Wijaya, et al ORIGINAL ARTICLE PROFIL KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS PUSKESMAS WILAYAH SURABAYA TIMUR DALAM MENGGUNAKAN OBAT DENGAN METODE PILL COUNT I Nyoman Wijaya1, Azza Faturrohmah1, Whanni W. Agustin1, Tesa G. Soesanto1, Dina Kartika1, Hikmah Prasasti1 1 Departemen Farmasi Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya 60286 Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRAK Kepatuhan merupakan sikap menjaga dan mematuhi aturan penggunaan obat. Pada penyakit kronis termasuk diabetes melitus, pengobatannya memerlukan waktu yang lama sehingga pasien cenderung tidak patuh terhadap aturan pengobatan. Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kepatuhan pasien diabetes melitus Puskesmas wilayah Surabaya Timur dalam menggunakan obat. Profil kepatuhan ini hanya dilihat dari obat untuk terapi jangka panjang yakni antidiabetes oral, antihipertensi, antihiperlipidemia, antiplatelet, diuretik, antigout dan antiangina. Dalam penelitian ini, kepatuhan pasien ditentukan dengan metode perhitungan sisa obat (pill count). Pasien dikatakan patuh jika persentase kepatuhan hasil perhitungan berada dalam rentang 70-120% (Gray, et al., 2001). Penelitian deskriptif, cross sectional dilakukan pada Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara. lembar informasi responden, lembar persetujuan untuk menjadi responden, interviewer, pedoman pertanyaan wawancara dan lembar pengambilan data digunakan untuk mendokumentasikan data. Berdasarkan hasil penelitian yakni terdapat 138 responden. Kepatuhan terhadap penggunaan obat pada pasien diabetes melitus berdasarkan metode pill count tersebut dinyatakan bahwa 45,65 % patuh dan 54,35 % dinyatakan tidak patuh. Kata kunci: profil kepatuhan pasien diabetes melitus, Puskesmas, pill count. ABSTRACT Compliance means habit of controlling and following the instruction of the medicine use. In the chronic disease such as Diabetes Mellitus, it requires a long time treatment so patients are less likely to comply with the treatment rules. Therefore, patient compliance is required to achieve therapeutic goal. The aim of this study was to see the profile of diabetic patients’ compliance in Primary Health Care Center, East Surabaya (Pucang Sewu Primary Health Care, Menur Primary Health Care, Mojo Primary Health Care and Mulyosari Primary Health Care) for using drugs. Profile of diabetic patients compliance was taken by identifying long term therapy consist of oral anti-diabetic, antihypertensive, anti-hyperlipidemia, antiplatelet, diuretic, anti-gout and anti-angina. Measurements of patients’ compliance were pill count method. Patients compliance defined as 70- 120% (Gray, et al., 2001). Cross sectional descriptive study was conducted during June 2014. The result showed that 45.65% of Diabetic patients were compliance and 54.35% of Diabetic patients were not compliance on using drugs by pill count method. Keywords : profile of diabetic patients compliance, heath care, pill count. PENDAHULUAN Pharmaceutical Care merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22 meningkatkan kualitas hidup pasien (Menteri Kesehatan, RI 2004). Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (Health Care) bertujuan untuk 18 Wijaya, et al meningkatkan penggunaan obat yang rasional, keamanan penggunaan obat, efisiensi biaya obat, dan harus mengikuti praktek kefarmasian yang baik (good pharmaceutical practice) (Departemen Kesehatan RI, 2005). Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Menteri Kesehatan, RI 2004). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan dalam jangka panjang (long term therapy). Ketidaktepatan terapi serta gaya hidup yang kurang baik maka akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut akan menimbulkan polifarmasi sehingga pasien cenderung untuk tidak patuh dalam menggunakan obat. Kepatuhan merupakan sikap menjaga dan mamatuhi aturan dosis obat terhadap suatu penyakit. Kepatuhan dapat juga didefinisikan sebagai sikap pasien mengikuti anjuran dokter terhadap penggunaan obat yang diberikan (Hussar, 2005). Ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan terapi merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk terapinya. Oleh karena itu, untuk mencegah penggunaan obat yang salah dan untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui konseling obat. Pasien yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang obatnya akan menunjukkan peningkatan ketaatan pada regimen obat yang digunakannya sehingga hasil terapi akan meningkat pula. Oleh karena itu, apoteker mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi yang tepat tentang terapi obat kepada pasien (Departemen Kesehatan, RI 2007). Pasien diabetes melitus dapat beresiko mendapatkan komplikasi baik akut maupun kronis. Komplikasi pada pasien diabetes melitus antara lain hipertensi, dislipidemia, stroke, infeksi, retinopati, Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22 nefropati dan neuropati (Udayani, 2011). Berbagai komplikasi tersebut, kemungkinan besar pasien diabetes melitus juga menggunakan obat-obat lain selain obat antidiabetes oral seperti obat antihipertensi, antidislipidemia, dan lain lain (Departemen Kesehatan RI, 2008a). Pengobatan pada pasien diabetes melitus akan mengakibatkan kejenuhan pada pasien tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini karena ketidakpatuhan terhadap aturan pengobatan sering terjadi pada pasien yang menderita penyakit kronis termasuk diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kepatuhan pasien diabetes melitus Puskesmas wilayah Surabaya Timur (Puskesmas Pucang Sewu, Puskesmas Menur, Puskesmas Mojo dan Puskesmas Mulyosari) dalam menggunakan obat. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara cross sectional di wilayah Surabaya Timur yang terdiri dari Puskesmas Pucang Sewu, Puskesmas Mojo, Puskesmas Mulyosari dan Puskesmas Menur. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan wawancara bebas terpimpin. Sampel pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus keempat Puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi yakni pasien dengan diagnosa diabetes melitus dan menerima terapi obat antidiabetes oral di Puskesmas dan pasien yang bersedia menjadi responden. Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data hasil pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan pasien diabetes melitus Puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi. Sedangkan data sekunder didapatkan dari data pasien diabetes melitus yang diperoleh dari Puskesmas. Sedangkan alat yang digunakan adalah peneliti sebagai interviewer. daftar pertanyaan wawancara, lembar informasi penelitian, lembar persetujuan responden, serta lembar pengambilan data dan hasil wawancara. Terhadap seluruh instrumen tersebut dilaksanakan uji validitas rupa dan isi. Indikator kepatuhan pada penelitian ini yakni dengan metode pill count yakni jumlah sisa obat terapi yang sedang digunakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diwawancara untuk diambil data pribadi maupun data obat. Diperoleh total 138 pasien dari keempat Puskesmas yakni Puskesmas Pucang Sewu, Puskesmas Mojo, Puskesmas Mulyosari dan 19 Wijaya, et al Puskesmas Menur yang telah memenuhi kriteria inklusi. Tabel 1. Data Demografi Pasien (n=138) Data Demografi Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Usia - < 30 tahun - 30-39 tahun - 40-49 tahun - 50-59 tahun - 60-69 tahun - 70-79 tahun - >80 tahun Pekerjaan - Wiraswasta - Swasta - Pensiunan - Ibu Rumah Tangga - Pembantu - Pegawai Negeri Sipil - Tukang Becak - Guru - Supir - Tidak Bekerja Pendidikan - Tidak Sekolah - SD - SMP - SMA - Perguruan Tinggi n (%) 44 (31,88%) 94 (68,12%) 3 (2,18%) 8 (5,80%) 19 (13,76%) 43 (31,16%) 46 (33,33%) 14 (10,14%) 5 (3,63%) 29 (21,02%) 7 (5,07%) 18 (13,04%) 67 (48,57%) 1 (0,72%) 9 (6,52%) 2 (1,44%) 3 (2,18%) 1 (0,72%) 1 (0,72%) 16 (11,60%) 56 (40,58%) 21 (15,22%) 38 (27,53%) 7 (5,07%) Sebagian besar pasien berjenis kelamin perempuan (68,12%) (Tabel 1). Hal ini diduga karena perempuan cenderung mengalami risiko stres yang cukup meningkat sehingga dapat memicu kenaikan kadar gula darah. Pasien perempuan lebih besar daripada pasien laki-laki dikarenakan sebagian faktor yang dapat mempertinggi risiko diabetes mellitus tipe 2 yang dialami perempuan, seperti riwayat kehamilan, obesitas, penggunaan kontrasepsi oral, dan tingkat stres yang cukup tinggi (Ramadona, 2011). Diperkuat juga oleh data demografi pekerjaan pasien yakni sebagian besar pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga (48,57%) diperkirakan aktivitas dari ibu rumah tangga yang mayoritas berada di rumah dan aktivitasnya yang kurang sehingga bisa menyebabkan obesitas dan merupakan salah satu faktor pemicu DM. Efek yang ditimbulkan yaitu perubahan yang besar dalam fungsi metabolik dan fungsi endokrin yang dapat merangsang terjadinya obesitas (Anisa, 2008). Jumlah pasien terbanyak yakni pada rentang usia 60-69 tahun (33,33%). Hal ini terutama disebabkan karena dengan bertambahnya usia, maka fungsi sel pankreas dan sekresi insulin akan berkurang, dan juga berkaitan dengan resistensi insulin akibat berkurangnya massa otot dan Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22 perubahan vaskular, berkurangnya aktivitas fisik, sehingga rentan terhadap berat badan berlebih bahkan obesitas (Anisa, 2008). Risiko diabetes juga akan semakin meningkat pada usia lebih dari 45 tahun (Soegondo & Sidartawan, 2013). Berdasarkan pendidikan, mayoritas didapatkan distribusi pendidikan terbanyak pada tingkat pendidikan SD (40,58%), hal ini memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit DM. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Anisa, 2008). Tabel 2. Data Riwayat Kesehatan dan Terapi Pasien (n=138) Karakteristik Lama Menderita - < 1 tahun - 1-5 tahun - 6-10 tahun - >10 tahun Jumlah Gangguan Kesehatan - 1 Gangguan Kesehatan 2 Gangguan Kesehatan 3 Gangguan Kesehatan 4 Gangguan Kesehatan 5 Gangguan Kesehatan 6 Gangguan Kesehatan n (%) 46 (33,33%) 54 (39,14%) 23 (16,67%) 15 (10,86%) 19 (13,76%) 50 (36,23%) 50 (36,23%) 11 (7,98%) 6 (4,35%) 2 (1,45%) Sebagian besar pasien menderita DM pada rentang 1-5 tahun (39,14%) diikuti dengan pasien yang menderita kurang dari 1 tahun (33,33%) (Tabel 2). Dua kelompok pasien ini merupakan kelompok pasien yang masih menyesuaikan kebiasaan dan keadaan, dari yang awalnya tidak perlu minum obat menjadi rutin minum obat setiap hari, dari yang awalnya ‘sehat’ (merasa sehat padahal sudah mengidap DM) menjadi sakit. Ketika pasien mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter (untuk rutin minum obat, diet, dan lain sebagainya), pasien dihadapkan dengan kondisi psikologis mereka sendiri yang susah untuk mereka hadapi. Pasien dituntut untuk mengikuti petunjuk dalam manajemen terapi sekaligus menyadari kemungkinan akan munculnya komplikasi akibat DM yang hampir tidak mungkin untuk dihindari (Hasanat & Ningrum, 2010). Sedangkan untuk jumlah gangguan kesehatan yang dialami pasien terbanyak yakni 2 dan 3 gangguan kesehatan (36,23%) (Tabel 2). Dari data ini dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien belum mengalami komplikasi DM yang begitu serius karena hanya mengalami 2 gangguan kesehatan saja. Hal ini sesuai dengan hasil lama pasien menderita DM, yaitu bahwa sebagian besar pasien menderita DM kurang dari 5 tahun sehingga belum banyak komplikasi yang terjadi. Dan jika pasien telah lama menderita DM 20 Wijaya, et al tetapi tidak banyak komplikasi yang terjadi, maka kemungkinan hal itu dikarenakan pasien memiliki gaya hidup yang baik, yaitu tidak kelebihan kalori, cukup olahraga, dan tidak obesitas (Sukandar, dkk., 2008). Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan obat yang digunakan Kelompok Farmakologi Obat n (%)* - OAD 133 (96,38%) - Antihipertensi 60 (43,47%) - Antihiperlipidemia 38 (27,53%) - Antipirai 12 (8,69%) 2 (1,45%) - Antiangina 14 10,14%) - Diuretik Keterangan : * Dihitung dari jumlah pasien yang menggunakan obat. Dalam penilaian kepatuhan penelitian ini dilihat dari obat terapi jangka panjang yang diterima pasien dari Puskesmas yakni seperti antidiabetes oral, antihipertensi, antihiperlipidemia, antipirai, diuretik dan antiangina. Dikarenakan obat-obatan dalam kelompok farmakologi inilah yang rutin digunakan pasien terkait gangguan kesehatan yang memerlukan terapi jangka panjang (DM, hipertensi, hiperlipidemia, dan gout). Dari total responden keseluruhan yakni 138 pasien, penggunaan OAD pada pasien DM hanya terdapat 133 pasien (96,38%) yang mendapat terapi obat dari Puskesmas. Hal ini dikarenakan 2 pasien kehabisan stok obat di Puskesmas, 3 pasien mendapatkan terapi obat dengan membeli di sumber selain Puskesmas. Pasien yang tidak menerima obat dari Puskesmas dengan alasan kehabisan stok, sebagian besar menggunakan obat yang dibeli sendiri di apotek. Sedangkan untuk penggunaan obat terapi lain seperti antihipertensi pada 60 pasien (43,47%). Tabel 4. Distribusi pasien berdasarkan metode pill count kepatuhan dengan Pill count Patuh n (%)* 63 (45,65%) Tidak Patuh 75 (54,35%) Keterangan : * Dihitung dari jumlah total pasien Pada penelitian ini digunakan metode pill count untuk menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dengan cara peneliti mendatangi alamat pasien setelah didapat data pasien di Puskesmas. Dalam kurun waktu 3-4 hari setelah pasien menebus resep tersebut peneliti mendatangi rumah pasien untuk melakukan interview terkait penggunaan obat selama terapi serta menghitung pil sisa yang belum digunakan. Pasien dikatakan patuh jika persentase Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22 kepatuhan hasil perhitungan berada dalam rentang 70120% (Gray, et al., 2001). Dari hasil penelitian (Tabel 4) dapat diketahui dari 138 pasien, sebesar 54,35% pasien tidak patuh dilihat dari metode pill count. Dalam sebuah penelitian oleh Dailey, et al. (2001), tingkat kepatuhan pasien DM yang menggunakan obat antidiabetes tidak mencapai 50%, meskipun hanya menggunakan 1 macam obat. Namun tingkat kepatuhan monoterapi ini 36% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepatuhan polifarmasi. Tingkat ketidakpatuhan yang cukup tinggi ini dapat disebabkan antara lain karena faktor terkait pengobatan, pasien, maupun tenaga kesehatan (Lococo & Staplin, 2006). Sementara faktor terkait pasien terdiri dari terbatasnya akses ke Puskesmas, masalah keuangan, penghalang komunikasi, dan terbatasnya dukungan sosial (APhA, 2003). Adapun faktor terkait tenaga kesehatan terdiri dari hubungan yang buruk antara pasien dan tenaga kesehatan, kemampuan berkomunikasi yang kurang baik, ketidaksesuaian antara persepsi tenaga kesehatan dan pasien, maupun dukungan yang kurang oleh tenaga kesehatan terhadap pasien (APhA, 2003). Oleh karena itu perlu adanya usaha dari pihak tenaga kesehatan di Puskesmas, khususnya apoteker, untuk meningkatkan kepatuhan pasien, salah satunya adalah dengan melakukan monitoring terhadap terapi yang dijalani pasien. Monitoring ini dapat berupa monitoring efektivitas terapi maupun monitoring reaksi obat berlawanan (ROB) yang meliputi efek samping obat, alergi, dan interaksi obat (Depkes RI, 2005). Secara umum tujuan pengelolaan DM adalah menghilangkan gejala, menciptakan dan mempertahankan rasa sehat, memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi laju perkembangan komplikasi yang telah ada, serta mengobati penyakit penyerta bila ada (Soegondo, 2013). Dengan adanya fenomena yang terjadi di masyarakat terhadap kepatuhan terapi jangka panjang seperti diabetes tersebut hendaknya sebagai seorang farmasis seharusnya mampu menangani semua masalah yang terjadi terkait obat dan penggunaannya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan melakukan konseling terhadap pasien mengenai terapi baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi, memberikan edukasi terhadap pasien dengan penyuluhan mengenai penyakit dan penatalaksanaannya, memberikan perencanaan terapi seperti memberikan jadwal pola diet yang sesuai dengan kondisi fisik dan kegiatan serta pekerjaan, dan melakukan monitoring drug therapy terhadap pasien (Hussar, 2006). 21 Wijaya, et al Peran farmasis juga dapat ditingkatkan dengan memberikan pelayanan home care terhadap pasien yang mendapatkan terapi jangka panjang seperti DM, dengan membina komunikasi dan hubungan baik akan membantu pasien dalam penggunaan obat maupun meningkatkan pemahaman pasien terkait penyakit dan terapi yang dijalankan. KESIMPULAN Kepatuhan pasien DM Puskesmas di wilayah Surabaya Timur dalam menggunakan obat dengan metode pill count masih belum memuaskan karena hanya 45,65% pasien saja yang patuh dan selebihnya tidak patuh. PUSTAKA Anisa, N. S. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Status Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. APhA (American Pharmacists Association). 2003. Medication Compliance-AdherencePersistence (CAP) Digest. Washington DC: American Pharmacists Association and Pfizer Pharmaceuticals. Dailey, G., Kim, M. S., Lian, J. F. 2001. Patient Compliance and Persistence with Antihyperglycemic Drug Regimens: Evaluation of a Medicaid Patiend Population with Type 2 Diabetes Mellitus in Clinical Therapeutics Volume 23 August 2001. San Diego: Elsevier Inc. p. 1311-1320. Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2008a). Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Departeman Kesehatan RI. Gray, S. L., Mahoney, J. E., Blough, D. K. 2001. Medication Adherence in Elderly Patients Receiving Home Health Service Following Hospital Discharge in The Annals of Pharmacotherapy Volume 35 May 2001. New York: Sage Publications. p. 541. Hasanat, N. U. I. dan Ningrum, R. P. 2010. Program Psikoedukasi bagi Pasien Diabetes untuk Meningkatkan Kualitas Hidup. Jogjakarta: Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 2, No. 1, (2015) 18-22 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. hlm. 1–11. Hussar, D. A. (2005). Patient Compliance in Remington: The Science and Practice of Pharmacy. Editor Genaro, A. R. 21st edition Chapter 98. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins.p. 1782–1792. Levin, K. A. 2006. Study Design III: Cross-sectional Studies.Scotland: British Dental Association. Lococo, K. H. and Staplin, L. (2006). Identifying Strategies to Collect Drug Usage and Driving Functioning Among Older Drivers. Kulpsville: TransAnalytics, LLC. Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Ramadona, A. (2011). Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus tipe 2. Tesis. Padang: Program Pascasarjana Universitas Andalas. Soegondo dan Sidartawan. (2013). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi Dokter dan Edukator. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. hlm. 68, 348–354. Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., & Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. hlm. 28–36. Udayani, N. N. (2011). Analisis Penggunaan Obat Hipoglikemik dan Dislipidemia Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Dislipidemia Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. 22