PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF BERSCAFFOLDING RUBRIK PENILAIAN MAKALAH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA Bambang Suteng Sulasmono [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas karya tulis mahasiswa dalam bentuk makalah dalam bidang hukum tatanegara melalui penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan, dengan menggunakan model dari Kemmis dan Tagart. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan yang berbeda.Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan test. Instrumen yang dikembangkan meliputi silabi perkuliahan, Rubrik Penilaian Makalah dan Panduan Tata Tulis karya Ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kualitas makalah tentang lembaga-lembaga Negara Republik Indonesia yang disusun oleh para mahasiswa peserta matakuliah Hukum Tatanegara Republik Indonesia. Kata kunci: Pemecahan Masalah Kolaboratif, Scaffolding, Rubrik Penilaian, Kualitas Makalah. PENDAHULUAN Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kebanyakan mahasiswa di Program Studi S1 PPKn adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menulis karya ilmiah, utamanya dalam bentuk makalah. Padahal hampir semua matakuliah di program studi ini memuat tugas penyusunan makalah sebagai salah satu aspek penilaiannya. Hal tersebut juga terjadi dalam perkuliahan Hukum Tatanegara Republik Indonesia (HTNRI) yang menurut gaftar alir ideal harus diikuti oleh mahasiswa tingkat Wreda atau semester ke tujuh dari masa perkuliahan mereka. Dalam menyusun makalah tentang lembaga-lembaga Negara RI, para mahasiswa cenderung hanya mencari bahan makalah di internet, beberapa diantara mereka bahkan hanya mengcopy paste hasil karya orang lain, dengan atau bahkan tanpa diedit, dan tanpa menyebutkan sumber acuannya. Dari segi tata tulis makalah mahasiswa juga banyak diwarnai oleh salah ketik, tidak rapi dan kurang sistematis penyajiannya. Secara substantif terdapat beberapa salah konsep atau miskonsepsi tentang konsep kosep dasar ilmu kenegaraan yang menjadi dasar pemahaman atas hukum tatanegara. Jika diidentifikasi lebih lanjut permasalahan dalam penulisan makalah tentang Lembaga Negara di Negara Republik Indonesia adalah: Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |131 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Mahasiswa belum mampu menyusun latar belakang penulisan makalah yang seluruh uraian secara sistematis memberi gambaran tentang pentingnya pokok permasalahan yang bersangkutan untuk ditelaah dan hasilnya dituangkan ke dalam satu karya ilmiah dalam bentuk makalah. Mahasiswa belum mampu menyajikan rumusan masalah secara jelas dan bernas serta sesuai dengan latar belakang masalah penulisan makalah. Mahasiswa belum mampu menyatakan tujuan penulisan makalah secara secara jelas dan bernas serta sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah penelitian. Mahasiswa belum mampu merumuskan sistematika penulisan makalah dalam sebuah paragrap yang mampu memberi gambaran menyeluruh tentang isi makalah. Mahasiswa belum mampu menyusun substansi makalah secara ilmiah (logis, sistematis, dan jujur), atau dalam kasus sejarah lembaga negara, belum mampu menyajikan gambaran keberadaan dan pengaturan lembaga dari masa ke masa sesuai periode sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia secara bernas dan akurat serta merujuk sumber pustaka yang digunakan Dari segi Dosen, dosen belum menyediakan panduan penulisan karya ilmiah (makalah) beserta rubrik penilaian makalah yang menjadi acuan penulisan makalah. Oleh karena itu penulis berupaya mengatasi masalah di atas dengan menerapkan metode pemecahan masalah kolaboratif berscaffolding rubrik penilaian makalah. Dalam rangka mengembangkan kemampuan mahasiswa menulis karya ilmiah (makalah) itulah penelitian ini hendak dilaksanakan. Terdapat banyak teknik atau sintak pembelajaran berbasis masalah, namun penelitian kali ini hendak menerapkan model pembelajaran berbasis masalah “Pemecahan Masalah secara Kolaboratif” sebagaimana dikembangkan oleh Nelson (Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut Nelson, pembelajaran untuk memecahkan masalah secara kolaboratif semestinya dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup: a) membangun kesiapan, b) membentuk kelompok dan normanya, c) menentukan batasan masalah awal, d) menentukan dan membagi tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan masalah bersama secara iteratif (berulang-alik), f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan proses, serta i) melakukan penutupan.Kesembilan langkah pemecahan masalah di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah pertama, Membangun Kesiapan. Dalam kegiatan persiapan ini dilakukan (a) pemahaman terhadap proses pemecahan masalah secara kolaboratif, (b) pengembangan skenario tugas atau masalah otentik untuk mengikat kegiatan-kegiatan pembelajaran dan belajar, serta (c) pelatihan ketrampilanketrampilan proses bekerja kelompok. Langkah kedua, Membentuk Kelompok dan Normanya. 132 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Dalam tahap ini dilakukan pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang heterogen keanggotannya. Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman pelaksanaan kerja sebagai norma bersama. Langkah ketiga, Menentukan Batasan Masalah Awal. Di tahap ketiga, dilakukan pemahaman bersama tentang masalah melalui negosiasi, identifikasi isu-isu dan tujuan-tujuan belajar, curah pendapat tentang solusi awal atau rencana pelaksanaan tugas, memilih dan membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang diperlukan, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk mevalidasi rencana kegiatan. Langkah keempat, Menentukan dan Membagi Peran. Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peranperan pokok yang diperlukan untuk menjalankan rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian peran. Langkah kelima, Proses Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik). Dalam tahap ini dilakukan kegiatan menajamkan rencana kerja, mengidentifikasi dan membagi tugastugas, mengumpulkan informasi, sumber-sumber dan ahli yang diperlukan. Siswa/mahasiswa juga bekerjasama dengan pengajar memperoleh sumber-sumber maupun ketrampilan-ketrampilan tambahan yang diperlukan, membagi informasi, dan sumber sumber yang diperoleh kepada sesama anggota kelompok, terlibat dalam pencapaian solusi atau perkembangan kerja kelompok, melaporkan secara reguler sumbangan individual dan kegiatan kegiatan kelompok, berpartisipasi dalam kerjasama dan evaluasi antar kelompok, serta melakukan evaluasi formatif atas solusi atau pelaksanaan tugas. Langkah keenam, Merampungkan Solusi atau Tugas. Hal itu dilakukan dengan menyusun draft versi akhir solusi atau laporan tugas, melakukan evaluasi akhir atau tes kemanfaatan dari solusi atau hasil kinerja, serta merevisi dan melengkapi versi akhir dari solusi atau laporan kerja. Langkah ketujuh, Melakukan Sintesa dan Refleksi. Inti dari kegiatan dalam tahap ini adalah mengidentifikasi perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalamanpengalaman serta perasaan-perasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan refleksi atas proses belajar kelompok dan individual. Langkah kedelapan, Mengukur Hasil dan Proses Belajar. Hal itu dilakukan dengan mengevaluasi hasil karya dan artifak artifak yang diciptakan, serta mengevaluasi proses yang digunakan. Terakhir, langkah kesembilan, Melakukan Penutupan. Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman kelompok melalui kegiatan penutupan. Kesembilan langkah tersebut hendak dilakukan dalam penelitian ini, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kebutuhan, guna meningkatkan kecakapan mahasiswa dalam menyusun makalah dalam bidang Huku Tatanegara. Istilah scaffold dan scaffolding dalam bahasa Inggris sama-sama merupakan kata benda. Kata scaffold bermakna ‘structure put up for workmen to stand on while building or repairing walls, etc’ sedang kata scaffolding bermakna ‘materials (e.g. poles and planks) for a scaffold’. Dalam Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |133 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 bahasa Jawa benda yang digambarkan sebagai scaffold dalam bahasa Inggris itu disebut dengan nama anjang-anjangan, anjap-ajapan, bei atau planggrangan. Kamus Inggris Indonesia mengartikan kata scaffold sebagai perancah namun penulis lebih nyaman mengartikan kata scaffold/ scaffolding sebagai topangan belajar. Istilah scaffolding pertama kali digunakan dalam artikel Wood, Bruner & Ross pada tahun 1976 (Jonassen, 1999, Slavin 2000; Pea 2004) untuk menggambarkan interaksi antara tutor dan anak-anak dalam menyelesaikan sebuah teka-teki. Istilah itu kemudian dimaknai sebagai bantuan yang memungkinkan anak-anak atau pemula memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai tujuan yang tidak dapat dicapainya tanpa bantuan. Scaffolding pada awalnya menunjuk pada situasi belajar yang informal dan yang tak sengaja dirancang karena lebih merupakan bagian dari kegiatan sosial budaya dalam masyarakat. Namun kini scaffolding telah disatukan dengan kegiatan kegiatan pembelajaran yang diformalkan dalam sistem yang sengaja dirancang seperti dalam buku pelajaran, piranti lunak komputer, bahan-bahan pelajaran dan artefak-artefak lain yang secara khusus dikreasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Slavin (2000) memaknai scaffolding sebagai ‘bantuan bagi belajar dan pemecahan masalah yang mencakup isyarat-isyarat, pengingat, dorongan, pemecah mecahan masalah ke dalam langkah langkah pemecahan masalah, pemberian contoh, dan lain sejenisnya yang memungkinkan siswa berkembang menjadi pebelajar yang mandiri’. Jonnasen (1997) menyatakan bahwa scaffold adalah kerangka kerja sementara untuk membantu pebelajar di dalam ‘area perkembangan terdekat’ mereka dalam mengerjakan tugas belajar yang kompleks yang tak mungkin diselesakain tanpa bantuan. Jonassen (Reigeluth, 1999) menyatakan bahwa scaffolding adalah bantuan untuk belajar dan memecahkan masalah yang memungkinkan pebelajar tumbuh sebagai pebelajar mandiri. Scaffolding adalah pendekatan untuk membantu pebelajar dalam memusatkan diri pada tugas, dan lingkungan belajar secara lebih sistemik jika dibandingkan dengan modeling. Scaffolding menyediakan kerangka kerja sementara untuk mendukung belajar dan kinerja pebelajar di luar kapasitasnya. Menurut Jackson dkk (sebagaimana dikutip Puntambekar & Kolodner: 2005) scaffolding memiliki karakteristik adaptabel dan fadabel. Adaptabel karena scaffolding harus terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan siswa/mahasiswa, senyampang perpindahan kapasitas siswa/mahasiswa dari satu arena ke arena perkembangan terdekat berikutnya. Sifat fadabel (dari kata dasar fade) karena memang penggunaan sebuah scaffolding bersifat sementara. Secara bertahap bantuan akan ditarik senyampang berkembangnya kemampuan siswa/mahasiswa mengerjakan tugas belajar yang bersangkutan secara mandiri. 134 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran diderivasi dari ajaran Vygotsky (dalam Moll, 1993) tentang perkembangan kognitif dan fungsi belajar di dalamnya yang memuat empat prinsip pokok yaitu bahwa (a) anak anak membangun pengetahuannya, (b) perkembangan tidak dapat dipisahkan dari konteks sosialnya, (c) belajar dapat memicu perkembangan dan (d) bahasa memainkan peran penting dalam perkembangan mental. Pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran sudah cukup lama berkembang dan oleh karena itu telah berkembang pula beragam jenis scaffolding. Jika pada tahap awalnya scaffolding lebih bermakna sebagai bantuan yang diberikan oleh orang yang lebih berpengetahuan secara langsung kepada individu pebelajar yang memerlukan, maka dewasa ini scaffolding sudah mencakup semua jenis bantuan baik yang diberikan baik oleh manusia atau alat alat belajar, langsung maupun tak langsung, kepada para pebelajar baik sebagai individual maupun klasikal. Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa scaffolding itu dapat berupa (a) alat-alat semacam kartu-kartu isyarat atau petunjuk prosedural sebagaimana dikembangkan oleh Scardamalia & Bereiter, 1985; Scardamalia, Bereiter & Steinbach, 1984; atau (b) teknik-teknik semacam ‘reciprocal teaching’ nya Palincar & Brown (1984) dan ‘guided peer questioning nya King (1991,1992) dan King & Rosenshine (1993). Jonassen (dalam Reigeluth, 1999) berpendapat bahwa karena kesulitan pebelajar umumnya disebabkan karena kurangnya kesiapan dan pengetahuan awal maka ada tiga pendekatan dalam menscaffold pembelajaran yaitu dengan (a) menyesuaikan tingkat kesulitan tugas, (b) menstrukturkan kembali tugas-tugas agar menutup ketiadaan pengetahuan awal, dan (c) menyediakan penilaian alternatif. Jadi scaffold mungkin berupa (a) tugas-tugas yang lebih mudah, semacam ‘black-box scaffolding’ nya Hmelo & Guzdial, 1996; dan (b) desain ulang tugas sedemikian sehingga mendukung belajar para pebelajar. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini dapat dirumuskan: “apakah model pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa dalam menyusun makalah di bidang Hukum Tatanegara”. Sejalan dengan latar belakang rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kecakapan mahasiswa dalam menyusun makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas makalah mahasiswa di bidang Hukum Tatanegara, melalui penerapan model pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Dalam bidang teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang penggunaan pembelajaran berbasis masalah khususnya melalaui model pemecahan masalah secara kolaboratif Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |135 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 dan pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran. Sedang secara praktis manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah a) para mahasiswa subyek penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat secara langsung karena mereka mengalami proses pembelajaran tentang memecahkan masalah berscaffolding yang prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas mereka kelak, dan b) hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan wawasan bagi para Dosen tentang cara dan manfaat penggunaan model pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding dalam mengelola proses pembelajaran pendidikan di Perguruan Tinggi. METODE Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis & Tagart yang mencakup 4 (empat) langkah pokok yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan dan sekaligus c) observasi, serta d) refleksi. Keempat tahap kegiatan berlangsung dalam konteks penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif, dan penggunaan scaffolding Rubrik Penilaian Makalah. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan yang berbeda yaitu mahasiswa angkatan tahun 2009, 2010 dan tahun 2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dan test. Alat pengumpul data menggunakan lembar pengamatan, dan rubrik penilaian makalah yang dikembangkan oleh peneliti (terlampir). Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil observasi, dan penugasan digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut akan disajikan deskripsi hasil penelitian yang mencakup perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan hasil tindakan. Tahap Perencanaan Tindakan Untuk melaksanakan penelitian ini peneliti melakukan perancangan beberapa perangkat yang diperlukan. Hal hal yang dikembangkan mencakup: a) silabi perkuliahan, b) sintaks pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif bersfafolding rubrik penilaian, dan instrumen penopang penulisan makalah mahasiswa dalam bentuk c) rubrik penilaian makalah, dan d) pedoman tatatulis karya ilmiah. Silabi Perkuliahan Silabi perkuliahan dikembangkan dengan memanfaatkan silabi yang sudah dikembangkan oleh program studi S1 PPKn, dengan dimodifikasi sesuai kepentingan penelitian. Di dalam silabi 136 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 tersebut sudah terkandung pula topik-topik yang harus dikembangkan mahasiswa dalam penulisan makalah secara berkelompok dan format baku penulisan makalah. Sintak Pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif Berscaffolding Rubrik Penilaian Sintaks pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif dikembangkan dengan mengadaptasi langkah-langkah Collaborative Problem Solving dari Nelson, L.M. (dalam Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut Nelson (1999) pembelajaran untuk memecahkan masalah secara kolaboratif semestinya dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup: a) membangun kesiapan, b) membentuk kelompok dan normanya, c) menentukan batasan masalah awal, d) menentukan dan membagi tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan masalah bersama secara iteratif (berulang-alik), f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan proses, serta i) melakukan penutupan. Dalam penelitian ini tahapan di atas disederhanakan pada bagian akhirnya, di mana tahap merampungkan tugas, mensintesakan dan refleksi, serta mengases hasil hasil dan proses pemecahan masalah disatukan menjadi tahap penyusunan dan penyajian makalah. Dengan demikian dalam penelitian ini hanya dilaksanakan 7 tahapan kegiatan. Rubrik Penilaian Makalah Rubrik penilaian makalah dikembangkan dengan merekonstruksikan Rubrik Penilaian Argumen dari Cho dan Jonassen (2002) yang disesuaikan dengan karakteristik bidang kajian Hukum Tatanegara yang sedikitnya mengandung 3 (tiga) aspek atau sudut pandang yaitu aspek historis, aspek politis dan aspek yuridis serta tata cara penulisan karya ilmiah di lingkungan perguruan tinggi. Rubrik Penilaian Makalah tersebut kemudian diuji ahlikan kepada pakar di bidang bahasa Indonesia. Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah dikembangkan guna memberi panduan praktis kepada mahasiswa dalam menulis karya ilmiah yang logis sistematis dan obyektif, baik dari sisi kebahasaan, maupun teknis tata tulisnya. Tahap Implementasi Tindakan Tindakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan ketujuh langkah pemecahan masalah secara kolaboratif dengan scaffolding Rubrik Penilaian Makalah di atas, yang dapat diuraikan sebagai berikut. Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |137 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Tahap Membangun Kesiapan Dalam kegiatan persiapan ini peneliti memfasilitasi proses (a) pemahaman terhadap silabus perkuliahan Hukum Tatanegara, (b) pemahaman terhadap tugas/masalah yang harus dipecahkan secara kolaboratif, yaitu menyusun makalah tentang lembaga Negara Republik Indonesia yang meliputi: MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPH; dan (c) pemahaman terhadap proses pemecahan masalah secara kolaboratif, yaitu bahwa penulis makalah harus sejalan dengan Pegoman Penyusunan Karya Tulis dan melakukan self assessment atas karya tulis mereka dengan Rubrik Penilaian Makalah. Tahap Membentuk Kelompok Dan Normanya Dalam tahap ini penelitin memfasilitasi pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang heterogen keanggotannya. Sesuai dengan jumlah topik yang harus disusun makalahnya, yaitu 7 (tujuh) buah, maka kelas kemudian dibagi ke dalam tujuh kelompok dengan jumlah anggota 5-6 orang. Komposisi keanggotaan kelompok dibuat heterogen di mana terdapat perpaduan baik dari aspek gender, kemampuan akademik, maupun lama studi di program studi S1 PPKn. Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman pelaksanaan kerja sebagai norma bersama. Tahap Menentukan Batasan Masalah Awal Sesudah kelompok dan norma kelompok terbangun, penelitin memfasilitasi proses pemahaman bersama tugas menyusun makalah. Tugas untuk menyusun satu makalah kelompok tentang lembaga negara Republik Indonesia itu didiskusikan oleh masing-masing kelompok. Dalam diskusi ini masing-masing kelompok mengidentifikasi unsur-unsur atau aspek-aspek yang harus termuat di dalam makalah sesuai dengan Pedoman Tata Tulis yang diberikan, melakukan curah pendapat tentang rencana pelaksanaan tugas, memilih dan membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang diperlukan, terutama menyangkut substansi makalah yaitu peraturan perundangan tentang lembaga negara di Indonesia, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk memvalidasi rencana kegiatan. Peneliti juga memfasilitasi pemahaman terhadap Rubrik Penilaian Makalah yang dijadikan acuan dalam memenuhi kualitas makalah yang hendak disusun. Pada akhirnya disepakati bahwa makalah setidaknya memuat bagian pendahuluan: yang memuat latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan; bagian pembahasan yang mencakup sejarah dan perbandingan pengaturan tentang kedudukan, komposisi, cara pengisian, tugas dan wewenang, hak-hak lembaga, alat kelengkapan dan hubungan antar lembaga, serta bagian penutup yang berisi kesimpulan. 138 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Tahap Menentukan dan Membagi Peran Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peran-peran pokok yang diperlukan untuk menjalankan rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian peran. Dari sisi struktur kelompok, peranperan yang umumnya disepakati oleh mahasiswa adalah ketua kelompok, sekretaris kelompok dan anggota kelompok. Dari segi pelaksanaan tugas masing-masing kelompok membagi tugas pengumpulan sumber atau bahan tulisan kepada semua anggota kelompok (termasuk ketua dan sekretaris kelompok). Sedang pada tahap penulisan makalah disepakati bahwa hal itu akan dilaksanakan secara bersama-sama, dalam serangkaian diskusi dan/atau kerja kelompok sesuai agenda kerja yang sudah ditentukan. Tahap Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik) Dalam tahap ini kelompok-kelompok mahasiswa mencari sumber-sumber bacaan, berbagi informasi dan sumber sumber yang diperoleh kepada sesama anggota kelompok, terlibat dalam proses penyusunan makalah. Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan mahasiswa berkonsultasi tentang substansi makalah kepada Dosen. Di samping itu draft makalah mahasiswa juga dinilai dengan Rubrik Penilaian Makalah oleh Peneliti Kolaborator (seorang ahli Bahasa Indonesia dan seorang ahli substansi Hukum Tatanegara). Hasil penilaian terhadap draft makalah itu didiskusikan bersama antara peneliti dan peneliti kolaborator sebagai proses refleksi atas proses pelaksanaan tugas mahasiswa dalam menyusun makalah. Hasil refleksi menunjukkan bahwa mahasiswa belum cukup memahami dan memanfaatkan Rubrik Penilaian Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah. Oleh kerana itu kemudian diputusakan untuk menjelaskan ulang bagaimana cara memanfaatkan Rubrik Penilaian Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil penilaian terhadap draft makalah dan pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah tersebut kelompok-kelompok mahasiswa melakukan melakukan evaluasi formatif dengan melakukan self assessment terhadap draft makalah yang mereka susun, mencari sumber-sumber tambahan dan akhirnya melakukan revisi atas draft makalah menjadi makalah jadi. Tahap Menyusun, Menyajikan dan Merevisi Makalah Setelah melalui lima tahapan kegiatan di atas, masing-masing kelompok sudah memiliki makalah siap saji dan menyiapkan bahan presentasi dalam bentuk powerpoint. Makalah tersebut kemudian disajikan di dalam kelas di mana kelompok penyaji memberi penjelasan, serta mempertahankan isi maupun teknik penulisan makalah, sedang kelompok lain memberikan pertanyaan, sanggahan maupun masukan untuk perbaikan. Makalah juga dinilai Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |139 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 oleh dua orang peneliti kolaborator. Dosen peneliti dan peneliti kolaborator berdasarkan hasil diskusi tentang makalah yang disajikan juga memberikan masukan masukan tentang perbaikan yang harus dilakukan demi kesempurnaan makalah. Pada akhirnya masing masing kelompok merevisi dan melengkapi versi akhir dari makalah sesuai dengan masukan yang diperoleh selama penyajian makalah. Sekali lagi makalah akhir ini kemudian dinilai baik oleh dosen peneliti maupun peneliti kolaborator dengan menggunakan Rubrik Penilaian Makalah yang sama seperti yang digunakan untuk self assessment oleh mahasiswa. Tahap Penutupan. Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman kelompok melalui kegiatan penutupan. Inti dari kegiatan dalam tahap ini adalah mengidentifikasi perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalaman-pengalaman serta perasaanperasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan refleksi atas proses belajar kelompok dan individual. Di samping itu dilakukan pula evaluasi hasil karya yang telah dihasilkan, dan evaluasi terhadap proses proses yang digunakan dalam perkuliahan. Hasil Tindakan Adapun data perkembangan skor makalah masing-masing kelompok mulai dari tahap naskah awal, draft makalah dan makalah akhir adalah sebagai berikut. Tabel 3.1. Perkembangan Pencapaian Skor Makalah Mahasiswa KELOMPOK SKOR MAKALAH DRAFT SAJI AKHIR Majelis Permusyawaratan Rakyat 34 52 70 Dewan Perwakilan Rakyat 34 52 75 Dewan Perwakilan Daerah 29 57 77 Presiden 34 56 82 Mahkamah Agung 38 47 76 Mahkamah Konstitusi 36 61 84 Badan Pemeriksa Keuangan 34 52 72 Sumber: Data penelitian diolah. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Pemecahan Masalah secara Kolaboratif, dengan topangan Belajar Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang ditunjukkan dengan peningkatan kualitas makalah mahasiswa. Keberhasilan itu diperhitungkan berkenaan dengan terpenuhinya 140 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 sebagian dari kondisi ideal yang dipersyaratkan bagi keberhasilan pemecahan masalah secara kolaboratif. Nelson (1999) menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif tidak dapat digunakan untuk mengajarkan bahan bahan pelajaran yang berupa informasi-informasi faktual maupun tugas- tugas prosedural yang harus dijalani dengan langkah yang pasti. Kondisi kondisi bahan ajar, lingkungan belajar, karakteristik pebelajar dan pengajar yang sesuai bagi penggunaan model ini adalah sebagai berikut ini. Dari segi jenis bahan ajar/konten, pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif sangat cocok dengan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan strategistrategi kognitif. Tugas-tugas heuristik adalah tugas tugas yang terbangun dari sistem ketrampilan dan pengetahuan yang kompleks yang dapat dikombinasikan dengan berbagai macam cara untuk menjalankan tugas dengan berhasil. Pengembangan pemahaman konseptual mencakup baik pengembangan skema-skema bagi pengetahuan baru maupun asimilasi isi pelajaran ke dalam skema yang sudah ada. Strategi kognitif mencakup ketrampilan-ketrampilan berpikir kritis, strategistrategi belajar, dan ketrampilan ketrampilan meta-kognitif. Tugas menyusun karya ilmiah pada dasarnya merupakan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan pengembangan strategi-strategi kognitif. Dengan demikian penugasan menyusun makalah di atas tepat dilaksanakan melalui pemecahan masalah secara kolaboratif. Dari segi lingkungan belajar, lingkungan yang amat cocok bagi belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah lingkungan yang kondusif bagi kerjasama, percobaan, dan inkuiri, yaitu lingkungan yang mendorong terjadinya pertukaran gagasan dan informasi secara terbuka. Lingkungan belajar haruslah mencerminkan nilai-nilai yang secara hakiki terkandung dalam sebuah kolaborasi. Waktu, ruang, dan sumber daya yang memadai harus disediakan. Perencanaan yang matang diperlukan agar tersedia cukup waktu bagi setiap kelompok untuk bertemu dan menyelesaikan tugas. Ruang yang memadai juga harus disediakan untuk pertemuan-pertemuan kelompok maupun pengerjaan tugas. Berragam informasi, bahan, sumber daya manusia harus cukup tersedia bagi pebelajar. Lingkungan belajar bagi penerapan model pemecahan masalah secara kolaboratif dalam penelitian ini juga sudah cukup memadai karena tersedia banyaknya rujukan baik di perpustakaan maupun internet, serta tersedianya cukup kesempatan bagi kelompok untuk mengerjakan tugas bersama. Penggunaan Rubrik Penilaian Makalah dibawah bimbingan Dosen untuk memandu proses penyusunan makalah juga merupakan lingkungan yang mendukung proses penyusunan makalah mahasiswa. Dari segi karakteristik siswa/mahasiswa, karakteristik siswa/mahasiswa yang cocok terlibat dalam belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah siswa/mahasiswa Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |141 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 mandiri (self-regulated learner) yang nyaman dengan dan berkemauan untuk memikul tanggungjawab atas belajarnya sendiri. Sebagaian mahasisa peserta kuliah dalam penelitian ini belum berkembang kemandirian belajarnya, sehingga dalam setiap kelompok selalu terdapat sosok mahasiswa yang mendominasi pelaksanaan tugas kelompok. Khusus dalam hal memecahkan masalah yang bersifat ill-structured – seperti tugas menyusun makalah di atas - maka mahasiswa haruslah memiliki persyaratan kognitif untuk memecahkan masalah jenis ill-structured tersebut. Persyaratan kognitif untuk memecahkan masalah ill-structured mencakup baik pengetahuan domain khusus (Chi & Glaser, 1985; Voss & Post, 1988; Voss dkk, 1991) maupun struktur pengetahuan (Chi & Glaser). Pengetahuan tentang domain khusus adalah pengetahuan tentang isi disiplin ilmu itu seperti informasi proposisional, konsep-konsep, aturan-aturan dan prinsip-prinsip (Jonassen, 1997). Sedangkan struktur pengetahuan merupakan jejaring informasi terorganisir yang disimpan dalam semantik atau memori jangka panjang (Jonassen, Beissner & Yacci, 1993) yang bisa disebut sebagai skema (schema). Skema akan menyajikan kembali pengetahuan yang kita alami, termasuk di dalamnya saling-hubungan di antara obyek-obyek, situasi-situasi, kejadian-kejadian, dan urut-urutan kejadian yang biasa muncul. Skema digunakan untuk menafsirkan situasi-situasi dan pengamatanpengamatan baru dan membimbing pemecah masalah untuk memunculkan prosedur pemecahan masalah yang cocok. Pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah dan Pedoman Tata Tulis Karya Ilmiah sebagai scaffolding atau topangan belajar dalam penelitian ini, memungkinkan mahasiswa membangun skema baru tentang bagaimana menyusun makalah yang berkualitas yang pada gilirannya terwujud ke dalam makalah-makalah mahasiswa yang semakin berkualitas. Hasil penelitian tentang manfaat scaffolding di atas sejalan dengan hasil sejumlah penelitian yang menunjukkan efektifitas penggunaan berbagai macam scaffolding baik bagi pembelajaran secara umum, maupun bagi pengembangan kecakapan berargumentasi khususnya. Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bukti tentang efektifitas teknik-teknik scaffolding bagi berbagai macam tugas dan proses semacam menulis (Scardamalia dkk, 1984), memahami bacaan (King, 1989; Palincar & Brown), ‘word problem-solving’ (King, 1991) konstruksi pengetahuan (King & Rosenshine). Scaffold-scaffold itu terbukti membantu pebelajar dalam mengaktifkan skemata mereka, mengorganisasikan dan memunculkan kembali pengetahuan, memonitor dan mengevaluasi, serta merefleksikan belajar mereka (King, 1991, 1992, 1994; Hmelo, Kinzer, & Secules, 1999; Palincar & Brown; Rosenshine, dkk; Scardamalia & Bereiter; Scardamalia dkk, 1984). Sedang Cho & Jonassen (2002) mencatat bahwa studi Lajole dan Lesgold (1992) tentang penggunaan program Sherlock untuk mengembangkan argumentasi, menunjukkan bahwa kelompok ekperimen 142 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 menampilkan kinerja yang lebih baik dibanding kelompok kontrol baik dari segi jumlah masalah yang dipecahkan maupun dari segi kualitas proses pemecahan masalahnya. Studi Diehl dkk (tth) juga menunjukkan bahwa scaffold yang mereka pergunakan (Convince Me) dapat membantu pebelajar dalam kegiatan kegiatan pemecahan masalah mereka karena berfungsi sebagai forum bagi argumentasi kolaboratif (as a forum for collaborative argumentation). Penelitian Nussbaum (2002) juga menunjukkan bahwa penuntun belajar beragumentasi (scaffolding argumentation) dapat menolong pebelajar dalam membangun argumen yang lebih lengkap dan eksplisit. Sedang studi Choi dkk (2004) tentang penggunaan ‘peer challenge’ berpedoman, ‘self-monitoring’ dengan pedoman dan ‘self-monitoring’ tanpa pedoman sebagai scaffolding pembelajaran sejarah menunjukkan bahwa skor argumentasi pebelajar dalam esai akhir mengalami peningkatan dibanding esai awal mereka, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antar strategi pembelajaran. Scaffolding pembelajaran yang hendak digunakandalam penelitian ini adalah Rubrik Penilaian Makalah, yang dikembangkan oleh peneliti sendiri. Sedang dari segi karakteristik Pengajar/Pembelajar, Pengajar/pembelajar juga harus yang merasa nyaman dengan berkurangnya kekuasaan kontrol nya terhadap siswa/mahasiswa maupun pembelajaran. Mereka harus mau mendorong siswa/ mahasiswa untuk belajar mandiri dan lebih menempatkan diri sebagai fasilitator ketimbang manajer. Pengajar/pembelajar haruslah fleksibel dan toleran terhadap tingkat ketidakpastian tertentu tentang apa yang sesungguhnya dipelajari dan bagaimana kegiatan belajar akan berlangsung. Pengajar/ pembelajar juga harus siap dengan pendekatan mengajar yang bervariasi manakala diperlukan, seperti diskusi kelompok kecil dan besar, pembelajaran langsung, dan pembelajaran aktif. Dalam penelitian ini pengajar sudah berupaya semaksimal mungkin untuk lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapatlah disajikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa peserta kuiah Hukum Tata negara dalam menulis makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas makalah yang mereka susun. 2) Peningkatan kualitas makalah pada beberapa kelompok belum optimal karena faktor karakteristik mahasiswa yang belum memenuhi persyaratan kognitif dan meta kognitif pemecahan masalah yaitu penguasaan domain khusus pengetahuan (Hukum Tatanegara) Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |143 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 dan kemampuan untuk memikul tanggungjawab secara mandiri sebagai bagian dari karakter pebelajar yang mandiri (self regulated learner) DAFTAR PUSTAKA Ge, Xun & Land. S.M., 2004. A Conceptual Framework for Scaffolding Ill-Structured Problem solving Processess Using Question Prompts and Peer Interactions; ETR&D: Vol. 52 (2) pp 5-22. Cho, K.L & Jonassen, D.H., 2002. The Effect of Argumentation Scaffold on Argumentation and Problem Solving. ETR&D; Vol 50 (3) pp 5 – 22. Choi, I., Shin, N., Song, L., Oh, A., Martin, J., & Kirby, J. 2004. Building Argumentation Skills Through Scaffolding Peer-Challenge and Self-Monitoring in the Foundations of Freedom TM Integrated History Classroom; http://www.arches.uga.edu/~sliyan/Final Report.pdf. diakses tanggal 24 April 2008. Diehl, C.L., Ranney, M., & Schank, P. 2001. Model-Based Feedback Supports Reflective Activity in Collaborative Argumentation; http://www.ll.unimaas.nl/eurocsca/Papers/37.pdf.diakses tanggal 1Maret 2016. Jonassen, D. H., 1997. Instructional Design Models for Well-Structured and Ill- Structured Problem Solving Learning Outcomes; ETR&D: Vol. 45 (1) pp 65-94. Jonassen, D. 1999. Designing Constructivist Learning Environment. Dalam C.M. Reigeluth (ed), Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm of Instructional Theory (pp. 215 – 240). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Moll, L.C. (ed) 1993. Vygotsky and Education. Instructional Implications of Socio historical Psychology; New York: Cambridge University Press. Nussbaum, E.M., 2002. Scaffolding Argumentation in the Social Studies Classroom;. The Social Studies: March/April, pp 79 – 83. Pea, R.D., 2004. The Social and Technological Dimensions of Scaffolding and Related Theoretical Concepts for Learning, Education and Human Activity; The Journal of the Learning Sciences, Vol.13(3) 423-451. Puntambekar, S., & Kolodner, J.L. 2005. Distributed Scaffolding: Helping students learn science by design. Journal of Research in Science Teaching, 42 Reigeluth, C.M. 1999. What Is Instructional-Design Theory and How Is It Changing?. Dalam C.M. Reigeluth (ed), Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm of Instructional Theory. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology. Theory and Practice. Sixth Edition. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon 144 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)