Skizofrenia merupakan gangguan mental paling parah

advertisement
2
Skizofrenia merupakan gangguan mental paling parah dan merugikan yang
dicirikan dengan disorganisasi berat, distorsi realitas, dan ketidakmampuan
berfungsi optimal dalam kehidupan (Faulkner & Taylor, 2005). Simtom positif,
negatif, dan kognitif yang dialami Orang dengan Skizofrenia (ODS)
mempengaruhi hampir seluruh aktivitas mental, meliputi persepsi, atensi, memori,
dan emosi (Lindenmayer & Khan, 2006). Skizofrenia kronis biasanya muncul
pada masa remaja dan dewasa awal sehingga mempengaruhi masa produktif
seseorang dan mengacaukan aspek pendidikan, pekerjaan, relasi, dan berbagai hal
penting dalam kehidupan. (Woo & Keatinge, 2008).
Skizofrenia telah mempengaruhi kehidupan lebih dari 21 juta orang di
seluruh dunia (World Health Organization/WHO, 2015) dan sekitar 400.000 jiwa
di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Keluarga yang hidup bersama
anggota keluarga psikotik menghadapi berbagai tantangan dan mengalami beban
psikologis sebagai konsekuensi pendampingan (Barrowclough & Lobban, 2008).
Pada umumnya pendamping berperan mengawasi konsumsi obat, kontrol
kesehatan, dan mendorong perawatan diri Orang dengan Skizofrenia (ODS)
(Kaushik & Bhatia, 2013). Tantangan pendamping skizofrenia seperti ODS
menolak minum obat, perilaku ODS tidak terkontrol, ODS melukai diri sendiri
atau orang lain (Durmaz & Okali, 2014), sehingga mempengaruhi kesejahteraan
psikologis pendamping yang berdampak pada menurunnya kemampuan jangka
panjang untuk mendampingi ODS dan mempengaruhi kesehatan ODS
(Barrowclough & Lobban, 2008; Rafiyah & Sutharangsee, 2011).
Pendamping yang mengikuti Program Family Gathering pada Agustus
2014 di Puskesmas X di Kota Yogyakarta mendapatkan konsultasi kesehatan
mengenai ODS, psikoedukasi mengenai gangguan jiwa, dan difasilitasi sharing
antar pendamping. Mayoritas pendamping menyampaikan beban psikologis
selama melakukan pendampingan, seperti khawatir akan kondisi ODS di masa
depan sementara pendamping sudah usia lanjut, lelah karena ODS tidak sembuh
melalui pengobatan, dan mengalami gangguan kesehatan fisik lain seperti
diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi.
3
Pendamping mengalami penurunan produktivitas, berkurangnya waktu
bekerja (Oshodi, dkk., 2012; Woo & Keatinge, 2008), mengalami kecemasan,
kurangnya dukungan pelayanan kesehatan (Chan, 2011; Oshodi, dkk., 2012),
frustrasi, stigma, kesepian, depresi, gejala somatis, putus asa (Chan, 2011),
kurangnya dukungan sosial dari keluarga, perilaku berbahaya ODS pada
pendamping, masalah ekonomi (Gulseren dkk., 2010), dan muncul konflik
keluarga; interaksi terganggu, kurangnya rekreasi dan aktivitas keluarga (Geriani,
Savithry, Shivakumar, & Kanchan, 2015). Beban psikologis pendamping
skizofrenia berhubungan dengan melemahnya keberfungsian pendamping dan
mempengaruhi penurunan kualitas hidup kesehatan (Loga, dkk., 2012).
Kualitas hidup menjadi kajian yang penting untuk melihat seberapa baik
kehidupan seseorang secara keseluruhan. Kualitas hidup merupakan konsep
multidimensional yang terdiri dari sembilan dimensi, yaitu: fisik, psikologis,
sosial, spiritual, komunitas, ekologi, pengembangan diri, waktu luang/ rekreasi,
dan praktis (Brown, Renwick, & Nagler, 1996; European Network for Health
Technology Assessment/EUnetHTA, 2013). Kualitas hidup menurut WHO adalah
persepsi individu terhadap kondisi kehidupan mereka dalam konteks budaya dan
sistem nilai dimana individu tinggal dan berhubungan dengan tujuan, harapan, dan
perhatian individu tersebut (Brown, dkk., 1996; Philips, 2006; Ritsner & Awad,
2007). Kualitas hidup pendamping skizofrenia lebih rendah daripada populasi
umum (Loga, dkk., 2012; Margetic, dkk., 2013), pendamping gangguan afektif
dan retardasi mental (Narasipuram & Kasimahanti, 2012), dan pendamping
penyakit fisik, seperti trauma otak, kelumpuhan, dan cacat fisik (Settineri, Rizzo,
Liotta, & Mento, 2014).
Kualitas hidup kesehatan didefinisikan sebagai persepsi subjektif individu
secara keseluruhan mengenai dampak gangguan atau penyakit dan intervensi
terhadap aspek fisik, psikologis, dan sosial dalam kehidupan sehari-hari
(EUnetHTA, 2013). Pendamping skizofrenia mengalami penurunan pada domain
kesehatan fisik (Boyer, dkk.,2012; Geriani, dkk., 2015), domain psikologis
(Boyer, dkk., 2012; Geriani, dkk., 2015; Kaushik & Bhatia, 2013; Narasipuram &
Kasimahanti, 2012) dan domain sosial (Kaushik & Bhatia, 2013). Penurunan pada
4
domain kesejahteraan psikologis dan hubungan sosial, meliputi: hubungan yang
tidak aman dan ambivalen dengan ODS, kurangnya waktu luang, perasaan sedih
dan takut terhadap kondisi jangka panjang ODS, melemahnya kondisi kesehatan
(Kaushik & Bhatia, 2013). Kualitas hidup pendamping ODS menurun ditandai
dengan khawatir ODS akan kambuh, merasa bersalah karena pengasuhan yang
buruk, khawatir siapa yang merawat ODS di masa depan (Margetic, Jakovljevic,
Furjan, Margetic, & Marsanic, 2013).
Peningkatan kualitas hidup pada pendamping skizofrenia dalam bentuk
intervensi psikologis kurang beragam. Intervensi berbasis keluarga berupa
psikoedukasi merupakan jenis penanganan yang cukup banyak dieksplorasi dalam
berbagai penelitian untuk meningkatkan kondisi ODS dan pendamping.
Psikoedukasi keluarga diberikan dengan fokus pada mengurangi simtom
skizofrenia pada ODS, perbaikan dalam hal hubungan sosial, pekerjaan, tempat
tinggal, pernikahan, kualitas hidup ODS dan keluarga (Barrowclough & Lobban,
2008). Adapula psikoedukasi keluarga berfokus pada perilaku disfungsional
keluarga sebagai akibat distres pendampingan ODS atau disebut Expressed
Emotion yang secara signifikan berdampak pada pemicu gangguan atau
kekambuhan (Swartz, Lauriello, & Drake, 2006).
Peningkatan kualitas hidup pada pendamping ODS adalh penting dan
berhubungan dengan pendampingan positif pendamping terhadap ODS (Kate,
Grover, Kulhara, & Nehra, 2013). Intervensi untuk peningkatan kualitas hidup
kesehatan pendamping skizofrenia adalah Program Mindfulness yang merupakan
serangkaian kegiatan meditasi untuk menggali keterampilan mindfulness pada
pendamping skizofrenia dan memfasilitasi dukungan sosial dalam kelompok.
Mindfulness merupakan pengalaman meningkatkan kesadaran, memberi perhatian
pada apa yang sedang dialami seseorang dan mengingat keseluruhan pengalaman
saat ini baik positif, negatif, dan netral dalam sikap menerima (Germer, Siegel, &
Fulton, 2005; Shapiro & Carlson, 2009).
Kesejahteraan pendamping diawali dengan adanya kesadaran terhadap
situasi yang dialami; persepsi terhadap adaptasi keluarga, menerima diri sebagai
pendamping, memiliki kesehatan yang baik, dan hubungan yang baik dengan
5
penerima pendampingan (Berg-Weger, Rubio,& Tebb, 2001). Ketika individu
mengalami simtom emosional berat dan sinyal biologis yang menandakan
munculnya gejala distres maka berlatih menyadari reaksi tubuh dapat dilakukan
dengan meningkatkan kondisi mindfulness. Peningkatan mindfulness merupakan
cara meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap sensasi yang disampaikan
tubuh, termasuk dalam mengenali tanda-tanda stres (Sehnert, 1981; Lynn,
O’Donohue, & Lilienfeld, 2015).
Meditasi mindfulness bermanfaat mengurangi rasa sakit, perbaikan kualitas
tidur, meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien lansia yang
mengalami chronic low back pain (Morone, Lynch, Greco, Tindle, & Winer,
2008). Mindfulness-based stress reduction (MBSR) menurunkan tingkat stres,
meningkatkan spiritualitas (Chiesa & Serreti, 2009), meningkatkan kesehatan
mental dengan mengurangi stres, depresi, dan kecemasan pasien kanker payudara
(Zainal, Booth, & Huppert, 2013). Manfaat MBSR juga menurunkan afek negatif,
ruminasi pemikiran, kecemasan, meningkatkan afek positif dan self-compassion
konselor (Shapiro, Brown, & Biegel, 2007), meningkatkan well-being remaja
(Huppert & Johnson, 2010) dan dewasa (Carmody & Baer, 2008), mengurangi
rasa sakit (pain) dan simtom psikologis, meningkatkan kualitas hidup kesehatan
dan kesejahteraan pasien penyakit fisik kronis (Rosenzweig, dkk., 2010).
Meditasi berhubungan dengan state effect yaitu perubahan yang terjadi
saat meditasi dan trait-like effect yaitu perubahan bertahap setelah praktik
meditasi secara terus menerus. Saat melakukan meditasi (meditative state) terjadi
aktivasi dorsolateral prefrontal ortex yaitu area yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan dan atensi. Perubahan trait-like berhubungan dengan
vitalitas korteks yaitu terbentuknya perlindungan terhadap penipisan korteks yang
terjadi normal pada usia lanjut (Treadway & Lazar, 2009). Meditasi juga
meningkatkan aktivasi pada cingulate cortex, terutama pada bagian anterior
(anterior cingulate cortex, ACC) yang berperan untuk mengintegrasikan atensi,
motivasi, dan kontrol motor (Davidson, 2006; Treadway & Lazar, 2009).
6
Berdasarkan uraian di atas disusun hipotesis “Program Mindfulness dapat
meningkatkan kualitas hidup kesehatan pada pendampingskizofrenia”. Program
Mindfulness berikut menggunakan modalitas kelompok yang memfasilitasi
dukungan kelompok, kondisi suportif, dan kohesivitas kelompok (Bergh,
Landreth, &Fall, 2006). Penelitian ini dapat memperkaya pengembangan ilmu dan
praktik Psikologi Klinis, Psikologi Positif, dan Psikologi Kesehatan. Kerangka
konseptual penelitian digambarkan pada bagan di bawah ini.
Permasalahan
Karakteristik skizofrenia:
 Simtom positif, simtom negatif,
simtom disorganisasi
 Masa penyembuhan berlangsung lama
dan tidak pasti
 Stigma terhadap keluarga ODS
Karakterisitik
Pendamping
Skizofrenia
Tantangan pendampingan:
ODS menolak minum obat,
perilaku ODS tidak terkontrol,
ODS melukai diri sendiri dan
orang lain
Persepsi pendamping terhadap pengalaman pendampingan
Expressed Emotion yang tinggi (mengkritik ODS, sikap
bermusuhan, terlalu terlibat)
Kualitas hidup-kesehatan menurun:
 Simtom psikologis: khawatir akan
kondisi ODS, cemas, putus asa,
depresi, merasa bersalah
 Simtom sosial: interaksi pendamping
terganggu, kesepian, merasa kurang
mendapat dukungan sosial
 Simtom fisik: gangguan kesehatan
dan gejala somatis
Program Mindfulness
 menyadari proses internal
(pikiran, perasaan, reaksi tubuh)
dan situasi (lingkungan dan
orang lain)
 menerima setiap pengalaman,
melepaskan emosi negatif,
menumbuhkan emosi positif
koping stres adaptif, melepaskan beban, menumbuhkan
belas kasihan dan cinta terhadap diri sendiri dan orang lain
Kualitas hidup-kesehatan meningkat
Kesehatan fisik, psikologis, dan sosial semakin baik
Gambar 1. Kerangka konseptual program mindfulness untuk meningkatkan
kualitas hidup kesehatan pendamping skizofrenia
7
METODE
Variabel Penelitian
Variabel bebas
: Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia
Variabel tergantung
: Kualitas hidup kesehatan yang didefinisikan sebagai
persepsi subjektif individu secara keseluruhan mengenai dampak gangguan atau
penyakit dan intervensi terhadap aspek fisik, psikologis, dan sosial dalam
kehidupan sehari-hari (EUnetHTA, 2013).
Subjek Penelitian
Karakteristik inklusi subjek penelitian adalah sebagai berikut:
1. kategori usia dewasa (25-60 tahun),
2. tidak memiliki diagnosis gangguan mental dan fisik kronis (cacat fisik) yang
menyulitkan untuk mengikuti program,
3. mendampingi hanya satu ODS (anggota keluarga) dengan kriteria ODS:
a. mengalami skizofrenia berdasarkan diagnosis F.20 PPDGJ III,
b. tidak memiliki gangguan fisik (cacat fisik, penyakit fisik kronis).
4. melakukan tugas pendampingan meliputi merawat dan mengawasi ODS,
bertanggungjawab untuk konsultasi dokter ODS, dan tinggal bersama ODS,
5. mampu baca tulis, memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
InstrumenPenelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen, yaitu:
1. Cognitive and Affective Mindfulness Scale-Revised (CAMS-R)
Blue-print skala CAMS-R untuk mengukur mindfulness adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Blue-print Skala CAMS-R
No.
Aspek
1.
Attention (Perhatian)
2.
Present focus (Fokus
pada saat ini)
3.
4.
Awareness (Kesadaran)
Acceptance
(Penerimaan)
Indikator
Kemampuan untuk mengatur
dan mengarahkan perhatian
Berorientasi terhadap masa kini
atau pengalaman yang sedang
terjadi
Menyadari setiap pengalaman
Menerima setiap pengalaman
tanpa menilai
Total
No.
Jumlah
Aitem
1,5,11
3
6,10
2
4,7,8
2,3,9
3
3
11
8
2. Informed consent
Informed consent berisi penjelasan mengenai proses pelaksanaan program,
manfaat, dan kerugian yang akan diperoleh subjek penelitian dan disertakan
lembar kesediaan subjek mengikuti penelitian.
3. Skala Short Form 36 (SF 36)
Berikut blue-print Skala SF 36 untuk mengukur kualitas hidup kesehatan:
Tabel 2. Blue-print Skala Short Form 36
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Aspek
Fungsi fisik
Indikator
Keterbatasan aktivitas fisik karena
masalah kesehatan
Peran fisik Keterbatasan peran dalam aktivitas
karena masalah kesehatan
Nyeri tubuh Sejauh mana rasa nyeri mengganggu
kehidupan sehari-hari
Kesehatan
Status kesehatan fisik secara umum
umum
Vitalitas
Perasaan penuh semangat dan memiliki
energi
Fungsi
Terbatasnya pelaksanaan aktivitas
sosial
sosial karena masalah fisik atau emosi
Peran
Kurangnya peran dalam aktivitas
emosi
karena masalah emosional
Kesehatan
Kesehatan mental umum mencakup
mental
kecemasan, depresi, hilangnya kontrol
emosi dan peran kesejahteraan
psikologis
Jumlah
No. Aitem
Jumlah
2, 3, 4, 5, 6,7,
8
8, 9
10, 11, 12, 13
4
18,19
2
1, 30, 31, 32
4
23, 27, 29, 31
4
17,29
2
14, 15, 16
3
21, 22, 23, 25,
27
5
32
4. Skala Ukur Diri (SUD)Subjek
Skala Ukur Diri (SUD) merupakan cek manipulasi berisi aitem-aitem yang
merupakan breakdown dari indikator keberhasilan setiap sesi. Tujuan SUD
adalah untuk mengetahui apakah subjek mengalami dampak dari mengikuti
instruksi setiap sesi. Respon aitem berupa penilaian subjektif yang berada pada
rentang angka 1 (pernyataan tidak sesuai kondisi subjek) hingga 7 (pernyataan
sesuai kondisi subjek.
5. Modul ProgramMindfulnessuntukPendamping Skizofrenia
Modul Program Mindfulness merupakan panduan bagi fasilitator menjalankan
intervensi. Modul disusun peneliti dengan mengacu pada Manual Prosedur
9
Terapi Kognitif Berbasis Mindfulness (Setyoningrum, 2015). Berikut kisi-kisi
modul Program Mindfulness untuk pendamping skizofrenia. (Modul terlampir).
Tabel 3. Kisi-kisi Modul Program Mindfulness Pendamping Skizofrenia
Sesi
Waktu
Pembu- 20
kaan
menit
Sesi 1
50
menit
20
menit
45
menit
Sesi 2
15
menit
Sesi 3
75
menit
Sesi 4
75
menit
Sesi 5
75
menit
Sesi 6
75
menit
Sesi 7
75
menit
50
menit
Sesi 8
10
menit
25
menit
Kegiatan
Penyambutan,
Perkenalan, Pengisian
Informed Consent dan
kontrak kelompok
1. Psikoedukasi
“Tantangan sebagai
Pendamping
Skizofrenia”
2. Penjelasan
Mindfulness
1. Meditasi Pernafasan
(Breathing Meditation)
2. Diskusi kelompok,
pemberian tugas
rumah, penutup
Meditasi Membuka
Kesadaran (Open
Awareness)
Meditasi Sensasi Tubuh
(Body Scan)
Meditasi Melepaskan
Keinginan (Letting Go)
Meditasi Belas Kasih
(Compassionate
meditation)
Meditasi Cinta Kasih
(Loving-kindness
Meditation)
1. Mindfulness dalam
kehidupan sehari-hari
2. Perencanaan praktik
mindfulness
3. Evaluasi program dan
penutup
Tujuan
Menyambut peserta, menjelaskan tujuan
pelaksanaan program, menjalin keakraban
antar peserta dan fasilitator, menandatangani
Informed Consent dan kontrak kelompok
1. Peserta menyadari peran sebagai
pendamping mempengaruhi kondisi
pendamping, menyadari dan mengenali
gejala stres dan beban psikologis,
menyadari perlunya memiliki koping stres
dan dukungan sosial
2. Peserta memahami konsep mindfulness,
manfaat dan sikap menggali mindfulness
1. Peserta mampu berlatih memusatkan
perhatian pada nafas dan menyadari setiap
sensasi yang muncul
2. Peserta berbagi pengalaman manfaat
meditasi pernafasan, kesimpulan sesi, dan
tugas mindfulness informal
Peserta mampu memusatkan perhatian pada
pernapasan, menumbuhkan sikap ingin tahu,
keterbukaan dan penerimaan terhadap emosi
dan pikiran serta menyadari berbagai proses
dalam diri
Peserta mampu menyadari, mengenali, dan
mengamati sensasi tubuh pada dirinya
Peserta mampu melepaskan perasaan-perasaan
negatif yang tertahan dalam diri
Peserta menumbuhkan emosi positif, sikap
penghargaan dalam dirinya, dan empati pada
orang lain
Peserta menguatkan emosi-emosi positif,
penghargaan, dan cinta terhadap diri dan
orang lain
1. Peserta memahami dan dapat
mempraktikkan teknik mindfulness dalam
melakukan kegiatan sehari-hari
2. Peserta berbagi manfaat dari program dan
membuat rencana praktik mindfulness
3. Peserta mengutarakan perubahan yang
dialami selama mengikuti program dan
feedback terhadap program
10
6. Lembar Observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar observasi ketercapaian sesi, lembar
observasi proses pelaksanaan program, dan lembar observasi peserta.
Observasi ketercapaian sesi mengecek apakah setiap indikator keberhasilan
setiap sesi tercapai atau tidak. Observasi proses pelaksanaan program mencatat
observasi proses kelompok dalam bentuk rating 1-5 mengenai seberapa baik
peserta memahami instruksi, melibatkan diri dalam diskusi, memberi perhatian
pada fasilitator, dan sikap mendengarkan sharing peserta lain.
7. Buku Harian
Buku harian berisi lembar pencatatan praktik mindfulness di rumah bagi
subjek. Buku harian terdiri dari dua, yaitu: buku harian selama masa program
dan buku harian masa follow-up (posttest-2). Informasi dari buku harian adalah
lamanya subjek mempraktikkan mindfulness (formal dan informal) dan
perubahan yang dirasakan oleh subjek pada aspek fisik dan emosi.
8. Lembar Evaluasi
Lembar evaluasi terdiri dari lembar evaluasi oleh observer yang diisi setiap
pertemuan dan lembar evaluasi oleh subjek yang diisi pada akhir program.
Observer menilai aspek fasilitas program, keterampilan fasilitator, proses
pelaksanaan program, dan keadaan subjek. Peserta menilai aspek fasilitas
program, keterampilan fasilitator, dan proses pelaksanaan program.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan one group design with double pretest and double post
tests (Shadish, Cook, & Campbell, 2002).
NR
O1
O2
X
O3
Gambar 2. Desain Penelitian
O1 : pengukuran pertama sebelum perlakuan(pretest-1)
O2 : pengukuran kedua sebelum perlakuan (pretest-2)
O3 :pengukuran setelah perlakuan (posttest-1)
O4 : pengukuran setelah perlakuan (posttest-2)
X : Perlakuan berupa Program Mindfulness pada PendampingSkizofrenia
O4
11
Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Skala
1) Penyusunan Skala
Skala SF 36 yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari SF 36
untuk pasien hipertensi yang digunakan oleh Purnamaningsih (2015).
Modifikasi dilakukan pada petunjuk pengisian sehingga subjek mengecek
kondisi kesehatan yang dimaksud adalah kondisi kesehatan umum bukan
spesifik karena hipertensi dan perubahan pada rentang waktu recall dari empat
minggu menjadi dua minggu. Skala CAMS-R merupakan cek manipulasi yang
digunakan oleh Setyoningrum (2015). Skala CAMS-R diadaptasi dari versi asli
(Feldman, Hayes, Kumar, Greeson, & Laurenceau, 2006).
2) Reliabilitas dan Validitas Skala
Skala dinilai oleh lima orang professional judgement yang merupakan
mahasiswa Magister Psikologi Profesi Klinis UGM. Skala dinilai seberapa baik
aitem dapat dipahami dan kesesuaian aitem dengan indikator dari aspek
variabel. Analisis Aiken-V mendapatkan rerata nilai Aiken-V pada skala SF 36
adalah 0,89 dan rerata nilai Aiken-V skala CAMS-R adalah 0,86. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua skala memiliki validitas isi yang baik sehingga
dapat dilanjutkan pada proses uji coba lapangan.
Skala SF 36dan CAMS-R diujicobakan pada 121 orang dengan rentang
usia 22-56 tahun. Nilai Alpha Cronbach adalah sebesar 0,908 dengan corrected
item total berada pada rentang 0,153-0,652. Terdapat empat aitem yang
menunjukkan daya beda dibawah 0,30 yaitu aitem 2 (0,153), aitem 5 (0,171),
aitem 6 (0,247), dan aitem 34 (0,266). Peneliti mengeliminasi keempat aitem
tersebut sehingga diperoleh nilai Alpha Chronbach 0,912 pada 32 aitem Skala
SF 36. Nilai Alpha Cronbach yang diperoleh pada skala CAMS-R adalah
sebesar 0,741 dengan nilai corrected item total correlation berada pada
rentang-0,114 hingga 0,662. Peneliti mengeliminasi satu aitem dengan batas
12
nilai daya beda aitem adalah 0,20 sehingga diperoleh nilai Alpha Chronbach
yaitu 0,780 pada sebelas aitem CAMS-R.
b. Persiapan Modul
Tahap persiapan modul adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan Modul
Modul Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia disusun oleh
peneliti dengan mengacu pada Manual Prosedur Terapi Kognitif Berbasis
Mindfulness pada Orang dengan Lupus (Setyoningrum, 2015). Bagian yang
diacu dari buku panduan sebelumnya adalah sebagai berikut: (a) Metode dan
prosedur meditasi mindfulness tanpa mengikutsertakan materi terapi kognitif,
(b) Memodifikasi instruksi meditasi yaitu: pernafasan, meditasi body scan
(menyadari sensasi tubuh), meditasi letting go (melepaskan keinginan), dan
meditasi compassion (belas kasih), (c) Peneliti mengubah materi pengantar
yaitu materi psikoedukasi mengenai terapi kognitif berbasis kesadaran penuh
(mindfulness) diubah menjadi informasi mengenai program, sementara
psikoedukasi mengenai mindfulness dimasukkan pada sesi pertama, (d)
Menambahkan sesi meditasi loving-kindness (cinta kasih).
2) Proses Validasi Modul
Proses validasi isi modul dilakukan melalui penilaian oleh tiga orang
penilai yang dianggap ahli atau professional judgement. Penilai terdiri dari
seorang psikolog bidang klinis, psikolog pendidikan yang mendalami meditasi
mindfulness dan yoga, serta seorang mahasiswa magister psikologi profesi
bidang klinis yang juga aktif mempraktikkan meditasi. Rerata keseluruhan
penilaian terhadap kesesuaian kegiatan, tujuan, dan indikator keberhasilan
setiap sesi yang diberikan adalah sebesar 4,78 dengan rentang penilaian 1
(sangat tidak sesuai) hingga 5 (sangat sesuai). Hal ini berarti penilai
memandang kegiatan yang dilakukan dalam tiap sesi dalam modul sudah sesuai
dengan tujuan dan indikator keberhasilan sesi. Hasil analisis validasi konten
diperoleh nilai Aiken-V modul dari tiga orang penilai bergerak dari angka 0,67
hingga 1,00, dengan nilai rata-rata 0,84. Hal ini menunjukkan bahwa modul
memiliki validitas isi yang tergolong baik.
13
3) Persiapan Fasilitator, Ko-fasilitator, dan Observer
Fasilitator adalah psikolog klinis yang memiliki ketertarikan, pemahaman
dan pengalaman melakukan intervensi berbasis mindfulness. Persiapan
fasilitator pada 15 Februari 2016 meliputi penyampaikan materi dalam modul,
menjelaskan
tujuan,
dan
gambaran
proses
pelaksanaan
intervensi.
Ko-fasilitator adalah mahasiswa magister profesi yang telah mengikuti praktik
kerja profesi psikologi. Observer adalah mahasiswa psikologi sarjana atau
magister yang telah lulus kuliah observasi. Persiapan ko-fasilitator dan
observer pada 16 Februari 2016 meliputi penjelasan program, aspek yang
diobservasi dan penjelasan lembar observasi yang digunakan.
c. Proses Perijinan
Peneliti mengurus perijinan melalui surat yang dikeluarkan oleh Magister
Psikologi Profesi UGM ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan dan Dinas
Perijinan Kota Yogyakarta. Selanjutnya surat ijin dari Dinas Perijinan ditujukan
kepada Kepala Puskesmas Gondomanan. Selanjutnya ijin untuk mendapatkan
ketersediaan calon subjek diperoleh dari komunitas pendamping skizofrenia
bentukan Rumah Sakit Jiwa Grhasia yaitu Paguyuban Laras Jiwa.
d. Uji Coba Modul
Uji coba modul dilaksanakan pada tanggal 18, 20, 22, dan 24 Februari 2016,
di gedung Fakultas Psikologi UGM. Subjek uji coba adalah tiga orang
pendamping skizofrenia; AS (laki-laki, 60 tahun), YY (perempuan, 43 tahun) dan
TR (perempuan, 49 tahun). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan
signifikan skor mindfulness pada subjek uji coba; rerata 35,67 (pretest) dan 40
(posttest) diperoleh nilai Z = -1,604, p=0,0545 (p≤0,05). Ceklis ketercapaian
tujuan sesi yang diisi oleh tiga orang observer menilai 97,22 %
indikator
keberhasilan sesi tercapai. Rerata keseluruhan penilaian adalah 0,96, dengan
penilaian tertinggi adalah 1,00 (ketentuan angka 1 berarti tujuan sesi tercapai dan
angka 0 berarti tujuan sesi tidak tercapai). Hasil analisis one-sample test
menunjukkan tidak terdapat perbedaan penilaian antar observer dengan nilai
t = -1,67, p=0,103 (p>0,05). Berdasarkan pengukuran dan hasil pengamatan
14
disimpulkan modul teruji sehingga dapat digunakan sebagai manipulasi pada
subjek eksperimen.
2. Tahap Pelaksanaan Program Mindfulness
Tahap pelaksanaan Program Mindfulness adalah sebagai berikut:
a. Pemilihan Subjek
Tahap pelaksanaan diawali dengan pemilihan subjek dengan memperhatikan
kriteria inklusi. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, manfaat keikutsertaan, dan
kerahasiaan subjek serta menanyakan kesediaan calon subjek dalam mengikuti
Program Mindfulness dalam empat kali pertemuan selama dua minggu.
b. Lokasi dan Jadwal Pengukuran serta Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program dilakukan di ruangan Fakultas Psikologi UGM.
Pengukuran kualitas hidup kesehatan dilakukan dua kali sebelum intervensi dan
dua kali setelah intervensi; pretest-1 (12-17 Februari 2106), pretest-2 (7 Maret
2016), posttes-1 (21-23 Maret 2016), dan Posttest-2 (7-8 April 2016). Jadwal
pelaksanaan program dilakukan sejak 7 Maret 2016 hingga 21 Maret 2016 dan
pertemuan tambahan pada 23 Maret 2016.
HASIL
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Informasi identitas subjek adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Informasi Identitas Subjek Penelitian
Inisial
Usia
(th)
Jenis
Kelamin
S
W
47
55
Laki-laki
Laki-laki
E
56
L
34
Status
Marital
Menikah
Menikah
Tidak
Perempuan
Menikah
Perempuan Menikah
Pendidikan
SMP
D3
SMA
SMA
Hubungan
Lama
dengan
Mendampingi
ODS
ODS (thn)
Wiraswasta
Suami
19
Wiraswasta
Kakak
14
Wiraswasta
Kakak
10
Pekerjaan
Wiraswasta
Adik
1,5
15
2. Hasil Pengukuran Kualitas Hidup kesehatan
Hasil pengukuran SF 36 adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas hidup kesehatan (SF 36)
Subjek
S
W
Pretest-1
Skor
Kategori
1900
Rendah
2650
Sedang
E
2850
Tinggi
L
Rerata
2225
2406,25
Rendah
Sedang
Skor Kualitas Hidup kesehatan
Pretest-2
Posttest-1
Posttest-2
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
2125
Rendah
2700
Tinggi
2725
Tinggi
2700
Tinggi
2550
Sedang
2650
Sedang
Sangat
2700
Tinggi
3075
2725
Tinggi
Tinggi
2450
Sedang
2650
Sedang
2825
Tinggi
2493,75 Sedang 2743,75 Tinggi 2731,25 Tinggi
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pretest-1 dan pretest-2, diperoleh nilai p=0,13 (p>0,05). Artinya tidak terjadi
maturitas dan regresi pada variabel kualitas hidup kesehatan sebelum subjek
mengikuti program. Grafik rerata skor kualitas hidup kesehatan sebagai berikut:
2800
2743.75
2731.25
2600
2400
2406.25
2493.75
SF-36
2200
Pretest-1 Pretest-2 Posttest-1 Post-test-2
Gambar3.Grafik Hasil Pengukuran Kualitas Hidup Kesehatan
Rerata skor kualitas hidup kesehatan mengalami peningkatan setelah subjek
mengikuti program. Analisis uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan skor kualitas
hidup tidak signifikan dengan nilai z = -1,461, p=0,07 (p>0,05). Artinya tidak
terdapat peningkatan kualitas hidup kesehatan yang signifikan pada subjek setelah
mengikuti intervensi. Selanjutnya pengukuran effect sie dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar efek Program Mindfulness terhadap kualitas hidup
kesehatan. Pengukuran effect size dilakukan dengan rumus r =
𝑧
√𝑁
, dimana nilai
Z= -1,461 dan N= 8 (jumlah pengukuran pada empat subjek). Hasil pengukuran
effect size menunjukkan r = - 0,517 yang berarti terdapat efek yang besar
16
(r = 0,50) (Field, 2009). Hasil tersebut menunjukkan bahwa mindfulness
memberikan efek yang besar terhadap kualitas hidup kesehatan.
3. Hasil Pengukuran Cek Manipulasi
Hasil pengukuran cek manipulasi adalah sebagai berikut:
a. Hasil Observasi Ketercapaian Sesi
Penilaian tercapai atau tidaknya tujuan sesi sesuai indikator keberhasilan
sesi diberikan oleh tiga orang observer. Rerata hasil observasi tujuan sesi tercapai
adalah sebesar 99,07%. Rerata penilaian adalah sebesar 0,98, dengan ketentuan
angka 1 berarti tujuan tercapai dan angka 0 berarti tujuan tidak tercapai (penilaian
tertinggi adalah 1,00). Analisis one-sample test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan penilaian antar observer, nilai t = -1,435 dengan p=0,160 (p>0,05).
Berdasarkan penilaian observer disimpulkan proses pelaksanaan program sesuai
dengan prosedur Program Mindfulness yang telah dirancang.
b. Skala CAMS-R
Skor mindfulness sebelum dan setelah intervensi adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Pengukuran Mindfulness
Subjek
S
W
E
L
Rerata
Skor Mindfulness
Pretest
Posttest
30
40
32
34
28
37
33
34
30,75
36,25
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan skor signifikan pada subjek
setelah mengikuti program mindfulness, dengan nilai Z = -1,826, p=0,034
(p ≤ 0,05). Artinya terdapat peningkatan mindfulness pada subjek setelah
mengikuti program mindfulness.
c. Skala Ukur Diri (SUD) Subjek
Hasil SUD selama mengikuti setiap sesi menunjukkan bahwa keempat
subjek dapat mengikuti dan memahami keseluruhan instruksi serta merasakan
manfaat hampir pada setiap sesi latihan meditasi ditandai dengan subjek memberi
poin 6 atau 7, namun pada beberapa poin sesi terdapat penilaian 5 poin.
17
Pelaksanaan Program Mindfulness
Pada pertemuan pertama, keempat subjek berbagi pengalaman sebagai
pendamping skizofrenia dan berlatih meditasi pernapasan. Keempat subjek
mengalami kesulitan mendampingi ODS; sulit mengarahkan ODS untuk merawat
diri dan meminum obat, sulit menangani ODS saat kambuh, kesulitan ekonomi,
dan mendapat stigma tetangga. Berbagai emosi muncul selama mendampingi
ODS seperti jengkel, marah, kasihan, kecewa mengingat ODS tidak dapat
membantu keluarga, merasa sendiri ketika anggota keluarga lain kurang peduli
pada ODS. Manfaat meditasi pernapasan yang dirasakan subjek yaitu merasa
lebih segar, bahagia, lebih tenang, lebih sabar, beban berkurang, lebih santai.
Pada sesi meditasi membuka kesadaran, subjek dipandu menyadari semua
apapun yang muncul pada kesadaran. Pada keempat subjek muncul berbagai
pengalaman masa lalu. Misalnya kejadian yang dialami Subjek W tahun 1983,
Subjek E bermain ketika SMA, dan permasalahan Subjek L yang tidak direstui
menikah. Pengecualian pada Subjek S yang melihat dirinya sebagai tulang-tulang
dan merasakan cahaya masuk ke badan.
Pada sesi meditasi menyadari sensasi tubuh, subjek dapat menyadari
berbagai sensasi pada bagian-bagian tubuh. Subjek W merasa sakit pada bagian
pundak, leher tegang, bahu pegal, dan kesemutan pada tangan kanan. Subjek E
merasa sakit di bagian kaki dan tangan sebelah kanan berat. Subjek L merasa
sangat tegang pada bagian atas tubuh (tengkuk, kepala) dan tangannya terasa
kesemutan, dan bagian kepala terasa berat. Sementara Subjek S merasa seperti
tidak menginjak lantai dan merasa seperti ada angin yang masuk ke dalam tubuh,
sampai hati/paru-paru, angin terasa seperti kincir angin. Pada akhir sesi fasilitator
menambahkan relaksasi otot sebagai yang dapat dipraktikkan subjek ketika
merasakan tegang pada bagian lengan dan tengkuk setelah meditasi.
Pada sesi meditasi melepaskan keinginan, subjek menyadari berbagai beban
yang dirasakan dan berlatih melepaskan beban. Subjek S mengingat masa lalu dan
muncul rasa bersalah pada anak, mengingat kebaikan orangtua subjek serta
18
pengalamannya saat remaja. Dari observasi tampak napas subjek tersengal-sengal.
Subjek S memikirkan tetangganya (seorang perempuan) yang menyenanginya
namun tidak dapat diresponnya sehingga subjek merasa bersalah. Subjek S
melepaskan beban tersebut dan muncul kekuatan bahwa keluarga dan rejeki
berasal dari Allah. Subjek W merasakan beban mengingat adiknya yang sering
kambuh, muncul pegal di punggung dan tegang di belakang pinggang. Subjek E
berlatih melepaskan beban adiknya sendiri, sementara muncul kesadaran adanya
kakak dan adiknya. Subjek L melepaskan keinginan untuk pindah dari lingkungan
rumahnya meskipun orang di sekitarnya sering menyakitinya. Subjek L menyadari
rasa bersalah karena sering melampiaskan kemarahannya pada anaknya.
Pada sesi meditasi belas kasih, subjek menyadari perbedaan emosi terhadap
orang yang pernah menyakiti dan yang dicintai. Subjek merasakan berbagai reaksi
tubuh ketika berlatih memaafkan dan menguatkan emosi positif terhadap diri dan
orang lain. Subjek S merasa badan panas saat mengingat orang yang pernah
mengecewakannya dan yang dikasihinya. Subjek merasa badannya lebih dingin
(netral) saat berlatih meminta maaf. Subjek W merasa senang saat mengingat
berkumpul dengan orang terdekat. Subjek E merasa sedih dan kecewa saat muncul
gambaran permasalahan dengan saudara dan ketidakpedulian keluarga pada ODS.
Subjek L merasa kecewa pada adiknya dan merasa sulit memaafkan.
Pada sesi meditasi cinta kasih, subjek dipandu menyampaikan doa dan
harapan untuk menguatkan emosi positif terhadap dirinya dan orang lain baik
yang dicintai maupun yang pernah menyakiti subjek. Subjek S merasakan udara
panas (sementara ruangan sejuk) dan napas mengalir dalam tubuh seperti berputar.
Subjek S merasa terharu, menangis ketika dicintai dan disayang. Subjek S
merasakan cinta kasih besar kepada Allah. Subjek W merasakan cahaya biru
masuk ke dalam tubuh dan merasa adem. Subjek L melihat cahaya putih sebagai
penunjuk jalan, seperti ada yang menuntun, dan melangkah lebih santai. Subjek E
merasa bersyukur bisa sehat sehingga bisa merawat ODS. Subjek E merasakan
cahaya masuk ke badan sehingga terasa lebih ringan, lebih tenang dan merasakan
cinta dan sayang pada saudaranya.
19
Pada sesi mindfulness dalam kehidupan sehari-hari, subjek bergantian
berperan sebagai pendamping yang sedang menghadapi ODS sambil menyadari
pikiran dan perasaan yang muncul (praktik mindfulness) melalui komunikasi.
Subjek W menyadari kekhawatiran ODS akan kambuh jika tidak minum obat dan
banyak alasan ODS menolak obat. Subjek W menangani ODS sambil melatihkan
kesabaran dengan mengulur waktu, merangkul, dan memberi hal lain sehingga
ODS lupa alasannya dan mau meminum obat. Subjek L menyadari harapannya
ODS bisa sembuh, bisa jalan-jalan atau sharing bersama lagi. Subjek L memberi
alasan seperti mengatakan obat tersebut adalah vitamin dan ODS dijanjikan
hadiah jalan-jalan agar ODS mau meminum obat. Subjek S menyadari kondisi
ODS yang sulit minum obat sehingga subjek tetap menjaga kondisinya tetap
tenang sambil mengikuti alur mood ODS. Subjek E menyadari emosinya yang
terkadang mengancam memandikan ODS ketika sulit diarahkan. Subjek E
berusaha membujuk ketika kesulitan menghadapi ODS minum obat.
DISKUSI
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah program mindfulness
dapat meningkatkan kualitas hidup kesehatan pada pendamping skizofrenia.
Terdapat peningkatan rerata skor kualitas hidup kesehatan subjek setelah
mengikuti program mindfulness. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan
kualitas hidup kesehatan tidak signifikan yang ditunjukkan dengan nilai z = -1,461,
p=0,07 (p>0,05). Berdasarkan analisis disimpulkan program mindfulness tidak
teruji meningkatkan kualitas hidup kesehatan pendamping skizofrenia. Sementara
hasil pengukuran effect size menunjukkan r = -0,517 (r=0,50) yang berarti terdapat
efek yang besar (Field, 2009). Artinya mindfulness memberikan efek terhadap
peningkatan kualitas hidup kesehatan.
Tujuan Program Mindfulness untuk Pendamping Skizofrenia disimpulkan
tercapai melalui cek manipulasi. Observasi ketercapaian sesi adalah 99,07% dan
rerata penilaian observer adalah 0,98, dengan ketentuan angka 1 berarti tujuan sesi
tercapai dan angka 0 berarti tujuan sesi tidak tercapai. Analisis dengan uji
Wilcoxon menunjukkan peningkatan mindfulness signifikan setelah subjek
20
mengikuti pogram, diperoleh Z = -1,826, p=0,34 (p≤0,05). Hasil cek manipulasi
rerata skala ukur diri menunjukkan semua subjek memahami penjelasan setiap
sesi, dapat mengikuti instruksi, dan merasakan manfaat setiap sesi meditasi.
Semua subjek merupakan satu-satunya anggota keluarga yang tersedia
mendampingi ODS. Hubungan ganda anggota keluarga dan pendamping
merupakan salah satu konflik yang muncul saat mendampingi ODS (Gilbar &
Ben-Zur, 2002). Keempat pendamping mengalami berbagai kesulitan ketika
menghadapi ODS
kambuh, kerugian materi yang besar, merasa sendiri dan
kurang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan. Hal ini mendukung
berbagai penelitian yang menunjukkan berbagai beban psikologis yang dialami
pendamping skizofrenia seperti frustrasi, stigma, dan kesepian (Chan, 2011),
kurangnya dukungan sosial keluarga dan masalah ekonomi (Gulseren dkk., 2010).
Subjek dapat mendapatkan manfaat selama mempraktikkan meditasi
mindfulness baik secara formal maupun informal saat pertemuan dan praktik di
rumah. Subjek dapat menyadari dan mengenali perubahan reaksi tubuh
berhubungan dengan pikiran, dan kondisi emosional. Teknik meditasi yang paling
sering dipraktikkan subjek adalah meditasi pernapasan, menyadari sensasi tubuh,
dan belas kasih. Meditasi pernapasan adalah teknik yang paling mudah
dipraktikkan subjek dan manfaatnya dapat langsung dirasakan subjek seperti
menenangkan pikiran, merasa lebih sabar, dan merileksan tubuh. Subjek
mendapat insight menggunakan meditasi pernapasan untuk lebih menikmati setiap
kegiatan dan tidak terburu-buru. Kabat-Zinn (1990) menjelaskan proses fokus
pada napas bermanfaat langsung terhadap tubuh. Lebih banyak suplai oksigen
yang diterima tubuh maka semakin optimal organ tubuh berfungsi. Fokus
terhadap napas ketika individu sedang memikirkan banyak hal dapat mencegah
ketegangan sehingga efektif untuk menenangkan dan menstabilkan pikiran.
Selama praktik meditasi menyadari sensasi tubuh, subjek dapat menyadari
berbagai sensasi pada bagian-bagian tubuh, seperti sakit di pundak, leher tegang,
bahu pegal, kesemutan pada tangan, sakit di bagian kaki, tangan sebelah kanan
berat, dan bagian kepala terasa berat. Subjek dapat berlatih mengarahkan napas
pada bagian tubuh yang dirasa kurang nyaman, tegang, atau nyeri. Berbagai reaksi
21
ketidaknyamanan, rasa nyeri atau sakit merupakan cara tubuh menyampaikan
terjadinya ketidakseimbangan proses internal tubuh. Reaksi tersebut muncul dan
menuntut untuk disadari agar individu melakukan usaha untuk mempertahankan
kesehatan (Brownstein, 2005). Meditasi body scan menjadi cara detoksifikasi
yang dapat dilakukan kapan saja. Sikap menerima setiap reaksi tubuh yang
muncul dan melepaskan ketegangan mendukung kesembuhan dengan memulihkan
perasaan keutuhan dan kesatuan dengan tubuh (Kabat-Zinn, 1990).
Pengalaman subjek mempraktikkan meditasi melepaskan keinginan
memunculkan kesadaran akan pengalaman masa lalu dan orang-orang dalam
kehidupan subjek seperti orangtua, istri, anak, kakak, adik. Subjek menyadari
emosi yang muncul seperti rasa bersalah pada ODS dan pada anak, serta
mengikhlaskan kejadian yang menyakitkan. Emosi yang terkait dengan kejadian
atau hubungan yang kurang baik dengan orang di masa lalu memunculkan
berbagai ketidaknyamanan secara fisik. Aktivitas mental seseorang dapat
mempengaruhi reaksi tubuh dan mempengaruhi kesehatan (Brownstein, 2005).
Hubungan yang kurang baik, situasi pendampingan yang melelahkan, dan harapan
berada pada situasi yang berbeda menjadi stresor yang dialami pendamping.
Plante (2010) menjelaskan bahwa penderitaan berasal dari sulitnya menerima
kenyataan yang tidak sesuai harapan dan kuatnya keinginan menggenggam
pikiran yang sehingga muncul berupa ketegangan, tekanan dan penderitaan.
Selama melakukan meditasi belas kasih, subjek merasakan munculnya
emosi positif, menghargai diri dan orang lain serta menyadari reaksi tubuh saat
melepaskan emosi negatif dan memaafkan. Meditasi belas kasih dengan
visualisasi dan imagery melibatkan kondisi kesadaran (state of mind) yang
mengarahkan energi dan perhatian selama praktik meditasi (Kabat-Zinn,1990).
Visualisasi dalam meditasi menjadi salah satu cara penyembuhan yang dapat
mentransformasi pola mental negatif menjadi positif (Thondup, 1996).
Pengalaman subjek mempraktikkan meditasi cinta kasih berupa munculnya
cinta dan rasa terharu ketika membayangkan dirinya dicintai, merasakan cinta
pada Allah, tenang, dan bersyukur. Salah satu subjek menyadari rasa tidak
22
nyaman ketika menyampaikan doa dan harapan pada orang yang pernah
menyakiti. Praktik meditasi cinta kasih melatih individu mengarahkan energi
penyembuhan yang melibatkan perasaan cinta dan kebaikan pada diri sendiri,
hubungan, dan orang lain (Kabat-Zinn, 1990).
Subjek mempraktikkan mindfulness secara formal dan informal dalam
kehidupan sehari-hari. Subjek merasakan manfaat mindfulness terhadap fisik dan
emosi. Rata-rata subjek mempraktikkan mindfulness sepuluh menit sehari pada
saat malam hari sebelum tidur atau pagi hari setelah bangun serta saat melakukan
pekerjaan rumah atau sholat. Menurut Kabat-Zinn (1990) praktik mindfulness
dengan hanya berfokus pada napas selama lima atau sepuluh menit setiap hari
bermanfaat untuk menyegarkan dan menyembuhkan.
Proses meditasi bersifat pengalaman subjektif. Pengalaman meditasi
individu diketahui melalui sharing individu dalam kelompok. Keempat subjek
kooperatif dan nyaman berada dalam kelompok. Interaksi saling menanggapi
cerita atau memberikan feedback lebih terlihat pada sesi sharing pengalaman
pendampingan. Menurut Berg, Landreth, dan Fall (2006) adanya sikap kooperatif
dan mampu mengekspresikan perasaan negatif, dan usaha mempengaruhi anggota
kelompok menunjukkan sebagian dari berbagai indikasi kohesivitas kelompok.
Beberapa ancaman validitas eksperimen terhadap penarikan kesimpulan
dalam penelitian ini terutama ancaman terhadap validitas kesimpulan statistik dan
validitas internal eksperimen. Ancaman terhadap validitas kesimpulan statistik
adalah jumlah subjek yang kecil dan faktor ekstranous pada setting eksperimen
(Shadish, dkk, 2002). Jumlah subjek yang kecil melemahkan analisis data secara
statistik untuk pengambilan keputusan. Hal ini senada dengan pernyataan Ellis
(2010) yang mengatakan bahwa semakin kecil jumlah sampel maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya hasil yang signifikan secara statistik, namun tidak
mempengaruhi besarnya efek (effect size). Pengukuran efek dapat menunjukkan
makna dari hasil secara praktis meskipun tidak signifikan atau disebut signifikansi
praktis (practical significance). Faktor kondisi ruangan ketika berlatih meditasi
mengalami beberapa gangguan pada pertemuan pertama sesi kedua dan pertemuan
kedua. Hal ini disebabkan subjek L membawa kedua anak laki-lakinya yang
23
sesekali bermain di dalam ruangan. Faktor waktu juga mempengaruhi proses yaitu
adanya tambahan waktu sementara ruangan akan dipakai pihak lain.
Ancaman terhadap validitas internal pada penelitian ini berupa selection dan
history (Shadish, dkk, 2002). Faktor seleksi berupa adanya salah satu subjek yang
telah memiliki skor kualitas kesehatan pada kategori tinggi sebelum intervensi dan
salah satu subjek lainnya memiliki pengalaman meditasi saat remaja. Hal ini
menunjukkan variasi kondisi subjek tidak dikontrol. Faktor sejarah (history)
berupa peristiwa yang dialami subjek dalam kehidupan pribadi yang
mempengaruhi kondisi selama masa penelitian. Subjek W mengalami penurunan
skor kualitas hidup kesehatan pada posttest-1 berhubungan dengan kondisi subjek
menurun karena mengurus ayahnya rawat inap di rumah sakit. Kondisi Subjek E
menurun karena adanya wacana penjualan rumah keluarga sehingga subjek
khawatir melihat kondisi ODS yang kambuh.
Beberapa keterbatasan pada proses penelitian ini adalah: a) situasi yang
kurang kondusif pada beberapa sesi, kurangnya antisipasi plot waktu pemakaian
ruangan, b) keterbatasan jumlah subjek sehingga lemah terhadap penarikan
kesimpulan statistik, c) kurangnya kontrol terhadap seleksi subjek, misalnya lama
pendampingan ODS dan pengalaman meditasi subjek, d) penyajian Skala SF 36
tidak sesuai jumlah aitem setelah uji coba skala.
Download