TPI contoh makalah seminar feb12

advertisement
Makalah Seminar
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Institut Pertanian Bogor
Kamis, 27 Januari 2011
UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
Yield Evaluation of Peanut (Arachis hypogaea L.) Leafspot Resistant Lines
1
Wahyu Junaedi1 dan Yudiwanti Wahyu E.K.2
Mahasiswa (NRP A24061238), Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
2
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
The objective of the research was to evaluate the yield of 16 peanut resistant leafspot lines with four national varieties as control.
Gajah variety was used as control susceptable variety. The research was conducted at University Farm, Cikarawang, Bogor,West Java
from March until July 2010. Randomized complete block design with 3 replications was used in this research. The result showed that
plant height, number of branches, chlorophyl content, and weight of 100 grain were significanly different compared with the control
variety. Nine best breeding line with high yield and resistant to leafspot were GWS134D, GWS39D, GWS79A, GWS110A2, GWS39B,
GWS134A1, GWS73D, GWS110D, and GWS18A1.
Key words : peanut, yield trial, leafspot resistant
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan
palawija penting kedua setelah kedelai di Indonesia. Tanaman
ini berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar
ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Kacang
tanah merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang benilai
gizi tinggi.
Permintaaan terhadap produk kacang tanah tetap tinggi
tiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan kacang tanah nasional
berkaitan erat dengan meningkatnya industri pangan dan pakan
(Kasno, 2006). Balitan (2010) melaporkan hingga saat ini
kebutuhan nasional kacang tanah masih harus dipenuhi dari
impor sekitar 200 000 ton per tahun, karena konsumsi yang terus
meningkat. Sementara itu terjadi kesenjangan hasil kacang tanah
antara di tingkat petani dengan tingkat penelitian masih cukup
tinggi (1.2 ton vs > 2 t/ha).
Produksi kacang tanah di Indonesia dalam lima tahun
terakhir (tahun 2005 sampai 2009) terus menurun dari 0.84 juta
ton menjadi 0.77 juta ton, begitu juga luas area panennya yaitu
0.72 juta hektar (ha) menjadi 0.63 juta ha, sedangkan
produktivitas kacang tanah naik dari 1.16 ton/ha menjadi 1.21
ton/ha (BPS, 2010). Produktivitas ini masih tergolong rendah
jika dibandingkan dengan potensi hasilnya. Produksi kacang
tanah yang menurun dan rendahnya produktivitas disebabkan
oleh teknik budidaya yang belum memadai, minimnya
penggunaan benih unggul serta serangan hama dan penyakit.
Salah satu penyakit utama pada kacang tanah di
Indonesia adalah bercak daun. Penyakit ini disebabkan oleh
fungi yaitu Cercospora arachidicola dan Cercosporidium
personatum (Berk. et Curt). Serangan yang parah menyebabkan
daun mengering dan rontok sehingga dapat menurunkan hasil
lebih dari 50% jika tidak dikendalikan dengan baik dan benar
(Adisarwanto, 2001).
Peningkatan produksi kacang tanah tidak terlepas dari
penggunaan varietas unggul. Pemuliaan tanaman ditujukan
untuk memperbaiki potensi genetik tanaman sehingga dapat
beradaptasi pada agroekosistem tertentu dengan hasil tinggi dan
sesuai selera konsumen. Perakitan varietas baru dengan daya
hasil tinggi dan tahan penyakit merupakan salah satu contohnya.
Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu uji
daya hasil. Galur yang terbukti mempunyai daya hasil tinggi
dapat diajukan untuk dilepas sebagai varietas baru. Hasil
evaluasi ini berguna untuk mengetahui manfaat suatu genotipe
sehingga diketahui genotipe yang dapat dijadikan varietas
budidaya, genotipe-genotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut,
dan genotipe yang dapat dijadikan tetua dalam hibridisasi
selanjutnya (Allard, 1960). Pembentukan varietas unggul
dilengkapi dengan teknik budidaya yang baik, akan
menghasilkan peningkatan produksi dan produktivitas kacang
tanah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil
16 galur generasi lanjut kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Hipotesis
Terdapat paling sedikit satu galur generasi lanjut yang
lebih unggul dan tahan penyakit bercak daun dibandingkan
dengan varietas pembanding.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan
Cikarawang dan analisis klorofil dilakukan di Laboratorium
RGCI IPB, Dramaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada
ketinggian 250 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah
latosol dan suhu udara rata-rata harian 32-36°C. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2010.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah 16 galur
generasi lanjut kacang tanah (Arachis hypogaea L.) hasil
pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian IPB sebagai galur yang diuji, serta 4 varietas
komersial sebagai pembandingnya. Galur yang diuji yaitu 16
galur GWS hasil persilangan varietas Gajah dengan galur
introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun.
Varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan
Sima. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-18, dan KCL.
Furadan digunakan sebagai pestisida. Asetontris dan aquades
untuk mengukur kadar klorofil. Alat yang digunakan adalah
peralatan yang biasa digunakan dalam budidaya kacang tanah
dan seperangkat alat untuk mengukur kadar klorofil daun.
Peralatan untuk mengukur kadar klorofil antara lain box es,
mortar, micro tube, sentrifuge,dan Unispec spectrometer.
Metode
Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu
genotipe (20 genotipe) dengan tiga ulangan. Jumlah petak
percobaan yaitu 60 petak. Model rancangan yang digunakan
adalah:
Yij = μ+i  βj + ij ; (i=1,....t, j=1,....r)
Keterangan :
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
ij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang
berpengaruh nyata diuji dengan uji lanjut Dunnet pada taraf
nyata 5%.
Pelaksanaan
Lahan dibersihkan dari gulma dan anak kayu lalu
digemburkan. Setelah itu, dibuat petakan sebanyak 60 petak
dengan ukuran 4 m x 3 m dan jarak antar petak 50 cm. Lalu
diberikan kaptan (500 kg/ha ) dan pupuk kandang (1.5 ton/ha)
secara merata pada tiap petakan. Tanah dibiarkan selama kurang
lebih satu minggu agar kaptan dan pupuk kandang menyatu
dengan tanah.
Penanaman dilakukan pada pagi hari dengan
menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm dan satu benih per
lubang tanam sehingga total populasi per petak adalah 200
tanaman. Furadan diberikan pada lubang tanam saat penanaman
dengan dosis 12 kg/ha. Pemupukan dilakukan sekali saat
penanaman dengan mencampur tiga jenis pupuk. Pemberiannya
dengan cara dialur di samping barisan tanaman dengan dosis 50
kg Urea/ha, 200 kg SP-18/ha, dan 100 kg KCL/ha.
Pemeliharaan meliputi penyulaman, pembersihan
gulma, dan pembumbunan. Penyulaman dilakukan pada satu
minggu setelah tanam (MST). Pembersihan gulma dilakukan
setiap minggu sampai 4 MST dan pembumbunan pada 4 MST.
Pembumbunan
dilakukan
untuk
mempercepat
dan
mempermudah ginofor mencapai tanah.
Pemanenan dilakukan pada 14 MST atau 100 hari
setelah tanam (HST) disaat pengisian polong sudah maksimal
dengan ciri kulit polong bagian dalam berwarna agak gelap,
kulit polong terlihat berurat. Pengeringan dilakukan dengan
dijemur di lantai selama 5-6 hari pada cuaca cerah. Pengupasan
atau pembijian dilakukan dengan cara sederhana (polong
dikupas dengan tangan). Selanjutnya penghitungan data untuk
memperoleh komponen hasil.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan sepuluh
tanaman contoh kompetitif yang berada dalam satu baris pada
masing-masing petak percobaan. Peubah yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman saat panen, diukur dari permukaan tanah
sampai dengan titik tumbuh pada batang utama.
2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen.
3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat
panen. Dihitung dengan rumus : (panjang batang utama
berdaun hijau/ tinggi tanaman saat panen) x 100%.
4. Indeks panen kering. Dihitung dengan rumus : Bobot polong
bernas/Bobot brangkasan.
5. Jumlah polong total, bernas, cipo per tanaman. Dilakukan
setelah tanaman contoh dikeringkan.
6. Bobot polong total, bernas, dan cipo per tanaman. Dilakukan
setelah tanaman contoh dikeringkan.
7. Bobot biji per tanaman, bobot biji dari tanaman contoh yang
sudah dikeringkan.
8. Bobot 100 biji kering.
9. Kadar klorofil daun pada 8 MST, menggunakan sampel daun
yang ke 10 dari daun termuda.
Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun ke
10 dari daun termuda. Pengambilan daun dilakukan pagi
hari sebelum sinar matahari terik. Daun dimasukan ke
dalam box yang berisi es batu untuk mencegah respirasi
yang terlalu tinggi. Anak daun yang paling ujung dipilih
dari daun tetrafoliet untuk diambil sampelnya.
Lubangi daun dengan pelubang khusus yang
berdiameter 0.92 cm dan diusahakan tidak mengenai urat
daun. Daun yang terpotong digerus dan dilarutkan dengan
aseton tris sebanyak 2 ml. Setelah menyatu, larutan
dimasukan ke dalam mikro tube. Mikro tube dimasukan ke
mesin sentrifuge untuk memisahkan supernatan dengan
ampas daun. Setelah terpisah, ambil supernatan dengan
pipet volumetrik sebanyak 1 ml dan encerkan dengan 2 ml
aseton tris. Selanjutnya masing-masing sampel dihitung
panjang
gelombangnya
dengan
mesin
Unispec
spectrometer. Nilai dari panjang gelombang yang tercatat
lalu dikonversi ke dalam jumlah klorofil per luas area
sampel. Selanjutnya kadar klorofil dapat diketahui dan
dibandingkan antar genotipe.
Analisis Data
Analisis data untuk masing-masing karakter
pengamatan adalah rataan dari sepuluh tanaman contoh tiap
petak percobaan. Data dianalisis menggunakan sidik ragam atau
uji F pada taraf nyata (ɑ) 5 % dan apabila berbeda nyata
dilanjutkan dengan uji t-Dunnet. selain itu, dilakukan analisis
ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman
genetik (KKG), dan nilai heritabilitas arti luas (h²).
Tabel 1. Analisis Komponen Ragam
Sumber
Keragaman
Ulangan
Perlakuan
Galat
Derajat
Bebas (DB)
r-1
g-1
(r-1)(g-1)
Kuadrat
Tengah (KT)
M1
M2
M3
E (KT)
σ² + rσ²g
σ²e
Keterangan : E (KT) = Harapan kuadrat tengah, r = ulangan, g = galur
Berikut ini merupakan pendugaan komponen ragam :
Ragam lingkungan (σ²e) = M3
Ragam genetik (σ²g) = (M2 – M3)/r
Ragam fenotipik (σ²p) = (σ²e)/r + σ²g
Nilai heritabilitas h² = σg² / σp²
Koefisien Keragaman Genetik (KKG) =
umum peubah
√σ²g
𝑢
x 100%, u = rataan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tanah yang digunakan untuk penelitian berjenis
latosol. Penelitian dilaksanakan pada akhir musim hujan dengan
data cuaca selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Ratarata curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu selama penanaman
yaitu berturut-turut 458.92 mm, 21.2 hari hujan, dan 25.88 °C.
Namun terjadi peningkatan curah hujan pada bulan ketiga
sampai akhir penanaman. Peningkatan curah hujan ini di luar
prediksi dikarenakan adanya badai lanina. Hal ini dapat
mengganggu perkembangan pengisian polong, karena pada saat
itu tanaman sedang memasuki fase pengisian dan pemasakan
polong.
Suhu rata-rata selama penelitian berkisar antara 25.1 –
26.7 °C/bulan. Adisarwanto et al. (1993) menyatakan bahwa
suhu optimal untuk pertumbuhan kacang tanah yaitu berkisar
antara 27 -30 °C. Sehingga suhu lingkungan penelitian kurang
optimal untuk mendukung pertumbuhan. Sumarno dan Punarto
(1993) menambahkan bahwa suhu berpengaruh terhadap semua
aspek pertumbuhan kacang tanah terutama berkaitan dengan laju
fotosintesis. Dengan suhu yang tidak optimum laju fotosintesis
hanya dapat mencapai 75 %.
Tabel 2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor
Bulan
Maret
April
Mei
Juni
Jumlah
Rata-rata
Curah Hujan
(mm)
672.6
527.0
330.9
303.4
2294.6
458.9
Jumlah Hari
Hujan
26
21
18
18
106
21.2
Temperatur
(°C)
25.1
25.8
26.7
25.9
129.4
25.9
Sumber : (Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, Stasiun Klimatologi
Darmaga Bogor)
Hama yang menyerang selama masa perkecambahan
diantaranya hama semut yang memakan benih. Selain itu
terdapat juga patogen berupa cendawan dari jenis Aspergillus
niger dengan gejala serangan hifa berwarna hitam yang
menyelimuti benih, Aspergillus flavus dengan gejala hifa
berwarna hijau, dan Curvularia brachyspora dengan gejala
miselia yang berwarna putih keabuan.
Pertumbuhan tanaman dari mulai fase perkecambahan
sampai 4 MST belum menunjukan adanya gela serangan
penyakit bercak daun yang disebabkan Cercosporidium
personatum dan Cercospora arachidicola. Setelah memasuki
umur 5 MST, gejala serangan mulai tampak pada daun yang
paling bawah yang ditandai bercak coklat kehitam kecil.
Semakin lama, gejala serangan semakin berat yang ditandai
dengan rontoknya daun mulai dari daun terbawah. Kondisi ini
terjadi karena kelembaban pada daun terbawah lebih tinggi
dibandingkan daun yang lebih atasnya. Semangun (1991)
menyatakan bahwa penyebaran penyakit bercak daun sangat
dipengaruhi oleh kelembaban dan dalam kondisi yang lembab,
penyakit dapat berkembangbiak pada umur 40 - 45 hari.
Berdasarkan pengamatan visual di lapang, intensitas
serangan yang paling berat diperlihatkan oleh varietas gajah
sebagai kontrol yang rentan terhadap penyakit bercak daun. Hal
ini terlihat dari rendahnya persentase daun yang masih hijau jika
dibandingkan dengan genotipe lainnya. Sedangkan serangan
terhadap varietas Jerapah, Zebra Putih, dan Sima sebagai kontrol
yang tahan terlihat tidak terlalu berat dibandingkan varietas
gajah. Penyakit lainnya yang menyerang selama pertumbuhan
tanaman yaitu layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), karat
(Puccinia arachidis), Sapu setan (Mikoplasma), belang kacang
tanah oleh virus (Groundnut Mottle Virus) dan penyakit bilur
oleh virus (Peanut Stripe Virus/PStV).
Hama yang menyerang secara umum yaitu rayap,
belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricus),
ulat penggulung daun (Omiodes indicate Fabricus). Rayap
menyerang pangkal batang sehingga mengakibatkan tanaman
layu kemudian mati. Ulat penggulung daun merupakan hama
dengan serangan paling berat pada lahan penelitian. Hama ini
menyerang pucuk tanaman pada 8 - 10 MST sehingga pucuk
daun menggulung. Serangan hama lainnya memiliki intensitas
yang rendah dan tidak membahahyakan.
Gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman kacang
tanah yaitu Mimosa pudica, Mimosa pigra, Boreria alata,
Croton hirtus . Pengendalian gulma dilakukan secara manual
tiap minggu sampai 4 MST, setelah itu tidak dilakukan
pengendalian karena penutupan tajuk kacang tanah sudah mulai
penuh. Selain itu, pengendalian gulma pada fase berbunga dan
pengisian polong dapat mengganggu keberhasilan terbentuknya
bunga dan polong.
Keragaan Karakter Genotipe-genotipe yang diuji
Galur-galur yang diuji memperlihatkan perbedaan
keragaan pada beberapa karakter daya hasil dan ketahanan
terhadap penyakit bercak daun. Hasil analisis sidik ragam dari
20 genotipe yang diamati menunjukan adanya perbedaan nyata
pada taraf 1 % untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang,
kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan
bobot 100 butir. Sedangkan karakter lainnya tidak menunjukan
perbedaan nyata (Tabel 1).
Tabel 3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan
Nilai Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang
Tanah yang Diuji
F
hitung
Nilai
Tengah
5.78**
52.5
Jumlah cabang 5.98**
5.4
Karakter
Tinggi
tanaman (cm)
Persentase
batang bebas
bercak (%)
Kadar klorofil
(µmol/cm²)
Jumlah polong
total
Jumlah polong
cipo
Jumlah polong
bernas
Bobot polong
total (gram)
Bobot polong
cipo (gram)
Bobot polong
bernas (gram)
Bobot biji
(gram)
Bobot 100
butir (gram)
Bobot
brangkasan
(gram)
Indeks panen
kering
1.71tn
5.9
2.70**
0.057
1.09 tn
9.7
2.67**
0.3
1.17tn
9.4
0.95tn
10.6
2.83**
0.1
0.97tn
10.5
1.09tn
7.2
20.5**
47.2
Nilai
Maksimum
(Genotipe)
79.1
(Sima)
7.1
(GWS79A)
Nilai
Minimum
(Genotipe)
38.5
(GWS138A)
4.7
(GWS39D)
8.4
(GWS74A1)
2.3
(Gajah)
0.068
(GWS27C)
12.3
(GWS134D)
0.8
(GWS79A)
11.8
(GWS134D)
13.3
(GWS134D)
0.26
(GWS134A)
13.20
(GWS73D)
9.8
(GWS134A1)
53.6
(GWS138A)
0.051
(GWS110A2)
7.3
(GWS134A)
0.2
(GWS73D)
6.6
(GWS134A)
7.3
(GWS134A)
0.02
(GWS110D)
7.0
(GWS134A)
4.6
(GWS134A)
41.6
(GWS110D)
2.15tn
14.9
19.6
(GWS74A1)
10.8
(Gajah)
1.11tn
0.8
1.1
(Gajah)
0.5
(GWS74A1)
Keterangan : tn : tidak nyata, ** : berbeda nyata pada taraf 5 %
Varietas Sima memiliki tinggi tanaman tertinggi
diantara varietas pembanding tahan lainnya sehingga digunakan
sebagai pembanding varietas tahan. Semua galur yang diuji
memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dari varietas
pembanding Sima sedangkan terhadap varietas Gajah tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-Dunnett (Tabel 4). Varietas
Sima merupakan genotipe tertinggi dengan nilai 79.1 cm dan
GWS138A merupakan galur dengan rata-rata terendah yaitu
38.5 cm. Berdasarkan pengamatan di lapang, habitus tanaman
yang tinggi lebih cepat rebah dibandingkan dengan habitus
tanaman yang lebih pendek.
Galur GWS79A dan GWS134D nyata lebih banyak
jumlah cabangnya dari varietas Gajah dan Zebra Putih. Varietas
Gajah dan Zebra Putih memilki nilai rataan jumlah cabang
tertinggi diantara varietas pembanding lainnya. Jumlah cabang
tertinggi dimiliki oleh GWS79A dan terendah GWS39D dengan
nilai berturut-turut 7.1 dan 4.7. Semakin banyak cabang maka
bunga yang terbentuk akan semakin banyak, sehingga potensi
terbentuknya polong akan semakin besar.
Daun tanaman yang terkena penyakit bercak daun akan
menguning dan jika semakin parah, daun akan kehilangan
fungsinya sebagai penghasil fotosintat. Serangan dimulai dari
daun terbawah lalu menyebar ke atas, sehingga yang tersisa
biasanya daun-daun sebelah atas. Kusumo (1996) menyatakan
bahwa persentase daun yang masih hijau berkorelasi dengan
ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Semakin tinggi
persentasenya maka tingkat ketahan semakin tinggi.
Tabel 4. Rataan Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah
Cabang, Jumlah Polong Total, dan Jumlah Polong
Bernas.
Galur
GWS18A1
GWS27C
GWS39B
GWS39D
GWS72A
GWS73D
GWS74A1
GWS74D
GWS79A
GWS110A1
GWS110A2
GWS110D
GWS134A
GWS134A1
GWS134D
GWS138A
Gajah
Jerapah
Zebra Putih
Sima
Tinggi
Tanaman
(cm)
56.4 ch
56.7 ch
43.3 h
49.8 h
51.9 h
52.7 h
61.0 ch
56.2 ch
53.8 h
50.9 h
46.4 h
54.4 h
48.1 h
49.7 h
61.0 ch
38.5 h
45.8
53.7
39.9
79.1
Persentase
Jumlah
Cabang
5.1
5.4
6.0
4.7
5.2
5.4
5.2
5.0
7.1abcd
4.8
5.5
5.2
5.0
5.8
6.8abcd
4.8
5.1
5.1
5.0
5.1
Batang
Masih
Hijau (%)
5.6
5.6
6.5
4.3
4.3
6.4
8.4
7.1
6.1
7.3
6.7
4.7
6.9
5.5
4.9
5.5
2.3
5.6
7.4
6.2
Kadar
Klorofil (µ
mol/cm²)
0.053
0.068ab
0.061
0.062
0.055
0.055
0.053
0.056
0.052
0.054
0.051
0.054
0.062
0.055
0.058
0.056
0.057
0.055
0.060
0.059
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut nyata
> dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima, sedangkan e, f, g,
dan h berturut-turut nyata < dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan
Sima berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%
Hasil uji t-Dunnett untuk karakter persentase batang
yang masih hijau tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata
dari semua galur yang diuji. Persentase tertinggi ditunjukan oleh
galur GWS74A1 (8.4 %) dan terendah oleh varietas Gajah (2.3
%). Varietas Gajah sebagai pembanding yang rentan terbukti
tidak tahan terhadap penyakit bercak daun.
Klorofil merupakan organel dalam sel tanaman yang
berperan dalam proses fotosintesis. Semakin tinggi kadar
klorofil dalam daun maka secara fenotipe warna daun semakin
hijau. Kadar klorofil galur GWS27C nyata lebih tinggi dari
varietas pembanding Gajah dan Jerapah, sedangkan galur yang
lain tidak berbeda nyata.
Tabel 4. Rataan Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanaman, jumlah
Cabang, Jumlah Polong Total, dan Jumlah Polong
Bernas.
Galur
GWS18A1
GWS27C
GWS39B
GWS39D
GWS72A
GWS73D
GWS74A1
GWS74D
GWS79A
GWS110A1
GWS110A2
GWS110D
GWS134A
GWS134A1
GWS134D
GWS138A
Gajah
Jerapah
Zebra Putih
Sima
Jumlah
Polong
Total
Jumlah
Polong
Bernas
Bobot
Polong
Total
Bobot
Polong
Bernas
10.2
9.0
11.3
12.0
8.6
10.5
8.7
8.0
11.7
8.8
11.7
10.2
7.3
10.9
12.3
7.7
10.0
7.9
9.9
8.1
9.9
8.3
11.2
11.8
8.3
10.3
8.3
7.8
10.9
8.6
11.4
10.1
6.6
10.6
11.8
7.5
9.5
7.6
9.4
7.8
9.8
9.2
12.1
11.8
10.4
13.3
8.6
8.9
12.0
8.7
11.0
10.0
7.3
13.1
13.3
9.3
10.4
9.8
12.6
10.9
9.7
9.0
12.0
11.8
10.4
13.2
8.5
8.9
11.8
8.6
10.9
10.0
7.0
13.1
13.2
9.2
10.2
9.7
12.4
10.8
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut nyata
> dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima, sedangkan e, f, g,
dan h berturut-turut nyata < dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan
Sima berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%
Galur-galur yang diuji sebagian besar memiliki jumlah
polong total yang lebih tinggi dari varietas pembanding
meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Galur GWS134D
(12.3) merupakan galur dengan rata-rata jumlah polong
terbanyak dan rata-rata terendah yaitu galur GWS134A (7.3).
Trusnitah (1993) mengemukakan bahwa jumlah polong
dipengaruhi oleh keberhasilan pembungaan dan pertumbuhan
ginofor. Dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya sekitar 55 %
yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah
pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak
mempengaruhi hasil.
Pembentukan biji dimulai setelah polong mencapai
ukuran maksimum, yaitu antara hari ke-52 hingga hari ke-57
setelah tanam, atau tiga minggu setelah ginofor menembus tanah
(Trustinah, 1993). Biji yang terisi penuh akan menghasilkan
polong bernas, sedangkan yang tidak terisi akan menjadi polong
cipo. Hasil uji t-Dunnett pada jumlah polong bernas
memperlihatkan bahwa tidak terdapat genotipe yang berbeda
nyata dari semua varitas pembandingnya. Jumlah polong bernas
tertinggi ditunjukan oleh galur GWS134D (11.8) dan terendah
yaitu galur GWS134A (6.6).
Bobot polong total dari galur-galur yang dievaluasi
tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan varietas
pembanding. Bobot polong total tertinggi dimiliki oleh galur
GWS134D (13.3) dan terendah galur GWS134A (7.3). Bobot
polong sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan saat fase
pengisian polong.
Bobot biji per tanaman tiap galur tidak memperlihatkan
pengaruh yang berbeda nyata dengan varietas pembanding.
Bobot biji per tanaman tertinggi dimiliki oleh galur
GWS134A1(9.8) dan terendah galur GWS134A (4.6). Bobot biji
berkaitan dengan produktivitas tanaman. Bobot biji yang
dihasilkan tergolong rendah jika dilihat dari potensinya.
Rendahnya bobot biji ini dipengaruhi oleh curah hujan yang
tinggi selama akhir penelitian. Sumarno dan Slamet (1993)
menyampaikan bahwa rendahnya produktivitas kacang tanah
pada musim hujan di Indonesia karena pengaruh penghambatan
radiasi yang cukup tinggi, sehingga proses fotosintesis
terhambat dan akibatnya hasil biji yang rendah.
paling tinggi diantara pembanding tahan lainnya. Bobot 100 biji
Galur GWS72A, GWS73D, GWS74A1, GWS134A1, dan
GWS138A nyata lebih besar dari varietas gajah. Galur
GWS27C, GWS72A, GWS73D, GWS74A1, GWS74D,
GWS79A, GWS134A1, GWS134D, GWS138A nyata lebih
besar dari varietas Zebra Putih.
Bobot brangkasan menandakan efisiensi hasil
fotosintat yang disimpan di dalam jaringan tanaman. Hasil uji
lanjut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara galur
yang diuji dengan varietas pembandingnya. Bobot brangkasan
tertinggi dimiliki oleh galur GWS74A1 (19.6) sedangkan
varietas Gajah (10.8) merupakan tanaman dengan ketahanan
terhadap penyakit bercak daun yang rendah menghasilkan bobot
brangkasan terendah. Rendahnya bobot brangkasan varietas
Gajah disebabkan sebagian besar daun rontok karena terserang
penyakit bercak daun.
Indeks panen merupakan pembagian hasil panen
ekonomis kacang tanah yaitu bobot polong terhadap
brangkasannya. Indeks panen tertinggi dimiliki oleh varietas
Gajah (1.13) dan terendah galur GWS74A1 (0.46).
Peubah
Tinggi tanaman (cm)
s²G
63.66
s²P
h²bs
76.98 82.70
KKG
15.20
Tabel 4. Rataan Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanaman, jumlah
Cabang, Jumlah Polong Total, dan Jumlah Polong
Bernas.
Jumlah cabang
Persentase batang utama
bebas bercak daun (%)
0.33
0.78
0.40
1.87
83.27
41.52
10.64
14.94
Kadar klorofil
(µmol/cm²)
Jumlah polong total
Jumlah polong cipo
Jumlah polong bernas
Bobot polong total
(gram)
Bobot polong cipo
(gram)
Bobot polong bernas
(gram)
Bobot biji (gram)
Bobot 100 butir (gram)
Bobot brangkasan
(gram)
Indeks panen kering
<0.00
<0.00
63.03
5.84
0.22
0.02
0.37
0*
2.53
0.04
2.54
3.05
8.56
62.56
14.60
0
4.79
50.71
6.48
0
<0.00
<0.00 64.63
53.17
Galur
GWS18A1
GWS27C
GWS39B
GWS39D
GWS72A
GWS73D
GWS74A1
GWS74D
GWS79A
GWS110A1
GWS110A2
GWS110D
GWS134A
GWS134A1
GWS134D
GWS138A
Gajah
Jerapah
Zebra Putih
Sima
Bobot Biji
per
Tanaman
7.0
6.2
8.3
8.5
7.1
9.1
5.4
5.9
8.1
5.9
8.1
6.9
4.6
9.8
9.3
5.9
7.1
6.2
8.8
7.2
Bobot
100 Biji
42.9f
46.4cf
45.4f
42.8f
51.5acd
53.5acd
49.5ac
50.3acd
50.3acd
44.4f
44.7f
41.6fh
44.4f
52.2acd
46.8cf
53.6acd
43.9
52.4
41.7
45.9
Bobot
Brangkasan
Indeks
Panen
Kering
12.7
15.1
15.6
11.8
13.1
18.7
19.6
17.9
18.0
14.7
12.6
12.6
12.3
13.3
17.4
13.1
10.8
14.3
16.9
17.7
0.89
0.64
0.84
1.08
0.83
0.80
0.46
0.55
0.71
0.63
0.99
0.88
0.57
1.08
0.86
0.86
1.13
0.70
0.77
0.64
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut nyata
> dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima, sedangkan e, f, g,
dan h berturut-turut nyata < dari Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan
Sima berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%
Bobot biji per tanaman pada galur-galur yang diuji
berkisar antara 4.6 (GWS134A) – 9.8 (GWS134A1) gram
dengan nilai nilai tengah 7.2 gram (Tabel 3). Diantara tiga
varietas pembanding tahan, varietas Zebra Putih memiliki bobot
biji per tanaman paling tinggi sehingga dijadikan varietas
pembanding tahan untuk karakter bobot biji per tanaman.
Berdasarkan uji Dunnet, tidak ada galur yang berbeda nyata
dengan varietas pembandingnnya.
Bobot 100 biji merupakan salah satu karakter yang
mempengaruhi daya hasil. Hasil uji t-Dunnett memperlihatkan
perbedaan nyata dari galur-galur yang diuji. Bobot 100 biji
memiliki nilai tengah 47.2 gram dengan nilai rataan tertinggi
53.6 gram (GWS138A) dan nilai rataan terendah 41.6
(GWS110D). Bobot 100 biji varietas Zebra putih digunakan
sebagai pembanding tahan karena memiliki bobot 100 biji
Pendugaan Parameter Genetik
Berhasilnya suatu program pemuliaan tanaman sangat
ditentukan oleh adanya variabilitas genetik yang diturunkan dari
suatu populasi, karena tanpa adanya variabilitas genetik tidak
akan terjadi perbaikan karakter tanaman (Poehlman, 1983).
Parameter genetik yang dianalisis meliputi ragam genotipe,
ragam fenotipe, koefisien keragaman genetik (KKG), dan
heritabilitas (Tabel 7).
Tabel 7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang
Tanah
0*
3.08
0
0.17
15.72
3.68
2.07 8.08
16.53 95.11
6.87 53.51
<0.00
0.04
9.00
0
5.68
8.40
12.87
7.31
Keterangan : s² P : ragam fenotipe, s² G : ragam genotipe, h² bs : heritabilitas arti
luas, *diperoleh dengan menolkan ragam genetik yang bernilai
negatif
Heritabilitas menyatakan proporsi varian 4genetik
terhadap varian fenotipe yang nilainya berkisar antara 0 – 1
(Allard, 1960). Nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai
heritabilitas tinggi (h²>0.5), heritabilitas sedang (0.2<h²<0.5),
dan heritabilitas rendah (h²<0.2). Heritabilitas suatu karakter
yang tinggi menandakan bahwa ekspresi genetik karakter
tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan, sedangkan nilai
heritabilitas yang rendah menandakan keragaman fenotip
dipengaruhi lingkungan (Rachmadi et al., 1996).
Karakter-karakter yang diamati memiliki nilai
heritabilitas rendah, sedang, dan tinggi. Karakter yang tergolong
memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu tinggi tanaman, jumlah
cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo,
bobot 100 biji dan bobot brangkasan sedangkan yang tergolong
memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu jumlah polong total,
jumlah polong bernas, bobot biji ,dan indeks panen kering.
Hanya persentase batang yang masih hijau dengan nilai 0.42
yang tergolong heritabilitas sedang.
Karakter daya hasil merupakan karakter yang
dipengaruhi oleh beberapa gen. Masing-masing memberikan
pengaruh yang lebih kecil terhadap penampakan fenotipe
dibandingkan pengaruh lingkungan. Sehingga dapat dilihat
pada Tabel 7 bahwa nilai heritabilitas yang diperoleh tergolong
rendah.
Koefisien keragaman genetik menunjukan besaran
ragam genetik dalam populasi. Nilai KKG dapt digolongkan
menjadi tiga kelompok yaitu sempit (0-10 %), sedang (10-20
%), dan luas (> 20 %). Karakter dengan nilai KKG luas yaitu
kadar klorofil, jumlah polong cipo, dan bobot polong cipo
sedangkan karakter dengan nilai KKG sedang yaitu tinggi
tanaman, jumlah cabang, persentase batang masih hijau, dan
bobot brangkasan. Karakter jumlah polong total, jumlah polong
bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot biji,
bobot 100 biji, dan indeks panen kering. Nilai KKG yang rendah
menyatakan bahwa terdapat pengeruh lingkungan yang lebih
dominan dibandingkan pengaruh genetik.
Adisarwanto, T., A.A. Rahmianna, dan Suhartina. 1993.
Budidaya Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Malang. Malang.
Seleksi Galur-galur Terbaik Kacang Tanah
Balitan. 2010. PTT kacang tanah. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor . 24 hal.
Seleksi yang dilakukan terhadap kacang tanah yaitu
terhadap karakter jumlah polong. Yudiwanti et al (1998)
menyatakan bahwa karakter jumlah polong total dan jumlah
polong isi lebih mencerminkan potensi genetik daya hasil
genotipe kacang tanah berkaitan dengan penyakit bercak daun
hitam. Hal ini dikarenakan polong terbentuk sebelum penyakit
bercak daun menyerang sehingga jumlah polong yang terbentuk
lebih disebabkan potensi genetik tanaman itu sendiri. Sedangkan
karakter bobot biji lebih dipengaruhi kondisi lingkungan tumbuh
saat fase pengisian polong.
Hutagalung, JCSBY. 1998. Analisis Lintas Komponen Produksi
Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Tabel 10. Urutan Genotipe Berdasarkan Bobot Biji per Tanaman
Genotipe
GWS134D
GWS39D
GWS79A
GWS110A2
GWS39B
GWS134A1
GWS73D
GWS110D
GWS18A1
Gajah
Zebra Putih
GWS27C
GWS110A1
GWS74A1
GWS72A
Sima
GWS74D
Jerapah
GWS138A
GWS134A
Jumlah
Polong Total
12.3
12.0
11.7
11.7
11.3
10.9
10.5
10.2
10.2
10.0
9.9
9.0
8.8
8.7
8.6
8.1
8.0
7.9
7.7
7.3
Genotipe
GWS134D
GWS39D
GWS110A2
GWS39B
GWS79A
GWS134A1
GWS73D
GWS110D
GWS18A1
Gajah
Zebra Putih
GWS110A1
GWS27C
GWS72A
GWS74A1
GWS74D
Sima
Jerapah
GWS138A
GWS134A
Jumlah Polong
Bernas
11.8
11.8
11.4
11.2
10.9
10.6
10.3
10.1
9.9
9.5
9.4
8.6
8.3
8.3
8.3
7.8
7.8
7.6
7.5
6.6
Terdapat sembilan galur generasi lanjut yang memiliki
jumlah polong total dan jumlah polong bernas yang lebih tinggi
dari varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D,
GWS79A, GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D,
GWS110D, dan GWS18A1.
KESIMPULAN
Terdapat perbedaan keragaan pada galur-galur generasi
lanjut yang diuji untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang,
kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan
bobot 100 butir, sedangkan karakter lainnya tidak terdapat
perbedaan yang nyata. Terseleksi sembilan galur yang berdaya
hasil tinggi dan lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan
varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D, GWS79A,
GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D,
dan GWS18A1.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2001. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah
di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya.
Jakarta. 88 hal.
Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. Firs edition.
John Wiley and Son. New York. 483 p.
Allard, R.W. 1989. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan dari :
Principles of Plant Breeding. Penerjemah : Manna.
Penerbit Bina Aksara. Jakarta. 642 hal.
Badan Meteorologi, klimatologi, dan Geofisika (BMKG)nKec.
Dramaga, Kab. Bogor. 2010.
Badan Pusat Statistika. 2010. Harvested Area, Yield Rate, and
Production
of
Peanut
by
Province.
http://www.bps.go.id. (03 Desember 2010).
Kasno, A. 1993. Pengembangan Varietas Kacang Tanah. Balai
Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang.
Kasno, A. 2006. Prospek Pengembangan Kacang Tanah di
Lahan Kering Masam dan Lahan Pasang Surut.
http://balitkabi.litbang. deptan.go.id. (27 Mei 2009).
Kusumo, Yudiwanti WE. 1996. Analisis Genotipik Ketahanan
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) terhadap
Penyakit Bercak Daun Hitam Disebabkan oleh
Phaeoisariopsis personata (Berk. & Curt) v. Arx.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Rohaeni, W.R. 2010. Pendugaaan Parameter Genetik dan
Seleksi Rils F6 Kedelai Hasil SSD untuk Toleransi
terhadap Cahaya Rendah. Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. 100 hal.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman pangan Di
Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
449 hal.
Sumarno dan P. Slamet. 1993. Fisiologi dan Pertumbuhan
Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan
Malang. Malang.
Trusnitah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Balai Penelitian
Tanaman Pangan Malang. Malang.
Yudiwanti, S. Sastrosumarjo, S. Hadi, S. Karama, A. Surkati,
dan A.A. Mattjik. 1998. Korelasi Genotipik Antara
Hasil dengan Tingkat Ketahanan Terhadap Penyakit
Bercak Daun Hitam pada Kacang Tanah. Bulletin
Agronomi 26(1):16-21.
Download