Kata Kunci: CSR, kemampuan ekonomi, modal sosial

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA BAGI KEMAMPUAN
EKONOMI MASYARAKAT
SITI BALQIS ARROHMAH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERANIAN BOGOR
2014
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyetakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul
“Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program
Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya bagi Kemampuan
Ekonomi Masyarakat” benar-benar hasil karya saya sendiri yng belum pernah
diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapu.
Sumber informasi yang berasal dari pustaka yang diterbitkan atau tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia
mempertanggungjawabkan penyataan ini.
Bogor, 9 Januari 2015
Siti Balqis Arrohmah
I34110149
ii
ABSTRAK
SITI BALQIS ARROHMAH. Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi
Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat. Di bawah bimbingan
HADIYANTO
CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban perusahan kepada masyarakat
dan lingkungan sekitarnnya, dimana masyarakat dan lingkungan merupakan pihak
yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kegiatan
perusahaan. Pelaksanaan CSR erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat berperan penting dalam menentukan keberhasilan dari
pelaksanaan CSR suatu perusahaan. Tingkat partisipasi masyarakat diukur dengan
menggunakan tangga partisipasi Arnstein yaitu, pada level tidak berpartisipasi
(manipulasi dan terapi), level tokenisme (informasi, konsultasi dan penentraman)
serta level kekuasaan ada di masyarakat (kemitraan, pendelegasian, kontrol
masyarakat). Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah
satunya adalah modal sosial yang selanjutnya diukur menggunakan parameter
kapital sosial yaitu, kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringanjaringan (networks). Tingkat partisipasi masyarakat dalam CSR akan berpengaruh
pada tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang dalam hal ini diukur dengan
menggunakan indikator-indikator seperti, akses terhadap pendapatan, akses
terhadap pasar, peningkatan kemampuan, adanya keinginan memperbaiki kondisi
ekonominya, kontrol terhadap pendapatannya, menjadi contoh yang baik, dan
membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Kata Kunci: CSR, kemampuan ekonomi, modal sosial, partisipasi.
SITI BALQIS ARROHMAH. The Effect of Social Capital on Community
Participation in Corporate Social Responsibility (CSR) and Its Impact on
Community Economic Capabilities. Supervised by HADIYANTO
CSR is a corporate responsibility to the community and surrounding environment,
in which people and the environment are the ones that either directly or indirectly
affected by the activities of the company. CSR implementation is closely related to
community participation. Community participation plays an important role in
determining the success of a company’s CSR activities. The level of community
participation will be measured using the participation ladder Arnstein i.e. at a
level not to participate (manipulation and therapy), the level of tokenism
(informing, consultation and placation) as well as the level of power in society
(partnership, delegated power, citizen control). The level of community
participation is influenced by many things, one of which is the social capital that
will be measured using the parameters of social capital i.e. trust, norms, and
networks. The level of community participation in CSR will influence the level of
economic ability which in this case will be measured using indicators such as,
access to income, access to markets, increased capacity, their desire to improve
their economic conditions, control of revenue, being a good example, and create
jobs for others.
Keywords: CSR, economic capacity, social capital, participation.
iii
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA BAGI KEMAMPUAN
EKONOMI MASYARAKAT
Oleh
SITI BALQIS ARROHMAH
I34110149
Laporan Studi Pustaka
Sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUS PERTANIAN BOGOR
2014
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Siti Balqis Arrohmah
Nomor Pokok
: I34110149
Judul
: Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam
Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departeman
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Ir. Hadiyanto, MSi
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Depertemen
Tanggal pengesahan :_____ _______________
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Studi Pustaka berjudul “Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi
Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat ” ini dengan baik. Laporan
Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka
(KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hadiyanto, MSi
sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses
penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini.
Penulis juga
menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua tercinta, Bapak Wawan
Juhansah dan Ibu Lilis Ariyani, serta Muhamad Hilal Akbar Johan dan Muhamad
Hiban Akmal Johan, kedua adik tersayang, yang selalu berdoa dan senantiasa
melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Tidak lupa terimakasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman satu perjuangan di Departemen SKPM
48, terutama Apriyani Selvianti Ginting, Fitri Hilmi Hikmayanti, Herolina Intan
Lydia, Natasha Rebecca Azalia dan Rika Ratna Sari, yang telah memberi
semangat dan sarannya kepada penulis dalam proses penulisan laporan ini.
Semoga laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, 14 Januari 2015
Siti Balqis Arrohmah
NIM. I34110149
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 9
Latar Belakang ................................................................................................................ 9
Tujuan ........................................................................................................................... 10
Metode Penulisan .......................................................................................................... 11
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................... 12
Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat ................................... 12
Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Telkom terhadap
Kemampuan Masyarakat dalam Mengakses Sumber Daya di Kawasan Punclut
Bandung ........................................................................................................................ 13
Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate
Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Pedesaan .............. 15
Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Pemberdayaan Ekonomi PT
Arutmin Indonesia ........................................................................................................ 17
Bentuk Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi PT Pertamina Refinery Unit Balongan) ....... 19
Program Corporate Social Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat .......... 21
Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia
(Studi Evaluatif Implementasi CSR Bank Indonesia Surabaya dalam Tinjauan
Rasionalitas Komunikatif Sebagai Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance
Pada Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel. Jepara
Kec. Bubutan Surabaya) ............................................................................................... 23
Menumbuhkembangkan Modal Sosial dalam Pengembangan Partisipasi Masyarakat 25
Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan
Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan) ....................................................... 27
Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Petani Pada Sistem Subak Di Bali .... 29
Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat .................................................................................................................... 31
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 33
Corporate Social Responsibility (CSR) ........................................................................ 33
Modal Sosial ................................................................................................................. 35
Konsep Partisipasi ......................................................................................................... 37
Kemampuan Ekonomi .................................................................................................. 40
SIMPULAN ...................................................................................................................... 42
Hasil Rangkuman dan Pembahasan .............................................................................. 42
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi................................................ 43
vii
Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... 47
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Analisis…………………………………………………… 41
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemampuan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri sangat
dipengaruhi oleh keberadaan industri tersebut. Adanya kawasan industri
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, pemerataan
pendapatan, membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan usaha informal.
Pertumbuhan industri di suatu wilayah tidak selalu menghasilkan dampak positif
yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, hal ini terjadi bila dalam kenyataannya
pertumbuhan industri tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan sektor ekonomi
lokal, seperti yang dinyatakan oleh Irawan dan Suparmoko (1992) di dalam
Utama (2002) yang terjadi di Pekanbaru dan Dumai dimana terdapat kegiatan
yang padat modal seperti tambang minyak. Apa yang dihasilkan oleh perusahaan
tersebut hanya semata-mata untuk ekspor dan hubungannya dengan dalam negeri
hanya dalam bentuk pembayaran upah-upah buruh. Tidak adanya keterkaitan
dengan ekonomi lokal, menyebabkan daerah tersebut merupakan daerah kantong
kancing (the foreign enclave). Ekonomi lokal perlu didukung perkembangannya
dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan
yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan namun merasakan
dampak dari kegiatan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk mengatasi hal tersebut maka perusahaan mengadakan kegiatan corporate
social responsibility (CSR) dalam rangka membina hubungan baik dan
mewujudkan hubungan mutualisme antara masyarakat dan perusahaan.
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep yang
menunjukkan bentuk perhatian dan kepedulian serta tanggung jawab organisasi
perusahaan terhadap lingkungan dan sosial masyarakat dalam segala aspek
operasional perusahaan. Hal ini menuntut bagaimana perusahaan dalam
praktiknya tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga harus peduli terhadap
lingkungan dan masyarakat. Menurut Sholihah (2014), di Indonesia kegiatan
corporate social responsibility (CSR) telah diamanatkan dalam UUPT (UndangUndang Perseroan Terbatas) No. 40 tahun 2007 khususnya pasal 74 ayat 1 yaitu
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungannya berupa CSR (Corporate Social Responsibility), perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain itu, dalam Muhtar et al. (tidak ada tahun) dinyatakan
bahwa kegiatan CSR juga telah diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal pasal 15 (b) yang menyebutkan bahwa setiap penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan serta
Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 36 ayat 1
(d) yang mengatakan bahwa dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai
kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam pasal tersebut
mengatur salah satu sumber pendanaan untuk kesejahteraan sosial yang bersumber
dari badan usaha.
Keberhasilan pelaksanaan program CSR erat kaitannya dengan partisipasi
masyarakat. Wibisono (2007) menyatakan bahwa peran serta masyarakat
merupakan salah satu kunci sukses dalam penerapan program CSR. Selamet
10
(1994) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung tercapainya
partisipasi dalam masyarakat, yaitu adanya kemauan, kemampuan, dan
kesempatan. Partisipasi masyarakat yang merupakan kunci dari keberhasilan
program CSR memiliki kaitan dengan modal sosial, hal ini dapat dilihat salah
satunya dari penelitian Rosyida dan Nasdian (2011). Rosyida dan Nasdian (2011)
menyatakan bahwa dampak sosial program CSR terkait dengan bagaimana
kekuatan modal sosial yang terbangun dalam masyarakat, di mana dampak sosial
program CSR dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam program
CSR.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa keberadaan industri tidak selalu
berdampak positif bagi perekonomian masyarakat sehingga perlu dilaksanakannya
program CSR untuk mengatasi hal tersebut. Pelaksanaan program CSR erat
kaitannya dengan partisipasi masyarakat dan sering kali peneliti menempatkan
penguatan modal sosial sebagai dampak dari hal tersebut, seperti dalam penelitian
Rosyida dan Nasdian (2011). Bertitik tolak dari pernyataan diatas, dapat dikatakan
bahwa sumber daya yang ada di masyarakat dan dianggap punya peranan penting
bagi tercapainya tujuan program CSR diantaranya adalah modal sosial dan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR. Menurut Ostrom dan
Putnam dalam Lubis (1999) modal sosial merupakan prasyarat bagi keberhasilan
suatu proyek pembangunan dan merupakan unsur utama dalam pembangunan
suatu masyarakat madani (civil society). Selain sebagai dampak sosial dari
pelaksanaan CSR, modal sosial juga dapat dilihat sebagai variabel yang dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, hal ini merujuk pada pernyataan
Putnam (2002) dalam Wibowo (2007) yang menyatakan bahwasanya modal sosial
yang tinggi akan membawa dampak pada tinginya partisipasi masyarakat sipil
dalam berbagai bentuknya. Menurut Purba (2013) tumbuhnya modal sosial dalam
masyarakat akan selaras dengan penciptaan kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan. Kepercayaan merupakan modal sosial yang penting dalam
membangun kemitraan berbasis nilai kekeluargaan yang akhirnya akan
menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap program CSR. Rasa
memiliki masyarakat terhadap program CSR memiliki keterkaitan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR. Oleh karena itu, perlu
dianalisis lebih lanjut mengenai sejauhmana modal sosial masyarakat dan
hubungannya dengan tingkat partisipasi peserta program CSR? Serta
sejauhmana tingkat partisipasi peserta program CSR dan pengaruhnya
terhadap peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat sebagai dampak
dari pelaksanaan program CSR.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penulisan studi
pustaka ini adalah:
1) Membahas penelitian terkait dengan pelaksanaan program Corporate
Social Responsibility
2) Mengidentifikasi variabel serta hubungan antara modal sosial, tingkat
partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dalam
pelaksanaan program Corporate Social Responsibility
3) Merumuskan masalah dan kerangka pemikiran baru
11
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menyusun studi pustaka ini adalah
pengumpulan data sekunder dengan menghimpun bahan-bahan analisis berupa
hasil-hasil penelitian atau pemikiran yang telah diterbitkan, yaitu berupa jurnal
dan buku teks sebagai sumber konsep atau teori.
12
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
: Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup
Masyarakat
Tahun
: 2009
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Andi Mapisangka
Kota dan Nama : JESP
Penerbit
Volume (Edisi) : Vol. 1, No. 1, 2009
Hal
Alamat URL
: http://fe.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/ANDI_M-CSR.pdf
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
1. Judul
PT. Batamindo Investment Cakrawala (PT. BIC) merupakan salah satu
perusahaan Penanaman Modal Asing yang berlokasi di Batam, Indonesia bergerak
di bidang penyediaan dan pelayanan kawasan industry secara internasional. Sadar
akan tugas dan tanggung jawab sosial seperti yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang, PT. BIC secara kontinyu dan terprogram telah menerapkan
konsep CSR dalam implementasi manajemen usahanya. Secara garis besar,
strategi pelaksanaan CSR PT. BIC mencakup beberapa wilayah yang ada di
sekitar perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tentang dampak
implementasi program CSR terhadap kesejahteraan hidup masyarakat. Metode
penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan
Cross sectional. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian eksplanatori,
yakni jenis penelitian yang mencoba menjelaskan hubungan antar variabel.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling
artinya ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian berdasarkan
kriteria-kriteria yang ditentukan terlebih dahulu.
Penerapan program-program CSR PT. BIC tersebar pada berbagai
aktivitas utama seperti: pendidikan, kesehatan, kemiskinan, sosial, agama,
infrastruktur, dan lingkungan hidup. Variabel-variabel seperti corporate social
responsibility goal, corporate social issue dan corporate relation program secara
signifikan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup
masyarakat. Berdasarkan pada hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian
ini memberikanm kesimpulan bahwa corporate social responsibility goal PT.BIC
dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan hidup
masyarakat Batam. Hal ini terjadi karena secara konseptual program-program
CSR perusahaan sudah diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan sosial seperti
terungkap pada rumusan visi dan misi perusahaan. Berdasarkan tujuan-tujuan
CSR tersebut, implementasi kegiatan-kegiatan CSR perusahaan senantiasa akan
mengikuti arah dari kepentingan perusahaan di tengah- tengah komunitas
lingkungan hidup masyarakat. Berdasarkan pada temuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa corporate social issue PT. BIC telah mampu meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan
13
program CSR-nya, PT. BIC senantiasa memperhatikan isu-isu sosial yang hangat
berkembang di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan jelas kebijakan umum
perusahaan dalam menempatkan CSR perusahaan sebagai instrument investasi
sosial perusahaan guna tercipta lingkungan bisnis yang harmonis diantara
kepentingan para stakeholdernya. Selain itu. berdasarkan pada hasil penelitian ini
juga menunjukan hasil bahwa corporate relation program PT. BIC dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Hal
ini dapat dijelaskan karena strategi dalam implementasi CSR perusahaan
merupakan respon atas kebutuhan riil masyarakat atas pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Diantara variabel-variabel tersebut, variable corporate relation
program memiliki pengaruh yang paling besar dalam mempengaruhi peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat di lingkungan kawasan industri Batamindo,
Batam.
Analisis :
Kelebihan dari penelitian ini adalah dalam metode pengumpulan data
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana pendekatan ini
akan menggambarkan secara lebih jelas pengaruh dari variabel-variabel yang ada
terhadap kesejahteraan masyarakat. Urgensi penelitian ini yaitu sangatlah penting
karena pemaparan hasil analisis data mengenai pengaruh variable-variabel seperti
corporate social responsibility goal, corporate social issue dan corporate relation
program terhadap kesejahteraan masyarakat akan sangat berguna bagi penelitian
saya dalam kaitannya bahasan mengenai dampak program CSR terhadap
kemampuan ekonomi masyarakat.
: Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility
(CSR) PT Telkom terhadap Kemampuan
Masyarakat dalam Mengakses Sumber Daya di
Kawasan Punclut Bandung
Tahun
: 2010
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Nurantono Setyo Saputro
Kota dan Nama : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Bandung
Penerbit
Volume (Edisi) : Vol. 21 No. 2, Agustus 2010, hal. 129 – 146
Hal
Alamat URL
: http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wpcontent/uploads/2014/01/06-jurnal-9-nurantono.pdf
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
2. Judul
Berdasarkan Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk Nomor: KD. 41/PR000/SDM-20/2006 tentang Telkom Corporate
Social Responsibilities, dalam memenuhi harapan stakeholder tersebut, PT
Telkom melaksanakan CSR sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan yang
dalam pelaksanaannya mencakup ke dalam tiga aspek keberlanjutan
(sustainability), yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sebagai konsekuensi
14
pertumbuhan bisnis, pemakaian energi di PT Telkom tentu akan meningkat. Ini
adalah salah satu dampak operasi PT Telkom terhadap lingkungan. Oleh karena
itu, pihak manajemen PT Telkom menyadari bahwa peran PT Telkom dalam
meningkatkan efisiensi pemakaian energi harus mendapatkan prioritas yang
tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau sustainability program CSR PT
Telkom dari sisi kapasitas masyarakat dalam mengakses sumber daya.
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara. Metode
penentuan sampel yang digunakan untuk wawancara dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling. Sedagkan, strategi pendekatan yang digunakan dalam
metode ini adalah snowball atau chain sampling, yaitu strategi yang digunakan
bila peneliti ingin mengumpulkan data yang berupa informasi dari informan
dalam satu lokasi, tetapi peneliti tidak mengetahui siapa yang tepat untuk dipilih
sebagai narasumber.
Setelah pelaksanaan kegiatan CSR PT Telkom, pencatatan sumber daya
yang dimiliki oleh masyarakat tidak begitu mengalami perubahan. Pencatatan
masih dilakukan di tiap kelompok tani yang ada dan pencatatannya juga masih
belum begitu baik, terstruktur, dan detail. Mengenai organisasi komunitas, tidak
begitu mengalami perubahan, masih berupa komunitas-komunitas penghijauan
petani yang terdiri dari 3 kelompok (Kelompok Tani Rereongan Sarupi, Pasir
Salam, dan Cipicung) yang masing-masing kelompok kurang lebih beranggotakan
20 orang petani. Sedangkan untuk sumber pembiayaan lokal yang ada, masih
mengandalkan iuran dari tiap petani yang nantinya dikoordinir untuk dibelikan
barang-barang kebutuhan para petani. Dalam aspek perekonomian, inisiatif
pengembangan ekonomi oleh masyarakat dilakukan dengan mengembangkan dua
hal, yaitu pengembangan warung-warung makan yang dikembangkan secara
sendiri-sendiri dan penjualan hasil panen yang dikembangkan secara sendirisendiri dan berkelompok dalam penjualannya.
Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa masyarakat belum cukup
sustainable dengan ada atau tidaknya program dari PT Telkom ini dikarenakan
program dari PT Telkom sejauh ini dirasa belum cukup untuk menuju ke
kemandirian masyarakat. Akan tetapi, program dari PT Telkom ini menurut
masyarakat, khususnya petani, masih dirasakan jauh lebih baik dibandingkan
program-program dari pihak lainnya. Masyarakat, khususnya petani, mendapatkan
banyak pelajaran dan pengetahuan baru dari program-program ini. Selain itu, dari
faktor penggunaan sumber daya, terjadi perubahan di mobilisasi sumber daya baik
internal maupun eksternal masyarakat, dan sedikit peningkatan pada identifikasi
sumber daya masyarakat (Akses). Setelah ikut serta dalam program CSR PT
Telkom, terlihat adanya peningkatan usaha dari masyarakat untuk bisa
mendapatkan dana untuk menjalankan kegiatan. Terlihat dari jumlah proposal
yang diajukan kepada pemerintah dan pihak luar lainnya semakin meningkat dari
tahun ke tahun (100 proposal pada tahun 2008 menjadi 200 proposal pada tahun
2009). Dalam kaitannya dengan akses masyarakat terhadap sumber daya,
masyarakat mendapatkan berbagai pelajaran dan informasi mengenai akses
sumber daya, termasuk dalam program dari PT Telkom. Salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan program ini ialah perhatian yang baik dari PT Telkom
khususnya kepada petani. PT Telkom tidak hanya berkonsentrasi terhadap
persiapan pelaksanaan kegiatannya, akan tetapi juga membantu petani pada masa
pasca penanaman, yaitu bagian perawatannya. PT Telkom secara berkala
15
memonitor secara langsung perkembangan tanaman yang ditanam oleh para
petani. Dari proses itulah, terjadi komunikasi dua arah yang sangat bermanfaat
bagi kedua pihak, PT Telkom dan petani. PT Telkom mendapatkan informasi apa
yang dibutuhkan, disarankan oleh petani. Sedangkan, dari petani bisa
menyampaikan pendapat, usulan, pertanyaan, dsb secara langsung kepada
perwakilan PT Telkom.
Analisis :
Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini dalam menganalisis
kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya disertai dengan data
sebelum kemampuan masyarakat untuk mengakses setelah dan sebelum adanya
program CSR sebagai pembanding. Adanya data pembanding yang digambarkan
dalam tabel membuat pembaca dapat lebih jelas melihat perubahan yang terjadi
pada kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya sebelum dan setelah
adanya program CSR. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu penting
karena dari penelitian ini saya dapat melihat pengaruh dari keberadaan program
CSR PT. Telkom terhadap kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya
serta dapat belajar mengenai pengolahan data dengan menggunakan data
pembanding sebelum dan setelah adanya program CSR.
3. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk
Pustaka
Nama Penulis
Kota dan
Nama
Penerbit
Alamat URL
Tanggal
Diunduh
: Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam
Penyelenggaraan
Program
Corporate
Social
Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap
Komunitas Pedesaan
: 2011
: Jurnal
: Cetak
: Isma Rosyida dan Fredian Tony Nasdian
: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
: : -
Pemberdayaan adalah jalan menuju partisipasi dan partisipasi dari
masyarakat menentukan dampak pengembangan program sosial dan ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat
partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam mengadakan program Corporate
Social Responsibility dari perusahaan geothermal melaluli Badan Keuangan
Mikro serta dampaknya terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
pendekatan kualitatif. Untuk pendekatan kuantitatif digunakan metode survei
dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen untuk mengumpulkan
informasi dari responden.
Secara umum, tingkatan partisipasi dari 30 responden yang terbagi
menjadi tiga kategori, searah dengan tingkatan skor modal sosial dan taraf hidup
16
responden. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan partisipasi anggota kelompok
simpan pinjam diiringi peningkatan kekuatan modal sosial dan taraf hidup
anggota. Selain itu penelitian ini juga menunjuka bahwa aspek tingkat
pengeluaran tidak secara penuh berhubungan dengan tingkat partisipasi anggota
kelompok simpan pinjam. Berdasarkan uji statistic dengan menggunakan
kerangka Uphoff dan Arnstein menunjukan hal yang sama, di mana semakin
tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan
program CSR maka semakin kuat modal sosial yang terbentuk.
Berdasarkan uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap
tahapan penyelenggaraan program dengan dampak sosial menunjukan bahwa
hanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi saja yang
menunjukan hubungan signifikan sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota
kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi kekuatan
modal sosial mereka. Sementara itu, pada tahap perencanaan dan pelaporan, kedua
variable tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya partisipasi anggota
kelompok pada tahapan tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan modal sosial.
Ketika variable tingkat partisipasi secara keseluruhan diuji hubungannya terhadap
dampak sosial, baik dengan kerangka Uphoff ataupun dengan kerangka Arnstein,
diperoleh angka hubungan yang signifikan, itu berarti partisipasi anggota
kelompok dalam penyelenggaraan program, baik pada tahap perencanaan, tahap
evaluasi, dan tahap pelaporan, berhubungan dengan kekuatan modal sosial
anggota kelompok simpan pinjam.
Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi
dengan dampak ekonomi, baik dengan kerangka Uphoff maupun kerangka
Arnstein menunjukan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam
memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu
artinya bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan
pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh
anggota kelompok simpan pinjam. Meskipun demikian, hasil pengolahan data
juga menunjukan bahwa hubungan partisipasi di setiap tahapan, masing-masing
tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya dalam melihat
hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat
dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program.
Masing-masing stakeholder memiliki derajat partisipasi yang berbedabeda dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Tingkat partisipasi tertinggi terletak
pada Perusahaan Gothermal, mitra perusahaan, dan pengurus koperasi, tingkat
partisipasi sedang terletak pada angota kelompok simpan pinjam, dan tingkat
partisipasi rendah terdapat pada pemerintah desa dan kecamatan serta Dinas
koperasi. Banyak factor yang berpengaruh terhadap sejauh mana tingkat
partisipasi masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam terhadap
penyelenggaraan program. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setiap
stakeholder memiliki tipe tingkat partisipasi yang berbeda-beda.
Analisis :
Dalam penelitian ini digunakan teori dari Cohen dan Uphoff (1979) serta
teori dari Arnstein mengenai tahap-tahap partisipasi untuk menganalisi tingkat
pastisipasi masyarakat. Dari hasil studi pustaka, selain dari kedua teori tersebut
terdapat teori lain yang dapat digunakan untuk menganlisis tingkat partisipasi
17
masyarakat yaitu teori dari Selamet (1993) yang membedakan tahap-tahap
partisipasi sebagai berikut : partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam
tahap pelaksanaan serta partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Terdapat perbedaan
antara tahap partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) dengan teori dari
Selamet (1993), perbedaan ini terletak pada poin ke tiga dimana menurut Cohen
dan Uphoff pada poin tiga itu adalah partisipasi dalam tahap evalusi. Kelebihan
dari penelitian ini adalah mampu menggambarkan hubungan yang jelas antar
variable-variabel yang ada melalui penarikan kesimpulan dari hasil penelitian,
serta penggunaan metode triangulasi dalam pengumpulan data yang menyebabkan
diperolehnya kombinasi data yang lebih akurat. Urgensi penelitian ini bagi
penelitian yang akan saya lakukan nanti sangatlah penting karena dalam penelitian
ini dibahas hal –hal terkait analisis dampak implementasi program CSR serta cara
mengukur tingkat partisipasi masyarakat terhadap program CSR serta mengetahui
bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi masyarakat.
4. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk
Pustaka
Nama Penulis
Kota dan
Nama
Penerbit
Volume
(Edisi) Hal
Alamat URL
Tanggal
Diunduh
: Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR
Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia
: 2011
: Jurnal
: Cetak
: Rahmawati dan Titik Sumarti
: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
: Vol. 5, No. 3, Hal : 325-338
: : -
PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin adalah salah satu perusahaan
penghasil dan pengekspor batu bara terbesar di Indonesia. Perusahaan ini secara
aktif melaksanakan kegiatan CSR di daerah sekitar lokasi pertambangannya.
Program pemberdayaan ekonomi masyarakat diantaranya adalah program Dana
Pengembangan Ekonomi Masyarakat (DEPM) dan Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat (PPEM). Dua program ini berupa pemberian dana bergulir
serta pengembangan usaha kecil dan mandiri bagi masyarakat sekitar
pertambangan. Penelitian ini difokuskan pada Tingkat Partisipasi Peserta Program
CSR Ekonomi Pemberdayaan. Selain itu dalam pelaksanaannya, penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei.
Tingkat kemauan peserta program DEPM dan PPEM cenderung relative
tinggi, artinya keinginan peserta untuk berpartisipasi dalam program
pemberdayaan ekonomi relatif tinggi. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
peserta menaruh harapan besar kepada program PPEM dan DEPM. Peserta PPEM
relatif memiliki tingkat kemampuan rendah lebih banyak dibandingkan peserta
program DEPM, atau dengan kata lain peserta program DEPM cenderung
memiliki tingkat kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta
18
PPEM. Tingkat kesempatan peserta PPEM cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat kesempatan peserta DEPM. Hal ini disebabkan peserta PPEM
memiliki tingkat keterdedahan informasi dan tingkat pendampingan yang tinggi
dari tim DD, sedangkan responden program DEPM umumnya cenderung memliki
tingkat keterdedahan informasi sedang dan tingkat pendampingan yang rendah
dari LPPM sehingga tingkat kesempatannya pun rendah.
Tingkat partisipasi peserta program DPEM cenderung relatif masih lebih
rendah dibandingkan dengan partisipasi peserta PPEM. Bahkan peserta program
DEPM cenderung tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi tinggi, dan
sebaliknya peserta PPEM cenderung tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi
rendah. Sebagian besar peserta program DPEM memiliki tingkat partisipasi
sedang. Pada tingkatan ini, peserta DPEM memiiki kesempatan menyampaikan
pertanyaan, ide, pendapat atau gagasan dan menerima tanggapan atau jawaban
dari pihak LPPM. Namun, seringkali peserta tidak diberikan kesempatan untuk
melakukan analisis kelayakan usaha bersaa LPPM.
Hasil analisis tabulasi silang memperlihatkan kecenderunagan bahwa
semakin tinggi tingkat kesempatan peserta program DEPM dan PPEM, semakin
tinggi pula tingkat partisipasinya. Peserta PPEM dalam penelitian ini seluruhnya
memilki kecenderungan tingkat kemampuan tinggi dan memiliki kecenderungan
tingkat partisipasi lebih tinggi dibandingkan dengan peserta program DEPM.
Terlihat bahwa tingkat kesempatan peserta mampu mendorong mereka dalam
program. Namun, dalam program DEPM tidak terdapat peserta yang memiliki
tingkat partisipasi tinggi sehingga peserta dengan tingkat kesempatan sedang dan
tinggi cenderung memilki tingkat partisipasi yang sama yaitu sedang. Terlihat
bahwa tingkat kesempatan peserta program DEPM yang tinggi belum cukup
mendorong partisipasi dalam program yang tinggi juga. Namun secara
keseluruhan, tingkat kesempatan peserta program DEPM dan PPEM memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasinya dalam program. Dibandingkan dengan
tingkat kemampuan dan kemauan, tingkat kesempatan cenderung yang paling
memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi peserta program.
Tingkat kemampuan ekonomi peserta PPEM relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kemampuan ekonomi peserta DPEM. Peserta DPEM
degan tingkat kemampuan ekonomi rendah sudah memiliki kekuasaan dalam
meningkatakan kesadaran dan keinginan dirinya untuk berubah atau dengan kata
lain telah memiliki evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya. Hal itu
tercermin dari keputusannya untuk berpartisipasi dalam program DPEM maupun
PPEM. Hasil analisis tabulasi silang memperlihatkan bahwa peserta program
DPEM dengan tingkat partisipasi lebih tinggi cenderung memiliki tingkat
kemampuan ekonomi yang lebih tinggi juga. Namun terdapat peserta yang
memiliki tingkat kemampuan ekonomi tinggi sedangkan tingkat partisipasinya
sedang. Terdapat beberapa hal yang diamati dilapangan yang membuat hal
tersebut terjadi, diantaranya usaha yang dijalankan memeang sudah maju sebelum
peserta menerima bantuan dan abergulir dari DPEM. Berdasarkan analisis
crosstab dapat disimpulkan bahwa, pada program DPEM tidak ada korelasi antara
tingkat kemauan dan tingkat partisipasi, tapi ada hubungan antara tingkat
kemampuan dan tingkat kesempatan dengan tingkat partisipasi, dan ada korelasi
antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi.
19
Analisis :
Kelebihan dari penelitian ini adalah yang menjadi subjek penelitiannya
adalah sekelompok orang yang ikut serta dalam dua program yang berbeda yaitu
program DPEM dan PPEM. Dengan adanya dua subjek penelitian yang berbeda
ini dapat lebih terlihat sejauh mana hubungan tingkat kemauan, kemampuan, dan
kesempatan peserta dengan tingkat pertisipasinya serta hubungan tingkat
partisipasinya dengan tingkat kemampuan ekonominya. Dengan adanya hasil yang
berbeda pada masing-masing program hubungan antar variable jadi semakin jelas
terlihat. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting karena
dari penelitian ini saya dapat lebih memahami teknik-teknik mengukur tingkat
partisipasi serta kaitannya dengan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dan
dari penelitian ini pula dapat diketahui bahwa ada korelasi antara tingkat
partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi.
5. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk
Pustaka
Nama Penulis
Kota dan
Nama
Penerbit
Volume
(Edisi) Hal
Alamat URL
Tanggal
Diunduh
: Bentuk Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan
Tanggungjawab
Sosial
Perusahaan
untuk
Pemberdayaan Masyarakat (Studi PT Pertamina
Refinery Unit Balongan)
: 2012
: Jurnal
: Cetak
: I. Situmeang, D.P Lubis, A. Saleh
: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
: ISSN 1693-3699 Vol. 1, No. 10, Hal : 29-45
: : -
PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan merupakan salah satu dari tujuh
refinery unit PT Pertamina yang beroperasi di Indonesia. Uniknya fenomena
kegitan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh PT Pertamina
sebagai salah satu perusahaan minyak dan gas bumi yang ada di Balongan tidak
sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup disekitar perusahaan.
Di mana satu sisi Balongan merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam
yang dieksploitasi dan juga terdapat kilang minyak yang mengolah minyak
mentah dari luar untuk distribusi minyak Jakarta dan Jawa Barat, sementara
kondisi ekonomi masyarakat di Kabupaten Inderamayu, khususnya di kecamatan
Balongan seperti pada angka biro pusat statistic menunjukan bahwa terdapat 102
desa dengan kategori desa miskin dan penduduk miskin berjumlah 710.956 orang.
Hal ini erat kaitannya dengantanggungjawab sosial yang secara rutin dilakukan
oleh PT Pertamina Balongan sebagai komunikasi organisasi perusahaan untuk
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat
balongan.
20
Seringkali komunikasi lebih mengutamakan pada pandangan perusahaan
bukan mengutamakan pada pandangan stakeholder, atau partisipasi mereka dalam
kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan
untuk melihat bagaimana efektifitas komunikasi organisasi melalui kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan yang dilakukan PT Petamina untuk masyarakat
Balongan. Komunikasi organisasi merupakan penyampaian pesan dalam satu
organisasi yang melibatkan seluruh publik internal. Komunikasi organisasi
dipahami sebagai pengiriman pesan organisasi dalam kelompok formal maupun
dalam kelompok informal. Pertamina Balongan menggolongkan komunikasi
organisasi sesuai dengan bauran PENCILS (publication, event, news, community
involment, inform or image, lobbying and negotiation, social responsibility).
Publication atau publikasi. Setiap fungsi atau Hupmas adalah
menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai
media tentang kegiatan perusahaan yang pantas untuk diketahui publik internal
dan eksternal. Kegiatan Hupmas pertamina, dalam melakukan publikasi kepada
masyarakat bekerjasama dengan wartawan media cetak maupun elektronik. Event
atau program acara, program acara terdiri atas tiga, yaitu : (1) acara rutin,
merupakan acara yang biasanya dilaksanakan untuk mendapatkan perhatian media
yang bermuara pada perhatian publik tentang perusahaan ataupun produk
perusahaan, (2) acara spesial, merupakan suatu acara tertentu atau lebih dikenal
sebagai peristiwa khusus yang akan dpilih waktu, tempat dan objek tertentu yang
bersifat khusus untuk mempengaruhi opini publik , (3) acara yang bersifat
momentum, merupakan acara yang jarang untuk dilakukan, biasanya dilakukan
untuk hal-hal tertentu misalkan acara pembukaan kantor baru. News atau berita
adalah informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi yang disajikan melalui
media cetak, media elektronik, internet, atau dapat juga dengan penyampaian dari
mulut ke mulut kepada masyarakat. Berita merupakan informasi yang belum
diketahui banyak orang, berita dapat berasal dari karyawan, perusahaan maupun
dari masyarakat tenteng perusahaan dan dikelola oleh Hupmas Pertamina
Balongan. Community involvement atau kepedulian terhadap komunitas,
perusahaan berusaha untuk “akrab dan ramah” dengan para stakeholder.
Kepedulian yang sering dilakukan dengan mengadakan kontak sosial dengan
wartawan, pemerintah daerah, LSM, mahasiswa dan peneliti yang bertujuan untuk
meciptakan hubungan baik dengan para stakeholder perusahaan. Selanjutnya
adalah inform or image, Hupmas Pertamina menanamkan citra perusahaan di
benak stakeholder dengan cara ikut berperan aktif dalam membantu pemerintah
daerah dan pembangunan masyarakat, melalui penyumbangan pot dan tanaman di
kantor kecamatan dan sepanjang jalan menuju kilang Balongan yang bertulisan
dan berlogo Pertamina, hal ini
membuktikan bahwa Pertamina selain
menciptakan citra positif juga peduli terhadap lingkungan. Lobbying and
negotiation, Hupmas melakukan pendekatan dan negosiasi denga stakeholder baik
secara formal maupun informal untuk mencapai tujuan tertentu. Dan yang terakhir
adalah Social responsibility atau kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi
organisasi Pertamina yang ditujukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar PT Pertamina Balongan. Kegiatan TSP dilakukan untuk menarik simpati
masyarakat agar berpartisipasi dalam menciptakan keberdayaan masyarakat.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk komunikasi
organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Refinery Unit VI Balongan dengan
21
bauran PENCILS. Salah satunya adalah kegiatan tanggungjawab sosial
perusahaan yang bertujuan untuk keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi,
sosial dan pengelolaan lingkungan hidup.
Analisis :
Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini menggambarkan secara
jelas mengenai hasil dari penelitian dengan memaparkan seluruh bentuk
komunikasi organisasi perusahaan dalam bauran PENCILS. Selain itu penelitian
ini juga memaparkan mengenai evaluasi terhadap komunikasi organisasi yang
telah dilakukan oleh perusahaan. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu
penting karena dari penelitian ini saya dapat mempelajari hubungan dari
komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan efektivitas
program CSR.
: Program Corporate Social Responsibility Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Enjang Pera Irawan
Kota dan Nama : Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas
Penerbit
Padjajaran, Bandung
Volume (Edisi) : Hal
Alamat URL
: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/pustaka_unpad_program_c
orporate_social_responsibility.pdf
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
6. Judul
Implementasi progam corporate social responsibility (CSR) Kawasan
Sehat Mandiri Konsep Biomethagreen yang dilaksanakan PT. PLN (Persero)
DJBB merupakan komitmen terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
Program CSR ini berbasis pemberdayaan masyarakat, melalui program ini
masyarakat dilibatkan dalam mengatasi, mengelola, dan memanfaatkan sampah
menjadi energi alternatif. Progam ini berpijak pada prinsip triple bottom line yaitu
menyentuh aspek alam, manusia dan profit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui latar belakang dan motif pelaksanaan program CSR, untuk
mengetahui implementasi program CSR, dan untuk mengetahui respon dan
partisipasi masyarakat terhadap program CSR PT. PLN (Persero) DJBB.
Penelitian ini merupakan penelitian kulitatif dengan desain studi kasus. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Sedangkan, teknik analisis data yang digunakan
yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi (pengambilan kesimpulan).
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Narasumber yang
dipilih dari PT. PLN (Persero) DJBB antara lain: Kepala PKBL, Kepala Humas,
22
dan Staf PKBL. Selain itu, dari kalangan Masyarakat Perum Griya Taman Lestari,
serta empat orang dari Desa Gudang Tanjungsari.
Program ini dilatarbelakangi oleh kesadaran dan kepedulian PT. PLN
(Persero) DJBB terhadap isu lingkungan (planet), isu sosial atau sumber daya
manusia (people), dan isu ekonomi (profit). Motif dari pelaksanaan program CSR
ini yaitu kepatuhan kepada undang-undang (izin operasi), bentuk tanggung jawab
moral perusahaan dalam menjalankan bisnis etis (kewajiban moral), menjaga
reputasi perusahaan (reputasi) dan untuk kelangsungan bisnis perusahaan dalam
jangka panjang (keberlanjutan). Pada konteks ini, motif PT. PLN (Persero) DJBB
dalam melaksanakan CSR antara lain: 1) motif izin operasi yaitu menjalankan
CSR merupakan bagian dari komitmen dan bentuk ketaatan perusahaan dalam
mematuhi peraturan perundang- undangan yang mengikat dan wajib ditaati, 2)
motif kewahiban moral yaitu menjalankan CSR merupakan wujud moralitas
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya secara etis, serta senantiasa
memperhatikan kepentingan stakeholder khususnya masyarakat, 3) motif reputasi
yaitu menjalankan CSR merupakan salah satu strategi dalam memperkuat reputasi
perusahaan sebagai perusahaan yang profesional dan memiliki tanggung jawab
sosial yang tinggi terhadap stakeholder khususnya masyarakat, 4) motif
keberlanjutan yaitu menjalankan CSR sebagai bagian strategi dalam keberlanjutan
aktivitas bisnis perusahaan.
Respon dan partisipasi masyarakat terhadap program CSR ini sangat baik,
namun saat ini sedang mengalami penurunan. Implementasi program CSR terdiri
dari tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi dan tahap evaluasi.
Program CSR yang dilaksanakan PT. PLN (Persero) DJBB melalui tahap
perencanaan yang meliputi: menyesuaikan program dengan visi misi perusahaan,
menetapkan tujuan, target, menyesuaikan dengan kebijakan pimpinan,
menetapkan strategi, menetapkan struktur organisasi pelaksana, merancang
program, menyiapkan SDM, pemetaan wilayah, alokasi dana, merencanakan
strategi implementasi dan merencanakan kegiatan evaluasi. Implementasi program
CSR tidak dilaksanakan sendiri atau pun diserahkan sepenuhnya kepada pihak
lain. Sedangkan, pada tahap evaluasi PT. PLN (Persero) DJBB senantiasa
melakukannya secara berkala.
Bentuk kegiatan program CSR Program Kawasan Sehat Mandiri Konsep
Biomethagreen ini terbagi kedalam lima kegiatan antara lain: proses pemilahan
sampah, proses pengankutan/penyetoran sampah, proses pengolahan
biomethagreen dan penampungan di Bank sampah, proses pemanfaatan biogas,
dan pemasaran pupuk cair dan penjualan sampah anorganik. Respon dan
partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan program CSR, kususnya
program yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Respon dan partisipasi
masyarakat terhadap progam CSR ini pada awalnya sangat tinggi, namun saat ini
mengalami penurunan. Tingkat partisipasi dalam program CSR ini dapat
dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1) partisipasi tinggi, yaitu masyarakat yang
secara aktif menjadi pengelola program, 2) partisipasi sedang, yaitu masyarakat
yang hanya ikut memilah, mengirim, dan memanfaatkan hasil sampah tanpa ikut
terlibat dalam proses pengolahannya, 3) partisipasi rendah, yaitu masyarakat yang
tidak terlibat dalam memilah, mengirim, dan memanfaatkan hasil dari pengolahan
sampah (pasif). Hasil penelitian menunjukan bahwa kategori partisipasi rendahlah
yang lebih banyak pada saat ini.
23
Analisis :
Kekurangan dari penelitian ini adalah terletak pada penggunaan metode
dalam pengumpulan data, dimana dalam penelitian ini hanya menggunakan
metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi tanpa adanya penggunaan
metode penyebaran kuisioner. Menurut saya, dengan penyebaran kuisoner data
yang diperoleh dapat lebih akurat dan beragam dibandingkan dengan hanya
menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sedangkan,
kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan teori-teori ahli dalam mendukung
pemaparan hasil penelitian, seperti pada pemaparan manfaat yang diperoleh oleh
PT. PLN dari pelaksanaan program CSR yang didukung oleh teori manfaat
program CSR bagi perusahaan dari Suanto (2009: 14-15). Urgensi penelitian ini
bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting karena dalam penelitian ini dibahas
mengenai respond dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR.
: Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate
Social Responsibility) Bank Indonesia (Studi
Evaluatif Implementasi CSR Bank Indonesia
Surabaya dalam Tinjauan Rasionalitas Komunikatif
Sebagai Upaya Mewujudkan Good Corporate
Governance Pada Program Pemberdayaan Usaha
Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel. Jepara Kec.
Bubutan Surabaya)
Tahun
: 2014
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Mila Hiswatus Sholihah
Kota dan Nama : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Penerbit
Brawijaya, Malang
Volume (Edisi) : Hal
Alamat URL
: http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos
/article/view/20/35
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
7. Judul
Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga negara independen di
Indonesia yang telah menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility). Salah
satu kegiatan CSR yang digagas oleh Bank Indonesia terimplementasi pada
program pemberdayaan usaha kecil dan mikro berbasis KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat) di Kelurahan Jepara Kecamatan Bubutan Surabaya. Pada
dasarnya implementasi program tersebut mempunyai tujuan yang sangat baik
yaitu sebagai obat dari dua penyakit ekonomi makro di Indonesia yang selama ini
masih belum terselesaikan yaitu kemiskinan dan pengangguran. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis secara kritis pola komunikasi pihak stakeholder
yang terlibat dalam implementasi program tersebut dengan menggunakan teori
tindakan rasionalitas komunikatif Jurgen Habermas dan konsep Goood Corporate
24
Governnace. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi evaluatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang
terbangun antara pihak BI dengan PKPU terkait penentuan
program
pemberdayaan masyarakat menunjukkan bahwa dalam pola komunikasi, para
partisipan berusaha untuk menyampaikan berbagai usulannya sesuai dengan
lebenswelt atau latar belakang pengetahuan para partisipan. Pola komunikasi yang
dibangun antara pihak BI dengan PKPU terkait penentuan program pemberdayaan
terlihat pada para partisipan komunikasi yang dapat menyatakan pendapatnya
dengan bebas dan tanpa paksaan atau dominasi sepihak. Tidak terlepas pada
perihal pola komunikasi terkait penentuan program di mana para partisipan
komunikasi diberi kebebasan mengeluarkan argumennya, keputusan akhir yang
ditetapkan terkait penetapan program pemberdayaan tersebut juga tidak ada yang
mendominasi. Walaupun pihak BI selaku pemberi dana CSR pada program
tersebut, namun decision maker atau pembuat keputusan tetap berdasarkan pada
persetujuan bersama baik dari pihak BI maupun PKPU. Pada proses pola
komunikasi terkait penentuan program tersebut juga menunjukkan bahwa Bank
Indonesia selaku lembaga negara independen telah melaksanakan konsep Good
Corporate Governance baik mulai dari segi Transparancy (keterbukaan),
Accountability (akuntabilitas), Responsibility (tanggung jawab), Independency
(kemandirian), dan Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran).
Pola komunikasi yang terbangun antara pihak PKPU dengan anggota
KSM dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan penentuan cicilan
kredit oleh PKPU terhadap anggota KSM menurut tinjauan analisis kritis teori
tindakan rasionalitas komunikatif tidak dapat dikatakan sebagai sebuah konsensus
atau kesepakatan bersama. Hal ini dikarenakan tidak adanya sebuah pola
komunikasi, musyawarah, ataupun diskusi antara pihak PKPU selaku lembaga
kemanusiaan nasional yang berperan aktif mengawasi dan mengontrol program
pemberdayaan di lapangan dengan anggota KSM sebagai obyek penerima dana
dari program tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya hambatan dalam
implementasi program tersebut yaitu kredit macet. Agar program pemberdayaan
usaha kecil dan mikro berbasis KSM dapat memberikan manfaat yang signifikan
terhadap peningkatan pendapatan anggota KSM maka diperlukan suatu pola
komunikasi dua arah yang reguler antara pihak Bank Indonesia, PKPU dan
anggota KSM di ranah public sphere.
Analisis :
Kelebihan dari penelitian ini adalah dalam pemaparannya penelitian ini
sangat jelas dan terstruktur dalam penggambaran pola komunikasi pada tahapantahapan yang ada dalam program mulai dari identifikasi masalah, proses
perencanaan, pelaksanaan proyek, evaluasi, mitigasi sampai dengan monitoring.
Pemaparan yang jelas pada setiap tahapan membuat pembaca dapat dengan jelas
dan rinci memahami pola-pola komunikasi apa saja yang terjadi dalam program
CSR tersebut. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting
karena dari penelitian ini saya dapat memahami pola-pola komunikasi yang biasa
terjalin antara perusahaan dengan masyarakat dimana nantinya hal ini dapat
berpengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR.
25
Modal
Sosial
dalam
: Menumbuhkembangkan
Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Tahun
: 2007
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Agung Wibowo
Kota dan Nama : Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Penerbit
Volume (Edisi) : No.5 Vol. 5 Maret 2007
Hal
Alamat URL
: http://pppm.pasca.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/09/Agung-Wibowo.pdf
Tanggal
: 19 Desember 2014
Diunduh
8. Judul
Negara Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi sumber
daya alam yang luar biasa, namun demikian karena "manusia" nya potensi
tersebut belum bisa dinikmati rakyat Indonesia secara merata. Di era keterbukaan
sekarang ini, menyebut kata "Partisipasi" tidak sebatas hanya dimaknai
keikutsertaan masyarakat dalam kerja bakti pembangunan kampung, namun lebih
dari itu dibukanya ruang publik yang seluas-luasnya agar masyarakat terlibat dan
selalu aktif dalam melakukan setiap tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi dalam setiap program yang dilaksanakan. Ini berarti
bahwa partisipasi masyarakat akan benar-benar terwujud manakala ada good will
dari pemerintah. Karena good will dari pemerintah tadi selalu yang menjadi
prasyarat, maka kini masyarakat terlena akan posisi dan potensi yang dimilikinya
sendiri. Masyarakat cenderung bergerak menuntut pemerintah namun tidak
diimbangi dengan perubahan perilaku masyarakatnya sendiri. Masyarakat
sebenarnnya memiliki energi sendiri, yakni energi sosial (Soeharto, 2004) atau
modal sosial (Coleman, 1999) yang perlu dikembangkan.
Hilangnya modal sosial yang dimiliki masyarakat, bisa dilihat dari
bagaimana masyarakat tersebut menghadapi dan memecahkan masalahmasalahnya. Munculnya saling curiga, masa bodoh, opportunis, primodialisme,
individualistis adalah tanda-tanda hilangnya modal sosial dalam masyarakat
tersebut. Agen of change dalam perannya memfasilitasi perubahan sungguh naïf
sekali apabila tidak mengetahui modal sosial yang ada di masyarakat. Secara
historis negara sebenarnya tidak memiliki tradisi bagi penciptaan modal sosial
namun modal sosial tersebut bersumber dari agama, tradisi dan pengalaman
bersama yang selalu terulang di tengah masyarakat dan ini di luar kemampuan dan
kontrol dari pemerintah (Fukuyama dalam Jousairi Hasbullah, 2006). Selain itu,
modal sosial tumbuh juga dari lembaga-lembaga pendidikan. Tidak saja lembaga
pendidikan tingkat dasar dan menengah namun tak kalah pentingnya pada
lembaga pendidikan tinggi. Pada level selanjutnya, penulis mencoba memaparkan
pentingnya kelembagaan lokal dalam menyuburkan modal sosial yang ada di
masyarakat. Kenapa kelembagaa lokal itu penting dalam membentuk modal
sosial, penulis berargumen karena kelembagaan lokal tersebut lahir dari budaya
26
lokal dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri tanpa ada campur tangan pihak
lain. Kelembagaan lokal tersebut bisa berupa kelembagaan politik, kelembagaa
ekonomi maupun kelembagaan sosial budaya.
Untuk melihat aktualisasi dari berbagai unsur-unsur modal sosial, Uphoff
dalam Soetomo (2006) memandang modal sosial dalam dua kategori. Pertama,
fenomena struktural, kategori ini merupakan modal sosial yang terkait dengan
beberapa bentuk organisasi sosial khususnya peranan, aturan dan prosedur yang
dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerja sama dalam bentuk tindakan
bersama yang saling menguntungkan. Kedua, modal sosial dalam kategori
kognitif. Ini diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang diperkuat oleh
budaya dan idiologi khususnya norma, nilai sikap, kepercayaan yang memberikan
kontribusi bagi tumbuhnya kerja sama khususnya dalam bentuk tindakan bersama
yang saling menguntungkan. Modal sosial telah dicoba diukur dalam beragam
cara. Walaupun demikian diakui bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai
ukuran tunggal dan benar (true measurement) akan sangat sulit. Kesulitan pertama
karena spectrum modal sosial itu sendiri demikian luas dan multidisiplin,
walaupun demikian Putnam dalam Jousairi Hasbullah (2006), mengukur modal
sosial dengan cara menghitung keanggotaan dan jumlah organisasi (non
pemerintah) seperti club olah raga, kelompok-kelompok intelektual, kelompokkelompok politik dan sejenisnya. Survey yang pernah dilakukan terkait dengan
modal sosial di Amerika adalah survey of civic involvement. Survey ini
mengusung tiga tema besar, yakni : a) social involvement, yakni menginvestigasi
faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi berinteraksi dengan keluarga
dengan cara saling mengunjungi, b) community attachment, yakni
menginvestigasi perasaan ketrikatan pada komunitas lokal, c) political
involvement, yakni keterlibatan dala politik lokal dan nasional dan keterlibatan
dalam berbagai isu politik di berbagai tingkatan pemerintahan (Jousairi Hasbullah,
2006).
Di dalam konteks Indonesia, mengukur modal sosial yang ada di
masyarakat dapat dilihat dari bagaimana masyarakat lokal memilih pemimpinya
(kepala desa), bagaomana masyarakat lokal terlibat dalam pemilihan umum,
pilihan presiden, pilihan kepala daerah dan sejenisnya, Bagaimana tingkat rasa
percaya pada sesama manusia dan institusi, bagaimana toleransi terhadap
keanekaragaman, partisipasi di komunitas lokal, koneksi atau jaringan kerja,
kegiatan sosial yang ada di suatu kampung, tingkat keamanan kampung, bentukbentuk solidaritas kampung, bagaimana masyarakat membangun fasilitas umum,
bagiamana interaksi antar manusia di masyarakat, seberapa besar tingkat
resiprositas atau tukar kebaikan yang ada di wilayah setempat dan sebagainya.
Analisis:
Kelebihan dari tulisan ini adalah telah menggambarkan jelas mengenani
konsep modal sosial, sumber dan cara mengukurnya. Sedangkan kekurangan dari
tulisan ini adalah penyampaian aegumen penulis tidak diikuti dengan
penyampaian data-data hasil penelitian mengenai variabel terkait. Urgensi dari
penelitian ini bagi penelitian saya adalah sangat penting karena dari tulisan ini
dapat diketahui sumber dan cara mengukur modal sosial yang ada di masyarakat.
27
: Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan
Masyarakat
dalam
Pembangunan
Pedesaan
(Kelompok Tani Kecamatan Rambatan)
Tahun
: 2012
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Primadona
Kota dan Nama : Politeknik Negeri Padang Jurusan Administrasi
Penerbit
Niaga, Padang
Volume (Edisi) : Volume 4 No. 1
Hal
Alamat URL
: http://unsri.portalgaruda.org/download_article.php?
article=89823&val=4377&title=Penguatan%20Moda
l%20Sosial%20Untuk%20Pemberdayaan%20Masy
arakat%20Dalam%20Pembangunan%20Pedesaan
%20%28Kelompok%20Tani%20Kecamatan%20Ra
mbatan%29
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
9. Judul
Strategi pembangunan Indonesia adalah peningkatan pemerataan
pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui arah kebijakan pembangunan
sektoral dan pemberdayaan masyarakat (people empowering) terutama
dipedesaan. Disadari atau tidak keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
pembangunan daerah akan dapat mendorong terciptanya perencanaan yang baik
karena selama ini dinilai masyarakat merupakan aktor penting dalam
pembangunan, bukan hanya sebagai perencana tetapi juga sebagai pelaksana
sekaligus pengawas jalannya pembangunan. Selama ini dalam mengkaji dan
membuat kebijakan untuk tercapainya pembangunan selalu hanya diukur dari
potensi sumber daya, potensi finansial dan kurang mengamati bagaimana keadaan
modal sosial dalam lingkungan diperdesaan yang dianggap masih melekat dengan
besar modal sosial, justru yang selalu diunggulkan adalah masalah potensi daerah
seperti struktur tanah, infrastruktur dan modal lainnya sedangkan banyak
penelitian yang dilakukan seperti Putnam di Irlandia mengatakan bahwa jika
modal sosialnya tinggi maka akan berdampak terhadap kehidupan ekonomi
masyarakatnya. Menanggapi masalah tersebut, maka perlu digali sebuah
pemikiran baru kebijakan pangan local yang bersifat multidimensional seperti
yang pernah diungkapkan (Saragih, 2004). Tidak hanya mengenjot produksi
dengan perluasan lahan ataupun diversifikasi dengan ukuranukuran fisik saja,
namum demikian juga memperhatikan permasalahan social budaya (culture) dan
modal social yang telah ada pada masyarakat setempat.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif. Lokasi penelitian
ini dilaksanakan dalam 3 Nagari yaitu Nagari Balimbing, Nagari Rambatan dan
Nagari III Koto, yang mana masing-masing nagari diambil 2 kelompok tani.
Responden pada penelitian ini adalah petugas PPL sebagai wakil pemerintah, para
ketua dan anggota kelompok tani yang mana masing-masing kelompok nanti akan
diambil sebanyak sembilan (9) orang termasuk dengan pengurus kelompok, dan
28
pemuka masyarakat setempat. Selain itu pemuka masyarakat, pemerintah daerah
seperti Camat dan aparatur lainnya juga akan dijadikan responden untuk
tercapainya tujuan penelitian. Penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis
penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian wawancara,
kuesioner dan Focus Group Discussion.
Modal sosial telah dicoba diukur dalam beragam cara. Walaupun demikian
diakui bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai ukuran tunggal dan benar
(true measurement) akan sangat sulit. Dalam penelitian ini penulis melakukan
pengukuran terhadap modal sosial dalam kelompok tani dengan menggunakan
sederatan indikator untuk membandingkan dan mengetahui besaran dan
kecendrungan masing-masing variabel yang berhubungan dengan unsur-unsur
modal sosial. Unsur-unsur modal sosial yang diukur disini adalah antara lain
unsur partisipasi dalam jaringan organisasi sosial, unsur Trust, unsur norma, dan
unsur Reciprosity.
Dari penelitian ini diketahui bahwa dalam kelompok tani tidak semua
unsur modal sosial dapat berjalan seperti yang diharapkan. Setiap kelompok tani
tidak semua unsur modal sosial itu sama dalam pelaksanaannya. Seperti unsur
modal sosial partisipasi dalam jaringan ada empat kelompok tani yang
mempunyai kecendrungan pemakaian modal sosial yang kuat yaitu Kelompok
Tani Karatau Sakato, Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok
Tani Sawah Pudiang, dan Kelompok Tani Tamasu Harapan dan untuk dua
kelompok tani lagi yaitu Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani Maju
Bersama pemakaian unsur modal sosial partisipasi dalam jaringan oleh
anggotanya mempunyai kecendrungan lemah. Sedangkan untuk pemakaian unsur
modal sosial Trust atau Kepercayaan terdapat beragam kecendrungan pada
kelompok tani, yang mana untuk kelompok tani yang mempunyai kecendrungan
kuat adalah Kelompok Tani Karatau Sakato dan Kelompok Tani Sawah Pudiang,
dan kelompok tani yang mempunyai kecendrungan sedang dalam melaksanakan
unsur modal sosial ini adalah Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek dan
Kelompok Tani Tamasu Harapan. Sedangkan kelompok tani yang mempunyai
kecendrungan lemah adalah Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani
Maju Bersama. Selanjutnya untuk unsur modal sosial norma empat kelompok tani
selama ini anggotanya dapat menjalankannya dengan baik atau mempunyai
kecendrungan kuat, yaitu Kelompok Tani Karatau Sakato, Kelompok Tani
Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani Sawah Pudiang dan Kelompok
Tani Tamasu Harapan sedangkan untuk Kelompok Tani Kalumpang dan
Kelompok Tani Maju Bersama mempunyai kecendrungan lemah. Untuk unsur
modal sosial Resiprtocity pelaksanaannya oleh kelompok tani sama dengan unsur
modal sosial Norma.
Dari enam kelompok tani yang diteliti, menurut kesimpulan penulis ada 4
kelompok tani yang dapat dikatakan sudah berhasil dalam membangun modal
sosial yang kecendrungannya kuat didalam kelompoknya, diantaranya kelompok
tani Karatau Sakato, Hamparan Sawah Batu Payek, Sawah Pudiang dan
Kelompok Tani Tamasu Harapan. Kecendrungan kuatnya modal sosial pada ke 4
kelompok tani itu dibuktikan dengan hampir semua unsur yang membangun
modal sosial itu dilakukan didalam kelompok tani dengan baik.
29
Analisis:
Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini menggambarkan dengan
jelas penggunaan dan pengembangan modal sosial di tiap kelompok sehingga
pembaca dengan jelas dapat mengetahui kelompok mana yang berhasi dan
kelompok mana yang gagal dalam membangun modal sosial. Sedangkan,
kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak mencantumkan tujuan penelitian
secara jelas dalam latar belakang. Urgensi dari penelitian ini adalah penting
karena dari penelitian ini dapat diketahui cara mengukur modal sosial di
masyarakat.
: Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis
Petani Pada Sistem Subak Di Bali
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Laporan akademik (Disertasi)
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis
: Gede Sedana
Kota dan Nama : Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Penerbit
Denpasar
Volume (Edisi) : Hal
Alamat URL
: http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud59-1883418596-cover.pdf
Tanggal
: 12 November 2014
Diunduh
10 Judul
Pembangunan pertanian yang dilaksanakan pada kasus Bali selama ini
kurang menekankan pada local institution endowment (berbasis pada
kelembagaan lokal) yang telah ada. Kelembagaan petani cenderung hanya
diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum
sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar di dalam pembangunan
pertanian dan tidak dilakukan penguatan social capital masyarakat. Upaya
mentransformasikan pertanian tradisional ke arah agribisnis tidak semata-mata
melalui perubahan struktur ekonomi pertanian, namun juga menyangkut
perubahan struktur dan pola perilaku sosial masyarakat pedesaan. Salah satunya
melalui pemberdayaan kelembagaan oleh masyarakat lokal, sehingga
pembangunan pertanian dan pedesaan tidak menimbulkan kesenjangan yang
semakin lebar antar golongan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh cukup banyak
nilai-nilai sosial (modal sosial) yang ada di masyarakat. Dalam pengembangan
agribisnis tidak harus mengesampingkan elemen-elemen modal sosial yang ada
termasuk di dalam subak guna menjamin keberlanjutannya.
Penelitian ini dilakukan pada Subak Guama dan Subak Selanbawak, di
Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Pemilihan lokasi subaksubak ini dilakukan secara purposive samping. Tujuan penelitian ini adalah untuk:
(i) mengetahui pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan
agribisnis petani di subak; (ii) menggambarkan proses pemberdayaan dan
penyesuaian kelembagaan subak dalam pengembangan agribisnis; dan (iii)
menjelaskan kekuatan dan kelemahan subak berkenaan dengan pengembangan
agribisnis. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer
30
dan data sekunder dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu : wawancara,
observasi langsung dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial memiliki pengaruh
yang kuat dalam pengembangan agribisnis petani pada sistem subak. Modal sosial
di subak terdiri dari kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial antara petani
anggota dengan pengurus subak dan koperasi. Kepercayaan yang terdapat dalam
sistem subak baik di antara petani, pengurus subak dan koperasi tergolong tinggi.
Kepercayaan yang tinggi ini merupakan suatu modal dasar yang sangat penting di
dalam melakukan aktivitas kolektif yang berkenaan dengan pertanian, irigasi,
sosial budaya dan agribisnis. Kekuatan norma sosial (awig-awig subak, anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga koperasi) tergolong tinggi. Norma sosial subak
dan koperasi merupakan pedoman yang sangat mengikat bagi petani dan pengurus
subak maupun koperasi di dalam setiap aktivitas persubakan. Fungsi pokok dari
norma-norma tersebut adalah sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial
di antara para petani dengan pengurus subak dan koperasi. Dalam sistem subak,
norma-norma yang dimilikinya merupakan nilai-nilai yang telah berkembang
sejak dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali. Jaringan sosial
sebagai elemen modal sosial yang dicerminkan oleh tingkat intensitas interaksi
antara petani anggota dengan pengurus subak dan koperasi serta pihak luar
memiliki rata-rata yang tinggi. Interaksi antar anggota subak telah terjadi sejak
dahulu dan berkembang untuk berbagai kegiatan persubakan yang didasarkan
pada rasa saling percaya dan norma-norma yang dimiliki oleh subak dan koperasi.
Sikap petani berkenaan dengan pengembangan agribisnis dalam sistem
subak tergolong positif yaitu setuju, yang mencakup sikap terhadap layanan
sarana produksi, kredit usahatani, pengolahan dan pemasaran, serta kontrol
terhadap aktivitas agribisnis di subak. Pengetahuan petani mengenai
pengembangan agribisnis pada sistem subak juga tergolong tinggi yang meliputi
layanan sarana produksi dan alsintan, pengolahan dan pemasaran, dan kredit
usahatani. Pengembangan agribisnis yang diukur dengan tingkat partisipasi petani
dalam kegiatan agribisnis di tingkat subak berada pada kategori tinggi. Partisipasi
ini merupakan keterlibatan petani pada kegiatan layanan sarana produksi dan
alsintan, pada layanan kredit dan layanan pengolahan dan pemasaran. Hasil
analisa statistika melalui SEM menunjukkan bahwa elemen-elemen modal sosial
yaitu kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap sikap
petani, dimana masing-masing pengaruh besarnya adalah 0,26; 0,39 dan 0,09.
Ketiga peubah ini secara bersama-sama memiliki pengaruh sebesar 77 persen
terhadap pembentukan sikap petani berkenaan dengan pengembangan agribisnis
pada sistem subak.
Pengetahuan dipengaruhi oleh kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial
melalui sikapnya, dimana besaran pengaruhnya masing-masing adalah: 0,39; 0,05;
0,02; dan 0,36. Secara bersama-sama peubah kepercayaan, norma sosial, jaringan
sosial melalui peubah sikap memiliki pengaruh sebesar 71 persen terhadap
pengetahuan petani.
Kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap
partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis di tingkat subak melalui sikap dan
pengetahuan petani. Besarnya pengaruh masing-masing peubah adalah 0,22; 0,03;
0,29; 0,28; dan 0,45. Secara bersama-sama, pengaruh peubah kepercayaan, norma
31
sosial, jaringan sosial melalui sikap dan pengetahuan terhadap pengembangan
agribisnis adalah sebesar 59 persen.
Analisis:
Kelebihan dari penelitian ini adalah penyampaian data-data hasil
penelitian yang jelas baik hasil kualitatif maupun hasil kuantitatif yang diolah
melalui metoda statistik. Selain itu, terdapat korelasi yang jelas antara tujuan
penelitian dengan hasil dan kesimpuan penelitian. Urgensi dari penelitian ini
adalah sangat penting karena dari penelian ini dapat dilihat gambaran pengaruh
dari modal sosial terhadap pengembangan agribisnis petani dalam sistem subak.
: Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi
Masyarakat
dalam
Upaya
Pemberdayaan
Masyarakat
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Laporan akademik (Skripsi)
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis
: Ipa Sada Hanami Purba
Kota dan Nama : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Penerbit
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
Volume (Edisi) : Hal
Alamat URL
: Tanggal
: Diunduh
11 Judul
PT Tirta Investama merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan
program CSR sebagai komitmen perusahaan. Fokus yang dilakukan adalah
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan sosial masyarakat dan peningkatan
kualitas lingkungan hidup. Salah satu contohnya adalah pengimplementasian
program Kampung Sehat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan. Program yang berbasiskan pada potensi lokal ini berupaya
mengoptimalkan potensi masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciderum dan Desa Ciherang Pondok,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Wilayah ini termasuk dalam wilayah
operasi PT Tirta Investama. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga peserta pogram
Kampung Sehat PT Tirta Investama, Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Unit analisisnya adalah individu.
Responden adalah individu yang menjadi peserta program Kampung Sehat.
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan
kuisioner, sedangkan untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan
observasi dan wawancara mendalam.
Modal sosial peserta program CSR Kampung Sehat PT Tirta Investama
dapat dikategorikan sedang, baik pada kepercayaan, norma maupun pada jaringan.
Komunikasi dan interaksi yang terjalin antar sesame masyarakat dapat dikatakan
tinggi. Hal ini terlihat dari presentase kepercayaan sosial sebesar 74,30 persen dari
32
100 persen. Norma sosial yang ada di masyarakat terbentuk dari kepercayaan dan
hubungan masyarakat yang erat. Norma sosial di dalam masyarakat masih
tergolong rendah. Hal ini terlihat dari presentase norma sebesar 40,00 persen dari
100 persen. Hubungan sosial masyarakat dapat dikatakan tinggi, terlihat dari
presentase jaringan sosial sebesar 62,90 persen dari 100 persen.
Terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi.
Sikap tanggung jawab dan kepedulian antar sesama masyarakat, membuat
kepercayaan masyarakat satu sama lain semakin dekat. Namun, pada saat
menjalankan program, kepercayaan tinggi tersebut tidak menimbulkan partisipasi
peserta program yang tinggi. Hal ini disebabkan hanya sebagian kecil peserta
program yang dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi. Sehingga
kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada
tingkatan tokenisme. Sama halnya dengan norma, tidak terdapat hubungan antara
tingkat norma dengan tingkat partisipasi.
Terdapat hubungan antara tingkat jaringan dengan tingkat partisipasi.
Hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama masyarakat dengan perusahaan
dan pemerintah, membuat mereka memiliki hubungan yang kuat. Namun, pada
saat menjalankan program, jaringan yang luas tersebut tidak menimbulkan
partisipasi peserta program yang tinggi. Sehingga kondisi seperti ini yang
menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkat tokenisme.
Analisis:
Kelebihan dari penelitian ini adalah menggambarkan dengan jelas
hubungan antar variabel-variabel yang ada. Selain itu, penyampaian data hasil
penelitian sesuai dengan teori besar yang digunakan, seperti pada saat
meyampaikan data mengenai tingkat partisipasi peserta program CSR. Urgensi
dari penelitian ini adalah sangat penting karena dari penelitian ini dapat dipelajari
mengenai hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi masyarakat dalam
program CSR.
33
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) kini telah menjadi salah satu isu
penting bagi berbagai kalangan, seperti pemerintah, polisi, akademisi dan
masyarakat terkait dengan masalah dampak lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan. Menurut Rahman (2009) definisi CSR sangatlah beragam,
bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan needs, wants,
dan interest komunitas. Poerwanto (2010) mendefinisikan CSR sebagai
kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan perusahaan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya yang didasarkan pada etika. Tindakan dan kebijakan perusahaan
merupakan keluaran organisasi yang menjadi motor dalam perjalanan mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian Rosyida dan Nasdian
(2011) disebutkan bahwa dalam perjalanannya, aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengingat dan
memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satunya adalah dengan membina
hubungan baik yang bersifat reciprocal (timbal balik) dengan stakeholderstakeholder lain, baik pemerintah, swasta, maupun dari berbagai tingkatan elemen
masyarakat. Hubungan baik ini dapat dibentuk dari adanya interaksi antar
stakeholder dalam kaitannya dengan penyelenggaraan program CSR (Corporate
Social Responsibility). Menurut Nasdian (2014) secara empiris, proses dan
implementasi CSR dapat diidentifikasi ke dalam tujuh isu, antara lain : (1)
organizational governance;(2) human rights; (3) labour practices; (4) the
environment; (5) fair operating practices; (6) consumer issues; dan (7) community
development. Dalam Nasdian (2014) dijelaskan pula bahwa, secara umum
tuntutan dan harapan terhadap CSR bersifat multidimensional: turut menyumbang
pembangunan ekonomi (dimensi ekonomi); (2) melebihi kewajiban
hukum/regulasi (dimensi kesukarelaan); (3) kepedulian terhadap lingkungan
dalam pengelolaan operasi bisnis (dimensi lingkungan); (4) mengintegrasikan
kepentingan sosial dalam operasi bisnis (dimensi sosial); dan (5) interaksi dengan
pemangku kepentingan perusahaan (dimensi pemangku kepentingan).
Menurut Rahman (2009), dalam pelaksanaannya di lapangan CSR
memilki karakteristik sebagai berikut:
a) Continuity and sustainability atau berkesinambungan dan berkelanjutan
merupakan unsur vital dari CSR
b) Community empowerment atau pemberdayaan komunitas
c) Two ways artinya program CSR bersifat dua arah. Korporat bukan lagi
berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu
mendengarkan aspirasi dari komunitas.
Untung (2008) menyatakan bahwa keberadaan perusahaan idealnya
bermanfaat untuk masyarakat sekitar karena prinsip dasar dari CSR adalah
pemberdayaan masyarakat setempat yang tergolong ekonomi rendah agar terbebas
dari kemiskinan. Di samping itu, CSR juga dilakukan agar operasional perusahaan
berjalan lancar tanpa gangguan. Hal ini sejalan dengan yang disebutkan dalam
jurnal penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) dimana CSR yang diselenggarakan
oleh Perusahaan Geothermal merupakan bagian dari strategic plan perusahaan,
yang mana fokus pelaksanaannya berorientasi pada penciptaan pertumbuhan
34
ekonomi melalui capacity building dan investasi masyarakat. Dalam Sholihah
(2014) disebutkan bahwa Kegiatan CSR Bank Indonesia terimplementasi dalam
program pemberdayaan usaha kecil dan mikro berbasis KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat). Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
bagi pengusaha kecil dan mikro mendapatkan modal. Kemudahan dalam
memperoleh modal akan berpengaruh pada pengembangan usahanya yang
kemudian akan berdampak pada peningkatan kemampuan ekonominya.
Dalam penelitiannya, Sari (tidak ada tahun) mengungkapkan bahwa
aktivitas CSR pada umumnya mempunyai tujuan sebagai keterlibatan sosial
pelaku bisnis atau stakeholder dalam mencapai peningkatan kesejahteraan yang
berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan pada
kualitas hidup pekerja atau masyarakat sebagai penunjang triple bottom line
perusahaan yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dirasa mampu
mendongkrak citra perusahaan dan meningkatkan reputasi perusahaan dalam
rentang waktu panjang. Menurut Wibisono (2007) mengacu pada Elkington
(1977), Tangung Jawab Sosial Perusahan merupakan kepedulian perusahaan yang
didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu:
1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari
setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari
keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan
berkembang.
2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat
sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan, karena dukungan masyarat sekitar sangat diperlukan bagi
keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan maka
sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan,
perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa
operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat
sekitar. Karenanya pula perusahaan perlu untk melaukan berbagai kegiatan
yang menyentuh kebutuhan masyarakat.
3. Planet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatau yang terkait dengan
seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah
hubugan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan maka
lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya.
Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang
penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian
lingkungan.
Teori di atas selaras dengan penjelasan pada penelitian Situmeang et al.
(2012), dimana dalam penelitian ini dinyatakan bahwa kondisi keuangan saja
tidak cukup untuk menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan.
Keberlanjutan suatu perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan
memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.
35
Modal Sosial
Konsep modal sosial pertama kali dikembangkan oleh L.F Hanifan sejak
tahun 1916 di bagian Barat Virginia. Modal sosial menunjuk pada nilai dan norma
yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas. Colleta
dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2006) mendefinisikan modal sosial sebagai
suatu system yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi,
seperti pandangan umum (world-view), kepercayaan (trust), pertuaran timbal balik
(reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (information and economic
exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal
groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik,
manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Menurut Hasbullah (2006) inti modal
sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau
kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan
bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang timbal
balik dan saling menguntungkan (re-siprocity), dan dibangun diatas kepercayaan
(trust) yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan
kuat.
Uphoff (2000) dalam Suwartika (2003) membagi komponen modal sosial
ke dalam dua kategori, yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan
dengan berbagai bentuk asosiasi sosial dan kedua, kategori kognitif dihubungkan
dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya.
Komponen-komponen modal sosial tersebut diantaranya:
1. Hubungan sosial (jaringan); merupakan pola-pola hubungan pertukaran
dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini
memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis
pada kebutuhan. Komponen ini termasuk pada kategori struktural.
2. Norma; kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan
disetujui bersama.
3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal
balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya. Pada
bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain aka memiliki
keinginan untuk bertindak sama. Komponen ini termasuk dalam kategori
kognitif.
4. Solidaritas; terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersamasama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap
kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota
lain akan melaksanakannya. Komponen ini termasuk dalam kategori
struktural.
5. Kerjasama; terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja
sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri,
akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama,
keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan. Komponen ini
termasuk dalam kategori kognitif.
36
Merujuk pada Ridell dalam Purba (2013), terdapat tiga komponen atau
parameter capital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan
jaringan-jaringan (networks). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat
yang ditunjukan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama
berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Menurut Purba (2013),
rasa percaya diri (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan
yakni bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
dan akan senantiasa bertindak dalam satu pola tindakan yang saling
mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri
dan kelompoknya.
2. Norma-norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok
orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral,
maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik professional.
Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di
masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. Normanorma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan
sosial.
3. Jaringan-jaringan
Infrastruktur dinamis dari capital sosial berwujud jaringan-jaringan
kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki
jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Jaringan-jaringan sosial yang erat
akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaatmanfaat dari partisipasinya itu.
Menurut Putnam dalam Hasbullah (2006), mengukur modal sosial dengan
cara menghitung keanggotaan dan jumlah organisasi (non pemerintah) seperti club
olah raga, kelompok-kelompok intelektual, kelompok-kelompok politik dan
sejenisnya. Namun dalam Wibowo (2007) dikatakan bahwa dalam konteks
Indonesia, mengukur modal sosial yang ada di masyarakat dapat dilihat dari
bagaimana masyarakat lokal memilih pemimpinya (kepala desa), bagaimana
masyarakat lokal terlibat dalam pemilihan umum, pilihan presiden, pilihan kepala
daerah dan sejenisnya. Bagaimana tingkat rasa percaya pada sesama manusia dan
institusi, bagaimana toleransi terhadap keanekaragaman, partisipasi di komunitas
lokal, koneksi atau jaringan kerja, kegiatan sosial yang ada di suatu kampung,
tingkat keamanan kampung, bentuk-bentuk solidaritas kampung, bagaimana
masyarakat membangun fasilitas umum, bagaimana interaksi antar manusia di
masyarakat, seberapa besar tingkat resiprositas atau tukar kebaikan yang ada di
wilayah setempat dan sebagainya.
Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang
tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogianya memiliki muatan
nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis
37
humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai
lokal.
Konsep Partisipasi
Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana
menuju partisipasi. Ife (2008) menyatakan bahwa, partisipasi adalah sebuah
konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena di antara
banyak hal, partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM. Nasdian (2006)
mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga
komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan
menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat
menegaskan kontrol secara efektif. Wardojo (1992) dalam Vitayala et al. (1995)
mengatakan bahwa pengertian partisipasi masyarakat dalam pembangunan secara
sederhana adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun
kegiatan. Tjondronegoro (1996) dalam Haqiqiansyah (1999) menyatakan bahwa
partisipasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, motivasi, struktur dan
stratifikasi sosial dalam masyarakat. Seseorang akan berpartisipasi apabila dapat
memenuhi kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan dan
meningkatkan statusnya. Sejalan dengan hal tersebut, Rahmawati dan Sumarti
(2011) menyatakan bahwa harapan mendapatkan manfaat atau imbalan tertentu,
terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya,
merupakan sumber motivasi bagi seseorang untuk berperan serta dalam kegiatan
pembangunan. Makin banyak manfaat yang diduga akan diperoleh dalam kegiatan
pembangunan, maka semakin kuat keterlibatan seseorang alam kegiatan
pembangunan.
Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkandengan keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang
dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program.
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata
partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam
bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk
tindakan sebagai anggota proyek.
3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan proyek selanjutnya.
4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
Menurut Rosyida dan Nasdian (2011) keseluruhan tingkatan partisipasi di
atas merupakan kesatuan integratif dari kegiatan pengembangan perdesaan,
meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai
belum biasa. Rosyida dan Nasdian (2011) menambahkan, pemberdayaan
masyarakat tidak akan berhasil tanpa partisipasi dari seluruh pemangku
38
kepentingan yang terlibat. Arnstein (1969) dalam Chusnah (2008) menjelaskan
bahwa ada delapan tangga partisipasi masyarakat, yang kemudian dikenal sebagai
tipologi Arnstrein, yaitu sebagai berikut:
1. Manipulasi (Manipulation), dengan mengatasnamakan partisipasi,
masyarakat diikutkan sebagai “stempel karet” dalam badan penasihat.
Tujuannya adalah untuk dipakai sebgai formalitas semata dan untuk
dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi
masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai
alat publikasi oleh pihak penguasa;
2. Terapi (Therapy), pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang
kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap
ketidakberdayaan sebgai penyakit mental dengan berpura-pura
mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan. Mereka
sebenarnya menganggap masyarakat sebagai kelompok orang yang
memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai
kegiatan, namun pada dasranya kegiatan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan lukanya dan bukan menemukan penyebab lukanya;
3. Pemberitahuan (Informing), dengan memberi informasi epada masyarakat
tentang hak, tanggung jawab dan pilihan mereka merupakan langkah awal
yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun
seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut
bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk
memberikan umpan balik dan tidak memilik kekuatan untuk negosiasi.
Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media
pemberitaan, pamphlet dan poster;
4. Konsultasi (Consultation),meminta pendapat masyarakat merupakan satu
langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun, konsultasi ini masih
merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat
mereka akan diperhatikan. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap
sebagai abstraksi statistik karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi
kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang
dan juga dari seberapa banyak kuisioner yang dijawab. Dengan demikian,
pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah
mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat;
5. Penentraman (Placation),pada tingkat ini masyarakat telah memiliki
beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak
memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan
untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana tetapi pemegang
kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan;
6. Kemitraan (Partnership), pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui
negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyaraka. Mereka sepakat
untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan
danpengambilan keputusan;
7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power), negosiasi antara masyarakat
dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi
kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu.
Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga
memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu,
39
masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin
akuntabilitas program tersebut. untuk mengatasi perbedaan, pemegang
kekuasaan tidak perlu meresponnya tetapi dengan mengadakan proses
tawar menawar;
8. Kontrol Masyarakat (citizen control), pada tingkat ini, masyarakat
menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur
program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab
penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa
mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan mengadakan
perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung
dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman
tanpa melewati pihak ketiga.
Berdasarkan kedelapan tangga tersebut menurut Rahmawati dan Sumarti
(2011), Arnstein (1969) mengelompokannya menjadi tiga tingkat berdasarkan
pembagian kekuasaan, yaitu: (1) Non-partisipasi, (2) Tokenisme, (3) Kekuatan
warga Negara (citizen power). Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi
masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen
power). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang
dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan
Rosyida dan Nasdian (2011) yang dalam penelitiannya menytakan bahwa
Partisipasi masyarakat bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan
tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Dilihat dari tingkat atau tahapan partisipasi, Wilcox (1988) dalam
Mardikanto (2010) mengemukakan adanya lima tingkatan, yaitu:
1. Memberikan informasi (Information)
2. Konsultasi (Consultation), yaitu; menawarkan pendapat, sebagai
pendengar yang baik untuk memberikan umpan-balik, tetapi tidak terlibat
dalam implementasi ide dan gagasan tersebut
3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti
memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan, serta
mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan
4. Bertindak bersama (Acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam
pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam
pelaksanaan kegiatannya
5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest), di
mana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan
dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan
Dalam pelaksanaannya, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat, dimana faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal. Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa
faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu
program adalah segala sesuatu yang mencangkup karakteristik individu yang
dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan.
Karakter individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga,
dan jumlah serta pengalaman kelompok. Pangestu (1995) juga menjelaskan
mengenai faktor-faktor eksteral yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat
meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran.
Hal tersebut terjadi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu
40
proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain
itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat
dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi.
Menurut Selamet (1994) secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu
dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, dan
keterlibatandalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada
partisipasi. Berbeda dengan Pangestu (1995), Rahmawati dan Sumarti (2011)
merujuk pada Selamet (2003) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a) adanya kesempatan, yaitu adnya
suasana atau kodisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa ia
berpeluang untuk berpartisipasi; b) adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang
mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk mendorongatau
menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya
berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut; c) adanya
kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia
mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu
atau sarana dan material lainnya.
Kemampuan Ekonomi
Secara umum, CSR akan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam usaha
penciptaan kesejahteraan masyarakat yang dalam jangka panjang dapat
meningkatkan dan memperkuat nilai korporat di mata komunitas. Pemberdayaan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat sesuatu
berkemampuan atau berkekuatan. Pemberdayaan secara subtansial merupakan
proses memutus atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Sejalan
dengan hal tersebut, Rahmawati dan Sumarti (2011) menjelaskan bahwa
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Selain itu Rahmawati dan Sumarti (2011)
juga menambahkan bahwa, sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu
masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Menurut Radyati (2008) CSR dalam konteks pemberdayaan ekonomi lokal
tidak dapat diartikan sempit hanya sebatas bagaimana perusahaan membantu
masyarakat sekitar untuk menjadi pengusaha kecil. CSR ini juga bahkan tidak
diartikan lebih terbatas yaitu bagaimana perusahaan membantu UKM (usaha kecil
menengah). Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat
sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya meberikan
pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Menurut Sachs
(2005) dalam Radyati (2008) terdapat enam modal yang tidak dimiliki oleh
masyarakat paling miskin, yakni: modal manusia (human capital), modal usaha
(business capital), infrastruktur, modal yang berkaitan dengan alam (natural
capital), modal institusi public (public institusional capital), dan modal
41
pengetahuan (knowledge capital). Rahmawati dan Sumarti (2011)
mengungkapkan bahwa, keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat diihat
dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan
mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis.
Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu
“kekuasaan di dalam” (power within), “kekuasaan untuk” (power to), “kekuasaan
atas” (power over), dan “kekuasaan dengan” (power with).
42
SIMPULAN
Hasil Rangkuman dan Pembahasan
CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada
masyarakat dan lingkungan sekitarnnya, di mana masyarakat dan lingkungan
merupakan pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena
dampak dari kegiatan perusahaan. Adanya CSR diharapkan dapat meminimalisir
dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari keberadaan perusahaan
bagi kehidupan masyarakat maupun lingkungan. CSR yang dilakukan oleh
perusahaan berpegang pada prinsip triple bottom lines (profit, people, plannet).
Berpegang pada prinsip tersebut, dalam pelaksanaannya kondisi keuangan saja
tidak cukup untuk menjamin nilai keberlanjutan dari suatu perusahaan,
perusahaan perlu memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.
Pengimplementasian CSR tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
keterlibatan dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat berperan penting dalam menentukan keberhasilan
dari pelaksanaan CSR suatu perusahaan. Dalam pelaksanaannya, masyarakat
bukan ditempatkan sebagai objek dari suatu program atau kegiatan, melainkan
berperan sebagai subjek yang memegang pengaruh besar terhadap keberhasilan
CSR perusahaan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam CSR dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di mana faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu, karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan mencakup
umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta pengalaman
kelompok. Faktor-faktor eksteral yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat
meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran
serta pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat guna.
Partisipasi masyarakat dalam CSR juga erat kaitannya dengan modal
sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial dapat diartikan sebagai modal
yang dimiliki oleh masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat. Komponen
modal sosial dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pertama, kategori struktural yang
dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial dan kedua, kategori kognitif
dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada
ideologi dan budaya. Modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Modal sosial menunjuk pada nilai dan norma
yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas. Dampak
sosial CSR terkait dengan bagaimana kekuatan modal sosial yang terbangun
dalam masyarakat.
CSR merupakan hal yang tak terpisahkan dalam usaha penciptaan
kesejahteraan masyarakat, begitu pula dengan partisipasi. Tingkat partisipasi
masyarakat dalam CSR memiliki keterkaitan dengan kemampuan ekonomi
masyarakat. Secara umum, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan ekonomi lokal
berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau
setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di
43
daerah tersebut. Dengan adanya CSR diharapkan dapat memberikan pengaruh
positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengembangan perekonomian
masyarakat sekitar. Pemberdayaan masyarakat dapat terwujud dengan adanya
pelibatan masyarakat secara utuh dalam pelaksanaannya. Dengan pelibatan secara
utuh tersebut, dapat memperkuat modal sosial yang ada di dalam masyarakat dan
hal ini akan berdampak positif bagi citra dan keberlanjutan nilai perusahaan.
Selain itu, diketahui pula bahwa modal sosial yang tinggi akan membawa dampak
pada tinginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuk.
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi
Program CSR yang dilakukan oleh perusahan memilki tujuan salah
satunya adalah untuk memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi. Dalam
pelaksanannya program CSR tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya
partisipasi dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, berdasarkan kerangka
pemikiran di bawah dapat diambil beberapa pertanyaan analisis, yaitu:
1. Bagaimana hubungan antara modal sosial dengan tingkat partisipasi
masyarakat dalam program CSR?
2. Berapa besar partisipasi masyarakat dalam program CSR?
3. Bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan kemampuan
ekonomi masyarakat?
Usulan Kerangka Analisis Baru
Masyarakat memiliki peran penting bagi keberlanjutan suatu perusahaan.
Program CSR tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi dari
masyarakat sekitar. Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh penguatan modal
sosial. Penguatan modal sosial diukur dengan melalui parameter kapital sosial
yaitu, kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan
(networks). Dengan menggunakan parameter ini akan dilihat sejuah mana modal
sosial dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam program CSR.
Partisipasi masyarakat dalam program CSR diukur melalui tangga
partisipasi Arnstein yaitu, pada level tidak berpartisipasi (manipulasi dan terapi),
level tokenisme (informasi, konsultasi dan penentraman) serta level kekuasaan
ada di masyarakat (kemitraan, pendelegasian, kontrol masyarakat). Partispasi
masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu program. Dengan menggunakan
delapan tangga partisipasi Arnstein ini akan dilihat sejauh mana masyarakat
berpartisipasi dalam program CSR.
Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi merupakan salah satu tujuan
dari pelaksanaan program CSR. Namun dalam pelaksanaannya program CSR erat
kaitannya dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kunci dari
keberhasilan program CSR dan keberlanjutan perusahan. Berdasarkan hal
tersebut, muncul dugaan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dapat berpengaruh
terhadap tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Tingkat kemampuan ekonomi
masyarakat dapat dilihat dari akses terhadap pendapatan, akses terhadap pasar,
peningkatan kemampuan, adanya keinginan memperbaiki kondisi ekonominya,
kontrol terhadap pendapatannya, menjadi contoh yang baik, dan membuka
lapangan pekerjaan bagi orang lain. Adapun kerangka penelitian yang akan
dilakukan dapat digambarkan pada bagan di bawah ini:
44
Penguatan Modal
Sosial:
1. Tingkat
Kepercayaan
2. Tingkat Kepatuhan
terhadap Norma
3. Tingkat Kekuatan
Jaringan
Tingkat Partisipasi
Peserta Program:
1. Tidak ada partisipasi
(manipulasi, terapi)
2. Tokenisme
(pemberitahuan,
konsultasi,
penetraman)
3. Kekuasaan ada di
masyarakat
(kemitraan,
pendelegasian,
kontrol masyarakat)
Gambar 1 Kerangka Analisis
Keterangan :
Berhubungan
Tingkat Kemampuan Ekonomi
Peserta:
1. Akses terhadap pasar
2. Askes terhadap pendapatan
3. Kontrol terhadap
pendapatannya
4. Membuka lapangan
pekerjaan bagi orang lain
45
DAFTAR PUSTAKA
Djohan R. 2007. Lead to togetherness. Fund Asia Eduaction. Jakarta.
Fajar U. 2001. Pengembangan modal Sosial Dan Manajemen Sosial Untuk
Mengatasi Konflik Antara Perkebunan Besar Dengan Perkebunan Rakyat.
Hasbullah J. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. Jakarta [ID]: MR-United Press.
Ife J, Tesoriero F. 2006. Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. (Diindonesiakan oleh Sastrawan
Manullang, Nurul Yakin, M. Nursyahid). Yogyakarta [ID]: Pustaka
Pelajar. hal. [judu asli: Community Development:Community-Based
Alternatives in an Age of Globalisation]
Ife J. 1995. Community Development : Creating Community Alternatives-Vision,
Analiysis and practice. Melbourne : Longman.
Irawan EP. 2013. Program Corporate Social Responsibility Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November
2014].
Dapat
diunduh
dari:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/pustaka_unpad_program_corporate_social_respo
nsibility.pdf
Lubis. 1999. Pengembangan Investasi Modal Sosial dalam Pembangunan.
Antropologi Indonesia. Th XXIII No. 59 Mei-Agustus 1999.
Mapisangka A. 2009. Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup
Masyarakat. Volume 1, Nomor 1. [Internet]. [dikutip tanggal 12
November 2014]. Dapat diunduh dari: http://fe.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/ANDI_M-CSR.pdf
Mardikanto T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta [ID]:
UNS Press.
Nasdian FT. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta [ID]: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Poerwanto. 2010. Corporate Social Responsibility Menjinakan Gejolak Sosial di
Era “Pornografi”. Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar.
Radyati MRN. 2008. CSR forBetter Life: Indonesian Context CSR untuk
Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Jakarta [ID]: Indonesia Business Links.
Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Yogyakarta [ID]: MedPress.
Rahmawati, Sumarti T. 2011. Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR
Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia. Sodality. Bogor [ID]:
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor. Volume 5, Nomor 3: 325-338.
Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam
Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya Terhadap Komunitas Pedesaan. Sodality. Bogor [ID]:
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor. Volume 5, Nomor 1: 57-78.
46
Saputro NS. 2010. Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT
Telkom terhadap Kemampuan Masyarakat dalam Mengakses Sumber
Daya di Kawasan Punclut Bandung. Vol. 21 No. 2: 129 – 146. [Internet].
[dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari:
http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/01/06-jurnal-9nurantono.pdf
Sari YD. [tidak ada tahun]. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Sikap Komunitas pada Program Perusahaan (Studi Kuantitatif
Implementasi CSR Terhadap Sikap Komunitas Pada Program “Street
children Sponsorhip” Migas Hess Indonesia). [Internet]. [dikutip tanggal
12
November
2014].
Dapat
diunduh
dari:
http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/41/35
Sholihah MH. 2014. Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate Social
Responsibility) Bank Indonesia (Studi Evaluatif Implementasi CSR Bank
Indonesia Surabaya dalam Tinjauan Rasionalitas Komunikatif Sebagai
Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance Pada Program
Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel.Jepara
Kec.Bubutan Surabaya). [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014].
Dapat
diunduh
dari:
http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos/article/view/20/35
Situmeang I, Lubis DP, Soleh A. 2012. Bentuk Komunikasi Organisasi melalui
Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan untuk Pemberdayaan
Masyarakat (Studi PT Pertamina Refinery Unit Balongan). Sodality. Bogor
[ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor. Volume 1, Nomor 10: 29-45.
Soetrisno L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta [ID]: Kanisius.
Suparjan, Suyatno H. 2003. Pengembangan Masyarakat : Dari Pembangunan
sampai Pemberdayaan. Yogyakarta [ID]: Aditya Media.
Wibowo A. 2007. Menumbuhkembangkan Modal Sosial Dalam Pengembangan
Partisipasi Masyarakat. [Internet]. [dikutip tanggal 19 Desember 2014].
Dapat
diunduh
dari:
http://pppm.pasca.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/09/Agung-Wibowo.pdf
Primadona. 2012. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat
dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan).
[Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari:
http://unsri.portalgaruda.org/download_article.php?article=89823&val=43
77&title=Penguatan%20Modal%20Sosial%20Untuk%20Pemberdayaan%
20Masyarakat%20Dalam%20Pembangunan%20Pedesaan%20%28Kelom
pok%20Tani%20Kecamatan%20Rambatan%29
Sedana G. 2013. Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Petani Pada
Sistem Subak Di Bali. [disertasi]. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November
2014].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-59-1883418596cover.pdf
Purba ISH. 2013. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. [skripsi]. Bogor[ID]: Institut Pertanian
Bogor
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 22 Oktober 1992 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Wawan Juhansah danLilis Ariyani.
Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 2 Kota Serang pada tahun 19992005, SMPN 1 Kota Serang pada tahun 2005-2008 dan SMAN 2 Kota Serang
pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, melalui jalur UTM IPB penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Hingga saat ini, penulis
adalah mahasiswa Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan Minor
Konservasi Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor. Selama penulis
menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis merupakan salah seorang
penerima beasiswa PPA.
Download