MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS ANDY SUBIYANTORO Intisari. Pengertian layered intrusion atau intrusi melapis kadang masih menjadi suatu hal yang kabur, karena pengertian berlapis ini seringkali dihubung-hubungkan dengan istilah berlapis dalam batuan sedimen. Intrusi melapis merupakan suatu intrusi batuan beku yang menghasilkan struktur berupa lapisan atau laminasi yang biasa disebut dengan tekstur tekstur kumulat. Intrusi melapis hanya berkembang baik pada intrusi batuan ultrabasa. Hal ini disebabkan oleh sifat magma ultrabasa yang mempunyai viskositas yang rendah dan dapat membentuk tubuh intrusi yang besar. Mekanisme pembentukan intrusi melapis dapat dijelaskan saat terjadi perpindahan magma, karena pola konveksi magma, dan karena proses mekanik. Namun tidak ada satu teoripun yang dapat menjelaskan seluruh tipe intrusi melapis. Intrusi melapis mempunyai aspek ekonomis di bidang pertambangan karena merupakan sumber dari unsur kelompok platinum, logam dasar, sulfida, kromit, magnetit, dan ilmenit. 1. Pendahuluan Pengertian layered intrusion atau intrusi melapis di kalangan mahasiswa kadang masih menjadi suatu hal yang kabur, karena pengertian berlapis ini seringkali dihubunghubungkan dengan istilah berlapis dalam batuan sedimen. Perlapisan yang dibentuk oleh intrusi memang sekilas terlihat seperti kenampakan berlapis pada batuan sedimen. Namun proses pembentukannya sama sekali berbeda. Untuk itu dirasa perlu adanya suatu uraian tersendiri tentang pengertian dan karakteristik intrusi melapis tersebut. Untuk dapat lebih memahami dengan benar tentang intrusi melapis tersebut maka perlu juga diketahui bagaimana mekanisme terbentuknya intrusi tersebut dan bagaimana hubungannya dengan petrologi batuan beku. Intrusi melapis mempunyai aspek ekonomis di bidang pertambangan karena merupakan sumber dari unsur kelompok platinum, logam dasar, sulfida, kromit, magnetit, dan ilmenit (Lee, 1996). Batuan yang kaya akan endapan bijih Cu dan PGE (Platinum Group Elements) sering terdapat dalam batuan intrusi melapis. Intrusi batuan beku ultrabasa merupakan salah satu batuan yang tersebar secara luas di dunia. Batuan beku kristalin dengan komposisi kimia mineral serupa dengan kompisisi batuan di rekahan tengah samudra. Beberapa contoh intrusi melapis yang lain dapat dilihat pada Tabel 1. 2. Intrusi melapis Intrusi batuan beku ultrabasa. Batuan ultrabasa adalah batuan beku yang berasal dari magma yang berasal dari magma basaltik, terbentuk kira-kira pada suhu 1200 ◦ C. Batuan ultrabasa sebagian besar tersusun oleh mineral-mineral mafik seperti olivin, piroksen, plagioklas tipe labradorit-anortit, dan beberapa mineral aksesori seperti apatit, zirkon, ilmenit, kromit dan magnetit (Bateman & Jensen, 1981). Pembentukan intrusi melapis kemungkinan dapat ditemui pada batuan beku dengan komposisi yang bervariasi namun intrusi melapis ini hanya akan berkembang dengan dengan baik pada batuan Date: 16 Januari 2006. 1 MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS 2 Tabel 1. Beberapa contoh intrusi melapis di dunia Nama Bushveld Dufek Duluth Stillwater Muskox Great Dike Kiglapait Skaergard Umur Prekambrium Jurasik Prekambrium Prekambrium Prekambrium Prekambrium Prekambrium Eosen Lokasi Luas (km2 ) Afrika Selatan 66.000 Antartika 50.000 Minnesota/USA 4.700 Montana/USA 4.400 NW Territori/Can 3.500 Zimbabwe 3.300 Labrador 560 East Greenland 100 ultrabasa dan basa. Hal ini disebabkan karena intrusi melapis hanya dapat terjadi pada tubuh intrusi yang besar (volume magma besar) dan tingkat kekentalan yang rendah (Cox, 1981). Kumulat. Pada prinsipnya pengertian kumulat adalah batuan beku yang mempunyai bentukan menumpuk dari kristal-kristal mineral yang saling bersinggungan, terbentuk dan terkonsentrasi pada saat kristalisasi sebagian. Kristal yang terfraksinasi biasa disebut kristal kumulus (Irvine, 1982). Secara umum definisi kumulat tidak dapat digunakan dalam penamaan suatu batuan yang hanya berdasarkan conto setangan atau dalam sayatan tipis. Suatu batuan seharusnya tidak bisa disebut kumulat hanya karena dalam sayatan tipis terlihat seperti kumulat dalam sayatan tipis. Sayatan tipis hanya digunakan untuk membandingkan singkapan dengan kenampakan petrografis (Irvine, 1982). Wager et al. (1960 dalam Irvine, 1982) menyebutkan penamaan kumulat didasarkan pada kelimpahan mineral-mineral kumulusnya. Penamaan secara sederhana berdasarkan material penyusun batuan dapat digunakan untuk mendelineasi sikuen fraksinasi dan akan sangat membantu dalam melacak atau dalam hal korelasi lapisan yang mempunyai kesamaan proses pembentukannya. Lapisan dan lamina. Dalam konteks ini, lapisan adalah lembaran kumulat yang dapat dibedakan dari komposisi dan (atau) teksturnya. Lamina adalah nama yang digunakan untuk lapisan yang tipis. Di dalam petrologi batuan sedimen, lamina biasanya digunakan untuk lapisan batuan yang mempunyai lapisan batuan kurang dari 1 cm sedangkan untuk batuan beku kumulat, lamina digunakan untuk lapisan dengan ketebalan maksimum 23 cm (Gambar 2.1a). Lapisan dapat dideskripsikan dari ketebalan, bentuk, komposisi, tekstur dan struktur internal. Pembagian lapisan berdasarkan ketebalan dapat dibagi menjadi 3, yaitu ketebalan maksimum 5 cm untuk lapisan tipis, 5 cm sampai dengan 1 m untuk lapisan sedang, dan lebih dari 1 meter untuk lapisan tebal (Gambar 2.1b). Lapisan dalam batuan beku dapat pula terlihat bergradasi. Jackson (1967, dalam Irvine, 1982) berpendapat bahwa gradasi dalam batuan beku dapat dibagi menjadi gradasi ukuran kristal, gradasi mineral dan gradasi komposisi kimia mineral kumulus. Perlapisan dan banding. Perlapisan mencakup seluruh aspek struktur, dan fabrik dari kumulat yang merupakan manifestasi dari kombinasi lapisan, lamina dan laminasi. Istilah banding digunakan untuk menggambarkan kenampakan dua dimensi, berbeda dengan istilah lapisan yang digunakan untuk penggambaran tiga dimensional. Namun terdapat beberapa pendapat yang tidak membedakan antara istilah banding dan lapisan. MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS (a) 3 (b) Gambar 2.1. Contoh lapisan dan laminasi: a) laminasi dalam batuan beku (Hollocher, 2001); b) lapisan kromit berwarna hitam (Cawthorn, 1996) Perbedaan antara lapisan dengan perlapisan adalah antara individu dan populasi. Istilah perlapisan lebih digunakan untuk suatu kelompok lapisan, lamina dan laminasi. Perlapisan dalam batuan beku tidak selalu dapat terlihat secara kasat mata. Contohnya adalah perlapisan plagioklas yang secara gradasional berubah menjadi semakin sodic (Cox, 1979). Hal ini setara dengan zonasi kandungan fosil dalam batuan sedimen. 3. Mekanisme pembentukan intrusi melapis Mekanisme yang terjadi saat perpindahan magma. Kristal terbawa dalam suspensi. Beberapa magma dialih tempatkan pada saat intrusi sebagai larutan yang kaya akan kristal mineral. Hal ini dapat dianalogikan dengan ekstrusi lava yang kaya akan fenokris. Sebagian besar akumulasi kristal dengan ukuran sedang sampai kasar pada intrusi melapis terdapat pada bagian dasar (Hunter, 1996). Kristal yang besar dan mempunyai densitas yang lebih tinggi di bagian atas tubuh magma mengendap lebih cepat dibandingkan dengan kristal yang mempunyai ukuran lebih kecil dan densitas lebih rendah. Dan pada akhirnya akan terjadi pemilahan butir kristal. Hal ini akan menghasilkan zona kaya fenokris (phenocryst-rich zones) pada lapisan bagian bawah dan zona miskin fenokris (phenocryst-poor zones) pada lapisan bagian atas. Segregasi aliran. Pergerakan magma yang kaya akan fenokris sepanjang conduit merupakan hasil segregasi aliran yang akan menjadi bagian khusus aliran magma. Batuan yang dihasilkan akan mempunyai variasi kelimpahan fenokris. Variasi kelimpahan fenokris inilah yang akan membentuk lapisan (Naslund & McBirney, 1996). Selama pendinginan magma dan kristalisasi, terjadi pemisahan mineral-mineral dalam tubuh magma. Proses ini mengakibatkan adanya perbedaan kelimpahan komposisi mineral dalam satu tubuh batuan. Perbedaan kelimpahan mineral inilah yang akan terlihat sebagai suatu lapisan (Naslund & McBirney, 1996). Pada proses ini magma harus mengalir mengelilingi fenokris. Kristal yang pada awalnya berdekatan mulai memisahkan diri dari kristal yang lain karena adanya aliran magma. Pengisian ulang kamar magma. Pembentukan lapisan dapat terbentuk melaui injeksi magma secara terpisah. Akan tetapi mekanisme ini jarang terjadi, karena diperlukan MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS 4 Gambar 3.1. Profil skematis antarmuka antara magma bebas kristal pada pusat kamar magma dan batuan yang sudah mengalami pematadatan pada bagian luar (Marsh, 1989 dalam Naslund & McBirney, 1996). sifat magma tertentu dan setting geologi yang khusus (Naslund & McBirney, 1996). Pembentukan perlapisan lebih mungkin terjadi karena adanya injeksi magma yang berulang. Sebelum injeksi magma yang pertama membeku seluruhnya, terjadi injeksi lagi. Kejadian ini terus berulang dan pada akhirnya akan terbentuk perlapisan batuan beku. Percampuran magma. Percampuran magma adalah dua magma atau lebih bercampur menjadi satu membentuk magma dengan komposisi yang berbeda dengan magma asal (Hall, 1989). Magma yang terbentuk mempunyai sifat pertengahan antara dua magma asal. Percampuran magma ini menyebabkan kristal mineral yang mempunyai densitas lebih besar dibandingkan dengan larutan magma hasil percampuran akan mengendap terlebih dahulu. Mekanisme percampuran magma ini juga digunakan dalam interpretasi pembentukan lapisan atas pada intrusi melapis di Skaergaard (Naslund, 1984 dalam Naslund & McBirney, 1996). Mekanisme yang terjadi karena pola konveksi magma. Konveksi menerus. Lapisan rhythmic dapat dihasilkan dari arus konveksi, menyerupai pembentukan lapisan oleh angin dengan kecepatan yang berbeda-beda (Wager, 1963 dalam Naslund & McBirney, 1996). Seperti halnya pembentukan lapisan batuan sedimen, lapisan dalam batuan beku juga dapat terbentuk akibat arus. Arus yang bekerja pada pembentukan lapisan dalam batuan beku adalah arus konveksi pada magma. Pergerakan vertikal magma disebabkan karena penyebaran temperatur yang berbeda. Pada kedalaman yang lebih tinggi temperatur semakin basar. Material yang bersuhu tinggi akan bergerak naik dan berkurang suhunya saat material yang bertemperatur rendah bergerak turun (Wilson, 1991). MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS 5 Konveksi berselang-seling. Mekanisme ini diajukan pertama kali untuk menjelaskan pembentukan intrusi melapis di komplek Stillwater. Pada setiap unit perlapisan dimulai dengan suatu seri konveksi (Hess, 1960 dalam Naslund & McBirney, 1996). Pada mekanisme ini suatu seri konveksi berlangsung secara periodik dan setiap serinya terdapat fase stagnanasi. Perlapisan yang terbentuk disebabkan oleh adanya seri-seri konveksi tersebut. Konveksi difusif ganda. Konveksi difusif ganda merupakan salah satu mekanisme pembentukan batuan beku berlapis (Wilson, 1991). Mekanisme ini dapat dianalogikan dengan air laut atau air danau yang bersifat payau. Syarat dasar yang diperlukan dalam pembentukan perlapisan dengan mekanisme ini adalah pertama, perbedaan konsentrasi antara dua komponen secara vertikal yang berbeda tingkat difusitasnya, dan kedua, efek perlawanan antara dua komponen dalam distribusi densitas secara vertikal. Mekanisme ini dapat diilustrasi dengan kondisi permukaan air laut, dimana suhu dan konsentrasi kadar garam. Kadar garam pada permukaan air laut lebih besar dibandingkan pada bagian bawah. Perlapisan dapat menjadi stabil karena pengaruh panas dan kembali tidak stabil karena perbedaan konsentrasi kadar garam. Saat terjadi pergerakan ke bawah terjadi kehilangan panas dan saat itu pula densitas meningkat (Campbell, 1996). Karena penyebaran panas lebih cepat dibandingkan garam, penyebaran panas pada bagian bawah yang cenderung menaikkan densitas di lapisan paling atas akan menyebabkan bagian tersebut mencari kedalaman yang sesuai dengan densitasnya. Seraya larutan kehilangan panas dan mengalami peningkatan densitas, saat itu pula larutan mencapai lapisan yang sesuai dengan densitasnya kemudian terendapkan (Campbell, 1996). Di laut, efek konveksi difusif ganda dilihat saat panas dan kadar garam meyebar pada arah yang sama. Dalam magma basaltik, proses konveksi difusif ganda dapat diperkirakan saat panas menyebar dengan arah yang sama dengan arah penyabaran Fe, Mg dan (atau) Ca (Naslund & McBirney, 1996). Mekanisme yang terjadi karena proses mekanik. Settling gravitasi. Karena pengaruh gaya gravitasi, kristal dalam larutan dapat terpisah berdasarkan densitasnya (Wilson, 1991). Kristal dengan densitas yang lebih besar akan mengendap terlebih dahulu. Kadang-kadang terdapat kristal yang mengambang, hal ini dapat terjadi karena densitas kristal lebih kecil dibandingkan densitas larutan. Kecepatan pengendapan kristal merupakan fungsi dari ukuran kristal, viskositas larutan, dan kontras densitas antara larutan dan kristal (Wilson, 1991). Jika variasi ukuran kristal dihasilkan oleh settling gravitasi, maka ukuran kristal yang paling kasar akan terkonsentrasi di dasar dan semakin keatas ukuran butir akan semakin menghalus. Meskipun pembentukan lapisan melalui settling gravitasi dapat terjadi pada berbagai jenis batuan beku, namun bukti yang paling baik berasal dari magma yang mempunyai viskositas yang sangat rendah. Arus magma. Di dalam perlapisan batuan beku juga terdapat struktur yang menyerupai struktur pada batuan sedimen seperti scour-and-fill dan ketidakselarasan menyudut. Di Duke Island komplek ultramafik, lapisan bergradasi berasosiasi dengan struktur scourand-fill. Perlapisan batuan beku di Duke Island menyerupai batuan sedimen yang terbentuk pada arus yang kuat dan viskositas yang rendah (Irvine, 1979 dalam Naslund & McBirney, 1996). Pembentukan struktur ini dipengaruhi oleh arus magma dan gaya gravitasi yang bekerja pada kristal-kristal. Kristal-kristal dalam batuan dapat dianalogikan sebagai butiran dalam batuan sedimen. MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS 6 Deformasi magmatik. Perlapisan dapat juga terbentuk akibat berbagai macam deformasi. Deformasi magmatik terjadi saat proses kristalisasi berlangsung. Proses ini akan menghasilkan batuan yang berasosiasi dengan batuan metamorf. Hanya saja batuan metamorf terbentuk saat magma telah membeku sepenuhnya baru kemudian terdeformasi, sedangkan pada batuan beku, magma terdeformasi saat proses kristalisasi berlangsung. Hal yang menjadi ciri pembeda dari mekanisme pembentukan perlapisan karena deformasi saat proses kristalisasi adalah terbentuknya mineral-mineral dengan bentuk tabular. Penjajaran mineral tabular akan menunjukkan semacam foliasi. Penjajaran mineral ini terbentuk karena adanya proses mekanik yang dapat merotasi arah kristal. Kompaksi. Proses pembentukan lapisan diinterpretasikan sebagai hasil konsolidasi dan kompaksi magma. Proses ini dinilai sangat ekstrem dan sulit untuk dipahami (Naslund & McBirney, 1996). Kemungkinan lain juga dikemukakan oleh Fyfe (1976 dalam Naslund & McBirney 1996). Menurutnya karena energi pada permukaan kristal bertambah seiring adanya tekanan, dan tekanan ini yang akan mengkonsentrasikan kristal-kristal pada bagian tertentu. Dasar mekanisme ini adalah jika dua jenis mineral mempunyai kemampuan yang berbeda dalam merespon gaya. Pada zona tekanan tertentu akan terbentuk lapisan mineral tertentu pula. Jenis mineral tersebut sesuai dengan kemampuannya merespon gaya. Kejutan seismik. Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa pertumbuhan inti kristal dapat dipicu oleh goncangan atau adukan dalam tubuh magma yang jenuh. Gelombang seismik mungkin dapat menyebabkan perlapisan. Pengaruh guncangan yang berkala pada magma yang jenuh menyebabkan perbedaan kecepatan pengintian kristal, kecepatan pertumbuhan kristal, dan kecepatan pengendapan (Hoffer, 1965 dalam Naslund & McBirney, 1996). Kemungkinan lainnya, goncangan gelombang seismik mengakibatkan adanya sortasi kristal dalam suspensi sepanjang dasar dari kamar magma. Deformasi tektonik. Lapisan yang terjadi kemungkinan monomineralik atau polimineralik, misalnya dunit, anorthosit atau gabro dan kontak antar lapisannya dapat tegas sampai gradasional serta kemungkinan juga terdapat foliasi. Meskipun beberapa perlapisan tipe ini terlihat pararel dan seragam dalam palamparan yang luas namun biasanya penelitian yang cermat menyatakan melensa atau meruncing pada satu sisi sepanjang beberapa meter. Boudinage dan struktur perlipatan sering dijumpai. 4. KESIMPULAN (1) Intrusi melapis merupakan suatu intrusi batuan beku yang menghasilkan struktur berupa lapisan atau laminasi yang biasa disebut dengan tekstur tekstur kumulat. (2) Intrusi melapis hanya berkembang baik pada intrusi batuan ultrabasa. Hal ini disebabkan oleh sifat magma ultrabasa yang mempunyai viskositas yang rendah dan dapat membentuk tubuh intrusi yang besar. (3) Dalam intrusi dikenal adanya istilah kumulat. lapisan, perlapisan dan laminasi. Kumulat adalah batuan beku yang mempunyai bentukan menumpuk dari kristalkristal mineral yang saling bersinggungan, terbentuk dan terkonsentrasi pada saat kristalisasi sebagian. (4) Mekanisme pembentukan intrusi melapis dapat dijelaskan saat terjadi perpidahan magma, karena pola konveksi magma, dan karena proses mekanik. Namun tidak ada satu teoripun yang dapat menjelaskan seluruh tipe intrusi melapis. MEKANISME PEMBENTUKAN INTRUSI MELAPIS 7 (5) Intrusi melapis mempunyai aspek ekonomis berupa jebakan mineral PGE, logam dasar, sulfida, kromit, magnetit dan ilmenit. Ucapan terimakasih Tulisan ini merupakan ringkasan dari Referat yang telah penulis susun. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Perpustakaan Jurusan Teknik Geologi yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan studi pustaka dan Bapak Dr. I Wayan Warmada yang telah bersedia menjadi pembimbing referat dan menyunting naskah ini. Daftar Acuan [1] Bateman, A.M., & Jensen, M.L., 1981, Economic mineral deposit, 3rd ed, John Wiley & Sons, New York. [2] Best M.G., 1982, Igneous and metamorphic petrology, W. H. Freeman & Company, United State of America. [3] Campbell, I.H., 1996, Fluid dynamic processes in basaltic magma chamber, dalam Cawthorn, R.G, Layered intrusions, Elsevier Science, Amsterdam, hal. 45-76. [4] Cox, K.G, Bell J.D & Pankhurst R.J., 1979, The interpretation of igneous rock, George Allen & Unwin Ltd., London. [5] Hall, A., 1989, Igneous petrology, 2nd ed, John Wiley & Sons, Inc., New York. [6] Hollocher, K., 2001, Layered series layering type, URL: http://www.union.edu/PUBLIC/GEODEPT/ hollocher/skaergaard/ [7] Hunter, R.H., 1996, Texture development in cumulate rocks, dalam Cawthorn, R.G, Layered intrusions, Elsevier Science, Amsterdam, hal. 77-101. [8] Irvine, T.N., 1982, Terminology for layered intrusions, Journal of Petrology, v. 23, hal. 127-162. [9] Lee, C.A., 1996, A review of mineralization in the Bushveld Complex and some other layered intrusion, dalam Cawthorn, R.G, Layered intrusions, Elsevier Science, Amsterdam, hal. 103-145. [10] Naslund, H.R & McBirney, A.R., 1996, Mechanisms of formation of igneous layering, dalam Cawthorn, R.G, Layered intrusions, Elsevier Science, Amsterdam, hal. 1-43. [11] Wilson, M., 1991, Igneous petrogenesis, 2nd ed, Harper Collins Academic, London. [12] Winter, J., 2003, Diversification, Whitman College, Kanada, URL: http://www.whitman.edu/geology/winter/ Petrology/Ch 11 Diversification.ppt