4207 - UPT Perpustakaan Universitas Ngudi Waluyo

advertisement
PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KREATIVITAS ANAK USIA
PRASEKOLAH DI TK NURUL IKHSAN KOTA SEMARANG
Ayu Eliana*), Gipta Galih Widodo, SKp., M.Kep., Sp.KMB**) Puji Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes**)
*) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Kreativitas merupakan sebuah proses yang mampu melahirkan gagasan, pemikiran, konsep
baru pada diri seorang anak. Salah satu upaya dalam mengembangkan kreativitas anak usia dini
dengan memberikan permainan origami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang.
Desain penelitian ini non equivalent control group desing dengan pendekatan quasi
experiment. Populasi penelitian ini anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang dengan
jumlah sampel 30 responden menggunakan teknik purposive sampling serta alat pengambilan data
menggunakan Tes Kreativitas Figural (TKF). Analisis data yang digunakan analisis paired t test dan
independent t test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas anak usia prasekolah sebelum bermain
origami pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (60,0%) dan
sesudah bermain origami sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata (40,0%). Kreativitas
anak usia prasekolah sebelum penelitian pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori di
bawah rata-rata (66,7%) dan sesudah penelitian sebagian besar dalam kategori di bawah rata-rata
(60,0%). Ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah
bermain origami pada kelompok intervensi dengan p value (0,003) < α (0,05). Tidak ada perbedaan
kreativitas anak usia prasekolah sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol dengan
p value (0,334 < α (0,05). Ada pengaruh bermain origami terhadap kreativitas anak usia prasekolah,
dengan p-value sebesar 0,046 < α (0,05).
Hendaknya kreativitas anak prasekolah ditingkatkan dengan memanfaatkan permainan
origami yang lebih variatif dan edukatif di bawah bimbingan orang tua atau orang guru sekolah.
Kata Kunci : bermain origami, kreativitas, anak usia prasekolah
Kepustakaan : 25 (2004-2015)
PENDAHULUAN
Anak prasekolah adalah anak yang
berusia antara 3-6 tahun (Supartini,
2004:142). Anak pada usia tersebut, berada
pada fase inisiatif dibandingkan rasa bersalah
(initiative vs guilty). Anak pada masa ini
berkembang rasa ingin tahu (courius) dan
daya imaginasinya, sehingga anak banyak
bertanya mengenai segala sesuatu di
sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Anak
belum mampu membedakan hal yang abstrak
dengan konkret (Nursalam, Susilaningrum
dan Utami, 2008:39). Usia tersebut
merupakan masa kritis bagi perkembangan
kemampuan kognitif, kemandirian, koordinasi
motorik, krativitas dan sikap hidup terhadap
hidup (Rimm, 2003:241).
Secara alamiah perkembangan anak
berbeda-beda, baik dalam bakat, minat,
kreativitas, kematangan emosi, kepribadian,
keadaan jasmani dan sosialnya. Setiap anak
memiliki kemampuan tak terbatas dalam
belajar yang inheren (telah ada) dalam dirinya
untuk dapat berpikir kreatif dan produktif
(Susanto, 2012:111). Anak usia itu mulai
mampu memahami siapa dirinya dan pandai
menyikapi permasalahannya di sekelilingnya.
Dia akan senantiasa mencari pemecahan atas
berbagai masalah yang dihadapi (Awwad,
2005:29). Sejak dini, yaitu masa prsekolah
dan sekolah kreativitas anak harus
diperhatikan orang tua dan guru di sekolah
karena bakat anak ditentukan oleh
kreativitasnya (Sutoyo, 2008:124).
Kreativitas
merupakan
dimensi
kemampuan anak dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kreativitas merupakan sebuah proses yang
mampu melahirkan gagasan, pemikiran,
konsep dan atau langkah-langkah baru pada
diri seseorang. Kebermaknaan kreativitas
terletak pada hakikat dan perannya sebagai
dimensi yang memberi ciri keunggulan bagi
pertumbuhan diri peserta didik yang sehat,
produktif dan inovatif (Mutiah, 2012:41).
Anak akan beraktivitas sesuai dengan
minat dan potensi yang dimiliki dirinya,
pengembangan kreativitas anak harus
diberikan stimulasi dari mulai usia dini,
sehingga anak akan terasa untuk berpikir
kreatif,
karena
dengan
kreativitaslah
memungkinkan manusia menjadi berkualitas
dan survive dalam hidupnya. Anak akan
melihat masalah dari berbagai sudut pandang,
mampu menghasilkan karya yang berbeda
dari yang sudah ada sebelumnya (Susanto,
2012:111).
Beberapa bentuk kreativitas pada anak
usia dini yaitu berpikir kreatif meliputi
berpikir luwes, orisinal, terperinci dan
berpikir menghubungkan,
aspek sikap
meliputi rasa ingin tahu, ketersediaan untuk
menjawab, keterbukaan, percaya diri dan
berani mengambil resiko, aspek karya
meliputi permainan di mana anak berani
memodifikasi berbagai permainan dan
mampu menyusun berbagai bentuk mainan.
Seorang anak yang kreatif mampu
memberikan suatu pemikiran baru atau
permasalahan yang dihadapi orang lain
(Hatimah, 2002; dalam Susanto 2012:121).
Beberapa faktor pendorong yang dapat
meningkatkan kreativitas yaitu waktu,
kesempatan menyendiri, lingkungan yang
merangsang, hubungan anak dan orang tua,
cara mendidik anak dan sarana (bermain)
(Hurlock, 1999, dalam Susanto, 2012:124).
Salah satu upaya dalam mengembangkan
kreativitas anak usia dini adalah dengan
memberikan stimulus yang baik dan tepat
yaitu pembelajaran dengan bermain atau
belajar sambil bermain. Setiap materi yang
akan diberikan harus dikemas dalam bentuk
permainan. Permainan merupakan kegiatan
yang menyenangkan dilakukan oleh anak,
dimana dengan permainan anak dapat
melakukan banyak hal, salah satunya ialah
meningkatkan
kognitif
anak.
Mereka
mendapatkan informasi atau pengetahuan
yang belum diketahuinya, sehingga anak akan
berpikir kreatif untuk memasuki lingkungan
bermainnya
agar
diterima
teman
sepermainannya, anak juga akan menciptakan
sesuatu karya yang unik dan khas sesuai
dengan pemikirannya (Susanto, 2012:129).
Bermain mendukung tumbuhnya pikiran
kreatif, karena di dalam bermain anak
memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai,
belajar membuat identifikasi tentang banyak
hal, belajar menikmati proses sebuah
kegiatan, belajar mengontrol diri mereka
sendiri dan belajar mengenali makna sosial
dan keberadaan diri di antara teman sebaya.
Anak di dalam bermain, terdorong untuk
melihat,
mempertanyakan
sesuatu,
menemukan atau membuat jawaban dan
kemudian menguji jawaban dan pertanyaan
yang mereka buat sendiri (Mutiah, 2012:48).
Permainan-permainan sederhana dapat
saja bersifat mendidik dan menyenangkan jika
dapat menumbuhkan kreativitas. Mainanmainan berdasarkan jenisnya diantaranya
permainan miniature barang atau manusia,
misalnya pistol-pistolan, mobil-mobilan,
boneka mausia atau hewan, rumah-rumahan
dan sebagainya, mainan elektronik misalnya
play station, game watch, tetris, tamia,
nintendo, mainan pendidikan sederhana,
misanya lego, puzzle, mainan melatih
konsentrasi melewati kawat listik dengan
kawat bulat, monopoli, lasy, scrabble, mainan
melipat kertas (origami) (Utomo, 2005:296).
Seni melipat kertas atau origami adalah
suatu seni yang berasal dari Jepang dan kini
sudah sangat popular di Indonesia. Anak-anak
(termasuk anak yang tidak bisa diam di kelas)
biasanya sangat antusias mengikuti tahap
pembuatan origami ini. Mereka dengan tekun
mengikuti panduan yang diberikan oleh guru
sambil melakukan gerakan-gerakan melipat
(pengembangan motorik) dan pengembangan
daya cipta atau kreativitas (setelah hasil akhir
diperoleh) (Apriadji, 2007:4).
Origami yang dapat dibentuk dengan
berbagai bentuk, misal burung, katak, kapal,
topi dan lain-lain. Membuat origami menjadi
salah satu pelajaran di taman kanak-kanak
dalam mengasah keterampilan dan kreatifitas
anak. Bermain origami tidak hanya untuk
belajar, tetapi bermain origami sangatlah
mengasikkan dan dapat dimanfaatkan untuk
menghias dinding atau ruangan. Bermain
origami akan meningkatkan keterampilan
motorik halus, menekan kertas dengan ujungujung jari adalah latihan efektif untuk melatih
motorik halus, meningkatkan dan memahami
pentingnya akurasi serta secara konsisten juga
merupakan latihan berkonsentrasi (Asmara,
2013).
Keberhasilan anak dalam membuat
bentuk mainan dengan menggunakan origami
(kertas lipat) akan memberikan rasa senang
yang mana rasa tersebut akan merangsang
keluarnya
hormon
serotonin
(Olivia,
2010:184). Hormon serotonin merupakan zat
pengantar saraf yang berpengaruh terhadap
munculnya perasanaan nyaman dan perasaan
bugar. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar
peneal yang terdapat dalam otak (Apriadji,
2007:13).
Manusia diciptakan dengan dua bagian
otak besar yaitu otak kanan dan kiri. Otak
kanan dan kiri diciptakan untuk berinteraksi
satu dengan lainnya. Diantara otak kanan dan
kiri terletak corpus callosum yaitu jembatan
komunikasi neuron di otak. Bagian otak ini
merupakan penghubung antara otak kanan
dan kiri sekaligus penghubung pusat
intelektual kanan dan kiri. Otak tengah lebih
banyak berkonsentrasi pada penyediaan
sarana komunikasi dengan lebar pita
(bandwidth) yang tinggi. Kapasitas otak
tengah dapat dibayangkan sebagai jumlah
jalur jembatan antara otak kanan dan kiri
(Sangkanparan, 2011:14).
Neuron adalah sel otak yang mempunyai
kaki-kaki yang dapat saling berhubungan,
dimana jika salah satu neuron ingin
mengkomunikasikan sesuatu dengan neuron
yang lain dengan menyambungkan kaki
mereka sehingga terjadi loncatan sinyal
listrik. Sinyal ini meloncat dengan bantuan
hormon serotonin (neurotransmitter). Kadar
yang cukup dari serotonin menyebabkan
neuron dapat berkomunikasi dengan baik
dengan neuron lainnya (Sangkanparan,
2011:19).
Daya ingat dan persepsi (daya tangkap
untuk hal baru atau kreativitas) dipercaya
merupakan terbentuknya hubungan antar
neuron. Neuron yang ada memiliki tangan
yang lebih banyak mereka dapat membentuk
jaringan yang lebih kompleks dan dapat
meningkatkan daya ingat dan daya tangkap
otak. Artinya, jembatan komunikasi antara
otak kanan dan kiri menjadi terbuka sehingga
interaksi otak kanan dan kiri menjadi lebih
lancar. Hal ini dapat mendukung kreativitas
seseorang
berkembang
dengan
baik
(Sangkanparan, 2011:125).
Hasil penelitian Kusumaningrum (2013)
tentang efektifitas penggunaan kertas lipat
(origami) dalam meningkatkan kreativitas
kognitif pada anak PAUD IT Durratul
Islam, Ngablak, Magelang. Hasil penelitian
menunjukkan ada efektifitas penggunaan
kertas lipat (origami) dalam meningkatkan
kreativitas kognitif pada anak PAUD IT
Durratul Islam, Ngablak, Magelang dengan
nilai p value 0,003 (α = 0,05). Perbedaan
penelitian Aprillia dengan penelitian yang
akan dilakukan diantaranya penggunaan
variabel
dependen
pada
penelitian
sebelumnya menggunakan kreativitas kognitif
sedangkan pada penelitian ini menggunakan
variabel
kreativitas.
Perbedaan
lain
diantaranya alat ukur penelitian Aprillia
adalah kuesioner tidak baku sedangkan
penelitian ini menggunakan lembar observasi
baku yaitu Tes Kreativitas Figural (TKF).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
tanggal 25 September 2014 diperoleh data
jumlah siswa kelas B1 sebanyak 19 anak dan
kelas B2 sebanyak 18 anak serta kelas B3
sebanyak 19 anak. Selain itu, dilakukan
observasi dengan menggunakan pernyataan
sederhana terhadap 8 siswa. Hasil studi
pendahuluan menunjukkan diperoleh 6 siswa
(75,0%) dengan kreativitas kategori kurang
baik yang ditunjukkan dengan anak tidak
bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan,
tidak bersedia menceritakan jenis hal yang di
benci, tidak berani melakukan permainan
yang diminta. Diperoleh pula 2 siswa (25,0%)
dengan kreativitas kategori baik yang
ditunjukkan anak bersedia menjawab
pertanyaan
yang
diajukan,
bersedia
menceritakan jenis hal yang di benci, berani
melakukan
permainan
yang
diminta.
Diperoleh pula informasi dari guru kelas
bahwa upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kreativitas anak dengan
memberikan mata pelajaran melipat di TK
Nurul Ikhasan yaitu sebulan hanya satu kali
selama satu jam saja dengan membuat bentuk
perahu dan topi. Pihak sekolah berupaya
meningkatkan kreativitas dengan memberikan
permainan mewarnai gambar, platisin,
menggunting dan menempel yang diberikan
sebulan sekali.
Berdasarkan latar belakang di atas,
didapatkan beberapa anak ada anak yang
kretivitasnya kurang meskipun pihak sekolah
sudah memberikan permainan origami
sebulan sekali, sehingga peneliti tertarik
untuk
melakukan
penelitian
dengan
mengambil judul, “Pengaruh
bermain
origami terhadap kreativitas anak usia
prasekolah di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan cara quasi experiment
(eksperimen semu). Menurut Notoatmodjo
(2010), quasi experiment adalah eksperimen
yang belum atau tidak memiliki ciri-ciri
rancangan eksperimen yang sebenarnya,
karena variabel-variabel yang seharusnya
dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau
sulit dilakukan.
Jenis desain dalam penelitian ini
berbentuk non equivalent control group
design. Menurut Notoatmodjo (2010), non
equivalent control group design adalah
rancangan yang membandingkan hasil
intervensi dengan suatu kelompok kontrol
yang serupa tetapi tidak perlu kelompok yang
benar-benar sama dan pengelompokan
anggota sampel pada kelompok kontrol dan
eksperimen tidak dilakukan secara acak atau
random.
Menurut Sugiyono (2008:116), sampel adalah
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam
penelitian ini adalah anak usia prasekolah
yang
mempunyai
kreativitas
rendah,
perbatasan dan di bawah rata-rata di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang. Menurut
Dahlan (2009:52) untuk menentukan jumlah
sampel dalam penelitian analitik kategorik
tidak berpasangan maka diperoleh jumlah
sampel untuk kelompok kontrol dan
kelompok intervensi masing-masing sebanyak
13 orang, di mana untuk mengantisipasi
adanya drop out dari sampel maka sampel
ditambah masing-masing kelompok 2 orang
(10%), sehingga jumlah sampel yang diteliti
sebanyak 15 responden untuk setiap
kelompok, sehingga jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 30 orang.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Menurut Sugiyono
(2011), purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Peneliti mempunyai pertimbangan
dalam memilih sampel yaitu berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu.
Kriteria drop out adalah kriteria subyek
yang dikeluarkan pada pertengahan atau saat
proses penelitian berlangsung. Kriteria drop
out dalam penelitian ini adalah responden
yang tidak menyelesaikan sesi
sesuai
program yaitu tidak mengikuti bermain
origami dua kali berturut-turut, lebih dari tiga
kali tidak menyelesaikan ataupun mengikuti
bermain
origami.
Hasil
penelitian
menunjukkan semua responden dalam
penelitian ini semua hadir dan dapat
menyelesaikan sesi permainan sesuai dengan
program yang direncanakan sehingga jumlah
sampel penelitian ini adalah 30 responden.
HASIL PENELITIAN
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sebelum Bermain Origami di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
Kelompok Intervensi
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sebelum Bermain
Origami
pada
Kelompok
Intervensi
Sebelum
Kreativitas
f
%
Rendah
3
20,0
Perbatasan
6
40,0
Dibawah rata-rata
6
40,0
Rata-rata
0
0,0
Jumlah
15
100,0
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
sebelum bermain origami di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang pada kelompok
intervensi sebagian besar dalam kategori
perbatasan dan di bawah rata-rata yaitu
sebanyak 6 anak (40,0%).
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sesudah Bermain Origami di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
Kelompok Intervensi
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kreativitas Anak Usia Prasekolah
Sesudah Bermain Origami pada
Kelompok Intervensi
Sesudah
Kreativitas
f
%
Rendah
2
13,3
Perbatasan
4
26,7
Dibawah rata-rata
1
6,7
Rata-rata
8
53,3
Jumlah
15 100,0
Dibawah rata-rata
Jumlah
5 33,3
15 100,0
Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok kontrol sebagian
besar dalam kategori perbatasan yaitu
sebanyak 8 anak (53,3%).
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sesudah Penelitian di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
Kelompok Kontrol
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kreativitas Anak Usia Prasekolah
Sesudah
Penelitian
pada
Kelompok Kontrol
Sesudah
Kreativitas
f
%
Rendah
1
6,7
Perbatasan
9 60,0
Dibawah rata-rata
5 33,3
Jumlah
15 100,0
Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui
sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
Kota Semarang pada kelompok intervensi
sesudah penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota
sebagian besar dalam kategori rata-rata yaitu
Semarang pada kelompok kontrol sebagian
sebanyak 8 anak (53,3%).
besar dalam kategori perbatasan yaitu
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
sebanyak 9 anak (60,0%).
Prasekolah Sebelum Penelitian di TK
Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah
Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
di TK Nurul Ikhsan Sebelum dan Sesudah
Kelompok Kontrol
Bermain origami di Kota Semarang pada
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kelompok Intervensi
Kreativitas
Anak
Usia
Guna
mengetahui
perbedaan
Prasekolah Sebelum Penelitian
kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul
pada Kelompok Kontrol
Ikhsan sebelum dan sesudah
bermain
Sebelum
origami pada kelompok intervensi digunakan
Kreativitas
uji paired t test. Hasil uji paired t test dengan
f
%
program pengolahan data SPSS Versi 17.0
Rendah
2 13,3
disajikan sebagai berikut :
Perbatasan
8 53,3
Tabel 6 Perbedaan Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum
dan Sesudah Bermain Origami pada Kelompok Intervensi
Mean
n
SD
p-value
Kelompok
intervensi
Pretest
15
Postest 15
2,2000
3,0000
0,77460
1,18523
0,001
Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah yang
bermain origami di TK Nurul Ikhsan di
rata-rata kreativitas sebelum bermain origami
Kota Semarang pada kelompok intervensi skor
sebesar 2,2000 sedangkan skor rata-rata
kreativitas sesudah bermain origami sebesar
dan Sesudah Penelitian di Kota Semarang
3,0000.
Berdasarkan uji t-test dependent
pada Kelompok Kontrol
menunjukkan pula bahwa p value (0,001) < α
Guna mengetahui perbedaan kreativitas
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan
perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di TK
sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok
Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah bermain
kontrol digunakan uji paired t test. Hasil uji
origami di Kota Semarang pada kelompok
paired t test dengan program pengolahan data
intervensi.
SPSS Versi 17.0 disajikan sebagai berikut :
Perbedaan
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum
Tabel 7 Perbedaan Perbedaan Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum
dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol
Mean
n
SD
p-value
Kelompok
kontrol
Pretest
15
Postest 15
2,2000
2,2667
0,67612
0,59362
0,334
Berdasarkan Tabel 8
tersebut dapat
diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah di
TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada
kelompok kontrol skor rata-rata kreativitas
sebelum penelitian sebesar 2,2000 sedangkan
skor rata-rata kreativitas sesudah penelitian
sebesar 2,2667. Berdasarkan uji t-test dependent
menunjukkan pula bahwa p value (0,334 > α
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan kreativitas anak usia prasekolah di
TK Nurul Ikhsan sebelum dan sesudah
penelitian di Kota Semarang pada kelompok
kontrol.
Pengaruh Bermain Origami Terhadap
Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang
Uji t test-independent digunakan untuk
mengetahui pengaruh bermain origami terhadap
kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang,
di mana dalam
pengujian ini akan dibandingkan data yang
berasal dari dua kelompok data yang tidak
berpasangan.
Tabel 9 Analisis Pengaruh Bermain Origami terhadap Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang
Variabel
Kreativitas
Metode
Kontrol
Perlakuan
Mean
SD
2,2667 0,59362
3,0000 1,19523
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa ratarata kreativitas anak prasekolah di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang
sebelum diberikan
permainan origami sebesar 2,2667 dengan
standar deviasi 0,59362, sedangkan rata-rata
kreativitas setelah diberikan permainan origami
sebesar 3,0000 dengan standar deviasi 1,19523.
Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa
nilai t hitung (-2,128) < t tabel (-2,045) dan pvalue sebesar 0,046 < α (0,05). Hal tersebut
menunjukkan ada pengaruh bermain origami
terhadap kreativitas anak usia prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang.
t hitung
p-value
-2,128
0,046
PEMBAHASAN
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sebelum Bermain Origami di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kreativitas anak usia prasekolah sebelum
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi dalam
kategori rendah sebanyak 3 anak (20,0%).
Kreativitas responden sebelum bermain
origami pada kelompok intervensi dalam
kategori rendah ditunjukkan dengan rentang
Creativity Quorient (CQ) kurang dari 69 di
mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek
elaborasi dengan skor terendah 2 dan tertinggi
4.
Anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan
Kota
Semarang
kurang
mampu
mengembangkan gagasan, menambahkan
atau memperinci detail-detail dari ide mereka
ketika menggambar di lembar menggambar
TKF sehingga menjadi lebih menarik.
Beberapa anak melihat lingkaran yang
disajikan di lembar menggambar TKF
sebagai sebuah jeruk, akan tetapi tidak
menambahkan tangkai, daun dan ulat pada
gambar jeruk tersebut meskipun kemudian
memberi nama jeruk.
Ada pula sebagian anak yang melihat
lingkaran yang disajikan di lembar
menggambar TKF sebagai sebuah bingkai
dari gambar pemandangan yang ditampilkan
di televisi, namun gambar televisi tersebut
tidak diberikan tombol, antena ataupun
ditaruh di atas meja. Hal tersebut
menunjukkan anak usia prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang kurang mampu
memerinci atau mengelaborasi, memperkaya
dan
mengembangkan
lingkaran
yang
disajikan lembar menggambar TKF dan
belum mampu menambahkan atau memerinci
secara detail gambar lingkaran tersebut
sehingga menjadi lebih menarik.
Kreativitas merupakan kemampuan untuk
membentuk kombinasi-kombinasi baru dari
unsur-unsur yang diberikan, yang tercermin
dari kelancaran, kelenturan originalitas dalam
memberi gagasan serta kemampuan untuk
mengembangkan, merinci dan memperkaya
(elaborasi) suatu gagasan (LPSP3 UI,
2011:6). Ciri-ciri kreativitas antara lain
keterampilan memerinci atau mengelaborasi,
yaitu
mampu
memperkaya
dan
mengembangkan suatu gagasan atau produk
dan menambahkan atau memerinci secara
detail dari suatu obyek gagasan atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik (Susanto,
2012:119). Kreativitas anak usia prasekolah
sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan
Kota Semarang pada kelompok intervensi
dalam kategori rendah terutama pada aspek
elaborasi di antaranya disebabkan oleh faktor
jenis kelamin responden sebagian besar
adalah perempuan.
Anak usia prasekolah sebelum bermain
origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok intervensi dalam penelitian
ini sebagian besar mempunyai jenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 11 orang (73,3%)
lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 4 orang (26,7%).
Anak laki-laki mendapatkan perlakuan
berbeda dengan anak perempuan terutama
dalam lingkungan pergaulan dengan teman
sebayanya. Anak laki-laki lebih diberi
kesempatan untuk mandiri, di desak oleh
teman sebayanya untuk lebih mengambil
risiko dalam permainan mereka. Anak lakilaki juga di dorong oleh para orang tua dan
guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan
orisinalitas dalam berbagai hal baik ketika
bermain ataupun belajar di sekolah.
Sebaliknya, anak perempuan umumnya
diberikan batasan-batasan terutama dalam
bergaul terkait dengan kondisi fisik mereka
yang lebih lembut. Hal tersebut yang
mendorong anak perempuan cenderung
menjadi kurang kreatif dibandingkan anak
laki-laki.
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang
lebih besar dari anak perempuan, terutama
sesudah berlalunya masa kanak-kanak. Hal
ini sebagian besar hal disebabkan oleh
perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki
dan anak perempuan. Anak laki-laki lebih
diberi kesempatan untuk mandiri, di desak
oleh teman sebayanya untuk lebih mengambil
risiko dan didorong oleh para orang tua dan
guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan
orisinalitas (Santrock, 2007).
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor
yang menentukan intensitas dorongan
pembawaan dari setiap individu. Intensitas
dorongan pembawaan yang dimiliki oleh
laki-laki akan berbeda dengan intensitas
dorongan
pembawa
dari
perempuan.
Menurut
berbagai
penelitian
tentang
kreativitas ditemukan adanya hubungan
antara perbedaan jenis kelamin dengan
tingkat kreativitas baik dalam bentuk
kuantitas
maupun
kualitas.
Laki-laki
menunjukkan kreativitas yang lebih besar
daripada perempuan terutama
sesudah
berlalunya
masa
kanak-kanak. Untuk
sebagian besar hal ini disebabkan oleh
perbedaan sikap dan perlakuan terhadap
laki-laki dan perempuan. Laki-laki diberi
kesempatan untuk mandiri, di desak oleh
teman sebaya untuk lebih mengambil risiko
dan didorong oleh para orang tua dan guru
untuk lebih menunjukkan inisiatif dan
orisinalitas (Hurlock, 2007).
Penelitian mengenai pengaruh jenis kelamin
terhadap kreativitas pernah dilakukan oleh
Stoltzfus, dkk (2011) yang menemukan
adanya pengaruh jenis kelamin terhadap
kreativitas di mana laki-laki memiliki
kreativitas
lebih
tinggi
daripada
perempuan. Perbedaan tingkat kreativitas
antara akuntan laki-laki dan perempuan
mungkin berbeda dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Syukri dan Zulkarnain (2005) tentang
jenis kelamin dan kreativitas pada karyawan
yang bekerja di multi level marketing.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan
bahwa ada perbedaan tingkat kreativitas
berdasarkan jenis kelamin (p = 0,043< 0,05).
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Torrance (dalam Baker,
Pomery & Rudd, 2001), bahwa ada perbedaan
kreativitas antara laki–laki dan perempuan.
Namun hasil penelitian ini tidak didukung
oleh Basaow (1999) yang mengatakan bahwa
tidak ada perbedaan antara kreativitas lakilaki dan perempuan.
Kreativitas anak usia prasekolah sebelum
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi dalam
kategori perbatasan sebanyak 6 anak (40,0%).
Kreativitas responden sebelum
bermain
origami pada kelompok intervensi dalam
kategori perbatasan ditunjukkan dengan
rentang Creativity Quorient (CQ) antara 7079, di mana dalam penelitian ini jumlah skor
terendah terjadi pada aspek kelenturan dengan
skor terendah 2 dan tertinggi 5.
Responden sebelum bermain origami pada
kelompok intervensi belum mampu berpikir
secara luwes sehingga tidak dapat
menghasilkan gagasan atau variasi dari
lingkaran yang disajikan di lembar
menggambar TKF. Mereka tidak mampu
menciptakan jenis gambar yang berbeda
dengan kategori yang berbeda dari lingkaran
yang disajikan di lembar menggambar TKF.
Mereka hanya mampu menciptakan 2-5 jenis
gambar dengan kategori yang berbeda. Hal
tersebut menunjukkan bahwa responden
belum mampu mengubah cara pendekatan
atau cara pemikiran yang selama ini mereka
kenal.
Keterampilan berpikir luwes atau fleksibel,
yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau
pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda-beda, serta mampu
mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel
artinya kemampuan untuk menggunakan
bermacam-macam
pendekatan
dalam
mengatasi persoalan. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes dalam berpikir
menggantikan cara berpikir lama dengan cara
berpikir yang baru (Munandar, 2009:115).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kreativitas anak usia prasekolah sebelum
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi dalam
kategori di bawah rata-rata sebanyak 6 anak
(40,0%). Kreativitas responden sebelum
bermain origami pada kelompok intervensi
dalam kategori di bawah rata-rata ditunjukkan
dengan rentang Creativity Quorient (CQ)
antara 80-90, di mana dalam penelitian ini
terjadi pada aspek kelenturan dengan skor
terendah 7 dan tertinggi 11.
Kreativitas responden sebelum bermain
origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok intervensi menunjukkan
bahwa mereka kurang mampu menghasilkan
beberapa idea atau gambar dari gambar
lingkaran yang disajikan pada lembar TKF.
Sebagian besar anak masih menggambar
lingkaran yang disajikan menjadi gambar
berbagai macam bunga, pot dengan motif
lingkaran.
Mereka
sebagian
besar
menggambar di dalam lingkaran misalnya
buah-buahan dalam satu kategori dan tidak
mempunyai inisiatif untuk menggambar objek
lainnya.
Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu
kemampuan untuk memproduksi sejumlah
ide, jawaban-jawaban atau pertanyaanpertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda, mencari alternatif atau arah
yang
berbeda-beda,
serta
mampu
menggunakan bermacam-macam pendekatan
atau cara pemikiran. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes dalam berpikir.
Mereka dengan mudah dapat meninggalkan
cara berpikir lama dan menggantikannya
dengan cara berpikir yang baru (Munandar,
2009). Kreativitas anak usia prasekolah
sebelum bermain origami di TK Nurul Ikhsan
Kota Semarang pada kelompok intervensi
dalam kategori di bawah rata-rata terutama
pada aspek kelenturan disebabkan oleh faktor
adversiti.
Adversiti
merupakan kemampuan anak
bertahan dalam kesulitan dan keluar dengan
sukses, artinya kemampuan yang dipelajari
yang akan membentuk orang-orang yang
untuk mampu menghadapi kesulitan, dan
meningkatkan kreativitas orang. Oleh karena
itu orang yang mampu bertahan di dalam
menghadapi kesulitan atau responnya
terhadap kesulitan baik, maka akan tumbuh
menjadi orang yang mampu bertindak kreatif.
Sumbangan adversiti untuk meningkatkan
semangat kreatif yang tinggi tetap
memerlukan kemampuan bertahan dan
mengatasi kesulitan terhadap permasalahan
yang dihadapi sebab untuk dapat berpikir
kreatif harus melalui beberapa
tahap,
terutama tahap inkubasi yaitu situasi setelah
berhenti menyelesaikan masalah yang belum
selesai dan kemudian mendapatkan cara
penyelesaian tepat yang membutuhkan waktu
lama. Adversiti hanya diperlukan pada saat
mendukung munculnya situasi yang sulit
dalam menyelesaikan permasalahan (Stolz,
2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Setyabudi (2011) tentang hubungan
adversiti dan inteligensi dengan kreativitas
siswa-siswi di Sekolah Menengah Umum
Tujuh
Belas
Agustus
1945.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ada
korelasi antara adversiti dan inteligensi
dengan kreativitas siswa-siswi di Sekolah
Menengah Umum Tujuh Belas Agustus
1945, dengan nilai r = 0,141 dan p value =
0,045 (α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kreativitas anak usia prasekolah sebelum
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok kontrol dalam kategori
perbatasan yaitu sebanyak 8 anak (53,3%).
Kreativitas responden sebelum penelitian
pada kelompok kontrol dalam kategori
perbatasan ditunjukkan dengan rentang
Creativity Quorient (CQ) 70-79 di mana
dalam penelitian ini terjadi pada aspek
orisinalitas dengan skor terendah 4 dan
tertinggi 5.
Responden
sebelum
penelitian
pada
kelompok kontrol belum dapat menghasilkan
variasi dari lingkaran yang disajikan di
lembar menggambar TKF. Mereka tidak
dapat menciptakan gambar yang berbeda
dengan kategori yang berbeda dari lingkaran
yang disajikan di lembar menggambar TKF.
Responden hanya dapat menciptakan 2-5
jenis gambar dengan kategori yang berbeda
seperti gambar buah mangga dengan berbagai
bentuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa
responden belum dapat mengubah cara
pemikiran yang selama ini mereka kenal
berkenaan dengan buah yang dikonsumsi
setiap harinya.
Keterampilan berpikir fleksibel merupakan
upaya menghasilkan gagasan, jawaban atau
pertanyaan yang bervariasi sesudah melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda kemudian mencari alternatif
atau arah yang berbeda-beda, serta mampu
mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel
merupakan kemampuan untuk menggunakan
bermacam-macam
pendekatan
dalam
mengatasi persoalan sehingga luwes dalam
berpikir dan menggantikan cara berpikir lama
dengan cara berpikir yang baru (Munandar,
2009:115). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
sebelum penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok kontrol sebagian
besar dalam kategori perbatasan yaitu pada
aspek orisinalitas dan elaborasi. Hal tersebut
disebabkan oleh faktor sosial ekonomi orang
tua responden yang lemah.
Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih
tinggi cenderung lebih kreatif dari anak
kelompok yang lebih rendah. Yang pertama,
kebanyakan dibesarkan dengan cara mendidik
anak secara demokratis, sedangkan yang
terakhir
mungkin
lebih
mengalami
pendidikan yang otoriter. Kontrol demokratis
mempertinggi kreativitas karena memberi
kesempatan yang lebih banyak bagi anak
untuk
menyatakan
individualitas,
mengembangkan minat dan kegiatan yang
dipilihnya sendiri. Lebih penting lagi,
lingkungan anak kelompok sosioekonomi
yang lebih tinggi memberi lebih banyak
kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman yang diperlukan bagi
kreativitas, misalnya, anak kecil dari
lingkungan
yang
kekurangan
hanya
mempunyai sedikit bahan kreatif untuk
bermain dan sedikit dorongan untuk
bereksperimen dengan lilin, lukisan dan
boneka dibandingkan dengan mereka yang
mempunyai lingkungan sosioekonomi yang
lebih baik (Santrock, 2007).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Ariyani Ramadhani (2012), tentang
pengaruh strategi pembelajaran dan status
sosial ekonomi orang tua terhadap kreativitas
anak PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh
status sosial ekonomi orang tua terhadap
kreativitas anak PAUD PPs Universitas
Negeri Jakarta, dengan
p value 0,000
(α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kreativitas anak usia prasekolah sebelum
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok kontrol dalam kategori rendah
yaitu sebanyak 2 anak (13,3%). Kreativitas
responden sebelum penelitian pada kelompok
kontrol dalam kategori rendah ditunjukkan
dengan rentang Creativity Quorient (CQ)
kurang dari 69 di mana dalam penelitian ini
terjadi pada aspek elaborasi dengan skor
terendah 2 dan tertinggi 4.
Responden sebelum penelitian kurang mampu
mengembangkan gagasan mereka ketika
menggambar di lembar menggambar TKF
sehingga menjadi lebih menarik. Beberapa
anak melihat lingkaran yang disajikan di
lembar menggambar TKF sebagai gambar
roda sepeda motor, akan tetapi mereka tidak
menggali lebih mendalam terkait dengan
sepeda motor seperti tempat duduk, kemudi
ataupun spion. Hal tersebut menunjukkan
anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan
Kota
Semarang
kurang
mampu
mengembangkan lingkaran yang disajikan
lembar menggambar TKF dan menjadi
gambar yang lebih menarik.
Kreativitas
dapat
diartikan
sebagai
kemampuan untuk membentuk kombinasikombinasi baru dari unsur-unsur yang
diberikan
serta
kemampuan
untuk
mengembangkan, merinci, dan memperkaya
(elaborasi) suatu gagasan (LPSP3 UI,
2011:6). Ciri kreativitas antara lain
keterampilan
mengelaborasi,
yaitu
mengembangkan
suatu
gagasan
dan
menambahkan secara detail dari suatu
gagasan sehingga menjadi lebih menarik
(Susanto, 2012:119). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kreativitas anak usia
prasekolah sebelum penelitian di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang pada kelompok
kontrol dalam kategori rendah yaitu pada
aspek elaborasi. Hal tersebut disebabkan oleh
faktor alat dan jenis permainan yang tidak
tepat.
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan
alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai
dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label
yang tertera pada mainan harus dibaca
terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah
mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak selalu harus yang dibeli di
toko atau mainan jadi, tetapi lebih
diutamakan
yang
dapat
menstimulus
imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering
kali mainan tradisional yang dibuat sendiri
dari atau berasal dari benda-benda di sekitar
kehidupan anak, akan lebih merangsang anak
untuk kreatif (Supartini, 2014:129).
Alat permainan yang harus di dorong, ditarik
dan dimanipulasi, akan mengajarkan anak
untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi alat gerak. Permainan membantu
anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengenal norma dan aturan serta interaksi
sosial dengan orang lain. Orang tua dan anak
dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi
yang harus diingat bahwa alat permainan
harus aman bagi anak, oleh karena itu, orang
tua harus membantu anak memilihkan mainan
yang aman (Supartini, 2014:129).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Hendraswaty (2011), tentang hubungan
perilaku bermain (jenis permainan) dengan
kreativitas pada anak prasekolah (TK) TK
NOAH Early Childhood Center Jakarta
Timur. Berdasarkan data yang telah dianalisis
keeratan hubungan dua variabel penelitian
menghasilkan nilai r sebesar 0,284 dengan
taraf signifikan sebesar 0,038 (α = 0,05) Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
perilaku bermain (jenis permainan) dengan
kreativitas pada anak prasekolah (TK) TK
NOAH Early Childhood Center Jakarta
Timur.
Gambaran
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah Sesudah Bermain Origami di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol
Kreativitas anak usia prasekolah sesudah
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi dalam
kategori rata-rata yaitu sebanyak 8 anak
(53,3%).
Kreativitas responden sesudah
bermain origami pada kelompok intervensi
dalam kategori rata-rata ditunjukkan dengan
rentang Creativity Quorient (CQ) antara 91110, di mana dalam penelitian ini terjadi pada
aspek elaborasi dengan skor minimal 6
maksimal 15.
Responden yang telah diberikan permainan
origami menggambar lingkaran
yang
disajikan di lembar menggambar TKF dengan
gambar kolam ikan dengan berbagai bentuk
ikan dan diberikan hiasan batu dan rumputrumputan. Hal tersebut menunjukkan mereka
sudah mampu memerinci atau mengelaborasi,
memperkaya dan mengembangkan lingkaran
yang disajikan lembar menggambar TKF
menjadi gambar yang
detail dan lebih
menarik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kreativitas anak usia prasekolah
sesudah bermain origami di TK Nurul Ikhsan
Kota Semarang pada kelompok intervensi
dalam kategori rata-rata terutama pada aspek
keluwesan, kelancaran, orisinalitas dan
elaborasi. Hal tersebut di dukung oleh faktor
sarana bermain yang mendukung.
Anak TK Nurul Ikhsan Kota Semarang sering
bermain bersama-sama sepulang dari sekolah
yaitu di salah satu rumah siswa dan terkadang
bergantian. Jenis permainan yang digunakan
juga bervariatif, mulai dari mainan secara
personal maupun secara tim. Sarana bermain
yang digunakan juga bervariatif, mulai dari
permainan tradisional hingga permainan
modern yang dijual di toko mainan. Jenis
permainan sederhana yang sering dilakukan
anak pra sekolah diantaranya
membuat
mobil-mobilan dari barang bekas misalnya
kaleng minuman ringan dan sandal bekas,
membuat layang-layang, sedangkan untuk
anak wanita bermain perdagangan, dokterdokteran, boneka
dan berbagai macam
permainan lainnya.
Permainan yang mereka lakukan sesuai
dengan rentang usia anak di mana alat
permainan untuk anak usia rentang 4-6 tahun
di buat dengan lebih sederhana dan tidak
terlalu sulit dibandingkan dengan alat
permainan untuk anak usia diatas 6 tahun
tahun yang lebih sulit
pengerjaannya.
Permainan yang mereka lakukan secara tidak
langsung dapat mendukung pengembangan
aspek-aspek perkembangan siswa mereka,
yaitu aspek motorik (baik halus maupun
kasar, emosi, sosial, kognitif, bahasa dan
moral serta kreativitas).
Kreativitas dan imajinasi responden juga
diasah dengan menyediakan sarana dan
fasilitas yang tepat oleh orang tua atau
mereka berupaya sendiri. Boneka adalah
mainan yang dapat diajak bicara oleh
responden. Mereka sering berinteraksi dengan
bonekanya seolah-olah boneka itu bisa
memahami mereka. Ketika berbicara dengan
boneka, mereka akan bebas bereksplorasi dan
mengeluarkan ide-ide dan pemikiran,
sehingga mereka dapat meningkatkan
keterampilan
dengan
berkomunikasi
menggunakan bahasa. Menyediakan sarana
yang tepat untuk anak-anak dapat juga berarti
menyediakan mainan yang tepat, tipe dari
boneka yang mewakili karakter dan peran.
Barbie sebagai contoh, dengan ratusan
karakter dan profesi pekerjaan dapat dipilih,
dapat mendorong anak-anak untuk menjelajah
dunia dengan menunjukkan kepada mereka
bahwa apapun dapat dilakukan dengan
imajinasi.
Bermain merupakan hak asasi bagi anak
usia dini yang memiliki nilai utama dan
hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan
bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu
yang sangat penting dalam perkembangan
kepribadiannya. Bermain bagi seorang anak
tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media
bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk
kegiatan bermain pada anak pra sekolah
mempunyai
nilai
positif
terhadap
perkembangan kepribadiannya. Di dalam
bermain anak memiliki nilai kesempatan
untuk mengekspresikan
sesuatu
yang
dirasakan dan pikirkan. Dengan bermain,
anak sebenarnya sedang mempraktekkan
keterampilan
dan
anak mendapatkan
kepuasan dalam bermain, yang berarti
mengembangkan dirinya sendiri. Anak dalam
bermain, dapat mengembangkan otot kasar
dan halus, meningkatkan penalaran dan
memahami
keberadaan
lingkungannya,
membentuk daya imajinasi, daya fantasi dan
kreativitas.
Menurut Susanto (2012:124), mengemukakan
beberapa faktor pendorong yang dapat
meningkatkan kreativitas, yaitu sarana
bermain. Sarana untuk bermain dan kelak
sarana lainnya harus disediakan untuk
merangsang dorongan eksperimentasi dan
eksplorasi, yang merupakan unsur penting
dari
semua
kreativitas.
Sarana
mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas
anak adalah dengan bermain. Bermain
memberikan kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan
dorongan-dorongan
kreatifnya
sebagai kesempatan untuk
merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk
menemukan sesuatu dengan cara-cara baru,
untuk menemukan penggunaan suatu hal
secara berbeda, menemukan hubungan yang
baru antara sesuatu dengan sesuatu yang
lain serta mengartikannya dalam banyak
alternatif cara. Selain
itu
bermain
memberikan kesempatan pada individu
untuk berpikir dan bertindak imajinatif,
serta
penuh
daya khayal yang erat
hubungannya
dengan
perkembangan
kreativitas anak berbagai bentuk bermain
yang dapat
membantu mengembangkan
kreativitas,
antara
lain
mendongeng,
menggambar, bermain alat musik sederhana,
bermain dengan plastisin atau malam,
permainan tulisan tempel, permainan dengan
balok dan
berolahraga (Tedjasaputra,
2007:10).
Hasil penelitian ini sesuai dengan Endang
Kustiani (2010), tentang meningkatkan
kreativitas anak usia dini melalui kegiatan
bermain balok di RA Suryawiyyah. Hasil
permainan menunjukkan permainan balok
sangat efektif dalam mengembangkan daya
pikir anak. hal ini ditunjukkan dengan
prosentase keberhasilan siswa sebesar 91%
dan adanya peningkatan antara metode
permainan balok terhadap peningkatan
kreativitas anak. hal ini ditunjukkan dengan
selisih ketuntasan belajar siswa sebesar 51%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kreativitas anak usia prasekolah setelah
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi dalam
kategori di bawah rata-rata sebanyak 1 anak
(6,7%). Kreativitas responden setelah
bermain origami pada kelompok intervensi
dalam kategori di bawah rata-rata ditunjukkan
dengan rentang Creativity Quorient (CQ)
antara 80-90, di mana dalam penelitian ini
terjadi pada aspek kelancaran dengan skor 9.
Anak usia prasekolah setelah bermain
origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok intervensi dapat menciptakan
gambar baru yang tidak sama dengan gambar
yang dibuat. Mereka tidak menggambar ulang
gambar yang sudah dibuat misalnya sebelum
diberikan permainan origami mereka
menggambar buah apel dengan warna yang
berbeda yaitu apel merah dan hijau, setelah
diberikan permainan origami mereka
menggambar berbagai jenis buah yang
bentuknya bulat seperti jeruk, duku, jambu
dan sebagainya.
Aspek-aspek kreativitas meliputi kelancaran
berpikir. Maksud dari kelancaran berpikir
adalah kemampuan dalam menghasilkan ide,
jawaban,
penyelesaian
masalah
atau
pertanyaan yang keluar dari pemikiran
seseorang, memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan berbagai hal.
Kelancaran berpikir (fluency of thinking),
merupakan kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide yang keluar dari pemikiran
seseorang secara cepat. Dalam kelancaran
berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas
dan bukan kualitas (Munandar, 2008). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kreativitas
anak usia prasekolah sesudah bermain
origami di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok intervensi dalam kategori di
bawah rata-rata terutama pada aspek
keluwesan, kelancaran, orisinalitas dan
elaborasi. Hal tersebut di dukung oleh faktor
lingkungan yang membatasi.
Belajar dan kreativitas tidak dapat
ditingkatkan dengan paksaan. Minat intrinsik
anak dapat di rusak jika belajar dipaksakan
dalam lingkungan yang amat membatasi
(Munandar, 2004:223). Terselenggaranya
aktivitas bermain yang kurang baik untuk
perkembangan
anak
salah
satunya
dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah.
Fasilitas bermain meskipun dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi tidak mengutamakan yang
dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas
anak, bahkan sering kali mainan tradisional
yang dibuat sendiri dari atau berasal dari
benda-benda di sekitar kehidupan anak lebih
merangsang anak untuk kreatif. Lingkungan
fisik
sekitar
rumah
lebih
banyak
memengaruhi ruang gerak anak untuk
melakukan aktivitas fisik dan motorik.
Lingkungan rumah yang kurang luas untuk
bermain memungkinkan anak mempunyai
kurang ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari, melompat, dan
bermain dengan teman sekelompoknya
sehingga
kreativitas
mereka
kurang
(Supartini, 2014:129).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Hartati (2008), tentang pengaruh
lingkungan sosial dan lingkungan fisik
terhadap kreativitas anak pra sekolah di TK
Nurul Bakti Semarang. hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
cukup kuat antara lingkungan fisik dengan
kreativitas anak pra sekolah di TK Nurul
Bakti Semarang, dengan p value sebesar
0,000 (α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kreativitas anak usia prasekolah sesudah
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok kontrol kreativitas sesudah
penelitian dalam kategori perbatasan yaitu
sebanyak 9 anak (60,0%). Kreativitas
responden sesudah penelitian pada kelompok
kontrol
dalam
kategori
perbatasan
ditunjukkan dengan rentang Creativity
Quorient (CQ)
70-90 di mana dalam
penelitian ini terjadi pada aspek kelenturan
dengan skor minimal 3 dan maksimal 6.
Anak usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan
Kota Semarang sebelum penelitian pada
kelompok kontrol belum mampu berpikir
secara luwes yang ditunjukkan dengan
ketidakmampuan
dalam
menghasilkan
gagasan dari lingkaran yang disajikan di
lembar menggambar TKF. Responden tidak
mampu menciptakan berbagai jenis gambar
yang berbeda dengan jenis yang berbeda dari
lingkaran yang disajikan di lembar
menggambar TKF. Mereka hanya mampu
menciptakan 2-5 jenis gambar dengan
kategori yang berbeda. Hal tersebut
menunjukkan bahwa responden belum
mampu mengubah cara pemikiran yang
selama ini mereka kenal.
Keterampilan berpikir luwes atau fleksibel
merupakan upaya menghasilkan gagasan,
jawaban atau pertanyaan yang bervariasi
dengan melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda, mencari banyak
alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta
mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran (Susanto, 2012:119). Fleksibel
merupakan kemampuan untuk menggunakan
bermacam-macam cara dalam mengatasi
persoalan (Munandar, 2009:115). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kreativitas
anak usia prasekolah sesudah penelitian di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
kelompok kontrol sebagian besar dalam
kategori perbatasan yaitu pada aspek
kelenturan, bonus orisinalitas dan elaborasi.
Hal tersebut didukung oleh faktor keluarga
terutama pola asuh orang tua terhadap anak.
Orang tua anak usia prasekolah di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang sebagian besar adalah
pekerja. Pekerjaan menuntut mereka untuk
meluangkan waktu bekerja di perusahaan
bahkan terkadang harus bekerja hingga
lembur. Hal tersebut menyebabkan waktu
mereka menjadi terbatas untuk keluarganya,
sehingga cenderung berupaya cepat dalam
pengambilan
keputusan
termasuk
di
antaranya dengan pola asuh. Pola asuh yang
diterapkan para orang tua baik secara sadar
ataupun tidak cenderung otoriter sehingga
berdampak anak kurang inisiatif, merasa
takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah
diri, minder dalam pergaulan, bakat dan
kemampuannya akan terpendam begitu saja
dan tidak kreatif.
Anak dari keluarga kecil, bilamana kondisi
lain sama, cenderung lebih kreatif dari anak
keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara
mendidik anak otoriter dan kondisi
sosioekonomi yang kurang menguntungkan
mungkin
lebih
mempengaruhi
dan
menghalangi
perkembangan
kreativitas.
Untuk dapat menumbuhkan kreativitas anak,
maka peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam hal membimbing anak agar kreatif
(Santrock, 2007).
Kreativitas merupakan kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan dan
orisinilitas dalam berpikir, kemampuan
untuk mengelaborasi suatu gagasan serta
kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian
merupakan
hasil
interaksi dengan
lingkungannya. Dukungan dan dorongan dari
lingkungan keluarga dalam mengasuh anak
dapat mengembangkan kreativitas
anak,
sehingga harus memperhatikan pemilihan
pola asuh yang tepat dan dapat mendorong
bakat kreatif anak (Asrori, 2007).
Peran keluarga menjadi penting untuk
mendidik anak baik dalam sudut tinjauan
agama, tinjauan sosial kemasyarakatan
maupun
tinjauan individu.
Pendidikan
keluarga yang dapat berlangsung dengan
baik maka akan mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anak menjadi
manusia dewasa yang memiliki sikap
positif terhadap agama, kepribadian yang
kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani
serta intelektual yang berkembang secara
optimal. Orang tua merupakan pendidik
utama dan pengasuh bagi anak, mendidik
anak dengan baik dan benar berarti
menumbuh kembangkan totalitas potensi
anak secara wajar serta menekankan
pentingnya
dorongan dari
lingkungan
keluarga
dalam
mengasuh anak agar
individu dapat berkembang kreativitasnya
(Asrori, 2007).
Orang
tua dengan pola asuh otoriter
berdampak anak kurang inisiatif, merasa
takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah
diri, minder dalam pergaulan, bakat dan
kemampuannya akan terpendam begitu saja.
Orang tua dengan pola asuh autoritatif
akan mendorong anak menjadi seorang
yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu
mewujudkan aktualisasinya. Orang tua
dengan pola asuh permisif akan membuat
anak menjadi cenderung nakal, manja,
lemah, tergantung pada orang lain dan yang
bersifat kekanak-kanakan secara emosional
(Yusniyah, 2008).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Teviana (2012) tentang hubungan pola
asuh orang tua dengan tingkat kreativitas
anak di TK Dharma Wanita Kelurahan
Bangsal Kota Kediri. Berdasarkan dari hasil
analisa data dengan menggunakan uji statistik
Lambda dengan software komputer dengan
tingkat kemaknaan α ≤ 0,05, nilai yang
didapat adalah ρ = 0,028, ini berarti bahwa
Ho ditolak dan Ha diterima, dengan
demikian hipotesis yang mengatakan ada
hubungan antara pola asuh orang tua
dengan tingkat kreativitas anak di TK
Dharma Wanita Kelurahan Bangsal Kota
Kediri diterima.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kreativitas anak usia prasekolah setelah
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota Semarang
pada kelompok kontrol kreativitas setelah
penelitian dalam kategori rendah sebanyak 1
anak (6,7%). Kreativitas responden setelah
penelitian pada kelompok kontrol dalam
kategori rendah ditunjukkan dengan rentang
creativity Quorient (CQ) kurang dari 69 di
mana dalam penelitian ini terjadi pada aspek
elaborasi dengan skor 2.
Kreativitas responden setelah penelitian pada
kelompok
kontrol
belum
mampu
mengembangkan gagasan mereka dari
gambar lingkaran yang diberikan. Responden
belum
mampu
menambahkan
atau
memperinci detail-detail dari ide mereka
ketika mengubah gambar lingkaran di lembar
menggambar TKF sehingga menjadi lebih
menarik. Mereka hanya menggambar wajah
orang yang sedang tersenyum, menggambar
buah rambutan satu biji hingga bunga
matahari.
Hal
tersebut
menunjukkan
kreativitas responden tidak mengalami
perubahan.
Anak usia pra sekolah menunjukkan
keingintahuan yang besar dan aktif. Mereka
dapat mengatur gerakan badannya dengan
lebih baik dan lebih luwes, di mana
keterampilan
berpikir
luwes
dapat
menghasilkan gagasan, jawaban
atau
pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda, mencari arah yang berbedabeda, serta mampu mengubah cara
pendekatan
(Munandar,
2009).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kreativitas
anak usia prasekolah sesudah penelitian di
TK Nurul Ikhsan Kota Semarang pada
kelompok kontrol dalam kategori kurang
yaitu pada aspek elaborasi disebabkan oleh
faktor status kesehatan anak.
Energi diperlukan untuk melakukan aktivitas
bermain, walaupun demikian, bukan berarti
anak tidak perlu bermain pada saat sedang
sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama
halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang
dewasa. Saat kondisi anak sedang menurun
atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di
rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli
memilihkan permainan yang dapat dilakukan
anak sesuai dengan prinsip bermain pada
anak yang, sedang dirawat di rumah sakit
(Supartini, 2014:129). Faktor lain yang
dimungkinkan karena self efficacy mereka
yang rendah.
Self efficacy merupakan keyakinan atau
kepercayaan individu mengenai kemampuan
dirinya
untuk
untuk
mengorganisasi,
melakukan suatu tugas, mencapai suatu
tujuan, menghasilkan sesuatu. Fungsi utama
dari
pikiran
adalah mengembangkan
kreativitas
dibutuhkan
suatu
untuk
memprediksi apa yang akan terjadi di
keyakinan diri dan mengembangkan cara
untuk Kreativitas tanpa diiringi oleh
keyakinan diri tidak mengontrol serta
mengantisipasi
hal-hal
yang dapat
berkembang secara optimal. Individu dapat
mempengaruhi kehidupan individu dengan
self efficacy yang tinggi akan dapat
tersebut (Chuang dkk., 2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Hepy Hapsari Kisti (2012), tentang hubungan
antara self efficacy dengan kreativitas pada
siswa SMK Negeri 8 Surabaya. Hasil analisis
data penelitian diperoleh nilai koefisien
korelasi antara self
efficacy
dengan
kreativitas sebesar 0,479 dengan p value
sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
self efficacy dengan kreativitas pada siswa
SMK Negeri 8 Surabaya, semakin tinggi
self efficacy yang dimiliki siswa SMK maka
semakin tinggi juga kreativitas pada siswa
SMK Negeri 8 Surabaya.
Perbedaan
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum
dan Sesudah Bermain Origami di Kota
Semarang pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 15
anak usia prasekolah yang bermain origami
di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada
kelompok intervensi skor rata-rata kreativitas
sebelum bermain origami sebesar 2,2000
sedangkan skor rata-rata kreativitas sesudah
bermain
origami
sebesar
3,0000.
Berdasarkan
uji
t-test
dependent
menunjukkan pula bahwa p value (0,001) < α
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan kreativitas anak usia
prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum dan
sesudah bermain origami di Kota Semarang
pada kelompok intervensi.
Kreativitas usia prasekolah di TK Nurul
Ikhsan di Kota Semarang sebelum bermain
origami termasuk ke dalam kategori
perbatasan
yaitu
berdasarkan
tabel
penggolongan Creativity Quotient (CQ)
mempunyai rentang 70-79. Responden
sebelum diberikan permainan origami
mempunyai
keterbatasan
pada
aspek
kelancaran di mana ketika diberikan lembar
menggambar
TKF
mereka
banyak
menggambar bentuk dalam satu kategori
seperti buah apel merah dan hijau. Responden
juga mempunyai keterbatasan pada aspek
fleksibilitas di mana mereka mempunyai
keterbatasan dalam memberikan jawaban
yang berupa gambar sehingga yang
dihasilkan hampir sama. Keterbatasan
selanjutnya adalah pada aspek elaborasi yaitu
ketidakmampuan dalam menciptakan bentuk
yang lebih detail dari gambar yang
dihasilkan.
Responden pada kelompok intervensi sesudah
bermain origami termasuk ke dalam kategori
rata-rata
yaitu
berdasarkan
tabel
penggolongan Creativity Quotient (CQ)
mempunyai rentang 80-90. Responden
sesudah diberikan permainan origami
mengalami
peningkatan
pada
aspek
kelancaran di mana ketika diberikan lembar
menggambar
TKF
mereka
banyak
menggambar bentuk dalam satu kategori yang
berbeda seperti menggambar buah lebih
bervariatif sepeti buah duku, jeruk dan apel.
Responden juga mengalami peningkatan pada
aspek fleksibilitas di mana mereka dapat
memberikan jawaban yang berupa gambar
sehingga yang dihasilkan lebih bervariatif.
Peningkatan selanjutnya adalah pada aspek
elaborasi yaitu kemampuan mereka dalam
menciptakan bentuk yang lebih detail dari
gambar yang dihasilkan seperti menggambar
pemandangan dalam televisi yang diletakkan
di atas meja. Perbedaan kreativitas usia
prasekolah di TK Nurul Ikhsan di Kota
Semarang sesudah diberikan permainan
origami di dukung oleh faktor jenis
permainan origami yang diberikan dapat
diterima oleh anak dengan baik.
Pemberian permainan origami dalam
penelitian ini dilakukan selama enam hari di
mana setiap sesinya dilakukan selama 25
menit. Setiap harinya bentuk yang diberikan
lebih bervariatif atau berganti-ganti di mulai
dari yang paling mudah pada hari pertama
hingga yang paling rumit di hari terakhir.
Pelaksanaan pemberian permainan origami
dilakukan sendiri oleh peneliti yang dibantu
oleh asisten penelitian. Permainan dimulai
dengan melipat kertas origami sesuai dengan
bentuk yang ditetapkan dan dibimbing oleh
peneliti. Kurang lebih selama 10 menit
peserta bersama-sama melipat origami sampai
selesai. Peserta menyebutkan nama bentuk
yang telah dibuat dengan kertas origaminya
masing-masing. Para anak dan peneliti
memberikan reinforcement (penguatan) dan
dukungan kepada semua peserta atas
keberhasilan menyelesaikan tugas permainan.
Sesudah
pelaksanaan
selesai
peneliti
melakukan
evaluasi
yaitu
dengan
menanyakan
apakah
anak
dapat
mengungkapkan perasaan sesudah melakukan
permainan, meningkatkan hubungan dengan
peneliti dan ekspresi kreativitas anak sebagai
hasil peningkatan
perkembangan anak.
Pelaksanaan penelitian yang sudah sesuai
dengan
standar
operasional
prosedur
memungkinkan peningkatan kreativitas anak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan kreativitas anak, salah satunya
yang dapat dikembangkan adalah faktor
eksternal seperti sarana untuk bermain dan
sarana lainnya yang dapat disediakan untuk
merangsang dorongan eksperimental dan
eksplorasi yang merupakan unsur penting dari
semua
kreativitas,
lingkungan
yang
merangsang meliputi lingkungan rumah dan
sekolah, di mana sistem pembelajaran di
sekolah juga merupakan hal yang sangat
menentukan kreativitas anak, dorongan yang
terlepas dari seberapa jauh prestasi anak
memenuhi standar orang dewasa, mereka
harus didorong untuk kreatif dan bebas dari
ejekan dan kritik yang sering kali dilontarkan
pada anak yang kreatif, cara mendidik anak,
mendidik anak dengan cara demokratis di
rumah dan di sekolah akan meningkatkan
kreativitas, sedangkan cara mendidik otoriter
dan
permisif
akan
memadamkan
kreativitasnya, waktu bermain di mana anak
perlu dibebaskan bermain tanpa pembatasan
waktu yang ketat dan kesempatan sendiri agar
anak dapat mengembangkan imajinasinya
perlu dibiarkan sendiri dan tidak ada tekanan
sosial (Hurlock, 2008).
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan
alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai
dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label
yang tertera pada mainan harus dibaca
terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah
mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak selalu harus yang dibeli di
toko atau mainan jadi, tetapi lebih
diutamakan
yang
dapat
menstimulus
imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering
kali mainan tradisional yang dibuat sendiri
dari atau berasal dari benda-benda di sekitar
kehidupan anak, akan lebih merangsang anak
untuk kreatif (Supartini, 2014:129).
Alat permainan yang harus di dorong, ditarik
dan dimanipulasi, akan mengajarkan anak
untuk dapat mengembangkan kemampuan
koordinasi alat gerak. Permainan membantu
anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengenal norma dan aturan serta interaksi
sosial dengan orang lain. Orang tua dan anak
dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi
yang harus diingat bahwa alat permainan
harus aman bagi anak. Faktor lain yang
mempengaruhi perbedaan kreativitas anak
adalah
lingkungan
yang
mendukung
(Supartini, 2014:129).
Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik
untuk perkembangan anak salah satunya
dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan
lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain
tidak selalu harus yang dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang
dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas
anak, bahkan sering kali mainan tradisional
yang dibuat sendiri dari/atau berasal dari
benda-benda di sekitar kehidupan anak akan
lebih merangsang anak untuk kreatif.
Keyakinan keluarga tentang moral dan
budaya juga memengaruhi bagaimana anak
dididik melalui permainan. Sementara
lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak
memengaruhi ruang gerak anak untuk
melakukan aktivitas fisik dan motorik.
Lingkungan rumah yang cukup luas untuk
bermain memungkinkan anak mempunyai
cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari, melompat dan
bermain dengan teman sekelompoknya
(Supartini, 2014:129).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
dari Kusumaningrum
(2011) tentang
efektifitas penggunaan kertas lipat (origami)
dalam meningkatkan kreativitas pada anak
RA Muslimat Grabag 2 Magelang. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan gain
score yang signifikan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol.
Sedangkan hasil dari uji Wilcoxon yaitu pada
kelompok eksperimen diperoleh p=0,018
(p<0,05)
dan pada kelompok
kontrol
diperoleh
p=0,400
(p>0,05)
yang
menunjukkan
bahwa pada kelompok
eksperimen diperoleh hasil yang signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh penggunaan kertas
lipat (origami) yang signifikan terhadap
kreativitas anak.
Perbedaan
Kreativitas
Anak
Usia
Prasekolah di TK Nurul Ikhsan Sebelum
dan Sesudah Penelitian di Kota Semarang
pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan Tabel 4.9
tersebut dapat
diketahui bahwa dari 15 anak usia prasekolah
di TK Nurul Ikhsan di Kota Semarang pada
kelompok kontrol skor rata-rata kreativitas
sebelum penelitian sebesar 2,2000 sedangkan
skor rata-rata kreativitas sesudah penelitian
sebesar 2,2667.
Berdasarkan uji t-test
dependent menunjukkan pula bahwa p value
(0,334 < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan kreativitas anak
usia prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum
dan sesudah penelitian di Kota Semarang
pada kelompok kontrol.
Kreativitas usia prasekolah di TK Nurul
Ikhsan di Kota Semarang sebelum penelitian
termasuk ke dalam kategori perbatasan yaitu
berdasarkan tabel penggolongan Creativity
Quotient (CQ) mempunyai rentang 70-79.
Responden sebelum diberikan permainan
origami mempunyai keterbatasan pada aspek
kelancaran di mana gambar yang mereka buat
ketika diberikan lembar menggambar TKF
berbentuk sama atau dalam satu kategori
seperti roda kendaraan dan alat kemudi
mobil. Responden dalam kelompok kontrol
juga mempunyai keterbatasan pada aspek
fleksibilitas di mana mereka memberikan
jawaban yang berupa gambar yang dihasilkan
hampir sama antara lingkaran satu dengan
lainnya. Keterbatasan selanjutnya adalah pada
aspek elaborasi yaitu ketidakmampuan
responden dalam menciptakan gambar yang
lebih detail dari gambar yang dihasilkan
misalnya gambar hewan hanya berbentuk
tubuh dan kaki saja.
Responden pada kelompok kontrol sesudah
penelitian termasuk ke dalam kategori di
perbatasan
yaitu
berdasarkan
tabel
penggolongan Creativity Quotient (CQ)
mempunyai rentang 80-90. Responden
sesudah
penelitian
tidak
mengalami
peningkatan pada aspek kelancaran di mana
ketika diberikan lembar menggambar TKF
mereka tidak banyak menggambar bentuk
dalam satu kategori yang berbeda seperti
menggambar buah yang sama sepeti jeruk
dengan kulit warna kuning, orange dan hijau.
Responden juga tidak mengalami peningkatan
pada aspek fleksibilitas di mana mereka tidak
dapat memberikan jawaban yang berupa
gambar sehingga yang dihasilkan tidak
bervariatif. Aspek elaborasi menunjukkan
kemampuan mereka dalam menciptakan
bentuk yang tidak detail dari gambar yang
dihasilkan seperti menggambar bola saja.
Hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada
perbedaan kreativitas usia prasekolah di TK
Nurul Ikhsan di Kota Semarang sesudah
diberikan permainan origami di dukung oleh
keterbatasan intelegensi
Intelegensi mempunyai hubungan positif
yang sangat signifikan dengan kreativitas,
artinya semakin tinggi tingkat intelegensi
seseorang,
semakin tinggi pula
kreativitasnya atau semakin mempunyai
semangat berkreasi yang tinggi. Hal ini
sesuai dengan teori ambang intelegensi
untuk kreativitas dari Anderson (dalam
Munandar, 2008), bahwa sampai tingkat
intelegensi tertentu, yang diperkirakan IQ
120, ada hubungan yang erat antara
intelegensi
dengan
kreativitas
yaitu
kreativitas yang tinggi memerlukan tingkat
intelegensi yang cukup tinggi pula, tetapi di
atas ambang intelegensi tersebut tidak ada
korelasi yang tinggi lagi antara intelegensi
dengan kreativitas. Sementara itu data yang
diambil sebagai
sampel penelitian
menunjukkan tingkat intelegensi siswa berada
pada kategori rata-rata atau di atas rata-rata,
tidak ditemui
siswa dengan
tingkat
intelegensi yang sangat tinggi, sehingga
hasilnya menyatakan bahwa
intelegensi
mempunyai hubungan positif yang sangat
signifikan dengan kreativitas.
Hasil
tersebut
juga
didukung
oleh
penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain
penelitian yang dilakukan oleh Munandar
(2008), menunjukkan bahwa berpikir
divergen (kreativitas) mempunyai hubungan
yang bermakna dengan berpikir konvergen
(intelegensi) dan dari
penelitian
yang
dilakukan oleh Getzels dan Jackson
(1970),
dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan
antara
kreativitas
dengan
intelegensi walaupun hubungan itu tidak
begitu kuat. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian
Sinambela
(2015),
yang
menemukan ada hubungan antara intelegensi
dengan kreativitas, walaupun hubungannya
rendah. Sumbangan
efektif
intelegensi
terhadap kreativitas tergolong kecil, tetapi
masih lebih besar dibandingkan sumbangan
efektif adversiti terhadap kreativitas, artinya
kecerdasan yang dimiliki siswa hanya
menyumbang sebagian kecil untuk dapat
mengembangkan kreativitas tetapi tetap
mempunyai peran yang lebih besar sebagai
landasan pengetahuan dan pengalaman dalam
mengembangkan
kreativitas,
sehingga
kecerdasan yang cukup tinggi perlu dimiliki
untuk mendukung terciptanya daya kreasi
seorang siswa. Sumbangan yang lebih besar
mungkin diberikan oleh sumber-sumber
pengaruh yang lain untuk pengembangan
kreativitas, seperti gaya berpikir, motivasi,
lingkungan yang perlu diteliti sebagai
penelitian lanjutan.
Anak yang pandai pada setiap umur
menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari
anak yang kurang pandai. Mereka
mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk
menangani suasana konflik sosial dan mampu
merumuskan lebih banyak penyelesaian
konflik tersebut. Ini merupakan salah satu
alasan mengapa mereka lebih sering terpilih
sebagai pemimpin dibandingkan teman seusia
mereka yang kurang pandai (Santrock, 2007).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari Iman Setyabudi
(2011), tentang
hubungan antara adversiti dan intelegensi
dengan kreativitas siswa di
Sekolah
Menengah Umum Tujuh Belas Agustus
1945. Hasil penelitian menunjukkan ada
korelasi antara intelegensi dengan kreativitas
diperoleh nilai r = 0,225 dan p = 0,003, yang
berarti ada korelasi antara intelegensi dengan
kreativitas siswa di Sekolah Menengah
Umum Tujuh Belas Agustus 1945.
Pengaruh Bermain Origami Terhadap
Kreativitas Anak Usia Prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang
Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa ratarata kreativitas anak prasekolah di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang sebelum diberikan
permainan origami sebesar 2,2667 dengan
standar deviasi 0,59362, sedangkan rata-rata
kreativitas setelah diberikan permainan
origami sebesar 3,0000 dengan standar
deviasi 1,19523. Hasil uji independen t-test
menunjukkan bahwa nilai t hitung (-2,128) < t
tabel (-2,045) dan p-value sebesar 0,046 < α
(0,05). Hal tersebut menunjukkan ada
pengaruh
bermain
origami
terhadap
kreativitas anak usia prasekolah di TK Nurul
Ikhsan Kota Semarang.
Setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas
dalam belajar yang inheren (telah ada) dalam
dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan
produktif. Anak akan beraktivitas sesuai
dengan minat dan potensi yang dimiliki
dirinya, pengembangan kreativitas anak harus
diberikan stimulasi dari mulai usia dini,
sehingga anak akan terasa untuk berpikir
kreatif,
karena
dengan
kreativitaslah
memungkinkan manusia menjadi berkualitas
dan survive dalam hidupnya. Anak akan
melihat masalah dari berbagai sudut pandang,
mampu menghasilkan karya yang berbeda
dari yang sudah ada sebelumnya (Susanto,
2012:112).
Kreativitas merupakan kemampuan umum
untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik
berupa produk atau gagasan baru yang dapat
diterapkan dalam memecahkan masalah, atau
sebagai kemampuan untuk melihat unsurunsur yang sudah ada sebelumnya.
Pengembangan kreativitas sangat penting,
karena dengan berkreativitas seseorang dapat
mewujudkan atau mengaktualisasikan dirinya
yang merupakan kebutuhan pokok tertinggi
dalam hidup manusia (Susanto, 2012:112).
Salah satu upaya dalam mengembangkan
kreativitas anak usia dini adalah dengan
memberikan stimulus yang baik dan tepat,
yaitu pembelajaran dengan bermain atau
belajar sambil bermain (Susanto, 2012:129).
Anak di dalam bermain, terdorong untuk
melihat,
mempertanyakan
sesuatu,
menemukan atau membuat jawaban dan
kemudian menguji jawaban dan pertanyaan
yang mereka buat sendiri. Permainan
kombinasi (combinatory flay) menjadi bagian
penting dalam memupuk berpikir kreatif
(Mutiah, 2012:148). Permainan-permainan
sederhana dapat saja bersifat mendidik dan
menyenangkan jika dapat menumbuhkan
kreativitas di antaranya melipat kertas
(origami) (Utomo, 2005:296).
Origami merupakan seni membuat bentuk
yang tercipta dengan cara melipat kertas.
Bahan yang dibutuhkan untuk berkreasi
dengan origami adalah kertas. Hampir semua
jenis kertas dapat digunakan untuk
origami. Kertas origami standar merupakan
kertas tipis dengan ukuran 15cm x 15cm.
Kertas tersebut memiliki suatu warna
tertentu pada satu sisinya, sedangkan sisi
lainnya tidak berwarna atau putih. Sebagian
besar model origami dibuat dengan
menggunakan kertas berbentuk bujur
sangkar (Paat, 2012, dalam Kusumaningrum,
2013).
Keberhasilan anak dalam membuat bentuk
mainan dengan menggunakan origami (kertas
lipat) akan memberikan rasa senang yang
mana rasa tersebut akan merangsang
keluarnya
hormon
serotonin
(Olivia,
2010:184). Hormon serotonin merupakan zat
pengantar saraf yang berpengaruh terhadap
munculnya perasaan nyaman dan perasaan
bugar. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar
peneal yang terdapat dalam otak (Apriadji,
2007:13).
Otak kanan dan kiri diciptakan untuk
berinteraksi satu dengan lainnya. Di antara
otak kanan dan kiri terletak corpus callosum
yaitu jembatan komunikasi neuron di otak.
Bagian otak ini merupakan penghubung
antara otak kanan dan kiri sekaligus
penghubung pusat intelektual kanan dan kiri.
Otak tengah lebih banyak berkonsentrasi pada
penyediaan sarana komunikasi dengan lebar
pita (bandwidth) yang tinggi. Kapasitas otak
tengah dapat dibayangkan sebagai jumlah
jalur jembatan antara otak kanan dan kiri.
Neuron adalah sel otak yang mempunyai
kaki-kaki yang dapat saling berhubungan.
Jika
salah
satu
neuron
ingin
mengkomunikasikan sesuatu dengan neuron
yang lain dengan menyambungkan kaki
mereka sehingga terjadi loncatan sinyal
listrik. Sinyal ini meloncat dengan bantuan
hormon serotonin (neurotransmitter). Kadar
yang cukup dari serotonin menyebabkan
neuron dapat berkomunikasi dengan baik
dengan neuron lainnya (Sangkanparan,
2011:19).
Daya ingat dan persepsi (daya tangkap untuk
hal baru/kreativitas) dipercaya merupakan
terbentuknya hubungan antar neuron. Jika
neuron yang ada memiliki tangan yang lebih
banyak mereka dapat membentuk jaringan
yang lebih kompleks dan dapat meningkatkan
daya ingat dan daya tangkap otak. Artinya,
jembatan komunikasi antara otak kanan dan
kiri menjadi terbuka sehingga interaksi otak
kanan dan kiri menjadi lebih lancar. Hal ini
dapat mendukung kreativitas seseorang
berkembang dengan baik (Sangkanparan,
2011:125).
Hasil penelitian Dynna Wahyu Perwita Sari
(2013) tentang pengaruh bermain plastisin
terhadap kreativitas anak usia 5-6 tahun
ditinjau dari bermain secara individu dan
kelompok di TK Dharma Wanita. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh
bermain plastisin terhadap kreativitas anak
usia 5-6 tahun ditinjau dari bermain secara
individu dan kelompok di TK Dharma
Wanita. Plastisin adalah adonan lunak
berbagai warna yang dapat dibuat menjadi
berbagai bentuk, sedangkan origami adalah
seni membuat bentuk yang tercipta dengan
cara melipat kertas. Kedua permainan
tersebut termasuk permainan konstruktif yaitu
permainan yang menggunakan bahan dengan
hasil pembentukan lebih dari satu jenis. Atas
dasar tersebut, maka bermain origami dipilih
menjadi variabel independen dalam penelitian
ini.
KESIMPULAN
1. Kreativitas anak usia prasekolah sebelum
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi
sebagian besar dalam kategori di bawah
rata-rata yaitu sebanyak 9 anak (60,0%).
2. Kreativitas anak usia prasekolah sesudah
bermain origami di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok intervensi
sebagian besar dalam kategori di bawah
rata-rata yaitu sebanyak 6 anak (40,0%).
3. Kreativitas anak usia prasekolah sebelum
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok kontrol
sebagian besar dalam kategori di bawah
rata-rata yaitu sebanyak 10 anak (66,7%).
4. Kreativitas anak usia prasekolah sesudah
penelitian di TK Nurul Ikhsan Kota
Semarang pada kelompok kontrol
sebagian besar dalam kategori di bawah
rata-rata yaitu sebanyak 9 anak (60,0%).
5. Ada perbedaan kreativitas anak usia
prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum
dan sesudah bermain origami di Kota
Semarang pada kelompok intervensi
dengan skor rata-rata kreativitas sebelum
bermain
origami
sebesar
1,4000
sedangkan skor rata-rata kreativitas
sesudah bermain origami sebesar 2,0667
serta p value (0,003) < α (0,05).
6. Tidak ada perbedaan kreativitas anak usia
prasekolah di TK Nurul Ikhsan sebelum
dan sesudah penelitian di Kota Semarang
pada kelompok kontrol dengan skor ratarata kreativitas sebelum penelitian sebesar
1,3333
sedangkan
skor
rata-rata
kreativitas sesudah penelitian sebesar
1,4000 dan p value (0,334 > α (0,05).
7. Ada pengaruh bermain origami terhadap
kreativitas anak usia prasekolah di TK
Nurul Ikhsan Kota Semarang, dengan
selisih rata-rata kreativitas sebelum dan
sesudah bermain origami sebesar 0,31269
dengan selisih standar deviasi 0,31269
serta p-value sebesar 0,046 < α (0,05).
SARAN
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa ada peningkatan
kreativitas anak setelah bermain origami,
sehingga hasil ini sebaiknya ditindak
lanjuti oleh petugas kesehatan dalam
mempromosikan
upaya
peningkatan
pertumbuhan dan perkembangan anak
ketika melakukan penyuluhan.
2. Bagi Institusi Pendidikan dan Penelitian
Keperawatan
Hendaknya Stikes Ngudi Waluyo
dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai
landasan
bagi
penelitian
selanjutnya serta menambah literatur yang
berkaitan dengan pengukuran kreativitas
anak seperti Tes Kreativitas Vigural
(TKF).
3. Bagi Anak Usia Prasekolah
Hendaknya anak usia prasekolah
diberikan permainan melipat kertas
(origami) secara kontinyu dengan variasi
bentuk yang lebih banyak sehingga dapat
meningkatkan semangat mereka dalam
mengembangkan kreativitasnya.
4. Bagi TK Nurul Ikhsan
Hendaknya TK Nurul Ikhsan lebih
mengoptimalkan permainan origami
sebagai
materi
pelajaran
dengan
meningkatkan frekuensi pelajarannya dan
memberikan bentuk yang lebih bervariatif
sehingga
kreativitas
anak
lebih
meningkat.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebaiknya peneliti selanjutnya
meningkatkan hasil penelitian ini yaitu
dengan mengendalikan faktor lain yang
mempengaruhi penelitian ini misalnya
jenis kelamin, urutan kelahiran dan sosial
ekonomi orangtua sehingga diperoleh
hasil penelitian yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, 2012. Menstimulasi otak anak
dengan stimulasi auditori. Jakarta :
PT Gramedia
Alam, 2010. Aneka model permainan anak
TK dan SD. Jakarta : Grasindo
Apriadji, 2007. Good mood food: makanan
sehat alami. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Ariyani R, 2012. Pengaruh strategi
pembelajaran dan
status sosial
ekonomi orang tua terhadap
kreativitas anak
PAUD PPs
Universitas
Negeri
Jakarta.
journal.ppsunj.org/jpaud/article/do
wnload/83/83Asmara, 2013.
Asrori,
2007.
Psikologi
remaja.
perkembangan peserta didik. Jakarta : PT
Bumi Aksara
Awwad, 2005. Mendidik anak secara Islami,
Jakarta : Gema Insani Press.
Carner, 2004. Brain power: permainan
kreatif untuk prasekolah. Penerbit
Jakarta : Erlangga.
Chuang dkk., 2010. A distribution free
newsboy problem under shortagelevel constraints . Journal of the
Operations Research Society of
Japan
Dahlan, 2009. Besar sampel dalam penelitian
kedokteran. Jakarta : Arkans
Desy, A. 2013. Kognitif Anak Usia 5-6
Tahun
http://desyaprisa.com/2013/03/kogni
tif-anak-usia-5-6-tahun.html
Endang Kustiani 2010, tentang meningkatkan
kreativitas anak usia dini melalui
kegiatan bermain balok di RA
Suryawiyyah
Fathan, 2006. Puzzle merangsang otak anak.
Retrieved December 12, 2014, from
http://mamrozi..com/2009/04/puzzle
-merangsang-otak-anak.html
Ghozali, 2006. Aplikasi analisis multivariate
dengan program. SPSS.Semarang :
Badan Penerbit Undip
Hapsari H, 2012. Hubungan antara self
efficacy dengan kreativitas pada
siswa SMK Negeri 8 Surabaya.
Jurnal
Psikologi
Klinis
dan
Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02,
Juni 2012
Hartati 2008, Pengaruh lingkungan sosial dan
lingkungan fisik terhadap kreativitas
anak pra sekolah di TK Nurul Bakti
Semarang. Jurnal Psikologi Klinis
dan Kesehatan Mental Vol. 1 No.
02, Juni 2012
Hendraswaty 2011, Hubungan perilaku
bermain jenis permainan dengan
kreativitas pada anak prasekolah
TK TK NOAH Early Childhood
Center
Jakarta
Timur.
Publication.Gunadarma.ac.id
Hidayat, 2007. Pengantar ilmu keperawatan
anak 1, Jakarta : Salemba Medika
Hidayat.
2007.
Metode
penelitian
keperawatan dan teknik analisa
data. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika
Hurlock, 2007. Perkembangan Anak, edisi
ke-11 jilid 1. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Husein, 2005. Metode penelitian. Jakarta :
Salemba Empat
Istijanto, 2005. Aplikasi praktis riset
pemasaran, Jakarta : PT. Gramedia.
Pustaka Utama
Klub Origami Indonesia, 2012. Jenis-jenis
kertas yang dapat digunakan dalam
origami. Retrieved December 12,
2014,
from
file:///E:/2015/stikes%20lia/stikes%
20lia/jenis-jenis-kertas-dalamorigami-kind-of-paper.html
Kusumaningrum,
2011.
Efektifitas
penggunaan kertas lipat origami
dalam meningkatkan kreativitas
pada anak RA Muslimat Grabag 2
Magelang.
Jurnal
Fakultas
Psikologi
Universitas
Ahmad
Dahlan
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran
dan Pendidikan Psikologi LPSP3,
2011. Buku petunjuk penggunaan
tes kreativitas figural TKF. Jakarta :
Universitas Indonesia
Moeslichatoen, 2012. Metode pengajaran di
taman kanak-kanak. Jakarta: Rineka
Cipta.
Muliawan, 2009. Tips jitu memilih mainan
positif
dan.
kreatif
untuk anak anda. Yogyakarta : Diva
Press
Munandar,
2012.
Kreativitas
dan
keberbakatan, strategi mewujudkan.
potensi kreatif dan bakat. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Mutiah, 2012. Psikologi bermain anak usia
dini. Jakarta : Kencana
Notoatmodjo. 2010. Metode penelitian
kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, W. 2012. Keperawatan gerontik &
geriatrik. edisi 3. Jakarta : EGC
Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan, Jakarta : Salemba
Medika
Nursalam, Susilaningrum dan Utami, 2008.
Asuhan keperawatan bayi dan anak
untuk perawat dan bidan. Jakarta :
Salemba Medika.
Olivia, 2009. Kembangkan kecerdikan anak
dengan taktik biosmat. Jakarta :
Elex Media Komputindo.
Pandiangan, 2009. Segudang manfaat
origami untuk anak. Retrieved
December
12,
2014,
from.
http://mayahirai.com/2009/08/12/se
gudang-manfaat-origami-untukanak/
Patmonodewo, 2003. Pendidikan anak
prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Rahmawati, 2014. 5 Menit asik melipat
origami. Jakarta : Dunia Anak
Rimm, 2003. Mendidik dan menerapkan
disiplin pada anak prasekolah: pola
asuh anak masa kini. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Riwidigdo. 2009. Statistik kesehatan,
Yogyakarta : Mitra Cendika Press
Sangkanparan, 2011. Dahsyatnya otak
tengah. Jakarta : Visi Media.
Santrock, 2007. Perkembangan anak, edisi
ke-11 jilid 1. Penerbit Erlangga,.
Jakarta.
Sari, D. W. P, 2013. Pengaruh bermain
plastisin terhadap kreativitas anak
usia 5-6 tahun ditinjau dari bermain
secara individu dan kelompok di TK
Dharma Wanita. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan Vol.
2 No. 03 Desember 2013
Saryono, 2010. Metodologi penelitian
kebidanan. Jakarta : Nuha. Medika
Setyabudi 2011. Hubungan adversiti dan
inteligensi
dengan
kreativitas
siswa-siswi di Sekolah Menengah
Umum Tujuh Belas Agustus 1945.
Jurnal Psikologi Volume 9 Nomor 1,
Juni 2011
Setyawan dan Saryono, 2010. Metodologi
penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha
Medika.
Sinambela
2015,
Hubungan
antara
intelegensi
dengan
kreativitas
mahasiswa. Skripsi, Surabaya : ITS
Siti
Rochayah,
2012.
Meningkatkan
kreativitas anak melalui metode
bermain plastisin pada siswa
kelompok B TK Masyithoh 02
Kawunganten Cilacap semester
genap tahun pelajaran 2011/2012.
Skripsi. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
Smith, 2006. Warna-warni kecerdasan anak
dan pendampingannya: Yogyakarta
: Kanisius.
Stolz, 2010. Adversity Intellengence. Liberty:
Yogyakarta.
Sugiyono.
2011.
Metode
penelitian
kunatitatif kualitatif dan R&D.
Bandung. Alfabeta
Supartini, 2004. Buku ajar konsep dasar
keperawatan anak. Jakarta : EGC
Susanto, 2012. Perkembangan anak usia
dini. Jakarta: Kencana Prenada
Sutoyo, 2008. Kiat sukses Prof. Hembing.
Jakarta: Prestasi Insan Indonesia
Syukri dan Zulkarnain, 2005. Pengaruh
jenis kelamin dan kreativitas pada
karyawan yang bekerja di multi
level marketing. Skripsi. Medan
USU
Tedjasaputra, Mayke S. 2007. Bermain,
mainan, dan permainan. Jakarta:
Grasindo.
Teviana 2012. Hubungan pola asuh orang
tua dengan tingkat kreativitas anak
di TK Dharma Wanita Kelurahan
Bangsal Kota Kediri. Jurnal STIKES
Volume 5, No.1, Juli 2012
Utomo, 2005. Mencegah dan mengatasi
krisis anak melalui pengambangan
sikap mental orang tua. Jakarta :
Grasindo
Wong, 2009. Buku ajar keperawatan
pediatrik vol 1. Jakarta : EGC
Grasindo. Retrieved December 12,
2014.
Yusniyah, 2008. Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Dengan Prestasi Belajar
Siswa MTs Al-Falah Jakarta Timur.
Download