II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium

advertisement
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium)
Talas kimpul termasuk dalam jenis tanaman talas-talasan yang berasal dari
benua Amerika. Talas ini memiliki nama ilmiah yaitu Xanthosoma sagittifolium.
Talas kimpul sering disebut juga dengan talas Belitung. Talas ini merupakan
tumbuhan yang dapat tumbuh sepanjang tahun di wilayah tropis maupun
subtropis. Talas kimpul merupakan tanaman yang mudah ditanam, sehingga
sangat layak untuk dikembangkan. Umumnya talas kimpul ditanam sebagai
tanaman sela di antara tanaman palawija lain atau di pekarangan (Wariyah, 2012).
Tinggi tanaman talas kimpul dapat mencapai dua meter, tangkai daun
tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi yang merupakan batang dari
bawah tanah. Secara anatomi, umbi talas kimpul tersusun atas parenkim yang
tebal, terbungkus kulit berwarna coklat pada bagian luar dan umbi berpati pada
bagian dalamnya (Jatmiko dkk., 2014). Menurut Anon (2011), taksonomi dari
tanaman talas kimpul adalah :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub Kelas
: Arecidae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
5
Genus
: Xanthosoma
Spesies
: Xanthosoma sagittifolium
Talas kimpul mudah mengalami kerusakan karena kandungan airnya yang
cukup tinggi. Pada Tabel 1 dapat dilihat kandungan air talas kimpul yaitu 63,1
gram per 100 gram talas kimpul mentah. Komponen terbesar lainnya yang
terdapat pada talas kimpul adalah karbohidrat yang dapat dipecah menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Talas kimpul juga mengandung senyawa antigizi
berupa kalsium oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan
iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikonsumsi
(Ayu, 2014). Senyawa antigizi adalah senyawa kimia yang dapat mengganggu
fungsi dan atau ketersediaan hayati zat gizi. Komposisi gizi dan kimia talas
kimpul tergantung dari varietas, iklim, kesuburan tanah dan umur panen.
Komposisi kimia talas kimpul dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Umbi Talas Kimpul dalam 100 g
Kandungan Gizi
Energi (kal)
Air (g)
Karbohidrat (g)
Serat Kasar (g)
Protein (g)
Abu (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin C (mg)
Sumber : Ridal, 2003
Umbi Mentah
145
63,1
34,2
1,5
1,2
1
0,4
26
54
1,4
2
Salah satu keunggulan yang terdapat pada talas kimpul adalah adanya
kandungan senyawa bioaktif yaitu senyawa diosgenin. Senyawa diosgenin
diketahui bermanfaat sebagai anti kanker, menghambat proliferase sel, dan
6
memiliki efek hipoglikemik (Jatmiko dan Estiasih, 2014). Nilai lebih dari talas
adalah kemudahan patinya untuk dicerna. Hal ini disebabkan oleh ukuran granula
patinya yang cukup kecil dan patinya mengandung amilosa dalam jumlah yang
cukup banyak (20-25%). Selain itu, talas juga bebas dari gluten, maka pangan
olahan dari talas dapat digunakan untuk diet individu yang memiliki alergi
terhadap gluten (Koswara, 2014).
2.2.
Senyawa Oksalat
Senyawa oksalat terdapat di dalam cairan sel tanaman terutama sebagai
asam oksalat dan garam kalsium oksalat atau kalsium oksalat. Pada awalnya
kalsium oksalat berbentuk senyawa asam oksalat dan asam oksalat tersebut
diperlukan dalam tanaman sebagai pengikat ion kalsium. Akibat proses
pengangkutan tersebut terjadi akumulasi kalsium oksalat dalam vakuola tanaman.
Asam oksalat merupakan asam organik (dikarboksilat) yang paling sederhana
dengan rumus molekul H2C2O4. Sedangkan rumus molekul dari kalsium oksalat
adalah CaC2O4 yang mempunyai titik leleh 2000C dan sukar larut dalam air
(Franceschi dan Horner, 1980). Senyawa asam oksalat dan kalsium oksalat
mempunyai rumus bangun seperti pada gambar berikut :
(A)
(B)
Gambar 1. Asam oksalat (A) dan kalsium oksalat (B)
7
Oksalat dapat ditemukan di berbagai macam sayuran dan umbi-umbian,
seperti pada sayur bayam, ubi jalar, kacang, serta umbi talas. Asam oksalat
terdistribusi secara luas dalam bentuk garam potasium dan kalsium yang terdapat
pada daun, akar dan rhizoma dari berbagai macam tanaman.
Asam oksalat bersifat larut dalam air, sementara kalsium oksalat tidak
larut dalam air tetapi larut dalam asam kuat (Koswara, 2014). Asam oksalat
bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang
tidak larut dan tidak dapat diserap tubuh. Hal ini bukan hanya mencegah
penggunaan kalsium yang terdapat dalam produk-produk yang mengandung
oksalat, tetapi menurukan penyerapan kalsium yang diberikan oleh bahan pangan
lain. Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena
senyawa tersebut bersifat toksik. Menurut Anon (2012), pada dosis 6-8 gram/kg
berat badan asam oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi
umumnya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 15-30 gram/kg
berat badan.
Asam oksalat yang disimpan di dalam vakuola diperlukan di dalam sel
untuk mengikat ion kalsium. Adanya senyawa oksalat pada talas seringkali
menyebabkan rasa gatal pada rongga mulut dan tenggorokan saat dikonsumsi.
Rasa gatal pada saat mengkonsumsi talas disebabkan oleh tusukan jarum-jarum
kristal kalsium oksalat yang terbungkus dalam suatu kapsul transparan berisi
cairan yang berada di antara sel-sel umbi tersebut. Kapsul-kapsul ini disebut rafid.
Rafid-rafid ini tertancap pada dinding pemisah antara dua vakuola pada jaringan
talas dan ujung-ujungnya berada pada vakuola tersebut. Jika bagian talas dikupas
atau dipotong-potong, maka vakuola yang berisi air karena perbedaan tegangan
8
pada kedua vakuola itu menyebabkan dinding kapsul pecah. Akibatnya kristal
kalsium oksalat tersembul ke permukaan dan menusuk ke bagian kulit. Tusukantusukan inilah yang menyebabkan timbulnya rasa gatal pada mulut, tenggorokan,
atau kulit tangan (Koswara, 2014). Kalsium oksalat tidak dapat larut dalam
plasma darah dan dapat menjadi pemicu tumbuhnya batu ginjal (Holmes dan
Kennedy, 2000).
Kadar oksalat dapat dikurangi dengan melakukan perlakuan pendahuluan
yang benar. Menurut Saridewi (1992), menghilangkan rasa gatal asam oksalat
dapat dilakukan dengan perendaman selama 16 jam dan perlakuan perebusan
maupun pengukusan. Selain itu, Chotimah dan Fajarini (2013) mengatakan bahwa
penurunan kalsium oksalat dapat dilakukan dengan cara perebusan menggunakan
larutan NaCl 2% pada suhu 800C selama 30 menit yang mampu menurunkan
kandungan kalsium oksalat sebesar 49,38% dan penggunaan larutan ini tidak
mengubah rasa dari talas.
Menurut Koswara (2014), proses fermentasi juga dapat mengurangi
kandungan asam oksalat yang menyebabkan rasa gatal pada talas. Hal ini
disebabkan karena pengaruh penurunan pH yang menyebabkan bentuk oksalat
berubah dari oksalat tidak larut dalam air menjadi oksalat larut. Menurut Simpson
et al., (2009), pH pada saat proses pemasakan juga akan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap jumlah oksalat terlarut yang akan berikatan dengan
kation mineral bebas. pH kurang dari 6 menyebabkan menurunnya ion oksalat
divalent terdeprotonasi (C2O42-) sehingga dapat mengurangi potensi berikatan
dengan mineral kation (terutama Ca2+) untuk membentuk oksalat tidak terlarut.
Hal ini akan menyebabkan meningkatnya oksalat terlarut dan oksalat tersebut
9
akan digunakan oleh bakteri anaerobik sebagai sumber energi sehingga kadar
oksalat akan menurun (Wadamori et al., 2014).
2.3.
Ragi Tape
Ragi merupakan kumpulan kapang khamir dan bakteri yang digunakan
untuk pembuatan produk fermentasi. Ragi memiliki aroma rempah-rempah yang
sangat khas. Ragi tape umumnya memiliki bentuk pipih dengan diameter 3-6 cm
dan ketebalan 0,5 cm (Hidayat, et al., 2006).
Bahan-bahan tradisional digunakan dalam pembuatan ragi tape seperti
laos, bawang putih, tebu kuning atau gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur
dengan tepung beras, lalu ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan
ini kemudian didiamkan dalam suhu kamar selama 3 hari dalam keadaan terbuka,
sehingga ditumbuhi khamir dan kapang secara alami. Setelah itu adonan yang
telah ditumbuhi mikroba diperas untuk mengurangi airnya, dan dibuat bulatanbulatan lalu dikeringkan (Purwanto, 2014).
Mikroba yang diduga paling berperan dalam fermentasi tape adalah
Amylomyces rouxii, Endomycopsis, dan Saccharomyces cereviceae. Selain itu
dijumpai pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus)
(Suliantari dan Rahayu, 1990).
Jumlah ragi yang digunakan mempengaruhi proses fermentasi tape,
apabila jumlah ragi terlalu sedikit maka menghambat mikroorganisme yang
berperan dalam proses fermentasi tape, sedangkan jumlah ragi yang terlalu banyak
justru akan memperlambat proses fermentasi tape dan mikroorganisme pembusuk
akan tumbuh sehingga tape menjadi busuk (Astawan, 1991 dalam Purwanto,
10
2014). Aspergillus merupakan kapang amilolitik yang dapat menghidrolisis pati
menjadi gula-gula sederhana, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansenula
dapat merombak gula menjadi alkohol. Bakteri Acetobacter dapat mengubah
alkohol menjadi asam asetat (Dwijoseputro, 1990).
Tabel 2. Mikroba pada Ragi Tape dan Tape di Indonesia
Genus
Species
Candida
C. guilliermodii
C. humicola
C. intermedia
C. japonica
C. lactose
C. melinii
C. mycoderma
C. parapsilosis
C. parapsilosis var. Intermedia
C. pelliculosa
C. solani
Saccharomyces
S. cerevisiae
Endomycopsis
E. Chodatii
E. Fibuliger
Hansenula
H. subpelliculosa
H. anomala
H. Malanga
Amylomyces
A. Rouxii
Aspergillus
A. Oryzae
Fusarium
Fusarium sp
Mucor
M. circinelloides
M. javanicus
M. rouxii
Rhizopus
Rhizopus sp.
R. oryzae J
Sumber : Steinkraus (1996)
2.4.
Fermentasi
Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan
kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Prinsip dasar fermentasi pangan berpati
adalah degradasi komponen pati menjadi dekstrin dan gula, selanjutnya diubah
11
menjadi alkohol atau asam sehingga menghasilkan makanan fermentasi berasa
manis, mengandung alkohol dan sedikit asam (Rahayu dan Sudarmadji, 1989).
Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30oC. Derajat
keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk
proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5. Menurut Gunadnya dan Antara
(1997), lama fermentasi tergantung pada suhu inkubasi, biasanya berkizar 48-72
jam. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jalannya proses fermentasi,
yaitu diantaranya air, udara (oksigen), suhu dan asam (Sudjatha, et al., 1989)
Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari
tiga tahap penguraian yaitu : (1) molekul-molekul pati akan dipecah menjadi
dekstrin dan gula-gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik, (2) gulagula yang terbentuk akan diubah menjadi asam-asam organik dan alkohol, (3)
asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk citarasa tape yaitu ester
(Dewi, 2014). Fermentasi tape dinyatakan cukup apabila telah terbentuk tekstur
yang lunak, rasa manis dan aroma yang khas.
Fermentasi gula oleh ragi dapat menghasilkan etil alkohol dan karbon
dioksida menjadi dasar dari pembuatan tape. Enzim yang mampu memecah
glukosa menjadi alkohol dan CO2 adalah enzim komplek yang disebut invertase
yang dihasilkan oleh genus Saccharomyces (Wulandari, 2012). Pemecahan pati
menjadi asam asetat secara enzimatis dapat dilihat pada reaksi dibawah ini :
C6H10O5 + H2O
C6H12O6
Amylomyces rouxii
Saccharomyces cereviseae
C6H12O6
2 C2H5OH + 2 CO2
Acetobacter aceti
2 C2H5OH
CH3COOH + H2O
12
Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akan
dipecah menjadi asam asetat dengan adanya bakteri Acetobacter aceti pada
kondisi aerobik. Pada proses fermentasi lanjut, asam-asam organik yang terbentuk
seperti asam asetat akan bereaksi dengan etanol membentuk suatu ester aromatik
sehingga tape memiliki rasa yang khas (Wulandari, 2012).
Asam-asam organik yang terbentuk antara lain asam laktat, asam asetat,
dan asam lainnya. Bakteri asam laktat merupakan bakteri penghasil sejumlah
besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam
laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH lingkungan
pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Bakteri asam asetat seperti
Acetobacter aceti melakukan metabolisme yang bersifat aerobik. Peranan
utamanya dalam fermentasi bahan pangan adalah mengoksidasi alkohol dan
karbohidrat lainnya menjadi asam asetat (Buckle, et al., 1987).
2.5.
Tape
Tape merupakan salah satu jenis makanan tradisional Indonesia. Tape
terbentuk karena proses fermentasi yang terjadi dengan bantuan mikroba yang
terdapat dalam ragi. Tape dihasilkan dari proses fermentasi oleh sejenis khamir
(yeast) Saccharomyces cerevisiae, kapang Aspergillus sp., serta bakteri
(Suwaryono dan Ismeini, 1988). Tape umumnya terbuat dari bahan pangan yang
memilliki kandungan karbohidrat tinggi seperti ketan dan singkong. Bahan
pangan lainnya yang mengandung karbohidrat tinggi juga dapat digunakan untuk
bahan pembuatan tape seperti ubi jalar dan talas.
13
Tape mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan aroma
yang khas. Tekstur lunak dan berair yang merupakan efek dari fermentasi. Rasa
manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula yang ada dalam tape tersebut, tetapi
kadang-kadang pada sejenis tape tertentu rasa asam agak menyengat. Hal ini
biasanya disebabkan oleh perlakuan selama proses pembuatan yang kurang teliti,
misalnya penambahan ragi yang terlampau banyak atau berlebihan, penutupan
yang kurang sempurna selama proses berlangsung, ataupun karena fermentasi
yang terlalu lama (Suwaryono dan Ismeini, 1988).
Proses pembuatan tape dimulai dengan bahan yang dicuci terlebih dahulu
untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada bahan. Bahan kemudian
dipotong dan dikukus atau direbus. Bahan yang sudah dikukus atau direbus
tersebut ditiriskan hingga dingin, lalu ditambahkan ragi dan kemudian ditutup
dengan daun dan difermentasi selama 2-3 hari.
14
Download