Kita Akan Menjadi Fosil Oleh Imam Hidayah Usman Pernahkah kamu membayangkan di suatu sore yang cerah, dengan secangkir teh hangat di beranda rumah, kamu akan menjadi fosil! Fosil, benar-benar fosil. Memfosil. Seperti apa yang ditemukan Eugene Dubois di tepi Bengawan Solo atau yang ditemukan Von Koeningswald di Sangiran. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ia susun menerangkan fosil sebagai berikut: “Fosil adalah bekas binatang zaman dulu yang sudah jadi batu.” Begitulah kira-kira, memfosil berarti juga membatu. Saya pernah membayangkannya ketika kebetulan saya membaca kutipan bagaimana seekor hewan danau akan menjadi fosil dari buku Biologi, The Network of Life. Pertama kali hewan itu harus mati dan kemudian perlahan tenggelam di dasar danau. Begitu pula tentunya kita. Dan, tentu saja, kita tak harus benar-benar mati jika kita ingin menjadi fosil. Yang diperlukan bagi kita pertama kali adalah pikiran yang mati. Otak kita mungkin masih berputar, pikiran kita bisa jadi masih mengembara, tapi seperti apa dan bagaimana otak kita berputar dan ke arah mana pikiran kita mengembara, itu semua ditentukan bukan oleh diri kita sendiri. Jika Adam Smith dulu pernah mengenalkan kepada kita istilah “tangan tak terlihat” di ranah ekonomi, maka percayalah, tangan itu juga bergerak-gerak menentukan pola kerja pikiran kita. Kemudian hewan danau itu akan terselimuti lumpur dalam jangka waktu ribuan tahun lamanya. Pikiran kita tak perlu memakan waktu hingga ribuan tahun. Beberapa saat saja. Perlahan kita akan berubah menjadi apa yang tak pernah terpikirkan oleh diri kita sendiri. Semua tindak-tanduk kita hanya berdasar pada pikiran-pikiran di luar kita. Dan kita, mau tidak mau, akan merasa perlu menurutinya. Hal-hal kecil saja. Jika kamu seorang remaja, kamu akan berpikir sebagaimana apa yang mereka perintahkan kepada seorang remaja. Tentang perlunya tampil trendy dengan mengenakan pakaian-pakaian yang mereka buat. Tentang perlunya menjaga penampilan agar terlihat “bersih”, “sehat”, ”cantik”, “ganteng”, “menawan”, dengan menggunakan deodoran, bedak, parfum, sabun, odol, yang mereka produksi. Mereka juga akan menentukan ke mana kita seharusnya menggunakan waktu-waktu kita, ke mal-mal, bermain ice skating, nonton di bioskop, makan siang di fastfood. Juga perlahan mereka mulai mengidolakan seseorang atau hal-hal lainnya. Dan yang parah, mereka kemudian menukar hidupnya dengan cara hidup para idolanya itu. Semua ditiru habis-habisan. Cara berpakaiannya, cara bergaulnya, cara bicaranya, cara makannya. Diri sendiri diproyeksikan menjadi orang lain. Mereka akan terus mematikan pikiran kita dan memaksa kita untuk menuruti semua apa kata mereka. Dan jika kamu seorang perempuan, dan kamu mencoba-coba tidak menuruti kata mereka, kamu akan selalu merasa tidak sempurna menjadi seorang perempuan. Kamu akan merasa kalau kamu terlalu gemuk, kulit kamu tidak putih, dan rambut kamu tidak sempurna hanya karena kamu memilikinya tidak seperti para bintang iklan shampoo memilikinya. Mereka mulai mematikan pikiran kita dan membangun pikiran mereka di diri kita. Kita mulai terbiasa meng-amini setiap perkataan mereka. Remaja adalah seperti apa yang mereka citrakan, perempuan adalah seperti apa yang mereka katakan, cantik adalah seperti apa yang mereka tetapkan, sehat adalah seperti apa yang mereka sebutkan. Dan diri kita adalah seperti apa yang mereka kehendaki. Hidup kita tercuri, pikiran kita mati. Tapi, itu belum apa-apa. Karena sesungguhnya lumpur yang menyelimuti hewan di dasar lumpur tersebut berfungsi untuk melestarikan bangkai hewan tersebut dari kerusakan. Seperti itu juga kita akan dilestarikan. Dalam proses kita menjadi fosil (batu) kita dilestarikan selama mungkin untuk keuntungan mereka. Kita adalah diri, tetapi kita tak pernah memiliki diri kita sendiri. Mereka melestarikan diri-diri yang tak lagi menjadi diri kita. Dan mereka akan bilang, dengan begitu, “bikin hidup lebih hidup”. Meski sesungguhnya kita tak pernah hidup, kita hanya bertahan hidup. Bertahan hidup tentu berbeda dengan hidup. Kita tidak menjalani hidup kita seperti apa yang benar-benar kita inginkan, kita selamanya menjalani hidup seperti apa yang mereka inginkan. Tidakkah ini begitu mengerikan? Hewan itu lalu perlahan berganti rupa. Karena banyaknya material yang terpendam hari ke hari, tubuh hewan itu hanya tersisa tulang dan gigi. Beberapa material akan berubah menjadi mineral yang berbeda. Proses Geologi akan menyebabkan keseluruhan wilayah tenggelam ke dasar laut dan membentuk batuan sedimen. Dan di suatu hari, hewan danau tersebut, yang kini telah menjadi fosil, akan ditemukan oleh para ilmuwan atau para pekerja konstruksi jalan. Seperti itu kita akan berganti rupa tanpa kita bisa menghendakinya. Tapi, saya tahu, jika kita mau, kita bisa melawannya. Yang kita perlukan adalah menjadi diri sendiri. Berpikir dengan pikiran diri kita sendiri. Bertindak dengan tindakan kebebasan. Karena cuma kita pemilik diri kita. Semua omong kosong mereka, para pemilik pabrik-pabrik pakaian, parfume, kosmetik, —tangan-tangan tak terlihat— adalah kejahatan, karena lewat itu mereka akan mencuri hidup kita. Menukar diri kita dengan barang-barang yang mereka produksi. Jangan biarkan hidup kita tercuri! Jika tidak, maka saksikanlah, kita akan menjadi fosil, menjadi batu. Memutar otak dengan cara yang mereka inginkan, dan mengembarakan pikiran ke tempat-tempat yang mereka anjurkan. Kita tetap diri kita meski sepatu kita tidak bermerek Nike! Bukan “Just Do It”, tapi “Do It Yourself!” Sumber : http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/1948.htm