1 BAGAIMANA MENINGKATKAN RENDEMEN TEBU? Salah satu upaya menuju swasembada gula nasional 2014 adalah peningkatan rendemen TEBU. Pada saat ini perbaikan kualitas pertanaman tebu merupakan faktor penting yang harus mendapatkan perhatian serius. Tanaman tebu harus dapat “diberdayakan” sehingga kapasitasnya untuk menghasilkan dan menyimpan sukrose menjadi lebih baik. OPTIMALISASI POTENSI RENDEMEN Optimalisasi rendemen (biomasa) tebu sesuai dengan potensi genetik yang dibawa suatu klon atau suatu varietas tebu secara garis besar diabstraksikan seperti pada bagan di atas. Setiap faktor yang mempunyai andil terhadap terbentuknya rendemen akan berpengaruh secara kait-mengkait mengikuti Hukum Minimum Liebig. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : bahan (material), lingkungan mikro, trigger dan kepentingan manusia, yang satu sama lainnya harus mendukung kondisi ideal yang sesuai dengan syarat fisiologis tanaman tebu. 2 Penurunan kualitas tanah, berdampak pada terganggunya proses penyerapan hara dan air oleh akar tanaman dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk sintesis biomasa. Bertolak dari kondisi inilah beberapa hipotesis teoritis disusun untuk diuji kebenarannya. Bibit merupakan bahan dasar awal terbentuknya potensi rendemen dan biomasa tanaman. Dengan menggunakan indek kerapatan klorofil sebagai bioindikator, perlakuan yang benar terhadap kebun bibit dapat dilakukan secara efektif yang pada akhirnya hakekat bibit sebagai starter energy potensial dapat dioptimalkan. Optimalisasi rendemen yang dimulai dari kebun bibit ini merupakan perbaikan jangka panjang sehingga evaluasinya haruslah dengan kurun waktu yang memadai. 3 Kualitas dan kapasitas klorofil daun tebu dapat dijadikan tolok ukur “keberdayaan“ tanaman tebu dalam menghasilkan gula, dan potensi rendemennya. Pengukuran klorofil daun secara berkala sesuai fase tumbuh tanaman tebu akan memudahkan petani dalam menemukan solusi terhadap tanaman yang dibudidayakan. Chlorophyl-meter adalah perangkat digital yang sangat membantu dalam pelaksanaan usahatani secara terukur (the precission agriculture). Indikator klorofil yang baik ditentukan oleh komponen seperti pada skema pembentukan sucrose (sucrose building). Pada skema sucrose building inilah sebagian besar perhatian akan dilakukan dengan didahului penyusunan kerangka-teoritis yang akurat dan didukung kajian saintifik yang komprehensip guna pembuatan formulasi yang tepat untuk memperoleh solusi terhadap kondisi yang telah ada. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada area perakaran, ketersediaan dan penyerapan hara, laju fotosintesa dan transportasi fotosintat dalam batang tebu merupakan indicator kunci yang harus dipantau, dalam kaitannya dengan paket-teknologi yang diuji. 4 Degradasi simpanan sukrose dalam batang tebu yang terjadi selama periode pasca-panen juga harus mendapat porsi perhatian yang serius. Kalau degradasi ini dibiarkan maka akan sangat sia-sia uapaya panjang yang telah dilakukan sebelumnya jika penyelamatan ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain prosedur kerja (the best management practices) yang harus dilakukan dengan benar, upaya melindungi sukrose melalui formulasi enzimatis dapat diaplikasi sebagai tindakan preventif. Indikator keberhasilan proteksi terhadap sukrose ini dapat diamati/dianalisis terhadap parameter kerusakan sukrose secara cermat. Sukrose yang telah terbentuk akan dijaga agar tidak mudah terhidrolisis pada kondisi kelembaban yang tinggi dengan kinerja enzimatis (inhibitor) yang dapat diaplikasi pada waktu tanaman masih tumbuh. 5 Motivasi tentu terkait dengan pelaku usahatani. Pemahaman terhadap fisiologi tanaman yang benar akan memotivasi secara benar pula para planter dalam merawat tanamannya. Pemahaman efisiensi, pemahamanan strategis dan reward system dapat dilakukan intern. Hanya pada reward system yang terkait dengan penghargaan upaya individu masih perlu ditingkatkan komitmennya (missal analisa rendemen individu). 6 KERANGKA TEORI PENINGKATAN RENDEMEN TEBU Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang sebanyak-banyaknya. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman tebu, yang terjadi di lahan tebu. Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal. Hablur yang dihasilkan mencerminkan nilai rendemen tebu. Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan lingkungan tumbuhnya, serta proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Pada dasarnya rendemen atau kadar gula dibentuk di kebun tebu. Pembentukannya dilakukan melalui reaksi fotosintesis yang melibatkan khlorofil dan radiasi matahari, CO2 dan Air, dengan hasil berupa gula yang kemudian ditranslokasikan dan disimpan dalam batang tebu. Reaksi biokimiawi fotosintesis yang rumit berlangsung di khloroplast. Pada suasana radiasi matahari yang kurang optimal karena adanya anomali iklim yang disertai hujan berkepanjangan, mengakibatkan kapasitas fotosintesis tidak optimal. Varietas tebu, cara budidaya, dan perlakuan terhadap tanaman dan tanah tempat tumbuhnya, termasuk penambahan inputs berupa bahan organik, pupuk lengkap dan bahan-bahan pendukung lainnya, secara terintegrasi, diharapkan dapat meningkatkan rendemen tebu. FOTOSINTESIS Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4, seperti tebu, lebih adaptif di daerah panas dan kering. Dalam proses fotosintesis tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan 7 O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel “bundle sheath” (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2. Dalam proses fotosintesis tanaman C4, enzim karboksilase PEP memfiksasi CO2 pada akseptor karbon lain yaitu PEP. Karboksilase PEP memiliki daya ikat yang lebih tinggi terhadap CO2 daripada karboksilase RuBP. Oleh karena itu,tingkat CO2 menjadi sangat rendah pada tumbuhan C4, jauh lebih rendah daripada konsentrasi udara normal dan CO2 masih dapat terfiksasi ke PEP oleh enzim karboksilase PEP. Sistem perangkap C4 bekerja pada konsentrasi CO2 yang jauh lebih rendah. SINTESIS SUKROSE Sukrose merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues. Dalam tanaman, sucrose phosphate synthase (SPS) merupakan enzim utama yang menentukan biosintesis sukrosa yang berlangsung di mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6-phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5-diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga dihasilkan sukrosa. Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan kandungan sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio sukrosa:pati daun. Sukrosa yang disintesis di daun tebu ditranslokasikan ke jaringan/organ penyimpan (batang) melalui proses loading dan unloading mekanisme. Di batang sukrosa akan mengalami proses metabolisme lebih lanjut yaitu hidrolisis dan resintesis. Pada internoda batang yang masih muda jumlah energi dan kerangka karbon diperlukan dalam jumlah besar, sehingga jumlah sukrosa 8 yang dihidrolisis juga semakin besar yang mengakibatkan kandungan sukrosa batang menjadi kecil. Aktivitas Acid Invertase (AI) yang menghidrolisis sukrosa pada batang menentukan jumlah sukrosa yang dapat diakumulasikan. Semakin kecil aktivitas AI pada batang akan meningkatkan kandungan sukrosa di batang. Simpanan sukrose di batang Akumulasikan sukrosa pada batang tebu dimulai pada internoda yang sedang mengalami proses pemanjangan (elongation) sampai pada internoda yang proses pemanjangannya berhenti. Besarnya jumlah sukrosa yang dapat diakumulasikan pada batang sangat ditentukan oleh selisih antara proses sintesis dan degradasi sucrose yang terjadi di daun. Kandungan sukrosa batang tebu sangat ditentukan oleh besarnya perbedaan antara aktivitas SPS dan acid invertase (AI). Pada internoda batang tebu yang baru memulai proses pemanjangan mempunyai kandungan sukrosa yang rendah dan aktivitas AI sangat tinggi. Seiring dengan semakin dewasanya internoda, kandungan sukrosa semakin meningkat dan akitivtas AI semakin menurun. Pada tanaman tebu aktivitas invertase merupakan kunci utama pengaturan akumulasi sukrosa pada batang. Sukrosa pada jaringan non fotosintetik yang sedang aktif tumbuh akan mengalami proses metabolisme yaitu hidrolisis dan resintesis. Kemampuan tanaman tebu untuk mengakumulasikan sukrosa di batang lebih banyak ditentukan oleh aktivitas SPS daun dan translokasinya oleh protein sucrose transporter (protein SUT), sedangkan peran SPS batang sangat kecil. Sebaliknya aktivitas AI batang secara langsung ikut menentukan besarnya sukrosa yang dapat diakumulasikan di batang disamping aktivitas AI di daun. 9 TEORI FOTOSINTESIS Fotosintesis menjadi mungkin karena kemampuan pigmen klorofil menjebak cahaya. Peristiwa penting saat fotosintesis adalah pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, yang pada akhirnya disimpan dalam molekul gula. Bahan baku fotosintesis adalah karbon dioksida dan air. Persamaan kimia total fotosintesis adalah sebagai berikut: Reaksi Reduksi – Oksidasi (Redoks) Reduksi adalah penambahan sebuah elektron (e) ke sebuah molekul penerima. Oksidasi adalah pembuangan sebuah elektrin dari sebuah molekul. Penambahan elektron (reduksi) menyimpan energi dalam senyawa. Pembuangan elektron (oksidasi) melepaskan energi. Kapanpun suatu zat mengalami reduksi, zat lainnya akan mengalami oksidasi. Dalam sistem biologi, pelepasan atau pengikatan elektron yang diturunkan dari hidrogen adalah mekanisme reaksi reduksioksidasi yang paling sering. Reaksi redoks berperan penting dalam fotosintesis, misalnya sintesis gula dari karbon dioksida adalah reduksi karbon dioksida. Hidrogen yang diperoleh dengan membelah molekul air, ditambahkan pada karbon dioksida untuk membentuk satuan gula. 10 Proses Fotosintesis Fotosintesis terjadi di dalam kloroplast, struktur selaput didalam sel mesofil daun. Kloroplast memiliki struktur halus di dalamnya – kantung-kantung selaput lempeng yang disebut tilakoid. Di selaput tilakoid, klorofil dan pigmen aksesoris disusun menjadi kelompok-kelompok fungsi yang disebut fotosistem. Masing-masing fotosistem mengandung sekitar 300 molekul pigmen yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses fotosintesis. Struktur kloroplast Masing-masing fotosistem ini memiliki pusat reaksi atau penjebak cahaya dimana molekul klorofil a yang spesial menjebak energi cahaya. Ada dua jenis fotosistem:Fotosistem I dan Fotosistem II. Di Fotosistem I, molekul klorofil a nya dinamakan P700 karena ia menyerap energi cahaya dari panjang gelombang 700 nanometer. Molekul klorofil di Fotosistem II diberi nama P680 karena molekul pigmen ini (klorofil a) menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nanometer. Fotosintesis melibatkan empat reaksi biokimia, yaitu: reaksi fotokimia, transpor elektron, kemi-osmosis dan fiksasi karbon. Reaksi fotokimia dan transpor elektron terjadi di selaput tilakoid. Selaput oval tilakoid mengelilingi sebuah vakuola atau wadah penyimpan dimana ion hidrogen disimpan hingga diperlukan dalam siklus Calvin, atau fiksasi karbon. Masing-masing tilakoid bertumpu 11 di stroma atau zat lantai di kloroplas. Stroma adalah lokasi terjadinya fiksasi karbon. Peristiwa Fotosistem I Fosforilasi Siklik – Transpor Elektron Energi cahaya mahatari menimpa suatu fotosistem. Molekul pigmennya menyerap energi ini dan meneruskannya ke molekul pusat reaksi. Tingkat energi sebuah elektron di P700 (klorofil a) naik ke tingkat yang lebih tinggi. Energi elektron yang bertambah ini menyebabkannya lepas dari molekul P700 dan menempel sementara di sebuah molekul penerima yang disebut X. Dalam menerima eletron, molekul X tereduksi. Molekul X ini meneruskan elektron ke molekul penerima lainnya dan mengalami oksidasi dalam proses ini. Terjadi sederetan peristiwa reaksi redoks, dimana elektron diteruskan dari satu molekul penerima ke molekul penerima lainnya. Pada akhirnya ia kembali ke P700. Tiap langkah reaksi reduksi-oksidasi ini dipercepat (katalis) oleh sebuah enzim khusus. Energi yang dilepaskan saat elektron melewati rantai transpor ini dipakai untuk mensintesis ATP (Adenosin Tri Posfat). Ion hidrogen berlebih dilepaskan saat ATP terbentuk. Ion ini disimpan di wadah penyimpan di tilakoid. Fosfat inorganik dari cairan stroma disertakan dalam molekul ATP saat fosforilasi sintetik. Fotosintesis memerlukan energi dari ATP untuk mensintesis karbohidrat. Pada peristiwa Fotosistem I, elektron yang terangsang dapat melewati jalur yang berbeda dari yang menyusun ATP. Klorofil bertindak sebagai donor elektron dan kemudian menjadi penerima (akseptor) elektron. Ia menyumbangkan elektron terangsang yang kaya energi dan menerima balik elektron yang lemah (miskin energi). Fosforilasi Non-Siklik Energi cahaya kembali menghantam sebuah molekul klorofil a. Sebuah elektron di molekul pusat reaksinya, P700, menjadi terangkat ke tingkat energi tinggi. Elektron ini lepas dari P700 dan diterima X. Dari molekul penerima X, elektron di lewatkan ke ferridoksin (Fd), sebuah senyawa yang mengandung besi. Fd melewatkan elektron ke senyawa transisi dan kemudian ke Nikotamida Adenin Dinukleotida Phosfat (NADP). Sesungguhnya ada dua molekul P700 yang melepaskan elektron saat peristiwa ini secara serempak. NADP menerima kedua elektron (2e) tersebut dan menjadi NADPH2. NADPH2 menyimpan kedua elektron dan tidak meneruskannya lagi. Energi dari NADPH2 akan menjadi sumber 12 energi saat karbon dioksida tereduksi untuk membentuk gula. Dengan mendapatkan dua elektron tambahan, NADPH2 juga menarik sebuah proton H. Karenanya ia berubah nama menjadi NADPre, dimana re berarti tereduksi. Fotosistem I 1. Foton cahaya menghantam sebuah molekul klorofil a. 2. Molekul pusat reaksi (P700) menyerap cahaya tersebut 3. Salah satu elektronnya terangkat ke tingkat energi tinggi 4. Jalur yang diikuti oleh elektron ini ada dua kemungkinan, yaitu jalur siklis atau nonsiklis. Jalur siklis : e dari P700 ke X ke akseptor ke ATP. Jalur nonsiklis: 2e dari P700 ke X ke Fd ke NADP lalu NADP menjadi NADPre Reaksi Fotosistem II Fotosistem II melibatkan sekitar 200 molekul di pusat reaksi klorofil a, pigmen penjebak cahaya tanaman hijau. Pada ganggang hijau biru dan pada lumut (bryofita), pigmen penjebak cahayanya adalah klorofil b; pada ganggang coklat klorofil c, dan ganggang merah klorofil d. Pada saat cahaya menimpa klorofil di Fotosistem II, sebuah elektron di pusat reaksi, P680, mengalami eksitasi. Elektron energi tinggi ini lewat menuju sebuah molekul penerima elektron yang dilambangkan Q. Molekul Q melewatkan elektron lagi dalam sederetan molekul penerima yang melewatkan elektron terus menuju ke lubang di Fotosistem I yang terbentuk saat sintesis nonsiklis NADPre. Saat elektron bergerak sepanjang rantai transpor, mereka kehilangan energi perlahan-lahan. Sebagian energi membentuk ATP. Diyakini kalau P680 menarik elektron pengganti dari air, menyisakan elektron bebas dan molekul oksigen: Protonnya berhubungan dengan NADPre. 13 Jalur fotosintesis melibatkan banyak langkah dan banyak produk serta katalis perantara, termasuk flavoprotein dan sitokrom (cyt). Rangkuman jalur elektron di Fotosistem I dan Fotosistem II sebagai berikut: Air menyerahkan 2e ke Fotosistem I menuju X menuju rantai transpor menuju Fotosistem II menuju Q menuju rantai transpor menuju NADPre menuju siklus Calvin. SIKLUS CALVIN Siklus Calvin adalah sederetan peristiwa fotosintesis dimana fiksasi karbon dioksida terjadi di stroma kloroplas. NADPre dan ATP yang dihasilkan saat peristiwa Photosistem I dan Photosistem II sekarang dipakai untuk menempelkan karbon dioksida ke sebuah molekul organik. Enzim yang mempercepat siklus Calvin ada di stroma. 14 Siklus Calvin, menunjukkan langkah rumit yang membawa dari ribulosa difosfat (bifosfat) menuju glukosa, sebuah gula karbon-6. Karbon dioksida bergabung dengan gula karbon-5 ribulosa bifosfat (RuBp), membentuk sebuah senyawa karbon-6 yang tidak stabil. Senyawa ini pecah menjadi dua molekul senyawa karbon-3, asam fosfogliserik (PGA). Kedua molekul PGA mengalami reduksi menjadi dua molekul fosfo-gliseraldehida (PGAL) dalam dua langkah berurutan. Ikatan energi tinggi putus dan fosfat dilepaskan, diganti dengan sebuah atom hidrogen dari NADPH. Kemudian kedua molekul PGAL menyatu menghasilkan pembentukan gula karbon-6. Sebagian PGAL ini dipakai untuk memperbaiki penyimpanan ribulosa bifosfat, titik awal siklus Calvin. FOTO-RESPIRASI Fotorespirasi adalah sederetan peristiwa aneh yang terjadi di sel tanaman hijau saat ada sinar matahari. Dalam peristiwa biasa, enzim karboksilase ribulosa bifosfat (RuBP) menyatu dengan sebuah kelompok karboksil menuju ribulosa bifosfat. Aktivitas biokimia yang mengikutinya sudah dijelaskan dalam siklus Calvin. 15 Pada saat fotorespirasi, oksigen, bukannya karbon dioksida, yang mengikat dengan karboksilase RuBP. Saat karboksilase RuBP mendapatkan oksigen, oksidasi ribulosa bifosfat terjadi. Satu molekul PGA dan sebuah molekul karbon-2 dilepaskan. PGA tetap berada dalam siklus C3, namun molekul karbon-2 meninggalkan kloroplas dan memasuki reaksi kimia di peroksisom dan metokondrion. Sebagian karbon dioksida yang dihasilkan dalam reaksi ini dilepaskan, sisanya dikembalikan ke kloroplas untuk ikut serta dalam fotosintesis. Fotorespirasi mengoksidasi senyawa organik memakai oksigen dan hasilnya adalah pembuangan karbon dioksida. Proses ini tidak menggunakan sistem transpor elektron dan karenanya tidak menghasilkan energi. Namun, ia justru memakai energi, karenanya tampak tidak berguna. Hingga kini ilmuan belum tahu apa manfaat dari fotorespirasi bagi sel saat fotosintesis. Jalur Fotosintesis Hatch-Slack atau C4 Di akhir tahun 1960an, tiga ahli botani (Kortschak, Hatch dan Slack) menemukan jalur fotosintesis baru, yang disebut C4 atau jalur fotosintesis Hatch-Slack. Pada dasarnya inilah yang terjadi. Karbon dioksida menyatu dengan sebuah senyawa yang disebut PEP (Phosfoenolpiruvat), membentuk sebuah senyawa karbon-4, malat. Malat ditransfer ke sel-sel lapisan buntalan di daun. Senyawa karbon-4 ini memberikan karbon dioksida, yang memasuki C3 atau siklus Calvin di sel lapisan buntalan fotosintetik. Tanaman yang melakukan fotosintesis C4 memiliki susunan khusus di jaringan daunnya. Susunan khusus ini disebut anatomi Kranz. Sel-sel lapisan buntalan diposisikan dalam bentuk lingkaran mengelilingi buntalan pembuluh (terdiri dari tabung-tabung xilem dan floem). Sel mesofil menyusun bagian interior daun lainnya. Ruang udaranya sangat kecil. Tanaman di daerah tropis dan gurun dengan tingkat fotosintesis sangat tinggi adalah tanaman C4 tebu. 16 KHLOROFIL TANAMAN TEBU Struktur Kimia Klorofil Klorofil adalah pigmen “chlorin”, which is structurally similar to and produced through the same metabolic pathway as other porphyrin pigments such as heme. At the center of the chlorin ring is a magnesium ion. The chlorin ring can have several different side chains, usually including a long phytol chain. There are a few different forms that occur naturally, but the most widely distributed form in terrestrial plants is chlorophyll a. Based on NMR data, optical and mass spectra, it is thought to have a structure of C55H70O6N4Mg or [2-formyl]-chlorophyll a. Struktur berbagai jenis klorofil: Molecular formula Chlorophyll a Chlorophyll b Chlorophyll c1 C55H72O5N4Mg C55H70O6N4Mg C35H30O5N4Mg C2 group -CH3 -CH3 -CH3 C3 group -CH=CH2 -CH=CH2 -CH=CH2 C7 group -CH3 -CHO -CH3 -CH2CH3 -CH2CH3 -CH2CH3 C8 group C17 group -CH2CH2COO-Phytyl -CH2CH2COO-Phytyl -CH=CHCOOH C17-C18 bond Single (chlorin) Single (chlorin) Double (porphyrin) Occurrence Universal Mostly plants Various algae 17 Structure of chlorophyll a 18 Structure of chlorophyll b Biosintesis Klorofil In plants, chlorophyll may be synthesized from succinyl-CoA and glycine, although the immediate precursor to chlorophyll a and b is protochlorophyllide. In Angiosperm plants, the last step, conversion of protochlorophyllide to chlorophyll, is light-dependent and such plants are pale (etiolated) if grown in the darkness. 19 Chlorophyll itself is bound to proteins and can transfer the absorbed energy in the required direction. Protochlorophyllide occurs mostly in the free form and, under light conditions, acts as a photosensitizer, forming highly toxic free radicals. Hence, plants need an efficient mechanism of regulating the amount of chlorophyll precursor. In angiosperms, this is done at the step of aminolevulinic acid (ALA), one of the intermediate compounds in the biosynthesis pathway. Plants that are fed by ALA accumulate high and toxic levels of protochlorophyllide; so do the mutants with the damaged regulatory system. Klorofil Tanaman tebu Klorofil memegang peranan sangat penting bagi perkembangan sistem asimilasi tanaman tebu. Kandungan klorofil ini beragam dengan umur tanaman, dan kemasakan tanaman, panjang hari, kualitas dan intensitas radiasi, musim, dan lingkungan. Pigment ratios also vary in sun and shade leaves in response to nutrients and soil conditions in general; and nitrogen, iron, chlorides, magnesium and potassium in particular. Klorofil diduga dijerap pada plastida, mencerminkan sifatsifatnya yang berkaitan dnegan fungsi biologisnya. Kadar klorofil sangat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi tanaman tebu. Hara nitrogen lebih efektif meningkatkan kadar klorofil dibandingkan dengan P dan K. Defisiensi nitrogen dapat menurunkan kaadr klorofil daun tebu. Defisiensi P meningkatkan pigmen klorofil, bahkan di luar control, dan menunjukkan kondisi pemanfaatan nitrogen yang lebih baik dalam pembentukan pigmen hijau. Kekurangan K menunjukkan gejala seperti defisiensi P, tetapi perbaikan pigmen tidak terlalu mencolok. Berbagai bentuk pupuk dapat mengubah kadar klorofil daun, tetapi perubahan kadar klorofil daun akibat pemupukan ini tidak konsisten. Sejalan dengan umur daun, kadar klorofilnya menurun, terutama setelah fase daun ke lima. Total yellow pigments on the other hand, increased up to the fourth leaf from top and thereafter declined. The decline in green pigments was more than in the yellow ones; disintegration in the former started earlier than in the latter. A 20 gradual fall in carotin more than in xanthophylls was noted with advance in age. Kandungan klorofil dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar hara tanaman NPK dan proporsinya NPK dalam pupuk yang diberikan kepada tanaman. Batas kritis nitrogen sekitar 33 % dari total hara, di bawah dan di atas mana akan mencerminkan kondisi kemiskinan dan kemewahan konsumsi hara. Di dalam kisaran 33-66 per cent, respon tanaman dikendalikan oleh adanya factor komplementer dalam media tumbuh tanaman. Untuk mendapatkan kandungan klorofil yang tinggi, pupuk lengkap NPK diberikan dengan rasio N : P : K = 33 : 28 : 5. 21 METABOLISME SUKROSE TEBU Hasil akhir asimilasi karbon pada proses fotosintesis adalah pati dan sukrosa. Pati disintesis pada kloroplas dan bertindak sebagai senyawa deposit fotoasimilat, sedangkan sukrosa disintesis pada sitosol dan merupakan senyawa karbon mobil penting untuk distribusi fotoasimilat ke seluruh bagian tanaman. Sebagian besar karbon yang diasimilasi dapat dialokasikan ke sintesis pati atau sukrosa tergatung faktor lingkungan, status HARA, dan fase pertumbuhan tanaman. Sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues. The biosynthesis of sucrose proceeds via the precursors UDP-glucose and fructose 6-phosphate, catalyzed by the enzyme sucrose-6-phosphate synthase. The energy for the reaction is gained by the cleavage of Uridine diphosphate (UDP). Dalam tanaman, Sucrose Phosphate Synthase (SPS) merupakan enzim utama biosintesis sukrosa yang berlangsung di mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga dihasilkan sukrosa. Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan kandungan sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio sukrosa: pati daun. Tingkat akumulasi sukrosa pada tanaman tebu sangat dipengaruhi tingkat asimilasi karbon dan sintesa sukrosa pada tanaman tebu. Enzim kunci yang berperan terhadap metabolisme sukrosa, diantaranya adalah sucrose phosphate synthase (SPS), acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI). Sucrose phosphate synthase merupakan enzim utama yang menentukan biosintesa sukrosa pada tanaman tebu . Enzim SPS ini mengkatalisis reaksi pembentukan sucrose6P dari fructose-6P dan UDP-glucose. Interkonversi fructose-1,6bisphosphate menjadi fructose-6P juga merupakan reaksi penting 22 yang menentukan sintesis sukrosa, tetapi reaksi tersebut mengarahkan ke alur metabolisme glikolisis. Selain itu, pati yang disintesis di daun dapat dimobilisir ke bentuk sukrosa bila intensitas sinar rendah atau pada malam hari. Hal ini menguatkan pernyataan bahwa SPS merupakan enzim penting dalam biosintesis sukrosa pada tanaman. SPS diketemukan baik pada sel fotosintetik maupun sel non-fotosintetik. Pada sel fotosintetik aktivitas SPS merupakan factor pembatas sintesis sukrosa dan juga tingkat fotosintesis daun. Hasil sucrose batang tebu tergantung pada dua macam proses yang saling terkait: PRODUKSI BIOMASA dan KONSENTRASI SUKROSE. Kemampuan untuk mengakumulasikan sucrose hingga konsentrasi tinggi pada batang tebu yang dipanen, merupakan resultante dari proses sintesis sucrose dan degradasi sucrose. Metabolisme gula dalam tanaman tebu dikendalikan oleh beberapa macam ensim seperti invertase, sucrose synthase (SS), dan sucrose-phosphate synthase (SPS). Ensim Invertases memecah sucrose menjadi glucose dan fructose. Ensim-ensim ini dikelompokkan menurut stabilitasnya, lokasi cellular, dan pH optimum-nya. Berdasarkan pada nilai pH-optimum, dibedakan menjadi acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI). Ensim Sucrose-phosphate synthase (SPS) mensintesis sucrose-6-phosphate, yang selanjutnya mengalami reaksi defosforilasi oleh ensim SPP (sucrose-phosphate phosphatase) menjadi sucrose. Ensim Sucrose synthase (SS) juga dapat memecah sucrose menjadi UDP-glucose dan fructose atau mengkatalisis reaksi sintetis kebalikannya. Ensim ini dipercaya berfungsi dalam proses pemecahan sucrose in vivo. Sucrose concentration in sugarcane internodes is correlated with AI activity and maturation. Acid invertase activity was high in apoplast and vacuoles of young, actively growing internodes and almost absent from the mature internodes. Neutral invertase presents at low level in very young tissue and at greater levels in older 23 tissue. It has been proposed that NI regulates sucrose movement from vascular to storage tissue in mature inter nodes or that it is involved in the turnover of hexoses in mature tissue. Perubahan aktivitas AI dan NI dalam batang tebu setelah panen sangat menentukan kualitas tebu selama disimpan pasca panen. Neutral invertase had a higher specific activity at the initiate harvested (0-3 days) than acid invertase in the sucrose-accumulating region of the sugarcane stem. Negative significant correlation was found between NI specific activity and sucrose accumulation. AI showed a higher specific activity after 4 days harvested and had negative correlation with sucrose accumulation. The NI could be more responsible in hydrolisis of sucrose than AI at early storage. The storage period of sugarcane stems had significant influences on metabolic changes of sugar and enzyme activities. Direct losses due to loss weight and decay and indirect losses, such as sucrose hydrolysis, limit the shelflife of sugarcane stems. The storage period after harvest is effective for maintaining the quality of sugarcane stems. Ensim Soluble Acid Invertase (SAI) dan ensim insoluble (cell wall) acid invertase (CWI) mempengaruhi akumulasi sucrose dalam tebu selama masa pemasakan (ripening), dan juga degradasi sucrose setelah tebu dipanen (pascapanen). Selama proses kemasakan tanaman, aktivitas SAI paling tinggi dalam ruas termuda. Aktivitas ensim ini menurun sejalan dengan semakin tuanya umur ruas dan buku tebu. Sebaliknya aktivitas ensim CWI meningkat sejalan dengan bertambahnya umur ruas tebu. Kadar Sucrose selama masa pemasakan tanaman tebu berkorelasi negative dengan aktivitas ensim SAI, demikian juga rasio sucrose dengan total gula. Setelah panen, aktivitas ensim SAI dalam buku (internode) yang belum masak akan meningkat dengan waktu , sedangkan aktivitas ensim CWI menurun dalam internode yang sudah masak dan yang belum masak. Ada korelasi negative antara aktivitas SAI dengan kadar sucrose dan rasio sucrose / total sugar selama penyimpanan. 24 Ensim acid invertases (AI) memegang peran kunci dalam menentukan konsentrasi sucrose selama pemasakan tanaman dan setelah tebu dipanen. Primary sucrose metabolism is governed by several enzymes such as invertase, sucrose synthase and sucrose-phosphate synthase. Invertases (β-fructofuranosidase) have been suggested to be key regulators for sucrose accumulation in sugarcane stem parenchyma. Two groups of acid invertase, soluble and cell wall bound, are present in sugarcane tissues. These isozymes hydrolyze sucrose into glucose and fructose, but at a much slower rate. They can also remove terminal β-fructosyl residues from short-chain oligosaccharides such as raffinose and kestoses. Soluble acid invertase (SAI) is localized in the vacuole whereas cell wall invertase (CWI) is localized in the apoplast, ionically linked to the cell wall. The activity of SAI is usually high in tissues that are rapidly growing such as cell and tissue cultures, root apices and immature stem internodes. It is also thought to mediate remobilization of sucrose from storage for maintaining cellular processes during periods of the stress such as delayed harvest. It has been reported that the inversion of sucrose occurs in harvested sugarcane internodes. Invertase (beta-D-fructofuranosidase) merupakan ensim kunci yang terlibat dalam metabolism sucrose dalam tanaman tebu. Ensim ini sangat berkorelasi dengan kandungan sucrose dan gula-reduksi selama pertumbuhan tanaman. Tanaman tebu mempunyai dua macam ensim invertase, yaitu Neutral Invertase (NI) dan Acid invertase (AI). Kedua ensim ini mempunyai fungsi yang berbeda dalam akumulasi sukrose. Pada awal tebu dipanen (0-3 hari), NI mempunyai aktivitas spesifik lebih besar disbanding dnegan AI di dalam daerah simpanan sukrose batang tebu. Ada korelasi negative antara aktivitas spesifik NI dengan akumulasi sukrose. AI menunjukkan aktivitas spesifik lebih tinggi setelah 4 hari panen dan mempunyai korelasi negative dengan akumulasi sukrose. Dapat disimpulkan bahwa NI lebih bertanggungjawab dalam hidrolisis sucrose dibandingkan dengan AI pada awal penyimpanan batang tebu. 25 KEBUTUHAN AIR TANAMAN TEBU Sugarcane being a long duration crop producing huge amounts of biomass is classed among those plants having a high water requirement and yet it is drought tolerant. Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak an tar buku kecilsehingga tinggi pohon berkurang. Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu berumur 12 bulan, yaitu masa siap panen. Saat itu TEBU tidak membu-tuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpenga-ruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun. Penyerapan Air Kedalaman akar tebu beragam dengan tipe tanah dan rejim irigasi; irigasi dengan frekuensi jarang dan dosis air yang banyak akan menghasilkan perakaran yang lebih ekstensif. Rooting depth 26 can be up to 5 m but active root zone for water uptake is generally limited to the uppermost layers. When these layers are depleted the uptake from greater depth increases rapidly but normally 100 percent of the water is extracted from the first 1.2 to 2.0 m (D = 1.22.0 m). With evapotranspiration during the growing season of 5 to 6 mm /day, the depletion level during the vegetative and yield formation period can be 65 percent of the total available water without having any serious effects on yields. Biasanya sebelum dilakukan analisis kondisi lengas tanah dibuat asumsi bahwa kedalaman perakaran tebu pada umur 0 - 1 bulan adalah 150 mm dan untuk setiap bulan berikutnya per-akaran tebu bertambah 100 mm. Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm. Kondisi tersebut dapat dieapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang. Sebagian besar biomasa akar tebu berada di tanah lapisan atas, kemudian menurun secara eksponensial dnegann kedalaman tanah. Sekitar 50% biomasa akar tebu berada dalam 20 cm lapisan tanah atas, dan 85% berada dalam lapisan tanah atas hingga 60 cm. The percentage of roots in the 0-30 cm horizon was 48-68%; from 30 to 60 cm, 16 - 18%; 60 to 90 cm, 3-12%; 90 to 120cm, 4-7%; 120 to 150 cm, 1-7%; and 150 to 180 cm, 0-4%. Sehingga pola penyerapan air dari berbagai lapisan tanah sesuai dengan distribusi biomasa akar. 27 Karakterisrtik fisiologis untuk efisiensi air tanaman tebu: Suplai air yang berlebihan dapat mereduksi hasil tebu dan/atau hasil gula, sedangkan cekaman air tingkat medium dapat meningkatkan hasil tebu Pengairan yang berlebihan pada fase tillering harus dihindari karena pada saat ini pertumbuhan akar sangat aktif, sehingga “banyaknya” air tanah akan menurunkan aerasi tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan akar dan penyerapan hara. Panjang batang tebu menentukan kapasitas simpanan gula, karena tidak ada pertumbuhan sekender diameter batang tebu Periode kering selama 4-6 minggu sebelum panen akan menjamin hasil gula optimum Reduksi suplai air selama periode pemasakan hingga pembungaan akan membantu mengendalikan pembungaan. Suplai Air dan Hasil tebu Defisit air selama awal periode tumbuh dan awal periode vegetative (tillering) berdampak buruk terhadap hasil tanaman dibandingkan dengan deficit air pada periode pertumbuhan bagian akhir. Defisit air memperlambat perkecambahan bibit dan tillering 28 dan jumlah anakan lebih sedikit. Water deficit during the vegetative period (stem elongation) and early yield formation causes a lower rate of stalk elongation. Severe water deficit during the later part of yield formation forces the crop to ripen. During the ripening period , a low soil moisture content is necessary. However, when the plant is too seriously deprived of water, loss in sugar content carp be greater than sugar formation. Kalau suplai air terbatas, dan terlepas dari pertimbangan lainnya, luasan irigasi dapat diperbesar dengan jalan menggunakan air yang disimpan selama periode pembentukan hasil; hal ini akan mengakibatkan hasil per hektar sedikti menurun tetapi keseluruhan produksi akan lebih tinggi. Toward maturity, vegetative growth is reduced and sugar content of the cane increases greatly. Sugar content at harvest is usually between 10 and 12 percent of the cane fresh weight, but under experimental conditions 18 percent or more has been observed. Sugar content seems to decrease slightly with increased cane yields. Luxurious growth should be avoided during cane ripening which can be achieved by low temperature, low nitrogen level and restricted water supply. With respect to juice purity, this is positively affected by low minimum temperatures several weeks before harvest. Reductions in cane yield and sugar content were most frequent and severe when water stress occurred during the period which had the highest total evapotranspiration (ET) and the least amount of rainfall as a percentage of ET. Water stress during other six-week periods had a much lesser affect on sugarcane yield and quality. Lack of cane and sugar yield response to water stress during the earliest growth period may have been a result of much lower ET during this period, and may also indicate that the crop was taking advantage of moisture stored in the soil profile from off-season rainfall. 29 FOSFOR DAN RENDEMEN GULA Peran P bagi Tanaman Tebu Dalam metabolisme karbon, tanaman tebu tergolong Tipe C4 (Siklus Kalvin). Rangkaian Tipe C4 lebih pendek daripada Tipe C3 (Siklus Kreb), sehingga ia lebih efisien dalam metabolisme tanaman. Sinar matahari mengubah CO2 + H2O ~ CHO (karbohidrat) + Energi (E), dalam klhorofil tanaman tebu. Energi cahaya matahari diikat unsur P menjadi energi metabolik tinggi (high metabolic energy, ATP). Selanjutnya energi ATP digunakan dalam metabolisme pembentukan gula (sukrose) dari senyawa glukose + fruktose. Untuk setiap molekul P dalam ATP terkandung 4.000 kalori. Jadi, setiap molekul ATP mengandung 12.000 kal. Bila terjadi defisiensi P maka berarti bahwa tanaman tebu akan kekurangan energi metabolisme dan pertumbuhan tanaman serta produksi gula akan berkurang. Masalah Rendemen dan Unsur P Dalam sejarah pertebuan di Indonesia, rendemen gula pernah mencapai 14 %; tetapi akhir-akhir ini hanya sekitar 7 %. Berbagai faktor seperti: musim tanam tidak tepat, faktor kemasakan, aktivitas invertase memproduksi gula reduksi, transportase saat panen, dan lain-lain, disinyalir menjadi penyebab rendahnya rendemen tersebut. Di pihak lain, pembudidayaan lahan secara terus menerus (sistem ratun), tanpa mengikuti kaedah-kaedah konservasi kesuburan tanah yang benar, diikuti penggunaan unsur N tinggi serta P, K, Mg, dan Si yang tidak seimbang, menyebabkan terjadi degradasi kesuburan tanah. Pada kondisi tanah terdegradasi, unsur P merupakan salah satu unsur hara makro yang membatasi pertumbuhan tanaman tebu dan produksi gula. Fosfor dalam tanah Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman tebu adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat. Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap fotosintesis, metabolisme karbohidrat, pemasakan batang (ripening), rendemen gula, ketahanan terhadap hama-penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mineral lebih banyak dibandingkan dengan 30 nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi". Sumber fosfor Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lainlain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain; dan ada pendapat bentuk Porganik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai: Senyawa Ca, Fe, dan Al, Dalam larutan tanah, Terjerap (adsorpted) pada permukaan komplek padatan, Terserap (absorbed) dalam fase padatan, dan Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat. Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman. Sifat dan Perilaku fosfor Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran normal pH tanah mineral (4.0 hingga 8.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42berimbang pada kondisi pH netral; sehingga disepakati bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat. Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn dominan; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg dominan. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan mangani-fosfat yaitu bentuk-bentuk utama fiksasi fosfat pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral 31 apatit, merupakan bentuk fiksasi kalkareus. P pada tanah alkalin atau Fosfor dalam tanaman Unsur P, seperti halnya N, berkaitan erat dengan penyusun bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel. Oleh karena itu, defisiensi P berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastik. Fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermediat, penyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti respirasi dan fermentasi. Fosfor khususnya penting dalam proses pertumbuhan benih/stek, pemasakan batang, serta perkembangan akar; di samping berfungsi sebagai penyangga kemasaman dan kealkalian sel tanaman. Fosfor menentukan keragaan/vigur dan meningkatkan kualitas tanaman. Ia membantu pembentukan sel-sel baru, memacu pertumbuhan, dan mempercepat perkembangan daun melalui pemunculan kelopak, dan kemasakan tanaman. Ia juga meningkatkan ketahanan (resistensi) terhadap hama penyakit dan memperkuat batang, jadi mengurangi tendensi rebah. Ia mengimbangi pengaruh kerusakan akibat kelebihan nitrogen dalam tanaman. Bila terjadi defisiensi fosfor dalam tanah, tanaman gagal memulai pertumbuhan awal, tidak membantu perkembangan sistem perakaran, tetap kerdil dan kadang-kadang cenderung menyebabkan batang dan daun berwarna ungu kemerahan atau keunguan berhubungan dengan kadar gula tidak normal dan terjadi pembentukan anthosianin. Karena fosfor berperan dalam mengefisienkan fungsi dan penggunaan nitrogen maka gejala defisiensi P seringkali tampak identik dengan N. Masalah fosfor dalam Tanah Ketersediaan P sering dikaitkan dengan rekasi tanah (pH). Pada tanah-tanah masam difiksasi oleh ion-ion Al, Fe, atau Mn; dan pada tanah alkalin oleh Ca. Umumnya ketersediaan P tidak bermasalah pada tanah netral. Keberadaan anion seperti SO42-, SiO44-, NO3-, atau Cl- dapat mengganggu ketersedian P (common ion effect). Kondisi basah-kering bergantian, dan juga tanah-tanah berkadar liat tinggi dapat pula dikaitkan dengan permasalahan ketersediaan P akibat terfiksasi atau teretensi. 32 Teknologi Fosfor untuk Peningkatan Rendemen Tebu Tanah: Kesuburan tanah berkelanjutan (potensial, jangka panjang): asam humat, unsur silikat (unsur natrium). Kesuburan tanah aktual (jangka pendek, ameliorasi): imbangan (N, P, K); efek ion senama (anion-anion Silikat, Sulfat,Nitrat, Khlor); dan efisiensi serapan, pelepasan fiksasi/retensi. Fisiologi tanaman tebu: Peningkatan peran Fosfor ~ vegetatif: fotosintesis, metabolisme karbohidrat ~ generatif: ripening, metabolisme sukrose. Peran unsur mikro: Cu, Zn, B ~ prekursor enzim, metabolisme sukrose. Zat Pemacu Tumbuh: auksin, GA Inhibitor (penghambat) invertase ~ mencegah pembentukan gula reduksi. 33 Si BAGI TANAMAN TEBU Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu. Penggunaan terak silikat sebagai sumber Si bagi tebu telah banyak dilakukan di Hawaii, Mauritius dan Florida. Secara umum, tebu memberikan respon positif terhadap pemupukan Si berupa peningkatan tinggi, jumlah dan diameter batang, menurunkan serangan penggerek pucuk / batang, serta meningkatkan hasil gula. Peningkatan hasil tebu dan gula sebagian besar terjadi karena kenaikan bobot tebu dan bukan oleh kenaikan rendemen. Efek positif pemupukan Si biasanya akan terbawa hingga tanaman keprasan bahkan hingga keprasan ke empat. Beberapa kajian menjelaskan bahwa Si memiliki beberapa peran penting terhadap tanaman tebu (Saccharum officinarum). Tebu merupakan salah satu monokotil akumulator Si yaitu tanaman yang serapan Si-nya melebihi serapannya terhadap air. Selama pertumbuhan (1 tahun), tebu menyerap Si sekitar 500-700 kg per ha lebih tinggi dibanding unsur-unsur lainnya. Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu melalui dua hal yaitu pengaruh tak langsung pada tanah dengan meningkatkan ketersediaan P dan pengaruh langsung pada tanaman, seperti meningkatkan efisiensi fotosintesa, menginduksi ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik seperti hama dan penyakit, keracunan Fe, Al, dan Mn, mengurangi kerobohan dan memperbaiki erectness (ketegakan) daun dan batang, serta memperbaiki efisiensi penggunaan air. Untuk kedepannya, diharapkan pengetahuan tentang peranan unsur-unsur bermanfaat lainnya, seperti Natrium (Na), Cobalt (Co), Selenium (Se), dan Vanadium (Va), perlu dikembangkan dan disebarluaskan agar dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian Tebu menyerap Si dalam bentuk H4SiO4, yaitu suatu bentuk Si yang tidak bermuatan sehingga relatif tidak mobil dalam tanaman. Oleh karena itu, konsentrasi Si dalam tanaman tebu sangat tergantung kepada konsentrasi Si yang larut dalam air 34 tanah. Pergerakan Si dari akar ke batang dan bagian tanaman lainnya mengikuti aliran air. Air diserap akar, masuk ke batang kemudian menguap lewat batang/daun. Si terakumulasi dalam sel epidermis tebu, kemudian berintegrasi kedalamnya sehingga akan memberikan kekuatan kepada batang dan daun tebu. Although silicon is not an essential plant element, Siaccumulating plants such as sugarcane could exhibit reduced yields associated with the intensive management and monoculture. Silicon fertilization has been shown to improve chlorophyll and structure of leaves, reduce lodging, and minimize biotic and abiotic stress, but there is little information. Positive results have been obtained with silicon application in many countries, including Brazil. Most of these results were not exclusive from silicon because the high rates of silicate can improve pH, Ca, and Mg contents. The silicate fertilization applied in furrow planting could be useful to reduce the cost of this product used in rates similar to lime (>2 or 3 t ha-1) and study the direct effects of Si on sugarcane. Unsur hara Si memiliki banyak peranan pada tanaman tebu, terutama pada tanah-tanah tropis seperti Oxisol, Ultisol, Entisol, dan Histosol (tanah organik). Beberapa kajian menjelaskan bahwa Si dapat meningkatkan hasil melalui peningkatan efisiensi fotosintesis dan menginduksi ketahanan terhadap hama dan penyakit. 1. Efek Si terhadap Peningkatan efisiensi fotosintesis Peningkatan efisiensi fotosintesis setelah pemberian Si dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi penurunan cekaman kekurangan air dan peningkatan ketegakan tanaman (daun) serta pencegahan kerobohan. 2. Efek Si terhadap ketegakan tanaman (daun) dan pencegah kerobohan Peningkatan kadar Si dalam tebu dapat meningkatkan kekuatan mekanis jaringan sehingga bisa mencegah terjadinya kerobohan tanaman. Pada kondisi lapang dimana tebu tumbuh lebat biasanya daun dari satu tanaman dengan tanaman lainnya akan saling tumpang tindih bersaing memperebutkan cahaya. 35 Pemberian Si menyebabkan daun tumbuh lebih kuat dan bisa merentang dengan baik, sehingga bisa mengurangi dampak negatif saling menaungi. Dampaknya lebih jauh menyebabkan proses fotosintesis relatif berjalan lancar. Si dalam daun membantu translokasi karbon hasil fotosintesis. Produksi tanaman meningkat dengan menguatnya batang dan akar serta lebih efektifnya fotosintesis karena posisi daun (kanopi) menjadi tegak sehingga daun dapat menyerap cahaya matahari lebih banyak. 3. Efek Si Menurunkan cekaman air Air merupakan penyusun 85 – 95 % berat tumbuhan. Dalam sel, air diperlukan sebagai pelarut unsur hara sehingga dapat digunakan untuk mengangkutnya, selain itu air diperlukan juga sebagai substrat atau reaktan untuk berbagai reaksi biokimia misalnya proses fotosintesis dan air dapat menyebabkan terbentuknya enzim dalam tiga dimensi sehingga dapat digunakan untuk aktivitas katalisnya. Tanaman yang kekurangan air akan menjadi layu, dan apabila tidak diberikan air secepatnya akan terjadi layu permanen yang dapat menyebabkan kematian . Another beneficial advantage of silicon to sugarcane is the possibility of reducing damage of insects. Studies conducted in pots and field conditions with Si has shown positive effects to control of African stalk borer Eldana saccharina. Stalk borer (Diatraea saccharalis) is a problem in Brazil controlled by biological methods and/or resistent cultivars. Good characteristics in sugarcane such as low fiber and high sugar are generally related to stalk borer tolerance. An increase of silicon uptake in sugarcane with silicate applications could reduce the damage of ‘brazilian’ stalk borer . Tanaman tebu dianggap sebagai akumulator silicon (Si), serapan dan deposition Si dalam daun tanaman tebu ternyata berhubungan dengan ketahannya terhadap gangguan penyakit karat-coklat. Si uptake and deposition increased significantly with an increase in Si added. Using X-ray mapping, it was found that significantly more Si was deposited in the lower epidermis than in the upper epidermis and mesophyll. Disease severity was significantly reduced in plants treated with Si at 2000 mg/L. These results suggest that Si nutrition may play an important role in the management of brown rust . 36 Pengendalian penyakit karat-coklat pada tebu dapat dikendalikan dnegan menanam jenis tebu yang tahan, aplikasi fungisida dan pengelolaan hara tanaman. Silicon (Si) has been shown to induce resistance to fungal diseases in other crops as well as to promote the development of healthy sugarcane. It is suggested that applications of Si could increase its content in the leaves and thus reduce the rate of rust infection. Tanaman tebu mampu menyimpan Si hingga 3% dalam daun-daunnya. Deposit Silicon tertinggi terdapat pada dinding bagian dalam dari sel epidermis akar dan sel-sel silica pada epidermis daun dan batang. 37 MAGNESIUM BAGI TANAMAN TEBU Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg++ dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain, kecuali didalam hijau daun Mg terdapat pula sebagai ion didalam air-sel. Walaupun zat mineral ini diserap tanaman dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkandengan zat mineral makro lain (diantaranya N,P dan Ca), Mg dalam bentuk Mg2+ mempunyai peranan penting dalam penyusunan klorofil. Menurut G. H. Collings (1955) kadar magnesium dari klorofil tanaman adalah 2,7 persen. Magnesium (Mg) Berfungsi untuk transportasi fosfat, mengaktifkan enzim tansposporilase, menciptakan warna hijau pada daun, membentuk karbohidrat, lemak/minyak.tanda-tanda kekurangan magnesium yaitu menguningnya daun yang dimulai dariujung da bagian bawah daun. Sumber Magnesium yaitu dolomit dan kliserit. Aktivitas ensim ATPase meningkat dengan peningkatan konsnetrasi Mg hingga 1–3 mM dan kemudian menurun drastis pada konsentrasi Mg yang lebih tinggi. Kinetikan ensim seperti ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa MgATP2- merupakan substrat dari ensim ATPase; konentrasi MgATP2meningkat dnegan meningkatnya konsentrasi Mg hingga mencapai konsentrasi yang tinggi, dimana saat itu terbentuk Mg2ATP. Tanaman tebu yang menghasilkan 150 ton tebu ternyata menyerap sekitar 75 kg Mg. Magnesium is present in plants as a component of chlorophyll, the green coloring matter of plants. Chlorophyll is essential for the process of photosynthesis, the process by which plants convert carbon dioxide and water into sugar. So plants that are deficient in Mg have depressed levels of chlorophyll, and the rate of photo- By including Mg in the fertilizer program, a synthesis (the production of sugars) is retarded. Both yield proper balance between K and Mg can be maintained, and and quality are reduced. 38 Aplikasi dolomite dengan dosis 80 kg Mg/ha dapat meningkatkan konsentrasi P dalam nira tebu. Hal ini membuktikan bahwa Mg dapat memacu ketersediaan dan serapan P oleh tanaman tebu. Dolomit merupakan sumber Mg yang lebih menguntungkan dibandingkan dnegan MgSO4. Pengaruh Mg terhadap fotosintesis Kalau kadar Mg daun kurang dari 0.20%, laju fotosintesis akan menurun secara drastis. Hal ini menjadi alasan penting bagi upaya-upaya untuk mempertahankan ketersediaan Mg dalam tanah dan cukupnya Mg tanaman. 39 KALIUM BAGI TANAMAN TEBU Nilai pentingnya pupuk kalium bagi perkebunan tebu telah lama diketahui. Ada korelasi yang erat antara hasil tebu dan hasil gula dengan analisis kalium tanah dan tanaman (daun tebu). Biasanya hasil analisis tanah dan tanaman digunakan sebagai dasar penyusunan kebutuhan kalium tanaman tebu, sedangkan berbagai factor tanah dan iklim yang mempengaruhi ketersediaan K-tanah juga harus dipertimbangkan untuk dapat menyusun rekomendasi pemupukan yang spesifik-lokasi. Faktor-faktor ini di antaranya mineralogy liat tanah, K-tukar sebagai indeks ketersediaan kalium, K-tidak dapat ditukar, dan laju pelepasan K-terfiksasi, jumlah K dalam subsoil, antagonism di antara ion-ion dalam larutan tanah, temperature tanah dan lengas tanah. Setiap hektar tanaman tebu menyerap kalium sekitar 100 315 kg K2O. Hasil-hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa hasil tebu berkorelasi positif dengan serapan kaliumnya. Jumlah penyerapan kalium tanaman tebu meningkat setelah aplikasi pupuk kalium. Efisisensi pemanfaatan pupuk kalium oleh tanaman tebu sekitar 35-40%. Tanaman tebu menyerap kalium lebih banyak dibandingkan dengan N dan P. Proses penyerapan kalium tanaman tebu terutama terjadi pada fase awal dan tengah pertumbuhannya. Untuk mencapai hasil ekonomis maksimum, tanaman tebu memerlukan sejumlah besar kalium (K2O), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Increase K fertilization significantly lowered the Mg in the leaf and significantly increased K leaf content at sixth month and at harvest. Increased K application also decreased juice Mg. Dolomite application (47 kg Mg/ha) at K0P2 (zero K and 200 P/ha) significantly increased the cane tonnage (TC/ha). Increased K fertilization at all P levels and at M0 (zero Mg) significantly increased the tonnage, a significant interaction between Mg and KP treatment. The highest tonnage of 56.3 TC/ha was obtained from the K1P2M1 (200 kg K/ha; 200 kg P/ha; and 80 kg Mg/ha). Correlation analysis showed a highly significant relationship between P content of the juice and sugar per ton cane (PS/TC). 40 HARA MIKRO BAGI TANAMAN TEBU Kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial pada tanaman tebu bagian daun muda, adalah: (a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 4 s/d 30 mg/kg. (b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 5 s/d 15 mg/kg. (c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 40 s/d 250 mg/kg. (d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 25 s/d 400 mg/kg. (e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 20 s/d 100 mg/kg. (f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): 0,05 mg/kg s/d 4,0 mg/kg. Aplikasi unsur hara mikro Zn (1.50, 3.00 and 4.50 kg ha"), Cu (0.5, 1.0 and 1.5 kg ha"), B (0.25, 0.50 and 0.75 kg ha“) dan Mn (1.0, 2.0 and 3.0 kg ha") dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil tebu. Semua unsure mikro menunjukkan korelasi positif dengan jumlah anakan tebu, bobot tebu, panjang batang, jumlah dan panjang ruas, diameter batang, dan hasil tebu; kecuali itu, Cu berkorelasi dengan jumlah anakan, Zn dengan bobot tebu, B dengan bobot tebu, dan Mn dengan diameter batang dan tebu yang dapat digiling. It is suggested that micro nutrients are essential elements for obtaining satisfactory yields of sugarcane. Application of excess amount of these elements reduces the yield by reducing the crop parameter values, but, adequate quantities produced boosted yield. Thus, it is recommended that micro nutrients may be applied after various soil tests and proper levels should be chalked-out. Unsur hara mikro mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu, meskipun ia diperlukan dalam jumlah sedikit. Defisiensi hara mikro dalam tanah dan tanaman akan menimbulkan gejala defisiensi. Aplikasi Zn dapat memeperbaiki pertumbuhan tanaman tebu, hasil tebu dan hasil gula. Respon Zn ini ternyata beragam dan dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan agroklimat. 41 Tanaman tebu memerlukan lebih banyak Mn, Zn dan Cu pada berbagai fase pertumbuhannya, sedangkan tebu ratoon memerlukan lebih banyak Fe. Aplikasi Zn, Cu, Fe, Mg, dan Mn menghasilkan volume batang tebu yang lebih besar. Beberapa kemungkinan yang dapat menimbulkan defisiensi hara mikro adalah: 1. Penurunan kesuburan tanah sebagai akibat dari monocropping tebu secara terus menerus. 2. Sugarcane is a gross feeder of nutrients and the production of large tonnages of cane over many years on the same soil has resulted in a net export of soil nutrients in the forms of molasses and filtercake. As very few countries recycle these by-products back to the fields, the capacity of the soil to supply nutrients is greatly diminished. 3. Introduksi tebu jenis unggul dengan produktivitas tinggi cenderung membutuhkan lebih banyak hara. 4. Defisiensi unsur hara mikro mungkin saja terjadi, tetapi tidak cukup parah untuk menimbulkan gejala defisiensi yang nyata. 5. Pupuk S grade tinggi dengan sedikit unsur mikro semakin banyak digunakan. 42 PEMUPUKAN BERIMBANG TANAMAN TEBU Kesuburan tanah telah mengalami penurunan di banyak lokasi kebun tebu, hal ini mungkin disebabkan oleh praktek pemupukan yang tidak tepat yang telah dilakukan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diperlukan aplikasi pupuk yang berimbang berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman tebu. Suplai hara yang berimbang sangat penting supaya tanaman tebu dapat mencapai potensial hasilnya yang optimal. Unsur hara yang sangat penting bagi tanaman tebu a.l. N, P, K, Mg, B, Cu, Fe, Mn, Si, dan Zn. Biasanya tanah-tanah di kebun tebu memerlukan pemupukan untuk mengoptimumkan produksi tebu. A consistent soil testing program is a valuable best management practice (BMP) that allows sugarcane growers to make sound economic fertilization decisions. However, soil testing in Florida has two limitations. First, soil tests are either not available or are not calibrated for nitrogen and micronutrients. Second, soil samples are routinely taken only before sugarcane is planted and rarely are soil samples collected for ratoon crops. Generally, soil samples are not routinely taken from fields with actively growing sugarcane plants since the practice of banding fertilizers in the furrow at planting, and subsequent sidedress applications of fertilizer sources during the growing season, makes it very difficult to obtain a representative soil sample. Use of leaf nutrient analysis in combination with visual evaluation of malnutrition symptoms can complement a grower's soil testing program and add additional information that will improve nutrient management decisions. Leaf analysis provides a picture of crop nutritional status at the time of sampling, while soil testing provides information about the continued supply of nutrients from the soil. Leaf analysis allows for early detection of nutritional problems and so enables the grower to add supplemental fertilizer to the current year's crop or to adjust next year's fertilizer application. It is also used to help diagnose a nutritional problem in a particular field or localized area of a field where poor growth or other symptoms have been observed. Although specific fertilizer recommendations are not provided for a given leaf nutrient analysis, deficiencies or imbalances indicate where additions or changes in the fertility program are needed. Leaf analysis and knowledge of visual symptoms can be used along with soil-test values and fertilizer and crop records to make improved decisions regarding fertilization. 43 Agar supaya tanaman tebu tumbuh baik dan sehat, unsurunsur hara harus disediakan secara mencukupi, dari tanah dan/atau dari udara. Unsur hara esensial termasuk C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo, S, dan Zn. Di lokasi-lokasi tertentu, produksi tebu dapat diperbaiki dengan aplikasi Si. Unsur Si ini memenuhi kualifikasi sebagai unsure yang "fungsional” atau “bermanfaat” karena, kalau tidak ada Si, tanaman tebu masih dapat melengkapi siklus hidupnya, meskipun produksi dan kesuburan tanamannya mungkin rendah. Dalam perkebunan tebu, biasanya unsure yang penting adalah N, P, K, Mg, B, Cu, Fe, Mn, Si, dan Zn. Defisiensi atau kelebihan salah satu (atau lebih) unsur ini dapat mengakibatkan hasil tanaman menjadi terbatas. Kelebihan salah satu unsure dapat mengakibatkan kekurangan unsur lainnya. Penggunaan pupuk yang efisien merupakan komponen utama dari program Best Management Practice (BMP) bagi petani tebu. BMP merupakan praktek budidaya yang layak ekonomis untuk memperbaiki hasil tebu, mengkonservasi sumberdaya alam, dan memanfaatkan semua sumberdaya pertanian secara efisien. BMP dalam pemupukan meliputi uji-tanah, aplikasi pupuk secara bertahap (split application), dan memupuk dengan dosis yang konsisten dengan hasil uji tanah dan ekspektasi hasil yang realistis. Pemupukan NPK Berimbang Rataan hasil suatu varietas tebu biasanya jauh lebih rendah dibandingkan dangan potensial hasilnya. Misalnya, melalui pemupukan berimbang NPK, potensial hasil dapat mencapai 165 170 t/ha; sedangkan estimasi potensi hasil tebu 150-200 t/ha. Pemupukan yang tidak berimbang menjadi salah satu factor yang menyebabkan rendahnya hasil actual tebu. Pemupukan yang tepat merupakan fungsi pengelolaan yang penting dalam produksi tebu. Defisiensi Nitrogen dapat menurunkan hasil tebu, sedangkan ketersediaan N yang berlebihan selama periode pemasakan dapat menurunkan kualitas nira tebu. Secara umum kebutuhan hara untuk tanaman tebu yang baik berada dalam kisaran 75-90 N kg/ha, 50-60 P2O5 kg/ha dan 150 K2O kg/ha. 44 45 PRAKTEK TERBAIK PENGELOLAAN HARA The SIX EASY STEPS approach Pola pengelolaan hara secara tradisional dalam perkebunan tebu telah berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Kebutuhan akan perubahan pola pengelolaan-hara didasarkan pada realita bahwa pengelolaan hara tidak lagi hanya berorientasi pada target hasil tebu, tetapi harus diorientasikan pada keberlanjutan. Salah satu pendekatan yang telah diperkenalkan dalam program pengelolaan hara yang ramah-petani adalah PROGRAM ENAM LANGKAH (the ‘SIX EASY STEPS’). Praktek terbaik dalam pengelolaan hara-pupuk. Pengelolaan hara dalam perkebunan tebu harus ditujukan untuk keberlanjutan. Hal ini berarti bahwa produksi tebu yang menguntungkan harus dicapai secara terintegrasi dengan upaya memelihara kesuburan tanah on-farm dan memeinimumkan dampak negative off-farm. Dengan kata lain, kita harus terus memperhatikan “kepentingan sekarang” ketika merencanaan pemupukan, tetapi kita juga harus memelihara sumberdaya pertanian bagi generasi mendatang; dan menjaga lingkungan yang lebih luas dengan jalan tidak menggunakan pupuk secara berlebihan. Praktek-terbaik pengelolaan hara mempunyai peluang sangat besar untuk dapat meminimumkan risiko kehilangan produktivitas (kehilangan hasil), profitabilitas (kehilangan keuntungan), hara (pencucian, run-off dan / atau kehilangan gas) dan sumberdaya tanah (erosi dan kehilangan kesuburan). Pengelolaan hara “spesifik lokasi” yang bertumpu pada program “enam langkah” akan memungkinkan adopsi praktekterbaik pengelolaan hara dalam system perkebunan tebu. Program ENAM LANGKAH (The SIX EASY STEPS program) 46 Program enam langkah ini merupakan sarana pengelolaan hara secara terpadu yang memungkinkan adopsi “praktek terbaik” pengelolaan hara on-farm. Program ini terdiri atas enam langkah: 1. Mengetahui dan memahami kualitas tanah. 2. Memahami dan mengelola proses-proses dan kehilangan hara. 3. Uji tanah secara reguler. 4. Mengadopsi arahan/pedoman pengelolaan hara spesifiktanah 5. Menganalisis kecukupan masukan hara (misalnya dengan analisis daun). 6. Melakukan pencatatan yang baik, untuk dapat memodifikasi masukan hara pada waktu dan tempat yang tepat. Tujuan program ini adalah menyediakan arahan/ pedoman tentang bagaimana mengimplementasikan hara-berimbang “onfarm” dengan sasaran akhir adalah mengoptimalkan produktivitas dan profitabilitas, tanpa berdampa buruk terhadap kesuburan tanah atau menyebabkan dampak negative eksternalitas off-farm. 47 BAGAIMANA MEMUPUK YANG BENAR? Pupuk kimia merupakan bagian vital dari system pertanian tebu yang modern. Jenis-jenis tebu unggul dengan produktivitas tinggi, ternyata hamya dapat berproduksi secara penuh kalau kebutuhan haranya terpenuhi semua. Kebutuhan hara tanaman tebu ini disuplai dalam bentuk pupuk kimia. Aplikasi pupuk kimia dengan dosis tinggi dan terus menerus ini menimbulkan permasalahan rendahnya efisiensi pemupukan. A major problem in appropriate fertilizer use is an imbalance of applied nutrients. Nitrogen applications tend to be much too high in relation to the amount of potassium and phosphate used. This is partly the result of price differentials, and partly the lack of knowledge among farmers about the need for balanced fertilizer applications. The use of nitrogen, the main nutrient element in sugarcane growth, tends to be inefficient. A great deal of applied nitrogen is lost by leaching, volatilization and other natural processes. This is not only wasteful, but burdens the natural environment with excessive nitrogen. The problem is particularly marked in irrigated soils, since nitrogen losses are high under flooded conditions. However, it is the fertilization of high-value crops such as sugarcane with nitrogen which tends to produce much of the nitrate water pollution. Various ways of increasing nitrogen fertilizer efficiency were discussed, including recent developments in coated nitrification inhibitors and other formulations. Cara yang paling efektif untuk memaksimumkan serapan pupuk N oleh tanaman tebu adalah “mencocokkan” aplikasi pupuk N dengan kebutuhan tanaman. Hal ini berarti pemupukan secara bertahap, dimana pupuk N diaplikasikan beberapa kali selama pertumbuhan tanaman; dan bukan aplikasi sekaligus semua dosis pupuk N dalam sekali pemakaian. Formulasi pupuk “Slow release” dan “deep placement” juga merupakan teknologi pemupukan yang lebih bermanfaat. 48 STABILISASI UREA DENGAN ASAM HUMAT Pemakaian urea sebagai sumber hara N pada USAHATANI TEBU DiHANTUI OLEH KENYATAAN BAHWA EFISIENSINYA RELATIF RENDAH, ternyata urea yang diberikan ke tanah tidak seluruhnya dapat diambil tanaman, urea yang diberikan ke tanah hanya diambil tanaman sekitar 30-40%, sedangkan yang hilang melalui berbagai cara dapat mencapai 60%. Kehilangan N melalui penguapan ammonia dapat mencapai 40- 50% . Pemupukan dalam kegiatan budidaya tebu memegang peranan yang teramat penting, selain dapat meningkatkan produksi biomassanya, pupuk juga dapat meningkatkan keragaman dan kualitas hasil yang diperoleh. Masalah utama penggunaan pupuk N pada lahan pertanian adalah efisiensinya yang rendah karena kelarutannya yang tinggi dan kemungkinan kehilangannya melalui penguapan, pelindian dan immobilisasi. Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan N, misalnya melalui rekayasa urea-humat . Pencampuran urea dengan asam humat menghasilkan pupuk urea yang lebih tidak mudah larut. Dengan pelepasan N yang lebih lambat diharapkan keberadaan N di dalam tanah lebih awet dan pemupukan menjadi lebih efisien. Pencampuran urea-humat secara fisik dan kimia terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan N pada tanaman tebu. Aplikasi pupuk urea-humat pada tanah Vertisol dan Entisol terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan N hingga 50 %. Di tanah Entisol bahkan efisiensi pemupukan yang lebih tinggi dicapai pada dosis pupuk yang lebih rendah . Any recent studies on ammonia loss from urea by using acidic materials such as Humic Acid (HA) has been successful. Besides reducing ammonia loss, the mixture of urea-HA improves plant growth and development. However, large scale production of HA is still limited as this country imports HA based fertilizers from other country at a high cost . 49 This approach may help to increase N use efficiency in agriculture. Appropriate amount of HA may also help to chelate heavy metals such as Al, Fe and so on. Series of field experiments were used to study the effect of humicacid-urea on vegetable, fruit tree and grain and cotton crops. The results showed that the winter wheat yield of humicacid-urea treatment increasing rage was from 8.1%to 13.2%,corn yield increasing rage was from 9.1% to 15.7%, cotton yield increasing rage was from 6.2% to 17.5%, vegetable yield increasing rage was from 15.7% to 29.7%, fruit yield increasing rage was from 10.7% to 14.2% compared with that of equal nitrogen urea treatment, Apparent recovery efficiency of applied N of humic-acidurea treatment increasing range was from 15 to 19 percentage point. Substansi Humik (Hs), sebagai salah satu senyawa organic makromolekul, dibuat untuk material membran. Ia dapat memasukkan nitrogen ke dalam strukturnya, secara langsung melalui reaksi kimia, atau secara tidak langsung melalui aktivitas mikroba dan selanjutnya dekomposisi biomasa mikroba. Asam humat telah lama digunakan sebagai bahan pupuk dikombinasikan dengan urea. Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa lignit asam humat dapat meningkatkan hasil tanaman dan efisiensi penggunaan Nurea oleh tanaman. In general, negative charge in Hs is originated from dissociation of ion H from functional groups especially carboxyl and phenol. Approximately 85 to 90% negative charged are derived from those groups. The carboxyl and phenol from Hs, having similar negative charged, are not able to bond ion nitrate; therefore become easier subject to leaching. In order to bond the nitrate from urea with Hs, the process needs cation, i.e. calcium to bridge functional humic group and ion nitrate. Existence of Ca in between humic and nitrate will create out sphere complex. The cation Ca is selected because it has two positively charged and the bonding energy weaker but has strong bond not to be leach by irrigation. One of Ca positively charged aims to bond NO3-, while the other positively charged will be bonded to oxygen of humic. According to Huang and Schnitzer (1997), the bonding between 50 Ca and Oxygen is 839 kcal mol-1 smaller than that of Al3+, Fe3+ and Mg2+ respectively are 1,793; 919; dan 912 kcal mol-1. STABILISASI UREA Dari sudut pandang kesehatan tanaman dan perspektif lingkungan, ada pertimbangan penting sehubungan dengan penggunaan urea yang berlebihan. Urea tidak dapat ditahan dalam tanah oleh system dua-simpanan, yaitu koloid liat dan koloid humus. Akibatnya larutan tanah mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi dan tanaman menyerap nitrat bersama dengan “air minumnya”. Urea sifatnya tidak stabil. Umumnya telah disepakati bahwa hanya 28 dari 46 unit nitrogen dalam urea yang dapat mencapai sasaran manfaatnya. Sisanya 40% dari produk akan dioksidasi dan akhirnya mencapai perairan sebagai pencemar. Asam humat merupakan kunci bagi stabilisasi urea. Asam Humat juga merupakan material colloidal, tetapi berbeda dengan koloid liat dan humus dalam tanah, koloid humat dapat menyimpan urea. Pada kenyataannya, dengan KTK = 450, asam humat dapat menstabilkan urea sedemikian rupa sehingga semua 46 units N dalam urea dapat tersedia bagi tanaman, dan bahkan beberapa inchi hujan tidak dapat melepaskan nitrogen dari koloid humat. Efek stabilisasi ini hanya mungkin kalau asam hyumat dikombinasikan dengan urea sebelum aplikasi ; atau alternatifnya kalau granula asam humat soluble dikombinasikan dengan “granulated urea” untuk mengikat kalau mereka larut. Kalau urea dan asam humat tidak diaplikasikan bersama, maka hara lainnya dapat memasuki “gudangnya” humat dan mereduksi potensi simpanan nitrogen. This stabilisation is a valuable gain, but there is another benefit associated with the fusion of urea and humic acid. There is no longer the force-feeding aspect involved in urea fertilising, when the plant can feed from the humate storehouse when and if nitrogen is needed. Nitrate overload is avoided and a healthier, more resistant plant is the result. 51 EFISIENSI PUPUK DENGAN HUMIC ACID Asam humat dapat ditemukan dalam pupuk kandang, gambut, batubara lignite, dan leonardite. Leonardite merupakan bentuk oksidatif dari bahan organik. The humic acid is derived from a type of leonardite that differs from its theoretical formula: part of its chemical structure has been oxidized away. These broken bonds create places on the molecules where Micronutrient ions can be absorbed. The oxidized sites give the entire molecule a negative charge enabling it to absorb micronutrients as shown below. Humic acid absorbs ions like aluminum relatively easily. We take advantage of this natural tendency by treating leonardite with potassium hydroxide. The oxidized sites on the molecule are saturated with potassium, which is readily exchanged for all major micronutrient ions in the soil. Treating humic acid with potassium hydroxide also raises its pH to 11, pushes the acids to their maximum solubility, and stabilizes hydrocolloids in suspension. Bijih leonardite dapat diolah dengan perlakuan hydrogen peroxide. Perlakuan ini dapat membebaskan molekul asam humat dari kotorannya seperti liat, shale, gypsum, silica, dan bahan organic fosil yang ada dalam bijih. Tidak semua asam humat yang diperoleh bersifat aktif. Sebagian berikatan dengan mineral membentuk Kristal, dan sebagian mengalami polimerisasi menjadi molekul yang tidak-larut. 52 Asam humat merupakan senyawa yang strukturnya sangat kompleks (berat molekulnya 1500), yang praktis tidak larut air, kecuali hanya sebagian kecilnya saja yang disebut asam fulfonat. Fragmen-fragmen ini menggunakan ikatan hidrokarbon menciptakan rantai pembentuk molekul, yang dalam keadaan alamiahnya “menggulung” membentuk suatu “bola”. Diagram struktur dari fragmen asam humat. Sistem pertanian tebu yang intensif memerlukan sejumlah besar pupuk mineral untuk mensuplai kebutuhan hara tanaman, terutama N, P, dan K. Permasalahan penting yang dihadapi produsen tebu adalah rendahnya efisiensi pemanfaatan pupuk oleh tanaman tebu. Sulitnya mengatasi maslaah ini terletak pada kenyataan bahwa pupuk kalium dapat larut dan pupuk nitrogen mudah mengalami pencucian setelah diaplikasikan ke tanah; sedangkan pupuk fosfat berikatan dengan kation-kation Ca, Mg, Al, dan Fe yang ada dalam tanah, membentuk senyawa inert, sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman tebu. The presence of humic substances, however, substantially increases effective assimilation of all mineral nutrition elements. It was shown 53 that humate treatment (with NPK) improved CROP growth, development, and the crop capacity while decreasing the use of mineral fertilizer. Experiments showed that one-way use of nitrogen fertilizers on winter wheat crops did not have a high positive effect on the crop capacity, while its use along with humates and super phosphate achieved an expected positive effect. Interestingly, the mechanism of interaction between humates and microelements of mineral nutrition is specific for each of them. The positive process of Nitrogen assimilation occurs due to an intensification of the ion-exchange processes, while the negative processes of “nitrate” formulation decelerates. Potassium assimilation accelerates due to a selective increase in the penetrability of cell membranes. As for phosphorus, humates bond ions of Ca, Mg, and Al first, which prevents the formation of insoluble phosphates. That is why the increase of humate content leads to an increase of the plant’s phosphorus consumption. Therefore, the combination of humates and mineral fertilizer guarantees their effective assimilation by plants. Thus, the idea of combined use of humates and mineral fertilizer naturally comes to mind. Creation of such a combined fertilizer is a new step in plantgrowing development. Penggunaan urea-terselimuti humat dalam usahatani kentang ternyata dapat meningkatkan kapasitas tanaman rata-rata 28-31 centner/ha, dan pada saat yang bersamaan dapat menurunkan kandungan nitrat sebesar 40%, kalau dibandingkan dengan aplikasi urea saja. Penggunaan urea-terselimuti humat dapat meningkatkan kapasitas tanaman kentang sebesar 20% dan meningkatkan kapasitas tanaman oat sebesar 50%. Other important components of plants’ nutrition are microelements - Fe, Cu, Zn, B, Mn, Mo, Co. Plants use a very small amount of them, measured in one thousandth or one hundred thousandth of a percent. Nevertheless, they are vital to plants’ development. For instance, boron resists certain diseases and increases the amount of ovaries and vitamin content in fruit. Manganese is vital for the photosynthesis process and the formulation of vitamin C and sugars. Copper assists in albumen synthesis, which ensures drought and frost resistance in plants, as well as their resistance to fungal and viral infections. Zinc is part of many vegetable ferments participating in fertilization, breathing, 54 albumen, and carbohydrates synthesis. Molybdenum and cobalt are important to nitrogen assimilation from the atmosphere. Aplikasi asam humat mempengaruhi perilaku anion fosfat dari pupuk fosfat yang dicampur /dibenamkan ke dalam tanah. Aplikasi asam humat (lignitic coal) dosis 200 g/ha menunjukkan imobilisasi P paling sedikit, baik P-alami maupun P-pupuk , selama inkubasi 16 minggu. Persen recovery P dan mineralisasi P juga lebih besar pada aplikasi asam humat dosis 200 g/ha. Aplikasi asam humat dengan dosis 200 g/ha (0.1mg kg-1 soil) tampaknya lebih kondusif bagi ketersediaan P dan menekan fiksasi P, baik melalui proses khelasi, mekanisme asidifikasi, maupun proses mineralisasi mikrobiologis. Mengapa Asam Humat dari Leonardite Kejenuhan maksimum yang dapat dicapai dengan asam humat yang sangat aktif sebesar 16%. Garam-garam asam humat mulai mengendap kalau kita meningkatkan kandungan padatan di atas nilai ini. Asam humat yang diekstraks dari pupuk kandang atau gambut biasanya tidak begitu efektif menyerap unsure hara mikro, dibandingkan dengan asam humat yang berasal dari leonardite. Demikian juga asam humat yang berasal dari lignite , tidak bagus digunakan sbagai stimulator pertumbuhan, kecuali jika dioksidasi secara parsial terlebih dahulu. Leonardite telah dioksidasi secara alami , menghasilkan asam humat yang sangat aktif, dengan biaya produksi yang murah. Asam humat yang diekstraks dari leonardite sangat efektif dan biaya produksinya murah. 55 KOMPOS UNTUK TEBU Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah penambahan bahan organik. Pemberian baban organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menaban air. Peran bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalab meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P dan S. Peran hahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga dapat mempengaruhi serapan hara oleh tanaman. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan BOT dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah /tanaman: 1. Meningkatkan kesuburan tanah 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah 56 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah Peran bahan organic terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman. Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Kompos memberikan peningkatan kadar Kalium tersedia dalam tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam. Kompos yang dibuat dari ampas tebu, yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu. Upaya peningkatan produksi tebu sangat tergantung pada pemberian pupuk anorganik dan organik. Di banyak lokasi penggunaan pupuk anorganik meningkat, tetapi peningkatannya tidak diikuti secara proporsional oleh meningkatnya produksi. Hal ini berarti telah terjadi penurunan efisiensi penggunaan pupuk sehingga perlu terobosan baru penggunaan pupuk yang lebih efisien. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pupuk telah dilakukan percobaan pupuk “Bio Kompos” pada tanaman tebu (BPTP, 2007). Hasil penelitian ini ternyata aplikasi 2 ton/ha ‘Bio Kompos + 1/3 bagian NPK menghasilkan produksi paling tinggi 1,189 ku/petak dengan kenaikan produksi 61.16%. Pemberian pupuk ‘Bio Kompos” dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik hampir 30-50%, dan sangat cocok digunakan di lahan tegalan dengan tanaman tebu hasil dari ratoon I. 57 Blotong merupakan limbah padat dari proses pemurnian nira. Secara umum bentuk dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu yang mempunyai komposisi bahan organik, N-total, C/N, PI05, KIO, CaO dan MgO, cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik tanaman. Kompos dari blotong tersebut umumnya mengandung hara N, P2O5 dan K2O masing-masing sekitar 1-1.5%, 1.5-2.0%, dan 0.6-1.0%. Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di areal perkebunan tebu, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara, memperbaiki drainase tanah, dan menetralisir pengaruh A1dd sehingga ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia. Selain itu pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan. Kombinasi kompos bagase dengan pupuk anorganik tampaknya mempunyai prospek yang bagus untuk meningkatkan produksi tebu. Misalnya Perlakuan kompos bagase 5.0 ton/ha dengan dosis pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi, cenderung menghasilkan tanaman tebu yang lebih baik. Percobaan aplikasi kompos limbah tebu yang dikombinasikan dengan mikoriza terhadap serapan hara P, dan hasil tanaman menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara aplikasi kompos limbah tebu dengan mikoriza terhadap serapan P, derajat infeksi akar, berat kering dan tinggi tanaman, serta hasil tanaman. Aplikasi kompos limbah tebu nyata meningkatkan serapan P, derajat infeksi akar, berat kering tanaman, serta hasil tanaman. Dosis 4 ton ha-1 kompos nyata memberikan peningkatan hasil tanaman. Inokulasi 10 g mikoriza nyata meningkatkan serapan P, derajat infeksi akar, berat kering tanaman, serta hasil tanaman. Manfaat Kompos bagi Tanaman Tebu Aplikasi kompos bersama dengan pupuk NPK dapat meningkatkan hasil tebu dan hasil gula pada tebu-tanaman dan tebu ratoon. The additional benefits 58 from the compost treatments had disappeared by the second-ratoon crop although compost was still supplying adequate N, P and K for crop growth, producing similar cane and sugar yields to those treatments which were providing only N, P and K. Selama periode tiga tahun percobaan, aplikasi kompos sekitar 150 ton per ha mampu meningkatkan hasil tebu rata-rata setiap tahun 20 ton/ha atau 24 %. Sedangkan peningkatan hasil gula sekitar 2.0 ton/ha atau 18 %. Aplikasi biokompos yang dibuat dari biodegradasi blotong limbah industry gula ternyata dapat memperbaiki hasil tebu dan hasil gula, serta meningkatkan kandungan C-organik dalam tanah. Hasil tebu paling banyak dicapai pada perlakuan aplikasi 50 % N melalui biocompost + 50 % N melalui pupuk anorganik. Aplikasi biokompos meningkatkan hasil tebu secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan tanpa biokompos. Perbaikan rendemen tebu akibat aplikasi biokompos tidak terlalu besar. SISTEM PRODUKSI TEBU BERKELANJUTAN Pada tanah-tanah berpasir, terutama pada ekosistem lahan kering, kehilangan unsure hara, air dan herbisida melalui pencucian ternyata sangat tinggi, sehingga mengakibatkan tanah kurang produktif. Aplikasi rabuk kandang organic tidak hanya untuk mengganti unsure hara yang hilang, tetapi juga untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah , yang pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki kualitas tanah bagi tanaman tebu. Struktur tanah dan kesuburan tanah dapat dipelihara atau diperbaiki dengan aplikasi pupuk kandang, kompos, limbah sisa panen, dan pupuk hijau. Tanah-tanah yang ditanami legume dan pupuk hijau dibenamkan, biasanya akan kecukupan P, K dan Ca. Pupuk kandang akan membantu memperbaiki struktur tanah, aerasi tanah dan diharapkan dapat memperbaiki aktivitas mikroba tanah. About 300 to 400kg/ha of total nitrogen is contained in single legume though only between 10 to 60kg/ha is made to crops. The beneficial effects on sugarcane from an incorporated legumes biomass, the 59 incorporated groundnut and cowpea increased yield of maize. Even prior to the introduction of mineral fertiliser, about 80 years in Nigeria, manure, compost and farm yard manure were particularly the only source of nutrient to crop. Dengan demikian, praktek pengelolaan tanah dan tanaman yang ramah lingkungan harus diadopsi untuk memperbaiki kesuburan tanah sehingga mampu mendukung produksi tebu secara berkelanjutan. Budidaya tebu dengan mulsa residu-tanaman berarti mengembalikan sejumlah besar karbon ke tanah, sedangkan kalau sisa panen dibakar maka sejumlah karbon akan hilang dari tanah. Pengelolaan residu sisa panen sebagai mulsa dapat menghasilkan akumulasi karbon dalam tanah liat Oxisol: setelah 6 tahun, total karbon tanah (total SOC) meningkat sebesar 15% pada kedalaman tanah 0–10 cm, yang mencerminkan 0.65 Mg C / ha/ tahun dan 14% karbon mulsa. For the period under study, carbon enrichment mainly affected the 0–2 mm fraction, and to a lesser extent, the water-soluble fraction, whereas coarse fractions were not enriched. The mean residence time of carbon associated with the fine fractions being rather long, it might be assumed that the preferential storage in fine fractions resulted in a long-term carbon storage. Macrofauna and earthworms particularly, the biomass of which was greater under mulch, could have an important role in the carbon enrichment of the 0–2 mm fraction. 60 SUGARCANE INTEGRATED PEST MANAGEMENT Pengelolaan Hama-Penyakit Terpadu pada tanaman tebu meliputi: karantina tanaman, control bubidaya, control fisik, control biologis, control kimiawi dan teknik-teknik sex-pheromone. Semua metode ini harus diintegrasikan secara organik, control budidaya ditetapkan sebagai basisnya, musuh alami digunakan dan dilindungi, control biologi dan control kimia dikoordinasikan secara baik, kondisi lingkungan yang cocok diciptakan bagi pertumbuhan tebu tetapi tidak bagi hama-penyakit; dalam rangka mengendalikan hama-penyakit pada ambang ekonomis dan memungkinkan tanaman tebu menghasilkan gula dengan baik. Integrated pest management can be understood as a systematic ecological approach,wherein biological and synthetic materials and means are used to achieve minimal economic damage to the crops by any natural pest/s. Pengendalian hama terpadu (IPM) melibatkan semua keenam mekanisme proteksi tanaman, yaitu: 1. Sarana Kimia: Application of chemical materials onto plants, soils or seeds.fungicides, nematicides, insecticides, herbicides, bio-regulators etc. 2. Sarana Biologis: Beneficial arthropods, pathogens (viruses, bacteria, fungi), use ofantagonists, resistant cultivars, induced resistance, organicfertilizers etc. 3. Sarana Bio-technical: Physical and/or chemical attractants, use of pheromones, insecthormones for fertility an growth, sterile male techniques, etc. 4. Praktek Agronomis: Location and melioration, cultivation, crop rotation, elimination ofinoculums sources, or alternative and intermediate hosts, properseeding and planting, etc. 5. Prosedur Fisika: Mekanik, termal, eksklusi (jarring-prangkap dll), radiasi. 6. Karantina Tanaman: pengendalian impor-ekspor, karantina antara, karantina pasca impor dll. Dengan dilengkapi mekanisme protekni tanaman ini, prinsip IPM adalah: prinsip- 61 1. 2. 3. 4. Ambang batas: a point at which either the pest population or the environmental factors indicate the need for action, it is imperative to understand that pests and plants belong to thesame system and each sustains the other, so action is only necessary if the pest population can cause large damage to the plantation i.e. economically or in production. So one must determine the threshold level, at which action is to be taken, based on the knowledge of local pest life cycles and their interaction with the environment Monitoring dan Identifikasi Hama: it is absolutely crucial to identify the pests and the right kind of pesticide or bio-control to deal with it. Especially when it comes to bio-control mechanism, one must take additional care to understand the all behavioural aspect of the control species, mistakes can be quiet expensive and at times disastrous for the native flora and fauna. More over many of the weeds, insects or pests are harmless and do not require any control. Pencegahan: there are several simple cultural methods that can be used to effectively and cost-efficiently deal with preventing the spread of disease or pests. Hence IPM causes leastor no hazards to people, property and environment. Pengendalian: when the preventative methods are rendered ineffective, with information from theabove steps IPM evaluates the best control mechanism and the risks of using it. In IPM the emphasis is on control and not eradication of the pest population, which most often is impossible to achieve additionally it may have unpredictable consequences for the natural environment. Control of the disease or pest can be achieved with one or more bio-control orchemical agents, such as pheromones or chemical pesticides or combinations of them. Depending on the situation, initially less risky control mechanisms are used, if the problem persists then the scale and strength of the materials used is increased. More often than not, several crop protection mechanisms are put into practice simultaneously that the comprehensive effectiveness is guaranteed or achieved with ease. Pengendalian hama-penyakit tanaman tebu sesuai dengan pendekatan IPM (integrated pest management) karena sedikit gangguan hama-penyakit masih dapat ditoleransi. Berbagai kultivar, agen pengendalian hayati, praktek budidaya, dan pesticide semuanya diterapkan dalam pertanaman tebu. Program IPM yang efektif dapat melindungi lingkungan dan hemat biaya bagi petani tebu. 62 Karat coklat pada tebu - Puccinia melanocephala The two major rust fungi on sugarcane are brown rust caused by Puccinia melanocephala and orange rust caused by P. kuehnii. Brown rust is relatively common, found everywhere sugarcane is grown, whereas orange rust has only recently been found in the Western Hemisphere. Karat-Orange Tebu Karena kemampuan penyebarannya sangat luas, penyakit ini dapat menyebar ke seluruh daerah tebu. Jenis tebu yang resisten sudah tersedia, tetapi tidak stabil resistensinya karena adanya varian-varian pathogen karat. Pada kondisi optimumnya, karatorange ini dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 50%. Temperatur yang optimum bagi perkembangannya adalah 20-25oC. Data suhu ini dapat digunakan untuk menetapkan “risk zones” untuk pengendalian penyakit. Fungisida, terutama strobilurins dan triazoles, telah diuji coba efikasinya. Akan tetapi pengendalian secara kimiawi harus dipandang sebagai sarana dalam program “multi-pronged management”. Karat-coklat Tebu Karat-coklat, yang disebabkan oleh Puccinia melanocephala, dapat menimbulkan epidemic parah pada kultivar tebu yang “peka”. Aplikasi dua-mingguan campuran tiga jenis fungisida—azoxystrobin, propiconazole, dan tebuconazole— selama periode epidemic awal musim tanam dapat menekan gangguan karat-coklat , dan tanaman tebu dapat terlindungi dan menghasilkan tebu setara dengan tanaman yang terinfeksi karat secara alamiah. Aplikasi campuran tiga macam fungisida dua-mingguan dapat mereduksi keparahan gangguan karat-coklat selama periode epidemic tanpa menimbulkan gejala fito-toksisitas. In all three years, rust severity was lower for treatments receiving full-season and lateseason protection with fungicides compared with the treatment receiving early-epidemic protection only and the nontreated control. 63 Rust severity in the treatment with only early-season protection was similar to severity when there was no fungicide applied. Praktek Budidaya untuk meminimumkan Penyakit Karat-Coklat Tanaman Tebu dampak Menanam Jenis Tebu yang Tahan Ini merupakan sarana utama untuk mengendalikan gangguan penyakit karat daun tebu. Apan tetapi pada kenyataannya tidak cukup tersedia jenisjenis tebu yang tahan penyakit ini. Jenis Tanaman tebu yang sangat peka harus digantikan dengan menanam jenis-jenis tebu yang agak tahan terhadap gangguan penyakit ini. Use of resistant varieties will always be the most economical option for farmers, but fungicides might allow the recovery of some of the losses caused by rust at those times when this cyclical disease problem has found a way to successfully attack current varieties. Menanam beragam Jenis Tebu Menanam jenis-jenis tebu yang “peka” pada areal yang luas dapat mendorong terjadinya ledakan penyakit karat, dan berdampak buruk terhadap jenisjenis tebu yang tahan penyakit. Adaptabilitas penyakit karat-coklat memungkinkan mengatasi daya tahan jenis tebu yang resisten, sehingga penyakit ini sulit dikendalikan. Menanam campuran varietas tebu pada suatu hamparan usahatani tebu dapat membantu mereduksi tingkat keparahan penyakit pada jenis tebu yang agak tahan dan dapat meningkatkan ketahanan jenis-jenis tebu yang resisten. Menghindari Kesuburan yang Berlebihan Aplikasi pupuk N dan P secara berlebihan dapat memacu terjadinya gangguan penyakit karat daun. Pemupukan harus didasarkan pada hasil uji tanah, supaya aplikasi pupuk tidak berlebihan. Gangguan penyakit karat-coklat pertama kali terjadi pada tanaman yang paling subur pada saat awal musim pertumbuhan tanaman. Penyakit karat biasanya menyerang lebih dulu varietas yang “peka” dan tidak resisten. Keparahan gangguan penyakit biasanya lebih berat pada tanaman tebu pada tanah yang teksturnya ringan. Menyingkirkan Seresah daun-daun hijau dari permukaan tanah Pembersihan dan pembuangan seresah material daun-daun hijau dari permukaan lahan dapat menghilangkan pathogen yang bertahan pada seresah daun hijau tersebut. 64 Aplikasi Fungisida untuk Karat-Coklat Aplikasi fungisida dapat mereduksi perkembangan penyakit karat dan meminimumkan kehilangan hasil varietas tebu yang peka. Gangguan penyakit karat-coklat dapat mereduksi hasil tebu hingga 4-8 tons tergantung pada lamanya waktu pathogen mempengaruhi tanaman tebu. Aplikasi fungisida pada waktu yang tepat dapat mencegah kehilangan hasil tebu. Kondisi berikut disarankan untuk aplikasi fungisida untuk meminimumkan kehilangan hasil tebu. Kondisi yang memacu gangguan karat-coklat, memerlukan perhatian: Penanaman jenis tebu yang “peka” memacu gangguan penyakit. Berbagai factor mengakibatkan pertumbuhan awal tebu yang subur. o Plant cane (grows more rapidly and often develops rust before stubble crops o Tekstur tanah ringan o Tanah subur o Tidak adanya cuaca ekstrim yang mematikan “above ground growth” Rust infection is evident on older leaves and beginning on younger leaves of plants with most advanced growth. These plants may be along a tree-line or ditch-bank. Rust infection becomes evident from late March until early June. The earlier the disease begins and longer it lasts, the more yield loss it will cause, and the more economic benefit will result from fungicide application. Rekomendasi aplikasi Fungisida: Fungisida harus diaplikasikan paling tidak dengan 15 gallons air per acre lahan tebu, dengan surfaktan supaya dapat membasahi seluruh permukaan daun. Pembasahan muka daun secara menyeluruh ini sangat penting. Fungisida tipe protektan akan dapat bekerja dengan baik kalau diaplikasikan sebelum gangguan penyakit berkembang parah pada daun-daun tanaman tebu muda. Fungisida sepeerti ini hanya dapat melindungi gangguan infeksi karat-coklat selama sekitar tiga minggu. Oleh karena itu, kalau epidemic karat-coklat terjadi selama April, maka diperlukan aplikasi fungisida dua kali. Gangguan penyakit karat-coklat secara alamiah akan menurun selama musim kemarau panas. Empat fungisida triazole, yaitu cyproconazole (50 ppm), propiconazole (250 ppm), triadimefon (750 ppm) dan triadimenol (250 ppm) disemprotkan ke 65 daun dengan interval 14 hari secara signifikan mengurangi infeksi alami karat daun tebu. Penyakit karat-coklat pada tebu disebabkan oleh fungi, Puccinia melanocephala. Gangguan penyakit yang parah dapat terjadi pada saat awal musim hujan. Spora di udara yang diterbangkan angin dapat menginfeksi daun-daun muda tanaman tebu. Setelah jamur mengkoloni jaringan daun tebu, akan berkembang jaringan yang rusak berwarna coklat kemerahan. Pustula yang mengandung spora coklatkemerahan akan pecah dari permukaan bawah daun tebu. Spora baru kemudian disebar-luaskan melalui udara dan menyebabkan infeksi baru. Spores pathogen karat-coklat tidak berumur panjang, dan organism ini hanya dapat hidup dalam jaringan daun hijau. Oleh karena itu cuaca dingin dan panas yang hebat dapat mereduksi gangguan penyakit karat ini. Kondisi cuaca yang hangat akan menghasilkan epidemik yang parah pada tanaman tebu yang tidak tahan (peka). Perkembangan penyakit karat-coklat pada daun-daun muda tanaman tebu akan mereduksi fotosintesis dan pertumbuhan tanaman tebu. Besarnya kehilangan hasil berhubungan dengan lamnya waktu karatdaun ada di daun muda Selama fase penyakit karat ini, pertanaman tebu tampak coklat-kemerahan kalau dilihat dari jauh. PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT Cara terbaik mengendalikan gangguan penyakit karat pada tanaman tebu ialah menanam jenis tebu yang tahan penyakit karat. Akan tetapi, resistensi tidak stabil atau tidak kekal pada varietas tertentu, mungkin karena munculnya varian-varian karat. Karena alas an ini, maka disarankan kepada para petani untuk menanam beragam jenis tebu. In this way, they will not have a predominance of one variety, should a rust variant develop that is capable of infecting that particular variety. Varietal diversification may play an important role in holding down the overall area-wide disease pressure, thereby reducing the natural selection pressure for one particular rust variant. It is believed that this may assist in preserving the durability of host plant resistance in current resistant varieties. Meskipun sejumlah bahan kimia dapat digunakan untuk semprotan daun mengendalikan penyakit karat tebu, 66 termasuk sulfur dan phosphonics, namun pengendalian cara kimia ini tidak layak secara ekonomis. Karena tanah telah diketahui berhubungan dengan tingkat infeksi penyakit karat tanaman tebu, hindari menanam jenis tebu yang peka di lahan-lahan masam dan / atau tanah yang kaya hara P dan K.