Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana

advertisement
Draft
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN KAJIAN
PERLINDUNGAN DAN PENYELAMATAN ARSIP DARI BENCANA
PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM KEARSIPAN
DEPUTI BIDANG INFORMASI DAN PENGEMBANGAN SISTEM KEARSIPAN
2011
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
KATA PENGANTAR
Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan pasal 34 ayat (3), (4), (5), dan (6) pada dasarnya negara meyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana yang dikoordinasikan oleh ANRI atau
Arsip Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, pencipta arsip, dan BNP, dan dalam pasal 21
meyebutkan bahwa untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara, ANRI dapat membentuk Depot dan/atau Tempat
Penyimpanan Arsip Inaktif yang berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki
nilai berkelanjutan, serta Pasal 53 (2) Lembaga negara di daerah wajib menyerahkan arsip
statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain.
Demikian
juga
dalam
Undang-Undang
Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Penanggulangan Bencana, pasal 6 disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan
pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana salah satunya adalah
pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sehubungan dengan amanat kedua undang-undang di atas, maka Arsip Nasional
Republik Indonesia dalam hal ini Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan
pada tahun 2011 ini melaksanakan Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari
Bencana. Hasil dari kajian ini semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai bahan
pengambilan keputusan kebijakan dalam rangka perlindungan dan pemyelamatan arsip dari
bencana.
Jakarta,
November 2011
Kepala,
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan
Rudi Anton
Arsip Nasional Republik Indonesia
i
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
ABSTRAK
Judul
Tebal
Referensi
Unit Kerja
:
:
:
:
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
v, ... halaman, ... lampiran
.... Referensi, ... Peraturan Perundangan
Pusat Pengkajian dan Sistem Kearsipan
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, Arsip Nasional Republik
Indonesia sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab terhadap terselamatnya arsip atau
dokumen negara dari kemungkinan rusak atau musnah akibat bencana, melaksanakan
pengkajian terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana. Kajian Perlindungan
dan Penyelamatan Arsip dari Bencana ini berfokus pada persiapan pembentukan depot
dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan, dengan
perumusan masalah: 1) Jenis bencana apakah yang terjadi di daerah yang menjadi obyek
pengkajian dan bagaimana dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan
arsip?. 2) Jenis arsip berkelanjutan apa sajakah yang perlu dilindungi dan diselamatkan?. 3)
Bagaimanakah efektifitas pengelolaan Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif (instansi
vertikal ANRI atau asas pelaksanaan dekonsentrasi oleh daerah)?. 4) Bagaimana hubungan
kerja antara Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif dengan Lembaga Kearsipan Daerah,
Lembaga Negara di daerah?. Tujuan kajian adalah: 1) Untuk mengetahui dampak yang
diakibatkan bencana terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip. 2) Untuk menetapkan
langkah-langkah penanganan yang efektif dalam perlindungan dan penyelamatan arsip di
daerah bencana. 3) Persiapan pembangunan depot arsip inaktif yang memiliki nilai
berkelanjutan di daerah rawan bencana. Serta manfaatnya adalah agar dapat memberikan
suatu rekomendasi kepada ANRI dalam pendirian depot arsip di beberapa daerah yang rawan
bencana, dan dalam usaha penyelamatan arsip dari bencana, serta dalam penyelamatan arsip
inaktif instansi vertikal.
Pembahasan kerangka konseptual dalam kajian perlindungan dan penyelamatan arsip
ini meliputi konsep arsip, konsep bencana, dan konsep perlindungan dan penyelamatan arsip
dari bencana.
Metode pengkajian yang digunakan adalah secara kualitatif yang didukung oleh data
kuantitatif. Obyek pengkajian dilaksanakan pada empat daerah yang dilanda bencana, yaitu:
Nanggroe Aceh Darusalam yang telah mengalami bencana tsunami, Sumatera Barat dan
Yogyakarta yang mengalami bencana gempa bumi, dan Jawa Timur yang mengalami
bencana lumpur lapindo. Instrument atau alat pengkajian adalah pengkaji atau anggota tim
pengkaji. Sampel sumber data dipilih secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
dengan pertimbangan daerah-daerah yang ditetapkan sebagai sampel adalah daerah yang
terkena bencana terbesar di Indonesia dengan informan dari perwakilan lembaga negara
strategis di daerah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan
studi dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi,
yaitu analisa data dari berbagai sumber, sehingga menghasilkan hasil analisa data yang akan
menjawab permasalahan dalam kajian ini.
Pembahasan kajian dilaksanakan setelah dilakukan analisis terhadap data yang
diperoleh, hasil pembahasan meliputi: Jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi
obyek pengkajian serta dampaknya terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip, Jenis
arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan di daerah obyek pengkajian, serta Tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatan arsip.
Arsip Nasional Republik Indonesia
ii
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Kesimpulan dari kajian adalah sebagai berikut: 1) Jenis bencana yang terjadi di daerah
yang menjadi obyek pengkajian dan dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan
penyelamatan arsip: a) Nanggroe Aceh Darussalam, bencana yang terjadi adalah gempa bumi
dan tsunami, dampaknya arsip kotor karena arsip yang berhamburan terinjak-injak kaki
manusia yang berlalulalang untuk menyelamatkan diri atau memberi bantuan/pertolongan
kepada para korban. Selain itu arsip terkena debu dan reruntuhan puing-puing bangunan dan
kehujanan. b) Sumatera Barat, bencana yang terjadi adalah gempa bumi dan erupsi/letusan
gunung merapi, dampak terhadap arsip, arsip basah/lembab karena setelah gempa diguyur
hujan selama tiga malam berturut-turut. Seperti arsip yang temui di salah satu wilayah
setelah terjadi bencana, arsip tentang Register Tanah, dan Buku Daftar Anggota Organisasi
Terlarang tulisannya mulai memudar karena kehujanan dan tidak segera dikeringkan. Bahkan
antara lembar yang satu dengan lainnya atau antar halaman arsip sudah terlalu sulit untuk di
buka/dipisahkan. c) Yogyakarta, bencana yang terjadi gempa bumi, erupsi/letusan gunung
merapi, banjir, tanah longsor, dampak terhadap arsip, arsip sobek karena basah maupun
tertimbun reruntuhan bangunan. d) Surabaya, bencana yang terjadi adalah luapan lumpur
panas, dampak terhadap arsip, arsip hilang karena terangkut oleh alat berat (becko) atau
ketidaktahuan para relawan yang menyelamatkan para korban maupun yang membersihkan
tempat tersebut. 2) Jenis arsip berkelanjutan yang perlu dilindungi dan diselamatkan adalah:
arsip kontrak perjanjian, sertifikat tanah wakaf, arsip kepegawaian, data-data perantau, arsip
asset, surat-surat keputusan, laporan-laporan, arsip ketenagakerjaan, surat sengketa tanah,
arsip batas provinsi, data kependudukan kabupaten/kota, data nagari dan kelurahan, kebijakan
strategis, serta SOP. 3) Pengelolaan depot/tempat penyimpanan arsip inaktif hampir
berimbang antara pilihan pembangunan depot arsip inaktif milik ANRI di daerah dengan asas
pelaksanaan dekonsentrasi oleh daerah.
Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil kajian perlindungan dan penyelamatan
arsip dari bencana untuk Arsip Nasional Republik Indonesia: Arsip Nasional Republik
Indonesia perlu melakukan sosialisasi Keputusan Kepala ANRI Nomor 6 Tahun 2005
Tentang Pedoman Perlindungan, Pengamanan dan Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital
Negara. Implementasi dari sosialisasi yang dilakukan di atas memerlukan tindak lanjut
berupa pengadaan prasarana dan sarana. Tempat yang direkomendasikan guna perlindungan
dan penyelamatan arsip adalah membangun depot arsip inaktif milik ANRI di daerah, hal
tersebut mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Biaya untuk menyediakan prasarana
dan sarana kearsipan merupakan beban bagi daerah. b) Akan dirasakan lebih efektif dan
efisien jika pembangunan depo tidak dilakukan oleh seluruh Lembaga Kearsipan Daerah
Provinsi Kabupaten/Kota melainkan oleh perwakilan di beberapa daerah yang dianggap dapat
dijadikan perwakilan tempat penyimpanan. c) Seluruh instansi vertikal yakni instansi yang
menjalankan tugas kewenangan pemerintah pusat, yang meliputi: peradilan, agama, moneter,
pertahanan dan keamanan lebih memilih menyimpan arsip inaktifnya di depo arsip milik
ANRI di daerah.
Arsip Nasional Republik Indonesia
iii
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
ABSTRAK ………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR …………………………………
BAB I
BAB II
BAB III
i
ii
v
vi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……..……………………………………………...
B. Fokus Pengkajian …………………………………………….........
C. Rumusan Masalah ………………………………………………...
D. Tujuan Pengkajian …………………………………………………
E. Manfaat Pengkajian ………………………………………………..
1
2
2
2
3
STUDI KEPUSTAKAAN
A. Konsep Arsip
1. Pengertian Arsip …………………………………………………
2. Jenis Arsip …………………………………………………….....
3. Karakteristik Arsip ………………………………………………
4. Perlunya Arsip Dilindungi Dan Diselamatkan Dari Bencana …..
B. Konsep Bencana
1. Pengertian Bencana ………………………………………………
2. Jenis Bencana …………………………………………………….
3. Penanggulangan Bencana ……………………………………….
C. Konsep Perlindungan Dan Penyelamatan Arsip Dari Bencana …….
4
5
6
7
10
10
10
METODE PENGKAJIAN
A. Objek Pengkajian ………………………………………………….....
B. Instrumen Pengkajian ………………………………………………..
C. Sampel Sumber Data ………………………………………………..
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………..
E. Teknik Analisa Data …………………………………………………
34
34
35
35
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….
36
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………….
46
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Kepala ANRI Nomor: HK.01.02/92/2011 tentang
Tim Pengkajian Perlindungan dan PenyelamatanArsip Dari Bencana …..
Lampiran 2. Pedoman Wawancara …………………………………………………………
Lampiran 3. Data Hasil Wawancara ……………………………………………………….
Arsip Nasional Republik Indonesia
iv
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di NAD ………………………
13
Tabel 2.
Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan di NAD ……………………
14
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di NAD …………………
15
Tabel 4.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ………………………..
16
Tabel 5.
Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Sumatera Barat ……………
20
Tabel 6.
Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Jawa Timur ……………….
22
Tabel 7.
Jenis Bencana yang Terjadi di Daerah yang Menjadi Obyek Pengkajian
serta Dampaknya terhadap Perlindungan dan Penyelamatan Arsip ……
43
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jenis Longsor ………………………………………………………
Arsip Nasional Republik Indonesia
32
v
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam seperti gempa bumi, hal ini
disebabkan karena wilayah Indonesia berada pada tiga lempeng besar dunia yaitu
lempeng India-Australia di sebelah Selatan, lempeng Eurasia di sebelah Utara Barat,
lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah Utara Timur. Apabila lempenglempeng tersebut bergerak mencapai posisi yang lebih stabil maka saat itulah gempa
terjadi.
Bencana alam tentu membawa kerugian dalam kehidupan manusia, kerugian yang
selama ini kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak dan tidak pernah
diperhitungkan adalah terceraiberainya, rusaknya, dan termusnahkannya arsip atau
dokumen negara yang mengakibatkan kerugian baik secara ekonomi maupun kerugian
sosial. Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai sebuah institusi yang bertanggung
jawab terhadap terselamatkannya arsip atau dokumen negara tersebut berkewajiban untuk
melindungi arsip atau dokumen negara dari kemungkinan rusak atau musnah akibat
bencana.
Untuk menyelamatkan arsip dari bencana, Arsip Nasional Republik Indonesia
melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
khususnya pasal 34 ayat (3), (4), (5), dan (6) pada dasarnya negara meyelenggarakan
pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana yang dikoordinasikan oleh ANRI atau
Arsip Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, pencipta arsip, dan BNP, juga dalam pasal 21
meyebutkan bahwa untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, ANRI dapat membentuk depot dan/atau tempat
penyimpanan arsip inaktif yang berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki
nilai berkelanjutan, serta Pasal 53 ayat (2) Lembaga Negara di daerah wajib menyerahkan
arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain. Demikian
juga dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
pasal 6 disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah dalam
Arsip Nasional Republik Indonesia
1
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
salah
satunya
adalah
2011
pemeliharaan
arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sehubungan dengan amanat kedua undang-undang di atas, maka Arsip Nasional
Republik Indonesia dalam hal ini Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan
pada tahun 2011 melaksanakan Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari
Bencana
B. Fokus Pengkajian
Fokus dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah
persiapan pembentukan depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki
nilai berkelanjutan (amanat pasal 21 UU Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan).
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari
Bencana adalah:
1. Jenis bencana apakah yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian dan
bagaimana dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan arsip?
2. Jenis arsip berkelanjutan apa sajakah yang perlu dilindungi dan diselamatkan ?
3. Bagaimanakah efektifitas pengelolaan Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif ?
4. Bagaimana hubungan kerja antara Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif dengan
Lembaga Kearsipan Daerah, Lembaga Negara di daerah ?
D. Tujuan Pengkajian
Tujuan dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah:
1. Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan bencana terhadap perlindungan dan
penyelamatan arsip.
2. Untuk menetapkan langkah-langkah penanganan yang efektif dalam perlindungan dan
penyelamatan arsip di daerah bencana.
Arsip Nasional Republik Indonesia
2
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
3. Persiapan pembangunan depot arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan di
daerah rawan bencana
E. Manfaat Pengkajian
Manfaat Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah agar
dapat memberikan suatu rekomendasi kepada ANRI dalam pendirian depot arsip di
beberapa daerah yang rawan bencana, dan dalam usaha penyelamatan arsip dari bencana,
serta dalam penyelamatan arsip inaktif lembaga Negara di daerah.
Arsip Nasional Republik Indonesia
3
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dituangkan pada bab sebelumnya, selanjutnya
adalah mencari bahan pustaka yang akan digunakan sebagai landasan teoritis atau kerangka
konseptual untuk pelaksanaan pengkajian. Bahan pustaka yang akan dibahas dalam Kajian
Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana meliputi konsep tentang arsip, konsep
tentang bencana, konsep tentang perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana, serta
deskripsi wilayah.
A. Konsep Arsip
1. Pengertian Arsip
Banyak ahli kearsipan atau peraturan kearsipan yang mengemukakan
pengertian
dan konsep tentang arsip, tetapi hanya beberapa yang akan dikemukakan
diantaranya adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Suzan Z. Diamond, dalam
bukunya “ Records Management: A Practical Guide”, mengatakan bahwa:
A record is any form of recorded information. The means of recording
information may be paper, microfilm, audiotapes, photographs, slides or any
computer-readable medium such as computer tapes or disks, or optical disk. In
words, practically any information created or communicated within the
organization, axcept unrecorded conversation, form record. (Arsip adalah informasi
terekam, maksudnya adalah dalam berbagai bentuk baik berupa kertas, mikrofilm,
audiotape, video tape, foto, slide atau media komputer baca seperti disk, compact disk
atau optikal disk. Dengan kata lain, informasi yang tercipta atau di komunikasikan
dalam organisasi, kecuali percakapan yang tidak terekam, membentuk arsip)
Hampir senada dengan Diamond seperti apa yang dikemukakan oleh Ricks,
Swafford dan Gow dalam bukunya “ information and Image Management : A
Records System Approach” bahwa:
A record id recorde information, regardless of medium, characteristic, made or
received by an organization. Records include all books, papers, photographs, maps
or other documentary materials regardless of physical form of characteristic, made
Arsip Nasional Republik Indonesia
4
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
and received for legal and operational purpose in connection which transaction of
business. (Arsip adalah informasi yang terekam dalam berbagai bentuk dan
karakteristik yang dibuat dan diterima oleh organisasi dalam rangka melaksanakan
kegiatan. Arsip termasuk buku, kertas, foto, peta dan dokumen lainnya dalam
berbagai bentuk karakteristik yang dibuat dan diterima untuk kepentingan hukum dan
yang berhubungan dengan tujuan operasional organisasi dalam menjalankan transaksi
bisnisnya)
Dari dua pengertian diatas, ISO 15489 tentang Record Management
memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda, bahwa: “Arsip adalah informasi
yang diciptakan, diterima, dan dipelihara sebagai bahan bukti dan sebagai
informasi oleh organisasi atau individu, sesuai kewajiban hukum atau sebagai
transaksi bisnis organisasi”
Sementara dalam pengertian arsip seperti apa yang dikemukakan dalam
Undang-Undang nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, yang antara lain
disebutkan bahwa:
“Arsip adalah rekaman kegitan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan
diterima oleh lembaga Negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan perorangan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
Pengertian dalam Undang-Undang ini memang sangat spesifik yang sudah
disesuaikan dengan pengertian dan kondisi di Indonesia. Semua itu mempunyai
pemahaman yang sama yang intinya adalah :
a. Informasi atau kegiatan yang terekam;
b. Yang dibuat dan diterima;
c. Berbagai bentuk media;
d. Yang menyangkut masalah kegiatan dan transaksi organisasi.
2. Jenis Arsip
Kemudian dengan melihat beberapa aspek atau komponen dari pengertian
arsip seperti tersebut diatas, maka pada dasarnya bahwa arsip terekam dalam berbagai
bentuk media yang kemudian dikelompokkan menjadi berbagai jenis arsip. Adapun
Arsip Nasional Republik Indonesia
5
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
jenis arsip dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti apa yang
dikemukakan oleh Milburn D. Smith III dalam bukunya “Information and Record
Management” yang antara lain mengelompokkan :
a. Jenis arsip dengan media elektronik, yang antara lain meliputi disk magnetic,
disket, pita magnetic, disk optic, flash disk;
b. Jenis arsip dengan media mikro fotografik, yang antara lain meliputi microfilm,
mikrofis, dan COM (computer output microfilm);
c. Jenis arsip dengan media kertas, umumnya dalam berbentuk hard copy seperti
memo, surat, kontak, laporan, berkas proyek;
d. Jenis arsip dengan media video dan suara atau dikenal sebagai arsip audio dan
audio visual. Media ini digunakan untuk menyimpan arsip-arsip gambar bergerak
dan suara seperti kaset, audio kaset dan video tape, yang kemudian berkembang
dalam media digital seperti laser disk, video compact disk dan digital compact
disk (DVD).
3. Karakter Arsip
Dalam rangka unutk mendukung tugas pokok, fungsi serta unutk memberikan
bahan bukti otentik, arsip mempunyai beberapa karakteristik, seiring dengan apa yang
dikemukakan dalam ISO 15489 tentang Records Management, antara lain adalah:
a. Otentisitas, yaitu karakter keaslian atau keorsinilan yang berkaitan dengan
konteks, struktur dan konten atau isi, maksudnya adalah bahwa arsip mempunyai
pokok isi;
b. Reliabilitas, bahwa arsip harus dapat memberikan kesanggupan sebgai bahan
bukti yang dapat dipercaya. Arsip tersebut harus memiliki konten atau isi yang
dapat dipercaya, karena secara lengkap dan akurat benar-benar menggambarkan
transaksi, kegiatan dan fakta-fakta;
c. Integritas, arsip mempunyai integritas atau untuk satu kesatuan yang saling
berkaitan serta lengkap dan tidak dapat diubah;
d. Ketergunaan, adalah kesanggupan arsip untuk menempatkan, menemukan
kembali dan menyajikan serta dapat mengintepretasikan aktivitas dan transaksi
kegitan organisasi
Arsip Nasional Republik Indonesia
6
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Sehingga dengan karakter arsip seperti tersebut diatas, maka arsip akan
memiliki konten/isi, struktur, dan konteks untuk memberikan pertanggungjawaban
aktivitas dan transaksi secara lengkap dan dapat menggambarkan suatu keputusan,
tindakan serta tanggung jawab.
4. Perlunya Arsip Dilindungi Dan Diselamatkan Dari Bencana
Ketika terjadi bencana yang pertama diselamatkan tentu saja kelangsungan
hidup manusia. Namun, dalam rehabilitasi, masalah arsip juga perlu diperhitungkan.
Arsip merupakan bagian penting dalam kehidupan manuasia, sejak lahir manusia
sudah berurusan dengan arsip berupa surat kelahiran/akte kelahiran, sampai akhirnya
meninggal juga dibuatkan surat kematian/akte kematian. Begitu juga suatu lembaga
apapun kegiatannya, akan tergantung juga dengan arsipnya, sebagai bukti keberadaan
dan kegiatan lembaga tersebut.
Arsip perlu dirawat dan dilindungi dengan berbagai cara. Segala aspek perlu
dipertimbangkan dalam perlindungan dan penyelamatan arsip, seperti keamanan,
kelembaban, suhu, sirkulasi udara, termasuk dari ancaman bencana. Untuk di wilayah
yang rentan terhadap bencana, perlu tindakan pencegahan atau meminimumkan
kerusakan akibat bencana, dan tindakan merawat arsip setelah terjadi bencana.
Perlindungan dan penyelamaan arsip dari bencana, diperlukan mengingat nilai
guna yang dimiliki arsip itu sendiri. Nilaiguna arsip adalah
nilai arsip yang
didasarkan pada kegunaannya bagi kepentingan pengguna arsip. Ditinjau dari
kepentingan pengguna arsip, nilaiguna arsip dapat dibedakan menjadi nilaiguna
primer dan nilaiguna sekunder (SE Ka. ANRI No. 2 Tahun 1983).
a. Nilaiguna primer, adalah nilai arsip didasarkan pada kegunaan arsip bagi
kepentingan 1embaga/instansi pencipta arsip. Penentuan ni1aiguna primer tidak
hanya didasarkan pada kegunaannya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan
kegiatan yang sedang berlangsung, tetapi juga kegunaannya bagi lembaga/instansi
pencipta arsip tersebut di waktu yang akan datang. Ni1aiguna primer meliputi
nilaiguna administrasi, nilaiguna hukum, ni1aiguna keuangan, dan nilaiguna
ilmiah dan teknologi.
1) Nilaiguna administrasi, ialah nilaiguna arsip yang didasarkan pada kegunaan
bagi pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi pencipta arsip. Arsip-arsip
Arsip Nasional Republik Indonesia
7
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
yang berisikan hal-hal yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan
kebijaksanaan umumnya mempunyai nilai yang tinggi dan perlu disimpan
lebih lama daripada arsip-arsip yang sifatnya hanya untuk menunjang kegiatan
rutin sehari- hari.
2) Nilaiguna Hukum, arsip mempunyai nilaiguna hukum apabila berisikan buktibukti yang mempunyai kekuatan hukum atas hak dan kewajiban warga negara
dan pemerintah. Arsip-arsip yang mempunyai nilaiguna hukum, antara lain
adalah arsip-arsip yang berisikan Keputusan/Ketetapan, Perjanjian, Bahan
bahan bukti peradilan dan lain sebagainya. Jangka waktu penyimpanan arsiparsip yang bernilaiguna hukum tergantung pada hal/urusan yang diperiksa.
Kegunaannya akan berakhir apabila urusannya telah selesai, telah kadaluwarsa
atau oleh karena suatu ketentuan dalam peraturan perundangan.
3) Nilaiguna Keuangan, arsip yang mempunyai nilaiguna keuangan berisikan
segala hal-ikhwal yang menyangkut transaksi dan pertanggungjawaban
keuangan,
misalnya
arsip-arsip
tentang
rencana
anggaran
belanja,
pertanggungjawaban keuangan, pembukuan, laporan keuangan, laporan
pemeriksaan keuangan dan lain sebagainya. Hendaknya jangan dikacaukan
antara arsip yang berisikan kebijaksanaan di bidang keuangan dengan arsip
yang berisikan tentang hal-ikhwal mengenai transaksi keuangan. Arsip yang
memuat kebijaksanaan di bidang keuangan pada umumnya mempunyai jangka
waktu penyimpanan/retensi yang panjang.
4) Nilaiguna Ilmiah dan Teknologi, arsip bernilaiguna ilmiah dan teknologi
mengandung data ilmiah dan teknologi sebagai akibat/hasil penelitian murni
atau penelitian terapan. Apabila data tersebut tidak dimanfaatkan secara
langsung atau hasil penelitian itu tidak diterbitkan, maka arsip-arsip ini
mempunyai jangka waktu penyimpanan/retensi yang panjang. Tidak mudah
untuk menentukan nilaiguna dari arsip yang berisikan basil penelitian ilmiah.
Berkas-berkas penelitian yang lama tidak dihiraukan lagi mungkin tiba-tiba
bisa menjadi mata rantai yang penting bagi suatu penemuan baru. Hal-hal
semacam itu sukar untuk diramalkan. Oleh karena itu dalam menentukan
nilaiguna ilmiah dan teknologi ini perlu bimbingan dan peran serta dari para
ilmuwan dan/atau peneliti yang bersangkutan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
8
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
b. Nilaiguna Sekunder, adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip bagi
kepentingan lembaga/instansi lain dan/atau kepentingan umum di luar
lembaga/instansi pencipta arsip dan kegunaannya sebagai bahan bukti dan bahan
pertanggungjawaban nasional. Nilaiguna sekunder diberlakukan apabila arsiparsip tidak lagi ada kegunaannya bagi kepentingan pencipta arsip. Arsip yang
bernilaiguna sekunder diserahkan ke Arsip Nasional dan disimpan di/oleh Arsip
Nasional, sehingga pihak lain di luar pencipta arsip dapat memanfaatkan dan
menggunakannya. Meskipun penentuan nilaiguna sekunder ini merupakan bagian
tugas dari Arsip Nasional, namun pejabat instansi pencipta arsip mempunyai
peran serta dalam memberikan keterangan-keterangan yang berharga tentang
terciptanya dan kegunaan arsip-arsip itu. Nilaiguna sekunder meliputi nilaiguna
kebuktian dan nilaiguna informasional.
1) Nilaiguna
Kebuktian,
arsip
mempunyai
nilaiguna
kebuktian
apabila
mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur,
fungsi dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil/akibat kegiatannya itu.
Arsip-arsip semacam ini diperlukan bagi pemerintah karena dapat digunakan
sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang serupa dan bagi
mereka yang berminat di bidang administrasi negara.
2) Nilaiguna Informasional, arsip yang mempunyai nilaiguna informasional
ditentukan oleh isi atau informasi yang terkandung dalam arsip itu bagi
kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan kesejahteraan tanpa dikaitkan
dengan lembaga/instansi penciptanya, yaitu informasi mengenai orang,
tempat, benda, fenomena, masalah dan sejenisnya.
Arsip tidak selalu hanya memiliki nilaiguna tunggal, tetapi dapat juga
memiliki nilaiguna ganda. Pada arsip yang mempunyai nilaiguna ganda, apabila
nilaiguna yang satu berakhir masih berlaku nilaiguna yang lain. Kegunaan yang ganda
ini
menentukan
pula
nilai
arsip
sehubungan
dengan
jangka
waktu
penyimpanan/retensinya.
Arsip Nasional Republik Indonesia
9
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
B. Konsep Bencana
1. Pengertian Bencana
Pengertian bencana berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Jenis Bencana
Berdasarkan Pengertian bencana di atas, dapat disebutkan bahwa jenis
bencana meliputi bencana alam, bencana non alam, dan bencana social. Pengertian
jenis-jenis bencana tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 1 ayat 2, 3, dan 4, adalah sebagai berikut:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana Nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana Sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
3. Penanggulangan Bencana
Upaya penanggulangan bencan meliputi kegiata-kegiatan pencegahan
mitigasi, kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan yang dilakukan pada sebelum,
pada saat, dan setelah bencana. mengingat luasnya spectrum kegiatan penanganan
bencana dan jenis bencana, maka lembaga yang terkait dengan penanggulangan
bencana sangat bertanggung jawab.
Arsip Nasional Republik Indonesia
10
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Sebagai langkah awal dalam upaya penangulangan bencana adalah identifikasi
karakteristik bencana. Karakteristik bencana yang mengancam di Indonesia perlu
dipahami oleh aparatur pemerintah dan masyarakat terutama yang tinggal di wilayah
rawan bencana. Karena dengan pengenalan karakteristik tersebut, maka dapat
memahami perilaku dan ancaman sehingga dapat diambil langkah-langkah yang
diperlukan dalam mengatasinya atau tidak mengurangi kemungkinan dampak yang
ditimbulkan.
Salah satu penyebab timbulnya bencana di Indonesia adalah kurangnya
pemahaman terhadap karakteristik ancaman dari bencana. Sering kali seolah-olah
bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga masyarakat kurang siap menghadapi,
akibatnya timbul banyak kerugian bahkan korban jiwa.
Pemahaman
tentang
ancaman
bencana
meliputi
pengetahuan
secara
menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut :
a. Bagaimana ancaman bahaya timbul;
b. Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya;
c. Mekanisme perusakan secara fisik;
d. Sector dan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana;
e. Dampak dari kerusakan.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Nomor
24 tahun 2004 tentang Penanggulangan Bencana. penyelenggaraan penanngulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangungan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan
rehabilitasi.
Rangkaian
kegiatan
tersebut
apabila
digambarkan
dalam
siklus
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
a. Pra bencana yang meliputi:
1) Situasi tidak terjadi bencana;
2) Situasi terdapat potensi bencana.
b. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
c. Pasca bencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.
Arsip Nasional Republik Indonesia
11
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
C. Perlindungan Dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Perlindungan dan penyelamatan arsip di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2009 Tentang Kearsipan dijelaskan pada bagian kedelapan pasal 33 sampai dengan 35,
bahwa:
1. Negara menyelenggarakan perlindungan dan penyelamatan arsip milik negara yaitu
arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan
sumber dana negara baik yang keberadaannya di dalam maupun di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahan pertanggungjawaban setiap aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan,
pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat, khususnya yang berkaitan dengan
kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak
karya, dan masalah-masalah pemerintahan yang strategis.
2. Perlindungan dan penyelamatan yang dimaksud adalah dari bencana alam, bencana
sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur
sabotase, spionase, dan terorisme.
3. Pelaksanaan perlindungan dan penyelamatan arsip dikoordinasikan oleh ANRI dan
pencipta arsip, dan pihak terkait. Akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI,
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). Akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional
dilaksanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip daerah
kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.
4. Untuk arsip negara yang digabung dan/atau dibubarkan tanggung jawab penyelamatan
arsipnya dilaksanakan oleh ANRI bersama dengan lembaga negara yang bersangkutan
sejak
penggabungan
dan/atau
pembubaran
ditetapkan.
Dalam
hal
terjadi
penggabungan dan/atau pembubaran suatu satuan kerja perangkat daerah, pemerintah
daerah mengambil tindakan untuk melakukan upaya penyelamatan arsip dari satuan
kerja perangkat daerah tersebut. Upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja
perangkat daerah sebagai akibat penggabungan dan/atau pembubaran dilaksanakan
oleh arsip daerah provinsi atau arsip daerah kabupaten/kota sesuai dengan ruang
lingkup fungsi dan tugas.
Arsip Nasional Republik Indonesia
12
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
BAB III
METODE PENGKAJIAN
Metode pengkajian yang dimaksud dalam bab ini adalah cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, sebagaimana diungkapkan oleh
Sugiyono (2010:1-4) dengan sebutan metode penelitian. Tujuan pengkajian tersebut ada tiga
macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan; dan kegunaan pengkajian
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Metode
pengkajian
yang
digunakan
dalam
pengkajian
perlindungan
dan
penyelamatan arsip dari bencana adalah menggunakan metode kualitatif yang didukung oleh
data kuantitatif, karena permasalahan sangat kompleks dan dinamis, serta perlu memahami
situasi sosial secara mendalam. Pokok bahasan pada bab ini meliputi: tempat pengkajian,
instrument pengkajian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. Sugiyono (2010:
292-294).
A. Obyek Pengkajian
Obyek Pengkajian dilaksanakan pada empat daerah yang dilanda bencana, yaitu:
Nanggroe Aceh Darusalam yang telah mengalami bencana tsunami, Sumatera Barat dan
Yogyakarta yang mengalami bencana gempa bumi, dan Jawa Timur yang mengalami
bencana lumpur lapindo.
B. Instrumen Pengkajian
Dalam pengkajian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat pengkajian adalah
pengkaji itu sendiri atau anggota tim pengkaji Sugiyono (2010:222). Adapun anggota tim
pengkajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana dapat dilihat pada Surat
Keputusan Kepala ANRI Nomor: HK.01.02/92/2011
tentang Tim Pengkajian
Perlindungan dan Penyelamatan Arsip Dari Bencana, Adalah anggota tim pengkajian,
terlampir pada lampiran 1.
Arsip Nasional Republik Indonesia
13
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
C. Sampel Sumber Data
Pengkajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana menggunakan
sampel dengan sumber data dipilih secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan dalam kajian ini adalah
daerah-daerah yang ditetapkan sebagai sampel adalah daerah yang terkena bencana
terbesar di Indonesia, sebagaimana yang sudah dituangkan di obyek pengkajian di atas,
dengan informan dari perwakilan lembaga negara strategis di daerah, yaitu:
1) Kanwil Agama
2) Kodam
3) Polda
4) Kanwil Kementerian Hukum dan Ham
5) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan
6) Biro Hukum Sekretariat Daerah
7) Biro Pemerintahan dan Kependudukan sekretariatk daerah
8) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Daerah
9) Biro Administrasi dan Kerjasama
10) Badan Penanggulangan Bencana Daerah
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
pengkajian , tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan data sesuai standar data yang
ditetapkan. Pengumpulan data pada kajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari
bencana dilakukan dengan wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.
Pedoman
wawancara dapat dilihat pada lampiran 2.
Arsip Nasional Republik Indonesia
14
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
E. Teknik Analisa Data
Dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik analisa data dari
berbagai sumber, sehingga menghasilkan hasil analisa data yang akan menjawab
permasalahan dalam kajian ini.
Arsip Nasional Republik Indonesia
15
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah
1. Banda Aceh - Nanggroe Aceh Darussalam (NAD )
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terletak paling barat di Indonesia. Berdiri
pada tanggal 7 Desember 1959, ditetapkan dengan Undang-Undang No 24 tahun 1959
Tentang Daerah Istemewa Aceh. Pada tahun 2001, dengan otonomi khusus, namanya
berubah menjadi Naggroe Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh.
Provinsi NAD terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu suku: Gayo, Alas, Aceh,
Tamiang, Simeullue, Kluet, Aneuk, dan suku-suku lainnya yang berasal dari berbagai
daerah. Mayoritas penduduk beragama islam, sehingga di Provinsi Aceh diterapkan
hukum menurut agama islam. Bagi penganut agama lain hukum tersebut tidak
berlaku, yang berlaku adalah hukum negara Indonesia.
Tabel 1. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di NAD
NO
Nama Kabupaten/Kota
Ibukota
(km²)
1
Kabupaten Aceh Barat
2
Kabupaten Aceh Barat Daya Blangpidie
2.334
3
Kabupaten Aceh Besar
Kota Jantho
2.969
4
Kabupaten Aceh Jaya
Calang
3.817
5
Kabupaten Aceh Selatan
Tapaktuan
3.852
6
Kabupaten Aceh Singkil
Singkil
2.289
7
Kabupaten Aceh Tamiang
Kuala Simpang
1.940
8
Kabupaten Aceh Tengah
Takengon
4.315
9
Kabupaten Aceh Tenggara
Kutacane
4.189
Langsa
6.041
10 Kabupaten Aceh Timur
Arsip Nasional Republik Indonesia
Meulaboh
Luas
2.928
16
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
NO
Nama Kabupaten/Kota
2011
Luas
Ibukota
(km²)
11 Kabupaten Aceh Utara
Lhokseumawe
3.237
12 Kota Banda Aceh
-
142
13 Kabupaten Bener Meriah
Simpang Tiga Redelong 1.457
14 Kabupaten Bireuen
Bireuen
1.901.120
15 Kabupaten Gayolues
Blangkejeren
-
16 Kota Langsa
Langsa
153
17 Kota Lhokseumawe
Lhokseumawe
262
18 Kabupaten Naganraya
Sukamakmue
-
19 Kabupaten Pidie
Sigli
2.885
20 Kabupaten Pidie Jaya
Meureudu
-
21 Kota Sabang
Sabang
61
22 Kabupaten Simeulue
Sinabang
-
23 Kota Subulussalam
142
-
13 Kabupaten Bener Meriah
Simpang Tiga Redelong 1.457
Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh Dalam Angka 2010 (01-7-2007)
Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara: 05º 16' 15"05º 36' 16" Lintang Utara dan 95º 16' 15"-95º 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi ratarata 0,80 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh
sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2 dengan batas-batas:
1) Arah Timur
: Selat Malaka
2) Arah Barat
: Samudera Indonesia
3) Arah Utara
: Selar Malaka
4) Arah Selatan
: Provinsi Sumatera Utara
Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, 17 Mukim, 70 Desa dan 20 Kelurahan.
Berikut tabel luas wilayah dalam hitungan Km2 dan nilai persentasinya dari masingmasing Kecamatan :
Arsip Nasional Republik Indonesia
17
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Tabel 2. Luas Wialayah Berdasarkan Kecamatan di NAD
Luas Wilayah (Km2)
Persentase (%)
1. Meuraxa
7.258
11,85
2. Jaya Baru
3.780
6,16
3. Banda Raya
4.789
7,80
4. Baiturrahman
4.539
7,40
5. Lueng Bata
5.341
8,70
6. Kuta Alam
10.047
16,37
7. Kuta Raja
5.211
8,49
8. Syiah Kuala
14.244
23.21
9. Ulee Kareng
6.150
10,02
Jumlah
61.359
100,00
No. Kecamatan
Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh Dalam Angka 2010 (01-7-2007)
Kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh setelah musibah gempa dan tsunami
menjadi berkurang bila dibandingkan kondisi kepadatan penduduk sebelum peristiwa
tersebut. Bencana tsunami merenggut korban jiwa sekitar 50 ribu jiwa, banyak
menelan korban jiwa terutama di daerah-daerah yang terkena dampak langsung
tsunami. Tahun 2007 jumlah penduduk Kota Banda Aceh sebesar 219.659 jiwa
berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.
Tabel Jumlah Penduduk, Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per Desa dan
Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per Km2 Kota Banda Aceh Tahun 2007
(Diurutkan berdasarkan jumlah penduduk per kecamatan)
Arsip Nasional Republik Indonesia
18
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di NAD
Rata-Rata Kepadatan Penduduk
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk Per
Desa
Per Km2
1. Meuraxa
3.719
232
0,51
2. Jaya Baru
15.317
1.701
4,05
3. Banda Raya
29.363
2.936
6,13
4.989
1.098
9,03
5. Lueng Bata
23.083
2.564
4,32
6. Kuta Alam
43.746
3.976
4,35
7. Kuta Raja
4.639
773
0,89
8. Syiah Kuala
30.867
3.086
2,17
9. Ulee Kareng
27.936
3.104
4,54
219.659
2.440
3,58
4. Baiturrahman
Jumlah
Pada tahun 2006 dan 2007 rasio jenis kelamin penduduk Kota Banda Aceh
sudah diatas 100, hal ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari
pada jumlah penduduk perempuan. Tabel Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
dan Sex Rasio pada Tahun 2007(Diurutkan berdasarkan rasio sex jumlah penduduk
per kecamatan).
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No.
Kecamatan
Jenis Kelamin
Sex Rasio
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1. Meuraxa
1.966
1.753
3.719
112,2
2. Jaya Baru
8.097
7.220
15.317
112,1
3. Banda Raya
15.522
13.841
29.363
119,1
4. Baiturrahman
21.668
19.321
40.989
112,1
5. Lueng Bata
12.202
10.881
23.083
112,0
6. Kuta Alam
23.088
20.621
43.746
111,9
Arsip Nasional Republik Indonesia
19
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
No.
Kecamatan
Jenis
2011
Sex Rasio
No.
Kecamatan
3.013
2.187
4.639
137,8
8. Syiah Kuala
15.473
14.550
30.867
175,1
9. Ulee Kareng
14.767
13.169
27.936
112,1
116.116
103.543
219.659
112,4
7. Kuta Raja
Jumlah
Kelamin
Sumber : Banda Aceh Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Kota Banda Aceh)
a) Klimatologi
Klimatologi Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan
berkisar antara 25,5º C sampai 27,5º C dengan tekanan 1008 – 1012 milibar.
Sedangkan untuk suhu terendah dan tertinggi bervariasi antara 18º C hingga 20º C
dan 33º C hingga 37º C.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada
keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar
antara 75% - 87%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan
terendah pada bulan Juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Sebagai
gambaran dapat diamati grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda
Aceh selama setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara
rata-rata; maksimum dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata;
maksimum dan minimum; serta kecepatan angin rata-rata; maksimum dan
minimum.
Kota Banda Aceh dibelah oleh Krueng Aceh yang merupakan sungai
terpanjang di kawasan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Terdapat
tujuh sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah
tangkapan air (Catchment Area), sumber air baku, kegiatan perikanan, dan
sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin,
payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan
timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota
membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar
berada di bagian selatan kota membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai
kecamatan Meuraxa. Klimatologi Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata
Arsip Nasional Republik Indonesia
20
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
bulanan berkisar antara 25,5º C sampai 27,5º C dengan tekanan 1008 - 1012
milibar.
b) Litologi
Kondisi tanah yang umumnya terdapat di Kota Banda Aceh secara umum
dan khususnya di daerah pesisir ini didominasi oleh jenis tanah Podzolik Merah
Kuning (PMK) dan Regosol dengan tekstur tanah antara sedang sampai kasar.
Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui media air
sungai atau aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah pesisir terjadi
endapan di tempat-tempat tertentu seperti Krueng Aceh dan anak-anak sungai
lainnya, seperti pada belokan sungai bagian dalam. Hasil sedimentasi oleh aliran
permukaan setempat dijumpai sebagai longgakan tanah pada bagian tertentu.
c) Geomorfologi
Daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi :
a) Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga
sebagian Kecamatan Kuta Raja
b) Pesisir pantai wilayah barat di sebagian Kecamatan Meuraxa
Sedangkan daerah yang termasuk pedataran sampai dengan elevasi
ketinggian 0 hingga lebih dari 10 m, kemiringan lereng 0 - 2 % terletak antara
muara-muara sungai dan perbukitan. Dari kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui
oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga
Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan
gempa dan longsor.
Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu
patahan Darul Imarah dan Darussalam, sehingga Banda Aceh adalah suatu daratan
hasil ambalasan sejak Pilosen membentuk suatu Graben. Ini menunjukkan ruasruas patahan Semangko di Pulau Sumatera dan kedudukannya terhadap Kota
Banda Aceh, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan
bertemu pada pegunungan di sebelah Tenggara, sehingga dataran Banda Aceh
merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di
Arsip Nasional Republik Indonesia
21
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
sekitarnya. Gambar berikut menjelaskan struktur patahan semangko yang
melintasi wilayah Kota Banda Aceh
d) Topografi
Kota Banda Aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan Sungai
Krueng Aceh dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter
dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang
dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut. Dataran ini diapit oleh
perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dengan ketinggian lebih dari 500 m,
sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut.
2. Padang - Sumatera Barat
Kota Padang adalah ibukota Propinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai
barat pulau Sumatera dan berada antara 0º 44' 00" dan 1º 08' 35" Lintang Selatan serta
antara 100º 05' 05" dan 100º 34' 09" Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980,
luas Kota Padang adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas
Propinsi Sumatera Barat. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan
terluas adalah Kota Tangah yang mencapai 232,25 km2.
Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian besar atau 52,52 persen berupa
hutan yang dillindungi oleh pemerintah. Berupa bangunan dan perkarangan seluas
9,01 persen atau 62,63 km2 sedangkan yang digunakan untuk lahan sawah seluas 7,52
persen atau 52,25 km2.
Selain di daratan pulau Sumatera, Kota Padang memiliki 19 pulau dimana
yang terbesar adalah Pulau Sikuai di Kecamatan Bungus Teluk Kabung seluas 38,6
km2, Pulau Toran di kecamatan Padang Selatan seluas 25 km2 dan Pulau Pisang
Gadang seluas 21,12 km2 juga di Kecamatan Padang Selatan.
Wilayah daratan Kota Padang yang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu
antara 0-1853 m diatas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan
Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16
sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat
curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm perbulan dengan rata-rata
Arsip Nasional Republik Indonesia
22
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003. suhu udaranya cukup tinggi yaitu antara
23°-32ºC pada siang hari dan pada malam hari adalah antara 22º-28ºC.
Kelembabannya berkisar antara 78-81 persen. Batas Wilayah adalah sbb:
1) Arah Timur
: Provinsi Riau
2) Arah Barat
: Samudera Indonesia
3) Arah Utara
: Provinsi Sumatera Utara
4) Arah Selatan
: Provinsi Jambi
Pada awalnya luas Kota Padang adalah 33 Km2, yang terdiri dari 3 Kecamatan
dan 13 buah Kampung, yaitu Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan dan Padang
Timur. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 1980 tanggal 21 Maret 1980 wilayah Kota Padang menjadi 694,96
Km2, yang terdiri dari 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan. Dengan dicanangkannya
pelaksanaan otonomi daerah sejak Tanggal 1 Januari 2001, maka wilayah
administratif Kota Padang dibagi dalam 11 Kecamatan dan 103 Kelurahan.
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Sumatera Barat
1 Kabupaten Agam
Lubuk Basung
Jarak ke
Luas
Ibukota
(km²)
Provinsi
(km)
2.232
120
2 Kota Bukittinggi
Bukittinggi
25
91
3 Kabupaten Dharmasraya
Dharmasraya
2.961
170
4 Kabupaten Kepulauan Mentawai
Tuapejat
6.011
-
5 Kabupaten Limapuluhkoto
Sarilamak
3.354
-
6 Kota Padang
Padang
695
-
7 Kota Padangpanjang
Padangpanjang
23
-
8 Kabupaten Padangpariaman
Pariaman
1.329
-
9 Kota Pariaman
Pariaman
73
56
10 Kabupaten Pasaman
Lubuksikaping
3.948
-
11 Kabupaten Pasaman Barat
Simpang Empat
3.888
180
NO
Nama Kabupaten/Kota
Arsip Nasional Republik Indonesia
Ibukota
23
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
12 Kota Payakumbuh
Payakumbuh
80
124
13
a.
14
Painan
5.795
77
Sawahlunto
273
95
15 rKabupaten Sawahlunto / Sinjunjung
Muara
3.131
-
16 aKabupaten Sijunjung
Muarosijunjung
-
-
17 b
Kabupaten Solok
a
18 Kota Solok
y
19 Kabupaten Solok Selatan
a
20 Kabupaten Tanahdatar
Arosuka
3.738
64
Solok
58
64
Teminabuan
3.346
120
Tanah Datar
1.336
-
Kabupaten Pesisir Selatan
S
Kota Sawahlunto
u
3. Surabaya – Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur mempunyai 229 pulau dengan luas wilayah daratan
sebesar 47.130,15 Km2 dan Lautan seluas 110.764,28 km2. Wilayah ini membentang
antara 111º 0’ BT - 114º 4’ BT dan 7º 12’ LS - 8º 48’ LS. Batas wilayah adalah sbb:
1) Arah Timur
: Pulau Bali
2) Arah Barat Provinsi
: Jawa Tengah
3) Arah Utara Provinsi
: Kalimantan Selatan
4) Arah Selatan
: Samudera Indonesia
Provinsi Jawa Timur dibagi atas daerah Kabupaten dan Kota, meliputi:
29 Kabupaten: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang,
Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan,
Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro,
Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
9 Kota: Surabaya, Madiun, Kediri, Blitar, Malang, Batu, Pasuruan, Probolinggo
dan Mojokerto.
Guna memantapkan dan meningkatkan koordinasi pelaksanaan Pemerintahan
dan Pembangunan di seluruh wilayah Jawa timur serta dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, dibentuk Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan Jawa Timur yang selanjutnya disingkat BAKORWIL.
Arsip Nasional Republik Indonesia
24
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
1) BAKORWIL-I berkududukan di Kota Madiun, dengan wilayah kerja meliputi:
Kota Madiun; Kabupaten Madiun; Kabupaten Magetan; Kabupaten Ngawi;
Kabupaten
Ponorogo;
Kabupaten
Trenggalek;
Kabupaten
Tulungagung;
Kabupaten Pacitan; Kabupaten Blitar; Kota Blitar dan Kabupaten Nganjuk.
2) BAKORWIL-II berkududukan di Kabupaten Bojonegoro, dengan wilayah kerja
meliputi: Kabupaten Bojonegoro; Kabupaten Lamongan; Kabupaten Tuban;
Kabupaten Jombang; Kabupaten Mojokerto; Kota Mojokerto; Kabupaten Kediri
dan Kota Kediri.
3) BAKORWIL-III berkududukan di Kota Malang, dengan wilayah kerja meliputi:
Kota Malang; Kabupaten Malang; Kota Batu; Kabupaten Pasuruan; Kota
Pasuruan; Kabupaten Probolinggo; Kota Probolinggo; Kabupaten Lumajang;
Kabupaten
Jember;
Kabupaten
Banyuwangi;
Kabupaten
Situbondo
dan
Kabupaten Bondowoso.
4) BAKORWIL-IV berkedudukan di Kabupaten Pamekasan, dengan wilayah kerja
meliputi:Kabupaten Pamekasan; Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Sampang;
Kabupaten Sumenep; Kota Surabaya.
Tabel 6. Luas wilayah Berdasarkan Kabupaten di Jawa Timur
NO.
Nama Kabupaten/Kota
Luas
(km²)
Ibukota
1
Kabupaten Bangkalan
Bangkalan
2
Kabupaten Banyuwangi
Banyuwangi 5.783
288
3
Kota Batu
Batu
93
-
4
Kabupaten Blitar
Blitar
1.589
167
5
Kota Blitar
Blitar
33
167
6
Kabupaten Bojonegoro
Bojonegoro 2.307
108
7
Kabupaten Bondowoso
Bondowoso 1.560
191
8
Kabupaten Gresik
Gresik
1.191
18
9
Kabupaten Jember
Jember
2.478
197
Jombang
904
79
10 Kabupaten Jombang
Arsip Nasional Republik Indonesia
1.260
Jarak ke
Ibukota
Provinsi (km)
28
25
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
11 Kabupaten Kediri
Kediri
1.386
Jarak ke
Ibukota
Provinsi (km)
123
12 Kota Kediri
Kediri
63
123
13 Kabupaten Lamongan
Lamongan
1.670
45
14 Kabupaten Lumajang
Lumajang
1.791
145
15 Kota Madiun
Madiun
33
169
16 Kabupaten Madiun
Madiun
1.011
169
17 Kabupaten Magetan
Magetan
689
193
18 Kota Malang
Klojen
110
89
19 Kabupaten Malang
Malang
2.979
89
20 Kota Mojokerto
Mojokerto
16
49
21 Kabupaten Mojokerto
Mojokerto
692
49
22 Kabupaten Nganjuk
Nganjuk
1.224
119
23 Kabupaten Ngawi
Ngawi
1.296
181
24 Kabupaten Pacitan
Pacitan
1.342
276
25 Kabupaten Pamekasan
Pamekasan
792
123
26 Kota Pasuruan
Pasuruan
35
60
27 Kabupaten Pasuruan
Pasuruan
1.151
60
28 Kabupaten Ponorogo
Ponorogo
1.372
198
29 Kota Probolinggo
Probolinggo 57
90
30 Kabupaten Probolinggo
Probolinggo 1.599
90
31 Kabupaten Sampang
Sampang
1.233
90
32 Kabupaten Sidoarjo
Sidoarjo
634
23
33 Kabupaten Situbondo
Situbondo
1.639
194
34 Kabupaten Sumenep
Sumenep
1.999
175
35 Kota Surabaya
Surabaya
326
-
36 Kabupaten Trenggalek
Trenggalek
1.205
196
NO.
Nama Kabupaten/Kota
Arsip Nasional Republik Indonesia
Luas
(km²)
Ibukota
26
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
NO.
Nama Kabupaten/Kota
Ibukota
Luas
(km²)
37 Kabupaten Tuban
Tuban
1.840
38 Kabupaten Tulungagung
Tulungagung 1.046
2011
Jarak ke
Ibukota
Provinsi (km)
103
154
Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya budaya. Beragam etnis ada di
Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara pun
dapai dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi yang
membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang
selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya
adalah orang Surabaya asli dan orang Madura.
Ciri khas masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul. Gaya bicaranya
sangat terbuka. Walaupun tampak seperti bertemperamen kasar, masyarakat disini
sangat demokratis, toleran dan senang menolong orang lain. Dalam berkesenian
masyarakat disini senang dengan gerakan yang atraktif, dinamis dan humoristik.
Gerak tari yang lambat kurang diterima disini.
Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,
sampai dengan Bulan Desember 2007. Jumlah penduduk Kota Surabaya yang
terdaftar di Kartu keluarga hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa atau
sebanyak 755.914 Kepala keluarga. Komposisi penduduk Kota Surabaya pada Tahun
2007 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 1.437.682 jiwa penduduk laki-laki (50,23
%) dan 1.424.246 (49,77 %) jiwa penduduk perempuan.
Sedangkan dilihat dari komposisi kelompok umur/struktur usia pada tahun
2007 penduduk Kota Surabaya dapat dijelaskan bahwa proporsi terbanyak adalah
pada kelompok usia 36 – 45 Tahun (524.829 jiwa) dan 46-59 Tahun (464.205 jiwa).
Jika dilihat dari komposisi penduduk kota Surabaya pada tahun 2007
berdasarkan profesi dapat dijelaskan bahwa terbanyak adalah pegawai swasta
sejumlah 684.581 jiwa, selanjutnya adalah sebagai ibu rumah tangga sejumlah
527.343 jiwa dan sebagai pelajar sebanyak 448.551 jiwa. Komposisi penduduk kota
Surabaya berdasarkan pendidikan pada tahun 2007 terbanyak adalah pada tingkat
pendidikan SLTA (772.133 jiwa) kemudian SD (769.728 jiwa) serta tidak sekolah
(616.240 jiwa).
Arsip Nasional Republik Indonesia
27
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Kota Surabaya merupakan kota lama yang berkembang hingga mencapai
bentuknya seperti saat ini. Awalnya masyarakat tinggal dalam perkampungan.
Dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,2 % setahun, tentu saja kebutuhan akan
perumahan sangat besar. Masyarakat dapat menetap dalam perkampungan padat
ataupun memilih berpindah ke real estate yang lebih teratur. Pilihan kelas real estate
pun sangat beragam. Hunian bertaraf internasional yang dilengkapi dengan padang
golf dengan keamanan yang ketat juga tersedia di sini.
Seperti di belahan rnanapun di dunia, dikotomi miskin dan kaya tentu saja
juga terjadi di Surabaya. Akan tetapi masing-masing dapat berdampingan dengan
damai, dan tidak menjadi alasan hidup di Surabaya menjadi kurang nyaman.
4. Yogyakarta
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan
satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II
lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi
DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara
: Kabupaten Sleman
Sebelah timur
: Kabupaten Bantul & Sleman
Sebelah selatan
: Kabupaten Bantul
Sebelah barat
: Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II
Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan ketinggian ratarata 114 m diatas permukaan laut.
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari
barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat,
serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu: Sebelah timur
adalah Sungai Gajah Wong, Bagian tengah adalah Sungai Code, Sebelah barat adalah
Sungai Winongo.
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan
daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah
Propinsi DIY, dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45
Arsip Nasional Republik Indonesia
28
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 489.000 jiwa (data per
Desember 1999) dengan kepadatan rata-rata 15.000 jiwa/Km².
Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami
berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang
berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis
besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan
perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap
tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari
luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan).
Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119
hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada
umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya
dengan arah 220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau
bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan ratarata kecepatan 5-16 knot/jam.
Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir
tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000
tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan
rata-rata 15.197/km². Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis
kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.
B. Karakteristik Bencana
Setiap jenis bencana memiliki karakteristik dan sangat berkaitan erat dengan
masalah yang dapat diakibatkannya. Dengan mengenal karakteristik setiap ancaman, kita
dapat mengetahui perilaku ancaman tersebut dan menyusun langkah-langkah pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan termasuk dalam penyusunan rencana operasional saat terjadi
bencana. Berikut beberapa karakteristik jenis bencana disertai permasalahan spesifik yang
menyertai dalam penanganannya.
Arsip Nasional Republik Indonesia
29
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
1. Gempa Bumi
1) Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah terguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antara lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan bantuan,
kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relative
kecil sehingga memusatkan pembahasan pada gempa bumi akibat tumbukan antar
lempeng bumi dan patahan aktif. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan
energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara
tiba-tiba. Beberapa penyebab gempa bumi, antara lain :
a) Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi;
b) Aktivitas sesar di permukaan bumi;
c) Aktivitas gunung api;
d) Ledakan nuklir.
2) Permasalahan Spesifik
Gempa bumi mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu
berupa korban manusia maupun kerusakan milik umum yang dapat mengangu
bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai
berikut :
a) Perkampungan padat dengan kontruksi yang lemah dan padat penghuni;
b) Bangunan dengan desain teknis yang buruk, bangunan tanah, bangunana
tembok tanpa perkuatan;
c) Bangunan dengan atap yang berat;
d) Bangunan tua dengan kekuatan lateral dan kualitas yang rendah;
e) Bangunan tinggi yang dibangun diatas tanah lepas/tidak kompak;
f) Infastruktur diatas tanah atau timbunan;
g) Bangunan industri dapat menimbulkan bencana ikutan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
30
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
2. Erupsi/ Letusan Gunung Berapi
1) Pengertian Erupsi/Letusan Gunung Berapi
Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan
bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya
batuan lelehan (magma)/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi.
Beberapa penyebab terjadinya erupsi/letusan gunung berapi :
a) Pancaran magma dari dalam bumi yang berasosisi dengan arus konveksi
panas;
b) Proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng/kulit bumi;
c) Akumulasi tekanan dan temperature dan fluida magma memimbulkan
pelepasan energy.
2) Permasalahan spesifik
Erupsi/letusan gunung berapi mengakibatkan kerugian dan permasalahan
yang serius yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum
yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk.
Uraiannya sebagai berikut :
a) Makluk hidup dan harta benda yang ada disekitar pusat letusan atau kawasan
rawan bencana;
b) Semua bangunan dapat terbakar atau rubuh dilanda material letusan;
c) Atap dan rumah yang terbuat dari kayu atau dari bahan yang mudah terbakar
lainnya;
d) Sumber air minum (terutama yang terbuka) mudah tercemar oleh debu gunung
berapi;
e) Atap bangunan yang lemah tidak tahan terhadap endapan debu;
f) Tanaman rusak menimbukan gagal panen, cadangan pangan tergangu;
g) Material letusan, terutama abu dapat mengakibatkan ganguan pernapasan
(ISPA) dan sakit mata.
h) Debu vulkanik menyebabkan masalah pernapasan dan dapat mencemari
sumber air
Arsip Nasional Republik Indonesia
31
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
3. Tsunami
1) Pengertian Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu”berarti pelabuhan, “name” berarti
gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di
pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang dengan periode panjang
yang ditimbulkan oleh ganguan impulsive dari dasar laut. Ganguan impulsive
tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran.
Beberapa penyebab terjadinya tsunami :
a) Gempa bumi yang dikuti dengan dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan
yang sangat besar dibawah air (laut/danau).
b) Tanah longsor dibawah tubuh air/laut.
c) Letusan gunung dibawah laut dan gunung api pulau.
Tsunami mempunyai kecepatan yang berbanding lurus dengan kedalaman
laut semakin besar kedalaman laut maka kecepatan tsunami semakin besar.
Selama perjalanan dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju pantai,
kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin
dangkal. Akibatnya tinggi gelombang dipantai menjadi semakin besar karean
adanya penumpukan masa air akibat dari penurunan kecepatan. Ketika mencapai
pantai, kecepatan tsunami yang naik ke daratan berkurang menjadi sekitar 25-100
km/jam. Gelombang yang berkecepatan tinggi ini bisa menghancurkan kehidupan
didaerah pantai dan kembalinya air ke laut setelah mencapai puncak gelombang
bisa menyeret segala sesuatu ke laut. Dataran rendah pun dapat menjadi tergenang
membentuk lautan baru.
2) Permasalahan Spesifik :
Tsunami mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu
berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum yang dapat
mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya
sebagai berikut:
a) Struktur bangnan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu;
b) Bangunan bangunan sementara atau semi permanen;
Arsip Nasional Republik Indonesia
32
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
c) Bangunan-bangunan yang dimensi lebarnya sejajar dengan garis pantai;
d) Material bangunan tambahan yang menempel kurang kuat pada bangunan
utama seperti papan, seng, asbes, dan sebagainya.
e) Bangunan dan fasilitas telekomunikasi, listrik dan air bersih;
f) Kapal penangkap ikan atau bangunan industri maritime lainnya yang terletak
disekitar pantai;
g) Jembatan dan jalan didaerah dataran pantai;
h) Sawah, ladang, tambak, kolam budidaya perikanan.
4. Angin siklon tropis
1) Pengertian Angin Siklon tropis
Pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih
yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali
didaerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Penyebab terjadinya
angin siklon tropis dikarenakan perbedaaan tekanan dalam suatu sistem cuaca.
Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan
radius ratusan kilometer disekitar daerah sistem tekanan rendah yang ektrem.
Sistem pusaran ini bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Di Indonesia,
angin ini dikenal sebagai badai, di Samudera Pacifik sebagai angin taifun
(typhoon), di Samudera Hindia disebut siklon (Icyclone), dan di Amerika
dinamakan hurricane.
2) Permasalahan spesifik
Angin siklon tropis mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius
yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum yang dapat
mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya
sebagai berikut:
a) Struktur bangunan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu
bangunan bangunan sementara atau semi permanen;
b) Atap bangunan;
Arsip Nasional Republik Indonesia
33
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
c) Material bangunan tambahan yang menempel kurang pada bangunan utama
seperti papan, seng, asbes, dan sebagainnya;
d) Tiang kabel listrik yang tinggi akan tumbang diterpa angin;
e) Kapal-kapal penangkapan ikan atau bangunan industrsi maritime lainnya yang
terletak disekitar pantai.
5. Banjir
1) Pengertian Banjir
Ada dua pengertian mengenai banjir :
a) Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas
dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi
sungai. Aliran tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka
tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.
b) Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan
kenaikan muka air di muara akibat badai.
Untuk Negara tropis, berdasarkan sumber airnya yang belebihan tersebut
dapat dikategorikan dalam empat kategori :
a) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran
sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem
drainase buatan manusia.
b) Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air sungai sebagai akibat pasang
laut maupun meningginginya gelombang laut akibat badai.
c) Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti
bendungan, bending, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
d) Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai
akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak
dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang
terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus banjir
bandang jenis ini terjadi pada banjir bahorok, kabupaten langkat, Sumatera
Utara.
Arsip Nasional Republik Indonesia
34
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
2) Permasalahan Spesifik
Bencana banjir mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius
yaitu berupa korban manusia dan harta benda, baik perorangan maupun milik
umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi
penduduk. Uraiannya sebagai berikut :
a. Mengakibatkan
penduduk
yang
meninggal,
hilang,
luka-luka,
dan
pengungsian; Mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat, harta benda
perorangan yang tergenang rusak dan hanyut seperti rumah tinggal, mobil,
perabotan rumah tangga, dll.
b. Prasarana transportasi yang tergenang, rusak, dan hanyut karena banjir.
Contoh : jalan, jembatan, stasiun, terminal bus,dll.
c. Fasilitas sosial yang tergenang, rusak, dan hanyut diantaranya : sekolah,
rumah sakit, puskesmas, tempat ibadah, pasar, dan fasilitas sosial lainnya.
d. Fasilitas pemerintahan, industri-jasa, dan fasilitas starategis lainnya,
diantaranya : kantor instansi pemerintah, komplek industri, jaringan distribusi
air, gas, instalasi telekomunasi, dll.
e. Prasarana pertanian dan perikanan, diantaranya : sawah beririgasi dan sawah
tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan/kehilangan produksi),
tambak, perkebunan, dll.
f. Prasarana pengairan, diantaranya : bendungan, tanggul, jaringan irigasi,
jaringan drainase, pintu air, dll.
6. Tanah Longsor
1) Pengertian Longsor
longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun pencampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni : longsoran transisi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis
longsoran transisi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia, sedangkan
Arsip Nasional Republik Indonesia
35
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan
rombakan.
Gambar 1. Jenis Longsor
Arsip Nasional Republik Indonesia
36
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Sumber : pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi ESDM
2) Permasalahan Spesifik
Tanah longsor terjadi karena ada ganguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng. Ganguaan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi
terutama kemiringan lereng, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan
kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau
berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata
airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau tergangu kestabilannya
tanpa dipicu proses pemicunya. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi
penyebab yang berupa:
a) Factor pengontrol ganguan kestabilan lereng;
b) Proses pemicu longsoran.
Bencana tanah longsor mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang
serius yaitu berupa korban manusia maupun fasilitas milik umum yang dapat
mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk;
a) Permukiman yang dibangun pada lereng yang terjal dan tanah yang lunak, atau
dekat tebing sungai;
b) Permukiman yang dibangun dibawah lereng yang terjal;
c) Permukimaman yang dibangun di mulut sungai yang berasal dari pegunungan
diatasnya, rawan terhadap banjir bandang;
d) Jalan dan prasarana komunikasi yang melintasi lembah dan perbukitan;
e) Bangunan tembok;
f) Bangunan dengan fondasi yang lemah;
g) Struktur bangunan dengan fondasi tidak menyatu;
h) Utilitas bawah tanah, pipa air, pipa gas dan pipa kabel.
Arsip Nasional Republik Indonesia
37
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
C. Dampak Bencana Terhadap Arsip
Musibah bencana bukan saja menelan korban jiwa dan harta, namun juga
memberikan dampak yang sangat besar terhadap keseluruhan aspek kehidupan manusia,
termasuk musnah, hilang dan rusaknya arsip atau dokumen penting.
Jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian serta
dampaknya terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 7. Dampak Bencana Terhadap Arsip Pada Obyek Pengkajian
Wilayah
Bencana
Dampak Terhadap Arsip
Nanggroe Aceh
Darussalam-
Gempa Bumi
Arsip kotor karena arsip yang berhamburan terinjak-injak kaki manusia
yang berlalulalang untuk menyelamatkan diri atau memberi bantuan /
pertolongan kepada para korban. Selain itu arsip terkena debu dan
reruntuhan puing-puing bangunan dan kehujanan.
Sumatera Barat
-
Gempa Bumi
Surabaya -
Luapan
Lumpur
Panas
Arsip hilang karena terangkut oleh alat berat (becko) atau ketidaktahuan
para relawan yang menyelamatkan para korban maupun yang
membersihkan tempat tersebut.
Yogyakarta-
Gempa Bumi
Arsip sobek karena basah maupun tertimbun reruntuhan bangunan
-
Tsunami
Erupsi/
Letusan
Gunung
Merapi
Arsip basah/lembab karena setelah gempa diguyur hujan selama tiga
malam berturut-turut. Seperti arsip yang temui di salah satu wilayah
setelah terjadi bencana, arsip tentang Register Tanah, dan Buku Daftar
Anggota Organisasi Terlarang tulisannya mulai memudar karena
kehujanan dan tidak segera dikeringkan. Bahkan antara lembar yang
satu dengan lainnya atau antar halaman arsip sudah terlalu sulit untuk di
buka/dipisahkan.
Erupsi/
Letusan
Gunung
Merapi
Banjir
Tanah
Longsor
Arsip Nasional Republik Indonesia
38
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
D. Jenis Arsip Inaktif Yang Terkena Dampak Bencana
Arsip/dokmen penting yang terkena dampak musibah bencana dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan seperti: hilangnya identitas organisasi, hilangnya memori
organisasi, hilangnya bukti sah di pengadilan, hilangnya bukti akuntabilitas kinerja
organisasi dan aparatur, hilangya sumber utama untuk pengambilan keputusan, hilangnya
bukti asset kepemilikan, serta hilangnya bukti sejarah. Jika arsip/dokumen tersebut
terceraiberai, rusak, atau musnah/hilang maka untuk menata kembali, memperbaiki
arsip/dokumen yang rusak atau untuk mencari arsip pengganti membutuhkan biaya yang
besar. Adapun jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan pada obyek kajian ini,
sesuai hasil wawancara adalah sebagai berikut:
Informan 1:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah arsip
kontrak perjanjian, dan sertifikat tanah wakaf.
Informan 2:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip
kepegawaian, arsip asset milik kodam.
Informan 3:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilau berkelanjutan adalah arsip
operasi mantap brata, arsip operasi ketupat/lilin, dll.
Informan 4:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat-surat
keputusan, laporan-laporan, dan data-data perantau.
Informan 5:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip
tenaga kerja, arsip transmigrasi.
Informan 7:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat
sengketa tanah, arsip tentang batas provinsi, data kependudukan
kabupaten/kota, data nagari dan kelurahan di Provinsi Sumatera Barat.
Informan 9:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah surat-surat
keputusan, laporan-laporan, dan data-data perantau.
Informan 10:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah keputusan
kanwil hukum dan ham.
Informan 11:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah SK asset,
Kebijakan strategis, laporan-laporan, dan Standard Operational
Procedur
Arsip Nasional Republik Indonesia
39
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Berdasarkan jawaban dari informan-informan di atas, maka arsip yang memiliki
nilai berkelanjutan adalah:
1. Arsip kontrak perjanjian
2. Sertifikat tanah wakaf
3. Arsip kepegawaian, data-data perantau
4. Arsip asset
5. Surat-surat keputusan
6. Laporan-laporan
7. Arsip ketenagakerjaan
8. Surat sengketa tanah
9. Arsip batas provinsi
10. Data kependudukan kabupaten/kota
11. Data nagari dan kelurahan
12. Surat-surat keputusan
13. Kebijakan strategis
14. Standard Operational Procedur
E. Penanganan Arsip Akibat Bencana
Arsip yang terkena dampak bencana perlu penanganan segera agar terselamatkan
baik fisik maupun informasinya. Dalam penanganan arsip tersebut memerlukan ketelitian,
kesabaran dan ketelatenan. Bagaimana penanganan arsip akibat bencana dan siapa yang
terlibat dalam penanganan arsip tersebut pada obyek pengkajian, dapat di ketahui dari
hasil wawancara sebagai berikut:
Informan 1:
Penanganan arsip akibat bencana masih terus berjalan dengan cara
mengumpulkan arsip yang masih tersisa oleh tim Departemen Pusat.
Informan 2:
Penanganan arsip akibat bencana adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 5:
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam
penanganan arsip: belum ada.
Arsip Nasional Republik Indonesia
40
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Informan 6:
2011
Penanganan arsip akibat bencana belum terurus secara tuntas dan
masih dalam penanganan, yang terlibat dalam penanganan arsip
tersebut adalah segenap aparat terkait dan bantuan masyarakat.
Informan 7:
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam
penanganan arsip: tidak banyak arsip yang rusak karena sudah
disimpan pada filling cabinet.
Informan 8:
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam
penanganan arsip: kantor terhindar dari bencana gempa.
Informan 9:
Penanganan arsip akibat bencana masih belum optimal, dan yang
terlibat adalah arsiparis, pejabat kepegawaian, pengurus barang/asset
(intern)
Informan 10:
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam
penanganan arsip: hanya ditangani sendiri dengan staf.
Berdasarkan jawaban dari informan-informan di atas, maka dapat diketahui bahwa
penanganan arsip akibat bencana oleh instansi yang bersangkutan, seharusnya dilakukan
sesuai dengan standar penanganan bencana, namun hasil temuan/fakta yang ditemukan
dilapangan tidak sesuai dengan standar penanganan bencana, bahkan ada instansi yang
belum melaksanakan penanganan arsipnya yang terkena bencana, adapaun pihak yang
terlibat dalam penanganan arsip yang terkena bencana adalah dari instansi yang
bersangkutan , belum ada keterlibatan pihak lain yang menangani.
F. Keparahan Kerusakan Arsip Akibat Bencana
Keparahan kerusakan arsip akibat bencana dapat dilihat seberapa besar volume
arsip yang rusak terkena bencana, apakah gedung penyimpanan arsipnya juga terkena
bancana, serta bagaimana kerusakan pada sarana prasarana kearsipannya. Hasil dari
wawancara dapat diketahui keparahan kerusakan arsip akibat bencana sebagai berikut:
Informan 1:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip
rusak, belum memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip,
serta sarana dan prasarana kearsipan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
41
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Informan 3:
2011
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip
rusak, belum memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip,
serta sarana dan prasarana kearsipan.
Informan 4:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak
(50%), gedung penyimpanan arsip yang rusak (60%), prasarana dan
sarana yang rusak (50%).
Informan 6:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 40% dokumen
dan surat-surat telah rusak, gedung penyimpanan rusak.
Informan 7:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: tidak begitu parah arsip
yang rusak, tidak ada gedung penyimpanan arsip yang khusus, tidak
ada pengelola arsip, tidak ada prasarana dan sarana kearsipan.
Informan 9:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak
(70%), gedung penyimpanan arsip rusak parah dan belum ada
gantinya, SDM pengelola arsip masih ada namun kurang banyak,
prasarana dan sarana hancur total.
Informan 10:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana; tidak ada arsip yang rusak,
gedung rusak, komputer dan almari rusak.
Jawaban informan-informan tersebut di atas keparahan kerusakan arsip akibat
bencana diketahui bahwa sebagian besar instansi mengalami kerusakan arsipnya yaitu di
atas 50% dari volume arsip yang ada, sebagian besar instansi menjawab bahwa gedung
penyimpanan arsip mereka juga rusak, sebagian besar instansi mengalami kerusakan pada
prasarana dan sarana kearsipannya bahkan ada yang rusak total, sebagian besar instansi
dan dapat dikatakan hampir semua instansi menjawab belum memiliki sumber daya
manusia kearsipan.
G. Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif Yang Memiliki Nilai Berkelanjutan
Mengingat Indonesia rawan terhadap bencana, maka perlu perlindungan dan
penyelamatan arsip dari bencana, untuk itu perlu diberikan suatu rekomendasi tentang
tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan apakah lembaga
kearsipan daerah dengan dibangun depo yang tahan dari bencana atau depot arsip milik
Arsip Nasional Republik Indonesia
42
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Arsip Nasional RI di daerah. Dari jawaban informan-informan pada kajian ini adalah
sebagai berikut:
Informan 1:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 2:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 3:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 4:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 5:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 6:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 7:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 8:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah lembaga kearsipan daerah dengan dibangun
depo yang tahan dari bencana.
Informan 9:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Arsip Nasional Republik Indonesia
43
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Informan 10:
2011
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
guna
perlindungan
dan
penyelamatannya adalah lembaga kearsipan daerah dengan dibangun
depo arsip yang tahan gempa.
Informan 11:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan,
tempat
yang
direkomendasikan
penyelamatannya
adalah
lembaga
guna
perlindungan
kearsipan
daerah
dan
dengan
membangun depot yang tahan gempa.
Sebagian besar dari jawaban informan-informan di atas tentang tempat yang
direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatan arsip inaktif yang memiliki nilai
berkelanjutan, apabila terjadi bencana, adalah depot arsip inaktif milik ANRI yang berada
di daerah.
H. Kriteria Pembangunan Depot Arsip Inaktif
Pembangunan depot arsip inaktif pasca gempa diperlukan untuk menjamin
perlindungan dan penyelamatannya, adapun ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan
dalam pembangunan depot arsip inaktif tersebut, adalah: bagaimana pembangunan depot
yang ideal, struktur organisasinya, tingkat eselonering, hubungan kerja dengan lembaga
arsip di daerah, sumber pendanaan, lokasi, SDM pendukung, serta prasaranan dan sarana.
Jawaban dari informan-informan mengenai kriteria pembangunan depot arsip inaktif
untuk pnyelamatan pasca gempa adalah sebagai berikut:
Informan 5:
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip
pasca bencana:
a) Depot dibangun sesuai standar depot arsip;
b) Struktur orrganisasi: di bawah pemda;
c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah
adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pemerintah daerah;
Arsip Nasional Republik Indonesia
44
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
f) Lokasi pembangunan depot, di daerah;
g) SDM pendukung harus yang berkompeten di bidang kearsipan;
h) Sarana dan prasarana harus yang mendukung kegiatan kearsipan.
Informan 6:
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip
pasca bencana:
a) Depot dibangun secara ideal, yakni yang representative;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah
adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, yang dapat dijangkau secara umum;
g) SDM pendukung harus yang professional;
h) Sarana dan prasarana diadakan oleh pemerintah pusat.
Informan 7:
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip
pasca bencana:
a) Depot dibangun di jalur hijau dan dibanguan gedung yang tahan
gempa;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah
adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, di kawasan by pass;
g) SDM pendukung adalah pengelola arsip;
h) Sarana dan prasarana menyesuaikan dengan pembangunan depot.
Informan9:
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip
pasca bencana:
a) Depot dibangun tahan air, tahan api, tahan gempa;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
Arsip Nasional Republik Indonesia
45
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah
adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, jauh dari bibir pantai (lb kr 12 km);
g) SDM pendukung adalah yang sesuai dengan kebutuhan;
h) Sarana dan prasarana bangunan dan lemari yang tahan gempa;
Sebagin besar informan menjawab depot arsip dibangun sesuai dengan standar
depot arsip dan tahan gempa. Struktur organisasi depot arsip tersebut adalah di bawah
struktur organisasi ANRI, dengan tingkat eselonering eselon II, memiliki hubungan yang
bersifat koordinasi dengan lembaga kearsipan di daerah, yang didukung oleh SDM,
sarana dan prasarana, serta dana anggaran dari pusat (ANRI).
I. Antisipasi Menghadapi Bencana
Perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana dapat diusahakan oleh instansi
dengan melakukan kesiapan dalam mengantisipasi bencana. Bagaimana kesiapan instansi
dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya, dapat dilihat dari jawaban
informan-informan di bawah ini:
Informan 1:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan memfokuskan penyimpanan di satu gedung
kantor yang khusus dan representatif.
Informan 2:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 3:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 4:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan menempatkan arsip di lantai 2 dan mempunyai
hard copynya.
Informan 6:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan menata kembali arsip-arsipmya.
Arsip Nasional Republik Indonesia
46
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Informan 7:
2011
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan selalu membuat back up arsip dan menyimpan
dalam filling cabinet.
Informan 8:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan
arsipnya adalah dengan membuat depot arsip yang kokoh dan kuat,
namun sampai saat ini belum dilakukan.
Informan 10:
Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk
menyelamatkan arsipnya.
Informan 11:
Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk
menyelamatkan arsipnya.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
antara lain berupa menyimpan arsip dalam gedung yang representatif, melaksanakan
pembenahan arsip, membuat hard copy, menata kembali arsip, dan membuat back up.
Arsip Nasional Republik Indonesia
47
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat
diambil dan rekomendasi yang diberikan dari kajian perlindungan dan penyelamatan arsip
dari bencana ini adalah sebagai berikut:
A. KESIMPULAN
Dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan arsip
berdasarkan jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian ini
adalah sebagai berikut:
1. Nanggroe Aceh Darussalam, mengalami bencana berupa gempa bumi dan tsunami.
Dampak terhadap arsip: arsip kotor karena arsip yang berhamburan terinjak-injak kaki
manusia yang berlalulalang untuk menyelamatkan diri atau memberi bantuan /
pertolongan kepada para korban. Selain itu arsip terkena debu dan reruntuhan puingpuing bangunan dan kehujanan.
2. Sumatera Barat, mengalami bencana berupa gempa bumi, erupsi/letusan gunung
merapi. Dampak terhadap arsip: arsip basah/lembab karena setelah gempa diguyur
hujan selama tiga malam berturut-turut. Seperti arsip yang temui di salah satu
wilayah setelah terjadi bencana, arsip tentang Register Tanah, dan Buku Daftar
Anggota Organisasi Terlarang tulisannya mulai memudar karena kehujanan dan tidak
segera dikeringkan. Bahkan antara lembar yang satu dengan lainnya atau antar
halaman arsip sudah terlalu sulit untuk di buka/dipisahkan.
3. Surabaya, mengalami bencana berupa luapan lumpur panas, dampak terhadap arsip:
arsip hilang karena terangkut oleh alat berat (becko) atau ketidaktahuan para relawan
yang menyelamatkan para korban maupun yang membersihkan tempat tersebut.
4. Yogyakarta, mengalami bencana berupa gempa bumi, erupsi/letusan gunung merapi,
banjir, dan tanah longsor. Dampak terhadap arsip: arsip sobek karena basah maupun
tertimbun reruntuhan bangunan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
48
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
Arsip-arsip yang terkena dampak musibah bencana di atas akan dilindungi dan
diselamatkan, terutama pada arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, jenis-jenis arsip
tersebut adalah: sertifikat tanah wakaf, arsip kepegawaian, arsip asset, surat-surat
keputusan, laporan-laporan, arsip ketenagakerjaan, surat sengketa tanah, arsip batas
provinsi, data kependudukan kabupaten/kota, data nagari dan kelurahan, surat-surat
keputusan, kebijakan strategis, dan Standard Operational Procedur
Untuk perlindungan dan penyelamatan jenis-jenis arsip yang memiliki nilai
berkelanjutan tersebut, diperlukan pembangunan depot/tempat penyimpanannya arsip
inaktif. Efektifitas pengelolaan depot/tempat penyimpanan arsip inaktif pada kajian ini
adalah depot arsip inaktif milik ANRI yang berada di daerah.
Depot arsip inaktif milik ANRI yang berada di daerah yang dibangun dalam
rangka perlindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana, memiliki hubungan yang
bersifat koordinasi dengan lembaga kearsipan di daerah, struktur organisasi depot arsip
tersebut adalah di bawah struktur organisasi ANRI, tingkat eselonering eselon II, yang
didukung oleh SDM, sarana dan prasarana, serta dana anggaran dari pusat (ANRI).
B. REKOMENDASI
Rekomendasi untuk Arsip Nasional Republik Indonesia:
1. Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana, serta bencana dapat mengancap semua
jenis arsip, termasuk arsip vital maupun arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, maka
perlu dilakukan sosialisasi perlindungan arsip vital dari bencana sesuai Keputusan
Kepala ANRI Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pedoman Perlindungan, Pengamanan
dan Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital Negara.
2. Implementasi dari sosialisasi yang dilakukan di atas memerlukan tindak lanjut berupa
pengadaan prasarana dan sarana. Tempat yang direkomendasikan guna perlindungan
dan penyelamatan arsip adalah membangun depot arsip inaktif milik ANRI di daerah,
hal tersebut mempertimbangkan hal-hal sbb:
a. Biaya untuk menyediakan prasarana dan sarana dalam rangka perlindungan dan
penyelamatan arsip terutama pengadaan depo arsip inaktif merupakan beban bagi
daerah, mengingat pembiayaan untuk kearsipan masih dimarginalkan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
49
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
b. Pembangunan depo arsip harus sesuai dengan standar minimal yang berlaku yaitu
Keputusan Kepala ANRI Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Standar Minimal Gedung
dan Ruang Penyimpanan Arsip Inaktif,
sebagian besar Lembaga Kearsiapan
Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota belum memiliki depo, sehingga akan dirasakan
lebih efektif san efisien jika pembangunan depo tidak dilakukan oleh seluruh
Lembaga Kearsipan Daerah Provinsi Kabupaten/Kota melainkan oleh perwakilan
di beberapa daerah yang dianggap dapat dijadikan perwakilan tempat
penyimpanan.
c. Seluruh instansi vertikal yakni instansi yang menjalankan tugas kewenangan
pemerintah pusat, yang meliputi: peradilan, agama, moneter, pertahanan dan
keamanan selama ini belum pernah yang mau menyimpan arsipnya di Lembaga
Kearsipan Daerah, karena mereka lebih memilih menyimpan di depo arsip milik
ANRI di daerah.
Arsip Nasional Republik Indonesia
50
Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
2011
DAFTAR PUSTAKA
Diamond, Suzan, Z (1995). Records Management: A Practical Approach, Amacom, New
York.
ISO 15489-1, Records Management Part 1: General Information and Documentation.
Ricks, Betty, R (and) Swafford, Ann, I & Gow, Kay, E (1992), Information and Image
Management, Dallas, South-Western Publishing Co.
Smith III, Milburn D. (1986). Information and Record Management Management: A
Decision-Maker's Guide to Systems Planning and Implementation, Westport, Conn. :
Quorum Books.
Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.
Sural Edaran Ka.ANRI No. 02 Tahun 1983 tentang Pedoman Umum untuk menentukan Nilai
Guna Arsip.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Arsip Nasional Republik Indonesia
51
Lampiran 3
Data Hasil Wawancara
Pertanyaan
Jenis arsip inaktif yang
terkena dampak bencana
Jawaban Informan
Informan 1:
Informan 2:
Informan 3:
Informan 4:
Informan 5:
Informan 7:
Informan 9:
Informan 10:
Informan 11:
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah arsip kontrak
perjanjian, dan sertifikat tanah wakaf.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip kepegawaian,
arsip asset milik kodam.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilau berkelanjutan adalah arsip operasi mantap
brata, arsip operasi ketupat/lilin, dll.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat-surat keputusan,
laporan-laporan, dan data-data perantau.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip tenaga kerja,
arsip transmigrasi.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat sengketa tanah,
arsip tentang batas provinsi, data kependudukan kabupaten/kota, data nagari dan
kelurahan di Provinsi Sumatera Barat.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah surat-surat keputusan,
laporan-laporan, dan data-data perantau.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah keputusan kanwil
hukum dan ham.
Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah SK asset, Kebijakan
strategis, laporan-laporan, dan Standard Operational Procedur
Pertanyaan
Penanganan arsip akibat
bencana
Jawaban Informan
Informan 1:
Informan 2:
Informan 5:
Informan 6:
Informan 7:
Informan 8:
Informan 9:
Informan 10:
Penanganan arsip akibat bencana masih terus berjalan dengan cara
mengumpulkan arsip yang masih tersisa oleh tim Departemen Pusat.
Penanganan arsip akibat bencana adalah dengan pembenahan arsip.
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan
arsip: belum ada.
Penanganan arsip akibat bencana belum terurus secara tuntas dan masih dalam
penanganan, yang terlibat dalam penanganan arsip tersebut adalah segenap aparat
erkait dan bantuan masyarakat.
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan
arsip: tidak banyak arsip yang rusak karena sudah disimpan pada filling cabinet.
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan
arsip: kantor terhindar dari bencana gempa.
Penanganan arsip akibat bencana masih belum optimal, dan yang terlibat adalah
arsiparis, pejabat kepegawaian, pengurus barang/asset (intern)
Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan
arsip: hanya ditangani sendiri dengan staf.
Pertanyaan
Keparahan kerusakan arsip
akibat bencana
Jawaban Informan
Informan 1:
Informan 3:
Informan 4:
Informan 6:
Informan 7:
Informan 9:
Informan 10:
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip rusak, belum
memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip, serta sarana dan prasarana
kearsipan.
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip rusak, belum
memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip, serta sarana dan prasarana
kearsipan.
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak (50%),
gedung penyimpanan arsip yang rusak (60%), prasarana dan sarana yang rusak
(50%).
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 40% dokumen dan suratsurat telah rusak, gedung penyimpanan rusak.
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: tidak begitu parah arsip yang rusak,
tidak ada gedung penyimpanan arsip yang khusus, tidak ada pengelola arsip, tidak
ada prasarana dan sarana kearsipan.
Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak (70%),
gedung penyimpanan arsip rusak parah dan belum ada gantinya, SDM pengelola
arsip masih ada namun kurang banyak, prasarana dan sarana hancur total.
Seberapa parah kerusakan akibat bencana; tidak ada arsip yang rusak, gedung
rusak, komputer dan almari rusak.
Pertanyaan
Tempat penyimpanan arsip
inaktif yang memiliki nilai
berkelanjutan
Jawaban Informan
Informan 1:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 2:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 3:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 4:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 5:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 6:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 7:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 8:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga
kearsipan daerah dengan dibangun depo yang tahan dari bencana.
Informan 9:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat
yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot
arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 10:
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang
Informan 11:
direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga kearsipan
daerah dengan dibangun depo arsip yang tahan gempa.
Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang
direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga kearsipan
daerah dengan membangun depot yang tahan gempa.
Jawaban
Pertanyaan
Kriteria pembangunan depot
arsip inaktif
Informan 5:
Informan 6:
Informan 7:
Informan 9:
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun sesuai standar depot arsip;
b) Struktur orrganisasi: di bawah pemda;
c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pemerintah daerah;
f) Lokasi pembangunan depot, di daerah;
g) SDM pendukung harus yang berkompeten di bidang kearsipan;
h) Sarana dan prasarana harus yang mendukung kegiatan kearsipan.
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun secara ideal, yakni yang representative;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, yang dapat dijangkau secara umum;
g) SDM pendukung harus yang professional;
h) Sarana dan prasarana diadakan oleh pemerintah pusat.
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun di jalur hijau dan dibanguan gedung yang tahan gempa;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, di kawasan by pass;
g) SDM pendukung adalah pengelola arsip;
h) Sarana dan prasarana menyesuaikan dengan pembangunan depot.
Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun tahan air, tahan api, tahan gempa;
b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi;
e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, jauh dari bibir pantai (lb kr 12 km);
g) SDM pendukung adalah yang sesuai dengan kebutuhan;
h) Sarana dan prasarana bangunan dan lemari yang tahan gempa;
Pertanyaan
Antisipasi menghadapi
bencana
Jawaban Informan
Informan 1:
Informan 2:
Informan 3:
Informan 4:
Informan 6:
Informan 7:
Informan 8:
Informan 10:
Informan 11:
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan memfokuskan penyimpanan di satu gedung kantor yang khusus
dan representatif.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan pembenahan arsip.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan pembenahan arsip.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan menempatkan arsip di lantai 2 dan mempunyai hard copynya.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan menata kembali arsip-arsipmya.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan selalu membuat back up arsip dan menyimpan dalam filling
cabinet.
Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan membuat depot arsip yang kokoh dan kuat, namun sampai saat ini
belum dilakukan.
Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk
menyelamatkan arsipnya.
Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk
menyelamatkan arsipnya.
Download