BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
KECERDASAN EMOSI
1. Pengertian kecerdasan emosi
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan
informasi
ini
untuk
membimbing
pikiran
dan
tindakan
(Yulisubandi, 2009). Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan
lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi
dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Gardner (dalam Goleman, 2009) mengatakan bahwa bukan hanya satu
jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam
kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas
utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal
dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
(dalam Goleman, 2009) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan
emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina
hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Menurut Cooper dan Sawaf (1999), kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi.
Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui,
menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat,
menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Dimana
kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara
efektif untuk mencapai tujuan untuk membangun produktif dan meraih
keberhasilan (Setyawan, 2005).
Goleman (2009) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk
dapat memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
impulsive needs atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun
kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk berempati pada orang
lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa. Goleman juga menambahkan
kecerdasan emosional merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan
dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati,
ketekunan, semangat dan motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial.
Kecerdasan emosional lebih ditujukan kepada upaya mengenali, memahami dan
mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan upaya untuk mengelola emosi agar
terkendali dan dapat memanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan
terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan menuntut diri untuk belajar mengakui dan
menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan
tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan
sehari hari, serta merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati)
dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
Goleman (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu:
a. Lingkungan keluarga.
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari
emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi dengan
cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa
anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa
kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi
anak kelak dikemudian hari.
b. Lingkungan non keluarga.
Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan.
Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan
mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas
bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang
menyertai keadaan orang lain.
Menurut Le Dove (dalam Goleman. 2009) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:
a. Fisik.
Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh
terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya.
Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang
disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang
mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua
bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.
1) Konteks.
Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang
membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting
dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa
mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk
mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai
saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum
berbuat sesuatu.
2) Sistem limbic.
Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh
didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas
pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus,
tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat
disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai
pusat pengendalian emosi pada otak.
b. Psikis.
Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi
kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik
terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbik, secara psikis
meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.
3. Aspek-aspek kecerdasan emosi
Goleman menggambarkan kecerdasan emosi dalam 5 aspek kemampuan
utama, yaitu :
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2000)
kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang
belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah
menguasai emosi.
b. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan
tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan
mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2009). Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi diri sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,
yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi
yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman (2009) kemampuan seseorang untuk mengenali orang
lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu
yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal
sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan
orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain,
peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan
orang lain.
Rosenthal (dalam Goleman, 2009) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa orangorang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal
lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih
mudah bergaul, dan lebih peka. Nowicki (dalam Goleman, 2009), ahli
psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau
mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi.
Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki
kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya
sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Membina hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan
yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi
(Goleman,
2009).
Keterampilan
dalam
berkomunikasi
merupakan
kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami
keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam
keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun.
Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan
lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan
menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi
(Goleman, 2009). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain
dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina
hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang
dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
Goleman (2009) juga menambahkan, aspek-aspek kecerdasan emosi
meliputi:
a. Kesadaran diri.
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan untuk diri sendiri memiliki tolak
ukur realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri.
Menangani emosi kita sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup untuk menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c. Motivasi.
Kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan
dan menuntut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan
bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan
frustasi.
d. Empati
Merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami prespektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermacam macam orang.
e. Keterampilan sosial.
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar
menggunakan
keterampilan
keterampilan
ini
mempengaruhi
dan
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk
bekerja
dalam
tim.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
yang
telah
dikemukakan dapat disimpulkan aspek-aspek kecerdasan emosi meliputi
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, membina hubungan. Untuk selanjutnya
dijadikan indikator alat ukur kecerdasan emosi dalam penelitian, dengan
pertimbangan aspek-aspek tersebut sudah cukup mewakili dalam
mengungkap sejauh mana kecerdasan emosi subjek penelitian.
4. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah
Goleman (1995) mengemukakan karakteristik individu yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah sebagai berikut:
(a) Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah,
tidak agresif dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum
bertindak, berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan
hidupnya, menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat berempati
pada orang lain, dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif,
memiliki konsep diri yang positif, mudah menjalin persahabatan dengan
orang lain, mahir dalam berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik
sosial dengan cara damai.
(b) Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa
memikirkan akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar,
memiliki tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas, mudah putus asa,
kurang peka terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, tidak dapat
mengendalikan perasaan dan mood yang negatif, mudah terpengaruh oleh
perasaan negatif, memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu menjalin
persahabatan yang baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi
dengan baik, dan menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.
B.
KREATIVITAS
Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu
kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan
paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya,
setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat
diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat
(Munandar, 2009).
1. Pengertian kreativitas
Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and
Cultural Education) (dalam Craft, 2005), kreativitas adalah aktivitas imaginatif
yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai. Selanjutnya Feldman (dalam
Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah:
“the achievement of something remarkable and new, something which
transforms and changes a field of endeavor in a significant way . . . the
kinds of things that people do that change the world.”
Menurut Munandar (1985), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil
yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan
(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Csikszentmihalyi
(dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau
produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.
Rhodes (dalam Munandar, 2009) menganalisis lebih dari 40 definisi
tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan
dalam istilah pribadi (person), proses, produk, dan lingkungan yang mendorong
(press) individu ke perilaku kreatif. Berikut beberapa definisi tentang kreativitas
berdasarkan empat P, menurut para pakar:
a) Definisi Pribadi
Menurut Hulbeck (dalam Munandar, 2009) Tindakan kreatif
merupakan hal muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam
interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang lebih baru tentang
kreativitas diberikan dalam “three-facet model of creativity” oleh
Stenberg (dalam Munandar, 2009), yaitu kreativitas merupakan titik
pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis: inteligensi, gaya
kognitif, dan kepribadian.
b) Definisi Proses
Definisi proses dikemukakan oleh Torrance (dalam Munandar, 2009)
yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode
ilmiah, yaitu proses merasakan kesulitan, permasalahan, kesenjangan,
membuat dugaan dan memformulasikan hipotesis, merevisi dan
memeriksa kembali hibgga mengkomunikasikan hasil.
c) Definisi Produk
Baron (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Begitu pula menurut Haefele (dalam Munandar, 2009) kreativitas
adalah kemampuan membuat kombinasi-kombinasi baru. Rogers
(Munandar,2009)
menekankan
produk
kreatif
harus
bersifat
observable, baru, dan merupakan kualitas unik individu dalam
interaksi dengan lingkungannya.
d) Definisi Press
Definisi Simpson (dalam Munandar, 2009) merujuk pada aspek
dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai
inisiatif yang dihasilkan individu dengan kemampuannya untuk
mendobrak pemikiran yang biasa.
Guilford (dalam Purwanto, 2008) menyatakan bahwa kreativitas
merupakan salah satu operasi mental dalam model struktur intelektual yang
dinamakan kemampuan berpikir divergen. Oleh karena intelegensi dalam struktur
intelektual Guilford mempunyai tiga dimensi yaitu operasi, bahan dan produk
a) Operasi
Proses atau operasi berpikir dalam struktur intelektual Guilford
mempunyai lima faktor, yaitu kognisi, memori, berpikir konvergen,
berpikir divergen, dan evaluasi. Dari segi operasi, kreativitas berpikir
adalah kemampuan menghasilkan secara divergen yang merupakan
salah satu operasi mental dalam model struktur intelektual Guilford.
Kreativitas melibatkan berpikir divergen yang merupakan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah dengan jawaban baru dan tidak biasa.
Kemampuan berpikir divergen merupakan kemampuan berpikir yang
mampu menghasilkan jawaban yang bervariasi dari suatu masalah.
Dalam berpikir divergen, pemikiran menyimpang dari jalan yang telah
dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Pemikiran melampaui dari
apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan beberapa jawaban yang
mungkin ada untuk suatu masalah, bukan hanya satu penyelesaian
yang
benar.
Dalam
memecahkan
masalah,
pemikir
divergen
mengajukan beberapa solusi. Dengan kemampuan itu, dia mampu
menghasilkan sesuatu yang berbeda
b) Bahan
Dalam model struktur intelektual Guilford, intelegensi mengolah
bahan berupa figural, simbol, semantik dan perilaku. Proses berpikir
divergen hanya mengolah bahan berupa figural dan simbolik, sehingga
kreativitas berpikir mempunyai dua jenis konten yaitu figural atau
visual dan simbolik atau verbal. Menurut Guilford (dalam Purwanto,
2008), tes untuk mengukur kreativitas berpikir akan berbentuk figural
dan simbolik dengan indikator berupa unit, kelas, hubungan, sistem,
transformasi dan implikasi. Menurut Good dan Brophy (dalam
Purwanto, 2008) kreativitas berpikir merupakan proses berpikir
divergen secara figural dan simbolik untuk menghasilkan enam jenis
produk.
c) Produk
Operasi kemampuan berpikir divergen yang mengolah bahan berupa
figural dan simbolik menghasilkan enam jenis produk yaitu unit, kelas,
hubungan, sistem, transformasi dan implikasi (Guilford dalam
Purwanto, 2008). Pertama, unit adalah pertanyaan tugas yang
dilakukan dengan memberi bahan dasar yang darinya sebanyak
mungkin objek nyata diminta dibuat. Dalam bentuk figural, pertanyaan
dapat dilakukan dengan meminta peserta membuat sebanyak mungkin
gambar objek nyata dari sebuah lingkaran dalam waktu tertentu.
Dalam bentuk simbolik, kemampuan ini diukur dengan meminta
peserta membuat sebanyak mungkin kata dengan aturan tertentu.
Misalnya, buatlah sebanyak mungkin kata yang berhuruf awalan p dan
berhuruf akhir m dalam waktu satu menit.
Kedua, kelas adalah
kemampuan membuat perubahan dari satu kelas atau golongan ke
kelas atau golongan lain. Secara figural kemampuan ini dapat diukur
dengan memberikan dua atau lebih garis dan meminta peserta
membuat kombinasi gambar sebanyak mungkin. Dalam bentuk simbol,
kemampuan ini diukur dengan memasangkan beberapa hewan atau
benda dengan sifat-sifatnya sebanyak mungkin dalam waktu tertentu.
Ketiga, hubungan dilakukan dengan melengkapi struktur dan
hubungan dari dua hal. Misalnya, dari angka 1, 2, 3, 4 dan 5,
kombinasikan dengan sebanyak mungkin cara sehingga hasil
jumlahnya 7. Keempat, sistem melibatkan urutan rasional dari langkahlangkah yang bermakna. Untuk mengukur kemampuan ini secara
figural dapat dilakukan dengan meminta peserta tes mengorganisasikan
beberapa gambar visual sehingga membentuk objek nyata. Misalnya,
dari lingkaran, segi empat dan segi tiga, buatlah sebanyak mungkin
gambar yang merupakan kombinasi ketiga bangun dan berilah nama.
Pengukuran secara simbolik dapat dilakukan dengan meminta peserta
tes menyusun kalimat sebanyak mungkin dengan kata-kata yang
ditentukan huruf awalnya. Misalnya, buatlah dalam waktu satu menit
sebanyak mungkin kalimat dengan tiga kata yang huruf awalnya M_
E_ P_. Kelima, transformasi melibatkan kemampuan mengubah
strategi ketika suatu strategi mengalami jalan buntu. Kemampuan ini
dapat diukur dengan meminta peserta memanipulasi objek yang
diberikan kepadanya dengan sebanyak mungkin cara. Keenam,
implikasi adalah kemampuan membuat antisipasi dan prediksi
terhadap keadaan-keadaan tertentu di masa yang akan datang.
Implikasi diukur secara figural dengan misalnya meminta peserta tes
membuat dekorasi tambahan atas suatu bangun. Secara simbolik,
kemampuan implikasi diukur misalnya dengan menghadapkan peserta
tes dengan dua persamaan matematika dan memintanya membuat
kombinasi sebanyak mungkin dua persamaan itu dalam persamaan
baru.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah kemampuan individu untuk mencipta sesuatu baik yang bersifat
baru maupun yang kombinasi, berbeda, unik tergantung dari pengalaman yang
diperoleh berbentuk imajinasi yang menjurus prestasi dan dapat memecahkan
masalah secara nyata untuk mempertahankan cara berpikir yang asli, kritis, serta
mengembangkan sebaik mungkin untuk menciptakan hubungan antara diri
individu dan lingkungannya dengan baik.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
Kreativitas dimiliki oleh setiap orang meskipun dalam derajat dan bentuk
yang berbeda. Kreativitas harus dipupuk dan diingkatkan karena jika dibiarkan
saja maka bakat tidak akan berkembang bahkan bisa terpendam dan tidak dapat
terwujud.
Tumbuh dan berkembangnya kreasi diciptakan oleh individu, dipengaruhi
oleh kebudayaan serta dari masyarakat dimana individu itu hidup dan bekerja.
Tumbuh dan berkembangnya kreativitas dipengaruhi pula oleh banyak faktor
terutama adalah karakter yang kuat, kecerdasan yang cukup dan lingkungan
kultural yang mendukung.
Munandar
(2009)
menyebutkan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
bahwa
perkembangan
kreativitas
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu
yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang
internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur,
bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru
berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang
bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan
kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat
yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu
bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk
melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan
untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan
penghargaan terhadap individual.
Penelitian menunjukkan bahwa bukan hanya faktor-faktor non-kognitif
seperti sifat, sikap, minat dan temperamen yang turut menentukan produksi lintas
kreatif. Selain itu latihan dan pengemabangan aspek non-kognitif seperti sikap
berani mencoba sesuatu, mengambil resiko, usaha meningkatkan minat dan
motivasi berkreasi, pandai memanfaatkan waktu serta kepercayaan diri dan harga
diri akan sangat menentukan kreativitas (Munandar, 2009).
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat
mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:
a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)
Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki
kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas,
mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas
yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk
kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan
lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam
Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009)
yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk
melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung
oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan. Menurut Rogers
(dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press) yang dapat
mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
1) Keterbukaan terhadap pengalaman
2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi
seseorang (internal locus of evaluation)
3) Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsepkonsep.
b. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)
Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat
mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang
penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan
kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap
jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat
berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu.
Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang
dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Rogers
(dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat
mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya:
1) Keamanan psikologis
Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling
berhubungan, yaitu:
a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan
keterbatasannya.
b) Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal
(atau
sekurang-kurangnya
tidak
bersifat
atau
mempunyai
efek
mengancam.
c) Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan,
pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang
mereka dan menerimanya.
2) Kebebasan psikologis
Lingkungan
yang
bebas
secara
psikologis,
memberikan
kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis
pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya.
Menurut Hurlock (dalam Munandar, 2009) kepribadian merupakan faktor
yang penting bagi pengembangan kreativitas. tindakan kreativitas muncul dari
keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Dari
ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan
produk-produk yang inovatif. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas,
terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau
perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu:
a. Jenis kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada
anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk
sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak
laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk
mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan
didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif
dan orisinalitas.
b. Status sosial ekonomi
Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung
lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok
yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih
tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
c. Urutan kelahiran
Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat
kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan
daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak
tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama.
Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri
dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk
menjadi anak yang penurut daripada pencipta.
d. Ukuran keluarga
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung
lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara
mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang
menguntungkan
mungkin
lebih
mempengaruhi
dan
menghalangi
perkembangan kreativitas.
e. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan
Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak
lingkungan pedesaan.
f. Inteligensi
Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih
besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak
gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan
lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.
Stenberg (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas
merupakan titik pertemuan yang khas antara 3 atribut psikologis yaitu, inteligensi,
gaya kognitif dan kepribadian.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses kreativitas seseorang,
dari luar diri individu seperti hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan.
Sedangkan dari dalam diri individu seperti pola pikir, paradigma, keyakinan,
ketakutan, motivasi dan kebiasaan .
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor kebebasan berpikir, penilaian,
kecerdasan, minat terhadap fantasi, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman,
waktu, penghargaan terhadap fantasi, intellegensi, pola pikir, paradigma,
keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan, hambatan sosial, organisasi dan
kepemimpinan, kepribadian dan tidak kalah pentingnya adalah lingkungan
keluarga dan masyarakat. Selain itu potensi kreatif pada semua orang tergantung
bagaimana cara mengembangkannya secara optimal agar tidak terhambat dan bias
berkembang dengan baik.
3. Faktor-faktor yang menghambat Kreativitas
Menurut Munandar (2009) terdapat beberapa hal yang dapat menghambat
pengembangan kreativitas yaitu:
a. Evaluasi, menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas
konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi atau paling
tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi.
b. Hadiah, pemberian hadiah dapat merubah motivasi intrinsik dan mematikan
kreativitas.
c. Persaingan (kompetisi), persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa
pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain dan bahwa yang
terbaik akan menerima hadiah. Hal ini dapat mematikan kreativitas.
d. Lingkungan yang membatasi
Kendala lain yang juga diungkapkan oleh Munandar yaitu:
1) Kendala dari rumah
Menurut Amabile (dalam Munandar, 2009) lingkungan keluarga dapat
menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat
empat pembunuh kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi dan pilihan
atau lingkungan yang terbatas.
2) Kendala dari sekolah
Ada beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas antara lain:
a. Sikap guru, tingkat motivasi instrinsik akan rendah jika guru terlalu
banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru member lebih banyak
otonomi.
b. Belajar
dengan
hafalan
mekanis,
hal
ini
dapat
menghambat
perkembangan kreativitas siswa karena materi pelajaran hanya cocok
untuk menjawab soal pilihan ganda bikan penalaran.
c. Kegagalan, semua siswa pernah mengalami kegagalan dalam kegagalan
mereka tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan
mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas.
d. Tekanan akan konformitas, anak-anak usia sekolah dapat saling
menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas.
e. Sistem sekolah, bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan
kreativitas yang tinggi sekolah bisa sangat membosankan.
3) Kendala konseptual
Adams (dalam Munandar, 2009) menggunakan istilah conceptual blocks
yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu
masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Kendala itu
memiliki dua sifat yaitu eksternal dan internal.
a. Kendala yang bersifat eksternal antara lain:
1) Kendala kultural, menurut Adams (Munandar, 2009) ada beberapa
contoh kendala kultural yaitu:
•
Berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu.
•
Suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak.
•
Kita harus berpikir logis, kritis, analitis dan tidak mengandalkan
pada perasaan dan firasat.
•
Setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan
dengan uang yang banyak.
•
Ketertarikan pada tradisi.
•
Adanya atau berlakunya tabu.
2) Kendala lingkungan dekat (fisik dan sosial), contoh kendala
lingkungan dekat:
•
Kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota
keluarga atau antara teman sejawat.
•
Majikan (orang tua) yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ideide bawahannya (anak).
•
Ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan.
•
Gangguan lingkungan, keributan atau kegelisahan.
•
Kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.
b. Kendala yang bersifat internal antara lain:
1) Kendala perceptual, kendala perceptual dapat berupa:
•
Kesulitan untuk mengisolasi masalah.
•
Kecenderungan untuk terlalu membatasi masalah.
•
Ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut
pandang.
•
Melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip
memberi label terlalu dini.
•
Kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan.
•
Ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.
2) Kendala emosional, kendala ini mewarnai dan membatasi bagaimana
kita melihat, dan bagaimana kita berpikir tentang suatu masalah.
Sebagai contoh:
•
Tidak adanya tantangan, masalah tersebut tidak menarik perhatian
kita.
•
Semangat yang berlebih, terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil,
hanya dapat melihat satu jalan untuk diikuti.
•
Takut membuat kesalahan, takut gagal, takut mengambil resiko.
•
Tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity) kebutuhan
yang berlebih akan keteraturan dan keamanan.
•
Lebih suka menilai gagasan, daripada member gagasan.
•
Tidak dapat rileks atau berinkubasi.
3) Kendala imajinasi, hal ini menghalangi kebebasan dalam menjajaki
dan memanipulasi gagasan-gagasan. Contoh:
•
Pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak
sadar.
•
Tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi.
•
Ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari fantasi.
4) Kendala intelektual, hal ini timbul bila informasi dihimpun atau
dirumuskan secra tidak benar. Contoh:
•
Kurang informasi atau informasi yang salah.
•
Tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah.
•
Perumusan masalah tidak tepat.
5) Kendala dalam ungkapan, misalnya:
•
Keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan.
•
Kelambatan dalam ungkapan secara tertulis.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kendala yang
dapat menghambat kreativitas terdiri dari kendala dari rumah, kendala dari
sekolah dan kendala konseptual.
4. Aspek-aspek kreativitas
Pada dasarnya manusia mempunyai potensi-potensi untuk kreatif,
tergantung bagaimana engembangkan dan menumbuhkan potensi kreatif tersebut.
Ciri individu yang kreatif menurut pendapat para ahli psikologi antara lain adalah
imajinatif, mempunyai inisiatif, mempunyai minat luas, bebas dalam berpikir, rasa
ingin tahu yang kuat, ingin mendapat pengalaman baru, penuh semangat dan
energik, percaya diri, bersedia mengambil resiko serta berani dalam pendapat dan
memiliki keyakinan diri. (Munandar, 2009).
Perbedaan ciri sifat antara individu satu dengan yang lain akan
meyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap lingkungan, misalnya cara
pemecahan masalah. Pada individu yang kreatif akan tampak beberapa ciri sifat
yang berbeda dibanding individu yang kurang kreatif, yang pada prinsipnya akan
menunjukkan individualitas yang kuat. Ciri sifat tersebut diantaranya adalah sifat
mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas serta dorongan ingin tahu
yang kuat.
Dalam kreativitas banyak aspek yang berpengaruh dalam mengembangkan
kreativitas yang juga dapat membedakan antara individu satu dengan yang
lainnya, seperti yang di kemukakan menurut Guilford (Munandar, 2009;
Kauffman & Stenberg, 2006) meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude. Ciri-ciri
aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir :
a. Fluency, yaitu kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan
banyak gagasan secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan
adalah kuantitas, dan bukan kualitas.
b. Flexibility, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara
dalam mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide,
jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat
melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari
alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan
bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat
meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara
berpikir yang baru.
c. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau asli.
d. Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail. Untuk
melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek (respon) disamping
gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam mengembangkan gagasan
dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan
atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau
perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam berbuat sesuatu :
a) Rasa ingin tahu
b) Bersifat imajinatif
c) Merasa tertantang oleh kemajemukan
d) Berani mengambil risiko
e) Sifat menghargai.
Menurut Ellis dan Hunt, Woolfolk dan Nicolich, Good dan Brophy,
Winkel dan Rakhmat, kreativitas diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran
(fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor
kreativitas adalah skor gabungan dari ketiga unsur tersebut (Purwanto,, 2008)
Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan menghasilkan
banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat.Unsur
ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah.
Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan
Brophy (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan
banyak gagasan pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama
dinyatakan oleh Rakhmat (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan
menyebutkan sebanyak mungkin.
Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga
kesesuaian jawaban dengan masalahnya Menurut Ellis dan Hunt (dalam
Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif
pemecahan masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan.
Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan
mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan berhubungan dengan
kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang
digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru.
Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008), keluwesan dapat mengubah
dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau
kondisi baru membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama
dikemukakan oleh Ellis dan Hunt (dalam Purwanto, 2008) yang menyatakan
bahwa keluwesan adalah kemampuan mengubah pendekatan dalam pemecahan
masalah. Di samping itu, keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu
masalah dari berbagai sudut tinjauan.
Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan usulan yang tidak biasa
atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang baru atau khusus.
Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang
jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang
diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam
membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (dalam Purwanto,
2008), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang
menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (dalam Purwanto, 2008)
memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya
diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada
pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang
diberikan oleh 5% dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya
diberikan oleh 1% dari kelompok bersifat unik (Purwanto, 2008). Munandar
(1999) mengungkapkan bahwa kriteria orisinalitas setidaknya diberikan oleh lebih
sedikit dari 9% persen jumlah subjek penelitian.
Berdasarkan penjelasan tersebut, aspek yang digunakan untuk melihat
kreativitas dalam penelitian ini yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan),
originality (keaslian), dan elaboration (elaborasi)
C.
MUSISI BAND
1. Definisi Musisi Band
Seorang musisi adalah individu yang memainkan ataupun menulis musik,
serta memiliki kemampuan dalam salah satu atau lebih alat musik, menghabiskan
sejumlah waktu untuk mempelajari hal-hal berkaitan dengan musik, menampilkan
pertunjukan musik, dan mendengarkan musik dengan seksama (Fredrickson,
2000). Menurut The American Heritage Dictionary of the English Language
(2000), musisi adalah sesorang yang menciptakan, memimpin, dan menampilkan
musik.
Musisi
dapat
mempelajari
keahliannya
secara
otodidak
melalui
pengalaman-pengalaman pribadi, ataupun dengan pendidikan formal bersama
seorang instruktur pribadi atau guru dalam suatu lembaga Musisi dapat bersifat
amatir maupun professional, hal ini memiliki definisi yang meluas. Musisi
memiliki level aktivitas dan ambisi dalam bermusik, yang seringkali membuat
musik menjadi sebuah hobby maupun profesi. Musisi professional menganggap
kegiatan bermusik sebagai suatu hal yang bersifat “menyatu” dengan musik, yang
menggambarkan hubungan yang berkelanjutan dan aktif, terutama setelah
menyelesaikan pendidikan formal.
Musisi amatir bukanlah suatu hal yang berkebalikan dengan musisi
professional. Amatir berasal dari bahasa latin “amo” yang berarti mencintai.
Deverich (2009) menyatakan bahwa musisi amatir adalah sesorang yang
menyukai atau mencintai memainkan musik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga menjelaskan definisi musisi,
yang merupakan sinonim dari kata musikus, yaitu orang yg mencipta, memimpin,
atau menampilkan musik; pencipta atau pemain musik.
Band merupakan sekelompok musisi yang menampilkan pertunjukan
musik (The American Heritage Dictionary of the English Language, 2000)
Melengkapi definisi tersebut, Wikipedia (2010) menjelaskan Band sebagai
sekelompok musisi yang terdiri dari 2 individu atau lebih yang menampilkan
pertunjukan musik maupun vocal. Dalam setiap gaya bermusik yang berbeda,
dibangun aliran bermusik yang merupakan cirri khas dan menentukan jenis
komposisi alat musik yang digunakan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa musisi band
merupakan sekolompok individu yang menampilkan pertunjukan musik maupun
vokal dan terdiri dari minimal 2 individu.
2. Aliran Musik dan Kombinasi Alat Musik
a) Band Klasik
Dalam musik klasik, digunakan kombinasi berbagai alat musik petik
seperti biola, cello, banjo, ukelele, bass, serta alat musik tiup seperti
klarinet, oboe, flute, bassoon, trombone, dan klarinet bass.
b) Band Jazz
Pada musik jazz, umumnya formasi pemain alat musik menggunakan
piano, drum, dan bass. Beberapa band menambahkan alat musik gitar
listrik dan alat musik tiup seperti saxophone, trombone, dan terompet.
c) Band Rock dan Pop
Pada band rock dan pop, umumnya alat musik yang digunakan hampir
sama. Band dengan aliran ini menggunakan kombinasi alat musik
seperti; gitar, rithym gitar, bass, drum, keyboard, dan harmonika.
3. Bentuk Kreativitas Bermusik
Kreativitas dalam seni musik berbentuk usaha individu untuk menemukan
hal-hal yang baru dengan latar belakang apresiasi dan proses belajar didalam
memainkan dan bekerja dalam musik itu sendiri. Dengan memainkan alat musik,
seseorang akan menemukan bagaimana cara memainkan yang benar, mencari
nada yang pasti, teknik bermain yang baik hingga penghayatan dari sebuah alat
yang dimainkan (Zufriady, 2009).
Proses seperti ini akan memberikan stimulus untuk berkreativitas dan juga
membangkitkan rasa untuk berinovasi dengan pengalaman-pengalama yang sudah
ada dan menemukan ide-ide baru didalam beraktifitas seni (Zufriady, 2009).
Menurut saud (2006) Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang
dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat) baik itu berupa hasil peningkatan maupun
penemuan baru. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu.
Kreativitas dalam bermusik juga dapat tergambar dalam improvisasi.
Kreativitas dan improvisasi (komposisi spontanitas) adalah sebuah istilah yang
secara luas dapat digunakan bergantian. Dengan kata lain, tidak ada improvisasi
tanpa kreativitas. Begitu juga, improvisasi adalah salah satu bentuk kreativitas
(Aditya, 2010).
D. HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN KREATIVITAS PADA
MUSISI BAND
Getzel, Jakson dan Gough (2002) menyatakan kreativitas dipengaruhi oleh
berbagai faktor emosi seperti humor, rasa bertanggung jawab, percaya diri,
motivasi, minat, rasa ingin tahu dan lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa
kreativitas juga dipengaruhi oleh faktor dari luar diri individu seperti hambatan
sosial, organisasi dan kepemimpinan dan dari dalam diri individu seperti motivasi
(Kusumah, 2008). Berdasarkan Goleman (2009), kemampuan memotivasi diri
merupakan salah satu aspek kecerdasan emosional.
Pengendalian emosi dibutuhkan dalam setiap bidang seni, terutama dalam
hal performa yang membutuhkan kreativitas untuk menciptakan hal-hal baru.
Kondisi emosi yang tidak baik serta ketidakmampuan individu mengendalikan
emosi dapat menghalangi kemampuan individu berkreasi. Fenomena yang terjadi
pada musisi adalah kurangnya kemampuan pengendalian emosi yang baik dalam
melakukan berbagai kegiatan untuk dapat mewujudkan suatu kreativitas.
Penelitian Eckart Altenmüller dan Hans-Christian Jabusch (2009) menemukan
fakta adanya kasus kehilangan kontrol gerakan secara tiba-tiba yang sering terjadi
pada musisi yang tidak mampu mengendalikan emosi yang meluap-luap.
Keterkaitan antara emosi dan kreativitas pada musisi juga tergambar pada
penelitian Lund dan Kranz (1994) yang menyatakan bahwa terdapat keterlibatan
emosional dalam tahap kreativitas musisi. Para musisi yang menjadi subjek
penelitian melaporkan adanya pengaruh emosi yang kuat yang terjadi selama
proses kreatif, seperti keadaan emosi yang tidak beraturan dan meluap-luap yang
menghambat kreativitas. Kemampuan untuk mengendalikan emosi merupakan
salah satu aspek kecerdasan emosional yaitu mengelola emosi..
Munandar (2009) menyatakan bahwa faktor emosional merupakan salah
satu kendala dalam mencapai kreativitas. Kendala emosional tersebut dapat
berupa semangat yang berlebih yang cenderung terjadi pada musisi, ketakutan
dalam mengambil resiko dan kesalahan, serta kesulitan untuk rileks atau inkubasi.
Davis (1999) dalam Encyclopedia of Creativity juga menyebutkan adanya
halangan emosional yang menghambat kreativitas, seperti rasa marah, takut,
cemas, benci, bahkan cinta.
Pada musisi yang tergabung dalam sebuah kelompok, atau seringkali
disebut sebagai band, pengendalian emosi masing-masing anggota memiliki
dampak menyeluruh terhadap berbagai aspek, seperti: chemistry antar personel,
kesatuan visi dan misi, kebersamaan, serta harmonisasi, yang jika terganggu akan
menyulitkan suatu kelompok menciptakan karya kreatif. Aspek-aspek tersebut
tergambar dalam dimensi “membina hubungan” pada kecerdasan emosional yang
terdiri dari kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, serta kemampuan
memahami keinginan individu lain (Goleman, 2009). Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Livingstone (2007) yang menyatakan bahwa emosi merupakan kunci
mencapai kreativitas.
Emosi juga diperlukan dalam hal mengekspresikan suatu karya seni yang
kreatif. Suatu pertunjukan seni selalu memiliki muatan emosional dengan porsi
yang berbeda-beda (Deboer, 2008). Pada musisi yang memainkan musik rock
dibutuhkan muatan emosi yang lebih besar dibandingkan dengan musik jazz,
seperti luapan emosi dengan porsi sesuai untuk member nyawa pada musik yang
dibawakan. Untuk dapat maksimal, dibutuhkan kecerdasan emosi pada musisi
agar dapat mengatur porsi emosi yang dikeluarkan agar tidak berlebihan mapun
kurang.
E.
HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan
pembahasan
mengenai
hubungan
antara
kecerdasan
emosional dan kreativitas pada musisi band, peneliti mengajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Ho :
Tidak ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan
kreativitas pada musisi band di Taman Budaya Sumatera Utara.
H1 : Ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan kreativitas
pada musisi band di Taman Budaya Sumatera Utara.
Hubungan positif berarti bahwa jika kecerdasan emosi musisi band berada
dalam kategori tinggi, maka kreativitas musisi juga berada dalam kategori tinggi
dan sebaliknya. Asumsi tersebut diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya serta
teori yang berkaitan.
Download