BAGAIMANA MENINGKATKAN Rendemen tebu

advertisement
1
BAGAIMANA MENINGKATKAN
RENDEMEN TEBU?
Salah satu upaya menuju swasembada gula nasional 2014
adalah peningkatan rendemen TEBU. Pada saat ini perbaikan
kualitas pertanaman tebu merupakan faktor penting yang harus
mendapatkan perhatian serius.
Tanaman tebu harus dapat
“diberdayakan” sehingga kapasitasnya untuk menghasilkan dan
menyimpan sukrose menjadi lebih baik.
OPTIMALISASI POTENSI RENDEMEN
Optimalisasi rendemen (biomasa) tebu sesuai dengan
potensi genetik yang dibawa suatu klon atau suatu varietas tebu
secara garis besar diabstraksikan seperti pada bagan di atas. Setiap
faktor yang mempunyai andil terhadap terbentuknya rendemen akan
berpengaruh secara kait-mengkait mengikuti Hukum Minimum
Liebig. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : bahan (material),
lingkungan mikro, trigger dan kepentingan manusia, yang satu sama
lainnya harus mendukung kondisi ideal yang sesuai dengan syarat
fisiologis tanaman tebu.
2
Penurunan kualitas tanah, berdampak pada terganggunya proses
penyerapan hara dan air oleh akar tanaman dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk sintesis biomasa.
Bertolak dari kondisi inilah beberapa hipotesis teoritis disusun untuk
diuji kebenarannya.
Bibit merupakan bahan dasar awal terbentuknya potensi
rendemen dan biomasa tanaman. Dengan menggunakan
indek kerapatan klorofil sebagai bioindikator, perlakuan yang
benar terhadap kebun bibit dapat dilakukan secara efektif
yang pada akhirnya hakekat bibit sebagai starter energy
potensial dapat dioptimalkan.
Optimalisasi rendemen yang dimulai dari kebun bibit ini
merupakan perbaikan jangka panjang sehingga evaluasinya
haruslah dengan kurun waktu yang memadai.
3
Kualitas dan kapasitas klorofil daun tebu dapat dijadikan
tolok ukur “keberdayaan“ tanaman tebu dalam menghasilkan gula,
dan potensi rendemennya. Pengukuran klorofil daun secara berkala
sesuai fase tumbuh tanaman tebu akan memudahkan petani dalam
menemukan solusi terhadap tanaman yang dibudidayakan.
Chlorophyl-meter adalah perangkat digital yang sangat membantu
dalam pelaksanaan usahatani secara terukur (the precission
agriculture).
Indikator klorofil yang baik ditentukan oleh komponen seperti
pada skema pembentukan sucrose (sucrose building). Pada skema
sucrose building inilah sebagian besar perhatian akan dilakukan
dengan didahului penyusunan kerangka-teoritis yang akurat dan
didukung kajian saintifik yang komprehensip guna pembuatan
formulasi yang tepat untuk memperoleh solusi terhadap kondisi yang
telah ada.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada area perakaran,
ketersediaan dan penyerapan hara, laju fotosintesa dan transportasi
fotosintat dalam batang tebu merupakan indicator kunci yang harus
dipantau, dalam kaitannya dengan paket-teknologi yang diuji.
4
Degradasi simpanan sukrose dalam batang tebu yang terjadi
selama periode pasca-panen juga harus mendapat porsi perhatian
yang serius. Kalau degradasi ini dibiarkan maka akan sangat sia-sia
uapaya panjang yang telah dilakukan sebelumnya jika penyelamatan
ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain prosedur kerja
(the best management practices) yang harus dilakukan dengan
benar, upaya melindungi sukrose melalui formulasi enzimatis dapat
diaplikasi sebagai tindakan preventif. Indikator keberhasilan proteksi
terhadap sukrose ini dapat diamati/dianalisis terhadap parameter
kerusakan sukrose secara cermat.
Sukrose yang telah terbentuk akan dijaga agar tidak mudah
terhidrolisis pada kondisi kelembaban yang tinggi dengan kinerja
enzimatis (inhibitor) yang dapat diaplikasi pada waktu tanaman
masih tumbuh.
5
Motivasi tentu terkait dengan pelaku usahatani. Pemahaman
terhadap fisiologi tanaman yang benar akan memotivasi
secara benar pula para planter dalam merawat tanamannya.
Pemahaman efisiensi, pemahamanan strategis dan reward
system dapat dilakukan intern. Hanya pada reward system
yang terkait dengan penghargaan upaya individu masih
perlu ditingkatkan komitmennya (missal analisa rendemen
individu).
6
KERANGKA TEORI
PENINGKATAN RENDEMEN TEBU
Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh
hasil hablur yang sebanyak-banyaknya. Hablur adalah gula sukrosa
yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula
terjadi di dalam proses metabolisme tanaman tebu, yang terjadi di
lahan tebu. Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat
ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan
mengolahnya menjadi gula kristal.
Hablur yang dihasilkan mencerminkan nilai rendemen tebu.
Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman
dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan lingkungan tumbuhnya,
serta proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen
yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat
yang tepat. Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai
sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda
dengan kandungan sukrosa yang ada di batang.
Pada dasarnya rendemen atau kadar gula dibentuk di kebun
tebu. Pembentukannya dilakukan melalui reaksi fotosintesis yang
melibatkan khlorofil dan radiasi matahari, CO2 dan Air, dengan hasil
berupa gula yang kemudian ditranslokasikan dan disimpan dalam
batang tebu. Reaksi biokimiawi fotosintesis yang rumit berlangsung
di khloroplast. Pada suasana radiasi matahari yang kurang optimal
karena adanya anomali iklim yang disertai hujan berkepanjangan,
mengakibatkan kapasitas fotosintesis tidak optimal.
Varietas tebu, cara budidaya, dan perlakuan terhadap
tanaman dan tanah tempat tumbuhnya, termasuk penambahan
inputs berupa bahan organik, pupuk lengkap dan bahan-bahan
pendukung lainnya, secara terintegrasi,
diharapkan dapat
meningkatkan rendemen tebu.
FOTOSINTESIS
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid
metabolism). Tumbuhan C4, seperti tebu, lebih adaptif di daerah
panas dan kering. Dalam proses fotosintesis tanaman C4, CO2
diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak
dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan
7
O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil
(sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah
sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian
ditransfer ke sel-sel “bundle sheath” (sekelompok sel-sel di sekitar
xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP
terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath
ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan
RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil, PEP mempunyai daya
ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap
CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. Laju assimilasi
tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2.
Dalam proses fotosintesis tanaman C4, enzim karboksilase
PEP memfiksasi CO2 pada akseptor karbon lain yaitu PEP.
Karboksilase PEP memiliki daya ikat yang lebih tinggi terhadap CO2
daripada karboksilase RuBP. Oleh karena itu,tingkat CO2 menjadi
sangat rendah pada tumbuhan C4, jauh lebih rendah daripada
konsentrasi udara normal dan CO2 masih dapat terfiksasi ke PEP
oleh enzim karboksilase PEP. Sistem perangkap C4 bekerja pada
konsentrasi CO2 yang jauh lebih rendah.
SINTESIS SUKROSE
Sukrose merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada
proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang
mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues.
Dalam tanaman, sucrose phosphate synthase (SPS) merupakan
enzim utama yang menentukan biosintesis sukrosa yang
berlangsung di mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan
sucrose-6-phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan
uridine-5-diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada
suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga
dihasilkan sukrosa.
Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan kandungan
sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio sukrosa:pati
daun.
Sukrosa yang disintesis di daun tebu ditranslokasikan ke
jaringan/organ penyimpan (batang) melalui proses loading dan
unloading mekanisme. Di batang sukrosa akan mengalami proses
metabolisme lebih lanjut yaitu hidrolisis dan resintesis. Pada
internoda batang yang masih muda jumlah energi dan kerangka
karbon diperlukan dalam jumlah besar, sehingga jumlah sukrosa
8
yang dihidrolisis juga semakin besar yang mengakibatkan
kandungan sukrosa batang menjadi kecil.
Aktivitas Acid Invertase (AI) yang menghidrolisis sukrosa
pada batang menentukan jumlah sukrosa yang dapat
diakumulasikan. Semakin kecil aktivitas AI pada batang akan
meningkatkan kandungan sukrosa di batang.
Simpanan sukrose di batang
Akumulasikan sukrosa pada batang tebu dimulai pada
internoda yang sedang mengalami proses pemanjangan (elongation)
sampai pada internoda yang proses pemanjangannya berhenti.
Besarnya jumlah sukrosa yang dapat diakumulasikan pada batang
sangat ditentukan oleh selisih antara proses sintesis dan degradasi
sucrose yang terjadi di daun.
Kandungan sukrosa batang tebu sangat ditentukan oleh
besarnya perbedaan antara aktivitas SPS dan acid invertase (AI).
Pada internoda batang tebu yang baru memulai proses
pemanjangan mempunyai kandungan sukrosa yang rendah dan
aktivitas AI sangat tinggi. Seiring dengan semakin dewasanya
internoda, kandungan sukrosa semakin meningkat dan akitivtas AI
semakin menurun. Pada tanaman tebu aktivitas invertase
merupakan kunci utama pengaturan akumulasi sukrosa pada
batang.
Sukrosa pada jaringan non fotosintetik yang sedang aktif
tumbuh akan mengalami proses metabolisme yaitu hidrolisis dan
resintesis. Kemampuan tanaman tebu untuk mengakumulasikan
sukrosa di batang lebih banyak ditentukan oleh aktivitas SPS daun
dan translokasinya oleh protein sucrose transporter (protein SUT),
sedangkan peran SPS batang sangat kecil. Sebaliknya aktivitas AI
batang secara langsung ikut menentukan besarnya sukrosa yang
dapat diakumulasikan di batang disamping aktivitas AI di daun.
9
TEORI FOTOSINTESIS
Fotosintesis menjadi mungkin karena kemampuan pigmen
klorofil menjebak cahaya. Peristiwa penting saat fotosintesis adalah
pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, yang pada
akhirnya disimpan dalam molekul gula. Bahan baku fotosintesis
adalah karbon dioksida dan air. Persamaan kimia total fotosintesis
adalah sebagai berikut:
Reaksi Reduksi – Oksidasi (Redoks)
Reduksi adalah penambahan sebuah elektron (e) ke sebuah
molekul penerima. Oksidasi adalah pembuangan sebuah elektrin
dari sebuah molekul. Penambahan elektron (reduksi) menyimpan
energi dalam senyawa. Pembuangan elektron (oksidasi)
melepaskan energi. Kapanpun suatu zat mengalami reduksi, zat
lainnya akan mengalami oksidasi.
Dalam sistem biologi, pelepasan atau pengikatan elektron
yang diturunkan dari hidrogen adalah mekanisme reaksi reduksioksidasi yang paling sering. Reaksi redoks berperan penting dalam
fotosintesis, misalnya sintesis gula dari karbon dioksida adalah
reduksi karbon dioksida. Hidrogen yang diperoleh dengan membelah
molekul air, ditambahkan pada karbon dioksida untuk membentuk
satuan gula.
10
Proses Fotosintesis
Fotosintesis terjadi di dalam kloroplast, struktur selaput
didalam sel mesofil daun. Kloroplast memiliki struktur halus di
dalamnya – kantung-kantung selaput lempeng yang disebut tilakoid.
Di selaput tilakoid, klorofil dan pigmen aksesoris disusun menjadi
kelompok-kelompok fungsi yang disebut fotosistem. Masing-masing
fotosistem mengandung sekitar 300 molekul pigmen yang terlibat
langsung atau tidak langsung dalam proses fotosintesis.
Struktur kloroplast
Masing-masing fotosistem ini memiliki pusat reaksi atau
penjebak cahaya dimana molekul klorofil a yang spesial menjebak
energi cahaya. Ada dua jenis fotosistem:Fotosistem I dan
Fotosistem II. Di Fotosistem I, molekul klorofil a nya dinamakan
P700 karena ia menyerap energi cahaya dari panjang gelombang
700 nanometer. Molekul klorofil di Fotosistem II diberi nama P680
karena molekul pigmen ini (klorofil a) menyerap cahaya pada
panjang gelombang 680 nanometer.
Fotosintesis melibatkan empat reaksi biokimia, yaitu: reaksi
fotokimia, transpor elektron, kemi-osmosis dan fiksasi karbon.
Reaksi fotokimia dan transpor elektron terjadi di selaput tilakoid.
Selaput oval tilakoid mengelilingi sebuah vakuola atau wadah
penyimpan dimana ion hidrogen disimpan hingga diperlukan dalam
siklus Calvin, atau fiksasi karbon. Masing-masing tilakoid bertumpu
11
di stroma atau zat lantai di kloroplas. Stroma adalah lokasi terjadinya
fiksasi karbon.
Peristiwa Fotosistem I
Fosforilasi Siklik – Transpor Elektron
Energi cahaya mahatari menimpa suatu fotosistem. Molekul
pigmennya menyerap energi ini dan meneruskannya ke molekul
pusat reaksi. Tingkat energi sebuah elektron di P700 (klorofil a) naik
ke tingkat yang lebih tinggi. Energi elektron yang bertambah ini
menyebabkannya lepas dari molekul P700 dan menempel
sementara di sebuah molekul penerima yang disebut X. Dalam
menerima eletron, molekul X tereduksi. Molekul X ini meneruskan
elektron ke molekul penerima lainnya dan mengalami oksidasi dalam
proses ini. Terjadi sederetan peristiwa reaksi redoks, dimana
elektron diteruskan dari satu molekul penerima ke molekul penerima
lainnya. Pada akhirnya ia kembali ke P700. Tiap langkah reaksi
reduksi-oksidasi ini dipercepat (katalis) oleh sebuah enzim khusus.
Energi yang dilepaskan saat elektron melewati rantai
transpor ini dipakai untuk mensintesis ATP (Adenosin Tri Posfat). Ion
hidrogen berlebih dilepaskan saat ATP terbentuk. Ion ini disimpan di
wadah penyimpan di tilakoid. Fosfat inorganik dari cairan stroma
disertakan dalam molekul ATP saat fosforilasi sintetik. Fotosintesis
memerlukan energi dari ATP untuk mensintesis karbohidrat.
Pada peristiwa Fotosistem I, elektron yang terangsang dapat
melewati jalur yang berbeda dari yang menyusun ATP. Klorofil
bertindak sebagai donor elektron dan kemudian menjadi penerima
(akseptor) elektron. Ia menyumbangkan elektron terangsang yang
kaya energi dan menerima balik elektron yang lemah (miskin
energi).
Fosforilasi Non-Siklik
Energi cahaya kembali menghantam sebuah molekul klorofil
a. Sebuah elektron di molekul pusat reaksinya, P700, menjadi
terangkat ke tingkat energi tinggi. Elektron ini lepas dari P700 dan
diterima X. Dari molekul penerima X, elektron di lewatkan ke
ferridoksin (Fd), sebuah senyawa yang mengandung besi. Fd
melewatkan elektron ke senyawa transisi dan kemudian ke
Nikotamida Adenin Dinukleotida Phosfat (NADP). Sesungguhnya
ada dua molekul P700 yang melepaskan elektron saat peristiwa ini
secara serempak. NADP menerima kedua elektron (2e) tersebut dan
menjadi NADPH2. NADPH2 menyimpan kedua elektron dan tidak
meneruskannya lagi. Energi dari NADPH2 akan menjadi sumber
12
energi saat karbon dioksida tereduksi untuk membentuk gula.
Dengan mendapatkan dua elektron tambahan, NADPH2 juga
menarik sebuah proton H. Karenanya ia berubah nama menjadi
NADPre, dimana re berarti tereduksi.
Fotosistem I
1. Foton cahaya menghantam sebuah molekul klorofil a.
2. Molekul pusat reaksi (P700) menyerap cahaya tersebut
3. Salah satu elektronnya terangkat ke tingkat energi tinggi
4. Jalur yang diikuti oleh elektron ini ada dua kemungkinan,
yaitu jalur siklis atau nonsiklis. Jalur siklis : e dari P700 ke
X ke akseptor ke ATP. Jalur nonsiklis: 2e dari P700 ke X
ke Fd ke NADP lalu NADP menjadi NADPre
Reaksi Fotosistem II
Fotosistem II melibatkan sekitar 200 molekul di pusat reaksi
klorofil a, pigmen penjebak cahaya tanaman hijau. Pada ganggang
hijau biru dan pada lumut (bryofita), pigmen penjebak cahayanya
adalah klorofil b; pada ganggang coklat klorofil c, dan ganggang
merah klorofil d.
Pada saat cahaya menimpa klorofil di Fotosistem II, sebuah
elektron di pusat reaksi, P680, mengalami eksitasi. Elektron energi
tinggi ini lewat menuju sebuah molekul penerima elektron yang
dilambangkan Q. Molekul Q melewatkan elektron lagi dalam
sederetan molekul penerima yang melewatkan elektron terus
menuju ke lubang di Fotosistem I yang terbentuk saat sintesis
nonsiklis NADPre. Saat elektron bergerak sepanjang rantai transpor,
mereka kehilangan energi perlahan-lahan. Sebagian energi
membentuk ATP. Diyakini kalau P680 menarik elektron pengganti
dari air, menyisakan elektron bebas dan molekul oksigen:
Protonnya berhubungan dengan NADPre.
13
Jalur fotosintesis melibatkan banyak langkah dan banyak produk serta
katalis perantara, termasuk flavoprotein dan sitokrom (cyt).
Rangkuman jalur elektron di Fotosistem I dan Fotosistem II
sebagai berikut:
Air menyerahkan 2e ke Fotosistem I menuju X menuju rantai
transpor menuju Fotosistem II menuju Q menuju rantai
transpor menuju NADPre menuju siklus Calvin.
SIKLUS CALVIN
Siklus Calvin adalah sederetan peristiwa fotosintesis dimana
fiksasi karbon dioksida terjadi di stroma kloroplas. NADPre dan ATP
yang dihasilkan saat peristiwa Photosistem I dan Photosistem II
sekarang dipakai untuk menempelkan karbon dioksida ke sebuah
molekul organik. Enzim yang mempercepat siklus Calvin ada di
stroma.
14
Siklus Calvin, menunjukkan langkah rumit yang membawa dari
ribulosa difosfat (bifosfat) menuju glukosa, sebuah gula karbon-6.
Karbon dioksida bergabung dengan gula karbon-5 ribulosa
bifosfat (RuBp), membentuk sebuah senyawa karbon-6 yang tidak
stabil. Senyawa ini pecah menjadi dua molekul senyawa karbon-3,
asam fosfogliserik (PGA). Kedua molekul PGA mengalami reduksi
menjadi dua molekul fosfo-gliseraldehida (PGAL) dalam dua langkah
berurutan. Ikatan energi tinggi putus dan fosfat dilepaskan, diganti
dengan sebuah atom hidrogen dari NADPH. Kemudian kedua
molekul PGAL menyatu menghasilkan pembentukan gula karbon-6.
Sebagian PGAL ini dipakai untuk memperbaiki penyimpanan
ribulosa bifosfat, titik awal siklus Calvin.
FOTO-RESPIRASI
Fotorespirasi adalah sederetan peristiwa aneh yang terjadi di
sel tanaman hijau saat ada sinar matahari. Dalam peristiwa biasa,
enzim karboksilase ribulosa bifosfat (RuBP) menyatu dengan
sebuah kelompok karboksil menuju ribulosa bifosfat. Aktivitas
biokimia yang mengikutinya sudah dijelaskan dalam siklus Calvin.
15
Pada saat fotorespirasi, oksigen, bukannya karbon dioksida,
yang mengikat dengan karboksilase RuBP. Saat karboksilase RuBP
mendapatkan oksigen, oksidasi ribulosa bifosfat terjadi. Satu
molekul PGA dan sebuah molekul karbon-2 dilepaskan. PGA tetap
berada dalam siklus C3, namun molekul karbon-2 meninggalkan
kloroplas dan memasuki reaksi kimia di peroksisom dan
metokondrion. Sebagian karbon dioksida yang dihasilkan dalam
reaksi ini dilepaskan, sisanya dikembalikan ke kloroplas untuk ikut
serta dalam fotosintesis.
Fotorespirasi mengoksidasi senyawa organik memakai
oksigen dan hasilnya adalah pembuangan karbon dioksida. Proses
ini tidak menggunakan sistem transpor elektron dan karenanya tidak
menghasilkan energi. Namun, ia justru memakai energi, karenanya
tampak tidak berguna. Hingga kini ilmuan belum tahu apa manfaat
dari fotorespirasi bagi sel saat fotosintesis.
Jalur Fotosintesis Hatch-Slack atau C4
Di akhir tahun 1960an, tiga ahli botani (Kortschak, Hatch dan
Slack) menemukan jalur fotosintesis baru, yang disebut C4 atau jalur
fotosintesis Hatch-Slack. Pada dasarnya inilah yang terjadi. Karbon
dioksida menyatu dengan sebuah senyawa yang disebut PEP
(Phosfoenolpiruvat), membentuk sebuah senyawa karbon-4, malat.
Malat ditransfer ke sel-sel lapisan buntalan di daun. Senyawa
karbon-4 ini memberikan karbon dioksida, yang memasuki C3 atau
siklus Calvin di sel lapisan buntalan fotosintetik.
Tanaman yang melakukan fotosintesis C4 memiliki susunan
khusus di jaringan daunnya. Susunan khusus ini disebut anatomi
Kranz. Sel-sel lapisan buntalan diposisikan dalam bentuk lingkaran
mengelilingi buntalan pembuluh (terdiri dari tabung-tabung xilem dan
floem). Sel mesofil menyusun bagian interior daun lainnya. Ruang
udaranya sangat kecil. Tanaman di daerah tropis dan gurun dengan
tingkat fotosintesis sangat tinggi adalah tanaman C4 tebu.
16
KHLOROFIL TANAMAN TEBU
Struktur Kimia Klorofil
Klorofil adalah pigmen “chlorin”, which is structurally similar
to and produced through the same metabolic pathway as other
porphyrin pigments such as heme. At the center of the chlorin ring is
a magnesium ion. The chlorin ring can have several different side
chains, usually including a long phytol chain. There are a few
different forms that occur naturally, but the most widely distributed
form in terrestrial plants is chlorophyll a. Based on NMR data, optical
and mass spectra, it is thought to have a structure of C55H70O6N4Mg
or [2-formyl]-chlorophyll a.
Struktur berbagai jenis klorofil:
Molecular formula
Chlorophyll a
Chlorophyll b
Chlorophyll c1
C55H72O5N4Mg
C55H70O6N4Mg
C35H30O5N4Mg
C2 group
-CH3
-CH3
-CH3
C3 group
-CH=CH2
-CH=CH2
-CH=CH2
C7 group
-CH3
-CHO
-CH3
-CH2CH3
-CH2CH3
-CH2CH3
C8 group
C17 group
-CH2CH2COO-Phytyl -CH2CH2COO-Phytyl -CH=CHCOOH
C17-C18 bond
Single
(chlorin)
Single
(chlorin)
Double
(porphyrin)
Occurrence
Universal
Mostly plants
Various algae
17
Structure of chlorophyll a
18
Structure of chlorophyll b
Biosintesis Klorofil
In plants, chlorophyll may be synthesized from succinyl-CoA
and glycine, although the immediate precursor to chlorophyll a and b
is protochlorophyllide.
In Angiosperm plants, the last step,
conversion of protochlorophyllide to chlorophyll, is light-dependent
and such plants are pale (etiolated) if grown in the darkness.
19
Chlorophyll itself is bound to proteins and can transfer the
absorbed energy in the required direction.
Protochlorophyllide occurs mostly in the free form and, under light
conditions, acts as a photosensitizer, forming highly toxic free
radicals. Hence, plants need an efficient mechanism of regulating
the amount of chlorophyll precursor. In angiosperms, this is done at
the step of aminolevulinic acid (ALA), one of the intermediate
compounds in the biosynthesis pathway. Plants that are fed by ALA
accumulate high and toxic levels of protochlorophyllide; so do the
mutants with the damaged regulatory system.
Klorofil Tanaman tebu
Klorofil memegang peranan sangat penting bagi
perkembangan sistem asimilasi tanaman tebu. Kandungan
klorofil ini beragam dengan umur tanaman, dan kemasakan
tanaman, panjang hari, kualitas dan intensitas radiasi,
musim, dan lingkungan.
Pigment ratios also vary in sun and shade leaves in response to
nutrients and soil conditions in general; and nitrogen, iron, chlorides,
magnesium and potassium in particular.
Klorofil diduga dijerap pada plastida, mencerminkan sifatsifatnya yang berkaitan dnegan fungsi biologisnya.
Kadar klorofil sangat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi
tanaman tebu. Hara nitrogen lebih efektif meningkatkan kadar klorofil
dibandingkan dengan P dan K.
Defisiensi nitrogen dapat
menurunkan kaadr klorofil daun tebu. Defisiensi P meningkatkan
pigmen klorofil, bahkan di luar control, dan menunjukkan kondisi
pemanfaatan nitrogen yang lebih baik dalam pembentukan pigmen
hijau. Kekurangan K menunjukkan gejala seperti defisiensi P, tetapi
perbaikan pigmen tidak terlalu mencolok.
Berbagai bentuk pupuk dapat mengubah kadar klorofil daun,
tetapi perubahan kadar klorofil daun akibat pemupukan ini tidak
konsisten.
Sejalan dengan umur daun, kadar klorofilnya menurun,
terutama setelah fase daun ke lima. Total yellow pigments on the
other hand, increased up to the fourth leaf from top and thereafter
declined. The decline in green pigments was more than in the yellow
ones; disintegration in the former started earlier than in the latter. A
20
gradual fall in carotin more than in xanthophylls was noted with
advance in age.
Kandungan klorofil dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar
hara tanaman NPK dan proporsinya NPK dalam pupuk yang
diberikan kepada tanaman. Batas kritis nitrogen sekitar 33 % dari total
hara, di bawah dan di atas mana akan mencerminkan kondisi
kemiskinan dan kemewahan konsumsi hara. Di dalam kisaran 33-66
per cent, respon tanaman dikendalikan oleh adanya factor
komplementer dalam media tumbuh tanaman.
Untuk mendapatkan kandungan klorofil yang tinggi, pupuk
lengkap NPK diberikan dengan rasio N : P : K = 33 : 28 : 5.
21
METABOLISME SUKROSE TEBU
Hasil akhir asimilasi karbon pada proses fotosintesis
adalah pati dan sukrosa. Pati disintesis pada kloroplas dan
bertindak sebagai senyawa deposit fotoasimilat, sedangkan sukrosa
disintesis pada sitosol dan merupakan senyawa karbon mobil
penting untuk distribusi fotoasimilat ke seluruh bagian tanaman.
Sebagian besar karbon yang diasimilasi dapat dialokasikan ke
sintesis pati atau sukrosa tergatung faktor lingkungan, status
HARA, dan fase pertumbuhan tanaman.
Sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C)
pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk
karbohidrat yang mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau
sink tissues.
The biosynthesis of sucrose proceeds via the precursors UDP-glucose and
fructose 6-phosphate, catalyzed by the enzyme sucrose-6-phosphate synthase.
The energy for the reaction is gained by the cleavage of Uridine diphosphate
(UDP).
Dalam tanaman, Sucrose Phosphate Synthase (SPS)
merupakan enzim utama biosintesis sukrosa yang berlangsung di
mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P
diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga
dihasilkan sukrosa. Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan
kandungan sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio
sukrosa: pati daun.
Tingkat akumulasi sukrosa pada tanaman tebu sangat
dipengaruhi tingkat asimilasi karbon dan sintesa sukrosa pada
tanaman tebu. Enzim kunci yang berperan terhadap metabolisme
sukrosa, diantaranya adalah sucrose phosphate synthase (SPS),
acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI). Sucrose phosphate
synthase merupakan enzim utama yang menentukan biosintesa
sukrosa pada tanaman tebu .
Enzim SPS ini mengkatalisis reaksi pembentukan sucrose6P dari fructose-6P dan UDP-glucose. Interkonversi fructose-1,6bisphosphate menjadi fructose-6P juga merupakan reaksi penting
22
yang menentukan sintesis sukrosa, tetapi reaksi tersebut
mengarahkan ke alur metabolisme glikolisis. Selain itu, pati yang
disintesis di daun dapat dimobilisir ke bentuk sukrosa bila intensitas
sinar rendah atau pada malam hari. Hal ini menguatkan pernyataan
bahwa SPS merupakan enzim penting dalam biosintesis sukrosa
pada tanaman. SPS diketemukan baik pada sel fotosintetik
maupun sel non-fotosintetik. Pada sel fotosintetik aktivitas SPS
merupakan factor pembatas sintesis sukrosa dan juga tingkat
fotosintesis daun.
Hasil sucrose batang tebu tergantung pada dua macam proses yang
saling terkait: PRODUKSI BIOMASA dan KONSENTRASI
SUKROSE. Kemampuan untuk mengakumulasikan sucrose hingga
konsentrasi tinggi pada batang tebu yang dipanen, merupakan resultante
dari proses sintesis sucrose dan degradasi sucrose.
Metabolisme gula dalam tanaman tebu dikendalikan oleh
beberapa macam ensim seperti invertase, sucrose
synthase (SS), dan sucrose-phosphate synthase (SPS).
Ensim Invertases memecah sucrose menjadi glucose dan
fructose. Ensim-ensim ini dikelompokkan menurut
stabilitasnya, lokasi cellular, dan pH optimum-nya.
Berdasarkan pada nilai pH-optimum, dibedakan menjadi
acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI).
Ensim Sucrose-phosphate synthase (SPS) mensintesis
sucrose-6-phosphate, yang selanjutnya mengalami reaksi
defosforilasi oleh ensim
SPP (sucrose-phosphate
phosphatase) menjadi sucrose.
Ensim Sucrose synthase (SS) juga dapat memecah
sucrose menjadi UDP-glucose dan fructose atau
mengkatalisis reaksi sintetis kebalikannya. Ensim ini
dipercaya berfungsi dalam proses pemecahan sucrose in
vivo.
Sucrose concentration in sugarcane internodes is
correlated with AI activity and maturation. Acid invertase
activity was high in apoplast and vacuoles of young,
actively growing internodes and almost absent from the
mature internodes. Neutral invertase presents at low
level in very young tissue and at greater levels in older
23
tissue. It has been proposed that NI regulates sucrose
movement from vascular to storage tissue in mature inter
nodes or that it is involved in the turnover of hexoses in
mature tissue.
Perubahan aktivitas AI dan NI dalam batang tebu setelah
panen sangat menentukan kualitas tebu selama disimpan
pasca panen.
Neutral invertase had a higher specific activity at the initiate harvested
(0-3 days) than acid invertase in the sucrose-accumulating region of the
sugarcane stem. Negative significant correlation was found between NI
specific activity and sucrose accumulation.
AI showed a higher specific activity after 4 days harvested and had
negative correlation with sucrose accumulation. The NI could be more
responsible in hydrolisis of sucrose than AI at early storage. The storage
period of sugarcane stems had significant influences on metabolic
changes of sugar and enzyme activities. Direct losses due to loss weight
and decay and indirect losses, such as sucrose hydrolysis, limit the shelflife of sugarcane stems. The storage period after harvest is effective for
maintaining the quality of sugarcane stems.
Ensim Soluble Acid Invertase (SAI) dan ensim insoluble (cell
wall) acid invertase (CWI) mempengaruhi akumulasi sucrose
dalam tebu selama masa pemasakan (ripening), dan juga
degradasi sucrose setelah tebu dipanen (pascapanen). Selama
proses kemasakan tanaman, aktivitas SAI paling tinggi dalam
ruas termuda. Aktivitas ensim ini menurun sejalan dengan
semakin tuanya umur ruas dan buku tebu. Sebaliknya aktivitas
ensim CWI meningkat sejalan dengan bertambahnya umur ruas
tebu.
Kadar Sucrose selama masa pemasakan tanaman tebu
berkorelasi negative dengan aktivitas ensim SAI, demikian juga rasio
sucrose dengan total gula. Setelah panen, aktivitas ensim SAI dalam
buku (internode) yang belum masak akan meningkat dengan waktu ,
sedangkan aktivitas ensim CWI menurun dalam internode yang
sudah masak dan yang belum masak.
Ada korelasi negative antara aktivitas SAI dengan kadar
sucrose dan rasio sucrose / total sugar selama penyimpanan.
24
Ensim acid invertases (AI) memegang peran kunci dalam
menentukan konsentrasi sucrose selama pemasakan tanaman dan
setelah tebu dipanen.
Primary sucrose metabolism is governed by several enzymes such as
invertase, sucrose synthase and sucrose-phosphate synthase. Invertases
(β-fructofuranosidase) have been suggested to be key regulators for
sucrose accumulation in sugarcane stem parenchyma. Two groups of
acid invertase, soluble and cell wall bound, are present in sugarcane
tissues. These isozymes hydrolyze sucrose into glucose and fructose, but
at a much slower rate. They can also remove terminal β-fructosyl
residues from short-chain oligosaccharides such as raffinose and
kestoses. Soluble acid invertase (SAI) is localized in the vacuole whereas
cell wall invertase (CWI) is localized in the apoplast, ionically linked to
the cell wall. The activity of SAI is usually high in tissues that are rapidly
growing such as cell and tissue cultures, root apices and immature stem
internodes. It is also thought to mediate remobilization of sucrose from
storage for maintaining cellular processes during periods of the stress
such as delayed harvest. It has been reported that the inversion of
sucrose occurs in harvested sugarcane internodes.
Invertase (beta-D-fructofuranosidase) merupakan ensim kunci yang
terlibat dalam metabolism sucrose dalam tanaman tebu. Ensim ini
sangat berkorelasi dengan kandungan sucrose dan gula-reduksi selama
pertumbuhan tanaman. Tanaman tebu mempunyai dua macam ensim
invertase, yaitu Neutral Invertase (NI) dan Acid invertase (AI). Kedua
ensim ini mempunyai fungsi yang berbeda dalam akumulasi sukrose.
Pada awal tebu dipanen (0-3 hari), NI mempunyai
aktivitas spesifik lebih besar disbanding dnegan AI di dalam
daerah simpanan sukrose batang tebu. Ada korelasi negative
antara aktivitas spesifik NI dengan akumulasi sukrose. AI
menunjukkan aktivitas spesifik lebih tinggi setelah 4 hari
panen dan mempunyai korelasi negative dengan akumulasi
sukrose. Dapat disimpulkan bahwa NI lebih bertanggungjawab dalam hidrolisis sucrose dibandingkan dengan AI pada
awal penyimpanan batang tebu.
25
KEBUTUHAN AIR TANAMAN TEBU
Sugarcane being a long duration crop producing huge amounts of
biomass is classed among those plants having a high water
requirement and yet it is drought tolerant.
Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4
sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa
vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter
batang kecil dan jarak an tar buku kecilsehingga tinggi pohon
berkurang.
Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu berumur 12
bulan, yaitu masa siap panen. Saat itu TEBU tidak membu-tuhkan
banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpenga-ruh pada
proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun.
Penyerapan Air
Kedalaman akar tebu beragam dengan tipe tanah dan rejim
irigasi; irigasi dengan frekuensi jarang dan dosis air yang banyak
akan menghasilkan perakaran yang lebih ekstensif. Rooting depth
26
can be up to 5 m but active root zone for water uptake is generally
limited to the uppermost layers. When these layers are depleted the
uptake from greater depth increases rapidly but normally 100
percent of the water is extracted from the first 1.2 to 2.0 m (D = 1.22.0 m). With evapotranspiration during the growing season of 5 to 6
mm /day, the depletion level during the vegetative and yield
formation period can be 65 percent of the total available water
without having any serious effects on yields.
Biasanya sebelum dilakukan analisis kondisi lengas tanah dibuat
asumsi bahwa kedalaman perakaran tebu pada umur 0 - 1 bulan adalah
150 mm dan untuk setiap bulan berikutnya per-akaran tebu
bertambah 100 mm. Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada
umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm.
Kondisi tersebut dapat dieapai apabila kadar air tanah berada pada
titik kapasitas lapang.
Sebagian besar biomasa akar tebu berada di tanah lapisan
atas, kemudian menurun secara eksponensial dnegann kedalaman
tanah. Sekitar 50% biomasa akar tebu berada dalam 20 cm lapisan
tanah atas, dan 85% berada dalam lapisan tanah atas hingga 60 cm.
The percentage of roots in the 0-30 cm horizon was 48-68%; from 30
to 60 cm, 16 - 18%; 60 to 90 cm, 3-12%; 90 to 120cm, 4-7%; 120 to
150 cm, 1-7%; and 150 to 180 cm, 0-4%. Sehingga pola penyerapan
air dari berbagai lapisan tanah sesuai dengan distribusi biomasa
akar.
27
Karakterisrtik fisiologis untuk efisiensi air tanaman tebu:
 Suplai air yang berlebihan dapat mereduksi hasil tebu
dan/atau hasil gula, sedangkan cekaman air tingkat medium
dapat meningkatkan hasil tebu
 Pengairan yang berlebihan pada fase tillering harus dihindari
karena pada saat ini pertumbuhan akar sangat aktif,
sehingga “banyaknya” air tanah akan menurunkan aerasi
tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan akar dan
penyerapan hara.
 Panjang batang tebu menentukan kapasitas simpanan gula,
karena tidak ada pertumbuhan sekender diameter batang
tebu
 Periode kering selama 4-6 minggu sebelum panen akan
menjamin hasil gula optimum
 Reduksi suplai air selama periode pemasakan hingga
pembungaan akan membantu mengendalikan pembungaan.
Suplai Air dan Hasil tebu
Defisit air selama awal periode tumbuh dan awal periode
vegetative (tillering) berdampak buruk terhadap hasil tanaman
dibandingkan dengan deficit air pada periode pertumbuhan bagian
akhir. Defisit air memperlambat perkecambahan bibit dan tillering
28
dan jumlah anakan lebih sedikit. Water deficit during the vegetative
period (stem elongation) and early yield formation causes a lower
rate of stalk elongation. Severe water deficit during the later part of
yield formation forces the crop to ripen. During the ripening period , a
low soil moisture content is necessary. However, when the plant is
too seriously deprived of water, loss in sugar content carp be greater
than sugar formation.
Kalau suplai air terbatas, dan terlepas dari pertimbangan lainnya,
luasan irigasi dapat diperbesar dengan jalan menggunakan air yang
disimpan selama periode pembentukan hasil; hal ini akan
mengakibatkan hasil per hektar sedikti menurun tetapi keseluruhan
produksi akan lebih tinggi.
Toward maturity, vegetative growth is reduced and sugar content of the
cane increases greatly. Sugar content at harvest is usually between 10
and 12 percent of the cane fresh weight, but under experimental
conditions 18 percent or more has been observed. Sugar content seems
to decrease slightly with increased cane yields. Luxurious growth should
be avoided during cane ripening which can be achieved by low
temperature, low nitrogen level and restricted water supply. With
respect to juice purity, this is positively affected by low minimum
temperatures several weeks before harvest.
Reductions in cane yield and sugar content were most frequent and
severe when water stress occurred during the period which had the
highest total evapotranspiration (ET) and the least amount of rainfall as a
percentage of ET. Water stress during other six-week periods had a much
lesser affect on sugarcane yield and quality. Lack of cane and sugar yield
response to water stress during the earliest growth period may have
been a result of much lower ET during this period, and may also indicate
that the crop was taking advantage of moisture stored in the soil profile
from off-season rainfall.
29
FOSFOR DAN RENDEMEN GULA
Peran P bagi Tanaman Tebu
Dalam metabolisme karbon, tanaman tebu tergolong Tipe C4
(Siklus Kalvin). Rangkaian Tipe C4 lebih pendek daripada Tipe C3
(Siklus Kreb), sehingga ia lebih efisien dalam metabolisme tanaman.
Sinar matahari mengubah CO2 + H2O ~ CHO (karbohidrat) + Energi
(E), dalam klhorofil tanaman tebu. Energi cahaya matahari diikat
unsur P menjadi energi metabolik tinggi (high metabolic energy,
ATP). Selanjutnya energi ATP digunakan dalam metabolisme
pembentukan gula (sukrose) dari senyawa glukose + fruktose.
Untuk setiap molekul P dalam ATP terkandung 4.000 kalori. Jadi,
setiap molekul ATP mengandung 12.000 kal. Bila terjadi defisiensi P
maka berarti bahwa tanaman tebu akan kekurangan energi
metabolisme dan pertumbuhan tanaman serta produksi gula akan
berkurang.
Masalah Rendemen dan Unsur P
Dalam sejarah pertebuan di Indonesia, rendemen gula
pernah mencapai 14 %; tetapi akhir-akhir ini hanya sekitar 7 %.
Berbagai faktor seperti: musim tanam tidak tepat, faktor kemasakan,
aktivitas invertase memproduksi gula reduksi, transportase saat
panen, dan lain-lain,
disinyalir menjadi penyebab rendahnya
rendemen tersebut.
Di pihak lain, pembudidayaan lahan secara terus menerus
(sistem ratun), tanpa mengikuti kaedah-kaedah konservasi
kesuburan tanah yang benar, diikuti penggunaan unsur N tinggi
serta P, K, Mg, dan Si yang tidak seimbang, menyebabkan terjadi
degradasi kesuburan tanah. Pada kondisi tanah terdegradasi, unsur
P merupakan salah satu unsur hara makro yang membatasi
pertumbuhan tanaman tebu dan produksi gula.
Fosfor dalam tanah
Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis
pada tanaman tebu adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata
akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat.
Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap
fotosintesis, metabolisme karbohidrat, pemasakan batang (ripening),
rendemen gula, ketahanan terhadap hama-penyakit, dan lain-lain.
Jumlah fosfor dalam mineral lebih banyak dibandingkan dengan
30
nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan
magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam
tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai
pupuk, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi".
Sumber fosfor
Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik
maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan
merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman.
Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lainlain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa
fitin, asam nukleat, dan lain-lain; dan ada pendapat bentuk Porganik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya
dijumpai sebagai:
 Senyawa Ca, Fe, dan Al,
 Dalam larutan tanah,
 Terjerap (adsorpted) pada permukaan komplek padatan,
 Terserap (absorbed) dalam fase padatan, dan
 Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat.
Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat
dibandingkan dengan reaksi kation secara individual. Pelepasan
fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama periode tanam; hal ini
dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman.
Sifat dan Perilaku fosfor
Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- ,
dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat
ditentukan oleh pH tanah. Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan;
sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH di atas
10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran normal pH tanah mineral
(4.0 hingga 8.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42berimbang pada kondisi pH netral; sehingga disepakati bahwa pH
netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat. Pada
tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn dominan;
sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg dominan. Ion fosfor sangat
mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan
kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi,
aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit,
dan mangani-fosfat yaitu bentuk-bentuk utama fiksasi fosfat pada
tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral
31
apatit, merupakan bentuk fiksasi
kalkareus.
P pada tanah alkalin atau
Fosfor dalam tanaman
Unsur P, seperti halnya N, berkaitan erat dengan penyusun
bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel. Oleh
karena itu, defisiensi P berakibat pada penurunan pertumbuhan
secara drastik. Fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia
dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa
fosforilasi bertindak sebagai intermediat, penyimpan dan penyedia
energi reaksi-reaksi khusus seperti respirasi dan fermentasi. Fosfor
khususnya penting dalam proses pertumbuhan benih/stek,
pemasakan batang, serta perkembangan akar; di samping berfungsi
sebagai penyangga kemasaman dan kealkalian sel tanaman.
Fosfor menentukan keragaan/vigur dan meningkatkan
kualitas tanaman. Ia membantu pembentukan sel-sel baru, memacu
pertumbuhan, dan mempercepat perkembangan daun melalui
pemunculan kelopak, dan kemasakan tanaman. Ia juga
meningkatkan ketahanan (resistensi) terhadap hama penyakit dan
memperkuat batang, jadi mengurangi tendensi rebah. Ia
mengimbangi pengaruh kerusakan akibat kelebihan nitrogen dalam
tanaman. Bila terjadi defisiensi fosfor dalam tanah, tanaman gagal
memulai pertumbuhan awal, tidak membantu perkembangan sistem
perakaran,
tetap
kerdil
dan
kadang-kadang
cenderung
menyebabkan batang dan daun berwarna ungu kemerahan atau
keunguan berhubungan dengan kadar gula tidak normal dan terjadi
pembentukan anthosianin.
Karena fosfor berperan dalam
mengefisienkan fungsi dan penggunaan nitrogen maka gejala
defisiensi P seringkali tampak identik dengan N.
Masalah fosfor dalam Tanah
Ketersediaan P sering dikaitkan dengan rekasi tanah (pH).
Pada tanah-tanah masam difiksasi oleh ion-ion Al, Fe, atau Mn; dan
pada tanah alkalin oleh Ca. Umumnya ketersediaan P tidak
bermasalah pada tanah netral. Keberadaan anion seperti SO42-,
SiO44-, NO3-, atau Cl- dapat mengganggu ketersedian P (common ion
effect). Kondisi basah-kering bergantian, dan juga tanah-tanah
berkadar liat tinggi dapat pula dikaitkan dengan permasalahan
ketersediaan P akibat terfiksasi atau teretensi.
32
Teknologi Fosfor untuk Peningkatan Rendemen Tebu
Tanah:
 Kesuburan tanah berkelanjutan (potensial, jangka panjang):
asam humat, unsur silikat (unsur natrium).
 Kesuburan tanah aktual (jangka pendek, ameliorasi): imbangan
(N, P, K); efek ion senama (anion-anion Silikat, Sulfat,Nitrat,
Khlor); dan efisiensi serapan, pelepasan fiksasi/retensi.
Fisiologi tanaman tebu:
 Peningkatan peran Fosfor ~ vegetatif: fotosintesis, metabolisme
karbohidrat ~ generatif: ripening, metabolisme sukrose.
 Peran unsur mikro: Cu, Zn, B ~ prekursor enzim, metabolisme
sukrose.
 Zat Pemacu Tumbuh: auksin, GA
 Inhibitor (penghambat) invertase ~ mencegah pembentukan gula
reduksi.
33
Si BAGI TANAMAN TEBU
Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu.
Penggunaan terak silikat sebagai sumber Si bagi tebu telah
banyak dilakukan di Hawaii, Mauritius dan Florida. Secara
umum, tebu memberikan respon positif terhadap
pemupukan Si berupa peningkatan tinggi, jumlah dan
diameter batang, menurunkan serangan penggerek pucuk
/ batang, serta meningkatkan hasil gula. Peningkatan hasil
tebu dan gula sebagian besar terjadi karena kenaikan
bobot tebu dan bukan oleh kenaikan rendemen. Efek
positif pemupukan Si biasanya akan terbawa hingga
tanaman keprasan bahkan hingga keprasan ke empat.
Beberapa kajian menjelaskan bahwa Si memiliki beberapa
peran penting terhadap tanaman tebu (Saccharum
officinarum). Tebu merupakan salah satu monokotil
akumulator Si yaitu tanaman yang serapan Si-nya
melebihi serapannya terhadap air. Selama pertumbuhan (1
tahun), tebu menyerap Si sekitar 500-700 kg per ha lebih
tinggi dibanding unsur-unsur lainnya.
Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu
melalui dua hal yaitu pengaruh tak langsung pada tanah
dengan meningkatkan ketersediaan P dan pengaruh
langsung pada tanaman, seperti meningkatkan efisiensi
fotosintesa, menginduksi ketahanan terhadap cekaman
biotik dan abiotik seperti hama dan penyakit, keracunan
Fe, Al, dan Mn, mengurangi kerobohan dan memperbaiki
erectness (ketegakan) daun dan batang, serta memperbaiki
efisiensi penggunaan air. Untuk kedepannya, diharapkan
pengetahuan tentang peranan unsur-unsur bermanfaat
lainnya, seperti Natrium (Na), Cobalt (Co), Selenium (Se),
dan Vanadium (Va), perlu dikembangkan dan
disebarluaskan agar dapat meningkatkan produksi
tanaman pertanian
Tebu menyerap Si dalam bentuk H4SiO4, yaitu suatu bentuk Si
yang tidak bermuatan sehingga relatif tidak mobil dalam
tanaman. Oleh karena itu, konsentrasi Si dalam tanaman tebu
sangat tergantung kepada konsentrasi Si yang larut dalam air
34
tanah. Pergerakan Si dari akar ke batang dan bagian tanaman
lainnya mengikuti aliran air. Air diserap akar, masuk ke batang
kemudian menguap lewat batang/daun. Si terakumulasi dalam
sel epidermis tebu, kemudian berintegrasi kedalamnya sehingga
akan memberikan kekuatan kepada batang dan daun tebu.
Although silicon is not an essential plant element, Siaccumulating plants such as sugarcane could exhibit reduced yields
associated with the intensive management and monoculture. Silicon
fertilization has been shown to improve chlorophyll and structure of
leaves, reduce lodging, and minimize biotic and abiotic stress, but
there is little information.
Positive results have been obtained with silicon application in
many countries, including Brazil. Most of these results were not
exclusive from silicon because the high rates of silicate can improve
pH, Ca, and Mg contents. The silicate fertilization applied in furrow
planting could be useful to reduce the cost of this product used in
rates similar to lime (>2 or 3 t ha-1) and study the direct effects of Si
on sugarcane.
Unsur hara Si memiliki banyak peranan pada tanaman tebu,
terutama pada tanah-tanah tropis seperti Oxisol, Ultisol, Entisol,
dan Histosol (tanah organik). Beberapa kajian menjelaskan bahwa
Si dapat meningkatkan hasil melalui peningkatan efisiensi
fotosintesis dan menginduksi ketahanan terhadap hama dan
penyakit.
1. Efek Si terhadap Peningkatan efisiensi fotosintesis
Peningkatan efisiensi fotosintesis setelah pemberian Si
dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi penurunan cekaman
kekurangan air dan peningkatan ketegakan tanaman (daun) serta
pencegahan kerobohan.
2. Efek Si terhadap ketegakan tanaman (daun) dan pencegah
kerobohan
Peningkatan kadar Si dalam tebu dapat meningkatkan kekuatan
mekanis jaringan sehingga bisa mencegah terjadinya kerobohan
tanaman. Pada kondisi lapang dimana tebu tumbuh lebat biasanya
daun dari satu tanaman dengan tanaman lainnya akan saling
tumpang tindih bersaing memperebutkan cahaya.
35
Pemberian Si menyebabkan daun tumbuh lebih kuat dan bisa
merentang dengan baik, sehingga bisa mengurangi dampak
negatif saling menaungi. Dampaknya lebih jauh menyebabkan
proses fotosintesis relatif berjalan lancar. Si dalam daun
membantu translokasi karbon hasil fotosintesis. Produksi tanaman
meningkat dengan menguatnya batang dan akar serta lebih
efektifnya fotosintesis karena posisi daun (kanopi) menjadi tegak
sehingga daun dapat menyerap cahaya matahari lebih banyak.
3. Efek Si Menurunkan cekaman air
Air merupakan penyusun 85 – 95 % berat tumbuhan. Dalam sel, air
diperlukan sebagai pelarut unsur hara sehingga dapat digunakan
untuk mengangkutnya, selain itu air diperlukan juga sebagai
substrat atau reaktan untuk berbagai reaksi biokimia misalnya
proses fotosintesis dan air dapat menyebabkan terbentuknya
enzim dalam tiga dimensi sehingga dapat digunakan untuk
aktivitas katalisnya. Tanaman yang kekurangan air akan menjadi
layu, dan apabila tidak diberikan air secepatnya akan terjadi layu
permanen yang dapat menyebabkan kematian .
Another beneficial advantage of silicon to sugarcane is the
possibility of reducing damage of insects. Studies conducted in pots
and field conditions with Si has shown positive effects to control of
African stalk borer Eldana saccharina. Stalk borer (Diatraea
saccharalis) is a problem in Brazil controlled by biological methods
and/or resistent cultivars. Good characteristics in sugarcane such as
low fiber and high sugar are generally related to stalk borer
tolerance. An increase of silicon uptake in sugarcane with silicate
applications could reduce the damage of ‘brazilian’ stalk borer .
Tanaman tebu dianggap sebagai akumulator silicon (Si), serapan
dan deposition Si dalam daun tanaman tebu ternyata
berhubungan dengan ketahannya terhadap gangguan penyakit
karat-coklat. Si uptake and deposition increased significantly
with an increase in Si added. Using X-ray mapping, it was found
that significantly more Si was deposited in the lower epidermis
than in the upper epidermis and mesophyll. Disease severity was
significantly reduced in plants treated with Si at 2000 mg/L.
These results suggest that Si nutrition may play an important
role in the management of brown rust .
36
Pengendalian penyakit karat-coklat pada tebu dapat
dikendalikan dnegan menanam jenis tebu yang tahan, aplikasi
fungisida dan pengelolaan hara tanaman.
Silicon (Si) has been shown to induce resistance to fungal diseases in
other crops as well as to promote the development of healthy
sugarcane. It is suggested that applications of Si could increase its
content in the leaves and thus reduce the rate of rust infection.
Tanaman tebu mampu menyimpan Si hingga 3% dalam
daun-daunnya. Deposit Silicon tertinggi terdapat pada
dinding bagian dalam dari sel epidermis akar dan sel-sel
silica pada epidermis daun dan batang.
37
MAGNESIUM BAGI TANAMAN TEBU
Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg++ dan
merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan
oleh unsur lain, kecuali didalam hijau daun Mg terdapat pula
sebagai ion didalam air-sel. Walaupun zat mineral ini diserap
tanaman dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkandengan zat
mineral makro lain (diantaranya N,P dan Ca), Mg dalam bentuk
Mg2+ mempunyai peranan penting dalam penyusunan klorofil.
Menurut G. H. Collings (1955) kadar magnesium dari klorofil
tanaman adalah 2,7 persen.
Magnesium (Mg) Berfungsi untuk transportasi fosfat,
mengaktifkan enzim tansposporilase, menciptakan warna hijau
pada daun, membentuk karbohidrat, lemak/minyak.tanda-tanda
kekurangan magnesium yaitu menguningnya daun yang dimulai
dariujung da bagian bawah daun. Sumber Magnesium yaitu
dolomit dan kliserit.
Aktivitas ensim ATPase meningkat dengan peningkatan
konsnetrasi Mg hingga 1–3 mM dan kemudian menurun drastis pada
konsentrasi Mg yang lebih tinggi. Kinetikan ensim seperti ini dapat
dijelaskan dengan asumsi bahwa MgATP2- merupakan substrat dari
ensim
ATPase;
konentrasi
MgATP2meningkat
dnegan
meningkatnya konsentrasi Mg hingga mencapai konsentrasi yang
tinggi, dimana saat itu terbentuk Mg2ATP.
Tanaman tebu yang menghasilkan 150 ton tebu ternyata
menyerap sekitar 75 kg Mg. Magnesium is present in plants as a
component of chlorophyll, the green coloring matter of plants.
Chlorophyll is essential for the process of photosynthesis, the
process by which plants convert carbon dioxide and water into
sugar. So plants that are deficient in Mg have depressed levels
of chlorophyll, and the rate of photo- By including Mg in the
fertilizer program, a synthesis (the production of sugars) is
retarded. Both yield proper balance between K and Mg can be
maintained, and and quality are reduced.
38
Aplikasi dolomite dengan dosis 80 kg Mg/ha dapat
meningkatkan konsentrasi P dalam nira tebu. Hal ini membuktikan
bahwa Mg dapat memacu ketersediaan dan serapan P oleh
tanaman tebu. Dolomit merupakan sumber Mg yang lebih
menguntungkan dibandingkan dnegan MgSO4.
Pengaruh Mg terhadap fotosintesis
Kalau kadar Mg daun kurang dari 0.20%, laju fotosintesis
akan menurun secara drastis. Hal ini menjadi alasan penting
bagi upaya-upaya untuk mempertahankan ketersediaan Mg
dalam tanah dan cukupnya Mg tanaman.
39
KALIUM BAGI TANAMAN TEBU
Nilai pentingnya pupuk kalium bagi perkebunan tebu telah
lama diketahui. Ada korelasi yang erat antara hasil tebu dan hasil
gula dengan analisis kalium tanah dan tanaman (daun tebu).
Biasanya hasil analisis tanah dan tanaman digunakan sebagai dasar
penyusunan kebutuhan kalium tanaman tebu, sedangkan berbagai
factor tanah dan iklim yang mempengaruhi ketersediaan K-tanah
juga harus dipertimbangkan untuk dapat menyusun rekomendasi
pemupukan yang spesifik-lokasi. Faktor-faktor ini di antaranya
mineralogy liat tanah, K-tukar sebagai indeks ketersediaan kalium,
K-tidak dapat ditukar, dan laju pelepasan K-terfiksasi, jumlah K
dalam subsoil, antagonism di antara ion-ion dalam larutan tanah,
temperature tanah dan lengas tanah.
Setiap hektar tanaman tebu menyerap kalium sekitar 100 315 kg K2O. Hasil-hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa
hasil tebu berkorelasi positif dengan serapan kaliumnya.
Jumlah penyerapan kalium tanaman tebu meningkat setelah
aplikasi pupuk kalium. Efisisensi pemanfaatan pupuk kalium oleh
tanaman tebu sekitar 35-40%.
Tanaman tebu menyerap kalium lebih banyak dibandingkan
dengan N dan P. Proses penyerapan kalium tanaman tebu terutama
terjadi pada fase awal dan tengah pertumbuhannya.
Untuk mencapai hasil ekonomis maksimum, tanaman tebu
memerlukan sejumlah besar kalium (K2O), magnesium (Mg) dan
sulfur (S).
Increase K fertilization significantly lowered the Mg in the leaf
and significantly increased K leaf content at sixth month and at
harvest. Increased K application also decreased juice Mg.
Dolomite application (47 kg Mg/ha) at K0P2 (zero K and 200
P/ha) significantly increased the cane tonnage (TC/ha).
Increased K fertilization at all P levels and at M0 (zero Mg)
significantly increased the tonnage, a significant interaction
between Mg and KP treatment. The highest tonnage of 56.3
TC/ha was obtained from the K1P2M1 (200 kg K/ha; 200 kg
P/ha; and 80 kg Mg/ha). Correlation analysis showed a highly
significant relationship between P content of the juice and sugar
per ton cane (PS/TC).
40
HARA MIKRO BAGI TANAMAN TEBU
Kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial pada tanaman
tebu bagian daun muda, adalah:
(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 4 s/d 30 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 5 s/d 15
mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 40 s/d 250 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 25 s/d 400
mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 20 s/d 100 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo):
0,05 mg/kg s/d 4,0 mg/kg.
Aplikasi unsur hara mikro Zn (1.50, 3.00 and 4.50 kg ha"), Cu (0.5,
1.0 and 1.5 kg ha"), B (0.25, 0.50 and 0.75 kg ha“) dan Mn (1.0, 2.0
and 3.0 kg ha") dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil tebu.
Semua unsure mikro menunjukkan korelasi positif dengan jumlah
anakan tebu, bobot tebu, panjang batang, jumlah dan panjang
ruas, diameter batang, dan hasil tebu; kecuali itu, Cu berkorelasi
dengan jumlah anakan, Zn dengan bobot tebu, B dengan bobot
tebu, dan Mn dengan diameter batang dan tebu yang dapat
digiling.
It is suggested that micro nutrients are essential elements for
obtaining satisfactory yields of sugarcane. Application of excess
amount of these elements reduces the yield by reducing the crop
parameter values, but, adequate quantities produced boosted yield.
Thus, it is recommended that micro nutrients may be applied after
various soil tests and proper levels should be chalked-out.
Unsur hara mikro mempunyai peran penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu, meskipun ia
diperlukan dalam jumlah sedikit. Defisiensi hara mikro dalam tanah
dan tanaman akan menimbulkan gejala defisiensi.
Aplikasi Zn dapat memeperbaiki pertumbuhan tanaman tebu,
hasil tebu dan hasil gula. Respon Zn ini ternyata beragam dan
dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan agroklimat.
41
Tanaman tebu memerlukan lebih banyak Mn, Zn dan Cu pada
berbagai fase pertumbuhannya, sedangkan tebu ratoon memerlukan
lebih banyak Fe.
Aplikasi Zn, Cu, Fe, Mg, dan Mn menghasilkan volume batang
tebu yang lebih besar.
Beberapa kemungkinan yang dapat menimbulkan defisiensi
hara mikro adalah:
1. Penurunan kesuburan tanah sebagai akibat dari
monocropping tebu secara terus menerus.
2. Sugarcane is a gross feeder of nutrients and the production
of large tonnages of cane over many years on the same
soil has resulted in a net export of soil nutrients in the forms
of molasses and filtercake. As very few countries recycle
these by-products back to the fields, the capacity of the soil
to supply nutrients is greatly diminished.
3. Introduksi tebu jenis unggul dengan produktivitas tinggi
cenderung membutuhkan lebih banyak hara.
4. Defisiensi unsur hara mikro mungkin saja terjadi, tetapi
tidak cukup parah untuk menimbulkan gejala defisiensi
yang nyata.
5. Pupuk S grade tinggi dengan sedikit unsur mikro semakin
banyak digunakan.
42
PEMUPUKAN BERIMBANG
TANAMAN TEBU
Kesuburan tanah telah mengalami penurunan di banyak
lokasi kebun tebu, hal ini mungkin disebabkan oleh praktek
pemupukan yang tidak tepat yang telah dilakukan dalam waktu yang
lama. Dengan demikian, diperlukan aplikasi pupuk yang berimbang
berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman tebu.
Suplai hara yang berimbang sangat penting supaya tanaman
tebu dapat mencapai potensial hasilnya yang optimal. Unsur hara
yang sangat penting bagi tanaman tebu a.l. N, P, K, Mg, B, Cu, Fe,
Mn, Si, dan Zn. Biasanya tanah-tanah di kebun tebu memerlukan
pemupukan untuk mengoptimumkan produksi tebu.
A consistent soil testing program is a valuable best management practice
(BMP) that allows sugarcane growers to make sound economic
fertilization decisions. However, soil testing in Florida has two limitations.
First, soil tests are either not available or are not calibrated for nitrogen
and micronutrients. Second, soil samples are routinely taken only before
sugarcane is planted and rarely are soil samples collected for ratoon
crops. Generally, soil samples are not routinely taken from fields with
actively growing sugarcane plants since the practice of banding fertilizers
in the furrow at planting, and subsequent sidedress applications of
fertilizer sources during the growing season, makes it very difficult to
obtain a representative soil sample.
Use of leaf nutrient analysis in combination with visual evaluation of
malnutrition symptoms can complement a grower's soil testing program
and add additional information that will improve nutrient management
decisions. Leaf analysis provides a picture of crop nutritional status at the
time of sampling, while soil testing provides information about the
continued supply of nutrients from the soil.
Leaf analysis allows for early detection of nutritional problems and so
enables the grower to add supplemental fertilizer to the current year's
crop or to adjust next year's fertilizer application. It is also used to help
diagnose a nutritional problem in a particular field or localized area of a
field where poor growth or other symptoms have been observed.
Although specific fertilizer recommendations are not provided for a given
leaf nutrient analysis, deficiencies or imbalances indicate where additions
or changes in the fertility program are needed. Leaf analysis and
knowledge of visual symptoms can be used along with soil-test values
and fertilizer and crop records to make improved decisions regarding
fertilization.
43
Agar supaya tanaman tebu tumbuh baik dan sehat, unsurunsur hara harus disediakan secara mencukupi, dari tanah dan/atau
dari udara. Unsur hara esensial termasuk C, H, O, N, P, K, Ca, Mg,
B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo, S, dan Zn. Di lokasi-lokasi tertentu, produksi
tebu dapat diperbaiki dengan aplikasi Si. Unsur Si ini memenuhi
kualifikasi sebagai unsure yang "fungsional” atau “bermanfaat”
karena, kalau tidak ada Si, tanaman tebu masih dapat melengkapi
siklus hidupnya, meskipun produksi dan kesuburan tanamannya
mungkin rendah. Dalam perkebunan tebu, biasanya unsure yang
penting adalah N, P, K, Mg, B, Cu, Fe, Mn, Si, dan Zn. Defisiensi
atau kelebihan salah satu (atau lebih) unsur ini dapat mengakibatkan
hasil tanaman menjadi terbatas. Kelebihan salah satu unsure dapat
mengakibatkan kekurangan unsur lainnya.
Penggunaan pupuk yang efisien merupakan komponen
utama dari program Best Management Practice (BMP) bagi
petani tebu. BMP merupakan praktek budidaya yang layak
ekonomis untuk memperbaiki hasil tebu, mengkonservasi
sumberdaya alam, dan memanfaatkan semua sumberdaya
pertanian secara efisien. BMP dalam pemupukan meliputi
uji-tanah, aplikasi pupuk secara bertahap (split application),
dan memupuk dengan dosis yang konsisten dengan hasil
uji tanah dan ekspektasi hasil yang realistis.
Pemupukan NPK Berimbang
Rataan hasil suatu varietas tebu biasanya jauh lebih rendah
dibandingkan dangan potensial hasilnya. Misalnya, melalui
pemupukan berimbang NPK, potensial hasil dapat mencapai 165 170 t/ha; sedangkan estimasi potensi hasil tebu 150-200 t/ha.
Pemupukan yang tidak berimbang menjadi salah satu factor yang
menyebabkan rendahnya hasil actual tebu.
Pemupukan yang tepat merupakan fungsi pengelolaan yang
penting dalam produksi tebu. Defisiensi Nitrogen dapat menurunkan
hasil tebu, sedangkan ketersediaan N yang berlebihan selama
periode pemasakan dapat menurunkan kualitas nira tebu. Secara
umum kebutuhan hara untuk tanaman tebu yang baik berada dalam
kisaran 75-90 N kg/ha, 50-60 P2O5 kg/ha dan 150 K2O kg/ha.
44
45
PRAKTEK TERBAIK PENGELOLAAN HARA
The SIX EASY STEPS approach
Pola pengelolaan hara secara tradisional dalam perkebunan
tebu telah berlangsung dalam periode waktu yang panjang.
Kebutuhan akan perubahan pola pengelolaan-hara didasarkan pada
realita bahwa pengelolaan hara tidak lagi hanya berorientasi pada
target hasil tebu, tetapi harus diorientasikan pada keberlanjutan.
Salah satu pendekatan yang telah diperkenalkan dalam
program pengelolaan hara yang ramah-petani adalah PROGRAM
ENAM LANGKAH (the ‘SIX EASY STEPS’).
Praktek terbaik dalam pengelolaan hara-pupuk.
Pengelolaan hara dalam perkebunan tebu harus ditujukan
untuk keberlanjutan. Hal ini berarti bahwa produksi tebu yang
menguntungkan harus dicapai secara terintegrasi dengan upaya
memelihara kesuburan tanah on-farm dan memeinimumkan dampak
negative off-farm.
Dengan kata lain, kita harus terus memperhatikan
“kepentingan sekarang” ketika merencanaan pemupukan, tetapi kita
juga harus memelihara sumberdaya pertanian bagi generasi
mendatang; dan menjaga lingkungan yang lebih luas dengan jalan
tidak menggunakan pupuk secara berlebihan.
Praktek-terbaik pengelolaan hara mempunyai peluang sangat
besar untuk dapat meminimumkan risiko kehilangan produktivitas
(kehilangan hasil), profitabilitas (kehilangan keuntungan), hara
(pencucian, run-off dan / atau kehilangan gas) dan sumberdaya
tanah (erosi dan kehilangan kesuburan).
Pengelolaan hara “spesifik lokasi” yang bertumpu pada
program “enam langkah” akan memungkinkan adopsi praktekterbaik pengelolaan hara dalam system perkebunan tebu.
Program ENAM LANGKAH
(The SIX EASY STEPS program)
46
Program enam langkah ini merupakan sarana pengelolaan
hara secara terpadu yang memungkinkan adopsi “praktek terbaik”
pengelolaan hara on-farm. Program ini terdiri atas enam langkah:
1. Mengetahui dan memahami kualitas tanah.
2. Memahami dan mengelola proses-proses dan kehilangan
hara.
3. Uji tanah secara reguler.
4. Mengadopsi arahan/pedoman pengelolaan hara spesifiktanah
5. Menganalisis kecukupan masukan hara (misalnya dengan
analisis daun).
6. Melakukan pencatatan yang baik, untuk dapat
memodifikasi masukan hara pada waktu dan tempat yang
tepat.
Tujuan program ini adalah menyediakan arahan/ pedoman
tentang bagaimana mengimplementasikan hara-berimbang “onfarm” dengan sasaran akhir adalah mengoptimalkan produktivitas
dan profitabilitas, tanpa berdampa buruk terhadap kesuburan tanah
atau menyebabkan dampak negative eksternalitas off-farm.
47
BAGAIMANA MEMUPUK YANG BENAR?
Pupuk kimia merupakan bagian vital dari system pertanian
tebu yang modern. Jenis-jenis tebu unggul dengan produktivitas
tinggi, ternyata hamya dapat berproduksi secara penuh kalau
kebutuhan haranya terpenuhi semua. Kebutuhan hara tanaman tebu
ini disuplai dalam bentuk pupuk kimia. Aplikasi pupuk kimia dengan
dosis tinggi dan terus menerus ini menimbulkan permasalahan
rendahnya efisiensi pemupukan.
A major problem in appropriate fertilizer use is an imbalance of
applied nutrients. Nitrogen applications tend to be much too
high in relation to the amount of potassium and phosphate used.
This is partly the result of price differentials, and partly the lack
of knowledge among farmers about the need for balanced
fertilizer applications.
The use of nitrogen, the main nutrient element in sugarcane growth,
tends to be inefficient. A great deal of applied nitrogen is lost by
leaching, volatilization and other natural processes. This is not only
wasteful, but burdens the natural environment with excessive
nitrogen. The problem is particularly marked in irrigated soils, since
nitrogen losses are high under flooded conditions. However, it is the
fertilization of high-value crops such as sugarcane with nitrogen
which tends to produce much of the nitrate water pollution. Various
ways of increasing nitrogen fertilizer efficiency were discussed,
including recent developments in coated nitrification inhibitors and
other formulations.
Cara yang paling efektif untuk memaksimumkan serapan
pupuk N oleh tanaman tebu adalah “mencocokkan” aplikasi pupuk N
dengan kebutuhan tanaman. Hal ini berarti pemupukan secara
bertahap, dimana pupuk N diaplikasikan beberapa kali selama
pertumbuhan tanaman; dan bukan aplikasi sekaligus semua dosis
pupuk N dalam sekali pemakaian. Formulasi pupuk “Slow release”
dan “deep placement” juga merupakan teknologi pemupukan yang
lebih bermanfaat.
48
STABILISASI UREA
DENGAN ASAM HUMAT
Pemakaian urea sebagai sumber hara N pada USAHATANI TEBU
DiHANTUI OLEH KENYATAAN BAHWA EFISIENSINYA RELATIF
RENDAH, ternyata urea yang diberikan ke tanah tidak seluruhnya
dapat diambil tanaman, urea yang diberikan ke tanah hanya
diambil tanaman sekitar 30-40%, sedangkan yang hilang melalui
berbagai cara dapat mencapai 60%. Kehilangan N melalui
penguapan ammonia dapat mencapai 40- 50% .
Pemupukan dalam kegiatan budidaya tebu memegang
peranan yang teramat penting, selain dapat meningkatkan produksi
biomassanya, pupuk juga dapat meningkatkan keragaman dan
kualitas hasil yang diperoleh. Masalah utama penggunaan pupuk N
pada lahan pertanian adalah efisiensinya yang rendah karena
kelarutannya yang tinggi dan kemungkinan kehilangannya melalui
penguapan, pelindian dan immobilisasi.
Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan N, misalnya melalui rekayasa urea-humat .
Pencampuran urea dengan asam humat menghasilkan pupuk urea
yang lebih tidak mudah larut. Dengan pelepasan N yang lebih
lambat diharapkan keberadaan N di dalam tanah lebih awet dan
pemupukan menjadi lebih efisien.
Pencampuran urea-humat secara fisik dan kimia terbukti
meningkatkan efisiensi pemupukan N pada tanaman tebu. Aplikasi
pupuk urea-humat pada tanah Vertisol dan Entisol terbukti
meningkatkan efisiensi pemupukan N hingga 50 %. Di tanah Entisol
bahkan efisiensi pemupukan yang lebih tinggi dicapai pada dosis
pupuk yang lebih rendah .
Any recent studies on ammonia loss from urea by using acidic
materials such as Humic Acid (HA) has been successful. Besides
reducing ammonia loss, the mixture of urea-HA improves plant
growth and development. However, large scale production of HA
is still limited as this country imports HA based fertilizers from
other country at a high cost .
49
This approach may help to increase N use efficiency in agriculture.
Appropriate amount of HA may also help to chelate heavy metals
such as Al, Fe and so on.
Series of field experiments were used to study the effect of
humicacid-urea on vegetable, fruit tree and grain and
cotton crops. The results showed that the winter wheat
yield of humicacid-urea treatment increasing rage was from
8.1%to 13.2%,corn yield increasing rage was from 9.1% to
15.7%, cotton yield increasing rage was from 6.2% to
17.5%, vegetable yield increasing rage was from 15.7% to
29.7%, fruit yield increasing rage was from 10.7% to 14.2%
compared with that of equal nitrogen urea treatment,
Apparent recovery efficiency of applied N of humic-acidurea treatment increasing range was from 15 to 19
percentage point.
Substansi Humik (Hs), sebagai salah satu senyawa organic makromolekul, dibuat untuk material membran. Ia dapat memasukkan
nitrogen ke dalam strukturnya, secara langsung melalui reaksi
kimia, atau secara tidak langsung melalui aktivitas mikroba dan
selanjutnya dekomposisi biomasa mikroba. Asam humat telah
lama digunakan sebagai bahan pupuk dikombinasikan dengan
urea. Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa lignit asam humat
dapat meningkatkan hasil tanaman dan efisiensi penggunaan Nurea oleh tanaman.
In general, negative charge in Hs is originated from dissociation of
ion H from functional groups especially carboxyl and phenol.
Approximately 85 to 90% negative charged are derived from
those groups. The carboxyl and phenol from Hs, having similar
negative charged, are not able to bond ion nitrate; therefore
become easier subject to leaching. In order to bond the nitrate
from urea with Hs, the process needs cation, i.e. calcium to bridge
functional humic group and ion nitrate. Existence of Ca in
between humic and nitrate will create out sphere complex. The
cation Ca is selected because it has two positively charged and the
bonding energy weaker but has strong bond not to be leach by
irrigation. One of Ca positively charged aims to bond NO3-, while
the other positively charged will be bonded to oxygen of humic.
According to Huang and Schnitzer (1997), the bonding between
50
Ca and Oxygen is 839 kcal mol-1 smaller than that of Al3+, Fe3+
and Mg2+ respectively are 1,793; 919; dan 912 kcal mol-1.
STABILISASI UREA
Dari sudut pandang kesehatan tanaman dan perspektif
lingkungan, ada pertimbangan penting sehubungan dengan penggunaan
urea yang berlebihan.
Urea tidak dapat ditahan dalam tanah oleh system dua-simpanan,
yaitu koloid liat dan koloid humus. Akibatnya larutan tanah mempunyai
kandungan nitrogen yang tinggi dan tanaman menyerap nitrat bersama
dengan “air minumnya”. Urea sifatnya tidak stabil. Umumnya telah
disepakati bahwa hanya 28 dari 46 unit nitrogen dalam urea yang dapat
mencapai sasaran manfaatnya. Sisanya 40% dari produk akan dioksidasi
dan akhirnya mencapai perairan sebagai pencemar. Asam humat
merupakan kunci bagi stabilisasi urea.
Asam Humat juga merupakan material colloidal, tetapi berbeda
dengan koloid liat dan humus dalam tanah, koloid humat dapat
menyimpan urea. Pada kenyataannya, dengan KTK = 450, asam
humat dapat menstabilkan urea sedemikian rupa sehingga semua
46 units N dalam urea dapat tersedia bagi tanaman, dan bahkan
beberapa inchi hujan tidak dapat melepaskan nitrogen dari koloid
humat. Efek stabilisasi ini hanya mungkin kalau asam hyumat
dikombinasikan dengan urea sebelum aplikasi ; atau alternatifnya
kalau granula asam humat soluble dikombinasikan dengan
“granulated urea” untuk mengikat kalau mereka larut. Kalau urea
dan asam humat tidak diaplikasikan bersama, maka hara lainnya
dapat memasuki “gudangnya” humat dan mereduksi potensi
simpanan nitrogen.
This stabilisation is a valuable gain, but there is another benefit
associated with the fusion of urea and humic acid. There is no longer the
force-feeding aspect involved in urea fertilising, when the plant can feed
from the humate storehouse when and if nitrogen is needed. Nitrate
overload is avoided and a healthier, more resistant plant is the result.
51
EFISIENSI PUPUK DENGAN HUMIC ACID
Asam humat dapat ditemukan dalam pupuk kandang,
gambut, batubara lignite, dan leonardite. Leonardite
merupakan bentuk oksidatif dari bahan organik. The humic
acid is derived from a type of leonardite that differs from its
theoretical formula: part of its chemical structure has been
oxidized away. These broken bonds create places on the
molecules where Micronutrient ions can be absorbed. The
oxidized sites give the entire molecule a negative charge
enabling it to absorb micronutrients as shown below. Humic
acid absorbs ions like aluminum relatively easily. We take
advantage of this natural tendency by treating leonardite
with potassium hydroxide. The oxidized sites on the molecule
are saturated with potassium, which is readily exchanged for
all major micronutrient ions in the soil. Treating humic acid
with potassium hydroxide also raises its pH to 11, pushes the
acids to their maximum solubility, and stabilizes hydrocolloids
in suspension.
Bijih leonardite dapat diolah dengan perlakuan hydrogen
peroxide. Perlakuan ini dapat membebaskan molekul asam humat dari
kotorannya seperti liat, shale, gypsum, silica, dan bahan organic fosil
yang ada dalam bijih. Tidak semua asam humat yang diperoleh bersifat
aktif. Sebagian berikatan dengan mineral membentuk Kristal, dan
sebagian mengalami polimerisasi menjadi molekul yang tidak-larut.
52
Asam humat merupakan senyawa yang strukturnya sangat
kompleks (berat molekulnya 1500), yang praktis tidak larut
air, kecuali hanya sebagian kecilnya saja yang disebut asam
fulfonat. Fragmen-fragmen ini menggunakan ikatan
hidrokarbon menciptakan rantai pembentuk molekul, yang
dalam keadaan alamiahnya “menggulung” membentuk
suatu “bola”.
Diagram struktur dari fragmen asam humat.
Sistem pertanian tebu yang intensif memerlukan sejumlah
besar pupuk mineral untuk mensuplai kebutuhan hara tanaman,
terutama N, P, dan K.
Permasalahan penting yang dihadapi produsen tebu adalah
rendahnya efisiensi pemanfaatan pupuk oleh tanaman tebu. Sulitnya
mengatasi maslaah ini terletak pada kenyataan bahwa pupuk kalium
dapat larut dan pupuk nitrogen mudah mengalami pencucian setelah
diaplikasikan ke tanah; sedangkan pupuk fosfat berikatan dengan
kation-kation Ca, Mg, Al, dan Fe yang ada dalam tanah, membentuk
senyawa inert, sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman
tebu.
The presence of humic substances, however, substantially increases
effective assimilation of all mineral nutrition elements. It was shown
53
that humate treatment (with NPK) improved CROP growth,
development, and the crop capacity while decreasing the use of mineral
fertilizer. Experiments showed that one-way use of nitrogen fertilizers
on winter wheat crops did not have a high positive effect on the crop
capacity, while its use along with humates and super phosphate achieved
an expected positive effect.
Interestingly, the mechanism of interaction between humates and microelements of mineral nutrition is specific for each of them. The positive
process of Nitrogen assimilation occurs due to an intensification of the
ion-exchange processes, while the negative processes of “nitrate”
formulation decelerates. Potassium assimilation accelerates due to a
selective increase in the penetrability of cell membranes. As for
phosphorus, humates bond ions of Ca, Mg, and Al first, which prevents
the formation of insoluble phosphates. That is why the increase of
humate content leads to an increase of the plant’s phosphorus
consumption.
Therefore, the combination of humates and mineral fertilizer
guarantees their effective assimilation by plants. Thus, the idea of
combined use of humates and mineral fertilizer naturally comes to
mind. Creation of such a combined fertilizer is a new step in plantgrowing development.
Penggunaan urea-terselimuti humat dalam usahatani
kentang ternyata dapat meningkatkan kapasitas tanaman rata-rata
28-31 centner/ha, dan pada saat yang bersamaan dapat
menurunkan kandungan nitrat sebesar 40%, kalau dibandingkan
dengan aplikasi urea saja. Penggunaan urea-terselimuti humat
dapat meningkatkan kapasitas tanaman kentang sebesar 20% dan
meningkatkan kapasitas tanaman oat sebesar 50%.
Other important components of plants’ nutrition are microelements - Fe, Cu, Zn, B, Mn, Mo, Co. Plants use a very small
amount of them, measured in one thousandth or one hundred
thousandth of a percent. Nevertheless, they are vital to plants’
development. For instance, boron resists certain diseases and
increases the amount of ovaries and vitamin content in fruit.
Manganese is vital for the photosynthesis process and the
formulation of vitamin C and sugars. Copper assists in albumen
synthesis, which ensures drought and frost resistance in plants, as
well as their resistance to fungal and viral infections. Zinc is part of
many vegetable ferments participating in fertilization, breathing,
54
albumen, and carbohydrates synthesis. Molybdenum and cobalt are
important to nitrogen assimilation from the atmosphere.
Aplikasi asam humat mempengaruhi perilaku anion fosfat dari
pupuk fosfat yang dicampur /dibenamkan ke dalam tanah.
Aplikasi asam humat (lignitic coal) dosis 200 g/ha
menunjukkan imobilisasi P paling sedikit, baik P-alami
maupun P-pupuk , selama inkubasi 16 minggu. Persen
recovery P dan mineralisasi P juga lebih besar pada aplikasi
asam humat dosis 200 g/ha.
Aplikasi asam humat dengan dosis 200 g/ha (0.1mg kg-1 soil)
tampaknya lebih kondusif bagi ketersediaan P dan menekan fiksasi
P, baik melalui proses khelasi, mekanisme asidifikasi, maupun
proses mineralisasi mikrobiologis.
Mengapa Asam Humat dari Leonardite
Kejenuhan maksimum yang dapat dicapai dengan asam humat
yang sangat aktif sebesar 16%. Garam-garam asam humat mulai
mengendap kalau kita meningkatkan kandungan padatan di atas
nilai ini.
Asam humat yang diekstraks dari pupuk kandang atau gambut
biasanya tidak begitu efektif menyerap unsure hara mikro,
dibandingkan dengan asam humat yang berasal dari leonardite.
Demikian juga asam humat yang berasal dari lignite , tidak bagus
digunakan sbagai stimulator pertumbuhan, kecuali jika dioksidasi
secara parsial terlebih dahulu. Leonardite telah dioksidasi secara
alami , menghasilkan asam humat yang sangat aktif, dengan biaya
produksi yang murah. Asam humat yang diekstraks dari leonardite
sangat efektif dan biaya produksinya murah.
55
KOMPOS UNTUK TEBU
Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah
penambahan bahan organik. Pemberian baban organik ke dalam
tanah dapat memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Peran
bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan
kemampuan menaban air. Peran bahan organik terhadap sifat
biologi tanah adalab meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti
N, P dan S. Peran hahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga dapat
mempengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungan BOT dan akan meningkatkan kemampuan
tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas
mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari
beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah /tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
56
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organic terhadap sifat fisik tanah diantaranya
merangsang
granulasi,
memperbaiki
aerasi
tanah,
dan
meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik
terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer
hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat
kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi
tanah dan pertumbuhan tanaman. Kompos memberikan peningkatan
kadar Kalium tersedia dalam tanah lebih tinggi dari pada kalium
yang disediakan pupuk NPK. Pemberian kompos akan menambah
bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation
tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah
dalam keadaan masam.
Kompos yang dibuat dari ampas tebu, yang diaplikasikan
pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan
penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan
pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun
tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor,
kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk
anorganik secara bersamaan diperkirakan dapat meningkatkan
rendemen gula dalam tebu.
Upaya peningkatan produksi tebu sangat tergantung pada pemberian
pupuk anorganik dan organik. Di banyak lokasi penggunaan pupuk
anorganik meningkat, tetapi peningkatannya tidak diikuti secara
proporsional oleh meningkatnya produksi. Hal ini berarti telah terjadi
penurunan efisiensi penggunaan pupuk sehingga perlu terobosan baru
penggunaan pupuk yang lebih efisien. Untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas pupuk telah dilakukan percobaan pupuk “Bio Kompos”
pada tanaman tebu (BPTP, 2007). Hasil penelitian ini ternyata aplikasi 2
ton/ha ‘Bio Kompos + 1/3 bagian NPK menghasilkan produksi paling
tinggi 1,189 ku/petak dengan kenaikan produksi 61.16%. Pemberian
pupuk ‘Bio Kompos” dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik
hampir 30-50%, dan sangat cocok digunakan di lahan tegalan dengan
tanaman tebu hasil dari ratoon I.
57
Blotong merupakan limbah padat dari proses pemurnian nira. Secara
umum bentuk dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu yang
mempunyai komposisi bahan organik, N-total, C/N, PI05, KIO, CaO dan
MgO, cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Blotong harus
dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik
tanaman. Kompos dari blotong tersebut umumnya mengandung hara N,
P2O5 dan K2O masing-masing sekitar 1-1.5%, 1.5-2.0%, dan 0.6-1.0%.
Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di areal perkebunan tebu,
khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju
pencucian hara, memperbaiki drainase tanah, dan menetralisir pengaruh
A1dd sehingga ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia. Selain itu
pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya
per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara
signifikan.
Kombinasi kompos bagase dengan pupuk anorganik
tampaknya mempunyai prospek yang bagus untuk
meningkatkan produksi tebu. Misalnya Perlakuan kompos
bagase 5.0 ton/ha dengan dosis pupuk anorganik 100%
dosis rekomendasi, cenderung menghasilkan tanaman tebu
yang lebih baik.
Percobaan aplikasi kompos limbah tebu yang dikombinasikan dengan mikoriza terhadap serapan hara P, dan hasil
tanaman menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara aplikasi
kompos limbah tebu dengan mikoriza terhadap serapan P, derajat
infeksi akar, berat kering dan tinggi tanaman, serta hasil tanaman.
Aplikasi kompos limbah tebu nyata meningkatkan serapan P, derajat
infeksi akar, berat kering tanaman, serta hasil tanaman. Dosis 4 ton
ha-1 kompos nyata memberikan peningkatan hasil tanaman.
Inokulasi 10 g mikoriza nyata meningkatkan serapan P, derajat
infeksi akar, berat kering tanaman, serta hasil tanaman.
Manfaat Kompos bagi Tanaman Tebu
Aplikasi kompos bersama dengan pupuk NPK dapat meningkatkan hasil
tebu dan hasil gula pada tebu-tanaman dan tebu ratoon. The additional benefits
58
from the compost treatments had disappeared by the second-ratoon crop although
compost was still supplying adequate N, P and K for crop growth, producing
similar cane and sugar yields to those treatments which were providing only N, P
and K.
Selama periode tiga tahun percobaan, aplikasi kompos sekitar 150 ton per
ha mampu meningkatkan hasil tebu rata-rata setiap tahun 20 ton/ha atau 24 %.
Sedangkan peningkatan hasil gula sekitar 2.0 ton/ha atau 18 %.
Aplikasi biokompos yang dibuat dari biodegradasi blotong
limbah industry gula ternyata dapat memperbaiki hasil tebu dan
hasil gula, serta meningkatkan kandungan C-organik dalam
tanah.
Hasil tebu paling banyak dicapai pada perlakuan aplikasi 50 %
N melalui biocompost + 50 % N melalui pupuk anorganik.
Aplikasi biokompos meningkatkan hasil tebu secara signifikan
dibandingkan dengan perlakuan tanpa biokompos.
Perbaikan rendemen tebu akibat aplikasi biokompos tidak
terlalu besar.
SISTEM PRODUKSI TEBU BERKELANJUTAN
Pada tanah-tanah berpasir, terutama pada ekosistem lahan kering,
kehilangan unsure hara, air dan herbisida melalui pencucian ternyata
sangat tinggi, sehingga mengakibatkan tanah kurang produktif.
Aplikasi rabuk kandang organic tidak hanya untuk mengganti unsure
hara yang hilang, tetapi juga untuk memperbaiki sifat-sifat fisika,
kimia, dan biologi tanah , yang pada akhirnya diharapkan dapat
memperbaiki kualitas tanah bagi tanaman tebu.
Struktur tanah dan kesuburan tanah dapat dipelihara atau diperbaiki
dengan aplikasi pupuk kandang, kompos, limbah sisa panen, dan
pupuk hijau. Tanah-tanah yang ditanami legume dan pupuk hijau
dibenamkan, biasanya akan kecukupan P, K dan Ca. Pupuk kandang
akan membantu memperbaiki struktur tanah, aerasi tanah dan
diharapkan dapat memperbaiki aktivitas mikroba tanah.
About 300 to 400kg/ha of total nitrogen is contained in single legume
though only between 10 to 60kg/ha is made to crops. The beneficial
effects on sugarcane from an incorporated legumes biomass, the
59
incorporated groundnut and cowpea increased yield of maize. Even
prior to the introduction of mineral fertiliser, about 80 years in Nigeria,
manure, compost and farm yard manure were particularly the only
source of nutrient to crop.
Dengan demikian, praktek pengelolaan tanah dan tanaman yang
ramah lingkungan harus diadopsi untuk memperbaiki kesuburan tanah
sehingga mampu mendukung produksi tebu secara berkelanjutan.
Budidaya tebu dengan mulsa residu-tanaman berarti mengembalikan
sejumlah besar karbon ke tanah, sedangkan kalau sisa panen dibakar maka sejumlah
karbon akan hilang dari tanah. Pengelolaan residu sisa panen sebagai mulsa dapat
menghasilkan akumulasi karbon dalam tanah liat Oxisol: setelah 6 tahun, total
karbon tanah (total SOC) meningkat sebesar 15% pada kedalaman tanah 0–10 cm,
yang mencerminkan 0.65 Mg C / ha/ tahun dan 14% karbon mulsa. For the
period under study, carbon enrichment mainly affected the 0–2 mm fraction, and to
a lesser extent, the water-soluble fraction, whereas coarse fractions were not
enriched.
The mean residence time of carbon associated with the fine fractions being
rather long, it might be assumed that the preferential storage in fine fractions
resulted in a long-term carbon storage. Macrofauna and earthworms particularly,
the biomass of which was greater under mulch, could have an important role in the
carbon enrichment of the 0–2 mm fraction.
60
SUGARCANE INTEGRATED PEST
MANAGEMENT
Pengelolaan Hama-Penyakit Terpadu pada tanaman tebu meliputi:
karantina tanaman, control bubidaya, control fisik, control biologis, control
kimiawi dan teknik-teknik sex-pheromone. Semua metode ini harus
diintegrasikan secara organik, control budidaya ditetapkan sebagai
basisnya, musuh alami digunakan dan dilindungi, control biologi dan
control kimia dikoordinasikan secara baik, kondisi lingkungan yang cocok
diciptakan bagi pertumbuhan tebu tetapi tidak bagi hama-penyakit; dalam
rangka mengendalikan hama-penyakit pada ambang ekonomis dan
memungkinkan tanaman tebu menghasilkan gula dengan baik.
Integrated pest management can be understood as a systematic
ecological approach,wherein biological and synthetic materials and means
are used to achieve minimal economic damage to the crops by any
natural pest/s.
Pengendalian hama terpadu (IPM) melibatkan semua keenam
mekanisme proteksi tanaman, yaitu:
1. Sarana Kimia: Application of chemical materials onto plants,
soils or seeds.fungicides, nematicides, insecticides, herbicides,
bio-regulators etc.
2. Sarana Biologis: Beneficial arthropods, pathogens (viruses,
bacteria, fungi), use ofantagonists, resistant cultivars, induced
resistance, organicfertilizers etc.
3. Sarana Bio-technical: Physical and/or chemical attractants, use
of pheromones, insecthormones for fertility an growth, sterile
male techniques, etc.
4. Praktek Agronomis: Location and melioration, cultivation, crop
rotation, elimination ofinoculums sources, or alternative and
intermediate hosts, properseeding and planting, etc.
5. Prosedur Fisika: Mekanik, termal, eksklusi (jarring-prangkap
dll), radiasi.
6. Karantina Tanaman: pengendalian impor-ekspor, karantina
antara, karantina pasca impor dll.
Dengan dilengkapi mekanisme protekni tanaman ini,
prinsip IPM adalah:
prinsip-
61
1.
2.
3.
4.
Ambang batas: a point at which either the pest population or the
environmental factors indicate the need for action, it is
imperative to understand that pests and plants belong to thesame
system and each sustains the other, so action is only necessary if
the pest population can cause large damage to the plantation i.e.
economically or in production. So one must determine the
threshold level, at which action is to be taken, based on the
knowledge of local pest life cycles and their interaction with the
environment
Monitoring dan Identifikasi Hama: it is absolutely crucial to
identify the pests and the right kind of pesticide or bio-control to
deal with it. Especially when it comes to bio-control mechanism,
one must take additional care to understand the all behavioural
aspect of the control species, mistakes can be quiet expensive and
at times disastrous for the native flora and fauna. More over many
of the weeds, insects or pests are harmless and do not require any
control.
Pencegahan: there are several simple cultural methods that can
be used to effectively and cost-efficiently deal with preventing the
spread of disease or pests. Hence IPM causes leastor no hazards to
people, property and environment.
Pengendalian: when the preventative methods are rendered
ineffective, with information from theabove steps IPM evaluates
the best control mechanism and the risks of using it. In IPM the
emphasis is on control and not eradication of the pest population,
which most often is impossible to achieve additionally it may have
unpredictable consequences for the natural environment. Control of
the disease or pest can be achieved with one or more bio-control
orchemical agents, such as pheromones or chemical pesticides or
combinations of them. Depending on the situation, initially less
risky control mechanisms are used, if the problem persists then
the scale and strength of the materials used is increased. More
often than not, several crop protection mechanisms are put into
practice simultaneously that the comprehensive effectiveness is
guaranteed or achieved with ease.
Pengendalian hama-penyakit tanaman tebu sesuai dengan
pendekatan IPM (integrated pest management) karena sedikit gangguan
hama-penyakit masih dapat ditoleransi. Berbagai kultivar, agen
pengendalian hayati, praktek budidaya, dan pesticide semuanya diterapkan
dalam pertanaman tebu. Program IPM yang efektif dapat melindungi
lingkungan dan hemat biaya bagi petani tebu.
62
Karat coklat pada tebu - Puccinia melanocephala
The two major rust fungi on sugarcane are brown rust caused by
Puccinia melanocephala and orange rust caused by P. kuehnii. Brown rust
is relatively common, found everywhere sugarcane is grown, whereas
orange rust has only recently been found in the Western Hemisphere.
Karat-Orange Tebu
Karena kemampuan penyebarannya sangat luas, penyakit ini
dapat menyebar ke seluruh daerah tebu. Jenis tebu yang resisten
sudah tersedia, tetapi tidak stabil resistensinya karena adanya
varian-varian pathogen karat. Pada kondisi optimumnya, karatorange ini dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 50%.
Temperatur yang optimum bagi perkembangannya adalah 20-25oC.
Data suhu ini dapat digunakan untuk menetapkan “risk zones” untuk
pengendalian penyakit.
Fungisida, terutama strobilurins dan triazoles, telah diuji coba
efikasinya.
Akan tetapi pengendalian secara kimiawi harus
dipandang sebagai sarana dalam program “multi-pronged
management”.
Karat-coklat Tebu
Karat-coklat, yang disebabkan oleh Puccinia melanocephala,
dapat menimbulkan epidemic parah pada kultivar tebu yang “peka”.
Aplikasi dua-mingguan campuran tiga jenis fungisida—azoxystrobin,
propiconazole, dan tebuconazole— selama periode epidemic awal
musim tanam dapat menekan gangguan karat-coklat , dan tanaman
tebu dapat terlindungi dan menghasilkan tebu setara dengan
tanaman yang terinfeksi karat secara alamiah.
Aplikasi campuran tiga macam fungisida dua-mingguan dapat
mereduksi keparahan gangguan karat-coklat selama periode epidemic
tanpa menimbulkan gejala fito-toksisitas. In all three years, rust
severity was lower for treatments receiving full-season and lateseason protection with fungicides compared with the treatment
receiving early-epidemic protection only and the nontreated control.
63
Rust severity in the treatment with only early-season protection was
similar to severity when there was no fungicide applied.
Praktek Budidaya untuk meminimumkan
Penyakit Karat-Coklat Tanaman Tebu
dampak
Menanam Jenis Tebu yang Tahan
Ini merupakan sarana utama untuk mengendalikan gangguan penyakit
karat daun tebu. Apan tetapi pada kenyataannya tidak cukup tersedia jenisjenis tebu yang tahan penyakit ini. Jenis Tanaman tebu yang sangat peka
harus digantikan dengan menanam jenis-jenis tebu yang agak tahan
terhadap gangguan penyakit ini.
Use of resistant varieties will always be the most economical option
for farmers, but fungicides might allow the recovery of some of the
losses caused by rust at those times when this cyclical disease
problem has found a way to successfully attack current varieties.
Menanam beragam Jenis Tebu
Menanam jenis-jenis tebu yang “peka” pada areal yang luas dapat
mendorong terjadinya ledakan penyakit karat, dan berdampak buruk terhadap jenisjenis tebu yang tahan penyakit. Adaptabilitas penyakit karat-coklat memungkinkan
mengatasi daya tahan jenis tebu yang resisten, sehingga penyakit ini sulit
dikendalikan. Menanam campuran varietas tebu pada suatu hamparan usahatani
tebu dapat membantu mereduksi tingkat keparahan penyakit pada jenis tebu yang
agak tahan dan dapat meningkatkan ketahanan jenis-jenis tebu yang resisten.
Menghindari Kesuburan yang Berlebihan
Aplikasi pupuk N dan P secara berlebihan dapat memacu terjadinya
gangguan penyakit karat daun. Pemupukan harus didasarkan pada hasil uji tanah,
supaya aplikasi pupuk tidak berlebihan. Gangguan penyakit karat-coklat pertama
kali terjadi pada tanaman yang paling subur pada saat awal musim pertumbuhan
tanaman. Penyakit karat biasanya menyerang lebih dulu varietas yang “peka” dan
tidak resisten. Keparahan gangguan penyakit biasanya lebih berat pada tanaman
tebu pada tanah yang teksturnya ringan.
Menyingkirkan Seresah daun-daun hijau dari permukaan tanah
Pembersihan dan pembuangan seresah material daun-daun hijau
dari permukaan lahan dapat menghilangkan pathogen yang bertahan pada
seresah daun hijau tersebut.
64
Aplikasi Fungisida untuk Karat-Coklat
Aplikasi fungisida dapat mereduksi perkembangan penyakit karat dan
meminimumkan kehilangan hasil varietas tebu yang peka. Gangguan
penyakit karat-coklat dapat mereduksi hasil tebu hingga 4-8 tons
tergantung pada lamanya waktu pathogen mempengaruhi tanaman
tebu. Aplikasi fungisida pada waktu yang tepat dapat mencegah
kehilangan hasil tebu. Kondisi berikut disarankan untuk aplikasi
fungisida untuk meminimumkan kehilangan hasil tebu.
Kondisi yang memacu gangguan karat-coklat, memerlukan perhatian:




Penanaman jenis tebu yang “peka” memacu gangguan penyakit.
Berbagai factor mengakibatkan pertumbuhan awal tebu yang subur.
o Plant cane (grows more rapidly and often develops rust before
stubble crops
o Tekstur tanah ringan
o Tanah subur
o Tidak adanya cuaca ekstrim yang mematikan “above ground
growth”
Rust infection is evident on older leaves and beginning on younger
leaves of plants with most advanced growth. These plants may be along
a tree-line or ditch-bank.
Rust infection becomes evident from late March until early June. The
earlier the disease begins and longer it lasts, the more yield loss it will
cause, and the more economic benefit will result from fungicide
application.
Rekomendasi aplikasi Fungisida:
Fungisida harus diaplikasikan paling tidak dengan 15 gallons air per acre
lahan tebu, dengan surfaktan supaya dapat membasahi seluruh permukaan daun.
Pembasahan muka daun secara menyeluruh ini sangat penting. Fungisida tipe
protektan akan dapat bekerja dengan baik kalau diaplikasikan sebelum gangguan
penyakit berkembang parah pada daun-daun tanaman tebu muda. Fungisida
sepeerti ini hanya dapat melindungi gangguan infeksi karat-coklat selama sekitar
tiga minggu. Oleh karena itu, kalau epidemic karat-coklat terjadi selama April,
maka diperlukan aplikasi fungisida dua kali. Gangguan penyakit karat-coklat secara
alamiah akan menurun selama musim kemarau panas.
Empat fungisida triazole, yaitu cyproconazole (50
ppm), propiconazole (250 ppm), triadimefon (750
ppm) dan triadimenol (250 ppm) disemprotkan ke
65
daun dengan interval 14 hari secara signifikan
mengurangi infeksi alami karat daun tebu.
Penyakit karat-coklat pada tebu disebabkan oleh fungi, Puccinia
melanocephala. Gangguan penyakit yang parah dapat terjadi pada saat
awal musim hujan. Spora di udara yang diterbangkan angin dapat
menginfeksi daun-daun muda tanaman tebu. Setelah jamur
mengkoloni jaringan daun tebu, akan berkembang jaringan yang rusak
berwarna coklat kemerahan. Pustula yang mengandung spora coklatkemerahan akan pecah dari permukaan bawah daun tebu. Spora baru
kemudian disebar-luaskan melalui udara dan menyebabkan infeksi
baru. Spores pathogen karat-coklat tidak berumur panjang, dan
organism ini hanya dapat hidup dalam jaringan daun hijau. Oleh
karena itu cuaca dingin dan panas yang hebat dapat mereduksi
gangguan penyakit karat ini. Kondisi cuaca yang hangat akan
menghasilkan epidemik yang parah pada tanaman tebu yang tidak
tahan (peka).
Perkembangan penyakit karat-coklat pada daun-daun muda tanaman
tebu akan mereduksi fotosintesis dan pertumbuhan tanaman tebu.
Besarnya kehilangan hasil berhubungan dengan lamnya waktu karatdaun ada di daun muda Selama fase penyakit karat ini, pertanaman
tebu tampak coklat-kemerahan kalau dilihat dari jauh.
PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT
Cara terbaik mengendalikan gangguan penyakit karat pada
tanaman tebu ialah menanam jenis tebu yang tahan penyakit karat.
Akan tetapi, resistensi tidak stabil atau tidak kekal pada varietas
tertentu, mungkin karena munculnya varian-varian karat. Karena
alas an ini, maka disarankan kepada para petani untuk menanam
beragam jenis tebu. In this way, they will not have a predominance
of one variety, should a rust variant develop that is capable of
infecting that particular variety. Varietal diversification may play an
important role in holding down the overall area-wide disease
pressure, thereby reducing the natural selection pressure for one
particular rust variant. It is believed that this may assist in preserving
the durability of host plant resistance in current resistant varieties.
Meskipun sejumlah bahan kimia dapat digunakan untuk
semprotan daun mengendalikan penyakit karat tebu,
66
termasuk sulfur dan phosphonics, namun pengendalian cara
kimia ini tidak layak secara ekonomis.
Karena tanah telah diketahui berhubungan dengan tingkat
infeksi penyakit karat tanaman tebu, hindari menanam jenis tebu
yang peka di lahan-lahan masam dan / atau tanah yang kaya hara P
dan K.
Download