang IC50 COX-2/IC50 COX-1 sangat rendah apabila
dibandingkan dengan celecoxib dan rofecoxib yang dikenal selektif terhadap
inhibitor COX-2. Hayashi et al., mengisolasi senyawa sulfated-polysaccharide,
calcium spirulan (Ca-SP) dari alga Spirulina platensis yang menghambat replikasi
in vitro dari beberapa jenis virus termasuk Herpes simplex type I (HSV-1), human
cytomegalovirus (HVMV), measles virus, mumps virus, virus influenza A, dan
HIV-1 virus.
Salah satu pigmen yang terkandung dalam alga Spirulina platensis dan
diduga berpotensi sebagai antikanker adalah klorofil a. Berdasarkan hasil
identifikasi senyawa yang diperoleh dari penelitian uji aktivitas antiradikal dan
analisis senyawa aktif dari alga Spirulina platensis oleh Rahman (2014), klorofil a
dan karotenoid merupakan pigmen dominan yang terkandung dalam ekstrak
aseton alga Spirulina platensis. Dalam Djalil dan Utami (2013) menyebutkan
terdapat beberapa laporan yang menunjukkan bahwa turunan klorofil a juga
berpotensi sebagai antimutagen, induktor apoptosis, dan fotosensitizer untuk PDT
(Fotodinamika Terapi Kanker). Klorofil dapat mencegah kanker dengan cara
memblok metabolisme senyawa senyawa kimia yang diketahui sebagai
prokarsinogen yang dapat menghancurkan DNA. Dengan melindungi DNA dari
kerusakan, maka pertumbuhan kanker dapat dihambat dan dicegah (Donaldson,
2004).
B. Klorofil a
Klorofil merupakan katalisator fotosintesis yang penting dan sebagai pigmen
hijau yang terdapat dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintesis. Istilah
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
7
klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau dan phyllos artinya
daun. Istilah ini diperkenalkan pada tahun 1818 dan pigmen tersebut diekstrak
dari tanaman dengan menggunakan pelarut organik (Song dan Banyo, 2011). Zat
ini terdapat dalam kloroplas dalam jumlah yang relatif banyak, sering terikat
longgar dengan protein tetapi mudah diekstraksi ke dalam pelarut lipid seperti
aseton dan eter.
Secara kimia semuanya mengandung inti porfirin (tetrapirol) dengan satu
atom magnesium terikat secara kelat di tengah dan satu rantai samping
hidrokarbon panjang (fitil) tergabung melalui gugus asam karboksilat. Didalam
tumbuhan sekurang-kurangnya terdapat lima klorofil, semuanya berstruktur dasar
sama tetapi menunjukkan bermacam-macam sifat sesuai dengan rantai samping
alifatik yang terikat pada inti porfirin.
Salah satu pigmen yang terkandung dalam alga Spirulina platensis yang
diduga memiliki potensi antikanker yaitu klorofil a. Gambar 2 menunjukkan
perbedaan antara struktur klorofil a dan klorofil b. Klorofil a bersifat kurang polar
dan berwarna hijau sedangkan klorofil b bersifat polar dan berwarna kuning
(Seafast Center IPB, 2013). Rumus empiris klorofil a adalah C55H72O5N4Mg
sedangkan rumus klorofil b adalah C55H70O6N4Mg. Klorofil a berbeda dengan
klorofil b karena klorofil a mempunyai gugus metil sedangkan klorofil b
mempunyai gugus aldehida yang terikat di kanan atas cincin pirol.
Gambar 2. Rumus struktur klorofil a (kiri) dan klorofil b (kanan)
[Sumber: Song dan Banyo, 2011]
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
8
Sifat fisik klorofil adalah menerima dan atau memantulkan cahaya dengan
gelombang yang berlainan (berpendar = berfluoresensi). Klorofil banyak
menyerap sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar
merah dan biru. Sifat kimia klorofil, antara lain (1) tidak larut dalam air,
melainkan larut dalam pelarut organik yang lebih polar, seperti etanol dan
kloroform; (2) inti Mg akan tergeser oleh 2 atom H bila dalam suasana asam,
sehingga membentuk suatu persenyawaan yang disebut feofitin yang berwarna
coklat.
C. Ekstrak dan Ekstraksi
1.
Ekstrak
Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi ke-4 disebutkan bahwa ekstrak
adalah sediaan yang diperoleh dengan mengestraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
2.
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut (Agoes, 2009). Menurut buku Parameter Standar Ekstrak,
ekstraksi diartikan sebagai kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang akan diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda yang
dapat mempengaruhi kelarutan dan stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap
suhu, udara, cahaya, dan logam berat (Depkes RI, 2000).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral (Depkes RI, 1985).
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
9
3.
Ekstraksi Perkolasi
Ekstraksi perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhausative extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI,
2000).
4.
Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak
dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung
spontan (cavitation) sebagai stress dinamik serta menimbulkan fraksi interfase.
Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses
ultrasonikasi (Depkes RI, 2000).
D. Kanker
Kanker atau karsinoma (Yun. karkinos = kepiting) adalah pembentukan
jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel
dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terusmenerus (proliferasi). Riset pada dasawarsa terakhir mengungkapkan bahwa
kanker disebabkan oleh terganggunya siklus sel akibat mutasi dari gen-gen yang
mengatur pertumbuhan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Sifat umum dari kanker adalah:
1. Pertumbuhannya berlebihan umumnya berbentuk tumor.
2. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan.
3. Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan disekitarnya.
4. Bersifat metastatik, menyebar ketempat lain dan menyebabkan pertumbuhan
baru.
5. Memiliki hereditas bawaaan (Acquired heredity).
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
10
6. Pergeseran metabolisme kearah pembentukan makromolekul dari nukleosida
dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel.
Dapat dilihat pada Gambar 3, proses timbulnya kanker terjadi melalui
beberapa tahap, yaitu:
a. Fase Inisiasi
DNA dirusak akibat radiasi atau zat karsinogen (radikal bebas). Zat-zat
inisiator ini mengganggu proses reparasi normal sehingga terjadi mutasi DNA
dengan kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA diturunkan kepada anakanak sel dan seterusnya.
b. Fase Promosi
Zat karsinogen tambahan (co-carcinogens) diperlukan sebagai promotor untuk
mencetuskan proliferasi sel. Dengan demikian sel-sel rusak menjadi ganas.
c. Fase Progresi
Gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA menyebabkan
mitose dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Tumor menjadi
manifestasi.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
Gambar 3. Tahap Pertumbuhan Kanker
[Sumber: Dipiro, J.T. et al., 2008]
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
11
E. Kanker Leukemia
Leukemia merupakan keganasan hematologi heterogen yang ditandai dengan
proliferasi yang tidak diatur oleh sel pembentuk darah dari sumsum tulang. Pada
sejarahnya, leukemia telah diklasifikasikan akut dan kronis didasarkan pada
perbedaan dalam sel asal dan pematangan sel, presentasi klinis, kecepatan dari
perkembangan penyakit yang tidak diobati dan respon terhadap terapi. Terdapat
empat macam leukemia yaitu acute lymphocytic (or lymphoblastic) leukemia
(ALL), acute myeloid leukemia (AML), chronic lymphocytic leukemia (CLL), dan
chronic myeloid leukemia (CML) (Dipiro et al., 2008).
Hampir 90% dari kasus leukemia terdiagnosa pada orang dewasa usia 20
tahun atau lebih, diantara tipe yang lebih umum yaitu CLL (38%) dan AML
(30%). Diantara anak-anak dan remaja, ALL yang paling umum, tercatat dari 75%
dari kasus leukemia (Cancer Facts & Figures 2013).
F. Kanker Payudara
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran
kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.
Sebagian besar kanker payudara berhubungan dengan faktor hormonal dan
genetik, yang berkaitan dengan:
1.
Faktor yang berhubungan dengan diet yang berdampak negatif, seperti:
a. Peningkatan berat badan yang berlebihan terutama setelah menopause.
b. Peningkatan tinggi badan yang cepat pada puberitas.
c. Makanan cepat saji yang banyak mengandung lemak jenuh dan makanan
yang terlalu manis.
d. Minuman beralkohol.
Beberapa faktor diet yang dapat mengurangi risiko terjadinya kanker
payudara, seperti:
a. Memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung serat seperti sayur,
buah sebanyak ½ kg per hari.
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
12
b. Peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin seperti Vitamin C
dan Vitamin A.
2.
Hormon dan faktor reproduksi
a. Menarche atau haid pertama pada usia muda (kurang dari 12 tahun).
b. Melahirkan anak pertama pada usia lebih tua (di atas 35 tahun).
c. Menopause pada usia yang lebih tua (di atas 50 tahun).
d. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama (> 7 tahun).
e. Infertilitas atau mandul, tidak menikah, dan
f. Tidak menyusui anak.
3.
Terpapar radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara.
4.
Adanya faktor genetik atau keturunan.
5.
Pernah menderita penyakit tumor jinak payudara atau pernah menderita
kanker payudara.
(Depkes RI, 2009)
G. Sel Kanker T47D
Sel T47D merupakan cell line yang pertama kali diisolasi dari pasien wanita
dengan tumor duktal payudara (Suko, 2011). Cell line adalah sel yang disubkultur
dari primary cultures, yaitu sel dari organ atau jaringan yang dikultur dalam
media dan kondisi yang sesuai (www.biologyonline.net). Continous cell line
sering dipakai dalam penelitian kanker secara in vitro karena mudah
penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas, homogenitas
yang tinggi serta mudah diganti dengan frozen stock jika terjadi kontaminasi
(CCRC Farmasi UGM, 2013).
H. Sel Murine P-388
Sel murine P-388 merupakan sel leukemia tikus yang pada umumnya telah
banyak digunakan untuk pengujian sitotoksisitas suatu obat. Model leukemia tikus
adalah komponen utama dari program penemuan obat awal yang digunakan oleh
Division of Cancer Treatment (DCT) dari National Cancer Institute (NCI) pada
awal tahun 1960 dan 1970. Leukemia P-388 dikembangkan pada tahun 1955,
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
13
masing-masing memainkan peran utama dalam skrining dan evaluasi secara rinci
calon agen antikanker. Dewasa ini, 40 tahun kemudian, model tersebut masih
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antikanker, meskipun pada tingkat yang
sangat berkurang, dan untuk mempelajari mekanisme resistensi obat (Dykes and
Waud, 2008).
I.
Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang terjadi baik pada beberapa
proses fisiologik maupun pada neoplasma. Penumpukan sel pada neoplasma tidak
hanya terjadi sebagai akibat aktivitas gen perangsang pertumbuhan atau tidak
aktifnya antionkogen tetapi juga oleh karena mutasi gen pengatur apoptosis
(Pringgoutomo et al., 2002).
Mekanisme apoptosis terjadi dalam dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik yang
dimulai dengan ligasi antara reseptor transmembran dengan ligan yang sesuai.
Ligasi ini akan mengaktifkan caspase activator yang nantinya akan menembus
dan mengaktifkan efektor caspase sehingga memacu terjadinya apoptosis. Jalur
yang kedua yaitu jalur intrinsik. Jalur intrinsik ini akan terjadi jika terdapat
disrupsi pada membran mitokondria sehingga akan melepaskan aktivator protease
spesifik apoptosis, sitokrom c, dan AIF (Apoptotic Inducing Factor) yang akan
menginduksi terjadinya apoptosis (Ravi et al., 2010).
Metode yang digunakan adalah double staining DNA dengan menggunakan
ethidium bromide-acridine orange. Kedua macam zat warna ini digunakan secara
bersamaan karena mampu menembus membran sel dan berinteraksi dengan DNA
sel (Puji, et al., 2011).
uji Sitotoksik Ekstrak..., Yuvika Nurmareta, Farmasi UMP, 2014
Download