Isi Makalah Seminar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gampa bumi di Indonesia dapat terjadi sewaktu-waktu, karena letak
geografis Indonesia berada pada pertemuan empat lempeng tektonik. Apabila
terjadi pergeseran atau patahan pada lempeng akan menimbulkan peluang bencana
gempa. Adapun empat lempeng tektonik tersebut sebagai berikut:
lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat
sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawarawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti
letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor.
(Ikhwanuddin, 2006: 1).
Dengan kondisi geogrfis seperti itu, sudah saatnya untuk senantiasa siap siaga di
dalam menghadapi bencana. Baik kesiapan dari infrastruktur bangunan yang tahan
gempa maupun kesiapan dalam hal pengetahuan akan gempa.
Pengetahuan masyarakat terkait gempa harus ditingkatkan, adanya
masyarakat yang menjadi korban bencana karena kurangnya pemahaman tindakan
penyelamatan saat terjadinya bencana gempa. Bencana gempa memang tidak
dapat dihindari, akan tetapi perlunya mewaspadai resiko bencana tersebut. Jadi
secara tidak langsung, dengan meningkatakan pengetahuan akan gempa mampu
memberikan kewaspadaan masyarakat untuk melakukan tindakan penyelamatan
diri.
Dalam meningkatkan kewaspadaan gempa perlu adanya daya dukung
teknologi. Peran teknologi dalam bencana gempa selama ini belum berfungsi
memberikan informasi secara jelas. Contohnya saja seismometer, alat ini dapat
merekam getaran yang ditimbulkan oleh sumber gempa kemudian di
ilustrasikannya dalam gambar gelombang, tetapi tidak semua orang dapat
mengartikan gelombang yang terekam pada seismometer. Maka perlu alat yang
benar-benar mampu memberikan informasi/tanda secara langsung kepada
masyarakat di daerah bahwa telah terjadi gempa.
1
2
Pada daerah yang terkena gempa akan terlihat retakan-retakan pada tanah
dan robohnya beberapa bangunan. Hal ini disebabkan, gelombang gempa
merambat dengan membawa energi dari pusat gempa ke segala arah melalui
lapisan-lapisan bumi. Berdasarkan medium rambatannya, gelombang gempa
terbagi menjadi dua yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang
permukaan (surface wave). Gelombang bodi merupakan gelombang pada gempa
yang menjalar masuk menembus medium ke dalam bumi. Gelombang ini terbagi
atas dua tipe yaitu gelombang primer (P) dan gelombang sekunder (S), baik
gelombang primer dan sekuder akan dirambatkan dari pusat gempa yang sama,
akan tetapi keduanya memiliki kecepatan rambat yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengambil
judul Seminar Fisika tentang ”Gelombang Primer (P) dan Gelombang
Sekunder (S) Pada Gelombang Seismik”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di identifikasi
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Gampa bumi di Indonesia dapat terjadi sewaktu-waktu, karena letak
geografis Indonesia berada pada empat lempeng tektonik.
2. Masyarakat yang menjadi korban bencana karena kurangnya pemahaman
tindakan penyelamatan saat terjadinya bencana gempa.
3. Peran teknologi dalam bencana gempa belum berfungsi memberikan
informasi secara jelas.
4. Adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang primer dan sekunder
meski dari pusat gempa yang sama.
3
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, penulis
membatasi permasalahan yang akan dibahas pada Makalah Seminar Fisika,
sebagai berikut :
1. Gelombang primer pada gelombang seismik
2. Gelombang sekunder pada gelombang seismik
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi
dan
pembatasan
masalah,
maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perumusan kecepatan gelombang primer pada gelombang
seismik ?
2. Bagaimana perumusan kecepatan gelombang sekunder pada gelombang
seismik ?
3. Bagaimana aplikasi gelombang primer dan sekunder pada Tsunami early
warning system?
E. Tujuan
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui perumusan kecepatan gelombang primer pada gelombang
seismik.
2. Mengetahui perumusan kecepatan gelombang sekunder pada gelombang
seismik.
3. Mengetahui aplikasi gelombang primer dan sekunder pada tsunami early
warning system.
4
F. Manfaat
Hasil dari penulisan makalah seminar fisika diharapkan dapat:
1. Bagi penulis dan pembaca akan manambah wawasan pengetahuan tentang
gelombang primer dan gelombang sekunder pada gelombang seismik.
2. Menambah koleksi perpustakaan prodi Pendidikan Fisika sebagai
referensi bahan mata kuliah geofisika.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Gelombang
Gelombang merupakan gejala usikan dari keadaan setimbang yang dapat
merambat dalan ruang. ketika ditinjau dari mekanisme perambatannya,
gelombang sendiri dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu gelombang mekanik
dan gelombang elektromganetik. Jika ditinjau dari arah rambatnya, gelombang
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang tranversal dan gelombang
longitudinal.
Pada gelombang mekanik, perlu adanya
adanya medium sebagai rambatan
gelombangnya, mediumnya itu dapat berupa zat padat, cair dan gas. Salah satu
contoh dari gelombang mekanik yang dapat merambat pada medium gas yaitu
gelombang bunyi.. Sedangkan gelombang elektromagnetik sendiri merupakan
gelombang
ang yang merambat dalam ruangan tanpa adanya medium perantara.
Gelombang ketika ditinjau dari arah rambatnya dapat dibedakan menjadi
gelombang tranversal dan longitudinal. Gelombang tranversal merupakan
gelombang yang arah getarannya tegak lurus dengan arah perambatannya.
Gelombang tranversal ini memiliki ciri-ciri
ciri ciri berupa adanya lembah dan puncak
gelombang. Contohnya yaitu gelombang seismik primer (P) pada gempa bumi.
Puncak
Panjang gelombang
Amplitudo
Amplitudo
Lembah
Gambar 2.1 Gelombang Tranversal
(Giancoli, 2001: 382)
Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar
dengan arah rambatnya. Gelombang longitudinal ini memliki ciri-ciri
ciri
berupa
5
6
adanya rapatan dan regangan pada gelombang. Contohnya gelombang seismik
sekunder pada gempa bumi.
rapatan
Arah rambat sejajar arah getar
regangan
Gambar 2.2 Gelombang Longitudinal
(Giancoli, 2001: 384)
Macam-macam besaran pokok pada gelombang.
1. Amplitudo (A) merupakan ketinggian/simpangan maksimum puncak atau
kedalaman lembah yang dicapai suatu partikel dari titik kesetimbangannya
dalam satuan (m)
2. Panjang Gelombang (λ) merupakan jarak antara dua puncak atau
regangan yang ditempuh oleh sebuah gelombang dalam satu periode (m)
3. Frekuensi (f ) merupakan banyaknya gelombang yang terjadi dalam satu sekon
(s)
4. Periode (T) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan atau
membentuk satu gelombang penuh.
5. Cepat rambat gelombang () merupakan rata-rata pergerakan gelombang pada
medium setiap satuan waktu (m/s). Secara rumusan matematis dapat dituliskan
sebagai berikut.
=
(2.1)
Sedangkan hubungan antara periode dan frekuensi adalah
= atau = (2.2)
Sehingga kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam bentuk rumus yang
lain sebagai berikut
Keterangan:
=
atau = . v = Cepat rambat gelombang (m/s)
(2.2)
7
λ = Panjang gelombang (m)
f = Frekuensi (Hz)
T = Periode (s)
( Giancoli, 2001:382-384 )
B. Persamaan Gelombang
Sistem gelombang mempunyai fungsi gelombang yang menggambarkan
perpindahan satu partikel dalam medium. Fungsi tersebut tergantung pada posisi
dan waktu (dimensi ruang dan waktu ), sehingga secara umum fungsi gelombang
dapat dinyatakan dengan (, ). Pada gelombang satu dimensi, di mana
gelombang merambat dalam arah
x dan bergerak dengan kecepatan konstan
sebesar v, fungsi gelombang dapat dinyatakan sebagai berikut
(, ) = ( ± )
(2.4)
Apabila fungsi gelombang (2.4) dipenuhi oleh salah satu dari fungsi ( − ) atau
( + ). Dengan memisalkan = − , maka fungsi gelombang pada
persamaan (2.4) dapat dinyatakan sebagai berikut
(, ) = ( − ) = ()
(2.5)
Dengan menggunakan dalil rantai ketika diturunkan terhadap x, maka fungsi
gelombang pada persamaan (2.5) akan diperoleh sebagai berikut
= = = = ()
(2.6)
Ketika diturunkan terhadap t, maka akan diperoleh sebagai berikut
= = =
()
= − (2.7)
8
Dengan mengambil turunan-turunan kedua, dari persamaan (2.6) dan persamaan
(2.7) akan diperoleh
# ! $
=
= !
= −
(2.8)
= −
! ()
= " = (2.9)
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.8) ke dalam persamaan (2.9) maka akan
diperoleh persamaan berikut.
=
(2.10)
Persamaan (2.10) merupakan rumusan perambatan gelombang dengan kecepatan
v dalam ruang satu dimensi. (Paul A.Tipler, 1998: 495)
C. Gelombang Seismik
Gelombang termasuk bagian dari fenomena yang ada di alam.
Gelombang timbul karena adanya perambatan dari usikan atau energi dari suatu
sumber ke titik-titik yang lain. Misalnya gelombang yang ditimbulkan karena
adanya gempa bumi. Gempa bumi merupakan getaran atau guncangan yang
terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba
yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.
Gempa bumi terjadi pada retakan dalam kerak bumi yang disebut
patahan. Patahan terbentuk karena batuan rapuh dan pecah yang disebabkan oleh
tekanan besar yang mendesaknya. Patahan tersebut akan bergerak secara
perlahan-lahan pada lempeng bumi. Sehingga dapat menyebabkan tekana pada
daerah kerak bumi.
Gempa bumi terjadi ketika tekanan telah semakin meningkat di daerah
batuan sampai pada tingkat tertentu, sehingga terjadi pergerakan mendadak.
9
Pergerakan mendadak ini dapat menciptakan patahan baru ketika batuan pecah
pada titik terlemah, atau pergerakan menyebabkan batuan tergelincir di sepanjang
patahan yang ada. Pada saat gempa bumi terjadi, sejumlah besar energi dilepaskan
bersamaan dengan dilepasnya tekanan. Energi yang dipancarkan dari sumber
gempa akan menjalar kesegala arah dalam bentuk gelombang, sehingga efeknya
dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.
Apabila terjadi suatu gempa bumi yang cukup kuat, maka gelombanggelombang elastik dipancarkan dari pusat gempa bumi ke semua arah. Gelombang
yang terpancarkan dari pusat gempa akan terekam oleh alat yang dinamakan
seismometer. Seismometer merupakan alat yang dirancang untuk merekam atau
mencatat gerakan tanah dalam arah tertentu baik dalam arah vertikal maupun
horizontal.
Dalam
kamus
lengkap
fisika
(Oxford,1990:39) “Seismograf
didefinisakan sebagi alat pencatat getaran bumi yang diakibatkan pengaruh
gempa, kemudian Seismogram merupakan grafik getaran yang direkam oleh
sesimograf”.
1. Konsep Gelombang Seismik
Gelombang seismik adalah gelombang yang merambat baik di dalam
maupun diluar permukaan bumi yang berasal dari sumber seismik.
Dari
sumber sesmik ini akan muncul getaran pada kerak bumi yang diakibatkan
adanya gangguan pada salah satu lapisan bumi. Getaran yang mencapai
permukaan bumi pada umumnya menyebabkan pergerakan ke berbagai arah,
pergerakan tersebut dikenal dengan gempa bumi. Gelombang seismik akan
mengalami osislasi partikel terhadap medium yang di lewatinya, Osilasi
partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan malawan gayagaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal, gelombang
transversal dan kombinasi diantara keduanya. (Afnimar, 2009:7)
Gerakan batuan yang tiba-tiba di sepanjang celah pada sesar bumi
menimbulkan getaran yang mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang
bodi (body wave). Sedangkan gelombang yang merambat dari episenter ke
sepanjang permukaan bumi disebut gelombang permukaan (surface wave).
10
Berdasarkan tempat menjalarnya, gelombang seismik dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang
permukaan (surface wave). Gelombang bodi ini terdiri dari dua tipe yaitu
gelombang primer (P) dan gelombang sekunder (S). gelombang primer (P)
adalah gelombang longitudinal yang arah pergerakkan partikelnya searah
dengan arah rambat gelombang. Kemudian gelombang sekunder (S) adalah
gelombang yang arah pergerakkan partikelnya tegak lurus dengan arah rambat
gelombang.
Gelombang primer dan sekunder akan merambat meninggalkan
sumber gempa pada saat yang bersamaan, tetapi gelombang primer akan
mencapai seismometer terlebih dahulu dibandingkan dengan gelombang
sekunder, karena kecepatan perambatan gelombang primer lebih cepat.
Gambar 2.3 Rekaman Gelombang Primer Dan Sekunder Pada Seismometer
Beda waktu antara kedatangan gelombang P pertama dan gelombang
S pertama ini dikenal sebagai panjang waktu getaran pendahuluan atau waktu
SP. Beda waktu ini merupakan petunjuk yang penting untuk mengetahui
lokasi sumber gempa. Waktu SP dapat mencapai orde sekon ataupun menit
bergantung pada jarak sumber gempa ke stasiun pencatat. Akan tetapi, waktu
SP selalu dapat mengungkap jarak stasiun pencatat ke episentruum, yaitu
suatu titik yang terletak di permukaan Bumi tepat di atas sumber gempa
(hiposentrum).
11
Gelombang
permukaan
merupakan
gelombang
elastik
yang
menjalar/merambat
merambat dari episenter sepanjang permukaan bumi dengan
amplitudonya melemah bila semakin masuk ke dalam medium.
medium Beberapa tipe
gelombang permukaan yaitu gelombang Rayleigh, gelombang Love,
Lo
gelombang tabung. Gelombang Rayleigh adalah gelombang yang merambat
pada batas permukaan saja dan hanya dapat merambat pada media padat serta
arah getarannya berlawanan arah dengan arah perambatannya. Gelombang
Love adalah gelombang yang hanya merambat pada batas lapisan saja dan
bergerak pada bidang yang horizontal saja. Gelombang tabung merupakan
gerak/aliran fluida di sepanjang sumur pengeboran.
Gambar 2.4 Gelombang Primer
1. Persamaan Gelombang seismik
Gambar 2.5 Gelombang Sekunder
(W.M.Telford,1992)
2. Gelombang Bodi
a. Gelombang Primer (P)
Gelombang
elombang primer atau gelombang longitudinal akan tercatat
pertama
ma kali pada seismometer.
seismometer Gelombang ini memiliki arah
a
getaran
ke depan dan ke belakang sehingga materi yang dilewati sebagai
mediumnya mengalami
ngalami tekanan dan peragangan seperti spiral. Oleh
12
karena itu, sering disebut sebagai Push-Pull Wave atau Compressional
Wave.
Gelombang primer terjadi karena adanya rambatan dari
hiposentrum yang bergerak melewati lapisan litosfer secara menyebar
ke berbagai arah. Gelombang primer dapat merambat melalui medium
padat, cair dan gas. Dengan arah rambatan ke depan, maka gelombang
primer ini memiliki kecepatan yang tergolong tinggi, kecepatannya
antara 7-14 km per detik dan mempunyai periode antara 5-7 detik.
Gambar 2.6 Gelombang Primer (P-wave)
(earthquake.wordpress.com)
Gelombang primer
akan merambat dengan mudah pada
medium padat maupun medium cair. Pada umumnya, semakin padat
suatu batuan, semakin cepat perambatan gelombang P. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya perbedaan kecepatan antar bidang batas.
Ketika semakin padat medium yang dilaluinya, maka semakin kecil
simpangan yang terjadi pada gelombang, dan semakin renggang
medium yang dilaluinya akan semakin besar simpangannya.
13
Gambar 2.7. Rambatan Gelombang Primer (P) dan
Sekunder (S) Pada Interior Bumi
(rajebo.blogspot.com)
Pada gambar 2.7 sebagaimana dinyatakan oleh Noor Djauhari
(2009) bahwa, “Rambatan gelombang primer di dalam interior bumi
yang berasal dari suatu sumber gempa. Sifat dari rambat gelombang
seismik di dalam bumi diperlihatkan oleh gelombang primer yang
merambat baik pada Inti bagian luar maupun inti bagian dalam”.
Berdasarkan sifat rambat gelombang primer tersebut, maka gelombang
primer itu dapat merambat pada inti bumi bagian luar yang berfasa cair
dan Inti bumi bagian dalam berupa padatan.
14
Gambar 2.8. Rambatan Gelombang P dan S Pada Lapisan Bumi
(rajebo.blogspot.com)
Pada gambar 2.8 menurut Noor Djauhari (2009) bahwa
“kecepatan rambat gelombang primer dan gelombang sekunder kearah
interior bumi. Gelombang P tetap menjalar pada bagian luar Inti Bumi
yang berfasa cair, namun terjadi perubahan kecepatan rambat gelombang
primer dari bagian Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian luar menjadi
lambat”. Dari gambar tersebut antara Kulit Bumi dengan Mantel Luar
dibatasi oleh suatu material yang berfase semi-plastis yang saat ini dikenal
sebagai tempat di mana kerak bumi yang saling bergerak. Dengan
demikian bahwa, gelombang primer dapat merambat pada interior bumi
baik yang berfasa padat maupun berfasa cair.
b. Gelombang Sekunder (S)
Gelombang
transversal
atau
gelombang
sekunder
adalah
gelombang gempa yang bersama-sama dengan gelombang primer
dirambatkan dari hiposentrum ke segala arah dalam lapisan litosfer.
Gelombang sekunder memiliki arah getar tegak lurus terhadap arah
rambatnya, gelombang sekunder ini merambat di sela-sela bebatuan
dengan kecepatan antara 4-7 km/detik dan mempunyai periode 11-13
detik. Gelombang sekunder hanya dapat merambat melalui medium padat.
15
Ketika melewati medium cair atau udara gelombangnya akan teredam
sehingga tidak tercatat oleh seismograf.
Gambar 2.9 Gelombang Sekunder (S-wave)
(earthquake.wordpress.com)
Sebagaiamana yang diperlihatkan pada Pada gambar 2.7 bahwa
untuk sifat rambatan dari gelombang gempa di dalam bumi berupa
gelombang sekunder tidak merambat pada Inti Bumi bagian luar. Jadi
untuk gelombang sekunder hanya merambat pada bagian mantel dari
interior bumi. Kemudian untuk kecepatan rambat gelombang sekunder
yang diperlihatkan pada gambar 2.8 menunjukkan bahwa gelombang
sekunder tidak menjalar pada bagian Inti Bumi bagian luar yang berfasa
cair (liquid).
D. Kecepatan gelombang primer (P) dan kecepatan gelombar sekunder (S)
Jika sebuah medium/benda padat berada dalam keadaaan setimbang
dipengaruhi gaya-gaya yang berusaha menarik, menggeser, atau menekannya
maka bentuk benda tersebut akan berubah (terdeformasi). Jika benda kembali
ke bentuknya semula bila gaya-gaya dihilangkan maka benda dikatakan
elastik. Hubungan antara gaya dan deformasinya dapat dijelaskan dengan
menggunakan konsep tegangan (stress), regangan (strain), hukum Hooke dan
konstanta elastiknya
16
1. Tegangan (%)
Tegangan (stress) didefenisikan sebagai gaya persatuan luas.
Apabila gaya yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan, maka
tegangan yang demikian dikatakan tegangan normal (normal stress).
Sedangkan gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan dikatakan
sebagai tegangan geser (shearing stress). Gaya yang bekerja dalam arah
yang tidak sejajar dan tidak tegak lurus pada permukaan, tegangannya
dapat diuraikan ke dalam komponen normal dan komponen geser.
Gambar 2.10 Komponen Tegangan
(W.M.Telford,1992)
Jika ditinjau sebuah elemen kecil volume di mana tegangannya
berada pada dua permukaan yang tegak lurus terhadap sumbu x, maka
komponen-komponen tegangannya ditunjukkan seperti pada gambar 2.10
Tegangan normal ditunjukkan oleh σxx, sedangkan tegangan geser
ditunjukkan oleh σyx dan σzx. Jika benda berada dalam kesetimbangan
statis, gaya-gaya yang bekerja padanya harus setimbang. Berarti ketiga
tegangan yakni σxx, σyx dan σzx bekerja pada bidang OABC haruslah sama
dan berlawanan dengan hubungan tegangan yang ditunjukkan pada bidang
DEFG.
17
2. Regangan (&)
Regangan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada suatu
benda untuk meregangkan benda tersebut. Perubahan fraksional suatu
benda elastik baik bentuk maupun dimensinya dinamakan dengan
regangan. Analisis kuantitatif dua dimensi regangan dapat diilustrasikan
seperti pada gambar (2.11)
Pada gambar dibawah terlihat perubahan posisi koordinat PQRS
menjadi ' , ( , ) , * . Pada saat titik P berubah menjadi ' akan
mempunyai komponen u dan v, misalkan u = u (x,y) danv = v (x,y), maka :
Gambar 2.11 Analisis Tekanan Dua Dimensi
(W.M Telford.1992)
' (, ); (( + ,, ); *(, + ,); )( + ,, + ,);
' ; ( + -, + ), ( ; + , + - + ,, + + ,
.
.
* ; + - + ,, + , + + ,
.
.
) ; + , + - + , + ,, + , + + , + ,
Dalam bentuk tiga dimensi, komponen perpindahan titik P (x, y
dan z) ditulis dengan (u, v dan w), sehingga regangan normal tunjukkan
oleh persamaan (2.11), regangan geser persamaan (2.12), sedangkan
komponen regangan pada benda yang mengalami perpindahan secara
rotasional ditunjukkan oleh persamaan (2.13).
18
.
2 =
Regangan normal
2 = 211 =
0
2 = 2 =
Regangan geser
(2.11)
21 = 21 =
21 = 21 =
0
.
+
+
+
1
.
(2.12)
1
0
sedangkan komponen regangan pada benda yang mengalami perpindahan
secara rotasional adalah:
0
/ = " −
Perubahan
dimensi
1
.
; / = " 1 −
yang
disebabkan
0
; /1 = " −
oleh
strain
normal
(2.13)
akan
mengakibatkan perubahan volume. Perubahan volume per satuan volume
disebut dilatasi (dilatation) dan diberi simbol ∆, dimisalkan ∆ = /.
/ = 2 + 2 + 211 =
.
+
+
0
1
(2.14)
(W.M.Telford, 1992: 140-143)
3. Hukum Hooke
Pada tahun (1635-1703) Robert Hooke menunjukkan eksperimen
bahwa pertambahan panjang benda sebanding dengan berat atau gaya yang
diberikan pada benda. Perbandingan dinyatakan dalam persamaan
3 = 4 ∆6
(2.15)
Disini F menyatakan gaya (berat benda) yang menarik benda, ∆6
adalah perubahan panjang, dan k adalah konstansta pembanding. Ternyata
persamaan (2.15) berlaku untuk hampir semua materi padat dari besi
sampai tulang, tetapi hanya sampai pada batas tertentu. Karena jika gaya
terlalu besar, benda merenggang sangat besar dan akhirnya patah.
(Giancoli, 2001: 299)
19
Dalam hal ini, Hooke merumuskan hubungan antara tegangan dan
regangan. Hooke mengemukakan bahwa jika tegangan bekerja pada
sebuah benda dan menimbulkan regangan cukup kecil, maka terdapat
hubungan
secara
linier
antara
tegangan
dan
regangan.
Tanpa
memperhitungkan komponen arah atas kedua variabel tersebut, pada
medium yang bersifat homogen isotropik. Dalam seismologi, medium
elastik yang bersifat homogen isotropik didefinisikan sebagai sifat medium
di mana tidak terdapat variasi densitas di dalam medium sehingga
gelombang menjalar dengan kecepatan yang sama dalam medium. Hooke
mendefinisikan:
788 = / + 2 μ ε88 < = , , =
78> = μ ε8> <, ? = , , =, < ≠ ?
(2.16)
(2.17)
λ dan µ disebut konstanta Lame, dengan µ menyatakan hambatan
regangan geser. Pada harga tegangan tetap (σ) regangan akan menjadi
besar bila modulus gesernya kecil, begitu juga sebaliknya.
4. Konstanta Elastik
Konstanta elastik adalah tinjauan hubungan antara teganganregangan dan perubahan bentuk benda yang ditimbulkannya. Untuk
medium yang homogen isotropik konstanta elastik meliputi
a. Modulus Young (E)
Modulus Young didefinisikan sebagai besarnya regangan yang
ditunjukkan oleh perubahan panjang suatu benda. Semua komponen
regangan yang tidak searah sumbu panjang adalah nol. Hal ini
disebabkan tegangan hanya terjadi pada arah sumbu panjang tersebut,
pada arah yang lain tegangannya nol.
A=
BCC
DCC
(2.18)
20
b. Modulus Bulk (K)
Jika benda mengalami gaya internal dari semua sisi, maka
volume bendanya akan berkurang. Tekanan yang dikenakan pada suatu
benda didefinisikan sebagai gaya per luas yang ekivalen dengan
tegangan (tekanan hidrostatik). Untuk keadaan ini, perubahan volume
(∆) sebanding dengan volume awal(E ). Jadi modulus Bulk adalah
hubungan antara tegangan (tekanan hidrostatik) Ph= F/A dan regangan
volume / =
∆
F
, maka persamaan matematis modulus Bulk
HJ
G = IK I =
JK
L
M
(2.19)
N
Tanda minus menunjukkan bahwa volume berkurang terhadap
penambahan tekanan.
c. Modulus Rigiditas (µ)
Tekanan terhadap suatu benda dapat menimbulkan regangan
berupa pergeseran pada salah satu permukaan bidangnya. Tekanan
yang bekerja pada benda ini disebut tekanan geser dan regangannya
disebut regangan geser. Perubahan bentuk akibat pergeseran ini tidak
disertai perubahan volumenya. Hubungan antara tegangan dan
regangan yang menimbulkan pergeseran sederhana ini disebut modulus
Rigiditas. Perumusan matematisnya sebagai berikut
O=
PQRSTRST RQUQV
VQRSTRST RQUQV
=
BCC
DCW
(2.20)
d. Rasio Poisson (X)
Rasio Poisson atau poisson’s ratio adalah ukuran besarnya
regangan pada suatu benda berupa kontraksi dalam arah transversal
dan peregangan dalam arah longitudinal akibat terkena tekanan.
Apabila diterapkan pada silinder, di mana arah transversalnya
dinyatakan dengan diameter silinder (D) dan arah longitudinal dengan
panjang silinder (Y), maka rasio Poisson adalah:
X=
Z[T\VS]U^ \VST_QVUS`
aQVQRSTRST `[TR^\bc^TS`
=
Id/d
∆f ⁄fL
21
&hh
X=−
&ii
=−
Djj
DCC
(2.21)
Hubungan antara konstanta elastik pada medium homogen isotropik
saling terkait membentuk perumusan sebagai berikut, yaitu
A=
G=
k (lm"k)
(mk)
(2.22)
(lm"k)
l
(2.23)
n = "(mk)
(2.24)
5. Kecepatan gelombang primer (P)
Penentuan kecepatan gelombang primer, diawali dengan tinjauan
terhadap sebuah benda (medium) homogen berbentuk kubus yang
dikenakan oleh sebuah gaya tertentu. Tekanan yang mengenai benda
tersebut jika ditinjau pada salah satu permukaa, maka akan mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut:
7 +
BCC
BWC
, ; 7 +
, ; 71 +
BjC
1
,=
(2.25)
Karena tekanan ini berlawanan dengan yang bertindak di bagian belakang,
maka tekanan bersih yang bekerja pada elemen volum kubus adalah
BCC
, ;
BWC
, ;
BjC
1
,=
(2.26)
Tekanan ini bekerja pada permukaan yang luasnya (dy,dz) dan
mempengaruhi volume (dx,dy,dz), dengan itu didapatkan gaya bersih per
satuan volume dalam arah sumbu x, y, dan z bernilai
BCC
;
BWC
;
BjC
1
(2.27)
Untuk ke-empat permukaan yang lain, persamaanya dapat diperoleh
dengan cara yang sama, sehingga gaya total persatuan volume dalam
sumbu x adalah
BCC
+
BWC
+
BjC
1
(2.28)
Komponen-Komponen tekanan di atas disebut gaya tiap unit
volume benda pada bidang x yang berarah pada sumbu x, y, z. Untuk
22
permukaan bidang lainnya, hubungan variabel gaya tiap satuan volumenya
analog dengan bidang x. Total gaya pada sumbu x yang terjadi pada benda
kubus adalah:
3= [
BCC
BWC
+
BjC
+
1
Dengan ,,,= = satuan volume kubus
] ,,,=
(2.29)
Sedangkan menurut hukum II Newton, gaya adalah perkalian antara massa
dan percepatannya, F = m.a, bila dikaitkan dengan densitas benda q =
maka:
3 = st = qt = q (,,,=) .
r
,
(2.30)
Dengan menggunakan definisi gaya tersebut, maka persamaan (2.28)
menjadi;
.
q(,,,=) = u
.
q = u
BCC
BCC
+
+
BWC
BWC
BjC
+
BjC
+
1
1
v ,,,=
v ,,,=
(2.31)
Di mana q adalah kerapatan eleman kubus. Hubungan ini disebut
persamaan gerak yang searah sumbu x. Pada persamaan gerak untuk
sumbu y dan z, dapat diperoleh dengan cara yang sama yaitu hanya dengan
menggantikan tegangan normal 7 dengan 7 atau 711 .
Pada persamaan (2.31) dapat diperoleh penyelesaiannya dengan
mensubtitusikan persamaan (2.16) dan (2.17) berupa definisi dari hukum
Hooke.
.
q = u
q
.
.
=
BCC
.
q = .
(N)
(N)
q = x
.
BWC
w
( Nm" µ εCC )
q = q
+
=
+
(N)
+
BjC
1
+
(εCC )
+ 2O
+ O 2
v , , ,=
#µ εWC $
(" µ εCC )
+2µ
(N)
+
DCC
DCC
(µ εjC )
+
#µ εWC $
+µ
+
# εWC $
+ O
+
1
DCW
DCW
+
(µ εjC )
+µ
1
(εjC )
+ O
DCj
1
1
DCj
1
y
23
Dengan menggunakan tetapan regangan geser dan regangan normal berupa
zb
ε =
.
1
+
q
z{
0
.
.
q .
q .
q ; 2 = 2 =
+
.
; 21 = 21 =
0
+
1
dan 21 = 21 =
maka dapat diperoleh penyelesaian sebagai berikut.
= |
(N)
+ O }2
N
.
N
.
zb
+ ~
z{
+
.
+€ .
1
k
.
1
+
0
‚ƒ
0
= } + O x2 + + + 1 + 1 y‚
.
k
= x + O 2 + + 1 + +
.
N
.
k
.
0
y
1
= x + O + + 1 + + +
0
1
y
Persamaan diatas dapat disederhanakan dengan menggunakan tetapan
.
.
k
laplacian , ∇" - = + + 1 maka
.
N
q .
.
N
.
= x + O∇" - + - + +
+
.
q q
0
1
= x + O∇" - + - + +
q .
.
N
q Dengan ; / = +
.
= x + O ∇" - + + +
0
1
.
N
0
y
1
0
1
y
y
N
= + O∇" - + - =
N
+-
N
+ O∇" -
Sehingga persamaan gerak untuk media elastik dan homogen isotropis
didapatkan sabagai berikut
.
q q 0
q N
(2.32)
N
(2.33)
N
(2.34)
= ( + -) + O∇" -
= ( + -) + O∇" = ( + -) 1 + O∇" …
Gelombang yang merambat pada suatu media ke segala arah,
secara tiga dimensi arah perambatan gelombang dinyatakan dengan sumbu
24
x, y, z, untuk menentukan persamaan gelombang ini, persamaan (2.32),
(2.33) dan (2.34 ) masing-masing dideferensiasikan terhadap x, y dan z.
maka diperoleh persamaan sebagai berikut.
.
0
q N
.
(2.35)
N
(2.36)
N
0
(2.37)
= ( + -) + O∇"
q = ( + -) + O∇" q 1
= ( + -) 1 + O∇"
1
Dengan menjumlahkan ketiganya, maka akan diperoleh persamaan
berikut,
.
q + +
.
q + +
.
0
1
0
1
Dengan / = +
k
1 = ( + -) +
.
N
+ +
0
1
= ( + -) +
N
+
N
0
1
N
N
N
N N
+ 1 1 + O∇"
N
.
+ 1 + O∇" + +
.
0
1
.
dan persamaan laplacian: ∇" - = + +
N
atau ∇" / = + + 1 maka hasil penjumlahan di atas dapat
disederhanakan sebagai berikut
q = ( + -)∇" / + O∇" /
N
N
q = ∇" / + -∇" / + -∇" /
N
q = ∇" / + 2 -∇" /
q = ( + 2O)∇" /
N
N
=
" =
m"k
†
m"k
‡=ˆ
∇" /
(2.38)
†
‰ mŠ‹
Œ
(2.39)
25
Persamaan (2.39) merupakan persamaan gelombang longitudinal.
Dari persamaan gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang
longitudinal atau dikenal dengan kecepatan gelombang primer yaitu
’
 m Š Š
Ž = €

‘
Keterangan
Vp = kecepatan perambatan gelombang Primer (m/s)
λ = konstanta Lame (m/s)
µ = rigiditas medium (“/s" )
ρ = massa jenis medium (kg/sl )
θ = perubahan volume atau dilatasi
6. Kecepatan Gelombang Sekunder (S)
Kecepatan gelombang sekunder didapat dengan menurunkan
terlebih dahulu persamaan (2.36) diturunkan terhadap z
q
q 1
q 1
= ( + -)
N
+ O∇" N
= ( + -) 1 + O∇" 1
N
= ( + -) 1 + O∇" 1
(2.40)
dan persamaan (2.37) diturunkan terhadap y
0
N
q = ( + -) 1 + O∇" …
q 0
0
q = ( + -)
1
N
N
0
+ O∇" 0
= ( + -) 1 + O∇" (2.41)
Dengan mengurangkan hasil turunan persamaan (2.40) dengan turunan
persamaan (2.41) maka akan diperoleh persamaan berikut
q − 1 = ( + -) 1 + O∇" − ( + -) 1 + O∇" 1
0
N
0
N
q − 1 = ( + -) 1 − ( + -) 1 + O∇" − O∇" 1
0
N
N
0
26
q
q
q
0
0
0
−
−
−
1
1
1
= ( + -)
−
" 1
0
0
−
1
−
− O∇"
= O∇" Dengan mensubtitusikan 0
0
= O∇"
N
−
N
1
+ O∇"
0
− O∇"
1
1
1
1
dengan tetapan rotasi berupa / =
maka akan diperoleh persamaan berikut
q
NC
= O∇" /
”" =
• NC
NC
k
(2.42)
†
k
= † ∇" /
= ” " ∇" /
(2.43)
Persamaan (2.42) menyatakan persamaan gelombang transversal. Dari
persamaan gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang transversal
atau dikenal dengan kecepatan gelombang sekunder yaitu
w = –

‘
Vs = kecepatan perambatan gelombang sekunder (m/s)
µ = rigiditas medium (N/m" )
ρ = massa jenis medium (kg/sl )
(W.M.Telford, 1992: 143-145)
Berdasarkan pola-pola dari persamaan (2.38) dan (2.42), bahwa
persamaan tersebut berlaku umum untuk gelombang yang merambat
dalam media elastik homogen isotropis, hubungan ini disebut persamaan
gelombang skalar.
™
= ∇" š
(2.43)
Dengan menyatakan kecepatan tetap, š menyatakan fungsi gelombang
yang direalisasikan sebagai usikan yang menjalar pada posisi (x,y,z) dan
waktu (t) tertentu, atau dapat dituliskan š(x,y,z,t). ( Asyafe, 2008 )
27
Apabila š hanya merupakan fungsi dari x, maka persamaan (2.43)
menjadi;
™
=
™
(2.44)
Jika dipilih solusi persamaan gelombang tersebut sebagai fungsi š =
( − ) yang diketahui sebagai solusi D’Alemberts. Maka usikan yang
dimaksud menjalar sepanjang sumbu x positif, seperti gambar 2.12
Gambar 2.12. Tinjauan Satu Dimensi Penjalaran Gelombang Dalam Arah
Sumbu X Positif
Dari gambar tersebut ditunjukkan pada waktu (› ), bagian
gelombang di (› ) mencapai titik ('› ), sehingga (š› = (› + › ).
Kemudian pada waktu (› + ∆) bagian yang sama dari gelombang ini di
(› + ∆) mencapai titik ' , sehingga š adalah š = [(› + ∆) −
(› + ∆)]. Karena keduanya merupakan bagian yang sama dari
gelombang tersebut, maka haruslah š› = š , sehingga:
(› − E ) = [(› + ∆) − (› + ∆)]
Maka besaran dapat dinyatakan sebagai
=
∆
∆
Jadi besaran disini merupakan kecepatan perambatan usikan atau
dikatakan sebagai kecepatan gelombang.
28
Suatu fungsi š = ( − ) juga merupakan penyelesaian dari
persamaan (2.44). yang mengindikasikan perambatan gelombang dalam
arah sumbu x negatif. Oleh karena itu, penyelesaian umum dari persamaan
(2.44) dapat dituliskan
š = ( − ) + œ( + )
Persamaan ini menggambarkan perambatan gelombang sepanjang sumbu x
dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan . Karena besaran š ini
tidak bergantung pada sumbu y ataupun z, maka usikan yang terjadi
haruslah sama disemua tempat di dalam bidang yang tegak lurus terhadap
sumbu x. jenis gelombang ini disebut gelombang datar.
(Susilowati, 2008: 15-16)
E. Aplikasi Gelombang Primer dan Sekunder pada Tsunami Early Warning
System (TEWS)
Pada saat gempa bumi terjadi, gelombang gempa bumi menjalar
melalui lapisan dalam bumi dan direkam oleh jaringan Seismograf.
Rekaman gempa bumi digunakan untuk menentukan lokasi dan kekuatan
sumber gempa bumi. Apabila hasil analisa menunjukan bahwa parameter
gempa bumi yang terjadi memenuhi kriteria berpotensi menimbulkan
tsunami,
maka
National/Regional
Tsunami
Warning
Center
(NTWC/RTWC) akan mengeluarkan warning potensi tsunami terutama ke
institusi interface yang akan menindaklanjuti dengan penyebaran melalui
berbagai media termasuk aktivasi sirine. Gempa yang berpotensi tsunami
jika berlokasi dibawah laut dengan kedalaman kurang dari 70-100 km
dengan magnitude lebih besar dari 7 Skala Richter (SR). Warning potensi
tsunami ditindaklanjuti dengan konfirmasi terjadinya tsunami berdasarkan
data hasil deteksi tsunami oleh sensor Buoys ataupun Tide Gauge.
(Fauzi dan Harjadi P, 2010: 6)
Kecepatan gelombang tsunami tidak lebih cepat dari kecepatan
gelombang gempa. Oleh karena itu beda waktu tiba gelombang gempa
29
dan tsunami dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan peringatan akan
datangnya tsunami dengan membangun sistem peringatan dini tsunami.
Pada TEWS terdapat dua komponen utama di antaranya
1. Komponen Struktural
Komponen struktural diantarannya yaitu stasiun pasang surut,
tsunami buoy dan seismometer.
a. Tide Gauges (stasiun pasang surut).
Gambar 2.12 Tide Gauges
Tide Gauges terletak dipesisir pulau atau pelabuhan. Tide gauges
akan mengukur perubahan permukaan laut dan dapat mencatat air
surut beberpa menit sebelum gelombang tsunami tiba.
b. Tsunami buoy
Gambar 2.13 Tsunami Buoy
30
Tsunami bouy adalah sebuah alat yang dipasang di laut
dalam. Di Indonesia sekarang menggunakan 4 jenis buoy yang
sedang beroperasi di perairan Indonesia, yaitu Buoy Tsunami
Indonesia, Deep
Tsunamis (DART)
Ocean
Assessment
and
Amerika, German-Indonesian
Reporting
Tsunami
Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan. Pada buoy ini
terdapat OBU (Ocean Bottom Unit) di mana nantinya alat inilah
yang mendeteksi adanya gelombang yang berpotensi sebagai
tsunami yang lewat di atasnya.
c. Seismometer
Gambar 2.14 Seismometer
Instrumen ini mampu mengukur gelombang seismik yang
dioperasikan oleh BMKG. Dari sini akan diperoleh data beberpa
lokasi, waktu, kedalaman, dan magnitude suatu gempa. Untuk itu
jaringan seismometer telah dipasang di Indonesia yang terhubung
dengan NTWC melalui satelit. (Harald Spahn, 2010: 5-7)
31
Gambar 2.15 Stasiun Seismik
(Fauzi, Harjadi P, 2010:12)
Jaringan Seismik
mik didesain terdiri dari 160 broadband
seismometer, 500 accelerometer dan akan dikelompokan ke dalam
10 Regional Center. Dengan jumlah sensor tersebut dan jarak tiap
sensor ±100 km, maka dalam 3 menit pertama sumber gempa bumi
yang terjadi diwilayah Indonesia dapat ditentukan lokasinya.
(Fauzi, Harjadi P., 2010:12)
Gambar 2.16 Rekaman Gelombang Seismik Pada Seismometer
Ada tiga fase gelombang seismik
eismik yang yang dapat diamati
pada saat terjadi gelombang Tsunami.
Tsunami Pada fase pertama dinamakan
P-wave yaitu gelombang yang berasal dari sumber gempa di dalam
lapisan bumi yang
y
mempunyai kecepatan 8-13.5 km/dt, gelombang
gelomba ini
akan tercatat pada stasiun
s
pemantauan seismik sehingga dengan
32
mudah dapat diketahui posisi sumber gempa tersebut. Fase kedua
dinamakan S-wave yaitu gelombang yang merambat pada media air
laut sebelum muncul ke permukaan, kecepatan gelombang ini sekitar
6,7-8 km/dt. Dengan mengetahui amplitudo dari kedua gelombang
primer dan sekunder akan menentukan ukuran kekuatan gempa yang
terjadi. Sedangkan fase ketiga adalah gelombang seismik yang
muncul ke permukaan laut, kekuatannya akan ditentukan dari
tingginya kedalaman air laut tersebut. Semua fase ini akan tercatat
dalam peralatan seismometer pada stasiun pemantauan seismik yang
besar magnitudonya diukur dalam bentuk skala logaritma yang
dinamakan skala Richter.
Dengan adanya hasil rekaman gelombang pada seismometer,
maka dapat digunakan untuk menetukan besarnya magnitude
gelombang bodi (Mb). Magnitudo gempa adalah parameter yang
berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa dari sumbernya.
Dalam penentuan magnitudo gelombang bodi dapat diperoleh dengan
memakai data amplitudo gelombang bodi yaitu primer dan sekunder
dari sebarang fase seperti P, S, PP, SS, pP, sS yang terlihat jelas pada
seismometer. Seismometer yang dipakaipun dapat dipilih dari
komponen vertikal maupun horisontal. Magnitude gelombang bodi
dapat ditentukan dengan rumus berikut.
I
ž = log + ( (ℎ, ∆)
(2.45)
Keterangan
M¤ = Magnitudo gelombang bodi
A = Amplitudo getaran (µm)
T = Periode getaran (s)
∆ = Jarak Pusat gempa atau episenter (km)
h = Kedalaman gempa (km)
2. Komponen Kultural
Komponen culture meliputi beberapa instansi seperti LIPI,
Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Komunikasi dan
33
Informatika yang mempunyai tugas sebagai penyalur informasi
kepada masyarakat, persiapan sebelum bencana bahkan evaluasi dan
mengkaji pasca bencana.
34
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Perambatan gelombang primer pada gelombang seismik.
a. Gelombang primer terjadi karena adanya rambatan dari hiposentrum
dengan menginduksi gerakan partikel media dalam arah paralel terhadap
arah penjalaran gelombang.
b. Gelombang longitudinal merambat melalui medium padat, cair dan gas.
c. Persamaan kecepatan gelombang-P yaitu;
¦
m "k Ž = €

†
2. Perambatan gelombang sekunder pada gelombang seismik.
a. Gelombang sekunder terjadi karena adanya rambatan dari hiposentrum
yang menyebabkan gerakan partikel media dalam arah tangensial
terhadap arah penjalaran gelombang ke segala arah dalam lapisan litosfer.
b. Gelombang sekunder hanya dapat merambat melalui medium padat.
c. Persamaan kecepatan gelombang-S yaitu:
k
w = ˆ†
3. Gelombang primer dan sekunder dapat diaplikasikan pada tsunami early
warning system yaitu berdasarkan amplitude gelombang primer dan
gelombang sekunder maka dapat ditentukan besarnya magnitude gelombang
bodi (Mb).
34
35
B. SARAN
Saran yang disampaikan penulis kepada pembaca adalah:
1. Dalam Makalah ini yang dibahas hanya perambatan kecepatan gelombang
seismik untuk gelombang bodi, sehingga pembaca perlu mempelajari
perambatan kecepatan gelombang permukaan.
2. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk meningkatkan
pengetahuannya pada bidang fisika khususnya untuk terkait dengan
gelombang gempa.
36
DAFTAR PUSTAKA
Afnimar. (2009). Seismologi. Bandung: Institute Teknologi Bandung
Asyafe. (2008). A little bit of adventures on the Earth. Diperoleh 11 Juli 2011,dari
http://asyafe.wordpress.com/2008/12/11/teori-seismik-penurunan
persamaan-kecepatan-gelombang-p-gelombang-s.
Djauhari, N. (2009). Susunan Interior Bumi. Diperoleh 9 Juli 2012, dari
http://rajebo.blogspot.com/2011/05/susunan-interior-bumi.html
Fauzi, Harjadi, P.,(Ed.) (2010). Ina TEWS Konsep dan Implementasi. Jakarta:
Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika
Giancoli, Dauglas C.(2001). Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Terj. Yuhilza Hanum.
Jakarta: Erlangga ( Buku Asli diterbitkan 1998)
Lowrie, W. (2007). Fundamentals of Geophysics, second edition. New York :
Cambridge University Press
Mawardi, Ikhwanudin. (2006). Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana 2006-2009. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI
Oxford.(1990). Kamus Lengkap FISIKA. Edt. Alan Isaacs Bsc, Phs. DIC. Hlm
390. Jakarta: Erlangga
Spahn, Harald. (2010). InaTEWS- Pengawasan dan layanan peringatan. Terj.
Evie Chandra. Jakarta: GITEWS Capacity Building In Local Commuties
Susilowati. (2008). Penerapan penjalaran gelombang seismik gempa pada
penelaahan struktur bagian dalam bumi. Hlm 15-16. USU e-Repository
Telford, W.P., Geldart, L.P., & Sheriff, R.E. (1992). Applied Geophysics, Second
Edition. New York : Cambridge University Press
Tipler, P. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid I Edisi ketiga. Terj. Lea
Prasetio, Rahmad W.Adi. Jakarta: Erlangga
36
37
LAMPIRAN
1. Hubungan antara konstanta elastik pada medium homogen isotropik
a. Modulus Young (E)
A=
BCC
DCC
=A=
k #l! m"k$
(! mk)
7 = / + 2 µ ε
7 = / + 2 µ ε
711 = / + 2 µ ε11
7 = 711 = 0
7 = / + 2 µ ε
0 = / + 2 µ ε
0 = / + 2 µ ε11
7 = 3 / + 2 µ ε + ε + ε11
+
Ingat dilatasi ; / = 2 + 2 + 211 =
7 = 3 / + 2 µ (ε + ε + ε11 )
7 = 3 / + 2 µ /
7 = (3 + 2 µ )/
7
/ = J3 + 2 µ
B
7 = (l CC
) + 2 µ ε
m" µ
B
7 − l CC
= 2 µ ε
m" µ
7 1 − l m" µ = 2 µ ε
l m" µ
7 l m" µ − l m" µ = 2 µ ε
7 l m" µ
l m" µ
" m" µ
−
l m" µ
= 2 µ ε
7 l m" µ = 2 µ ε
" m" µ
7 ª m« µ = µ ε
.
+
+
0
1
38
BCC
= µ
εCC
ª m« ¬
=µ " m" ¬
l m" ¬
m¬
b. Modulus Bulk(K)
HJ
G = IK I =
JK
L
M
N
7 = / + 2 μ ε
7 = / + 2 μ ε
711 = / + 2 μ ε11
7 + 7 + 711 = 3 / + 2 μ( ε + ε + ε )
Ingat dilatasi ; / = 2 + 2 + 2 =
7 + 7 + 711 = −­
.
+
−3­ = 3 / + 2 μ /
−3­ = (3 + 2 μ) /
−­ =
Ž
N
(3 + 2 μ) /
3
® = ¯° " = +
n = "#
"¬
l
atau G =
mk$
c. Ratio poisson’s
&hh
211
X =−
=−
&ii
2
G=
±
l (")
(l m"k)
l
= l (") µ ²
3 + 2O = ² (") µ 3 + 2O =
l m"k
l m"k
( m ¬)
=
=
1 − 2 =
µ
−2 =
l m"k
m¬
l m" ¬
(")( m ¬)
(")( m ¬)
(")
µ
m¬
µ
m¬
−1
l m" ¬
m¬
µ
µ
(l m"k)
l
+
0
1
39
−2 =
m¬
− m¬
µ
= " m ¬
m¬
=
" m ¬
(William lowrie, 2007:129)
2. Penentuan Kecepatan gelombang primer (P)
.
q = u
BCC
+
BWC
+
BjC
1
v , , ,=
Dengan;
7 = / + 2 µ ε
7 = µ ε
71 = µ ε1
.
/ = +
.
q =
+
0
1
( Nm" µ εCC )
.
(N)
.
(N)
q = q = .
q = x
.
q = +
(N)
(" µ εCC )
+2µ
(N)
#µ εWC $
+
+
(εCC )
+ 2O
+ O 2
DCC
DCC
#µ εWC $
; 2 = 2 =
1
.
q = |
.
q .
q (N)
0
+
+
DCW
+ O
+
1
# εWC $
+µ
DCW
zb
Dengan regangan normal ε =
.
(µ εjC )
+
z{
zb
N
.
N
.
+µ
+
1
(εjC )
+ O
DCj
1
DCj
1
1
.
+
1
0
+ ~ +
y
dan regangan geser 2 = 21 = +
; 21 = 211 =
1
+ O }2 z{
(µ εjC )
.
.
.
 + €1 1 +
k
0
= } + O x2 + + + 1 + 1 y‚
.
k
= x + O 2 + + 1 + +
0
1
y
0
‚ƒ
40
q
.
= x
N
+O
.
+
.
+
k
1
+
Persamaan laplacian: ∇" - =
.
Dengan
persamaan
mensubtitusikan
penyelesaian sebagai berikut
.
N
q q
+
.
+
.
.
= x
.
q N
N
+
.
laplacian,
0
1
+
= x + O∇" - + - + +
.
Dimana ; / = +
.
N
+
0
1
0
1
y
0
y
1
0
1
y
maka
akan
diperoleh
y
N
q = + O∇" - + - ³Š ¸
= ( + ´) ³h + · Š ¸
³Š ´
+
1 .
+ O∇" - + - .
= x + O ∇" - + + +
.
+
³¶
‘ ³µŠ
= ( + ´) ³i + · Š ´
³¶
‘ ³µŠ
³Š ¹
³¶
‘ ³µŠ
= ( + ´) ³º + · Š ¹
Jika ketiga persamaan tersebut terakhir dideferensiasi terhadap x,y dan z maka
diperoleh
.
0
q q q 1
N
.
N
N
0
= ( + -) + O∇" dideferensiasi terhadap x
= ( + -) + O∇" dideferensiasi terhadap y
= ( + -) 1 + O∇" dideferensiasi terhadap z
Dengan menjumlahkan ketiga hasil diferensial diatas akan diperoleh sebagai
berikut
.
0
= ( + -) +
0
= ( + -) +
q + +
+
0
1
.
q + +
.
1
1
Dengan / = +
N
+
0
1
N
N
N
N
N N
.
+ 1 1 + O∇" +
.
+ 1 + O∇" + +
0
1
41
Persamaan laplacian: ∇" - =
∇" / =
q
q
q
.
N
+
.
+
+
N
k
1 +
N
1 = ( + -)∇" / + O∇" /
N
N
= ∇" / + -∇" / + -∇" /
N
= ∇" / + 2 -∇" /
q = ( + 2O)∇" /
N
N
=
" =
m"k
†
m"k
=ˆ
Ž = €
∇" /
†
m"k
†
’
 m Š Š
‘

keterangan
Vp = kecepatan perambatan gelombang primer (m/s)
λ = konstanta Lame (m/s)
µ = rigiditas medium (N/m" )
ρ = kerapatan jenis medium (kg/ml )
θ = perubahan volume atau dilatasi
3. Penentuan kecepatan gelombang sekunder (S)
Untuk memperoleh persamaan gelombang primer atau tranversal
Persamaan (2.36) diturunkan terhadap z.
³Š ¸
‘ ³µŠ
³¶
q 1
q 1
= ( + ´) ³h + · Š ¸
N
= ( + -) 1 + O∇" 1
N
= ( + -) 1 + O∇" 1
Persamaan (2.37) diturunkan terhadap y.
42
q
q
q
0
0
= ( + -)
N
1
= ( + -)
0
= ( + -)
+ O∇" …
1
N
N
1
+ O∇"
+ O∇"
0
0
Dengan mengurangkan hasil turunan dari persmaan (2.37) dengan hasil
turunan (2.37) akan diperoleh penyelesaian sebagai berikutz
q 0
q 1
= ( + -)
N
1
N
+ O∇"
0
= ( + -) 1 + O∇" 1
q − q 1 = ( + -) 1 + O∇" − ( + -) 1 + O∇" 1
0
N
N
0
q − 1 = ( + -) 1 − ( + -) 1 + O∇" − O∇" 1
0
N
N
0
q − 1 = ( + -) 1 − 1 + O∇" − O∇" 1
q
q
0
0
N
− 1 = O∇"
0
−
1
Dengan / =
0
= O∇" 0
−
1
N
− O∇"
0
−
0
1
1
q
NC
”" =
NC
NC
= O∇" /
k
†
k
= † ∇" /
= ” " ∇" /
k
w = ˆ†
Keterangan
Vs = kecepatan perambatan gelombang sekunder (m/s)
µ = rigiditas medium (N/m" )
ρ = kerapatan jenis medium (kg/ml )
43
Download