2 Skizofrenia merupakan gangguan mental paling parah dan merugikan yang dicirikan dengan disorganisasi berat, distorsi realitas, dan ketidakmampuan berfungsi optimal dalam kehidupan (Faulkner & Taylor, 2005). Simtom positif, negatif, dan kognitif yang dialami Orang dengan Skizofrenia (ODS) mempengaruhi hampir seluruh aktivitas mental, meliputi persepsi, atensi, memori, dan emosi (Lindenmayer & Khan, 2006). Skizofrenia kronis biasanya muncul pada masa remaja dan dewasa awal sehingga mempengaruhi masa produktif seseorang dan mengacaukan aspek pendidikan, pekerjaan, relasi, dan berbagai hal penting dalam kehidupan. (Woo & Keatinge, 2008). Skizofrenia telah mempengaruhi kehidupan lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia (World Health Organization/WHO, 2015) dan sekitar 400.000 jiwa di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Keluarga yang hidup bersama anggota keluarga psikotik menghadapi berbagai tantangan dan mengalami beban psikologis sebagai konsekuensi pendampingan (Barrowclough & Lobban, 2008). Pada umumnya pendamping berperan mengawasi konsumsi obat, kontrol kesehatan, dan mendorong perawatan diri Orang dengan Skizofrenia (ODS) (Kaushik & Bhatia, 2013). Tantangan pendamping skizofrenia seperti ODS menolak minum obat, perilaku ODS tidak terkontrol, ODS melukai diri sendiri atau orang lain (Durmaz & Okali, 2014), sehingga mempengaruhi kesejahteraan psikologis pendamping yang berdampak pada menurunnya kemampuan jangka panjang untuk mendampingi ODS dan mempengaruhi kesehatan ODS (Barrowclough & Lobban, 2008; Rafiyah & Sutharangsee, 2011). Pendamping yang mengikuti Program Family Gathering pada Agustus 2014 di Puskesmas X di Kota Yogyakarta mendapatkan konsultasi kesehatan mengenai ODS, psikoedukasi mengenai gangguan jiwa, dan difasilitasi sharing antar pendamping. Mayoritas pendamping menyampaikan beban psikologis selama melakukan pendampingan, seperti khawatir akan kondisi ODS di masa depan sementara pendamping sudah usia lanjut, lelah karena ODS tidak sembuh melalui pengobatan, dan mengalami gangguan kesehatan fisik lain seperti diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. 3 Pendamping mengalami penurunan produktivitas, berkurangnya waktu bekerja (Oshodi, dkk., 2012; Woo & Keatinge, 2008), mengalami kecemasan, kurangnya dukungan pelayanan kesehatan (Chan, 2011; Oshodi, dkk., 2012), frustrasi, stigma, kesepian, depresi, gejala somatis, putus asa (Chan, 2011), kurangnya dukungan sosial dari keluarga, perilaku berbahaya ODS pada pendamping, masalah ekonomi (Gulseren dkk., 2010), dan muncul konflik keluarga; interaksi terganggu, kurangnya rekreasi dan aktivitas keluarga (Geriani, Savithry, Shivakumar, & Kanchan, 2015). Beban psikologis pendamping skizofrenia berhubungan dengan melemahnya keberfungsian pendamping dan mempengaruhi penurunan kualitas hidup kesehatan (Loga, dkk., 2012). Kualitas hidup menjadi kajian yang penting untuk melihat seberapa baik kehidupan seseorang secara keseluruhan. Kualitas hidup merupakan konsep multidimensional yang terdiri dari sembilan dimensi, yaitu: fisik, psikologis, sosial, spiritual, komunitas, ekologi, pengembangan diri, waktu luang/ rekreasi, dan praktis (Brown, Renwick, & Nagler, 1996; European Network for Health Technology Assessment/EUnetHTA, 2013). Kualitas hidup menurut WHO adalah persepsi individu terhadap kondisi kehidupan mereka dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal dan berhubungan dengan tujuan, harapan, dan perhatian individu tersebut (Brown, dkk., 1996; Philips, 2006; Ritsner & Awad, 2007). Kualitas hidup pendamping skizofrenia lebih rendah daripada populasi umum (Loga, dkk., 2012; Margetic, dkk., 2013), pendamping gangguan afektif dan retardasi mental (Narasipuram & Kasimahanti, 2012), dan pendamping penyakit fisik, seperti trauma otak, kelumpuhan, dan cacat fisik (Settineri, Rizzo, Liotta, & Mento, 2014). Kualitas hidup kesehatan didefinisikan sebagai persepsi subjektif individu secara keseluruhan mengenai dampak gangguan atau penyakit dan intervensi terhadap aspek fisik, psikologis, dan sosial dalam kehidupan sehari-hari (EUnetHTA, 2013). Pendamping skizofrenia mengalami penurunan pada domain kesehatan fisik (Boyer, dkk.,2012; Geriani, dkk., 2015), domain psikologis (Boyer, dkk., 2012; Geriani, dkk., 2015; Kaushik & Bhatia, 2013; Narasipuram & Kasimahanti, 2012) dan domain sosial (Kaushik & Bhatia, 2013). Penurunan pada 4 domain kesejahteraan psikologis dan hubungan sosial, meliputi: hubungan yang tidak aman dan ambivalen dengan ODS, kurangnya waktu luang, perasaan sedih dan takut terhadap kondisi jangka panjang ODS, melemahnya kondisi kesehatan (Kaushik & Bhatia, 2013). Kualitas hidup pendamping ODS menurun ditandai dengan khawatir ODS akan kambuh, merasa bersalah karena pengasuhan yang buruk, khawatir siapa yang merawat ODS di masa depan (Margetic, Jakovljevic, Furjan, Margetic, & Marsanic, 2013). Peningkatan kualitas hidup pada pendamping skizofrenia dalam bentuk intervensi psikologis kurang beragam. Intervensi berbasis keluarga berupa psikoedukasi merupakan jenis penanganan yang cukup banyak dieksplorasi dalam berbagai penelitian untuk meningkatkan kondisi ODS dan pendamping. Psikoedukasi keluarga diberikan dengan fokus pada mengurangi simtom skizofrenia pada ODS, perbaikan dalam hal hubungan sosial, pekerjaan, tempat tinggal, pernikahan, kualitas hidup ODS dan keluarga (Barrowclough & Lobban, 2008). Adapula psikoedukasi keluarga berfokus pada perilaku disfungsional keluarga sebagai akibat distres pendampingan ODS atau disebut Expressed Emotion yang secara signifikan berdampak pada pemicu gangguan atau kekambuhan (Swartz, Lauriello, & Drake, 2006). Peningkatan kualitas hidup pada pendamping ODS adalh penting dan berhubungan dengan pendampingan positif pendamping terhadap ODS (Kate, Grover, Kulhara, & Nehra, 2013). Intervensi untuk peningkatan kualitas hidup kesehatan pendamping skizofrenia adalah Program Mindfulness yang merupakan serangkaian kegiatan meditasi untuk menggali keterampilan mindfulness pada pendamping skizofrenia dan memfasilitasi dukungan sosial dalam kelompok. Mindfulness merupakan pengalaman meningkatkan kesadaran, memberi perhatian pada apa yang sedang dialami seseorang dan mengingat keseluruhan pengalaman saat ini baik positif, negatif, dan netral dalam sikap menerima (Germer, Siegel, & Fulton, 2005; Shapiro & Carlson, 2009). Kesejahteraan pendamping diawali dengan adanya kesadaran terhadap situasi yang dialami; persepsi terhadap adaptasi keluarga, menerima diri sebagai pendamping, memiliki kesehatan yang baik, dan hubungan yang baik dengan 5 penerima pendampingan (Berg-Weger, Rubio,& Tebb, 2001). Ketika individu mengalami simtom emosional berat dan sinyal biologis yang menandakan munculnya gejala distres maka berlatih menyadari reaksi tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan kondisi mindfulness. Peningkatan mindfulness merupakan cara meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap sensasi yang disampaikan tubuh, termasuk dalam mengenali tanda-tanda stres (Sehnert, 1981; Lynn, O’Donohue, & Lilienfeld, 2015). Meditasi mindfulness bermanfaat mengurangi rasa sakit, perbaikan kualitas tidur, meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien lansia yang mengalami chronic low back pain (Morone, Lynch, Greco, Tindle, & Winer, 2008). Mindfulness-based stress reduction (MBSR) menurunkan tingkat stres, meningkatkan spiritualitas (Chiesa & Serreti, 2009), meningkatkan kesehatan mental dengan mengurangi stres, depresi, dan kecemasan pasien kanker payudara (Zainal, Booth, & Huppert, 2013). Manfaat MBSR juga menurunkan afek negatif, ruminasi pemikiran, kecemasan, meningkatkan afek positif dan self-compassion konselor (Shapiro, Brown, & Biegel, 2007), meningkatkan well-being remaja (Huppert & Johnson, 2010) dan dewasa (Carmody & Baer, 2008), mengurangi rasa sakit (pain) dan simtom psikologis, meningkatkan kualitas hidup kesehatan dan kesejahteraan pasien penyakit fisik kronis (Rosenzweig, dkk., 2010). Meditasi berhubungan dengan state effect yaitu perubahan yang terjadi saat meditasi dan trait-like effect yaitu perubahan bertahap setelah praktik meditasi secara terus menerus. Saat melakukan meditasi (meditative state) terjadi aktivasi dorsolateral prefrontal ortex yaitu area yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan atensi. Perubahan trait-like berhubungan dengan vitalitas korteks yaitu terbentuknya perlindungan terhadap penipisan korteks yang terjadi normal pada usia lanjut (Treadway & Lazar, 2009). Meditasi juga meningkatkan aktivasi pada cingulate cortex, terutama pada bagian anterior (anterior cingulate cortex, ACC) yang berperan untuk mengintegrasikan atensi, motivasi, dan kontrol motor (Davidson, 2006; Treadway & Lazar, 2009). 6 Berdasarkan uraian di atas disusun hipotesis “Program Mindfulness dapat meningkatkan kualitas hidup kesehatan pada pendampingskizofrenia”. Program Mindfulness berikut menggunakan modalitas kelompok yang memfasilitasi dukungan kelompok, kondisi suportif, dan kohesivitas kelompok (Bergh, Landreth, &Fall, 2006). Penelitian ini dapat memperkaya pengembangan ilmu dan praktik Psikologi Klinis, Psikologi Positif, dan Psikologi Kesehatan. Kerangka konseptual penelitian digambarkan pada bagan di bawah ini. Permasalahan Karakteristik skizofrenia: Simtom positif, simtom negatif, simtom disorganisasi Masa penyembuhan berlangsung lama dan tidak pasti Stigma terhadap keluarga ODS Karakterisitik Pendamping Skizofrenia Tantangan pendampingan: ODS menolak minum obat, perilaku ODS tidak terkontrol, ODS melukai diri sendiri dan orang lain Persepsi pendamping terhadap pengalaman pendampingan Expressed Emotion yang tinggi (mengkritik ODS, sikap bermusuhan, terlalu terlibat) Kualitas hidup-kesehatan menurun: Simtom psikologis: khawatir akan kondisi ODS, cemas, putus asa, depresi, merasa bersalah Simtom sosial: interaksi pendamping terganggu, kesepian, merasa kurang mendapat dukungan sosial Simtom fisik: gangguan kesehatan dan gejala somatis Program Mindfulness menyadari proses internal (pikiran, perasaan, reaksi tubuh) dan situasi (lingkungan dan orang lain) menerima setiap pengalaman, melepaskan emosi negatif, menumbuhkan emosi positif koping stres adaptif, melepaskan beban, menumbuhkan belas kasihan dan cinta terhadap diri sendiri dan orang lain Kualitas hidup-kesehatan meningkat Kesehatan fisik, psikologis, dan sosial semakin baik Gambar 1. Kerangka konseptual program mindfulness untuk meningkatkan kualitas hidup kesehatan pendamping skizofrenia 7 METODE Variabel Penelitian Variabel bebas : Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia Variabel tergantung : Kualitas hidup kesehatan yang didefinisikan sebagai persepsi subjektif individu secara keseluruhan mengenai dampak gangguan atau penyakit dan intervensi terhadap aspek fisik, psikologis, dan sosial dalam kehidupan sehari-hari (EUnetHTA, 2013). Subjek Penelitian Karakteristik inklusi subjek penelitian adalah sebagai berikut: 1. kategori usia dewasa (25-60 tahun), 2. tidak memiliki diagnosis gangguan mental dan fisik kronis (cacat fisik) yang menyulitkan untuk mengikuti program, 3. mendampingi hanya satu ODS (anggota keluarga) dengan kriteria ODS: a. mengalami skizofrenia berdasarkan diagnosis F.20 PPDGJ III, b. tidak memiliki gangguan fisik (cacat fisik, penyakit fisik kronis). 4. melakukan tugas pendampingan meliputi merawat dan mengawasi ODS, bertanggungjawab untuk konsultasi dokter ODS, dan tinggal bersama ODS, 5. mampu baca tulis, memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik InstrumenPenelitian Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen, yaitu: 1. Cognitive and Affective Mindfulness Scale-Revised (CAMS-R) Blue-print skala CAMS-R untuk mengukur mindfulness adalah sebagai berikut: Tabel 1. Blue-print Skala CAMS-R No. Aspek 1. Attention (Perhatian) 2. Present focus (Fokus pada saat ini) 3. 4. Awareness (Kesadaran) Acceptance (Penerimaan) Indikator Kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan perhatian Berorientasi terhadap masa kini atau pengalaman yang sedang terjadi Menyadari setiap pengalaman Menerima setiap pengalaman tanpa menilai Total No. Jumlah Aitem 1,5,11 3 6,10 2 4,7,8 2,3,9 3 3 11 8 2. Informed consent Informed consent berisi penjelasan mengenai proses pelaksanaan program, manfaat, dan kerugian yang akan diperoleh subjek penelitian dan disertakan lembar kesediaan subjek mengikuti penelitian. 3. Skala Short Form 36 (SF 36) Berikut blue-print Skala SF 36 untuk mengukur kualitas hidup kesehatan: Tabel 2. Blue-print Skala Short Form 36 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aspek Fungsi fisik Indikator Keterbatasan aktivitas fisik karena masalah kesehatan Peran fisik Keterbatasan peran dalam aktivitas karena masalah kesehatan Nyeri tubuh Sejauh mana rasa nyeri mengganggu kehidupan sehari-hari Kesehatan Status kesehatan fisik secara umum umum Vitalitas Perasaan penuh semangat dan memiliki energi Fungsi Terbatasnya pelaksanaan aktivitas sosial sosial karena masalah fisik atau emosi Peran Kurangnya peran dalam aktivitas emosi karena masalah emosional Kesehatan Kesehatan mental umum mencakup mental kecemasan, depresi, hilangnya kontrol emosi dan peran kesejahteraan psikologis Jumlah No. Aitem Jumlah 2, 3, 4, 5, 6,7, 8 8, 9 10, 11, 12, 13 4 18,19 2 1, 30, 31, 32 4 23, 27, 29, 31 4 17,29 2 14, 15, 16 3 21, 22, 23, 25, 27 5 32 4. Skala Ukur Diri (SUD)Subjek Skala Ukur Diri (SUD) merupakan cek manipulasi berisi aitem-aitem yang merupakan breakdown dari indikator keberhasilan setiap sesi. Tujuan SUD adalah untuk mengetahui apakah subjek mengalami dampak dari mengikuti instruksi setiap sesi. Respon aitem berupa penilaian subjektif yang berada pada rentang angka 1 (pernyataan tidak sesuai kondisi subjek) hingga 7 (pernyataan sesuai kondisi subjek. 5. Modul ProgramMindfulnessuntukPendamping Skizofrenia Modul Program Mindfulness merupakan panduan bagi fasilitator menjalankan intervensi. Modul disusun peneliti dengan mengacu pada Manual Prosedur 9 Terapi Kognitif Berbasis Mindfulness (Setyoningrum, 2015). Berikut kisi-kisi modul Program Mindfulness untuk pendamping skizofrenia. (Modul terlampir). Tabel 3. Kisi-kisi Modul Program Mindfulness Pendamping Skizofrenia Sesi Waktu Pembu- 20 kaan menit Sesi 1 50 menit 20 menit 45 menit Sesi 2 15 menit Sesi 3 75 menit Sesi 4 75 menit Sesi 5 75 menit Sesi 6 75 menit Sesi 7 75 menit 50 menit Sesi 8 10 menit 25 menit Kegiatan Penyambutan, Perkenalan, Pengisian Informed Consent dan kontrak kelompok 1. Psikoedukasi “Tantangan sebagai Pendamping Skizofrenia” 2. Penjelasan Mindfulness 1. Meditasi Pernafasan (Breathing Meditation) 2. Diskusi kelompok, pemberian tugas rumah, penutup Meditasi Membuka Kesadaran (Open Awareness) Meditasi Sensasi Tubuh (Body Scan) Meditasi Melepaskan Keinginan (Letting Go) Meditasi Belas Kasih (Compassionate meditation) Meditasi Cinta Kasih (Loving-kindness Meditation) 1. Mindfulness dalam kehidupan sehari-hari 2. Perencanaan praktik mindfulness 3. Evaluasi program dan penutup Tujuan Menyambut peserta, menjelaskan tujuan pelaksanaan program, menjalin keakraban antar peserta dan fasilitator, menandatangani Informed Consent dan kontrak kelompok 1. Peserta menyadari peran sebagai pendamping mempengaruhi kondisi pendamping, menyadari dan mengenali gejala stres dan beban psikologis, menyadari perlunya memiliki koping stres dan dukungan sosial 2. Peserta memahami konsep mindfulness, manfaat dan sikap menggali mindfulness 1. Peserta mampu berlatih memusatkan perhatian pada nafas dan menyadari setiap sensasi yang muncul 2. Peserta berbagi pengalaman manfaat meditasi pernafasan, kesimpulan sesi, dan tugas mindfulness informal Peserta mampu memusatkan perhatian pada pernapasan, menumbuhkan sikap ingin tahu, keterbukaan dan penerimaan terhadap emosi dan pikiran serta menyadari berbagai proses dalam diri Peserta mampu menyadari, mengenali, dan mengamati sensasi tubuh pada dirinya Peserta mampu melepaskan perasaan-perasaan negatif yang tertahan dalam diri Peserta menumbuhkan emosi positif, sikap penghargaan dalam dirinya, dan empati pada orang lain Peserta menguatkan emosi-emosi positif, penghargaan, dan cinta terhadap diri dan orang lain 1. Peserta memahami dan dapat mempraktikkan teknik mindfulness dalam melakukan kegiatan sehari-hari 2. Peserta berbagi manfaat dari program dan membuat rencana praktik mindfulness 3. Peserta mengutarakan perubahan yang dialami selama mengikuti program dan feedback terhadap program 10 6. Lembar Observasi Lembar observasi terdiri dari lembar observasi ketercapaian sesi, lembar observasi proses pelaksanaan program, dan lembar observasi peserta. Observasi ketercapaian sesi mengecek apakah setiap indikator keberhasilan setiap sesi tercapai atau tidak. Observasi proses pelaksanaan program mencatat observasi proses kelompok dalam bentuk rating 1-5 mengenai seberapa baik peserta memahami instruksi, melibatkan diri dalam diskusi, memberi perhatian pada fasilitator, dan sikap mendengarkan sharing peserta lain. 7. Buku Harian Buku harian berisi lembar pencatatan praktik mindfulness di rumah bagi subjek. Buku harian terdiri dari dua, yaitu: buku harian selama masa program dan buku harian masa follow-up (posttest-2). Informasi dari buku harian adalah lamanya subjek mempraktikkan mindfulness (formal dan informal) dan perubahan yang dirasakan oleh subjek pada aspek fisik dan emosi. 8. Lembar Evaluasi Lembar evaluasi terdiri dari lembar evaluasi oleh observer yang diisi setiap pertemuan dan lembar evaluasi oleh subjek yang diisi pada akhir program. Observer menilai aspek fasilitas program, keterampilan fasilitator, proses pelaksanaan program, dan keadaan subjek. Peserta menilai aspek fasilitas program, keterampilan fasilitator, dan proses pelaksanaan program. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan one group design with double pretest and double post tests (Shadish, Cook, & Campbell, 2002). NR O1 O2 X O3 Gambar 2. Desain Penelitian O1 : pengukuran pertama sebelum perlakuan(pretest-1) O2 : pengukuran kedua sebelum perlakuan (pretest-2) O3 :pengukuran setelah perlakuan (posttest-1) O4 : pengukuran setelah perlakuan (posttest-2) X : Perlakuan berupa Program Mindfulness pada PendampingSkizofrenia O4 11 Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan penelitian adalah sebagai berikut: a. Persiapan Skala 1) Penyusunan Skala Skala SF 36 yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari SF 36 untuk pasien hipertensi yang digunakan oleh Purnamaningsih (2015). Modifikasi dilakukan pada petunjuk pengisian sehingga subjek mengecek kondisi kesehatan yang dimaksud adalah kondisi kesehatan umum bukan spesifik karena hipertensi dan perubahan pada rentang waktu recall dari empat minggu menjadi dua minggu. Skala CAMS-R merupakan cek manipulasi yang digunakan oleh Setyoningrum (2015). Skala CAMS-R diadaptasi dari versi asli (Feldman, Hayes, Kumar, Greeson, & Laurenceau, 2006). 2) Reliabilitas dan Validitas Skala Skala dinilai oleh lima orang professional judgement yang merupakan mahasiswa Magister Psikologi Profesi Klinis UGM. Skala dinilai seberapa baik aitem dapat dipahami dan kesesuaian aitem dengan indikator dari aspek variabel. Analisis Aiken-V mendapatkan rerata nilai Aiken-V pada skala SF 36 adalah 0,89 dan rerata nilai Aiken-V skala CAMS-R adalah 0,86. Hal ini menunjukkan bahwa kedua skala memiliki validitas isi yang baik sehingga dapat dilanjutkan pada proses uji coba lapangan. Skala SF 36dan CAMS-R diujicobakan pada 121 orang dengan rentang usia 22-56 tahun. Nilai Alpha Cronbach adalah sebesar 0,908 dengan corrected item total berada pada rentang 0,153-0,652. Terdapat empat aitem yang menunjukkan daya beda dibawah 0,30 yaitu aitem 2 (0,153), aitem 5 (0,171), aitem 6 (0,247), dan aitem 34 (0,266). Peneliti mengeliminasi keempat aitem tersebut sehingga diperoleh nilai Alpha Chronbach 0,912 pada 32 aitem Skala SF 36. Nilai Alpha Cronbach yang diperoleh pada skala CAMS-R adalah sebesar 0,741 dengan nilai corrected item total correlation berada pada rentang-0,114 hingga 0,662. Peneliti mengeliminasi satu aitem dengan batas 12 nilai daya beda aitem adalah 0,20 sehingga diperoleh nilai Alpha Chronbach yaitu 0,780 pada sebelas aitem CAMS-R. b. Persiapan Modul Tahap persiapan modul adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan Modul Modul Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia disusun oleh peneliti dengan mengacu pada Manual Prosedur Terapi Kognitif Berbasis Mindfulness pada Orang dengan Lupus (Setyoningrum, 2015). Bagian yang diacu dari buku panduan sebelumnya adalah sebagai berikut: (a) Metode dan prosedur meditasi mindfulness tanpa mengikutsertakan materi terapi kognitif, (b) Memodifikasi instruksi meditasi yaitu: pernafasan, meditasi body scan (menyadari sensasi tubuh), meditasi letting go (melepaskan keinginan), dan meditasi compassion (belas kasih), (c) Peneliti mengubah materi pengantar yaitu materi psikoedukasi mengenai terapi kognitif berbasis kesadaran penuh (mindfulness) diubah menjadi informasi mengenai program, sementara psikoedukasi mengenai mindfulness dimasukkan pada sesi pertama, (d) Menambahkan sesi meditasi loving-kindness (cinta kasih). 2) Proses Validasi Modul Proses validasi isi modul dilakukan melalui penilaian oleh tiga orang penilai yang dianggap ahli atau professional judgement. Penilai terdiri dari seorang psikolog bidang klinis, psikolog pendidikan yang mendalami meditasi mindfulness dan yoga, serta seorang mahasiswa magister psikologi profesi bidang klinis yang juga aktif mempraktikkan meditasi. Rerata keseluruhan penilaian terhadap kesesuaian kegiatan, tujuan, dan indikator keberhasilan setiap sesi yang diberikan adalah sebesar 4,78 dengan rentang penilaian 1 (sangat tidak sesuai) hingga 5 (sangat sesuai). Hal ini berarti penilai memandang kegiatan yang dilakukan dalam tiap sesi dalam modul sudah sesuai dengan tujuan dan indikator keberhasilan sesi. Hasil analisis validasi konten diperoleh nilai Aiken-V modul dari tiga orang penilai bergerak dari angka 0,67 hingga 1,00, dengan nilai rata-rata 0,84. Hal ini menunjukkan bahwa modul memiliki validitas isi yang tergolong baik. 13 3) Persiapan Fasilitator, Ko-fasilitator, dan Observer Fasilitator adalah psikolog klinis yang memiliki ketertarikan, pemahaman dan pengalaman melakukan intervensi berbasis mindfulness. Persiapan fasilitator pada 15 Februari 2016 meliputi penyampaikan materi dalam modul, menjelaskan tujuan, dan gambaran proses pelaksanaan intervensi. Ko-fasilitator adalah mahasiswa magister profesi yang telah mengikuti praktik kerja profesi psikologi. Observer adalah mahasiswa psikologi sarjana atau magister yang telah lulus kuliah observasi. Persiapan ko-fasilitator dan observer pada 16 Februari 2016 meliputi penjelasan program, aspek yang diobservasi dan penjelasan lembar observasi yang digunakan. c. Proses Perijinan Peneliti mengurus perijinan melalui surat yang dikeluarkan oleh Magister Psikologi Profesi UGM ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan dan Dinas Perijinan Kota Yogyakarta. Selanjutnya surat ijin dari Dinas Perijinan ditujukan kepada Kepala Puskesmas Gondomanan. Selanjutnya ijin untuk mendapatkan ketersediaan calon subjek diperoleh dari komunitas pendamping skizofrenia bentukan Rumah Sakit Jiwa Grhasia yaitu Paguyuban Laras Jiwa. d. Uji Coba Modul Uji coba modul dilaksanakan pada tanggal 18, 20, 22, dan 24 Februari 2016, di gedung Fakultas Psikologi UGM. Subjek uji coba adalah tiga orang pendamping skizofrenia; AS (laki-laki, 60 tahun), YY (perempuan, 43 tahun) dan TR (perempuan, 49 tahun). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan signifikan skor mindfulness pada subjek uji coba; rerata 35,67 (pretest) dan 40 (posttest) diperoleh nilai Z = -1,604, p=0,0545 (p≤0,05). Ceklis ketercapaian tujuan sesi yang diisi oleh tiga orang observer menilai 97,22 % indikator keberhasilan sesi tercapai. Rerata keseluruhan penilaian adalah 0,96, dengan penilaian tertinggi adalah 1,00 (ketentuan angka 1 berarti tujuan sesi tercapai dan angka 0 berarti tujuan sesi tidak tercapai). Hasil analisis one-sample test menunjukkan tidak terdapat perbedaan penilaian antar observer dengan nilai t = -1,67, p=0,103 (p>0,05). Berdasarkan pengukuran dan hasil pengamatan 14 disimpulkan modul teruji sehingga dapat digunakan sebagai manipulasi pada subjek eksperimen. 2. Tahap Pelaksanaan Program Mindfulness Tahap pelaksanaan Program Mindfulness adalah sebagai berikut: a. Pemilihan Subjek Tahap pelaksanaan diawali dengan pemilihan subjek dengan memperhatikan kriteria inklusi. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, manfaat keikutsertaan, dan kerahasiaan subjek serta menanyakan kesediaan calon subjek dalam mengikuti Program Mindfulness dalam empat kali pertemuan selama dua minggu. b. Lokasi dan Jadwal Pengukuran serta Pelaksanaan Program Pelaksanaan program dilakukan di ruangan Fakultas Psikologi UGM. Pengukuran kualitas hidup kesehatan dilakukan dua kali sebelum intervensi dan dua kali setelah intervensi; pretest-1 (12-17 Februari 2106), pretest-2 (7 Maret 2016), posttes-1 (21-23 Maret 2016), dan Posttest-2 (7-8 April 2016). Jadwal pelaksanaan program dilakukan sejak 7 Maret 2016 hingga 21 Maret 2016 dan pertemuan tambahan pada 23 Maret 2016. HASIL Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Deskripsi Subjek Penelitian Informasi identitas subjek adalah sebagai berikut: Tabel 4. Informasi Identitas Subjek Penelitian Inisial Usia (th) Jenis Kelamin S W 47 55 Laki-laki Laki-laki E 56 L 34 Status Marital Menikah Menikah Tidak Perempuan Menikah Perempuan Menikah Pendidikan SMP D3 SMA SMA Hubungan Lama dengan Mendampingi ODS ODS (thn) Wiraswasta Suami 19 Wiraswasta Kakak 14 Wiraswasta Kakak 10 Pekerjaan Wiraswasta Adik 1,5 15 2. Hasil Pengukuran Kualitas Hidup kesehatan Hasil pengukuran SF 36 adalah sebagai berikut: Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas hidup kesehatan (SF 36) Subjek S W Pretest-1 Skor Kategori 1900 Rendah 2650 Sedang E 2850 Tinggi L Rerata 2225 2406,25 Rendah Sedang Skor Kualitas Hidup kesehatan Pretest-2 Posttest-1 Posttest-2 Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori 2125 Rendah 2700 Tinggi 2725 Tinggi 2700 Tinggi 2550 Sedang 2650 Sedang Sangat 2700 Tinggi 3075 2725 Tinggi Tinggi 2450 Sedang 2650 Sedang 2825 Tinggi 2493,75 Sedang 2743,75 Tinggi 2731,25 Tinggi Hasil uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pretest-1 dan pretest-2, diperoleh nilai p=0,13 (p>0,05). Artinya tidak terjadi maturitas dan regresi pada variabel kualitas hidup kesehatan sebelum subjek mengikuti program. Grafik rerata skor kualitas hidup kesehatan sebagai berikut: 2800 2743.75 2731.25 2600 2400 2406.25 2493.75 SF-36 2200 Pretest-1 Pretest-2 Posttest-1 Post-test-2 Gambar3.Grafik Hasil Pengukuran Kualitas Hidup Kesehatan Rerata skor kualitas hidup kesehatan mengalami peningkatan setelah subjek mengikuti program. Analisis uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan skor kualitas hidup tidak signifikan dengan nilai z = -1,461, p=0,07 (p>0,05). Artinya tidak terdapat peningkatan kualitas hidup kesehatan yang signifikan pada subjek setelah mengikuti intervensi. Selanjutnya pengukuran effect sie dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efek Program Mindfulness terhadap kualitas hidup kesehatan. Pengukuran effect size dilakukan dengan rumus r = 𝑧 √𝑁 , dimana nilai Z= -1,461 dan N= 8 (jumlah pengukuran pada empat subjek). Hasil pengukuran effect size menunjukkan r = - 0,517 yang berarti terdapat efek yang besar 16 (r = 0,50) (Field, 2009). Hasil tersebut menunjukkan bahwa mindfulness memberikan efek yang besar terhadap kualitas hidup kesehatan. 3. Hasil Pengukuran Cek Manipulasi Hasil pengukuran cek manipulasi adalah sebagai berikut: a. Hasil Observasi Ketercapaian Sesi Penilaian tercapai atau tidaknya tujuan sesi sesuai indikator keberhasilan sesi diberikan oleh tiga orang observer. Rerata hasil observasi tujuan sesi tercapai adalah sebesar 99,07%. Rerata penilaian adalah sebesar 0,98, dengan ketentuan angka 1 berarti tujuan tercapai dan angka 0 berarti tujuan tidak tercapai (penilaian tertinggi adalah 1,00). Analisis one-sample test menunjukkan tidak terdapat perbedaan penilaian antar observer, nilai t = -1,435 dengan p=0,160 (p>0,05). Berdasarkan penilaian observer disimpulkan proses pelaksanaan program sesuai dengan prosedur Program Mindfulness yang telah dirancang. b. Skala CAMS-R Skor mindfulness sebelum dan setelah intervensi adalah sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Pengukuran Mindfulness Subjek S W E L Rerata Skor Mindfulness Pretest Posttest 30 40 32 34 28 37 33 34 30,75 36,25 Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan skor signifikan pada subjek setelah mengikuti program mindfulness, dengan nilai Z = -1,826, p=0,034 (p ≤ 0,05). Artinya terdapat peningkatan mindfulness pada subjek setelah mengikuti program mindfulness. c. Skala Ukur Diri (SUD) Subjek Hasil SUD selama mengikuti setiap sesi menunjukkan bahwa keempat subjek dapat mengikuti dan memahami keseluruhan instruksi serta merasakan manfaat hampir pada setiap sesi latihan meditasi ditandai dengan subjek memberi poin 6 atau 7, namun pada beberapa poin sesi terdapat penilaian 5 poin. 17 Pelaksanaan Program Mindfulness Pada pertemuan pertama, keempat subjek berbagi pengalaman sebagai pendamping skizofrenia dan berlatih meditasi pernapasan. Keempat subjek mengalami kesulitan mendampingi ODS; sulit mengarahkan ODS untuk merawat diri dan meminum obat, sulit menangani ODS saat kambuh, kesulitan ekonomi, dan mendapat stigma tetangga. Berbagai emosi muncul selama mendampingi ODS seperti jengkel, marah, kasihan, kecewa mengingat ODS tidak dapat membantu keluarga, merasa sendiri ketika anggota keluarga lain kurang peduli pada ODS. Manfaat meditasi pernapasan yang dirasakan subjek yaitu merasa lebih segar, bahagia, lebih tenang, lebih sabar, beban berkurang, lebih santai. Pada sesi meditasi membuka kesadaran, subjek dipandu menyadari semua apapun yang muncul pada kesadaran. Pada keempat subjek muncul berbagai pengalaman masa lalu. Misalnya kejadian yang dialami Subjek W tahun 1983, Subjek E bermain ketika SMA, dan permasalahan Subjek L yang tidak direstui menikah. Pengecualian pada Subjek S yang melihat dirinya sebagai tulang-tulang dan merasakan cahaya masuk ke badan. Pada sesi meditasi menyadari sensasi tubuh, subjek dapat menyadari berbagai sensasi pada bagian-bagian tubuh. Subjek W merasa sakit pada bagian pundak, leher tegang, bahu pegal, dan kesemutan pada tangan kanan. Subjek E merasa sakit di bagian kaki dan tangan sebelah kanan berat. Subjek L merasa sangat tegang pada bagian atas tubuh (tengkuk, kepala) dan tangannya terasa kesemutan, dan bagian kepala terasa berat. Sementara Subjek S merasa seperti tidak menginjak lantai dan merasa seperti ada angin yang masuk ke dalam tubuh, sampai hati/paru-paru, angin terasa seperti kincir angin. Pada akhir sesi fasilitator menambahkan relaksasi otot sebagai yang dapat dipraktikkan subjek ketika merasakan tegang pada bagian lengan dan tengkuk setelah meditasi. Pada sesi meditasi melepaskan keinginan, subjek menyadari berbagai beban yang dirasakan dan berlatih melepaskan beban. Subjek S mengingat masa lalu dan muncul rasa bersalah pada anak, mengingat kebaikan orangtua subjek serta 18 pengalamannya saat remaja. Dari observasi tampak napas subjek tersengal-sengal. Subjek S memikirkan tetangganya (seorang perempuan) yang menyenanginya namun tidak dapat diresponnya sehingga subjek merasa bersalah. Subjek S melepaskan beban tersebut dan muncul kekuatan bahwa keluarga dan rejeki berasal dari Allah. Subjek W merasakan beban mengingat adiknya yang sering kambuh, muncul pegal di punggung dan tegang di belakang pinggang. Subjek E berlatih melepaskan beban adiknya sendiri, sementara muncul kesadaran adanya kakak dan adiknya. Subjek L melepaskan keinginan untuk pindah dari lingkungan rumahnya meskipun orang di sekitarnya sering menyakitinya. Subjek L menyadari rasa bersalah karena sering melampiaskan kemarahannya pada anaknya. Pada sesi meditasi belas kasih, subjek menyadari perbedaan emosi terhadap orang yang pernah menyakiti dan yang dicintai. Subjek merasakan berbagai reaksi tubuh ketika berlatih memaafkan dan menguatkan emosi positif terhadap diri dan orang lain. Subjek S merasa badan panas saat mengingat orang yang pernah mengecewakannya dan yang dikasihinya. Subjek merasa badannya lebih dingin (netral) saat berlatih meminta maaf. Subjek W merasa senang saat mengingat berkumpul dengan orang terdekat. Subjek E merasa sedih dan kecewa saat muncul gambaran permasalahan dengan saudara dan ketidakpedulian keluarga pada ODS. Subjek L merasa kecewa pada adiknya dan merasa sulit memaafkan. Pada sesi meditasi cinta kasih, subjek dipandu menyampaikan doa dan harapan untuk menguatkan emosi positif terhadap dirinya dan orang lain baik yang dicintai maupun yang pernah menyakiti subjek. Subjek S merasakan udara panas (sementara ruangan sejuk) dan napas mengalir dalam tubuh seperti berputar. Subjek S merasa terharu, menangis ketika dicintai dan disayang. Subjek S merasakan cinta kasih besar kepada Allah. Subjek W merasakan cahaya biru masuk ke dalam tubuh dan merasa adem. Subjek L melihat cahaya putih sebagai penunjuk jalan, seperti ada yang menuntun, dan melangkah lebih santai. Subjek E merasa bersyukur bisa sehat sehingga bisa merawat ODS. Subjek E merasakan cahaya masuk ke badan sehingga terasa lebih ringan, lebih tenang dan merasakan cinta dan sayang pada saudaranya. 19 Pada sesi mindfulness dalam kehidupan sehari-hari, subjek bergantian berperan sebagai pendamping yang sedang menghadapi ODS sambil menyadari pikiran dan perasaan yang muncul (praktik mindfulness) melalui komunikasi. Subjek W menyadari kekhawatiran ODS akan kambuh jika tidak minum obat dan banyak alasan ODS menolak obat. Subjek W menangani ODS sambil melatihkan kesabaran dengan mengulur waktu, merangkul, dan memberi hal lain sehingga ODS lupa alasannya dan mau meminum obat. Subjek L menyadari harapannya ODS bisa sembuh, bisa jalan-jalan atau sharing bersama lagi. Subjek L memberi alasan seperti mengatakan obat tersebut adalah vitamin dan ODS dijanjikan hadiah jalan-jalan agar ODS mau meminum obat. Subjek S menyadari kondisi ODS yang sulit minum obat sehingga subjek tetap menjaga kondisinya tetap tenang sambil mengikuti alur mood ODS. Subjek E menyadari emosinya yang terkadang mengancam memandikan ODS ketika sulit diarahkan. Subjek E berusaha membujuk ketika kesulitan menghadapi ODS minum obat. DISKUSI Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah program mindfulness dapat meningkatkan kualitas hidup kesehatan pada pendamping skizofrenia. Terdapat peningkatan rerata skor kualitas hidup kesehatan subjek setelah mengikuti program mindfulness. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan kualitas hidup kesehatan tidak signifikan yang ditunjukkan dengan nilai z = -1,461, p=0,07 (p>0,05). Berdasarkan analisis disimpulkan program mindfulness tidak teruji meningkatkan kualitas hidup kesehatan pendamping skizofrenia. Sementara hasil pengukuran effect size menunjukkan r = -0,517 (r=0,50) yang berarti terdapat efek yang besar (Field, 2009). Artinya mindfulness memberikan efek terhadap peningkatan kualitas hidup kesehatan. Tujuan Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia disimpulkan tercapai melalui cek manipulasi. Observasi ketercapaian sesi adalah 99,07% dan rerata penilaian observer adalah 0,98, dengan ketentuan angka 1 berarti tujuan sesi tercapai dan angka 0 berarti tujuan sesi tidak tercapai. Analisis dengan uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan mindfulness signifikan setelah subjek 20 mengikuti pogram, diperoleh Z = -1,826, p=0,34 (p≤0,05). Hasil cek manipulasi rerata skala ukur diri menunjukkan semua subjek memahami penjelasan setiap sesi, dapat mengikuti instruksi, dan merasakan manfaat setiap sesi meditasi. Semua subjek merupakan satu-satunya anggota keluarga yang tersedia mendampingi ODS. Hubungan ganda anggota keluarga dan pendamping merupakan salah satu konflik yang muncul saat mendampingi ODS (Gilbar & Ben-Zur, 2002). Keempat pendamping mengalami berbagai kesulitan ketika menghadapi ODS kambuh, kerugian materi yang besar, merasa sendiri dan kurang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan. Hal ini mendukung berbagai penelitian yang menunjukkan berbagai beban psikologis yang dialami pendamping skizofrenia seperti frustrasi, stigma, dan kesepian (Chan, 2011), kurangnya dukungan sosial keluarga dan masalah ekonomi (Gulseren dkk., 2010). Subjek dapat mendapatkan manfaat selama mempraktikkan meditasi mindfulness baik secara formal maupun informal saat pertemuan dan praktik di rumah. Subjek dapat menyadari dan mengenali perubahan reaksi tubuh berhubungan dengan pikiran, dan kondisi emosional. Teknik meditasi yang paling sering dipraktikkan subjek adalah meditasi pernapasan, menyadari sensasi tubuh, dan belas kasih. Meditasi pernapasan adalah teknik yang paling mudah dipraktikkan subjek dan manfaatnya dapat langsung dirasakan subjek seperti menenangkan pikiran, merasa lebih sabar, dan merileksan tubuh. Subjek mendapat insight menggunakan meditasi pernapasan untuk lebih menikmati setiap kegiatan dan tidak terburu-buru. Kabat-Zinn (1990) menjelaskan proses fokus pada napas bermanfaat langsung terhadap tubuh. Lebih banyak suplai oksigen yang diterima tubuh maka semakin optimal organ tubuh berfungsi. Fokus terhadap napas ketika individu sedang memikirkan banyak hal dapat mencegah ketegangan sehingga efektif untuk menenangkan dan menstabilkan pikiran. Selama praktik meditasi menyadari sensasi tubuh, subjek dapat menyadari berbagai sensasi pada bagian-bagian tubuh, seperti sakit di pundak, leher tegang, bahu pegal, kesemutan pada tangan, sakit di bagian kaki, tangan sebelah kanan berat, dan bagian kepala terasa berat. Subjek dapat berlatih mengarahkan napas pada bagian tubuh yang dirasa kurang nyaman, tegang, atau nyeri. Berbagai reaksi 21 ketidaknyamanan, rasa nyeri atau sakit merupakan cara tubuh menyampaikan terjadinya ketidakseimbangan proses internal tubuh. Reaksi tersebut muncul dan menuntut untuk disadari agar individu melakukan usaha untuk mempertahankan kesehatan (Brownstein, 2005). Meditasi body scan menjadi cara detoksifikasi yang dapat dilakukan kapan saja. Sikap menerima setiap reaksi tubuh yang muncul dan melepaskan ketegangan mendukung kesembuhan dengan memulihkan perasaan keutuhan dan kesatuan dengan tubuh (Kabat-Zinn, 1990). Pengalaman subjek mempraktikkan meditasi melepaskan keinginan memunculkan kesadaran akan pengalaman masa lalu dan orang-orang dalam kehidupan subjek seperti orangtua, istri, anak, kakak, adik. Subjek menyadari emosi yang muncul seperti rasa bersalah pada ODS dan pada anak, serta mengikhlaskan kejadian yang menyakitkan. Emosi yang terkait dengan kejadian atau hubungan yang kurang baik dengan orang di masa lalu memunculkan berbagai ketidaknyamanan secara fisik. Aktivitas mental seseorang dapat mempengaruhi reaksi tubuh dan mempengaruhi kesehatan (Brownstein, 2005). Hubungan yang kurang baik, situasi pendampingan yang melelahkan, dan harapan berada pada situasi yang berbeda menjadi stresor yang dialami pendamping. Plante (2010) menjelaskan bahwa penderitaan berasal dari sulitnya menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan dan kuatnya keinginan menggenggam pikiran yang sehingga muncul berupa ketegangan, tekanan dan penderitaan. Selama melakukan meditasi belas kasih, subjek merasakan munculnya emosi positif, menghargai diri dan orang lain serta menyadari reaksi tubuh saat melepaskan emosi negatif dan memaafkan. Meditasi belas kasih dengan visualisasi dan imagery melibatkan kondisi kesadaran (state of mind) yang mengarahkan energi dan perhatian selama praktik meditasi (Kabat-Zinn,1990). Visualisasi dalam meditasi menjadi salah satu cara penyembuhan yang dapat mentransformasi pola mental negatif menjadi positif (Thondup, 1996). Pengalaman subjek mempraktikkan meditasi cinta kasih berupa munculnya cinta dan rasa terharu ketika membayangkan dirinya dicintai, merasakan cinta pada Allah, tenang, dan bersyukur. Salah satu subjek menyadari rasa tidak 22 nyaman ketika menyampaikan doa dan harapan pada orang yang pernah menyakiti. Praktik meditasi cinta kasih melatih individu mengarahkan energi penyembuhan yang melibatkan perasaan cinta dan kebaikan pada diri sendiri, hubungan, dan orang lain (Kabat-Zinn, 1990). Subjek mempraktikkan mindfulness secara formal dan informal dalam kehidupan sehari-hari. Subjek merasakan manfaat mindfulness terhadap fisik dan emosi. Rata-rata subjek mempraktikkan mindfulness sepuluh menit sehari pada saat malam hari sebelum tidur atau pagi hari setelah bangun serta saat melakukan pekerjaan rumah atau sholat. Menurut Kabat-Zinn (1990) praktik mindfulness dengan hanya berfokus pada napas selama lima atau sepuluh menit setiap hari bermanfaat untuk menyegarkan dan menyembuhkan. Proses meditasi bersifat pengalaman subjektif. Pengalaman meditasi individu diketahui melalui sharing individu dalam kelompok. Keempat subjek kooperatif dan nyaman berada dalam kelompok. Interaksi saling menanggapi cerita atau memberikan feedback lebih terlihat pada sesi sharing pengalaman pendampingan. Menurut Berg, Landreth, dan Fall (2006) adanya sikap kooperatif dan mampu mengekspresikan perasaan negatif, dan usaha mempengaruhi anggota kelompok menunjukkan sebagian dari berbagai indikasi kohesivitas kelompok. Beberapa ancaman validitas eksperimen terhadap penarikan kesimpulan dalam penelitian ini terutama ancaman terhadap validitas kesimpulan statistik dan validitas internal eksperimen. Ancaman terhadap validitas kesimpulan statistik adalah jumlah subjek yang kecil dan faktor ekstranous pada setting eksperimen (Shadish, dkk, 2002). Jumlah subjek yang kecil melemahkan analisis data secara statistik untuk pengambilan keputusan. Hal ini senada dengan pernyataan Ellis (2010) yang mengatakan bahwa semakin kecil jumlah sampel maka semakin kecil kemungkinan terjadinya hasil yang signifikan secara statistik, namun tidak mempengaruhi besarnya efek (effect size). Pengukuran efek dapat menunjukkan makna dari hasil secara praktis meskipun tidak signifikan atau disebut signifikansi praktis (practical significance). Faktor kondisi ruangan ketika berlatih meditasi mengalami beberapa gangguan pada pertemuan pertama sesi kedua dan pertemuan kedua. Hal ini disebabkan subjek L membawa kedua anak laki-lakinya yang 23 sesekali bermain di dalam ruangan. Faktor waktu juga mempengaruhi proses yaitu adanya tambahan waktu sementara ruangan akan dipakai pihak lain. Ancaman terhadap validitas internal pada penelitian ini berupa selection dan history (Shadish, dkk, 2002). Faktor seleksi berupa adanya salah satu subjek yang telah memiliki skor kualitas kesehatan pada kategori tinggi sebelum intervensi dan salah satu subjek lainnya memiliki pengalaman meditasi saat remaja. Hal ini menunjukkan variasi kondisi subjek tidak dikontrol. Faktor sejarah (history) berupa peristiwa yang dialami subjek dalam kehidupan pribadi yang mempengaruhi kondisi selama masa penelitian. Subjek W mengalami penurunan skor kualitas hidup kesehatan pada posttest-1 berhubungan dengan kondisi subjek menurun karena mengurus ayahnya rawat inap di rumah sakit. Kondisi Subjek E menurun karena adanya wacana penjualan rumah keluarga sehingga subjek khawatir melihat kondisi ODS yang kambuh. Beberapa keterbatasan pada proses penelitian ini adalah: a) situasi yang kurang kondusif pada beberapa sesi, kurangnya antisipasi plot waktu pemakaian ruangan, b) keterbatasan jumlah subjek sehingga lemah terhadap penarikan kesimpulan statistik, c) kurangnya kontrol terhadap seleksi subjek, misalnya lama pendampingan ODS dan pengalaman meditasi subjek, d) penyajian Skala SF 36 tidak sesuai jumlah aitem setelah uji coba skala.