BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek–aspek Kepribadian Aspek

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek–aspek Kepribadian
Aspek–aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages
diantaranya adalah materi (stuff), struktur (structure), dan kulitas kepribadian (sistem
dorongan-dorongan). Materi/bahan merupakan salah satu aspek yang berkaitan
dengan semua kemampuan (daya) pembawaan dengan seluruh talentanya
(keistimewaannya). Struktur dipandang sebagai sifat bentuk. Perbedaan tingkah laku
dipengaruhi oleh dua kekuatan yakni kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat
(Suryabrata, 2011).
Terjadi perlawanan ataupun kebalikan antara kemauan dan perasaan. Dua hal
inilah yang menjadi dasar daripada sistem dorongan–dorongan Klages (Suryabrata,
2011). Watak (character) merupakan disposisi antara kemauan dengan perbuatan.
Pernyataan ini merupakan teori yang dikemukakan oleh E. Meumann. Selanjutnya,
Meumann mengemukakan ada tiga aspek pokok yang terkandung dalam kemauan,
diantaranya adalah aspek yang mempunyai dasar kejasmanian (intensitas/kekuatan
kemauan, lama/tidaknya orang akan melakukan kemauan, taraf perkembangan
kemauan), aspek afektif yakni aspek yang berhubungan sifat-sifat dasar perasaan
(berdasarkan atas mudah tidaknya terpengaruh, berdasarkan kualitas, berdasarkan
intensitas, berdasarkan lama berlangsungnya, berdasarkan pengaruh, berdasarkan
genesis, berdasarkan hubungan/isi kesadaran, berdasarkan hubungan dengan subjek),
dan aspek kecerdasan/intelligence (berhubungan dengan sifat kerja mental,
melingkupi taraf kebebasan intelektual, dan melingkupi perbedaan dengan cara
berpikir) (Suryabrata, 2011).
B. Adversity Quotient (AQ)
1. Definisi
Dalam kamus bahasa Inggris adversity quotient terbagi atas dua kata,
yaitu adversity dan quotient. Jika diartikan tiap kata, adversity berasal dari kata
adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan atau kemalangan. Dapat
diartikan bahwa adversity adalah kesulitan atau ketidakberuntungan atau
kemalangan. Quotient dalam kamus bahasa inggris adalah kualitas/karakteristik
dalam suatu pengukuran kemampuan (Hasanah, 2010).
Adversity Quotient merupakan teori yang dimunculkan oleh Paul G.
Stoltz, Ph.D. Menurut Stoltz (2003) Adversity Quotient yang diartikan kedalam
bahasa Indonesia adalah Mengatasi Kesulitan (MK). AQ (MK) adalah gambaran
pola prilaku manusia dalam menghadapi kesulitan disuatu keadaan baik yang
sederhana maupun yang lebih kompleks.
AQ memiliki tiga bentuk (Stoltz, 2000) yakni; bentuk kerangka
konseptual baru sehingga dapat memahami dan meningkatkan kesuksesan, untuk
suatu pengukuraan dari merespon sebuah kesulitan, dan suatu peralatan ilmiah
yang dimiliki untuk memperbaiki respon kesulitan.
2. Tiga Batu Pembangun AQ
AQ merupakan faktor utama dalam menentukan sebuah pendakian
menuju kesuksesan. Didalam tubuh AQ dibangun oleh tiga ilmu pengetahuan.
Tiga cabang ilmu pengetahuan ini adalah Psikologi kognitif, ilmu kesehatan yang
baru, dan ilmu pengetahuan tentang otak (Stoltz, 2000).
Psikologi kognitif merupakan hal yang mengenai adanya pemahaman
seseorang dalam bentuk motivasi, efektivitas, dan dan kinerja manusia. Ilmu
kesehatan yang baru meliputi cara seseorang bagaimana merespon keadaan
Comment [A1]: Referensi hanya nama
akhir saja, tidak menggunakan inisial.
dirinya dalam menghadapi peristiwa-peristiwa dan dapat mengendalikan akibat
dalam kesehatannya dan kemampuannnya dalam mendaki kesuksesan.
Berdasarkan penjelasan Dr. Nuwer bahwa proses belajar berlangsung di otak
bawah sadar (otak yang berwarna kelabu). Namun, jika seseorang mengulang
kembali pola pikiran atau prilaku yang baru, hal ini akan berpindah ke otak
bawah sadar yang bersifat otomatis (Stoltz, 2000).
3. Dimensi Penyusunan AQ
AQ
(Stoltz,
memiliki empat dimensi penyusun. Penyusunnya disebut CORE
2003) yaitu: C (Control/kontrol), O (Ownership/kepemilikan), R
(Reach/jangkauan), dan E (Endurance/kemampuan).
Control/pengendalian memiliki dua komponen penyusunnya. Pertama,
kemampuan seseorang yang diukur atas sejauh mana dalam hal positif dalam
mengatasi
kesulitan.
Kedua,
sejauh
mana
seseorang
mengendalikan
tanggapannya terhadap suatu situasi. Pengendalian adalah tindakan mengatur
suatu keadaan agar menjadi efektif. Pengendalian tanggapan yang tertunda yakni
jenis pengendalian yang paling umum. Misalnya, seseorang yang marah dengan
menunjukkan kejengkelannya, kemudian berpikir jernih setelah peristiwa itu
terjadi. Pengendalian tanggapan spontan yakni jenis pengendalian dengan tingkat
yang paling tinggi. Misalnya, seseorang yang terburu–buru berangkat kerja,
kemudian mengendarai mobil secepat mungkin dan menabrak pinggiran trotoar
hingga hampir mengelami kecelakaan. kemudian, setelah kejadian itu mobil
terhenti dan kemudian melanjutkan perjalanan kembali seperti tidak terjadi apaapa.
Ownership atau kepemilikan adalah suatu keadaan dimana seseorang
dapat mengendalikan dirinya sendiri dalam menghadapi situasi tanpa
memandang penyebabnya. Reach atau jangkauan mengukur merupakan suatu
kemampuan seseorang barada di dua linkungan yakni linkungan kerja dan
kehidupannya yang lain. Endurance yakni kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam melewati kesulitan yang telah lama hingga dan mencari solusi lain untuk
mempersingkat kesulitan tersebut.
4. Pengukuran Adversity Quotient (AQ)
Dalam pengukuran ukuran AQ, tidak terlepas dari empat komponen
penyusunnya yakni CORE. Pengukuran AQ dikategorikan sebagai berikut
(Stoltz, 2000):
a) AQ Tinggi (178–200)
Seseorang dengan AQ ini memiliki kemampuan mengendalikan kesulitan
secara baik. Bila terjadi kesulitan, mereka mampu mengendalikan baik
yang mudah maupun sukar dengan tepat dan gesit. Bertanggung jawab
dengan apa yang dilakukan sehingga disukai banyak orang sehingga dapat
membantu atau membimbing orang lain.
b) AQ Cukup Tinggi (161–177)
Seseorang yang memiliki AQ ini dapat menghadapi kesulitan dengan
efektif. Memiliki sifat gigih dan cepat pulih dalam menghadapi kesulitan.
Kelemahannya adalah jika kesulitan itu datang bertubi-tubi, orang dengan
AQ merasa terganggu atau kurang gesit.
c) AQ Sedang (135–160)
Sebagian
besar
manusia
berada
pada
AQ
ini
mungkin
dapat
mengendalikan kesulitan. Namun, bila masalah datang secara bertubi–tubi,
orang dengan tipe ini sulit mengatasinya.
d) AQ Menengah Bawah (118–134)
Seseorang dengan AQ ini akan mengalami kesulitan bila masalah yang
dihadapi lebih kompleks, sehingga masalah yang sederhana pun menjadi
lebih berat.
e) AQ Rendah (117 dan lebih rendah)
Seseorang dengan AQ ini sering mengalami keputusasaan.
Adversity Response Profile (ARP) didalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai profil respon terhadap kesulitan. ARP ini adalah suatu bentuk pertanyaan
yang digunakan untuk menafsirkan tingkat AQ seseorang (Stoltz, 2000). AQ ini
berisikan pertanyaan yang dibuat berdasarkan dimensi pendukungnya yakni CORE.
5.
Metode Memfokuskan Langkah Tindakan
Memfokuskan langkah tindakan merupakan tingkah laku objektif untuk
menyelesaikan masalah. Sehingga masalah/kesulitan yang dihadapi akan lebih cepat
terkendali. Metode memfokuskan tindakan antara lain: L (Listen to Your CORE
Respones) yakni membaca dan memahami CORE seseorang dengan tepat.
E
(Establish Accountability) yakni bangkit dari kesulitan dengan dorongan dari dalam
diri. A (Analisis Bukti) yakni mengendalikan masalah atau hambatan yang ada
dalam penyelesaian masalah. D (Do Something) yakni tindakan setelah melewati
tiga langkah diatas (Stoltz, 2003).
6. Membangun Kepercayaan dan Menghancurkan Ketakutan
Keyakinan yang dimiliki seseorang akan keberhasilannya kelak harus
tertanam dalam setiap diri seseorang. Salah satu cara yang dapat dilakukan yakni
melalui tahapan atau prosedur yang terdiri dari 2 langkah yaitu mengurung ketakutan
dengan cara memfokuskan apa yang ditakutkan dan mengunci/mengurung ketakutan
dengan rapat di dalam hati. Jenis ketakutan diantaranya adalah rasa malu karena
penampilan pribadi, takut kehilangan pelanggan yang penting, takut gagal dalam
ujian, takut segalanya menjadi diluar kendali sepenuhnya, takut terluka secara fisik
oleh sesuatu diluar kendali, takut akan orang lain pikir dan katakan, takut membuat
investasi, dan takut kepada orang banyak; dan melakukan tindakan yakni melakukan
tindakan dengan tegas dan yakin tanpa ada keraguan (Schwartz, 2011).
C. Belajar
1. Definisi
Belajar ialah suatu perubahan suatu usaha yang dilakukan seseorang
dalam merubah tingkah laku sesuai dengan pengalaman yang dialaluinya secara
keseluruhan yang berasal dari interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2010).
Sedangkan menurut Sardiman (2011) belajar adalah perubahan tingkah laku dari
serangk
aian kegiatan yakni membaca, mengamati, mendengar, meniru, dan
sebagainya.
2. Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, untuk penanaman
konsep dan keterampilan, dan untuk pembentukan sikap. Untuk mendapatkan
pengetahuan yaitu adanya keseimbangan antara pemilikan pengetahuan dengan
kempuan berpikir. Dengan kata lain, kemampuan berpikir akan memperkaya
pengetahuan seseorang. Untuk penanaman konsep dan keterampilan yaitu
keterampilan jasmani dan rohani. Keterampilan dapat ditingkatkan dengan
banyak berlatih. Untuk pembentukan sikap yaitu pembentukan melalui
pendekatan pendidik dalam bentuk melihat, mengobservasi, dan meniru prilaku
dari pendidik (Sardiman, 2011).
3. Ciri–ciri Perubahan Tingkah Laku Belajar
Terdapat 6 ciri-ciri perubahan tingkah laku belajar, yaitu perubahan belajar
terjadi secara sadar, perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional, perubahan yang
bersifat positif dan aktif, perubahan bukan bersifat sementara, perubahan yang
bertujuan terarah, serta perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan terjadi secara sadar adalah bila seseorang menyadari secara sadar akan
perubahan dirinya. Misalnya, ia menyadari pengetahuannya bertambah, kecakapan
dan kebiasaannya bertambah. Perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional adalah
perubahan yang terjadi secara berkesinambungan, dan tidak statis. Misalnya, sorang
anak yang sebelumnya dapat menulis menjadi dapat menulis. perubahan yang
bersifat positif dan aktif adalah perubahan yang bersifat menigkat dan peningkatan
ini menjadi kearah yang lebih baik (Slameto, 2010).
Perubahan bukan bersifat sementara adalah perubahan yang bersifat menetap
dan permanen. Misalnya seorang anak yang dapat memainkan piano tidak akan
mudah hilang kemampuannya, melainkan akan tetap ada bahkan terus bertambah
ahli bila terus dilatih. Perubahan yang bertujuan terarah adalah perubahan tingkah
laku karena ada suatu tujuan yang ingin dicapai. Perubahan yang mencakup seluruh
aspek tingkah laku adalah perubahan yang telah melalui suatu proses perubahan
keseluruhan (Slameto, 2010).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Di dalam kegiatan belajar, banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua. faktor internal (faktor
yang timbul dalam diri individu) dan faktor eksternal (faktor yang timbul dari luar
individu) (Slameto, 2010).
Faktor internal yang mempengaruhi belajar terbagi atas tiga bagian. Faktor
jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. faktor psikologis meliputi;
inteligensia, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Faktor
kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi tiga.
Faktor keluarga meliputi; cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang
kebudayaan. Faktor sekolah meliputi; metode mengajar, kurikulum; relasi guru
dengan siswa, relasi siswa denga siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standard pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah. Faktor masyarakat meliputi; kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, segala aspek kegiatan dalam kehidupan siswa dapat
mempengaruhi belajar. Segala aspek kehidupan siswa sebaiknya dilakukan dengan
baik dan positif. Hasil dari cara belajar yang sesuai dapat meningkatkan prestasi.
5.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar memiliki beberapa arti. Prestasi belajar adalah hasil evaluasi
dari proses belajar dalam bentuk laporan atau raport (Poerwanto, 2007); suatu bukti
para siswa dalam menentukan keberhasilan dalam bentuk angka (Winkel, 1997);
sedangkan menurut Nasution (1987) syarat keberhasilan atau prestasi belajar bila
mencapai 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian
prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan manusia dalam mengusai kegiatan
belajar mengajar yang diukur dengan nilai evaluasi atau nilai raport (Hamdu &
Agustina, 2011).
Prestasi belajar merupakan indeks angka yang telah disusun atau
diakumulasikan dari hasil dari belajar. Hasil belajar merupakan bentuk pencapaian
yang cenderung menetap dilihat dari tiga ranah yang mempengaruhinya. Tiga ranah
itu yakni kognitif, afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar adalah hasil dari
perubahan tingkah laku setelah dilakukannya proses belajar sehingga tujuan dari
belajar tercapai (Jihad & Haris, 2013).
Pengukuran hasil belajar dilihat dari tingkat pencapaiannya dengan melihat
seberapa jauh siswa manguasai pembelajaran selain dilihat dari segi prosesnya
(Sudjana & Ibrahim, 2002). Berhasil atau tidaknya siswa dilihat dari evaluasi yang
dapat diukur. Selain mengukur hasil belajar, proses serta keafektifan siswa juga perlu
diperhatikan. Hasil dari belajar akan memiliki nilai yang tinggi sesuai dengan
maksud yang hendak dicapai dalam belajar.
6.
Indikator Penilaian Mahasiswa
Penilaian mahasiswa dengan kurikulum KBK dimana setiap mata kuliah
dibentuk kedalam blok. Evaluasi keberhasilan dilaksanakan pada akhir kegiatan blok
yang disebut dengan “Ujian Blok”. Penilaian berupa: evaluasi perkuliahan, evaluasi
tutorial, dan evaluasi praktikum.
Evaluasi perkuliahan adalah proses evaluasi keberhasilan selama perkuliahan
dalam satu blok dengan Kriteria: persyaratan mengikuti ujian bila menghadiri
perkuliahan minimal 80% dari total perkuliahan. Bentuk evaluasi adalah Multi
Disciplinary Examination (MDE) dengan model soal Multiple Choice Questions
(MCQ) dan remedial diadakan pada akhir semester.
Evaluasi Tutorial terbagi atas dua, yakni evaluasi hasil tutorial dan evaluasi
proses tutorial. Evaluasi hasil tutorial adalah evaluasi pencapaian tutorial berupa
evaluasi akhir dengan menggunakan ujian tulis pada akhir blok dengan bentuk ujian
Problem Analysis Questionnaires (PAQ) dan persyaratan mengikuti ujian yakni
menghadiri proses tutorial 100% dengan model soal kasus pemicu. Remedial
diadakan pada akhir semester. Evaluasi proses tutorial adalah evaluasi keberhasilan
mahasiswa dalam memahami proses pelaksanaan tutorial dengan persyaratan
mengikuti ujian yakni menghadiri proses tutorial 100% dengan bentuk evaluasi Real
Time Observation (RTO) dan model evaluasi berbentuk daftar Checklist yang diisi
oleh fasilitator setiap pelaksanaan tutorial (T1, T2, dan T3). Proporsi nilai menjadi:
Tutorial 1 bernilai 40%, Tutoria 2 bernilai 40%, Tutorial 3 bernilai 20% dan tidak
ada remedial.
Evaluasi Praktikum berupa evaluasi pencapaian mahasiswa terhadap materi
yang disusun berdasarkan kegiatan praktikum dengan persyaratan mengikuti ujian
yakni menghadiri kegiatan praktikum 100% dari total praktikum denga bentuk
evaluasi yakni kuis, response atau laporan. Evaluasi dilaksanakan segera selama atau
setelah praktikum berlangsung dan tidak ada remedial.
Mahasiswa dinyatakan telah lulus dengan nilai minimal 60 dengan lambang
“C” untuk setiap komponen ujian (MDE, PAQ, Proses tutorial dan praktikum. Bila
salah satu atau beberapa komponen penilaian tidak memenuhi nilai minimum, maka
mahasiswa wajib mengikuti remedial. Sistem skor yang berlaku adalah: “A” bernilai
80-100, “B” bernilai 70-74, “C” bernilai 60-64, “D” bernilai 40-59. Dan “E” bernilai
< 40.
Download