Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter

advertisement
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Cantik Itu
Luka Karya Eka Kurniawan
Rosika Herwin Puspitasari
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Herman J.Waluyo
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Nugraheni E. Wardhani
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Abstract
Drawing on sociological theory, this study discusses the background of the
writer Eka Kurniawan, author of Cantik Itu Luka, in the context of Javanese
society along with audience response to the novel and aspects of character
embodied in the novel. Analysis of the text suggests that specific elements
of the content might impress readers as unexpected, despite representing
elements of Javanese culture accurately and in a balanced manner. As such,
the work is especially valuable as material for university study as an
example of modern Indonesian literature that integrates the cultural context
with a more universal conception of character that is relevant beyond the
Javanese community where the novel is set.
Latar Belakang
Secara utuh karya sastra terbagi atas tiga macam, yakni puisi, prosa, dan drama.
Ketiga jenis karya sastra tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda, namun
ketiganya juga memiliki kesamaan yang tidak dapat terpisahkan, yakni sama-sama
memiliki makna yang terpendam jauh di dalamnya. Sehingga, tidak tampak jelas
jika melihatnya secara sekilas (Nurgiyantoro. 2009:12). Salah satu hasil karya
sastra yang diminati oleh masyarakat pada umumnya berupa novel. Hal ini
dikarenakan genre dari novel tersebut beraneka ragam dari romantis, remaja, horor,
detektive, perjuangan, sejarah, dan lain sebagainya.
Unsur instrinsik akan membahas tentang apa saja yang tekandung di dalam novel
seperti alur, tema, plot, latar, setting, tokoh, watak, sudut pandang, dan gaya bahasa.
Unsur ekstrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur dari luar karya sastra itu
secara tidak langsung dapat berpegaruh seperti sosiologi, psikologi filsafat, agama,
politik, budaya, dan lain-lain (Endraswara, 2008:163). Sedangkan, dalam unsur
ekstrinsik akan lebih mengupas tentang unsur yang mendukung terbentuknya novel
dilihat dari diluar cara pengembangannya, karena unsur ekstrinsik ini akan
membahas tentang seberapa dalam pengarang mengembangkan ceritanya sesuai
dengan pengalaman yang pengarang miliki.
ISSN – 2206-0596 (Online)
1
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Tokoh utama dalam novel Cantik Itu Luka adalah sosok Dewi Ayu, perempuan
yang menjadi pusat dalam cerita yang disuguhkan oleh Eka Kurniawan. Sosok yang
menjadi primadona di dunia pelacuran di desa Halimunda. Seorang perempuan
yang melahirkan empat orang putri, satu diantara memiliki rupa meyerupai monster
yang ia beri nama Si Cantik. Ketidak sukaan akan keberadaan semua putrinya
dilandaskan pada ketidak jelasan ayah dari anak-anaknya, cara membesarkan ketiga
putrinya yang seenak hatinya tanpa melimpahkan kasih sayang dan menyiksa serta
menyumpahi kandungannya pada saat putri keempatnya secara sadar.
Penjabaran cerita yang seperti inilah yang menjadikan peneliti semakin tertarik
untuk mengupas tentang novel yang disuguhkan oleh pengarang. Disamping itu
peneliti juga mengarah pada reputasi yang diciptakan oleh pengarang melalui novel
Cantik Itu Luka. Pengarang yakni Eka Kurniawan menyusun novel Cantik Itu Luka
pada tahun 2002 dan merupakan hasil karya pertama yang berupa novel dan masih
beredar di Indonesia. Pada tahun 2012 novel Cantik Itu Luka diminati oleh pembaca
asing dan dipindah bahasakan ke dalam bahasa Inggris, bahasa Melayu Malaysia,
dan bahasa Jepang.
Novel Cantik Itu Luka ini memenuhi nilai pendidikan karakter yang dibutuhkan
mahasiswa dalam mengolah novel menjadi sebuah kajian kritik sastra. Selain nilai
pendidikan dalam novel Cantik Itu Luka terpapar dengan jelas, nilai pendidikan
yang diangkat bukan nilai pendidikan yang diperoleh sekolah melainkan nilai
pendidikan yang didapatkan dari pengalaman dan kehidupan bermasyarakat yang
dikaji dalam sosiologi sastra. Sejalan dengan hal tersebut, Laurenson dan
Swingewood menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga perspektif yang berkaitan
dengan sosiologi sastra, yakni: 1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai
dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra itu
diciptakan; 2) Penelitian akan mengungkap sastra sebagai cerminan situasi sosial
penulisannya; 3) Penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai manifestasi
peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya (Endarswara, 2008:78).
Berkenaan dengan sosial budaya yang terdapat dalam novel Cantik Itu Luka,
peneliti dalam kajian ini akan membandingkan dengan penelitian yang relevan yang
berhubungan kebudayaan yang terdapat di India. Yang membedakan dalam kajian
kali ini adalah letak kebudayaan tersebut, India mengenalkan kebudayaan yang
berkenaan dengan upacara pernikahan sedangkan Indonesia mengenalkan
kebudayaan yang berkenaan dengan upacara kematian yang terdapat di wilayah
Jawa. Penelitian terdahulu yang berkenaan dengan kebudayaan ini adalah penelitian
milik Maryem Karlik dan Azzam Akbarov yang berjudul Marriage Language and
Culture. Penelitian tersebut berisikan bahasa yang dipergunakan oleh seseorang
dalam melakukan tindakan komunikasi yang menjadi tujuan utama sebagai
makhluk sosial dan dengan bahasa manusia akan menemukan kebiasaan atau adat
di suatu daerah tertentu.
Sedangkan, kajian sosiologi sastra merupakan cabang penelitian sastra yang
bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat
sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat (Suwardi, 2008:77). Pendapat tersebut
memperkuat pendapat peneliti yang berhubungan dengan kajian sosiologi sastra,
ISSN – 2206-0596 (Online)
2
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
kajian sosiologi sastra pada dasarnya akan mempelajari tentang kajian yang
terdapat dalam masyrakat dan lingkungan sekitarnya.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat milik Damono (1979:1) yang
menyatakan salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai
karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial). Tujuan
studi atau kajian sosiologi dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran
utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat (Pradopo,
1993:34).
Hubungan kajian sosiologi sastra dengan novel Cantik Itu Luka terdapat pada
pemanfaatan novel tersebut dalam lingkup masyarakat. Pengaruh yang diberikan
novel pada pembaca, sedangkan sasaran dari kajian ini adalah mahasiswa dari
berbagai golongan strata. Hal ini dikarenakan gaya bahasa yang disuguhkan oleh
Eka Kurniawan terbilang penuh dengan filosofi, sehingga pembaca membutuhkan
pemahaman yang tinggi untuk memahami bacaan tersebut. Pemilihan mahasiswa
sebagai subjek penelitia ini dikarenakan tingkat mahasiswa sudah memiliki
pengalaman membaca sastra lebih banyak dibandingkan dengan tingkat SMA, dan
mahasiswa sudah banyak mengenal berbagai bentuk gaya bahasa pengarang dari
berbagai genre yang disuguhkan oleh semua pengarang di Indonesia. Sehingga,
pembaca terutama mahasiswa dapat melakukan kritik sastra dengan baik, tanpa
mengurangi makna dalam isi novel tersebut.
Dengan demikian, penelitian ini akan berorientasi pada kajian sosiologi sastra pada
novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan dengan subjek penelitian adalah
mahasiwa strata S1 dan S2, karena novel tersebit menyajikan beberapa bentuk
kebudayaan Jawa yang sering dijumpai dalam kehidupan nyata. Selain itu kajian
ini memiliki tujuan untuk mengenalkan Eka Kurniawan sebagai pengarang
Indonesia yang memiliki karya sastra berupa novel dengan judul Cantik Itu Luka
sebagai pengarang terpopuler di Jepang, Malaysia, Singapura dan Eropa, dan
karyanya selalu terbit sebagai bestseller. Keunikan dalam novel Cantik Itu Luka
yang lain adalah jalan cerita yang diluar dugaan pembaca atau susah ditebak
bagaimana kelanjutan cerita tersebut. Cara penyampaian yang digunakan berbeda
dengan pengarang yang lain, karena pengarang lebih menggunakan cara atau pola
pengembangan cerita dengan pola penggambaran pengarang dari luar negeri. Jadi,
sintesis dari penjabaran diatas yakni pengarang hadir dengan sosok yang berbeda
dan dengan bentuk tulisan yang unik dan berisi.
Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah suatu telaah sastra yang objektif dan ilmiah tentang manusia
dalam suatu masyrakat yang berkenaan dengan sosial dan proses sosial. Sosiologi
menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang dengan baik,
dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah perekonomian,
keagamaan, politik, dan lain-lain (Semi, 1993:52). Pandangan Atar Semi yang
mendeskripsikan kajian sosiologi sastra tidak jauh beda dengan unsur-unsur yang
terdapat kajian unsur ekstrinsik karya sastra, karena sosiologi sastra ingin
ISSN – 2206-0596 (Online)
3
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
mengkaitkan penciptan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya
sastra dengan realitas sosial (Retno, 2009:164).
Kajian yang dipergunakan dalam penelitian dalam penelitian ini adalah sebuah
kajian sosiologi sosial dari Wellek dan Austin, karena dalam kajian ini Wellek dan
Austin memandang sosiologi sastra menjadi tiga tahapan yakni sosiologi
pengarang, pembaca dan secara umum. Dengan memperhatikan ketiga aspek yang
dianut oleh Wellek dan Austin tersebut, peneliti dapat melakukan analisis yang
sesuai dengan kajian yang diperlukan.
Konteks sosial sastrawan terdapat hubungan yang sesuai dengan posisi sosial
sastrawan dalam masyrakat dan kaitannya dengan masyrakat pembaca, dalam
bidang pokok tersebut terdapat faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi hasil
karya pengarang. Hal yang lebih diutamakan dalam penelitian inia adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana seorang sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah
ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyrakat secara
langsung atau bekerja rangkap,
2. Profesionalisme dalam keoengarangan; sejauh mana sastrawaan
menganggap perkerjaannya sebagai suatu profesi,
3. Masyarakat yang dituju oleh sastrawan.
Dalam hal ini, kaitan antara sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab
seringkali didapati bahwa macam masyarakat sangat penting sebab seringkali
didapti bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya
sastra pengarang terhadap karya sastra itu sendiri (Damono, 2002:3-4).
Dari yang kemukakan oleh Wellek dan Austin serta Watt, wilayah yang menjadi
kajian sosiologi sastra pengarang antara lain adalah berupa: 1. Status sosial
pemgarang, 2. Ideologio sastra pengarang, 3. Latar belakang sosial budaya
pengarang, 4. Posisi sosial pengarang dalam masyarakat, 5. Masyarakat pembaca
yang dituju, 6. Mata pencaharian sastrawan (dasar ekonomi produksi sastra), 7.
Profesionalisme dalam kepengarangan (Wiyatmi, 2013:30).
Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh pengarang, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam sosial sastra adalah
sebagai berikut:
1. Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan
karya pendeta atau nabi, dalam pandangan bahwa sastra harus berfungsi
sebagai pembaharu dan perombak.
2. Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai
penghibur belaka, dalam hal ini gagasan-gagasan seni untuk seni.
3. Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra harus
mengajarkan dengan cara menghibur (Damono, 2002:4).
ISSN – 2206-0596 (Online)
4
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
Hal-hal utama yang perlu diperhatikan dalam penelitian dengan menggunakan
pendekatan ini adalah: a). Bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian,
b). Sejauh mana pengarang menganggap pekerjannya sebagai profesi, dan c).
Masyarakat yang dituju oleh pengarang. Sastra sebagai cermin masyrakat, hal
tersebut menggunakan pendekatan a). Sejauh mana sifat pribadi pengarang
mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikan, b) sejauh mana
genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili seluruh masyakat. Fungsi
sosial sastra, dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian a). Sejauh
mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, b) sejauh mana
pengarang hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan c). Sejauh mana terjadi
sintesis antara kemungkinan point a dan b diatas (Damono, 2002:8).
Status sosial pengarang sering kali disebut sebagai kedudukan atau posisi. Peringkat
seseorang dalam kelompok masyrakat, status sosial sering disebut dengan nama
yang beraneka ragam dari segala tempat atau posisi dalam kelompok sosial.status
dalam sosial di golongkan menjadi dua yakni ascribbed status (kedudukan
seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan
kemampuan), achieved status (dapat dijumpai pada masyarakat dengan sistem
lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal atau masyarakat dimana sistem
lapisan tergantung pada perbedaan rasial), dan assigned status (kedudukan yang
diperoleh seseorang karena pemberian sebagai penghargaan jasa dari kelompok
tertentu) (Soekanto, 1970:239).
Sedangkan, memiliki arti sebagai himpunan dari nilai, ide, norma, kepercayaan, dan
keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar
dalam menentukan sikap terhadap suatu kejadian kejadian atau permasalahan yang
dihadapi pengarang, sedangkan latar belakang sosial budaya pengarang adalah
masyrakat dan kondisi sosial budaya dari mana pengarang dilahirkan, tinggal, dan
berkarya (Wiyatmi, 2013:33-34).
Fenomena Masyarakat Jawa
Sastra sebagai cermin masyrakat yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai
mencerminkan keadaan masyarakat, perhatian yang perlu dituangkan adalah sastra
mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu menulis karya
sastra tersebut. Karya sastra sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan
keadaan untuk menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih
dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyrakat, pandangan
sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin
masyarakat (Damono, 2002:4).
Keberadaan karya sastra, dengan demikian selalu harus dipahami dalam
hubungannya dengan segi-segi kemasyarakatan, sastra dianggap sebagai salah satu
fenomena sosial budaya sebagai produk masyarakat. Pengarang sebagai pencipta
karya sastra adalah anggota masyarakat, menciptakan karya sastra, juga salah satu
aspek yang mempengaruhi masyarakat tempat hidup pengarang.
ISSN – 2206-0596 (Online)
5
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif
yang berbeda. Pertama, perspektif teks sastra artinya peneliti menganalisis sebagai
sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sekitarnya, kedua berkenaan dengan
perspektif biografis yang berhubungan dengan menganakisis pengarang. Perspektif
ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang
sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif yakni penelitian menganalisis penerimaan
masyarakat terhadap teks sastra (Endraswara, 2013:81).
Pembicaraan tentang pengaruh sosiobudaya terhadap penciptaan karya sastra yang
ditumpukan kepada teori pertentangan kelas yang dilandasi oleh teori Marx.
Pendekatan yang sesuai dengan teori dalam penelitian ini berupa pendekatan tanpa
pertentangan kelas, yang menghubungkan sastra dengan bangsa yang sengaja
diabaikan. Pendekatan Marxisme menggunakan perspektif sejarah yakni
memahami apa yang telah berlaku dan bertujuan untuk membentuk suatu
masyarakat baru, yang disesuaikan dengan ideologi masyarakat dan ke mana arah
tujuan pembentukan masyarakat baru tersebut. Hubungan teori Marxisme dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Sastera adalah refleksi sosial.
b) Keadaan sosial selalu ditandakan dengan pertentangan kelas dan
seorang penulis akan menyuarakan suara kelas-kelasnya.
c) Kesan pertentangan kelas ini akan ditemui juga dalam karya sastra,
sehingga tokoh-tokoh dalamnya merupakan tokoh yang
representatif yang mewakili kelas sosial tertentu.
(Junus, 1986:21)
Budaya berkenaan dengan bagaimana manusia hidup dan mempertahankan diri.
Budaya adalah salah satu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal
budaya diidentifikasikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan
diri, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan hubungan bruang, konsep
alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu maupun kelompok (Scoot,
2012:67).
Ki Hajar Dewantara (1994:72) menyatakan kebudayaan segala sesuatu yang
berhubungan dengan budaya, karena kebudayaan timbul tidak lain daripada
keinginan dan hasrat manusia untuk mencapai hidup yang serba senang, hidup lahir
dan batin. Dalam menyelidiki kebudayaan dalam berbagai bagian-bagian yang
dibutuhkan dalam hidup sosial.
Penelitian ini akan menganalisis tentang Etnologi Jawa, yang mana Etnologi Jawa
artinya ilmu yang mempelajari perbandingan budaya Jawa, dari sisi historis,
sosiologis, psikologis, dan sisi pandang yang lain (Endraswara, 2015:1). Penelitian
ini akan lebih fokus pada Etnososiologi sastra yang berhubungan dengan hubungan
sosial budaya masyarakat Jawa, Stratifikasi Sosial Jawa, Hikayat asal usul suku
Jawa dan bahasa Jawa, perubahan kelas dan struktur sosial pada masyarakat Jawa,
kekerabatan orang Jawa, dan Sosialisasi dan Enkulturasi keluarga Jawa.
ISSN – 2206-0596 (Online)
6
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
Hubungan sosial budaya masyrakat Jawa menurut Endraswara (2015:164) yakni
mereka yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan apa yang
dijalankan melalui nilai-nilai budaya Jawa baik kebiasaan perilaku maupun
seremonial. Sebagai sistem kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Jawa
memiliki suatu pengalaman religius yang khs atau istilah umum yang dipergunakan
adalah Islam Kejawen atau apapun penyebutan untuk agama lain. Secara umum
pengalaman religius khas masyarakat Jawa adalah: (1) Kesatuan masyarakat, alam
dunia, dan alam adikodrati sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecah belah, (2)
Sangkan paraning dumadi, dan (3) Takdir (Suseno, 2001:48).
Penelitian yang menggunakan kajian sosiologi sastra dalam novel Cantik Itu
Luka ini akan mengupas hubungan sosial, stratifikasi sosial, perubahan kelas,
kekerabatan, dan sosialisasi masyarakat Jawa yang tersaji dalam novel Cantik Itu
Luka karya Eka Kurnaiwan.
Resepsi Pembaca pada Novel Cantik Itu Luka
Resepsi sastra menurut Umar Junus (1985:1) adalah bagaimana pembaca dapat
memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat diberikan
reaksi atau tanggapan terhadapnya, karena itu tanggapan itu mungkin bersifat pasif.
Pandangan ini mungkin memang perlu untuk situasi tertentu, sebagaimana yang
dikemukakan Andre Billaz (Junus, 1985:3) yang menyatakan penulis adalah
seorang pujangga, filsuf, dan guru. Penulis yang paling banyak mengetahui makna
dalam suatu teks sampai pada suatu titik di saat penulis tidak menyadari dnegan apa
yang ditulisnya.
Menurut pada perkembangannya, resepsi sastra muncul karena ketidakpuasan para
pengamat sastra terhadap suatu teori bahwa dalam memahami karya sastra maka
harus dikembalikan kepada penulisnya. Junus menyatakan bahwa kebutuhan
resepsi dapat didasarkan pada beberapa pendapat yakni: 1). Pertumbuhan sastra
tertulis yang meniadakan tukang cerita lisan, khalayak sastra dapat mengetahui isi
cerita tanpa bertanya kepada penulisnya, 2). Pertumbuhan sastra baru, 3). Gerak
sastra yang mendekatkan diri pada realitas kehidupan, sehingga ada usaha untuk
menghindarkan diri dari filsafat dan mistik (Junus, 1985:10).
Pembaca biasa yakni pembaca yang membaca karya sastra dalam arti sebenarnya,
bukan sebagai bahan penelitian, sedangkan pembaca ideal yakni pembaca yang
dibentuk atau diciptakan oleh penulis atau peneliti dai pembaca-pembaca biasa
berdasarkan variasi tanggapan mereka yang tidak dapat dikontrol. Berdasarkan
kesalahan dan keganjilan tanggapan mereka, yang putus-putus atau berdasarkan
variabel lain yang mengganggu (Junus, 1985:52).
Metode respon pembaca disebut dengan teori legetica dapat pula dijadikan rujukan
pengembangan penelitian respon pembaca secara praktis. Norbert Groeben dalam
Junus (1985:55) mengemukakan tujug metode penelitian respon pembaca seperti
dijabarkan dibawah ini:
1. Parafrase
2. Analisis isi
ISSN – 2206-0596 (Online)
7
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
3.
4.
5.
6.
Penentuan bagian teks yang relevan
Asosiasi bebas
Perbedaan semantik
Penghilangan bagian tertentu kata dalam kalimat sehingga dapat
dikethui kelompok kata yang hilang.
7. Sistem kartu dengan masing-masing pembaca yang mengemukakan
pengertian terhadap teks (Junus, 1985:55-56)
Dengan demikian dalam menentukan respon pembaca, peneliti dapat menemukan
pendapat pembaca dengan berbagai teknik dan mengembangkannya sesuai dengan
kebutuhan penelitian itu sendiri. Dan peneliti dapat menentukan pembaca yang
diinginkan seperti pembaca aktif ataupun pembaca pasif.
Metodologi Penelitian
Kajian sastra dengan pendekatan sosiologi sastra adalah jenis penelitian kualitatif
deskriptif. Data penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra berupa data verbal, yaitu data yang
diperoleh dari paparan bahasa pernyataan tokoh yang berupa dialog dan monolog
serta narasi yang terdapat dalam Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen dengan
membaca novel secara kritis dan intensif. Teknik studi dokumen ini digunakan
karena peneliti sedang melakukan penelitian berupa Cantik Itu Luka karya Eka
Kurniawan. Peneliti akan menelaah karya sastra yaitu dengan mengklasifikasikan
bagian-bagian tertentu yang merupakan bagian dari aspek psikologi tokoh dalam
Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk
memisahkan bagian-bagian yang termasuk sebagai data yang akan dianalisis
sehingga mempermudah penelliti menguraikannya sesuai dengan rumusan masalah
dan melakukan pencatatan secara aktif dengan metode content analysis. Aspek
penting dalam content analysis adalah bagaimana hasil analisis dapat
diimpllikasikan kepada siapa saja (Waluyo, 2006:65). Langkah-langkah dalam
content analysis adalah sebagai berikut:
1. Membaca secara kritis dan berulang-ulang Cantik Itu Luka karya Eka
Kurniawan.
2. Mengumpulkan data dan mempelajari teori-teori yang relevan sesuai
dengan kajian penelitian untuk dasar pijakan dalam menganalisis dan
mengkaji novel;
3. Mencatat dan menganalisis semua data yang berupa kutipan penting sesuai
dengan rumusan masalah yang akan dibahas.
Penelitian ini selain menggunakan model analisis data interaktif Miles and
Huberman juga menggunakan pendapat tentang Content Analysis. Pada dasarnya
Content Analysis adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang
dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya, analisis isi
berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi (Bungin: 2007:163). Teknik
ISSN – 2206-0596 (Online)
8
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
yang dipergunakan dengan content analysis dalam penelitian ini dapat digambarkan
dengan gambar seperti di bawah ini:
Menemukan
lambang/simbol
Klasifikasi data
berdasarkan
lambang/simbol
Predikasi/
menganalisis data
Gambar 3.
Teknik Content Analysis menurut Burhan Bungin (2007:167)
Secara teknik Content Analysis mencakup upaya-upaya seperti klasifikasi lambanglambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria dalam melakukan
kegiatan klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat
predikasi. Content Analysis sering digunakan dalam analisis verifikasi, cara kerja
atau logika analisis data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data
kuantitatif. Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang
tertentu, melakukan kalisifikasi data dengan kriteria-kriteria tertentu dalam
melakukan prediksi dengan teknik analisis (Bungin, 2007:167).
Pembahasan
Eka Kurniawan adalah salah satu pengarang yang berpengaruh dalam dunia sastra
karena kepiawaiannya dalam mengembangkan ide serta gagasan yang menarik.
Pengarang yang lahir di Tasikmalaya pada tanggal 28 November 1975 ini sejak
lahir diasuh oleh kakek dan neneknya karena kedua orang tuanya bekerja di
perkebunan Cilacap, sebelum keluarga Eka Kurniawan pindah ke Pangandaran.
Di kota kecil ini Eka Kurniawan memasuki usia 13 tahun dan memasuki jenjang
SMP di SMPN 1 Pangandaran. Sejak saat itulah Eka Kurniawan lebih
menunjukkan keinginannya dalam bidang menulis. Masa SMP dipergunakan
untuk menulis cerpen-cerpen lucu untuk dibaca teman-temannya tanpa
dipublikasikan ke kalangan umum. Setelah tamat SMP, Eka Kurniawan
melanjutkan kejenjang SMA di SMA 1 Tasikmalaya dan tinggal bersama bibinya.
Pada masa ini Eka lebih memilih menyendiri di perpustakaan sekolah, menulis di
rumah (hadiah mesin tik dari ayah karena berhasil mendapatkan juara sebagai
lulusan terbaik) sampai Eka Kurniawan menemukan masa-masa yang ia rasa
bosan.
Salah satu tempat favorit dari Eka Kurniawan adalah berupa rawa-rawa Segera
Anakan (tempat Nusa Kambangan berada), pelabuhan Cilacap, gua-gua
peninggalan Jepang dan mulai menulis cerota tentang itu semua. Setelah lulus dari
SMK PGRI ia melanjutkan ke Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, tempat Eka Kurniawan berharap bertemu banyak orang yang bisa
mengajarinya menulis. Karya sastra yang berhasil ditelurkan oleh Eka Kurniawan
seperti: Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), dan Seperti Dendam Rindu
ISSN – 2206-0596 (Online)
9
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Harus Dibayar Tuntas (2014); kumpulan cerita pendek terdiri dari Corat-Coret di
Toilet (2000), Gelak Sedih (2005), Cinta Tak Ada Mati (2005); serta satu-satunya
karya non fiksi adalah Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis
(1999). Novel Cantik Itu Luka merupakan novel pertama yang dipublikasikan oleh
Eka Kurniawan. Novel tersebut di cetak oleh Gramedia Pustaka dari Kompas
Gramedia, anggota IKAPI Jakarta pada tahun 2013.
Kajian sosiologi sastra yang bertitik tolak pada orientasi seorang pengarang. Hal ini
dikarenakan karya sastra merupakan refleksi zaman pada pandangan dunia
pengarang serta tidak sebagai individu melainkan pengarang bagian dari anggota
masyarakat sosial tertentu. Sosiologi pengarang dapat berupa interaksi dan
interpretasi dari latar belakang kehidupan seorang pengarang dengan sosial
masyarakat yang ada disekitarnya.
Triangulasi metode yakni usaha mengecek keabsahan data, atau mengecek
keabsahan penelitian. Triangulasi metode menurut bachri (2010:57) dapat
dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan data yang sama, pelaksanaannyadapat juga dengan menggunakan
cara cek dan ricek. Triangulasi metode dipergunakan dengan cara membandingkan
informasi atau data dengan cara yang berbeda (Rahardjo, 2010:60) sebagaimana
dikenal dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara,
observasi, dan survei.
kuesioner
Data
wawancara
Sumber data
observasi
Triangulasi Metode
Sumber, Sutopo (2006:96)
Latar belakang sosial budaya yang terkandung dalam novel Cantik Itu Luka karya
Eka Kurniawan menggambarkan adat atau kebiasaan masyarakat Jawa secara
umum. Masyarakat Jawa yang identik dengan upacara adat dalam memperingati
suatu acara untuk menunjukkan rasa terima kasih dan syukur terhadap Tuhan Yang
Maha Esa atas apa yang didapatkannya. Upacara adat dalam masyarakat Jawa
dapat berupa Tujuh Bulanan, Mantenan, hingga Kematian.
Rosinah berjalan di belakang keranda yang dibawa empat lelaki kampong.
Si bayi yang tertidur pulas dipelukannya, dilindungi ujung kerudung hitam
yang dikenakannya. Seorang perempuan, si cengeng itu, berjalan
disampingnya denga sekeranjang kelopak bunga. Rosinah meriah bungabunga itu, melemparkannya ke udara beserta uang-uang logam yang
segera menjadi rebutan anak-anak kecil yang berlari di bawah keranda,
ISSN – 2206-0596 (Online)
10
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
terjungkal ke selokan atau terinjak para pengiring jenazah yang
mendendangkan shalawat nabi. (CIL. 12)
Proses melemparkan uang dengan uang di udara merupakan salah satu adat atau
kebiasaan dari Jawa untuk mengiringi jenasah ke kubur. Hal ini dilakukan pada
proses perjalanan jenazah menuju peristirahatan terakhir. Istilah Jawa yang
dipergunakan untuk mengenal penaburan bunga beserta uang logam ini disebut
dengan Sawur. Sawur terdiri dari sejumlah uang logam, beras kuning (beras yang
dicampur dengan kunyit yang diparut) ditambah kembang telon (mawar, melati
dan kenanga) serta sirih kinang dan beberapa gelintir rokok linting. Semuanya itu
ditempatkan dalam bokor atau takir (wadah yang terbuat dari daun pisang). Seperti
disebutkan di atas, hal ini dimaksudkan sebagai bekal si mati agar selalu
mendapatkan kemurahan dari Tuhan, di samping juga ditujukan terhadap keluarga
yang ditinggalkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sosial budaya yang terdapat dalam novel Cantik
Itu luka adalah sebagai berikut:
Faktor agama yang dapat dilihat dari latar belakang sosial budaya dalam novel
Cantik Itu Luka dari segi agama. Menunjukkan bahwasannya dalam novel CIL
agama yang lebih ditonjolkan yakni agama Islam dan Kristen. Hal ini ditunjukkan
dengan memunculkan sosok kyai dan Suster Maria dalam novel tersebut, selain itu
terdapat dialog yang berisikan tindakan salah atau keluar dari norma pada sosok
Dewi Ayu berdasarkan dalil-dalil yang terdapat kitab suci Al-Quran. Hal tersebut
dapat dilbuktikan dengan kutipan-kutipan dalam teks seperti dibawah ini:
Kyai Jahro, imam masjid itu, akhirnya menyerah dan memimpin pemakam
Dewi Ayu. (CIL,11)
Selama beberapa hari, Dewi Ayu bisa mengabaikan kehadiran monster
menjengkelkan dari rumahnya, disibukkan oleh kunjungan-kunjungan
sahabat lama yang berharap memperoleh cerita tentang dunia orang-orang
mati. Bahkan sang Kyai yang bertahun-tahun lampau memimpin
pemakamannya dengan keengganan dan memandang dirinya dengan rasa
jijik seorang gadis atau cacing tanah, berkunjung kepadanya dalam
kesopansantunan orang-orang shaleh di hadapan para wali, dan dengan
tulus mengatakan bahwa kebangkitannya sebagai sebuah mukjizat, dan tak
seorang pun akan memperoleh mukjizat tersebut jika bukan suci. (CIL, 2223)
Seorang kyai yang tinggal disuatu daerah akan dianggap mampu untuk menjadi
pimpinan dalam melaksanakan kegiatan agama termasuk memimpin acara
kematian atau pemakaman, karena kyai dianggap memiliki kemampuan lebih
dalam segi agama. Seorang kyai selain memimpin acara keagamaan ia juga akan
memimpin khotbah Jumat atau hari besar agama lainnya. Khotbah ini dimanfaatkan
untuk syiar agama secara tidak langsung dengan berbagai tema yang diangkat dan
sesuai dengan tema apa yang sedang dilaksanakan. Sebagaimana yang tercantum
dalam kutipan berikut ini:
ISSN – 2206-0596 (Online)
11
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Selain agama islam dalam novel CIL tersebut juga menampilkan agama lain yang
dianut oleh Dewi Ayu yakni agama Kristen, hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan
dalam teks adalah sebagai berikut:
“Puji Tuhan,” katanya. “Jabatan hanya cocok bagi orang yang
menginginkannya.” (CIL. 146)
“Dan lepaskan topi pet itu.”
Ia melepaskan topi pet tersebut dan meletakkannya di atas meja, sementara
ia sendiri naik ke tempat tidur.
“Puji Tuhan,” kata ibunya, “Kau anak yang manis.”
“Jangan salah sangka, Mama,” kata Kliwon.
“Aku melepaskan topi pet itu karena aku melek dan sekarang ingin tidur.”
Puji Tuhan merupakan ucapan yang dieprgunakan untuk menghaturkan syukur atas
nikmat yang diberikan Tuhan. Dalam agama Islam lebih dikenal dengan
Alhamdulillah, memiliki makna yang sama tetapi pengucapan dengan diksi yang
berbeda.
Pengenalan kegiatan baru yang sama sekali belum dikenal oleh masyarakat sekitar,
pengenalan kegiatan yang ditujukan untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman masyarakat sekitar tentang menggunakan senjata api modern bukan
senjata tradisional dalam melawan penjajah. Tetapi hal tersebut ditolak secara
mentah mentah oleh sekitarnya dan dianggap sebagai provokator di kalangannya.
Mereka membuka pintu asrama lebar-lebar tanpa biaya apapun. Itu waktuwaktu ketika semua pelajaran sekolah hanya berisi tentang perang, yang
diceritakan dengan penuh kekhawatiranbahwa perang itu akhirnya
sungguh-sungguh sampai di kota ini, di halaman depan rumah mereka.
Dewi Ayu yang tak sabar dengan pembicaraan tanpa henti itu kemudian
berdiri dan berucap dengan lantang:
“daripada duduk kebanyakan bicara, kenapa kita tidak belajar menembak
dengan senapan dan meriam?”
Untuk kata-katanya, dengan sangat terpaksa para biarawati itu kemudian
mengirimnya pulang ke rumah. Mereka menghukumnya selama seminggu
dan hanya karena perang kakeknya tak memberi hukuman tambahan. Ia
kembali ke sekolah meskipun tak tinggal di biara pada hari yang sama
ketka bom jatuh di Pearl Harbor, dan Suster Maria yang mengajar sejarah
dengan muka berseri-seri berkomentar, “Saatnya Amerika turun tangan.”
(CIL.43)
Kutipan diatas menjelaskan bahwasannya pada zaman penjajahan, seseorang
dilarang keras memiliki argument serta keberanian untuk melawan mereka.
Pemberontakan pada masa itu dapat berupa perlawanan secara fisik seperti
pemberontakan langsung, pelatihan penggunaan senjata dan sebagainya.
Sedangkan, pemberontakan secara mental yakni pembodohan publik seperti yang
tertera pada kutipan diatas. Dengan cara membodohkan individu dengan cara tidak
ISSN – 2206-0596 (Online)
12
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
diijinkan mengungkap pendapatnya untuk melawan penjajah dan melakukan
doktrinasi pada kelompok masyarakat agar tidak terjadi pemberontakan.
Sistem pengetahuan yang disajikan dalam dua kutipan diatas merupakan sistem
pengetahuan yang bersifat konstan dan tidak mengalami perubahan dalam bentuk
apapun. Sistem pengetahuan seharusnya mengalami perubahan yang signifikan
sehubung dengan perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat, karena memiliki
tujuan untuk menguasai tanah air. Penjajah pada masa itu melarang perkembangan
pendidikan dan menutup akses masyarakat untuk maju ke dapan. Sehingga,
masyarakat hanya mengenal pengetahuan yang bersifat konvensional.
Sedangkan pengetahuan atas dasar lingkungan juga dapat ditemukan dalam novel
ini, pengetahuan yang didapatkan secara tidak atas karena keterpaksan dan
penggunaan alat yang ada di depan mata saja. Tindakan yang diluar nalar manusia
ini terkadang akan muncul karena suatu hal yang mendesak, hal ini biasanya akan
muncul jika keadaan manusia terpojok sehingga memunculkan memori-memori
yang pernah ia lewati sebelumnya.
Dengan api unggun, ia merebus semua lintah di dalam kaleng, dengan
menggunakan air yang diambil dari kali. Tanpa bumbu, ia segera
membawanya pulang ke aula tempat tinggalnya.
“Kita punya makan malam.” Katanya pada beberapa perempuan dengan
anak-anak mereka yang tinggal di sekitarnya, bertetangga. (CIL.63)
Penggunaan sarana dan prasarana yang ada di sekitar ini dimanfaatkan penuh oleh
Dewi Ayu untuk menahan rasa lapar yang menghinggapi mereka semua.
Novel Cantik Itu Luka menjelaskan pekerjaan yang dilakukan pada masa
penjajahan Jepang di taanah air, pekerjaan yang terdapat dalam novel tersebut
seperti kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang (kerja rodi), tanam paksa, guru,
germo, dan lebih banyak dijelaskan dalam novel tersebut adalah pekerja seks
komersil. Pengambilan suatu pekerjaan yang dianggap tidak berharga oleh
masyarakat secara luas dalam sebuah novel merupakan salah satu kreativitas yang
penuh dengan resiko, salah satu pekerjaan yang dianggap rendah oleh masyrakat
adalah seperti PSK (Pekerja Seks Komersil). Novel Cantik Itu Luka banyak
mengambil bagian dalam menjabarkan pekerjaan tersebut, hal ini dapat dibuktikan
dengan kutipan cerita yang terdapat di dalamnya.
Dewi Ayu, pelacur itu, terkejut mendengar maklumat yang dikatakan
Maman Gendeng, namun tetap bersikap waspada terhadap apapun yang
diinginkannya, sebab kedudukannya sekarang sangatlah jelas setelah
membunuh Edi Idiot, maka ia hanya mengirim seorang kurir untuk
mengundang sang preman yang baru. Maman Gendeng menerima dengan
baik undangan tersebut, dan berjanji akan dating sesegera mungkin.
Bagaimanapun, ia pelacur terbaik di kota itu. Kurang lebih seluruh
lelaki dewasa pernah menidurinya selama rentang waktu kariernya, dan
kehendak monopili yang diinginkan sang preman harusalh memperoleh
penjelasan. (CIL.123-124)
ISSN – 2206-0596 (Online)
13
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Kutipan tersebut membuktikan dari segi watak secara umum seorang pelacur, yang
pada dasarnya pelacur akan memberikan kepuasaan nafsu kepada pelanggannya,
dan mereka akan merawat tubuh mereka dengan berbagai cara untuk memuaskan
pelanggannya. Pekerjaan yang dipandang rendah dan dianggap aib oleh masyarakat
ini juga dijelaskan oleh pengarang. Dalam novel CAntik Itu Luka seorang pelacur
professional di hujat secara langsung oleh masyarakat karena pekerjaannya yang
dianggap kotor ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, mempergunakan bahasa yang
komunikatif sehingga pembaca mudah memahami apa yang dituangkan oleh
pengarang. Terdapat juga beberapa diksi yang dipergunakan pengarang sedikit
frontal karena untuk memperjelas tujuan dan watak dari tokoh yang terdapat di
dalam novel. Pada dasarnya tokoh digambarka menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa kesehariannya. Tetapi tedapat juga beberapa tokoh yang
menggunakan bahasa Jepang dalama pembicaraannya. Penggunaan bahasa bahasa
jepang dapat dilihat pada kutipan-kutipan dibawah ini.
Ia pulang dari luar negeri beberapa hari sebelum perayaan kemerdekaan.
Tiga tahun Republik berdiri, tapi Belanda masih ada dimana-mana. Lebih
menyedihkan, Republik ini harus kalah di smeua perang dan semua meja
perundingan, hingga hanya menguasai sedikit wilayah pedalamn. Ia
bertemu dengan Presiden Republik, sahabat lamanya, yang segera berkata
kepadanya, “Bantulah kami memperkuat Negara dan melancarkan
revolusi.”
“Itu memang kewajibanku. Ik kom hier om orde te scheppen,” katanya.
(CIL.173-74)
Kata Ik kom hier om orde te scheppen memiliki arti Aku datang untuk
membereskan. Penggunaan bahasa yang Jepang yang runtut dan mudah dipahami
oleh pembaca, memudahkan pembaca untuk menerjemahkannya secara tidak
langsung.
Kehidupan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menjadi salah satu
pekerjaan sentral yang dibahasa dalam novel, terdapat berbagai macam pandangan
yang berkenaan kehidupan para pekerja yang menjalankan bisnis ini. Salah satu
perspektif yang menjadi pandangan secara umum dalam novel ini dipandang dari
segi agama, karena agama merupakan salah satu dasar hidup yang menjadi patokan
atau ukuran seseorang melakukan tindakan berdasarkan norma yang berlaku.
Agama akan menjadi landasan yang kuat dari setiap perlakuan meskipun masyarkat
tersebut terhimpit bebagai macam kesulitan hidup.
Seminggu setelah itu, ia memperoleh berita melegakan yang dibawa kurir
lain. Mengingat kursi Panglima Besar tak juga pernah diduduki Sang
Shodancho selama berbulan-bula, para panglima divisi dan komandan
resimen seluruh Jawa dan Sumatera bermusyawarah untuk mencari
pengganti dirinya.
ISSN – 2206-0596 (Online)
14
Aksara, Vol. 2 No. 1
January 2017
“Presiden Republik telah mengangkat Kolonel Sudirman sebagai
Panglima Tentara Keamanan Rakyat dengan pangkat jendral,” kata sang
kurir.
“Puji Tuhan,” katanya
“Jabatan itu hanya cocok bagi orang yang menginkannya.”
Sementara seluruh penduduk Halimunda bersedih atas penggantian
tersebut, Sang Shodancho sendirian alrut dalam kebahagiaan yang tak
tergambarkan oleh siapapun. (CIL.146)
Di samping pandangan dari sudut pandang agama, akan dilengkapi dengan rasa
saling membantu, menghargai dan menghormati antarsesama juga menjadi salah
satu cara positif dalam memandang hidup. Hal tersebut sangat ditekankan dalam
kehidupan Dewi Ayu meskipun ia hidup dalam kebenciaan dan caci maki
masyarakat sekitar.
Dengan demikian, dipandang dari segi sosial budaya pengarang berisikan tentang
kebiasaan atau adat pengarang yang secara tidak langsung menceritakan tentang
kehidupan pengarang di lingkungan sosialnya. Segala aspek yang menjadi bahan
dalam menggambarkan cerita dalam novel dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman pengarang secara pribadi. Segala aspek yang dipergunakan untuk
mengembangkan cerita berdasarkan ide atau gagasan pengarang dipengaruhi oleh
aspek pengarang secara umum.
Kesimpulan
Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memunculkan nilai-nilai
pendidikan yang positif dan negatife secara seimbang. Kedua hal tersesebut dapat
dijadikan patokan bagi pembaca dalam melangkah dalam kehidupan sehari-hari.
Kemunculan nilai pendidikan negatife dan positif sama dengan nilai sebab akibat
dalam kehidupan yang sebenarnya. Penyampaian sastra yang lebih mengungulkan
nilai pendidikan positif dapat dilihat dalam nilai pendidikan religius, nilai
pendidikan sosial, nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan budaya.
Dalam novel Cantik Itu Luka nilai pendidikan agama dapat ditemukan dengan cara
ucapan syukur yang diucapkan oleh tokoh yang terdapat dalam novel. Ucapan
syukur yang diucapkan seperti Puji Syukur atau Alhamdulilah, tergantung pada
agama yang dianut oleh tokoh yang dimainkan.
Nilai pendidikan moral yang ditonjolkan dalam novel ini melalui perilaku tokoh
utama yakni Dewi Ayu. Hal ini terkait dengan sikap solidaritas dan kepedulian
terhadap sesama, tanpa ada maksud dibalik tindakannya. Sikap yang ditunjukkan
bertentangan dengan penolakan masyrakat akan pekerjaan yang digeluti oleh Dewi
Ayu.
Nilai pendidikan budaya yang ditonjolkan dalam novel ini adalah kebudayaan yang
kental akan sarat makna di dalmnya. Novel banyak mengupas tentang upacara
kematian yang benar-benar dilakukan oleh masyrakat Jawa. Dari proses awal
hingga penguburan jenazah. Tak lupa pengarang menggunakan istilah Jawa untuk
mempermudah memunculkan memori pada pembaca.
ISSN – 2206-0596 (Online)
15
Puspitasari, Waluyo & Wardhani
Nilai-nilai pendidikan yang telah disebutkan diatas merupakan kesimpulan dari
nilai pendidikan yang disajikan pengarang dalam novel tersebut. Pengarang lebih
mengedepankan nilai pendidikan dalam novelnya dengan tujuan pengarang dapat
mengedukasi kepada pembaca bahwasannya perempuan pada masa penjajahan
bukanlah sosok yang dapat melakukan emasipasi seperti saat ini. Perjuangan dan
pelecehan seorang perempuan pada masa penjajahan Jepang dapat dijadikan
sebagai tameng pada diri perempuan masa kini, dan sikap toleransi yang tinggi pada
diri manusia. Tidak membedakan manusia karena memiliki fisik yang berbeda
dengan manusia normal pada umumnya.
Deskriminasi pada manusia yang dianggap melanggar norma tanpa mengrtahui
latar belakang dan penyebab utama lebih ditekankan oleh pengarang, karena
tindakan seperti ini sangat lazim ditemukan dalam kehidupan nyata dalam
bermasyrakat.
Referensi
Damono, Sapardji Djoko. 1979. Sosiologi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2008. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastera (Persoalan Teori dan Metode). Selangor:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Kurniawan, Eka. 2012. Cantik Itu Luka. Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Pradopo, Rachmat D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Wiyatmi.2013. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka (Kelompok Penerbit Pinus).
ISSN – 2206-0596 (Online)
16
Download