penerapan metode pemecahan masalah kolaboratif berscaffolding

advertisement
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF
BERSCAFFOLDING RUBRIK PENILAIAN MAKALAH UNTUK MENINGKATKAN
KUALITAS KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA
Bambang Suteng Sulasmono
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas karya tulis mahasiswa dalam bentuk
makalah dalam bidang hukum tatanegara melalui penerapan metode Pemecahan Masalah
secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan, dengan menggunakan model dari Kemmis dan Tagart.
Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum Tatanegara, yang
diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan yang
berbeda.Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan test. Instrumen yang
dikembangkan meliputi silabi perkuliahan, Rubrik Penilaian Makalah dan Panduan Tata Tulis
karya Ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah
secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah dapat
meningkatkan kualitas makalah tentang lembaga-lembaga Negara Republik Indonesia yang
disusun oleh para mahasiswa peserta matakuliah Hukum Tatanegara Republik Indonesia.
Kata kunci: Pemecahan Masalah Kolaboratif, Scaffolding, Rubrik Penilaian, Kualitas Makalah.
PENDAHULUAN
Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kebanyakan mahasiswa di Program Studi S1
PPKn adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menulis karya ilmiah, utamanya dalam
bentuk makalah. Padahal hampir semua matakuliah di program studi ini memuat tugas
penyusunan makalah sebagai salah satu aspek penilaiannya. Hal tersebut juga terjadi dalam
perkuliahan Hukum Tatanegara Republik Indonesia (HTNRI) yang menurut gaftar alir ideal harus
diikuti oleh mahasiswa tingkat Wreda atau semester ke tujuh dari masa perkuliahan mereka.
Dalam menyusun makalah tentang lembaga-lembaga Negara RI, para mahasiswa cenderung
hanya mencari bahan makalah di internet, beberapa diantara mereka bahkan hanya mengcopy
paste hasil karya orang lain, dengan atau bahkan tanpa diedit, dan tanpa menyebutkan sumber
acuannya. Dari segi tata tulis makalah mahasiswa juga banyak diwarnai oleh salah ketik, tidak rapi
dan kurang sistematis penyajiannya. Secara substantif terdapat beberapa salah konsep atau
miskonsepsi tentang konsep kosep dasar ilmu kenegaraan yang menjadi dasar pemahaman atas
hukum tatanegara.
Jika diidentifikasi lebih lanjut permasalahan dalam penulisan makalah tentang Lembaga
Negara di Negara Republik Indonesia adalah:
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |131
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016

Mahasiswa belum mampu menyusun latar belakang penulisan makalah yang seluruh uraian
secara sistematis memberi gambaran tentang pentingnya pokok permasalahan yang
bersangkutan untuk ditelaah dan hasilnya dituangkan ke dalam satu karya ilmiah dalam
bentuk makalah.

Mahasiswa belum mampu menyajikan rumusan masalah secara jelas dan bernas serta
sesuai dengan latar belakang masalah penulisan makalah.

Mahasiswa belum mampu menyatakan tujuan penulisan makalah secara secara jelas dan
bernas serta sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah penelitian.

Mahasiswa belum mampu merumuskan sistematika penulisan makalah dalam sebuah
paragrap yang mampu memberi gambaran menyeluruh tentang isi makalah.

Mahasiswa belum mampu menyusun substansi makalah secara ilmiah (logis, sistematis, dan
jujur), atau dalam kasus sejarah lembaga negara, belum mampu menyajikan gambaran
keberadaan dan pengaturan lembaga dari masa ke masa sesuai periode sejarah
ketatanegaraan Republik Indonesia secara bernas dan akurat serta merujuk sumber pustaka
yang digunakan
Dari segi Dosen, dosen belum menyediakan panduan penulisan karya ilmiah (makalah)
beserta rubrik penilaian makalah yang menjadi acuan penulisan makalah. Oleh karena itu penulis
berupaya mengatasi masalah di atas dengan menerapkan metode pemecahan masalah kolaboratif
berscaffolding rubrik penilaian makalah. Dalam rangka mengembangkan kemampuan mahasiswa
menulis karya ilmiah (makalah) itulah penelitian ini hendak dilaksanakan.
Terdapat banyak teknik atau sintak pembelajaran berbasis masalah, namun penelitian kali
ini hendak menerapkan model pembelajaran berbasis masalah “Pemecahan Masalah secara
Kolaboratif” sebagaimana dikembangkan oleh Nelson (Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan
kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut Nelson, pembelajaran untuk memecahkan
masalah secara kolaboratif semestinya dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup:
a) membangun kesiapan, b) membentuk kelompok dan normanya, c) menentukan batasan
masalah awal, d) menentukan dan membagi tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan
masalah bersama secara iteratif (berulang-alik), f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan
dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan proses, serta i) melakukan penutupan.Kesembilan
langkah pemecahan masalah di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah pertama,
Membangun Kesiapan. Dalam kegiatan persiapan ini dilakukan (a) pemahaman terhadap proses
pemecahan masalah secara kolaboratif, (b) pengembangan skenario tugas atau masalah otentik
untuk mengikat kegiatan-kegiatan pembelajaran dan belajar, serta (c) pelatihan ketrampilanketrampilan proses bekerja kelompok. Langkah kedua, Membentuk Kelompok dan Normanya.
132 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
Dalam tahap ini dilakukan pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang heterogen
keanggotannya. Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman
pelaksanaan kerja sebagai norma bersama. Langkah ketiga, Menentukan Batasan Masalah Awal.
Di tahap ketiga, dilakukan pemahaman bersama tentang masalah melalui negosiasi, identifikasi
isu-isu dan tujuan-tujuan belajar, curah pendapat tentang solusi awal atau rencana pelaksanaan
tugas, memilih dan membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang
diperlukan, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk mevalidasi rencana kegiatan.
Langkah keempat, Menentukan dan Membagi Peran. Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peranperan pokok yang diperlukan untuk menjalankan rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian
peran. Langkah kelima, Proses Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik). Dalam
tahap ini dilakukan kegiatan menajamkan rencana kerja, mengidentifikasi dan membagi tugastugas, mengumpulkan informasi, sumber-sumber dan ahli yang diperlukan. Siswa/mahasiswa juga
bekerjasama dengan pengajar memperoleh sumber-sumber maupun ketrampilan-ketrampilan
tambahan yang diperlukan, membagi informasi, dan sumber sumber yang diperoleh kepada
sesama anggota kelompok, terlibat dalam pencapaian solusi atau perkembangan kerja kelompok,
melaporkan secara reguler sumbangan individual dan kegiatan kegiatan kelompok, berpartisipasi
dalam kerjasama dan evaluasi antar kelompok, serta melakukan evaluasi formatif atas solusi atau
pelaksanaan tugas. Langkah keenam, Merampungkan Solusi atau Tugas. Hal itu dilakukan
dengan menyusun draft versi akhir solusi atau laporan tugas, melakukan evaluasi akhir atau tes
kemanfaatan dari solusi atau hasil kinerja, serta merevisi dan melengkapi versi akhir dari solusi
atau laporan kerja. Langkah ketujuh, Melakukan Sintesa dan Refleksi. Inti dari kegiatan dalam
tahap ini adalah mengidentifikasi perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalamanpengalaman serta perasaan-perasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan
refleksi atas proses belajar kelompok dan individual. Langkah kedelapan, Mengukur Hasil dan
Proses Belajar. Hal itu dilakukan dengan mengevaluasi hasil karya dan artifak artifak yang
diciptakan, serta mengevaluasi proses yang digunakan. Terakhir, langkah kesembilan, Melakukan
Penutupan. Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman
kelompok melalui kegiatan penutupan. Kesembilan langkah tersebut hendak dilakukan dalam
penelitian ini, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kebutuhan, guna meningkatkan kecakapan
mahasiswa dalam menyusun makalah dalam bidang Huku Tatanegara.
Istilah scaffold dan scaffolding dalam bahasa Inggris sama-sama merupakan kata benda.
Kata scaffold bermakna ‘structure put up for workmen to stand on while building or repairing walls,
etc’ sedang kata scaffolding bermakna ‘materials (e.g. poles and planks) for a scaffold’. Dalam
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |133
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
bahasa Jawa benda yang digambarkan sebagai scaffold dalam bahasa Inggris itu disebut dengan
nama anjang-anjangan, anjap-ajapan, bei atau planggrangan. Kamus Inggris Indonesia
mengartikan kata scaffold sebagai perancah namun penulis lebih nyaman mengartikan kata
scaffold/ scaffolding sebagai topangan belajar. Istilah scaffolding pertama kali digunakan dalam
artikel Wood, Bruner & Ross pada tahun 1976 (Jonassen, 1999, Slavin 2000; Pea 2004) untuk
menggambarkan interaksi antara tutor dan anak-anak dalam menyelesaikan sebuah teka-teki.
Istilah itu kemudian dimaknai sebagai bantuan yang memungkinkan anak-anak atau pemula
memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai tujuan yang tidak dapat dicapainya
tanpa bantuan. Scaffolding pada awalnya menunjuk pada situasi belajar yang informal dan yang
tak sengaja dirancang karena lebih merupakan bagian dari kegiatan sosial budaya dalam
masyarakat. Namun kini scaffolding telah disatukan dengan kegiatan kegiatan pembelajaran yang
diformalkan dalam sistem yang sengaja dirancang seperti dalam buku pelajaran, piranti lunak
komputer, bahan-bahan pelajaran dan artefak-artefak lain yang secara khusus dikreasi untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Slavin (2000)
memaknai scaffolding sebagai ‘bantuan bagi belajar dan pemecahan
masalah yang mencakup isyarat-isyarat, pengingat, dorongan, pemecah mecahan masalah ke
dalam langkah langkah pemecahan masalah, pemberian contoh, dan lain sejenisnya yang
memungkinkan siswa berkembang menjadi pebelajar yang mandiri’. Jonnasen (1997) menyatakan
bahwa scaffold adalah kerangka kerja sementara untuk membantu pebelajar di dalam ‘area
perkembangan terdekat’ mereka dalam mengerjakan tugas belajar yang kompleks yang tak
mungkin diselesakain tanpa bantuan. Jonassen (Reigeluth, 1999) menyatakan bahwa scaffolding
adalah bantuan untuk belajar dan memecahkan masalah yang memungkinkan pebelajar tumbuh
sebagai pebelajar mandiri. Scaffolding adalah pendekatan untuk membantu pebelajar dalam
memusatkan diri pada tugas, dan lingkungan belajar secara lebih sistemik jika dibandingkan
dengan modeling. Scaffolding menyediakan kerangka kerja sementara untuk mendukung belajar
dan kinerja pebelajar di luar kapasitasnya.
Menurut Jackson dkk (sebagaimana dikutip Puntambekar & Kolodner: 2005) scaffolding
memiliki karakteristik adaptabel dan fadabel. Adaptabel karena scaffolding harus terus menerus
disesuaikan
dengan
kebutuhan
siswa/mahasiswa,
senyampang
perpindahan
kapasitas
siswa/mahasiswa dari satu arena ke arena perkembangan terdekat berikutnya. Sifat fadabel (dari
kata dasar fade) karena memang penggunaan sebuah scaffolding bersifat sementara. Secara
bertahap bantuan akan ditarik senyampang berkembangnya kemampuan siswa/mahasiswa
mengerjakan tugas belajar yang bersangkutan secara mandiri.
134 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
Pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran diderivasi dari ajaran Vygotsky (dalam Moll,
1993) tentang perkembangan kognitif dan fungsi belajar di dalamnya yang memuat empat prinsip
pokok yaitu bahwa (a) anak anak membangun pengetahuannya, (b) perkembangan tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosialnya, (c) belajar dapat memicu perkembangan dan (d) bahasa
memainkan peran penting dalam perkembangan mental. Pemanfaatan scaffolding dalam
pembelajaran sudah cukup lama berkembang dan oleh karena itu telah berkembang pula
beragam jenis scaffolding. Jika pada tahap awalnya scaffolding lebih bermakna sebagai bantuan
yang diberikan oleh orang yang lebih berpengetahuan secara langsung kepada individu pebelajar
yang memerlukan, maka dewasa ini scaffolding sudah mencakup semua jenis bantuan baik yang
diberikan baik oleh manusia atau alat alat belajar, langsung maupun tak langsung, kepada para
pebelajar baik sebagai individual maupun klasikal.
Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa scaffolding itu dapat berupa (a) alat-alat
semacam kartu-kartu isyarat atau petunjuk prosedural sebagaimana dikembangkan oleh
Scardamalia & Bereiter, 1985; Scardamalia, Bereiter & Steinbach, 1984; atau (b) teknik-teknik
semacam ‘reciprocal teaching’ nya Palincar & Brown (1984) dan ‘guided peer questioning nya King
(1991,1992) dan King & Rosenshine (1993). Jonassen (dalam Reigeluth, 1999) berpendapat
bahwa karena kesulitan pebelajar umumnya disebabkan karena
kurangnya
kesiapan dan
pengetahuan awal maka ada tiga pendekatan dalam menscaffold pembelajaran yaitu dengan (a)
menyesuaikan tingkat kesulitan tugas, (b) menstrukturkan kembali tugas-tugas agar menutup
ketiadaan pengetahuan awal, dan (c) menyediakan penilaian alternatif. Jadi scaffold mungkin
berupa (a) tugas-tugas yang lebih mudah, semacam ‘black-box scaffolding’ nya Hmelo & Guzdial,
1996; dan (b) desain ulang tugas sedemikian sehingga mendukung belajar para pebelajar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dijawab melalui
penelitian ini dapat dirumuskan: “apakah model pembelajaran Pemecahan Masalah Secara
Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa
dalam menyusun makalah di bidang Hukum Tatanegara”. Sejalan dengan latar belakang rumusan
masalah tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kecakapan
mahasiswa dalam menyusun makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas
makalah mahasiswa di bidang Hukum Tatanegara, melalui penerapan model pembelajaran
Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
Dalam bidang teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang penggunaan
pembelajaran berbasis masalah khususnya melalaui model pemecahan masalah secara kolaboratif
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |135
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
dan pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran. Sedang secara praktis manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah a) para mahasiswa subyek penelitian ini diharapkan dapat
memperoleh manfaat secara langsung karena mereka mengalami proses pembelajaran tentang
memecahkan masalah berscaffolding yang prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan dalam
pelaksanaan tugas mereka kelak, dan b) hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan
wawasan bagi para Dosen tentang cara dan manfaat penggunaan model pembelajaran
pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding dalam mengelola proses pembelajaran
pendidikan di Perguruan Tinggi.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis &
Tagart yang mencakup 4 (empat) langkah pokok yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan dan
sekaligus c) observasi, serta d) refleksi. Keempat tahap kegiatan berlangsung dalam konteks
penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif, dan penggunaan scaffolding Rubrik
Penilaian Makalah. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum
Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan
yang berbeda yaitu mahasiswa angkatan tahun 2009, 2010 dan tahun 2011. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah observasi, dan test. Alat pengumpul data menggunakan lembar
pengamatan, dan rubrik penilaian makalah yang dikembangkan oleh peneliti (terlampir). Untuk
menganalisis data yang diperoleh dari hasil observasi, dan penugasan digunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut akan disajikan deskripsi hasil penelitian yang mencakup perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan dan hasil tindakan.
Tahap Perencanaan Tindakan
Untuk melaksanakan penelitian ini peneliti melakukan perancangan beberapa perangkat
yang diperlukan. Hal hal yang dikembangkan mencakup: a) silabi perkuliahan, b) sintaks
pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif bersfafolding rubrik penilaian, dan instrumen
penopang penulisan makalah mahasiswa dalam bentuk c) rubrik penilaian makalah, dan d)
pedoman tatatulis karya ilmiah.
Silabi Perkuliahan
Silabi perkuliahan dikembangkan dengan memanfaatkan silabi yang sudah dikembangkan
oleh program studi S1 PPKn, dengan dimodifikasi sesuai kepentingan penelitian. Di dalam silabi
136 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
tersebut sudah terkandung pula topik-topik yang harus dikembangkan mahasiswa dalam penulisan
makalah secara berkelompok dan format baku penulisan makalah.
Sintak Pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif Berscaffolding Rubrik Penilaian
Sintaks pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif dikembangkan dengan
mengadaptasi langkah-langkah Collaborative Problem Solving dari Nelson, L.M. (dalam
Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut
Nelson (1999) pembelajaran untuk memecahkan masalah secara kolaboratif semestinya
dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup: a) membangun kesiapan, b) membentuk
kelompok dan normanya, c) menentukan batasan masalah awal, d) menentukan dan membagi
tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan masalah bersama secara iteratif (berulang-alik),
f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan
proses, serta i) melakukan penutupan. Dalam penelitian ini tahapan di atas disederhanakan pada
bagian akhirnya, di mana tahap merampungkan tugas, mensintesakan dan refleksi, serta
mengases hasil hasil dan proses pemecahan masalah disatukan menjadi tahap penyusunan dan
penyajian makalah. Dengan demikian dalam penelitian ini hanya dilaksanakan 7 tahapan kegiatan.
Rubrik Penilaian Makalah
Rubrik penilaian makalah dikembangkan dengan merekonstruksikan Rubrik Penilaian
Argumen dari Cho dan Jonassen (2002) yang disesuaikan dengan karakteristik bidang kajian
Hukum Tatanegara yang sedikitnya mengandung 3 (tiga) aspek atau sudut pandang yaitu aspek
historis, aspek politis dan aspek yuridis serta tata cara penulisan karya ilmiah di lingkungan
perguruan tinggi. Rubrik Penilaian Makalah tersebut kemudian diuji ahlikan kepada pakar di
bidang bahasa Indonesia.
Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah
Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah dikembangkan guna memberi panduan praktis kepada
mahasiswa dalam menulis karya ilmiah yang logis sistematis dan obyektif, baik dari sisi
kebahasaan, maupun teknis tata tulisnya.
Tahap Implementasi Tindakan
Tindakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan ketujuh langkah pemecahan
masalah secara kolaboratif dengan scaffolding Rubrik Penilaian Makalah di atas, yang dapat
diuraikan sebagai berikut.
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |137
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
Tahap Membangun Kesiapan
Dalam kegiatan persiapan ini peneliti memfasilitasi proses (a) pemahaman terhadap silabus
perkuliahan Hukum Tatanegara, (b) pemahaman terhadap tugas/masalah yang harus
dipecahkan secara kolaboratif, yaitu menyusun makalah tentang lembaga Negara Republik
Indonesia yang meliputi: MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPH; dan (c) pemahaman
terhadap proses pemecahan masalah secara kolaboratif, yaitu bahwa penulis makalah harus
sejalan dengan Pegoman Penyusunan Karya Tulis dan melakukan self assessment atas karya
tulis mereka dengan Rubrik Penilaian Makalah.
Tahap Membentuk Kelompok Dan Normanya
Dalam tahap ini penelitin memfasilitasi pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang
heterogen keanggotannya. Sesuai dengan jumlah topik yang harus disusun makalahnya, yaitu
7 (tujuh) buah, maka kelas kemudian dibagi ke dalam tujuh kelompok dengan jumlah anggota
5-6 orang. Komposisi keanggotaan kelompok dibuat heterogen di mana terdapat perpaduan
baik dari aspek gender, kemampuan akademik, maupun lama studi di program studi S1 PPKn.
Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman pelaksanaan kerja
sebagai norma bersama.
Tahap Menentukan Batasan Masalah Awal
Sesudah kelompok dan norma kelompok terbangun, penelitin memfasilitasi proses
pemahaman bersama tugas menyusun makalah. Tugas untuk menyusun satu makalah
kelompok tentang lembaga negara Republik Indonesia itu didiskusikan oleh masing-masing
kelompok. Dalam diskusi ini masing-masing kelompok mengidentifikasi unsur-unsur atau
aspek-aspek yang harus termuat di dalam makalah sesuai dengan Pedoman Tata Tulis yang
diberikan, melakukan curah pendapat tentang rencana pelaksanaan tugas, memilih dan
membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang diperlukan, terutama
menyangkut substansi makalah yaitu peraturan perundangan tentang lembaga negara di
Indonesia, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk memvalidasi rencana kegiatan.
Peneliti juga memfasilitasi pemahaman terhadap Rubrik Penilaian Makalah yang dijadikan
acuan dalam memenuhi kualitas makalah yang hendak disusun. Pada akhirnya disepakati
bahwa makalah setidaknya memuat bagian pendahuluan: yang memuat latar belakang
penulisan, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan; bagian pembahasan yang
mencakup sejarah dan perbandingan pengaturan tentang kedudukan, komposisi, cara
pengisian, tugas dan wewenang, hak-hak lembaga, alat kelengkapan dan hubungan antar
lembaga, serta bagian penutup yang berisi kesimpulan.
138 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
Tahap Menentukan dan Membagi Peran
Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peran-peran pokok yang diperlukan untuk menjalankan
rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian peran. Dari sisi struktur kelompok, peranperan yang umumnya disepakati oleh mahasiswa adalah ketua kelompok, sekretaris kelompok
dan anggota kelompok. Dari segi pelaksanaan tugas masing-masing kelompok membagi tugas
pengumpulan sumber atau bahan tulisan kepada semua anggota kelompok (termasuk ketua
dan sekretaris kelompok). Sedang pada tahap penulisan makalah disepakati bahwa hal itu
akan dilaksanakan secara bersama-sama, dalam serangkaian diskusi dan/atau kerja kelompok
sesuai agenda kerja yang sudah ditentukan.
Tahap Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik)
Dalam tahap ini kelompok-kelompok mahasiswa mencari sumber-sumber bacaan, berbagi
informasi dan sumber sumber yang diperoleh kepada sesama anggota kelompok, terlibat
dalam proses penyusunan makalah. Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan mahasiswa
berkonsultasi tentang substansi makalah kepada Dosen. Di samping itu draft makalah
mahasiswa juga dinilai dengan Rubrik Penilaian Makalah oleh Peneliti Kolaborator (seorang
ahli Bahasa Indonesia dan seorang ahli substansi Hukum Tatanegara). Hasil penilaian
terhadap draft makalah itu didiskusikan bersama antara peneliti dan peneliti kolaborator
sebagai proses refleksi atas proses pelaksanaan tugas mahasiswa dalam menyusun makalah.
Hasil refleksi menunjukkan bahwa mahasiswa belum cukup memahami dan memanfaatkan
Rubrik Penilaian Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah. Oleh kerana itu kemudian
diputusakan untuk menjelaskan ulang bagaimana cara memanfaatkan Rubrik Penilaian
Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil
penilaian terhadap draft makalah dan pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah tersebut
kelompok-kelompok mahasiswa melakukan melakukan evaluasi formatif dengan melakukan
self assessment terhadap draft makalah yang mereka susun, mencari sumber-sumber
tambahan dan akhirnya melakukan revisi atas draft makalah menjadi makalah jadi.
Tahap Menyusun, Menyajikan dan Merevisi Makalah
Setelah melalui lima tahapan kegiatan di atas, masing-masing kelompok sudah memiliki
makalah siap saji dan menyiapkan bahan presentasi dalam bentuk powerpoint. Makalah
tersebut kemudian disajikan di dalam kelas di mana kelompok penyaji memberi penjelasan,
serta mempertahankan isi maupun teknik penulisan makalah, sedang kelompok lain
memberikan pertanyaan, sanggahan maupun masukan untuk perbaikan. Makalah juga dinilai
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |139
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
oleh dua orang peneliti kolaborator. Dosen peneliti dan peneliti kolaborator berdasarkan hasil
diskusi tentang makalah yang disajikan juga memberikan masukan masukan tentang
perbaikan yang harus dilakukan demi kesempurnaan makalah. Pada akhirnya masing masing
kelompok merevisi dan melengkapi versi akhir dari makalah sesuai dengan masukan yang
diperoleh selama penyajian makalah. Sekali lagi makalah akhir ini kemudian dinilai baik oleh
dosen peneliti maupun peneliti kolaborator dengan menggunakan Rubrik Penilaian Makalah
yang sama seperti yang digunakan untuk self assessment oleh mahasiswa.
Tahap Penutupan.
Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman kelompok
melalui kegiatan penutupan. Inti dari kegiatan dalam tahap ini adalah mengidentifikasi
perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalaman-pengalaman serta perasaanperasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan refleksi atas proses belajar
kelompok dan individual. Di samping itu dilakukan pula evaluasi hasil karya yang telah
dihasilkan, dan evaluasi terhadap proses proses yang digunakan dalam perkuliahan.
Hasil Tindakan
Adapun data perkembangan skor makalah masing-masing kelompok mulai dari tahap
naskah awal, draft makalah dan makalah akhir adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1. Perkembangan Pencapaian Skor Makalah Mahasiswa
KELOMPOK
SKOR MAKALAH
DRAFT
SAJI
AKHIR
Majelis Permusyawaratan Rakyat
34
52
70
Dewan Perwakilan Rakyat
34
52
75
Dewan Perwakilan Daerah
29
57
77
Presiden
34
56
82
Mahkamah Agung
38
47
76
Mahkamah Konstitusi
36
61
84
Badan Pemeriksa Keuangan
34
52
72
Sumber: Data penelitian diolah.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Pemecahan Masalah
secara Kolaboratif, dengan topangan Belajar Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan
kecakapan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang ditunjukkan dengan peningkatan
kualitas makalah mahasiswa. Keberhasilan itu diperhitungkan berkenaan dengan terpenuhinya
140 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
sebagian dari kondisi ideal yang dipersyaratkan bagi keberhasilan pemecahan masalah secara
kolaboratif.
Nelson (1999) menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif tidak
dapat digunakan untuk mengajarkan bahan bahan pelajaran yang berupa informasi-informasi
faktual maupun tugas- tugas prosedural yang harus dijalani dengan langkah yang pasti. Kondisi
kondisi bahan ajar, lingkungan belajar, karakteristik pebelajar dan pengajar yang sesuai bagi
penggunaan model ini adalah sebagai berikut ini.
Dari segi jenis bahan ajar/konten, pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif
sangat cocok dengan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan strategistrategi kognitif. Tugas-tugas heuristik adalah tugas tugas yang terbangun dari sistem ketrampilan
dan pengetahuan yang kompleks yang dapat dikombinasikan dengan berbagai macam cara untuk
menjalankan tugas dengan berhasil. Pengembangan pemahaman konseptual mencakup baik
pengembangan skema-skema bagi pengetahuan baru maupun asimilasi isi pelajaran ke dalam
skema yang sudah ada. Strategi kognitif mencakup ketrampilan-ketrampilan berpikir kritis, strategistrategi belajar, dan ketrampilan ketrampilan meta-kognitif. Tugas menyusun karya ilmiah pada
dasarnya merupakan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan
pengembangan strategi-strategi kognitif. Dengan demikian penugasan menyusun makalah di atas
tepat dilaksanakan melalui pemecahan masalah secara kolaboratif. Dari segi lingkungan belajar,
lingkungan yang amat cocok bagi belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah
lingkungan yang kondusif bagi kerjasama, percobaan, dan inkuiri, yaitu lingkungan yang
mendorong terjadinya pertukaran gagasan dan informasi secara terbuka. Lingkungan belajar
haruslah mencerminkan nilai-nilai yang secara hakiki terkandung dalam sebuah kolaborasi. Waktu,
ruang, dan sumber daya yang memadai harus disediakan. Perencanaan yang matang diperlukan
agar tersedia cukup waktu bagi setiap kelompok untuk bertemu dan menyelesaikan tugas. Ruang
yang memadai juga harus disediakan untuk pertemuan-pertemuan kelompok maupun pengerjaan
tugas. Berragam informasi, bahan, sumber daya manusia harus cukup tersedia bagi pebelajar.
Lingkungan belajar bagi penerapan model pemecahan masalah secara kolaboratif dalam
penelitian ini juga sudah cukup memadai karena tersedia banyaknya rujukan baik di perpustakaan
maupun internet, serta tersedianya cukup kesempatan bagi kelompok untuk mengerjakan tugas
bersama. Penggunaan Rubrik Penilaian Makalah dibawah bimbingan Dosen untuk memandu
proses penyusunan makalah juga merupakan lingkungan yang mendukung proses penyusunan
makalah mahasiswa. Dari segi karakteristik siswa/mahasiswa, karakteristik siswa/mahasiswa yang
cocok terlibat dalam belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah siswa/mahasiswa
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |141
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
mandiri (self-regulated learner) yang nyaman dengan dan berkemauan untuk memikul
tanggungjawab atas belajarnya sendiri. Sebagaian mahasisa peserta kuliah dalam penelitian ini
belum berkembang kemandirian belajarnya, sehingga dalam setiap kelompok selalu terdapat
sosok mahasiswa yang mendominasi pelaksanaan tugas kelompok.
Khusus dalam hal memecahkan masalah yang bersifat ill-structured – seperti tugas
menyusun makalah di atas - maka mahasiswa haruslah memiliki persyaratan kognitif untuk
memecahkan masalah jenis ill-structured tersebut. Persyaratan kognitif untuk memecahkan
masalah ill-structured mencakup baik pengetahuan domain khusus (Chi & Glaser, 1985; Voss &
Post, 1988; Voss dkk, 1991) maupun struktur pengetahuan (Chi & Glaser). Pengetahuan tentang
domain khusus adalah pengetahuan tentang isi disiplin ilmu itu seperti informasi proposisional,
konsep-konsep, aturan-aturan dan prinsip-prinsip (Jonassen, 1997).
Sedangkan struktur
pengetahuan merupakan jejaring informasi terorganisir yang disimpan dalam semantik atau
memori jangka panjang (Jonassen, Beissner & Yacci, 1993) yang bisa disebut sebagai skema
(schema). Skema akan menyajikan kembali pengetahuan yang kita alami, termasuk di dalamnya
saling-hubungan di antara obyek-obyek, situasi-situasi, kejadian-kejadian, dan urut-urutan kejadian
yang biasa muncul. Skema digunakan untuk menafsirkan situasi-situasi dan pengamatanpengamatan baru dan membimbing pemecah masalah untuk memunculkan prosedur pemecahan
masalah yang cocok. Pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah dan Pedoman Tata Tulis Karya
Ilmiah sebagai scaffolding atau topangan belajar dalam penelitian ini, memungkinkan mahasiswa
membangun skema baru tentang bagaimana menyusun makalah yang berkualitas yang pada
gilirannya terwujud ke dalam makalah-makalah mahasiswa yang semakin berkualitas.
Hasil penelitian tentang manfaat scaffolding di atas sejalan dengan hasil sejumlah
penelitian yang menunjukkan efektifitas penggunaan berbagai macam scaffolding baik bagi
pembelajaran secara umum, maupun bagi pengembangan kecakapan berargumentasi
khususnya. Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa penelitian-penelitian yang ada
menunjukkan bukti tentang efektifitas teknik-teknik scaffolding bagi berbagai macam tugas dan
proses semacam menulis (Scardamalia dkk, 1984), memahami bacaan (King, 1989; Palincar &
Brown), ‘word problem-solving’ (King, 1991) konstruksi pengetahuan (King & Rosenshine).
Scaffold-scaffold itu terbukti membantu pebelajar dalam mengaktifkan skemata mereka,
mengorganisasikan dan memunculkan kembali pengetahuan, memonitor dan mengevaluasi, serta
merefleksikan belajar mereka (King, 1991, 1992, 1994; Hmelo, Kinzer, & Secules, 1999; Palincar &
Brown; Rosenshine, dkk; Scardamalia & Bereiter; Scardamalia dkk, 1984). Sedang Cho &
Jonassen (2002) mencatat bahwa studi Lajole dan Lesgold (1992) tentang penggunaan program
Sherlock untuk mengembangkan argumentasi, menunjukkan bahwa kelompok ekperimen
142 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
menampilkan kinerja yang lebih baik dibanding kelompok kontrol baik dari segi jumlah masalah
yang dipecahkan maupun dari segi kualitas proses pemecahan masalahnya. Studi Diehl dkk (tth)
juga menunjukkan bahwa scaffold yang mereka pergunakan (Convince Me) dapat membantu
pebelajar dalam kegiatan kegiatan pemecahan masalah mereka karena berfungsi sebagai forum
bagi argumentasi kolaboratif (as a forum for collaborative argumentation). Penelitian Nussbaum
(2002) juga menunjukkan bahwa penuntun belajar beragumentasi (scaffolding argumentation)
dapat menolong pebelajar dalam membangun argumen yang lebih lengkap dan eksplisit. Sedang
studi Choi dkk (2004) tentang penggunaan ‘peer challenge’ berpedoman, ‘self-monitoring’ dengan
pedoman dan ‘self-monitoring’ tanpa pedoman sebagai scaffolding pembelajaran sejarah
menunjukkan bahwa skor argumentasi pebelajar dalam esai akhir mengalami peningkatan
dibanding esai awal mereka, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antar strategi
pembelajaran. Scaffolding pembelajaran yang hendak digunakandalam penelitian ini adalah
Rubrik Penilaian Makalah, yang dikembangkan oleh peneliti sendiri.
Sedang dari segi karakteristik Pengajar/Pembelajar, Pengajar/pembelajar juga harus yang
merasa nyaman dengan berkurangnya kekuasaan kontrol nya terhadap siswa/mahasiswa
maupun pembelajaran. Mereka harus mau mendorong siswa/ mahasiswa untuk belajar mandiri
dan lebih menempatkan diri sebagai fasilitator ketimbang manajer. Pengajar/pembelajar haruslah
fleksibel dan toleran terhadap tingkat ketidakpastian tertentu tentang apa yang sesungguhnya
dipelajari dan bagaimana kegiatan belajar akan berlangsung. Pengajar/ pembelajar juga harus
siap dengan pendekatan mengajar yang bervariasi manakala diperlukan, seperti diskusi kelompok
kecil dan besar, pembelajaran langsung, dan pembelajaran aktif. Dalam penelitian ini pengajar
sudah berupaya semaksimal mungkin untuk lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapatlah disajikan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1) Penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian
Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa peserta kuiah Hukum Tata negara dalam
menulis makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas makalah yang mereka
susun.
2) Peningkatan kualitas makalah pada beberapa kelompok belum optimal karena faktor
karakteristik mahasiswa yang belum memenuhi persyaratan kognitif dan meta kognitif
pemecahan masalah yaitu penguasaan domain khusus pengetahuan (Hukum Tatanegara)
Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |143
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016
“Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”
Universitas Kristen Satya Wacana
Sabtu, 12 Maret 2016
dan kemampuan untuk memikul tanggungjawab secara mandiri sebagai bagian dari karakter
pebelajar yang mandiri (self regulated learner)
DAFTAR PUSTAKA
Ge, Xun & Land. S.M., 2004. A Conceptual Framework for Scaffolding Ill-Structured Problem
solving Processess Using Question Prompts and Peer Interactions; ETR&D: Vol. 52
(2) pp 5-22.
Cho, K.L & Jonassen, D.H., 2002. The Effect of Argumentation Scaffold on Argumentation and
Problem Solving. ETR&D; Vol 50 (3) pp 5 – 22.
Choi, I., Shin, N., Song, L., Oh, A., Martin, J., & Kirby, J. 2004. Building Argumentation Skills
Through Scaffolding Peer-Challenge and Self-Monitoring in the Foundations of
Freedom TM Integrated History Classroom; http://www.arches.uga.edu/~sliyan/Final
Report.pdf. diakses tanggal 24 April 2008.
Diehl, C.L., Ranney, M., & Schank, P. 2001. Model-Based Feedback Supports Reflective Activity in
Collaborative Argumentation; http://www.ll.unimaas.nl/eurocsca/Papers/37.pdf.diakses tanggal 1Maret 2016.
Jonassen, D. H., 1997. Instructional Design Models for Well-Structured and Ill- Structured Problem
Solving Learning Outcomes; ETR&D: Vol. 45 (1) pp 65-94.
Jonassen, D. 1999. Designing Constructivist Learning Environment. Dalam C.M. Reigeluth (ed),
Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm of Instructional
Theory (pp. 215 – 240). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers.
Moll, L.C. (ed) 1993. Vygotsky and Education. Instructional Implications of Socio historical
Psychology; New York: Cambridge University Press.
Nussbaum, E.M., 2002. Scaffolding Argumentation in the Social Studies Classroom;. The Social
Studies: March/April, pp 79 – 83.
Pea, R.D., 2004. The Social and Technological Dimensions of Scaffolding and Related Theoretical
Concepts for Learning, Education and Human Activity; The Journal of the Learning
Sciences, Vol.13(3) 423-451.
Puntambekar, S., & Kolodner, J.L. 2005. Distributed Scaffolding: Helping students learn science by
design. Journal of Research in Science Teaching, 42
Reigeluth, C.M. 1999. What Is Instructional-Design Theory and How Is It Changing?. Dalam C.M.
Reigeluth (ed), Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm
of Instructional Theory. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology. Theory and Practice. Sixth Edition. Needham Heights,
MA: Allyn & Bacon
144 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)
Download