Early childhood education and care: a policy for women and children

advertisement
 Gender and Reproductive
Health Study
Policy Brief No. 2
Meningkatkan Pendidikan
Kesehatan Reproduksi
dalam Kurikulum
Nasional Indonesia
Iwu Dwisetyani Utomo, Peter
McDonald, and Terence Hull
Tujuan dari policy brief ini adalah untuk mempromosikan penyebarluasan pendidikan kesehatan reproduksi untuk murid sekolah dasar dan sekolah lanjutan melalui dimasukkannya pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah nasional dan buku ajar. Tujuan di atas bisa dicapai melalui monitoring dan revisi buku ajar untuk Ilmu Pengetahuan Alam dan Biologi, Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Agama.
diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, tetapi terintegrasi di dalam beberapa mata pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Biologi, Pendidikan Jasmani olah raga dan Kesehatan (PENJASKES), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Agama Islam. Kesehatan reproduksi dan seksual dikenal luas sebagai topik yang sensitif, tetapi pengalaman di Indonesia dan luar negeri menunjukkan bahwa materi yang dikembangkan dengan baik dapat memberikan pengetahuan yang mudah untuk diadaptasikan ke dalam kebiasaan dan budaya nasional (Ceria 2010; SIECUS; Utomo, 2010a; Youthnet). Pendahuluan Pendapat bahwa memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah akan menyebabkan perilaku seksual murid menjadi lebih bebas adalah tidak benar. Para peneliti internasional telah mempelajari efek dari pendidikan kesehatan reproduksi terhadap murid dan hasil penelitian menyimpulkan bahwa mereka yang menerima pendidikan kesehatan reproduksi menjadi lebih bertanggung jawab terhadap perilaku seksual mereka dan mereka mampu menunda dalam memulai hubungan seksual mereka (Kirby et al, 2007; Kirby, 2002). Pendidikan kesehatan reproduksi juga meyakinkan bahwa remaja mampu menerapkan praktek seksual yang aman saat mereka mulai melakukan hubungan seksual. Meskipun abstinen sebelum menikah direkomendasikan dalam beberapa pelajaran di Amerika, namun efeknya tidak seefektif pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang lengkap, dalam hal ini yang mencakup aspek sosial dari seksualitas, perencanaan keluarga, serta pengetahuan dan informasi tentang seks yang aman. Berbagai instansi pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai bentuk pendidikan kesehatan reproduksi yang meliputi topik‐topik kesehatan reproduksi, seksual, serta HIV dan AIDS, melalui kerjasama dengan para ahli yang memberikan penjelasan kepada para siswa pada kesempatan tertentu. Pendidikan sebaya telah dirintis dan dikembangkan oleh BKKBN melalui Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK‐KRR). Program‐program sekolah yang bersifat periodik dan populer di kalangan para siswa dan guru antara lain melalui lomba esai dan poster, program situs web dan publikasi sekolah, orientasi siswa baru, serta Di dalam kurikulum pendidikan nasional Indonesia, pendidikan kesehatan reproduksi tidak 1 informasi mengenai masalah kesehatan reproduksi saat upacara hari Senin banyak diberikan di SMP dan SMA. Selain itu juga banyak kegiatan lainnya seperti khotbah keagamaan dan proyek uji coba dalam pelayanan kesehatan reproduksi dengan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) merupakan cara efektif yang dapat dikembangkan menggunakan sumber daya lokal. Selain kegiatan‐kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan reproduksi di atas, ada beberapa propinsi yang telah mengembang‐
kannya sebagai sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri melalui pengembangan kurikulum muatan lokal (MULOK). Pendidikan kesesehatan reproduksi yang sudah dikembangkan sebagai MULOK, terdapat di beberapa Kabupaten di Jawa Barat, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat. Pengembangan MULOK untuk pendidikan kesehatan reproduksi di beberapa Kabupaten di propinsi‐propinsi tersebut menjadi salah satu fokus dan didanai melalui proyek uji coba yang dikembangkan oleh UNFPA (Utomo, 2010b). Baru‐baru ini Papua juga mengembangkan kurikulum MULOK tentang pendidikan kesehatan reproduksi untuk mengatasi peningkatan kasus HIV dan AIDS pada populasi umum yang sangat tinggi. Program‐program yang bersifat periodik atau tidak terus menerus seperti di atas, meskipun sangat bermanfaat, tidak dapat menjamin siswa sekolah dasar dan sekolah lanjutan mampu menguasai pengetahuan kesehatan reproduksi‐
seksual‐HIV dan AIDS. Tanpa pengetahuan ini mereka tidak akan mampu untuk melindungi diri mereka secara efektif dari pemaksaan seks atau pelecehan seksual, penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan atau aborsi yang tidak aman. Dalam penelitian ini kami menganalisa kurikulum tahun 2006. Penjelasan atau kata‐kata kunci yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan kesehatan reproduksi kami catat (Tabel 1). Buku‐buku yang sesuai dengan kelas dan mata pelajaran dari berbagai penerbit kami beli. Isi dari buku‐buku tersebut dinilai secara terpisah oleh masing‐masing anggota tim peneliti. Secara keseluruhan 231 buku dalam mata pelajaran yang memuat materi pendidikan kesehatan reproduksi dipilih untuk dianalisa. Namun demikian, ditemukan bahwa informasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi hanya ditemukan dalam 172 buku. Seluruh 172 buku tersebut secara intensif dianalisa oleh tim peneliti. Buku‐buku ini diterbitkan oleh lebih dari 15 penerbit. Sebuah modul komputer untuk mengevaluasi buku‐buku tersebut diciptakan dan digunakan oleh tim peneliti. Tiga belas bidang kesehatan reproduksi yang ditemukan dalam buku‐buku tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2. Tiap bidang di atas dievaluasi sesuai dengan:  Cakupan (1/cakupan sempit – 9/cakupan luas)  Akurasi (1/akurasi rendah – 9/akurasi tinggi)  Isi normatif (1/‐ sangat konservatif – 9/mengarah pada nilai‐nilai liberal) Hasil analisa (Tabel 3) menunjukkan bahwa ke 13 bidang kesehatan reproduksi ditemukan dalam banyak buku ajar untuk pelajaran‐pelajaran yang berbeda dan juga di kelas yang berbeda, sedang nilai rata‐ratanya yang didapatkan dari total nilai cakupan, akurasi dan isi normatif sangat bervariasi sesuai dengan jenis buku untuk mata pelajaran tertentu. Nilai tertinggi ditemukan dalam mata pelajaran IPA‐Biologi (8 nilai mencapai 20 lebih) dan PENJASKES (4 nilai mencapai 20 lebih). Kedua mata pelajaran ini memuat area yang luas dari kesehatan reproduksi termasuk: kebersihan alat kelamin, PMS, HIV dan AIDS, kehamilan dan melahirkan, pertumbuhan dan perkembangan manusia, dan teknologi kesehatan reproduksi. Sebaliknya, IPS dan agama Islam lebih menekankan pada aspek sosial dan normatif dari kesehatan reproduksi. Nilai dari kedua mata pelajaran ini tidak ada yang mencapai 20 lebih. Policy brief ini mengemukakan evaluasi buku‐
buku ajar yang telah disebutkan di atas berdasarkan kurikulum nasional untuk menunjukkan letak celah dan dimana kelemahan‐
kelemahannya. Evaluasi Terhadap Komponen‐komponen Kesehatan Reproduksi Dalam Kurikulum Nasional Indonesia 2 Tabel 1. Kata‐kata Kunci Pendidikan Reproduksi yang Digunakan Dalam Kurikulum Nasional Menurut Kelas dan Mata Pelajaran, 2008. Kelas PENJASKES IPA Biologi 1 2 3 4 5 7 1* Kebersih‐an alat kelamin 2* Menolak pelecehan seksual 2* STDs 8 1* Seks bebas 9 1*&2* Budaya hidup sehat 1* Pertumbuhan dan perkembangan manusia 1* Sistem reproduksi 10 1* Seks bebas 11 1* HIV 12 6 IPS 1* Perkembang an manusia 1* Pertumbuhan manusia 2* Masalah Sosial 1* Pertumbuhan manusia Agama Islam Sosiologi 1* Tata cara bersuci 1* Perilaku terpuji 1* Proses pembentukan kepribadian 2* PSK 1* Hadas, najis 1* Masturbasi 1* HIV, PSK 2* Usaha mempertahan‐
kan RI 2* Reproduksi 2* Perilaku terpuji dan tercela 1* Dosa besar, homo, zina 1* Hukum keluarga, usia nikah, dan menghindari perilaku tercela 1* Konflik dan mobilitas sosial 1*Lembaga Sosial 2* Metodologi penelitian HIV Catatan : Dianalisa oleh Utomo and McDonald et al., 2008. 1*= Semester 1, 2*=Semester 2, *PSK=Pekerja Seks Komersial. Tabel 2. Bidang Kesehatan Reproduksi yang Tercakup di Buku‐buku Ajar Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2010. 1.
Kebersihan alat kelamin 2.
Infeksi menular seksual 3.
HIV dan AIDS 4.
Masalah reproduksi perempuan 5.
Masalah reproduksi laki‐laki 6.
Kehamilan dan persalinan 7.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia 8.
Teknologi reproduksi 9.
Aspek sosial kesehatan reproduksi Analisa yang lebih mendalam menunjukkan bahwa sejak Kelas V pengertian tentang pelecehan seksual telah dikenalkan, sementara itu di buku ajar PENJASKES Kelas V dan VI telah dijelaskan tentang kebersihan alat kelamin, terutama tentang cara membersihkan vagina. Dalam biologi, aspek anatomi reproduksi dan perkembangan manusia dijelaskan secara sepintas, tetapi tidak didapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Penggunaan obat terlarang serta informasi tentang HIV dan AIDS terdapat dalam beberapa buku ajar PENJASKES, sementara buku ajar PENJASKES yang lain memuat informasi tentang PMS. Pada tahun‐tahun akhir dari sekolah lanjutan diberikan informasi dan data tentang kekerasan terhadap wanita, pelacuran anak‐anak, dan 10. Budaya bebas dan konsekuensinya 11. Lembaha keluarga 12. Kekerasan dan kejahatan seksual 13. Aspek keagamaan kesehatan reproduksi Sumber: Penelitian Analisa Buku Gender dan Kesehatan Reproduksi, 2008. Catatan: Dianalisa oleh Utomo and McDonald et al, 2008. 3 pelecehan seksual pada anak‐anak. Pernikahan kesehatan reproduksi dan seksual, serta aspek sesama jenis dan akibat dari kehamilan sebelum sosial dan emosi dari hubungan seksual, nikah yang dijelaskan secara singkat, hal ini termasuk nilai‐nilai dan norma‐norma yang lebih ditemukan hanya dalam satu buku yang kami gender progresif seyogyanya dimasukkan dalam analisa. Hubungan sesama jenis, khususnya kurikulum nasional. hubungan homoseksual laki‐laki, dikutuk di banyak buku dan digambarkan sebagai sangat Aspek biologi dan anatomi kesehatan reproduksi diperlakukan terlalu menyeluruh dengan berdosa serta menjadi salah satu penyebab HIV penekanan kuat pada unsur “keilmiahan”‐
dan AIDS. Informasi kesehatan reproduksi yang khususnya buku‐buku untuk siswa sekolah dasar, diberikan di berbagai mata pelajaran ini tetapi materi cakupannya kurang luas untuk merupakan awal, namun informasi yang lebih siswa sekolah lanjutan. menyeluruh dan komprehensif tentang Tabel 3. Skor gabungan dalam evaluasi 13 bidang kesehatan reproduksi untuk buku ajar Sains‐Biologi, PENJASKES, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Agama Islam Sains Kelas 2 Kelas 3 Kelas 6 Kelas 11 PENJASKES Kelas 5 Kelas 6 Kelas 8 Kelas 10 Kelas 11 Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 4 Kelas 8 Kelas 10 Kelas 11 Kelas 12 Agama Islam Kelas 5 Kelas 7 Kelas 8 Kelas 11 Kelas 12 Bidang dalam kesehatan reproduksi 1 11.0 9.0 21.0 18.0 21.5 11.0 11.3 15.7 2 20.8 13.0 12.5 17.0 ‐ 3 18.4 10.5 11.9 12.2 13.2 24.1 4
5
6
7
8
21.0 8.0
14.0 3.7
17.7 22.0 16.0
19.3 17.6 24.5 20.7 20.6
13.7
‐ 17.1 18.0 10.3
9.0 18.6
15.5 14.0
9.7
15.0
12.0 13.0 18.7
‐ 11.0
1.0
13.5 17.8 6.5 5.0 20.0
19.4
11.5 14.0 14.0 14.5
18.0 3.0
11.7 11.0 7.7
4.0 6.5 15.0
6.9 5.7 12.0
17.7 7.8 12.3
10.8 17.0 9.3 11.0 11.0 17.0
8.0 5.0 12.0 13.0
16.3 8.0 6.5 16.7
Aspek sosial dan normatif kesehatan reproduksi 9
10 11 12
13
8.0 7.0
8.0 9.3 5.0
7.0 20.0
19.4
10.6 14.2 20.5 13.3
19.0
13.4 12.1 19.1 11.9
15.8
18.8 15.2 2.8 15.0
5.0
19.5 18.6 17.0
17.7 14.3 ‐ 14.0
16.5
15.7
14.8
10.3
14.0
16.8
1.0 19.1 18.8 18.1 17.7 8.9 8.8 9.6 14.5 16.0 20.5 18.6 18.4 18.6 5.5 11.3
10.5
11.8
15.6
3.0
17
10.5
9.0
10.8
16.9
13.3
12.5
18.9
Sumber: Penelitian Analisa Buku Gender dan Kesehatan Reproduksi, 2008. Catatan: Skor: (Cakupan=1‐9; akurasi=1‐9; normatif=1‐9), skor tertinggi: 9+9+9=27 Bidang: 1=Kebersihan alat kelamin; 2=IMS; 3=HIV dan AIDS; 4= Masalah reproduksi perempuan; 5=Masalah reproduksi laki‐laki; 6= Kehamilan dan persalinan; 7=Pertumbuhan dan perkembangan manusia; 8=Teknologi reproduksi; Aspek sosial dan normatif: 9=Aspek sosial kesehatan reproduksi; 10=Diskusi tentang budaya bebas dan konsekuensinya; 11= Diskusi tentang nilai‐nilai lembaga keluarga; 12=Cakupan tentang kekerasan dan kejahatn seksual; 13=Aspek Materi biologi yang dipaparkan dalam buku‐buku keagamaan kesehatan reproduksi. ajar tampak lebih sesuai untuk mahasiswa Buku‐ 4 menimbulkan pertanyaan apakah pendidikan kesehatan reproduksi bisa diberikan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, diberikan dalam satu mata pelajaran atau dimasukkan dalam mata pelajaran terkait seperti IPA, Biologi, PENJASKES, IPS dan Agama Islam. Seperti yang telah kami tekankan sebelumnya, informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual tersebar dalam berbagai mata pelajaran yang terkait. Untuk memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam mata pelajaran sekolah, Tabel 1 dan Tabel 2 bisa digunakan sebagai petunjuk untuk para guru. Mata pelajaran yang sesuai, tingkat pendidikan dan apakah hal itu perlu diberikan di semester 1 atau 2, serta bidang kesehatan reproduksi mana yang perlu dimasukkan (Tabel 3) bisa digabungkan dan digunakan sebagai petunjuk. Buku‐buku ajar biologi memuat dengan sangat rinci informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan penekanan khusus pada embriologi. Materi biologi yang dipapaprkan dalam buku‐buku ajar tampak lebih sesuai untuk mahasiswa kedokteran. Penilaian dari aspek moral dan keagamaan terhadap seksualitas, menstruasi, seks dalam pernikahan dan zina diberikan dalam buku‐buku ajar Agama Islam, sejak tahun‐tahun akhir sekolah dasar hingga seluruh sekolah lanjutan. Informasi normatif terhadap konsekuensi sosial dari hubungan seks sebelum nikah dan aborsi diberikan di buku‐buku ajar IPS untuk sekolah lanjutan. Informasi tentang HIV dan AIDS serta penggunaan obat terlarang ditemukan dalam buku‐buku ajar PENJASKES. HIV dan AIDS serta penggunaan obat terlarang sering “diselipkan” sebagai bab terakhir (Bab 12) setelah diskusi tentang berbagai macam aktivitas olah raga dan permainan olah raga. Secara umum, informasi tentang HIV dan AIDS diberikan dengan sangat lengkap, meskipun penekanan dari informasi meningkatkan terbentuknya stigma sosial yang berkaitan dengan HIV dan AIDS. Para siswa diberitahu bahwa ketaatan beragama dapat digunakan untuk meningkatkan kontrol diri dan menahan diri dari perilaku bebas, dalam hal ini tentunya yang berkaitan dengan seksualitas. Hanya sedikit buku yang memuat bab tentang HIV dan AIDS yang menjelaskan bahwa seks yang aman dan penggunaan kondom merupakan cara efektif untuk mencegah infeksi. Oleh karena itu informasi yang lebih komprehensif dan progresif tentang kesehatan reproduksi dan seksual perlu di‐
kembangkan. Pernikahan, baik di buku‐buku ajar Agama Islam maupun IPS, dijelaskan sebagai satu‐satunya wadah bagi laki‐laki dan perempuan untuk bisa melakukan hubungan seksual dan hal ini dikaitkan dengan pengertian bahwa keluarga merupakan lembaga yang tepat bagi orang yang ingin memiliki anak. Pentingnya membangun hubungan keluarga sebagai dasar yang kuat bagi perkembangan anak dan penjelasan rinci dari fungsi keluarga ditekan‐
kan dalam semua teks. Dari analisa yang kami lakukan, cakupan dari kurikulum saat ini dan analisa isi buku‐buku ajar Rekomendasi kebijakan Bidang‐bidang yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan reproduksi telah dimasukkan dalam mata pelajaran IPA‐Biologi, PENJASKES, IPS dan Agama Islam. Cakupan, akurasi dan aspek normatif dari kesehatan reproduksi yang dibahas dalam buku‐buku ajar sangat bervariasi. Diusulkan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan suatu pendekatan sistematis untuk memonitor isi dan kualitas buku‐buku yang disiapkan untuk kurikulum nasional yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Sebagai tambahan dalam kurikulum nasional beberapa bidang kesehatan reproduksi dan seksual bisa dimasuk‐ kan sebagai muatan lokal (MULOK) yang disiapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Sangsi perlu diberikan ke sekolah‐sekolah yang menolak untuk mengajarkan pendidikan kesehat‐
an reproduksi dari kurikulum nasional. Ujian nasional perlu memasukkan beberapa pertanyaan tentang bidang kesehatan reproduksi untuk meyakinkan para guru agar mencakup materi tersebut di kelas. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk para guru perlu diberikan oleh pemerintah, khususnya para guru yang bertanggung jawab terhadap mata pelajaran PENJASKES, IPA dan Biologi, IPS, Agama dan guru‐guru konseling. 5 Referensi Population Conference, 16‐20 December, New Dehli, India. National Family Planning Coordinating Board‐
BKKBN. Ceria‐Cerita Remaja Indonesia (Indonesian Adolescent’s Stories). http://ceria.bkkbn.go.id/ Access, 6 February, 2011. Youth InfoNet. 2011. No. 76, part 2—January, FHI, Washington DC. http://www.fhi.org/en/Youth/ YouthNet/Publications/YouthInfoNet/index.ht
m. Access, 6 February, 2011. Kirby, D. 2002. Do abstinence‐only program delay the initiation of sex among young people and reduce teen pregnancy? Washington, DC. National Campaign to Prevent Teen Pregnancy. (Judul naskah asli: “Gender and Reproductive Health Study, Policy Brief No.2, Improving Reproductive Health Education in the Indonesian National Curriculum”. Diterjemahkan oleh Wienta Diarsvitri) Tim Peneliti Australian Demographic and Social Research Institute–Australian National University (ADSRI‐
ANU):  Dr. Iwu Dwisetyani Utomo (Kepala – Peneliti Utama I)  Prof. Peter McDonald (Peneliti Utama II)  Prof. Terence Hull Konsultan:  Prof. Saparinah Sadli Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta:  Dra. Ida Rosyidah, MA.  Dra. Tati Hartimah, MA.  Dr. Jamhari Makruf Universitas Hasanuddin:  Prof. Nurul Ilmi Idrus Bila ada pertanyaan tentang policy brief ini dapat ditanyakan melalui e‐mail pada: [email protected] atau [email protected] Kirby, D., B.A. Laris and Lori A. Rolleri, 2007. “Sex and HIV education programs: Their Impact on Sexual Behaviors of Young People Throughout the World.” Journal of Adolescent Health vol 40/p.206‐217. SIECUS. 2011. Sex Education Library. http://www. sexedlibrary.org/ Access, 6 February, 2011. Utomo, ID., 2010a. Mainstreaming Adolescent Reproductive Health Education through the National Curriculum for Secondary Schools: Guidelines for School Teachers (Basic material that can be developed and tailored according to local customs and culture) (Penyampaian Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Kurikulum Pelajaran untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menegah Atas: Panduan Materi Dasar Untuk Guru (Dapat menjadi dasar untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kondisi kebudayaan local)), Report, UNFPA, Jakarta. Utomo, ID. 2010b. Mainstreaming Adolescent Reproductive Health Education in the National Curriculum for Secondary Schools in West Java, South Sumatra, West and East Nusa Tenggara and West Kalimantan, Report, UNFPA, Jakarta. Utomo, I.D., P. McDonald, T. Hull., S. Sadli, I. Rosyidah, T. Hartimah, N.I. Idrus, and J. Makruf. 2009. Integrating Gender and Reproductive Health Issues in the Indonesian National School Curricula: Challenges for Moslem Societies. Progress Report, AusAID, Canberra. Utomo, I.D. P. McDonald, T. Hull, W. Diarsvitri, S. Sadli, I. Rosyidah, T. Hartimah, N.I. Idrus, and J. Makruf. 2010. What are They Learning: Lessons about Reproductive Health in Indonesian Primary and Secondary Schools Textbooks. Paper presented at the First Asian 6 Deskripsi tentang studi: Analisa serupa juga dilakukan untuk analisa gender. Memasukkan Materi Gender Dan Kesehatan Perangkat untuk analisa gender diciptakan oleh tim Reproduksi Dalam Kurikulum Sekolah: Sebuah peneliti. Bidang‐bidang yang dianalisa meliputi: Tantangan Untuk Indonesia dunia publik dan dunia domestik; pendidikan dan gender; kepemimpinan sosial; kesenian; technologi; Tahap pertama dari penelitian dua tahap ini peran‐peran dalam pelestarian lingkungan alam; menganalisa lebih dari 300 isi buku sekolah SD kekerasan dan gambar‐gambar atau foto‐foto yang sampai SMA dalam hal pendidikan kesehatan digunakan dalam buku. Semua aspek tersebut reproduksi dan gender. Analisa buku ini kemudian dianalisa dengan menggunakan kriteria apakah peran tersebut: didominasi oleh laki‐laki atau dilanjutkan dengan survei pada sekolah‐sekolah di perempuan; sebagian didominasi oleh laki‐laki dan Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan sebagian didomonasi oleh perempuan; dan peran‐
Sulawesi Selatan. peran tersebut seimbang antara laki‐laki dan perempuan. Analisa gender ini dilakukan untuk Dalam analisa buku untuk masalah pendidikan buku‐buku: PENJASKES; IPA‐Biologi; IPS; Agama reproduksi dan kesehatan seksual, tim peneliti Islam; Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk menganalisa isi dari kurikulum nasional dan Kelas I, VI, IX dan XII. mengevaluasi apakah ada kata‐kata atau kalimat yang digunakan yang berhubungan dengan Pada fase kedua, dilakukan survei pada: siswa Kelas kesehatan reproduksi dan juga mencari kalimat‐
VI (N=1837) dan Kelas XII (N=6555), guru (N=521) kalimat yang mungkin terselubung tetapi dan Kepala Sekolah (59) di Jakarta, Jawa Barat, Nusa sebenarnya menjelaskan tentang kesehatan reproduksi. Setelah hasil analisa kurikulum Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan untuk menghasilkan dan menujukkan pada kelas berapa, mengetahui pengertian responden tentang dalam mata pelajaran apa dan pada semester kesehatan reproduksi dan gender. Sampling untuk berapa informasi tentang kesehatan reproduksi sekolah dilakukan dalam beberapa tahapan. diberikan, sejumlah buku yang berhubungan dari Pertama untuk setiap propinsi dipilih dua Kabupaten, kota dan desa. Dua sekolah negeri dan berbagai penerbit dipilih untuk dianalisa. Dalam hal dua sekolah agama yang dapat mewakili sekolah ini buku‐buku yang dipilih untuk dianalisa adalah unggulan dan satu sekolah yang prestasinya biasa buku‐buku: PENJASKES; IPA‐Biologi; IPS dan Agama Islam. Perangkat analisa untuk mengevalusi buku‐
dipilih. Jadi dalam setiap propinsi 16 sekolah terpilih. Dari sekolah‐sekolah yang terpilih, semua buku tersebut dikembangkan oleh tim peneliti dan 13 bidang kesehatan reproduksi dianalisa. Ketiga siswa di Kelas VI dan XII ikut dalam survei yang dilakukan di dalam kelas dengan mengisi daftar belas bidang tersebut adalah: kebersihan genitalia; pertanyaan. Pada siswa diberi penjelasan oleh PMS; HIV/AIDS; masalah kesehatan reproduksi peneliti tentang cara pengisian daftar pertanyaan. perempuan; masalah kesehatan reproduksi laki‐laki; Selama pengisian daftar pertanyaan tim peneliti kehamilan dan melahirkan; pertumbuhan dan menunggu di dalam kelas untuk menjaga perkembangan manusia; technologi reproduksi; seandainya ada siswa yang tidak mengerti. Setelah aspek sosial dari kesehatan reproduksi; pengaruh dari budaya liberal; institusi keluarga; kekerasan survei selesai dilakukan, dilakukan wawancara seksual dan aspek religius dari kesehatan mendalam terhadap guru dan Kepala Sekolah, reproduksi. Cakupan, keakuratan dan aspek tokoh‐tokoh agama dan para pengambil kebijakan. Dari hasil penelitian ini akan dihasilkan serangkaan normatif dari ke 13 informasi dan materi yang policy brief. Peneltian ini dipimpin dan dimotori dipaparkan dalam buku‐buku tersebut di analisa oleh Iwu Dwisetyani Utomo dan Peter McDonald. oleh anggota tim peneltiti. Acknowledgement: Policy brief ini didanai oleh AusAID melalui Australian Development APPENAS. Research Award, Ford Foundation, ADSRI‐ANU dan B
7 
Download