PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I (Studi Kasus di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) RIZKA NOVIA SETYANING RAHAYU DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I (Studi Kasus di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) RIZKA NOVIA SETYANING RAHAYU SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN RIZKA NOVIA SETYANING RAHAYU. Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I (Studi Kasus di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar). Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD. Masyarakat sekitar kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I melakukan interaksi dengan kawasan melalui kegiatan pemanfaatan sumberdaya, terutama tumbuhan. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, mengidentifikasi bentuk interaksi masyarakat terhadap TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat yang berhubungan dengan konservasi tumbuhan di kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Penelitian dilaksanakan di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar. Jenis data yang diambil meliputi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan bentuk pemanfaatannya serta bentuk kearifan lokal masyarakat yang berhubungan dengan konservasi. Metode yang digunakan adalah dengan wawancara dan eksplorasi. Wawancara dilakukan dengan sensus yang mewakili setiap kepala keluarga. Kemudian dilakukan eksplorasi terhadap spesies tumbuhan yang dimanfaatkan. Hasil dari penelitian ini teridentifikasi jumlah spesies yang dimanfaatkan masyarakat sebanyak 140 spesies dari 57 famili. Famili yang paling banyak dimanfaatkan adalah Fabaceae. Tumbuhan paling banyak dimanfaatkan adalah sebagai tumbuhan pangan yang tediri dari 78 spesies. Interaksi masyarakat yang masih terjalin dengan kawasan TAHURA hanya terbatas pada pengambil rumput dan kayu bakar. Kearifan lokal yang masih ada dalam masyarakat antara lain sistem araman, mencari kayu bakar, dan pemanfaatan lahan sekitar rumah (pekarangan) sedangkan yang sudah mulai ditinggalkan adalah sistem berkebun organik. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan dan interaksi masyarakat terhadap kawasan TAHURA sudah mulai menurun. Mempertahankan kearifan lokal masyarakat sebagai salah satu upaya konservasi yang dapat mendukung kelestarian spesies tumbuhan yang berguna bagi masyarakat. Kata kunci: Pemanfaatan tumbuhan, kearifan lokal, TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Sukuh. SUMMARY RIZKA NOVIA SETYANING RAHAYU. The Utilization of Plant Diversity by Community around KGPAA Mangkunagoro I Grand Forest Park (Case Studies in Sukuh and Gondangrejo Hamlet, Berjo Village, Ngargoyoso, Karanganyar). Under supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD. Community around KGPAA Mangkunagoro I Grand Forest Park (TAHURA KGPAA Mangkunagoro I) interact with the protected area by utilizing resources, especially plants. Therefore, information about plants utilization by community is required. This research aims to identify the utilization of plant diversity by community around TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, community interaction in TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, local wisdom of the community related to plants conservation in TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. The research was conducted in Sukuh and Gondangrejo Hamlet, Berjo Village, Ngargoyoso, Karanganyar. The various data was collected, including plant species and how it is utilized by the community, and also the form of society local wisdom related to conservation. The methods used in the research consist of interviewing and doing exploration. The interviews were conducted with a representative census of each family head. Thus, the exploration deal with plant species utilized by the community has been done as well. The result of this research identified that the numbers of species utilized by the society are as much as 140 species from 57 families. The most family used by the society is Poaceae. Plants which most widely used as food plants consisting of 78 species. Community interaction in TAHURA KGPAA Mangkunagoro I is still limited in gathering grass and firewood. Local wisdom found still exist in the community for instance applying, they are araman system, gathering firewood, and using land around the house (yard). Whereas, the abandoned one is the system of organic gardening. The conclusion of this research showed that the community local wisdom in utilizing plants and community interaction in TAHURA KGPAA Mangkunagoro I has been decreasing as well. Sustaining the society local wisdom is as an effort to support sustainable conservation of plant species that are useful for community. Keywords: Plant utilization, local wisdom, TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Sukuh. PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Oleh Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I (Studi Kasus di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Rizka Novia Setyaning Rahayu E34080016 Judul Skripsi : Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I (Studi kasus Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) Nama : Rizka Novia Setyaning Rahayu NIM : E34080016 Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS NIP. 196209181989031002 NIP. 19590618198503003 Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003 Tanggal Lulus : KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 ini adalah pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat, dengan judul Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I (Studi kasus Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS selaku pembimbing. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pengelola TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini. Hasil penelitian ini akan penulis dedikasikan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I khususnya di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2012 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 16 November 1990 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Purn. Serma Sahlin dan Sih Setyo Lestariati, S.Pd (almh). Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu SDN 03 Buran (2002), SMPN 1 Karanganyar (2005) dan pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri Karangpandan. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dan memilih jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga mengikuti sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA), anggota Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan tahun 2009-2010, pengurus Paguyuban Mahasiswa Solo dan Sekitarnya (AYUMAS). Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Kamojang-Sancang Barat. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis juga sudah melaksanakan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Kayan Mentarang-Kalimantan Timur dan bekerjasama dengan GIZ dalam kegiatan survey kondisi sosial ekonomi masyarakat zona penyangga TNKM (Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur). Skripsi yang bejudul “Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan oleh Masyarakat di Sekitar Kawasan Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I (Studi kasus Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar)” diselesaikan oleh penulis selama 1 tahun dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS. UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas curahan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS selaku pembimbing skripsi, atas kesediaan membimbing, memberikan ilmu dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Soegiarto selaku Kepala TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan segenap staff TAHURA yang telah membantu dalam penelitian ini. 3. Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si selaku moderator dalam seminar hasil skripsi, Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M. Sc selaku ketua ujian komprehensif serta Ir. Ahmad Hajib, MS selaku dosen penguji dalam ujian komprehensif atas semua masukannya. 4. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah mengajar, mendidikku, dan membantuku selama berkuliah di IPB. 5. Septiani Dian Arimukti teman seperjuangan terutama pada saat penelitian. 6. Bapak Suparno yang telah mendampingi dalam pengambilan data dilapangan beserta seluruh masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo yang telah bersedia berbagi informasi. 7. Persembahan khusus untuk Ayahku Purn. Serma Sahlin dan ibuku Sih Setyo Lestariati, S.Pd (almh) yang selalu menjadi penyamangat dalam setiap langkahku, dan kakakku mas Ibnu Mas’ud Setiawan yang selalu mendukungku. 8. Keluarga besarku atas motivasi dan doa yang selalu menyertaiku. 9. Ibu Sih Setyo Hari Sukarelawati (almh) yang telah menjadi ibu kedua bagiku, terima kasih telah menjagaku dan merawatku selama ini dan mbak Ayu Sari yang telah menyemangatiku selama ini. 10. Keluarga besar Supriyanto (alm), bulik Dedeh, Mas Ajis, Mas Huda dan dek Icha yang telah menjadi keluarga kedua selama di Bogor. 11. Rizki, Ichal, Wiwik, Rista, Iin, Mu’alim, Agus, Rachma, Junisa, Wahyu, Andi, Pandu, Dian, mbak Zulfa, mas Andi, mas Alvian dan semuruh Keluarga besar Ayumas-Solo yang selama ini menjadi saudara seperjuangan selama berada di perantauan (Bogor) atas semangat, doa serta persaudaraan yang selalu mengalir. 12. Sahabat-sahabatku Rizki Magistra, Hari Kuncoro, Hendrik, Ogie, Indra, Adit, Ari Ndoli, Diwanata, Dian, Sulis, Aisyah, Marina Putri, Budi, Dwi Harjono atas semangat yang selalu diberikan. 13. Dora, Kiki, Illah, Nezi, Tira, mbak Fitri, Mbak Nur yang telah memberikan kehangatan dalam sebuah persaudaraan yang terjalin selama di asrama TPB hingga saat ini. 14. Dina Oktavia, Siti Munawaroh, Davi, Erlinda, Vera, Nurika, Tantri, Eko, Kuspri, Rama, Rei, Ina, Ayu W, Yasri, Fitri, Ajeng, Ririn, Ana, Laela, Rifki, Nararya, Ardhianto, Teko, dan seluruh keluarga besar Edelweiss 45 (SIAL) yang telah memberikan warna dalam perjalanan hidupku. 15. Rekan-rekan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan doanya. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Tujuan........................................................................................... 2 1.3 Manfaat......................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Masyarakat denganTumbuhan ...................................... 3 2.2 Pemanfaatan Tumbuhan ............................................................... 4 2.2.1 Tumbuhan obat................................................................. 5 2.2.2 Tumbuhan pangan ............................................................ 6 2.2.3 Tumbuhan penghasil warna ............................................. 6 2.2.4 Tumbuhan penghasil pestisida nabati .............................. 7 2.2.5 Tumbuhan hias ................................................................. 8 2.2.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak................................... 8 2.2.7 Tumbuhan keperluan ritual adat dan keagamaan ............. 8 2.2.8 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan ........... 9 2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ..................................... 9 2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ............................. 10 2.3 Taman Hutan Raya (TAHURA) .................................................. 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 12 3.2 Alat dan Objek Penelitian ............................................................ 12 3.2.1 Alat .................................................................................... 12 3.2.2 Objek penelitian ................................................................. 13 3.3 Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ................................... 13 vi 3.4 Teknik Pengambilan Data ............................................................ 13 3.4.1 Penentuan responden ........................................................ 13 3.4.2 Wawancara dan pengamatan langsung ............................ 14 3.4.3 Pembuatan herbarium....................................................... 14 3.5 Metode Analisis Data ................................................................... 15 3.5.1 Tipologi masyarakat ......................................................... 15 3.5.2 Klasifikasi penggunaan .................................................... 16 3.5.3 Persen famili..................................................................... 16 3.5.4 Persen habitus................................................................... 16 3.5.5 Persen bagian yang digunakan ......................................... 17 3.5.6 Persen tipe habitat ............................................................ 17 3.5.7 Persen budidaya ............................................................... 17 3.5.8 Analisis hubungan masyarakat dengan Tahura KGPAA Mangkunagoro I .............................................................. 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ............................................................................. 19 4.2 Sejarah Kawasan .......................................................................... 19 4.3 Kondisi Fisik Kawasan................................................................. 20 4.4 Kondisi Biologi Kawasan............................................................. 21 4.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarat ................................................. 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat ............................................................. 23 5.1.1 Kondisi masyarakat .......................................................... 23 5.1.2 Pola hidup masyarakat ..................................................... 26 5.1.3 Interaksi masyarakat dengan Tahura ................................ 27 5.2 Pemanfaatan Tumbuhan ............................................................... 28 5.2.1 Tumbuhan pangan ............................................................ 34 5.2.2 Tumbuhan obat................................................................. 38 5.2.3 Tumbuhan tumbuhan penghasil pakan ternak.................. 45 5.2.4 Tumbuhan hias ................................................................. 46 5.2.5 Tumbuhan untuk keperluan ritual adat dan keagamaan ... 47 5.2.6 Tumbuhanpenghasiltali, anyaman, dankerajinan ............. 48 vii 5.2.7 Tumbuhan penghasil kayu bakar ..................................... 50 5.2.8 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ............................. 51 5.2.9 Tumbuhan penghasil warna ............................................. 51 5.2.10 Tumbuhan penghasil pestisida nabati .............................. 52 5.3 Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat ............................................. 54 5.3.1 Sistem Araman ................................................................. 54 5.3.2 Sistem pengambilan kayu bakar....................................... 56 5.3.3 Pola pekarangan ............................................................... 57 5.3.4 Sistem berkebun ............................................................... 61 5.4 Pengembangan Kampung Konservasi POGA .............................. 62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan................................................................................... 68 6.2 Saran ............................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70 LAMPIRAN .................................................................................................. 73 viii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Tahap kegiatan dan metode pengumpulan data ...................................... 13 2. Klasifikasi tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat............................ 16 3. Perbandingan hasil etnobotani di beberapa kawasan konservasi ............ 31 4. Data total pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I ....................................................................... 32 5. Daftar spesies yang dibudidayakan di pekarangan ................................. 59 6. Pengembangan Kampung Konservasi POGA......................................... 65 ix DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Denah lokasi penelitian ........................................................................... 12 2. Klasifikasi rmasyarakat berdasarkan kelas umur .................................... 24 3. Klasifikasi masyarakat berdasarkan jenis kelamin ................................. 24 4. Klasifikasi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan ......................... 25 5. Karakteristik masyarakat berdasar pada pekerjaan ................................. 26 6. Klasifikasi responden berdasar kelas umur ............................................. 29 7. Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin ................................... 29 8. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok penggunaan ................. 31 9. Keanekaragaman tumbuhan dari 10 famili dengan spesies terbanyak ... 32 10. Persen habitus tumbuhan yang dimanfaatkan ......................................... 33 11. Persen habitat .......................................................................................... 34 12. Persen budidaya ...................................................................................... 34 13. Lima famili yang banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan ....... 35 14. Bagiantumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk pangan................... 36 15. Tumbuhan kol ......................................................................................... 36 16. Suasana perdagangan sayuran di pasar lokal .......................................... 38 17. Keanekaragaman tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat 39 18. Bagian yang digunakan untuk tumbuhan obat ........................................ 40 19. Jenis penyakit yang paling banyak disembuhkan. .................................. 41 20. Spesies tumbuhan obat a) Janggelan, b) Labu ....................................... 42 21. a) Kondisi pohon kina yang sudah dikuliti, b) Kingkong ....................... 44 22. Spesies tumbuhan yang diperjual-belikan sebagai tumbuhan obat ......... 45 23. Rumput pakan ternak .............................................................................. 45 24. Anthurium jemani.................................................................................... 46 25. Budidaya tanaman hias ........................................................................... 47 26. Awar-awar ............................................................................................... 47 27. Anyaman a) Mendong(bahan anyaman), b) Tikar dari mendong .......... 48 28. Kerajinan a) Bambu (bahan kerajinan), b) Keranjang dari bambu ......... 49 29. Hasil kerajinan dari pohon pinus ............................................................ 49 x 30. a) Buah pinus, b) Kayu yang digunakan untuk kayu bakar .................... 50 31. Kayu sebagai bahan bangunan ................................................................ 51 32. Alur pembuatan araman – penyimpanan rumput .................................... 56 33. Pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat .............................................. 57 34. Sketsa pemanfaatan lahan oleh masyarakat ............................................ 58 35. Bentuk pemanfaatan lahan sebagai pekarangan...................................... 58 36. Pemanfaatan pekarangan oleh masyarakat ............................................. 59 37. Persentase pemanfaatan tumbuhan yang ada di pekarangan .................. 60 38. a) Bibit cabai, b) Benih sawi .................................................................. 62 xi DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ..................................... 74 2. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat .......................... 79 3. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan ..................... 83 4. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan kerajinan, anyaman dan tali 85 5. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar ................................ 85 6. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna .................................... 85 7. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak ............................. 86 8. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual keagamaan........ 86 9. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias ............................. 86 10. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pestisida nabati ......................... 87 11. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan ........................ 87 12. Tumbuhan yang dibudidayakan di pekarangan ...................................... 88 13. Sketsa pemanfaatan lahan oleh masyarakat ............................................ 89 14. Kondisi pekarangan................................................................................. 92 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan hidup manusia antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam hayati. Kebutuhan dasar manusia adalah pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Dalam pemenuhan kebutuhannya manusia menggunakan keanekaragaman sumberdaya, baik lokal maupun dari luar. Sumberdaya lokal adalah sumberdaya yang tersedia di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Hal ini sangat mempengaruhi kemandirian masyarakat di suatu lokasi. Contoh nyata bahwa lingkungan mempengaruhi kemandirian suatu masyarakat adalah pada kehidupan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan. Hal tersebut dikarenakan hutan banyak menyediakan sumber kehidupan bagi manusia. Namun kelestarian sumberdaya hayati suatu lokasi dapat terjaga jika masyarakat merasakan manfaat kawasan tersebut secara langsung, sehingga masyarakat akan ikut serta dalam upaya pelestarian kawasan tersebut. Bentuk pemanfaatan tersebut dapat dilihat pada kehidupan masyarakat di Indonesia yang masih mempertahankan kearifan lokalnya serta masih bergantung pada hutan di kawasan mereka. Sehingga perlu adanya upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Konservasi adalah pemanfaatan yang optimal secara berkelanjutan dengan syarat berkeadilan, beradab dan berdaulat (Zuhud 2011). Salah satu masyarakat yang kehidupannya memiliki hubungan dengan lingkungan adalah masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I, Ngargoyoso, Jawa Tengah. Bentuk interaksi masyarakat dengan TAHURA antara lain berupa pemanfaatan tumbuhan yang sudah terjalin kuat sebelum penetapan kawasan tersebut menjadi TAHURA. Selain dari hutan, sumberdaya lokal yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya juga bearasal dari lingkungannya sebagai contoh dari pekarangan maupun ladang milik mereka. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar TAHURA yang selanjutnya dapat digunakan sebagai 2 masukkan kegiatan pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kemandirian dalam pemanfaatan tumbuhan secara bijaksana. Kesejahteraan masyarakat tersebut diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap kelestarian kawasan TAHURA. Oleh karena itu, kajian mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi bentuk interaksi masyarakat terhadap TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 2. Mengidentifikasi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I 3. Mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat yang berhubungan dengan konservasi tumbuhan di kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan mengembangkan konservasi tumbuhan pada masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo sehingga membentuk kemandirian pada masyarakat. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Masyarakat dengan Tumbuhan Interaksi adalah suatu bentuk hubungan timbal balik. Bentuk interaksi dapat berupa interaksi positif maupun negatif. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan untuk menjamin kelestarian diperlukan upaya untuk pengelolaan, sehingga akan muncul interaksi antara masyarakat dengan hutan (Ardhita et al. 2012). Bentuk interaksi masyarakat dengan lingkungan dapat pula dalam skala yanag lebih kecil misalnya dalam pemanfaatan tumbuhan yang ada di sekitar mereka. Bentuk interaksi masyarakat dan tumbuhan dapat di kaji dan diperdalam dengan dasar etnobotani. Jika dilihat dari asal katanya etnobotani berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti bangsa dan botany yang berarti tumbuhan, sehingga etnobotani dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam pemanfaatan secara tradisional. Sedangkan menurut Walujo dan Rifai (1992) etnobotani adalah ilmu yang mendalami hubungan budaya suatu masyarakat dengan komunitas alam hayati disekitarnya (khususnya tumbuhan). Etnobotani merupakan ilmu yang kompleks karena tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu saja. Banyak disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan dan pendekatan etnobotani, misalnya taksonomi, ekologi, kehutanan, sejarah, antropologi dan ilmu lainnya (Riswan & Soekarman 1992). Pengertian mengenai etnobotani semakin berkembang seiring perkembangan jaman. Menurut Martin (1998), etnobotani adalah segala bentuk pengetahuan (mengenai tumbuhan) yang menggambarkan hubungan antara masyarakat lokal (etnis) dengan sumberdaya alam. Akhir-akhir ini etnobotani mulai banyak digali oleh para ahli. Hal ini banyak dilakukan karena mulai punahnya beberapa spesies tumbuhan berguna yang belum sempat diteliti. Dengan menggunakan etnobotani diharapkan dapat menggali potensi tumbuhan berguna dan pola pemanfaatannya. Dengan diketahuinya pola pemanfaatan tradisonal terhadap tumbuhan oleh masyarakat 4 diharapkan dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang pesat (Riswan & Soekarman 1992). Bentuk pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) di setiap daerah di Indonesia sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan, potensi tumbuhan dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Misalnya, pada masyarakat Bali bentuk pemanfaatan etnobotani lebih berhubungan dengan acara ritual dan keagamaan. Menurt Purwita (1990), tumbuhan yang digunakan dalam upacara ngaben tertera dalam pustaka lontar ajaran agama Hindu seperti Empulutuk, Ngaben, Basundari, Purwayatmatatwa. Tumbuhan tersebut merupakan simbol, sesaji, hidangan dan bekal selama jiwa manusia kembali keasal-usulnya. Hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan, dapat berupa umbi, batang, daun, bunga, buah, biji dan bagian lainnya. Sebagian besar tumbuhan yang digunakan dalam upacara ngaben adalah tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri yang dapat menghasilkan tumbuhan aromatik, misalnya cendana (Santalum album), kenanga (Cananga odorata) dan beberapa jenis lainnya. Pemanfaatan tumbuhan dalam bentuk lain adalah pemanfaatan tumbuhan pada pada tradisi “nyekar” di daerah Yogyakarta. Tumbuhan yang dimanfaatkan dalam tradisi nyekar adalah jenis-jenis tumbuhan yang memiliki bau wangi. Misalnya mawar, kenanga, kantil, melati dan telasih. Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya memiliki manfaat yang beragam, tidak hanya untuk satu pemanfaatan (Anggana 2011). Beragamnya bentuk pemanfaatan tumbuhan dari berbagai daerah dapat dijadikan kekayaan kebudayaan Indonesia. Selain perbedaan dalam pola pemanfaatan tumbuhan, juga memungkinkan masyarakat dapat memanfaatkan tumbuhan yang sama dalam manfaat yang berbeda maupun tumbuhan berbeda dengan manfaat yang sama. 2.2 Pemanfaatan Tumbuhan Sebagian masyarakat Indonesia tinggal disekitar hutan untuk dapat memanfaatkan hutan sebagai sarana memenuhi kebutuhan hidup. Banyak jenis tumbuhan liar yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik untuk bahan pangan, bangunan, obat-obatan maupun manfaat lain. Tetapi menurut 5 Soekarman dan Riswan (1992) baru sekitar 3-4% tumbuhan bermanfaat yang ada di Indonesia sudah dibudidayakan, selain itu masih diambil dari alam khususnya hutan. Masyarakat sekitar kawasan hutan juga hanya memenfaatkan sekitar 17% spesies yang ada di hutan. Tumbuhan dapat dimanfaatkan dalam banyak hal, menurut Siswoyo et al. (2004), klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan di masyarakat meliputi tumbuhan obat, tumbuhan aromatik, tumbuhan pangan, tumbuhan penghasil warna, tumbuhan penghasil pestisida nabati, tumbuhan hias, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan untuk keperluan ritual dan keagamaan, tumbuhan penghasil tali, anyaman, kerajinan, tumbuhan penghasil kayu bakar, tumbuhan penghasil minuman, dan tumbuhan penghasil bahan bangunan. Selain beragam pemanfaatnnya setiap tumbuhan juga memiliki bagian-bagian yang berbeda dalam pemanfaatannya. Misalnya saja bagian yang dimanfaatkan adalah buah, daun, umbi, akar, kulit, bunga, biji, getah, batang, dsb. 2.2.1 Tumbuhan obat Bagi masyarakat Indonesia yang khususnya bertempat tinggal di daerah pedesaan di sekitar hutan, pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan kesehatannya merupakan salah satu bentuk kearifan yang sudah turun-menurun sehingga bukan merupakan sesuatu yang baru. Namun dewasa ini masyarakat yang tinggal di kota juga mulai kembali menggunakan tumbuhan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut dikelompokan kedalam tiga kelompok (Zuhud et al 1994) yaitu : 1. Tumbuhan obat tradisional: spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan obat tradisional. 2. Tumbuhan obat moderen: spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial: spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki khasiat obat tetapi belum dapat dibuktikan secara medis. 6 2.2.2 Tumbuhan pangan Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan pangan yang tersebar luas, namun ada pula beberapa jenis tumbuhan yang menjadi khas suatu daerah, karena keberadaannya jarang dijumpai di daerah lain. Hal ini dikarenakan perbedaan iklim dan kondisi alam di beberapa daerah di Indonesia. Perbedeaan spesies tumbuhan pangan yang ada di setiap daerah juga menjadikan beragamnya pola makan dan masakan khas setiap daerah. Selain digunakan sebagai tumbuhan penghasil pangan, biasanya tumbuhan tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk penggunaan lain. Riswan dan Soekarman (1992) menyebutkan bahwa tumbuhan penghasil pangan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Komoditas utama: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar dan ubi kayu. 2. Komoditas potensial: sorgum, gude, kacang tunggak, wijen, talas, ubi kelapa dan sagu. 3. Komoditas introduksi: terigu, jewawut, kara, ganyong. Dewasa ini mulai banyak dikembangkan tumbuhan penghasil pangan dengan kandungan karbohidrat tinggi sehingga dapat menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok utama. Karena keragaman potensi tumbuhan penghasil pangan di Indonesia juga dapat menambah kekayaan budaya Indonesia. Contoh tumbuhan yang mulai dikembangkan sebagai tumbuhan penghasil pangan adalah sukun (Artocarpus artilis). Kandungan karbohidrat pada sukun dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan penghasil pangan selain beras. 2.2.3 Tumbuhan penghasil warna Tumbuhan penghasil warna atau tumbuhan pewarna adalah tumbuhan yang dapat memberikan pengaruh warna terhadap benda baik berupa pewarna makanan, minuman, atau benda lainnya baik yang sudah diolah maupun belum diolah. Pewarna yang berasal dari tumbuhan dapat pula disebut sebagai pewarna nabati. Sebagian besar pewarna dapat dihasilkan dari tumbuhan. Misalnya warna dasar yaitu kuning, merah, biru, hitam dan cokelat maupun warna hijau yang diperoleh dari perpaduan warna biru dan kuning. Contoh dari pewarna nabati adalah daun suji (Pleomele angustifolia), daun salam (Syzygium polyantum), Bixa 7 orellana, Gordonia excela. Masyarakat pada umumnya membuat warna hijau alami secara tradisional dengan menggunakan daun suji (Pleomele angustifolia) atau daun pandan (Pandanus tectorius) (Rostiana et al. 1992). Lebih lanjut Heyne (1987) mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia telah banyak menggunakan tumbuhan sebagai bahan pewarna nabati dan sudah lama pula mereka mengenal bahan pewarna alami dari tumbuhan untuk makanan. Misalnya saja warna hijau dari daun suji (Pleomele angustifolia), warna merah pada agar-agar menggunakan daun Iresine herbstii, rimpang kunyit (Curcuma domestica) untuk pewarna kuning, dan kulit kayu soga (Peltophorum pterocarpum) sebagai bahan pewarna cokelat pada batik. 2.2.4 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Menurut Kardinan (1999) pestisida adalah suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembanganbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT (Organisme Perusak Tanaman). Pestisida nabati secra umum dapat diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuab dan pengetahuan yang terbatas, oleh karena itu pestisida nabati akan mudah terurai di alam sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Selanjutnya menurut Kardinan (1999) pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila digunakan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Penggunaan pestisida nabati nabati diharapkan dapat mengurangi intensitas penggunaan pestisida sintetis yang beresiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan. Menurut Rachmat dan Wahyono (2007) efektivitas pengaruh pestisida nabati tergantung dari bahan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama dapat memiliki resistensi yang berbeda terhadap pestisida nabati, hal ini dikarenakan perbedaan sifat bioaktif atau sifat racunnya yang tergantung dari kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tanaman tersebut. Secara sederhana pembuatan pestisida nabati dilakukan melalui beberapa proses penanganan bahan tumbuhan secara baik agar bahan tersebut tidak 8 kehilangan aktivitas hayatinya. Kehilangan aktivitas hayati dapat terjadi pada tahap pengkoleksian, penyimpanan dan persiapan bahan atau material tumbuhan (Rachmat & Wahyono 2007). Menurut Rachmat dan Wahyono (2007) beberapa jenis yang dapat digunakan untuk bahan pestisida nabati antara lain pacar cina (Aglaia adorata), bengkuang (Pachyrrhyzus erosus), selasih (Ocimum basilicum), mimba (Azadirachta indica), cengkeh (Syzygium aromaticum) dan beberapa jenis lainnya. 2.2.5 Tumbuhan hias Tumbuhan hias adalah tumbuhan yang memiliki nilai estetika. Keindahan visual dan tekstur tanaman dapat mempengaruhi keindahan tanaman (Hasim 2009). Berdasarkan pada daya tariknya tumbuhan hias dapat dibagi menjadi tumbuhan hias daun dan bunga. Selain itu warna dari tanaman dapat memiliki makna masing-masing. Misalnya saja warna gelap memberikan kesan teduh sedangkan warna cerah memberikan kesan riang dan ceria. Komposisi warna yang senada memberikan kesan ketenangan, sedangkan susunan warna kontras memberikan kesan ceria (Hasim 2009). Dalam kehidupan sehari-hari perbanyakan ataupun budidaya tanaman hias dapat dilakukan di dalam maupun diluar rumah. Di beberapa daerah tumbuhan hias dapat menjadi komoditas utama penghasilan masyarakatnya. 2.2.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak Tumbuhan hijau merupakan pakan utama bagi satwa herbivora. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan satwa adalah jenis tumbuhan bawah dan perdu. Jenis tumbuhan bawah atau semak yang banyak digunakan sebagai pakan antara lain jenis rumput gajah dan alang-alang (Ardiansyah 2008). Jenis – jenis tersebut biasanya dapat tumbuh secara alami dengan mudah. 2.2.7 Tumbuhan keperluan ritual adat dan keagamaan Kartiwa dan Martowikidro (1992) menyebutkan bahwa diantara pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat spiritual, magis, dan ritual. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya spesies tumbuhan yang digunakan dalam upacara adat. Perbedaan jenis spesies yang digunakan oleh 9 masyarakat dalam keperluan adat disebabkan oleh perbedaan pengetahuan masing-masing masyarakat di berbagai etnis di Indonesia. Asnawi (1992), upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turuntemurun, yang tidak diketahui siapa yang melaksanakan pertama kalinya. Meskipun bentuknya bermacam-macam tetap berkaitan dengan kepercayaan dan religi. Menurut Kartiwa dan Martowikidro (1992) di masyarakat ada kepercayaan bahwa tumbuhan yang dianggap mengandung khasiat magis dapat pula mengobati penyakit yang disebabkan gangguan magis pula. Hal ini menyebabkan tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dianggap dapat mengusir roh jahat menduduki peringkat penting dalam ritual. Tata cara adat yang masih ada di daerah pedesaan khususnya di daerah Jawa antara lain ruwahan, muludan, nyadran, suran, grebeg sukuh, bakdan, selikuran dan peringatan pada orang meninggal. Upacara tradisional daur hidup yang masih dilaksanakan adalah tingkepan, brokohan, supitan atau tetesan, temanten, kematian dan upacara lainnya hanya terdapat di masyarakat sporadik saja (Purnomo 1992). 2.2.8 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan merupakan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tali, anyaman dan kerajinan. Indonesia memiliki banyak potensi tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan yang dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan barang-barang yang dapat menjadi komoditas ekspor Indonesia. Menurut Anggana (2011) jenis tumbuhan yang banyak digunakan sebagai bahan kerajinan adalah tumbuhan yang menghasilkan serat dengan kualitas yang baik. 2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar Spesies tumbuhan yang baik digunakan untuk kayu bakar adalah spesies yang mudah dimakan api (mudah terbakar), mudah kering, dan mudah diperoleh (Uluk et al. 2001). Kayu bakar yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan biasanya adalah “rencek” yang berasal dari potongan kayu, ranting yang jatuh ke permukaan tanah (Anggana 2011). 10 2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat tradisional biasanya digunakan untuk membangun rumah sebagai sarana berkumpul bahkan sebagai sarana beribadah. Menurut Uluk et al. (2001) menyebutkan bahwa kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan dipilih berdasar pada segi kekuatan, tahan lama, serat halus dan sebagainya. Spesies yang umum digunakan sebagai bahan bangunan adalah jati (Tectona grandis), sengon (Paraseriantes falcataria), ulin (Eusideroxylon zwageri) dan beberapa spesies lainnya. 2.3 Taman Hutan Raya (TAHURA) Menurut Undang – undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan ekosistemnya, Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Kriteria penunjukan suatu kawasan TAHURA berdasar pada PP No 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah sebagai berikut: 1. Memiliki ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah; 2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; 3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli. Keputusan Menteri Kehutanan No.107/Kpts-II/2003 Tentang Penyelenggaraan Tugas dan Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya Oleh Gubernur atau Bupati/Walikota menyebutkan bahwa tugas pembantuan pengelolaan TAHURA diberikan kepada: 1. Gubernur sepanjang wilayah Taman Hutan Raya yang bersangkutan berada pada lintas Kabupaten/Kota; 2. Bupati sepanjang wilayah Taman Hutan Raya yang bersangkutan berada di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 11 Tugas pembantuan yang dimaksud adalah: 1. Tugas pembantuan pengelolaan Taman Hutan Raya meliputi: pembangunan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangan Taman Hutan Raya. 2. Tugas pembantuan pengelolaan Taman Hutan Raya sebagaimana dimaksud yang berkaitan dengan teknis, dikoordinasikan dengan Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam setempat. TAHURA setidaknya memuat tujuan pengelolaan dan garis kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasa TAHURA dilaksanakan dalam bentuk perlindungan dan pengamanan, inventarisasi potensi kawasan serta penelitian dan pengembangan menunjang pengelolaan. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2011 di TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1. : Lokasi penelitian Gambar 1 Denah lokasi penelitian. 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pengambilan data: alat tulis, tape recorder, kamera, kuisioner b. Pembuatan herbarium: alkohol 70%, kantong plastik bening, koran bekas, kertas karton, c. Identifikasi tumbuhan : kertas label, pensil, gunting, benang. 13 - Buku identifikasi tumbuhan 3.2.2 Objek penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah: spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat, lingkungan disekitar masyarakat, kawasan hutan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. 3.3 Jenis Data dan Metode Pengambilan Data Jenis data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1 Tahap kegiatan dan metode pengumpulan data Tahapan kegiatan Kajian pendahuluan Aspek kajian (data) Kondisi umum lokasi, kondisi sosial budaya masyarakat 2 Penentuan tipologi masyarakat 3 No Sumber data Metode Kelurahan Desa Berjo, LIPI, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, Pemda Kabupaten Karanganyar Studi literatur Karakteristik masyarakat yang berinteraksi dengan TAHURA Kelurahan Desa Berjo, masyarakat Desa Berjo Survei lapang dan studi literature Kajian kondisi kesehatan masyarakat Kondisi kesehatan masyarakat dan pola hidup masyarakat Kelurahan Desa Berjo, masyarakat Desa Berjo Survei lapang dan studi literatur 4 Kajian etnobotani Spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatannya,kearif an tradisional masyarakat, Snowball, masyarakat sekitar kawasan TAHURA, lingkungan sekitar masyarakat, pengelola TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Survei lapang, wawancara, pengambilan dokumentasi, pengambilan contoh tumbuhan 5 Pengolahan dan analisis data Pengolahan data,analisis data Data kajian lapangan dan sejumlah literatur Analisis diskriptif (kualitatif). 1. 3.4 Teknik pengambilan data 3.4.1 Penentuan responden Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) pelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai 14 alat pengumpulan data yang pokok. Meneliti sebagian dari populasi, diharapkan bahwa hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan teknik sensus berdasarkan pada kepala keluarga, yaitu dengan menentukan responden yang mewakili seluruh kepala keluarga dalam Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo, Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Walaupun dengan menggunakan sensus penentuan responden awal juga berdasrkan pada tokoh kunci dalam kampung tersebut. Pertimbangan dasar yang digunakan dasar dalam penentuan responden pertama dalam penelitian ini adalah orang yang dituakan di dukuh tersebut dan dianggap mengetahui mengenai kawasan TAHURA dan pemanfaatan tumbuhan, responden awal yang dijadikan kunci adalah tukang pijit bayi. Responden pertama akan digali pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan di desa tersebut, kemudian untuk menentukan responden kedua berdasarkan rekomendasi dari responden pertama, untuk menentukan responden ketiga dan seterusnya menggunakan cara yang sama. Jumlah responden yang diwawancarai adalah sebanyak 34 responden yang mewakili masing-masing KK. 3.4.2 Wawancara dan pengamatan langsung Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, yaitu menggunakan cara pengisian kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai dengan kebutuhan data terhadap sejumlah responden. Data dari setiap spesies tumbuhan yang dimanfaatkan adalah nama lokal, kegunaan, habitus, bagian yang digunakan, serta cara menggunakannya. Selain dari wawancara, juga dilakukan pengamatan langsung untuk mengetahui kearifan lokal masyarakat sekitar kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dalam upaya konservasi tumbuhan serta jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat. Pengambilan data juga dilakukan melalui survey pasar tradisional di daerah setempat (pasar Kemuning dan pasar Karangpandan). 3.4.3 Pembuatan herbarium Herbarium adalah bentuk kumpulan spesimen yang telah diawetkan. Tujuan dari pembuatan herbarium adalah untuk memudahkan proses identifikasi spesies 15 tumbuhan yang belum teridentifikasi di lapangan. Herbarium biasanya berupa awetan dari bagian tumbuhan misalnya daun, bunga, ranting, kuncup, buah, dan lain sebagainya. Pembuatan herbarium dilakukan dengan cara herbarium basah. Menurut Anggana (2011) tahapan pembuatan herbarium adalah: 1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga sebaiknya diambil. 2. Pengambilan contoh herbarium bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan wawancara dengan masyarakat. 3. Contoh herbarium diberi dipotong dengan menggunakan gunting sepanjang 40 cm. 4. Kemudian contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama kolektor. 5. Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bamboo dan disemprot alcohol 70%. 6. Selanjutnya herbarium dioven dengan suhu 50-70oC selama 48 jam. 7. Herbarium kering lengkap dengan keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendaatkan nama ilmiah. 3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Tipologi masyarakat Hasil survei lapang yang didukung dengan data-data dari Pengelola TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dan Kelurahan Desa Berjo, khususnya Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo masyarakat yang ada di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo tersebut dikelompokan menjadi beberapa tipologi masyarakat yang didasarkan pada tingkat interaksinya dengan pemanfaatan tumbuhan yang ada di kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Tipologi masyarakat tersebut antara lain adalah pencari rumput, petugas TAHURA, pencari kulit kina, dll. 16 3.5.2 Klasifikasi penggunaan Hasil dari wawancara dengan sejumlah responden dikelompokan berdasarkan kegunaannya. Kalasifikasi dari penggunanaan tumbuhan dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat No Kegunaan 1 Tumbuhan obat 2 Tumbuhan pangan 3 Tumbuhan penghasil pestisida nabati 4 Tumbuhan hias 5 Tumbuhan penghasil pakan ternak 6 Tumbuhan untuk keperluan ritual adat dan keagamaan 7 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan 8 Tumbuhan penghasil kayu bakar 9 Tumbuhan penghasil bahan bangunan. Sumber : Siswoyo et al (2004) dan disesuaikan dengan kondisi lapangan 3.5.3 Persen famili Persen famili adalah presentase dari famili tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat. Persen famili ini digunakan untuk mengetahui tingkat kebutuhan masyarakat terhadap tumbuhan tertentu untuk menjaga kelestariannya. Persen famili tersebut dapat diperoleh dari : persen famili tertentu ∑ spesies dari famili tertentu ∑ total spesies 100% 3.5.4 Persen habitus Presentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu habitus yang digunakan tehadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, perdu, liana dan herba. Adapun rumus yan digunakan adalah : persen habitus tertentu ∑ Spesies dengan habitus tertentu ∑ total spesies 100% Herba adalah tumbuhan berbatang lunak dengan percabangan rendah atau menempel pada tanah. Semak adalah tumbuhan berbatang kecil sedikit mengayu dengan percabangan rendah pola hidupnya seperti rumput. Liana adalah tumbuhan berbatang besar ataupun tidak, hidupnya memerlukan sandaran. Perdu adalah 17 tanaman berbatang lebih besar dan lebih keras daripada herba, percabangannya juga lebih tinggi daripada semak. Pohon adalah sebutan untuk tanaman yang berbatang besar dan berkayu (Hasim 2009). 3.5.5 Persen bagian yang digunakan Perhitungan persen bagian yang digunakan untuk mengetahui presentase setiap bagian tumbuhan yang digunakan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi daun, akar, buah, bunga, batang, kulit kayu, rimpang dan umbi. Perhitungan dilakukan secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara, kemudian di analisis berdasarkan pada kelompok penggunaannya. Persen bagian yang digunakan diperoleh melalui perhitungan berikut ini : persen bagian yang digunakan ∑ bagian tertentu yang digunakan X 100% ∑ seluruh bagian yang digunakan 3.5.6 Persen tipe habitat Perhitungan persen tipe habitat digunakan untuk mengetahui presentase setiap tipe habitat tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa tipe habitat yang ada di sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah kebun, pekarangan dan hutan. Perhitungan dilakukan secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara, kemudian di analisis berdasarkan lokasi dimana tumbuhan tersebut diperoleh. Persen tipologi habitat diperoleh melalui perhitungan dengan rumus berikut ini : persen tipe habitat ∑ spesies yang ditemukan di habitat tertentu X 100% ∑ seluruh spesies dari seluruhtipe habitat 3.5.7 Persen budidaya Perhitungan persen budidaya digunakan untuk mengetahui seberapa besar presentase tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berasal dari hasil budidaya dan berasal dari tumbuhan liar. Perhitungan ini berlaku untuk semua spesies yang ditemukan dari hasil wawancara. Persen budidaya diperoleh melalui perhitungan dengan rumus berikut ini : persen budidaya ∑ spesies yang diperoleh dari hasil budidaya X 100% ∑ seluruh spesies yang diperoleh 18 3.5.8 Analisis hubungan Mangkunagoro I masyarakat dengan TAHURA KGPAA Data mengenai keterkaitan masyarakat sekitar dengan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dibutuhkan untuk mengetahui interaksi antara keduanya, sehingga dapat diketahui pula manfaat dari TAHURA untuk masyarakat serta bagaimana pengaruh antara TAHURA dengan masyarakat maupun masyarakat dengan TAHURA. Jika TAHURA tersebut bernilai positif bagi masyarakat dapat digunakan pula sebagai acuan bagi pengelola bagaiman kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut dengan tetap menjaga ekosistem hutan TAHURA. Selain itu juga dapat melihat nilai konservasi yang dilakukan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya di TAHURA tersebut. Sehingga kesinambungan antara pemanfaatan dan pelestarian dapat dikemas dalam satu bentuk upaya konservasi (pemanfaatan berkelanjutan). 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan hutan Sukuh Ngargoyoso ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya Ngargoyoso yang sekarang dikenal dengan nama TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 849 / Kpts-II / 1999 pada tanggal 11 Oktober 1999 (Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Tengah 2010). Luas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I ± 231,3 ha. Kawasan ini terletak di Resort Pemangkuan Hutan Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa Berjo dan Desa Girimulyo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Batas Desa Berjo adalah: 4.2 ¾ Sebelah timur : Gunung Lawu ¾ Sebelah utara : Desa Girimulyo ¾ Sebelah barat : Desa Puntukrejo dan Kecamatan Karangpandan ¾ Sebelah selatan : Kecamatan Tawangmangu Sejarah Kawasan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 849/Kpts-II/1999 tanggal 11-10-1999 kawasan Hutan Lindung seluas 231,3 yang terletak di RPH Tambak, BKPH Lawu utara, KPH Surakata. Secara wilayah administrasi berada di Desa Brejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar ditetapkan menjadi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berada di kaki Gunung Lawu dengan ketinggian ± 1.200 m dpl dan memiliki keanekaragaman flora dan fauna baik yang dilindungi Undang-undang maupun tidak dilindungi Undang-undang. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola langsung oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dengan nama BPTP (Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan) TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Tujuan pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah : 20 a. Terjaminnya kelestarian kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. b. Terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi kawasan TAHURA c. Optimalnya manfaat TAHURA KGPAA Mangkunagoro I untuk wisata alam, penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan penunjan budidaya, budaya bagi kesejahteraan masyarakat d. Terbentuknya taman propinsi yang menjadi kebanggan Provinsi Jawa Tengah Dalam pemanfaatannya, Taman Hutan Raya Ngargoyoso dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Hutan Lindung Sebagai kawasan konservasi alam flora dan fauna yang ada di dalamnya dengan berbagai ekosoitem yang ada. b. Hutan Alam Dengan pemanfaatan langsung Sumber Daya Alama yang ada didalamnya dengan tidak merusak tatanan hutan yang sudah ada. c. Sebagai penyangga kehidupan masyarakat di sekitar kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. Prinsip pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I antara lain : a. Pendayagunaan potensi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I untuk kegiatan koleksi tumbuhan dan satwa, wisata alam, penelitian, ilmu pengtahuan, pendidikan dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya diupayakan tidak mengurangi luas dan tidak mengubah fungsi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I. b. Sebagai taman kebanggaan Provinsi Jawa Tengah, maka dalam pengembangan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I mengutamakan koleksi jenis tumbuhan dan satwa dari Provinsi Jawa Tengah. 4.3 Kondisi Fisik Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I terletak di lereng gunung Lawu. Kondisi fisik kawan ini antara lain : a. Jenis tanah: kompleks andosol cokelat dan andosol cokelat keabuan b. Curah hujan: 3500 – 4000 mm/th 21 c. Kondisi hidrologi: didominasi oleh sungai permanen d. Jumlah penduduk: jarang ( 484 – 1216 jiwa / km2 ) e. Kemiringan lahan: didominasi dengan kelerengan lebih dari 40%. 4.4 Kondisi Biologi Kawasan Kondisi biologi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dapat dilihat dari keanekaragaman satwa dan tumbuhan yang ada di dalam kawasan. Tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan antara lain: pinus (Pinus sp), puspa (Schima sp), akasia (Accacia ducuren), pampung (Unanthe javanica dc), kina (Cinchona sp), pasang (Quercus spp), kayu Uni, palem (Palmae sp), kopi hutan (Coffea sp), dan kaliandra (Calliandra sp). Sedangkan satwa yang terdapat di dalam kawasan antara lain elang ular bido (Spilornis cheela), elang jambul hitam (Ictinaetus malayensis), elang belalang (Microhierax fringgilarius), cengekan, ayam hutan hijau (Gallus varius), punai manten (Treron griseicauda), tekukur (Streptopilia chinensis), wiwik lurik (Cacamantis sonneratii), walet sapi (Collacalia escrienta), kapinis jarum kecil (Rhaphidura leucopygialis), tepekong jambul (Hemiprocae longipennis), dan satwa lainnya. 4.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah masyarakat lokal yang sering disebut dengan istilah “ uwong kejawen “. Mata pencaharian sebagaian masyarakat adalah peternak dan petani. Komoditas utama yang dihasilkan masyarakat adalah sayuran hasil perkebunan dan tanaman hias yang dijual hingga keluar kota Solo. Jika dilihat dari jumlah penduduk yang mencapai 5874 jiwa, terdiri dari laki – laki yaitu 2956 jiwa dan perempuan 2918 jiwa. Desa Berjo terdiri dari 1355 Kepala Keluarga. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Berjo adalah setara Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun saat ini sudah mulai banyak warga yang mengenal Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan perguruan tinggi. Jumlah perantau dan pendatang relatif kecil, sehingga masih disebut sebagai masyarakat lokal. 22 Beberapa upacara ritual yang dilaksanakan di Desa Berjo antara lain adalah ritual “grebeg Sukuh”, ritual ini dilaksanakan di kawasan Candi Sukuh. Kedua ritual “sedekah bumi”, ritual ini dilaksanakan pada musim panen sebagai ucapan terima kasih atas hasil panen. Selain itu upacara adat yang dilakukan secara insidental antara lain ruwatan, supitan, pitonan dan banyak jenis lain. 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat 5.1.1 Kondisi Masyarakat Masyarakat sekitar Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I yang bertempat tinggal di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo, Desa Berjo masih tergolong masyarakat asli namun kehidupannya sudah modern. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya bangunan rumah permanen yang terbuat dari semen, pasir, batu bata meskipun masih banyak ornamen kayu. Masyarakat juga sudah mengenal makanan cepat saji seperti sosis, nugget dan lain sebagainya. Masyarakat dalam pengobatannya juga sudah mulai menggunakan jasa bidan maupun dokter yang ada di sekitar mereka. Meskipun demikian masyarakat di Dukuh Sukuh tergolong kelompok masyarakat yang kecil. Berdasarkan pada data kependudukan tahun 2010, Dukuh Sukuh hanya terdiri dari 10 kepala keluarga dengan 46 orang penduduk, sedangkan Dukuh Gondangrejo terdiri dari 24 kepala keluarga dengan 117 orang penduduk. Berdasarkan pada data tersebut jika dilihat berdasarkan kelas umur masyarakat dapat dikelompokan kedalam sebelas kelompok (Gambar 2). Masyarakat yang paling banyak adalah usia 21-30 tahun. Sedangkan usia paling tua mencapai 110 tahun dan terdapat lima orang masyarakat yang usianya lebih dari 80 tahun. Seluruh masyarakat yang tinggal di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo 100% beragama Islam. Meskipun semua penduduknya Islam namun tradisi yang berdasar pada kepercayaan juga masih dilakukan oleh masyarakat, misalnya member sesaji di makam leluhur, peringatan kematian, dll. Sumber informasi sebagian besar masyarakat adalah dari televisi dan radio, namun sebagian ada yang menggunakan surat kabar dan internet. Dengan demikian modernisasi sudah banyak masuk ke lingkungan masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo. Menurut masyarakat pengaruh teknologi yang mulai banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakiat adalah mulai banyaknya makanan instan yang beredar di masyarakat, selain itu juga mulai 24 banyaknya obat kimia yang mulai masuk dan mulai menggeser obat-obatan organik. Hal tersebut mulai mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dan berdampak pada lunturnya kearifan lokal masyarakat setempat. 38 40 35 28 Jumlah 30 23 25 22 20 13 15 10 12 7 5 2 5 2 1 0 Kelas umur Gambar 2 Klasifikasi rmasyarakat berdasarkan kelas umur. Masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I lebih banyak perempuan daripada laki-laki (Gambar 3), begitupula untuk masyarakat yang masih tinggal di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo adalah perempuan. Hal ini dikarenakan mulai banyaknya laki-laki yang merantau keluar daerah untuk bekerja. perempuan 52% laki-laki 48% Gambar 3 Klasifikasi masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan tingkat pendidikan (Gambar 4) rata-rata dari responden adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lebih dikarenakan sulitnya akses untuk menuju sekolah (SMP dan SMA), selain itu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga menjadi alasan rendahnya tingkat pendidikan. Masyarakat lebih mengutamakan bekerja 25 (berladang) daripada bersekolah, karena menurut mereka dengan bekerja mereka bisa mendapatkan uang, sedangkan sekolah jika tidak sampai perguruan tinggi juga akan menjadi buruh saja. Kondisi ini juga diterapkan kepada anak-anak mereka, sehingga belum banyak anggota keluarga yang mengenyam pendidikan hingga tamat SMA. Sutarno selaku ketua RT setempat menyatakan “rendahnya tingkat pendidikan di daerahnya karena factor biaya yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat dan mereka berpendapat bahwa usi sekolah adalah usia produktif untuk bekerja”. SMP 19% SMA 5% SD 76% Gambar 4 Klasifikasi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan. Masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo mayoritas adalah petani, 53% masyarakat bermata pencaharian utama sebagai petani (Gambar 5). Meskipun ada beberapa yang bekerja di luar bidang pertanian namun masyarakat masih menerapkan pertanian misalnya dalam memanfaatkan pekarangan. Kehidupan bertani adalah pola hidup masyarakat sejak dulu. Meskipun lahan yang mereka miliki tidak luas atau bahkan tidak memiliki sawah dan ladang namun masyarakat memanfaatkan lahan sisa di sekitar mereka untuk bercocok tanam. Hasil dari pertanian tersebut selain untuk dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya juga dimanfaatkan sebagai komoditas pertanian yang dijual ke pasar lokal hingga keluar daerah, karena daerah ini menjadi salah satu produsen sayuran. Selain sebagai produsen kebutuhan sayuran di pasar lokal (Pasar Kemuning), daerah ini juga dapat menjual produk sayurannya hinga ke daerah Pacitan, Jawa Timur. 26 penjaga purbakala 1% swasta 36% petani 53% pelajar 10% Gambar 5 Karakteristik masyarakat berdasar pada pekerjaan. 5.1.2 Pola kehidupan masyarakat Kehidupan masyarakat sekitar TAHURA dapat dikategorikan pada pola kehidupan yang teratur. Pagi setelah Sholat Subuh sekitar pukul 05.00-07.00 WIB mereka sudah berangkat ke hutan untuk mencari rumput sebagai pakan ternak (biasanya dua sampai tiga kali balik ke tempat araman). Setelah itu mereka melanjutkan aktifitasnya untuk berladang sambil mencari kayu bakar. kegiatan itu biasanya dilakukan hingga pukul 14.00 kemudian mereka istirahat sejenak dan setelah sholat ashar mereka kembali ke hutan atau ke kebun untuk melanjutkan pekerjaannya hingga menjelang magrib. Setelah itu masyarakat sholat magrib berjama’ah di masjid yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Setelah magrib mereka menunggu waktu isya sambil bersosialisasi dengan warga lainnya. Setelah isya biasanya mereka kembali kerumah dan beristirahat mengumpulkan tenaga untuk aktifitas esok hari. Masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo adalah masyarakat yang ramah. Hal ini ditunjukan dengan sikap mereka yang menyambut baik wisatawan yang datang setiap harinya. Wisatawan yang datang lebih dominan wisatawan asing, meskipun mereka terkendala bahasa namun mereka berusaha untuk memberi sambutan sebaik mungkin. Keramahan lain yang mereka tunjukan adalah sapaan hangat mereka terhadap orang-orang baru yang belum mereka kenal. Tenggang rasa antar mereka juga sangat kuat, tenggang rasa itu lebih ditunjukan ketika ada salah satu warga yang punya hajatan mereka akan bergotong royong untuk membantunya, pada kondisi “kesripahan” ada yang meninggal juga akan sangat tampak kondisi tenggang rasa dan gotong royong 27 mereka. Hal lain yang dapat dilihat adalah ketika ada salah satu yang membangun rumah maka mereka akan “sambatan” membantu tanpa dibayar. Masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo juga memiliki pola kehidupan sehari-hari yang teratur. Masyarakat memiliki pola makan yang teratur, menurut mereka makan teratur akan membuat mereka terhindar dari masalah pencernakan. Masyarakat rata-rata makan tiga kali dalam sehari, namun masyarakat tidak selalu makan nasi. Mereka sering menggantikan nasi dengan beberapa jenis makanan pengganti seperti singkong, garut, ubi, sukun dan beberapa jenis lainnya. Selain itu dalam makan masyarakat selalu menggunakan sayuran, meskipun tidak banyak jenis sayuran yang mereka konsumsi karena biasanya mereka hanya mengambil dari pekarangan mereka. Meskipun sederhana masyarakat berusaha untuk memenuhi pola makan yang sehat. Sumber protein masyarakat berasal dari ikan asin, tempe, tahu dan beberapa jenis makanan lainnya. Sedangkan sumber vitamin biasanya diperoleh dari buah-buahan. Dengan pola makan yang sehat masyarakat mengharapkan mereka dapat terhindar dari penyakit. Masyarakat juga menerapkan hidup sehat dengan mengkonsumsi obat herbal. Misalnya dengan mengkonsumsi jahe untuk menghangatkan tubuh mengingat suhu di daerah ini rendah. Masyarakat juga membuat minuman sendiri, misalnya untuk teh atau kopi mereka lebih sering membuatnya sendiri secara manual, bukan mengkonsumsi minuman instan. Namun beberapa pola kehidupan masyarakat sudah mulai ditinggalkan. 5.1.3 Interaksi mayarakat Mangkunagro I dengan kawasan TAHURA KGPAA Masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I masih memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya dari hutan di dalam kawasan TAHURA. Dengan demikian maka terbentuklah interaksi antara masyarakat dengan kawasan TAHURA. Namun, saat ini bentuk interaksi tersebut sudah banyak yang ditinggalkan. Dahulu hampir semua kebutuhan hidup masyarakat dipenuhi dari dalam kawasan. Misalnya untuk bahan bangunan masyarakat mengambil tumbuhan dari dalam hutan untuk kayu bakar, bahan bangunan, tanaman hias, 28 pakan ternak dan lain sebagainya mereka masih memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam hutan. Sumberdaya yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tumbuhan. Misalnya dahulu masyarakat mengambil kayu untuk bahan bangunan dari hutan, selain bahan bangunan juga ada bahan untuk kerajinan dan beberapa manfaat lainnya. Namun sekarang bentuk interaksi itu sudah mulai hilang. Masyarakat mulai mengurangi interaksi mereka terhadap kawasan bukan semata-mata karena perubahan status kawasan dari milik Perhutani hingga menjadi kawasan konservasi berupa TAHURA. Kekhawatiran masyarakat terhadap dampak yang akan timbul seperti bencana alam adalah alasan utama masyarakat mulai mengurangi interaksi dengan hutan dan mulai mengadakan upaya budidaya. Masyarakat masih sangat tergantung pada kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan air, sehingga masyarakat akan menjaga sumber air tersebut untuk menjamin kebutuhan mereka. Masyarakat tidak benar-benar melepaskan kebutuhannya dari hutan, mereka masih melakukan interaksi dengan hutan untuk beberapa kebutuhan. Pemanfaatan plasma nutfah dari dalam hutan juga merupakan bentuk interaksi. Misalnya masyarakat banyak membudidayakan spesies penting dari hutan untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh budidaya tersebut antara lain sudah banyaknya spesies penting seperti garut, ganyong dan gadung yang mulai dikembangkan sebagai tumbuhan pangan. Banyaknya budidaya watel dan suren sebagai bahan kayu bangunan. Bentuk interaksi yang masih ada hingga saat ini adalah dalam mencari kayu bakar dan membudidayakan pakan ternak. Selain untuk kebutuhan kayu bakar dan pakan ternak masyarakat berusaha untuk membudidayakan spesies yang mereka manfaatkan. Budidaya yang dilakukan oleh masyarakat merupakan salah satu bentuk upaya konservasi. 5.2 Pemanfaatan Tumbuhan Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I diperoleh dari hasil wawancara pada 34 responden yang mewakili setiap keluarga. Klasifikasi responden berdasarkan kelar umur dapat dilihat pada gambar 6. Responden paling banyak adalah kelas umur 41-55 tahun, 29 hal ini dikarenakan masyarakat pada kelas umur tersebut masih banyak mengetahui pemanfaatan tumbuhan dan masih mudah untuk berkomunikasi. Responden yang usianya lebih dari 55 tahun lebih banyak mengetahui mengenai pemanfaatan tumbuhan obat. Hal ini dikarenakan masyarakat tersebut mengetahui langsung pemanfaatannya dan masih menerapkan pemanfaatan Jumlah responden tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari mereka. 20 15 10 5 0 15 3 8 < 25 25-40 8 41-55 >55 Umur Gambar 6 Klasifikasi responden berdasar kelas umur. Responden dalam wawancara mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 53% (Gambar 7). Hal ini dikarenakan lakilaki lebih banyak mengetahui pemanfaatan tumbuhan terutama yang digunakan sebagai bahan bangunan, pakan ternak dan kayu bakar. Meskipun demikian ada pula responden perempuan. Perempuan 47% Laki‐ laki 53% Gambar 7 Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin. Masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo masih tergantung terhadap tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat tinggal mereka, baik dari hutan di sekitar mereka (kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I), di ladang milik mereka bahkan di pekarangan yang berada disekeliling rumah mereka. Tumbuhan yang diambil langsung dari hutan biasanya adalah untuk pakan ternak, kerajinan dan kayu bakar. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan lainnya masyarakat memanfaatkan tumbuhan yang ada di ladang maupun pekarangan milik pribadi. 30 Tumbuhan yang berasal dari ladang maupun pekarangan sebagian besar dimanfaatkan untuk obat dan pangan. Sedangkan untuk bahan bangunan terkadang mereka memperolehnya dari hutan atau sengaja menanamnya di ladang milik mereka. Namun sekarang untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan masyarakat lebih memilih untuk membeli dan enggan untuk mengambilnya di hutan. Selain karena masyarakat mulai menyadari dengan status kawasan, masyarakat juga enggan mengambil kayu di hutan karena mereka khawatir akan dampak yang ditimbulkan (bencana alam). Meskipun hutan yang ada di sekitar masyarakat adalah kawasan TAHURA namun pemanfaatan untuk masyarakat masih tinggi, hal ini dikarenakan pada awalnya kawasan tersebut adalah milik Perhutani yang dikelola bersama masyarakat. Pada saat kawasan masih dikelola oleh Perhutani, masyarakat diberi hak untuk memanfaatkan lahan di bawah tegakan pinus untuk membudidayakan pakan ternak, hingga pada akhirnya dibuat kesepakatan antara masyarakat dan Perhutani bahwa masyarakat boleh memanfaatkan lahan seluas lahan yang mereka bersihkan dan mereka tanami rumput. Pemanfaatan tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Lahan untuk menanam rumput tersebut disebut dengan “araman”. Masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I selain memanfaatkan tumbuhan dari hutan secara langsung juga memanfaatkan plasma nutfah yang berasal dari dalam kawasan TAHURA. Hal ini dapat dilihat dari spesies yang dibudidayakan oleh masyarakan pada awalnya adalah spesies liar yang ada dihutan. Karena kebutuhan masyarakat maka masyarakat membudidayakan spesies-spesies yang banyak dimanfaatkan. Pembudidayaan spesies liar dari hutan tersebut bertujuan agar masyarakat dapat tetap memanfaatkan spesies tersebut tanpa khawatir akan kelangkaan. Selain itu dengan budidaya tersebut masyarakat lebih mudah dalam mengambil spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, karena sudah ada di sekitar mereka. Jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I tergolong rendah. Tumbuhan yang dimanfaatkan terdiri dari 140 spesies dari 57 famili. Pemanfaatan paling banyak adalah untuk bahan pangan diikuti tumbuhan obat (Gambar 8). Karena 31 pemanfaatan paling banyak adalah pada bahan pangan sehingga masyarakat lebih tergantung dari tumbuhan hasil budidaya. Spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan adalah sebagai bahan pangan, hal ini dikarenakan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Menurut masyarakat sulitnya akses dan mahalnya harga bahan pangan di pasaran membuat masyarakat harus mengupayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan dari lingkungan mereka, yaitu dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitar mereka. Salah satu upaya yang dilakukan masyarakat adalah dengan membudidayakan spesies yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Sehingga Pemanfaatan tumbuhan kebutuahan akan pangan akan tetap dapat dipenuhi. Pangan Obat Kayu bakar Tanaman hias Bahan bangunan Ritual keagamaan Pakan ternak Bahan kerajinan Petisida nabati Bahan pewarna 78 64 16 14 10 8 8 7 5 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Jumlah spesies Gambar 8 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok penggunaan. Jika dibandingkan dengan penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi lain maka dapat dilihat tidak terlalu banyak perbedaan jenis pemanfaatan (Tabel 3). Pada penelitian ini pemanfaatan tumbuhan untuk bahan minuman tidak dikelompokan secara khusus karena termasuk dalam bahan pangan. Tabel 3 Perbandingan hasil etnobotani di beberapa kawasan konservasi Lokasi 1 64 2 78 Kelompok pemanfaatan tumbuhan * 3 4 5 6 7 8 9 10 2 10 8 4 0 8 14 7 11 16 Sumber TAHURA KGPAA Penelitiaan ini Mangkunagoro I (2012) CA Gunung Simpang 74 62 4 14 12 5 12 19 35 14 9 Handayani (2010) TN Gunung Merapi 47 40 2 13 7 4 7 20 11 6 11 Anggana (2011) TN Bromo Tengger 30 31 0 3 4 0 0 3 15 0 3 Novitasari (2011) Semeru TN Gunung Ciremai 37 15 5 22 8 5 9 4 29 7 6 Arizona (2011) *) Keterangan :1)obat, 2)pangan, 3) pewarna, 4)bahan bangunan, 5)pakan ternak, 6) pestisida nabati, 7) aromatik, 8) ritual/adat, 9) hias, 10) bahan kerajinan, tali dan anyaman, 11) kayu bakar. 32 Hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat sekitar TAHURA diperoleh 140 spesies dari 57 famili. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk berbagai jenis pemanfaatan (Lampiran 1). Famili dengan jumlah spesies yang Famili terbanyak dimanfaatkan adalah Fabaceae sebanyak 13 spesies. Fabaceae Poaceae Zingiberaceae Solanaceae Myrtaceae Moraceae Euphorbiaceae Rubiaceae Rosaceae Lauraceae 13 12 8 8 6 5 5 4 4 4 0 2 4 6 8 10 12 14 Jumlah spesies Gambar 9 Keanekaragaman tumbuhan dari 10 famili dengan spesies terbanyak. Tabel 4 Data total pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Bentuk Pemanfaatan tumbuhan Pangan Obat Kayu Bakar ∑ Spesies ∑ Famili 79 63 16 34 33 14 Tanaman Hias Bahan Bangunan Ritual Keagamaan 14 10 10 12 9 7 Pakan Ternak Pestisida Nabati 8 4 4 4 Bahan Pewarna 2 2 Sumber Famili dominan Fabaceae Zingiberaceae Meliaceae, Myrtaceae Araceae, Fabaceae Fabaceae Lauraceae, Magnoliaceae, Poaceae Poaceae Euphorbiaceae, Meliaceae, Myrtaceae, Solanaceae Vebernaceae, Zingiberaceae Hutan Ladang Pekarangan 4 10 13 50 25 1 24 28 2 3 10 4 3 0 4 8 0 2 7 1 1 3 0 0 0 1 1 Famili yang banyak dimanfaatkan adalah Fabaceae. Fabaceae atau yang biasa dikenal dengan polong-polongan termasuk dalam lima kelompok famili terbesar. Fabaceae mudah tumbuh bahkan di tanah yang kurang subur sekalipun. 33 Spesies dari famili ini biasanya digunakan untuk menyuburkan tanah karena kemampuannya dalam mengikat nitrogen dan menggemburkan tanah. Selain itu pemanfaatan Fabaceae seperti kacang kedelai (Glycine max), kacang merah (Vigna umbellate), kacang hijau (Vigna Radiata) dan beberapa spesies lain dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan meskipun bukan sebagai pangan pokok. Spesies dari Fabaceae juga banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk tanaman sela antar tanaman pokok maupun untuk tanaman Jumlah perantara dimusim sayur sehingga kesuburan tanah tersebut dapat terjaga. 60 50 40 30 20 10 0 57 38 19 herba 1 1 2 lumut palem bambu 11 11 liana semak perdu pohon Habitus Gambar 10 Habitus tumbuhan yang dimanfaatkan. Dari 140 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat terdiri dari 8 habitus. Habitus tersebut terdiri dari pohon, semak, perdu, herba, liana, lumut, palem dan bambu. Dalam pemanfaatnnya spesies yang digunakan sebagian besar habitus herba sebesar 41% (57spesies) dan yang paling sedikit adalah palem dan lumut masing-masing 1% (1 spesies) (Gambar 10). Herba adalah spesies dengan batang lunak dan tidak akan menjadi kayu. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat berasal dari ladang (40%). Hanya 28% tumbuhan yang dimanfaatkan yang berasal dari hutan (Gambar 11). Tumbuhan yang berasal dari hutan sebagian besar adalah yang dimanfaatkan untuk kayu bakar dan pakan ternak. Sedikitnya tumbuhan yang diambil dari hutan berkaitan dengan status hutan yang sebagai kawasan konservasi. Namun selain itu sedikitnya pemanfaatan tumbuhan dari dalam hutan secara langsung adalah sudah banyaknya spesies yang dibudidayakan oleh masyarakat seperti garut dan spesies lainnya. Sehingga selain pemanfaatan secara langsung bentuk pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan sebagai sumber plasma nutfah juga sebagai bentuk pemanfaatan spesies tumbuhan. 34 hutan 28% pekarangan 32% ladang 40% Gambar 11 Persen habitat. Masyarakat sudah menerapkan sistem budidaya terhadap tumbuhan yang sering dimanfaatkan. Budidaya merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Tumbuhan yang banyak dibudidaya antara lain tumbuhan obat, pangan dan pakan ternak. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan berasal dari hasil budidaya (78%) (Gambar 12). Budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan dilakukan di pekarangan sekitar tempat tinggal, ladang bahkan di hutan dalam kawasan TAHURA. Tumbuhan yang dibudidayakan di hutan adalah tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak, karena masyarakat membudidayakan di tempat araman mereka. hutan 22% budidaya 78% Gambar 12 Persen budidaya. 5.2.1 Tumbuhan pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pangan mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia. Tumbuhan pangan biasanya mengandung karbohidrat, protein, lemak dan zat-zat penting yang dibutuhkan oleh manusia. Tumbuhan pangan dapat berupa tumbuhan untuk pangan, bahan minuman hingga tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bumbu. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan antara lain umbi, buah, daun dan kayu. Menurut Anggana (2011) kebutuhan akan bahan pangan merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat tergantikan. Seperti halnya masyarakat sekitar pegunungan yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian dan tumpangsari, seperti buah, sayur dan umbi-umbian. Dengan iklim yang 35 mendukung banyak sayuran yang dibudidayakan oleh masyarakat, selain untuk memenuhi kebutuhan juga digunakan untuk komoditas perdagangan. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pada masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I terdiri dari 78 spesies dari 34 famili (Lampiran 4). Famili yang banyak dimanfaatkan adalah Fabaceae terdiri dari 9 spesies (Gambar 13). Spesies yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan dari famili Fabaceae adalah jenis kacang-kacangan seperti kapri, kacang hijau, kacang panjang, kacang tanah dan beberapa spesies lain. Menurut masyarakat spesies yang mereka manfaatkan dari famili Fabaceae juga dimanfaatkan sebagai penyubur tanah, spesies tersebut dapat menggemburkan tanah. Sehingga spesies tersebut sering ditanam oleh masyarakat sebagai tanaman Jumlah Spesies perantara musim tanaman. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 9 7 5 4 4 Famili Gambar 13 Lima famili yang banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan. Bagian tumbuhan yang banyak digunakan adalah buah (Gambar 14). Buah banyak dimanfaatkan karena mudah dimanfaatkan dalam jumlah banyak (satu tanaman dapat menghasilkan lebih dari satu buah). Tanaman buah juga mudah dibudidayakan di lahan milik masyarakat. Baik di pekarangan maupun ladang. Buah sebagai bagian yang dimanfaatkan juga dapat menjaga kelestarian spesies tumbuhan tersebut. Karena dengan pemanfaatan buah maka tidak harus mematikan spesies tumbuhan tersebut, lain halnya dengan pemanfaatan akar karena dengan pemanfaatan akar maka tumbuhan tersebut sudah tidak dapat melanjutkan hidupnya. 36 45 41 40 Jumlah spesies 35 30 25 20 14 15 11 10 5 4 1 1 1 1 air batang herba kulit kayu 6 0 bunga rimpang umbi daun buah Bagian yang digunakan Gambar 14 Bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk pangan. Gambar 15 Tumbuhan kol. Spesies tumbuhan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain ganyong, garut, gadung dan sukun karena spesies tersebut banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan pengganti nasi. Pada awalnya masyarakat memperoleh spesies-spesies tersebut dari hutan sekitar tempat tinggal mereka namun sekarang sudah banyak dibudidayakan di kebun dan di pekarangan. Menurut masyarakat alasan mereka melakukan budidaya tersebut adalah untuk memudahkan mereka dalam pemanfaatan spesies tersebut dan tidak harus mengambil dari hutan sehingga hutan akan tetap lestari. Spesies yang banyak dibudidayakan antara lain garut, gadung, ubi rambat, sukun, singkong. Spesies yang sudah menjadi komoditas utama dalam perdagangan di pasar adalah ubi rambat yang dikenal oleh masyarakat sebagai telo 37 wungu. Namun selain itu sukun dan singkong juga sudah mulai banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk spesies yang baru mulai dibudidayakan namun belum terlalu banyak dikenal di masyarakat di pasar adalah garut. Garut belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, karena terbatasnya sumberdaya dan belum banyaknya masyarakat yang mengetahui manfaat dari spesies tersebut. Menurut Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan garut selain berfungsi sebagai bahan pangan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obatobatan (mendinginkan perut, disentri, eksim, memperbanyak ASI, penyembuh borok dan mengobati sengatan lebah) dan bahan baku industri (bahan kosmetik, lem dan minuman beralkohol) Selain spesies yang dikembangkan sebagai tumbuhan pangan pengganti nasi, tumbuhan pangan yang banyak dibudidayakan adalah tumbuhan yang menjadi komoditas perdagangan dari daerah ini. Spesies yang menjadi komoditas perdagangan antara lain jenis sayuran (wortel, kol, kapri, daun bawang, cabai, kentang, dan beberpa spesies lainnya), buah-buaham (jeruk, alpukat, nangka, pisang, dan beberapa spesies lainnya), ubi jalar, singkong dan beberapa spesies rempah-rempah. Darwanto (2010) menyatakan bahwa kondisi saat ini menunjukan ketersediaan bahan pangan semakin tergantung pada impor sehingga menurunkan motivasi petani untuk meningkatkan produksi bahan pangan karena harga produk yang rendah. Namun kenyataan yang ada pada masyarakat justru berbeda, dengan banyaknya bahan pangan impor masyarakat justru kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian dibutuhkan adanya produsen lokal untuk bahan pangan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Kondisi masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo sebagai produsen bahan pangan terutama sayuran akan dapat membantu masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menjual produk hasil pertaniannya untuk masyarakat lokal. Penjualan hasil pertanian tersebut selain di pasar lokal (Pasar Kemuning) juga dapat mencapai Pasar di daerah Pacitan, Jawa Timur. Alur penjualannya adalah adanya tengkulak yang datang ke petani dan membeli hasil pertanian 38 masyarakat, kemudian tengkulak tersebut menjualnya ke pedagang di pasar. Dengan alur yang seperti itu masyarakat mengalami kerugian, karena biasanya tengkulak membeli dengan harga yang rendah dari petani, namun dapat menjualnya ke pedagang dengan harga yang tinggi. Tetapi masyarakat tidak dapat menjual hasil pertanian mereka secara langsung tanpa melalui tengkulak. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki akses langsung kepedagang yang ada di pasar. Sehingga masyarakat sangat mengharapkan adanya upaya dari Pemerintah Daerah setempat untuk dapat mengatur pola perdagangan sayuran di daerah tersebut terutama dalam pengendalian harga sayuran. Misalnya dengan membuat sentra agroindustri sebagai tempat masyarakat menjual hasil peertaniannya dibawah pengawasan pemerintah daerah setempat. Gambar 16 Suasana perdagangan sayuran di pasar lokal. 5.2.2 Tumbuhan obat Tumbuhan obat adalah segala spesies tumbuhan yang memiliki khasiat untuk mengobati penyakit. Tumbuhan obat juga diartikan segala jenis tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian khasiat obat adalah mengandung zat yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat 39 tertentu mengandung efek dari berbagai zat yang berfungsi mengobati. Tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat sebanyak 63 spesies dari 35 famili (Lampiran 3). Spesies yang banyak digunakan sebagai tumbuhan obat paling banyak dari famili Zingiberaceae (Gambar 16). Famili ini banyak digunakan sebagai tumbuhan obat karena selain berkhasiat sebagai tumbuhan obat, spesies tumbuhan dari famili ini juga banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan (biasanya sebagai bumbu). Spesies dari famili Zingiberaceae relatif mudah untuk tumbuh dan tidah membutuhkan perawatan khusus, sehingga banyak di budidayakan oleh masyarakat, selain itu spesies dari famili Zingiberaceae juga sebagai komoditas yang diperdagangkan. Spesies dari famili ini lebih banyak dibudidayakan di Famili pekarangan rumah warga. Zingiberaceae Solanaceae Myrtaceae Poaceae Lauraceae Lamiaceae Cucurbitaceae Asteraceae Apiaceae Rubiaceae 7 4 4 3 3 3 3 3 3 2 0 2 4 6 8 Jumlah spesies Gambar 17 Keanekaragaman tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Setiap tumbuhan memiliki khasiat yang berbeda-beda. Namun beberapa jenis dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang sama atau beberapa penyakit yang berbeda dapat di obati dengan jenis yang sama. Selain beda khasiatnya, cara menggunakan dan bagian yang digunakan juga dapat berbeda. Hal ini dikarenakan setiap bagian tumbuhan memiliki kandungan yang berbeda. Bagian tumbuhan yang umum digunakan untuk obat antara lain daun, akar, batang, kulit kayu, bahkan semua bagian tumbuhan. 40 Hasil wawancara menunjukan bahwa bagian yang paling banyak digunakan untuk tumbuhan obat adalah daun (Gambar 17). Dengan dimanfaatkannya daun maka tidak akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Menurut Fakhrozi (2009) daun memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu tanaman meskipun daun merupakan tempat fotosintesis. Dengan pemanfaatan pada daun maka tidak perlu mematikan spesies tersebut, sehingga tidak akan terlalu banyak berpengaruh pada kelangsungan hidup individu yang dimanfaatkan. Meskipun demikian pemanfaatannya juga harus diperhatikan, karena pemanfaatan yang berlebih juga akan mengganggu proses kehidupan individu tersebut. 28 30 Jumlah spesies 25 21 20 15 10 5 1 1 1 2 2 4 5 7 0 Bagian yang digunakan Gambar 18 Bagian yang digunakan untuk tumbuhan obat. Damayanti (2003) mengategorikan spesies tumbuhan obat penting menjadi tiga yaitu (1) spesies yag paling banyak diketahui oleh masyarakat, (2) spesies yang paling banyak untuk mengobati satu jenis penyakit, dan (3) jenis yang paling bermanfaat untuk pengobatan. Jika dilihat pada kondisi masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo berdasarkan pada keterangan responden tidak banyak jenis penyakit yang sering diderita oleh masyarakat. Jenis penyakit yang sering diderita adalah penyakit ringan yang mudah untuk disembuhkan. Penyakit yang paling sering diderita adalah tekanan darah tinggi, masuk angin, diare, demam, pegal-linu dan beberapa jenis lainnya. Sehingga spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan adalah spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk 41 menyembuhkan penyakit yang mereka derita atau hanya sekedar pengetahuan mengenai spesies tumbuhan yang dapat digunakan (Lampiran 3). Jenis penyakit yang dapat digolongkan penyakit yang berat yang didertia masyrakat adalah diabetes. Namun dari hasil wawancara ternyata ada satu warga masyarakat yang meninggal akibat kanker payudara. Penyakit kanker itu merupakan satu-satunya kejadian dalam masyarakat tersebut yang sampai menyebabkan kematian. Karena menurut masyarakat rata-rata warga yang Jenis penyakit meninggal diakibatkan oleh faktor usia, bukan dari faktor penyakit. menurunkan tekanan darah ringgi diabetes pegal-linu melancarkan pencernakan melancarkan asi masuk angin diare demam campuran obat sariawan 8 4 3 3 3 3 3 3 3 2 0 5 10 Jumlah spesies Gambar 19 Jenis penyakit yang paling banyak disembuhkan. Spesies tumbuhan obat penting berdasar pada kondisi masyarakat adalah spesies yang banyak dimanfaatkan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Masyarakat banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi, misalnya spesies seperti alpukat, labu siam, belimbing, mengkudu, salam dan mentimun untuk mengobati tekanan darah tinggi. Kristianti (2012) menyatakan bahwa tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis. Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh gaya hidup, stress, alkohol atau kelebihan konsumsi garam dalam makanan. Mentimun (Cucumis sativus) salah satu spesies yang digunakan sebagai obat hipertensi karena dalam biji buahnya mengandung zat asetilkolin, karotin dan minyak lemak. Labu (Sechium edule) yang biasa mereka sebut dengan jipan juga sering dimanfaatkan untuk mengobati tekanan darah tinggi. 42 Masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari paling banyak memanfaatkan labu siam atau yang lebih mereka kenal dengan jipan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Labu yang diambil adalah yang berwarna hijau tua, kemudian kupas kulitnya, cuci dengan air matang kemudian diparut dan diperas. Air hasil perasan tersebut dapat langsung diminum. Biasanya untuk mengobati tekanan darah tinggi masyarakat mengkonsumsi dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan malam hari. Namun jika kondisi sudah mulai membaik atau gejala yang mereka rasakan untuk darah tinggi sudah berkurang, masyarakat juga akan mengurangi dosis yang mereka minum. a b b Gambar 20 Spesies tumbuhan obat a) Janggelan, b) Labu. Pada saat ini pemanfaatan tumbuhan untuk obat sudah mulai menurun. Hal ini dikarenakan semakin terbatasnya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan mulai adanya perkembangan jaman. Responden juga mengakui bahwa saat ini mereka lebih banyak menggunakan obat kimia daripada obat herbal. Hal ini dikarenakan penggunaan obat kimia lebih praktis daripada penggunaan obat herbal. Selain itu takaran dan dosisnya pun lebih jelas. Hasil wawancara dengan responden sebenarnya responden masih memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat, namun beberapa spesies yang dulu digunakan oleh masyarakat sudah sulit untuk ditemukan di hutan misalnya akar parem yang dulu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati keseleo, memar, retak dan pegal-linu. Namun jenis tersebut sekarang sudah tidak dapat ditemukan lagi. Menurut keterangan masyarakat spesies tersebut dulunya hanya terdapat di hutan kawasan TAHURA, spesies tersebut sulit untuk dibudidayakan oleh masyarakat. Sebenarnya responden lebih percaya dengan obat dari tumbuhan karena sudah turun-temurun, karena beberapa alasan masyarakat lebih cenderung 43 menggunakan obat kimia. Alasan utama masyarakat sudah mulai berkurang dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat selain sulitnya memperoleh spesies yang akan digunakan, proses yang perlu dilakukan sebelum dapat menggunakan tumbuhan sebagai obat yang menurut mereka kurang praktis juga menjadi alasan. Harapan masyarakat adalah adanya obat herbal yang praktis dan siap konsumsi. Masyarakat juga mengharapkan adanya klinik pengobatan herbal seperti yang ada di daerah Tawangmangu. Klinik obat herbal yang mereka harapkan adalah klinik yang ada di bawah Dinas Kesehatan, bukan klinik herbal milik swasta. Selain itu dapat diupayakan pula TOGA (Tanaman Obat Keluarga), mengingat masih banyaknya lahan yang dapat digunakan di sekitar tempat tinggal yaitu pekarangan yang cukup luas dapat dikembangkan TOGA. Namun untuk mewujudkan hal tersebut harus dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai pentingnya menyediakan tumbuhan obat di sekitar tempat tinggal mereka. Menurut Ikhsan (2010) ternyata, banyak tumbuhan obat yang dapat ditanam di tanah sempit dan tidak perlu perawatan yang njlimet, bahkan banyak yang tidak perlu dirawat (dibiarkan saja tumbuh alami). Untuk menanam tanaman obat di lingkungan rumah hanya memerlukan sedikit pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan keterampilan untuk menanam. Untuk mewujudkan TOGA atau apotik hidup di pekarangan tidak membutuhkan modal yang besar dan tidak menyita banyak waktu, karena spesies tumbuhan tersebut dapat ditanam satu persatu sesuai dengan kebutuhan dan tidak perlu menanam semua spesies tumbuhan tetapi cukup menanam spesies yang akan dibutuhkan oleh keluarga saja. Menurut Septiatin (2009) bahan baku untuk obat tradisional terdiri dari tumbuhan rempah-rempah, tanaman hias dan tumbuhan liar. Spesies tumbuhan rempah-rempah akrab oleh ibu-ibu rumah tangga karena selain bermanfaat untuk bumbu masakan sebagian besar memiliki khasiat untuk obat, misalnya jahe, kunyit, kencur, temulawak dan lain sebagainya. Manfaat lain yang diharapkan dengan adanya TOGA yang dikembangkan oleh masyarakat adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai pemasok bahan baku utama untuk jamu, mengingat Kabupaten Karanganyar memiliki pabrik jamu yang cukup besar dan banyak usaha kecil pembuatan jamu 44 gendong. Selain itu diharapkan dapat sebagai daerah percontohan dalam pengambangan kemandirian masyarakat terhadap kesehatan masyarakat itu sendiri. Tumbuhan obat yang terdapat di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo banyak yang diminati oleh produsen jamu. Spesies yang diminati anta lain adalah kina (Cinchona pubescens) dan beberapa spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai campuran obat seperti kingkong (Eupatorium triplinerve). Pemanfaatan kulit pohon kina yang banyak dimanfaatkan untuk bahan baku obat malaria masih diambil dari hutan di kawasan TAHURA. Belum ada masyarakat yang membudidayakan spesies tersebut di pekarangan maupun kebun. Menurut pengelola TAHURA aktifitas masyarakat yang mengambil kulit kina di dalam kawasan tersebut sebenarnya mengancam keestarian spesies-spesies kina tersebut, namun disisi lain masyarakat ikut serta dalam pengawasan terhadap kelestarian spesies yang ada di dalam kawasan tersebut. Selain kina, kingkong juga banyak dimanfaatkan untuk campuran jamu karena kingkong dapat digunakan untuk mengurangi rasa pahit dari bahan baku utama pembuatan jamu. a b Gambar 21 a) Kondisi pohon kina yang sudah dikuliti, b) Kingkong. Spesies tumbuhan obat yang banyak diperjual-belikan oleh masyarakat dan sudah banyak dibudidayakan adalah spesies dari famili Zingiberceae. Spesies tersebut antara lain lengkuas, jahe, kunyit, temu kunci, temulawak, temu ireng dan beberapa spesies lainnya. Untuk spesies dari Zingiberaceae langsung dijual ke pasar lokal yang ada di daerah tersebut, hal ini berbeda dengan spesies kina dan kingkong yang langsung dijual pada tengkulak yang kemudian dijual ke pabrik maupun produsen jamu. 45 Gambar 22 Spesies tumbuhan yang diperjual-belikan sebagai tumbuhan obat. 5.2.3 Tumbuhan penghasil pakan ternak Selain bertani masyarakat juga banyak yang mengembangkan ternak. Namun ternak yang dikembangkan bukan untuk diperjual-belikan namun untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hampir seluruh masyarakat memiliki hewan ternak, sehingga kebutuhan akan pakan ternak juga menjadi kebutuhan penting masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo. Kebutuhan pakan tersebut dipenuhi dengan rumput yang mereka tanam di tempat araman di hutan dalam kawasan TAHURA. Ada 8 spesies dari 4 famili tumbuhan yang banyak ditanam oleh masyarakat di tempat araman (lahan di dalam hutan kawasan TAHURA yang digunakan untuk budidaya pakan ternak) mereka. Antara lain rumput A (Panicum sp.), rumput B (Strobilanthes sp), rumput C (Oplismenus compositus), rumput D (Isachne sp.), tumbuhan bawah H (Rubia cordifolia), kalanjana (Pennisetum purpureum) dan singkong (Manihot Utilissima). Selain jenis tumbuhan yang mereka tanam di tempat araman, masyarakat juga memanfaatkan daun-daun dari sayuran yang tidak dimanfaatkan oleh manusia. Misalnya daun labu siam, daun jagung, daun ubi dan jenis-jenis daun lainnya. Gambar 23 Rumput pakan ternak. 46 5.2.4 Tumbuhan hias Tumbuhan hias adalah tumbuhan yang memiliki nilai estetika. Selain itu tumbuhan tersebut dapat berupa tumbuhan yang ada di sekitar masyarakat yang dapat memberikan hiburan atau rasa senang bagi setiap orang yang menikmatinya. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias adalah hasil budidaya. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias terdiri dari 14 spesies dari 12 famili. Tumbuhan yang paling banyak ditemui di rumah masyarakat adalah jemani (Anthurium jemani), lidah buaya (Aloe vera), hokeri (Anthurium hokeri) dan lidah mertua ( Sansevieria trifasciata). Gambar 24 Anthurium jemani. Menurut sejarahnya sekitar tahun 2007 anturium terutama spesies jemani adalah tumbuhan yang banyak dibudidayakan masyarakat karena pada saat itu jemani memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Sehingga banyak masyarakat yang membudidayakan jemani untuk sumber pendapatan. Namun pada saat ini harga jemani sudah sangat rendah sehingga masyarakat lebih memilih untuk memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai tumbuhan hias. Hilangnya harga anturium tersebut bermula dari kejadian bencana alam berupa tanah longsor yang terjadi di Tawangmangu. Menurut keterangan masyarakat kejadian tersebut diakibatkan karena hutan yang ada disekitar lokasi bencana tersebut sudah mulai rusak dengan aktivitas manusia yang memanfaatkan pakis secara besar-besaran dari dalam hutan. Menurut hasil wawancara hingga sekarang masyarakat masih membudidayakan beberapa spesies tumbuhan tersebut (Gambar 25) dan berharap suatu saat akan memiliki nilai jual kembali. Namun selain dari spesies anturium 47 masyarakat juga banyak membudidayakan spesies tanaman hias yang mereka jual di daerah wisata sekitar mereka hingga ke Tawangmangu. :tempat budidaya tanaman hias Gambar 25 Budidaya tanaman hias. 5.2.5 Tumbuhan untuk keperluan ritual adat dan keagamaan Hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo hanya mendapatkan 8 spesies yang sering dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual dan keagamaan. Tumbuhan tersebut biasanya dimanfaatkan untuk pelengkap sesajen atau untuk bunga sekaran (di tabur di makam dan tempat keramat). Spesies tumbuhan tersebut antara lain bunga yang sering disebut dengan bunga setaman yang terdiri dari bunga kantil (Michelia alba), mawar (Rosa sp.) dan melati (Jasminum sambac). Selain itu juga sering dimanfaatkan kemenyan (Styrax officinalis) sebagai pelengkap untuk sesajen atau nyekar. Selain untuk kebutuhan nyekar dan sesajen masyarakat juga percaya jika di rumah mereka di tanam bambu kuning (Bambusa vulgaris) maka mereka akan terlindungi dari makhluk halus. Spesies tumbuhan lain yang juga sering dimanfaatkan untuk ritual dan keagamaan adalah beras ketan (Oryza Sativa glotinosa) dan awar-awar (Ficus septica). Gambar 26 Awar-awar. 48 5.2.6 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan Beberapa masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo sering membuat kerajinan untuk dimanfaatkan sendiri bahkan untuk dijual. Bentuk kerajinan yang dibuat oleh beberapa masyarakat adalah anyaman tikar dari bahan mendong (Fimbristylis globulods). Dahulu masyarakat banyak membuat tikar untuk dijual, namun karena keterbatasan bahan baku untuk membuat tikar tersebut saat ini masyarakat sudah tidak dapat membuat tikar dari mendong. Sulitnya memperoleh bahan baku untuk membuat kerajinan memang menjadi alasan utama, namun kurangnya promosi dan sulitnya pemasaran juga menjadi faktor mulai hilangnya kearifan masyarakat dalam membuat tikar dari mendong. Bagi masyarakat jika ada alur pemasaran yang jelas sebenarnya masih banyak usaha yang bisa diupayakan untuk memperoleh bahan baku tersebut. Tikar dari mendong sekarang sudah tidak banyak diminati lagi, karena banyaknya tikar dari bahan lain yang lebih banyak diminati di pasaran. Harapan masyarakat adalah dapat mengembangkan usaha dalam membuat tikar seiring dengan pengembangan kawasan TAHURA sebagai lokasi wisata. Masyarakat berharap beberapa kerajinan dari masyarakat dapat digunakan sebagai sarana dalam objek wisata tersebut. a b Gambar 27 Anyaman a) Mendong (bahan anyaman), b) Tikar dari mendong. Spesies bambu khususnya bambu petung (Dendrocalamus asper) dimanfaatkan masyarakat untuk membuat kerajinan berupa keranjang, tumbu, kukusan dan gedhek (dinding rumah dari anyaman bambu). Tidak semua spesies bambu dapat digunakan untuk membuat anyaman. Bambu yang digunakan biasanya siperoleh dengan membeli dari pedagang dari Karangpandan. Namun 49 selain itu di hutan kawasan TAHURA juga masih ada bambu yang digunakan untuk kerajinan. a b Gambar 28 Kerajinan a) Bambu (bahan kerajinan), b) Keranjang dari bambu. Kayu keras juga dapat digunakan untuk bahan kerajinan, misalnya akar atau batangnya. Di Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo ada beberapa masyarakat yang memanfaatkan akar dan batang pohon sebagai meja atau kursi yang unik. Namun hasil tersebut jarang diperjual balikan. Jenis pohon yang sering digunakan adalah pinus (Pinus merkusii). Gambar 29 Hasil kerajinan dari pohon pinus. Beberapa spesies tumbuhan juga dimanfaatkan untuk tali, misalnya rilarat (Rubus chrysophyllus) dan banyon (Tetrastigma papilosum). Namun spesies tumbuhan tersebut hanya terbatas untuk tali yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengikat kayu bakar yang mereka ambil di dalam hutan atau untuk mengikat rumput. Masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I kurang banyak mengetahui kegunaan tumbuhan sebagai bahan penghasil tali, anyaman dan kerajinan karena menurut mereka tali yang banyak dijual dengan bahan plastik lebih kuat dan praktis. Menurut Anggana (2011) kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pemanfataan tumbuhan sebagai penghasil tali, anyaman dan kerajinan dikarenakan proses regenerasi dari generasi tua ke generasi muda tidak 50 berjalan dengan baik sehingga pada saa ini hanya beberapa orang saja yang masih menggunakan tumbuhan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan. 5.2.7 Tumbuhan penghasil kayu bakar Masyarakat Dukuh Sukuh masih banyak yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Meskipun subsidi kompor gas sudah masuk di tempat ini namun masyarakat masih banyak yang memanfaatkan kayu bakar. Oleh sebab itu kayu bakar mejadi salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat. Kayu bakar sebagian besar diperoleh dari hutan. Kayu bakar yang mereka ambil dari hutan biasanya hanya berupa rencek (ranting pohon yang sudah jatuh ke tanah) (Gambar 30). Selain itu hika ada pohon yang tumbang terkadang masyarakat juga mengambilnya untuk kayu bakar. Keterbatasan masyarakat dalam mengambil kayu bakar dipengaruhi oleh status kawasan yang menjadi TAHURA. Spesies yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat terdiri dari 16 spesies dari 14 famili. Contoh spesies yang digunakan oleh masyarakat sebagai kayu bakar antara lain codo (Elaeagnus loureirii), cuwut (Cyrtandra sp.), lempeni (Ficus ribes), suren (Toona sureni), riralat (Rubus chrysophyllus) dan beberapa spesies lainnya (Lampiran 5). Famili yang banyak dimanfaatkan untuk kayu bakar adalah Myrtaceae. Selain dari spesies yang diperoleh dari hutan beberapa spesies juga berasal dari hasil budidaya di ladang maupun pekarangan masyarakat. Kayu bakar yang diambil oleh masyarakat selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi juga dijual keluar desa misalnya dijual ke daerah Karangpandan dan sekitarnya. a b Gambar 30 a)buah pinus, b) kayu yang digunakan untuk kayu bakar. 51 5.2.8 Tumbuhan penghasil bahan bangunan Bentuk rumah masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo sudah berupa bangunan permanen dari tembok bahkan beton. Meskipun demikian masyarakat juga masih memanfaatkan kayu sebagai bahan bangunan (Gambar 31). Kayu-kayu tersebut digunakan untuk membuat reng (rangka), tiang maupun hanya sekedar kusen pintu dan jendela. Hasil wawancara menunjukan ada 10 spesies yang sering digunakan masyarakat sebagai bahan bangunan. Misalnya jati (Tectona grandis), pinus (Pinus merkusii), suren (Toona sureni) dan beberapa jenis lainnya (Lampiran 11). Masyarakat menyatakan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan kondisi mereka dahulu. Dahulu masyarakat memanfaatkan kayu dari dalam hutan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bangunan. Namun saat ini masyakarakat sudah menggunakan kayu dari hasil budidaya mereka atau dari membeli. Karena menurut mereka jika mereka masih tergantung pada hutan maka akan berdampak pada lingkungan mereka, misalnya pada ketersediaan air dan bencana alam. Spesies yang banyak dibudidayakan pleh masyarakat adalah pinus, jati, suren dan kayu dari pohon-pohon buah. Gambar 31 Kayu sebagai bahan bangunan. 5.2.9 Tumbuhan penghasil warna Tumbuhan juga dapat dimanfatkan sebagai penghasil warna. Dari hasil wawancara yang diperoleh hanya diperoleh 2 spesies tumbuhan dari 2 famili yang berbeda. Tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna adalah jati (Tectona grandis) dan kunyit (Curuma domestica). Bagian pohon jati yang dimanfaatkan sebagai pewarna adalah daun. Daun jati dapat menghasilkan warna merah kecoklatan, daun jati biasanya digunakan 52 dalam pewarna pada sayur atau masakan. Menurut Heyne (1987) kulit akar dan daun-daun muda pada pohon jati dapat digunakan untuk mewarnai bahan anyaman. Sedangkan kunyit yang digunakan adalah bagian rimpang. Rimpang kunyit menghasilkan warna kuning. Kunyit juga hanya digunakan sebagai pewarna makanan. Selain digunakan sebagai bahan pewarna pada makanan menurut Heyne (1987) rimpang kunyit juga dapat digunakan sebagai bahan pewarna pada anyaman, terkadang juga digunakan untuk bahan-bahan tenunan. 5.2.10 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Pada masyarakat yang mayoritas sebagai petani biasanya sangat mengenal pestisida. Pestisida juga dapat berasal dari tumbuhan yang biasanya disebut dengan pestisida nabati. Menurut masyarakat jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati antara lain daun mimba (Azadirachta indica), jarak (Ricinus communis), cengkeh (Syzygium aromaticum), dan tembakau (Nicotina tabacum). Meskipun masyarakat mengetahui jenis tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati, masyarakat tidak dapat menjelaskan bagian yang digunakan, jenis hama yang menjadi sasaran dan proses pembuatannya. Hal ini dikarenakan pada saat ini masyarakat sudah bergeser dalam penggunaan pestisida dari pestisida nabati ke kimiawi. Menurut masyarakat alasan utama mereka menggunakan pestisida kimiawi adalah arena sulitnya ditemukan tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Sehingga atas dasar kepraktisan mereka lebih memilih menggunakan pestisida kimiawi. Menurut Rachmat dan Wahyono (2007) dari pohon mimba (Azadirachta indica) yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati adalah bagian biji dan daun. Biji mimba mengandung 25 senyawa limonoid dan daunnya mengandung 57 senyawa limonoid dengan zat bioaktif utama azadiractin (C35H44O16). Zat bioaktif ini bekerja sebagai zat penlak, pencegah nafsu makan, penghambat tumbuh, larvasida, bakterisida (untuk mencegah aflatoksin), mitisida (obat kudisa), virisida (mengendalikan virus mosaic pada tembakau), rodentisida, ovisida, spermatisida, fungisida, nematisida dan moluskisida. Bahan aktif ini dapat ditemukan diseluruh bagian tumbuhan mumba, namun demikian kandungan bahan aktif paling tinggi pada biji. Keunggulan dari azadiractin adalah 53 fitotiksisitasnya kecil bahkan tidak ada pada dosis efektif, tidak toksik untuk manusia dan vertebrata lainnya dan daya kerja utama adalah menghambat nafsu makan pada serangga hama. Cengkeh (Syzygium aromaticum), bagian yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati adalah daun dan biji (bunnga) yang mengandung minyak atsiri metal eugenol (Rachmat & Wahyono 2007). Pada tembakau (Nicotina tabacum) bagian yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati adalah daun dan batang. Namun bagian yang umum digunakan adalah daunnya. Tembakau mengandung bahan aktif alkaloid seperti anabarine, anatobine, myosinine, nicotinoid, nicotelline, nicotine, nicotyrine, norotine dan piperidine. Kandungan nicotine paling tinggi terdapat pada rsnting dan tulang daun (Rachmad & Wahyono 2007). Semua bagian tumbuhan jarak (Ricinus communis) beracun untuk nematode, cendawan dan serangga karena kandungan bioaktif ricin sebesar 8090% dan sisanya adalah minyak castor. Ekstrak daun jarak 50-100 gr dalam 1 liter air ditambah sabun cair diendapkan 1 malam, kemudian diperas dan disaring lalu disiramkan pada tanaman dapat mengendalikan cendawan, nematode, hama yang ada di dalam tanah (Rachmat & Wahyono 2007). Spesies yang dulunya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pestisida nabati berasal dari hutan disekitar tempat tinggal masyarakat tersebut. Hingga saat ini tidak banyak ditemukan spesies tersebut di lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat sebagai bentuk budidaya. Karena masyarakat sudah tidak banyak memanfaatkannya sehingga masyarakat merasa kurang perlu membudidayakannya. Biasanya masyarakat akan membudidayakan spesies yang dpaat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Alasan utama masyarakat tidak memanfaatkan pestisida nabati adalah karena lebih praktis menggunakan obat kimia. Sehingga perlu adanya sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat mengemas pengetahuan masyarakat mengenai spesies yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dalam bentuk produk yang siap digunakan namun tetap dengan konsep alami (hanya sedikit menggunakan unsure kimia). Menurut Wisjnuprapto (2010) ketersediaan teknologi pendukung kualitas sumberdaya manusia setempat perlu diperhatikan 54 dalam menentukan teknologi yang akan diaplikasikan guna menjamin keberlangsungan pembangunan tersebut. Dengan demikian diharapkan pengetahuan masyarakat tersebut akan tetap hidup dan masyarakat dapat tetap menggunakan pestisida nabati dengan cara yang lebih praktis. 5.3 Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat 5.3.1 Sistem araman Araman adalah sistem pembagian areal ladang rumput. Luas areal ladang rumput yang di kelola setiap keluarga berbeda-beda. Sistem pembagian lahan araman ini dilakukan ketika hutan yang kini menjadi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I ini masih berstatus sebagia hutan milik Perhutani. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I ditetapkan pada tahun 1999, sebelum ditetapkan sebagai TAHURA kawassan hutan tersebut berstatus sebagai hutan yang dikelola Perhutani. Selama hutan tersebut dikelola oleh Perhutani masyarakat memiliki hak untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam hutan. Masyarakat memanfaatkan hutan tersebut untuk mengambil kayu bakar, mengambil kulit kina, dan yang utama adalah mengambil rumput (dengan sistem araman). Araman yang diterapkan antara masyarakat dan Perhutani memiliki kesepakatan luas yang boleh dikelola oleh masyarakat. Pembagian areal tersebut berdasarkan pada kemauan masyarakat yang ditunjukan dengan seberapa luas keluarga tersebut mampu membersihkan areal hutan yang dipenuhi dengan semak belukar. Semakin giat mereka bekerja maka areal yang mampu mereka bersihkan juga semakin luas. Luas tersebut adalah luas areal yang mereka miliki untuk menanam rumput yang akan digunakan untuk memberi pakan pada satwa. Dalam membersihkan lahan tersebut masyarakat dilarang merusak pohon yang ada dalam hutan dan hanya boleh membersihkan semak yang ada di bawahnya. Dalam pengelolaan lahan “araman” tersebut masyarakat akan membatasi setiap area yang mereka miliki dan tidak akan terjadi perebutan area untuk araman. Masyarakat memiliki kepercayaan bahwa apa yang mereka peroleh saat ini adalah hasil dari apa yang mereka lakukan di masa lalu. Jadi mereka akan tetap menerima ketika mereka hanya memiliki area yang lebih sempit dari pada yang 55 lain, dan jika tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak maka mereka akan membeli rumput pada orang lain. Pengelolaan areal araman yang dilakukan oleh masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo adalah dengan membersihkan areal yang akan ditanami dengan membakarnya agar merangsang pertumbuhan rumput yang ada. Namun sistem bakar yang diterapkan adalah dengan terlebih dahulu membuat sekat bakar, sehingga tidak akan mengakibatkan kebakaran lahan yang merusak hutan. Setelah dibakar dan di bersihkan maka area tersebut ditanami dengan bibit rumput sesuai yang mereka kehendaki. Jenis rumput yang mereka tanam biasanya berdasarkan pada jenis ternak yang mereka miliki sehingga menyesuaikan palatabilitas (tingkat kesukaan satwa pada jenis pakan tertentu). Masyarakat membutuhkan tumbuhan untuk pakan ternak setiap hari dalam kondisi segar. Sehingga masyarakat yang memiliki ternak pasti akan mengambil pakan ternak setiap hari ke hutan (area araman mereka masing-masing). Untuk memenuhi pakan ternak tersebut masyarakat biasanya membagi areal araman mereka menjadi beberapa bagian. Setiap bagian memiliki masa tanam yang berbeda, sehingga jika hari pertama mengambil di satu bagian areal maka areal tersebut akan siap ditanami kembali. Untuk keesokan harinya akan mengambil pakan dari bagian areal araman yang lain. Pembagian areal tersebut dapat hanya berupa larikan maupun berupa areal yang terpisah. Alur pembuatan araman diawali dengan pembersihan areal yang rumputnya sudah dipanen di hari sebelumnya, setelah areal dibersihkan dibuatlah sekat bakar di sekeliling areal tersebut, seringkali masyarakat membakar areal tersebut untuk memicu tumbuhnya tunas baru. Setelah itu maka areal tersebut ditanami dengan bibit rumput sesuai dengan yang dibutuhkan. Sambil menunggu tumbuhnya rumput yang baru di tanam biasanya masyarakat memanen rumput di areal lain. Setelah rumput dirasa bisa dipanen maka rumput tersebut dipanen dan diambil sesuai dengan kebutuhan. Rumput diambil dan ditumpuk di suatu lokasi setelah jumlah rumput yang dipanen dirasa cukup maka rumput-rumput tersebut dipikul menuju rumah. Ketika tiba dirumah sebagian rumput langsung diberikan pada hewan peliharaan dan sebagian lagi disimpan untuk jatah pakan selanjutnya (di hari yang sama) (Gambar 32). 56 Petak araman Lahan yang sudah dibersihkan Rumput mulai tumbuh Lahan yang ditanami rumput Proses penanaman rumput Rumput yang sudah dipanen Rumput siap dikonsumsi ternak Proses pengangkutan rumput Gambar 32 Alur pembuatan araman – penyimpanan rumput. 5.4.2 Sistem pengambilan kayu bakar Hutan memiliki peran penting bagi masyarakat sekitarnya, tak terkecuali dengan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso ini. Manfaat yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan akan kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar. Kayu yang di ambil oleh masyarakat hanya berupa ranting atau dahan pohon yang sudah jatuh ke tanah. Masyarakat tidak akan mengambil dahan atau ranting yang masih ada di batang 57 pohon yang masih hidup atau dengan sengaja mengambil bagian kayu pada pohon yang masih hidup. Masyarakat hanya akan mengumpulkan bagian kayu yang sudah ada di tanah baik karena patah, terkena angin ataupun sebab lain tetapi bukan sebab yang disengaja oleh manusia. Bagian kayu yang di manfaatkan untuk kayu bakar biasanya disebut dengan “rencek”. Kayu bakar yang diperoleh kemudian di simpan di samping rumah mereka, hal ini bertujuan agar kayu bakar tersebut kering dan dapat digunakan untuk bahan bakar (Gambar 33). Alasan utama masyarakat mengambil rencek adalah mereka tidak menginginkan rusaknya hutan, karena menurut mereka rusaknya hutan yang ada di sekitar mereka dan sekaligus di lereng Gunung Lawu akan mengancam kehidupan mereka (bencana). Gambar 33 Pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat. 5.4.3 Pola pekarangan Menurut Wijoyo (2012) penanaman sayuran di pekarangan akan menciptakan tanaman sayur yang multifungsi. Di satu sisi tampilannya akan cukup memberikan nilai estetis dan ketika dipanen akan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan pribadi (keluarga) bahkan dapat sebagai komoditas untuk dijual. Sebagian besar masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo memanfaatkan lahannya untuk rumah, kandang ternak dan sisa lahannya dimanfaatkan untuk ditanami berbagai spesies tumbuhan bermanfaat. Perbandingan luas lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat berbeda-beda sesuai dengan kepemilikan lahannya (Gambar 34), ada masyarakat yang memanfaatkan lahannya sebagian besar untuk ditanami sayuran, tanaman keras, tumbuhan 58 berguna lainnya atau bahkan ada masayarat yang memanfaatkan semua lahannya untuk rumah. Gambar 34 Sketsa pemanfaatan lahan oleh masyarakat. Gambar 35 Bentuk pemanfaatan lahan sebagai pekarangan. Masyarakat sekitar TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagian besar adalah petani. Selain mereka menggarap sawah atau kebun mereka juga memanfaatkan sisa lahan yang ada si sekitar rumah mereka sebagai lahan yang menguntungkan. Hampir di setiap rumah memiliki pekarangan, baik di depan, belakang, samping, maupun sekeliling rumah mereka. Pekarangan tersebut biasanya ditanami dengan tumbuhan buah, sayur, obat, hias bahkan pohon yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Biasanya mereka menanam jenis tanaman yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam di pekarangan adalah sayur, buah dan obat (Gambar 36). Misalnya wortel, kol, labu, lombok, tomat dan jenis-jenis yang digunakan untuk konsumsi pribadi. 59 Gambar 36 Pemanfaatan pekarangan oleh masyarakat. Tabel 5 Daftar spesies yang dibudidayakan di pekarangan Nama Lokal Andong bayem abang bayem duri Bayem Bakung adas pulowaras Gaganan Hokeri Jemani Asparagus Kadaka daun dewa Benahong selada air Jipan Pare lidah mertua Akasia Buncis Janggelan Garut Parijoto Butrowali Salam Melati Blimbing blimbing wuluh Suruh Mawar Tomat Anggur Jahe Kapulaga Kunci Kunir kunir putih Temulawak kencur temu ireng Nama Ilmiah Cordyline fruticosa Celosia argentina Amaranthus spinosus Amaranthus tricolor Crinum asiaticum Foenilum vulgare Centella asiatica Anthurium hokeri Anthurium jemani Asparague officinalis Aspelium nidus Gynura procumbens Anredera cordifolia Nasturtium sp. Sechium edule Momordica charantia Sansevieria trifasciata Acacia mangium Phaseolus vulgaris Mesona palustris Maranta arundinaceae Medinella speciosa Tinospora crispa Syzygium polyanthum Jasminum sambac Averhoa carambola Averrhoa blimbi Piper betle Rosa sp. Solanum lycopersicum Vitis vinifera Zingiber officinale Amomum cardamomun Castrochilus panduratum Curcuma domestica Kaemferia rotunda Curcuma xanthorrhiza Kaemferia galanga Curcuma aeruginosa Famili Agavaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Amaryllidaceae Apiaceae Apiaceae Araceae Araceae Asparagaceae Aspleniaceae Asteraceae Basellaceae Brassicaceae Cucurbitaceae Cucurbitaceae Dracaenaceae Fabaceae Fabaceae Lamiaceae Marantaceae Melastomataceae Menispermaceae Myrtaceae Oleaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Piperaceae Rosaceae Solanaceae Vitaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Manfaat hias obat,pangan obat,pangan obat,pangan pangan obat,pangan obat hias hias pangan hias obat obat pangan obat,pangan obat,pangan hias hias pangan obat,pangan obat,pangan obat obat obat,pangan hias,ritual obat,pangan pangan obat hias,ritual obat,pangan pangan obat,pangan obat,pangan obat,pangan obat,pangan,pewarna obat,pangan obat,pangan obat,pangan obat,pangan 60 Sebagian besar masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat, yaitu sebanyak 46% (Gambar 37). Pemanfaatan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam memenugi kebutuhan pangan, meskipun bukan bahan pangan pokok (beras). Namun perlu diadakan pembinaan terhadap masyarakat mengenai pemanfaatan pekarangan yang efektif, sehingga kemandirian masyarakat tersebut dapat benar-benar terwujud dan masyarakat tidak perlu banyak menggantungkan hidupnya dengan pemenuhan kebutuhan dari luar, khususnya pemenuhan kebutuhan pangan dan obat. 5% 15% obat,pangan 46% 15% obat,pangan,pewarna pangan hias hias,ritual 16% obat 3% Gambar 37 Persentase pemanfaatan tumbuhan yang ada di pekarangan. Pemanfaatan pekarangan ini akan lebih efektif jika dikelola untuk POGA (Pangan dan Obat Keluarga) sehingga akan mewujudkan kemandirian dari setiap keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pengembangan POGA diharapkan masyarakat akan lebih mudah dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan obat dengan semua sumberdaya yang mereka miliki di sekitar lingkungannya. Dalam upaya pewujudan POGA membutuhkan pembinaan terhadap masyarakat agar mereka memahami tujuan utama POGA dan manfaat yang akan mereka peroleh dengan pemanfaatan pekarangan yang mereka miliki. Hal ini ditujukan sebagai upaya pembentukan masyarakat yang mandiri terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan obat, meskipun tidak semua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi namun diharapkan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan 61 masyarakat. Sehingga dengan kemandirian tersebut dapat membentuk masyarakat yang kuat dan tidak akan menggantungkan kebutuhannya dengan alat pemenuh kebutuhan dari luar seperti makanan instan dari bahan kimia. Dengan demikian akan dapat menjamin kesehatan masyarakat. Sistem budidaya yang diterapkan oleh masyarakat tersebut adalah sebagai salah satu upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut masyarakat mereka memanfaatkan lahan pekarangan disekitar rumah mereka selain utnuk memenuhi kebutuhan keluarganya juga untuk menyuburkan tanah sekitar mereka, karena jika tanah tersebut tidak dimanfaatkan lama-kelamaan akan tandus. Selain utnuk menjaga kesuburan tanah, budidaya di pekarangan juga dapat menjaga kelestarian hutan lingkungan mereka karena mereka tidak perlu lagi mengambil sumberdaya dari hutan dan hutan akan tetap lestari tapi kebutuhan mereka juga dapat terpenuhi. 5.4.4 Sistem berkebun Sumber penghasilan utama dari sebagian besar masyarakat adalah sebagai petani sayur. Sayur yang dihasilkan selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga untuk dijual. Sayur-sayur tersebut dijual di pasar lokal (Pasar Kemuning), pasar Karangpandan hingga ke daerah Pacitan Jawa Timur. Komoditas utama adalah wortel, kol, jipan, kacang kedelai hingga ubi jalar. Dalam berkebun masyarakat menggunakan bibit unggul dari hasil panen mereka sendiri, sehingga tidak membutuhkan biaya produksi untuk penyediaan bibit (Gambar 38). Dulu masyarakat menggunakan konsep perkebunan organik, untuk mengatasi hama yang menyerang biasanya mereka menggunakan pestisida nabati. Karena sekarang sumber pestisida nabati sulit diperoleh serta ada banyaknya pupuk dan obat kimia yang menurut mereka lebih praktis maka sekarang penggunaan pestisida nabati sudah banyak ditinggalkan. Susetiawan (2010) menyatakan bahwa pembangunan dapat menghilangkan pengetahuan lokal masyarakat. Seharusnya dengan adanya pembangunan dapat tetap mendukung pengetahuan lokal masyarakat. Perkembangan teknologi yang ada akan lebih bermakna jika tetap berdasarkan pada pengetahuan lokal masyarakat dan tetap dapat dimanfaatkan sesuai dengan adat masyarakat. 62 Wisjnuprapto (2010) menyatakan, pembangunan suatu perdesaan harus memperhatikan (1) potensi sumberdaya lokal, baik sumberdaya manuasia maupun sumberdaya alam, (2) tingkat teknologi yang tersedia serta tingkat ekonomi masyarakat setempat, (3) keterlibatan masyarakat setempat sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan mengembangkan semangat kegotongroyongan, dan (4) adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Sehingga dengan kemajuan teknologi pada saat ini seharusnya dapat mendukung pengetahuan lokal masyarakat lokal dan tetap mempertahankan adat masyarakatnya. Selain itu teknologi juga harus dapat menyesuaikan kondisi masyarakat sehingga masyarakat dapat tetap menikmati teknologi tersebut. Sistem berkebun masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo juga akan dapat lebih maju dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun teknologi yang diterapkan seharusnya tetap dapat menunjukan pengatahuan lokal masyarakat serta adat masyarakat dalam berkebun. Hal ini diharapkan dapat memajukan perkebunan sayuran yang menjadi komoditas masyarakat namun tetap melestarikan budaya masyarakat. a b Gambar 38 a) Bibit cabai, b) Benih sawi. 5.4 Pengembangan Kampung Konservasi POGA Masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama tumbuhan pangan dan tumbuhan obat. Hal ini dikarenakan pangan dan kesehatan sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tersebut diperoleh secara turuntemurun. Namun kondisinya saat ini pemanfaatan tumbuhan tersebut sudah berkurang, hal ini dikarenakan mulai masuknya obat kimia dan makanan cepat saji yang dianggap lebih praktis. 63 Kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan sudah mulai pudar karena beberapa faktor diantaranya adanya pembangunan yang mulai menggeser kearifan lokal tersebut. Wisjnuprapto (2010) menyatakan, pembangunan suatu perdesaan harus memperhatikan (1) potensi sumberdaya lokal, baik sumberdaya manuasia maupun sumberdaya alam, (2) tingkat teknologi yang tersedia serta tingkat ekonomi masyarakat setempat, (3) keterlibatan masyarakat setempat sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan mengembangkan semangat kegotongroyongan, dan (4) adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Sehingga dengan kemajuan teknologi pada saat ini seharusnya dapat mendukung pengetahuan lokal masyarakat lokal dan tetap mempertahankan adat masyarakatnya. Selain itu teknologi juga harus dapat menyesuaikan kondisi masyarakat sehingga masyarakat dapat tetap menikmati teknologi tersebut. Susetiawan (2010) menyatakan bahwa pembangunan dapat menghilangkan pengetahuan lokal masyarakat. Seharusnya dengan adanya pembangunan dapat tetap mendukung pengetahuan lokal masyarakat. Perkembangan teknologi yang ada akan lebih bermakna jika tetap berdasarkan pada pengetahuan lokal masyarakat dan tetap dapat dimanfaatkan sesuai dengan adat masyarakat. Pengembangan kampung konservasi diharapkan dapat menjembatani antara pembangunan dengan kearifan lokal masyarakat. Kampung konservasi merupakan suatu bentuk pembangunan dengan memasukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan khususnya tumbuhan obat dan tumbuhan pangan. Kampung konservasi selain dapat melestarikan kearifan lokal masyarakat juga diharapkan mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Manfaat nyata yang diharapkan antara lain dapat meningkatkan kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (pangan dan obat) dengan pemanfaatan sumberdaya (tumbuhan) yang ada dilingkungan mereka. Damayanti (2003) mengategorikan spesies tumbuhan obat penting menjadi tiga yaitu (1) spesies yag paling banyak diketahui oleh masyarakat, (2) spesies yang paling banyak untuk mengobati satu jenis penyakit, dan (3) jenis yang paling bermanfaat untuk pengobatan. Dalam pengembangan kampung konservasi POGA 64 (Pangan dan Obat Keluarga) dapat disesuaikan dengan spesies penting yang dimanfaatkan masyarakat. Pendokumentasian pengetahuan lokal masyarakat yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan kampung konservasi POGA. Dengan diketahuinya spesies yang banyak dimanfaatkan maka dapat diketahui spesies yang penting untuk dikembangkan. Spesies yang dikembangkan sebaiknya adalah spesies yang banyak dimanfaatkan. Dengan demikian masyarakat akan merakasan pentingnya kampung konservasi POGA tersebut. Sosialisasi mengenai pentingnya kampung konservasi POGA dapat menjadi langkah lanjutan. Dalam sosialisasi tersebut dapat ditekankan manfaat yang diperoleh oleh masyarakat baik manfaat ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Manfaat ekonomi dapat diperoleh masyarakat dengan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan obat maka akan mengurangi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi karena sudah dapat terpenuhi dari lingkungan mereka. Selain itu komoditas yang dikembangkan juga dapat digunakan sebagai komoditas untuk diperjualbelikan sehingga akan menambah pendapatan masyarakat tersebut. Manfaat ekologi yang diharapkan adalah dengan pengembangan kampung konservasi POGA tersebut dapat menjaga kelestarian spesies dan ekosistem lingkungan. Manfaat sosial budaya adalah lestarinya pengetahuan lokal masyarakat yang menjadi salah satu kekayaan budaya yang tertuang dalam kampung konservasi POGA tersebut. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat terdiri dari 63 spesies dari 35 famili (Lampiran 3). Jika dilihat dari spesies yang dimanfaatkan ada beberapa spesies yang banyak dimanfaatkan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Masyarakat banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi, misalnya spesies seperti alpukat, labu siam, belimbing, mengkudu, salam dan mentimun untuk mengobati tekanan darah tinggi. Selain itu spesies dari famili Zingiberaceae juga menjadi penting karena dimanfaatkan masyarakat sebgai komoditas ekonomi (diperjualbelikan) di pasar lokal. Spesies kina (Cinchona pubescens) dan spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai campuran obat seperti kingkong (Eupatorium triplinerve). Pemanfaatan kulit pohon kina yang banyak dimanfaatkan untuk bahan baku obat malaria masih 65 diambil dari hutan di kawasan TAHURA. Belum ada masyarakat yang membudidayakan spesies tersebut di pekarangan maupun kebun. Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pada masyarakat terdiri dari 78 spesies dari 34 famili (Lampiran 4). Spesies tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain garut (Maranta arundinacea), ganyong (Canna edulis), gadung (Dioscorea hipsida) dan uwi (Dioscorea alata). Spesies tersebut banyak dimanfaatkan masyarakan sebagai makanan selingan nasi. Namun selain untuk dikonsumsi sendiri masyarakat juga mulai mengembangkan untuk diperdagangkan. Kampung konservasi POGA tersebut jika dapat dikembangkan pada masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo diharapkan dapat melestarikan kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan terutama pangan dan obat. Selain itu kelestarian lingkungan juga dapat terjaga dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Meskipun dalam pengembangannya juga membutuhkan teknologi dan ilmu pengetahuan namun hal itu hanya sebagai pendukung pengetahuan masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan secara berkelanjutan dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tabel 6 Pengembangan Kampung Konservasi POGA No 1 Kegiatan Pendokumentasian pengetahuan lokal masyarakat Tujuan Mengetahui spesies tumnbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari Hasil Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan 2 Inventarisasi potensi tumbuhan Mengetahui spesies tumbuhan yang ada di lingkungan masyarakat Daftar spesies tumbuhan yang ada di lingkungan masyarakat 3 Sosialisasi pemanfaatan tumbuhan berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat dan potensi lingkungan Mengembangkan pengetahuan lokal masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam pemenuhan kebutuhan seharisehari sehingga dapat melestarikan pengetahuan lokal Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan lokal dalam pemanfaatan spesies tumbuhan 66 masyarakat 4 Sosialisasi program konservasi POGA Mensosialisasikan program kampung konservasi POGA kepada masyarakat luas termasuk tujuan dan manfaat serta mengetahui respon masyarakat mengenai program tersebut Masyarakat memberikan respon positif (bersedia mengkikuti program kampung konservasi POGA) 5 Sosialisasi pelaksanaan program kampung konservasi POGA Mensosialisasikan tahapan program kampung konservasi POGA: 1. Penyiapan lahan (pekarangan rumah) 2. Penyiapan bibit 3. Penanaman 4. Perawatan spesies tumbuhan 5. Pemanenan 6. Proses pasca panen 7. Pemanfaatan spesies tumbuhan Masyarakat mengetahui tahapan yang akan dilaksanakan dalam program konservasi POGA untuk membentuk kemandiriran masyarakat 6 Kegiatan pasca panen Pemanfaatan hasil dari pengembangan kampung konservasi POGA baik dalam bentuk produk untuk dijual maupun dalam bentuk produk untuk konsumsi pribadi sehingga meningkatkan kemandirian Masyarakat mampu memproduksi hasil panen baik untuk memenuhi kebutuhan seharihari hingga untuk komoditas ekonomi 7 Pendidikan konservasi Memberikan pengetahuan mengenai konservasi terhadap anak-anak Anak-anak memiliki pengetahuan dan kesadaran mengenai konservasi sehingga akan menjaga kelestarian dalam pemanfaatan speseis tumbuhan yang berkelanjutan Pengembangan kampung konservasi POGA untuk di masyarakat sekitar kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I tidaklah sulit, hal ini dikarenakan 67 masyarakat yang sebenarnya telah menerapkan konsep ini pada lahan pekarangan rumah mereka. Masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dari hasil budidaya tanaman yang ada di pekarangan mereka, pola masyarakat tersebut menunjukan bahwa masyarakat sudah menerapkan konsep POGA sejak dulu. Spesies yang akan mudah dikembangkan adalah spesies tumbuhan yang sudah dibudidayakan masyarakat sejak dulu baik di pekarangan (Lampiran 12) maupun di kebun. Pengembangan kampung konservasi POGA diharapkan dapat membentuk sikap masyarakat yang pro-konservasi. Sikap pro konservasi yang diharapkan antara lain: 1) Cognitive (persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan dan keyakinan), 2) Affective (emosi, senang, benci, dendam, sayang, cinta, dan lainlain), 3) Overt actions (kecenderungan bertindak). Tujuan utama dari program kampung konservasi POGA diharapkan membentuk sikap yang dapat menjamin kelestarian pengetahuan lokal masyarakat dan kelestarian sumberdaya yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu akan membentuk masyarakat yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dan akan meningkatkan perekonomian masyarakat. Dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dari lingkungannya maka diharapkan masyarakat akan dapat hidup selaras dengan alam. 68 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Bentuk interaksi masyarakat dengan kawasan TAHURA merupakan upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Saat ini interaksi utama yang masih berjalan adalah pada pengambilan rumput dan kayu bakar. Namun selain itu pemanfaatan plasma nutfah yang berasal dari dalam hutan merupakan suatu bentuk interaksi yang pernah dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan sumberdaya dari dalam hutan (plasma nutfah) seperti spesies ganyong, garut dan gadung untuk dibudidayakan sebagai tumbuhan pangan, serta budidaya pohon watel dan suren sebagai bahan bangunan. 2. Jumlah spesies yang dimanfaatkan masyarakat sebanyak 140 spesies dari 57 famili. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan pangan, obat, kayu bakar, tanaman hias, bahan bangunan, pakan ternak, bahan kerajinan, bahan pewarna dan untuk keperluan ritual keagamaan, sedangkan untuk pestisida nabati masyarakat hanya mengetahui spesies yang digunakan. Spesies yang paling banyak dimanfaatkan adalah sebagai tumbuhan pangan (78 spesies). Tumbuhan pangan yang mulai dikembangkan antara lain garut, ganyong dan gadung. Setelah tumbuhan pangan masyarakat banyak memanfaatkan tumbuhan untuk obat, spesies tumbuhan obat penting adalah labu siam sebagai obat tekanan darah tinggi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu spesies dari famili Zingiberaceae juga penting bagi masyarakat karena dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan bahan pangan. 3. Kearifan lokal yang masih ada antara lain sistem “araman” yang mereka terapkan dalam mengambil rumput di dalam kawasan., kearifan masyarakat dalam mencari kayu bakar dengan hanya memanfaatkan ranting pohon yang sudah terjatuh juga merupakan bentuk kearifan dalam pelestarian hutan. Pemanfaatan lahan sekitar rumah (pekarangan) untuk menanam sayuran adalah salah satu bentuk budidaya yang diterapkan oleh masyarakat. 69 Kearifan lokal yang saat ini sudah ditinggalkan masyarakat adalah pada sistem berkebun yang sudah mulai banyak menggunakan obat dan pupuk kimia. Salah satu bentuk upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan budidaya spesies tumbuhan yang mereka manfaatkan. 6.2 Saran 1. Perlu memelihara dan mengembangkan lebih lanjut kearifan lokal masyarakat yang dapat membantu dalam upaya konservasi kawasan. 2. Pengembangan Kampung Konservasi POGA (Pangan dan Obat Keluarga) sebagai bentuk kemandirian masyarakat dan diharapkan dapat meningkatan pendapatan masyarakat Dukuh Sukuh dan Dukuh Gondangrejo sehingga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat 3. Spesies tumbuhan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pangan alternatif pengganti nasi adalah garut (Maranta arundinacea) dan ganyong (Canna edulis). 4. Pemerintah Daerah setempat diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat untuk mengatur penjualan komoditas pertanian (sayuran) sehingga masyarakat dapat menjual hasil pertaniannya dengan harga yang menguntungkan masyarakat. 5. Perlu adanya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi secara terus menerus untuk mendukung dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam pelestarian pemanfaatan tumbuhan. 70 DAFTAR PUSTAKA [Pemda Kabupaten Karangayar] BAPPEDA Kabupaten Karanganyar. 2010. Karanganyar Dalam Angka. Anggana AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi (Studi Kasus Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan Ngablak) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ardiansyah S. 2008. Kajian Interaksi Masyarakat Dengan Hasil Hutan Non-Kayu (Studi Kasus di KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Provinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ardhita EO, Rahayu RNS, Arimukti SD, Sari DM. 2012. Laporan Praktek Kerja Lapang Profesi Taman Nasional Kayan Mentarang Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arizona D. 2010. Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asnawi A. 1992. Peranan Tumbuhan dalam Upacara Daur Hidup Suku Bangsa Banjar. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; CisaruaBogor, 19-20 Februari 1992. Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan RI. Bogor. Damayanti EK. 2003. Pengelolaan Hutan Secara Lestari Berbasiskan Tumbuhan Obat: Studi Kasus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, IPB [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Darwanto DH. 2010. Ketahanan Pangan Mandiri di Indonesia. Di Dalam :Sunarminto BH, editor. Pertanian Terpadu Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional. BPFE. Yogyakarta: Hal 53-63. Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2002. Pengenalan dan Budidaya Talas, Garut, Gembili, Ubi Kelapa, Gadung, Iles-iles, Suweg/Acung. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pangan Produksi Tanaman Pangan Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Handayani A. 2010. Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [Skripsi]. Departemen Konservasi 71 Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hasim I. 2009. Tanaman Hias Indonesia. Penebar Swadaya: Jakarta. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan Gedung Manggala Wanabakti Blok I. Jakarta Pusat. Ikhsan SB. 2010. Teknologi Praktis Untuk Petani Mandiri. Al-Ajda Press. Yogyakarta. Kardinan A. 1999. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Bogor. Kartiwa S, Martowikidro W. 1992. Hubungan antara Tumbuhan dan Manusia Dalam Upacara Adat di Indonesia. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan RI. Bogor. Kristianti H. 2012. Obat-obatan Herbal Ramuan Herbal Pustaka Penyembuh 101 Penyakit. Salam Media. Yogyakarta. Martin GJ. 1998. Etnobotani : Sebuah Manual Pemuliharaan Manusia dan Tumbuhan. Mohamed M, Penerjemah. Kota Kinabalu : Natural History Publication (Borneo). Novitasari. 2011. Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pane Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purnomo. 1992. Jenis – jenis Tumbuhan yang Digunakan Dalam Tradisi “Nyekar” di Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Purwita IBP. 1990. Upacara Ngaben. Pemda Tingkat I Bali. Denpasar. Rachmat M, Wahyono D. 2007. Tanaman Biofarmaka sebagai Biopestisida. Direktorat Jenderal Holtikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Jakarta. Riswan S, Soekarman. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani Di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Bogor. Hal: 1-7. Rostiana O, Hadipoentyanti E, Abdullah A. 1992. Potensi Bahan Pewarna Alam di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. 72 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan: Bogor. Septiatin A. 2009. Apotek Hidup dari Rempah-rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar. Yrama Widya. Bandung. Singarimbun M, Effendi S. 1999. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Siswoyo, Zuhud EAM, Soekamdi R, Sandra E. 2004. Inventarisasi dan Identifikasi Sumberdaya Alam Hayati Berupa Tumbuhan Selain Obat Di Kabupaten Sintang. Bogor : Pemerintah Kabupaten Sintang dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Susetiawan. 2010. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Di dalam Chozin MA, Sumardjo, Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A, Fauzi A, Toharmat T, Hardjanto, Seminar KB, editor. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. IPB Press.Bogor: Hal 114-146. Uluk A, Sudana M, Wollenberg E. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak Terhadap Hutan di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. CIFOR : Bogor. Wisjnuprapto. 2010. Makna Pembangunan Lingkungan Perdesaan Dalam Menerangi Kemiskinan dan Pelestarian Lingkungan. Di dalam Chozin MA, Sumardjo, Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A, Fauzi A, Toharmat T, Hardjanto, Seminar KB, editor. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. IPB Press.Bogor: Hal 79-96. Wijoyo PM. 2012. Rahasia Sukses Bertanam Sayuran di Pekarangan. Pustaka Agro Indonesia: Jakarta. Zuhud EAM, Ekarelawan, S Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Dalam Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 73 LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Nama lokal Adas pulowaras Adem ati Akasia Alang-alang Alpukat Andong Anggur Apel Apel ijo Asem Asparagus Awar-awar Bakung Bambu kuning Bambu petung Bandotan Banyon Bawang Bayem Bayem abang Bayem duri Benahong Bengkoang Beras ketan Blimbing Blimbing wuluh Bliwang Brambang Buncis Bunga sepatu Nama Ilmiah Foeniculum vulgare Mill. Litsea glutinosa (Lour.) CD. Robins Acacia decurrens Wiilld. Imperata cylindrica L. Persea gratissima Gaertn Cordyline fruticosa L. Vitis vinifera L. Malus sylvestris Mill. Chrysophyllum cainito L. Tamarindus indica L. Asparague officinalis L. Ficus septica Burm.F. Crinum asiaticum L. Bambusa vulgaris Schrad. Dendrocalamus asper Schult. F Agratum conyzoides L. Tetrastigma papilosum (Bl.) Planch. Allium sativum L. Amaranthus tricolor L. Celosia argentina L. Amaranthus spinosus L. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Pachyrrizus erosus (L.) Urb Oryza sativa glotinosa L. Averhoa carambola L. Averrhoa blimbi L. Eriobotrya japonica (Thunb.) Lindl. Allium cepa L. Phaseolus vulgaris L. Hibiscus rosa sinensis L. Famili Apiaceae Lauraceae Fabaceae Poaceae Lauraceae Agavaceae Vitaceae Rosaceae Sapotaceae Fabaceae Asparagaceae Moraceae Amaryllidaceae Poaceae Poaceae Asteraceae Vitaceae Amaryllidaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Basellaceae Fabaceae Poaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Rosaceae Amaryllidaceae Fabaceae Malvaceae Habitus perdu pohon pohon herba pohon perdu liana pohon pohon pohon herba pohon herba bambu bambu herba liana herba herba herba herba liana semak herba perdu perdu perdu herba herba semak Sumber budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya hutan hutan hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya Habitat pekarangan pekarangan pekarangan hutan ladang pekarangan pekarangan ladang ladang ladang pekarangan hutan pekarangan ladang hutan hutan hutan ladang pekarangan pekarangan pekarangan pekarangan ladang ladang pekarangan pekarangan ladang ladang pekarangan pekarangan 75 Lampiran 1 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat (lanjutan) No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Nama lokal Butrowali Cabe puyang Ceker ayam Cengkeh Ciplukan Codo Cuwut Dadap Damar Daun dewa Dele Dempul Dewondaru Duren Edelweiss Gadung Gaganan Ganyong Garut Hokeri Jagung Jahe Jambu air Jambu kluthuk Janggelan Jarak Jati Jati belanda Jemani Jenggot wesi Nama Ilmiah Tinospora crispa (L.) Hook F. Polygonum hidropiper L. Digitaria adscendens ( Kunth ) Henrard var. Syzygium aromaticum (L.) Merr at Perry Physalis angulata L. Elaeagnus loureirii Champ. Cyrtandra sp. Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr. Agathis dammara (Lamb.) Rich. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Glycine max (L.) Merr. Glochidion rubrum Bl. Eugenia uniflora L. Durio zibethinus Murr. Anaphalis javanica (Bl.) Boerl. Dioscorea Hispida Dennstedt. Centella asiatica L. Canna edulis Ker -Gawl. Maranta arundinaceae L. Anthurium Hokeri var. Zea mays L. Zingiber officinale Roxb Euginia aquea Burm Psidium guajava L. Mesona palustris BL. Ricinus communisL. Tectona grandis Linn. f. Guazuma ulmifolia Lamk. Anthurium Jemani Usnea sp. Famili Menispermaceae Poaceae Poaceae Myrtaceae Solanaceae Elaeagnaceae Gesneriaceae Fabaceae Araucariaceae Asteraceae Fabaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Bombaceae Asteraceae Dioscoreaceae Apiaceae Cannaceae Marantaceae Araceae Poaceae Zingiberaceae Myrtaceae Myrtaceae Lamiaceae Euphorbiaceae Verbenaceae Sterculiaceae Araceae Usneaceae Habitus liana herba herba pohon herba perdu herba pohon pohon herba herba pohon perdu pohon semak herba herba herba semak herba semak herba pohon pohon semak perdu pohon pohon herba lumut Sumber budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan hutan hutan hutan budidaya budidaya hutan hutan budidaya hutan budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan hutan hutan budidaya hutan Habitat pekarangan pekarangan ladang ladang ladang hutan hutan hutan hutan pekarangan ladang hutan hutan ladang hutan ladang pekarangan hutan pekarangan pekarangan ladang pekarangan ladang ladang pekarangan hutan hutan hutan pekarangan hutan 76 Lampiran 1 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar (lanjutan) No 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Nama lokal Jeruk Jeruk pecel Jeruk purut Jinten Jipan Kacang abang Kacang ijo Kacang panjang Kacang tanah Kadaka Kalanjana Kaliandra Kangkung Kanthil Kapri Kapulaga Kates Katuk Kayu manis Kayu putih Kecubung Kedondong Keji beling Kemangi Kemenyan Kencur Kentang Kina Kingkong Klopo Nama Ilmiah Citrus sp. Citrus aurantium L. Citrus hystric DC. Nigella sativa Linn. Sechium edule (Jacq.) Sw. Vigna umbellata (Thunb.) Vigna Radiata L. Vigna unguiculata sesquipedalis L. Arachis Hypogaea L Aspelium nidus L. Pennisetum purpureum Schum. Calliandra haematocephala Hassk. Ipomea aquatica Forsk Michelia alba DC. Pisum sativum L. Amomum cardamomun L. Carica papaya L. Sauropus adrogynus (L) Merr Cinnamomum burmanni (nees.) Bl. Eucalyptus deglupta Bl. Datura metel L. Spandias pinnata L. Strobilanthes crispus (L.) Bl. Ocimum sanctum L. Styrax officinalis L. Kaemferia galanga L. Solanum Tuberosum L. Cinchona pubescens Vahl Eupatorium triplinerve Vahl Cocos nucifera L. Famili Rutaceae Rutaceae Rutaceae Ranunculaceae Cucurbitaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Aspleniaceae Poaceae Fabaceae Convolvulaceae Magnoliaceae Fabaceae Zingiberaceae Caricaceae Euphorbiaceae Lauraceae Myrtaceae Solanaceae Anacardiaceae Acanthaceae Lamiaceae Lauraceae Zingiberaceae Solaaceae Rubiaceae Asteraceae Arecaceae Habitus perdu perdu perdu herba liana liana liana liana herba perdu herba pohon herba pohon herba herba herba herba pohon pohon perdu pohon herba semak pohon herba herba pohon herba palem Sumber budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan hutan budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya hutan hutan budidaya Habitat ladang ladang ladang ladang pekarangan ladang ladang ladang ladang pekarangan hutan hutan ladang ladang ladang pekarangan ladang ladang hutan hutan ladang ladang pekarangan ladang hutan pekarangan ladang hutan hutan ladang 77 Lampiran 1 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat (lanjutan) No 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 Nama lokal Kluwih Kopi Kunci Kunir Kunir putih Lempeni Lidah buaya Lidah mertua Lombok gede Lombok rawit Mawar Melati Mendong Mimba Nangka Orang-aring Pace Pare Parijoto Pelem Petai Pinus Pohong Rambutan Rilarat Rumput A Rumput B Rumput C Rumput D Salam Nama Ilmiah Artocarpus camansi Park. Coffea robust Lindl. Castrochilus panduratum Ridl. Curcuma domestica Val. Kaemferia rotunda L. Ficus ribes Reinw. ex Blume Aloe vera L. Sansevieria trifasciata Capsicum annum L. Capsicum frutescens L. Rosa sp. Jasminum sambac L. Fimbristylis globulods Azadirachta indica A. Juss Artocarpus heterophyllus Lamk. Mutia diversifolia (Bl.) Wedd. Morinda citrifolia L. Momordica charantia L. Medinella speciosa Linn. Mangifera indica L Parkia speciosa Hassk. Pinus merkusii Jung et de Vriesse Manihot utilissima Pohl. Nephelium lappaceum L. Rubus chrysophyllus Miq. Panicum sp. Strobilanthes sp. Oplismenus compositus (L.) Beauv. Isachne sp. Syzygium polyanthum Wigh Walp. Famili Moraceae Rubiaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Moraceae Liliaceae Dracaenaceae Solanaceae Solanaceae Rosaceae Oleaceae Apiaceae Meliaceae Moraceae Urticaceae Rubiaceae Cucurbitaceae Melastomataceae Anacardiaceae Fabaceae Pinaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Rosaceae Poaceae Acanthaceae Poaceae Poaceae Myrtaceae Habitus pohon pohon herba herba herba pohon herba herba herba herba perdu semak semak pohon pohon semak pohon liana perdu pohon pohon pohon perdu pohon liana herba herba herba herba pohon Sumber budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya Habitat ladang ladang pekarangan pekarangan pekarangan hutan pekarangan pekarangan ladang ladang pekarangan pekarangan hutan hutan ladang hutan ladang pekarangan pekarangan ladang ladang hutan ladang ladang hutan hutan hutan hutan hutan pekarangan 78 Lampiran 1 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat (lanjutan) No 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 Nama lokal Sawi Selada air Sembung Serai Sukun Suren Suruh Teh Tales Telo Tembakau Temu ireng Temulawak Terong Timun Tomat Tumb.bawah H Upluk Uwi Wortel Nama Ilmiah Brassica rapa L. Nasturtium sp. Astronia macrophylla Blume Cymbopogon citratus (DC.) Stapf Artocarpus comunis Forst Toona sureni Merr. Piper betle Linn. Camellia sinensis L. Colocasia esculenta Blume. Ipomea Batatas L.Sin Nicotina tabacum L. Curcuma aeruginosa Roxb. Curcuma xanthorrhiza Roxb Solanum melongena L. Cucumis sativus L. Solanum lycopersicum L. Rubia cordifolia L. Clerodendrum fragarans (Vent.) Willd. Dioscorea alata L. Daucus carota L. Famili Brassicaceae Brassicaceae Melastomataceae Poaceae Moraceae Meliaceae Piperaceae Theaceae Aracaceae Euphorbiaceae Solanaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Solanaceae Cucurbitaceae Solanaceae Rubiaceae Verbenaceae Dioscoreceae Apiaceae Habitus herba herba pohon herba pohon pohon liana perdu herba herba perdu herba herba herba perdu herba semak pohon herba herba Sumber budidaya budidaya hutan budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya budidaya hutan budidaya budidaya Habitat ladang pekarangan hutan pekarangan ladang hutan pekarangan ladang ladang ladang hutan pekarangan pekarangan ladang ladang pekarangan hutan hutan ladang ladang 79 Lampiran 2 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat No 1 Nama lokal Foeniculum vulgare Mill. Apiaceae perdu Bagian yang digunakan buah,daun Lauraceae pohon daun diare - Lauraceae pohon buah - Nama Ilmiah Famili Habitus Kandungan kimia *) Khasiat 2 Adas pulowaras Adem ati melancarkan asi Karminatif 3 Alpukat Litsea glutinosa (Lour.) CD. Robins Persea gratissima Gaertn 4 5 6 7 8 9 Apel ijo Asem Bandotan Bawang Bayem Bayem duri Chrysophyllum cainito L. Tamarindus indica L. Ageratum conyzoides L. Allium sativum Linn. Amaranthus tricolor Linn. Amaranthus spinosus L. Sapotaceae Caesalpiniaceae Asteraceae Amaryllidaceae Amaranthaceae Amaranthaceae pohon pohon herba terna semak terna buah daun daun umbi daun,batang daun,batang menurunkan tekanan darah ringgi Penuat jantung demam demam mengurangi bau badan anemia pelancar asi 10 Benahong Basellaceae liana daun kulit 11 12 Bengkoang Blimbing Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Pachyrrizus erosus (L.) Urb Averhoa carambola L. Papilionaceae Oxalidaceae semak pohon umbi buah 13 Bliwang 14 15 16 17 Rosaceae perdu buah,daun Brambang Bunga sepatu Butrowali Eriobotrya japonica (Thunb.) Lindl. Allium cepa Linn. Hibiscus rosasinensis L. Tinospora crispa (L.) Hook F. memutihkan kulit menurunkan tekanan darah ringgi penurun panas, diare Amaryllidaceae Malvaceae Menispermaceae terna semak liana umbi buah, daun umbi masuk angin obat gatal diabetus Cabe puyang Polygonum hidropiper L. Poaceae herba umbi pegel Vitamin B Minyak atsiri, Alkaloid Pirodoksin, KNO3,Vitamin A, Vitamin C, Vitamin K dan Garam pospat Hibisetinn, Zat pahit Picroretin, Berberine, Columbin Tannin, Minyak atsiri, Quertesin 80 Lampiran 2 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Lanjutan) Digitaria adscendens ( Kunth ) Henrard var. Syzygium aromaticum (L.) Merr at Perry Poaceae herba Bagian yang digunakan daun Myrtaceae pohon bunga sakit gigi Solanaceae Asteraceae semak herba buah daun pegal-linu diabetes Dele Duren Gaganan Physalis angulata L. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Glycine max (L.) Merr. Durio zibethinus Murr. Centella asiatica L. Fabaceae Bombaceae Apiaceae herba pohon herba buah buah daun pegal-linu memutihkan kulit meningkatkan daya ingat 25 26 27 Garut Jahe Jambu kluthuk Maranta arundinaceae L. Zingiber officinale Roxb Psidium guajava L. Marantaceae Zingiberaceae Myrtaceae semak terna perdu daun rimpang buah,daun melancarkan pencernakan penghangat badan diare,demam berdarah 28 29 30 31 32 33 Janggelan Jati belanda Jenggot wesi Jeruk pecel Jinten Jipan Mesona palustris BL. Guazuma ulmifolia Lmk. Usnea sp. Citrus aurantium L. Nigella sativa Linn. Sechium edule (Jacq.) Sw. Lamiaceae Lamiaceae Usneaceae Rutaceae Ranunculaceae Cucurbitaceae semak pohon lumut pohon herba liana daun daun lumut buah biji buah 34 35 Kates Katuk Carica papaya L. Sauropus adrogynus (L) Merr Caricaceae Euphorbiaceae terna herba daun,buah daun melancarkan pencernakan menurunkan berat badan campuran obat obat batuk segala macam penyakit menurunkan tekanan darah ringgi menambah nafsu makan melancarkan asi No Nama lokal 18 Ceker ayam 19 Cengkeh 20 21 Ciplukan Daun dewa 22 23 24 Nama Ilmiah Famili Habitus Kandungan kimia *) Khasiat reumatik Minyak atsiri, Zat samak, Kariofilin, Eugenitin, Eudenin, Isoeugenitin, Lemak Minyak atsiri, Flavonoid Glikosidasiatoksida, Asam asiatikat Zat pati Tannin, Minyak atsiri, Lemak asam malat Tanin, Lendir, Damar Minyak tsiri Protein, Lemak, Kalsium, Fosfor, Zat besi, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C 81 Lampiran 2 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Lanjutan) Lauraceae pohon Kayu putih Cinnamomum burmanni (nees.) Bl. Eucalyptus deglupta Bl. Bagian yang digunakan kulit kayu Myrtaceae pohon daun masuk angin 38 39 40 Keji beling Kemangi Kencur Strobilanthes crispus (L.) Bl. Ocimum citriodorum L. Kaemferia galanga L. Acanthaceae Lamiaceae Zingiberaceae terna semak herba daun daun rimpang peluruh kencing mengurangi bau badan obat memar 41 42 Kina Kingkong Cinchona pubescens Vahl Eupatorium triplinerve Vahl Rubiaceae Asteraceae pohon herba kulit kayu daun malaria campuran obat 43 Klopo Cocos nucifera L. Arecaceae palem batang, buah, daun penawar racun,pelancar haid 44 45 46 Kunci Kunir Kunir putih Castrochilus panduratum Ridl. Curcuma domestica Val. Kaemferia rotunda L. Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae terna terna terna rimpang rimpang rimpang masuk angin maag maag 47 48 49 50 Lidah buaya Lombok rawit Orang-aring Pace Aloe vera L. Capsicum frutescens L. Mutia diversifolia (Bl.) Wedd. Morinda citrifolia L. Liliaceae Solanaceae Urticaceae Rubiaceae herba herba perdu pohon daun buah daun buah melancarkan pencernakan sariawan penyubur rambut menurunkan tekanan darah tinggi No Nama lokal 36 Kayu manis 37 Nama Ilmiah Famili Habitus Khasiat campuran obat Kandungan kimia *) Minyak atsiri, dammar, Ca-Oksalat Phellandrene, Aldehyde, Keton, Phenol Kalsium, Silikat Minyak atsiri Minyak atsiri, Borneol, Kamper, Sineol, Etil, Alkohol Minyak atsiri, Ayapin, Kumarin, Timohidrokuinon Minyak lemak, Mineral, Vit. A, Vit. B, Vit. C, Fitosterin, Kolin, Enzim, Glukosa, Sukrosa Minyak atsiri Minyak atsiri, Borneol, Kamper, Sineol, Etil, Alkohol Minyak karvon, Asam kaprilat, Morindadiol, Soranyidiol 82 Lampiran 2 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Lanjutan) 51 Pare Momordica charantia L. Cucurbitaceae semak Bagian yang digunakan buah 52 53 Parijoto Salam Melastomataceae Myrtaceae perdu pohon bunga daun 54 Serai Poaceae semak batang 55 56 57 58 Suruh Telo Tembakau Temu ireng Medinella speciosa Linn. Syzygium polyanthum Wigh Walp. Cymbopogon citratus (DC.) Stapf Piper betle Linn. Ipomea batatas L.Sin Nicotina tabacum L. Curcuma aeruginosa Roxb Piperaceae Euphorbiaceae Solanaceae Zingiberaceae liana herba perdu terna daun umbi daun rimpang menyuburkan kandungan menurunkan tekanan darah ringgi menurunkan tekanan darah ringgi mimisan, keputihan diabetus diabetus obat setelah melahirkan 59 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb Zingiberaceae terna rimpang penambah nafsu makan 60 Timun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae perdu buah 61 62 Tomat Upluk Solanaceae Verbenaceae herba pohon buah akar menurunkan tekanan darah ringgi sariawan demam Apiaceae herba buah obat mata No Nama lokal Nama Ilmiah Solanum lycopersicum L. Clerodendrum fragarans (Vent.) Willd. 63 Wortel Daucus carota L. *) Sumber Zuhud EAM dan Haryanto (1994) Famili Habitus Kandungan kimia *) Khasiat menurunkan tekanan darah ringgi Asam trikhosapat, Resin, Mpmprdisin, Momordin, Asam resinat, Saponin, Asam lemak Minyak atsiri, Tanin, Flavonoid Minyak atsiri Minyak atsiri Minyak atsiri, Zat pati, lamar, lemal Minyak atsiri, zat warna kurkumin, Furnerol, Pati - 83 Lampiran 3 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan No Nama lokal Nama ilmiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Adas Pulowaras Alpukat Anggur Apel Asem Asparagus Bakung Bambu Petung Bawang Bayem Bayem Abang Bayem Duri Bengkoang Beras Ketan Blimbing Blimbing Wuluh Brambang Buncis Cengkeh Dele Duren Gadung Ganyong Garut Jagung Jahe Jambu Air Jambu Kluthuk Janggelan Jeruk Jeruk Pecel Jeruk Purut Jinten Jipan Kacang Abang Kacang Ijo Kacang Panjang Kacang Tanah Kangkung Kapri Kapulaga Foenilum vulgare Mill. Persea americana Mill. Vitis vinifera L. Malus sylvestris Mill. Tamarindus indica L. Asparague officinalis L. Crinum asiaticum L. Dendrocalamus asper Schult. F Allium sativum L. Amaranthus sp. Celosia argentina L. Amaranthus spinosus L. Pachyrrhizus erosus L. Oryza sativa glotinosa L. Averhoa carambola L. Averrhoa blimbi L. Allium ascalonicum L. Phaseolus vulgaris L. Syzygium aromaticum (L.) Merr. Glycine max (L.) Merr. Durio zibethinus Merr. Dioscorea hispida Dennstedt. Canna edulis Ker -Gawl. Maranta arundinaceae L. Zea mays L. Zingiber officinale Rosc. Euginia aquea Burm Psidium guajava Linn. Mesona palustris Bl. Citrus sp. Citrus aurantium Linn. Citrus hystric DC. Nigella sativa L. Sechium edule (Jacq.) Sw. Vigna umbellata (Thunb.) Vigna Radiata L. Vigna unguiculata sesquipedalis L. Arachis hypogaea L Ipomea aquatica Forsk. Pisum sativum L. Amomum cardamomun L. Famili Apiaceae Lauraceae Vitaceae Rosaceae Fabaceae Asparagaceae Amaryllidaceae Poaceae Liliaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Basellaceae Poaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Liliaceae Fabaceae Myrtaceae Fabaceae Bombaceae Dioscoreaceae Cannaceae Marantaceae Poaceae Zingiberaceae Myrtaceae Myrtaceae Lamiaceae Rutaceae Rutaceae Rutaceae Ranunculaceae Cucurbitaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Convolvulaceae Fabaceae Zingiberaceae Bagian yang digunakan herba buah buah buah buah bunga bunga umbi umbi daun daun daun umbi buah buah buah umbi buah bunga buah buah umbi rimpang umbi buah rimpang buah buah daun buah buah buah buah buah buah buah buah buah daun buah rimpang 84 Lampiran 3 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan (Lanjutan) No Nama lokal 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 Kates Katuk Kayu Manis Kecubung Kedondong Kemangi Kencur Kentang Klopo Kluwih Kopi Kunci Kunir Lombok Gede Lombok Rawit Nangka Pace Pare Pelem Petai Pohong Rambutan Salam Sawi Selada Air Serai Sukun Suruh Teh Tales Telo Tembakau Terong Timun Tomat Uwi Wortel Nama ilmiah Carica papaya L. Sauropus adrogynus (L) Merr. Cinnamomum burmanni (nees) Bl. Datura metel L. Spandias pinnata L. Ocimum citriodorum Vis. Kaemferia galanga L. Solanum tuberosum L. Cocos nucifera L. Artocarpus camansi Park. Coffea robust Lindl. Castrochilus panduratum Ridl. Curcuma domestica Val. Capsicum annum L. Capsicum frutescens L. Artocarpus heterophyllus Lamk. Morinda citrifolia L. Momordica charantia L. Mangifera indica L Parkia speciosa Hassk. Manihot utilissima Pohl. Nephelium lappaceum L. Syzygium polyanthum Wigh Walp. Brassica rapa L. Nasturtium sp. Cymbopogon citratus (DC.) Stapf Artocarpus comunis Forst Piper betle Linn. Camellia sinensis L. Colocasia Esculenta L. Schott Ipomea batatas L.Sin Nicotina tabacum L. Solanum melongena L. Cucumis sativus L. Solanum lycopersicum L. Dioscorea alata L. Daucus carota L. Famili Caricaceae Euphorbiaceae Lauraceae Solanaceae Anacardiaceae Lamiaceae Zingiberaceae Solaaceae Arecaceae Moraceae Rubiaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Solanaceae Solanaceae Moraceae Rubiaceae Cucurbitaceae Anacardiaceae Fabaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Myrtaceae Brassicaceae Brassicaceae Poaceae Moraceae Piperaceae Theaceae Aracaceae Euphorbiaceae Solanaceae Solanaceae Cucurbitaceae Solanaceae Dioscoreceae Apiaceae Bagian yang digunakan buah,daun daun kulit kayu bunga buah daun rimpang umbi buah,air buah buah rimpang rimpang buah buah buah buah buah buah buah umbi buah daun daun daun batang umbi daun daun umbi umbi daun buah buah buah umbi buah 85 Lampiran 4 Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan kerajinan,anyaman dan tali No Nama lokal Nama Ilmiah Famili 1 2 3 4 5 6 Andong Bambu Petung Banyon Damar Mendong Pinus Cordyline fruticosa L. Dendrocalamus asper Schult. F. Tetrastigma papilosum (Bl.) Planch. Agathis dammara L. Fimbristylis globulods Pinus merkusii Jung et de Vriesse Agavaceae Poaceae Vitaceae Araucariaceae Apiaceae Pinaceae 7 Rilarat Rubus chrysophyllus Miq. Rosaceae Lampiran 5 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar No Famili Nama lokal Nama ilmiah Banyon Blimbing Cengkeh Codo Cuwut Damar Tetrastigma papilosum (Bl.) Planch. Averhoa carambola L. Syzygium aromaticum (L.) Merr. Elaeagnus loureirii Champ. Cyrtandra sp. Agathis dammara (Lamb.) Rich. Vitaceae Oxalidaceae Myrtaceae Elaeagnaceae Gesneriaceae Araucariaceae 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jati Jati Belanda Kayu Manis Lempeni Mimba Pinus Rilarat Salam Sembung Tectona grandis Linn. f. Guazuma ulmifolia Lamk. Cinnamomum burmanni (nees.) Bl. Ficus ribes Reinw. ex Blume Azadirachta indica A. Juss Pinus merkusii Jung et de Vriesse Rubus chrysophyllus Miq. Syzygium polyanthum Wigh Walp. Astronia macrophylla Blume Verbenaceae Sterculiacea Lauraceae Moraceae Meliaceae Pinaceae Rosaceae Myrtaceae Melastomataceae 16 Suren Toona sureni Merr. Meliaceae 1 2 3 4 5 6 Lampiran 6 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna No Nama lokal Nama ilmiah Famili 1 Jati Tectona grandis Linn. f. Vebernacea 2 Kunir Curcuma domestica Val. Zingiberaceae 86 Lampiran 7 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak No Nama lokal Nama ilmiah Famili 1 2 3 4 5 6 7 Alang-Alang Kalanjana Pohong Rumput A Rumput B Rumput C Rumput D Imperata cylindrica L. Pennisetum purpureum Schum. Manihot utilissima Pohl. Panicum sp. Strobilanthes sp. Oplismenus compositus (L.) Beauv. Isachne sp. Poaceae Poaceae Euphorbiaceae Poaceae Acanthaceae Poaceae Poaceae 8 Tumb.Bawah H Rubia cordifolia L. Rubiaceae Lampiran 8 Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual keagamaan No Nama lokal Nama ilmiah Famili 1 2 3 4 5 6 Awar-awar Bambu kuning Beras ketan dewondaru Kanthil Kemenyan Ficus septica Burm.F. Bambusa vulgaris Schrad. Oryza sativa glotinosa L. Eugenia uniflora L. Michelia alba Styrax officinalis L. Moraceae Poaceae Poaceae Myrtaceae Magnoliaceae Lauraceae 7 Mawar Rosa sp. Rosaceae 8 Melati Jasminum sambac L. Oleaceae Lampiran 9 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama lokal Nama ilmiah Famili Akasia Dewondaru Edelweiss Hokeri Jemani Jeruk Kadaka Acacia decurrens Wiilld. Eugenia uniflora L. Anaphalis javanica Anthurium hokeri Anthurium jemani Citrus sp Aspelium nidus L. Fabaceae Myrtaceae Asteraceae Araceae Araceae Rutaceae Aspleniaceae Kaliandra Calliandra haematocephala Hassk. Fabaceae 9 10 11 12 13 Kanthil Lidah Buaya Lidah Mertua Mawar Melati Michelia alba Aloe vera L. Sansevieria trifasciata Rosa sp. Jasminum sambac Ait Magnoliaceae Liliaceae Dracaenaceae Rosaceae Oleaceae 14 Suruh Piper betle Linn. Piperaceae 87 Lampiran 10 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pestisida nabati No Nama lokal Nama ilmiah Famili 1 2 3 Cengkeh Jarak Mimba Syzygium aromaticum (L.) Merr. Ricinus communis Azadirachta indica Neem. Myrtaceae Euphorbiaceae Meliaceae 4 Tembakau Nicotina tabacum L. Solanaceae Lampiran 11 Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama lokal Codo Cuwut Dadap Dempul Jati Jati Belanda Kaliandra Pinus Sembung Suren Nama ilmiah Elaeagnus loureirii Champ. Cyrtandra sp. Erythrina subumbrans (Hassk.) Merr. Glochidion rubrum Bl. Tectona grandis Linn. F. Guazuma ulmifolia Lamk. Calliandra haematocephala Pinus merkusii Astronia macrophylla Blume Toona sureni Merr. Famili Elaeagnaceae Gesneriaceae Fabaceae Euphorbiaceae Verbenaceae Sterculiaceae Fabaceae Pinaceae Melastomaceae Meliaceae 88 Lampiran 12 Tumbuhan yang dibudidayakan di pekarangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama Lokal Adas Pulowaras Akasia Andong Anggur Asparagus Bakung Bayem Bayem Abang Bayem Duri Benahong Blimbing Blimbing Wuluh Buncis Butrowali Daun Dewa Gaganan Garut Hokeri Jahe Janggelan Jemani Jipan Kadaka Kapulaga Kencur Kunci Kunir Kunir Putih Lidah Mertua Mawar Melati Pare Parijoto Salam Selada Air Suruh Temu Ireng Temulawak 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 Tomat Nama Ilmiah Famili Manfaat Foenilum vulgare Mill. Acacia mangium Wiilld. Cordyline fruticosa L. Vitis vinifera L. Asparague officinalis L. Crinum asiaticum Amaranthus tricolor Linn. Celosia argentina L. Amaranthus spinosus L. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Averhoa carambola L. Apiaceae Fabaceae Agavaceae Vitaceae Asparagaceae Amaryllidaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Amaranthaceae Basellaceae Oxalidaceae obat,pangan hias hias pangan pangan pangan obat,pangan obat,pangan obat,pangan obat obat,pangan Averrhoa blimbi L. Phaseolus vulgaris L. Tinospora crispa (L.) Hook F. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Centella asiatica Maranta arundinaceae L. Anthurium Hokeri Zingiber officinale Roxb Mesona palustris BL. Anthurium Jemani Sechium edule (Jacq.) Sw. Aspelium nidus L. Amomum cardamomun L. Kaemferia galanga L. Castrochilus panduratum Ridl. Curcuma domestica Val. Kaemferia rotunda L. Sansevieria trifasciata Rosa sp. Jasminum sambac L. Momordica charantia L. Medinella speciosa Linn. Syzygium polyanthum Wigh Walp. Nasturtium sp. Piper betle Linn. Curcuma aeruginosa Roxb. Curcuma xanthorrhiza Roxb Oxalidaceae Fabaceae Menispermaceae Asteraceae Apiaceae Marantaceae Araceae Zingiberaceae Lamiaceae Araceae Cucurbitaceae Aspleniaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Dracaenaceae Rosaceae Oleaceae Cucurbitaceae Melastomataceae Myrtaceae Brassicaceae Piperaceae Zingiberaceae Zingiberaceae pangan pangan obat obat obat obat,pangan hias obat,pangan obat,pangan hias obat,pangan hias obat,pangan obat,pangan obat,pangan obat,pangan,pewarna obat,pangan hias hias,ritual hias,ritual obat,pangan obat obat,pangan pangan obat obat,pangan obat,pangan Solanum lycopersicum L. Solanaceae obat,pangan 89 Lampiran 13 Sketsa pemanfaatan lahan oleh masyarakat 90 91 92 Lampiran 14 Kondisi pekarangan