44 BAB 4 PEMBAHASAN DAN LEASON LEARNED 4.1 Penelaahan Informasi Awal Sebelum keberangkatan ke Perwakilan RI Ho Chi Minh City, Ketua Tim Audit yang ditunjuk, diminta oleh Pimpinan Inspektorat Jenderal untuk mempresentasikan hasil analisis dan evaluasi mengapa kasus yang terjadi di KJRI Ho Chi Minh City perlu untuk dilakukan audit investigatif. Maka pada kesempatan mempresentasikan hasil analisa dan evaluasi tersebut, Ketua Tim menyampaikan bahwa “sesuai Standar Audit Investigatif dalam PERMENPAN No. PER/05/M.PAN/ 03/2008, untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan audit investigatif, maka tiap informasi harus dianalisis dan dievaluasi tentang dugaan adanya kasus penyimpangan dengan pendekatan Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana atau yang lebih populer disebut pendekatan 5W + 1H (What, Who, Where, When, Why, dan How)”, sehingga dapat ditentukan bobot informasi yang diperoleh. Berdasarkan hal tersebut, Tim telah menyimpulkan sekaligus merekomendasikan kepada Pimpinan bahwa pada kasus yang terjadi di KJRI Ho Chi Minh City, diperlukan audit investigatif. Hal ini didasarkan pada adanya dugaan unsur pidana yang dilakukan oleh seorang pegawai setempat sehingga Perwakilan kehilangan uang dan juga diduga telah terjadi kelalaian dari Pengelola Keuangan dalam pelaksanaan admnistrasi keuangan Negara. Selain itu, Tim juga mengindikasikan bahwa kemungkinan besar 45 terjadi pula penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindak pidana korupsi lainnya selain pencurian cek. Hal ini didasari bahwa posisi yang bersangkutan sangat berdekatan dengan pengelolaan keuangan Negara di Perwakilan dan dimungkinkan terjadi karena lemahnya pengendalian internal dari Pengelola Keuangan. 4.2 Persiapan Audit Untuk mematangkah persiapan audit, Ketua Tim mengkomunikasikan kepada anggota Tim yang terdiri dari 2 (dua) Auditor Wilayah dan seorang Verifikatur Biro Keuangan, bahwa mereka diberi waktu selama 8 (delapan) dan berdasarkan hasil penelaahan informasi awal sasaran adalah mendalami dan menenelusuri adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan di KJRI Ho Chi Minh City. Secara umum, ketua tim menyampaikan pula program kerja audit yang disusun bertujuan untuk mengungkapkan : a. Adanya unsur-unsur pelanggaran peraturan perundang-undangan. b. Adanya unsur-unsur memperkaya diri dan atau orang lain atau badan/ golongan. c. Adanya unsur-unsur merugikan keuangan/ kekayaan negara. d. Adanya unsur-unsur penyalahgunaan wewenang. e. pengungkapan fakta-fakta dan proses kejadian. 46 4.3 Pelaksanaan Audit Bertempat di ruang rapat KJRI Ho Chi Minh City, Ketua Tim memulai audit dengan menyampaikan dan menjelaskan tujuan audit yang akan dilaksanakan. Dalam kesempatan itu pula, ketua tim dalam perbincangannya dengan pejabat di KJRI mencoba untuk menggali informasi awal mengenai urutan kejadian kasus. Salah satu program kerja audit yang ditetapkan oleh Ketua Tim adalah memperoleh bukti-bukti Audit yang mengarah kepada sasaran audit yang telah ditetapkan. Bertempat di ruang rapat Kantor KJRI Ho Chi Minh City, Bapak Djoko Santoso sebagai ketua tim audit menyampaikan bahwa alokasi waktu pengumpulan alat-alat bukti adalah 3 (tiga) hari, tanggal 14 s/d 16 Pebruari 2007. Ia juga menyebutkan bahwa minimal alat bukti yang dikumpulkan dapat berupa bukti fisik, bukti dokumen dan bukti kesaksian. Pengumpulan bukti-bukti tersebut dapat diperoleh melalui wawancara kepada pengelola keuangan, pegawai setempat dan kepada pelaku. Selain itu juga dilakukan melalui pengumpulan catatan-catatan fisik, file-file komputer Sdr. WT dan dokumen-dokumen lain yang sekiranya dapat membantu untuk mengungkapkan tindak pidana korupsi. Dalam upaya membuktikan adanya korupsi, mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kuat, berupa: tim audit berhasil 47 4.3.1 Bukti Fisik a. Bukti Fisik berupa Berita Acara Pemeriksaan Kas (BAPK). - Berdasarkan pemeriksaan kas yang dilakukan oleh Tim atas keuangan Perwakilan, tim berhasil memperoleh data dan informasi bahwa terdapat selisih pembukan yang cukup besar antara Buku Bank dengan Bank statement. - Hasil pemeriksaan kas oleh Pengelola Keuangan Perwakilan secara periodik setiap tiga bulan yang tidak terdapat selisih pembukuan selama tahun 2 tahun terakhir. Berdasarkan bukti ini diketahui bahwa Pengelola Keuangan tidak melakukan pemeriksaan Kas sesuai peraturan keuangan yang seharusnya. b. Bukti fisik berupa hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada pengelola keuangan. Sesuai hasil pemeriksaan, tim berhasil mendapatkan data sebagai berikut: - Bahwa cek yang dicuri adalah cek yang telah ditanda tangani oleh pengelola keuangan. - Cek dicuri dari laci meja kerja bendahara, pada saat bendahara tidak berada ditempat. - Cek diketahui telah dicuri setelah 1 minggu kemudian dan telah diupayakan untuk langsung diblokir. ternyata cek telah dicairkan oleh Sdr. WT. Namun, 48 - Sdr. WT telah memalsukan transaksi keuangan di dalam statement bank dan di dalam pembukuan keuangan perwakilan, khususnya pada buku bank. - Setiap pemeriksaan kas, pengelola keuangan tidak menemukan transaksi pengeluaran yang double dan tidak pernah ada selisih pembukuan - Pengelola keuangan mengakui bahwa dalam pemeriksaan kas, tidak meneliti secara detail transaksi yang ada namun hanya melihat nilai total yang sama. - Bendahara tidak pernah berhubungan langsung dengan pihak bank dan Sdr. WT yang menjadi penghubung. Berdasarkan bukti ini, tim memiliki kesimpulan awal bahwa Pengelola Keuangan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, sehingga terjadi kelalaian dalam pengelolaan keuangan dan lemah dalam pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal di lingkungan Perwakilan. c. Bukti Fisik berupa foto-foto ruang kerja Sdr. WT, foto kotak surat, dan foto-foto bukti tagihan kartu kredit Sdr. WT. 4.3.2 Bukti Dokumen Tim juga berhasil memperoleh informasi tertulis berupa: a. Copy Buku Kas Umum periode 2005 s/d 2006 yang telah dilegalisasi Perwakilan. 49 b. Bank statement Asli yang diterbitkan per tahun oleh Bank Indovina, tahun 2005 dan 2006 berisi rincian riil transaksi keuangan Perwakilan. c. Bank statement Palsu yang dibuat oleh Sdr. Wilfrid L. Tobing. Diperoleh dari Surat Pertanggung Jawaban Keuangan Perwakilan (SPJK) per bulan dan Lampiran Berita Acara Pemeriksaan Kas Per Triwulan. d. Lembar Bank statement kosong Asli Bank. Diperoleh dari laci meja kerja Sdr. WT. e. Copy Cek yang dicuri. f. Surat Tagihan Sewa Gedung Kantor dan Order Transfer Bank. g. Copy Catatan Buku Pengeluaran BPKRT Tahun 2005 s/d 2006 dan Tanda Terima Uang dari BPKRT kepada Sdr. WT untuk pembayaran tagihan-tagihan. h. Specimen Tanda Tangan. Diperoleh dari Surat Kontrak Pegawai. i. Surat Kontrak Pegawai. j. Tanda Bukti Pengeluaran (TB) periode TA. 2005 dan TA. 2006. k. Softcopy dan hardcopy file rekening Bank Indovina yang dibuat Sdr. WT. diperoleh 4.3.3 Bukti Kesaksian Selain dua jenis bukti di atas, Tim juga telah mencatat informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan pegawai setempat, yaitu; 50 a. Pegawai setempat, bagian resepsionis, menyatakan bahwa setiap bulan, pada pagi hari, Sdr. WT mengambil surat-surat yang datang, termasuk di dalamnya terdapat surat dari Bank Indovina. Keterangan ini diperkuat dengan buku catatan surat masuk milik resepsionis. b. Pegawai setempat, sekretaris Konsul Jenderal, menyatakan bahwa tidak pernah menerima surat dari Bank Indovina. Hal ini diperkuat dengan buku catatan surat masuk milik sekretaris. c. Pegawai setempat bagian umum menyatakan bahwa selama ini yang berhubungan langsung dengan pihak Bank adalah Sdr. WT 4.4 Temuan Audit Penyusunan temuan audit dilakukan pada hari keempat, 17 Pebruari 2007. Temuan tersebut didasari pada hasil pengumpulan dan pengujian bukti-bukti yang diperoleh. Bertempat di hotel Au Lac, pada pukul 10 malam, Ketua Tim membuka rapat pertama sejak pelaksanaan aktivitas pengumpulan bukti-bukti. “Bahwa temuan audit ini haruslah yang didasari pada alat bukti dilengkapi dengan dasar hukumnya. Hal itu diperlukan untuk menghindari kelemahan dalam temuan audit nantinya” demikian disampaikan oleh Ketua Tim dalam kalimat pembukanya. Singkatnya, Tim telah berhasil menyusun temuan audit pada malam itu. 51 4.4.1 Temuan Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dan pengujian atas bukti-bukti tersebut, Tim mengklasifikasikan temuan audit menjadi tiga, yaitu : a. Lemahnya Sistem Pengendalian Internal di lingkungan Perwakilan RI Ho Chi Minh City. b. Tindak pidana korupsi oleh pegawai setempat bagian keuangan, Sdr. WT berupa: 9 Penipuan dan pencurian uang melalui manipulasi data keuangan 9 Pencurian Cek KJRI Ho Chi Minh City. Ketiga temuan ini memiliki konektivitas yang sangat kuat. Khusus temuan mengenai kelalaian dari pengelola keuangan dalam pengurusan keuangan Negara, Tim menekankan bahwa telah terjadi praktek-praktek pengurusan keuangan Negara yang melanggar ketentuan KEPPRES No. 42 Tahun 2002, UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004, yaitu: a. Pengelola Keuangan tidak memahami tugas dan fungsinya secara baik, sehingga sebagian besar teknis pelaksanaan administrasi keuangan diserahkan kepada Pegawai Setempat, Sdr. WT termasuk urusan dengan pihak Bank. b. Dalam setiap pelaksanaan Pemeriksaan Kas, Pengelola Keuangan tidak menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya dan hanya sebatas menanda tangani berkas, sehingga 52 tidak mengetahui bahwa berkas yang dilampirkan sebagian adalah palsu. c. Pengelola keuangan tidak pernah membina hubungan secara langsung dengan pihak Bank yang semestinya disadari bahwa, Bank adalah mitra kerja dalam pengurusan administrasi keuangan. Kondisi ini sangat mendukung terjadinya manipulasimanipulasi data keuangan oleh Sdr. WT. d. Pengelola Keuangan tidak pernah melakukan pengawasan yang ketat atas seluruh pengurusan administrasi keuangan yang diserahkan kepada seorang pegawai setempat. Ditambah lagi, bahwa pegawai setempat, secara ketentuan bukan merupakan bagian dari struktur keuangan Perwakilan, dengan kata lain pengurusan keuangan Perwakilan dilakukan oleh seorang yang tidak memiliki kewenangan. sehingga praktek-praktek tersebut menyebabkan secara langsung dan tidak langsung terjadi kerugian Negara berupa kehilangan uang Perwakilan. Peraturan perundang-undangan utama yang telah dilanggar dalan pengelolaan administrasi keuangan disamping ketentuan teknis pengelolaan keuangan di Perwakilan RI, adalah: a. Pasal 3 Ayat (1), Pasal 35 Ayat (1) dan (3) UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 53 b. Pasal 18 Ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. 4.4.2 Pengungkapan Fakta-fakta Pada hari kelima bertempat di ruang rapat kantor, tim mencoba mengungkap fakta dengan merangkai seluruh keterangan dan alat bukti yang ada menjadi sebuah alur kejadian dan didapat hasil sebagai berikut: a. Fakta telah terjadi tindak pidana korupsi oleh Sdr. WT berupa duplikasi pembayaran rutin kantor secara Tunai dan dengan pembebanan pada rekening Perwakilan, yaitu: 1) Pencurian Cek Perwakilan 9 Bendahara mengajukan permohonan secara lisan kepada HOC untuk melakukan pembayaran Gaji dan persiapan biaya-biaya rutin Perwakilan dengan menerbitkan Cek. Maka diterbikanlah cek oleh pengelola keuangan. 9 Cek tidak langsung dicairkan, melainkan disimpan di dalam laci meja kerja Bendahara dengan alasan saat itu sudah sore dan mereka sedang mempersiapkan perjalanan dinas ke luar negeri. 54 9 Sepulangnya perjalanan dinas, HOC menanyakan kepada Bendahara mengenai pembayaran gaji pegawai dan dijawab bahwa cek telah hilang. 9 Bendahara dibantu seorang pegawai setempat setempat warga Negara vietnam, menelepon Bank untuk melakukan pemblokiran cek, namun didapat informasi bahwa cek telah diuangkan pada tanggal yang sama cek diterbitkan. 9 Bendahara mengabil copy cek yang dicairkan tersebut di Bank, dan secara jelas tertulis nama Sdr. WT sebagai pemegang cek yang mencairkan dana pada hari yang sama cek diterbitkan oleh Perwakilan. 2) Manipulasi Data Keuangan Atas Tagihan Sewa Gedung Kantor 9 Sesuai data dalam Buku Kas Umum (periode 2005 & 2006), Buku Pencatatan Pengeluaran BPKRT dan Tanda Bukti (TB) Pengeluaran TA. 2005 dan TA. 2006 telah terjadi pengeluaran secara tunai untuk biaya sewa gedung dan wisma sebesar 9 Sedangkan data transaksi pada Bank statement periode 2005 dan 2006, juga ditemukan pengeluaran 55 yang sama. Sehingga Perwakilan telah melakukan pembayaran dua kali pada kegiatan yang sama. Setelah Tim Itjen meneliti duplikasi pembayaran tersebut, didapat fakta bahwa hal ini dilakukan oleh Sdr. WT dengan suatu alur kejadian sebagai berikut : - Tagihan sewa gedung dan wisma dari pemilik gedung, pertama kali datang dan diserahkan oleh Sdr. WT sebagai staf administrasi kepada Bendahara dengan disertai Bank Draft, berupa order transfer. - Order Transfer disetujui oleh Bendahara dan HOC dan diserahkan kepada Sdr. WT dengan disertai uang tunai sebesar tagihan dengan anggapan bahwa akan dibayarkan secara tunai. Namun, dalam surat order transfer tersebut, cara melakukan pembayaran tidak diberi tanda yaitu, apakah dilakukan dengan Debit Account atau Cash Deposit. - Dana tunai yang telah diberikan, ternyata tidak disetorkan tagihan oleh Sdr. WT sebagai melainkan membebankan pembayaran pembayaran tagihan tersebut ke dalam rekening Perwakilan. - Berdasarkan tindakan Sdr. WT, maka Perwakilan telah mengeluarkan dua kali pembayaran, yaitu secara tunai yang diketahui oleh BPKRT dan 56 melalui transfer antar rekening tanpa sepengetahuan oleh pengelola keuangan. c) Fakta mengenai Manipulasi Bank statement oleh Sdr. WT, sebagai cara melakukan pengambilan dana-dana Perwakilan - Dalam rangka menutupi praktek pengambilan dana tunai perwakilan tagihan kantor diketahui dan membebankan pada oleh rekening Pengelola pembayaran Perwakilan tanpa Keuangan, yang bersangkutan membuat surat bank statement palsu yang data transaksi keuangannya adalah fiktif. - Bank statement palsu inilah yang diberikan kepada Pengelola Keuangan sebagai salah satu dokumen pertanggung jawaban keuangan Perwakilan TA. 2005 dan TA. 2006. - Pemalsuan data transaksi ini, menyebabkan pada setiap pertanggung jawaban keuangan, pengelola keuangan tidak pernah merasa melakukan kegiatan yang menyebabkan anggaran pada Rekening Perwakilan berkurang untuk membayar sewa gedung kantor. Hal ini terbukti ketika Pengelola Keuangan melakukan pemeriksaan kas per triwulan, pengelola keuangan tidak menemukan adanya data transaksi 57 pengeluaran dengan pembebanan melalui rekening perwakilan dalam laporan keuangan pre bulan maupun triwulanan. Selain itu, Tim mendapatkan pengakuan dari Pengelola Keuangan, bahwa keseluruhan dan mereka detail data tidak meneliti transaksi dalam secara bank statement yang diberikan oleh Sdr. WT dan hanya melihat kecocokan jumlah antara Bank statement dengan Buku Kas Umum dan Buku Bank. Selain itu, pengelola keuangan juga tidak mengetahui bentuk asli dari bank statement yang sebenarnya. 3) Modus Operandi Berdasarkan fakta-fakta yang didapat, Tim dapat menggambarkan modus operandi dalam memalsukan data transaksi keuangan dan duplikasi pembayaran yang dilakukan oleh Sdr. WT. Salah satunya adalah: a) Modus Duplikasi Pembayaran Pengeluaran Rutin Kantor 58 Gambar 2. Flowchart Modus Operandi 4.4.3 Penyebab Terjadinya Penyimpangan Dalam menentukan sebab-sebab terjadinya kasus pencurian cek dan duplikasi pembayaran sewa gedung kantor, tim berhasil menetapkan faktor penyebab utama adalah lemahnya Sistem Pengendalian Internal KJRI Ho Chi Minh City. Faktor penyebab tersebut dapat dijabarkan pada masing-masing kejadian, sebagai berikut : a) Pencurian Cek 9 Pengelola Keuangan tidak memahami arti pentingnya keamanan dalam mengelola keuangan Negara. Hal ini terlihat dari tidak cermatnya BPKRT dalam menyimpan cek dengan nilai yang besar didalam laci dan baru dimasukkan ke Brandkas pada sore hari. 59 9 Kurang hati-hatinya pengelola keuangan dalam mengelola uang Negara yang berada dalam penguasaaannya. b) Duplikasi Pembayaran 9 Kelalaian Pengelola Keuangan dalam meneliti, menguji dan memeriksa dokumen keuangan pada setiap Pemeriksaan Kas Rutin, yaitu hanya mencocokkan saldo akhir bank statement dengan saldo buku bank apakah sama/balance atau tidak. Sedangkan detail transaksi termasuk melihat statement bank tidak dilakukan. Sehingga tidak diketahui bahwa rekening Perwakilan telah berkurang. 9 Kelalaian dalam melakukan penelitian, pengujian dan pemeriksaan dokumen keuangan secara cermat tersebut mengakibatkan pengelola kejanggalan-kejanggalan keuangan pemalsuan tidak melihat dokumen yang diberikan oleh Sdr. WT. 9 Pengelola Keuangan terlalu mempercayai pada satu orang pegawai setempat sebagai “one man show”. Sehingga penguasaan substansi keuangan terletak pada pegawai setempat tersebut. 9 Pengelola keuangan khususnya BPKRT kurang menguasai substansi pengelolaan keuangan yang baik dan benar. 9 Tidak adanya inisiatif untuk membina hubungan yang baik antara Pengelola Keuangan dengan pihak Bank Setempat, 60 sedangkan pihak Bank adalah mitra kerja yang sangat erat kaitannya dengan pengurusan keuangan Perwakilan. 4.4.4 Pihak Yang Diduga Terlibat Pada hari keenam, saatnya tim menentukan siapa saja yang terlibat dan harus bertanggung jawab. Penentuan tersebut dilakukan dalam suatu rapat yang bertempat di ruang rapat kantor. Ketua tim menyebutkan bahwa pihak pengelola keuangan jelas terlibat atas terjadinya kehilangan uang yang dilakukan oleh Sdr. WT sebagai pelaku tindak pidana korupsi berupa pencurian, penipuan data keuangan. Namun demikian, ketua tim masih ragu dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab mengganti kerugian Negara, “pengelola keuangan jelas tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam pengurusan keuangan, karena data transaksinya telah dipalsukan. Tetapi hal itu juga merupakan akibat dari lemahnay pengendalian internal lingkungan Perwakilan”. Dalam rapat tersebut, anggota tim banyak memberikan pendapat dan masukan, terutama mengenai dasar-dasar hukum untuk menjatuhkan kewajiban mengganti kerugian Negara. Dalam rapat penentuan tersebut, terjadi perdebatan antara anggota mengenai siapa yang harus mengganti kerugian Negara apakah pengelola keuangan secara tanggung renteng atau hanya Sdr. SW, karena yang bersangkutan adalah pelaku tunggal. Dalam menengahi 61 predebatan tersebut, ketua tim meminta rapat dipending dulu untuk mencari kembali dasar-dasar hukum yang tepat berdasarkan asas keadilan. Berikut pendapat yang muncul dalam perdebatan: a. Pendapat Pertama : 9 Bahwa selain Sdr. WT harus mempertanggung jawabkan kerugian Negara yang terjadi, sampai dengan yang bersangkutan dapat menggantinya, Pengelola Keuangan harus bertanggung jawab secara renteng untuk mengganti kerugian Negara tersebut dengan menanda tangani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM). Penggantian dilakukan secara mencicil. Apabila Sdr. WT telah dapat mengganti kerugian Negara tersebut, maka dana dari yang bersangkutan diberikan kepada Pengeloa Keuangan. Pendapat ini didasari pada Pasal 35 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 9 Melaporkan kasus ini kepada Kepolisan Republik Indonesia. b. Pendapat Kedua : 9 Bahwa pihak yang bertanggung jawab untuk menganti kerugian Negara adalah Sdr. WT seorang. Hal ini didasari pada fakta bahwa seluruh tindak pidana korupsi tersebut dilakukan sendiri, uang hasil korupsi diambil langsung 62 oleh yang bersangkutan. Sehingga apabila kerugian Negara dibebankan pada Pengelola Keuangan maka akan menjadi salah, karena mereka bukanlan pelaku. Namun demikian, kepada Pengeloa Keuangan dikenakan sanksi disiplin PNS sesuai PP No. 30 Tahun 1980 karena kelalaian dalam pengelolaan administrasi keuangan menyebabkan terjadinya kehilangan uang Negara. 9 Melaporkan kasus ini kepada Kepolisan Republik Indonesia. Pada rapat kedua yang dimulai setelah makan malam, ketua tim menjelaskan penentuan siapa yang terlibat sudah jelas dan jangan dibahas kembali. Ia juga menekankan dan mengharapkan bahwa, dalam menentukan siapa yang harus mengganti anggota harus memperhatikan asas keadilan. Berdasarkan hasil diskusi yang melelahkan tersebut, ditetapkan bahwa pihak yang terlibat dikenakan sanksi sesuai bobot kesalahannya, sebagai berikut : 1) Sdr. WT, Pegawai Setempat a) Dalam kejadian yang merugikan keuangan Negara ini, Sdr. WT merupakan pelaku tunggal. b) Kepada yang bersangkutan Tim ITJEN belum melakukan permintaan keterangan, karena yang bersangkutan telah melarikan diri. Sehingga tidak 63 dapat dilakukan konfrontasi data dan fakta secara langsung. c) Namun, berdasarkan dokumen dan bukti-bukti serta fakta di lapangan, seluruhnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan merupakan pelaku seluruh kegiatan pengambilan uang perwakilan baik melalui duplikasi pembayaran maupun pencurian cek yang merugikan keuangan Negara. d) Kepada Sdr. WT, dikenakan sanksi Pemecatan sebagai Pegawai Setempat KJRI Ho Chi Minh City, mengganti seluruh kerugian Negara yang terjadi dan dilaporkan ke pihak Kepolisian Republik Indonesia 2) Pengelola Keuangan Dengan tidak dijalankannya tugas dan fungsi BPKRT, HOC dan Act. Konsul Jenderal sebagai Tritunggal Pengelola Keuangan Perwakilan RI Ho Chi Minh City yang mengakibatkan Sdr. WT memiliki kesempatan melakukan pencurian dan manipulasi bank statement, maka kepada pengelola keuangan dikenakan sanksi disiplin PNS sesuai PP No. 30 Tahun 1980. Sebelum meninggalkan Perwakilan 1 hari sebelumnya, tanggal 13 Pebruari 2007, Tim berkesempatan untuk melakukan pembicaraan akhir dengan 64 pihak Perwakilan. Dari hasil pembicaraan tersebut dicapai kesepakatan bahwa pihak KJRI Ho Chi Minh City bersedia untuk bertanggung jawab secara administratif dan bersedia untuk dimintai keterangan oleh pihak yang berwajib apabila kasus ini diteruskan kepada Kepolisian RI oleh Pimpinan Kementerian Luar Negeri. Pada kesempatan itu pula, ketua tim menginstruksikan kepada anggota tim agar seluruh dokumen yang diperoleh dari KJRI Ho Chi Minh City segera diamankan dan dibawa langsung oleh Tim ke Jakarta. 4.5 Hasil Pembahasan 4.5.1. Pelaksanaan Audit Sesuai hasil audit yang dilakukan, ditemukan fakta-fakta yang didukung dengan alat-alat bukti yang cukup, bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang pegawai setempat berinisial WT. Tindakan korupsi tersebut dapat terjadi karena lemahnya Sistem Pengendalian Internal di lingkungan pengelolaan keuangan KJRI Ho Chi Minh City. Struktur pengelola keuangan yang terdiri dari tiga tahapan pengendalian, yaitu pada tingkatan Bendahara, Head Of Chancery dan Kepala Perwakilan merupakan suatu lingkungan pengendalian yang sangat baik. Setiap tahapan harus dilalui untuk mensahkan suatu transaksi keuangan, mulai pengajuan pengesahan pengeluaran dari 65 Bendahara kepada Head Of Chancery untuk kemudian disetujui dan diajukan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu Kepala Perwakilan. Namun demikian struktur pengendalian tersebut seolah-olah tidak dapat mencegah terjadinya tindakan curang. Pada kasus di KJRI Ho Chi Minh City, lingkungan pengendalian terlihat tidak berdaya ketika pengelola keuangan tidak secara tegas dan konsisten menjaga lingkungan pengendalian yang telah ada dengan baik. Pengelola keuangan menyerahkan seluruh teknis administratif pengelolaan keuangan kepada seorang pegawai setempat tanpa adanya pengawasan yang ketat dan hati-hati, termasuk urusan dengan pihak Perbankan di Negara setempat. Kondisi ini memunculkan peluang bagi pegawai setempat tersebut yang tanpa pengawasan ketat dapat berbuat curang, yaitu berupa pencurian cek dari laci meja kerja Bendahara dan manipulasi data transaksi keuangan selama periode 2005 s.d 2006, yaitu: - tidak adanya ketelitian dalam memberikan otorisasi atas transaksi keuangan yang dilakukan Perwakilan. - pengelola keuangan memberikan kendali pengelolaan keuangan kepada 1 (satu) orang pegawai setempat. - pengelola keuangan tidak melakukan pencatatan yang akurat dan tepat atas setiap transaksi keuangan termasuk tidak berkoordinasi dengan pihak bank sebagai suatu standar siklus pengelolaan keuangan di Perwakilan. 66 - pengelola keuangan tidak membatasi akses terhadap informasi keuangan yang seharusnya hanya dapat diakses oleh pejabat yang berwenang. - pengelola keuangan tidak membuat suatu dokumentasi keuangan memadai yang dikelola sendiri. Khusus manipulasi data transaksi keuangan, pengelola keuangan selama periode 2 (dua) tahun tersebut tidak mengetahui bahwa selama itu telah terjadi transaki-transaksi keuangan yang ilegal oleh Sdr. WT. Sdr. WT memanfaatkan menyerahkan segala kelengahan urusan pengelola keuangan keuangan kepadanya tanpa yang ada pengawasan. Pada setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh pengelola keuangan, pejabat keuangan tidak memeriksa secara detail dan hanya menanda tangani berkas pemeriksaan. Idealnya, setiap transaksi keuangan diperiksa oleh Bendahara kemudian Head Of Chancery dan Kepala Perwakilan melalui mekanisme pemeriksaan unsur-unsur Doelmatigheid, Rechmatigheid dan Wetmatigheid. Untuk memperkuat simpulan audit bahwa sistem pengendalian yang lemah sebagai penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, tim audit berhasil mengumpulkan alat-alat bukti yang kuat dan membaginya menjadi tiga jenis, yaitu: a. Bukti fisik b. Bukti Dokumen 67 c. Bukti Kesaksian Dalam pelaksanaan audit investigatif yang berhasil mengungkapkan fakta dan mengumpulkan bukti audit, tidak semua teknik audit yang ada diterapkan. Tim hanya menerapkan teknik-teknik audit yang disesuaikan dengan kondisi dan kegiatan audit guna pengungkapan fakta 4.5.2. Tindakan Korupsi Pengungkapan fakta oleh tim audit telah menyimpulkan bahwa, dari informasi awal yang dikembangkan dengan audit investigatif, telah terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di KJRI Ho Chi Minh City, kondisi ini didukung dengan telah terpenuhinya dua dari tiga elemen fraud triangle yaitu: a. Peluang Kesempatan untuk melakukan korupsi oleh Sdr. WT dalam pengelolaan keuangan di KJRI Ho Chi Minh City sangat besar. Kondisi itu disebabkan lemahnya pengendalian internal dari dan buruknya manajemen keuangan yang diterapkan oleh pengelola keuangan. Sdr. WT sangat yakin bahwa perbuatannya tidak akan dideteksi, selain data transaksi telah dimanipulasi olehnya, juga pejabat pengelola keuangan tidak terlalu menguasai fungsi dan tugasnya. Disamping itu, kegagalan pengelola keuangan untuk mendeteksi secara dini adanya 68 tindakan korupsi di lingkungan pengelolaan keuangan, lebih dikarenakan lemahnya pelaksanaan prosedur dan proses pengelolaan keuangan oleh pengelola keuangan itu sendiri dan bukan karena prosedur dan proses yang telah diciptakan. b. Pressure/Tekanan Berdasarkan wawancara dengan rekan sekerjanya, pengamatan sementara dan bukti yang didapat oleh tim audit, Sdr. WT juga mengalami tekanan berupa gaya hidup tinggi dan atau tekanan keuangan. c. Rationalization/Rasionalisasi Pada elemen ini, dapat digambarkan bahwa Sdr. WT melakukan tindakan korupsi karena tidak mau perduli mengenai akibat dari perbuatannya. Sdr. WT tidak perduli bahwa perbuatannya selama kurun waktu 2 (dua) tahun sangat merugikan keuangan Negara dan juga rekan kerjanya yang ikut menanggung akibat tindakannya. 4.6 Hasil Akhir Kasus KJRI Ho Chi Minh City Berdasarkan rekomendasi Tim, maka Pimpinan Kementerian Luar Negeri menyerahkan kasus ini ke BARESKRIM POLRI. Pada tahun yang sama, BARESKRIM POLRI melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ke 69 KJRI Ho Chi Minh City guna melengkapi dokumen-dokumen yang ada termasuk olah Tempat Kejadian Perkara. Setelah seluruh dokumen lengkap, Kementerian Luar Negeri mendapat kabar bahwa berkas kasus Sdr. WT telah dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat untuk proses pengadilan, dan yang bersangkutan pada akhir tahun 2007 telah ditangkap dan dipenjara. Sdr. WT diadili di Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 890/Pid.B/2008/PN.Jkt.Pst dengan tipe prekara pidana korupsi dan telah diputuskan yang bersangkutan dijatuhi hukuman selama 4 (empat) tahun penjara dan harus mengganti kerugian Negara yang terjadi. Pada kesempatan penjatuhan sanksi pidana, yang bersangkutan menyatakan meminta maaf kepada pihak KJRI Ho Chi Minh City "Saya telah menyusahkan pada hari-hari terakhir bertugas di Konjen RI di Vietnam. Untuk semua itu, saya minta dimaafkan. Saya juga akan memanfaatkan kesempatan menjalani hukuman ini untuk melakukan koreksi diri," 4.7 Leason Learned Lesson Learned atas audit investigatif tersebut di atas, disusun berdasarkan atas literature dan informasi yang dikumpulkan dari pengalaman anggota tim audit investigatif Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri. Informasi tersebut merupakan ilustrasi sudut pandang anggota tim pada saat pelaksanaan audit, yang dibatasi oleh Standar Audit Aparat Pengawasan 70 Intern Pemerintah yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai berikut: a. Pengelola keuangan harus menjalankan tindakan preemtif, preventif, represif dan detektif dalam aktivitas pengelolaan keuangan negara yang berada dalam penguasaannya guna meminimalisir peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. b. Pengelola keuangan melaksanakan fungsi dan tugas pengelolaan keuangan Negara secara penuh tanggung jawab dan tidak memberikan seluruh atau sebagian tugasnya baik yang bersifat substansi atau teknis kepada pegawai yang tidak memiliki kompetensi dan wewenang untuk mengelola keuangan Negara. c. Pengelola keuangan harus selalu melakukan evaluasi secara periodik terhadap lingkungan mendeteksi resiko pengendalian yang di unit organisasinya ada dan membentuk untuk tim pengelolaan keuangan yang diawasi langsung oleh Head Of Chancery dibantu oleh Bendahara. d. Menciptakan dan menerapkan prosedur keuangan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melakukan komunikasi yang baik guna menciptakan lingkungan kerja yang nyaman sehingga secara langsung dan tidak langsung mendukung penciptaan lingkungan pengendalian yang handal serta tidak melimpahkan wewenang pekerjaan baik teknis administratif ataupun susbtansi kepada pegawai yang tidak kompeten.