PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KREATIVITAS ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK NURUL IKHSAN KOTA SEMARANG Ayu Eliana*), Gipta Galih Widodo, SKp., M.Kep., Sp.KMB**) Puji Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes**) *) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Kreativitas merupakan sebuah proses yang mampu melahirkan gagasan, pemikiran, konsep baru pada diri seorang anak. Salah satu upaya dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini dengan memberikan permainan origami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang. Desain penelitian ini non equivalent control group desing dengan pendekatan quasi experiment. Populasi penelitian ini anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang dengan jumlah sampel 30 responden menggunakan teknik purposive sampling serta alat pengambilan data menggunakan Tes Kreativitas Figural (TKF). Analisis data yang digunakan analisis paired t test dan independent t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (60,0%) dan sesudah bermain origami sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (40,0%). Kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (66,7%) dan sesudah penelitian sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (60,0%). Ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah bermain origami pada kelompok intervensi dengan p value (0,003) < α (0,05). Tidak ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol dengan p value (0,334 < α (0,05). Ada pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah, dengan p-value sebesar 0,046 < α (0,05). Hendaknya kreativitas anak prasekolah ditingkatkan dengan memanfaatkan permainan origami yang lebih variatif dan edukatif di bawah bimbingan orang tua atau orang guru sekolah. Kata Kunci : bermain origami, kreativitas, anak usia prasekolah Kepustakaan : 25 (2004-2015) PENDAHULUAN Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun (Supartini, 2004:142). Anak pada usia tersebut, berada pada fase inisiatif dibandingkan rasa bersalah (initiative vs guilty). Anak pada masa ini berkembang rasa ingin tahu (courius) dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dengan konkret (Nursalam, Susilaningrum dan Utami, 2008:39). Usia tersebut merupakan masa kritis bagi perkembangan kemampuan kognitif, kemandirian, koordinasi motorik, krativitas dan sikap hidup terhadap hidup (Rimm, 2003:241). Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani dan sosialnya. Setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar yang inheren (telah ada) dalam dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan produktif (Susanto, 2012:111). Anak usia itu mulai mampu memahami siapa dirinya dan pandai menyikapi permasalahannya di sekelilingnya. Dia akan senantiasa mencari pemecahan atas berbagai masalah yang dihadapi (Awwad, 2005:29). Sejak dini, yaitu masa prsekolah dan sekolah kreativitas anak harus diperhatikan orang tua dan guru di sekolah karena bakat anak ditentukan oleh kreativitasnya (Sutoyo, 2008:124). Kreativitas merupakan dimensi kemampuan anak dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kreativitas merupakan sebuah proses yang mampu melahirkan gagasan, pemikiran, konsep dan atau langkah-langkah baru pada diri seseorang. Kebermaknaan kreativitas terletak pada hakikat dan perannya sebagai dimensi yang memberi ciri keunggulan bagi pertumbuhan diri peserta didik yang sehat, produktif dan inovatif (Mutiah, 2012:41). Anak akan beraktivitas sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki dirinya, pengembangan kreativitas anak harus diberikan stimulasi dari mulai usia dini, sehingga anak akan terasa untuk berpikir kreatif, karena dengan kreativitaslah memungkinkan manusia menjadi berkualitas dan survive dalam hidupnya. Anak akan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mampu menghasilkan karya yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya (Susanto, 2012:111). Beberapa bentuk kreativitas pada anak usia dini yaitu berpikir kreatif meliputi berpikir luwes, orisinal, terperinci dan berpikir menghubungkan, aspek sikap meliputi rasa ingin tahu, ketersediaan untuk menjawab, keterbukaan, percaya diri dan berani mengambil resiko, aspek karya meliputi permainan di mana anak berani memodifikasi berbagai permainan dan mampu menyusun berbagai bentuk mainan. Seorang anak yang kreatif mampu memberikan suatu pemikiran baru atau permasalahan yang dihadapi orang lain (Hatimah, 2002; dalam Susanto 2012:121). Beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas yaitu waktu, kesempatan menyendiri, lingkungan yang merangsang, hubungan anak dan orang tua, cara mendidik anak dan sarana (bermain) (Hurlock, 1999, dalam Susanto, 2012:124). Salah satu upaya dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini adalah dengan memberikan stimulus yang baik dan tepat yaitu pembelajaran dengan bermain atau belajar sambil bermain. Setiap materi yang akan diberikan harus dikemas dalam bentuk permainan. Permainan merupakan kegiatan yang menyenangkan dilakukan oleh anak, dimana dengan permainan anak dapat melakukan banyak hal, salah satunya ialah meningkatkan kognitif anak. Mereka mendapatkan informasi atau pengetahuan yang belum diketahuinya, sehingga anak akan berpikir kreatif untuk memasuki lingkungan bermainnya agar diterima teman sepermainannya, anak juga akan menciptakan sesuatu karya yang unik dan khas sesuai dengan pemikirannya (Susanto, 2012:129). Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif, karena di dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai, belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri dan belajar mengenali makna sosial dan keberadaan diri di antara teman sebaya. Anak di dalam bermain, terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban dan kemudian menguji jawaban dan pertanyaan yang mereka buat sendiri (Mutiah, 2012:48). Permainan-permainan sederhana dapat saja bersifat mendidik dan menyenangkan jika dapat menumbuhkan kreativitas. Mainanmainan berdasarkan jenisnya diantaranya permainan miniature barang atau manusia, misalnya pistol-pistolan, mobil-mobilan, boneka mausia atau hewan, rumah-rumahan dan sebagainya, mainan elektronik misalnya play station, game watch, tetris, tamia, nintendo, mainan pendidikan sederhana, misanya lego, puzzle, mainan melatih konsentrasi melewati kawat listik dengan kawat bulat, monopoli, lasy, scrabble, mainan melipat kertas (origami) (Utomo, 2005:296). Seni melipat kertas atau origami adalah suatu seni yang berasal dari Jepang dan kini sudah sangat popular di Indonesia. Anak-anak (termasuk anak yang tidak bisa diam di kelas) biasanya sangat antusias mengikuti tahap pembuatan origami ini. Mereka dengan tekun mengikuti panduan yang diberikan oleh guru sambil melakukan gerakan-gerakan melipat (pengembangan motorik) dan pengembangan daya cipta atau kreativitas (setelah hasil akhir diperoleh) (Apriadji, 2007:4). Origami yang dapat dibentuk dengan berbagai bentuk, misal burung, katak, kapal, topi dan lain-lain. Membuat origami menjadi salah satu pelajaran di taman kanak-kanak dalam mengasah keterampilan dan kreatifitas anak. Bermain origami tidak hanya untuk belajar, tetapi bermain origami sangatlah mengasikkan dan dapat dimanfaatkan untuk menghias dinding atau ruangan. Bermain origami akan meningkatkan keterampilan motorik halus, menekan kertas dengan ujungujung jari adalah latihan efektif untuk melatih motorik halus, meningkatkan dan memahami pentingnya akurasi serta secara konsisten juga merupakan latihan berkonsentrasi (Asmara, 2013). Keberhasilan anak dalam membuat bentuk mainan dengan menggunakan origami (kertas lipat) akan memberikan rasa senang yang mana rasa tersebut akan merangsang keluarnya hormon serotonin (Olivia, 2010:184). Hormon serotonin merupakan zat pengantar saraf yang berpengaruh terhadap munculnya perasanaan nyaman dan perasaan bugar. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar peneal yang terdapat dalam otak (Apriadji, 2007:13). Manusia diciptakan dengan dua bagian otak besar yaitu otak kanan dan kiri. Otak kanan dan kiri diciptakan untuk berinteraksi satu dengan lainnya. Diantara otak kanan dan kiri terletak corpus callosum yaitu jembatan komunikasi neuron di otak. Bagian otak ini merupakan penghubung antara otak kanan dan kiri sekaligus penghubung pusat intelektual kanan dan kiri. Otak tengah lebih banyak berkonsentrasi pada penyediaan sarana komunikasi dengan lebar pita (bandwidth) yang tinggi. Kapasitas otak tengah dapat dibayangkan sebagai jumlah jalur jembatan antara otak kanan dan kiri (Sangkanparan, 2011:14). Neuron adalah sel otak yang mempunyai kaki-kaki yang dapat saling berhubungan, dimana jika salah satu neuron ingin mengkomunikasikan sesuatu dengan neuron yang lain dengan menyambungkan kaki mereka sehingga terjadi loncatan sinyal listrik. Sinyal ini meloncat dengan bantuan hormon serotonin (neurotransmitter). Kadar yang cukup dari serotonin menyebabkan neuron dapat berkomunikasi dengan baik dengan neuron lainnya (Sangkanparan, 2011:19). Daya ingat dan persepsi (daya tangkap untuk hal baru atau kreativitas) dipercaya merupakan terbentuknya hubungan antar neuron. Neuron yang ada memiliki tangan yang lebih banyak mereka dapat membentuk jaringan yang lebih kompleks dan dapat meningkatkan daya ingat dan daya tangkap otak. Artinya, jembatan komunikasi antara otak kanan dan kiri menjadi terbuka sehingga interaksi otak kanan dan kiri menjadi lebih lancar. Hal ini dapat mendukung kreativitas seseorang berkembang dengan baik (Sangkanparan, 2011:125). Hasil penelitian Kusumaningrum (2013) tentang efektifitas penggunaan kertas lipat (origami) dalam meningkatkan kreativitas kognitif pada anak PAUD IT Durratul Islam, Ngablak, Magelang. Hasil penelitian menunjukkan ada efektifitas penggunaan kertas lipat (origami) dalam meningkatkan kreativitas kognitif pada anak PAUD IT Durratul Islam, Ngablak, Magelang dengan nilai p value 0,003 (α = 0,05). Perbedaan penelitian Aprillia dengan penelitian yang akan dilakukan diantaranya penggunaan variabel dependen pada penelitian sebelumnya menggunakan kreativitas kognitif sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel kreativitas. Perbedaan lain diantaranya alat ukur penelitian Aprillia adalah kuesioner tidak baku sedangkan penelitian ini menggunakan lembar observasi baku yaitu Tes Kreativitas Figural (TKF). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada tanggal 25 September 2014 diperoleh data jumlah siswa kelas B1 sebanyak 19 anak dan kelas B2 sebanyak 18 anak serta kelas B3 sebanyak 19 anak. Selain itu, dilakukan observasi dengan menggunakan pernyataan sederhana terhadap 8 siswa. Hasil studi pendahuluan menunjukkan diperoleh 6 siswa (75,0%) dengan kreativitas kategori kurang baik yang ditunjukkan dengan anak tidak bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, tidak bersedia menceritakan jenis hal yang di benci, tidak berani melakukan permainan yang diminta. Diperoleh pula 2 siswa (25,0%) dengan kreativitas kategori baik yang ditunjukkan anak bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, bersedia menceritakan jenis hal yang di benci, berani melakukan permainan yang diminta. Diperoleh pula informasi dari guru kelas bahwa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kreativitas anak dengan memberikan mata pelajaran melipat di TK Nurul Ikhasan yaitu sebulan hanya satu kali selama satu jam saja dengan membuat bentuk perahu dan topi. Pihak sekolah berupaya meningkatkan kreativitas dengan memberikan permainan mewarnai gambar, platisin, menggunting dan menempel yang diberikan sebulan sekali. Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan beberapa anak ada anak yang kretivitasnya kurang meskipun pihak sekolah sudah memberikan permainan origami sebulan sekali, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul, “Pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara quasi experiment (eksperimen semu). Menurut Notoatmodjo (2010), quasi experiment adalah eksperimen yang belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk non equivalent control group design. Menurut Notoatmodjo (2010), non equivalent control group design adalah rancangan yang membandingkan hasil intervensi dengan suatu kelompok kontrol yang serupa tetapi tidak perlu kelompok yang benar-benar sama dan pengelompokan anggota sampel pada kelompok kontrol dan eksperimen tidak dilakukan secara acak atau random. Menurut Sugiyono (2008:116), sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mempunyai kreativitas rendah, perbatasan dan di bawah rata-rata di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang. Menurut Dahlan (2009:52) untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian analitik kategorik tidak berpasangan maka diperoleh jumlah sampel untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi masing-masing sebanyak 13 orang, di mana untuk mengantisipasi adanya drop out dari sampel maka sampel ditambah masing-masing kelompok 2 orang (10%), sehingga jumlah sampel yang diteliti sebanyak 15 responden untuk setiap kelompok, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011), purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Peneliti mempunyai pertimbangan dalam memilih sampel yaitu berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria drop out adalah kriteria subyek yang dikeluarkan pada pertengahan atau saat proses penelitian berlangsung. Kriteria drop out dalam penelitian ini adalah responden yang tidak menyelesaikan sesi sesuai program yaitu tidak mengikuti bermain origami dua kali berturut-turut, lebih dari tiga kali tidak menyelesaikan ataupun mengikuti bermain origami. Hasil penelitian menunjukkan semua responden dalam penelitian ini semua hadir dan dapat menyelesaikan sesi permainan sesuai dengan program yang direncanakan sehingga jumlah sampel penelitian ini adalah 30 responden. HASIL PENELITIAN Gambaran Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sebelum Bermain Origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada Kelompok Intervensi Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sebelum Bermain Origami pada Kelompok Intervensi Sebelum Kreativitas f % Rendah 3 20,0 Perbatasan 6 40,0 Dibawah rata-rata 6 40,0 Rata-rata 0 0,0 Jumlah 15 100,0 Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori perbatasan dan di bawah rata-rata yaitu sebanyak 6 anak (40,0%). Gambaran Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sesudah Bermain Origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada Kelompok Intervensi Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sesudah Bermain Origami pada Kelompok Intervensi Sesudah Kreativitas f % Rendah 2 13,3 Perbatasan 4 26,7 Dibawah rata-rata 1 6,7 Rata-rata 8 53,3 Jumlah 15 100,0 Dibawah rata-rata Jumlah 5 33,3 15 100,0 Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori perbatasan yaitu sebanyak 8 anak (53,3%). Gambaran Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sesudah Penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada Kelompok Kontrol Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Sesudah Kreativitas f % Rendah 1 6,7 Perbatasan 9 60,0 Dibawah rata-rata 5 33,3 Jumlah 15 100,0 Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan bahwa kreativitas anak usia prasekolah Kota Semarang pada kelompok intervensi sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota sebagian besar dalam kategori rata-rata yaitu Semarang pada kelompok kontrol sebagian sebanyak 8 anak (53,3%). besar dalam kategori perbatasan yaitu Gambaran Kreativitas Anak Usia sebanyak 9 anak (60,0%). Prasekolah Sebelum Penelitian di TK Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah Nurul Ikhsan Kota Semarang pada di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah Kelompok Kontrol Bermain origami di Kota Semarang pada Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Intervensi Kreativitas Anak Usia Guna mengetahui perbedaan Prasekolah Sebelum Penelitian kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul pada Kelompok Kontrol Ikhsan sebelum dan sesudah bermain Sebelum origami pada kelompok intervensi digunakan Kreativitas uji paired t test. Hasil uji paired t test dengan f % program pengolahan data SPSS Versi 17.0 Rendah 2 13,3 disajikan sebagai berikut : Perbatasan 8 53,3 Tabel 6 Perbedaan Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah Bermain Origami pada Kelompok Intervensi Mean n SD p-value Kelompok intervensi Pretest 15 Postest 15 2,2000 3,0000 0,77460 1,18523 0,001 Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah yang bermain origami di TK Nurul Ikhsan di rata-rata kreativitas sebelum bermain origami Kota Semarang pada kelompok intervensi skor sebesar 2,2000 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah bermain origami sebesar dan Sesudah Penelitian di Kota Semarang 3,0000. Berdasarkan uji t-test dependent pada Kelompok Kontrol menunjukkan pula bahwa p value (0,001) < α Guna mengetahui perbedaan kreativitas (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah bermain kontrol digunakan uji paired t test. Hasil uji origami di Kota Semarang pada kelompok paired t test dengan program pengolahan data intervensi. SPSS Versi 17.0 disajikan sebagai berikut : Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum Tabel 7 Perbedaan Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Mean n SD p-value Kelompok kontrol Pretest 15 Postest 15 2,2000 2,2667 0,67612 0,59362 0,334 Berdasarkan Tabel 8 tersebut dapat diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada kelompok kontrol skor rata-rata kreativitas sebelum penelitian sebesar 2,2000 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah penelitian sebesar 2,2667. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa p value (0,334 > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah penelitian di Kota Semarang pada kelompok kontrol. Pengaruh Bermain Origami Terhadap Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang Uji t test-independent digunakan untuk mengetahui pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang, di mana dalam pengujian ini akan dibandingkan data yang berasal dari dua kelompok data yang tidak berpasangan. Tabel 9 Analisis Pengaruh Bermain Origami terhadap Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang Variabel Kreativitas Metode Kontrol Perlakuan Mean SD 2,2667 0,59362 3,0000 1,19523 Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa ratarata kreativitas anak prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sebelum diberikan permainan origami sebesar 2,2667 dengan standar deviasi 0,59362, sedangkan rata-rata kreativitas setelah diberikan permainan origami sebesar 3,0000 dengan standar deviasi 1,19523. Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung (-2,128) < t tabel (-2,045) dan pvalue sebesar 0,046 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang. t hitung p-value -2,128 0,046 PEMBAHASAN Gambaran Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sebelum Bermain Origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori rendah sebanyak 3 anak (20,0%). Kreativitas responden sebelum bermain origami pada kelompok intervensi dalam kategori rendah ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) kurang dari 69 di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek elaborasi dengan skor terendah 2 dan tertinggi 4. Anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang kurang mampu mengembangkan gagasan, menambahkan atau memperinci detail-detail dari ide mereka ketika menggambar di lembar menggambar TKF sehingga menjadi lebih menarik. Beberapa anak melihat lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF sebagai sebuah jeruk, akan tetapi tidak menambahkan tangkai, daun dan ulat pada gambar jeruk tersebut meskipun kemudian memberi nama jeruk. Ada pula sebagian anak yang melihat lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF sebagai sebuah bingkai dari gambar pemandangan yang ditampilkan di televisi, namun gambar televisi tersebut tidak diberikan tombol, antena ataupun ditaruh di atas meja. Hal tersebut menunjukkan anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang kurang mampu memerinci atau mengelaborasi, memperkaya dan mengembangkan lingkaran yang disajikan lembar menggambar TKF dan belum mampu menambahkan atau memerinci secara detail gambar lingkaran tersebut sehingga menjadi lebih menarik. Kreativitas merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan, yang tercermin dari kelancaran, kelenturan originalitas dalam memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan (LPSP3 UI, 2011:6). Ciri-ciri kreativitas antara lain keterampilan memerinci atau mengelaborasi, yaitu mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk dan menambahkan atau memerinci secara detail dari suatu obyek gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik (Susanto, 2012:119). Kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori rendah terutama pada aspek elaborasi di antaranya disebabkan oleh faktor jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan. Anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam penelitian ini sebagian besar mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (73,3%) lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 4 orang (26,7%). Anak laki-laki mendapatkan perlakuan berbeda dengan anak perempuan terutama dalam lingkungan pergaulan dengan teman sebayanya. Anak laki-laki lebih diberi kesempatan untuk mandiri, di desak oleh teman sebayanya untuk lebih mengambil risiko dalam permainan mereka. Anak lakilaki juga di dorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas dalam berbagai hal baik ketika bermain ataupun belajar di sekolah. Sebaliknya, anak perempuan umumnya diberikan batasan-batasan terutama dalam bergaul terkait dengan kondisi fisik mereka yang lebih lembut. Hal tersebut yang mendorong anak perempuan cenderung menjadi kurang kreatif dibandingkan anak laki-laki. Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan, terutama sesudah berlalunya masa kanak-kanak. Hal ini sebagian besar hal disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki lebih diberi kesempatan untuk mandiri, di desak oleh teman sebayanya untuk lebih mengambil risiko dan didorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas (Santrock, 2007). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang menentukan intensitas dorongan pembawaan dari setiap individu. Intensitas dorongan pembawaan yang dimiliki oleh laki-laki akan berbeda dengan intensitas dorongan pembawa dari perempuan. Menurut berbagai penelitian tentang kreativitas ditemukan adanya hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan tingkat kreativitas baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitas. Laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada perempuan terutama sesudah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan sikap dan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, di desak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil risiko dan didorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas (Hurlock, 2007). Penelitian mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap kreativitas pernah dilakukan oleh Stoltzfus, dkk (2011) yang menemukan adanya pengaruh jenis kelamin terhadap kreativitas di mana laki-laki memiliki kreativitas lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan tingkat kreativitas antara akuntan laki-laki dan perempuan mungkin berbeda dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Syukri dan Zulkarnain (2005) tentang jenis kelamin dan kreativitas pada karyawan yang bekerja di multi level marketing. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada perbedaan tingkat kreativitas berdasarkan jenis kelamin (p = 0,043< 0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Torrance (dalam Baker, Pomery & Rudd, 2001), bahwa ada perbedaan kreativitas antara laki–laki dan perempuan. Namun hasil penelitian ini tidak didukung oleh Basaow (1999) yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kreativitas lakilaki dan perempuan. Kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori perbatasan sebanyak 6 anak (40,0%). Kreativitas responden sebelum bermain origami pada kelompok intervensi dalam kategori perbatasan ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) antara 7079, di mana dalam penelitian ini jumlah skor terendah terjadi pada aspek kelenturan dengan skor terendah 2 dan tertinggi 5. Responden sebelum bermain origami pada kelompok intervensi belum mampu berpikir secara luwes sehingga tidak dapat menghasilkan gagasan atau variasi dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Mereka tidak mampu menciptakan jenis gambar yang berbeda dengan kategori yang berbeda dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Mereka hanya mampu menciptakan 2-5 jenis gambar dengan kategori yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden belum mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran yang selama ini mereka kenal. Keterampilan berpikir luwes atau fleksibel, yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel artinya kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir menggantikan cara berpikir lama dengan cara berpikir yang baru (Munandar, 2009:115). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata sebanyak 6 anak (40,0%). Kreativitas responden sebelum bermain origami pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) antara 80-90, di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek kelenturan dengan skor terendah 7 dan tertinggi 11. Kreativitas responden sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa mereka kurang mampu menghasilkan beberapa idea atau gambar dari gambar lingkaran yang disajikan pada lembar TKF. Sebagian besar anak masih menggambar lingkaran yang disajikan menjadi gambar berbagai macam bunga, pot dengan motif lingkaran. Mereka sebagian besar menggambar di dalam lingkaran misalnya buah-buahan dalam satu kategori dan tidak mempunyai inisiatif untuk menggambar objek lainnya. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaanpertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru (Munandar, 2009). Kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata terutama pada aspek kelenturan disebabkan oleh faktor adversiti. Adversiti merupakan kemampuan anak bertahan dalam kesulitan dan keluar dengan sukses, artinya kemampuan yang dipelajari yang akan membentuk orang-orang yang untuk mampu menghadapi kesulitan, dan meningkatkan kreativitas orang. Oleh karena itu orang yang mampu bertahan di dalam menghadapi kesulitan atau responnya terhadap kesulitan baik, maka akan tumbuh menjadi orang yang mampu bertindak kreatif. Sumbangan adversiti untuk meningkatkan semangat kreatif yang tinggi tetap memerlukan kemampuan bertahan dan mengatasi kesulitan terhadap permasalahan yang dihadapi sebab untuk dapat berpikir kreatif harus melalui beberapa tahap, terutama tahap inkubasi yaitu situasi setelah berhenti menyelesaikan masalah yang belum selesai dan kemudian mendapatkan cara penyelesaian tepat yang membutuhkan waktu lama. Adversiti hanya diperlukan pada saat mendukung munculnya situasi yang sulit dalam menyelesaikan permasalahan (Stolz, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Setyabudi (2011) tentang hubungan adversiti dan inteligensi dengan kreativitas siswa-siswi di Sekolah Menengah Umum Tujuh Belas Agustus 1945. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada korelasi antara adversiti dan inteligensi dengan kreativitas siswa-siswi di Sekolah Menengah Umum Tujuh Belas Agustus 1945, dengan nilai r = 0,141 dan p value = 0,045 (α = 0,05). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori perbatasan yaitu sebanyak 8 anak (53,3%). Kreativitas responden sebelum penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori perbatasan ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) 70-79 di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek orisinalitas dengan skor terendah 4 dan tertinggi 5. Responden sebelum penelitian pada kelompok kontrol belum dapat menghasilkan variasi dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Mereka tidak dapat menciptakan gambar yang berbeda dengan kategori yang berbeda dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Responden hanya dapat menciptakan 2-5 jenis gambar dengan kategori yang berbeda seperti gambar buah mangga dengan berbagai bentuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden belum dapat mengubah cara pemikiran yang selama ini mereka kenal berkenaan dengan buah yang dikonsumsi setiap harinya. Keterampilan berpikir fleksibel merupakan upaya menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi sesudah melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda kemudian mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel merupakan kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan sehingga luwes dalam berpikir dan menggantikan cara berpikir lama dengan cara berpikir yang baru (Munandar, 2009:115). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori perbatasan yaitu pada aspek orisinalitas dan elaborasi. Hal tersebut disebabkan oleh faktor sosial ekonomi orang tua responden yang lemah. Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari anak kelompok yang lebih rendah. Yang pertama, kebanyakan dibesarkan dengan cara mendidik anak secara demokratis, sedangkan yang terakhir mungkin lebih mengalami pendidikan yang otoriter. Kontrol demokratis mempertinggi kreativitas karena memberi kesempatan yang lebih banyak bagi anak untuk menyatakan individualitas, mengembangkan minat dan kegiatan yang dipilihnya sendiri. Lebih penting lagi, lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas, misalnya, anak kecil dari lingkungan yang kekurangan hanya mempunyai sedikit bahan kreatif untuk bermain dan sedikit dorongan untuk bereksperimen dengan lilin, lukisan dan boneka dibandingkan dengan mereka yang mempunyai lingkungan sosioekonomi yang lebih baik (Santrock, 2007). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Ariyani Ramadhani (2012), tentang pengaruh strategi pembelajaran dan status sosial ekonomi orang tua terhadap kreativitas anak PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap kreativitas anak PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta, dengan p value 0,000 (α = 0,05). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori rendah yaitu sebanyak 2 anak (13,3%). Kreativitas responden sebelum penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori rendah ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) kurang dari 69 di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek elaborasi dengan skor terendah 2 dan tertinggi 4. Responden sebelum penelitian kurang mampu mengembangkan gagasan mereka ketika menggambar di lembar menggambar TKF sehingga menjadi lebih menarik. Beberapa anak melihat lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF sebagai gambar roda sepeda motor, akan tetapi mereka tidak menggali lebih mendalam terkait dengan sepeda motor seperti tempat duduk, kemudi ataupun spion. Hal tersebut menunjukkan anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang kurang mampu mengembangkan lingkaran yang disajikan lembar menggambar TKF dan menjadi gambar yang lebih menarik. Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasikombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan (LPSP3 UI, 2011:6). Ciri kreativitas antara lain keterampilan mengelaborasi, yaitu mengembangkan suatu gagasan dan menambahkan secara detail dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik (Susanto, 2012:119). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori rendah yaitu pada aspek elaborasi. Hal tersebut disebabkan oleh faktor alat dan jenis permainan yang tidak tepat. Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang anak untuk kreatif (Supartini, 2014:129). Alat permainan yang harus di dorong, ditarik dan dimanipulasi, akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain. Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak, oleh karena itu, orang tua harus membantu anak memilihkan mainan yang aman (Supartini, 2014:129). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Hendraswaty (2011), tentang hubungan perilaku bermain (jenis permainan) dengan kreativitas pada anak prasekolah (TK) TK NOAH Early Childhood Center Jakarta Timur. Berdasarkan data yang telah dianalisis keeratan hubungan dua variabel penelitian menghasilkan nilai r sebesar 0,284 dengan taraf signifikan sebesar 0,038 (α = 0,05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku bermain (jenis permainan) dengan kreativitas pada anak prasekolah (TK) TK NOAH Early Childhood Center Jakarta Timur. Gambaran Kreativitas Anak Usia Prasekolah Sesudah Bermain Origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Kreativitas anak usia prasekolah sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori rata-rata yaitu sebanyak 8 anak (53,3%). Kreativitas responden sesudah bermain origami pada kelompok intervensi dalam kategori rata-rata ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) antara 91110, di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek elaborasi dengan skor minimal 6 maksimal 15. Responden yang telah diberikan permainan origami menggambar lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF dengan gambar kolam ikan dengan berbagai bentuk ikan dan diberikan hiasan batu dan rumputrumputan. Hal tersebut menunjukkan mereka sudah mampu memerinci atau mengelaborasi, memperkaya dan mengembangkan lingkaran yang disajikan lembar menggambar TKF menjadi gambar yang detail dan lebih menarik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori rata-rata terutama pada aspek keluwesan, kelancaran, orisinalitas dan elaborasi. Hal tersebut di dukung oleh faktor sarana bermain yang mendukung. Anak TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sering bermain bersama-sama sepulang dari sekolah yaitu di salah satu rumah siswa dan terkadang bergantian. Jenis permainan yang digunakan juga bervariatif, mulai dari mainan secara personal maupun secara tim. Sarana bermain yang digunakan juga bervariatif, mulai dari permainan tradisional hingga permainan modern yang dijual di toko mainan. Jenis permainan sederhana yang sering dilakukan anak pra sekolah diantaranya membuat mobil-mobilan dari barang bekas misalnya kaleng minuman ringan dan sandal bekas, membuat layang-layang, sedangkan untuk anak wanita bermain perdagangan, dokterdokteran, boneka dan berbagai macam permainan lainnya. Permainan yang mereka lakukan sesuai dengan rentang usia anak di mana alat permainan untuk anak usia rentang 4-6 tahun di buat dengan lebih sederhana dan tidak terlalu sulit dibandingkan dengan alat permainan untuk anak usia diatas 6 tahun tahun yang lebih sulit pengerjaannya. Permainan yang mereka lakukan secara tidak langsung dapat mendukung pengembangan aspek-aspek perkembangan siswa mereka, yaitu aspek motorik (baik halus maupun kasar, emosi, sosial, kognitif, bahasa dan moral serta kreativitas). Kreativitas dan imajinasi responden juga diasah dengan menyediakan sarana dan fasilitas yang tepat oleh orang tua atau mereka berupaya sendiri. Boneka adalah mainan yang dapat diajak bicara oleh responden. Mereka sering berinteraksi dengan bonekanya seolah-olah boneka itu bisa memahami mereka. Ketika berbicara dengan boneka, mereka akan bebas bereksplorasi dan mengeluarkan ide-ide dan pemikiran, sehingga mereka dapat meningkatkan keterampilan dengan berkomunikasi menggunakan bahasa. Menyediakan sarana yang tepat untuk anak-anak dapat juga berarti menyediakan mainan yang tepat, tipe dari boneka yang mewakili karakter dan peran. Barbie sebagai contoh, dengan ratusan karakter dan profesi pekerjaan dapat dipilih, dapat mendorong anak-anak untuk menjelajah dunia dengan menunjukkan kepada mereka bahwa apapun dapat dilakukan dengan imajinasi. Bermain merupakan hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepribadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepribadiannya. Di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang dirasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti mengembangkan dirinya sendiri. Anak dalam bermain, dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran dan memahami keberadaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi dan kreativitas. Menurut Susanto (2012:124), mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu sarana bermain. Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas. Sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas anak adalah dengan bermain. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya dalam banyak alternatif cara. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak berbagai bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan kreativitas, antara lain mendongeng, menggambar, bermain alat musik sederhana, bermain dengan plastisin atau malam, permainan tulisan tempel, permainan dengan balok dan berolahraga (Tedjasaputra, 2007:10). Hasil penelitian ini sesuai dengan Endang Kustiani (2010), tentang meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui kegiatan bermain balok di RA Suryawiyyah. Hasil permainan menunjukkan permainan balok sangat efektif dalam mengembangkan daya pikir anak. hal ini ditunjukkan dengan prosentase keberhasilan siswa sebesar 91% dan adanya peningkatan antara metode permainan balok terhadap peningkatan kreativitas anak. hal ini ditunjukkan dengan selisih ketuntasan belajar siswa sebesar 51%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah setelah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata sebanyak 1 anak (6,7%). Kreativitas responden setelah bermain origami pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) antara 80-90, di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek kelancaran dengan skor 9. Anak usia prasekolah setelah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dapat menciptakan gambar baru yang tidak sama dengan gambar yang dibuat. Mereka tidak menggambar ulang gambar yang sudah dibuat misalnya sebelum diberikan permainan origami mereka menggambar buah apel dengan warna yang berbeda yaitu apel merah dan hijau, setelah diberikan permainan origami mereka menggambar berbagai jenis buah yang bentuknya bulat seperti jeruk, duku, jambu dan sebagainya. Aspek-aspek kreativitas meliputi kelancaran berpikir. Maksud dari kelancaran berpikir adalah kemampuan dalam menghasilkan ide, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan yang keluar dari pemikiran seseorang, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas dan bukan kualitas (Munandar, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori di bawah rata-rata terutama pada aspek keluwesan, kelancaran, orisinalitas dan elaborasi. Hal tersebut di dukung oleh faktor lingkungan yang membatasi. Belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Minat intrinsik anak dapat di rusak jika belajar dipaksakan dalam lingkungan yang amat membatasi (Munandar, 2004:223). Terselenggaranya aktivitas bermain yang kurang baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain meskipun dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi tidak mengutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak lebih merangsang anak untuk kreatif. Lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak memengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan rumah yang kurang luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai kurang ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat, dan bermain dengan teman sekelompoknya sehingga kreativitas mereka kurang (Supartini, 2014:129). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Hartati (2008), tentang pengaruh lingkungan sosial dan lingkungan fisik terhadap kreativitas anak pra sekolah di TK Nurul Bakti Semarang. hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara lingkungan fisik dengan kreativitas anak pra sekolah di TK Nurul Bakti Semarang, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol kreativitas sesudah penelitian dalam kategori perbatasan yaitu sebanyak 9 anak (60,0%). Kreativitas responden sesudah penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori perbatasan ditunjukkan dengan rentang Creativity Quorient (CQ) 70-90 di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek kelenturan dengan skor minimal 3 dan maksimal 6. Anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sebelum penelitian pada kelompok kontrol belum mampu berpikir secara luwes yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan dalam menghasilkan gagasan dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Responden tidak mampu menciptakan berbagai jenis gambar yang berbeda dengan jenis yang berbeda dari lingkaran yang disajikan di lembar menggambar TKF. Mereka hanya mampu menciptakan 2-5 jenis gambar dengan kategori yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden belum mampu mengubah cara pemikiran yang selama ini mereka kenal. Keterampilan berpikir luwes atau fleksibel merupakan upaya menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi dengan melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel merupakan kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi persoalan (Munandar, 2009:115). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori perbatasan yaitu pada aspek kelenturan, bonus orisinalitas dan elaborasi. Hal tersebut didukung oleh faktor keluarga terutama pola asuh orang tua terhadap anak. Orang tua anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sebagian besar adalah pekerja. Pekerjaan menuntut mereka untuk meluangkan waktu bekerja di perusahaan bahkan terkadang harus bekerja hingga lembur. Hal tersebut menyebabkan waktu mereka menjadi terbatas untuk keluarganya, sehingga cenderung berupaya cepat dalam pengambilan keputusan termasuk di antaranya dengan pola asuh. Pola asuh yang diterapkan para orang tua baik secara sadar ataupun tidak cenderung otoriter sehingga berdampak anak kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, bakat dan kemampuannya akan terpendam begitu saja dan tidak kreatif. Anak dari keluarga kecil, bilamana kondisi lain sama, cenderung lebih kreatif dari anak keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak otoriter dan kondisi sosioekonomi yang kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas. Untuk dapat menumbuhkan kreativitas anak, maka peran orang tua sangat dibutuhkan dalam hal membimbing anak agar kreatif (Santrock, 2007). Kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinilitas dalam berpikir, kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan serta kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya. Dukungan dan dorongan dari lingkungan keluarga dalam mengasuh anak dapat mengembangkan kreativitas anak, sehingga harus memperhatikan pemilihan pola asuh yang tepat dan dapat mendorong bakat kreatif anak (Asrori, 2007). Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Pendidikan keluarga yang dapat berlangsung dengan baik maka akan mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Orang tua merupakan pendidik utama dan pengasuh bagi anak, mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuh kembangkan totalitas potensi anak secara wajar serta menekankan pentingnya dorongan dari lingkungan keluarga dalam mengasuh anak agar individu dapat berkembang kreativitasnya (Asrori, 2007). Orang tua dengan pola asuh otoriter berdampak anak kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, bakat dan kemampuannya akan terpendam begitu saja. Orang tua dengan pola asuh autoritatif akan mendorong anak menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya. Orang tua dengan pola asuh permisif akan membuat anak menjadi cenderung nakal, manja, lemah, tergantung pada orang lain dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional (Yusniyah, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Teviana (2012) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kreativitas anak di TK Dharma Wanita Kelurahan Bangsal Kota Kediri. Berdasarkan dari hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Lambda dengan software komputer dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0,05, nilai yang didapat adalah ρ = 0,028, ini berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, dengan demikian hipotesis yang mengatakan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kreativitas anak di TK Dharma Wanita Kelurahan Bangsal Kota Kediri diterima. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kreativitas anak usia prasekolah setelah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol kreativitas setelah penelitian dalam kategori rendah sebanyak 1 anak (6,7%). Kreativitas responden setelah penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori rendah ditunjukkan dengan rentang creativity Quorient (CQ) kurang dari 69 di mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek elaborasi dengan skor 2. Kreativitas responden setelah penelitian pada kelompok kontrol belum mampu mengembangkan gagasan mereka dari gambar lingkaran yang diberikan. Responden belum mampu menambahkan atau memperinci detail-detail dari ide mereka ketika mengubah gambar lingkaran di lembar menggambar TKF sehingga menjadi lebih menarik. Mereka hanya menggambar wajah orang yang sedang tersenyum, menggambar buah rambutan satu biji hingga bunga matahari. Hal tersebut menunjukkan kreativitas responden tidak mengalami perubahan. Anak usia pra sekolah menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Mereka dapat mengatur gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes, di mana keterampilan berpikir luwes dapat menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari arah yang berbedabeda, serta mampu mengubah cara pendekatan (Munandar, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori kurang yaitu pada aspek elaborasi disebabkan oleh faktor status kesehatan anak. Energi diperlukan untuk melakukan aktivitas bermain, walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang, sedang dirawat di rumah sakit (Supartini, 2014:129). Faktor lain yang dimungkinkan karena self efficacy mereka yang rendah. Self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu. Fungsi utama dari pikiran adalah mengembangkan kreativitas dibutuhkan suatu untuk memprediksi apa yang akan terjadi di keyakinan diri dan mengembangkan cara untuk Kreativitas tanpa diiringi oleh keyakinan diri tidak mengontrol serta mengantisipasi hal-hal yang dapat berkembang secara optimal. Individu dapat mempengaruhi kehidupan individu dengan self efficacy yang tinggi akan dapat tersebut (Chuang dkk., 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hepy Hapsari Kisti (2012), tentang hubungan antara self efficacy dengan kreativitas pada siswa SMK Negeri 8 Surabaya. Hasil analisis data penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi antara self efficacy dengan kreativitas sebesar 0,479 dengan p value sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan kreativitas pada siswa SMK Negeri 8 Surabaya, semakin tinggi self efficacy yang dimiliki siswa SMK maka semakin tinggi juga kreativitas pada siswa SMK Negeri 8 Surabaya. Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah Bermain Origami di Kota Semarang pada Kelompok Intervensi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 15 anak usia prasekolah yang bermain origami di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada kelompok intervensi skor rata-rata kreativitas sebelum bermain origami sebesar 2,2000 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah bermain origami sebesar 3,0000. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa p value (0,001) < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah bermain origami di Kota Semarang pada kelompok intervensi. Kreativitas usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang sebelum bermain origami termasuk ke dalam kategori perbatasan yaitu berdasarkan tabel penggolongan Creativity Quotient (CQ) mempunyai rentang 70-79. Responden sebelum diberikan permainan origami mempunyai keterbatasan pada aspek kelancaran di mana ketika diberikan lembar menggambar TKF mereka banyak menggambar bentuk dalam satu kategori seperti buah apel merah dan hijau. Responden juga mempunyai keterbatasan pada aspek fleksibilitas di mana mereka mempunyai keterbatasan dalam memberikan jawaban yang berupa gambar sehingga yang dihasilkan hampir sama. Keterbatasan selanjutnya adalah pada aspek elaborasi yaitu ketidakmampuan dalam menciptakan bentuk yang lebih detail dari gambar yang dihasilkan. Responden pada kelompok intervensi sesudah bermain origami termasuk ke dalam kategori rata-rata yaitu berdasarkan tabel penggolongan Creativity Quotient (CQ) mempunyai rentang 80-90. Responden sesudah diberikan permainan origami mengalami peningkatan pada aspek kelancaran di mana ketika diberikan lembar menggambar TKF mereka banyak menggambar bentuk dalam satu kategori yang berbeda seperti menggambar buah lebih bervariatif sepeti buah duku, jeruk dan apel. Responden juga mengalami peningkatan pada aspek fleksibilitas di mana mereka dapat memberikan jawaban yang berupa gambar sehingga yang dihasilkan lebih bervariatif. Peningkatan selanjutnya adalah pada aspek elaborasi yaitu kemampuan mereka dalam menciptakan bentuk yang lebih detail dari gambar yang dihasilkan seperti menggambar pemandangan dalam televisi yang diletakkan di atas meja. Perbedaan kreativitas usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang sesudah diberikan permainan origami di dukung oleh faktor jenis permainan origami yang diberikan dapat diterima oleh anak dengan baik. Pemberian permainan origami dalam penelitian ini dilakukan selama enam hari di mana setiap sesinya dilakukan selama 25 menit. Setiap harinya bentuk yang diberikan lebih bervariatif atau berganti-ganti di mulai dari yang paling mudah pada hari pertama hingga yang paling rumit di hari terakhir. Pelaksanaan pemberian permainan origami dilakukan sendiri oleh peneliti yang dibantu oleh asisten penelitian. Permainan dimulai dengan melipat kertas origami sesuai dengan bentuk yang ditetapkan dan dibimbing oleh peneliti. Kurang lebih selama 10 menit peserta bersama-sama melipat origami sampai selesai. Peserta menyebutkan nama bentuk yang telah dibuat dengan kertas origaminya masing-masing. Para anak dan peneliti memberikan reinforcement (penguatan) dan dukungan kepada semua peserta atas keberhasilan menyelesaikan tugas permainan. Sesudah pelaksanaan selesai peneliti melakukan evaluasi yaitu dengan menanyakan apakah anak dapat mengungkapkan perasaan sesudah melakukan permainan, meningkatkan hubungan dengan peneliti dan ekspresi kreativitas anak sebagai hasil peningkatan perkembangan anak. Pelaksanaan penelitian yang sudah sesuai dengan standar operasional prosedur memungkinkan peningkatan kreativitas anak. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak, salah satunya yang dapat dikembangkan adalah faktor eksternal seperti sarana untuk bermain dan sarana lainnya yang dapat disediakan untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas, lingkungan yang merangsang meliputi lingkungan rumah dan sekolah, di mana sistem pembelajaran di sekolah juga merupakan hal yang sangat menentukan kreativitas anak, dorongan yang terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang sering kali dilontarkan pada anak yang kreatif, cara mendidik anak, mendidik anak dengan cara demokratis di rumah dan di sekolah akan meningkatkan kreativitas, sedangkan cara mendidik otoriter dan permisif akan memadamkan kreativitasnya, waktu bermain di mana anak perlu dibebaskan bermain tanpa pembatasan waktu yang ketat dan kesempatan sendiri agar anak dapat mengembangkan imajinasinya perlu dibiarkan sendiri dan tidak ada tekanan sosial (Hurlock, 2008). Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang anak untuk kreatif (Supartini, 2014:129). Alat permainan yang harus di dorong, ditarik dan dimanipulasi, akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain. Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan kreativitas anak adalah lingkungan yang mendukung (Supartini, 2014:129). Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang anak untuk kreatif. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga memengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak memengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan bermain dengan teman sekelompoknya (Supartini, 2014:129). Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Kusumaningrum (2011) tentang efektifitas penggunaan kertas lipat (origami) dalam meningkatkan kreativitas pada anak RA Muslimat Grabag 2 Magelang. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan gain score yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Sedangkan hasil dari uji Wilcoxon yaitu pada kelompok eksperimen diperoleh p=0,018 (p<0,05) dan pada kelompok kontrol diperoleh p=0,400 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen diperoleh hasil yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan kertas lipat (origami) yang signifikan terhadap kreativitas anak. Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah Penelitian di Kota Semarang pada Kelompok Kontrol Berdasarkan Tabel 4.9 tersebut dapat diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada kelompok kontrol skor rata-rata kreativitas sebelum penelitian sebesar 2,2000 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah penelitian sebesar 2,2667. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa p value (0,334 < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah penelitian di Kota Semarang pada kelompok kontrol. Kreativitas usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang sebelum penelitian termasuk ke dalam kategori perbatasan yaitu berdasarkan tabel penggolongan Creativity Quotient (CQ) mempunyai rentang 70-79. Responden sebelum diberikan permainan origami mempunyai keterbatasan pada aspek kelancaran di mana gambar yang mereka buat ketika diberikan lembar menggambar TKF berbentuk sama atau dalam satu kategori seperti roda kendaraan dan alat kemudi mobil. Responden dalam kelompok kontrol juga mempunyai keterbatasan pada aspek fleksibilitas di mana mereka memberikan jawaban yang berupa gambar yang dihasilkan hampir sama antara lingkaran satu dengan lainnya. Keterbatasan selanjutnya adalah pada aspek elaborasi yaitu ketidakmampuan responden dalam menciptakan gambar yang lebih detail dari gambar yang dihasilkan misalnya gambar hewan hanya berbentuk tubuh dan kaki saja. Responden pada kelompok kontrol sesudah penelitian termasuk ke dalam kategori di perbatasan yaitu berdasarkan tabel penggolongan Creativity Quotient (CQ) mempunyai rentang 80-90. Responden sesudah penelitian tidak mengalami peningkatan pada aspek kelancaran di mana ketika diberikan lembar menggambar TKF mereka tidak banyak menggambar bentuk dalam satu kategori yang berbeda seperti menggambar buah yang sama sepeti jeruk dengan kulit warna kuning, orange dan hijau. Responden juga tidak mengalami peningkatan pada aspek fleksibilitas di mana mereka tidak dapat memberikan jawaban yang berupa gambar sehingga yang dihasilkan tidak bervariatif. Aspek elaborasi menunjukkan kemampuan mereka dalam menciptakan bentuk yang tidak detail dari gambar yang dihasilkan seperti menggambar bola saja. Hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan kreativitas usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang sesudah diberikan permainan origami di dukung oleh keterbatasan intelegensi Intelegensi mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan kreativitas, artinya semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, semakin tinggi pula kreativitasnya atau semakin mempunyai semangat berkreasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori ambang intelegensi untuk kreativitas dari Anderson (dalam Munandar, 2008), bahwa sampai tingkat intelegensi tertentu, yang diperkirakan IQ 120, ada hubungan yang erat antara intelegensi dengan kreativitas yaitu kreativitas yang tinggi memerlukan tingkat intelegensi yang cukup tinggi pula, tetapi di atas ambang intelegensi tersebut tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara intelegensi dengan kreativitas. Sementara itu data yang diambil sebagai sampel penelitian menunjukkan tingkat intelegensi siswa berada pada kategori rata-rata atau di atas rata-rata, tidak ditemui siswa dengan tingkat intelegensi yang sangat tinggi, sehingga hasilnya menyatakan bahwa intelegensi mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan kreativitas. Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2008), menunjukkan bahwa berpikir divergen (kreativitas) mempunyai hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi) dan dari penelitian yang dilakukan oleh Getzels dan Jackson (1970), dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kreativitas dengan intelegensi walaupun hubungan itu tidak begitu kuat. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sinambela (2015), yang menemukan ada hubungan antara intelegensi dengan kreativitas, walaupun hubungannya rendah. Sumbangan efektif intelegensi terhadap kreativitas tergolong kecil, tetapi masih lebih besar dibandingkan sumbangan efektif adversiti terhadap kreativitas, artinya kecerdasan yang dimiliki siswa hanya menyumbang sebagian kecil untuk dapat mengembangkan kreativitas tetapi tetap mempunyai peran yang lebih besar sebagai landasan pengetahuan dan pengalaman dalam mengembangkan kreativitas, sehingga kecerdasan yang cukup tinggi perlu dimiliki untuk mendukung terciptanya daya kreasi seorang siswa. Sumbangan yang lebih besar mungkin diberikan oleh sumber-sumber pengaruh yang lain untuk pengembangan kreativitas, seperti gaya berpikir, motivasi, lingkungan yang perlu diteliti sebagai penelitian lanjutan. Anak yang pandai pada setiap umur menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian konflik tersebut. Ini merupakan salah satu alasan mengapa mereka lebih sering terpilih sebagai pemimpin dibandingkan teman seusia mereka yang kurang pandai (Santrock, 2007). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Iman Setyabudi (2011), tentang hubungan antara adversiti dan intelegensi dengan kreativitas siswa di Sekolah Menengah Umum Tujuh Belas Agustus 1945. Hasil penelitian menunjukkan ada korelasi antara intelegensi dengan kreativitas diperoleh nilai r = 0,225 dan p = 0,003, yang berarti ada korelasi antara intelegensi dengan kreativitas siswa di Sekolah Menengah Umum Tujuh Belas Agustus 1945. Pengaruh Bermain Origami Terhadap Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa ratarata kreativitas anak prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sebelum diberikan permainan origami sebesar 2,2667 dengan standar deviasi 0,59362, sedangkan rata-rata kreativitas setelah diberikan permainan origami sebesar 3,0000 dengan standar deviasi 1,19523. Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung (-2,128) < t tabel (-2,045) dan p-value sebesar 0,046 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang. Setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar yang inheren (telah ada) dalam dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan produktif. Anak akan beraktivitas sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki dirinya, pengembangan kreativitas anak harus diberikan stimulasi dari mulai usia dini, sehingga anak akan terasa untuk berpikir kreatif, karena dengan kreativitaslah memungkinkan manusia menjadi berkualitas dan survive dalam hidupnya. Anak akan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mampu menghasilkan karya yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya (Susanto, 2012:112). Kreativitas merupakan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa produk atau gagasan baru yang dapat diterapkan dalam memecahkan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat unsurunsur yang sudah ada sebelumnya. Pengembangan kreativitas sangat penting, karena dengan berkreativitas seseorang dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan dirinya yang merupakan kebutuhan pokok tertinggi dalam hidup manusia (Susanto, 2012:112). Salah satu upaya dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini adalah dengan memberikan stimulus yang baik dan tepat, yaitu pembelajaran dengan bermain atau belajar sambil bermain (Susanto, 2012:129). Anak di dalam bermain, terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban dan kemudian menguji jawaban dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. Permainan kombinasi (combinatory flay) menjadi bagian penting dalam memupuk berpikir kreatif (Mutiah, 2012:148). Permainan-permainan sederhana dapat saja bersifat mendidik dan menyenangkan jika dapat menumbuhkan kreativitas di antaranya melipat kertas (origami) (Utomo, 2005:296). Origami merupakan seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat kertas. Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi dengan origami adalah kertas. Hampir semua jenis kertas dapat digunakan untuk origami. Kertas origami standar merupakan kertas tipis dengan ukuran 15cm x 15cm. Kertas tersebut memiliki suatu warna tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian besar model origami dibuat dengan menggunakan kertas berbentuk bujur sangkar (Paat, 2012, dalam Kusumaningrum, 2013). Keberhasilan anak dalam membuat bentuk mainan dengan menggunakan origami (kertas lipat) akan memberikan rasa senang yang mana rasa tersebut akan merangsang keluarnya hormon serotonin (Olivia, 2010:184). Hormon serotonin merupakan zat pengantar saraf yang berpengaruh terhadap munculnya perasaan nyaman dan perasaan bugar. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar peneal yang terdapat dalam otak (Apriadji, 2007:13). Otak kanan dan kiri diciptakan untuk berinteraksi satu dengan lainnya. Di antara otak kanan dan kiri terletak corpus callosum yaitu jembatan komunikasi neuron di otak. Bagian otak ini merupakan penghubung antara otak kanan dan kiri sekaligus penghubung pusat intelektual kanan dan kiri. Otak tengah lebih banyak berkonsentrasi pada penyediaan sarana komunikasi dengan lebar pita (bandwidth) yang tinggi. Kapasitas otak tengah dapat dibayangkan sebagai jumlah jalur jembatan antara otak kanan dan kiri. Neuron adalah sel otak yang mempunyai kaki-kaki yang dapat saling berhubungan. Jika salah satu neuron ingin mengkomunikasikan sesuatu dengan neuron yang lain dengan menyambungkan kaki mereka sehingga terjadi loncatan sinyal listrik. Sinyal ini meloncat dengan bantuan hormon serotonin (neurotransmitter). Kadar yang cukup dari serotonin menyebabkan neuron dapat berkomunikasi dengan baik dengan neuron lainnya (Sangkanparan, 2011:19). Daya ingat dan persepsi (daya tangkap untuk hal baru/kreativitas) dipercaya merupakan terbentuknya hubungan antar neuron. Jika neuron yang ada memiliki tangan yang lebih banyak mereka dapat membentuk jaringan yang lebih kompleks dan dapat meningkatkan daya ingat dan daya tangkap otak. Artinya, jembatan komunikasi antara otak kanan dan kiri menjadi terbuka sehingga interaksi otak kanan dan kiri menjadi lebih lancar. Hal ini dapat mendukung kreativitas seseorang berkembang dengan baik (Sangkanparan, 2011:125). Hasil penelitian Dynna Wahyu Perwita Sari (2013) tentang pengaruh bermain plastisin terhadap kreativitas anak usia 5-6 tahun ditinjau dari bermain secara individu dan kelompok di TK Dharma Wanita. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh bermain plastisin terhadap kreativitas anak usia 5-6 tahun ditinjau dari bermain secara individu dan kelompok di TK Dharma Wanita. Plastisin adalah adonan lunak berbagai warna yang dapat dibuat menjadi berbagai bentuk, sedangkan origami adalah seni membuat bentuk yang tercipta dengan cara melipat kertas. Kedua permainan tersebut termasuk permainan konstruktif yaitu permainan yang menggunakan bahan dengan hasil pembentukan lebih dari satu jenis. Atas dasar tersebut, maka bermain origami dipilih menjadi variabel independen dalam penelitian ini. KESIMPULAN 1. Kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata yaitu sebanyak 9 anak (60,0%). 2. Kreativitas anak usia prasekolah sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata yaitu sebanyak 6 anak (40,0%). 3. Kreativitas anak usia prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata yaitu sebanyak 10 anak (66,7%). 4. Kreativitas anak usia prasekolah sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata yaitu sebanyak 9 anak (60,0%). 5. Ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah bermain origami di Kota Semarang pada kelompok intervensi dengan skor rata-rata kreativitas sebelum bermain origami sebesar 1,4000 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah bermain origami sebesar 2,0667 serta p value (0,003) < α (0,05). 6. Tidak ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah penelitian di Kota Semarang pada kelompok kontrol dengan skor ratarata kreativitas sebelum penelitian sebesar 1,3333 sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah penelitian sebesar 1,4000 dan p value (0,334 > α (0,05). 7. Ada pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang, dengan selisih rata-rata kreativitas sebelum dan sesudah bermain origami sebesar 0,31269 dengan selisih standar deviasi 0,31269 serta p-value sebesar 0,046 < α (0,05). SARAN 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kreativitas anak setelah bermain origami, sehingga hasil ini sebaiknya ditindak lanjuti oleh petugas kesehatan dalam mempromosikan upaya peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak ketika melakukan penyuluhan. 2. Bagi Institusi Pendidikan dan Penelitian Keperawatan Hendaknya Stikes Ngudi Waluyo dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya serta menambah literatur yang berkaitan dengan pengukuran kreativitas anak seperti Tes Kreativitas Vigural (TKF). 3. Bagi Anak Usia Prasekolah Hendaknya anak usia prasekolah diberikan permainan melipat kertas (origami) secara kontinyu dengan variasi bentuk yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan semangat mereka dalam mengembangkan kreativitasnya. 4. Bagi TK Nurul Ikhsan Hendaknya TK Nurul Ikhsan lebih mengoptimalkan permainan origami sebagai materi pelajaran dengan meningkatkan frekuensi pelajarannya dan memberikan bentuk yang lebih bervariatif sehingga kreativitas anak lebih meningkat. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebaiknya peneliti selanjutnya meningkatkan hasil penelitian ini yaitu dengan mengendalikan faktor lain yang mempengaruhi penelitian ini misalnya jenis kelamin, urutan kelahiran dan sosial ekonomi orangtua sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih lengkap. DAFTAR PUSTAKA Adriana, 2012. Menstimulasi otak anak dengan stimulasi auditori. Jakarta : PT Gramedia Alam, 2010. Aneka model permainan anak TK dan SD. Jakarta : Grasindo Apriadji, 2007. Good mood food: makanan sehat alami. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. Ariyani R, 2012. Pengaruh strategi pembelajaran dan status sosial ekonomi orang tua terhadap kreativitas anak PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta. journal.ppsunj.org/jpaud/article/do wnload/83/83Asmara, 2013. Asrori, 2007. Psikologi remaja. perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksara Awwad, 2005. Mendidik anak secara Islami, Jakarta : Gema Insani Press. Carner, 2004. Brain power: permainan kreatif untuk prasekolah. Penerbit Jakarta : Erlangga. Chuang dkk., 2010. A distribution free newsboy problem under shortagelevel constraints . Journal of the Operations Research Society of Japan Dahlan, 2009. Besar sampel dalam penelitian kedokteran. Jakarta : Arkans Desy, A. 2013. Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun http://desyaprisa.com/2013/03/kogni tif-anak-usia-5-6-tahun.html Endang Kustiani 2010, tentang meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui kegiatan bermain balok di RA Suryawiyyah Fathan, 2006. Puzzle merangsang otak anak. Retrieved December 12, 2014, from http://mamrozi..com/2009/04/puzzle -merangsang-otak-anak.html Ghozali, 2006. Aplikasi analisis multivariate dengan program. SPSS.Semarang : Badan Penerbit Undip Hapsari H, 2012. Hubungan antara self efficacy dengan kreativitas pada siswa SMK Negeri 8 Surabaya. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012 Hartati 2008, Pengaruh lingkungan sosial dan lingkungan fisik terhadap kreativitas anak pra sekolah di TK Nurul Bakti Semarang. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012 Hendraswaty 2011, Hubungan perilaku bermain jenis permainan dengan kreativitas pada anak prasekolah TK TK NOAH Early Childhood Center Jakarta Timur. Publication.Gunadarma.ac.id Hidayat, 2007. Pengantar ilmu keperawatan anak 1, Jakarta : Salemba Medika Hidayat. 2007. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data. Jakarta : Penerbit Salemba Medika Hurlock, 2007. Perkembangan Anak, edisi ke-11 jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga Husein, 2005. Metode penelitian. Jakarta : Salemba Empat Istijanto, 2005. Aplikasi praktis riset pemasaran, Jakarta : PT. Gramedia. Pustaka Utama Klub Origami Indonesia, 2012. Jenis-jenis kertas yang dapat digunakan dalam origami. Retrieved December 12, 2014, from file:///E:/2015/stikes%20lia/stikes% 20lia/jenis-jenis-kertas-dalamorigami-kind-of-paper.html Kusumaningrum, 2011. Efektifitas penggunaan kertas lipat origami dalam meningkatkan kreativitas pada anak RA Muslimat Grabag 2 Magelang. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi LPSP3, 2011. Buku petunjuk penggunaan tes kreativitas figural TKF. Jakarta : Universitas Indonesia Moeslichatoen, 2012. Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta. Muliawan, 2009. Tips jitu memilih mainan positif dan. kreatif untuk anak anda. Yogyakarta : Diva Press Munandar, 2012. Kreativitas dan keberbakatan, strategi mewujudkan. potensi kreatif dan bakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Mutiah, 2012. Psikologi bermain anak usia dini. Jakarta : Kencana Notoatmodjo. 2010. Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, W. 2012. Keperawatan gerontik & geriatrik. edisi 3. Jakarta : EGC Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Nursalam, Susilaningrum dan Utami, 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak untuk perawat dan bidan. Jakarta : Salemba Medika. Olivia, 2009. Kembangkan kecerdikan anak dengan taktik biosmat. Jakarta : Elex Media Komputindo. Pandiangan, 2009. Segudang manfaat origami untuk anak. Retrieved December 12, 2014, from. http://mayahirai.com/2009/08/12/se gudang-manfaat-origami-untukanak/ Patmonodewo, 2003. Pendidikan anak prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta Rahmawati, 2014. 5 Menit asik melipat origami. Jakarta : Dunia Anak Rimm, 2003. Mendidik dan menerapkan disiplin pada anak prasekolah: pola asuh anak masa kini. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Riwidigdo. 2009. Statistik kesehatan, Yogyakarta : Mitra Cendika Press Sangkanparan, 2011. Dahsyatnya otak tengah. Jakarta : Visi Media. Santrock, 2007. Perkembangan anak, edisi ke-11 jilid 1. Penerbit Erlangga,. Jakarta. Sari, D. W. P, 2013. Pengaruh bermain plastisin terhadap kreativitas anak usia 5-6 tahun ditinjau dari bermain secara individu dan kelompok di TK Dharma Wanita. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2 No. 03 Desember 2013 Saryono, 2010. Metodologi penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha. Medika Setyabudi 2011. Hubungan adversiti dan inteligensi dengan kreativitas siswa-siswi di Sekolah Menengah Umum Tujuh Belas Agustus 1945. Jurnal Psikologi Volume 9 Nomor 1, Juni 2011 Setyawan dan Saryono, 2010. Metodologi penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha Medika. Sinambela 2015, Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas mahasiswa. Skripsi, Surabaya : ITS Siti Rochayah, 2012. Meningkatkan kreativitas anak melalui metode bermain plastisin pada siswa kelompok B TK Masyithoh 02 Kawunganten Cilacap semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Smith, 2006. Warna-warni kecerdasan anak dan pendampingannya: Yogyakarta : Kanisius. Stolz, 2010. Adversity Intellengence. Liberty: Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode penelitian kunatitatif kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta Supartini, 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC Susanto, 2012. Perkembangan anak usia dini. Jakarta: Kencana Prenada Sutoyo, 2008. Kiat sukses Prof. Hembing. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia Syukri dan Zulkarnain, 2005. Pengaruh jenis kelamin dan kreativitas pada karyawan yang bekerja di multi level marketing. Skripsi. Medan USU Tedjasaputra, Mayke S. 2007. Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: Grasindo. Teviana 2012. Hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kreativitas anak di TK Dharma Wanita Kelurahan Bangsal Kota Kediri. Jurnal STIKES Volume 5, No.1, Juli 2012 Utomo, 2005. Mencegah dan mengatasi krisis anak melalui pengambangan sikap mental orang tua. Jakarta : Grasindo Wong, 2009. Buku ajar keperawatan pediatrik vol 1. Jakarta : EGC Grasindo. Retrieved December 12, 2014. Yusniyah, 2008. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa MTs Al-Falah Jakarta Timur.