Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Rosika Herwin Puspitasari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia Herman J.Waluyo Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia Nugraheni E. Wardhani Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia Abstract Drawing on sociological theory, this study discusses the background of the writer Eka Kurniawan, author of Cantik Itu Luka, in the context of Javanese society along with audience response to the novel and aspects of character embodied in the novel. Analysis of the text suggests that specific elements of the content might impress readers as unexpected, despite representing elements of Javanese culture accurately and in a balanced manner. As such, the work is especially valuable as material for university study as an example of modern Indonesian literature that integrates the cultural context with a more universal conception of character that is relevant beyond the Javanese community where the novel is set. Latar Belakang Secara utuh karya sastra terbagi atas tiga macam, yakni puisi, prosa, dan drama. Ketiga jenis karya sastra tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda, namun ketiganya juga memiliki kesamaan yang tidak dapat terpisahkan, yakni sama-sama memiliki makna yang terpendam jauh di dalamnya. Sehingga, tidak tampak jelas jika melihatnya secara sekilas (Nurgiyantoro. 2009:12). Salah satu hasil karya sastra yang diminati oleh masyarakat pada umumnya berupa novel. Hal ini dikarenakan genre dari novel tersebut beraneka ragam dari romantis, remaja, horor, detektive, perjuangan, sejarah, dan lain sebagainya. Unsur instrinsik akan membahas tentang apa saja yang tekandung di dalam novel seperti alur, tema, plot, latar, setting, tokoh, watak, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur dari luar karya sastra itu secara tidak langsung dapat berpegaruh seperti sosiologi, psikologi filsafat, agama, politik, budaya, dan lain-lain (Endraswara, 2008:163). Sedangkan, dalam unsur ekstrinsik akan lebih mengupas tentang unsur yang mendukung terbentuknya novel dilihat dari diluar cara pengembangannya, karena unsur ekstrinsik ini akan membahas tentang seberapa dalam pengarang mengembangkan ceritanya sesuai dengan pengalaman yang pengarang miliki. ISSN – 2206-0596 (Online) 1 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Tokoh utama dalam novel Cantik Itu Luka adalah sosok Dewi Ayu, perempuan yang menjadi pusat dalam cerita yang disuguhkan oleh Eka Kurniawan. Sosok yang menjadi primadona di dunia pelacuran di desa Halimunda. Seorang perempuan yang melahirkan empat orang putri, satu diantara memiliki rupa meyerupai monster yang ia beri nama Si Cantik. Ketidak sukaan akan keberadaan semua putrinya dilandaskan pada ketidak jelasan ayah dari anak-anaknya, cara membesarkan ketiga putrinya yang seenak hatinya tanpa melimpahkan kasih sayang dan menyiksa serta menyumpahi kandungannya pada saat putri keempatnya secara sadar. Penjabaran cerita yang seperti inilah yang menjadikan peneliti semakin tertarik untuk mengupas tentang novel yang disuguhkan oleh pengarang. Disamping itu peneliti juga mengarah pada reputasi yang diciptakan oleh pengarang melalui novel Cantik Itu Luka. Pengarang yakni Eka Kurniawan menyusun novel Cantik Itu Luka pada tahun 2002 dan merupakan hasil karya pertama yang berupa novel dan masih beredar di Indonesia. Pada tahun 2012 novel Cantik Itu Luka diminati oleh pembaca asing dan dipindah bahasakan ke dalam bahasa Inggris, bahasa Melayu Malaysia, dan bahasa Jepang. Novel Cantik Itu Luka ini memenuhi nilai pendidikan karakter yang dibutuhkan mahasiswa dalam mengolah novel menjadi sebuah kajian kritik sastra. Selain nilai pendidikan dalam novel Cantik Itu Luka terpapar dengan jelas, nilai pendidikan yang diangkat bukan nilai pendidikan yang diperoleh sekolah melainkan nilai pendidikan yang didapatkan dari pengalaman dan kehidupan bermasyarakat yang dikaji dalam sosiologi sastra. Sejalan dengan hal tersebut, Laurenson dan Swingewood menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra, yakni: 1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra itu diciptakan; 2) Penelitian akan mengungkap sastra sebagai cerminan situasi sosial penulisannya; 3) Penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya (Endarswara, 2008:78). Berkenaan dengan sosial budaya yang terdapat dalam novel Cantik Itu Luka, peneliti dalam kajian ini akan membandingkan dengan penelitian yang relevan yang berhubungan kebudayaan yang terdapat di India. Yang membedakan dalam kajian kali ini adalah letak kebudayaan tersebut, India mengenalkan kebudayaan yang berkenaan dengan upacara pernikahan sedangkan Indonesia mengenalkan kebudayaan yang berkenaan dengan upacara kematian yang terdapat di wilayah Jawa. Penelitian terdahulu yang berkenaan dengan kebudayaan ini adalah penelitian milik Maryem Karlik dan Azzam Akbarov yang berjudul Marriage Language and Culture. Penelitian tersebut berisikan bahasa yang dipergunakan oleh seseorang dalam melakukan tindakan komunikasi yang menjadi tujuan utama sebagai makhluk sosial dan dengan bahasa manusia akan menemukan kebiasaan atau adat di suatu daerah tertentu. Sedangkan, kajian sosiologi sastra merupakan cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat (Suwardi, 2008:77). Pendapat tersebut memperkuat pendapat peneliti yang berhubungan dengan kajian sosiologi sastra, ISSN – 2206-0596 (Online) 2 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 kajian sosiologi sastra pada dasarnya akan mempelajari tentang kajian yang terdapat dalam masyrakat dan lingkungan sekitarnya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat milik Damono (1979:1) yang menyatakan salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial). Tujuan studi atau kajian sosiologi dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat (Pradopo, 1993:34). Hubungan kajian sosiologi sastra dengan novel Cantik Itu Luka terdapat pada pemanfaatan novel tersebut dalam lingkup masyarakat. Pengaruh yang diberikan novel pada pembaca, sedangkan sasaran dari kajian ini adalah mahasiswa dari berbagai golongan strata. Hal ini dikarenakan gaya bahasa yang disuguhkan oleh Eka Kurniawan terbilang penuh dengan filosofi, sehingga pembaca membutuhkan pemahaman yang tinggi untuk memahami bacaan tersebut. Pemilihan mahasiswa sebagai subjek penelitia ini dikarenakan tingkat mahasiswa sudah memiliki pengalaman membaca sastra lebih banyak dibandingkan dengan tingkat SMA, dan mahasiswa sudah banyak mengenal berbagai bentuk gaya bahasa pengarang dari berbagai genre yang disuguhkan oleh semua pengarang di Indonesia. Sehingga, pembaca terutama mahasiswa dapat melakukan kritik sastra dengan baik, tanpa mengurangi makna dalam isi novel tersebut. Dengan demikian, penelitian ini akan berorientasi pada kajian sosiologi sastra pada novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan dengan subjek penelitian adalah mahasiwa strata S1 dan S2, karena novel tersebit menyajikan beberapa bentuk kebudayaan Jawa yang sering dijumpai dalam kehidupan nyata. Selain itu kajian ini memiliki tujuan untuk mengenalkan Eka Kurniawan sebagai pengarang Indonesia yang memiliki karya sastra berupa novel dengan judul Cantik Itu Luka sebagai pengarang terpopuler di Jepang, Malaysia, Singapura dan Eropa, dan karyanya selalu terbit sebagai bestseller. Keunikan dalam novel Cantik Itu Luka yang lain adalah jalan cerita yang diluar dugaan pembaca atau susah ditebak bagaimana kelanjutan cerita tersebut. Cara penyampaian yang digunakan berbeda dengan pengarang yang lain, karena pengarang lebih menggunakan cara atau pola pengembangan cerita dengan pola penggambaran pengarang dari luar negeri. Jadi, sintesis dari penjabaran diatas yakni pengarang hadir dengan sosok yang berbeda dan dengan bentuk tulisan yang unik dan berisi. Pengertian Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah suatu telaah sastra yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam suatu masyrakat yang berkenaan dengan sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain (Semi, 1993:52). Pandangan Atar Semi yang mendeskripsikan kajian sosiologi sastra tidak jauh beda dengan unsur-unsur yang terdapat kajian unsur ekstrinsik karya sastra, karena sosiologi sastra ingin ISSN – 2206-0596 (Online) 3 Puspitasari, Waluyo & Wardhani mengkaitkan penciptan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial (Retno, 2009:164). Kajian yang dipergunakan dalam penelitian dalam penelitian ini adalah sebuah kajian sosiologi sosial dari Wellek dan Austin, karena dalam kajian ini Wellek dan Austin memandang sosiologi sastra menjadi tiga tahapan yakni sosiologi pengarang, pembaca dan secara umum. Dengan memperhatikan ketiga aspek yang dianut oleh Wellek dan Austin tersebut, peneliti dapat melakukan analisis yang sesuai dengan kajian yang diperlukan. Konteks sosial sastrawan terdapat hubungan yang sesuai dengan posisi sosial sastrawan dalam masyrakat dan kaitannya dengan masyrakat pembaca, dalam bidang pokok tersebut terdapat faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi hasil karya pengarang. Hal yang lebih diutamakan dalam penelitian inia adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana seorang sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyrakat secara langsung atau bekerja rangkap, 2. Profesionalisme dalam keoengarangan; sejauh mana sastrawaan menganggap perkerjaannya sebagai suatu profesi, 3. Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini, kaitan antara sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat sangat penting sebab seringkali didapti bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra pengarang terhadap karya sastra itu sendiri (Damono, 2002:3-4). Dari yang kemukakan oleh Wellek dan Austin serta Watt, wilayah yang menjadi kajian sosiologi sastra pengarang antara lain adalah berupa: 1. Status sosial pemgarang, 2. Ideologio sastra pengarang, 3. Latar belakang sosial budaya pengarang, 4. Posisi sosial pengarang dalam masyarakat, 5. Masyarakat pembaca yang dituju, 6. Mata pencaharian sastrawan (dasar ekonomi produksi sastra), 7. Profesionalisme dalam kepengarangan (Wiyatmi, 2013:30). Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pengarang, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam sosial sastra adalah sebagai berikut: 1. Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi, dalam pandangan bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak. 2. Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka, dalam hal ini gagasan-gagasan seni untuk seni. 3. Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono, 2002:4). ISSN – 2206-0596 (Online) 4 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Hal-hal utama yang perlu diperhatikan dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan ini adalah: a). Bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian, b). Sejauh mana pengarang menganggap pekerjannya sebagai profesi, dan c). Masyarakat yang dituju oleh pengarang. Sastra sebagai cermin masyrakat, hal tersebut menggunakan pendekatan a). Sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikan, b) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili seluruh masyakat. Fungsi sosial sastra, dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian a). Sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, b) sejauh mana pengarang hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan c). Sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan point a dan b diatas (Damono, 2002:8). Status sosial pengarang sering kali disebut sebagai kedudukan atau posisi. Peringkat seseorang dalam kelompok masyrakat, status sosial sering disebut dengan nama yang beraneka ragam dari segala tempat atau posisi dalam kelompok sosial.status dalam sosial di golongkan menjadi dua yakni ascribbed status (kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan), achieved status (dapat dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal atau masyarakat dimana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial), dan assigned status (kedudukan yang diperoleh seseorang karena pemberian sebagai penghargaan jasa dari kelompok tertentu) (Soekanto, 1970:239). Sedangkan, memiliki arti sebagai himpunan dari nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap suatu kejadian kejadian atau permasalahan yang dihadapi pengarang, sedangkan latar belakang sosial budaya pengarang adalah masyrakat dan kondisi sosial budaya dari mana pengarang dilahirkan, tinggal, dan berkarya (Wiyatmi, 2013:33-34). Fenomena Masyarakat Jawa Sastra sebagai cermin masyrakat yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat, perhatian yang perlu dituangkan adalah sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu menulis karya sastra tersebut. Karya sastra sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan untuk menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyrakat, pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat (Damono, 2002:4). Keberadaan karya sastra, dengan demikian selalu harus dipahami dalam hubungannya dengan segi-segi kemasyarakatan, sastra dianggap sebagai salah satu fenomena sosial budaya sebagai produk masyarakat. Pengarang sebagai pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat, menciptakan karya sastra, juga salah satu aspek yang mempengaruhi masyarakat tempat hidup pengarang. ISSN – 2206-0596 (Online) 5 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif yang berbeda. Pertama, perspektif teks sastra artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sekitarnya, kedua berkenaan dengan perspektif biografis yang berhubungan dengan menganakisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif yakni penelitian menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra (Endraswara, 2013:81). Pembicaraan tentang pengaruh sosiobudaya terhadap penciptaan karya sastra yang ditumpukan kepada teori pertentangan kelas yang dilandasi oleh teori Marx. Pendekatan yang sesuai dengan teori dalam penelitian ini berupa pendekatan tanpa pertentangan kelas, yang menghubungkan sastra dengan bangsa yang sengaja diabaikan. Pendekatan Marxisme menggunakan perspektif sejarah yakni memahami apa yang telah berlaku dan bertujuan untuk membentuk suatu masyarakat baru, yang disesuaikan dengan ideologi masyarakat dan ke mana arah tujuan pembentukan masyarakat baru tersebut. Hubungan teori Marxisme dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Sastera adalah refleksi sosial. b) Keadaan sosial selalu ditandakan dengan pertentangan kelas dan seorang penulis akan menyuarakan suara kelas-kelasnya. c) Kesan pertentangan kelas ini akan ditemui juga dalam karya sastra, sehingga tokoh-tokoh dalamnya merupakan tokoh yang representatif yang mewakili kelas sosial tertentu. (Junus, 1986:21) Budaya berkenaan dengan bagaimana manusia hidup dan mempertahankan diri. Budaya adalah salah satu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya diidentifikasikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan diri, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan hubungan bruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu maupun kelompok (Scoot, 2012:67). Ki Hajar Dewantara (1994:72) menyatakan kebudayaan segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya, karena kebudayaan timbul tidak lain daripada keinginan dan hasrat manusia untuk mencapai hidup yang serba senang, hidup lahir dan batin. Dalam menyelidiki kebudayaan dalam berbagai bagian-bagian yang dibutuhkan dalam hidup sosial. Penelitian ini akan menganalisis tentang Etnologi Jawa, yang mana Etnologi Jawa artinya ilmu yang mempelajari perbandingan budaya Jawa, dari sisi historis, sosiologis, psikologis, dan sisi pandang yang lain (Endraswara, 2015:1). Penelitian ini akan lebih fokus pada Etnososiologi sastra yang berhubungan dengan hubungan sosial budaya masyarakat Jawa, Stratifikasi Sosial Jawa, Hikayat asal usul suku Jawa dan bahasa Jawa, perubahan kelas dan struktur sosial pada masyarakat Jawa, kekerabatan orang Jawa, dan Sosialisasi dan Enkulturasi keluarga Jawa. ISSN – 2206-0596 (Online) 6 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 Hubungan sosial budaya masyrakat Jawa menurut Endraswara (2015:164) yakni mereka yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan apa yang dijalankan melalui nilai-nilai budaya Jawa baik kebiasaan perilaku maupun seremonial. Sebagai sistem kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Jawa memiliki suatu pengalaman religius yang khs atau istilah umum yang dipergunakan adalah Islam Kejawen atau apapun penyebutan untuk agama lain. Secara umum pengalaman religius khas masyarakat Jawa adalah: (1) Kesatuan masyarakat, alam dunia, dan alam adikodrati sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecah belah, (2) Sangkan paraning dumadi, dan (3) Takdir (Suseno, 2001:48). Penelitian yang menggunakan kajian sosiologi sastra dalam novel Cantik Itu Luka ini akan mengupas hubungan sosial, stratifikasi sosial, perubahan kelas, kekerabatan, dan sosialisasi masyarakat Jawa yang tersaji dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurnaiwan. Resepsi Pembaca pada Novel Cantik Itu Luka Resepsi sastra menurut Umar Junus (1985:1) adalah bagaimana pembaca dapat memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat diberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya, karena itu tanggapan itu mungkin bersifat pasif. Pandangan ini mungkin memang perlu untuk situasi tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Andre Billaz (Junus, 1985:3) yang menyatakan penulis adalah seorang pujangga, filsuf, dan guru. Penulis yang paling banyak mengetahui makna dalam suatu teks sampai pada suatu titik di saat penulis tidak menyadari dnegan apa yang ditulisnya. Menurut pada perkembangannya, resepsi sastra muncul karena ketidakpuasan para pengamat sastra terhadap suatu teori bahwa dalam memahami karya sastra maka harus dikembalikan kepada penulisnya. Junus menyatakan bahwa kebutuhan resepsi dapat didasarkan pada beberapa pendapat yakni: 1). Pertumbuhan sastra tertulis yang meniadakan tukang cerita lisan, khalayak sastra dapat mengetahui isi cerita tanpa bertanya kepada penulisnya, 2). Pertumbuhan sastra baru, 3). Gerak sastra yang mendekatkan diri pada realitas kehidupan, sehingga ada usaha untuk menghindarkan diri dari filsafat dan mistik (Junus, 1985:10). Pembaca biasa yakni pembaca yang membaca karya sastra dalam arti sebenarnya, bukan sebagai bahan penelitian, sedangkan pembaca ideal yakni pembaca yang dibentuk atau diciptakan oleh penulis atau peneliti dai pembaca-pembaca biasa berdasarkan variasi tanggapan mereka yang tidak dapat dikontrol. Berdasarkan kesalahan dan keganjilan tanggapan mereka, yang putus-putus atau berdasarkan variabel lain yang mengganggu (Junus, 1985:52). Metode respon pembaca disebut dengan teori legetica dapat pula dijadikan rujukan pengembangan penelitian respon pembaca secara praktis. Norbert Groeben dalam Junus (1985:55) mengemukakan tujug metode penelitian respon pembaca seperti dijabarkan dibawah ini: 1. Parafrase 2. Analisis isi ISSN – 2206-0596 (Online) 7 Puspitasari, Waluyo & Wardhani 3. 4. 5. 6. Penentuan bagian teks yang relevan Asosiasi bebas Perbedaan semantik Penghilangan bagian tertentu kata dalam kalimat sehingga dapat dikethui kelompok kata yang hilang. 7. Sistem kartu dengan masing-masing pembaca yang mengemukakan pengertian terhadap teks (Junus, 1985:55-56) Dengan demikian dalam menentukan respon pembaca, peneliti dapat menemukan pendapat pembaca dengan berbagai teknik dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan penelitian itu sendiri. Dan peneliti dapat menentukan pembaca yang diinginkan seperti pembaca aktif ataupun pembaca pasif. Metodologi Penelitian Kajian sastra dengan pendekatan sosiologi sastra adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Data penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra berupa data verbal, yaitu data yang diperoleh dari paparan bahasa pernyataan tokoh yang berupa dialog dan monolog serta narasi yang terdapat dalam Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen dengan membaca novel secara kritis dan intensif. Teknik studi dokumen ini digunakan karena peneliti sedang melakukan penelitian berupa Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Peneliti akan menelaah karya sastra yaitu dengan mengklasifikasikan bagian-bagian tertentu yang merupakan bagian dari aspek psikologi tokoh dalam Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk memisahkan bagian-bagian yang termasuk sebagai data yang akan dianalisis sehingga mempermudah penelliti menguraikannya sesuai dengan rumusan masalah dan melakukan pencatatan secara aktif dengan metode content analysis. Aspek penting dalam content analysis adalah bagaimana hasil analisis dapat diimpllikasikan kepada siapa saja (Waluyo, 2006:65). Langkah-langkah dalam content analysis adalah sebagai berikut: 1. Membaca secara kritis dan berulang-ulang Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. 2. Mengumpulkan data dan mempelajari teori-teori yang relevan sesuai dengan kajian penelitian untuk dasar pijakan dalam menganalisis dan mengkaji novel; 3. Mencatat dan menganalisis semua data yang berupa kutipan penting sesuai dengan rumusan masalah yang akan dibahas. Penelitian ini selain menggunakan model analisis data interaktif Miles and Huberman juga menggunakan pendapat tentang Content Analysis. Pada dasarnya Content Analysis adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya, analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi (Bungin: 2007:163). Teknik ISSN – 2206-0596 (Online) 8 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 yang dipergunakan dengan content analysis dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan gambar seperti di bawah ini: Menemukan lambang/simbol Klasifikasi data berdasarkan lambang/simbol Predikasi/ menganalisis data Gambar 3. Teknik Content Analysis menurut Burhan Bungin (2007:167) Secara teknik Content Analysis mencakup upaya-upaya seperti klasifikasi lambanglambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria dalam melakukan kegiatan klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat predikasi. Content Analysis sering digunakan dalam analisis verifikasi, cara kerja atau logika analisis data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif. Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, melakukan kalisifikasi data dengan kriteria-kriteria tertentu dalam melakukan prediksi dengan teknik analisis (Bungin, 2007:167). Pembahasan Eka Kurniawan adalah salah satu pengarang yang berpengaruh dalam dunia sastra karena kepiawaiannya dalam mengembangkan ide serta gagasan yang menarik. Pengarang yang lahir di Tasikmalaya pada tanggal 28 November 1975 ini sejak lahir diasuh oleh kakek dan neneknya karena kedua orang tuanya bekerja di perkebunan Cilacap, sebelum keluarga Eka Kurniawan pindah ke Pangandaran. Di kota kecil ini Eka Kurniawan memasuki usia 13 tahun dan memasuki jenjang SMP di SMPN 1 Pangandaran. Sejak saat itulah Eka Kurniawan lebih menunjukkan keinginannya dalam bidang menulis. Masa SMP dipergunakan untuk menulis cerpen-cerpen lucu untuk dibaca teman-temannya tanpa dipublikasikan ke kalangan umum. Setelah tamat SMP, Eka Kurniawan melanjutkan kejenjang SMA di SMA 1 Tasikmalaya dan tinggal bersama bibinya. Pada masa ini Eka lebih memilih menyendiri di perpustakaan sekolah, menulis di rumah (hadiah mesin tik dari ayah karena berhasil mendapatkan juara sebagai lulusan terbaik) sampai Eka Kurniawan menemukan masa-masa yang ia rasa bosan. Salah satu tempat favorit dari Eka Kurniawan adalah berupa rawa-rawa Segera Anakan (tempat Nusa Kambangan berada), pelabuhan Cilacap, gua-gua peninggalan Jepang dan mulai menulis cerota tentang itu semua. Setelah lulus dari SMK PGRI ia melanjutkan ke Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tempat Eka Kurniawan berharap bertemu banyak orang yang bisa mengajarinya menulis. Karya sastra yang berhasil ditelurkan oleh Eka Kurniawan seperti: Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), dan Seperti Dendam Rindu ISSN – 2206-0596 (Online) 9 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Harus Dibayar Tuntas (2014); kumpulan cerita pendek terdiri dari Corat-Coret di Toilet (2000), Gelak Sedih (2005), Cinta Tak Ada Mati (2005); serta satu-satunya karya non fiksi adalah Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (1999). Novel Cantik Itu Luka merupakan novel pertama yang dipublikasikan oleh Eka Kurniawan. Novel tersebut di cetak oleh Gramedia Pustaka dari Kompas Gramedia, anggota IKAPI Jakarta pada tahun 2013. Kajian sosiologi sastra yang bertitik tolak pada orientasi seorang pengarang. Hal ini dikarenakan karya sastra merupakan refleksi zaman pada pandangan dunia pengarang serta tidak sebagai individu melainkan pengarang bagian dari anggota masyarakat sosial tertentu. Sosiologi pengarang dapat berupa interaksi dan interpretasi dari latar belakang kehidupan seorang pengarang dengan sosial masyarakat yang ada disekitarnya. Triangulasi metode yakni usaha mengecek keabsahan data, atau mengecek keabsahan penelitian. Triangulasi metode menurut bachri (2010:57) dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama, pelaksanaannyadapat juga dengan menggunakan cara cek dan ricek. Triangulasi metode dipergunakan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda (Rahardjo, 2010:60) sebagaimana dikenal dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. kuesioner Data wawancara Sumber data observasi Triangulasi Metode Sumber, Sutopo (2006:96) Latar belakang sosial budaya yang terkandung dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan menggambarkan adat atau kebiasaan masyarakat Jawa secara umum. Masyarakat Jawa yang identik dengan upacara adat dalam memperingati suatu acara untuk menunjukkan rasa terima kasih dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang didapatkannya. Upacara adat dalam masyarakat Jawa dapat berupa Tujuh Bulanan, Mantenan, hingga Kematian. Rosinah berjalan di belakang keranda yang dibawa empat lelaki kampong. Si bayi yang tertidur pulas dipelukannya, dilindungi ujung kerudung hitam yang dikenakannya. Seorang perempuan, si cengeng itu, berjalan disampingnya denga sekeranjang kelopak bunga. Rosinah meriah bungabunga itu, melemparkannya ke udara beserta uang-uang logam yang segera menjadi rebutan anak-anak kecil yang berlari di bawah keranda, ISSN – 2206-0596 (Online) 10 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 terjungkal ke selokan atau terinjak para pengiring jenazah yang mendendangkan shalawat nabi. (CIL. 12) Proses melemparkan uang dengan uang di udara merupakan salah satu adat atau kebiasaan dari Jawa untuk mengiringi jenasah ke kubur. Hal ini dilakukan pada proses perjalanan jenazah menuju peristirahatan terakhir. Istilah Jawa yang dipergunakan untuk mengenal penaburan bunga beserta uang logam ini disebut dengan Sawur. Sawur terdiri dari sejumlah uang logam, beras kuning (beras yang dicampur dengan kunyit yang diparut) ditambah kembang telon (mawar, melati dan kenanga) serta sirih kinang dan beberapa gelintir rokok linting. Semuanya itu ditempatkan dalam bokor atau takir (wadah yang terbuat dari daun pisang). Seperti disebutkan di atas, hal ini dimaksudkan sebagai bekal si mati agar selalu mendapatkan kemurahan dari Tuhan, di samping juga ditujukan terhadap keluarga yang ditinggalkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sosial budaya yang terdapat dalam novel Cantik Itu luka adalah sebagai berikut: Faktor agama yang dapat dilihat dari latar belakang sosial budaya dalam novel Cantik Itu Luka dari segi agama. Menunjukkan bahwasannya dalam novel CIL agama yang lebih ditonjolkan yakni agama Islam dan Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan memunculkan sosok kyai dan Suster Maria dalam novel tersebut, selain itu terdapat dialog yang berisikan tindakan salah atau keluar dari norma pada sosok Dewi Ayu berdasarkan dalil-dalil yang terdapat kitab suci Al-Quran. Hal tersebut dapat dilbuktikan dengan kutipan-kutipan dalam teks seperti dibawah ini: Kyai Jahro, imam masjid itu, akhirnya menyerah dan memimpin pemakam Dewi Ayu. (CIL,11) Selama beberapa hari, Dewi Ayu bisa mengabaikan kehadiran monster menjengkelkan dari rumahnya, disibukkan oleh kunjungan-kunjungan sahabat lama yang berharap memperoleh cerita tentang dunia orang-orang mati. Bahkan sang Kyai yang bertahun-tahun lampau memimpin pemakamannya dengan keengganan dan memandang dirinya dengan rasa jijik seorang gadis atau cacing tanah, berkunjung kepadanya dalam kesopansantunan orang-orang shaleh di hadapan para wali, dan dengan tulus mengatakan bahwa kebangkitannya sebagai sebuah mukjizat, dan tak seorang pun akan memperoleh mukjizat tersebut jika bukan suci. (CIL, 2223) Seorang kyai yang tinggal disuatu daerah akan dianggap mampu untuk menjadi pimpinan dalam melaksanakan kegiatan agama termasuk memimpin acara kematian atau pemakaman, karena kyai dianggap memiliki kemampuan lebih dalam segi agama. Seorang kyai selain memimpin acara keagamaan ia juga akan memimpin khotbah Jumat atau hari besar agama lainnya. Khotbah ini dimanfaatkan untuk syiar agama secara tidak langsung dengan berbagai tema yang diangkat dan sesuai dengan tema apa yang sedang dilaksanakan. Sebagaimana yang tercantum dalam kutipan berikut ini: ISSN – 2206-0596 (Online) 11 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Selain agama islam dalam novel CIL tersebut juga menampilkan agama lain yang dianut oleh Dewi Ayu yakni agama Kristen, hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan dalam teks adalah sebagai berikut: “Puji Tuhan,” katanya. “Jabatan hanya cocok bagi orang yang menginginkannya.” (CIL. 146) “Dan lepaskan topi pet itu.” Ia melepaskan topi pet tersebut dan meletakkannya di atas meja, sementara ia sendiri naik ke tempat tidur. “Puji Tuhan,” kata ibunya, “Kau anak yang manis.” “Jangan salah sangka, Mama,” kata Kliwon. “Aku melepaskan topi pet itu karena aku melek dan sekarang ingin tidur.” Puji Tuhan merupakan ucapan yang dieprgunakan untuk menghaturkan syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Dalam agama Islam lebih dikenal dengan Alhamdulillah, memiliki makna yang sama tetapi pengucapan dengan diksi yang berbeda. Pengenalan kegiatan baru yang sama sekali belum dikenal oleh masyarakat sekitar, pengenalan kegiatan yang ditujukan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman masyarakat sekitar tentang menggunakan senjata api modern bukan senjata tradisional dalam melawan penjajah. Tetapi hal tersebut ditolak secara mentah mentah oleh sekitarnya dan dianggap sebagai provokator di kalangannya. Mereka membuka pintu asrama lebar-lebar tanpa biaya apapun. Itu waktuwaktu ketika semua pelajaran sekolah hanya berisi tentang perang, yang diceritakan dengan penuh kekhawatiranbahwa perang itu akhirnya sungguh-sungguh sampai di kota ini, di halaman depan rumah mereka. Dewi Ayu yang tak sabar dengan pembicaraan tanpa henti itu kemudian berdiri dan berucap dengan lantang: “daripada duduk kebanyakan bicara, kenapa kita tidak belajar menembak dengan senapan dan meriam?” Untuk kata-katanya, dengan sangat terpaksa para biarawati itu kemudian mengirimnya pulang ke rumah. Mereka menghukumnya selama seminggu dan hanya karena perang kakeknya tak memberi hukuman tambahan. Ia kembali ke sekolah meskipun tak tinggal di biara pada hari yang sama ketka bom jatuh di Pearl Harbor, dan Suster Maria yang mengajar sejarah dengan muka berseri-seri berkomentar, “Saatnya Amerika turun tangan.” (CIL.43) Kutipan diatas menjelaskan bahwasannya pada zaman penjajahan, seseorang dilarang keras memiliki argument serta keberanian untuk melawan mereka. Pemberontakan pada masa itu dapat berupa perlawanan secara fisik seperti pemberontakan langsung, pelatihan penggunaan senjata dan sebagainya. Sedangkan, pemberontakan secara mental yakni pembodohan publik seperti yang tertera pada kutipan diatas. Dengan cara membodohkan individu dengan cara tidak ISSN – 2206-0596 (Online) 12 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 diijinkan mengungkap pendapatnya untuk melawan penjajah dan melakukan doktrinasi pada kelompok masyarakat agar tidak terjadi pemberontakan. Sistem pengetahuan yang disajikan dalam dua kutipan diatas merupakan sistem pengetahuan yang bersifat konstan dan tidak mengalami perubahan dalam bentuk apapun. Sistem pengetahuan seharusnya mengalami perubahan yang signifikan sehubung dengan perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat, karena memiliki tujuan untuk menguasai tanah air. Penjajah pada masa itu melarang perkembangan pendidikan dan menutup akses masyarakat untuk maju ke dapan. Sehingga, masyarakat hanya mengenal pengetahuan yang bersifat konvensional. Sedangkan pengetahuan atas dasar lingkungan juga dapat ditemukan dalam novel ini, pengetahuan yang didapatkan secara tidak atas karena keterpaksan dan penggunaan alat yang ada di depan mata saja. Tindakan yang diluar nalar manusia ini terkadang akan muncul karena suatu hal yang mendesak, hal ini biasanya akan muncul jika keadaan manusia terpojok sehingga memunculkan memori-memori yang pernah ia lewati sebelumnya. Dengan api unggun, ia merebus semua lintah di dalam kaleng, dengan menggunakan air yang diambil dari kali. Tanpa bumbu, ia segera membawanya pulang ke aula tempat tinggalnya. “Kita punya makan malam.” Katanya pada beberapa perempuan dengan anak-anak mereka yang tinggal di sekitarnya, bertetangga. (CIL.63) Penggunaan sarana dan prasarana yang ada di sekitar ini dimanfaatkan penuh oleh Dewi Ayu untuk menahan rasa lapar yang menghinggapi mereka semua. Novel Cantik Itu Luka menjelaskan pekerjaan yang dilakukan pada masa penjajahan Jepang di taanah air, pekerjaan yang terdapat dalam novel tersebut seperti kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang (kerja rodi), tanam paksa, guru, germo, dan lebih banyak dijelaskan dalam novel tersebut adalah pekerja seks komersil. Pengambilan suatu pekerjaan yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat secara luas dalam sebuah novel merupakan salah satu kreativitas yang penuh dengan resiko, salah satu pekerjaan yang dianggap rendah oleh masyrakat adalah seperti PSK (Pekerja Seks Komersil). Novel Cantik Itu Luka banyak mengambil bagian dalam menjabarkan pekerjaan tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan cerita yang terdapat di dalamnya. Dewi Ayu, pelacur itu, terkejut mendengar maklumat yang dikatakan Maman Gendeng, namun tetap bersikap waspada terhadap apapun yang diinginkannya, sebab kedudukannya sekarang sangatlah jelas setelah membunuh Edi Idiot, maka ia hanya mengirim seorang kurir untuk mengundang sang preman yang baru. Maman Gendeng menerima dengan baik undangan tersebut, dan berjanji akan dating sesegera mungkin. Bagaimanapun, ia pelacur terbaik di kota itu. Kurang lebih seluruh lelaki dewasa pernah menidurinya selama rentang waktu kariernya, dan kehendak monopili yang diinginkan sang preman harusalh memperoleh penjelasan. (CIL.123-124) ISSN – 2206-0596 (Online) 13 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Kutipan tersebut membuktikan dari segi watak secara umum seorang pelacur, yang pada dasarnya pelacur akan memberikan kepuasaan nafsu kepada pelanggannya, dan mereka akan merawat tubuh mereka dengan berbagai cara untuk memuaskan pelanggannya. Pekerjaan yang dipandang rendah dan dianggap aib oleh masyarakat ini juga dijelaskan oleh pengarang. Dalam novel CAntik Itu Luka seorang pelacur professional di hujat secara langsung oleh masyarakat karena pekerjaannya yang dianggap kotor ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, mempergunakan bahasa yang komunikatif sehingga pembaca mudah memahami apa yang dituangkan oleh pengarang. Terdapat juga beberapa diksi yang dipergunakan pengarang sedikit frontal karena untuk memperjelas tujuan dan watak dari tokoh yang terdapat di dalam novel. Pada dasarnya tokoh digambarka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesehariannya. Tetapi tedapat juga beberapa tokoh yang menggunakan bahasa Jepang dalama pembicaraannya. Penggunaan bahasa bahasa jepang dapat dilihat pada kutipan-kutipan dibawah ini. Ia pulang dari luar negeri beberapa hari sebelum perayaan kemerdekaan. Tiga tahun Republik berdiri, tapi Belanda masih ada dimana-mana. Lebih menyedihkan, Republik ini harus kalah di smeua perang dan semua meja perundingan, hingga hanya menguasai sedikit wilayah pedalamn. Ia bertemu dengan Presiden Republik, sahabat lamanya, yang segera berkata kepadanya, “Bantulah kami memperkuat Negara dan melancarkan revolusi.” “Itu memang kewajibanku. Ik kom hier om orde te scheppen,” katanya. (CIL.173-74) Kata Ik kom hier om orde te scheppen memiliki arti Aku datang untuk membereskan. Penggunaan bahasa yang Jepang yang runtut dan mudah dipahami oleh pembaca, memudahkan pembaca untuk menerjemahkannya secara tidak langsung. Kehidupan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menjadi salah satu pekerjaan sentral yang dibahasa dalam novel, terdapat berbagai macam pandangan yang berkenaan kehidupan para pekerja yang menjalankan bisnis ini. Salah satu perspektif yang menjadi pandangan secara umum dalam novel ini dipandang dari segi agama, karena agama merupakan salah satu dasar hidup yang menjadi patokan atau ukuran seseorang melakukan tindakan berdasarkan norma yang berlaku. Agama akan menjadi landasan yang kuat dari setiap perlakuan meskipun masyarkat tersebut terhimpit bebagai macam kesulitan hidup. Seminggu setelah itu, ia memperoleh berita melegakan yang dibawa kurir lain. Mengingat kursi Panglima Besar tak juga pernah diduduki Sang Shodancho selama berbulan-bula, para panglima divisi dan komandan resimen seluruh Jawa dan Sumatera bermusyawarah untuk mencari pengganti dirinya. ISSN – 2206-0596 (Online) 14 Aksara, Vol. 2 No. 1 January 2017 “Presiden Republik telah mengangkat Kolonel Sudirman sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat dengan pangkat jendral,” kata sang kurir. “Puji Tuhan,” katanya “Jabatan itu hanya cocok bagi orang yang menginkannya.” Sementara seluruh penduduk Halimunda bersedih atas penggantian tersebut, Sang Shodancho sendirian alrut dalam kebahagiaan yang tak tergambarkan oleh siapapun. (CIL.146) Di samping pandangan dari sudut pandang agama, akan dilengkapi dengan rasa saling membantu, menghargai dan menghormati antarsesama juga menjadi salah satu cara positif dalam memandang hidup. Hal tersebut sangat ditekankan dalam kehidupan Dewi Ayu meskipun ia hidup dalam kebenciaan dan caci maki masyarakat sekitar. Dengan demikian, dipandang dari segi sosial budaya pengarang berisikan tentang kebiasaan atau adat pengarang yang secara tidak langsung menceritakan tentang kehidupan pengarang di lingkungan sosialnya. Segala aspek yang menjadi bahan dalam menggambarkan cerita dalam novel dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman pengarang secara pribadi. Segala aspek yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita berdasarkan ide atau gagasan pengarang dipengaruhi oleh aspek pengarang secara umum. Kesimpulan Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memunculkan nilai-nilai pendidikan yang positif dan negatife secara seimbang. Kedua hal tersesebut dapat dijadikan patokan bagi pembaca dalam melangkah dalam kehidupan sehari-hari. Kemunculan nilai pendidikan negatife dan positif sama dengan nilai sebab akibat dalam kehidupan yang sebenarnya. Penyampaian sastra yang lebih mengungulkan nilai pendidikan positif dapat dilihat dalam nilai pendidikan religius, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan budaya. Dalam novel Cantik Itu Luka nilai pendidikan agama dapat ditemukan dengan cara ucapan syukur yang diucapkan oleh tokoh yang terdapat dalam novel. Ucapan syukur yang diucapkan seperti Puji Syukur atau Alhamdulilah, tergantung pada agama yang dianut oleh tokoh yang dimainkan. Nilai pendidikan moral yang ditonjolkan dalam novel ini melalui perilaku tokoh utama yakni Dewi Ayu. Hal ini terkait dengan sikap solidaritas dan kepedulian terhadap sesama, tanpa ada maksud dibalik tindakannya. Sikap yang ditunjukkan bertentangan dengan penolakan masyrakat akan pekerjaan yang digeluti oleh Dewi Ayu. Nilai pendidikan budaya yang ditonjolkan dalam novel ini adalah kebudayaan yang kental akan sarat makna di dalmnya. Novel banyak mengupas tentang upacara kematian yang benar-benar dilakukan oleh masyrakat Jawa. Dari proses awal hingga penguburan jenazah. Tak lupa pengarang menggunakan istilah Jawa untuk mempermudah memunculkan memori pada pembaca. ISSN – 2206-0596 (Online) 15 Puspitasari, Waluyo & Wardhani Nilai-nilai pendidikan yang telah disebutkan diatas merupakan kesimpulan dari nilai pendidikan yang disajikan pengarang dalam novel tersebut. Pengarang lebih mengedepankan nilai pendidikan dalam novelnya dengan tujuan pengarang dapat mengedukasi kepada pembaca bahwasannya perempuan pada masa penjajahan bukanlah sosok yang dapat melakukan emasipasi seperti saat ini. Perjuangan dan pelecehan seorang perempuan pada masa penjajahan Jepang dapat dijadikan sebagai tameng pada diri perempuan masa kini, dan sikap toleransi yang tinggi pada diri manusia. Tidak membedakan manusia karena memiliki fisik yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Deskriminasi pada manusia yang dianggap melanggar norma tanpa mengrtahui latar belakang dan penyebab utama lebih ditekankan oleh pengarang, karena tindakan seperti ini sangat lazim ditemukan dalam kehidupan nyata dalam bermasyrakat. Referensi Damono, Sapardji Djoko. 1979. Sosiologi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Endraswara, Suwardi. 2008. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastera (Persoalan Teori dan Metode). Selangor: Dewan Bahasa dan Pustaka. Kurniawan, Eka. 2012. Cantik Itu Luka. Jakarta: Gramedia. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Rachmat D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Wiyatmi.2013. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka (Kelompok Penerbit Pinus). ISSN – 2206-0596 (Online) 16