Analisis Variasi Minuman Selingan Berbasis Pangan Fungsional Di Kalangan Lansia Berdasarkan Status Ekonomi Wara Nirmala Swabawa, Mutiara Dahlia dan Ari Istiany e-mail:[email protected] Program Studi Pendidikan Tata Boga, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menganalisa perbedaan antara status ekonomi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah dalam variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, yaitu Kelurahan Rawamangun, Jakarta Timur. Kelurahan Tanah Tinggi, Johar Baru dan Kelurahan Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai Januari 2012. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan secara sistematis, factual dan akurat. Pengumpulan data dilakukan pada 20 lansia di Kelurahan Rawamangun, 20 lansia di Kelurahan Johar Baru, dan 20 lansia di Kelurahan Cihideung. Instrumen penelitian untuk mengumpulkan data tentang variasi minuman berbasis pangan fungsional berupa kuesioner. Mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 76,7%. Tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 46,7% tingkat SD, 20% tingkat SMP, 26,7% tingkat SMA, 3,3% tingkat Diploma, 3,3% tingkat Sarjana. Status perkawinan responden yang terbanyak adalah kawin sebesar 70%. Tingkat Pendapatan keluarga responden, sebanyak 28,3% kelas atas, 43,3% kelas menengah dan 28,3% kelas bawah. Skor rata-rata untuk kelas bawah adalah 977.6667, sedangkan kelas menengah 1566.2500 dan kelas atas 2562.0000. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional yang berbeda adalah pada semua tingkat ekonomi yaitu kelas bawah, menengah dan atas. Lansia dengan ekonomi kelas atas lebih sering mengkonsumsi variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Kata Kunci: Variasi minuman selingan, Pangan Fungsional, Lansia, dan Status Ekonomi Abstract: Purpose of this study is to analyze the difference between upper class, middle class and lower class economic status in a variety of functional food based drinks interlude. Research was conducted in three place, namely sub Rawamangun, East Jakarta. Village high ground, Johar Baru and Cihideung Udik, subdistrict Ciampea. Execution time of the study was conducted in September 2011 to January 2012.. Methods of research using descriptive method with survey techniques. Descriptive research is research that is used to describe a situation in a systematic, factual and accurate. Data collection was conducted on 20 elderly people in the village Rawamangun, 20 elderly and 20 elderly Johar Baru in Cihideung. Using cross sectional design with interviewtechniques from one house to the list of question in the questionnaire. Questionnaire consists of the identity of respondents and data variations based functional food beverage interlude. Result of research conducted on the majority of elderly people aged 60-74 years. The majority are women with description of 76,7%. Educational level showed that 46,7% primary, 20% of junior high school, 26,7% high school level, 3,3% level of diploma, undergraduate level 3,3%. Respondents family income level as much as 28,3% lower class, middle class 43,3% and 28,3% upper class.Variations of the descriptive data for the elderly drink interlude underclass shows scores 977.6667, while the middle class and upper class 2562.0000 and 1566.2500. which means that the variation of food-based drinks interlude different functional are at all economic levels are lower class, middle class, and upper class. Elderly people with upper class economic status more often consuming distraction based functional food beverage. Keys Word : variety of drinks, functional food, elderly, and economic status PENDAHULUAN Pangan Fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu yang memberikan peran selama proses metabolisme (Jansen, 2006). Pangan fungsional dimungkinkan memiliki sifat fungsional untuk seluruh populasi atau kelompok khusus, sebagai contoh khusus untuk usia atau untuk golongan yang memiliki sifat genetik tertentu. Selain itu, pangan fungsional juga mencakup produk yang dibuat secara khusus untuk meningkatkan penampilan fisik maupun kognitif (Winarno, 2007). Untuk meningkatkan status gizi penduduk, perlu ditingkatkan penyediaan variasi makanan dan 24 25 minuman dalam jumlah mencukupi, disamping peningkatan daya beli masyarakat. Seiring dengan itu perlu dilakukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengkonsumsi variasi makanan dan minuman yang bermutu gizi tinggi. Kelompok Lanjut Usia atau Lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Widjajakusumah, 2006). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penggolongan lansia terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok lansia dini 55 – 64 tahun, kelompok lansia 65 tahun ke atas, dan kelompok lansia beresiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun (Depkes, 1994). Status ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Variabel yang diukur dalam sosial ekonomi keluarga adalah pendapatan keluarga, pendidikan dan pekerjaan. METODE PENELITIAN Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan makanan juga kian bergeser. Bahan makanan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Saat ini banyak dipopulerkan bahan makanan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan kalsium, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan makanan tersebut akan semakin tinggi pula. Variasi makanan dan minuman erat kaitannya dengan status kesehatan dan status gizi lansia serta mempunyai kajian yang sangat luas, dapat berdasakan pengetahuan gizi, gender, etnik, wilayah, pendidikan, status ekonomi. Sumber Data Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yaitu di RW 02 Pemuda, kelurahan Rawamangun, kemudian di Kelurahan Tanah Tinggi, Johar Baru, dan Kelurahan Cihideung, Bogor. Lokasi ini memiliki karakteristik latar belakang ekonomi menengah keatas, menengah dan menengah kebawah. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2011 hingga Januari 2012. Teknik Pengumpulan Data Data primer bisa disebut juga data pokok yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner berisi pertanyaan. Data primer dari karakteristik sampel (umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan pendapatan) dan variasi makanan dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara. Data variasi makanan dikumpulkan menggunakan metode semiQuantitative Food Frequency. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data demografi lokasi penelitian yang diperoleh dari pihak kelurahan setempat. Analisis Data Anova satu jalan digunakan untuk membandingkan besarnya variabel yang dibagi atau dibedakan menjadi lebih dari dua kategori. Jika ada perbedaan, rata-rata manakah yang lebih tinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil data statistik Anova Satu Jalan, variasi minuman selingan dapat diketahui lansia dengan status ekonomi kelas bawah menunjukkan skor 977.6667, sedangkan kelas menengah 1566.2500 dan kelas atas 2562.0000. Artinya bahwa lansia kelas atas lebih sering mengkonsumsi variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Minuman yang dikonsumsi oleh kelas atas seperti sekoteng, teh hitam, bandrek, jus wortel, jus tomat, beras kencur dan kunyit. Berdasarkan teori pangan fungsional menurut (Jansen, 2006), pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu yang memberikan peran selama proses metabolisme. Contohnya minum teh yang memberi kesegaran dan menyehatkan karena di dalam teh terkandung senyawa yang disebut catechin. Salah satu manfaat catechin adalah menghambat peningkatan kadar 26 kolesterol darah dengan cara menghambat penyerapan kolesterol yang berlebihan. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Distribusi zat-zat yang terdapat dalam berbagai makanan fungsional diperkirakan meliputi serat pangan (40%), kalsium (20%), oligosakarida (20%), bakteri asam laktat (10%) dan zat lain (10%). Sedangkan berdasarkan teori status sosial ekonomi menurut (Suparyanto, 2010) adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Kelas menengah dan kelas atas lebih banyak mendapatkan informasi dari media cetak dan elektronik seperti Koran, TV, radio, majalah, tabloid.. Sehingga pengetahuan gizi mereka khususnya tentang pangan fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan kelas bawah. Selain itu daya beli kelas atas juga mendukung tingginya variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Sedangkan untuk kelas bawah, kemiskinan sebagai salah satu determinan sosial ekonomi yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh dan lainlain. Tolak ukur yang umumnya digunakan untuk penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan miskin adalah tingkat pendapatan (Abu, 2005). Lansia kelas bawah lebih kepada mengkonsumsi obat-obatan warung apabila mereka merasakan pusing atau pegel-pegel pada tubuhnya dan mereka tidak memanfaatkan bahan-bahan yang berbasis pangan fungsional seperti sayursayuran, walaupun di sekitar mereka banyak sekali hasil pertanian untuk diolah menjadi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Kondisi lansia di sana sangat memprihatinkan, mereka lebih banyak menderita asam urat, obesitas dan hipertensi. Berdasarkan teori kebutuhan gizi lansia menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi , faktor-faktor yang menyebabkan mereka memiliki penyakit tersebut adalah metabolisme basal menurun, kepadatan tulang menurun sehingga peka terhadap penyakit dan alergi dan system pencernaan terganggu. Selain itu, daya beli atau penghasilan mereka yang tidak cukup untuk membeli kebutuhan primer. Namun sayangnya mereka tidak memanfaatkan pertanian yang menjadi mata pencahariannya khususnya sayur-sayuran dan buah-buahan yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit degeneratif, bahan-bahan tersebut merupakan bahan yang memiliki fungsi fisiologis. Menurut (Winarno,2007) beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah pencegahan dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan, dan menyehatkan kembali. Sayuran jenis cricifereous atau kelompok kubis-kubisan seperti brokoli, bunga kol, merupakan bahan makanan yang kaya akan isothyocyanates yang bermanfaat untuk menurunkan resiko kanker. Selain itu, pengetahuan yang minim tentang kesehatan membuat mereka banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula, minyak dll. Oleh karena itu, diharapkan semua kalangan dapat memanfaatkan bahanbahan berbasis pangan fungsional karena bahan-bahan tersebut murah dan mudah didapat. Diharapkan lansia kelas atas dan kelas menengah, memanfaatkan bahan-bahan pangan fungsional untuk dikonsumsi setiap hari karena daya beli mereka terhadap konsumsi makan lebih tinggi. Sehingga bisa mendapatkan hidup yang lebih sehat dan baik. Sedangkan lansia kelas bawah, diharapkan memanfaatkan hasil pertanian yang menjadi mata pencahariannya khususnya sayur-sayuran dan buah-buahan, supaya mereka mendapatkan hidup yang lebih baik. Dengan demikian, untuk mendapatkan bahan-bahan berbasis pangan fungsional tidak harus membeli suplemen-suplemen seperti yang banyak ditawarkan. Cukup dengan mengkonsumsi menu dari bahan makanan yang beragam dan seimbang antara kandungan gizi bahan makanan tersebut dengan kebutuhan tubuh (Retnaningsih, 1994). SIMPULAN Untuk kelas bawah, diketahui bahwa skor 5-8 (1 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional seperti es kacang, sekoteng, teh jahe, jus strawberry, teh hijau, beras kencur, kunyit. Untuk skor 9-12 (2-3 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis 27 pangan fungsional seperti jus tomat dan teh hitam. Untuk kelas menengah, diketahui bahwa skor 5-9 (1 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional seperti susu kedelai, es kacang hijau, sekoteng, wedang jahe, bandrek, jus wortel, sup buah, teh hijau, beras kencur, kunyit, jus mangga, jus alpukat. Untuk skor 10-14 (2-3 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional seperti teh hitam. Untuk kelas atas, diketahui skor 5-9 (1 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional seperti susu sapi, susu kedelai, es kacang hijau, air jahe, wedang jahe, jus wortel, jus tomat, jus strawberry, jus apel, jus jeruk, sup buah, teh hijau, kunyit, jus mangga, jus alpukat. Untuk skor 10-16 (2-3 kali/bulan) variasi minuman selingan berbasis pangan fungsional seperti sekoteng, bandrek, jus wortel dan tomat, teh hitam, beras kencur dan kunyit. Jumlah skor rata-rata variasi minuman selingan lansia dengan tingkat ekonomi kelas bawah sebesar 977.6667, tingkat ekonomi kelas menengah sebesar 1566.2500 dan tingkat ekonomi kelas atas sebesar 2562.0000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lansia dengan status ekonomi kelas atas lebih sering mengkonsumsi minuman selingan berbasis pangan fungsional. Terdapat perbedaan variasi minuman selingan lansia antara tingkat ekonomi kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Older Persons in Bostwana.Journal of Nutrition. Bostwana Darmodjo. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Gilarso, T. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hardinsyah. 2011. Tetap Bugar dan Sehat Saat Lansia. Republika : 28. (kolom 12). Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 71 Istiany,dkk. 2009. LaporanAkhir Hasil Penelitian Strategis Nasional Revitalisasi Pos Pembinaan Terpadu dalam Peningkatan Kesehatan dan Status Gizi Lansia Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Kamus Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta: Balai Pustaka. Koswara, Sutrisno. 2005. Kacang-kacangan Sumber Serat Yang Kaya Gizi.http://www.ebookpangan.com Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM . DAFTAR PUSTAKA Mangkuatmodjo. 2004. Statistik Lanjutan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Almatsier, Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Moeji, Sjahmiei. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Penerbit Bhratara. Anonymous. 2007. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek jakarta : Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik. 1999. Proyeksi Penduduk Indonesia. 1990-2025. Biro Hukum Departemen Sosial. 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: Departemen Sosial. Clausen, et al. 2005. Predictors of Food Variety and Dietary Diversity Among Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oliver, M. 1996.Dasar-Dasar Pemasaran.Jakarta : Intermedia Jakarta. Pakpahan, Hombar. 2007. Metode Penelitian Survei Analitik.http://www.ilmukomputer.blo gspot.com. Rusilanti, dkk. 2006Aspek Psikososial, Aktivitas Fisik, dan Konsumsi 28 Makanan Lansia Di Masyarakat. Jakarta. Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Jakarta: PT. Kompas Nusantara. Singarimbun dan Efendi. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rieneka Cipta. Suparyanto, 2010. Konsep Dasar Status Ekonomi..http://suparyanto.blogspot.c om. Widjajakusumah, 2006. Tetap Bugar di Usia Lanjut, Jakarta : Trubus Agri. Winarno F.G, Kartawidjajaputra F. 2007. Pangan Fungsional dan Minuman Energi. Ed ke-1. Bogor: M-Brio Press. [Info-Sehat]. 2006. Karakteristik Kedelai Sebagai Bahan Pangan Fungsional. http://wwwebookpangan.com [UNJ] Universitas Negeri Jakarta, 2009. Statistika Parametrik dan Non Parametrik Untuk Penelitian. Jakarta : FT UNJ Press. [UNJ] Universitas Negeri Jakarta. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi, Komprehensif dan Karya Inovatif. Jakarta: FT UNJ Press.