analisis efektivitas pemungutan pajak daerah serta kontribusinya

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
ANALISIS EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH SERTA
KONTRIBUSINYA TERHADAP APBD TINGKAT II KOTA TARAKAN
Sasando Dewi Soeksin
[email protected]
Bambang Suryono
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the contribution of the local tax contribution to the city of Tarakan
Local government budget. The analysis technique is using tax compare between Budget and APBD realization,
the evaluation effectiveness of the used of local tax, local tax potential identification and the result of
interpretation evaluation result. The research result has been done by the researcher found that the contribution
of local tax is low in 2008 – 2012 budget’s year, although the relative growth is small.
Keywords: Local Tax, Local and Income Budget, The Local Government Budget.
ABSTRAK
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kontribusi pajak daerah
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kota Tarakan. Teknik analisa data yang
digunakan adalah membandingkan pajak dalam anggaran denfan realisasi APBD, evaluasi efektivitas
penggunaan pajak daerah, identifikasi potensi pajak daerah dan interpretasi hasil evaluasi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa kontribusi pajak daerah masih rendah
dari tahun anggaran 2008-2012, walaupun tingkat pertumbuhannya relatif kecil.
Kata kunci: Pajak Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pemerintah
Daerah.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber
pembiayaan pemerintah daerah pada PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat
menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, sehingga
akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan
daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Sebagai wujud penyelenggaran pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumbersumber penerimaan yang cukup memadai.
Penerimaan pemerintah daerah adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak
dan atau hasil dari kekayaan alam yang ada di dalam negara tersebut. Dua sumber itu
merupakan sumber terpenting yang memberikan pendapatan kepada negara. Pendapatan
itu membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan individu
seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Pungutan pajak mengurangi
pendapatan individu, merupakan bagian dari pendapatan individu yang kemudian
dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar pajak atau tidak.
Dengan adanya otonomi daerah 25 tahun 1999, maka pemerintah daerah diberikan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang
perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri
sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
2
karena itu Pemerintah Daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang
berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar terjadinya keuangan daerah yang
dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin
memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai
dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Namun perlu
digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam. Hal ini tentu akan
membuat daerah yang kaya akan potensi yang dimilki akan semakin maju yang mana
tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensial yang kurang.
Otonomi Daerah bukan hanya menuntut perlunya peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat tetapi jauh dari memadai mendorong tumbuhnya prakarsa dan
kreatifitas lokal untuk mewujud pada proses kemandirian dan kompetisi secara adil. Oleh
karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang
berasak dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri.
Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan, mengembangkan
dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia baik sumber daya alam maupun sumber
daya manusia bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya. Hal ini
sesuai dengan tujuan dengan pembangunan yang dinyatakan dalam GBHN, yaitu bahwa
tujuan setiap tahap pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
rakyat serta meletakkan dasar yang kuat bagi tahap pembangunan selanjutnya. Sedangkan
yang dimaksud pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh
perbaikan sistem kelembagaan. Dinyatakan juga bahwa pembangunan ekonomi bukan saja
memerlukan perombakan dalam struktur ekonomi, pembentukan modal yang lebih banyak ,
peningkatan dalam jumlah tabungan dan perubahan lain dalam berbagai aspek kehidupan
ekonomi masyarakat.
Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya pemerintah dapat
meningkatkan target penerimaan pajaknya. Kemampuan keuangan daerah didalam
membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan
otonomi di daerah. Hal ini dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari PAD
dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah. Sehubungan
dengan tujuan otonomi daerah, yaitu menuntut kemandirian daerah maka upaya yang
dapat dilakukan pemerintah daerah untuk PAD sebagai sumber pendanaan bagi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dengan meningkatkan jumlah PAD yang
berasal dari pajak daerah.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui apakah sistem pemungutan pajak
daerah sudah dilakukan secara efektif serta kontribusinya terhadap APBD Tingkat II itu
sendiri pada periode 2008-2012.
TINJAUAN TEORETIS
Teori Efektivitas
Menurut Anthony and Vijay (2003:149), efektivitas adalah hubungan antara keluaran
suatu pusat pertanggung jawaban dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar
kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian tersebut, maka dapat dikatan
semakin efektif pula unit tersebut. Menurut Tunggal (2000:12), efektivitas adalah ukuran
keluaran (measure of output). Efektivitas dalam garis-garis besar dapat dirumuskan sebagai
hal yang berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang ditetapkan telah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
3
tercapai. Sedangkan menurut Supriyono (2000:29), efektivitas adalah hubungan antara
keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. Semakin besar kontribusi keluaran
suatu pusat pertanggungjawaban terhadap pencapaian tujuan perusahaan semakin efektif
kegiatan pertanggungjawaban tersebut. Terakhir menurut Hans Kartikahadi (2004:15),
efektivitas adalah bahwa produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya
baik ditinjau dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang
ditargetkan.
Pengertian Pajak
Menurut Resmi (2003:1), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian Pajak Daerah
Menurut Siahaan (2005:7), pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara
(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terhutang
oleh wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasu kembali (kontraprestasi/balas
jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Sedangkan menurut Kaho (1985:17),
pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public investment.
Sistem Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan pajak daerah
berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 18 pasal 7 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang menegaskan
mekanismenya sebagai berikut:
1. Pajak Terutang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah
Dalam mekanisme pertama, pajak dibayar oeh wajib pajak setelah ditetapkan oleh kepala
daerah melalui surat ketetapan daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu,
seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem
pemungutan pajak dikenal sebahai cara official assesment system, yakni sistem pemungutan
pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak.
Wajib pajak bersifat pasif menunggu surat ketetapan pajak dari fiskus.
2. Pajak Terutang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Dalam mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak
mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak
daerah. Dalam sistem pemungutan pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self
asessment system, dalam sistem ini wajib pajak harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif,
yakni hanya melakukan penyuluhan, pengawasan, dan pemeriksaan dalam rangka uji
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
4
kepatuhan dari laporan wajib pajak atau jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak yang
memenuhi kewajiban pembayaran pajak dengan cara membayar sendiri/menggunakan
sistem self assessment, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan
menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah.
3. Mekanisme With Holding System
Dalam sistem pemungutan pajak yang terdapat dalam perpajakan di Indonesia, masih
terdapat satu lagi sistem pemungutan pajak, yaitu with holding system. Mekanismen dalam
with holding system menyatakan bahwa sistem pemungutan pajak untuk menentukan
besarnya yang terutang ditentukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh penjabat.
Sehingga, baik fiskus maupun wajib pajak bersifat pasif. Pihak ketiga melakukan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Jenis-Jenis Pajak Daerah
Dibawah ini jenis-jenis pajak daerah berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000,
ditetapkan 11 jenis pajak daerah yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak
kabupaten/kota.
1. Jenis pajak provinsi terdiri dari (Undang-Undang No. 34 Tahun 2000):
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari (Undang-Undang No. 34 Tahun 2000):
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Parkir;
g. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C.
Dasar Hukum Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur
dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut suatu daerah, provinsi, kabupaten dan kota harus
terlebih dahulu ditetapkan peraturan aderah tentang pajak daerah tersebut. Peraturan
daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan
dengan kepentigan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak
1. Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 unsur
pokok, yaitu:
a. Nilai jual kendaraan bermotor
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Tarif pajak kendaraan bermotor
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
5
ditetapkan sebesar 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk
kendaraan bermotor umum, 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.
Dasar pengenaan pajak kendaraan diatas air dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan
diatas air. Tarif ditetapkan 1,5%.
2. Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah
nilai jual kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut:
a. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan pertama 10% untuk
kendaraan bermotor bukan umum, 10% untuk kendaraan bermotor umum, dan 3%
untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
b. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahaan kedua dan selanjutnya:
1% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermoto umum,
0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.
c. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1% untuk
kendaraan bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk
kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
d. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar
5%, untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1% dan untuk penyerahan
karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%.
3. Dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah nilai jual bahan bakar
kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5%.
4. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.
Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
5. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada
restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
6. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi
sebesar 35%.
7. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling
tinggi sebesar 20%.
8. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya
ditetapkan paling tinggi 20%.
9. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
untuk pemakaian tempat parkir. Tarif ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
10. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah
nilai jual eksploitasi bahan galian golongan C. Kegiatan eksploitasi menggunakan alat
mekanisme per m3 sebesar 20%. Kegiatan eksploitasi menggunakan non alat mekanisme
per m3 sebesar 10%.
Perhitungan Pajak Daerah
Besarnya pokok pajak daerah yang terhutang untuk masing-masing jenis pajak daerah
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak pajak dengan dasar pengenaan pajaknya.
1. Pemungutan pajak hotel dapat dilakukan dengan official assessment sysytem yakni
berdasarkan penetapan kepala daerah melalui penerbitan surat ketetapan pajak daerah
atau secara self assessment system yakni dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
6
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. Dasar pengenaan pajak hotel adalah
jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.
Pajak hotel terhutang = Penghasilan Bruto dalam 1 bulan x tarif pajak
2. Besarnya pokok pajak restoran yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikn tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah
pembayaran yang dilakukan kepada restoran.
Pajak restoran terhutang = Penghasilan Bruto dalam 1 bulan x tarif pajak
3. Untuk menghitung pajak hiburan didasarkan atas objek hiburan yang terdiri
pertunjukan film, pertunjukan kesenian dan sejenisnya, pergelaran musik dan
diskotik, karaoke, klub malam, permainan biliard, permainan ketangkasan
sejenisnya, panti pijat dan mandi uap, pertandingan olahraga, taman wisata,
sejenisnya.
dari
tari,
dan
dan
Pajak hiburan yang terhutang = jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar untuk menonton atau menikmati hiburan x tarif pajak
4. Besarnya pokok pajak reklame yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa
reklame.
Pajak reklame yang terhutang = nilai sewa x tarif pajak
5. Besarnya pokok pajak penerangan jalan yang terhutang dihitung dengan cara
mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak daerah. Dasar pengenaan pajak
penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik.
Pajak penerangan jalan terhutang = Nilai Jual Listrik x tarif pajak
6. Besarnya pokok pajak parkir terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak daerah. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah
pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir.
Pajak parkir terhutang = pembayaran yang dibayar untuk pemakaian
tempat parkir x tarif pajak
7. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah
nilai jual hasil kegiatan eksploitasi pengambilan, pengolahan, penjualan dan
pengangkutan bahan galian golongan C. Tata cara perhitungan pajak adalah dasar
pengenaan dikalikan tarif pajak.
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Terutang = nilai jual
hasil kegiatan eksploitasi pengambilan, pengolahan, penjualan dan
pengangkutan bahan galian golongan C x tarif pajak
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
7
Definisi APBD
Menurut Sony Yuwono dan Tengku Agus Indrajaya (2005:92), Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (APBD) yang disetujui oleh DPRD. Sedangkan
menurut UU No. 17 Tahun 2003 pasal (1) butir 8 tentang Keuangan Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka
waktu tersebut.
Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan
belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, fungsi APBD adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Otorisasi. Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan. Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan. Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi. Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi. Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi. Anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
Prinsip-prinsi dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang
berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara/Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yaitu:
1. Kesatuan. Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas. Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara
utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan. Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4. Spesialitas. Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
8
5. Akrual. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan
yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/penerimaan uang dari/ke Kas Daerah.
Hak dan Kewajiban Daerah yang Terkait Dengan APBD
Selanjutnya yang dimaksud dengan Hak Daerah sesuai dengan Pasal 21 UU No. 32
Tahun 2004 meliputi beberapa hal: Mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya; Memilih pemimpin daerah; Mengelola apratur daerah; Mengelola
kekayaan daerah; Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; Mendapatkan bagian dari
hasil pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan Mendapatkan hak lain yang
diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun
2004 meliputi beberapa hal berikut: Melindungi masyarakat, menjada persatuan, kesatuan,
dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; Mengembangkan kehidupan demokrasi;
Mewujudkan keadilan dan pemerataan; Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak; Mengembangkan Sistem Jaminan Sosial; Menyusun perencanaan dan tata ruang
daerah; Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; Melestarikan lingkungan hidup;
Mengelola administrasi kependudukan; Melestarikan nilai sosial budaya Membentuk dan
menerapkan persatuan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Struktur APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri
atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:
1. Pajak daerah;
2. Rertribusi daerah;
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4. Lain-lain PAD yang sah, terdiri dari:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan;
b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan;
c. Jasa giro;
d. Pendapatan bunga;
e. Tuntutan ganti rugi;
f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
9
b. Dana perimbangan, terdiri dari:
1. Dana bagi hasil;
2. Dana alokasi umum (DAU);
3. Dana alokasi khusus (DAK); dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari
Lain-lian Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang,
dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam
negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
2. Belanja Daerah menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah
Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah adalah semua
pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban
daerah. Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004, Belanja Daerah adalah kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih pada tahun
anggaran yang bersangkutan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta
jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi pemerintahan daerah. klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
a. Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut
kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
b. Klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan keuangan negara digunakan untuk
tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
1. Pelayanan umum;
2. Ketertiban dan keamanan;
3. Ekonomi;
4. Lingkungan hidum;
5. Perumahan dan fasilitas umum;
6. Kesehatan;
7. Pariwisata dan budaya;
8. Agama;
9. Pendidikan; serta
10. Perlindungan sosial
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut
jenis belanja terdiri dari:
a. Belanja pegawai;
b. Belanja barang dan jasa;
c. Belanja modal;
d. Bunga;
e. Subsidi;
f. Hibah;
g. Bantuan sosial;
h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. Belanja tidak terduga.
3. Pembiayaan Daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
10
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan
mencakup:
a. SILPA tahun anggaran sebelumnya;
b. Pencairan dana cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. Penerimaan pinjaman; dan
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penyertaan modal pemerintahan daerah;
c. Pembayaran pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman.
Jenis-Jenis APBD
Jenis APBD menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, adalah sebagai berikut:
1. Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lainlain PAD yang sah, dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil SDA (Sumber Daya Alam),
DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), dana otonomi khusus, dana
penyesuaian, bagi hasil pajak, pendapatan dana darurat, dan pendapatan bagi hasil
lainnya.
2. Belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal
gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, serta belanja aset tetap
lainnya.
Proses Penyusunan APBD
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, proses penyusunan APBD adalah sebagai berikut:
1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu
kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan
menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling
lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan
peraturan daerah.
2. Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah Daerah perlu
menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKS) SKPD. Kepala daerah menyusun
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
11
3.
4.
5.
6.
rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan
Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan
daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber
dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan
bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD tahun anggaran berikutnya.
Priritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun
rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kepala daerah
menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling
lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Rancangan PPAS yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun
anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan
DPRD.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD diterbitkan paling
lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. RKA-SKPD disusun dengan
menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan
pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk
menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar
satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar
SKPD.
RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD
sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
12
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak
mendapatkan persetujuan bersama kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setingi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.
Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling
lama 15 (lima bela) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah diseteujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih
dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud.
8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya.
Efektivitas Pajak Daerah
Untuk menganalisis efektivitas APBD, diperlukan perbandingan presentase pajak
daerah dalam realisasi APBD dan presentase pajak daerah dalam anggaran APBD. Menurut
Machmudfauzi.wordpress.com (2007), efektivitas itu sendiri mempunyai arti dapat memilih
tujuan-tujuan yang tepat dari seperangkat alternatif atau pilihan cara dan menentukan suatu
pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas bisa juga berarti pengukuran keberhasilan
dalam tujuan-tujuan yang ditentukan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas pajak daerah adalah pengukuran
penggunaan pendapatan yang berasal dari pajak daerah sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan.
Proposisi
Dengan membandingkan antara total pajak daerah dalam anggaran dengan total pajak
daerah dalam realisainya dapat dilihat seberapa besar efektivitas pajak daerah tersebut.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
13
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran dari Obyek Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk
menggambarkan, meringkas, berbagai situasi, atau berbagai fenomena relitas sosial yang
ada dimasyarakat yang menjadi menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu
kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, atau gambaran tentang kondisi atau situasi
tertentu. Adapun obyek penelitian adalah Pemerintahan Kota Tarakan yang beralamat di Jln.
Skip Tarakan, Kalimantan Utara.
Teknik Pengambilan Sampel
Data yang diperoleh dari satu perusahaan saja yaitu Pemerintah Kota Tarakan
mengenai sistem pemungutan pajak daerah serta kontribusinya terhadap APBD, oleh karena
itu tidak diperlukan teknik pengambilan sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan bersumber dari:
1. Data primer. Data yang akan digunakan didapat dari kantor Walikota Tarakan karena
menggunakan observasi partisipan. Selain itu juga data di peroleh dari instansi terkait,
seperti BAPEDA dan DP2KA.
2. Data sekunder. Data yang digunakan berupa Laporan Keuangan Daerah tahun 2008-2012
yang berupa:
1. Laporan Penerimaan Anggaran Tahun 2008-2012;
2. Laporan Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Tahun 2008-2012;
3. Rekaptulasi Laporan Keuangan Anggaran Tahun 2008-2012;
4. Laporan Perubahan APBD Tahun 2008-2012.
Dalam metode pengumpulan data, cara pengumpulan data yang akan digunakan
meliputi:
1. Observasi partisipan. Data diperoleh dari Kantor Walikota Kota Tarakan. Selain itu, data
juga bisa diperoleh dari instansi terkait seperti BAPEDA dan DP2KA. Selain itu Laporan
Keuangan tersebut dapat dilihat sebesar apa Pajak Daerah berpengaruh terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Dokumentasi. Data yang diperoleh:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tarakan dan komponen
pendukungnya;
2. Pajak daerah yang dikenakan terhadap potensi-potensi tersebut;
3. Laporan penerimaan pajak daerah tahun 2008-2012;
4. Pertumbuhan pajak daerah dari tahun 2008-2012.
Satuan Kajian dan Teknik Analisa Data
Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas adalah sebuah strategi dimana perusahaan berupaya terus-menerus untuk
meningkatkan efektivitas proses-proses bisnisnya.
2. Sistem pemungutan pajak daerah sutau sistem pemungutan pajak yang mekanismenya
diatur oleh UU Nomor 34 Tahun 2000, dimana mekanisme tersebut berisikan tata cara
pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah APBD yang disetujui oleh DPRD.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
14
Teknik Analisis Data
Tahap-tahap yang dilakukan dalam teknik analisis adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Membandingkan pajak dalam Anggaran dan realisasi APBD
Evaluasi efektivitas penggunaan Pajak Daerah
Identifikasi potensi Pajak Daerah
Interpretasi hasil evaluasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis
Untuk mengetahui berapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari
penerimaan pajak daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota
Tarakan dengan cara melakukan perbandingan antara pajak daerah dalam APBD dengan
realisasi pajak daerah.
Tabel 1
Penerimaan Pajak Daerah Kota Tarakan Tahun 2008-2012
No
1
2
3
4
Uraian
Tahun 2008
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir
Jumlah Pajak Daerah
Tahun 2009
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir
Jumlah Pajak daerah
Tahun 2010
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir
Jumlah Pajak daerah
Tahun 2011
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir
Jumlah Pajak daerah
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
1.425.000.000
1.386.750.000
153.000.000
666.300.000
4.203.000.000
275.000.000
110.000.000
8.219.050.000
1.739.718.203
1.527.335.052
154.429.150
748.988.357
4.469.737.785
225.040.475
98.959.199
8.964.208.221
1.600.000.000
1.500.000.000
175.000.000
800.000.000
4.850.000.000
300.000.000
100.000.000
9.325.000.000
1.290.165.092
1.857.000.297
128.813.700
1.153.424.850
4.489.267.795
85.565.000
81.972.800
9.086.209.534
1.700.000.000
1.900.000.000
200.000.000
1.000.000.000
9.000.000.000
750.000.000
150.000.000
14.700.000.000
1.796.065.821
2.231.628.421
250.270.216
1.166.919.694
7.840.635.752
176.050.000
85.594.100
13.547.164.003
2.000.000.000
2.400.000.000
200.000.000
1.100.000.000
9.000.000.000
750.000.000
150.000.000
15.600.000.000
1.699.450.581
2.589.505.648
277.596.700
732.330.947
3.824.376.455
139.290.515
70.996.600
9.333.547.446
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
15
5
Tahun 2012
Pajak Hotel
2.400.000.000
Pajak Restoran
3.500.000.000
Pajak Hiburan
300.000.000
Pajak Reklame
1.250.000.000
Pajak Penerangan Jalan
9.000.000.000
Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
750.000.000
Pajak Parkir
170.000.000
Jumlah Pajak daerah
17.370.000.000
Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tarakan
2.672.913.370
4.072.047.238
202.316.280
1.396.148.101
6.668.551.271
177.516.231
202.981.436
15.394.473.926
Efektivitas pajak daerah terbesar terjadi pada tahun 2008 karena pada tahun tersebut
pajak daerah benar-benar memberikan fektivitas yang maksimal dalam pemungutannya.
Jika ditilik kembali pada tahun tersebut ada beberapa sektor pajak yang tidak memenuhi
target. Misalnya pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak
parkir. Pajak penerangan jalan selalu memberikan kontribusi yang besar terhadap
penerimaan pajak.
Kontribusi pajak daerah sendiri terhadap APBD jika ditinjau setiap tahunnya pada
tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap APBD Tahun 2008-2012
Tahun Pajak
Kontribusi Terhadap APBD
2008
1,231%
2009
1,226%
2010
1,389%
2011
0,743%
2012
0,976%
Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tarakan (Data Diolah Penulis)
Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa kontribusi pajak daerah yang terbesar terjadi
pada tahun 2010 dengan kontribusi sebesar 1,389%. Walaupun pada tahun tersebut terdapat
pajak daerah yang tidak memenuhi target.
Pembahasan
Dengan adanya otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu diambil
dengan cara menggali secara kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan
dalam batas-batas peraturan perundang-undangan tang berlaku. Hal ini diharapkan dan
diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di
daerah. Oleh karena itu Pemerintah Kota Tarakan harus dapat mengupayakan peningkatan
penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya
keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan.
Sampai pada tahun 2012 pajak penerangan jalan selalu memberikan kontribusi yang
besar terhadap penerimaan pajak daerah. Walaupun Kota Tarakan sendiri mengalami
masalah pada listrik yaitu sering terjadinya pemadaman bergilir tetapi nilai kontribusi pajak
penerangan jalan masih sangat besar.
Walaupun berdasarkan tingkat presentase, penerimaan pajak daerah pada tahun 2008
sangat efektif tetapi untuk hasil absolut itu sendiri, tingkat penerimaan pajak daerah selama
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
16
5 tahun terakhir tidak seperti yang diharapkan. Terbukti pada tahun 2008, hasil penerimaan
pajak berada pada tingkat terendah walaupun melampui target yang ditentukan. Begitu juga
pada tahun 2012, walaupun penerimaan pajak daerah berada pada tingkat tertinggi tetapi
tidak melampui target yang sudah ditentukan.
Kepala Bagian Pendapatan DP2KA Kota Tarakan mengakui bahwa peningkatan
maupun penurunan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya saja kurangnya
pengawasan pada penggunaan subjek pajak daerah sehingga sering terjadi penyalahgunaan
subjek pajak daerah tersebut.
Jika dilihat dari kontribusi yang dihasilkan oleh pajak daerah terhadap APBD Kota
Tarakan, Pemerintah Kota Tarakan masih harus menggali terus potensi daerah. Karena
sampai pada tahun 2012 tersebut Pemerintah Kota Tarakan masih belum optimal dalam
pengembangan wilayah dan pembenahan sarana-sarana umum. Misalnya saja masih ada
tempat-tempat wisata yang masih belum mengalami pembenahan sama sekali, bahkan
cenderung diabaikan oleh Pemerintah Kota Tarakan, padahal jika ditinjau keberadaannya,
beberapa tempat wisata tersebut sangatlah berpotensi untuk menarik pengunjung karena
lokasinya yang mudah dijangkau dan tempatnya yang menarik.
Banyaknya potensi daerah yang dapat digali, mengharuskan Pemerintah Kota Tarakan
mengawasi dengan benar penggunaan-penggunaannya. Jika dilihat dari penerimaanpenerimaan yang berasal dari pajak daerah sejak tahun 2008-2012, dapat dilihat bahwa pajak
daerah belum memberikan pengaruh yang besar atau belum memberikan pengaruh yang
positif terhadap APBD sendiri terutama penerimaan daerah. Tingkat efektivitasnya pun
masih relatif kecil serta peningkatan dan penurunannya pun fluktuatif. Kepala Bagian
Pendapatan DP2KA sendiri telah mengakui bahwa kurangnya pengawasan sebagai salah
satu penyebab peningkatan dan penurunan penerimaan pajak daerah.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa efektivitas pajak tidak dipengaruhi oleh
besarnya pendapatan daerah pada tahun tersebut. Seperti yang terjadi pada tahun 2008
dimana efektivitas pajak daerah berada pada nilai tertinggi. Padahal bila ditinjau kembali
pada tahun tersebut penerimaan pajak daerah tidak berada pada nilai tertinggi. Bahkan ada
beberapa objek pajak daerah yang realisasinya tidak memenuhi target, tetapi total pajak
daerah lebih besar dibanding target pajak daerah, sehingga efktivitasnya pun juga besar.
Berdasarkan teori pajak yang ditulis Maschfud Sidiq (2002) bahwa pajak memberikan
peran yang kecil terhadap penerimaan daerah telah dapat dibuktikan pada Pemerintahan
Kota Tarakan. Dari tahun 2008-20120, pajak daerah hanya memberikan kontribusi yang
relatif kecil (berkisar antara 1%-3%). Kecilnya pengaruh pajak daerah terhadap APBD ini
juga disebabkan karena beberapa hal yaitu:
1. Pajak daerah bukan pajak tetap, dimana tergantung dari kesadaran wajib pajak yang
bersangkutan;
2. Penundaan pembayaran pajak daerah oleh wajib pajak;
3. Kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan pajak daerah.
Keterbatasan
Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah hanya membatasi pada
penerimaan pajak daerah Kota Tarakan dengan batasan periode dari mulai tahun 2008-2012.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
17
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dalam periode lebih dari 5
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R. N dan V. Givindarajan. 2003. Sistem Pengendalian Manajemen. Buku Satu. Edisi
Sebelas. Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat.
Davey. 1984. Regional Revenue Administration. Paper disajikan pada Kursus Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Halim, A. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.
Hans, K. 2004. Kamus Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan
Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan
Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.
Mabar, C. 2011. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, (online) cintaimabar.blogspot.com.
(diakses pada tanggal 13 November 2013).
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Ando,
Yogyakarta.
_________. 2003. Perpajakan, Edisi Revisi, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 01 Tahun 2009 Tentang Pemberian Biaya
Pemungutan Pajak Daerah Kepada Petugas Pemungut Pajak Daerah.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 01 Tahun 20011 Tentang Pajak Daerah.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Pajak Hotel.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pajak Restoran.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Pajak Hiburan.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 04 Tahun 1998 Tentang Pajak Reklame.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2002 Tentang Pajak Penerangan
Jalan.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 07 Tahun 2003 Tentang Pajak Parkir.
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 06 Tahun 1998 Tentang Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Galian Golongan C.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Resmi, Siti, 2003, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.
Riwu Y, K. 1985. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Jakarta,
Bina Aksara.
Setiawan, A dan B, Musri. 2006. Perpajakan Umum. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Siti S, R. Urgensi Penilaian Properti Dalam Tatanan Ekonomi Masyarakat, Majalah
Usahawan,
Edisi Oktober 2003. LPEM-Universitass Indonesia, Jakarta.
Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE.
Tunggal, A. W. 2002. Audit Manajemen Kontemporer, Harfindo, Jakarta.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perpajakan.
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 2 (2014)
18
Zain, M. Manajemen Perpajakan. Salemba Empat, Jakarta.
●●●
Download