BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gampa bumi di Indonesia dapat terjadi sewaktu-waktu, karena letak geografis Indonesia berada pada pertemuan empat lempeng tektonik. Apabila terjadi pergeseran atau patahan pada lempeng akan menimbulkan peluang bencana gempa. Adapun empat lempeng tektonik tersebut sebagai berikut: lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawarawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. (Ikhwanuddin, 2006: 1). Dengan kondisi geogrfis seperti itu, sudah saatnya untuk senantiasa siap siaga di dalam menghadapi bencana. Baik kesiapan dari infrastruktur bangunan yang tahan gempa maupun kesiapan dalam hal pengetahuan akan gempa. Pengetahuan masyarakat terkait gempa harus ditingkatkan, adanya masyarakat yang menjadi korban bencana karena kurangnya pemahaman tindakan penyelamatan saat terjadinya bencana gempa. Bencana gempa memang tidak dapat dihindari, akan tetapi perlunya mewaspadai resiko bencana tersebut. Jadi secara tidak langsung, dengan meningkatakan pengetahuan akan gempa mampu memberikan kewaspadaan masyarakat untuk melakukan tindakan penyelamatan diri. Dalam meningkatkan kewaspadaan gempa perlu adanya daya dukung teknologi. Peran teknologi dalam bencana gempa selama ini belum berfungsi memberikan informasi secara jelas. Contohnya saja seismometer, alat ini dapat merekam getaran yang ditimbulkan oleh sumber gempa kemudian di ilustrasikannya dalam gambar gelombang, tetapi tidak semua orang dapat mengartikan gelombang yang terekam pada seismometer. Maka perlu alat yang benar-benar mampu memberikan informasi/tanda secara langsung kepada masyarakat di daerah bahwa telah terjadi gempa. 1 2 Pada daerah yang terkena gempa akan terlihat retakan-retakan pada tanah dan robohnya beberapa bangunan. Hal ini disebabkan, gelombang gempa merambat dengan membawa energi dari pusat gempa ke segala arah melalui lapisan-lapisan bumi. Berdasarkan medium rambatannya, gelombang gempa terbagi menjadi dua yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang bodi merupakan gelombang pada gempa yang menjalar masuk menembus medium ke dalam bumi. Gelombang ini terbagi atas dua tipe yaitu gelombang primer (P) dan gelombang sekunder (S), baik gelombang primer dan sekuder akan dirambatkan dari pusat gempa yang sama, akan tetapi keduanya memiliki kecepatan rambat yang berbeda. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengambil judul Seminar Fisika tentang ”Gelombang Primer (P) dan Gelombang Sekunder (S) Pada Gelombang Seismik”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di identifikasi masalah-masalah sebagai berikut : 1. Gampa bumi di Indonesia dapat terjadi sewaktu-waktu, karena letak geografis Indonesia berada pada empat lempeng tektonik. 2. Masyarakat yang menjadi korban bencana karena kurangnya pemahaman tindakan penyelamatan saat terjadinya bencana gempa. 3. Peran teknologi dalam bencana gempa belum berfungsi memberikan informasi secara jelas. 4. Adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang primer dan sekunder meski dari pusat gempa yang sama. 3 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas pada Makalah Seminar Fisika, sebagai berikut : 1. Gelombang primer pada gelombang seismik 2. Gelombang sekunder pada gelombang seismik D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perumusan kecepatan gelombang primer pada gelombang seismik ? 2. Bagaimana perumusan kecepatan gelombang sekunder pada gelombang seismik ? 3. Bagaimana aplikasi gelombang primer dan sekunder pada Tsunami early warning system? E. Tujuan Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui perumusan kecepatan gelombang primer pada gelombang seismik. 2. Mengetahui perumusan kecepatan gelombang sekunder pada gelombang seismik. 3. Mengetahui aplikasi gelombang primer dan sekunder pada tsunami early warning system. 4 F. Manfaat Hasil dari penulisan makalah seminar fisika diharapkan dapat: 1. Bagi penulis dan pembaca akan manambah wawasan pengetahuan tentang gelombang primer dan gelombang sekunder pada gelombang seismik. 2. Menambah koleksi perpustakaan prodi Pendidikan Fisika sebagai referensi bahan mata kuliah geofisika. 5 BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Gelombang Gelombang merupakan gejala usikan dari keadaan setimbang yang dapat merambat dalan ruang. ketika ditinjau dari mekanisme perambatannya, gelombang sendiri dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromganetik. Jika ditinjau dari arah rambatnya, gelombang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang tranversal dan gelombang longitudinal. Pada gelombang mekanik, perlu adanya adanya medium sebagai rambatan gelombangnya, mediumnya itu dapat berupa zat padat, cair dan gas. Salah satu contoh dari gelombang mekanik yang dapat merambat pada medium gas yaitu gelombang bunyi.. Sedangkan gelombang elektromagnetik sendiri merupakan gelombang ang yang merambat dalam ruangan tanpa adanya medium perantara. Gelombang ketika ditinjau dari arah rambatnya dapat dibedakan menjadi gelombang tranversal dan longitudinal. Gelombang tranversal merupakan gelombang yang arah getarannya tegak lurus dengan arah perambatannya. Gelombang tranversal ini memiliki ciri-ciri ciri ciri berupa adanya lembah dan puncak gelombang. Contohnya yaitu gelombang seismik primer (P) pada gempa bumi. Puncak Panjang gelombang Amplitudo Amplitudo Lembah Gambar 2.1 Gelombang Tranversal (Giancoli, 2001: 382) Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar dengan arah rambatnya. Gelombang longitudinal ini memliki ciri-ciri ciri berupa 5 6 adanya rapatan dan regangan pada gelombang. Contohnya gelombang seismik sekunder pada gempa bumi. rapatan Arah rambat sejajar arah getar regangan Gambar 2.2 Gelombang Longitudinal (Giancoli, 2001: 384) Macam-macam besaran pokok pada gelombang. 1. Amplitudo (A) merupakan ketinggian/simpangan maksimum puncak atau kedalaman lembah yang dicapai suatu partikel dari titik kesetimbangannya dalam satuan (m) 2. Panjang Gelombang (λ) merupakan jarak antara dua puncak atau regangan yang ditempuh oleh sebuah gelombang dalam satu periode (m) 3. Frekuensi (f ) merupakan banyaknya gelombang yang terjadi dalam satu sekon (s) 4. Periode (T) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan atau membentuk satu gelombang penuh. 5. Cepat rambat gelombang () merupakan rata-rata pergerakan gelombang pada medium setiap satuan waktu (m/s). Secara rumusan matematis dapat dituliskan sebagai berikut. = (2.1) Sedangkan hubungan antara periode dan frekuensi adalah = atau = (2.2) Sehingga kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam bentuk rumus yang lain sebagai berikut Keterangan: = atau = . v = Cepat rambat gelombang (m/s) (2.2) 7 λ = Panjang gelombang (m) f = Frekuensi (Hz) T = Periode (s) ( Giancoli, 2001:382-384 ) B. Persamaan Gelombang Sistem gelombang mempunyai fungsi gelombang yang menggambarkan perpindahan satu partikel dalam medium. Fungsi tersebut tergantung pada posisi dan waktu (dimensi ruang dan waktu ), sehingga secara umum fungsi gelombang dapat dinyatakan dengan (, ). Pada gelombang satu dimensi, di mana gelombang merambat dalam arah x dan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar v, fungsi gelombang dapat dinyatakan sebagai berikut (, ) = ( ± ) (2.4) Apabila fungsi gelombang (2.4) dipenuhi oleh salah satu dari fungsi ( − ) atau ( + ). Dengan memisalkan = − , maka fungsi gelombang pada persamaan (2.4) dapat dinyatakan sebagai berikut (, ) = ( − ) = () (2.5) Dengan menggunakan dalil rantai ketika diturunkan terhadap x, maka fungsi gelombang pada persamaan (2.5) akan diperoleh sebagai berikut = = = = () (2.6) Ketika diturunkan terhadap t, maka akan diperoleh sebagai berikut = = = () = − (2.7) 8 Dengan mengambil turunan-turunan kedua, dari persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) akan diperoleh # ! $ = = ! = − (2.8) = − ! () = " = (2.9) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.8) ke dalam persamaan (2.9) maka akan diperoleh persamaan berikut. = (2.10) Persamaan (2.10) merupakan rumusan perambatan gelombang dengan kecepatan v dalam ruang satu dimensi. (Paul A.Tipler, 1998: 495) C. Gelombang Seismik Gelombang termasuk bagian dari fenomena yang ada di alam. Gelombang timbul karena adanya perambatan dari usikan atau energi dari suatu sumber ke titik-titik yang lain. Misalnya gelombang yang ditimbulkan karena adanya gempa bumi. Gempa bumi merupakan getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Gempa bumi terjadi pada retakan dalam kerak bumi yang disebut patahan. Patahan terbentuk karena batuan rapuh dan pecah yang disebabkan oleh tekanan besar yang mendesaknya. Patahan tersebut akan bergerak secara perlahan-lahan pada lempeng bumi. Sehingga dapat menyebabkan tekana pada daerah kerak bumi. Gempa bumi terjadi ketika tekanan telah semakin meningkat di daerah batuan sampai pada tingkat tertentu, sehingga terjadi pergerakan mendadak. 9 Pergerakan mendadak ini dapat menciptakan patahan baru ketika batuan pecah pada titik terlemah, atau pergerakan menyebabkan batuan tergelincir di sepanjang patahan yang ada. Pada saat gempa bumi terjadi, sejumlah besar energi dilepaskan bersamaan dengan dilepasnya tekanan. Energi yang dipancarkan dari sumber gempa akan menjalar kesegala arah dalam bentuk gelombang, sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Apabila terjadi suatu gempa bumi yang cukup kuat, maka gelombanggelombang elastik dipancarkan dari pusat gempa bumi ke semua arah. Gelombang yang terpancarkan dari pusat gempa akan terekam oleh alat yang dinamakan seismometer. Seismometer merupakan alat yang dirancang untuk merekam atau mencatat gerakan tanah dalam arah tertentu baik dalam arah vertikal maupun horizontal. Dalam kamus lengkap fisika (Oxford,1990:39) “Seismograf didefinisakan sebagi alat pencatat getaran bumi yang diakibatkan pengaruh gempa, kemudian Seismogram merupakan grafik getaran yang direkam oleh sesimograf”. 1. Konsep Gelombang Seismik Gelombang seismik adalah gelombang yang merambat baik di dalam maupun diluar permukaan bumi yang berasal dari sumber seismik. Dari sumber sesmik ini akan muncul getaran pada kerak bumi yang diakibatkan adanya gangguan pada salah satu lapisan bumi. Getaran yang mencapai permukaan bumi pada umumnya menyebabkan pergerakan ke berbagai arah, pergerakan tersebut dikenal dengan gempa bumi. Gelombang seismik akan mengalami osislasi partikel terhadap medium yang di lewatinya, Osilasi partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan malawan gayagaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal, gelombang transversal dan kombinasi diantara keduanya. (Afnimar, 2009:7) Gerakan batuan yang tiba-tiba di sepanjang celah pada sesar bumi menimbulkan getaran yang mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang bodi (body wave). Sedangkan gelombang yang merambat dari episenter ke sepanjang permukaan bumi disebut gelombang permukaan (surface wave). 10 Berdasarkan tempat menjalarnya, gelombang seismik dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang bodi ini terdiri dari dua tipe yaitu gelombang primer (P) dan gelombang sekunder (S). gelombang primer (P) adalah gelombang longitudinal yang arah pergerakkan partikelnya searah dengan arah rambat gelombang. Kemudian gelombang sekunder (S) adalah gelombang yang arah pergerakkan partikelnya tegak lurus dengan arah rambat gelombang. Gelombang primer dan sekunder akan merambat meninggalkan sumber gempa pada saat yang bersamaan, tetapi gelombang primer akan mencapai seismometer terlebih dahulu dibandingkan dengan gelombang sekunder, karena kecepatan perambatan gelombang primer lebih cepat. Gambar 2.3 Rekaman Gelombang Primer Dan Sekunder Pada Seismometer Beda waktu antara kedatangan gelombang P pertama dan gelombang S pertama ini dikenal sebagai panjang waktu getaran pendahuluan atau waktu SP. Beda waktu ini merupakan petunjuk yang penting untuk mengetahui lokasi sumber gempa. Waktu SP dapat mencapai orde sekon ataupun menit bergantung pada jarak sumber gempa ke stasiun pencatat. Akan tetapi, waktu SP selalu dapat mengungkap jarak stasiun pencatat ke episentruum, yaitu suatu titik yang terletak di permukaan Bumi tepat di atas sumber gempa (hiposentrum). 11 Gelombang permukaan merupakan gelombang elastik yang menjalar/merambat merambat dari episenter sepanjang permukaan bumi dengan amplitudonya melemah bila semakin masuk ke dalam medium. medium Beberapa tipe gelombang permukaan yaitu gelombang Rayleigh, gelombang Love, Lo gelombang tabung. Gelombang Rayleigh adalah gelombang yang merambat pada batas permukaan saja dan hanya dapat merambat pada media padat serta arah getarannya berlawanan arah dengan arah perambatannya. Gelombang Love adalah gelombang yang hanya merambat pada batas lapisan saja dan bergerak pada bidang yang horizontal saja. Gelombang tabung merupakan gerak/aliran fluida di sepanjang sumur pengeboran. Gambar 2.4 Gelombang Primer 1. Persamaan Gelombang seismik Gambar 2.5 Gelombang Sekunder (W.M.Telford,1992) 2. Gelombang Bodi a. Gelombang Primer (P) Gelombang elombang primer atau gelombang longitudinal akan tercatat pertama ma kali pada seismometer. seismometer Gelombang ini memiliki arah a getaran ke depan dan ke belakang sehingga materi yang dilewati sebagai mediumnya mengalami ngalami tekanan dan peragangan seperti spiral. Oleh 12 karena itu, sering disebut sebagai Push-Pull Wave atau Compressional Wave. Gelombang primer terjadi karena adanya rambatan dari hiposentrum yang bergerak melewati lapisan litosfer secara menyebar ke berbagai arah. Gelombang primer dapat merambat melalui medium padat, cair dan gas. Dengan arah rambatan ke depan, maka gelombang primer ini memiliki kecepatan yang tergolong tinggi, kecepatannya antara 7-14 km per detik dan mempunyai periode antara 5-7 detik. Gambar 2.6 Gelombang Primer (P-wave) (earthquake.wordpress.com) Gelombang primer akan merambat dengan mudah pada medium padat maupun medium cair. Pada umumnya, semakin padat suatu batuan, semakin cepat perambatan gelombang P. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan kecepatan antar bidang batas. Ketika semakin padat medium yang dilaluinya, maka semakin kecil simpangan yang terjadi pada gelombang, dan semakin renggang medium yang dilaluinya akan semakin besar simpangannya. 13 Gambar 2.7. Rambatan Gelombang Primer (P) dan Sekunder (S) Pada Interior Bumi (rajebo.blogspot.com) Pada gambar 2.7 sebagaimana dinyatakan oleh Noor Djauhari (2009) bahwa, “Rambatan gelombang primer di dalam interior bumi yang berasal dari suatu sumber gempa. Sifat dari rambat gelombang seismik di dalam bumi diperlihatkan oleh gelombang primer yang merambat baik pada Inti bagian luar maupun inti bagian dalam”. Berdasarkan sifat rambat gelombang primer tersebut, maka gelombang primer itu dapat merambat pada inti bumi bagian luar yang berfasa cair dan Inti bumi bagian dalam berupa padatan. 14 Gambar 2.8. Rambatan Gelombang P dan S Pada Lapisan Bumi (rajebo.blogspot.com) Pada gambar 2.8 menurut Noor Djauhari (2009) bahwa “kecepatan rambat gelombang primer dan gelombang sekunder kearah interior bumi. Gelombang P tetap menjalar pada bagian luar Inti Bumi yang berfasa cair, namun terjadi perubahan kecepatan rambat gelombang primer dari bagian Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian luar menjadi lambat”. Dari gambar tersebut antara Kulit Bumi dengan Mantel Luar dibatasi oleh suatu material yang berfase semi-plastis yang saat ini dikenal sebagai tempat di mana kerak bumi yang saling bergerak. Dengan demikian bahwa, gelombang primer dapat merambat pada interior bumi baik yang berfasa padat maupun berfasa cair. b. Gelombang Sekunder (S) Gelombang transversal atau gelombang sekunder adalah gelombang gempa yang bersama-sama dengan gelombang primer dirambatkan dari hiposentrum ke segala arah dalam lapisan litosfer. Gelombang sekunder memiliki arah getar tegak lurus terhadap arah rambatnya, gelombang sekunder ini merambat di sela-sela bebatuan dengan kecepatan antara 4-7 km/detik dan mempunyai periode 11-13 detik. Gelombang sekunder hanya dapat merambat melalui medium padat. 15 Ketika melewati medium cair atau udara gelombangnya akan teredam sehingga tidak tercatat oleh seismograf. Gambar 2.9 Gelombang Sekunder (S-wave) (earthquake.wordpress.com) Sebagaiamana yang diperlihatkan pada Pada gambar 2.7 bahwa untuk sifat rambatan dari gelombang gempa di dalam bumi berupa gelombang sekunder tidak merambat pada Inti Bumi bagian luar. Jadi untuk gelombang sekunder hanya merambat pada bagian mantel dari interior bumi. Kemudian untuk kecepatan rambat gelombang sekunder yang diperlihatkan pada gambar 2.8 menunjukkan bahwa gelombang sekunder tidak menjalar pada bagian Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair (liquid). D. Kecepatan gelombang primer (P) dan kecepatan gelombar sekunder (S) Jika sebuah medium/benda padat berada dalam keadaaan setimbang dipengaruhi gaya-gaya yang berusaha menarik, menggeser, atau menekannya maka bentuk benda tersebut akan berubah (terdeformasi). Jika benda kembali ke bentuknya semula bila gaya-gaya dihilangkan maka benda dikatakan elastik. Hubungan antara gaya dan deformasinya dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep tegangan (stress), regangan (strain), hukum Hooke dan konstanta elastiknya 16 1. Tegangan (%) Tegangan (stress) didefenisikan sebagai gaya persatuan luas. Apabila gaya yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan, maka tegangan yang demikian dikatakan tegangan normal (normal stress). Sedangkan gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan dikatakan sebagai tegangan geser (shearing stress). Gaya yang bekerja dalam arah yang tidak sejajar dan tidak tegak lurus pada permukaan, tegangannya dapat diuraikan ke dalam komponen normal dan komponen geser. Gambar 2.10 Komponen Tegangan (W.M.Telford,1992) Jika ditinjau sebuah elemen kecil volume di mana tegangannya berada pada dua permukaan yang tegak lurus terhadap sumbu x, maka komponen-komponen tegangannya ditunjukkan seperti pada gambar 2.10 Tegangan normal ditunjukkan oleh σxx, sedangkan tegangan geser ditunjukkan oleh σyx dan σzx. Jika benda berada dalam kesetimbangan statis, gaya-gaya yang bekerja padanya harus setimbang. Berarti ketiga tegangan yakni σxx, σyx dan σzx bekerja pada bidang OABC haruslah sama dan berlawanan dengan hubungan tegangan yang ditunjukkan pada bidang DEFG. 17 2. Regangan (&) Regangan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada suatu benda untuk meregangkan benda tersebut. Perubahan fraksional suatu benda elastik baik bentuk maupun dimensinya dinamakan dengan regangan. Analisis kuantitatif dua dimensi regangan dapat diilustrasikan seperti pada gambar (2.11) Pada gambar dibawah terlihat perubahan posisi koordinat PQRS menjadi ' , ( , ) , * . Pada saat titik P berubah menjadi ' akan mempunyai komponen u dan v, misalkan u = u (x,y) danv = v (x,y), maka : Gambar 2.11 Analisis Tekanan Dua Dimensi (W.M Telford.1992) ' (, ); (( + ,, ); *(, + ,); )( + ,, + ,); ' ; ( + -, + ), ( ; + , + - + ,, + + , . . * ; + - + ,, + , + + , . . ) ; + , + - + , + ,, + , + + , + , Dalam bentuk tiga dimensi, komponen perpindahan titik P (x, y dan z) ditulis dengan (u, v dan w), sehingga regangan normal tunjukkan oleh persamaan (2.11), regangan geser persamaan (2.12), sedangkan komponen regangan pada benda yang mengalami perpindahan secara rotasional ditunjukkan oleh persamaan (2.13). 18 . 2 = Regangan normal 2 = 211 = 0 2 = 2 = Regangan geser (2.11) 21 = 21 = 21 = 21 = 0 . + + + 1 . (2.12) 1 0 sedangkan komponen regangan pada benda yang mengalami perpindahan secara rotasional adalah: 0 / = " − Perubahan dimensi 1 . ; / = " 1 − yang disebabkan 0 ; /1 = " − oleh strain normal (2.13) akan mengakibatkan perubahan volume. Perubahan volume per satuan volume disebut dilatasi (dilatation) dan diberi simbol ∆, dimisalkan ∆ = /. / = 2 + 2 + 211 = . + + 0 1 (2.14) (W.M.Telford, 1992: 140-143) 3. Hukum Hooke Pada tahun (1635-1703) Robert Hooke menunjukkan eksperimen bahwa pertambahan panjang benda sebanding dengan berat atau gaya yang diberikan pada benda. Perbandingan dinyatakan dalam persamaan 3 = 4 ∆6 (2.15) Disini F menyatakan gaya (berat benda) yang menarik benda, ∆6 adalah perubahan panjang, dan k adalah konstansta pembanding. Ternyata persamaan (2.15) berlaku untuk hampir semua materi padat dari besi sampai tulang, tetapi hanya sampai pada batas tertentu. Karena jika gaya terlalu besar, benda merenggang sangat besar dan akhirnya patah. (Giancoli, 2001: 299) 19 Dalam hal ini, Hooke merumuskan hubungan antara tegangan dan regangan. Hooke mengemukakan bahwa jika tegangan bekerja pada sebuah benda dan menimbulkan regangan cukup kecil, maka terdapat hubungan secara linier antara tegangan dan regangan. Tanpa memperhitungkan komponen arah atas kedua variabel tersebut, pada medium yang bersifat homogen isotropik. Dalam seismologi, medium elastik yang bersifat homogen isotropik didefinisikan sebagai sifat medium di mana tidak terdapat variasi densitas di dalam medium sehingga gelombang menjalar dengan kecepatan yang sama dalam medium. Hooke mendefinisikan: 788 = / + 2 μ ε88 < = , , = 78> = μ ε8> <, ? = , , =, < ≠ ? (2.16) (2.17) λ dan µ disebut konstanta Lame, dengan µ menyatakan hambatan regangan geser. Pada harga tegangan tetap (σ) regangan akan menjadi besar bila modulus gesernya kecil, begitu juga sebaliknya. 4. Konstanta Elastik Konstanta elastik adalah tinjauan hubungan antara teganganregangan dan perubahan bentuk benda yang ditimbulkannya. Untuk medium yang homogen isotropik konstanta elastik meliputi a. Modulus Young (E) Modulus Young didefinisikan sebagai besarnya regangan yang ditunjukkan oleh perubahan panjang suatu benda. Semua komponen regangan yang tidak searah sumbu panjang adalah nol. Hal ini disebabkan tegangan hanya terjadi pada arah sumbu panjang tersebut, pada arah yang lain tegangannya nol. A= BCC DCC (2.18) 20 b. Modulus Bulk (K) Jika benda mengalami gaya internal dari semua sisi, maka volume bendanya akan berkurang. Tekanan yang dikenakan pada suatu benda didefinisikan sebagai gaya per luas yang ekivalen dengan tegangan (tekanan hidrostatik). Untuk keadaan ini, perubahan volume (∆) sebanding dengan volume awal(E ). Jadi modulus Bulk adalah hubungan antara tegangan (tekanan hidrostatik) Ph= F/A dan regangan volume / = ∆ F , maka persamaan matematis modulus Bulk HJ G = IK I = JK L M (2.19) N Tanda minus menunjukkan bahwa volume berkurang terhadap penambahan tekanan. c. Modulus Rigiditas (µ) Tekanan terhadap suatu benda dapat menimbulkan regangan berupa pergeseran pada salah satu permukaan bidangnya. Tekanan yang bekerja pada benda ini disebut tekanan geser dan regangannya disebut regangan geser. Perubahan bentuk akibat pergeseran ini tidak disertai perubahan volumenya. Hubungan antara tegangan dan regangan yang menimbulkan pergeseran sederhana ini disebut modulus Rigiditas. Perumusan matematisnya sebagai berikut O= PQRSTRST RQUQV VQRSTRST RQUQV = BCC DCW (2.20) d. Rasio Poisson (X) Rasio Poisson atau poisson’s ratio adalah ukuran besarnya regangan pada suatu benda berupa kontraksi dalam arah transversal dan peregangan dalam arah longitudinal akibat terkena tekanan. Apabila diterapkan pada silinder, di mana arah transversalnya dinyatakan dengan diameter silinder (D) dan arah longitudinal dengan panjang silinder (Y), maka rasio Poisson adalah: X= Z[T\VS]U^ \VST_QVUS` aQVQRSTRST `[TR^\bc^TS` = Id/d ∆f ⁄fL 21 &hh X=− &ii =− Djj DCC (2.21) Hubungan antara konstanta elastik pada medium homogen isotropik saling terkait membentuk perumusan sebagai berikut, yaitu A= G= k (lm"k) (mk) (2.22) (lm"k) l (2.23) n = "(mk) (2.24) 5. Kecepatan gelombang primer (P) Penentuan kecepatan gelombang primer, diawali dengan tinjauan terhadap sebuah benda (medium) homogen berbentuk kubus yang dikenakan oleh sebuah gaya tertentu. Tekanan yang mengenai benda tersebut jika ditinjau pada salah satu permukaa, maka akan mempunyai komponen-komponen sebagai berikut: 7 + BCC BWC , ; 7 + , ; 71 + BjC 1 ,= (2.25) Karena tekanan ini berlawanan dengan yang bertindak di bagian belakang, maka tekanan bersih yang bekerja pada elemen volum kubus adalah BCC , ; BWC , ; BjC 1 ,= (2.26) Tekanan ini bekerja pada permukaan yang luasnya (dy,dz) dan mempengaruhi volume (dx,dy,dz), dengan itu didapatkan gaya bersih per satuan volume dalam arah sumbu x, y, dan z bernilai BCC ; BWC ; BjC 1 (2.27) Untuk ke-empat permukaan yang lain, persamaanya dapat diperoleh dengan cara yang sama, sehingga gaya total persatuan volume dalam sumbu x adalah BCC + BWC + BjC 1 (2.28) Komponen-Komponen tekanan di atas disebut gaya tiap unit volume benda pada bidang x yang berarah pada sumbu x, y, z. Untuk 22 permukaan bidang lainnya, hubungan variabel gaya tiap satuan volumenya analog dengan bidang x. Total gaya pada sumbu x yang terjadi pada benda kubus adalah: 3= [ BCC BWC + BjC + 1 Dengan ,,,= = satuan volume kubus ] ,,,= (2.29) Sedangkan menurut hukum II Newton, gaya adalah perkalian antara massa dan percepatannya, F = m.a, bila dikaitkan dengan densitas benda q = maka: 3 = st = qt = q (,,,=) . r , (2.30) Dengan menggunakan definisi gaya tersebut, maka persamaan (2.28) menjadi; . q(,,,=) = u . q = u BCC BCC + + BWC BWC BjC + BjC + 1 1 v ,,,= v ,,,= (2.31) Di mana q adalah kerapatan eleman kubus. Hubungan ini disebut persamaan gerak yang searah sumbu x. Pada persamaan gerak untuk sumbu y dan z, dapat diperoleh dengan cara yang sama yaitu hanya dengan menggantikan tegangan normal 7 dengan 7 atau 711 . Pada persamaan (2.31) dapat diperoleh penyelesaiannya dengan mensubtitusikan persamaan (2.16) dan (2.17) berupa definisi dari hukum Hooke. . q = u q . . = BCC . q = . (N) (N) q = x . BWC w ( Nm" µ εCC ) q = q + = + (N) + BjC 1 + (εCC ) + 2O + O 2 v , , ,= #µ εWC $ (" µ εCC ) +2µ (N) + DCC DCC (µ εjC ) + #µ εWC $ +µ + # εWC $ + O + 1 DCW DCW + (µ εjC ) +µ 1 (εjC ) + O DCj 1 1 DCj 1 y 23 Dengan menggunakan tetapan regangan geser dan regangan normal berupa zb ε = . 1 + q z{ 0 . . q . q . q ; 2 = 2 = + . ; 21 = 21 = 0 + 1 dan 21 = 21 = maka dapat diperoleh penyelesaian sebagai berikut. = | (N) + O }2 N . N . zb + ~ z{ + . + . 1 k . 1 + 0 0 = } + O x2 + + + 1 + 1 y . k = x + O 2 + + 1 + + . N . k . 0 y 1 = x + O + + 1 + + + 0 1 y Persamaan diatas dapat disederhanakan dengan menggunakan tetapan . . k laplacian , ∇" - = + + 1 maka . N q . . N . = x + O∇" - + - + + + . q q 0 1 = x + O∇" - + - + + q . . N q Dengan ; / = + . = x + O ∇" - + + + 0 1 . N 0 y 1 0 1 y y N = + O∇" - + - = N +- N + O∇" - Sehingga persamaan gerak untuk media elastik dan homogen isotropis didapatkan sabagai berikut . q q 0 q N (2.32) N (2.33) N (2.34) = ( + -) + O∇" - = ( + -) + O∇" = ( + -) 1 + O∇" Gelombang yang merambat pada suatu media ke segala arah, secara tiga dimensi arah perambatan gelombang dinyatakan dengan sumbu 24 x, y, z, untuk menentukan persamaan gelombang ini, persamaan (2.32), (2.33) dan (2.34 ) masing-masing dideferensiasikan terhadap x, y dan z. maka diperoleh persamaan sebagai berikut. . 0 q N . (2.35) N (2.36) N 0 (2.37) = ( + -) + O∇" q = ( + -) + O∇" q 1 = ( + -) 1 + O∇" 1 Dengan menjumlahkan ketiganya, maka akan diperoleh persamaan berikut, . q + + . q + + . 0 1 0 1 Dengan / = + k 1 = ( + -) + . N + + 0 1 = ( + -) + N + N 0 1 N N N N N + 1 1 + O∇" N . + 1 + O∇" + + . 0 1 . dan persamaan laplacian: ∇" - = + + N atau ∇" / = + + 1 maka hasil penjumlahan di atas dapat disederhanakan sebagai berikut q = ( + -)∇" / + O∇" / N N q = ∇" / + -∇" / + -∇" / N q = ∇" / + 2 -∇" / q = ( + 2O)∇" / N N = " = m"k m"k = ∇" / (2.38) m (2.39) 25 Persamaan (2.39) merupakan persamaan gelombang longitudinal. Dari persamaan gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang longitudinal atau dikenal dengan kecepatan gelombang primer yaitu m = Keterangan Vp = kecepatan perambatan gelombang Primer (m/s) λ = konstanta Lame (m/s) µ = rigiditas medium (/s" ) ρ = massa jenis medium (kg/sl ) θ = perubahan volume atau dilatasi 6. Kecepatan Gelombang Sekunder (S) Kecepatan gelombang sekunder didapat dengan menurunkan terlebih dahulu persamaan (2.36) diturunkan terhadap z q q 1 q 1 = ( + -) N + O∇" N = ( + -) 1 + O∇" 1 N = ( + -) 1 + O∇" 1 (2.40) dan persamaan (2.37) diturunkan terhadap y 0 N q = ( + -) 1 + O∇" q 0 0 q = ( + -) 1 N N 0 + O∇" 0 = ( + -) 1 + O∇" (2.41) Dengan mengurangkan hasil turunan persamaan (2.40) dengan turunan persamaan (2.41) maka akan diperoleh persamaan berikut q − 1 = ( + -) 1 + O∇" − ( + -) 1 + O∇" 1 0 N 0 N q − 1 = ( + -) 1 − ( + -) 1 + O∇" − O∇" 1 0 N N 0 26 q q q 0 0 0 − − − 1 1 1 = ( + -) − " 1 0 0 − 1 − − O∇" = O∇" Dengan mensubtitusikan 0 0 = O∇" N − N 1 + O∇" 0 − O∇" 1 1 1 1 dengan tetapan rotasi berupa / = maka akan diperoleh persamaan berikut q NC = O∇" / " = NC NC k (2.42) k = ∇" / = " ∇" / (2.43) Persamaan (2.42) menyatakan persamaan gelombang transversal. Dari persamaan gelombang tersebut diperoleh kecepatan gelombang transversal atau dikenal dengan kecepatan gelombang sekunder yaitu w = Vs = kecepatan perambatan gelombang sekunder (m/s) µ = rigiditas medium (N/m" ) ρ = massa jenis medium (kg/sl ) (W.M.Telford, 1992: 143-145) Berdasarkan pola-pola dari persamaan (2.38) dan (2.42), bahwa persamaan tersebut berlaku umum untuk gelombang yang merambat dalam media elastik homogen isotropis, hubungan ini disebut persamaan gelombang skalar. = ∇" (2.43) Dengan menyatakan kecepatan tetap, menyatakan fungsi gelombang yang direalisasikan sebagai usikan yang menjalar pada posisi (x,y,z) dan waktu (t) tertentu, atau dapat dituliskan (x,y,z,t). ( Asyafe, 2008 ) 27 Apabila hanya merupakan fungsi dari x, maka persamaan (2.43) menjadi; = (2.44) Jika dipilih solusi persamaan gelombang tersebut sebagai fungsi = ( − ) yang diketahui sebagai solusi D’Alemberts. Maka usikan yang dimaksud menjalar sepanjang sumbu x positif, seperti gambar 2.12 Gambar 2.12. Tinjauan Satu Dimensi Penjalaran Gelombang Dalam Arah Sumbu X Positif Dari gambar tersebut ditunjukkan pada waktu ( ), bagian gelombang di ( ) mencapai titik (' ), sehingga ( = ( + ). Kemudian pada waktu ( + ∆) bagian yang sama dari gelombang ini di ( + ∆) mencapai titik ' , sehingga adalah = [( + ∆) − ( + ∆)]. Karena keduanya merupakan bagian yang sama dari gelombang tersebut, maka haruslah = , sehingga: ( − E ) = [( + ∆) − ( + ∆)] Maka besaran dapat dinyatakan sebagai = ∆ ∆ Jadi besaran disini merupakan kecepatan perambatan usikan atau dikatakan sebagai kecepatan gelombang. 28 Suatu fungsi = ( − ) juga merupakan penyelesaian dari persamaan (2.44). yang mengindikasikan perambatan gelombang dalam arah sumbu x negatif. Oleh karena itu, penyelesaian umum dari persamaan (2.44) dapat dituliskan = ( − ) + ( + ) Persamaan ini menggambarkan perambatan gelombang sepanjang sumbu x dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan . Karena besaran ini tidak bergantung pada sumbu y ataupun z, maka usikan yang terjadi haruslah sama disemua tempat di dalam bidang yang tegak lurus terhadap sumbu x. jenis gelombang ini disebut gelombang datar. (Susilowati, 2008: 15-16) E. Aplikasi Gelombang Primer dan Sekunder pada Tsunami Early Warning System (TEWS) Pada saat gempa bumi terjadi, gelombang gempa bumi menjalar melalui lapisan dalam bumi dan direkam oleh jaringan Seismograf. Rekaman gempa bumi digunakan untuk menentukan lokasi dan kekuatan sumber gempa bumi. Apabila hasil analisa menunjukan bahwa parameter gempa bumi yang terjadi memenuhi kriteria berpotensi menimbulkan tsunami, maka National/Regional Tsunami Warning Center (NTWC/RTWC) akan mengeluarkan warning potensi tsunami terutama ke institusi interface yang akan menindaklanjuti dengan penyebaran melalui berbagai media termasuk aktivasi sirine. Gempa yang berpotensi tsunami jika berlokasi dibawah laut dengan kedalaman kurang dari 70-100 km dengan magnitude lebih besar dari 7 Skala Richter (SR). Warning potensi tsunami ditindaklanjuti dengan konfirmasi terjadinya tsunami berdasarkan data hasil deteksi tsunami oleh sensor Buoys ataupun Tide Gauge. (Fauzi dan Harjadi P, 2010: 6) Kecepatan gelombang tsunami tidak lebih cepat dari kecepatan gelombang gempa. Oleh karena itu beda waktu tiba gelombang gempa 29 dan tsunami dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan peringatan akan datangnya tsunami dengan membangun sistem peringatan dini tsunami. Pada TEWS terdapat dua komponen utama di antaranya 1. Komponen Struktural Komponen struktural diantarannya yaitu stasiun pasang surut, tsunami buoy dan seismometer. a. Tide Gauges (stasiun pasang surut). Gambar 2.12 Tide Gauges Tide Gauges terletak dipesisir pulau atau pelabuhan. Tide gauges akan mengukur perubahan permukaan laut dan dapat mencatat air surut beberpa menit sebelum gelombang tsunami tiba. b. Tsunami buoy Gambar 2.13 Tsunami Buoy 30 Tsunami bouy adalah sebuah alat yang dipasang di laut dalam. Di Indonesia sekarang menggunakan 4 jenis buoy yang sedang beroperasi di perairan Indonesia, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Tsunamis (DART) Ocean Assessment and Amerika, German-Indonesian Reporting Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan. Pada buoy ini terdapat OBU (Ocean Bottom Unit) di mana nantinya alat inilah yang mendeteksi adanya gelombang yang berpotensi sebagai tsunami yang lewat di atasnya. c. Seismometer Gambar 2.14 Seismometer Instrumen ini mampu mengukur gelombang seismik yang dioperasikan oleh BMKG. Dari sini akan diperoleh data beberpa lokasi, waktu, kedalaman, dan magnitude suatu gempa. Untuk itu jaringan seismometer telah dipasang di Indonesia yang terhubung dengan NTWC melalui satelit. (Harald Spahn, 2010: 5-7) 31 Gambar 2.15 Stasiun Seismik (Fauzi, Harjadi P, 2010:12) Jaringan Seismik mik didesain terdiri dari 160 broadband seismometer, 500 accelerometer dan akan dikelompokan ke dalam 10 Regional Center. Dengan jumlah sensor tersebut dan jarak tiap sensor ±100 km, maka dalam 3 menit pertama sumber gempa bumi yang terjadi diwilayah Indonesia dapat ditentukan lokasinya. (Fauzi, Harjadi P., 2010:12) Gambar 2.16 Rekaman Gelombang Seismik Pada Seismometer Ada tiga fase gelombang seismik eismik yang yang dapat diamati pada saat terjadi gelombang Tsunami. Tsunami Pada fase pertama dinamakan P-wave yaitu gelombang yang berasal dari sumber gempa di dalam lapisan bumi yang y mempunyai kecepatan 8-13.5 km/dt, gelombang gelomba ini akan tercatat pada stasiun s pemantauan seismik sehingga dengan 32 mudah dapat diketahui posisi sumber gempa tersebut. Fase kedua dinamakan S-wave yaitu gelombang yang merambat pada media air laut sebelum muncul ke permukaan, kecepatan gelombang ini sekitar 6,7-8 km/dt. Dengan mengetahui amplitudo dari kedua gelombang primer dan sekunder akan menentukan ukuran kekuatan gempa yang terjadi. Sedangkan fase ketiga adalah gelombang seismik yang muncul ke permukaan laut, kekuatannya akan ditentukan dari tingginya kedalaman air laut tersebut. Semua fase ini akan tercatat dalam peralatan seismometer pada stasiun pemantauan seismik yang besar magnitudonya diukur dalam bentuk skala logaritma yang dinamakan skala Richter. Dengan adanya hasil rekaman gelombang pada seismometer, maka dapat digunakan untuk menetukan besarnya magnitude gelombang bodi (Mb). Magnitudo gempa adalah parameter yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa dari sumbernya. Dalam penentuan magnitudo gelombang bodi dapat diperoleh dengan memakai data amplitudo gelombang bodi yaitu primer dan sekunder dari sebarang fase seperti P, S, PP, SS, pP, sS yang terlihat jelas pada seismometer. Seismometer yang dipakaipun dapat dipilih dari komponen vertikal maupun horisontal. Magnitude gelombang bodi dapat ditentukan dengan rumus berikut. I = log + ( (ℎ, ∆) (2.45) Keterangan M¤ = Magnitudo gelombang bodi A = Amplitudo getaran (µm) T = Periode getaran (s) ∆ = Jarak Pusat gempa atau episenter (km) h = Kedalaman gempa (km) 2. Komponen Kultural Komponen culture meliputi beberapa instansi seperti LIPI, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Komunikasi dan 33 Informatika yang mempunyai tugas sebagai penyalur informasi kepada masyarakat, persiapan sebelum bencana bahkan evaluasi dan mengkaji pasca bencana. 34 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Perambatan gelombang primer pada gelombang seismik. a. Gelombang primer terjadi karena adanya rambatan dari hiposentrum dengan menginduksi gerakan partikel media dalam arah paralel terhadap arah penjalaran gelombang. b. Gelombang longitudinal merambat melalui medium padat, cair dan gas. c. Persamaan kecepatan gelombang-P yaitu; ¦ m "k = 2. Perambatan gelombang sekunder pada gelombang seismik. a. Gelombang sekunder terjadi karena adanya rambatan dari hiposentrum yang menyebabkan gerakan partikel media dalam arah tangensial terhadap arah penjalaran gelombang ke segala arah dalam lapisan litosfer. b. Gelombang sekunder hanya dapat merambat melalui medium padat. c. Persamaan kecepatan gelombang-S yaitu: k w = 3. Gelombang primer dan sekunder dapat diaplikasikan pada tsunami early warning system yaitu berdasarkan amplitude gelombang primer dan gelombang sekunder maka dapat ditentukan besarnya magnitude gelombang bodi (Mb). 34 35 B. SARAN Saran yang disampaikan penulis kepada pembaca adalah: 1. Dalam Makalah ini yang dibahas hanya perambatan kecepatan gelombang seismik untuk gelombang bodi, sehingga pembaca perlu mempelajari perambatan kecepatan gelombang permukaan. 2. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk meningkatkan pengetahuannya pada bidang fisika khususnya untuk terkait dengan gelombang gempa. 36 DAFTAR PUSTAKA Afnimar. (2009). Seismologi. Bandung: Institute Teknologi Bandung Asyafe. (2008). A little bit of adventures on the Earth. Diperoleh 11 Juli 2011,dari http://asyafe.wordpress.com/2008/12/11/teori-seismik-penurunan persamaan-kecepatan-gelombang-p-gelombang-s. Djauhari, N. (2009). Susunan Interior Bumi. Diperoleh 9 Juli 2012, dari http://rajebo.blogspot.com/2011/05/susunan-interior-bumi.html Fauzi, Harjadi, P.,(Ed.) (2010). Ina TEWS Konsep dan Implementasi. Jakarta: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Giancoli, Dauglas C.(2001). Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Terj. Yuhilza Hanum. Jakarta: Erlangga ( Buku Asli diterbitkan 1998) Lowrie, W. (2007). Fundamentals of Geophysics, second edition. New York : Cambridge University Press Mawardi, Ikhwanudin. (2006). Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI Oxford.(1990). Kamus Lengkap FISIKA. Edt. Alan Isaacs Bsc, Phs. DIC. Hlm 390. Jakarta: Erlangga Spahn, Harald. (2010). InaTEWS- Pengawasan dan layanan peringatan. Terj. Evie Chandra. Jakarta: GITEWS Capacity Building In Local Commuties Susilowati. (2008). Penerapan penjalaran gelombang seismik gempa pada penelaahan struktur bagian dalam bumi. Hlm 15-16. USU e-Repository Telford, W.P., Geldart, L.P., & Sheriff, R.E. (1992). Applied Geophysics, Second Edition. New York : Cambridge University Press Tipler, P. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid I Edisi ketiga. Terj. Lea Prasetio, Rahmad W.Adi. Jakarta: Erlangga 36 37 LAMPIRAN 1. Hubungan antara konstanta elastik pada medium homogen isotropik a. Modulus Young (E) A= BCC DCC =A= k #l! m"k$ (! mk) 7 = / + 2 µ ε 7 = / + 2 µ ε 711 = / + 2 µ ε11 7 = 711 = 0 7 = / + 2 µ ε 0 = / + 2 µ ε 0 = / + 2 µ ε11 7 = 3 / + 2 µ ε + ε + ε11 + Ingat dilatasi ; / = 2 + 2 + 211 = 7 = 3 / + 2 µ (ε + ε + ε11 ) 7 = 3 / + 2 µ / 7 = (3 + 2 µ )/ 7 / = J3 + 2 µ B 7 = (l CC ) + 2 µ ε m" µ B 7 − l CC = 2 µ ε m" µ 7 1 − l m" µ = 2 µ ε l m" µ 7 l m" µ − l m" µ = 2 µ ε 7 l m" µ l m" µ " m" µ − l m" µ = 2 µ ε 7 l m" µ = 2 µ ε " m" µ 7 ª m« µ = µ ε . + + 0 1 38 BCC = µ εCC ª m« ¬ =µ " m" ¬ l m" ¬ m¬ b. Modulus Bulk(K) HJ G = IK I = JK L M N 7 = / + 2 μ ε 7 = / + 2 μ ε 711 = / + 2 μ ε11 7 + 7 + 711 = 3 / + 2 μ( ε + ε + ε ) Ingat dilatasi ; / = 2 + 2 + 2 = 7 + 7 + 711 = −­ . + −3­ = 3 / + 2 μ / −3­ = (3 + 2 μ) / −­ = N (3 + 2 μ) / 3 ® = ¯° " = + n = "# "¬ l atau G = mk$ c. Ratio poisson’s &hh 211 X =− =− &ii 2 G= ± l (") (l m"k) l = l (") µ ² 3 + 2O = ² (") µ 3 + 2O = l m"k l m"k ( m ¬) = = 1 − 2 = µ −2 = l m"k m¬ l m" ¬ (")( m ¬) (")( m ¬) (") µ m¬ µ m¬ −1 l m" ¬ m¬ µ µ (l m"k) l + 0 1 39 −2 = m¬ − m¬ µ = " m ¬ m¬ = " m ¬ (William lowrie, 2007:129) 2. Penentuan Kecepatan gelombang primer (P) . q = u BCC + BWC + BjC 1 v , , ,= Dengan; 7 = / + 2 µ ε 7 = µ ε 71 = µ ε1 . / = + . q = + 0 1 ( Nm" µ εCC ) . (N) . (N) q = q = . q = x . q = + (N) (" µ εCC ) +2µ (N) #µ εWC $ + + (εCC ) + 2O + O 2 DCC DCC #µ εWC $ ; 2 = 2 = 1 . q = | . q . q (N) 0 + + DCW + O + 1 # εWC $ +µ DCW zb Dengan regangan normal ε = . (µ εjC ) + z{ zb N . N . +µ + 1 (εjC ) + O DCj 1 DCj 1 1 . + 1 0 + ~ + y dan regangan geser 2 = 21 = + ; 21 = 211 = 1 + O }2 z{ (µ εjC ) . . . + 1 1 + k 0 = } + O x2 + + + 1 + 1 y . k = x + O 2 + + 1 + + 0 1 y 0 40 q . = x N +O . + . + k 1 + Persamaan laplacian: ∇" - = . Dengan persamaan mensubtitusikan penyelesaian sebagai berikut . N q q + . + . . = x . q N N + . laplacian, 0 1 + = x + O∇" - + - + + . Dimana ; / = + . N + 0 1 0 1 y 0 y 1 0 1 y maka akan diperoleh y N q = + O∇" - + - ³ ¸ = ( + ´) ³h + · ¸ ³ ´ + 1 . + O∇" - + - . = x + O ∇" - + + + . + ³¶ ³µ = ( + ´) ³i + · ´ ³¶ ³µ ³ ¹ ³¶ ³µ = ( + ´) ³º + · ¹ Jika ketiga persamaan tersebut terakhir dideferensiasi terhadap x,y dan z maka diperoleh . 0 q q q 1 N . N N 0 = ( + -) + O∇" dideferensiasi terhadap x = ( + -) + O∇" dideferensiasi terhadap y = ( + -) 1 + O∇" dideferensiasi terhadap z Dengan menjumlahkan ketiga hasil diferensial diatas akan diperoleh sebagai berikut . 0 = ( + -) + 0 = ( + -) + q + + + 0 1 . q + + . 1 1 Dengan / = + N + 0 1 N N N N N N . + 1 1 + O∇" + . + 1 + O∇" + + 0 1 41 Persamaan laplacian: ∇" - = ∇" / = q q q . N + . + + N k 1 + N 1 = ( + -)∇" / + O∇" / N N = ∇" / + -∇" / + -∇" / N = ∇" / + 2 -∇" / q = ( + 2O)∇" / N N = " = m"k m"k = = ∇" / m"k m keterangan Vp = kecepatan perambatan gelombang primer (m/s) λ = konstanta Lame (m/s) µ = rigiditas medium (N/m" ) ρ = kerapatan jenis medium (kg/ml ) θ = perubahan volume atau dilatasi 3. Penentuan kecepatan gelombang sekunder (S) Untuk memperoleh persamaan gelombang primer atau tranversal Persamaan (2.36) diturunkan terhadap z. ³ ¸ ³µ ³¶ q 1 q 1 = ( + ´) ³h + · ¸ N = ( + -) 1 + O∇" 1 N = ( + -) 1 + O∇" 1 Persamaan (2.37) diturunkan terhadap y. 42 q q q 0 0 = ( + -) N 1 = ( + -) 0 = ( + -) + O∇" 1 N N 1 + O∇" + O∇" 0 0 Dengan mengurangkan hasil turunan dari persmaan (2.37) dengan hasil turunan (2.37) akan diperoleh penyelesaian sebagai berikutz q 0 q 1 = ( + -) N 1 N + O∇" 0 = ( + -) 1 + O∇" 1 q − q 1 = ( + -) 1 + O∇" − ( + -) 1 + O∇" 1 0 N N 0 q − 1 = ( + -) 1 − ( + -) 1 + O∇" − O∇" 1 0 N N 0 q − 1 = ( + -) 1 − 1 + O∇" − O∇" 1 q q 0 0 N − 1 = O∇" 0 − 1 Dengan / = 0 = O∇" 0 − 1 N − O∇" 0 − 0 1 1 q NC " = NC NC = O∇" / k k = ∇" / = " ∇" / k w = Keterangan Vs = kecepatan perambatan gelombang sekunder (m/s) µ = rigiditas medium (N/m" ) ρ = kerapatan jenis medium (kg/ml ) 43