1 Menuju pengembangan cisgenesis pada tanaman perkebunan dengan teknologi genome editing Sejak ditemukan pada tahun 80-an, rekayasa genetika terus mengalami perkembangan seiring perubahan teknik-teknik bioteknologi modern. Konsep cisgenesis telah berkembang menjadi alternatif dari transgenesis yang acap kali menimbulkan kontroversi pada masyarakat. Saat ini, teknik genome editing sedang menjadi “anak emas” dalam dunia transformasi genetik. Beberapa success story dari spesies model memunculkan perspektif penerapan teknik tersebut pada tanaman perkebunan. Sudah saatnyakah? Tanaman gandum yang teredit menggunakan teknologi CRISPR/Cas9 [1] Rekayasa genetika tanaman dimulai pada tahun 1983 melalui ekspresi gen bakteri pada tanaman tembakau [2]. Pada tahun 1994, tanaman pangan transgenik pertama atau yang disebut genetically-modified crops yaitu tomat Flavr Savr telah dikomersialkan oleh perusahaan Calgene [3]. Secara prinsip, dalam rekayasa genetika tanaman, gen secara acak dimasukkan ke dalam genom tanaman inang. Hal tersebut menjadi salah satu perhatian utama dari masyarakat umum dimana konsep transgenik berkaitan dengan pencampuran materi genetik antara spesies yang tidak dapat berhibridisasi secara alami. Hingga kini, transgenesis masih menjadi tema yang sensitif untuk beberapa kalangan. Melihat permasalahan tersebut, dua konsep transformasi genetika yaitu cisgenesis dan intragenesis dikembangkan sebagai alternatif dari transgenesis [4]. Kedua konsep baru tersebut menyiratkan bahwa tanaman hanya diubah atau ditransformasi dengan materi genetik yang berasal dari spesies itu sendiri atau dari spesies terkait yang mampu saling berhibridisasi seksual [5]. Intragenesis dan cisgenesis memiliki potensi besar untuk mengatasi beberapa keterbatasan pemuliaan klasik. Keduanya dapat digunakan sebagai alat yang cepat untuk mentransfer gen antara tanaman yang sama atau yang berhubungan dekat. Keberhasilan dan lama program pemuliaan ini tergantung pada sistem propagasi masing-masing tanaman [5]. Secara definisi, sebuah transgen adalah (sintesis) gen dengan beberapa atau keseluruhan urutan sekuen dari donor (tanaman yang tidak mampu berhibridiasi seksual dengan tanaman inang, mikroorganisme dan hewan). Gen terinsersi tersebut kemudian digolongkan sebagai gene pool baru dalam pemuliaan tanaman. Sebuah intragen didefinisikan sebagai gen yang terdiri dari unsur-unsur fungsional seperti coding sequence, promotor, dan terminator yang berasal dari gen tanaman itu sendiri atau tanaman yang mampu berhibridisasi seksual dengan tanaman inang. Sebuah cisgen adalah gen existing yang dimiliki tanaman itu sendiri atau dari tanaman www.iribb.org | Januari 2016 | 4(1), 1-4 Riza Arief Putranto - Peneliti PPBBI 2 yang mampu berhibridisasi seksual dengan tanaman inang. Cisgen biasanya berisi promotor dan terminator natif. Gen-gen tersebut juga digolongkan dalam gene pool pemuliaan klasik dan merupakan hasil evolusi alami [6]. Sesuai dengan European Directive 2001/18/EC, ketiga definisi tersebut diatas tergolong ke dalam GMO. Namun demikian, menurut Cartagena Biosafety Protocol, cisgenesis tidak termasuk ke dalam GMO terkait aplikasinya yang memanfaatkan gene pool yang secara alami tersedia. Sejak dicetuskan beberapa tahun yang lalu, konsep cisgenesis berkembang mengikuti perkembangan bioteknologi modern. Saat ini, bioteknologi tanaman memasuki tahap baru dimana metode mutagenesis acak, seperti EMS, sedang digantikan oleh teknologi genome editing yang memungkinkan manipulasi tepat dari urutan genom tertentu [7]. Teknologi baru tersebut mengandalkan sequence-specific nucleases (SSNs) untuk menghasilkan DNA doublestrand breaks (DSBs) pada lokasi spesifik dalam genom. DBSs direparasi oleh dua mekanisme di dalam sel yaitu non-homologous end joining (NHEJ) dan homologous repair (HR) [8]. Skenario ideal genome editing adalah meminimalisir terinsersinya sekuen genetik non-tanaman ke inang genom tanaman dengan memotong seluruh sekuen non-tanaman (seperti gen penanda untuk seleksi, protein Cas, dll) setelah gen target teredit [9]. Tanaman yang dihasilkan dari pendekatan cisgenik tidak dikategorikan sebagai GMO karena kaset sekuen DNA berasal dari tanaman yang sama serta diinsersikan dengan orientasi normal (normal sense orientation) [10]. Sesuai namanya, teknik genome editing diaplikasikan dengan cara memasukkan modul pemotongan DNA (DNA-cutting module) bersama dengan potongan DNA yang akan disisipkan. Ketika DNA asli terpotong, sel akan menggantikannya dengan DNA donor. Saat ini dikenal tiga modul pemotongan DNA yaitu Zinc Finger Nucleases (ZFNs), Transcription Activator-Like Effector Nucleases (TALENs) dan sistem imun adaptatif prokariotik tipe II CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats)/Cas (CRISPRassociated) [11-13]. Kedua nuklease ZFNs dan TALENs digunakan untuk memutasi genom tanaman pada lokus spesifik, namun sistem ini memerlukan dua protein DNA binding yang berbeda dan mengapit flanking sequence, masing-masing dengan modul nuklease FoKl [13]. Keterbatasan sistem tersebut membuat dua metode nuklease tersebut belum banyak diadopsi oleh komunitas riset tanaman. Modul CRISPR/Cas9 muncul sebagai alternatif untuk genome editing yang relatif lebih mudah. Modul tersebut didasarkan pada nuklease Cas9 dan single guide RNA (sgRNA) yang telah dimodifikasi untuk mengedit sekuen nukleotida target [14]. Kemampuan modul CRISPR/Cas9 untuk diprogram ulang menyesuaikan dengan spesies tanaman target telah menjadi terobosan dalam teknik genome editing. Modul pemotongan DNA dengan sistem CRISPR/Cas9 telah sukses diterapkan pada tanaman model seperti Arabidopsis thaliana, Brassica oleracea, Nicotiana benthamiana, Oryza sativa, Triticum aestivum, Solanum lycopersicum, dan Sorghum bicolor [1,8,13]. Keberhasilan tersebut menjadi landasan penelitian-penelitian terkait genome editing pada tanaman. Pada akhir tahun 2014, teknik genome editing telah berhasil diterapkan pada tanaman jeruk [15] dan tomat [16]. Hingga akhir tahun 2015, belum ditemukan penerapan teknik genome editing pada tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, karet, maupun kelapa sawit baik pada tingkat nasional maupun internasional. Kenapa harus melakukan pendekatan cisgenesis untuk tanaman perkebunan? Pertama, sebagai tanaman berkayu dan sebagian besar dikembangbiakkan dengan metode khusus (seperti grafting pada karet atau embryo rescue pada kopyor), tanaman perkebunan tidak memiliki spesies model ideal yang dapat www.iribb.org | Januari 2016 | 4(1), 1-4 Riza Arief Putranto - Peneliti PPBBI 3 merepresentasikan sifat genomik spesifik. Sebagai contoh, tanaman karet mampu beradaptasi dengan stres antropogenik berulang ketika manusia menyadap batang karet untuk diambil lateksnya [17]. Genom tanaman karet beradaptasi sedemikian rupa dengan menduplikasi gengen penting terkait ketahanan terhadap stres abiotik tersebut [18]. Kedua, sebagian besar tanaman perkebunan memiliki persentase duplikasi gen yang tinggi dalam genomnya [18-21]. Pada pendekatan transgenesis, knock off dan/atau knock out dari sebuah gen yang termasuk dalam famili multigenik seringkali tidak memberikan fenotip yang diharapkan. Hal tersebut terjadi karena gen target yang diharapkan digantikan fungsinya oleh gen redundant yang lain. Ketiga, gen natif tanaman perkebunan jika diekspresikan di dalam sistem heterologous (pada spesies lain) seringkali tidak merepresentasikan keadaan ideal di dalam sel. Teknologi nonGMO dari genome editing memberikan potensi meningkatkan atau mematikan ekspresi dari sebuah atau sekelompok gen secara spesifik dalam sistem homologous (dari tanaman perkebunan untuk tanaman perkebunan). Pada akhirnya, konsep cisgenesis dan teknologi genome editing hanyalah satu dari sekian jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ekonomi dari tanaman perkebunan. Aplikasi yang masih sangat minim pada tanaman perkebunan membuat konsep baru tersebut masih harus dibuktikan di lapang. Namun demikian, jika riset terkait tidak dimulai hari ini, lalu kapan? Referensi 1. Lawrenson T, Shorinola O, Stacey N, Li C, Ostergaard L, et al. (2015) Induction of targeted, heritable mutations in barley and Brassica oleracea using RNA-guided Cas9 nuclease. Genome Biology 16: 258. 2. Fraley RT, Rogers SG, Horsch RB, Sanders PR, Flick JS, et al. (1983) Expression of bacterial genes in plant cells. Proceedings of the National Academy of Sciences 80: 4803-4807. 3. Bruening G, Lyons J (2000) The case of the FLAVR SAVR tomato. California Agriculture 54: 6-7. 4. Schouten HJ, Krens FA, Jacobsen E (2006) Cisgenic plants are similar to traditionally bred plants: International regulations for genetically modified organisms should be altered to exempt cisgenesis. EMBO reports 7: 750-753. 5. Schouten HJ, Jacobsen E (2008) Cisgenesis and intragenesis, sisters in innovative plant breeding. Trends in plant science 13: 260-261. 6. Jacobsen E, Schouten HJ (2009) Cisgenesis: an important sub-invention for traditional plant breeding companies. Euphytica 170: 235-247. 7. Belhaj K, Chaparro-Garcia A, Kamoun S, Patron NJ, Nekrasov V (2015) Editing plant genomes with CRISPR/Cas9. Curr Opin Biotechnol 32: 76-84. 8. Bortesi L, Fischer R (2015) The CRISPR/Cas9 system for plant genome editing and beyond. Biotechnology Advances 33: 41-52. 9. Sticklen M (2015) Transgenic, cisgenic, intragenic and subgenic crops. Adv Crop Sci Tech 3: e123. 10. Kanchiswamy CN, Malnoy M, Velasco R, Kim J-S, Viola R (2015) Non-GMO genetically edited crop plants. Trends in Biotechnology 33: 489-491. 11. Puchta H, Fauser F (2013) Gene targeting in plants: 25 years later. The International Journal of Developmental Biology 57: 629-637. www.iribb.org | Januari 2016 | 4(1), 1-4 Riza Arief Putranto - Peneliti PPBBI 4 12. Sprink T, Metje J, Hartung F (2015) Plant genome editing by novel tools: TALEN and other sequence specific nucleases. Current Opinion in Biotechnology 32: 47-53. 13. Belhaj K, Chaparro-Garcia A, Kamoun S, Nekrasov V (2013) Plant genome editing made easy: targeted mutagenesis in model and crop plants using the CRISPR/Cas system. Plant Methods 9: 39. 14. Briner Alexandra E, Donohoue Paul D, Gomaa Ahmed A, Selle K, Slorach Euan M, et al. (2014) Guide RNA functional modules direct Cas9 activity and orthogonality. Molecular Cell 56: 333-339. 15. Jia H, Wang N (2014) Targeted genome editing of sweet orange using Cas9/sgRNA. PLoS ONE 9: e93806. 16. Martinelli F, Grillone G, Sgroi F (2014) Proposal of a genome editing system for genetic resistance to Tomato Spotted Wilt Virus. American Journal of Applied Sciences 11: 1904-1913. 17. Putranto R-A, Duan C, Kuswanhadi, Chaidamsari T, Rio M, et al. (2015) Ethylene Response Factors are controlled by multiple harvesting stresses in Hevea brasiliensis. PLoS ONE 10: e0123618. 18. Rahman AYA, Usharraj A, Misra B, Thottathil G, Jayasekaran K, et al. (2013) Draft genome sequence of the rubber tree Hevea brasiliensis. BMC Genomics 14: 75. 19. Denoeud F, Carretero-Paulet L, Dereeper A, Droc G, Guyot R, et al. (2014) The coffee genome provides insight into the convergent evolution of caffeine biosynthesis. Science 345: 1181-1184. 20. Singh R, Ong-Abdullah M, Low E-TL, Manaf MAA, Rosli R, et al. (2013) Oil palm genome sequence reveals divergence of interfertile species in Old and New worlds. Nature 500: 335-339. 21. Argout X, Salse J, Aury J-M, Guiltinan MJ, Droc G, et al. (2011) The genome of Theobroma cacao. Nat Genet 43: 101-108. www.iribb.org | Januari 2016 | 4(1), 1-4 Riza Arief Putranto - Peneliti PPBBI