Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) ANALISIS EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP APBD TINGKAT II KOTA TARAKAN Sasando Dewi Soeksin [email protected] Bambang Suryono Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to find out the contribution of the local tax contribution to the city of Tarakan Local government budget. The analysis technique is using tax compare between Budget and APBD realization, the evaluation effectiveness of the used of local tax, local tax potential identification and the result of interpretation evaluation result. The research result has been done by the researcher found that the contribution of local tax is low in 2008 – 2012 budget’s year, although the relative growth is small. Keywords: Local Tax, Local and Income Budget, The Local Government Budget. ABSTRAK Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kontribusi pajak daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kota Tarakan. Teknik analisa data yang digunakan adalah membandingkan pajak dalam anggaran denfan realisasi APBD, evaluasi efektivitas penggunaan pajak daerah, identifikasi potensi pajak daerah dan interpretasi hasil evaluasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa kontribusi pajak daerah masih rendah dari tahun anggaran 2008-2012, walaupun tingkat pertumbuhannya relatif kecil. Kata kunci: Pajak Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pemerintah Daerah. PENDAHULUAN Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber pembiayaan pemerintah daerah pada PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, sehingga akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Sebagai wujud penyelenggaran pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumbersumber penerimaan yang cukup memadai. Penerimaan pemerintah daerah adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan atau hasil dari kekayaan alam yang ada di dalam negara tersebut. Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan pendapatan kepada negara. Pendapatan itu membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan individu seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Pungutan pajak mengurangi pendapatan individu, merupakan bagian dari pendapatan individu yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar pajak atau tidak. Dengan adanya otonomi daerah 25 tahun 1999, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 2 karena itu Pemerintah Daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar terjadinya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi yang dimilki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensial yang kurang. Otonomi Daerah bukan hanya menuntut perlunya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat tetapi jauh dari memadai mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreatifitas lokal untuk mewujud pada proses kemandirian dan kompetisi secara adil. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasak dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan, mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya. Hal ini sesuai dengan tujuan dengan pembangunan yang dinyatakan dalam GBHN, yaitu bahwa tujuan setiap tahap pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat serta meletakkan dasar yang kuat bagi tahap pembangunan selanjutnya. Sedangkan yang dimaksud pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dinyatakan juga bahwa pembangunan ekonomi bukan saja memerlukan perombakan dalam struktur ekonomi, pembentukan modal yang lebih banyak , peningkatan dalam jumlah tabungan dan perubahan lain dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya pemerintah dapat meningkatkan target penerimaan pajaknya. Kemampuan keuangan daerah didalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Hal ini dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah. Sehubungan dengan tujuan otonomi daerah, yaitu menuntut kemandirian daerah maka upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk PAD sebagai sumber pendanaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dengan meningkatkan jumlah PAD yang berasal dari pajak daerah. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui apakah sistem pemungutan pajak daerah sudah dilakukan secara efektif serta kontribusinya terhadap APBD Tingkat II itu sendiri pada periode 2008-2012. TINJAUAN TEORETIS Teori Efektivitas Menurut Anthony and Vijay (2003:149), efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggung jawaban dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian tersebut, maka dapat dikatan semakin efektif pula unit tersebut. Menurut Tunggal (2000:12), efektivitas adalah ukuran keluaran (measure of output). Efektivitas dalam garis-garis besar dapat dirumuskan sebagai hal yang berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang ditetapkan telah Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 3 tercapai. Sedangkan menurut Supriyono (2000:29), efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. Semakin besar kontribusi keluaran suatu pusat pertanggungjawaban terhadap pencapaian tujuan perusahaan semakin efektif kegiatan pertanggungjawaban tersebut. Terakhir menurut Hans Kartikahadi (2004:15), efektivitas adalah bahwa produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan. Pengertian Pajak Menurut Resmi (2003:1), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pengertian Pajak Daerah Menurut Siahaan (2005:7), pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terhutang oleh wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasu kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Sedangkan menurut Kaho (1985:17), pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public investment. Sistem Pemungutan Pajak Tata cara pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan pajak daerah berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 18 pasal 7 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang menegaskan mekanismenya sebagai berikut: 1. Pajak Terutang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Dalam mekanisme pertama, pajak dibayar oeh wajib pajak setelah ditetapkan oleh kepala daerah melalui surat ketetapan daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu, seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem pemungutan pajak dikenal sebahai cara official assesment system, yakni sistem pemungutan pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak. Wajib pajak bersifat pasif menunggu surat ketetapan pajak dari fiskus. 2. Pajak Terutang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Dalam mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah. Dalam sistem pemungutan pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self asessment system, dalam sistem ini wajib pajak harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif, yakni hanya melakukan penyuluhan, pengawasan, dan pemeriksaan dalam rangka uji Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 4 kepatuhan dari laporan wajib pajak atau jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran pajak dengan cara membayar sendiri/menggunakan sistem self assessment, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah. 3. Mekanisme With Holding System Dalam sistem pemungutan pajak yang terdapat dalam perpajakan di Indonesia, masih terdapat satu lagi sistem pemungutan pajak, yaitu with holding system. Mekanismen dalam with holding system menyatakan bahwa sistem pemungutan pajak untuk menentukan besarnya yang terutang ditentukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh penjabat. Sehingga, baik fiskus maupun wajib pajak bersifat pasif. Pihak ketiga melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jenis-Jenis Pajak Daerah Dibawah ini jenis-jenis pajak daerah berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, ditetapkan 11 jenis pajak daerah yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten/kota. 1. Jenis pajak provinsi terdiri dari (Undang-Undang No. 34 Tahun 2000): a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari (Undang-Undang No. 34 Tahun 2000): a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Parkir; g. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C. Dasar Hukum Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut suatu daerah, provinsi, kabupaten dan kota harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan aderah tentang pajak daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentigan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak 1. Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 unsur pokok, yaitu: a. Nilai jual kendaraan bermotor b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Tarif pajak kendaraan bermotor Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 5 ditetapkan sebesar 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar. Dasar pengenaan pajak kendaraan diatas air dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan diatas air. Tarif ditetapkan 1,5%. 2. Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah nilai jual kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut: a. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan pertama 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 10% untuk kendaraan bermotor umum, dan 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. b. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahaan kedua dan selanjutnya: 1% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermoto umum, 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar. c. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1% untuk kendaraan bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. d. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%, untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1% dan untuk penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%. 3. Dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5%. 4. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 5. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 6. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. 7. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 8. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 20%. 9. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarif ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 10. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah nilai jual eksploitasi bahan galian golongan C. Kegiatan eksploitasi menggunakan alat mekanisme per m3 sebesar 20%. Kegiatan eksploitasi menggunakan non alat mekanisme per m3 sebesar 10%. Perhitungan Pajak Daerah Besarnya pokok pajak daerah yang terhutang untuk masing-masing jenis pajak daerah dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak pajak dengan dasar pengenaan pajaknya. 1. Pemungutan pajak hotel dapat dilakukan dengan official assessment sysytem yakni berdasarkan penetapan kepala daerah melalui penerbitan surat ketetapan pajak daerah atau secara self assessment system yakni dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 6 menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pajak hotel terhutang = Penghasilan Bruto dalam 1 bulan x tarif pajak 2. Besarnya pokok pajak restoran yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikn tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Pajak restoran terhutang = Penghasilan Bruto dalam 1 bulan x tarif pajak 3. Untuk menghitung pajak hiburan didasarkan atas objek hiburan yang terdiri pertunjukan film, pertunjukan kesenian dan sejenisnya, pergelaran musik dan diskotik, karaoke, klub malam, permainan biliard, permainan ketangkasan sejenisnya, panti pijat dan mandi uap, pertandingan olahraga, taman wisata, sejenisnya. dari tari, dan dan Pajak hiburan yang terhutang = jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton atau menikmati hiburan x tarif pajak 4. Besarnya pokok pajak reklame yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Pajak reklame yang terhutang = nilai sewa x tarif pajak 5. Besarnya pokok pajak penerangan jalan yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak daerah. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Pajak penerangan jalan terhutang = Nilai Jual Listrik x tarif pajak 6. Besarnya pokok pajak parkir terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak daerah. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Pajak parkir terhutang = pembayaran yang dibayar untuk pemakaian tempat parkir x tarif pajak 7. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil kegiatan eksploitasi pengambilan, pengolahan, penjualan dan pengangkutan bahan galian golongan C. Tata cara perhitungan pajak adalah dasar pengenaan dikalikan tarif pajak. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Terutang = nilai jual hasil kegiatan eksploitasi pengambilan, pengolahan, penjualan dan pengangkutan bahan galian golongan C x tarif pajak Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 7 Definisi APBD Menurut Sony Yuwono dan Tengku Agus Indrajaya (2005:92), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (APBD) yang disetujui oleh DPRD. Sedangkan menurut UU No. 17 Tahun 2003 pasal (1) butir 8 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah Berdasarkan ketentuan dalam pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Otorisasi. Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi Perencanaan. Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengawasan. Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi. Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi. Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6. Fungsi Stabilisasi. Anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah Prinsip-prinsi dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara/Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yaitu: 1. Kesatuan. Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. 2. Universalitas. Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. 3. Tahunan. Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. 4. Spesialitas. Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 8 5. Akrual. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas. 6. Kas. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/penerimaan uang dari/ke Kas Daerah. Hak dan Kewajiban Daerah yang Terkait Dengan APBD Selanjutnya yang dimaksud dengan Hak Daerah sesuai dengan Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 meliputi beberapa hal: Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; Memilih pemimpin daerah; Mengelola apratur daerah; Mengelola kekayaan daerah; Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; Mendapatkan bagian dari hasil pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan Mendapatkan hak lain yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004 meliputi beberapa hal berikut: Melindungi masyarakat, menjada persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; Mengembangkan kehidupan demokrasi; Mewujudkan keadilan dan pemerataan; Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; Mengembangkan Sistem Jaminan Sosial; Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; Melestarikan lingkungan hidup; Mengelola administrasi kependudukan; Melestarikan nilai sosial budaya Membentuk dan menerapkan persatuan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Struktur APBD Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari: 1. Pajak daerah; 2. Rertribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain PAD yang sah, terdiri dari: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan; b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; c. Jasa giro; d. Pendapatan bunga; e. Tuntutan ganti rugi; f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 9 b. Dana perimbangan, terdiri dari: 1. Dana bagi hasil; 2. Dana alokasi umum (DAU); 3. Dana alokasi khusus (DAK); dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lian Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat. 2. Belanja Daerah menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004, Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih pada tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari: a. Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. b. Klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan keuangan negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: 1. Pelayanan umum; 2. Ketertiban dan keamanan; 3. Ekonomi; 4. Lingkungan hidum; 5. Perumahan dan fasilitas umum; 6. Kesehatan; 7. Pariwisata dan budaya; 8. Agama; 9. Pendidikan; serta 10. Perlindungan sosial Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: a. Belanja pegawai; b. Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal; d. Bunga; e. Subsidi; f. Hibah; g. Bantuan sosial; h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan i. Belanja tidak terduga. 3. Pembiayaan Daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 10 penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup: a. SILPA tahun anggaran sebelumnya; b. Pencairan dana cadangan; c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Penerimaan pinjaman; dan e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman. Pengeluaran pembiayaan mencakup: a. Pembentukan dana cadangan; b. Penyertaan modal pemerintahan daerah; c. Pembayaran pokok utang; dan d. Pemberian pinjaman. Jenis-Jenis APBD Jenis APBD menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, adalah sebagai berikut: 1. Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lainlain PAD yang sah, dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil SDA (Sumber Daya Alam), DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), dana otonomi khusus, dana penyesuaian, bagi hasil pajak, pendapatan dana darurat, dan pendapatan bagi hasil lainnya. 2. Belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, serta belanja aset tetap lainnya. Proses Penyusunan APBD Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, proses penyusunan APBD adalah sebagai berikut: 1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan daerah. 2. Kebijakan Umum APBD Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah Daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKS) SKPD. Kepala daerah menyusun Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 11 3. 4. 5. 6. rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Priritas dan Plafon Anggaran Sementara Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Penyiapan Raperda APBD Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 12 peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak mendapatkan persetujuan bersama kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setingi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima bela) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD. 7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah diseteujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. 8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Efektivitas Pajak Daerah Untuk menganalisis efektivitas APBD, diperlukan perbandingan presentase pajak daerah dalam realisasi APBD dan presentase pajak daerah dalam anggaran APBD. Menurut Machmudfauzi.wordpress.com (2007), efektivitas itu sendiri mempunyai arti dapat memilih tujuan-tujuan yang tepat dari seperangkat alternatif atau pilihan cara dan menentukan suatu pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas bisa juga berarti pengukuran keberhasilan dalam tujuan-tujuan yang ditentukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas pajak daerah adalah pengukuran penggunaan pendapatan yang berasal dari pajak daerah sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Proposisi Dengan membandingkan antara total pajak daerah dalam anggaran dengan total pajak daerah dalam realisainya dapat dilihat seberapa besar efektivitas pajak daerah tersebut. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 13 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran dari Obyek Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk menggambarkan, meringkas, berbagai situasi, atau berbagai fenomena relitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, atau gambaran tentang kondisi atau situasi tertentu. Adapun obyek penelitian adalah Pemerintahan Kota Tarakan yang beralamat di Jln. Skip Tarakan, Kalimantan Utara. Teknik Pengambilan Sampel Data yang diperoleh dari satu perusahaan saja yaitu Pemerintah Kota Tarakan mengenai sistem pemungutan pajak daerah serta kontribusinya terhadap APBD, oleh karena itu tidak diperlukan teknik pengambilan sampel. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan bersumber dari: 1. Data primer. Data yang akan digunakan didapat dari kantor Walikota Tarakan karena menggunakan observasi partisipan. Selain itu juga data di peroleh dari instansi terkait, seperti BAPEDA dan DP2KA. 2. Data sekunder. Data yang digunakan berupa Laporan Keuangan Daerah tahun 2008-2012 yang berupa: 1. Laporan Penerimaan Anggaran Tahun 2008-2012; 2. Laporan Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Tahun 2008-2012; 3. Rekaptulasi Laporan Keuangan Anggaran Tahun 2008-2012; 4. Laporan Perubahan APBD Tahun 2008-2012. Dalam metode pengumpulan data, cara pengumpulan data yang akan digunakan meliputi: 1. Observasi partisipan. Data diperoleh dari Kantor Walikota Kota Tarakan. Selain itu, data juga bisa diperoleh dari instansi terkait seperti BAPEDA dan DP2KA. Selain itu Laporan Keuangan tersebut dapat dilihat sebesar apa Pajak Daerah berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Dokumentasi. Data yang diperoleh: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tarakan dan komponen pendukungnya; 2. Pajak daerah yang dikenakan terhadap potensi-potensi tersebut; 3. Laporan penerimaan pajak daerah tahun 2008-2012; 4. Pertumbuhan pajak daerah dari tahun 2008-2012. Satuan Kajian dan Teknik Analisa Data Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas adalah sebuah strategi dimana perusahaan berupaya terus-menerus untuk meningkatkan efektivitas proses-proses bisnisnya. 2. Sistem pemungutan pajak daerah sutau sistem pemungutan pajak yang mekanismenya diatur oleh UU Nomor 34 Tahun 2000, dimana mekanisme tersebut berisikan tata cara pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah. 3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah APBD yang disetujui oleh DPRD. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 14 Teknik Analisis Data Tahap-tahap yang dilakukan dalam teknik analisis adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Membandingkan pajak dalam Anggaran dan realisasi APBD Evaluasi efektivitas penggunaan Pajak Daerah Identifikasi potensi Pajak Daerah Interpretasi hasil evaluasi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Untuk mengetahui berapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tarakan dengan cara melakukan perbandingan antara pajak daerah dalam APBD dengan realisasi pajak daerah. Tabel 1 Penerimaan Pajak Daerah Kota Tarakan Tahun 2008-2012 No 1 2 3 4 Uraian Tahun 2008 Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Jumlah Pajak Daerah Tahun 2009 Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Jumlah Pajak daerah Tahun 2010 Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Jumlah Pajak daerah Tahun 2011 Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Jumlah Pajak daerah Target (Rp) Realisasi (Rp) 1.425.000.000 1.386.750.000 153.000.000 666.300.000 4.203.000.000 275.000.000 110.000.000 8.219.050.000 1.739.718.203 1.527.335.052 154.429.150 748.988.357 4.469.737.785 225.040.475 98.959.199 8.964.208.221 1.600.000.000 1.500.000.000 175.000.000 800.000.000 4.850.000.000 300.000.000 100.000.000 9.325.000.000 1.290.165.092 1.857.000.297 128.813.700 1.153.424.850 4.489.267.795 85.565.000 81.972.800 9.086.209.534 1.700.000.000 1.900.000.000 200.000.000 1.000.000.000 9.000.000.000 750.000.000 150.000.000 14.700.000.000 1.796.065.821 2.231.628.421 250.270.216 1.166.919.694 7.840.635.752 176.050.000 85.594.100 13.547.164.003 2.000.000.000 2.400.000.000 200.000.000 1.100.000.000 9.000.000.000 750.000.000 150.000.000 15.600.000.000 1.699.450.581 2.589.505.648 277.596.700 732.330.947 3.824.376.455 139.290.515 70.996.600 9.333.547.446 Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 15 5 Tahun 2012 Pajak Hotel 2.400.000.000 Pajak Restoran 3.500.000.000 Pajak Hiburan 300.000.000 Pajak Reklame 1.250.000.000 Pajak Penerangan Jalan 9.000.000.000 Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 750.000.000 Pajak Parkir 170.000.000 Jumlah Pajak daerah 17.370.000.000 Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tarakan 2.672.913.370 4.072.047.238 202.316.280 1.396.148.101 6.668.551.271 177.516.231 202.981.436 15.394.473.926 Efektivitas pajak daerah terbesar terjadi pada tahun 2008 karena pada tahun tersebut pajak daerah benar-benar memberikan fektivitas yang maksimal dalam pemungutannya. Jika ditilik kembali pada tahun tersebut ada beberapa sektor pajak yang tidak memenuhi target. Misalnya pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak parkir. Pajak penerangan jalan selalu memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak. Kontribusi pajak daerah sendiri terhadap APBD jika ditinjau setiap tahunnya pada tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut: Tabel 2 Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap APBD Tahun 2008-2012 Tahun Pajak Kontribusi Terhadap APBD 2008 1,231% 2009 1,226% 2010 1,389% 2011 0,743% 2012 0,976% Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tarakan (Data Diolah Penulis) Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa kontribusi pajak daerah yang terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan kontribusi sebesar 1,389%. Walaupun pada tahun tersebut terdapat pajak daerah yang tidak memenuhi target. Pembahasan Dengan adanya otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu diambil dengan cara menggali secara kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan tang berlaku. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah Kota Tarakan harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Sampai pada tahun 2012 pajak penerangan jalan selalu memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak daerah. Walaupun Kota Tarakan sendiri mengalami masalah pada listrik yaitu sering terjadinya pemadaman bergilir tetapi nilai kontribusi pajak penerangan jalan masih sangat besar. Walaupun berdasarkan tingkat presentase, penerimaan pajak daerah pada tahun 2008 sangat efektif tetapi untuk hasil absolut itu sendiri, tingkat penerimaan pajak daerah selama Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 16 5 tahun terakhir tidak seperti yang diharapkan. Terbukti pada tahun 2008, hasil penerimaan pajak berada pada tingkat terendah walaupun melampui target yang ditentukan. Begitu juga pada tahun 2012, walaupun penerimaan pajak daerah berada pada tingkat tertinggi tetapi tidak melampui target yang sudah ditentukan. Kepala Bagian Pendapatan DP2KA Kota Tarakan mengakui bahwa peningkatan maupun penurunan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya saja kurangnya pengawasan pada penggunaan subjek pajak daerah sehingga sering terjadi penyalahgunaan subjek pajak daerah tersebut. Jika dilihat dari kontribusi yang dihasilkan oleh pajak daerah terhadap APBD Kota Tarakan, Pemerintah Kota Tarakan masih harus menggali terus potensi daerah. Karena sampai pada tahun 2012 tersebut Pemerintah Kota Tarakan masih belum optimal dalam pengembangan wilayah dan pembenahan sarana-sarana umum. Misalnya saja masih ada tempat-tempat wisata yang masih belum mengalami pembenahan sama sekali, bahkan cenderung diabaikan oleh Pemerintah Kota Tarakan, padahal jika ditinjau keberadaannya, beberapa tempat wisata tersebut sangatlah berpotensi untuk menarik pengunjung karena lokasinya yang mudah dijangkau dan tempatnya yang menarik. Banyaknya potensi daerah yang dapat digali, mengharuskan Pemerintah Kota Tarakan mengawasi dengan benar penggunaan-penggunaannya. Jika dilihat dari penerimaanpenerimaan yang berasal dari pajak daerah sejak tahun 2008-2012, dapat dilihat bahwa pajak daerah belum memberikan pengaruh yang besar atau belum memberikan pengaruh yang positif terhadap APBD sendiri terutama penerimaan daerah. Tingkat efektivitasnya pun masih relatif kecil serta peningkatan dan penurunannya pun fluktuatif. Kepala Bagian Pendapatan DP2KA sendiri telah mengakui bahwa kurangnya pengawasan sebagai salah satu penyebab peningkatan dan penurunan penerimaan pajak daerah. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa efektivitas pajak tidak dipengaruhi oleh besarnya pendapatan daerah pada tahun tersebut. Seperti yang terjadi pada tahun 2008 dimana efektivitas pajak daerah berada pada nilai tertinggi. Padahal bila ditinjau kembali pada tahun tersebut penerimaan pajak daerah tidak berada pada nilai tertinggi. Bahkan ada beberapa objek pajak daerah yang realisasinya tidak memenuhi target, tetapi total pajak daerah lebih besar dibanding target pajak daerah, sehingga efktivitasnya pun juga besar. Berdasarkan teori pajak yang ditulis Maschfud Sidiq (2002) bahwa pajak memberikan peran yang kecil terhadap penerimaan daerah telah dapat dibuktikan pada Pemerintahan Kota Tarakan. Dari tahun 2008-20120, pajak daerah hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil (berkisar antara 1%-3%). Kecilnya pengaruh pajak daerah terhadap APBD ini juga disebabkan karena beberapa hal yaitu: 1. Pajak daerah bukan pajak tetap, dimana tergantung dari kesadaran wajib pajak yang bersangkutan; 2. Penundaan pembayaran pajak daerah oleh wajib pajak; 3. Kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan pajak daerah. Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah hanya membatasi pada penerimaan pajak daerah Kota Tarakan dengan batasan periode dari mulai tahun 2008-2012. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 17 Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dalam periode lebih dari 5 tahun. DAFTAR PUSTAKA Anthony, R. N dan V. Givindarajan. 2003. Sistem Pengendalian Manajemen. Buku Satu. Edisi Sebelas. Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat. Davey. 1984. Regional Revenue Administration. Paper disajikan pada Kursus Pengelolaan Keuangan Daerah. Halim, A. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta. Hans, K. 2004. Kamus Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Mabar, C. 2011. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, (online) cintaimabar.blogspot.com. (diakses pada tanggal 13 November 2013). Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Ando, Yogyakarta. _________. 2003. Perpajakan, Edisi Revisi, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 01 Tahun 2009 Tentang Pemberian Biaya Pemungutan Pajak Daerah Kepada Petugas Pemungut Pajak Daerah. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 01 Tahun 20011 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Pajak Hotel. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pajak Restoran. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Pajak Hiburan. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 1998 Tentang Pajak Reklame. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2002 Tentang Pajak Penerangan Jalan. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 07 Tahun 2003 Tentang Pajak Parkir. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 06 Tahun 1998 Tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Resmi, Siti, 2003, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta. Riwu Y, K. 1985. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara. Setiawan, A dan B, Musri. 2006. Perpajakan Umum. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Siti S, R. Urgensi Penilaian Properti Dalam Tatanan Ekonomi Masyarakat, Majalah Usahawan, Edisi Oktober 2003. LPEM-Universitass Indonesia, Jakarta. Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE. Tunggal, A. W. 2002. Audit Manajemen Kontemporer, Harfindo, Jakarta. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perpajakan. Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014) 18 Zain, M. Manajemen Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta. ●●●