Laporan Studi Pustaka (KPM 403) PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA BAGI KEMAMPUAN EKONOMI MASYARAKAT SITI BALQIS ARROHMAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERANIAN BOGOR 2014 i PERNYATAAN Dengan ini saya menyetakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat” benar-benar hasil karya saya sendiri yng belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapu. Sumber informasi yang berasal dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan penyataan ini. Bogor, 9 Januari 2015 Siti Balqis Arrohmah I34110149 ii ABSTRAK SITI BALQIS ARROHMAH. Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat. Di bawah bimbingan HADIYANTO CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban perusahan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnnya, dimana masyarakat dan lingkungan merupakan pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kegiatan perusahaan. Pelaksanaan CSR erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat berperan penting dalam menentukan keberhasilan dari pelaksanaan CSR suatu perusahaan. Tingkat partisipasi masyarakat diukur dengan menggunakan tangga partisipasi Arnstein yaitu, pada level tidak berpartisipasi (manipulasi dan terapi), level tokenisme (informasi, konsultasi dan penentraman) serta level kekuasaan ada di masyarakat (kemitraan, pendelegasian, kontrol masyarakat). Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah modal sosial yang selanjutnya diukur menggunakan parameter kapital sosial yaitu, kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringanjaringan (networks). Tingkat partisipasi masyarakat dalam CSR akan berpengaruh pada tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang dalam hal ini diukur dengan menggunakan indikator-indikator seperti, akses terhadap pendapatan, akses terhadap pasar, peningkatan kemampuan, adanya keinginan memperbaiki kondisi ekonominya, kontrol terhadap pendapatannya, menjadi contoh yang baik, dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Kata Kunci: CSR, kemampuan ekonomi, modal sosial, partisipasi. SITI BALQIS ARROHMAH. The Effect of Social Capital on Community Participation in Corporate Social Responsibility (CSR) and Its Impact on Community Economic Capabilities. Supervised by HADIYANTO CSR is a corporate responsibility to the community and surrounding environment, in which people and the environment are the ones that either directly or indirectly affected by the activities of the company. CSR implementation is closely related to community participation. Community participation plays an important role in determining the success of a company’s CSR activities. The level of community participation will be measured using the participation ladder Arnstein i.e. at a level not to participate (manipulation and therapy), the level of tokenism (informing, consultation and placation) as well as the level of power in society (partnership, delegated power, citizen control). The level of community participation is influenced by many things, one of which is the social capital that will be measured using the parameters of social capital i.e. trust, norms, and networks. The level of community participation in CSR will influence the level of economic ability which in this case will be measured using indicators such as, access to income, access to markets, increased capacity, their desire to improve their economic conditions, control of revenue, being a good example, and create jobs for others. Keywords: CSR, economic capacity, social capital, participation. iii PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN DAMPAKNYA BAGI KEMAMPUAN EKONOMI MASYARAKAT Oleh SITI BALQIS ARROHMAH I34110149 Laporan Studi Pustaka Sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUS PERTANIAN BOGOR 2014 iv LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Siti Balqis Arrohmah Nomor Pokok : I34110149 Judul : Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat Dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departeman Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Ir. Hadiyanto, MSi Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Depertemen Tanggal pengesahan :_____ _______________ v PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Pengaruh Modal Sosial terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya bagi Kemampuan Ekonomi Masyarakat ” ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hadiyanto, MSi sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua tercinta, Bapak Wawan Juhansah dan Ibu Lilis Ariyani, serta Muhamad Hilal Akbar Johan dan Muhamad Hiban Akmal Johan, kedua adik tersayang, yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu perjuangan di Departemen SKPM 48, terutama Apriyani Selvianti Ginting, Fitri Hilmi Hikmayanti, Herolina Intan Lydia, Natasha Rebecca Azalia dan Rika Ratna Sari, yang telah memberi semangat dan sarannya kepada penulis dalam proses penulisan laporan ini. Semoga laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, 14 Januari 2015 Siti Balqis Arrohmah NIM. I34110149 vi DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii PENDAHULUAN .............................................................................................................. 9 Latar Belakang ................................................................................................................ 9 Tujuan ........................................................................................................................... 10 Metode Penulisan .......................................................................................................... 11 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................... 12 Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat ................................... 12 Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Telkom terhadap Kemampuan Masyarakat dalam Mengakses Sumber Daya di Kawasan Punclut Bandung ........................................................................................................................ 13 Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Pedesaan .............. 15 Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia ........................................................................................................ 17 Bentuk Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi PT Pertamina Refinery Unit Balongan) ....... 19 Program Corporate Social Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat .......... 21 Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia (Studi Evaluatif Implementasi CSR Bank Indonesia Surabaya dalam Tinjauan Rasionalitas Komunikatif Sebagai Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance Pada Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel. Jepara Kec. Bubutan Surabaya) ............................................................................................... 23 Menumbuhkembangkan Modal Sosial dalam Pengembangan Partisipasi Masyarakat 25 Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan) ....................................................... 27 Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Petani Pada Sistem Subak Di Bali .... 29 Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat .................................................................................................................... 31 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 33 Corporate Social Responsibility (CSR) ........................................................................ 33 Modal Sosial ................................................................................................................. 35 Konsep Partisipasi ......................................................................................................... 37 Kemampuan Ekonomi .................................................................................................. 40 SIMPULAN ...................................................................................................................... 42 Hasil Rangkuman dan Pembahasan .............................................................................. 42 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi................................................ 43 vii Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... 47 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Analisis…………………………………………………… 41 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemampuan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri sangat dipengaruhi oleh keberadaan industri tersebut. Adanya kawasan industri diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, pemerataan pendapatan, membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan usaha informal. Pertumbuhan industri di suatu wilayah tidak selalu menghasilkan dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, hal ini terjadi bila dalam kenyataannya pertumbuhan industri tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan sektor ekonomi lokal, seperti yang dinyatakan oleh Irawan dan Suparmoko (1992) di dalam Utama (2002) yang terjadi di Pekanbaru dan Dumai dimana terdapat kegiatan yang padat modal seperti tambang minyak. Apa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut hanya semata-mata untuk ekspor dan hubungannya dengan dalam negeri hanya dalam bentuk pembayaran upah-upah buruh. Tidak adanya keterkaitan dengan ekonomi lokal, menyebabkan daerah tersebut merupakan daerah kantong kancing (the foreign enclave). Ekonomi lokal perlu didukung perkembangannya dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan namun merasakan dampak dari kegiatan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mengatasi hal tersebut maka perusahaan mengadakan kegiatan corporate social responsibility (CSR) dalam rangka membina hubungan baik dan mewujudkan hubungan mutualisme antara masyarakat dan perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep yang menunjukkan bentuk perhatian dan kepedulian serta tanggung jawab organisasi perusahaan terhadap lingkungan dan sosial masyarakat dalam segala aspek operasional perusahaan. Hal ini menuntut bagaimana perusahaan dalam praktiknya tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga harus peduli terhadap lingkungan dan masyarakat. Menurut Sholihah (2014), di Indonesia kegiatan corporate social responsibility (CSR) telah diamanatkan dalam UUPT (UndangUndang Perseroan Terbatas) No. 40 tahun 2007 khususnya pasal 74 ayat 1 yaitu perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya berupa CSR (Corporate Social Responsibility), perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam Muhtar et al. (tidak ada tahun) dinyatakan bahwa kegiatan CSR juga telah diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15 (b) yang menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan serta Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 36 ayat 1 (d) yang mengatakan bahwa dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam pasal tersebut mengatur salah satu sumber pendanaan untuk kesejahteraan sosial yang bersumber dari badan usaha. Keberhasilan pelaksanaan program CSR erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat. Wibisono (2007) menyatakan bahwa peran serta masyarakat merupakan salah satu kunci sukses dalam penerapan program CSR. Selamet 10 (1994) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung tercapainya partisipasi dalam masyarakat, yaitu adanya kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Partisipasi masyarakat yang merupakan kunci dari keberhasilan program CSR memiliki kaitan dengan modal sosial, hal ini dapat dilihat salah satunya dari penelitian Rosyida dan Nasdian (2011). Rosyida dan Nasdian (2011) menyatakan bahwa dampak sosial program CSR terkait dengan bagaimana kekuatan modal sosial yang terbangun dalam masyarakat, di mana dampak sosial program CSR dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa keberadaan industri tidak selalu berdampak positif bagi perekonomian masyarakat sehingga perlu dilaksanakannya program CSR untuk mengatasi hal tersebut. Pelaksanaan program CSR erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat dan sering kali peneliti menempatkan penguatan modal sosial sebagai dampak dari hal tersebut, seperti dalam penelitian Rosyida dan Nasdian (2011). Bertitik tolak dari pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa sumber daya yang ada di masyarakat dan dianggap punya peranan penting bagi tercapainya tujuan program CSR diantaranya adalah modal sosial dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR. Menurut Ostrom dan Putnam dalam Lubis (1999) modal sosial merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu proyek pembangunan dan merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu masyarakat madani (civil society). Selain sebagai dampak sosial dari pelaksanaan CSR, modal sosial juga dapat dilihat sebagai variabel yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, hal ini merujuk pada pernyataan Putnam (2002) dalam Wibowo (2007) yang menyatakan bahwasanya modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada tinginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya. Menurut Purba (2013) tumbuhnya modal sosial dalam masyarakat akan selaras dengan penciptaan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Kepercayaan merupakan modal sosial yang penting dalam membangun kemitraan berbasis nilai kekeluargaan yang akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap program CSR. Rasa memiliki masyarakat terhadap program CSR memiliki keterkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR. Oleh karena itu, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai sejauhmana modal sosial masyarakat dan hubungannya dengan tingkat partisipasi peserta program CSR? Serta sejauhmana tingkat partisipasi peserta program CSR dan pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat sebagai dampak dari pelaksanaan program CSR. Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penulisan studi pustaka ini adalah: 1) Membahas penelitian terkait dengan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility 2) Mengidentifikasi variabel serta hubungan antara modal sosial, tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dalam pelaksanaan program Corporate Social Responsibility 3) Merumuskan masalah dan kerangka pemikiran baru 11 Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam menyusun studi pustaka ini adalah pengumpulan data sekunder dengan menghimpun bahan-bahan analisis berupa hasil-hasil penelitian atau pemikiran yang telah diterbitkan, yaitu berupa jurnal dan buku teks sebagai sumber konsep atau teori. 12 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA : Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat Tahun : 2009 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Andi Mapisangka Kota dan Nama : JESP Penerbit Volume (Edisi) : Vol. 1, No. 1, 2009 Hal Alamat URL : http://fe.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/ANDI_M-CSR.pdf Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 1. Judul PT. Batamindo Investment Cakrawala (PT. BIC) merupakan salah satu perusahaan Penanaman Modal Asing yang berlokasi di Batam, Indonesia bergerak di bidang penyediaan dan pelayanan kawasan industry secara internasional. Sadar akan tugas dan tanggung jawab sosial seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang, PT. BIC secara kontinyu dan terprogram telah menerapkan konsep CSR dalam implementasi manajemen usahanya. Secara garis besar, strategi pelaksanaan CSR PT. BIC mencakup beberapa wilayah yang ada di sekitar perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tentang dampak implementasi program CSR terhadap kesejahteraan hidup masyarakat. Metode penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan Cross sectional. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian eksplanatori, yakni jenis penelitian yang mencoba menjelaskan hubungan antar variabel. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling artinya ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan terlebih dahulu. Penerapan program-program CSR PT. BIC tersebar pada berbagai aktivitas utama seperti: pendidikan, kesehatan, kemiskinan, sosial, agama, infrastruktur, dan lingkungan hidup. Variabel-variabel seperti corporate social responsibility goal, corporate social issue dan corporate relation program secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Berdasarkan pada hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian ini memberikanm kesimpulan bahwa corporate social responsibility goal PT.BIC dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat Batam. Hal ini terjadi karena secara konseptual program-program CSR perusahaan sudah diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan sosial seperti terungkap pada rumusan visi dan misi perusahaan. Berdasarkan tujuan-tujuan CSR tersebut, implementasi kegiatan-kegiatan CSR perusahaan senantiasa akan mengikuti arah dari kepentingan perusahaan di tengah- tengah komunitas lingkungan hidup masyarakat. Berdasarkan pada temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa corporate social issue PT. BIC telah mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan 13 program CSR-nya, PT. BIC senantiasa memperhatikan isu-isu sosial yang hangat berkembang di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan jelas kebijakan umum perusahaan dalam menempatkan CSR perusahaan sebagai instrument investasi sosial perusahaan guna tercipta lingkungan bisnis yang harmonis diantara kepentingan para stakeholdernya. Selain itu. berdasarkan pada hasil penelitian ini juga menunjukan hasil bahwa corporate relation program PT. BIC dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan karena strategi dalam implementasi CSR perusahaan merupakan respon atas kebutuhan riil masyarakat atas pemenuhan kebutuhan hidupnya. Diantara variabel-variabel tersebut, variable corporate relation program memiliki pengaruh yang paling besar dalam mempengaruhi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di lingkungan kawasan industri Batamindo, Batam. Analisis : Kelebihan dari penelitian ini adalah dalam metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana pendekatan ini akan menggambarkan secara lebih jelas pengaruh dari variabel-variabel yang ada terhadap kesejahteraan masyarakat. Urgensi penelitian ini yaitu sangatlah penting karena pemaparan hasil analisis data mengenai pengaruh variable-variabel seperti corporate social responsibility goal, corporate social issue dan corporate relation program terhadap kesejahteraan masyarakat akan sangat berguna bagi penelitian saya dalam kaitannya bahasan mengenai dampak program CSR terhadap kemampuan ekonomi masyarakat. : Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Telkom terhadap Kemampuan Masyarakat dalam Mengakses Sumber Daya di Kawasan Punclut Bandung Tahun : 2010 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Nurantono Setyo Saputro Kota dan Nama : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Bandung Penerbit Volume (Edisi) : Vol. 21 No. 2, Agustus 2010, hal. 129 – 146 Hal Alamat URL : http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wpcontent/uploads/2014/01/06-jurnal-9-nurantono.pdf Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 2. Judul Berdasarkan Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Nomor: KD. 41/PR000/SDM-20/2006 tentang Telkom Corporate Social Responsibilities, dalam memenuhi harapan stakeholder tersebut, PT Telkom melaksanakan CSR sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan yang dalam pelaksanaannya mencakup ke dalam tiga aspek keberlanjutan (sustainability), yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sebagai konsekuensi 14 pertumbuhan bisnis, pemakaian energi di PT Telkom tentu akan meningkat. Ini adalah salah satu dampak operasi PT Telkom terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pihak manajemen PT Telkom menyadari bahwa peran PT Telkom dalam meningkatkan efisiensi pemakaian energi harus mendapatkan prioritas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau sustainability program CSR PT Telkom dari sisi kapasitas masyarakat dalam mengakses sumber daya. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara. Metode penentuan sampel yang digunakan untuk wawancara dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Sedagkan, strategi pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah snowball atau chain sampling, yaitu strategi yang digunakan bila peneliti ingin mengumpulkan data yang berupa informasi dari informan dalam satu lokasi, tetapi peneliti tidak mengetahui siapa yang tepat untuk dipilih sebagai narasumber. Setelah pelaksanaan kegiatan CSR PT Telkom, pencatatan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat tidak begitu mengalami perubahan. Pencatatan masih dilakukan di tiap kelompok tani yang ada dan pencatatannya juga masih belum begitu baik, terstruktur, dan detail. Mengenai organisasi komunitas, tidak begitu mengalami perubahan, masih berupa komunitas-komunitas penghijauan petani yang terdiri dari 3 kelompok (Kelompok Tani Rereongan Sarupi, Pasir Salam, dan Cipicung) yang masing-masing kelompok kurang lebih beranggotakan 20 orang petani. Sedangkan untuk sumber pembiayaan lokal yang ada, masih mengandalkan iuran dari tiap petani yang nantinya dikoordinir untuk dibelikan barang-barang kebutuhan para petani. Dalam aspek perekonomian, inisiatif pengembangan ekonomi oleh masyarakat dilakukan dengan mengembangkan dua hal, yaitu pengembangan warung-warung makan yang dikembangkan secara sendiri-sendiri dan penjualan hasil panen yang dikembangkan secara sendirisendiri dan berkelompok dalam penjualannya. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa masyarakat belum cukup sustainable dengan ada atau tidaknya program dari PT Telkom ini dikarenakan program dari PT Telkom sejauh ini dirasa belum cukup untuk menuju ke kemandirian masyarakat. Akan tetapi, program dari PT Telkom ini menurut masyarakat, khususnya petani, masih dirasakan jauh lebih baik dibandingkan program-program dari pihak lainnya. Masyarakat, khususnya petani, mendapatkan banyak pelajaran dan pengetahuan baru dari program-program ini. Selain itu, dari faktor penggunaan sumber daya, terjadi perubahan di mobilisasi sumber daya baik internal maupun eksternal masyarakat, dan sedikit peningkatan pada identifikasi sumber daya masyarakat (Akses). Setelah ikut serta dalam program CSR PT Telkom, terlihat adanya peningkatan usaha dari masyarakat untuk bisa mendapatkan dana untuk menjalankan kegiatan. Terlihat dari jumlah proposal yang diajukan kepada pemerintah dan pihak luar lainnya semakin meningkat dari tahun ke tahun (100 proposal pada tahun 2008 menjadi 200 proposal pada tahun 2009). Dalam kaitannya dengan akses masyarakat terhadap sumber daya, masyarakat mendapatkan berbagai pelajaran dan informasi mengenai akses sumber daya, termasuk dalam program dari PT Telkom. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program ini ialah perhatian yang baik dari PT Telkom khususnya kepada petani. PT Telkom tidak hanya berkonsentrasi terhadap persiapan pelaksanaan kegiatannya, akan tetapi juga membantu petani pada masa pasca penanaman, yaitu bagian perawatannya. PT Telkom secara berkala 15 memonitor secara langsung perkembangan tanaman yang ditanam oleh para petani. Dari proses itulah, terjadi komunikasi dua arah yang sangat bermanfaat bagi kedua pihak, PT Telkom dan petani. PT Telkom mendapatkan informasi apa yang dibutuhkan, disarankan oleh petani. Sedangkan, dari petani bisa menyampaikan pendapat, usulan, pertanyaan, dsb secara langsung kepada perwakilan PT Telkom. Analisis : Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini dalam menganalisis kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya disertai dengan data sebelum kemampuan masyarakat untuk mengakses setelah dan sebelum adanya program CSR sebagai pembanding. Adanya data pembanding yang digambarkan dalam tabel membuat pembaca dapat lebih jelas melihat perubahan yang terjadi pada kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya sebelum dan setelah adanya program CSR. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu penting karena dari penelitian ini saya dapat melihat pengaruh dari keberadaan program CSR PT. Telkom terhadap kemampuan masyarakat dalam mengakses sumberdaya serta dapat belajar mengenai pengolahan data dengan menggunakan data pembanding sebelum dan setelah adanya program CSR. 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL Tanggal Diunduh : Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Pedesaan : 2011 : Jurnal : Cetak : Isma Rosyida dan Fredian Tony Nasdian : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor : : - Pemberdayaan adalah jalan menuju partisipasi dan partisipasi dari masyarakat menentukan dampak pengembangan program sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam mengadakan program Corporate Social Responsibility dari perusahaan geothermal melaluli Badan Keuangan Mikro serta dampaknya terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Untuk pendekatan kuantitatif digunakan metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Secara umum, tingkatan partisipasi dari 30 responden yang terbagi menjadi tiga kategori, searah dengan tingkatan skor modal sosial dan taraf hidup 16 responden. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan partisipasi anggota kelompok simpan pinjam diiringi peningkatan kekuatan modal sosial dan taraf hidup anggota. Selain itu penelitian ini juga menunjuka bahwa aspek tingkat pengeluaran tidak secara penuh berhubungan dengan tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam. Berdasarkan uji statistic dengan menggunakan kerangka Uphoff dan Arnstein menunjukan hal yang sama, di mana semakin tinggi partisipasi anggota kelompok simpan pinjam dalam penyelenggaraan program CSR maka semakin kuat modal sosial yang terbentuk. Berdasarkan uji korelasi antara variabel tingkat partisipasi pada setiap tahapan penyelenggaraan program dengan dampak sosial menunjukan bahwa hanya tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dan evaluasi saja yang menunjukan hubungan signifikan sehingga dalam hal ini keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam pada pelaksanaan program mempengaruhi kekuatan modal sosial mereka. Sementara itu, pada tahap perencanaan dan pelaporan, kedua variable tersebut tidak berkorelasi, sehingga itu artinya partisipasi anggota kelompok pada tahapan tersebut tidak berpengaruh pada kekuatan modal sosial. Ketika variable tingkat partisipasi secara keseluruhan diuji hubungannya terhadap dampak sosial, baik dengan kerangka Uphoff ataupun dengan kerangka Arnstein, diperoleh angka hubungan yang signifikan, itu berarti partisipasi anggota kelompok dalam penyelenggaraan program, baik pada tahap perencanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan, berhubungan dengan kekuatan modal sosial anggota kelompok simpan pinjam. Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi, baik dengan kerangka Uphoff maupun kerangka Arnstein menunjukan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap dampak ekonomi. Itu artinya bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi anggota kelompok simpan pinjam, maka semakin tinggi pula dampak ekonomi yang akan diperoleh oleh anggota kelompok simpan pinjam. Meskipun demikian, hasil pengolahan data juga menunjukan bahwa hubungan partisipasi di setiap tahapan, masing-masing tidak memiliki korelasi positif dengan dampak ekonomi. Itu artinya dalam melihat hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak ekonomi tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan penyelenggaraan program. Masing-masing stakeholder memiliki derajat partisipasi yang berbedabeda dalam penyelenggaraan LKMS Kartini. Tingkat partisipasi tertinggi terletak pada Perusahaan Gothermal, mitra perusahaan, dan pengurus koperasi, tingkat partisipasi sedang terletak pada angota kelompok simpan pinjam, dan tingkat partisipasi rendah terdapat pada pemerintah desa dan kecamatan serta Dinas koperasi. Banyak factor yang berpengaruh terhadap sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat, khususnya anggota kelompok simpan pinjam terhadap penyelenggaraan program. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setiap stakeholder memiliki tipe tingkat partisipasi yang berbeda-beda. Analisis : Dalam penelitian ini digunakan teori dari Cohen dan Uphoff (1979) serta teori dari Arnstein mengenai tahap-tahap partisipasi untuk menganalisi tingkat pastisipasi masyarakat. Dari hasil studi pustaka, selain dari kedua teori tersebut terdapat teori lain yang dapat digunakan untuk menganlisis tingkat partisipasi 17 masyarakat yaitu teori dari Selamet (1993) yang membedakan tahap-tahap partisipasi sebagai berikut : partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan serta partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Terdapat perbedaan antara tahap partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) dengan teori dari Selamet (1993), perbedaan ini terletak pada poin ke tiga dimana menurut Cohen dan Uphoff pada poin tiga itu adalah partisipasi dalam tahap evalusi. Kelebihan dari penelitian ini adalah mampu menggambarkan hubungan yang jelas antar variable-variabel yang ada melalui penarikan kesimpulan dari hasil penelitian, serta penggunaan metode triangulasi dalam pengumpulan data yang menyebabkan diperolehnya kombinasi data yang lebih akurat. Urgensi penelitian ini bagi penelitian yang akan saya lakukan nanti sangatlah penting karena dalam penelitian ini dibahas hal –hal terkait analisis dampak implementasi program CSR serta cara mengukur tingkat partisipasi masyarakat terhadap program CSR serta mengetahui bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi masyarakat. 4. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Volume (Edisi) Hal Alamat URL Tanggal Diunduh : Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia : 2011 : Jurnal : Cetak : Rahmawati dan Titik Sumarti : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor : Vol. 5, No. 3, Hal : 325-338 : : - PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batu bara terbesar di Indonesia. Perusahaan ini secara aktif melaksanakan kegiatan CSR di daerah sekitar lokasi pertambangannya. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat diantaranya adalah program Dana Pengembangan Ekonomi Masyarakat (DEPM) dan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPEM). Dua program ini berupa pemberian dana bergulir serta pengembangan usaha kecil dan mandiri bagi masyarakat sekitar pertambangan. Penelitian ini difokuskan pada Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Ekonomi Pemberdayaan. Selain itu dalam pelaksanaannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Tingkat kemauan peserta program DEPM dan PPEM cenderung relative tinggi, artinya keinginan peserta untuk berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi relatif tinggi. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa peserta menaruh harapan besar kepada program PPEM dan DEPM. Peserta PPEM relatif memiliki tingkat kemampuan rendah lebih banyak dibandingkan peserta program DEPM, atau dengan kata lain peserta program DEPM cenderung memiliki tingkat kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta 18 PPEM. Tingkat kesempatan peserta PPEM cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesempatan peserta DEPM. Hal ini disebabkan peserta PPEM memiliki tingkat keterdedahan informasi dan tingkat pendampingan yang tinggi dari tim DD, sedangkan responden program DEPM umumnya cenderung memliki tingkat keterdedahan informasi sedang dan tingkat pendampingan yang rendah dari LPPM sehingga tingkat kesempatannya pun rendah. Tingkat partisipasi peserta program DPEM cenderung relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan partisipasi peserta PPEM. Bahkan peserta program DEPM cenderung tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi tinggi, dan sebaliknya peserta PPEM cenderung tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi rendah. Sebagian besar peserta program DPEM memiliki tingkat partisipasi sedang. Pada tingkatan ini, peserta DPEM memiiki kesempatan menyampaikan pertanyaan, ide, pendapat atau gagasan dan menerima tanggapan atau jawaban dari pihak LPPM. Namun, seringkali peserta tidak diberikan kesempatan untuk melakukan analisis kelayakan usaha bersaa LPPM. Hasil analisis tabulasi silang memperlihatkan kecenderunagan bahwa semakin tinggi tingkat kesempatan peserta program DEPM dan PPEM, semakin tinggi pula tingkat partisipasinya. Peserta PPEM dalam penelitian ini seluruhnya memilki kecenderungan tingkat kemampuan tinggi dan memiliki kecenderungan tingkat partisipasi lebih tinggi dibandingkan dengan peserta program DEPM. Terlihat bahwa tingkat kesempatan peserta mampu mendorong mereka dalam program. Namun, dalam program DEPM tidak terdapat peserta yang memiliki tingkat partisipasi tinggi sehingga peserta dengan tingkat kesempatan sedang dan tinggi cenderung memilki tingkat partisipasi yang sama yaitu sedang. Terlihat bahwa tingkat kesempatan peserta program DEPM yang tinggi belum cukup mendorong partisipasi dalam program yang tinggi juga. Namun secara keseluruhan, tingkat kesempatan peserta program DEPM dan PPEM memiliki hubungan dengan tingkat partisipasinya dalam program. Dibandingkan dengan tingkat kemampuan dan kemauan, tingkat kesempatan cenderung yang paling memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi peserta program. Tingkat kemampuan ekonomi peserta PPEM relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemampuan ekonomi peserta DPEM. Peserta DPEM degan tingkat kemampuan ekonomi rendah sudah memiliki kekuasaan dalam meningkatakan kesadaran dan keinginan dirinya untuk berubah atau dengan kata lain telah memiliki evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya. Hal itu tercermin dari keputusannya untuk berpartisipasi dalam program DPEM maupun PPEM. Hasil analisis tabulasi silang memperlihatkan bahwa peserta program DPEM dengan tingkat partisipasi lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang lebih tinggi juga. Namun terdapat peserta yang memiliki tingkat kemampuan ekonomi tinggi sedangkan tingkat partisipasinya sedang. Terdapat beberapa hal yang diamati dilapangan yang membuat hal tersebut terjadi, diantaranya usaha yang dijalankan memeang sudah maju sebelum peserta menerima bantuan dan abergulir dari DPEM. Berdasarkan analisis crosstab dapat disimpulkan bahwa, pada program DPEM tidak ada korelasi antara tingkat kemauan dan tingkat partisipasi, tapi ada hubungan antara tingkat kemampuan dan tingkat kesempatan dengan tingkat partisipasi, dan ada korelasi antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi. 19 Analisis : Kelebihan dari penelitian ini adalah yang menjadi subjek penelitiannya adalah sekelompok orang yang ikut serta dalam dua program yang berbeda yaitu program DPEM dan PPEM. Dengan adanya dua subjek penelitian yang berbeda ini dapat lebih terlihat sejauh mana hubungan tingkat kemauan, kemampuan, dan kesempatan peserta dengan tingkat pertisipasinya serta hubungan tingkat partisipasinya dengan tingkat kemampuan ekonominya. Dengan adanya hasil yang berbeda pada masing-masing program hubungan antar variable jadi semakin jelas terlihat. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting karena dari penelitian ini saya dapat lebih memahami teknik-teknik mengukur tingkat partisipasi serta kaitannya dengan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dan dari penelitian ini pula dapat diketahui bahwa ada korelasi antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi. 5. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Volume (Edisi) Hal Alamat URL Tanggal Diunduh : Bentuk Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi PT Pertamina Refinery Unit Balongan) : 2012 : Jurnal : Cetak : I. Situmeang, D.P Lubis, A. Saleh : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor : ISSN 1693-3699 Vol. 1, No. 10, Hal : 29-45 : : - PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan merupakan salah satu dari tujuh refinery unit PT Pertamina yang beroperasi di Indonesia. Uniknya fenomena kegitan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh PT Pertamina sebagai salah satu perusahaan minyak dan gas bumi yang ada di Balongan tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup disekitar perusahaan. Di mana satu sisi Balongan merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang dieksploitasi dan juga terdapat kilang minyak yang mengolah minyak mentah dari luar untuk distribusi minyak Jakarta dan Jawa Barat, sementara kondisi ekonomi masyarakat di Kabupaten Inderamayu, khususnya di kecamatan Balongan seperti pada angka biro pusat statistic menunjukan bahwa terdapat 102 desa dengan kategori desa miskin dan penduduk miskin berjumlah 710.956 orang. Hal ini erat kaitannya dengantanggungjawab sosial yang secara rutin dilakukan oleh PT Pertamina Balongan sebagai komunikasi organisasi perusahaan untuk masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat balongan. 20 Seringkali komunikasi lebih mengutamakan pada pandangan perusahaan bukan mengutamakan pada pandangan stakeholder, atau partisipasi mereka dalam kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat bagaimana efektifitas komunikasi organisasi melalui kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilakukan PT Petamina untuk masyarakat Balongan. Komunikasi organisasi merupakan penyampaian pesan dalam satu organisasi yang melibatkan seluruh publik internal. Komunikasi organisasi dipahami sebagai pengiriman pesan organisasi dalam kelompok formal maupun dalam kelompok informal. Pertamina Balongan menggolongkan komunikasi organisasi sesuai dengan bauran PENCILS (publication, event, news, community involment, inform or image, lobbying and negotiation, social responsibility). Publication atau publikasi. Setiap fungsi atau Hupmas adalah menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang kegiatan perusahaan yang pantas untuk diketahui publik internal dan eksternal. Kegiatan Hupmas pertamina, dalam melakukan publikasi kepada masyarakat bekerjasama dengan wartawan media cetak maupun elektronik. Event atau program acara, program acara terdiri atas tiga, yaitu : (1) acara rutin, merupakan acara yang biasanya dilaksanakan untuk mendapatkan perhatian media yang bermuara pada perhatian publik tentang perusahaan ataupun produk perusahaan, (2) acara spesial, merupakan suatu acara tertentu atau lebih dikenal sebagai peristiwa khusus yang akan dpilih waktu, tempat dan objek tertentu yang bersifat khusus untuk mempengaruhi opini publik , (3) acara yang bersifat momentum, merupakan acara yang jarang untuk dilakukan, biasanya dilakukan untuk hal-hal tertentu misalkan acara pembukaan kantor baru. News atau berita adalah informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi yang disajikan melalui media cetak, media elektronik, internet, atau dapat juga dengan penyampaian dari mulut ke mulut kepada masyarakat. Berita merupakan informasi yang belum diketahui banyak orang, berita dapat berasal dari karyawan, perusahaan maupun dari masyarakat tenteng perusahaan dan dikelola oleh Hupmas Pertamina Balongan. Community involvement atau kepedulian terhadap komunitas, perusahaan berusaha untuk “akrab dan ramah” dengan para stakeholder. Kepedulian yang sering dilakukan dengan mengadakan kontak sosial dengan wartawan, pemerintah daerah, LSM, mahasiswa dan peneliti yang bertujuan untuk meciptakan hubungan baik dengan para stakeholder perusahaan. Selanjutnya adalah inform or image, Hupmas Pertamina menanamkan citra perusahaan di benak stakeholder dengan cara ikut berperan aktif dalam membantu pemerintah daerah dan pembangunan masyarakat, melalui penyumbangan pot dan tanaman di kantor kecamatan dan sepanjang jalan menuju kilang Balongan yang bertulisan dan berlogo Pertamina, hal ini membuktikan bahwa Pertamina selain menciptakan citra positif juga peduli terhadap lingkungan. Lobbying and negotiation, Hupmas melakukan pendekatan dan negosiasi denga stakeholder baik secara formal maupun informal untuk mencapai tujuan tertentu. Dan yang terakhir adalah Social responsibility atau kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi organisasi Pertamina yang ditujukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar PT Pertamina Balongan. Kegiatan TSP dilakukan untuk menarik simpati masyarakat agar berpartisipasi dalam menciptakan keberdayaan masyarakat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Refinery Unit VI Balongan dengan 21 bauran PENCILS. Salah satunya adalah kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang bertujuan untuk keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Analisis : Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini menggambarkan secara jelas mengenai hasil dari penelitian dengan memaparkan seluruh bentuk komunikasi organisasi perusahaan dalam bauran PENCILS. Selain itu penelitian ini juga memaparkan mengenai evaluasi terhadap komunikasi organisasi yang telah dilakukan oleh perusahaan. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu penting karena dari penelitian ini saya dapat mempelajari hubungan dari komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan efektivitas program CSR. : Program Corporate Social Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Enjang Pera Irawan Kota dan Nama : Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Penerbit Padjajaran, Bandung Volume (Edisi) : Hal Alamat URL : http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/pustaka_unpad_program_c orporate_social_responsibility.pdf Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 6. Judul Implementasi progam corporate social responsibility (CSR) Kawasan Sehat Mandiri Konsep Biomethagreen yang dilaksanakan PT. PLN (Persero) DJBB merupakan komitmen terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Program CSR ini berbasis pemberdayaan masyarakat, melalui program ini masyarakat dilibatkan dalam mengatasi, mengelola, dan memanfaatkan sampah menjadi energi alternatif. Progam ini berpijak pada prinsip triple bottom line yaitu menyentuh aspek alam, manusia dan profit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui latar belakang dan motif pelaksanaan program CSR, untuk mengetahui implementasi program CSR, dan untuk mengetahui respon dan partisipasi masyarakat terhadap program CSR PT. PLN (Persero) DJBB. Penelitian ini merupakan penelitian kulitatif dengan desain studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sedangkan, teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi (pengambilan kesimpulan). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Narasumber yang dipilih dari PT. PLN (Persero) DJBB antara lain: Kepala PKBL, Kepala Humas, 22 dan Staf PKBL. Selain itu, dari kalangan Masyarakat Perum Griya Taman Lestari, serta empat orang dari Desa Gudang Tanjungsari. Program ini dilatarbelakangi oleh kesadaran dan kepedulian PT. PLN (Persero) DJBB terhadap isu lingkungan (planet), isu sosial atau sumber daya manusia (people), dan isu ekonomi (profit). Motif dari pelaksanaan program CSR ini yaitu kepatuhan kepada undang-undang (izin operasi), bentuk tanggung jawab moral perusahaan dalam menjalankan bisnis etis (kewajiban moral), menjaga reputasi perusahaan (reputasi) dan untuk kelangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang (keberlanjutan). Pada konteks ini, motif PT. PLN (Persero) DJBB dalam melaksanakan CSR antara lain: 1) motif izin operasi yaitu menjalankan CSR merupakan bagian dari komitmen dan bentuk ketaatan perusahaan dalam mematuhi peraturan perundang- undangan yang mengikat dan wajib ditaati, 2) motif kewahiban moral yaitu menjalankan CSR merupakan wujud moralitas perusahaan dalam menjalankan bisnisnya secara etis, serta senantiasa memperhatikan kepentingan stakeholder khususnya masyarakat, 3) motif reputasi yaitu menjalankan CSR merupakan salah satu strategi dalam memperkuat reputasi perusahaan sebagai perusahaan yang profesional dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap stakeholder khususnya masyarakat, 4) motif keberlanjutan yaitu menjalankan CSR sebagai bagian strategi dalam keberlanjutan aktivitas bisnis perusahaan. Respon dan partisipasi masyarakat terhadap program CSR ini sangat baik, namun saat ini sedang mengalami penurunan. Implementasi program CSR terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Program CSR yang dilaksanakan PT. PLN (Persero) DJBB melalui tahap perencanaan yang meliputi: menyesuaikan program dengan visi misi perusahaan, menetapkan tujuan, target, menyesuaikan dengan kebijakan pimpinan, menetapkan strategi, menetapkan struktur organisasi pelaksana, merancang program, menyiapkan SDM, pemetaan wilayah, alokasi dana, merencanakan strategi implementasi dan merencanakan kegiatan evaluasi. Implementasi program CSR tidak dilaksanakan sendiri atau pun diserahkan sepenuhnya kepada pihak lain. Sedangkan, pada tahap evaluasi PT. PLN (Persero) DJBB senantiasa melakukannya secara berkala. Bentuk kegiatan program CSR Program Kawasan Sehat Mandiri Konsep Biomethagreen ini terbagi kedalam lima kegiatan antara lain: proses pemilahan sampah, proses pengankutan/penyetoran sampah, proses pengolahan biomethagreen dan penampungan di Bank sampah, proses pemanfaatan biogas, dan pemasaran pupuk cair dan penjualan sampah anorganik. Respon dan partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan program CSR, kususnya program yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Respon dan partisipasi masyarakat terhadap progam CSR ini pada awalnya sangat tinggi, namun saat ini mengalami penurunan. Tingkat partisipasi dalam program CSR ini dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1) partisipasi tinggi, yaitu masyarakat yang secara aktif menjadi pengelola program, 2) partisipasi sedang, yaitu masyarakat yang hanya ikut memilah, mengirim, dan memanfaatkan hasil sampah tanpa ikut terlibat dalam proses pengolahannya, 3) partisipasi rendah, yaitu masyarakat yang tidak terlibat dalam memilah, mengirim, dan memanfaatkan hasil dari pengolahan sampah (pasif). Hasil penelitian menunjukan bahwa kategori partisipasi rendahlah yang lebih banyak pada saat ini. 23 Analisis : Kekurangan dari penelitian ini adalah terletak pada penggunaan metode dalam pengumpulan data, dimana dalam penelitian ini hanya menggunakan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi tanpa adanya penggunaan metode penyebaran kuisioner. Menurut saya, dengan penyebaran kuisoner data yang diperoleh dapat lebih akurat dan beragam dibandingkan dengan hanya menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sedangkan, kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan teori-teori ahli dalam mendukung pemaparan hasil penelitian, seperti pada pemaparan manfaat yang diperoleh oleh PT. PLN dari pelaksanaan program CSR yang didukung oleh teori manfaat program CSR bagi perusahaan dari Suanto (2009: 14-15). Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting karena dalam penelitian ini dibahas mengenai respond dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR. : Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia (Studi Evaluatif Implementasi CSR Bank Indonesia Surabaya dalam Tinjauan Rasionalitas Komunikatif Sebagai Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance Pada Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel. Jepara Kec. Bubutan Surabaya) Tahun : 2014 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Mila Hiswatus Sholihah Kota dan Nama : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Penerbit Brawijaya, Malang Volume (Edisi) : Hal Alamat URL : http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos /article/view/20/35 Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 7. Judul Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga negara independen di Indonesia yang telah menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility). Salah satu kegiatan CSR yang digagas oleh Bank Indonesia terimplementasi pada program pemberdayaan usaha kecil dan mikro berbasis KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) di Kelurahan Jepara Kecamatan Bubutan Surabaya. Pada dasarnya implementasi program tersebut mempunyai tujuan yang sangat baik yaitu sebagai obat dari dua penyakit ekonomi makro di Indonesia yang selama ini masih belum terselesaikan yaitu kemiskinan dan pengangguran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis pola komunikasi pihak stakeholder yang terlibat dalam implementasi program tersebut dengan menggunakan teori tindakan rasionalitas komunikatif Jurgen Habermas dan konsep Goood Corporate 24 Governnace. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi evaluatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terbangun antara pihak BI dengan PKPU terkait penentuan program pemberdayaan masyarakat menunjukkan bahwa dalam pola komunikasi, para partisipan berusaha untuk menyampaikan berbagai usulannya sesuai dengan lebenswelt atau latar belakang pengetahuan para partisipan. Pola komunikasi yang dibangun antara pihak BI dengan PKPU terkait penentuan program pemberdayaan terlihat pada para partisipan komunikasi yang dapat menyatakan pendapatnya dengan bebas dan tanpa paksaan atau dominasi sepihak. Tidak terlepas pada perihal pola komunikasi terkait penentuan program di mana para partisipan komunikasi diberi kebebasan mengeluarkan argumennya, keputusan akhir yang ditetapkan terkait penetapan program pemberdayaan tersebut juga tidak ada yang mendominasi. Walaupun pihak BI selaku pemberi dana CSR pada program tersebut, namun decision maker atau pembuat keputusan tetap berdasarkan pada persetujuan bersama baik dari pihak BI maupun PKPU. Pada proses pola komunikasi terkait penentuan program tersebut juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia selaku lembaga negara independen telah melaksanakan konsep Good Corporate Governance baik mulai dari segi Transparancy (keterbukaan), Accountability (akuntabilitas), Responsibility (tanggung jawab), Independency (kemandirian), dan Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran). Pola komunikasi yang terbangun antara pihak PKPU dengan anggota KSM dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan penentuan cicilan kredit oleh PKPU terhadap anggota KSM menurut tinjauan analisis kritis teori tindakan rasionalitas komunikatif tidak dapat dikatakan sebagai sebuah konsensus atau kesepakatan bersama. Hal ini dikarenakan tidak adanya sebuah pola komunikasi, musyawarah, ataupun diskusi antara pihak PKPU selaku lembaga kemanusiaan nasional yang berperan aktif mengawasi dan mengontrol program pemberdayaan di lapangan dengan anggota KSM sebagai obyek penerima dana dari program tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya hambatan dalam implementasi program tersebut yaitu kredit macet. Agar program pemberdayaan usaha kecil dan mikro berbasis KSM dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan anggota KSM maka diperlukan suatu pola komunikasi dua arah yang reguler antara pihak Bank Indonesia, PKPU dan anggota KSM di ranah public sphere. Analisis : Kelebihan dari penelitian ini adalah dalam pemaparannya penelitian ini sangat jelas dan terstruktur dalam penggambaran pola komunikasi pada tahapantahapan yang ada dalam program mulai dari identifikasi masalah, proses perencanaan, pelaksanaan proyek, evaluasi, mitigasi sampai dengan monitoring. Pemaparan yang jelas pada setiap tahapan membuat pembaca dapat dengan jelas dan rinci memahami pola-pola komunikasi apa saja yang terjadi dalam program CSR tersebut. Urgensi penelitian ini bagi penelitian saya yaitu sangatlah penting karena dari penelitian ini saya dapat memahami pola-pola komunikasi yang biasa terjalin antara perusahaan dengan masyarakat dimana nantinya hal ini dapat berpengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR. 25 Modal Sosial dalam : Menumbuhkembangkan Pengembangan Partisipasi Masyarakat Tahun : 2007 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Agung Wibowo Kota dan Nama : Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Penerbit Volume (Edisi) : No.5 Vol. 5 Maret 2007 Hal Alamat URL : http://pppm.pasca.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/09/Agung-Wibowo.pdf Tanggal : 19 Desember 2014 Diunduh 8. Judul Negara Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, namun demikian karena "manusia" nya potensi tersebut belum bisa dinikmati rakyat Indonesia secara merata. Di era keterbukaan sekarang ini, menyebut kata "Partisipasi" tidak sebatas hanya dimaknai keikutsertaan masyarakat dalam kerja bakti pembangunan kampung, namun lebih dari itu dibukanya ruang publik yang seluas-luasnya agar masyarakat terlibat dan selalu aktif dalam melakukan setiap tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam setiap program yang dilaksanakan. Ini berarti bahwa partisipasi masyarakat akan benar-benar terwujud manakala ada good will dari pemerintah. Karena good will dari pemerintah tadi selalu yang menjadi prasyarat, maka kini masyarakat terlena akan posisi dan potensi yang dimilikinya sendiri. Masyarakat cenderung bergerak menuntut pemerintah namun tidak diimbangi dengan perubahan perilaku masyarakatnya sendiri. Masyarakat sebenarnnya memiliki energi sendiri, yakni energi sosial (Soeharto, 2004) atau modal sosial (Coleman, 1999) yang perlu dikembangkan. Hilangnya modal sosial yang dimiliki masyarakat, bisa dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut menghadapi dan memecahkan masalahmasalahnya. Munculnya saling curiga, masa bodoh, opportunis, primodialisme, individualistis adalah tanda-tanda hilangnya modal sosial dalam masyarakat tersebut. Agen of change dalam perannya memfasilitasi perubahan sungguh naïf sekali apabila tidak mengetahui modal sosial yang ada di masyarakat. Secara historis negara sebenarnya tidak memiliki tradisi bagi penciptaan modal sosial namun modal sosial tersebut bersumber dari agama, tradisi dan pengalaman bersama yang selalu terulang di tengah masyarakat dan ini di luar kemampuan dan kontrol dari pemerintah (Fukuyama dalam Jousairi Hasbullah, 2006). Selain itu, modal sosial tumbuh juga dari lembaga-lembaga pendidikan. Tidak saja lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah namun tak kalah pentingnya pada lembaga pendidikan tinggi. Pada level selanjutnya, penulis mencoba memaparkan pentingnya kelembagaan lokal dalam menyuburkan modal sosial yang ada di masyarakat. Kenapa kelembagaa lokal itu penting dalam membentuk modal sosial, penulis berargumen karena kelembagaan lokal tersebut lahir dari budaya 26 lokal dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain. Kelembagaan lokal tersebut bisa berupa kelembagaan politik, kelembagaa ekonomi maupun kelembagaan sosial budaya. Untuk melihat aktualisasi dari berbagai unsur-unsur modal sosial, Uphoff dalam Soetomo (2006) memandang modal sosial dalam dua kategori. Pertama, fenomena struktural, kategori ini merupakan modal sosial yang terkait dengan beberapa bentuk organisasi sosial khususnya peranan, aturan dan prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerja sama dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Kedua, modal sosial dalam kategori kognitif. Ini diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan idiologi khususnya norma, nilai sikap, kepercayaan yang memberikan kontribusi bagi tumbuhnya kerja sama khususnya dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial telah dicoba diukur dalam beragam cara. Walaupun demikian diakui bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai ukuran tunggal dan benar (true measurement) akan sangat sulit. Kesulitan pertama karena spectrum modal sosial itu sendiri demikian luas dan multidisiplin, walaupun demikian Putnam dalam Jousairi Hasbullah (2006), mengukur modal sosial dengan cara menghitung keanggotaan dan jumlah organisasi (non pemerintah) seperti club olah raga, kelompok-kelompok intelektual, kelompokkelompok politik dan sejenisnya. Survey yang pernah dilakukan terkait dengan modal sosial di Amerika adalah survey of civic involvement. Survey ini mengusung tiga tema besar, yakni : a) social involvement, yakni menginvestigasi faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi berinteraksi dengan keluarga dengan cara saling mengunjungi, b) community attachment, yakni menginvestigasi perasaan ketrikatan pada komunitas lokal, c) political involvement, yakni keterlibatan dala politik lokal dan nasional dan keterlibatan dalam berbagai isu politik di berbagai tingkatan pemerintahan (Jousairi Hasbullah, 2006). Di dalam konteks Indonesia, mengukur modal sosial yang ada di masyarakat dapat dilihat dari bagaimana masyarakat lokal memilih pemimpinya (kepala desa), bagaomana masyarakat lokal terlibat dalam pemilihan umum, pilihan presiden, pilihan kepala daerah dan sejenisnya, Bagaimana tingkat rasa percaya pada sesama manusia dan institusi, bagaimana toleransi terhadap keanekaragaman, partisipasi di komunitas lokal, koneksi atau jaringan kerja, kegiatan sosial yang ada di suatu kampung, tingkat keamanan kampung, bentukbentuk solidaritas kampung, bagaimana masyarakat membangun fasilitas umum, bagiamana interaksi antar manusia di masyarakat, seberapa besar tingkat resiprositas atau tukar kebaikan yang ada di wilayah setempat dan sebagainya. Analisis: Kelebihan dari tulisan ini adalah telah menggambarkan jelas mengenani konsep modal sosial, sumber dan cara mengukurnya. Sedangkan kekurangan dari tulisan ini adalah penyampaian aegumen penulis tidak diikuti dengan penyampaian data-data hasil penelitian mengenai variabel terkait. Urgensi dari penelitian ini bagi penelitian saya adalah sangat penting karena dari tulisan ini dapat diketahui sumber dan cara mengukur modal sosial yang ada di masyarakat. 27 : Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan) Tahun : 2012 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Primadona Kota dan Nama : Politeknik Negeri Padang Jurusan Administrasi Penerbit Niaga, Padang Volume (Edisi) : Volume 4 No. 1 Hal Alamat URL : http://unsri.portalgaruda.org/download_article.php? article=89823&val=4377&title=Penguatan%20Moda l%20Sosial%20Untuk%20Pemberdayaan%20Masy arakat%20Dalam%20Pembangunan%20Pedesaan %20%28Kelompok%20Tani%20Kecamatan%20Ra mbatan%29 Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 9. Judul Strategi pembangunan Indonesia adalah peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui arah kebijakan pembangunan sektoral dan pemberdayaan masyarakat (people empowering) terutama dipedesaan. Disadari atau tidak keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah akan dapat mendorong terciptanya perencanaan yang baik karena selama ini dinilai masyarakat merupakan aktor penting dalam pembangunan, bukan hanya sebagai perencana tetapi juga sebagai pelaksana sekaligus pengawas jalannya pembangunan. Selama ini dalam mengkaji dan membuat kebijakan untuk tercapainya pembangunan selalu hanya diukur dari potensi sumber daya, potensi finansial dan kurang mengamati bagaimana keadaan modal sosial dalam lingkungan diperdesaan yang dianggap masih melekat dengan besar modal sosial, justru yang selalu diunggulkan adalah masalah potensi daerah seperti struktur tanah, infrastruktur dan modal lainnya sedangkan banyak penelitian yang dilakukan seperti Putnam di Irlandia mengatakan bahwa jika modal sosialnya tinggi maka akan berdampak terhadap kehidupan ekonomi masyarakatnya. Menanggapi masalah tersebut, maka perlu digali sebuah pemikiran baru kebijakan pangan local yang bersifat multidimensional seperti yang pernah diungkapkan (Saragih, 2004). Tidak hanya mengenjot produksi dengan perluasan lahan ataupun diversifikasi dengan ukuranukuran fisik saja, namum demikian juga memperhatikan permasalahan social budaya (culture) dan modal social yang telah ada pada masyarakat setempat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif. Lokasi penelitian ini dilaksanakan dalam 3 Nagari yaitu Nagari Balimbing, Nagari Rambatan dan Nagari III Koto, yang mana masing-masing nagari diambil 2 kelompok tani. Responden pada penelitian ini adalah petugas PPL sebagai wakil pemerintah, para ketua dan anggota kelompok tani yang mana masing-masing kelompok nanti akan diambil sebanyak sembilan (9) orang termasuk dengan pengurus kelompok, dan 28 pemuka masyarakat setempat. Selain itu pemuka masyarakat, pemerintah daerah seperti Camat dan aparatur lainnya juga akan dijadikan responden untuk tercapainya tujuan penelitian. Penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian wawancara, kuesioner dan Focus Group Discussion. Modal sosial telah dicoba diukur dalam beragam cara. Walaupun demikian diakui bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai ukuran tunggal dan benar (true measurement) akan sangat sulit. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran terhadap modal sosial dalam kelompok tani dengan menggunakan sederatan indikator untuk membandingkan dan mengetahui besaran dan kecendrungan masing-masing variabel yang berhubungan dengan unsur-unsur modal sosial. Unsur-unsur modal sosial yang diukur disini adalah antara lain unsur partisipasi dalam jaringan organisasi sosial, unsur Trust, unsur norma, dan unsur Reciprosity. Dari penelitian ini diketahui bahwa dalam kelompok tani tidak semua unsur modal sosial dapat berjalan seperti yang diharapkan. Setiap kelompok tani tidak semua unsur modal sosial itu sama dalam pelaksanaannya. Seperti unsur modal sosial partisipasi dalam jaringan ada empat kelompok tani yang mempunyai kecendrungan pemakaian modal sosial yang kuat yaitu Kelompok Tani Karatau Sakato, Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani Sawah Pudiang, dan Kelompok Tani Tamasu Harapan dan untuk dua kelompok tani lagi yaitu Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama pemakaian unsur modal sosial partisipasi dalam jaringan oleh anggotanya mempunyai kecendrungan lemah. Sedangkan untuk pemakaian unsur modal sosial Trust atau Kepercayaan terdapat beragam kecendrungan pada kelompok tani, yang mana untuk kelompok tani yang mempunyai kecendrungan kuat adalah Kelompok Tani Karatau Sakato dan Kelompok Tani Sawah Pudiang, dan kelompok tani yang mempunyai kecendrungan sedang dalam melaksanakan unsur modal sosial ini adalah Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek dan Kelompok Tani Tamasu Harapan. Sedangkan kelompok tani yang mempunyai kecendrungan lemah adalah Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama. Selanjutnya untuk unsur modal sosial norma empat kelompok tani selama ini anggotanya dapat menjalankannya dengan baik atau mempunyai kecendrungan kuat, yaitu Kelompok Tani Karatau Sakato, Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani Sawah Pudiang dan Kelompok Tani Tamasu Harapan sedangkan untuk Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama mempunyai kecendrungan lemah. Untuk unsur modal sosial Resiprtocity pelaksanaannya oleh kelompok tani sama dengan unsur modal sosial Norma. Dari enam kelompok tani yang diteliti, menurut kesimpulan penulis ada 4 kelompok tani yang dapat dikatakan sudah berhasil dalam membangun modal sosial yang kecendrungannya kuat didalam kelompoknya, diantaranya kelompok tani Karatau Sakato, Hamparan Sawah Batu Payek, Sawah Pudiang dan Kelompok Tani Tamasu Harapan. Kecendrungan kuatnya modal sosial pada ke 4 kelompok tani itu dibuktikan dengan hampir semua unsur yang membangun modal sosial itu dilakukan didalam kelompok tani dengan baik. 29 Analisis: Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini menggambarkan dengan jelas penggunaan dan pengembangan modal sosial di tiap kelompok sehingga pembaca dengan jelas dapat mengetahui kelompok mana yang berhasi dan kelompok mana yang gagal dalam membangun modal sosial. Sedangkan, kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak mencantumkan tujuan penelitian secara jelas dalam latar belakang. Urgensi dari penelitian ini adalah penting karena dari penelitian ini dapat diketahui cara mengukur modal sosial di masyarakat. : Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Petani Pada Sistem Subak Di Bali Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Laporan akademik (Disertasi) Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Gede Sedana Kota dan Nama : Program Pascasarjana Universitas Udayana, Penerbit Denpasar Volume (Edisi) : Hal Alamat URL : http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud59-1883418596-cover.pdf Tanggal : 12 November 2014 Diunduh 10 Judul Pembangunan pertanian yang dilaksanakan pada kasus Bali selama ini kurang menekankan pada local institution endowment (berbasis pada kelembagaan lokal) yang telah ada. Kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar di dalam pembangunan pertanian dan tidak dilakukan penguatan social capital masyarakat. Upaya mentransformasikan pertanian tradisional ke arah agribisnis tidak semata-mata melalui perubahan struktur ekonomi pertanian, namun juga menyangkut perubahan struktur dan pola perilaku sosial masyarakat pedesaan. Salah satunya melalui pemberdayaan kelembagaan oleh masyarakat lokal, sehingga pembangunan pertanian dan pedesaan tidak menimbulkan kesenjangan yang semakin lebar antar golongan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh cukup banyak nilai-nilai sosial (modal sosial) yang ada di masyarakat. Dalam pengembangan agribisnis tidak harus mengesampingkan elemen-elemen modal sosial yang ada termasuk di dalam subak guna menjamin keberlanjutannya. Penelitian ini dilakukan pada Subak Guama dan Subak Selanbawak, di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Pemilihan lokasi subaksubak ini dilakukan secara purposive samping. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mengetahui pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnis petani di subak; (ii) menggambarkan proses pemberdayaan dan penyesuaian kelembagaan subak dalam pengembangan agribisnis; dan (iii) menjelaskan kekuatan dan kelemahan subak berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer 30 dan data sekunder dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu : wawancara, observasi langsung dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial memiliki pengaruh yang kuat dalam pengembangan agribisnis petani pada sistem subak. Modal sosial di subak terdiri dari kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial antara petani anggota dengan pengurus subak dan koperasi. Kepercayaan yang terdapat dalam sistem subak baik di antara petani, pengurus subak dan koperasi tergolong tinggi. Kepercayaan yang tinggi ini merupakan suatu modal dasar yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif yang berkenaan dengan pertanian, irigasi, sosial budaya dan agribisnis. Kekuatan norma sosial (awig-awig subak, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi) tergolong tinggi. Norma sosial subak dan koperasi merupakan pedoman yang sangat mengikat bagi petani dan pengurus subak maupun koperasi di dalam setiap aktivitas persubakan. Fungsi pokok dari norma-norma tersebut adalah sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial di antara para petani dengan pengurus subak dan koperasi. Dalam sistem subak, norma-norma yang dimilikinya merupakan nilai-nilai yang telah berkembang sejak dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali. Jaringan sosial sebagai elemen modal sosial yang dicerminkan oleh tingkat intensitas interaksi antara petani anggota dengan pengurus subak dan koperasi serta pihak luar memiliki rata-rata yang tinggi. Interaksi antar anggota subak telah terjadi sejak dahulu dan berkembang untuk berbagai kegiatan persubakan yang didasarkan pada rasa saling percaya dan norma-norma yang dimiliki oleh subak dan koperasi. Sikap petani berkenaan dengan pengembangan agribisnis dalam sistem subak tergolong positif yaitu setuju, yang mencakup sikap terhadap layanan sarana produksi, kredit usahatani, pengolahan dan pemasaran, serta kontrol terhadap aktivitas agribisnis di subak. Pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis pada sistem subak juga tergolong tinggi yang meliputi layanan sarana produksi dan alsintan, pengolahan dan pemasaran, dan kredit usahatani. Pengembangan agribisnis yang diukur dengan tingkat partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis di tingkat subak berada pada kategori tinggi. Partisipasi ini merupakan keterlibatan petani pada kegiatan layanan sarana produksi dan alsintan, pada layanan kredit dan layanan pengolahan dan pemasaran. Hasil analisa statistika melalui SEM menunjukkan bahwa elemen-elemen modal sosial yaitu kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap sikap petani, dimana masing-masing pengaruh besarnya adalah 0,26; 0,39 dan 0,09. Ketiga peubah ini secara bersama-sama memiliki pengaruh sebesar 77 persen terhadap pembentukan sikap petani berkenaan dengan pengembangan agribisnis pada sistem subak. Pengetahuan dipengaruhi oleh kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial melalui sikapnya, dimana besaran pengaruhnya masing-masing adalah: 0,39; 0,05; 0,02; dan 0,36. Secara bersama-sama peubah kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial melalui peubah sikap memiliki pengaruh sebesar 71 persen terhadap pengetahuan petani. Kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis di tingkat subak melalui sikap dan pengetahuan petani. Besarnya pengaruh masing-masing peubah adalah 0,22; 0,03; 0,29; 0,28; dan 0,45. Secara bersama-sama, pengaruh peubah kepercayaan, norma 31 sosial, jaringan sosial melalui sikap dan pengetahuan terhadap pengembangan agribisnis adalah sebesar 59 persen. Analisis: Kelebihan dari penelitian ini adalah penyampaian data-data hasil penelitian yang jelas baik hasil kualitatif maupun hasil kuantitatif yang diolah melalui metoda statistik. Selain itu, terdapat korelasi yang jelas antara tujuan penelitian dengan hasil dan kesimpuan penelitian. Urgensi dari penelitian ini adalah sangat penting karena dari penelian ini dapat dilihat gambaran pengaruh dari modal sosial terhadap pengembangan agribisnis petani dalam sistem subak. : Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Laporan akademik (Skripsi) Bentuk Pustaka : Cetak Nama Penulis : Ipa Sada Hanami Purba Kota dan Nama : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Penerbit Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Volume (Edisi) : Hal Alamat URL : Tanggal : Diunduh 11 Judul PT Tirta Investama merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan program CSR sebagai komitmen perusahaan. Fokus yang dilakukan adalah memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan sosial masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Salah satu contohnya adalah pengimplementasian program Kampung Sehat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Program yang berbasiskan pada potensi lokal ini berupaya mengoptimalkan potensi masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciderum dan Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Wilayah ini termasuk dalam wilayah operasi PT Tirta Investama. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga peserta pogram Kampung Sehat PT Tirta Investama, Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Unit analisisnya adalah individu. Responden adalah individu yang menjadi peserta program Kampung Sehat. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan kuisioner, sedangkan untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Modal sosial peserta program CSR Kampung Sehat PT Tirta Investama dapat dikategorikan sedang, baik pada kepercayaan, norma maupun pada jaringan. Komunikasi dan interaksi yang terjalin antar sesame masyarakat dapat dikatakan tinggi. Hal ini terlihat dari presentase kepercayaan sosial sebesar 74,30 persen dari 32 100 persen. Norma sosial yang ada di masyarakat terbentuk dari kepercayaan dan hubungan masyarakat yang erat. Norma sosial di dalam masyarakat masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari presentase norma sebesar 40,00 persen dari 100 persen. Hubungan sosial masyarakat dapat dikatakan tinggi, terlihat dari presentase jaringan sosial sebesar 62,90 persen dari 100 persen. Terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi. Sikap tanggung jawab dan kepedulian antar sesama masyarakat, membuat kepercayaan masyarakat satu sama lain semakin dekat. Namun, pada saat menjalankan program, kepercayaan tinggi tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta program yang tinggi. Hal ini disebabkan hanya sebagian kecil peserta program yang dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi. Sehingga kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkatan tokenisme. Sama halnya dengan norma, tidak terdapat hubungan antara tingkat norma dengan tingkat partisipasi. Terdapat hubungan antara tingkat jaringan dengan tingkat partisipasi. Hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah, membuat mereka memiliki hubungan yang kuat. Namun, pada saat menjalankan program, jaringan yang luas tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta program yang tinggi. Sehingga kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkat tokenisme. Analisis: Kelebihan dari penelitian ini adalah menggambarkan dengan jelas hubungan antar variabel-variabel yang ada. Selain itu, penyampaian data hasil penelitian sesuai dengan teori besar yang digunakan, seperti pada saat meyampaikan data mengenai tingkat partisipasi peserta program CSR. Urgensi dari penelitian ini adalah sangat penting karena dari penelitian ini dapat dipelajari mengenai hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR. 33 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) kini telah menjadi salah satu isu penting bagi berbagai kalangan, seperti pemerintah, polisi, akademisi dan masyarakat terkait dengan masalah dampak lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Menurut Rahman (2009) definisi CSR sangatlah beragam, bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan needs, wants, dan interest komunitas. Poerwanto (2010) mendefinisikan CSR sebagai kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan perusahaan dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang didasarkan pada etika. Tindakan dan kebijakan perusahaan merupakan keluaran organisasi yang menjadi motor dalam perjalanan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) disebutkan bahwa dalam perjalanannya, aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengingat dan memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satunya adalah dengan membina hubungan baik yang bersifat reciprocal (timbal balik) dengan stakeholderstakeholder lain, baik pemerintah, swasta, maupun dari berbagai tingkatan elemen masyarakat. Hubungan baik ini dapat dibentuk dari adanya interaksi antar stakeholder dalam kaitannya dengan penyelenggaraan program CSR (Corporate Social Responsibility). Menurut Nasdian (2014) secara empiris, proses dan implementasi CSR dapat diidentifikasi ke dalam tujuh isu, antara lain : (1) organizational governance;(2) human rights; (3) labour practices; (4) the environment; (5) fair operating practices; (6) consumer issues; dan (7) community development. Dalam Nasdian (2014) dijelaskan pula bahwa, secara umum tuntutan dan harapan terhadap CSR bersifat multidimensional: turut menyumbang pembangunan ekonomi (dimensi ekonomi); (2) melebihi kewajiban hukum/regulasi (dimensi kesukarelaan); (3) kepedulian terhadap lingkungan dalam pengelolaan operasi bisnis (dimensi lingkungan); (4) mengintegrasikan kepentingan sosial dalam operasi bisnis (dimensi sosial); dan (5) interaksi dengan pemangku kepentingan perusahaan (dimensi pemangku kepentingan). Menurut Rahman (2009), dalam pelaksanaannya di lapangan CSR memilki karakteristik sebagai berikut: a) Continuity and sustainability atau berkesinambungan dan berkelanjutan merupakan unsur vital dari CSR b) Community empowerment atau pemberdayaan komunitas c) Two ways artinya program CSR bersifat dua arah. Korporat bukan lagi berperan sebagai komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas. Untung (2008) menyatakan bahwa keberadaan perusahaan idealnya bermanfaat untuk masyarakat sekitar karena prinsip dasar dari CSR adalah pemberdayaan masyarakat setempat yang tergolong ekonomi rendah agar terbebas dari kemiskinan. Di samping itu, CSR juga dilakukan agar operasional perusahaan berjalan lancar tanpa gangguan. Hal ini sejalan dengan yang disebutkan dalam jurnal penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) dimana CSR yang diselenggarakan oleh Perusahaan Geothermal merupakan bagian dari strategic plan perusahaan, yang mana fokus pelaksanaannya berorientasi pada penciptaan pertumbuhan 34 ekonomi melalui capacity building dan investasi masyarakat. Dalam Sholihah (2014) disebutkan bahwa Kegiatan CSR Bank Indonesia terimplementasi dalam program pemberdayaan usaha kecil dan mikro berbasis KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil dan mikro mendapatkan modal. Kemudahan dalam memperoleh modal akan berpengaruh pada pengembangan usahanya yang kemudian akan berdampak pada peningkatan kemampuan ekonominya. Dalam penelitiannya, Sari (tidak ada tahun) mengungkapkan bahwa aktivitas CSR pada umumnya mempunyai tujuan sebagai keterlibatan sosial pelaku bisnis atau stakeholder dalam mencapai peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan pada kualitas hidup pekerja atau masyarakat sebagai penunjang triple bottom line perusahaan yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dirasa mampu mendongkrak citra perusahaan dan meningkatkan reputasi perusahaan dalam rentang waktu panjang. Menurut Wibisono (2007) mengacu pada Elkington (1977), Tangung Jawab Sosial Perusahan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu: 1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. 2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula perusahaan perlu untk melaukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. 3. Planet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatau yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubugan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Teori di atas selaras dengan penjelasan pada penelitian Situmeang et al. (2012), dimana dalam penelitian ini dinyatakan bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup untuk menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan suatu perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. 35 Modal Sosial Konsep modal sosial pertama kali dikembangkan oleh L.F Hanifan sejak tahun 1916 di bagian Barat Virginia. Modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas. Colleta dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2006) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu system yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world-view), kepercayaan (trust), pertuaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (information and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Menurut Hasbullah (2006) inti modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi yang timbal balik dan saling menguntungkan (re-siprocity), dan dibangun diatas kepercayaan (trust) yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Uphoff (2000) dalam Suwartika (2003) membagi komponen modal sosial ke dalam dua kategori, yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial dan kedua, kategori kognitif dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya. Komponen-komponen modal sosial tersebut diantaranya: 1. Hubungan sosial (jaringan); merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Komponen ini termasuk pada kategori struktural. 2. Norma; kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama. 3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya. Pada bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain aka memiliki keinginan untuk bertindak sama. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif. 4. Solidaritas; terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersamasama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya. Komponen ini termasuk dalam kategori struktural. 5. Kerjasama; terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif. 36 Merujuk pada Ridell dalam Purba (2013), terdapat tiga komponen atau parameter capital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut: 1. Kepercayaan Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Menurut Purba (2013), rasa percaya diri (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakni bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam satu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. 2. Norma-norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik professional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. Normanorma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. 3. Jaringan-jaringan Infrastruktur dinamis dari capital sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaatmanfaat dari partisipasinya itu. Menurut Putnam dalam Hasbullah (2006), mengukur modal sosial dengan cara menghitung keanggotaan dan jumlah organisasi (non pemerintah) seperti club olah raga, kelompok-kelompok intelektual, kelompok-kelompok politik dan sejenisnya. Namun dalam Wibowo (2007) dikatakan bahwa dalam konteks Indonesia, mengukur modal sosial yang ada di masyarakat dapat dilihat dari bagaimana masyarakat lokal memilih pemimpinya (kepala desa), bagaimana masyarakat lokal terlibat dalam pemilihan umum, pilihan presiden, pilihan kepala daerah dan sejenisnya. Bagaimana tingkat rasa percaya pada sesama manusia dan institusi, bagaimana toleransi terhadap keanekaragaman, partisipasi di komunitas lokal, koneksi atau jaringan kerja, kegiatan sosial yang ada di suatu kampung, tingkat keamanan kampung, bentuk-bentuk solidaritas kampung, bagaimana masyarakat membangun fasilitas umum, bagaimana interaksi antar manusia di masyarakat, seberapa besar tingkat resiprositas atau tukar kebaikan yang ada di wilayah setempat dan sebagainya. Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogianya memiliki muatan nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis 37 humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai lokal. Konsep Partisipasi Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Ife (2008) menyatakan bahwa, partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena di antara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM. Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Wardojo (1992) dalam Vitayala et al. (1995) mengatakan bahwa pengertian partisipasi masyarakat dalam pembangunan secara sederhana adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Tjondronegoro (1996) dalam Haqiqiansyah (1999) menyatakan bahwa partisipasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, motivasi, struktur dan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Seseorang akan berpartisipasi apabila dapat memenuhi kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan dan meningkatkan statusnya. Sejalan dengan hal tersebut, Rahmawati dan Sumarti (2011) menyatakan bahwa harapan mendapatkan manfaat atau imbalan tertentu, terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya, merupakan sumber motivasi bagi seseorang untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan. Makin banyak manfaat yang diduga akan diperoleh dalam kegiatan pembangunan, maka semakin kuat keterlibatan seseorang alam kegiatan pembangunan. Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkandengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Menurut Rosyida dan Nasdian (2011) keseluruhan tingkatan partisipasi di atas merupakan kesatuan integratif dari kegiatan pengembangan perdesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa. Rosyida dan Nasdian (2011) menambahkan, pemberdayaan masyarakat tidak akan berhasil tanpa partisipasi dari seluruh pemangku 38 kepentingan yang terlibat. Arnstein (1969) dalam Chusnah (2008) menjelaskan bahwa ada delapan tangga partisipasi masyarakat, yang kemudian dikenal sebagai tipologi Arnstrein, yaitu sebagai berikut: 1. Manipulasi (Manipulation), dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai “stempel karet” dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebgai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa; 2. Terapi (Therapy), pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebgai penyakit mental dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan. Mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai kelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan, namun pada dasranya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukan menemukan penyebab lukanya; 3. Pemberitahuan (Informing), dengan memberi informasi epada masyarakat tentang hak, tanggung jawab dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memilik kekuatan untuk negosiasi. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitaan, pamphlet dan poster; 4. Konsultasi (Consultation),meminta pendapat masyarakat merupakan satu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun, konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga dari seberapa banyak kuisioner yang dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat; 5. Penentraman (Placation),pada tingkat ini masyarakat telah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan; 6. Kemitraan (Partnership), pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyaraka. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan danpengambilan keputusan; 7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power), negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu, 39 masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar; 8. Kontrol Masyarakat (citizen control), pada tingkat ini, masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Berdasarkan kedelapan tangga tersebut menurut Rahmawati dan Sumarti (2011), Arnstein (1969) mengelompokannya menjadi tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan, yaitu: (1) Non-partisipasi, (2) Tokenisme, (3) Kekuatan warga Negara (citizen power). Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan Rosyida dan Nasdian (2011) yang dalam penelitiannya menytakan bahwa Partisipasi masyarakat bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Dilihat dari tingkat atau tahapan partisipasi, Wilcox (1988) dalam Mardikanto (2010) mengemukakan adanya lima tingkatan, yaitu: 1. Memberikan informasi (Information) 2. Konsultasi (Consultation), yaitu; menawarkan pendapat, sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan-balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut 3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan 4. Bertindak bersama (Acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya 5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest), di mana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan Dalam pelaksanaannya, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, dimana faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencangkup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Karakter individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta pengalaman kelompok. Pangestu (1995) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor eksteral yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu 40 proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi. Menurut Selamet (1994) secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, dan keterlibatandalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Berbeda dengan Pangestu (1995), Rahmawati dan Sumarti (2011) merujuk pada Selamet (2003) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a) adanya kesempatan, yaitu adnya suasana atau kodisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa ia berpeluang untuk berpartisipasi; b) adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk mendorongatau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut; c) adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu atau sarana dan material lainnya. Kemampuan Ekonomi Secara umum, CSR akan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam usaha penciptaan kesejahteraan masyarakat yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan dan memperkuat nilai korporat di mata komunitas. Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat sesuatu berkemampuan atau berkekuatan. Pemberdayaan secara subtansial merupakan proses memutus atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Sejalan dengan hal tersebut, Rahmawati dan Sumarti (2011) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Selain itu Rahmawati dan Sumarti (2011) juga menambahkan bahwa, sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Menurut Radyati (2008) CSR dalam konteks pemberdayaan ekonomi lokal tidak dapat diartikan sempit hanya sebatas bagaimana perusahaan membantu masyarakat sekitar untuk menjadi pengusaha kecil. CSR ini juga bahkan tidak diartikan lebih terbatas yaitu bagaimana perusahaan membantu UKM (usaha kecil menengah). Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya meberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Menurut Sachs (2005) dalam Radyati (2008) terdapat enam modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat paling miskin, yakni: modal manusia (human capital), modal usaha (business capital), infrastruktur, modal yang berkaitan dengan alam (natural capital), modal institusi public (public institusional capital), dan modal 41 pengetahuan (knowledge capital). Rahmawati dan Sumarti (2011) mengungkapkan bahwa, keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat diihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu “kekuasaan di dalam” (power within), “kekuasaan untuk” (power to), “kekuasaan atas” (power over), dan “kekuasaan dengan” (power with). 42 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnnya, di mana masyarakat dan lingkungan merupakan pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kegiatan perusahaan. Adanya CSR diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari keberadaan perusahaan bagi kehidupan masyarakat maupun lingkungan. CSR yang dilakukan oleh perusahaan berpegang pada prinsip triple bottom lines (profit, people, plannet). Berpegang pada prinsip tersebut, dalam pelaksanaannya kondisi keuangan saja tidak cukup untuk menjamin nilai keberlanjutan dari suatu perusahaan, perusahaan perlu memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Pengimplementasian CSR tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya keterlibatan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat berperan penting dalam menentukan keberhasilan dari pelaksanaan CSR suatu perusahaan. Dalam pelaksanaannya, masyarakat bukan ditempatkan sebagai objek dari suatu program atau kegiatan, melainkan berperan sebagai subjek yang memegang pengaruh besar terhadap keberhasilan CSR perusahaan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam CSR dipengaruhi oleh berbagai faktor, di mana faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu, karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta pengalaman kelompok. Faktor-faktor eksteral yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran serta pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat guna. Partisipasi masyarakat dalam CSR juga erat kaitannya dengan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial dapat diartikan sebagai modal yang dimiliki oleh masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat. Komponen modal sosial dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial dan kedua, kategori kognitif dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya. Modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas. Dampak sosial CSR terkait dengan bagaimana kekuatan modal sosial yang terbangun dalam masyarakat. CSR merupakan hal yang tak terpisahkan dalam usaha penciptaan kesejahteraan masyarakat, begitu pula dengan partisipasi. Tingkat partisipasi masyarakat dalam CSR memiliki keterkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Secara umum, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di 43 daerah tersebut. Dengan adanya CSR diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengembangan perekonomian masyarakat sekitar. Pemberdayaan masyarakat dapat terwujud dengan adanya pelibatan masyarakat secara utuh dalam pelaksanaannya. Dengan pelibatan secara utuh tersebut, dapat memperkuat modal sosial yang ada di dalam masyarakat dan hal ini akan berdampak positif bagi citra dan keberlanjutan nilai perusahaan. Selain itu, diketahui pula bahwa modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada tinginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuk. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi Program CSR yang dilakukan oleh perusahan memilki tujuan salah satunya adalah untuk memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi. Dalam pelaksanannya program CSR tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, berdasarkan kerangka pemikiran di bawah dapat diambil beberapa pertanyaan analisis, yaitu: 1. Bagaimana hubungan antara modal sosial dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR? 2. Berapa besar partisipasi masyarakat dalam program CSR? 3. Bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan kemampuan ekonomi masyarakat? Usulan Kerangka Analisis Baru Masyarakat memiliki peran penting bagi keberlanjutan suatu perusahaan. Program CSR tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi dari masyarakat sekitar. Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh penguatan modal sosial. Penguatan modal sosial diukur dengan melalui parameter kapital sosial yaitu, kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Dengan menggunakan parameter ini akan dilihat sejuah mana modal sosial dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam program CSR. Partisipasi masyarakat dalam program CSR diukur melalui tangga partisipasi Arnstein yaitu, pada level tidak berpartisipasi (manipulasi dan terapi), level tokenisme (informasi, konsultasi dan penentraman) serta level kekuasaan ada di masyarakat (kemitraan, pendelegasian, kontrol masyarakat). Partispasi masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu program. Dengan menggunakan delapan tangga partisipasi Arnstein ini akan dilihat sejauh mana masyarakat berpartisipasi dalam program CSR. Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi merupakan salah satu tujuan dari pelaksanaan program CSR. Namun dalam pelaksanaannya program CSR erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kunci dari keberhasilan program CSR dan keberlanjutan perusahan. Berdasarkan hal tersebut, muncul dugaan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dapat berpengaruh terhadap tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dapat dilihat dari akses terhadap pendapatan, akses terhadap pasar, peningkatan kemampuan, adanya keinginan memperbaiki kondisi ekonominya, kontrol terhadap pendapatannya, menjadi contoh yang baik, dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Adapun kerangka penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan pada bagan di bawah ini: 44 Penguatan Modal Sosial: 1. Tingkat Kepercayaan 2. Tingkat Kepatuhan terhadap Norma 3. Tingkat Kekuatan Jaringan Tingkat Partisipasi Peserta Program: 1. Tidak ada partisipasi (manipulasi, terapi) 2. Tokenisme (pemberitahuan, konsultasi, penetraman) 3. Kekuasaan ada di masyarakat (kemitraan, pendelegasian, kontrol masyarakat) Gambar 1 Kerangka Analisis Keterangan : Berhubungan Tingkat Kemampuan Ekonomi Peserta: 1. Akses terhadap pasar 2. Askes terhadap pendapatan 3. Kontrol terhadap pendapatannya 4. Membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain 45 DAFTAR PUSTAKA Djohan R. 2007. Lead to togetherness. Fund Asia Eduaction. Jakarta. Fajar U. 2001. Pengembangan modal Sosial Dan Manajemen Sosial Untuk Mengatasi Konflik Antara Perkebunan Besar Dengan Perkebunan Rakyat. Hasbullah J. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta [ID]: MR-United Press. Ife J, Tesoriero F. 2006. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. (Diindonesiakan oleh Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M. Nursyahid). Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar. hal. [judu asli: Community Development:Community-Based Alternatives in an Age of Globalisation] Ife J. 1995. Community Development : Creating Community Alternatives-Vision, Analiysis and practice. Melbourne : Longman. Irawan EP. 2013. Program Corporate Social Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/pustaka_unpad_program_corporate_social_respo nsibility.pdf Lubis. 1999. Pengembangan Investasi Modal Sosial dalam Pembangunan. Antropologi Indonesia. Th XXIII No. 59 Mei-Agustus 1999. Mapisangka A. 2009. Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat. Volume 1, Nomor 1. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://fe.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/ANDI_M-CSR.pdf Mardikanto T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta [ID]: UNS Press. Nasdian FT. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta [ID]: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Poerwanto. 2010. Corporate Social Responsibility Menjinakan Gejolak Sosial di Era “Pornografi”. Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar. Radyati MRN. 2008. CSR forBetter Life: Indonesian Context CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Jakarta [ID]: Indonesia Business Links. Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta [ID]: MedPress. Rahmawati, Sumarti T. 2011. Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia. Sodality. Bogor [ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Volume 5, Nomor 3: 325-338. Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Pedesaan. Sodality. Bogor [ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Volume 5, Nomor 1: 57-78. 46 Saputro NS. 2010. Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Telkom terhadap Kemampuan Masyarakat dalam Mengakses Sumber Daya di Kawasan Punclut Bandung. Vol. 21 No. 2: 129 – 146. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/01/06-jurnal-9nurantono.pdf Sari YD. [tidak ada tahun]. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Sikap Komunitas pada Program Perusahaan (Studi Kuantitatif Implementasi CSR Terhadap Sikap Komunitas Pada Program “Street children Sponsorhip” Migas Hess Indonesia). [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/41/35 Sholihah MH. 2014. Pola Komunikasi Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia (Studi Evaluatif Implementasi CSR Bank Indonesia Surabaya dalam Tinjauan Rasionalitas Komunikatif Sebagai Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance Pada Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Berbasis KSM di Kel.Jepara Kec.Bubutan Surabaya). [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jmsos/article/view/20/35 Situmeang I, Lubis DP, Soleh A. 2012. Bentuk Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan untuk Pemberdayaan Masyarakat (Studi PT Pertamina Refinery Unit Balongan). Sodality. Bogor [ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Volume 1, Nomor 10: 29-45. Soetrisno L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta [ID]: Kanisius. Suparjan, Suyatno H. 2003. Pengembangan Masyarakat : Dari Pembangunan sampai Pemberdayaan. Yogyakarta [ID]: Aditya Media. Wibowo A. 2007. Menumbuhkembangkan Modal Sosial Dalam Pengembangan Partisipasi Masyarakat. [Internet]. [dikutip tanggal 19 Desember 2014]. Dapat diunduh dari: http://pppm.pasca.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/09/Agung-Wibowo.pdf Primadona. 2012. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambatan). [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://unsri.portalgaruda.org/download_article.php?article=89823&val=43 77&title=Penguatan%20Modal%20Sosial%20Untuk%20Pemberdayaan% 20Masyarakat%20Dalam%20Pembangunan%20Pedesaan%20%28Kelom pok%20Tani%20Kecamatan%20Rambatan%29 Sedana G. 2013. Modal Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Petani Pada Sistem Subak Di Bali. [disertasi]. [Internet]. [dikutip tanggal 12 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-59-1883418596cover.pdf Purba ISH. 2013. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat. [skripsi]. Bogor[ID]: Institut Pertanian Bogor 47 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 22 Oktober 1992 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Wawan Juhansah danLilis Ariyani. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 2 Kota Serang pada tahun 19992005, SMPN 1 Kota Serang pada tahun 2005-2008 dan SMAN 2 Kota Serang pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, melalui jalur UTM IPB penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Hingga saat ini, penulis adalah mahasiswa Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan Minor Konservasi Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor. Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis merupakan salah seorang penerima beasiswa PPA.