PEMBELAJARAN MENGEVALUASI PEMERAN TOKOH DALAM PEMENTASAN DRAMA Oleh: Siti Khurota A’yunin Abstrak Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan tahun pelajaran 2011/2012? dan (2) Mengapa pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan tahun pelajaran 2011/2012 terjadi seperti saat peneliti melakukan pengamatan? Berdasarkan analisis udaut, dapat disimpulkan bahwa: Pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Kab. Pacitan tahun pelajaran 2011/2012, dapat dilihat dari: a) Guru secara umum dalam melaksanakan pembelajaran sudah sesuai dengan tahapan RPP akan tetapi peranan guru sebagai motivator sangat kurang sehingga kurang menarik perhatian siswa. (b) Sebagian siswa banyak yang ramai dan bercakap-cakap sendiri, tetapi sebagian siswa lainnya merasa senang dan bersemangat dalam pembelajaran. (c) Guru sudah menggunakan beberapa media dalam pembelajaran diantaranya papan tulis, media naskah, dan bermain peran. (d) Guru juga menggunakan beberapa metode dalam pembelajaran, yaitu tanya jawab, metode kerja kelompok dan metode penugasan. (e) Adapun dalam evaluasi pembelajaran guru belum melaksanakan dengan maksimal. LATAR BELAKANG Pembelajaran sastra di sekolah masih banyak menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini dapat diamati dari banyaknya keluhan, misalnya jumlah dan mutu pengajar, ataupun jumlah dan mutu buku-buku yang dipergunakan, maupun minat kemampuan menikmati, dan mengahargai karya-karya sastra dari pihak para siswa sendiri. Bahkan kurangnya ketertarikan para siswa terhadap karya sastra terutama pementasan drama. Hal ini dikarenakan salah satunya terjadi penggabungan pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sehingga banyak keluhan dari para guru yang pengajaran sastra tidak bisa fokus atau hanya menjadi pelajaran pelengkap saja, selain itu waktu yang tersedia sangat minim. Pada dasarnya melalui pembelajaran sastra inilah menjadi media untuk mencerdaskan siswa, memperkaya pengalaman batin, dan memanusiawikan manusia. Pembelajaran sastra pada umumnya dan pembelajaran drama pada khususnya mengemban misi afektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai-baik dalam konteks individual maupun sosial. Perkembangan drama di Indonesia sangatlah pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya pertunjukan drama di televisi, internet, vcd, dan juga dalam pementasan di panggung sekolah ataupun gedung teater. Organisasi remaja, baik di sekolah, universitas, karangtaruna maupun gelanggang remaja tidak terlepas dari kegiatan teater. Dalam acara-acara dan kegiatan kesenian belum afdol kiranya tanpa pertunjukan drama. Demam drama sudah begitu meluas, sehingga jika televisi menyajikan drama, masyarakat pasti antusias menyaksikannya. Untuk mengikuti perkembangan drama tersebut, maka pengajaran sastra khususnya drama di sekolah dituntut untuk lebih ekstra, sehingga sastra drama dimasukkan dalam kegiatan ekstrakulikuler yang berbentuk teater. Hal ini dimaksudkan agar mempunyai banyak kesempatan dalam latihan, sebab jika dimasukkan dalam jam pelajaran, maka pelajaran bahasa Indonesia pun kurang maksimal selain pengajaran sastra. Selama ini guru sastra masih terpaku pada penilaian dan tujuan mengajar dalam aspek kognitif. Padahal drama sebagai karya seni, mestinya juga mencapai aspek apresiasi. Seorang guru hanya sekedar mengajarkan teori kemudian mempraktekkan teori tersebut dalam pementasan drama yang membutuhkan waktu relatif singkat tanpa adanya suatu evaluasi, sehingga murid tidak mengetahui betul kesalahan dan kekurangannya ketika bermain peran dalam pementasan, apalagi ketika harus mengevaluasi kelemahan dan kelebihan pemeran tokoh drama. Seperti halnya yang terjadi di MTs Ma’arif 01 Tulakan, siswa kurang tertarik dan perhatian dengan adanya pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama. Ini disebabkan siswa masih malu-malu dan kurang serius ketika mementaskan sebuah naskah drama, bahkan ketika temannya bermain peran ada yang ramai dan bermain sendiri. Guru pun sebaliknya, kurang memberi motivasi maupun dorongan kepada siswanya agar tujuan pembelajaran bisa tercapai, terlebih dalam hal mengevaluasi pemeran tokoh drama. Sehingga para siswa tidak mengetahui betul apakah karakter yang dibawakan sudah sesuai dengan karakter yang dimaksudkan atau belum. Selain itu sekolah belum memberikan wadah atau sarana kepada siswanya untuk mengembangkan bakat dibidang teater, ini terbukti selama bertahun-tahun belum ada kegiatan ekstrakurikuler teater. Tidak hanya itu, selama 6 tahun guru bahasa Indonesia mengajar ditempat itu belum pernah sekalipun siswanya mengikuti perlombaan drama atau teater, sehingga pengalaman yang diperoleh sangat minim. Hasil pembelajaran pun masih rendah, ini terbukti ketika siswa memberi evaluasi kurang memahami dan tidak memperhatikan unsur-unsur yang dievaluasi. Ketika temannya bermain peran, teman yang lain tidak memperhatikan dan mengevaluasi apa kekurangannya dalam memerankan tokoh pementasan drama. Ini sangatlah bertentangan dengan perkembangan drama teater yang berkembang saat ini. Seharusnya siswa lebih semangat dan aktif untuk mempelajarinya, tidak hanya sekedar menonton tanpa ada bimbingan evaluasi. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII-A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan, tahun pelajaran 2011/2012? 2. Mengapa pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIIIA Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan, tahun pelajaran 2011/2012 terjadi seperti saat peneliti melakukan pengamatan? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. proses pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII-A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan, tahun pelajaran 2011/2012. 2. Mengapa pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIIIA Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Pacitan, tahun pelajaran 2011/2012 terjadi seperti saat peneliti melakukan pengamatan. LANDASAN TEORI 1. Pembelajaran Mengevaluasi Pemeran Tokoh dalam Pementasan Drama Menurut Kunandar (2007:287), pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Para ahli psikologi kognitif menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mengaktifkan indera siswa agar siswa memperoleh pemahaman. Cara untuk mengaktifkan indera siswa dapat dilakukan denagan cara menggunakan alat bantu belajar atau metode belajar seperti metode cetak atau metode elektronik sesuai dengan kebutuhan. Sehubungan dengan hal itu pula, Djamarah (1997: 11) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (1995: 2) mengartikan pembelajaran sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh karena adanya usaha yang disengaja yang berupa pengalaman atau reaksi situasi. Berkaitan dengan tujuan pembelajaran pementasan drama menurut Endraswara (2003:253), antara lain sebagai berikut: 1) peserta didik akan mampu menjadi pemain atau tokoh yang disegani oleh audien. Melalui berlatih aktor dan casting pentas, peserta didik mampu melakukan drama berbagai lakon. Mereka mampu bermain peran pada drama yang gembira (komedi), sedih (tragedi), monolog dan sebagainya. 2) Peserta didik mampu mendramatisikan sebuah wacana bacaan, prosa, puisi dan sejumlah fragmen. Dari sini mereka akan memiliki keterampilan yang kelak dapat digunakan ketika terjun di masyarakat. 3) Peserta didik mampu memimpin atau menyutradarai sebuah pementasan drama pendek di kelas atau ketika sekolah ada pementasan di akhir tahun. 4) Peserta didik mampu menata artistik pementasan drama menurut kondisi dan eksistensi yang diinginkan. 2. Evaluasi atau Penilaian Penilaian atau evaluasi sebagai suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan (Nurgiyantoro, 1988:5). Dalam mengevaluasi pembelajaran pementasan drama, maka siswa dapat menilai pemeran tokoh. Beberapa penilaiannya antara lain: 1) Penilaian vokal difokuskan pada kejelasan suara, tuturan, ujaran dan nada berbicara dari tokoh yang dinilai. 2) Penilaian kemampuan akting difokuskan pada kemampuan seorang dalam memerankan jenis tokoh tertentu. 3) Aspek penghayatan ditekankan pada ekspresi wajah, penampilan, dan penjiwaan peran. 3) Penampilan fisik tokoh ditekankan pada gerak tubuh dan kostum. 3. Pengertian Drama Perkataan “drama” berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi (Waluyo, 2003:2). Ini berarti drama berwujud tindakan, perilaku, dan action. Drama juga dapat didefinisikan sebagai cerita yang dipertunjukkan karena pada dasarnya drama merupakan dialog dari tokoh dalam cerita yang diperankan dalam panggung. Ketika sebuah drama baru berbentuk naskah, drama tersebut baru dapat dipahami belum dapat dinikmati. Kata “drama” mempunyai arti yang luas. Dalam Dictionary of World Literature, kata “drama” berarti segala pertunjukan yang memakai mimik (any kind of mimetic performance). Dari pertunjukkan Hamlet, pertunjukan banjolan (badut), pantomimi yang tanpa kata-kata, sampai upacara-upacara suci keagamaan bangsa primitif. Menurut Encyclopedia britanica, kata “drama” alih tulis (transliteration) dari kata Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan (“a thing done” or “perrformed), dan “teater” adalah alih tulis dari kata Yunani yang berarti tempat peninjauan (a secing-place), (Brahim, 1968:51). 4. Pemeran Tokoh Drama Character biasa juga disebut tokoh, adalah bahan yang paling aktif yang menjadi penggerak jalan cerita. Character di sini adalah tokoh yang hidup, bukan mati; dia adalah boneka di tangan kita. Karena character ini berpribadi, berwatak, dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang tiga dimensional. Tiga dimensi yang dimaksud adalah dimensi fisiologi, sosiologis, psikologis (Harymawan, 1988: 25). Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Adapun tokoh-tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan sebagai berikut. a. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-tokoh seperti di bawah ini. 1) Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama, yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. 2) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menetang cerita, dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. 3) Tokoh tritagonis, yaitu tokog pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. b. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut. 1) Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses perputaran lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. 2) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung`atau penentang tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam tokoh ini adalah tokoh tritagonis. 3) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. 5. Pementasan Drama Yang dimaksud dengan kata “pentas” di sini adalah sebuah tempat yang dipergunakan untuk mempertunjukkan suatu pemeranan yang dengan sadar mengisyaratkan sebuah nilai kesenian (Padmodarmaya, 1988:26). Untuk menghidupkan peran di pentas, peralatan teknis akan membantu. Peralatan tersebut meliputi: pengaturan pentas (stage), dekorasi (scenery), tata lampu (lighting), tata suara (sound system), dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pentas (Waluyo, 2007:38-39). 6. Studi Kasus Menurut Yin (2011:1) Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Dari studi kasus inilah dapat menambah pengetahuan tentang fenomen individual atau sosial. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan, Kabupaten Pacitan. Kelas yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian adalah kelas VIII-A, semester I tahun pelajaran 2011/2012. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dalam satu periode yaitu semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012, dimulai bulan Januari 2012 sampai bulan Maret 2012. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif karena pertama, lebih mampu mengungkap realitas ganda; kedua, lebih mengungkapkan hubungan wajar antara peneliti denga responden; dan ketiga, metode kualitatif lebih sensitif dan adaptif terhadap peran berbagai pengaruh timbal balik (Ismawati, 2011:12) Data dan Sumber Data Penelitian ini data utamanya hasil observasi pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama. Adapun data pendukungnya berupa hasil wawancara, baik dengan guru maupun siswa dan hasil analisis dokumen, yaitu RPP dan Silabus. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik observasi (sebagai data utama), wawancara dan kajian dokumen (sebagai data penunjang). Untuk mendapatkan data utama peneliti mengadakan tahap-tahap sebagai berikut: Observasi, Tekstualisasi, Segmentasi, Tematisasi, Proposisionalisasi, Reduksi PID, Analisis. Untuk mendapatkan data penunjang dalam penelitian ini adalah dengan cara mengadakan: 1. Wawancara mendalam (in-depth interview) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (Interviewee). Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk: (1) menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivis, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi,tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya,(2) untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampau, dan (3) memproyeksikan hal-hal itu dilakukan dengan harapan bisa terjadi di mana yang akan datang (Sutopo, 2006:68) Selain wawancara dengan guru juga dengan siswa-siswi kelas VIII-A untuk mengetahui sejauh mana sikap siswa-siswi terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam materi dan proses pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama. 2. Kajian Dokumen Kajian dokumen digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen yang berkaitan dengan perangkat pembelajaran. Dokumen yang dikaji untuk mendapatkan data adalah yang berhubungan langsung dengan penelitian yaitu berupa silabus, RPP, dan materi ajar. Kajian dokumen pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama dengan cara mendengarkan/menyimak. Setelah diketemukan datanya kemudian dicatat dengan memberi kode data, maka disebut teknik simak catat. Setiap dokumen yang berhubungan dengan proses pembelajaran dicermati secara teliti dan dijelaskan secara sistematik, agar data-data yang diketemukan dapat melengkapi temuan data utama. Teknik Analisis Data Setelah data diperoleh yaitu berupa segdur (segmen-segmen duratif) dan dikelompokkelompokkan yang disebut tapak-tapak jejaring interaksi (tejerin), maka diproposionalisasikan yang menghasilkan pernyataan identitas data (PID). Sebagai contoh pada gambar berikut: TINDAKAN / AKTIVITAS GURU Rentang SISWA waktu Non Verbal Verbal dari menit Verbal Non Verbal ke menit (a) Memasuki 1. “Assalamu (1) 1. “Wa’alaikum (a) Menjawab ruang ’alaikum Wr. salam Wr. salam dengan kelas VIII Wb. ! Wb. ! serampak A sambil sambil berdiri mengeluarkan bukunya Gambar 2 Tekstualisasi Kegiatan Pembelajaran Maka akan diperoleh PID I: setelah memasuki ruang kelas sambil berdiri, guru mengucapkan salam. Dan ketika mendengar guru mengucapkan salam secara bersamaan siswa menjawab salam sambil mengeluarkan bukunya masing-masing. Maka kode PID: GNVa, GV1; SV1, SNVa dan begitu seterusnya sesuai dengan tajerin yang kemudian menghasilkan PID. PID yang dimaksud dalam penelitian ini masih berstatus data mentah, untuk itu setiap PID harus dicermati dan diteliti. Hanya yang relevan dengan toik saja yang diilih dan dijadikan unit analisis. Dalam tahap ini diilih dan diambil PID-PID yang benar-benar relevan dengan topik penelitian. Mengambil PID ini yang dimaksud dengan mereduksi dan hasilnya disebut dengan unit data utama. Unit data utama atau UDAUT itulah yang sebenar-benarnya data yang fungsi pertama dan utamanya untuk dianalisis, diulas, dikomentari dan ditafsirkan. Setelah unit data utama ditentukan sebagai data utama dalam penelitian, selanjutnya peneliti melakukan analisis menggunakan lima langkah analisis data utama sebagaimana dalam gambar berikut: Unit-unit data utama (udaut) 1) diurai klausa-klausa/frasa-frasa konstituen (yang) langsung (membentuk udaut) [K/F KL] (konuda-konuda berdasarkan jenis satuan dasar yang berupa para [ pelibat: (si) apa (saja) pernyataan-pernyataan interpretatif 2) diulas/ditafsirkan satu persatu K/F KL secara saksama/hati-hati dengan bermakna berdasarkan aspek yang relevan yang ada dalam konuda dan komentar evaluatif argumentatif terhadap kualitas/kuantitas identitas realitas yang ditemukan menggunakan : a) akal sehat yang kaya pernyataan-pernyataan umun perkategori yang bersifat perampatan dengan konsep teoretis; b) data penunjang yang berupa dokumen-dokumen konklusi dan implikasi dan hasil wawancara 3) dirangkum secara Kategorial rekomendasi dan prediksi 4) disimpulkan bagaimananya dan mengapanya serta akibat lanjutannya 5) disarankan tindak lanjut pemecahannya dan diperkirakan wujud realitas barunya Gambar 3 Skema Lima Langkah Analisis Data Utama K / F K L ] ( k o n u d [a K/k F o Kn Lu K ]d a/ F () kK K o/ L nF ] uK dK /( aL Fk -] o k n oK (u nL kd u]o a dn a(u k )kd o oan n-u ukd Ko a /dn ) a Fu -d Kka Lo) K ]n / uF (d kaK K o [ [ [ [ [ [ HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari observasi kegiatan pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama di kelas VIII-A Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 01 Tulakan Kabupaten Pacitan diperoleh data yang relevan dengan topik dijadikan Unit-Unit Data Utama (Udaut) beserta pembahasannya yaitu: UDAUT-1: Guru berdiri sambil membuka buku dan memberitahukan KD hari itu, kemudian menyuruh Agus untuk mengambil buku di kantor dan Agus berdiri untuk mengambil buku di kantor. Guru sebelum masuk pada materi pembelajaran terlebih dahulu membacakan kompetensi dasar (KD), karena Kompetensi Dasar merupakan penjabaran Standar Kompetensi yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan Standar Kompetensi. Hal itu sangat penting dilakukan oleh guru disetiap awal pembelajaran karena akan menjadi petunjuk bagi siswa selama mengikuti proses pembelajaran berlangsung. UDAUT-2: Guru menanyakan maksud dari pementasan drama kemudian Dewi menjawab drama itu adalah cerita yang dipentaskan di atas panggung. Guru menulis jawaban Dewi di papan tulis sambil memberi penjelasan tentang drama dan siswa yang lain ada yang memperhatikan gurunya dan ada juga yang masih menoleh sambil bercakap-cakap dengan temannya. Guru setelah membacakan Kompetensi dasar melanjutkan dengan menanyakan materi yang ada kaitannya dengan topik pembelajaran. Guru pun kemudian menulis jawaban Dewi di papan tulis. Hal ini dimaksudkan agar siswa mengingat kembali materi yang pernah disampaikan. Namun upaya guru dalam memusatkan perhatian atau konsentrasi masih kurang, makanya masih banyak siswa yang bercakap-cakap sendiri, karena pikiran mereka belum tertuju pada materi pembelajaran, terlebih suara guru atau volume suara yang terlalu lemah sehingga mengganggu konsentrasi siswa. Adapun diawal pembelajaran guru memanfaatkan media papan tulis, yang dapat membantu memberi pemahaman pada siswa. Papan tulis merupakan alat yang sangat diperlukan disetiap sekolah dan di kelas. Bahkan papan tulis dikatakan fasilitas yang mutlak diperlukan, seperti halnya diperlukan meja dan kursi. Dengan papan tulis, pengajar dapat menulis dan menjelaskan materi pelajaran secara efektif dan efisien, sehingga pembelajar dapat menerima pelajaran dengan baik. Papan tulis dapat digunakan secara baik, dengan memerhatikan prinsipprinsip penggunaan papan tulis. (Sanaky, 2011:53) UDAUT-3: Guru berdiri di depan siswa dan menanyakan tentang apa yang dievaluasi dari drama yang dipentaskan. Disela pertayaan, Agus masuk ruangan dan guru menyuruh langsung membagikan buku ke teman-temannya. Guru melakukan pre test untuk mengetahui kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini guru berarti telah melakukan eksplorasi sesuai yang tercantum dalam RPP yaitu melibatkan secara aktif dalam pembelajaran, selain itu juga memfasilitasi terjadinya interaksi dengan peserta didik. Agus masuk ruangan kemudian membagikan buku kepada teman-temanya sedangkan konsentrasi temannya berpindah ke agus, ada yang menanti dibagikan buku dan yang sudah mendapat bagian langsung membuka-buka bukunya sesuai dengan materi yang dipelajarinya. UDAUT-4 :Guru berdiri di depan papan tulis menanyakan pokok pertama yang dievaluasi dari pementasan drama. Karena siswa tidak ada yang menjawab, sebagian bercakapcakap dengan temannya dan sebagian memandang gurunya, maka guru pun memberitahukan pokok pertama yang dievaluasi adalah gestur. Guru berusaha menghidupkan suasana kelas dengan mengadakan interaksi tanya jawab terhadap siswanya. Namun dari pertanyaan guru tersebut tidak ada siswa yang menjawab maka guru langsung memberikan jawaban agar semua siswa segera mengetahuinya. Siswa tidak ada yang merespon pertanyaan gurunya. Hal ini membuktikan bahwa siswa masih takut ataupun ragu dalam menjawab pertanyaan guru, bahkan ada siswa yang masih malu dan kurang percaya diri untuk mengacungkan tangan guna menjawab pertanyaan guru. UDAUT-5: Guru berjalan mendekat siswa dan menanyakan pokok kedua yang dievaluasi dari drama yang dipentaskan, siswa menjawab kwalitas drama sambil memandang guru. Guru mendekati siswa dalam mengajar, hal ini dimaksudkan agar siswa berkonsentrasi dalam pembelajaran. Konsentrasi sangat diperlukan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. Siswa mulai terespon pertanyaan guru. Ini membuktikan bahwa siswa sudah terangsang dan berkonsentrasi dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran mulai berjalan sesuai rencana. UDAUT-6: Guru berdiri dan memandang Yusuf serta menanyakan pokok ketiga yang dievaluasi dari naskah drama tetapi Yusuf hanya diam dan memandang temannya. Guru menerapkan metode tanya jawab kepada salah satu siswa yang terlihat asyik berbincang-bincang kepada temannya. Untuk mefokuskan perhatian siswa tersebut, Guru langsung memberi pertanyaan kepada salah satu siswanya yaitu Yusuf. Tindakan guru ini menurut peneliti sudah benar karena sebagian dari motivasi dalam pembelajaran. Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan (Kunandar, 2007:353). Dari motivasi tersebutlah siswa akan belajar dengan sungguhsungguh. Siswa yang bernama Yusuf hanya diam dan kaget ketiga guru langsung memberi pertanyaan kepadanya. Karena Yusuf berbincang-bincang sendiri dengan temannya. Ia tidak tertarik dengan pembelajaran saat itu dan merasa bosan. UDAUT-7: Guru memandang siswa dan menanyakan kembali pokok apa selain ketepatan nada dalam mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama dan Puput menjawab pokok berikutnya yaitu penempatan di atas panggung sambil memandang guru. Guru melakukan interaksi dengan siswanya yaitu mengadakan tanya jawab sambil memandang siswanya dengan seksama. Sumadi Suryabrata (1981: 2) berpendapat bahwa pembelajaran adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar aktual maupun potensial. Perubahan itu pada hakikatnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena usaha. Siswa yang bernama Puput menjawab pertanyaan dari gurunya sedangkan yang lain masih ragu dalam menjawab sehingga memilih untuk diam. Hal ini membuktikan terjadinya interaksi yang baik antara guru dengan Puput. UDAUT-8: Guru berdiri di sebelah meja dan memandang siswa kemudian menanyakan pengertian nada. Chintya menjawab dan memandang gurunya. Guru memandang siswa dan menanyakan materi yang terkait hal yang harus dievaluasi dari drama. Guru sudah mengunakan metode tanya jawab sesuai yang tertulis dalam RPP. Siswa yang bernama Chintya berinteraksi dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa siswa tersebut memperhatikan dan konsentrasi terhadap setiap penjelasan dari gurunya. UDAUT-9: Guru berdiri di sebelah meja, menanyakan kembali kepada siswanya tentang pengertian nada. Siswa tidak menjawab pertanyaan tersebut, tetapi sebagian memperhatikan, sebagian siswa lainnya bercakap-cakap dengan temannya. Akhirnya guru pun menjawab pertanyaan tersebut. Guru menanyakan kembali tentang pengertian nada, ternyata tidak ada yang merespon akhirnya langsung menjawab sendiri. Menurut pendapat peneliti apa yang dilakukan guru tersebut kurang benar. Seharusnya memberikan kesempatan dan berinteraksi dengan para siswa untuk berfikir dan menjawab pertanyaan. Siswa sambil duduk sebagian memperhatikan penjelasan guru dengan penuh perhatian, tetapi sebagian lain asyik bermain dan bercakap-cakap. Menurut peneliti kelihatannya banyak siswa yang belum siap dengan metode tanya jawab. Sehingga sebagian besar siswa terlihat kurang bersemangat dan kurang bersungguh-sungguh. UDAUT-10: Guru berdiri di sebelah meja, dan membacakan nama-nama kelompok yang akan bermain drama. Ketika menyebut nama Juriyanto, sebagian siswa menjawab tidak hadir. Setelah membacakan kelompok tiga, guru menanyakan siapa berikutnya, dengan serempak siswa pun menjawab kelompok empat dengan posisi duduk dan memandang gurunya. Dalam pembagian kelompok pun guru menggunakan sistem random, agar kelompok tidak berat sebelah dan tidak ada kecenderungan pilih kasih. Dengan demikian menumbuhkan sikap kerjasama dan sosialisasi antar siswa. Siswa merespon apa yang di tanyakan guru dengan penuh perhatian dan kemudian menjawabnya. Sebelum masing-masing kelompok berkumpul dengan anggota kelompoknya, mereka sibuk mencari nama-nama yang sudah di sebutkan oleh guru. Siswa mulai bersemangat dalam proses pembelajaran yaitu bermain drama. UDAUT-11: Guru berjalan ke depan dan mendekati pengamat, siswapun menoleh kebelakang. Kemudian guru berjalan kembali menuju meja guru dan memberi penjelasan kepada Chintya untuk masuk ke kelompok dua, setelah itu guru memberi kesimpulan bahwa kelompok ada empat. Siswapun duduk dan memandang Chintya. Guru memberikan penjelasan pada siswa yang bernama Chintya untuk masuk dalam kelompok dua agar tidak terjadi kebingungan dalam melaksanakan tugas kelompok dan siswa yang bernama Chintya mulai memahami penjelasan guru dan siswa lain pun juga ikut mendengarkan. Karena dengan mendengarkan kita akan memperoleh banyak informasi. UDAUT-12: Guru berdiri di depan papan tulis dan menanyakan apa masih ada yang ingin bertanya dari materi yang sudah disampaikan sedang sebagian siswa menulis dan sebagian lagi bercakap-cakap dengan temannya. Karena dianggap sudah faham, guru pun menulis pokokpokok yang dievaluasi dari pementasan drama. Guru mencoba untuk menanyakan kembali materi yang sudah disampaikan dan dijelaskan di awal. Guru sebagai fasilitator memang seharusnya sering berkomunikasi dengan peserta didik. Karena siswa tidak ada yang bertanya, guru langsung menulis pokok-pokok yang dievaluasi dari pementasan drama di papan tulis. Guru mencoba memanfaatkan waktunya dengan baik agar tujuan pembelajaran tercapai dan sesuai dengan apa yang direncanakan. UDAUT-13: Guru berdiri di samping kanan meja guru dan memegang selembar kertas, memberikan penjelasan tentang cara mengevaluasi pementasan drama yang sudah di tuliskan di papan tulis. Sebagian siswa memperhatikan dan sebagian lain menulis. Guru memberikan penjelasan tentang cara mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama kepada masing-masing kelompok. Guru mencoba memfasilitasi peserta didik untuk mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama, akan tetapi guru lupa memberi penjelasan tentang watak tokoh dan latarnya sesuai yang telah direncanakan dalam RPP. Siswa sebagian memperhatikan penjelasan guru karena merasa penting akan tetapi sebagian lain asyik menulis sambil berbincang-bincang dengan temannya karena apa yang ditulisnya belum cukup dan belum penting untuk mendengarkan penjelasan. UDAUT-14: Guru berjalan mendekati siswa dan menyuruh berpindah tempat duduknya sesuai dengan kelompok masing-masing kemudian berjalan keluar ruangan. Siswa berdiri dan berjalan mencari anggota kelompoknya dengan ramai. Guru menyuruh siswanya untuk berpindah tempat dan berkumpul dengan teman kelompoknya. Hal ini guru memberikan fasilitas kepada peserta didiknya untuk memulai kerja kelompoknya. Siswa berjalan dan berpindah tempat untuk mencari kelompoknya masing-masing sesuai dengan perintah gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik memiliki hakikat subyek didik yang pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya. UDAUT-15: Guru berjalan masuk ruangan dan menoleh ke siswa dan menanyakan apakah sudah berkumpul dengan kelompokmya, Siswa menjawab sudah dengan posisi duduk, ada yang memandang guru dan ada yang sibuk bercakap-cakap dengan temannya. Kemudian Guru membagikan naskah drama dan siswa menerima naskah tersebut. Guru mengetahui tentang kesiapan anak dalam menjalankan tugas kelompoknya. Sebagai perencana pembelajaran yang efektif dan efisien, maka guru menanyakan kesiapan anak agar pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Sarwiji Suwandi (2006: 49-51) mengatakan sejumlah peranan penting yang diemban guru dalam upaya mengefektifkan pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu: (1) Guru berperan sebagai perencana pembelajaran yang efektif dan efisien, (2) Guru berperan sebagai fasilitator yang kreatif dan dinamis, (3) Guru berperan sebagai model, (4) Guru berperan sebagai motivator, (5) Guru berperan sebagai evaluator. Media merupakan alat atau sarana untuk merangsang pembelajaran. Dalam pembelajaran di sini guru menggunakan media berupa naskah drama. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat belajar mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama dengan mengetahui watak dan latar tokoh yang terdapat dalam naskah. UDAUT-16: Guru berdiri di depan siswa sambil membawa naskah dan menyuruh siswa membentuk ketua kelompok dan masing-masing ketua membagi peran anggotanya, kemudian berjalan mendekati kelompok satu dan menyuruh untuk membentuk ketua kelompok. Sebagian siswa ada yang memperhatikan guru dan sebagian yang lain bercakap-cakap dengan temannya sedangkan Aan menjawab pertanyaan gurunya. Guru sebagai motivator dan pengarah pendidikan menyarankan untuk membentuk ketua kelompok dan membagi peran tokoh kepada anggotanya. Aan memperhatikan penjelasan gurunya dan turut aktif dalam pembelajaran. Sedangkan teman-temannya lain masih asyik bercakap-cakap. Disamping menggunakan metode kerja kelompok, guru juga menggunakan metode penugasan. Metode penugasan ini dimaksudkan agar siswa memiliki tanggung jawab dan berusaha menyelesaikan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan guru. UDAUT-17: Dewi memandang guru dan bertanya apakah prolognya juga dibaca sedangkan Guru berjalan di samping Dewi dan melihat naskah, guru pun menjawab ya kemudian menyuruh membagi perannya dulu. Sebagai fasilitator maka guru mendekati salah satu siswanya yang bernama Dewi untuk menyelesaikan permasalahannya. Belajar bersama dalam kelompok mampu menumbuhkan keterampilan dasar yang diperlukan dalam hidup. Keterampilan itu antara lain sikap mendengarkan, menerima pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Harsanto, 2007:44). Dengan adanya kerja kelompok maka Dewi mempunyai keberanian untuk menyelesaikan konflik dan berkomunikasi secara efektif dengan gurunya. UDAUT-18: Guru berjalan mendekati siswa kemudian berbalik badan memandang Irul, Eko, Fajar, dan dewo kemudian menyuruh membagi peran dan memahami tokohnya. Kemudian Irul bertanya tentang peran Andi yang tidak ada dalam naskah tetapi adanya Agus. Guru pun berdiri di samping Irul dan menyarankan peran Andi diganti Agus sedangkan Irul duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Guru berkomunikasi dengan siswanya dan memberi penjelasan berkaitan dengan naskah dramanya. Sebagai guru yang komunikatif, sudah tentu selalu menanyakan permasalahan apa yang dihadapi oleh siswanya. Nasihat dan dorongan guru sangat dibutuhkan oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Apabila siswa kesulitan dan jalan buntu dalam proses penguasaan materi pelajaran akan berlari pada guru. Dalam hal ini guru wajib memberikan nasihat dan solusi untuk menambah pengetahuan anak. Sebagaimana temannya yang lain, Irul pun menanyakan permasalahannya kepada. Dari sini motivasi belajar Irul mulai nampak dengan memperhatikan bahan ajar yang ada dihadapannya dan ingin memperoleh informasi. UDAUT-19: Guru berdiri di samping Sri dan menanyakan apa ada permasalahan kemudian memberitahukan untuk peran Andi diganti dengan Agus. Sarno Adi menegaskan kembali perkataan guru. Kemudian guru memberi waktu 5 menit untuk mengevaluasi drama yang akan dipentaskan. Siswa duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Sebagai guru yang komunikatif, sudah tentu selalu menanyakan permasalahan apa yang dihadapi oleh siswanya. Guru memperhatikan gerak-gerik siswanya dalam berdiskusi. Sarwiji Suwandi (2006: 49-51) mengatakan sejumlah peranan penting yang diemban guru dalam upaya mengefektifkan pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu: (1) Guru berperan sebagai perencana pembelajaran yang efektif dan efisien, (2) Guru berperan sebagai fasilitator yang kreatif dan dinamis, (3) Guru berperan sebagai model, (4) Guru berperan sebagai motivator, (5) Guru berperan sebagai evaluator. Untuk mengefektifkan pembelajaran, guru pun memberi waktu kepada siswanya untuk menyelesaikan diskusi agar tujuan pembelajaran tercapai. Siswa yang bernama Sarno Adi ini menunjukkan keaktifan dan keberaniannya dengan menanyakan permasalahan yang mengganjal dipikirannya. Berarti terlihat Sarno Adi memang selalu memperhatikan penjelasan guru. UDAUT-20: Guru berjalan dan berdiri di sebelah meja dan menanyakan kesudahan untuk mempersiapkan sementara itu Nur bertanya tentang peran Andi apakah diganti Agus. Guru pun mendekati Nur dan berdiri di samping Riska dan memberi penjelasan peran Andi memang diganti Agus kemudian membaca sedikit cuplikan naskah. Guru masih secara aktif mengawasi kegiatan kerja kelompok dengan sering mengajak berkomunikasi dan menanyakan permasalahan dalam kelompok. Ini menunjukkan guru yang selalu perhatian kepada siswanya. Dengan begitu siswa akan terbangun motivasinya dalam belajar. Pada dasarnya setiap anak mempunyai rasa ingin tahu. Ketika anak itu memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh gurunya, maka perkembangan pemahamannya akan meningkat. Terkadang ketika siswa ditanya di depan umum, lebih baik diam karena takut salah, berbeda ketika ditanya secara pribadi maka anak itu dengan mudah untuk menjawab karena memiliki keberanianuntuk menjawab, seperti halnya dengan Nur. Ini menunjukkan kemampuan anak yang berbeda-beda. Setelah semua kelompok memahami naskahnya, seharusnya guru mengevaluasi bersama tentang naskah yang sudah dipelajari sebelum diperankan di depan kelas, sehingga terjadin kesepakatan dan kesamaan persepsi tentang watak dan latar tokoh berdasarkan evaluasi bersama dalam naskah yang akan dipentaskan. Siswa pun nantinya dapat mengevaluasi masing-masing pemeran tokoh yang akan ditampilkan oleh kelompok lain, selain itu juga lebih percaya diri dan yakin terhadap peran yang akan dipentaskan. UDAUT-21: Guru berjalan dan berdiri di sebelah meja guru dan menyuruh kelompok satu untuk memerankan drama sedangkan Roy menjawab belum siap. Sambil mendekati Roy, guru menyuruh ke depan dengan membawa naskah dan Roy beserta asrul berdiri dan berjalan ke depan kelas, menyusul Aan, Anggit, Agus, Dewi berdiri dan berjalan ke depan kelas. Dalam hal ini guru mencoba untuk memanfaatkan waktu dengan baik yaitu segera menyuruh kelompok satu untuk mementaskan naskah drama di depan kelas walaupun siswa belum siap. Kalaupun guru menanti kesiapan anak, maka pembelajaran hari itu tidak berjalan sesuai rencana. Dengan ketelatenan guru, akhirnya melakukan pendekatan dengan pemain drama. Siswa yang bernama Roy ini melatih keberaniannya meskipun tidak percaya diri karena belum siap untuk bermain peran. Dia sudah berani untuk mencoba. Kalaupun hasilnya tidak maksimal yang terpenting sudah berani tampil. Begitu juga dengan Agus yang masih malu-malu dalam bermain peran, karena merasa ragu terhadap karakter yang dibawakannya. Adapun metode yang digunakan dalam pembelajaran disini adalah role playing atau bermain peran. Metode ini salah satu bentuk penugasan guru yang berupa mengapresiasikan pementasan drama. Hal ini dimaksudkan agar siswa berlatih mengekspresikan dirinya melalui watak tokoh dalam naskah drama sehingga diwujudkan dalam bentuk pementasan drama. UDAUT-22: Guru duduk di kursi pandangan tertuju pada anak yang membaca naskah drama sedangkan kelompok satu mulai membaca dan memerankan satu persatu secara bergantian sesuai dengan bagiannya masing-masing. Dewi memerankan tokoh Ani dengan percaya diri walaupun dengan membaca. Asrul sebagai tokoh Hana dalam memerankan kurang menghayati. Sebagai peran Agus, intonasi seharusnya keras, tetapi Agus memerankan kurang tegas dan malu. Anggit sebagai Anto dalam memerankan sudah memiliki ekspresi yang cukup bagus akan tetapi dalam membacanya kurang lancar, masih terbata-bata, jadi terlihat penghayatannya kurang. Sedangkan Aan memerankan tokoh Markus sudah memiliki intonasi yang pas tapi dalam penguasaan panggungnya yang kurang tepat. Guru dalam hal ini memposisikan dirinya hanya sebagai pengamat saja, tidak mencampuri siswa dalam bermain peran. Guru hanya duduk di kursi seakan hanya sebagai penonton. Peneliti berpendapat dalam hal ini guru kurang mengambil perannya sebagai evaluator atau penilai. Seharusnya tidak hanya diam akan tetapi juga mengarahkan, sehingga bisa dijadikan evaluasi untuk kelompok yang lain. Dewi memerankan tokoh Ani dengan percaya diri walaupun dengan membaca. Asrul sebagai tokoh Hana dalam memerankan kurang menghayati, sambil tersenyum-senyum malu. Sebagai peran Agus, intonasi seharusnya keras, tetapi Agus memerankan kurang tegas dan malu. Anggit sebagai Anto dalam memerankan sudah memiliki ekspresi yang cukup bagus akan tetapi dalam membacanya kurang lancar, masih terbata-bata, jadi terlihat penghayatannya kurang. Sedangkan Aan memerankan tokoh Markus sudah memiliki intonasi yang pas tapi dalam penguasaan panggungnya yang kurang tepat. Adapun guru menggunakan media role playing sebagai bentuk media pembelajaran, agar siswa lainnya memperhatikan ketika kelompok yang lain bermain peran. UDAUT-23: Guru berdiri dan berjalan menuju kelompok dua dan menyuruh untuk kedepan. Novi, Chintya, Irul, Eko, Fajar, Dewo langsung berdiri ke depan kelas dan memulai dialognya yang diawali dengan ucapan salam. Novi sebagai pemeran Ani cukup menghayati dan sesuai dengan intonasi, tetapi masih terlihat malu-malu. Irul sebagai Hanna terlihat kurang bersemangat dan suara kurang lantang, sehingga teman-temannya banyak yang bercakap-cakap sendiri. Eko sebagai Agus kurang sedikit tegas, intonasi dan suara sudah cukup bagus, sehingga ekspresinya terlihat kurang. Fajar yang berperan sebagai Markus terlihat kurang bijaksana, terlalu tergesa-gesa dalam membaca. Sedangkan Dewo berperan sebagai Anto kurang tegas dan terlihat malu-malu, kurang percaya diri. Pementasan berakhir sebagian teman memberi tepuk tangan dan sebagian bercakap-cakap sendiri dengan teman sebangkunya. Guru seperti biasa memposisikan dirinya duduk dikursi guru sampai pementasan berakhir. Guru berperan sebagai pengamat dan evaluator bagi siswa. Guru juga memberi kebebasan pada siswa untuk mengeluarkan bakat, potensi dan semua kemampuannya di depan temannya sendiri secara bebas. Akan tetapi peneliti berpendapat, guru belum bisa menjadi motivator yang baik dalam pementasan drama. Novi sebagai pemeran Ani cukup menghayati dan sesuai dengan intonasi, tetapi masih terlihat malu-malu. Irul sebagai Hanna terlihat kurang bersemangat dan suara kurang lantang, sehingga teman-temannya banyak yang bercakap-cakap sendiri. Eko sebagai Agus kurang sedikit tegas dan kasar, intonasi dan suara sudah cukup bagus, sehingga ekspresinya terlihat kurang. Fajar yang berperan sebagai Markus terlihat kurang bijaksana, terlalu tergesa-gesa dalam membaca. Sedangkan Dewo yang berperan sebagai Anto kurang tegas dan terlihat malu-malu, kurang percaya diri. UDAUT 24: Guru berdiri di depan siswa dan menyuruh kelompok empat untuk maju terlebih dahulu, sementara pementasan berlangsung guru mengamati masing-masing peserta pentas. Sri sebagai pemeran tokoh Ani memiliki ekspresi dan intonasi baca yang tepat. Ulin sebagai pemeran tokoh Hanna terlihat ekspresif dan bersahabat. Begitu juga dengan Sulasmi yang memerankankan tokoh Agus, ekspresi dan intonasi jelas dan suara lantang. Witri sebagai tokoh Anto terlihat bersemangat dengan ekspresinya yang meyakinkan sedangkan Yusuf fauzi sebagai tokoh Markus meskipun masih terlihat malu tapi suara dan intonasi sudah cukup jelas. Diakhir pementasan siswa bertepuk tangan dengan serempak. Guru berdiri di depan siswa dan menyuruh kelompok empat untuk maju bermain drama sambil berjalan mondar-mandir. Seperti biasanya guru hanya mengamati tanpa mengevaluasi, sehingga pementasan terjadi kurang menyenangkan dan kurang bersemangat. Bagi anak yang memiliki bakat tentu akan bermain drama dengan baik. UDAUT 25: Guru berdiri di depan kelas dan mendekati meja siswa untuk menyuruh msing-masing kelompok memberi penilaian terhadap pementasan dari kelompok lain, kemudian Nur dan Riska menanyakan apakah yang dinilai semua kelompok termasuk kelompok yang tampil pentas, guru pun memberi penjelasan bahwa yang dievaluasi cukup kelompok lain. Adapun siswa yang lain masih bercakap-cakap dengan temannya. Ketika ada siswanya yang bertanya maka guru memberi penjelasan. Hal ini sesuai dengan peran guru sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi setiap permasalahan siswa agar memperoleh sebuah pemahaman terhadap materi yang disampaikan pada pembelajaran. Berarti guru tersebut sudah berupaya menarik dan mempertahankan perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Beberapa siswa mulai menanyakan tentang materi atau tugas yang diberikan guru. Mereka merasa kurang faham terhadap apa yang ditugaskan oleh gurunya. Hal ini membuktikan ada motivasi belajar dalam kelompoknya yaitu ingin menyelesaikan tugas dari gurunya. UDAUT 26: Guru diam dan duduk dikursi sementara siswa menulis format aspek penilaian dalam pementasan drama sambil bercakap-cakap dan bergurau dari masing-masing kelompoknya. Selang beberapa menit guru memberi arahan supaya langsung memberi penilaian terhadap masing-masing kelompok, sebagian siswa belum selesai karena asyik ngobrol dengan temannya. Guru duduk dan diam di kursi sambil menunggu siswanya menulis format aspek penilaian. Guru tidak mempersiapkan format itu sebelumnya sehingga kurang fokus dan maksimal dalam memberikan penilaian. Seharusnya dalam pertemuan kedua guru harus bertanya jawab tentang karakter tokoh dan latar dalam naskah drama sehingga dalam memberikan penilaian faham betul tentang karakter tokoh yang dibawanya. UDAUT 27: Guru berjalan keluar ruangan sedangkan siswa masih sibuk mengerjakan tugas. Beberapa menit kemudian Roy, Dewo, dan Agus ke luar ruangan. Guru berjalan keluar ruangan karena merasa jenuh menunggu anak-anak yang masih sibuk mengerjakan tugas. Seharusnya guru mengamati dan memperhatikan masing-masing kelompok dalam mengerjakan tugas. Sebagian siswa sibuk mengerjakan tugas dari gurunya tetapi Roy, Dewo dan Agus keluar ruangan. Karena merasa tidak ada yang ngawasi, mereka pergi keluar begitu saja. Ini menunjukkan bahwa anak tersebut tidak berminat terhadap kerja kelompok yang diberikan oleh gurunya. UDAUT 28: Guru masuk ruangan dan berdiri di depan siswa untuk mempersilahkan mengumpulkan tugas bagi yang sudah selesai. Masing-masing kelompokpun satu persatu mengumpulkan tugasnya yang dimulai oleh Siti dari kelompok tiga kemudian Aan dari kelompok satu, berikutnya Chintya kelompok dua, terakhir Sri dari kelompok empat. UDAUT 29: Pandangan guru ke siswa dan berdiri di sebelah meja, menanyakan apakah tugas sudah dikumpulkan semua, secara serentak siswa pun menjawab sudah. Kemudian guru menyuruh kembali ke tempat duduk seperti posisi semula. Siswa pun berdiri dan berpindah tempat. Guru berjalan mendekati siswa dan berdiri di sebelah meja siswa untuk memastikan apakah tugas sudah dikumpulkan semua. Karena tugas sudah dikumpulkan semua, maka guru pun menyuruh siswanya untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing seperti semula. UDAUT 30: Guru berdiri di depan siswa dan menanyakan kembali apa ada yang mau bertanya dari pembelajaran hari itu. Siswa menjawab tidak ada yang ditanyakan sambil memasukkan bukunya dalam tas. Kemudian menyuruh siswa untuk mengumpulkan kembali buku paketnya, siswa pun mengumpulkan bukunya di meja guru. Dalam kegiatan akhir ini berarti guru tidak melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan ataupun merefleksi kesulitan dan kemudahan yang ditemuinya dalam proses pembelajaran. Dengan alasan karena waktu sudah habis, padahal maih ada tersisa sekitar 10 menit. Seharusnya guru melakukan refleksi tersebut sesuai dengan rencana dalam RPP. DAFTAR PUSTAKA Brahim. 1968. Drama dalam Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung. Djamarah. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi. Malang: UNM. Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajakan Sastra. Yogyakarta: Kota Kembang. Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Rosdakarya. Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius. Harymawan. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosdakarya. Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka. Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknis Pentas. Jakarta: Balai Pustaka. Sanaky AH, Hujair. 2011. Media Pembelajaran; Buku Pegangan Wajib Guru dan Dosen. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. Sarwiji Suwandi. 2006. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen P dan K. Satoto, Sudiro. 2012. Analisis Drama dan Teater, Bagian 1. Yogyakarta: Ombak. Slameto.1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara. Sumadi Suryabrata. 1981. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret Press. Syamsuddin,Vismaia. 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Rosdakarya. Waluyo, Herman J. 2003. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. _________. 2007. Drama Naskah, Pementasan, dan Pengajarannya. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press. Yin, Robert K. 2011. Studi Kasus, Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.